• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

PENENTUAN JUMLAH AMONIAK DAN TOTAL PADATAN

TERSUSPENSI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH

PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE

DOLOK MERANGIR

KARYA ILMIAH

MUHAMMAD IDRIS NASUTION

052409072

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA INDUSTRI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

PENENTUAN JUMLAH AMONIAK DAN TOTAL PADATAN

TERSUSPENSI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH

PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE

DOLOK MERANGIR

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

MUHAMMAD IDRIS NASUTION

052409072

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA INDUSTRI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN JUMLAH AMONIAK DAN TOTAL PADATAN TERSUSPENSI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : MUHAMMAD IDRIS NASUTION

Nomor Induk Mahasiswa : 052409072

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juli 2008

Diketahui/Disetujui oleh

Ketua Program Studi D3 Kimia Industri Pembimbing

(DR. Harry Agusnar, M.Sc,M.Phil) (Drs. Philippus S., M.Si)

NIP 131 273 466 NIP 131 572 435

Diketahui/Disetujui Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua,

(4)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

PERNYATAAN

PENENTUAN JUMLAH AMONIAK DAN TOTAL PADATAN TERSUSPENSI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH PT. BRIDGESTONE SUMATERA

RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2008

(5)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta kasih sayang-Nya kepada kita semua, serta salawat dan salam penulis ucapkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini dengan baik.

Adapun Karya Ilmiah ini disusun berdasarkan Hasil Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilaksanakan di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate. Penulisan Karya Ilmiah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi mata kuliah di Program Studi Diploma III Kimia Industri Departemen Kimia FMIPA USU.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada orang-orang yang telah berjasa dalam penulisan Karya Ilmiah ini, yaitu antara lain:

1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik berupa moril maupun materil.

2. Bapak Drs. Phillippus S., MSi, sebagai Dosen Pembimbing Karya Ilmiah. 3. Ibu DR. Rumondang Bulan, MS, sebagai Ketua Departemen Kimia Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Eddy Marlianto, M.Sc selaku dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Husni, selaku pembimbing lapangan.

6. Semua sahabat-sahabat mahasiswa Program Studi DIII Kimia Industri FMIPA USU angkatan 2005.

7. Dan semua pihak yang tidak dituliskan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuannya selama ini dalam penyelesaian Karya Ilmiah ini.

(6)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

(7)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

THE APPOINTMENT OF VALUE AMMONIACAL AND TOTAL SUSPENDED SOLIDS IN THE PROCESS OF A WASTE WATER IN

PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR

ABSTRACT

(8)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

2.6 Indikator Limbah Cair 10

2.7 Pengolahan Air Limbah Pabrik Karet 16

3.3. Prosedur Percobaan 24

3.3.1 Penyediaan Sampel 24

3.3.2 Pembuatan Zat pengawet 25

3.3.3 Pembuatan Reagen 25

(9)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

3.3.5 Analisis Total Padatan Tersuspensi 27

Bab 4 Data dan Pembahasan 29

4.1 Data 29

4.2 Perhitungan 29

4.3 Pembahasan 30

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 32

5.1 Kesimpulan 32

5.2 Saran 32

Daftar Pustaka 33

Lampiran A : Data Amoniak dari tanggal 4 Februari sampai

25 Februari 2008 34

Lampiran B : Data Total Padatan Tersuspensi dari tanggal 4 Februari

sampai 25 Februari 2008 35

Lampiran C : Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Karet 36

(10)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Halaman

(11)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur karet alam cis 1,4-isoprena 1

(12)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam proses pengolahan karet selain dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga

dihasilkan produk lain berupa limbah. Limbah yang menjadi masalah di pabrik-pabrik

biasanya berupa cairan. Limbah cair industri karet mengandung senyawa organik

antara lain dalam bentuk senyawa karbon dan nitrogen, juga biasanya mengandung air

cucian dari lateks yang tidak terkoagulasi, protein, lipid, karoten dan lain-lain. Selain

itu limbah cair industri karet juga mengandung bahan-bahan kimia yang ditambahkan

selama proses pengolahan. Sehingga bila air limbah itu dibiarkan beberapa hari saja,

akan mengeluarkan bau busuk yang dapat mengganggu lingkungan disekitarnya.

Maka dari itu perlu dilakukan suatu pengolahan terhadap limbah tersebut.

Pengolahan air limbah yang dilakukan biasanya menggunakan lumpur aktif untuk

mengurangi jumlah polutan yang terkandung dalam air limbah karet dengan cara

menguraikan senyawa organik di dalam air limbah menjadi senyawa sederhana. Akan

tetapi pengolahan limbah secara lumpur aktif ini perlu dijaga besaran jumlah air

limbah yang masuk dan yang keluar agar aktivitas mikroorganisme dalam lumpur

aktif tidak terganggu.

Air limbah karet yang telah diolah tidak boleh langsung dibuang. Hal ini

dikarenakan belum diketahuinya jumlah polutan yang masih terkandung di dalamnya.

Maka dari itu perlu dilakukan pengujian terhadap air limbah yang telah diolah

(13)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

(Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), total padatan

tersuspensi, pH dan Amoniak Bebas (NH3-N).

Dari beberapa parameter diatas maka penulis hanya membahas parameter

amoniak dan total padatan tersuspensi yang terdapat pada air limbah karet di PT.

Bridgestone Sumatera Rubber Estate. Hal ini dikarenakan amoniak dan total padatan

tersuspensi sangat erat hubungannya dengan senyawa organik and anorganik yang jika

kadarnya terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian organisme-organisme air.

1.2. Permasalahan

Apakah jumlah amoniak dan total padatan tersuspensi yang terdapat dalam air

limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate sudah memenuhi standar untuk

dibuang ke dalam air sungai.

1.3 Tujuan

Menganalisis jumlah amoniak dan total padatan tersuspensi yang terdapat pada

air limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate.

1.4 Manfaat

Hasil karya ilmiah ini dapat memberikan informasi kepada pabrik karet

khususnya PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate dan para pembaca yang

(14)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Bab 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet

Semua karet yang berasal dari alam dibentuk dari unit dasar yang sama yaitu C5H8

yang merupakan suatu senyawa hidrokarbon. Molekul individual dari senyawa ini

dikenal sebagai “isoprena” . Molekul karet alam didapat dari pohon hevea, yang

tersusun dari banyak unit isoprena yang berikatan bersama dimana secara karakteristik

membentuk rantai panjang yang tidak bercabang. Karet alam adalah hidrokarbon yang

merupakan makro molekul yang poliisoprena (C5H8)n yang bergabung secara ikatan

head to tail. Rantai poliisoprena tersebut membentuk konfigurasi cis dengan susunan

ruang yang teratur sehingga rumus kimianya 1,4 cis poliisoprena. (Barlow, 1978)

CH3 H

C C

CH2 CH2

n

Gambar 2.1 Struktur karet alam cis-1,4 isoprena

Apabila karet hevea segar dipusingkan pada kecepatan 32.000 putaran

(15)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

1. fraksi karet yang terdiri dari partikel-partikel karet yang berbentuk bulat

dengan diameter 0,05-3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan

pelindung yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai

pemantap.

2. Fraksi Frey Wessling yang terdiri dari partikel – partikel frey wessling yang

ditemukan FREE WESSLING, fraksi ini berwarna kuning karena

mengandung karotenida.

3. Fraksi Serum, juga disebut fraksi C (centrifuge serum) mengandung

sebahagian besar komponen bukan karet yaitu air, karbohidrat, protein dan

ion-ion logam.

4. Fraksi bawah, terdiri dari partikel-partikel lotoid yang bersifat gelatin,

mengandung senyawa nitrogen dan ion-ion kalsium serta magnesium.

Komposisi kimia lateks hevea segar secara garis besar adalah 25-40 % karet

(poliisoprena, (C5H8)n) dan 60-75 % bukan karet. Kandungan bukan karet selain air

terdiri dari 1-1,5 % protein (-glubin dan havein), 1-2 % karbohidrat (sukrosa, glukosa,

galaktosa, dan fruktosa), 1-1,5% lipida (gliserida, sterol dan fosfolipida) dan sekitar

0,5% ion-ion logam (K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn, dan lain-lain). Komposisi ini

bervariasi tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, musim, sistem deres dan

pengunaan stimulan.(Ompusunggu,1987)

2.2 Pengolahan Karet

Pengolahan karet spesifikasi teknis (crumb rubber) pada intinya dimaksudkan

(16)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

menghasilkan karet yang dapat diketahui dan terjamin mutu teknisnya, disajikan

beserta sertifikat uji coba laboratorium, pengepakan dalam bongkah kecil, mempunyai

berat dan ukuran yang seragam, serta ditutup dengan lembar plastik polietilen.

Diberi nama karet spesifikasi teknis karena penetapan jenis-jenis mutunya

didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar

penentuan golongan mutu pada karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku

untuk jenis yang satu ini.

Persaingan karet alam dengan karet sintetislah yang merupakan dasar

timbulnya jenis karet ini. Karet sintetis yang permintaannya cenderung meningkat

mempunyai jaminan mutu dalam tiap bandelannya. Keterangan sifat teknis karet serta

keistimewaan-keistimewaan tiap jenis mutu disertakan pula. Hal ini yang mnyebabkan

beberapa pihak pengelola karet alam akhirnya mengupayakan perbaikan mutu karet

alam dengan membuat bahan karet yang sudah diketahui sifat-sifat teknisnya.

Malaysia merupakan pelopor pengolahan karet spesifikasi teknis ini.

Berdasarkan perbedaan bahan baku yang digunakan untuk pembuatannya,

pengolahan karet spesifikasi teknis dibedakan atas bahan baku lateks dan bahan baku

karet rakyat yang bermutu rendah. Adapun proses pengolahan yang dilakukan adalah

sebagai berikut :

1. Dengan bahan baku lateks

Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan karet spesifikasi

teknis dengan bahan baku lateks, yaitu penerimaan dan penyaringan lateks,

penggumpalan atau koagulasi, pembutiran atau granulasi, pengeringan, dan

pembungkusan. Dalam pengolahan karet ini, mula-mula lateks yang dikirim ke tempat

(17)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

penampung. Kemudian dilakukan penggumpalan sehingga menghasilkan

bongkahan-bongkahan atau koagulum.

Pemotongan kogulum merupakan langkah yang harus dilalui sebelum

dilakukan proses pembutiran. Mesin pembutiran yang biasa digunakan adalah mesin

pelletiser yang mempunyai banyak pisau berputar. Hasil yang diperoleh dicuci hingga

bersih kemudian dimasukkan ke dalam mesin pengering. Hasil akhir dari karet

spesifikasi teknis didinginkan sebelum dikemas. Berat akhir diperoleh melalui

penimbangan. Agar bendela berbentuk kecil dan seragam, maka bendela tersebut

dikempa. Ukuran bendela biasanya (28 x 14 x 7) inci atau sekitar (72 x 36 x 18) cm,

dan (22,5 x 15 x 7,5) inci atau sekitar (58 x 38 x 19) cm. Berat yang ditetapkan untuk

tiap bendela adalah 33,33 kg. Setelah dikempa, bendela tersebut dibungkus dengan

lembaran plastik polietilen. Lembaran plastik polietilen ini harus memiliki ketebalan

0,03 mm, titik cair 1080C, dan berat jenis 0,92. Bungkus ini disertai tanda jenis mutu,

tanda pengenal SIR, dan pabrik yang memproduksinya.

2. Dengan bahan baku karet rakyat

Pengolahan karet spesifikasi teknis dari karet rakyat memerlukan penanganan

yang lebih khusus dibandingkan dengan pengolahan karet yang berasal dari kebun

sendiri. Hal ini disebabkan banyaknya zat-zat pengotor di dalam karet rakyat sehingga

di dalam pengolahannya dilakukan terlebih dahulu pembersihan terhadap karet ini.

Karet yang berasal dari rakyat umumnya berbentuk koagulum seperti lump

mangkok. Maka dari itu, terlebih dahulu dilakukan penyortiran terhadap karet-karet

ini. Lalu bahan ini dimasukkan ke dalam tangki-tangki air pembersih. Selanjutnya,

bahan dibersihkan lagi dengan mesin hammermill. Pada mesin ini pencucian diikuti

(18)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

mesin penggilingan dimasukkan ke mesin pelletiser atau mesin dengan pisau berputar.

Di sini bahan mengalami proses pembutiran. Seusai proses pembutiran, bahan

mengalami perlakuan kimiawi. Larutan asam fosfat atau asam amino digunakan untuk

merendamnya. Terakhir bahan dikeringkan dan diikuti proses seperti pada karet

spesifikasi teknis yang dibuat dari bahan lateks. (Tim penulis, 2007)

2.3 Pencemaran Lingkungan

Sejak setengah abad terakhir ini, masalah pencemaran merupakan suatu

masalah yang sangat populer dan banyak dibahas dalam berbagai kalangan

masyarakat. Masalah pencemaran perlu mendapat penanganan secara serius oleh

semua pihak untuk menanggulangi akibat buruk yang terjadi karena pencemaran.

Pencemaran suatu lingkungan terjadi bila daur materi dalam lingkungan hidup

mengalami perubahan, sehingga keseimbangan dalam hal ini struktur maupun

fungsinya terganggu. Ketidakseimbangan struktur dan fungsi daur materi tidak hanya

terjadi karena proses alam saja tetapi juga karena kegiatan manusia untuk pemenuhan

kebutuhan yang pada akhirnya banyak menimbulkan pencemaran lingkungan.

Berdasarkan pada kadar zat pencemaran dan waktu kontak antara zat pencemar

dan lingkungan sekitarnya, WHO telah menetapkan empat tingkatan pencemaran,

yaitu :

1. Pencemaran tingkat pertama : adalah pencemaran yang tidak menimbulkan

kerugian pada manusia jika dilihat kadar zat pencemar yang hadir dan waktu

(19)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

2. Pencemaran tingkat kedua : adalah pencemaran yang mulai mengakibatkan

iritasi (gangguan) pada alat panca indera, serta telah menimbulkan gangguan

pada ekosistem lainnya.

3. Pencemaran tingkat ketiga : adalah pencemaran yang sudah mengakibatkan

reaksi pada tubuh dan menyebabkan sakit yang kronis.

4. Pencemaran tingkat keempat : adalah suatu pencemaran dimana kadar zat

pencemar sudah sedemikian besarnya sehingga menimbulkan gangguan sakit

dan bahkan kematian. (Wiryowidagdo,1994)

2.4 Pencemaran air

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan

Hidup No. 02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan pencemaran adalah Masuk

atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam

air/udara, dan/ atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan

manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak

dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan oleh berbagai aktivitas

tersebut maka perlu dilakukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan

menetapkan baku mutu lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumber air, baku

mutu limbah cair, dan sebagainya. Dalam hal ini baku mutu air pada sumber air adalah

batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air,

tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan kriterianya. baku mutu limbah

(20)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber air sehingga tidak

mengakibatkan dilampauinya baku mutu cair.

Menurut peruntukkannya, air pada sumber air dapat dikategorikan menjadi

empat golongan, yaitu :

1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung

tanpa diolah terlebih dahulu.

2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah

sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan

peternakan

4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan

dapat digunakan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air.

Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal bukan

dari kemurniannya. Air yang terdapat di alam ini tidak pernah terdapat dalam bentuk

murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Air permukaan dan air

sumur pada umumnya mengandung bahan-bahan metal terlarut, seperti Na, Mg, Ca,

dan Fe. Air yang mengandung komponen-komponen tersebut dalam jumlah tinggi

disebut air sadah.

Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat

digunakan sesuai dengan peruntukkannya secara normal disebut dengan pencemaran

air. Karena kebutuhan makhluk hidup akan air sangat bervariasi, maka batas

pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda. Sebagai contoh, air kali di

pegunungan yang belum tercemar tidak dapat digunakan langsung sebagai air minum

(21)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

(Kristanto, 2002)

2.5 Sumber Limbah Cair

Limbah didefinisikan sebagai hasil sampingan yang tidak berguna, yang

berasal dari lingkungan masyarakat atau lingkungan industri, yang menurut sifatnya

dapat dibedakan atas limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Limbah cair atau air

kotor adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat

membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan yang umumnya diakibatkan

karena perbuatan manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari sumber limbah cair yang lazim dikenal adalah :

1. Limbah rumah tangga (Domestic Wastes), yaitu limbah yang berasal dari rumah

tangga, termasuk yang berasal dari WC, kamar mandi, dapur ataupun dari

pemakaian air di pekarangan

2. Limbah industri (industrial waste), yaitu limbah yang berasal dari industri

seperti pabrik kimia, industri baja.

3. Limbah Perdagangan (Commercial Wastes), yaitu limbah yang berasal dari

pusat perdagangan seperti pasar-pasar, hotel, restoran, terminal angkutan darat,

laut maupun udara serta kegiatan perdagangan lainnya. (Ambarwita, 1999)

Limbah cair pada lazimnya terdiri tiga komponen utama yaitu bahan padat,

bahan cair serta bahan gas. Kesemua bahan-bahan ini berada dalam air limbah

umumnya berbentuk :

1. bahan yang mengapung (floating material)

2. bahan yang larut (dissolved solids)

(22)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

4. bahan mengendap (sediments)

5. bahan melayang (dispersed solids). (Hasibuan, 2005)

2.6 Indikator Limbah cair

Di dalam kegiatan industri, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak

boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air

tersebut harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan

kualitas air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur ulang

sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa

menyebabkan pencemaran air lingkungan.

Pembuangan air limbah secara langsung tanpa melalui pengolahan terlebih

dahulu dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air. Indikator atau tanda bahwa air

lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan yang dapat diamati melalui :

a. Aspek kimia-fisika, antara lain yaitu :

1. Suhu

Air dalam kegiatan industri seringkali digunakan sebagai pendingin mesin.

Air yang digunakan tersebut biasanya akan meningkat suhunya diakibatkan

penyerapan panas dari mesin-mesin industri tersebut. Apabila air ini dibuang ke

sungai maka air sungai akan menjadi panas. Air yang suhunya meningkat akan

mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air dikarenakan kadar oksigen

yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu.

(Wardhana, 2001)

(23)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara 6 sampai 8,

sedangkan pH air yang tercemar, misalnya air limbah (buangan), berbeda-beda

tergantung pada jenis limbahnya. Pada tabel 2.1 ditunjukkan hubungan antara

limbah dan karakteristiknya.

Air limbah industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam

mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi atau pH-nya

rendah. Adanya komponen besi sulfur (FeS2) dalam jumlah tinggi di dalam air

juga akan meningkatkan keasamannya, karena FeS2 dengan udara dan air akan

membentuk H2SO4 dan besi yang larut. Perubahan keasaman pada air limbah,

baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH turun), akan sangat

mengganggu kehidupan ikan dan hewan air. (Kristanto, 2002)

3.Warna, bau, dan rasa air

Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan

anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan

buangan dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi

perubahan warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna,

sehingga tampak bening dan jernih.

Selain itu degradasi bahan buangan industri dapat pula menyebabkan

terjadinya perubahan warna air. Tingkat pencemaran air tidak mutlak harus

tergantung pada warna air, karena bahan buangan industri yang memberikan

warna belum tentu lebih berbahaya dari bahan buangan industri yang tidak

memberikan warna.

Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan

(24)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Bahan buangan industri

yang bersifat organik atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri

pengolahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat

hidung. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dijadikan

sebagai salah satu tanda tingkat pencemaran air yang cukup tinggi.

(Wardhana, 2001)

4. Jumlah padatan

Padatan di dalam air terdiri dari bahan organik maupun anorganik yang

larut, mengendap maupun tersuspensi. Bahan ini akan mengendap pada dasar air,

yang lambat laun akan menimbulkan pendangkalan pada dasar wadah penerima.

Akibat lain dari padatan ini adalah tumbuhnya tanaman air tertentu dan dapat

menjadi racun bagi makhluk lain. Banyaknya padatan menunjukkan banyaknya

lumpur yang terkandung dalam air.

Tabel 2.1 Hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya.

Karakteristik Sumber limbah

Fisika

Bahan organik, limbah industri dan domestik Penguraian limbah industri

Sumber air, limbah indutri dan domestik Limbah industri dan domestik

Limbah industri, perdagangan dan domestik Limbah industri, perdagangan dan domestik Limbah hasil pertanian

Limbah industri

Sumber air, limbah domestik, infiltrasi air tanah Sumber air, limbah industri, pelemahan air Limbah industri

Limbah pertanian dan domestik Limbah industri

(25)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Biologi

Virus Limbah domestik

Sumber : Kristanto, 2002

Pada dasarnya air yang tercemar selalu mengandung padatan, yang dapat

dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan besar partikel dan sifat-sifat

lainnya, terutama kelarutannya, yaitu :

a. Padatan terendap (sedimen)

Padatan terendap (sedimen) yaitu padatan yang dapat langsung mengendap

jika air tidak terganggu untuk beberapa saat. Padatan yang mengendap tersebut

terdiri dari partikel-partikel padatan yang mempunyai ukuran besar dan berat

sehingga dapat mengendap dengan sendirinya karena gravitasi.

b.Padatan tersuspensi dan koloid

Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak

terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari partikel-partikel yang

ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat,

bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya.

c. Padatan terlarut total

Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil

dibandingkan padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa

organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral dan garam-garamnya.

Misalnya air limbah pabrik gula biasanya mengandung berbagai jenis gula yang

larut, sedangkan air limbah industri kimia sering mengandung mineral seperti

Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), Nikel

(Ni), serta garam Magnesium dan Kalsium yang mempengaruhi kesadahan air.

(26)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan ke dalam

kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air.

Minyak yang terdapat di dalam air dapat berasal dari berbagai sumber, di

antaranya dari pembersihan dan pencucian kapal-kapal di laut, pengeboran

minyak di dekat atau ditengah laut, terjadinya kebocoran kapal pengangkut

minyak, dan sumber-sumber lainnya seperti buangan pabrik. Semua jenis minyak

mengandung senyawa volatil yang dapat segera menguap. Dalam beberapa hari,

25% dari volume minyak akan hilang karena menguap. Sisa minyak yang tidak

menguap akan mengalami emulsifikasi yang mengakibatkan air dan minyak

dapat bercampur. Terdapat dua macam emulsi yang terbentuk antara minyak

dengan air, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Emulsi

minyak dalam air terjadi jika droplet-droplet minyak terdispersi di dalam air dan

distabilkan dengan interaksi kimia dimana air menutupi permukaan

droplet tersebut. Sedangkan emulsi air dalam minyak terbentuk jika

droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan minyak. Emulsi ini distabilkan oleh interaksi di

antara droplet-droplet air yang tertutup. ( Kristanto, 2002)

5.Oksigen terlarut

Oksigen adalah gas tak berbau, tak berasa, dan hanya sedikit larut dalam air.

Kehidupan di air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak

5 ppm (5 mg oksigen dalam satu liter air). Oksigen terlarut (dissolved oxygen)

dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan dari atmosfir (udara) yang

masuk ke dalam air dengan kecepatan tertentu. Konsentrasi oksigen terlarut

dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfir. Pada

(27)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

keadaan jenuh adalah 9,2 ppm, sedangkan pada suhu 500C dengan tekanan

atmosfir yang sama, tingkat kejenuhannya hanya 5,6 ppm. Semakin tinggi suhu

air, semakin rendah tingkat kejenuhan. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu

rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan hewan air lain yang membutuhkan

oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi

juga mengakibatkan proses korosi yang semakin cepat karena oksigen akan

mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam. (Kristanto, 2002)

b. Aspek biokimia, antara lain yaitu :

Organisme pengurai aerobik umumnya terdiri dari mikroorganisme seperti

bakteri yang selalu bekerja di dalam air, menguraikan senyawa-senyawa organik

menjadi karbondioksida dan air. Bakteri lain mengubah amoniak dan nitrit menjadi

nitrat. Untuk semua proses ini dibutuhkan oksigen. Jika jumlah bahan organik dalam

air hanya sedikit, maka bakteri aerob akan dapat dengan mudah menguraikannya

tanpa mengganggu keseimbangan oksigen dalam air. Tetapi jika jumlah bahan organik

tersebut banyak maka bakteri pengurai ini akan melipatgandakan diri. Hal ini pada

umumnya akan mengakibatkan terjadinya kekurangan oksigen, seperti di rawa-rawa

dan di dasar kolam dan danau yang airnya tidak mengalir (diam).

2.7 Pengolahan Air Limbah Pabrik Karet

Dalam pengolahan karet selain dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga

dihasilkan produk lain berupa limbah. Limbah yang menjadi masalah di pabrik-pabrik

biasanya berupa cairan. Cairan ini dikenal dengan nama air limbah karet karena

(28)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

karet. Dalam industri pengolahan karet, air digunakan sebagai bahan pengencer lateks,

pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat-alat yang

digunakan serta mendinginkan mesin-mesin. Sisa air yang digunakan akan

dikeluarkan dalam bentuk limbah.

Air limbah yang dibuang langsung ke suatu tempat akan mengganggu

lingkungan sekitarnya karena menjadi penyebab timbulnya polusi. Untuk itu

diperlukan suatu pengolahan sebelum limbah tersebut dibuang. (Tim Penulis, 2007)

Pengolahan air limbah pada umumnya dibagi atas tiga metode, yaitu :

1. Metode Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,

diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap

atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening)

merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang

berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara

mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses

pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di

dalam bak pengendap

2. Metode Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan

partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa

fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang

diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui

(29)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan

juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.(Admin, 2007)

3. Metode Biologi

Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang

memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang

terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme sendiri selain menguraikan dan

menghilangkan kandungan material, juga menjadikan material yang terurai tadi

sebagai tempat berkembang biaknya. Metode pengolahan lumpur aktif (activated

sludge) adalah merupakan proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses

mikroorganisme tersebut.

Dewasa ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah

yang paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode

lumpur aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis

industri seperti industri pangan, pulp, kertas, tekstil, bahan kimia dan obat-obatan.

Namun, dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif banyak mengalami kendala, di

antaranya, (1) diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, mengingat

proses lumpur aktif berlangsung dalam waktu yang lama, bisa berhari-hari, (2)

timbulnya limbah baru, di mana terjadi kelebihan endapan lumpur dari pertumbuhan

mikroorganisme yang kemudian menjadi limbah baru yang memerlukan proses

lanjutan. (Sugiarto, 2008)

Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua

jenis, yaitu:

1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);

(30)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Gambar 2.2. Skema Diagram pengolahan Biologi. Sumber :

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan

berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal

berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan

berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi.

Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai

beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90%

(dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi

yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu

waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat

Pengolahan

Proses filter biologi diaerasi Aerasi kontak

Filter trikling

(31)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak

sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan

pendahuluan.

Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga

termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti

Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun

dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat

memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan

waktu detensi 3-5 hari saja.

Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media

pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai

modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:

1. trickling filter

2. cakram biologi

3. filter terendam

4. reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar

80%-90%.

Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara

biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;

(32)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat

dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses

anaerob menjadi lebih ekonomis.

2.8 Analisis air limbah

Di dalam analisis air limbah dibutuhkan bahan uji berupa sampel dari air

limbah. Sampel air limbah yang diambil harus mewakili karakteristik air limbah yang

akan diselidiki. Untuk tujuan itu maka sampel haruslah diambil dari suatu tempat yang

telah ditentukan dan diberi tanda.

Biasanya pengambilan sampel dilakukan pada air permukaan dan air tanah.

Untuk air permukaan dapat berasal dari daerah pengaliran sungai dan danau/waduk,

sedangkan pengambilan contoh air tanah dapat berasal dari air tanah bebas (tidak

tertekan) dan air tanah tertekan dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Air tanah bebas (tidak tertekan):

a. Di sebelah hulu dan hilir dari lokasi penimbunan/pembuangan sampah

kota/industri,

b. Di sebelah hilir daerah pertanian yang intensif menggunakan pestisida dan

pupuk kimia,

c. Di daerah pantai dimana terjadi penyusupan air asin,

(33)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

a. Di sumur produksi air tanah untuk pemenuhan kebutuhan perkotaan, pedesaan,

pertanian dan industri,

b. Di sumur-sumur pemantauan kualitas air tanah,

c. Di lokasi kawasan industri.

Sampel yang diperoleh sebaiknya merupakan campuran dari beberapa

penarikan sampel ( sub sampel ) yang dikerjakan pada selang waktu tertentu selama

periode produksi. Setelah sub sampel digabung menjadi satu, kemudian diambil

sampel sebanyak 1 liter dan ditempatkan di dalam botol yang tidak tembus cahaya.

Pengisian sampel ke dalam botol contoh harus dilakukan sedemikian rupa sehingga di

dalam botol tersebut tidak terdapat rongga udara dan botol contoh harus ditutup rapat.

(Edison, 1996)

2.8.1 Analisis Amoniak

Analisis NH3-N (amoniak bebas) yang dilakukan di PT. Bridgestone Sumatra

Rubber Estate dilakukan dengan metode destilasi dan titrasi. Metode destilasi

merupakan pelepasan ion hidrogen dari amonia yang terdekomposisi dari ion

amonium yang terakumulasi di dalam residu, dan pengurangan pH sebagai hasilnya

jika tidak buffer yang menyatu dengan ion hidrogen. Buffer borat ditambahkan untuk

menjaga agar pH di kisaran 9,5 untuk mengubah kesetimbangan . Tingkat pH yang

lebih tinggi tidak dianjurkan karena beberapa amoniak dapat terlepas dari

sumber-sumber organik pada temperatur air mendidih. Destilat dikumpulkan dengan selang

udara melalui kondenser dan kemudian dialirkan ke dalam labu alas yang diisi dengan

larutan asam. Larutan asam mengubah gas amonia bebas menjadi ion amonium, yang

(34)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

metode untuk menganalisis amoniak bebas yang kandungannya lebih dari 2 mg/L.

Titrasi ini menggunakan larutan standar berupa asam sulfat dan asam borat sebagai

larutan penyangga yang sempurna. Asam borat yang bereaksi dengan amonia di dalam

destilat membentuk ion amonium dan borat.

NH3 + H3BO3→ NH4+ + H2BO3

-Hal ini menyebabkan pH agak meningkat, tetapi pH terjaga dalam daerah yang dapat

terjadi absorpsi amonia oleh asam borat. Amoniak mungkin dapat diukur dengan

titrasi balik dengan asam kuat seperti asam sulfat. Tetapi kenyataannya, asam

mengukur jumlah dari ion borat yang terdapat dalam larutan.

H2BO3- + H+→ H3BO3

Ketika pH dari larutan asam borat menurun ke harga awal, sejumlah asam kuat

sebanding dengan amonia yang ditambahkan. Titrasi adalah yang paling mudah

dihubungkan dengan metode potensiometri yang mengeliminasi kebutuhan akan

inidikator internal. (Sawyer, 2003)

2.8.2 Total padatan tersuspensi

Analisis dari total padatan tersuspensi dilakukan dengan metode gravimetri

yaitu melalui penimbangan. Hal ini dikarenakan sulit untuk memipet sampel berupa

lumpur kasar dan endapan. Penimbangan biasanya menggunakan cawan penguap dari

(35)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

dipanaskan agar beratnya tetap untuk mendapat hasil yang tepat terhadap padatan

yang mudah menguap. Dikarenakan karakteristik dari lumpur tidak seragam, perlu

menggunakan sampel yang relatif besar antara 25 sampai 50 g, kecuali jika metode

penghomogenan telah dikerjakan. Hasilnya adalah banyaknya jumlah residu yang

didapat pada saat penguapan sampel. Biasanya pengeringan sampel dilakukan pada

suhu 1030C untuk beberapa jam agar air dapat menguap seluruhnya.(Sawyer, 2003)

Bab 3

(36)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

3.1 Alat-Alat

1. Oven dengan suhu 105 ± 10C

2. Desikator

3. Neraca analitik

4. Cawan Goch

5. Kertas saring Whatman

6. Penjepit

7. Gelas piala

8. Labu alas

9. Pemanas listrik

10. Labu kjeldhal

11.Erlenmeyer

12.Buret

13.Statif dan Klem

14.Alat destilasi

15.Botol aquades

16.pH meter

17.Ember plastik

3.2 Bahan-Bahan

1. Larutan Buffer Borat, terdiri dari :

a. Na2B4O7

(37)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

c. Aquades

2. Larutan NaOH 0,1 N

3. Selenium

4. Larutan NaOH 6 N

5. Larutan asam borat (H3BO3)

6. Larutan H2SO4(p)

7. Indikator metil orange

8. Asam Sulfat 0,02 N

9. Aquades (air suling)

10.Sampel

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Penyediaan sampel

1. Dipersiapkan alat pengambil sampel yang berupa ember plastik.

2. Alat dibilas dengan sampel yang akan diambil, sebanyak tiga kali.

3. Sampel diambil sesuai dengan keperluan dan dimasukkan ke dalam wadah.

4. Sampel yang telah dimasukkan ke dalam wadah, diberi label. Pada label

tersebut dicantumkan keterangan mengenai lokasi pengambilan, tanggal

pengambilan, cuaca, dan zat pengawet yang digunakan.

5. Bila contoh tidak dapat segera dianalisis, maka contoh uji diawetkan dengan

menambahkan zat pengawet berupa H2SO4 pekat sampai pH yang dihasilkan

kurang dari 2 dan didinginkan dengan waktu penyimpanan maksimal 7 hari

(38)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Zat pengawet ini dibuat dengan cara sebagai berikut :

1. K2SO4 sebanyak 134 g dan CuSO4 sebanyak 7,3 g dilarutkan dengan air

suling sebanyak 800 ml di dalam gelas piala 1000 ml.

2. Lalu ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 134 ml, lalu didinginkan.

3. Kemudian ditambahkan air suling sampai garis batas, lalu dihomogenkan.

3.3.3 Pembuatan Reagent

a. Larutan Buffer Borat : dilarutkan sebanyak 2,5g Na2B4O7 kedalam gelas

piala yang berisi air suling sebanyak 500 ml. Kemudian ditambahkan ke

dalam larutan tersebut sebanyak 88 ml larutan NaOH 0,1 N kemudian

dihomogenkan.

b. NaOH 6 N : dilarutkan sebanyak 240 g NaOH dalam 1 liter air suling, lalu

dihomogenkan.

c. Larutan asam borat : dimasukkan sebanyak 2 g H3BO3 ke dalam gelas piala

1000 ml, lalu dilarutkan dengan air suling sampai garis batas, lalu

dihomogenkan.

d. Indikator metil orange : dilarutkan sebanyak 500 mg metil orange dalam

1000 ml air suling, lalu dihomogenkan.

e. NaOH 0,1 N : dimasukkan sebanyak 4 g NaOH ke dalam gelas piala 1000

ml, lalu dilarutkan secara hati-hati dengan air suling sampai garis batas,

lalu dihomogenkan.

(39)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Analisis amoniak dilakukan dengan metode destilasi dan titrasi. Dimana penambahan

H2SO4 dan katalis Se mengubah nitrogen organik menjadi garam amonium, yang

dengan penambahan NaOH 6 N diubah menjadi amoniak yang dibebaskan dan

dengan penambahan asam borat (H3BO3) akan membentuk amonium. Kemudian

amonium ini dititrasi dengan H2SO4 0,02 N dengan penambahan indikator metil

orange sehingga terbentuk larutan berwarna merah jingga yang merupakan titik akhir

titrasi. Adapun tahap-tahap prosedur yang dilakukan, yaitu sebagai berikut :

1. Sampel sebanyak 300 ml dimasukkan ke dalam labu kjedhal ukuran 800 ml

dan ditambahkan air suling hingga volume totalnya 500 ml.

2. Kemudian sampel ditambahkan larutan buffer borat sebanyak 25 ml dan

larutan NaOH 6 N sampai pH 9,5. Lalu ditambahkan beberapa batu didih,

kemudian dididihkan sehingga larutan berkurang sekitar 300 ml.

3. Kemudian ditambahkan katalis Se sebanyak 1 g dan ditambahkan H2SO4(p)

sebanyak 10 ml lalu didestruksi sehingga menghasilkan larutan berwarna

hijau.

4. Kemudian dilanjutkan lagi destruksi selama 30 menit, didinginkan dan

diencerkan dengan air suling menjadi 500 ml.

5. Kemudian ditambahkan NaOH 6 N agar pH lebih besar atau sama dengan 11

6. Kemudian didestilasi sampai terkumpul destilat sebanyak 200 ml. Destilat

ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi asam Borat (H3BO3) sebanyak

50 ml.

7. Kemudian destilat ditambahkan indikator metil orange sebanyak 2 tetes. Lalu

dititrasi dengan larutan standar H2SO4 0,02 N, sehingga terjadi perubahan

(40)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

akhir titrasi. Kemudian dicatat volume H2SO4 0,02 N yang terpakai dan

dihitung jumlah amoniak dengan rumus :

(

)

S = Volume destilat yang dititrasi (ml)

3.3.5 Analisis Jumlah Padatan Tersuspensi

Analisis jumlah padatan tersuspensi dilakukan dengan cara menimbang berat residu

yang tertahan pada kertas saring dan telah dikeringkan pada suhu 1050C sampai

diperoleh berat tetap. Adapun tahap-tahap prosedur yang dilakukan, yaitu sebagai

berikut :

1. Kertas saring yang telah diketahui beratnya ditaruh kedalam alat penyaring

2. Sampel sebanyak 500 ml dikocok hingga merata dan dimasukkan kedalam alat

penyaring.

3. Sampel kemudian disaring, residu tersuspensi dibilas dengan air suling

sebanyak 10 ml dan dilakukan 3 kali pembilasan.

4. Kertas saring ditaruh di atas tempat khusus

5. Lalu dikeringkan dalam pengering pada suhu 1050C selama 1 jam

6. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit, lalu ditimbang

(41)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

7. Diulangi langkah pengeringan, pendinginan, dan penimbangan sampai

diperoleh berat tetap. Kemudian dihitung jumlah padatan tersuspensi dengan

rumus :

(

)

S B A L mg

6 10 )

/ ( rsuspensi padatan te

Total = − ×

Dimana : A = berat filter dan residu (g)

B = berat filter (g)

S = Volume sampel (ml)

(42)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Pengambilan data selama praktek dilakukan di Laboratorium PT. Bridgestone

Sumatera Rubber Estate. Data yang didapat merupakan hasil dari analisis air limbah

berupa amoniak dan total padatan tersuspensi di bak-bak pengolahan air limbah yang

dilakukan pada tanggal 4 Februari sampai 25 Februari 2008. Data ini dapat dilihat

pada Lampiran A dan Lampiran B.

4.2 Perhitungan

1. Untuk menghitung amoniak dapat digunakan rumus :

(

)

S = Volume destilat yang dititrasi (ml)

Sebagai contoh : menghitung amoniak inlet (masuk) pada tanggal 4 februari 2008.

(43)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Amoniak = 20,7 mg/L

Dari perhitungan diatas didapat nilai dari amoniak inlet sebesar 20,7 mg/L. Untuk

nilai amoniak yang lain dapat dilihat pada Lampiran A.

2. Untuk menghitung total padatan tersuspensi dapat digunakan rumus :

(

)

Dari perhitungan tersebut, maka didapat nilai dari total padatan tersuspensi sebesar

332 mg/L. Untuk nilai total padatan tersuspensi yang lain dapat dilihat pada

Lampiran B.

4.3 Pembahasan

Dari data yang didapat pada tanggal 4 Februari sampai 25 Februari 2008,

diketahui bahwa kadar amoniak outlet (keluar) di bak indikasi sebesar 1,7mg/L, 1,1

mg/L, 1,1 mg/L, dan 1,1 mg/L. Sedangkan total padatan tersuspensi outlet (keluar) di

(44)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

bahwa air limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate telah memenuhi standar

yang ditetapkan oleh pemerintah melalui keputusan Menteri Lingkungan Hidup tahun

1995 (dapat dilihat pada lampiran C). Sehingga air limbah yang dibuang ke dalam air

sungai tidak mengganggu kehidupan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Hal ini

sesuai dengan penjelasan dari Kristanto (2002), yang menyatakan bahwa semakin

kecil kadar amoniak dan total padatan tersuspensi yang terkandung dalam air limbah

(45)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Bab 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Limbah cair dari PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate telah memenuhi standar

untuk dibuang ke dalam aliran sungai sehingga air limbah yang dibuang tidak lagi

mengganggu kehidupan makhluk hidup yang ada di dalam air sungai.

5.2 Saran

1. Sebaiknya dalam pengolahan limbah digunakan bak pengolahan sebanyak 5 atau

lebih agar pengurangan kadar air limbah lebih besar.

2. Air yang merupakan hasil pengolahan limbah sebaiknya digunakan kembali

(46)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Admin. Diakses tanggal 8 Mei 2008.

Ambarwita, D. 1999. Pengaruh Tingkat Reduksi COD Terhadap Efisiensi Pengolahan Limbah Cair. Karya Ilmiah. Medan : Fakultas MIPA USU.

Barlow, C.1978. The natural rubber industry. Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: UI-Press.

Edison, 1996. Diklat Peningkatan Kemampuan dan Pemantapan Tenaga Analis Laboratorium Penguji Air Limbah. Laporan Pelaksanaan. Medan : Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Medan.

Hasibuan, F.S. 2005. Analisa kadar COD yang terdapat Dalam Limbah Pabrik Karet Perkebunan Goodyear Dolok Merangir Secara Volumetri. Karya Ilmiah. Medan : Fakultas MIPA USU.

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi Offset.

Ompusunggu, M. 1987. Pengolahan Lateks Pekat. Medan : Lembaga Pendidikan Perkebunan Medan.

Sawyer,C.N. dan McCarty.P.L. 2003. Chemistry For Environmental Engineering and Science, Fifth Edition, New York : Mc.Graw Hill.

Sugiarto, A.T. Diakses tanggal 8 Mei 2008.

Tim Penulis. 2007. Karet. Jakarta : Penebar Swadaya.

Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.

Wiryowidagdo, S. 1994. Kursus Analisis Limbah Industri Ankatan Ke-II Staf Akademik PTN Indonesia Bagian Timur. Laporan Pelaksanaan. Indonesia: Dirjen Dikti Depdikbud.

(47)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

LAMPIRAN A : DATA AMONIAK DARI TANGGAL 4 FEBRUARI SAMPAI

25 FEBRUARI 2008

Parameter Amoniak (mg/L)

4-Feb-08 11-Feb-08 20-Feb-08 25-Feb-08

Inlet I 20,7 34,2 35,8 53,2

AT-1 7,3 18,5 26,3 9,0

AT-2 3,9 1,7 16,8 1,1

AT-3 3,9 1,7 2,2 1,1

D-Nitrification 2,2 1,1 1,7 1,1

Inlet Settlink

Tank 2,2 1,1 1,1 1,1

Outlet Settlink

Tank 1,7 1,1 1,1 1,1

(48)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

LAMPIRAN B : DATA TOTAL PADATAN TERSUSPENSI DARI TANGGAL

4 FEBRUARI SAMPAI 25 FEBRUARI 2008

Parameter Total padatan tersuspensi (mg/L)

4-Feb-08 11-Feb-08 20-Feb-08 25-Feb-08

Inlet I 332 392 292 320

Outlet Settlink

Tank 48 48 40 56

(49)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

LAMPIRAN C : BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI KARET

PARAMETER

LATEKS PEKAT KARET BENTUK KERING

Kadar

a). Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dal;am

miligram parameter per liter air limbah.

b). Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas

dinyatakan dalam kilogram parameter per ton produk karet.

(50)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Lampiran D

Gambar 1: Pengambilan Contoh/Sampel air limbah

1. Inlet 5. D-nitrifikasi

2. AT-1 6. Inlet Settlink Tank

3. AT-2 7. Outlet Settlink Tank

(51)

Muhammad Idris Nasution : Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir, 2008.

USU Repository © 2009

Gambar 2: Pengambilan contoh yang telah diendapkan

Ket : Pengumpulan didalam tangki aerasi 1,2,3,D-nitrifikasi dan air limbah yang

masuk dan contoh akan dibiarkan/diendapkan selama 30 menit, dimana air yang telah

Gambar

Tabel 2.1 Hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya
Gambar 2.1  Struktur karet alam cis 1,4-isoprena Gambar 2.2  Skema Diagram pengolahan Biologi
Gambar 2.1 Struktur karet alam cis-1,4 isoprena
Tabel 2.1 Hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya.
+2

Referensi

Dokumen terkait