• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA

4.1. Gambaran Umum Karet

Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai lateks. Berdasarkan cara memperolehnya karet dapat digolongkan menjadi dua yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon karet (Hevea brasiliensis). Sedangkan karet sintesis dibuat dari secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Jumlah produksi karet alam saat ini masih di bawah produksi karet sintesis. Namun demikian, karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintesis karena keunggulan yang dimiliki karet alam belum dapat ditandingi oleh karet sintesis. Keunggulan karet alam jika dibandingkan dengan karet sintesis antara lain:

1. Karet alam memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna

2. Karet alam memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah 3. Karet alam memiliki daya aus yang tinggi

4. Karet alam tidak mudah panas (low heat build up), dan

5. Karet alam memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance)

Keunggulan yang dimiliki oleh karet sintesis antara lain karet sintesis tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Karet alam dan karet sintesis sudah mempunyai

(2)

pangsa pasarnya masing-masing dan tidak saling mematikan atau bersaing penuh.

Keduanya mempunyai sifat saling melengkapi atau komplementer.

4.1.1. Karet Alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal secara luas, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan karet dapat berupa bahan setengah jadi atau pun bahan jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal secara luas dan diperdagangkan antara lain:

1. Bahan olah karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi empat macam yaitu lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar.

2. Karet alam konvensional

Menurut buku Green Book yang dikeluarkan oleh International Rubber Quality and Packing Conference (IRQPC), karet alam konvensional dimasukkan ke dalam beberapa golongan mutu. Karet alam konvensional menurut standar mutu pada Green Book terbagi menjadi ribbed smoked sheet (RSS), white crepes dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket crepes ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe.

(3)

3. Lateks pekat

Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

4. Karet bongkah atau block rubber

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (Standar Indonesian Rubber).

5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber

Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet spesifikasi teknis juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis karet yang satu ini. Persaingan antara karet alam dan karet sintesis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis.

6. Karet siap olah atau tyre rubber

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.

(4)

Pembuatan tyre rubber dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintesis. Tyre rubber memiliki daya campur yang baik sehinnga mudah digabungkan dengan karet sintesis. Malaysia mulai memproduksi tyre rubber sejak tahun 1972 sedangkan di Indonesia tyre rubber belum umum diproduksi.

7. Karet reklim atau reclaimed rubber

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil. Karenanya, karet reklim dapat dikatakan sebagai suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan terhadap gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai.

4.1.2. Karet Sintesis

Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Pengembangan karet sintesis secara besar-besaran dilakukan sejak zaman Perang Dunia II. Ini berdasarkan anggapan yang terjadi selama dan sesudah perang bahwa kenyataannya jumlah persediaan karet alam tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan dunia akan karet. Negara-negara industri maju merupakan pelopor berkembangnya jenis-jenis karet sintesis. Karet sintesis memiliki sifat yang khas seperti tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara, dan bahkan ada yang kedap terhadap gas.

Berdasarkan tujuan pemanfaatannya, karet sintesis digolongkan menjadi dua jenis yaitu karet sintesis yang digunakan secara umum serta karet sintesis yang digunakan untuk keperluan khusus. Jenis karet sintesis yang dapat digunakan

(5)

secara umum antara lain: SBR (styrene butadiene rubber) dan BR (butadiene rubber) atau polybutadiene rubber dan IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber. Sedangkan yang termasuk dalam karet sintesis untuk kegunaan khusus adalah IIR (isobutene isoprene rubber), NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber, CR (clhroroprene rubber), dan EPR (ethylene propylene rubber).

4.2. Industri Karet Remah (crumb rubber)

Industri karet remah merupakan suatu usaha industri pengolahan karet yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet (lump, slab dan scrap) menjadi karet remah dalam Standar Karet Indonesia (BPS, 2010). Industri karet remah merupakan industri hulu karet alam yang produknya merupakan bahan baku yang banyak digunakan oleh industri hilir karet alam, seperti industri ban, conveyor, barang-barang karet, dan lain-lain.

4.2.1. Perkembangan Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia

Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan dalam bentuk karet lembaran yaitu karet sit asap (ribbed smoked sheet). Teknologi karet remah diperkenalkan sejak tahun 1968. Sejak saat itu, produksi karet sit menurun digantikan dengan karet remah. Hampir 90% karet alam Indonesia setiap tahunnya diproduksi menjadi karet remah. Karet remah menjadi salah satu olahan karet yang diperjualbelikan di pasar baik dalam negeri maupun internasional.

Tingginya permintaan pasar terhadap karet remah untuk dijadikan bahan pembuatan komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor dan ditunjang dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya (bahan olah karet), menyebabkan

(6)

perkembangan teknologi karet remah saat ini sudah sedemikian pesat. Pada tahun 1969 terdapat 65 pabrik karet remah di Indonesia, dan pada tahun 2008 tercatat ada sekitar 183 pabrik karet remah di Indonesia. Perusahaan karet remah cenderung meningkat setiap tahunnya (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Perusahaan Karet Remah dan Jumlah Pekerja di Indonesia tahun 1993-2008

Tahun

Banyaknya

Tahun

Banyaknya Perusahaan Pekerja

1993 100 22.153 2001 88 22.632

1994 104 22.004 2002 89 22.791

1995 101 20.450 2003 87 25.474

1996 99 20.668 2004 87 24.946

1997 97 20.565 2005 87 24.946

1998 96 21.830 2006* 122 30.841

1999 92 22.763 2007* 122 37.069

2000 91 21.560 2008* 183 40.949

*)Tidak termasuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD Sumber : BPS, 2010

Perusahaan karet remah belum berkembang dengan baik di Indonesia.

Jumlah perusahaan karet remah Indonesia berfluktuatif atau tidak stabil pada tahun 1993 sampai dengan 2008 (Tabel 4.1). Namun demikian, pada tahun 2008 jumlah perusahaan karet remah indonesia mencapai 183 perusahaan. Perusahaan karet remah Indonesia juga menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, lebih dari 20.000 pekerja setiap tahunnya dapat terserap di bidang pengolahan karet remah.

Permintaan yang tinggi dari sektor transportasi terhadap karet alam sukar dipenuhi oleh karet lembaran, karena karet jenis ini memerlukan waktu pengolahan yang cukup lama yakni 7-14 hari. Dengan teknologi karet remah, bahan olah karet secara cepat, kurang dari 1 hari dapat diolah menjadi karet

(7)

mentah yang siap untuk dijual. Karet remah lebih bermutu jika dibandingkan dengan karet lembaran yang penilaiannya hanya berdasarkan teknis langsung.

Karet remah lebih banyak digunakan untuk bahan dasar produksi barang-barang yang membutuhkan unsur keelastisan seperti ban.

Pada saat karet lembaran masih mendominasi produksi karet alam, petani berperan sebagai penghasil lateks, dan banyak juga yang sekaligus sebagai pengolahnya untuk dijadikan karet sit. Namun, sejak penerapan teknologi karet remah, petani umumnya hanya berperan sebagai penyedia bahan olah berupa lump dan slab. Lump merupakan bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang digumpalkan menjadi berbentuk mangkok berdiameter sekitar 10-15 cm, sedangkan slab berbentuk balok tipis hingga berukuran sekitar 35cmx50cm, tebal 20 cm.

Bahan olah karet dari petani dijual ke prosesor akhir yakni pabrik karet remah untuk diolah menjadi karet remah jenis SIR (Standard Indonesian Rubber) 10, atau SIR 20. Pengolahan melibatkan serangkaian proses mulai dari pengecilan ukuran, pencucian, homogenisasi, pengeringan dan pengemasan. Sejak dimulainya era karet remah, SIR 20 senantiasa mendominasi jenis karet remah yang diproduksi. Saat ini ekspor karet remah SIR 20 sekitar 85%. Dengan demikian tampak bahwa bahan olah karet lump dan slab sangat penting peranannya sebagai bahan baku untuk pembuatan karet remah.1

1http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/06/01/prospek-pengembangan-industri-karet/. Diakses pada 12 Februari 2011

(8)

4.2.2. Jenis Bahan Baku Karet Remah

Karet remah (crumb rubber) adalah bahan olahan karet (bokar) yang diproses melalui tahap peremahan. Bahan olahan karet sendiri adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasiliensis).

Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.

Cairan ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap. Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan karet remah dibedakan menjadi bahan baku lateks dan bahan baku karet rakyat yang bermutu rendah. Bahan baku yang berasal dari lateks diolah menjadi koagulum dan lump.

Pabrik karet remah (crumb rubber) ada yang mengolah karet remah dengan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang diolah tersebut memiliki mutu rendah seperti slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain. Bahan baku yang paling dominan adalah lump karena pengolahan karet remah (crumb rubber) bertujuan untuk mengangkat derajat bahan baku mutu rendah menjadi produk yang bermutu tinggi.

4.2.3. Areal Perkebunan, Produksi dan Produktivitas Karet Remah Indonesia

Areal perkebunan merupakan salah satu input utama yang mempengaruhi produksi komoditi pertanian seperti karet. Semakin luas areal perkebunan yang dimiliki maka semakin besar pula peluang untuk menghasilkan komoditi tersebut.

Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand. Luas areal perkebunan karet yang dimiliki Indonesia merupakan perkebunan karet terluas yang ada di dunia, pada tahun 2010 luas areal

(9)

perkebunan karet Indonesia mencapai 3,45 juta hektar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Areal perkebunan karet Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat, karena hampir 85% perkebunan karet Indonesia adalah perkebunan rakyat (Tabel 4.2)

Tabel 4.2 Perkembangan Luas Areal Karet Indonesia Tahun 2006-2010

Tahun Luas Lahan (Ha)

PR PBN PBS Jumlah

2006 2.832.982 238.003 275.442 3.346.427

2007 2.899.679 238.246 275.792 3.413.717

2008 2.910.208 23.821 275.799 3.424.217

2009 2.911.533 239.375 284.362 3.435.270

2010 2.934.378 236.714 274.029 3.445.121

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010

Perkebunan karet tersebut tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Areal perkebunan karet di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan swasta. Pada tahun 2010 luas areal perkebunan karet Indonesia seluas 3,45 juta hektar, sekitar 2,93 juta hektar (85%) diantaranya diusahakan oleh perkebunan rakyat, sedangkan yang diusahakan perkebunan besar negara sekitar 6,9% dan perkebunan swasta 8,1%

dari total perkebunan yang dimiliki Indonesia.

Perbandingan jumlah komoditi yang dihasilkan dengan input yang digunakan mencerminkan produktivitas dari komoditi tersebut. Semakin besar produktivitas yang dihasilkan maka semakin produktif atau semakin besar kemampuan lahan tersebut dalam menghasilkan karet. Nilai produktivitas karet remah Indonesia berkisar antara 0,3 hingga 0,7. Produktivitas lahan perkebunan yang tinggi dalam menghasilkan karet akan berpengaruh positif terhadap jumlah

(10)

produksi karet remah. Semakin tinggi produktivitas maka semakin banyak karet remah yang dihasilkan, jika semakin banyak kuantitas karet remah yang dihasilkan maka semakin tinggi peluang untuk dijual.

4.2.4. Ekspor Karet Remah Indonesia

Karet yang dihasilkan Indonesia diperjualbelikan baik di pasar domestik dan luar negeri. Karet yang dipasarkan berbentuk karet sintesis dan karet alam.

Penjualan karet sintesis dan karet alam saling bersaing di pasar. Persaingan antara karet alam dan karet sintesis terkait dengan jumlah produksi dan kualitas atau mutu merupakan alasan untuk produksi karet remah (crumb rubber). Karet remah merupakan hasil olahan secara khusus dari karet alam. Karet alam yang diekspor Indonesia sebagian besar berbentuk karet remah (crumb rubber). Kinerja ekspor karet remah Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Perkembangan Produksi dan Penjualan Karet Remah Indonesia

Tahun Produksi (Ton) Penjualan (Ton)

Dalam Negeri Ekspor

2000 1.260.487 70.365 1.185.149

2001 1.396.492 64.991 1.341.451

2002 1.491.465 90.836 1.395.897

2003 1.608.166 83.636 1.524.006

2004 1.693.805 91.674 1.600.858

2005 1.659.992 87.686 1.562.469

2006 1.981.749 137.525 1.811.513

2007 2.412.834 169.926 2.226.981

2008 2.341.659 120.639 2.148.439

Sumber : BPS, 2010

Karet remah Indonesia lebih banyak dipasarkan di pasar luar negeri (ekspor) dibandingkan dengan pasar dalam negeri. Pada tahun 2008, produksi karet remah Indonesia mencapai 2.341.659 ton dan karet remah yang dipasarkan

(11)

di dalam negeri sekitar 120.639 ton sedangkan karet remah yang diekspor keluar negeri sekitar 2.148.439 ton. Jadi, sekitar 90% karet remah Indonesia dipasarkan ke luar negeri. Karena karet remah lebih banyak di pasarkan di luar negeri maka kualitas dan harga serta volume penjualan harus dijaga agar dapat bersaing dengan produsen karet remah negara lain.

Pada tahun 2003 sampai dengan 2007 terjadi peningkatan volume dan harga ekspor karet remah Indonesia karena permintaan yang tinggi dari negara Amerika Serikat, China, India dan Jepang. Konsumsi karet alam dunia pada tahun 2005 sebesar 8,74 ton (tumbuh 5,1 % dari tahun 2004), sementara produksi dunia sebesar 8,68 juta ton. Pada tahun 2007 total konsumsi karet alam mencapai 9,735 juta ton sedangkan produksi hanya 9,685 juta ton sehingga ada selisih 30 juta ton (kebutuhan pasar) yang tidak dapat terpenuhi (IRSG,2008).

4.2.5. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia

Harga ekspor komoditi diartikan sebagai suatu kesepakatan harga yang timbul dari proses perdagangan suatu komoditi antara kedua belah pihak (eksportir dan importir). Harga ekspor merupakan perbandingan antara nilai ekspor dan volume ekspor, sehingga kenaikkan harga ekspor akan equivalent dengan kenaikan nilai ekspor yang secara tidak langsung juga berpengaruh positif terhadap daya saing suatu komoditi. Namun demikian, karet remah merupakan komoditi yang bersifat inelastis, kinerja ekspor karet remah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap daya saing industri karet remah (Gambar 4.1).

(12)

Gambar 4.1. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia 1993-2008

Karet remah akan tetap dibutuhkan dan dikonsumsi oleh konsumen (perusahaan) untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Karet remah biasanya digunakan sebagai bahan dasar untuk produksi ban. Harga ekspor karet remah Indonesia meningkat dari tahun 1993 dari level harga 897,5 $/ton sampai dengan 1995 mencapai nilai 1954,78 $/ton dan menurun secara signifikan sampai tahun 1999 hingga mencapai harga 711,145 $/ton. Harga karet remah Indonesia berfluktuatif dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar, jumlah permintaan konsumen dan kuantitas ekspor karet remah setiap tahunnya.

4.2.6. Pemasaran Karet Remah Indonesia

Bahan baku industri karet remah berasal dari hasil produksi perkebunan rakyat, swasta dan pemerintah yang tersebar di seluruh wilayah indonesia.

Perkebunan karet di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dengan hasil produksi yang didominasi dengan slab, sheet angin dan beberapa bentuk karet beku lainnya. Alur pemasaran bahan baku karet remah dari petani sampai dengan konsumen tingkat akhir karet remah disebut dengan saluran tata niaga.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun

(13)

Alur perjalanan karet remah dari pemilihan dan pembelian bahan baku, pengolahan sampai dengan produk akhir melewati berbagai pihak seperti petani, pedagang dan lain-lain (Gambar 4.2). Keadaan tersebut menyebabkan jaringan tata niaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi karet remah Indonesia. Saluran tata niaga dari petani karet sampai ke konsumen akhir akan berpengaruh terhadap besarnya harga jual karet tersebut, semakin pendek jalur tata niaga maka pemasaran produk tersebut akan lebih efektif.

Gambar 4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia

Tata niaga karet merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan petani dan perkebunan-perkebunan karet serta perusahaan-perusahaan eksportir karet remah. Pihak-pihak yang terlibat dalam saluran tata niaga karet remah antara lain petani, pengumpul, koperasi (KUD), pedagang besar, pabrik sampai dengan eksportir. Sebagian besar bahan baku karet remah seperti slab dan sheet angin yang diperoleh dari hasil petani karet rakyat memiliki kualitas yang rendah.

Alur perjalanan karet remah dari pemilihan dan pembelian bahan baku, pengolahan sampai dengan produk akhir melewati berbagai pihak seperti petani, pedagang dan lain-lain (Gambar 4.2). Keadaan tersebut menyebabkan jaringan tata niaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi karet remah Indonesia. Saluran tata niaga dari petani karet sampai ke konsumen akhir akan berpengaruh terhadap besarnya harga jual karet tersebut, semakin pendek jalur tata niaga maka pemasaran produk tersebut akan lebih efektif.

Gambar 4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia

Tata niaga karet merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan petani dan perkebunan-perkebunan karet serta perusahaan-perusahaan eksportir karet remah. Pihak-pihak yang terlibat dalam saluran tata niaga karet remah antara lain petani, pengumpul, koperasi (KUD), pedagang besar, pabrik sampai dengan eksportir. Sebagian besar bahan baku karet remah seperti slab dan sheet angin yang diperoleh dari hasil petani karet rakyat memiliki kualitas yang rendah.

Alur perjalanan karet remah dari pemilihan dan pembelian bahan baku, pengolahan sampai dengan produk akhir melewati berbagai pihak seperti petani, pedagang dan lain-lain (Gambar 4.2). Keadaan tersebut menyebabkan jaringan tata niaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi karet remah Indonesia. Saluran tata niaga dari petani karet sampai ke konsumen akhir akan berpengaruh terhadap besarnya harga jual karet tersebut, semakin pendek jalur tata niaga maka pemasaran produk tersebut akan lebih efektif.

Gambar 4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia

Tata niaga karet merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan petani dan perkebunan-perkebunan karet serta perusahaan-perusahaan eksportir karet remah. Pihak-pihak yang terlibat dalam saluran tata niaga karet remah antara lain petani, pengumpul, koperasi (KUD), pedagang besar, pabrik sampai dengan eksportir. Sebagian besar bahan baku karet remah seperti slab dan sheet angin yang diperoleh dari hasil petani karet rakyat memiliki kualitas yang rendah.

(14)

Petani karet rakyat belum menerapkan teknologi modern untuk mengelola lahan perkebunan, masih menggunakan tata cara tradisional untuk menggarap lahannya sehingga produksi yang dihasilkan kurang maksimal. Karet remah yang didapat dari input yang tersedia dalam hal ini adalah areal perkebunan karet mencerminkan besarnya nilai produktivitas. Produktivitas berkorelasi dengan jumlah output komoditi yang dihasilkan. Semakin banyak komoditi yang dihasilkan maka peluang untuk memasarkan produk baik dalam negeri maupun pasar internasional sehingga daya saing karet remah tinggi.

Gambar

Tabel 4.2 Perkembangan Luas Areal  Karet Indonesia Tahun 2006-2010
Tabel 4.3 Perkembangan Produksi dan Penjualan Karet Remah Indonesia
Gambar 4.1. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia 1993-2008
Gambar 4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis waktu induksi, waktu pulih dan waktu keluar dari celah karang pada ikan Injel Biru Kuning (C. bicolor) dalam penggunaan minyak

Program ini dibuat dengan tujuan untuk membuat rancangan website e-learning menggunakan CMS Moodle, yang diharapkan dapat membantu peserta didik untuk belajar tanpa dibatasi ruang

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH KOTA PAYAKUMBUH TAHUN 2014. SUMBER DANA APBD

Selain dihasilkan energi, dalam proses oksidasi tersebut diproduksi juga hasil sampingan berupa radikal oksigen ( reactive oxygen species = ROS ) dan radikal

setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menugaskan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi

Faktor-faktor yang menyebabkan siswa keliru dalam menyelesaikan soal-soal high order thinking diantaranya adalah kurang teliti dalam proses pengerjaan soal, kemampuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika oleh guru kelas terhadap siswa Autisme di kelas V SD N 06 Padang

Pada bagian pendahuluan telah disebutkan bahwa tujuan dari penulisan ini adalah mempelajari teorema-teorema yang terkait solusi residu kuadratik dan mengkonstruksi