PENENTUAN AMMONIAK PADA LIMBAH CAIR
PENGOLAHAN KARET REMAH DENGAN BAHAN BAKU
LATEKS PEKAT DAN LUMP MANGKOK
DI PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE
DOLOK MERANGIR
KARYA ILMIAH
SRI WAHYU MEY BELLA
082401056
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA ANALIS
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN AMMONIAK PADA LIMBAH CAIR PENGOLAHAN
KARET REMAH DENGAN BAHAN BAKU LATEKS PEKAT DAN
LUMP MANGKOK
DI PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE
DOLOK MERANGIR
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
SRI WAHYU MEY BELLA
082401056
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA ANALIS
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENENTUAN AMMONIAK PADA LIMBAH
CAIR PENGOLAHAN KARET REMAH DENGAN BAHAN BAKU LATEKS PEKAT DAN LUMP MANGKOK DI PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : SRI WAHYU MEY BELLA
Nomor Induk Mahasiswa : 082401056
Program Studi : DIPLOMA (D III) KIMIA ANALIS
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Diluluskan di Medan, Juni 2011
Diketahui / Disetujui oleh
Ketua Jurusan Program Pembimbing, Diploma III Kimia
Dra. Emma Zaidar, M.Si NIP : 195512181987012001
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP 195408301985032001
PENENTUAN AMMONIAK PADA LIMBAH CAIR PENGOLAHAN KARET REMAH DENGAN BAHAN BAKU LATEKS PEKAT DAN LUMP MANGKOK DI PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2011
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan pada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya serta. Limpahan kasih-Nya pada kita semua. Serta tidak lupa
pula salawat beriringkan salam penulis hadiahkan kepada nabibesar junjungan kita
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman gelap gulita ke zaman terang
benderang dan mengharapkan syafatnya di yaumil akhir kelak. Sehingga penulis dapat
menyelasaikan Karya Ilmiah ini dengan baik.
Adapun karya Ilmiah ini di susun berdasarkan Hasil Peraktek Kerja Lapangan
(PKL) yang di laksanakan di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate. Penulisan
Karya Ilmiah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi mata kuliah di Program
Studi Diploma III Kimia Analis FMIPA USU.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
orang-orang yang telah berjasa dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini, antara lain:
1. Kedua orang tua penulis Ayahda Suwirman dan Ibunda Noni Warti yang
selalu memberi dukungan yang tidak pernah putus baik moril dan materil.
Kakak dan adik-adik penulis Kak Dian, Putri, dan Anggi yang selalu
memberi semangat.
2. Bapak Drs. Darwis Surbakti MS selaku Dosen Pembimbing Karya
Ilmiah. Bapak Drs. Usman Rasyid selaku Dosen Pembimbing Akademik.
Ibu DR. Rumondang Bulan MS,selaku Ketua Departeman Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuuan alam Universitas Sumatera Utara.
Bapak Drs. Sutarman MSc, selaku Dekan Fakultas matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dani Sukmayadi ST, Husni ST, selaku pembimbing PKL
4. Bang Wahyu Afriansyah ST, Kak Ira Madiana SKM, Acha yang sudah
dengan lapang dada menerima kami di rumah kakak dan abang selama
kami PKL serta bang Danny Arabi ST yang telah banyak membantu
penulis.
5. Terima kasih banyak untuk Himpunan ku yang telah banyak memberikan
Pengurus Sofia, Yuni, Elisa, Tya, Ai, Melan, Ayu, Lala, Verroes, Ikhwal,
dan banyak lainnya yang tidak dapat saya sebutkan, maupun seluruh
anggota HMI Kom’s FMIPA USU serta Abanda dan Kakanda periode
2008-2009 yang telah membantu penulis.
6. Untuk teman PKL Rizka, Oji, dan William, benar-benar partner yang
tidak akan terlupakan. Pada sahabat penulis, Ade terima kasih
dukungannya, Rora, Icha, Echy, Una, Loli, Aya, serta sahabat lainnya
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
7. Semua kawan-kawan Mahasiswa Program Studi Diploma III Kimia
Analis stambuk 2008.
8. Terima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan
Karya Ilmiah ini yang tidak dapat di tuliskan satu persatu.
Penulis juga menyadari di dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih sangat
banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis membutuhkan kritik dan saran untuk
perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap semoga Karya
Ilmiah ini dapat berguna dan dapat menambah wawasan pembaca.
Medan, Juni 2011
Penulis
ABSTRAK
Telah dilakukan analisis penentuan amoniak pada limbah cair pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks pekat dan lump mangkok di PT. Bridgestone dengan menggunakan metode titrimetri dan sampel dipreparasi dengan cara destilasi. Destilat sampel ditampung dalam wadah yang telah berisi asam borat 2% dan indikator methyl merah. Kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan H2SO4 0,01 N. Dari
AMMONIAK DETERMINATION IN LIQUID WASTE PROCESSING CRUMB RUBBER WITH RAW MATERIAL CONCENTRATED LATEX AND
CUP LUMP ON PT.BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
2.1.1. Sistematika 4
2.1.2. Jenis-Jenis Karet 5
2.1.3. Perbedaan Karet Alam dan Karet Sintetis 5
2.1.4. Jenis-jenis Karet Alam 6
2.2. Penyadapan 9
2.3. Prakoagulasi 9
2.3.1.Faktor penyebab prakoagulasi 10
2.3.2. Pencegahan prakoagulasi 11
2.4. Pengolahan karet remah (crumb rubber) 13
2.4.1. Pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks 13
2.4.2. Pengolahan karet remah dengan bahan baku gumpalan mutu rendah14
2.5. Limbah 14
2.5.1. Pencemaran air 15
2.5.2. Bahan pencemar air 15
2.5.4. Air buangan industri 16
2.5.5. Sistem air limbah 17
2.5.6. Pengolahan Limbah Air 18
2.5.7. Pengolahan Air Limbah Karet 20
2.6. Titrimetri 22
2.6.1. Macam-macam titrasi 22
2.6.1.1. Titrasi Asam Basa 22
2.6.1.2. Titrasi Pengkompleksan 22
2.6.1.3. Titrasi Pengendapan 22
2.6.1.4. Titrasi Oksidari- Reduksi 23
2.6.1.5. Titrasi Potensiometri 23
2.6.1.6. Titrasi Fotometrik 23
Bab 3. METODOLOGI PERCOBAAN 24
3.1. Alat 24
3.2. Bahan 25
3.3. Prosedur Percobaan 25
3.3.1. Pembuatan Reagen 25
3.3.2. Prosedur Percobaan 26
a. Preparasi Sampel 26
b. Penentuan amoniak 26
Bab 4. DATA DAN PEMBAHASAN 27
4.1. Data Percobaan 27
4.2. Perhitungan 28
4.3. Pembahasan 29
Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN 31
5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1. Perbandingan produksi dan konsumsi karet alam dan karet sintetis 6
2.2. Standar mutu lateks pekat 7
2.3. Standard Indonesian Rubber (SIR) 8
ABSTRAK
Telah dilakukan analisis penentuan amoniak pada limbah cair pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks pekat dan lump mangkok di PT. Bridgestone dengan menggunakan metode titrimetri dan sampel dipreparasi dengan cara destilasi. Destilat sampel ditampung dalam wadah yang telah berisi asam borat 2% dan indikator methyl merah. Kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan H2SO4 0,01 N. Dari
AMMONIAK DETERMINATION IN LIQUID WASTE PROCESSING CRUMB RUBBER WITH RAW MATERIAL CONCENTRATED LATEX AND
CUP LUMP ON PT.BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karet alam (Havea sp.) merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik
untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet alam
merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunujang
perekonomian negara. Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan
industri, karet banyak dibudidayakan sebagai tanaman perkebunan di Indonesia.
Tanaman karet diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya ratusan meter persegi
hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi. Secara umum usaha perkebunan
karet di Indonesia dapat di bagi dalam beberapa kelompok seperti:
- Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya
oleh PTP atau PNP.
- Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta.
- Perkebunan karet yang diusahakan oleh rakyat.
Dalam proses pengolahan karet untuk menghasilkan produk-produk yang
diinginkan, juga dihasilkan produk lain yang disebut limbah. Limbah yang menjadi
masalah di pabrik-pabrik biasanya berupa cairan. Limbah cair industri karet
juga biasanya mengandung air cucian dari lateks yang tidak terkoagulasi, protein,
lipid, karoten, dan lain-lain. Selain itu limbah cair industri karet juga mengandung
bahan-bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengolahan seperti Amoniak.
Sehingga bila air limbah itu di biarkan beberapa hari saja, maka akan mengeluarkan
bau yang busuk yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan suatu pengolahan terhadap limbah tersebut. Pengolahan air limbah yang
dilakukan biasanya menggunakan lumpur aktif untuk mengurangi jumlah polutan
yang terkandung dalam air limbah karet, karena dengan cara menguraikan senyawa
organik di dalam air limbah menjadi senyawa sederhana.
Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai selalu menunjukkan adanya
pencemaran. Rasa NH3 kurang enak, sehingga kadar NH3 harus rendah; pada air
minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus di bawah 0,5 mg/l N (syarat
mutu air sungai di Indonesia. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor Kep-51/MENLH/10/1995 Baku Mutu limbah cair untuk industri Karet
adalah untuk kandungan amoniak total pada limbah lateks adalah sebesar 15mg/l dan
untuk limbah karet bentuk kering sebesar 5 mg/l. Oleh sebab itu saya mengambil judul
Penentuan Ammoniak pada limbah cair pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks pekat dan lump mangkok di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir adalah untuk mengetahui apakah limbah cair pada pabrik PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate apakah sudah sesuai dengan baku Mutu limbah
1.2. Permasalahan
Apakah jumlah amoniak yang terkandung dalam air limbah proses pengolahan
karet remah di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate sudah memenuhi standar
baku mutu limbah cair yang ditetapkan oleh Mentri Lingkungan Hidup untuk di buang
ke dalam badan air.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk menganalisa jumlah amoniak
yang terdapat pada air limbah cair dari pengolahan karet remah dengan bahan baku
lateks pekat dan lump mangkok di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari karya ilmiah ini dapat memberikan informasi kepada
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karet
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.
Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan
memiliki percabangan yang tinggi di atas. Daun karet berwarna hijau. Daun karet
terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Bunga karet terdiri dari bunga
jantan dan betina. Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing
ruang berbentuk setengah bola. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Akar
tanaman karet merupakan akar tunggang.
2.1.1. Sistematika
Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
2.1.2. Jenis-jenis Karet
Ada dua jenis karet,yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet ini
memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi.
Kelemahan karet alam bisa diperbaiki oleh karet sintetis dan sebaliknya, sehingga
kedua jenis karet tersebut tetap dibutuhkan. (Setiawan.D.H,2008)
2.1.3. Pebedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis
Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh
dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum
dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet
alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki
karet alam dibanding karet sintetis adalah :
a. Memiliki daya elastik atau daya lenting yang sempurna
b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
c. Mempunyai daya aus yang tinggi
d. Tidak mudah panas (low heat build up) , dan
e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resistance).
Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap
berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap
stabil. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap
pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet
Tabel 2.1.Perbandingan Produksi dan Konsumsi Karet Alam dan Karet Sintetis
Tahun 1990 2000 2005
Karet alam
Produksi 1.262 1.501 2.267
Konsumsi 108 139 218
Karet sintetis
Produksi 10.310 10.335 10.605
Konsumsi 65 130 176
(Tim penulis PS , 2009)
2.1.4. Jenis-jenis Karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang di kenal, di antaranya merupakan bahan
olahan. Jenis-jenis karet alam yang di kenal luas adalah
- Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar),
- Karet konvesional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe, estate
brown crepe, thin brown remills, thick blanket crepe ambers, flat bark crepe,
pure smoke blanket crepe, dan off crepe),
- Lateks pekat,
- Karet bongkah atau block rubber,
- Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
- Karet siap olah atau type rubber, dan
- Karet reklim atau reeclaimed rubber.
A. Lateks pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk
pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Standar mutu lateks
pekat baik lateks pusingan atau lateks dadih dapat dilihat pada tabel berikut ini.
TABEL 2.2. STANDAR MUTU LATEKS PEKAT
LateksPusingan (Centrifuged Lateks)
Lateks Dadih (Creamed latex)
1. Jumlah padatan total (total solids) minimum
2. Kadar karet kering (KKK) minimum
3. Perbedaan angka butir 1 dan 2 maksimum
4. Kadar amoniak (berdasar jumlah air yang terdapat
dalam lateks pekat) mimimum
5. Viskositas maksimum pada suhu 25o C
6. Endapan (sludge) dari berat basah maksimum
7. Kadar koagulan dari jumlah padatan, maksimum
8. Bilangan KOH (KOH number) maksimum
9. Kemantapan mekanis (mechanical stability)
mininum
10.Persentase kadar tembaga dari jumlah padatan
maksimum
11.Persentase kadar mangan dari jumlah padatan
maksimum
12.Warna
13.Bau setelah dinetralkan dengan borat
61,5%
Tidak boleh berbauk busuk
64,0%
Sumber : tim Penulis PS, 1992
B. Karet bongkah atau block rubber
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi
bendela-bendela dengan ukuran yang telah ditentukan. Standar mutu karet bongkah
Indonesia tercantum dalam SIR (standard Indonesian Rubber) seperti tertera dalam
Tabel 2.3. Di Malaysia daftar seperti SIR di atas tercantum dalam SMR (Standard
standar yang di buat pun mencakup lebih banyak ketentuan. Daftar SMR
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.4
TABEL 2.3. SRANDARD INDONESIAN RUBBER (SIR)
SIR 5L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50 Kadar kotoran maksimum
Kadar abu maksimum
Kadar zat atsiri maksimum
PRI minimum
Plastisitas – Po minimum
Limit warna (skala lovibond)
maksimum
Sumber : Tim Penulis PS, 1992
TABEL 2.4. STANDARD MALAYSIAN RUBBER (SMR)
SMR 5L SMR 5 SMR 10 SMR 20 SMR 50
Kadar kotoran (dengan saringan 325
mesh, lubang 44) maksimum
Kadar abu maksimum
Kadar Niitrogen maksimum
Kadar zat atsiri maksimum
Plastisity rentension index
maksimum
Plastisitas wallace (nilai permulaan)
minimum
Limit warna (skala lovibond)
Kode warna
Warna bungkus plastik
Warna strip palstik
Penyadapan tanaman karet dilakukan dengan menerapkan sistem yang telah
disepakati secara Internasional. Penyadapan pada batang utama(atau cabang untuk
tanaman menjelang ditumbang)bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh
lateks dikulit pohon. Pembuluh lateks yang putus atau luka kelak akan pulih kembali
sehingga bila dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya luka tersebut telah pulih dan
lateks akan mengalir lagi dengan baik. Kulit pohon yang pulih lazim disebut Kulit
pulihan(renewable bark), sedangkan kulit pohon yang baru pertama kali disadap lazim disebut kulit perawan(virgin bark). (Siregar,T.H.1995)
2.3. Prakoagulasi
Prakoagulasi adalah pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau
gumpalan-gumpalan sebelum lateks sampai dipabrik atau tempat pengolahan.
Penyebab terjadinya prakoagulasi adalah kemantapan bagian kolodial didalam lateks
berkurang, kemudian menggumpal menjadi satu dalam bentuk komponen yang lebih
besar. Komponen yang lebih besar ini akhirnya akan membeku. (Setiawan,D.H.2008)
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa
cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya
membentuk gumpalan karet. Penggumplan (prakoagulasi) dapat di bagi 2, yaitu:
1. Prakoagulasi spontan
2. Prakoagulasi buatan.
Penggumpalan spontan biasanya disebabkan pengaruh enzim dan bakteri,
aromanya sangat berbeda dengan lateks segar dan pada hari berikutnya akan tercium
bau yang busuk. Sedangakan penggumpalan buatan biasa di lakukan dengan
2.3.1. Faktor penyebab Prakoagulasi
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi adalah sebagai
berikut :
a. Jenis karet
Setiap jenis atau klon karet memiliki kestabilan atau kemantapan koloidal yang
berbeda-beda.
b. Enzim
Enzim adalah katalis alami untuk mempercepat terjadinya reaksi walaupun hanya
terdapat dalam jumlah kecil.
c. Mikroorganisme
Mikroorgaisme didalam lateks akan melakukan aktivitas, sehingga terjadi reaksi
dengan senyawa-senyawa yang terdapat didalam lateks, seperti asam dan sejenisnya.
Semakin banyak mikroorganisme didalam lateks, semakin banyak pula senyawa asam
yang dihasilkan yang mendorong semakin cepat terjadinya prakoagulasi.
d. Cuaca dan Musim
Pada musim hujan, kemungkinan terjadinya prakoagulasi sangat besar, sehingga
pada saat seperti itu jarang dilakukan penyadapan. Sinar matahari yang terik juga
dapat mempercepat terjadinya prakoagulasi.
e. Kondisi tanaman
Kondisi tanaman disini adalah berkaitan dengan umur dan kesehatan tanaman.
Pohon karet yang terlalu muda atau menjelang tua dan sakit-sakitan cenderung
menghasilkan lateks yang mudah mengalami prakoagulasi.
f. Air sadah
Air sadah adalah air yang mengalami reaksi kimia, umumnya bereaksi asam.
g. Pengangkutan
Pengangkutan melalui jalan yang jelek dan mobil pengangkutnya
terguncang-guncang dan lateks terkocok-kocok akan merusak kstabilan koloidalnya, sehingga
mudah menggumpal. Jarak jauh yang menyebabkan lateks tiba ditempat pengolahan
terlalu lama dan terkena sinar matahari sepanjang perjalanan juga akan mempercepat
terjadinya prakoagulasi.
h. Kotoran
Kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur dan asam akan mempercepat
terjadinya prakoagulasi. Demikian pula air kotor yang dipakai untuk pengolahan akan
mempercepat prakoagulasi.
2.3.2. Pencegahan Prakoagulasi a. Pencegahan secara Manual
− Menjaga kebersihan alat-alat untuk penyadapan, penampungan dan
pengangkutan.
− Tidak menggunakan air kotor, seperti air sungai atau air got, untuk mengencerkan
lateks dikebun.
− Penyadapan dilakukan sepagi mungkin sebelum matahari terbit agar lateks
sampai ketempat pengolahan sebelum udara panas.
- Tidak menyadap pohon karet terlalu muda atau terlalu tua dan yang kondisinya
tidak sehat. (Setiawan,D.H.2008)
b. Pencegahan menggunakan zat antikoagulan
Jika beberapa upaya pencegahan diatas sudah dilakukan, tetapi tetap terjadi
prakoagulasi, penggunaan zat antikoagulan dapat dilakukan. Beberapa zat
1. Soda atau Natrium Karbonat (Na2CO3)
Soda banyak digunakan di pabrik-pabrik yang sederhana. Dosis soda yang
digunakan adalah 5-10 ml lautan soda tanpa air Kristal (soda es) 10% setiap liter latex.
2. Amoniak (NH3)
Zat anti koagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena :
a. Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri
b. Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan / menaikkan PH latex kebun
c. Mengurangi konsentrasi logam
Dosis Amoniak yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah
5-10 liter Amoniak 2,5% untuk setiap liter lateks.
3. Formaldehid
Pemakaian formaldehid sebagai anti koagulan paling merepotkan
dibandingkan zat lainnya, karena
a. Kurang baik apabila digunakan pada musim hujan
b. Apabila disimpan zat ini akan teroksidasi menjadi asam semut atau asam
format (HCHO HCOOH) yang dapat menyebabkan pembekuan apabila
dicampur dengan latex.
Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan kadar 5% untuk setiap
liter latex yang akan dicegah prokoagulasinya.
4. Natrium sulfit (Na2SO3)
Pemakaian zat ini sebagai zat anti koagulan paling merepotkan, karena:
a. Bahan ini tidak tahan lama disimpan
c. Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat
(Na2SO3 Na2SO4), bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai
antikoagulan menjadi lenyap.
Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan berkadar 10% untuk setiap liter latex.
(Tim penulis PS,2009)
2.4. Pengolahan Karet Remah (Crumb Rubber)
Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru.
Dalam perdagangan dikenal dengan nama karet spesifikasi teknis. Karena penentuan
kualitas dan penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisi yang mutakhir.
2.4.1. Pengolahan Karet Remah (Spesifikasi Teknis) dengan Bahan Baku
Lateks
Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan karet remah dengan
bahan baku lateks, yaitu penerimaan dan penyaringan lateks, penggumpalan atau
koagulasi, pembutiran, atau granulasi, pengeringan dan pembungkusan. Mula-mula
lateks yang dikirim ke tempat pengolahan disaring dan dikumpulkan dalam bak atau
tangki. Kemudian, dilakukan penggumpalan dalam bak atau tangki-tangki tersebut
sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau koagulum. Pemotongan koagulum
merupakan langkah yang harus dilalui sebelum dilakukan proses pembutiran. Mesin
pembutiran yang biasa digunakan adalah mesin pelletiser yang mempunyai banyak
pisau berputar. Hasil yang diperoleh dicuci hingga bersih kemudian dimasukkan
kedalam mesin pengering. Biasanya pengeringan menggunakan mesin dan ban
berjalan. Hasil akhir dari karet remah didinginkan sebelum dikemas. Berat akhir
diperoleh melalui penimbangan. Ukuran bandela biasanya (28 x 17 x 7) inci, sekitar
(72 x 36 x 18) cm. Berat yang ditetapkan untuk setiap bandela adalah 33 kg. Setelah
ini harus memiliki ketebalan 0,03 mm, titik cair 108oC dan berat jenis 0,92. Bungkus
ini disertai tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR, dan pabrik yang memproduksinya.
(Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks, dapat di lihat pada lampiran)
2.4.2. Pengolahan Karet Remah dengan Bahan Baku Gumpalan Mutu Rendah Ada pabrik yang membuat karet spesifikasi teknis dan bahan koagulum lateks
atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang
diolah ini bermutu rendah, contohnya slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok,
scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain.
Bahan koagulum lateks yang bermutu rendah ini terlebih dahulu disortir,
Setelah itu bahan ini dimasukkan kedalam tangki-tangki air pembersih. Selanjutnya,
bahan dibersihkan lagi dengan mesin hammermill. Pada mesin ini pencucian diikuti
dengan pemotongan lalu digiling dengan mesin penggilingan crepe. Hasil yang keluar
dari mesin penggilingan crepe dimasukkan kedalam mesin pelletiser atau mesin
dengan pisau berputar. Disini bahan mengalami proses pembutiran.
Sesuai proses pembutiran, bahan mengalami perlakuan kimiawi. Larutan asam
fosfat atau asam amino digunakan untuk merendamnya. Terakhir, bahan dikeringkan
dan diikuti oleh proses pengepakan seperti pada karet remah yang dibuat dari bahan
lateks. (Diagram 2.2. Pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah. Dapat
dilihat pada lampiran). (Tim penulis PS,2009)
2.5. Limbah
Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperkenankan bagi
zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat di
gunakan sesuai kriterianya. Menurut peruntukannya, air pada sumber air dapat
• Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa diolah terlebih dahulu.
• Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air bahan baku untuk
diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.
• Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.
• Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan
dapat digunakan untuk usaha perkotaaan, industri, dan listrik tenaga air.
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan
pencemar untuk dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber airsehingga
tidak mengakibatkan dilampuinya baku mutu limbah. (Kristanto, P.,2002)
2.5.1. Pencemaran Air
Pencemaran air adalah penyimpanan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari
kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam
bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Adanya
benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak digunakan sesuai dengan
peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air.
(Kristanto, P.,2002)
2.5.2. Bahan Pencemar Air
Polutan air dapat di kelompokan atas 9 group berdasarkan perbedaan
sifat-sifatnya sebagai berikut:
1. Padatan.
2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen demanding wastes).
4. Komponen organik sintetik.
5. Nutrien tanaman.
6. Minyak.
7. Senyawa anorganik dan mineral.
8. Bahan radioaktif.
9. Panas.
2.5.3. Sifat-sifat Air Terpolusi
Sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat
polusi air misalnya:
1. Nilai pH, keasaman, dan alkalinitas
2. Suhu
3. Warna, bau dan rasa
4. Jumlah padatan
5. Nilai BOD/COD
6. Pencemaran mikroorganisme patogen
7. Kandungan minyak
8. Kandungan logam berat
9. Kandungan bahan radioaktif ( Agusnar, H.,2007)
2.5.4. Air Buangan Industri
Air buangan dari industri mengandung berbagai jenis bahan anorganis maupun
organis. Yang penting ialah untuk mengetahui bahan-bahan utama apakah yang
merupakan sisa industri yang dibuang di tempat-tempat tertentu dari lautan (dumping)
Didalam garis besarnya dapat dikatakan, bahwa industri-industri sebagai sisa
dari proses industri terdiri atas : garam-garaman dan asam-asaman anorganis dan
organis; cairan alkalis; bahan-bahan yang mengandung croom, mangaan, besi, nikkel,
tembaga, seng, cadmium, timah, dan air raksa. (Thohir, K.A.,1985)
2.5.5.Sistem Air Limbah
Air limbah memberikan efek dan gangguan buruk baik terhadap manusia
maupun lingkungan. Efek buruk dan gangguan antara lain; gangguan terhadap
kesehatan, keindahan dan benda. Terhadap keindahan, air limbah meninggalkan
ampas dan bau yang tidak sedap dan terhadap benda air limbah bisa menimbulkan
korosi (karat).
Ada dua sistem pembuangan, yaitu:
1. Sistem pembuangan Setempat (On Site Sytem) adalah fasilitas pembuangan air
limbah yang berada di dalam daerah persil pelayanannya (batas tanah yang
dimiliki).
Keuntungan pemakaian sistem pembuangan setempat adalah:
• Biaya pembuatan murah.
• Biasanya dibuat oleh sektor swasta/pribadi.
• Teknologi cukup sederhana.
• Sistem sangat privasi.
• Operasi dan pemeliharaan dilakukan secara pribadi masing-masing.
• Nilai manfaat dapat dirasakan segera seperti bersih, saluran air hujan tidak
lagi dibuangi air limbah, terhindar dari bau busuk, timbul estetika pekarangan
dan populasi nyamuk berkurang.
• Tidak selalu cocok di semua daerah.
• Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan.
• Bila pengendalian tidak sempurna maka air limbah dibuang ke saluran
drainase.
• Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan.
• Resiko mencemari air tanah bila pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik.
2. Sistem Pembuangan Terpusat (Off Site System) adalah sistem pembuangan
yang berada di luar pensil.
Keuntungan pemakaian sistem penyaluran terpusat adalah:
• Pelayanan yang lebih nyaman.
• Menampung semua air limbah domestik.
• Pencemaran air tanah dan lingkungan dapat di hindari.
• Cocok untuk daerah dengan tingkat kepadatan tinggi.
• Masa/umur pemakaian relatif lebih lama.
Kerugian pemakaian sistem penyaluran terpusat adalah:
• Memerlukan pembiayaan yang tinggi.
• Memerlukan tenaga yang trampil untuk operasional dan pemeliharaan.
• Memerlukan perencanaaan dan pelaksanaan untuk jangka panjang.
• Nilai manfaat akan terlihat apabila sistem telah berjalan dan semua produk
yang terjalani. (Kodoatie,R.J & Roestam S.,2010)
2.5.6. Pengolahan Limbah Air
Menurut tingkatan proes/perlakuannya, pengolahan limbah aiar dapat di
golongkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
Dalam proses pretreatment biasanya di gunakan saringan (filter) kasar yang tidak
mudah berkarat. Dimensi saringan tergantung dari debit air limbah, misalnya untuk
debit air limbah 100 m3/jam, dimensi saringan (30 x 30) cm.
2. Primary Treatment
Proses penanganan primer air buangan ada prinsipnya terdiri dari tahapan-tahapan
untuk memisahkan air dari limbah padat, yaitu dengan membiarkan padatan tersebut
mengendap atau dengan memisahkan bagian-bagian padatan yang mengapung, seperti
daun, plastik, kertas, dan sebagainya. Proses penanganan primer terdiri dari beberapa
tahapan yaitu:
a. Penyaringan
b. Pengendapan dan pemisahan benda-benda kecil
c. Pemisahan endapan
d. Klorinasi
3. Secondary Treatment
Perlakuan (treatment) kedua pada umumnya melibatkan proses biologis dengan
tujuan untuk menghilangkan bahan organik melalui oksidasi biokimia. Pada proses
biologis banyak digunakan reaktor lumpur aktif dan penyaringan trikel (tricking
filter). Suatu sistem lumpur aktif yang efisien dapat menghilangkan padatan
tersuspensi dan BOD sampai 90%.
4. Tertiary Treatment
Berbagai proses penanganan lanjut untuk menghilangkan bahan-bahan terlarut
senyawa-senyawa nitrogen (algae nitrifikasi) dan fosfor, sampai pada proses pemisahan
fisiko-kimia, seperti adsorbsi, destilasi, dan osmosis berlawanan (reverse osmosis).
( Kristanto,P.,2002)
2.5.7. Pengolahan Air Limbah Karet
Agar air limbah pengolahan karet bisa di buang ke saluran-saluran air umum
tanpa membahayakan lingkungan, maka air limbah tersebut harus diolah terlebih
dahulu. Prinsip pengolahan air limbah adalah memisahkan partikel-partikel yang
berbahaya atau tidak diinginkan dari air atau mengubahnya menjadi zat-zat yang dapat
dimanfaatkan. Nilai BOD dan pH limbah dibuat menjadi nilai normal yang tidak
membahayakan. Pencemaran lingkungan yang bisa timbul sedapat mungkin dicegah.
Dibanding dengan jenis karet lain, sisa proses pembuatan lateks pekat
merupakan limbah paling berbahaya bagi lingkungan. Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan nilai BOD (biochemical Oxygen Demand) serta pH air lateks pekat
yang dibuat secara pusingan lebih besar daripada limbah pengolahan karet kering. Ini
dapat dimengerti karena proses pembuatan lateks kering tidak terlalu membaurkan air
ulang dipakai dalam pengolahan seperti halnya pembuatan lateks pekat.
Pengolahan air limbah lateks pemusingan antara lain dilakukan dengan sistem
kolam anaerob/aerob, oxdidation ditch, anaerobic filter, dan rotating biodisc. Berikut
ini diuraikan pengolahan limbah sistem anaerob/aerob yang biasa dilakukan di
pabrik-pabrik pengolahan.
Untuk mengolah air limbah diperlukan tempat untuk menampungnya. Tempat
penampungan bisa menggunakan kolam, bak, atau tangki. Sarana pengolahan air
limbah yang memadai seharusnya memiliki kolam pengolahan limbah tersendiri.
Bahan yang dipergunakan untuk keperluan ini adalah Gepol 110. Konsentrasi
dengan konsentrasi 0,05% sudah memberikan hasil yang memadai. Dosis Gepol yang
diberikan adalah 60 mg untuk setiap liter limbah yang akan diolah.
Dalam sistem pengolahan ini dibuat dua kolam penampungan yang terpisah.
Kolam pertama untuk proses anaerob dan kolam kedua untuk proses aerob. Kapasitas
kolam anaerob diperkirakan dapat menampung produksi air limbah selama 18 – 20
hari. Sedangkan kapasitas kolam aerob di harapkan dapat menampung produksi air
limbah selama 8 – 10 hari. Kolam anaerob dibuat lebih besar daripada kolam aerob
karena pada kolam anaerob pengurangan nilai BOD setelah hari ke tiga semakin
besar. Sedangkan pada kolam aerob pengurangan nilai BOD setelah hari keempat
justru semakin kecil.
Besar kecilnya kolam penampungan dan pengolahan air limbah dibuat
berdasarkan besar kecilnya kapasitas produksi pabrik yang hanya dimiliki kapasitas
produksi kecil membangun bak-bak pengolahan limbah yang jauh lebih besar dari
kapasitas olahannya, sementara pabrik yang memiliki kapasitas produksi cukup besar
membangun kolam penampungan limbah dengan ukuran seadanya yang jauh dari
mamadai.
Setelah kadar BOD dan parameter lainnya seperti pH menurun sampai angka
yang di perkenankan sebagai limbah yang dapat dibuang, maka pengolahan dapat di
lanjutkan dengan limbah produksi periode berikutnya. Pabrik yang mengolah karet
sheet dan karet spesifikasi teknis tidak terlalu mengalami kesulitan dalam masalah
limbah. Air limbah pengolahan karet sheet dan spesifikasi teknis dapat di buang ke
saluran pembuangan air umum hanya dengan pengolahan yang sederhana.
Istilah analisa titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan
dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat,
yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutab dari zat yang akan
ditetapkan.
2.6.1. Macam-macam Titrasi
2.6.1.1. Titrasi Asam-Basa.
Titrasi asam-basa secara luas digunakan untuk analisa kimia. Pada kebanyakan
pengetrapan, air dipakai sebagai solven. Bermacam-macam zat asam dan basa, baik
anorganik maupun organik, dapat ditentukan dengan titrasi asam-basa. Juga banyak
contoh yang analitnya dapat diubah secara kimiawi menjadi asam atau basa dan
kemudian ditentukan dengan titrasi.
2.6.1.2. Titrasi Pengkompleksan
Reaksi pengkompleksan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu
molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi, dengan gugus-gugus nukleofilik lain.
Gugus-gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi
dapat dinyatakan oleh persamaan:
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
2.6.1.3. Titrasi Pengendapan
Titrasi yang meliputi reaksi-reaksi pengendapan tidak hampir demikian melimpah
pada analisa titrimetrik seperti yang meliputi reaksi-reaksi redoks. Salah satu alasan
untuk penggunaan terbatas ini adalah tiadanya indikator yang sesuai. Kesukaran yang
lain adalah bahwa susunan endapan seringkali tidak diketahui karena pengaruh
koprestipitasi.
Reaksi kimia yang menyangkut oksidasi-reduksi secara luas digunakan dalam
analisa titrimetrik. Ion yang banyak unsur dapat ada dalam berbagai keadaan oksidasi,
yang menghasilkan kemungkinan dari suatu jumlah sangat besar reaksi redoks.
(Underwood,A.L.,1980)
2.3.1.5. Titrasi Potensiometri
Dalam suatu titrasi potensiometri, titik akhir ditemukan dengan menentukan
volum yang menyebabkan suatu perubahan relatif besar dalam potensial apabila titran
ditambahkan. Titrasi dapat di laksanakan secara biasa atau prosedur dapat di buat
otomatik. Dalam titrasi secara manual potensial di ukur setelah penambahan titran
berurutan, dan hasil pengamatan di gambarkan pada suatu kertas grafir terhadap
volume titran.
2.3.1.6. Titrasi Fotometrik.
Berbagai sifat suatu larutan dapat di ukur untuk memperkirakan kemajuan sebuah
titrasi menuju titik ekivalen. Sebenarnya, titrasi visual sungguh bersifat fotometrik.
“Perubahan warna mencerminkan suatu perubahan dalam absorpsi cahaya oleh
larutan, yang menyertai perubahan-perubahan di dalam konsentrasi dari zat-zat yang
absorptif.
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat
Adapun alat-alat yang di pergunakan adalah sebagai berikut:
- Buret 25 ml Pyrex
- Erlenmeyer 250 ml pyrex
- Beraker glass 100 ml pyrex
- Gelas ukur 25 ml pyrex
- Gelas ukur 100 ml pyrex
- Labu destilasi 500 ml pyrex
- conecting
- Kondensor
- statif dan klem
- selang
- electromanthel
3.2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
- sampel limbah lateks
- sampel limbah cup lump
- aqudest
- buffer borat pH 9,5
- Indikator pp
- H3BO3 2%
- indikator metil merah
- -H 2SO4 0,01 N
3.3. Prosedur percobaan
3.3.1. Pembuatan Reagent a. larutan Buffer Borat
dimasukan 9 gram Na2B4O7 10H2O kedalam gelas piala 1000 ml, kemudian
ditambahkan 17,5 ml larutan NaOH 0,1 M, Lalu di encerkan dengan menambahkan
air suling hingga garis batas. Lalu di homogenkan.
b. larutan asam Borik 2%
dimasukan 20 gram H3BO3 kedalam labu takar 100 ml kemudian di encerkan dengan
air suling garis tanda. Lalu di homogenkan.
c. indikator metyl merah
3.3.2. prosedur Percobaan a. Preparasi sampel
- sediakan labu destilasi 500 ml kemudian di masukkan kedalamya air suling
sebanyak 250 ml
- lalu di masukkan sebanyak 50 ml sampel kedalamnya,
- di tambahkan 2 tetes indikator penoftalein kedalamnya
- lalu di destilasi sampai menghasilkan destilat sebanyak 200 ml
b. Penentuan Amoniak
- destilat di tampung dalam erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 20 ml larutan
asam borat 2% dan 3 tetes indikator methyl merah
- kemudian 200 ml destilat tersebut di titrasi dengan menggunakan larutan
H2SO4 0,01 N
- di catat volume H2SO4 0,01 N yang terpakai
BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Percobaan
Pengambilan data selama melakuan praktek kerja lapangan di PT. Bridgestone
Sumatera Rubber Estate. Data yang diperoleh merupakan hasil dari analisa kadar
ammoniak pada limbah pabrik pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks dan
Data NH4.N limbah karet
Limbah cup lump
200 ml
Limbah cup lump
200 ml
Limbah cup lump
200 ml
4.2. Perhitungan
Untuk menghitung kadar amoniak dapat di hitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Amoniak =(A B x N x) 28000
Dimana:
A = Volume penitar H2SO4 untuk destilat (ml)
B = Volume penitar H2SO4 untuk blanko (ml)
N = Normalitas larutan penitar H2SO4
S = Volume destilat yang dititrasi (ml)
Contoh perhitungan:
Menghitung ammoniak pada limbah lateks pada tanggal 30 Desember 2010.
Ammoniak = (5, 2 0, 2 ) 0, 01 28000
200
x x
−
Ammoniak = (5) 280
200
x
Ammoniak = 7 mg/l
Dari perhitungan diatas didapat nilai dari ammoniak limbah latexs sebesar 7 mg/l.
(Untuk nilai ammoniak yang lainnya dapat di lihat pada lampiran C.)
4.3. Pembahasan
Dari data yang diperoleh dari tanggal 30 Desember 2010 sampai dengan 21
Januari 2011, diketahui bahwa kadar ammoniak dibak diindikasikan masing-masing
untuk limah latexs pekat dan karet kering adalah 7 mg/l, 13,58 mg/l, 11,34 mg/l dan
8,54 mg/l serta 3,78 mg/l, 5,46 mg/l, 2,52 mg/l, dan 1,12 mg/l. hal ini menunjukkan
bahwa limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate telah memenuhi standar yang
telah di tetapkan oleh pemerintah melalui keputusan Mentri Lingkungan Hidup pada
Amoniak NH3 merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH rendah
dan disebut amonium; amoniak sendiri berada dalam keadaan tereduksi (-3). Dapat
dikatakan bahwa amoniak berada dimana-mana, dari kadar beberapa mg/l pada air
permukaan dan air tanah, sampai kira-kira 30 mg/l lebih pada air pembuangan. Air
tanah hanya mengandung sedikit NH3, karena NH3 dapat menempel pada butir-butir
tanah liat selama filtrasi air ke dalam tanah, dan sulit terlepas dari butir-butir tanah liat
tersebut. Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai selalu menunjukkan adanya
pencemaran. Rasa NH3 kurang enak, sehingga kadar NH3 harus rendah; pada air
minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus di bawah 0,5 mg/l N (syarat
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan yang dilakukan adalah
Limbah cair dari PT. Bridgestone masing-masing sebagai berikut:
- Limbah karet pekat pada tanggal
30 desember 2010 = 7 mg/l,
07 Januari 2011 = 13,58 mg/l,
14 Januari 2011 = 11,34 mg/l, dan
21 Januari 2011 = 8,54 mg/l
- Limbah karet kering pada tanggal
30Desember 2010 = 3,78 mg/l,
07Januari 2011 = 2,52 mg/l,
14Januari 2011 = 2,52 mg/l, dan
5.2. Saran
- Sebaiknya limbah cair dari pabrik tidak dibuang secara langsung ke badan
sungai, agar tidak mencemari lingkungan sekitar badan sungai
- Sedapat mungkin limbah cair yang dihasilkan pabrik untuk diolah
sedemikian rupa sehingga air dapat dimanfaatkan kembali untuk proses
pengolahan pada pabrik sehingga dapat menghemat penggunaan sekaligus
DAFTAR PUSTAKA
1. Agusnar, H. 2007. Kimia lingkungan. Medan: Universitas Sumatera
Utara-Press
2. Alaerts, G. 1984. Metodologi Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional
3. Kodoatie, R. J.dan Rustam, S. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: Andi
4. Kristanto, P. 2007. Ekologi Industri. Surabaya: Andi
5. Setiawan, D. H. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Cetakan pertama.
Jakarta : Agro Media Pustaka
6. Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Seri Budi Daya. Cetakan ke 13. Yogyakarta :
Kanisius
7. Siregar, T. HS. 1995. Teknik Penyadapan Karet. Cetakan keenam.Yogyakarta:
Kanisius
8. Thohir, K. A. 1985. Butir-butir Tata Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta
9. Tim Penulis P S. 1992. Karet Strategi Pemasaran tahun 2000 Budidaya dan
Pengolahan. Jakarta: Penebar Swadya
10.Tim penulis PS. 2009. Panduan Lengkap Karet. Cetakan kedua. Jakarta :
Penebar Swadaya
11.Underwood, A. L. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Jakarta:
12.Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran (EGC)
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Diagram Pengolahan karet remah dari lateks
Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks
Lateks segar dari kebun
saringan
Bak koagulasi
(ditambah bahan koagulan dan pemutih warna)
Pembutiran
(dikerjakan dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)
pencucian
Pengeringan
(dengan mesin pengering dan ban berjalan)
LAMPIRAN B
Diagram pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah
Diagram 2.2. Pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah.
Slab,scrap,lump mangkok,dan lain-lain
Sortasi,pencucian, dan pemotongan
Pembersihan (dengan mesin hammermill lalu dicuci)
Penggilingan crepe
Pembutiran(dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)
Perlakuan kimia (perendaman dalam larutan asam fosfat)
Pengeringan
LAMPIRAN C
Perhitungan ammoniak
Untuk menghitung kadar amoniak dapat di hitung dengan menggunakan rumus:
Amoniak =(A B x N x) 28000
S −
Dimana:
A = Volume penitar H2SO4 untuk destilat (ml)
B = Volume penitar H2SO4 untuk blanko (ml)
N = Normalitas larutan penitar H2SO4
S = Volume destilat yang dititrasi (ml)
A. Menghitung ammoniak limbah lateks
1. 30 Desember 2010
A = 5,2 ml
B = 0,2 ml
N = 0,01 N
S = 200 ml
Ammoniak = (5, 2 0, 2 ) 0, 01 28000 200
x x
−
Ammoniak = (5) 280
200
x
2. 07 Januari 2011
A = 9,9 ml
B = 0,2 ml
N = 0,01 N
S = 200 ml
Ammoniak = (9, 9 0, 2 ) 0, 01 28000 200
x x
−
Ammoniak = (9, 7) 280 200
x
Ammoniak = 13,58 mg/l
3. 14 Januari 2011
A = 8,3 ml
B = 0,2 ml
N = 0,01 N
S = 200 ml
Ammoniak = (8, 3 0, 2 ) 0, 01 28000
200
x x
−
Ammoniak = (8,1) 280
200
x
4. 21 Januari 2011
B. Menghitung Ammoniak limbah cup lump
1. 30 Desember 2010
2. 07 Januari 2011
A = 2, 0 ml
B = 0,2 ml
N = 0,01 N
S = 200 ml
Ammoniak = (2, 0 0, 2 ) 0, 01 28000 200
x x
−
Ammoniak = (1,8) 280 200
x
Ammoniak = 2,52 mg/l
3. 14 Januari 2011
A = 2, 0 ml
B = 0,2 ml
N = 0,01 N
S = 200 ml
Ammoniak = (2, 0 0, 2 ) 0, 01 28000
200
x x
−
Ammoniak = (1,8) 280
200
x
4. 21 Januari 2011
A = 1,0 ml
B = 0,2 ml
N = 0,01 N
S = 200 ml
Ammoniak = (1, 0 0, 2 ) 0, 01 28000 200
x x
−
Ammoniak = (0,8) 280 200
x