UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL
THE TOKYO
ZODIAC MURDERS
KARYA SOJI SHIMADA
SOJI SHIMADA NO SAKUHIN NO ‘THE TOKYO ZODIAC
MURDERS’ NO SHOUSETSU NI OKERU TANTEI NO YOUSO
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panita Ujian Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu
Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh : LISKA RAHAYU
NIM: 100708066
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL
THE TOKYO
ZODIAC MURDERS
KARYA SOJI SHIMADA
SOJI SHIMADA
NO SAKUHIN NO ‘THE TOKYO ZODIAC
MURDERS’ NO SHOUSETSU NI OKERU TANTEI NO YOUSO
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panita Ujian Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu
Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh : LISKA RAHAYU
NIM: 100708066
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum Drs. Nandi S_______ NIP. 19600919 1988 03 1 00 1 NIP. 19600822 1988 031002
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui Oleh:
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Medan, Mei 2015
Departemen Sastra Jepang
Ketua,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Dan tak lupa pula shalawat beriring salam kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW, yang telah memberikan suri tauladan kepada seluruh
umat manusia.
Penulisan skripsi yang berjudul “Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The
Tokyo Zodiac Murders” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan untuk meraih
gelar Sarjana pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
Dalam pelaksanaan penyelesaian studi dan skripsi ini, penulis banyak
menerima bantuan dan bimbingan moril maupun materil dari berbagai pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra
Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus
pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam
3. Bapak Drs. Nandi. S selaku pembimbing II dalam penulisan skripsi saya
yang telah teliti untuk membaca dan mengoreksi penulisan skripsi ini
untuk menjadi lebih sempurna, sekaligus sebagai dosen pembimbing
akademik selama penulis menjalani aktifitas perkuliahan.
4. Semua Bapak/Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran bahasa dan sastra
Jepang selama masa perkuliahan. Dan juga kepada Bang Joko selaku Staf
administrasi Departemen Sastra Jepang yang telah membantu
menyelesaikan berbagai surat-menyurat untuk berkas-berkas penulis.
5. Rasa terima kasih yang sangat mendalam penulis sampaikan kepada
orangtua penulis yang selalu memberikan dukungan dan selalu mendoakan
keberhasilan anak-anaknya, yaitu Ayahanda Muhammad Yusuf dan
Ibunda Nur Azizah. Serta abang, kakak dan adik penulis, Yusrizal,
Nurjannah dan Fara Dila yang turut memberikan dorongan semangat dan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Untuk sahabat terbaik yang selalu memberikan semangat dan tempat
mengukir mimpi bersama sejak masa SMA, Ade Syahputra, S.S dan Siti
Hajar.
7. Untuk sahabat-sahabat terbaik yang selalu menjadi sandaran ketika penulis
mengalami kendala, sahabat-sahabat yang selama 4 tahun selalu menjadi
tempat penulis mencurahkan keluh kesahnya dan selalu memberikan
semangat untuk mengukir mimpi bersama-sama, Echa, Pedro, Dila, Elvi,
8. Untuk teman-teman AOTAKE stambuk 2010, Rauf, Baim, Barry, Rina,
Bundo, Ola, Nurul, April, Puti, Onesi, Dian, Chusam, Reni, Linda, Ila,
Martha, Lina, dan teman stambuk 2012 Resti. Serta teman-teman stambuk
2010 A dan B yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akhirnya kepada Allah SWT penulis kembalikan segala persoalan serta
berserah diri dan selalu meminta petunjuk agar senantiasa dalam lindungan-Nya
dan penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dapat memperbaiki kesalahan pada masa mendatang. Akhir kata,
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, bagi dunia pendidikan
dan bagi masyarakat luas pada umumnya dan khususnya bagi Mahasiswa Sastra
Jepang.
Medan, Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 8
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 9
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 17
1.6 Metode Penelitian ... 18
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEPROMAN DETEKTIF, UNSUR-UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Defenisi Novel ... 19
2.1.1 Unsur Intrinsik ... 21
2.1.2 Unsur Ekstrinsik ... 28
2.2 Setting Novel The Tokyo Zodiac Murders ... 28
2.3 Konsep Roman Detektif dan Unsur-Unsur Detektif ... 32
2.4 Unsur-Unsur Detektif ... 34
2.4.2 Unsur Misteri ... 36
2.4.3 Unsur Detektif ... 38
2.4.4Unsur Pemecahan Masalah yang Tidak Terduga Pada
Akhir Cerita ... 38
2.5 Biografi Pengarang ... 39
BAB III UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL THE TOKYO
ZODIAC MURDERS KARYA SOJI SHIMADA
3.1 Sinopsis Novel ... 42
3.2Unsur-unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders 49
3.2.1 Unsur Kejahatan ... 49
3.2.2 Unsur Misteri ... 54
3.2.3 Unsur Detektif ... 61
3.2.4 Unsur Pemecahan Masalah yang Tidak Terduga pada
Akhir Cerita ... 67
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ... 72
4.2 Saran... 74
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL THE TOKYO ZODIAC
MURDERS KARYA SOJI SHIMADA
ABSTRAK
Novel adalah salah satu dari karya sastra yang menceritakan kehidupan
tokoh-tokohnya, tetapi novel tidak lebih luas dibandingkan dengan roman. Roman
menceritakan banyak tokoh, sedangkan novel hanya terfokus pada kehidupan dan
cerita satu tokoh. Salah satu novel Jepang yang populer adalah The Tokyo Zodiac
Murders karya Soji Shimada. Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini,
menceritakan tentang pembunuhan yang terjadi pada satu keluarga yang terjadi
sekitar 40 tahun silam. Kasus pembunuhan tersebut kemudian menjadi sebuah
misteri yang tidak terpecahkan karena keganjilan yang ditemukan dalam
kasus-kasus tersebut. Kasus pembunuhan pertama terjadi pada Heikichi Umezawa,
seorang seniman gila yang terobsesi untuk membuat wanita cantik dan sempurna
seperi di dalam mimpinya. Dia kemudian menuliskan sebuah catatan mengenai
rincian pembunuhan yang akan dia lakukan menurut ilmu astrologi yang
dipahaminya. Menurutnya, ia akan membuat Azoth dengan berdasarkan
zodiak-zodiak yang menaungi para korbannya, yang adalah anak-anak dan keponakannya
sendiri. Namun kemudian, Heikichi ditemukan tewas tertanggal tiga hari setelah
penulisan surat itu. Dia ditemukan di studionya dengan kepala terhantam benda
Berdasarkan cerita di atas, novel yang berjudul The Tokyo Zodiac Murders
ini mengandung unsur-unsur detektif, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri, unsur
detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita. Unsur
kejahatan di dalam novel ini dapat dilihat dari adanya pembunuhan di dalam novel
tersebut. Adanya unsur misteri ditunjukkan oleh adanya hal-hal yang
menimbulkan pertanyaan dalam cerita novel ini. Detektif yang memecahkan
misteri adalah unsur detektif di dalam novel ini dan yang terakhir adalah unsur
pemecahan masalah yang tidak terduga. Di dalam novel ini, pembaca dibuat
terperangah karena adanya pemecahan masalah yang tidak terduga mengenai
pelaku yang sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan tersebut.
Dalam novel ini hal yang dibahas mengenai keempat unsur detektif
tersebut. Unsur pertama yang dibahas dalam pembahasan ini adalah unsur
kejahatan, adapun unsur kejahatan yang terdapat dalam novel ini adalah tindak
pembunuhan. Unsur kedua adalah unsur misteri. Unsur misteri yang dibahas di
dalam pembahasan ini adalah hal-hal yang menimbulkan pertanyaan sehingga
memicu adanya pencarian jawaban. Banyak misteri di dalam novel ini, di
antaranya mengenai kasus pembunuhan di ruangan terkunci dan kasus
pembunuhan Azoth yang terdiri dari pembunuhan keenam gadis Umezawa.
Setelah dibunuh, gadis-gadis itu dikuburkan dengan kedalaman yang
berbeda-beda hingga menimbulkan pertanyaan pada pembaca. Unsur selanjutnya adalah
unsur detektif yang terdiri dari detektif itu sendiri. Dan unsur yang terakhir adalah
pembahasan ini, terungkaplah bahwa pelaku pembunuhan dalam novel ini adalah
Tokiko Umezawa yang sudah berganti nama menjadi Taeko Sudo.
Dalam kesimpulan dari pembahasan mengenai unsur-unsur detektif yang
terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, bahwa novel ini memenuhi
keempat unsur-unsur detektif yang telah dikemukakan oleh Sukapiring, yaitu
unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang
tidak terduga. Pembunuhan Heikichi Umezawa, Kazue dan kelima gadis-gadis
lainnya adalah tindak kejahatan yang telah dilakukan oleh Tokiko sebagai pelaku
kejahatan. Berbagai pertanyaan mengenai bagaimana cara Tokiko membunuh
Heikichi, Kazue dan kelima gadis lainnya menimbulkan pertanyaan sehingga
muncul adanya usaha pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Detektif Kiyoshi Mitarai adalah detektif yang memecahkan kasus pembunuhan
dan misteri di dalam novel ini. Dalam novel ini juga dijelaskan mengenai
prosesnya dalam memecahkan kasus tersebut. Dan yang terakhir adalah
pemecahan masalah yang tidak terduga yang membahas adanya dugaan yang
salah yang disengaja. Pengarang sejak awal membuat pembaca percaya bahwa
Tokiko sudah tewas bersama gadis lainnya, namun tidak ada yang menyangka,
bahwa Tokiko-lah pelaku sebenarnya dalam novel ini.
Kemudian berdasarkan kesimpulan, menurut penulis novel The Tokyo
Zodiac Murders ini lebih dominan unsur kejahatannya, karena novel ini
menceritakan tentang pembunuhan berantai yang terjadi di Tokyo 40 tahun silam.
Pembunuhan-pembunuhan tersebut bahkan termasuk kasus mutilasi, di mana
menyamarkan pembunuhan yang sebenarnya ada lima mayat, menjadi enam
mayat. Sehingga pelaku sebenarnya yang adalah Tokiko, disimpulkan ikut mati
bersama keenam gadis tersebut, namun ternyata itu adalah taktik Tokiko agar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Sastra ialah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan.
Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata
yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan
kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya baik dan diwujudkan
dengan bahasa yang indah. Rene Wellek dan Austin Warren (1983:3) menuliskan
bahwa, sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang seni. Sastra adalah
segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Sastra adalah karya imajinatif. Karya
sastra juga merupakan suatu wadah untuk mengungkapkan gagasan, ide dan
pikiran dengan gambaran-gambaran pengalaman. Sastra menyuguhkan
pengalaman batin yang dialami pengarang kepada penikmat karya sastra
(masyarakat).
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Karena itu, untuk
dapat memahaminya, karya sastra harus dianalisis. Dalam analisis itu, karya
sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna
keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Pradopo dalam Putra (2009:9), bahwa karya sastra itu adalah
Di samping itu, sebuah struktur sebagai kesatuan yang utuh dapat
dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan
saling berhubungan di antaranya dengan keseluruhannya. Unsur-unsur atau
bagian-bagian lainnya dengan keseluruhannya. Hal ini juga sesuai dengan yang
dikatakan oleh Pradopo dalam Putra (2009:9), bahwa karya sastra itu merupakan
struktur (sistem) tanda-tanda yang bermakna dan tanda-tanda tersebut mempunyai
makna sesuai dengan konvensi ketandaan.
Sastra memiliki banyak jenis, ada puisi, prosa, cerpen, drama dan novel.
Setiap jenis itu merupakan sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra
ini paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat.
Kata novel mulai dikenal pada zaman renaisans (abad ke 14 hingga abad ke 17).
Saat itu, tahun 1353 penulis Italia, Giovanni Boccaccio menggunakan istilah
novella untuk karya prosa pendeknya. Ketika karyanya diterjemahkan, istilah
novel masuk ke dalam bahasa Inggris. Sekarang kata novella dalam bahasa
Inggris digunakan untuk menyebut novel pendek. Kata novel dalam bahasa
Indonesia diserap dari bahasa Inggris. Di Perancis kata roman lebih banyak
digunakan dibanding kata novel. Jadi istilah novel dan roman sebenarnya
memiliki pengertian yang sama (Maya Novaria, 2004:2)
Di Jepang novel dikenal dengan sebutan shousetsu (小 ). Banyak novel
terkenal yang telah dihasilkan oleh sastrawan-sastrawan Jepang. Sastrawan
Jepang dapat digolongkan dalam 2 bagian yaitu sastrawan klasik dan sastrawan
Jepang dalam setiap karyanya. Sedangkan sastrawan kontemporer selalu
mengadaptasi budaya Amerika atau Eropa dalam setiap karyanya. Salah satu
sastrawan kontemporer Jepang yang terkenal adalah Soji Shimada.
Novel karangan Soji Shimada yang populer adalah The Tokyo Zodiac
Murders. Novel detektif ini bercerita mengenai pembunuhan 6 orang wanita yang
merupakan sanak saudara dari sang pembunuh. Dijelaskan bahwa sang pembunuh
berprofesi sebagai seniman bernama Heikichi Umezawa, seniman gila yang
terobsesi pada astrologi dan hal-hal yang berbau ilmu hitam. Dia berobsesi untuk
membuat Azoth, sosok perempuan cantik yang memiliki senyum malaikat dari
potongan-potongan tubuh keenam perempuan yang adalah keluarganya sendiri.
Dan proses dari rencana pembuatan Azoth itu dia tuangkan dalam catatannya
secara terperinci. Yang membuat novel ini menarik adalah cara pengarang
membuat alur ceritanya yang menjadi tak terduga dan membuat pembaca
penasaran akan jalan ceritanya. Hal itu ditunjukkannya dalam alur cerita di mana
si pembunuh yang adalah Heikichi Umezawa, meninggal dibunuh dalam ruang
tertutup. Tapi beberapa hari setelah kematiannya, skenario pembunuhan Azoth
benar-benar terlaksana dengan sangat rapi dan persis dengan apa yang telah
dicatatkan pada buku catatannya. Misteri terus berlanjut dan tak terungkapkan
sampai 40 tahun lebih lamanya. Hingga kasus ini jatuh ke tangan seorang detektif
eksentrik bernama Kiyoshi Mitarai bersama temannya Kazumi Ishioka.
Novel detektif berpusat atas penyelidikan sebuah kejahatan, biasanya
pembunuhan, oleh seorang detektif, baik profesional ataupun amatir. Fiksi detektif
novel detektif biasanya menceritakan tentang kasus-kasus kejahatan yang harus
diungkapkan oleh seorang yang lebih pintar dari semua tokoh yang ada di dalam
novel tersebut, dialah detektif. Detektif adalah seseorang yang melakukan
penyelidikan terhadap suatu kejahatan, baik sebagai detektif polisi maupun
sebagai detektif swasta. Detektif swasta biasanya bekerja secara komersial dan
memerlukan lisensi. Secara formal, terutama dalam kisah-kisah fiksi, detektif
sering digambarkan sebagai seorang tanpa lisensi yang mengusut suatu tindakan
kriminal. Contoh detektif fiksi terkenal antara lain adalah Sherlock Holmes
(karangan Sir Arthur Conan Doyle) dan Hercule Poirot (karangan Agatha Cristie).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Detektif)
Kejahatan dalam novel ini merupakan aksi serangkaian pembunuhan
mutilasi yang dilakukan oleh si pelaku berdasarkan catatan dari Heikichi
Umezawa. Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakukan yang
bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak
ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak
untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk
nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tertentu.
(http://yosie-indra.blogspot.com/2013/08/kejahatan-dan-penjahat.html)
Kejadian pembunuhan berantai dalam novel ini membuat geger
masyarakat Jepang saat itu dan menimbulkan ketidaktenangan dalam masyarakat.
Banyak detektif yang mencoba memecahkan kasus tersebut, namun nihil. Dan
untuk itu, detektif Kiyoshi Mitarai dan sahabatnya tertantang untuk ikut
bagaimana detektif Kiyoshi Mitarai menguak satu persatu kasus pembunuhan
tersebut hingga akhirnya menyelesaikan kasus pembunuhan berantai tersebut.
Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti
novel yang masuk nominasi Edogawa Rampo Award for Mystery Novels, salah
satu penghargaan bergengsi tentang novel misteri di Jepang. Novel ini banyak
mengandung unsur-unsur misteri, cerita detektif dan pemecahan kasus yang
diceritakan melalui cara tak terduga. Salah satunya adalah ketika pengarang
sengaja membuat surat di dalam novel sebelum menuju bab yang mengungkap
misterinya, seolah menantang para pembaca untuk ikut memecahkan kasusnya.
Pembaca tidak akan menduga-duga, karena sama sekali tidak ada bayangan
ataupun petunjuk tentang pembunuhan itu. Sampai kemudian, si detektif akhirnya
menemukan trik sang pembunuh. Rangkaian misteri yang membangun cerita, cara
kerja detektif yang membuat perasaan tegang dan menebak-nebak hingga
pemecahan kasus yang tidak terduga yang merupakan unsur-unsur detektif di
dalam novel ini, membuat penulis merasa tertarik untuk membahas novel ini
dalam skripsi dengan judul: “Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo
Zodiac Murders Karya Soji Shimada”.
1.2Perumusan Masalah
Novel The Tokyo Zodiac Murders adalah novel misteri karangan Soji
Shimada yang menceritakan tentang 3 kasus pembunuhan pada tahun 1936. Kasus
pertama menceritakan tentang pembunuhan Heikichi Umezawa, seorang seniman
potongan-potongan tubuh perempuan yang adalah anak dan keponakannya sendiri.
Melalui catatannya, ia menjelaskan akan mengambil potongan-potongan tubuh
gadis-gadis itu berdasarkan astrologi mereka masing-masing. Untuk kemudian,
dia akan menyambungkan bagian-bagian tubuh itu menjadi satu dan membuat
seorang wanita cantik bernama Azoth. Tetapi, ia dibunuh terlebih dahulu. Kasus
kedua adalah pembunuhan anak tertua Heikichi Umezawa yang adalah anak
tirinya, bernama Kazue. Ia ditemukan tewas di rumahnya dengan dugaan
perampokan dan pemerkosaan. Namun, dugaan itu hanyalah sebatas dugaan,
karena polisi tidak pernah mengetahui motif pasti kematiannya. Kasus ketiga
adalah pembunuhan keenam gadis yang adalah anak dan keponakan dari
Umezawa sendiri. Kasus pembunuhan ini anehnya dilakukan sesuai dengan
catatan Umezawa mengenai pembuatan Azoth. Kasus-kasus pembunuhan ini tidak
bisa terpecahkan selama lebih dari 40 tahun. Hingga akhirnya, suatu hari
berkas-berkas kasus ini sampai di tangan Kiyoshi Mitarai, seorang detektif eksentrik yang
baru sembuh dari depresinya. Bersama temannya, Kazumi Ishioka, Mitarai
memecahkan kasus pembunuhan yang menggemparkan Jepang yang diberi nama
Pembunuhan Zodiak Tokyo tersebut.
Soji Shimada mengungkapkan tentang penyelesaian kasus-kasus
pembunuhan di novel ini. Secara terperinci, pengarang mengungkapkan
bagaimana terjadinya kasus pembunuhan yang dilengkapi dengan gambar-gambar
yang membantu pembaca untuk ikut menganalisis dan memecahkan kasusnya.
Pengarang juga mengungkapkan bagaimana cara penyelesaian kasus tersebut
dan kejeniusan detektif Kiyoshi dalam mengurai masalah demi masalah tersebut
akhirnya mampu menuntun mereka dalam petualangan mencari sang pembunuh
jenius. Misteri-misteri dalam kasus di novel ini secara kebetulan sangat
berkesinambungan, hingga menjadikan kasus pembunuhan berantai ini menjadi
misteri yang menarik untuk dipecahkan oleh sang detektif. Dalam sebuah roman
detektif atau cerita detektif, setidak-tidaknya memiliki 4 unsur utama di dalam
ceritanya yang membangun jalan cerita, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri,
unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita.
Unsur kejahatan dalam novel ini terlihat dari adanya pembunuhan berantai
yang terjadi pada anak dan keponakan dari Heikichi Umezawa. Unsur misteri
dapat dilihat dari tak terpecahkannya kasus ini hingga 40 tahun lamanya. Unsur
detektif dari novel ini dapat digambarkan dari cara detektif Kiyoshi Mitarai yang
menyelidiki kasus dari awal hingga memecahkannya. Unsur pemecahan masalah
yang tak terduga pada akhir cerita dapat dilihat dari pemecahan yang dilakukan
oleh detektif Kiyoshi hingga terungkaplah bahwa pembunuh yang sebenarnya
adalah Tokiko yang adalah anak kandung Umezawa dari istri pertamanya.
Unsur-unsur detektif tersebut menjadikan novel The Tokyo Zodiac
Murders menarik untuk dibaca dan dibahas. Pembaca dibuat penasaran akan
ceritanya yang penuh misteri, di mana misteri-misteri tersebut membuat pembaca
mengalami perasaan tegang yang terus menerus dan menebak-nebak siapa dalang
di balik pembunuhan yang sangat rapi tersebut.
Untuk menunjukkan adanya unsur-unsur detektif dalam novel ini, penulis
terkait dan membahasnya. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji
dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, maka masalah penelitian yang
dirumuskan dalam pertanyaan adalah sebagai berikut:
1. Apa saja unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The Tokyo
Zodiac Murders?
2. Bagaimanakah unsur-unsur detektif yang diungkapkan oleh Soji
Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac Murders?
1.3Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya pembatasan ruang lingkup
dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan dalam penelitian ini
tidak meluas sehingga dapat lebih terarah dan terfokus.
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian terfokus pada analisis
unsur-unsur detektif yang terdiri dari unsur kejahatan, unsur misteri, unsur
detektif dan unsur pemecahan masalah yang tak terduga pada akhir cerita yang
terkandung dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada. Adapun
yang terdapat unsur kejahatan adalah pembunuhan, di dalam unsur misteri adalah
hal-hal yang menimbulkan pertanyaan, yang terdapat di dalam unsur detektif
adalah detektif swasta dan yang terdapat dalam unsur pemecahan masalah yang
tidak terduga pada akhir cerita adalah adanya dugaan yang salah. fokus penelitian
hanya akan terfokus kepada keempat hal tersebut. Penelitian ini juga akan
membahas mengenai konsep roman detektif dan unsur-unsur detektif yang
penulis juga akan menjelaskan mengenai defenisi novel, setting cerita novel The
Tokyo Zodiac Murders, tentang konsep roman detektif, biografi pengarang beserta
unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel ini.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1 Tinjauan Pustaka
Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan
mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan
tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.
Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk
mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui
cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Novel merupakan bentuk karya
sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar,
lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan,
novel dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu karya serius dan karya hiburan.
Pendapat demikian memang benar, tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa
tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut karya sastra serius.
Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah,
menarik dan dengan demikian juga memberikan karya, juga memberikan hiburan
pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel syarat utamanya adalah
harus menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis
para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan
santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk
menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola-pola. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedangkan
novel hiburan cuma berfungsi personal. Novel berfungsi sosial lantaran novel
yang baik ikut membina masyarakat. Sedangkan novel hiburan tidak
mempedulikan apakah cerita yang dihidangkan membina atau tidak, yang penting
adalah bahwa novel memikat dan orang-orang merasa terhibur.
(https://bocahsastra.wordpress.com/2012/05/22/pengertian-novel-dan-unsur-unsurnya/)
Novel hiburan salah satunya adalah novel detektif. Dalam novel detektif,
kebanyakan misteri yang harus dipecahkan oleh seorang detektif adalah kasus
pembunuhan yang sama sekali tidak terduga oleh pembaca. Sehingga membuat
pembaca merasa terkesima oleh kemampuan analisis tokoh detektif yang dibuat
oleh si pengarangnya. Tokoh detektif fiksi di dunia yang terkenal antara lain
adalah Sherlock Holmes (karangan Sir Arthur Conan Doyle), Hercule Poirot
(karangan Agatha Cristie) dan Shinichi Kudo (karangan Gosho Aoyama).
Detektif berasal dari kata dasar “detect” yang artinya menemukan atau
memecahkan. Jadi, ini adalah suatu pekerjaan untuk memecahkan suatu masalah.
Dan dapat pula dikatakan sebagai suatu early morning sign terhadap suatu
masalah. Orang mengira detektif adalah pekerjaan mata-mata, yang lain ada yang
mengatakan detektif tentang menangkap penjahat, selebihnya mengatakan detektif
tidak bisa dikatakan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh polisi saja. Dunia
detektif sekarang ini memiliki dimensi yang luas. Detektif dapat berarti suatu
pekerjaan profesional untuk menyelidiki, mengobservasi, menganalisa suatu
anatomi masalah yang terjadi dalam dunia sehari-hari berdasarkan bukti-bukti
atau fakta. Mereka memecahkan masalah melalui pengumpulan data atau
informasi secara akurat. (http://thinklikedetective.blogspot.com/2012/10/mengena
l-arti-detektif.html)
Di bidang kriminal, nama detektif sangat melekat sekali. Detektif memang
diidentikkan dengan suatu pekerjaan untuk mempelajari dan mengamati kebiasaan
para pelaku kejahatan sehingga di saat mereka harus mencari dan menemukan
seorang tersangka, mereka dapat melakukannya dengan berpegang kepada model
kebiasaan dan teori anatomi suatu kejahatan. Dan kebiasaan pelaku yang dapat
dipelajari diperoleh dari bukti-bukti atau jejak (evidence) yang mereka tinggalkan
di TKP (crimecene) atau tempat berlangsungnya kejahatan tersebut.
(http://thinklikedetective.blogspot.com/2012/10/mengenal-arti-detektif.html)
Defenisi kejahatan menurut R.Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal Demi
Pasal” membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni
sudut pandang secara yuridis dan sudut pandang sosiologis. Dilihat dari sudut
pandang yuridis, menurut R. Soesilo, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan
tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Dilihat dari sudut
pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang
hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. (http://www.hukumonline.c
om)
Di dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, kejahatan yang terjadi di
dalamnya dapat digolongkan sebagai kejahatan yang dilihat dari sudut sosilogis,
karena merugikan penderita yang adalah korban dan merugikan masyarakat
karena dibayang-bayangi oleh pembunuh berantai yang belum tertangkap sejak
lama.
1.4.2 Kerangka Teori
Dalam sebuah penelitian, perlu adanya landasan teori yang mendasari
karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan
teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendapat dari Sukapiring yang
menjelaskan mengenai unsur-unsur detektif yang dikemukakannya berdasarkan
konvensi cerita detektif atau roman detektif dari Teeuw, Sudjiman dan Faruk.
Penulis juga akan menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan semiotik
dalam menganalisis unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders
ini.
Pendekatan struktural adalah suatu metode atau cara pencarian terhadap
suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur
sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan
pula kepada hubungan antar unsurnya. Struktural merupakan keseluruhan yang
struktural itu. Pendekatan struktural sering juga dinamakan pendekatan objektif,
pendekatan formal atau pendekatan analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa
karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat
sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal yang berada di luar
dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji dan teliti adalah
aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya
penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antaraspek yang mampu
membuatnya menjadi sebuah karya sastra. Hal-hal yang bersifat ekstrinsik seperti
pengarang, pembaca, atau lingkungan sosial budaya harus dikesampingkan,
karena ia tidak punya kaitan langsung struktur karya sastra tersebut.
Pendekatan struktural mempunyai konsepsi dan kriteria sebagai berikut:
(1) Karya sastra dipandang dan diperlukan sebagai sebuah sosok yang
berdiri sendiri, yang mempunyai dunianya sendiri, mempunyai rangka
dan bentuknya sendiri.
(2) Memberi penilaian terhadap keserasian atau keharmonisan semua
komponen membentuk keseluruhan struktur. Mutu karya sastra
ditentukan oleh kemampuan penulis menjalin hubungan
antarkomponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhannya yang
bermakna dan bernilai estetik.
(3) Memberikan penilaian terhadap keberhasilan penulis menjalin
hubungan harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan isi dan bentuk
merupakan hal yang amat penting dalam menentukan mutu sebuah
(4) Walaupun memberikan perhatian istimewa terhadap jalinan hubungan
antara isi dan bentuk, namun pendekatan ini menghendaki adanya
analisis yang objektif sehingga perlu dikaji atau diteliti setiap unsur
yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
(5) Pendekatan struktural berusaha berlaku adil terhadap karya sastra
dengan jalan hanya menganalisis karya sastra tanpa mengikutsertakan
hal-hal yang berada di luarnya.
(6) Yang dimaksudkan dengan isi dalam kajian struktural adalah persoalan,
pemikiran, falsafah, cerita, pusat pengisahan, tema. Sedangkan yang
dimaksudkan dengan bentuk adalah alur (plot), bahasa, sistem
penulisan, dan perangkatan perwajahan sebagai karya tulis.
(7) Peneliti boleh melakukan analisis komponen yang diingininya.
Pendekatan struktural ini memang berusaha untuk objektif dan analisis dan
bertujuan untuk melihat karya sastra sebagai sistem, dan nilai yang diberikan
kepada sistem itu amat tergantung kepada nilai komponen yang ikut terlibat di
dalamnya. Tak cukup hanya dengan pendekatan struktural, penelitian ini juga
akan menggunakan pendapat dari Sukapiring mengenai unsur-unsur detektif
melalui konvensi roman detektif Teeuw, Sudjiman dan Faruk untuk dijadikan
landasan teori dalam melakukan penelitian.
Pradopo dalam Putra (2009:9) menjelaskan bahwa, karya sastra
merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Menurut
Sudjiman dalam www.supartobrata.blogdspot.com konvensi adalah cara
teknik yang diterima umum. Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus
menganalisis sistem tanda itu dan menemukan konvensi-konvensi apa yang
memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda-tanda dalam karya sastra itu
mempunyai makna. Karena itu, untuk mendapatkan makna karya sastra haruslah
diketahui konvensi-konvensi yang memungkinkan diproduksinya makna. Menurut
Pradopo dalam Putra (2009:10), konvensi-konvensi sastra ini sendiri
bermacam-macam, hal tersebut sesuai dengan sifat sastra secara umum dan secara khusus
sesuai dengan jenis-jenis sastra itu sendiri. Salah satu konvensi sastra tersebut
adalah konvensi roman detektif atau konvensi cerita detektif. Di sini, tidak
dibedakan pengertian novel dan roman, karena menurut Sudjiman dalam Putra
(2009:10), roman adalah istilah lain daripada novel, yang kedua-duanya
mempunyai pengertian prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan
tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Konvensi
roman detektif atau konvensi roman cerita detektif ini sendiri merupakan konvensi
yang ada di dalam cerita rekaan seperti roman, cerpen dan novel.
Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:134) ada tiga konvensi roman
detektif. Yang pertama harus ada mayat, yang kedua harus ada detektif, yaitu
tokoh yang lebih pintar dari semua tokoh lain dalam roman ini. Orang ini
merupakan satu-satunya tokoh yang nantinya mampu memecahkan segala
teka-teki yang ada dalam roman detektif itu. Konvensi yang ketiga adalah, pemecahan
teka-taki yang tidak terduga pada akhir cerita.
Kemudian Sudjiman dalam Sukapiring (1987:134) mengatakan, konvensi
butir-butir kepintaran si penjahat. Yang kedua, kedunguan polisi. Yang ketiga,
kehebetan detektif, dan yang keempat, pengungkapan kejahatan yang
mengesankan. Di samping keempat konvensi tersebut, dalam cerita detektif, ada
hukum yang lazim berlaku. Menurut Sudjiman dalam Sukapiring (1987:135),
hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif ialah bahwa isyarat-isyarat
yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif
menemukan syarat-syarat tersebut.
Kemudian Faruk dalam Sukapiring (1987:135) mengatakan, cerita detektif
setidak-tidaknya dua komponen yang utama, yaitu pendeteksian dan unsur yang
dideteksi.
Menurut Sukapiring (1987:135), dari batasan konvensi detektif serta
konvensi roman detektif Teeuw, Panuti Sudjiman dan Faruk itu dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa cerita detektif itu setidak-tidaknya mempunyai 4 komponen
yang utama, yaitu: unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur
pemecahan masalah yang tidak terduga. Penulis akan menguraikan secara
terperinci mengenai unsur-unsur detektif tersebut dalam bab II. Maka dengan
adanya pendapat dari Sukapiring tersebut, penulis akan melakukan analisis dalam
penelitian dengan menggunakan pendapat dari Sukapiring tersebut. Dan untuk
menemukan keempat unsur tersebut, maka diperlukan pendekatan semiotik untuk
menelitinya.
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
maka struktur karya sastra ataupun karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya
secara optimal (Pradopo Djoko, 2002:71). Dengan kerangkai teori seperti di atas,
penulis berupaya untuk menemukan unsur-unsur detektif yang akan dibahas di
skripsi ini.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The
Tokyo Zodiac Murders.
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana unsur-unsur detektif yang
diungkapkan oleh Soji Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac
Murders.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian dikatakan berhasil apabila bermanfaat bagi peneliti,
ilmu pengetahuan dan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat
memberikan manfaat:
1. Menambah bahan bacaan pembaca dan peneliti tentang unsur-unsur
detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.
2. Memperkaya referensi ilmu sastra, khususnya ilmu semiotika yang
berkenaan tentang unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac
3. Bagi pembaca dan peminat karya sastra penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan perbandingan untuk penelitian-penelitian sebelumnya
maupun penelitian berikutnya yang akan diteliti.
1.6 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian
deskriptif. Menurut Ratna (2003:53) metode deskriptif analisis dilakukan dengan
cara mendeskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya,
kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Dalam metode ini, penulis
menguraikan, memberikan pemahaman serta penjelasan dari topik yang diteliti.
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dari metode pustaka
(library research). Dalam mengumpulkan data-data yang berguna untuk
mendukung teori, penulis mengambil dari kepustakaan yang berhubungan dengan
penelitian. Sumber-sumber kepustakaan tersebut dapat bersumber dari buku,
hasil-hasil penelitian (skripsi), internet dan sumber-sumber lainnya yang
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC
MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEP ROMAN DETEKTIF,
UNSUR-UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG
2.1 Defenisi Novel
Menurut H.B Jassin dalam Astuti (2014: 20), novel adalah suatu karangan
yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang
(tokoh cerita), luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu
pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah
konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam suatu saat, dalam satu krisis yang
menentukan. Dengan demikian, novel hanya menceritakan salah satu segi
kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya
perubahan nasib. Apakah itu segi cintanya, ketamakannya, kerakusannya,
keperkasaannya, dan lain-lain. Sudah barang tentu di dalam segi itu terdapat
beberapa peristiwa kehidupan yang dialami sang tokoh sehingga ia sampai
mengalami perubahan jalan hidup. Hal itu berbeda dengan cerpen yang hanya
menceritakan satu peristiwa kehidupan tokoh akan tetapi tidak sampai mengubah
jalan hidup atau nasibnya.
Sedangkan menurut Santoso dan Wahyunigtyas (2010:46), bahwa kata
novel bersama dari bahasa latin novellas, yang terbentuk dari kata novous yang
sastra yang datang dari karya sastra lainnya seperti puisi dan drama. Ada juga
yang mengatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia novella yang artinya
sama dengan bahasa latin. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya
sastra yang lebih pendek daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita
pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik
dari kehidupan seorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara singkat
dan yang pokok-pokok saja. Juga perwatakan pelaku-pelakunya digambarkan
secara garis besar saja, tidak sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya. Dan
kejadian yang digambarkan itu mengandung suatu konflik jiwa yang
mengakibatkan adanya perubahan nasib.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996 dalam Siswanto
(2008:1410, novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat pelaku. Masalah yang dibahas tidak sekompleks
roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang
digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian, penggarapan
unsur-unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa,
nilai tokoh dan penokohan. Dengan catatan, yang ditekankan aspek tertentu dari
unsur intrinsik tersebut.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa novel
adalah sebuah rekaan prosa panjang yang mengandung cerita kehidupan seseorang
dengan orang lain yang menonjolkan cerita istimewa yang membuat pembaca
pergolakan jiwa yang diakibatkan oleh peristiwa yang dialami oleh tokoh yang
dibuat oleh penulisnya.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia.
Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas
pada masyarakat. Novel dapat memberikan dampak positif bagi pembacanya
karena nobel itu memberikan manfaat pendidikan dan hiburan. Selain itu
Nurgiantoro (2010:18-19), menjelaskan bahwa novel dibagi dua jenis, yaitu novel
populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya
dan banyak penggemarnya. Sedangkan novel serius adalah novel yang disoroti
dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.
Selain itu, novel mampu menghadirkan perkembangan suatu karakter,
situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter,
dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam dengan lebih
mendetail. Jadi novel merupakan suatu media untuk mengungkapkan sisi
kehidupan suatu zaman secara nyata dalam bentuk yang lebih
menarik.
2.1.1 Unsur Intrinsik
Setiap novel harus memiliki unsur pembangun dalam karya sastra tersebut.
Unsur tersebut terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Menurut Padi
(2013:4), unsur intrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari
latar, dan sudut pandang penceritaan serta gaya bahasa dan lain-lain. Adapun
unsur-unsur intrinsik adalah sebagai berikut.
a. Tema
Semi dalam Reza (2012:20) mengungkapkan bahwa tema adalah ide,
gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra.
Kedudukan tema dalam novel sangat penting. Tema merupakan inti cerita yang
mengikat keseluruhan unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur lainnya adalah sebagai
pendukung tema. Dapat disimpulkan tema adalah ide cerita yang merupakan dasar
pembentuk cerita yang menjiwai seluruh bagian cerita.
Dalam hal ini, novel The Tokyo Zodiac Murders menghadirkan tema
misteri yang memunculkan detektif sebagai tokohnya. Cerita dalam novel ini
secara kesuluruhan adalah tentang pemecahan misteri pembunuhan yang
dilakukan 40 tahun silam.
b. Alur
Plot atau Alur cerita menurut Padi (2013:7) yaitu rangkaian peristiwa yang
memiliki hubungan sebab-akibat, sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat
dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian :
a. Awal yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
b. Tikaian yaitu terjadi konflik diantara tokoh-tokoh pelaku.
c. Gawatan atau rumitan yaitu konflik-konflik tokoh semakin seru.
e. Leraian yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan
plot/alur mulai terungkap.
f. Akhir yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.
Menurut Suroto dalam Astuti (2014:25), alur atau plot adalah jalan cerita
yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan
menurut hukum sebab akibat dari awal sampi akhir cerita. Dari pengertian
tersebut jelas bahwa tiap peristiwa tidak berdiri sendiri. Peristiwa yang satu akan
mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan
menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai cerita
tersebut berakhir.
Alur dibagi dua berdasarkan urutan jalan ceritanya, yaitu:
1. Alur Maju (progresif)
Yaitu alur yang peristiwanya disusun secara kronologis. Dimulai dari
perkenalan, kemudian peristiwa itu bergerak, keadaan mulai
memuncak, dan diikuti dengan klimaks dan diakhiri dengan
penyelesaian.
2. Alur Mundur (flash back progresif)
Yaitu, alur yang urutan peristiwanya dimulai dari peristiwa terakhir
kemudian kembali pertama, peristiwa kedua, dan seterusnya sampai
kembali lagi ke peristiwa terakhir tadi. Dalam susunan alur yang
demikian biasanya pengarang menceritakan masa lampau tokoh utama
yang mengakibatkan sang tokoh terlibat dalam peristiwa yang
Novel The Tokyo Zodiac Murders ini termasuk pada alur maju. Alur dari
novel ini dimulai ketika detektif Kiyoshi Mitarai menerima dokumen kasus
pembunuhan yang diberi nama Pembunuhan Zodiak Tokyo yang diberikan oleh
rekannya yaitu Kazumi Ishioka. Setelahnya, detektif Kiyoshi Mitarai melakukan
perjalanan singkat untuk memecahkan misteri pembunuhan yang tidak
terpecahkan itu. Selama memecahkan misteri itu, ia mencoba menjabarkan
kejadian-kejadian yang terjadi 40 tahun sebelumnya itu dengan analisisnya.
c. Penokohan
Menurut Abraham dalam Astuti (2014:23), tokoh cerita atau penokohan
adalah orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.
Dengan adanya tokoh, cerita yang ditampilkan akan terasa hidup untuk
dibaca. Di dalam karya sastra fiksi tokoh biasanya dibedakan menjadi beberapa
jenis sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita. Tokoh dibedakan menjadi tokoh
utama dan tokoh tambahan.
Menurut Sayuti dalam Arista (2013:20), tokoh utama adalah tokoh paling
terlibat dalam makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan tokoh yang
lain dan paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Sedangkan tokoh
Tokoh utaam dalam novel The Tokyo Zodiac Murders adalah detektif
Kiyoshi Mitarai. Pada awal cerita, diceritakan bahwa detektif Kiyoshi baru
sembuh dari depresi yang dideritanya, hingga dia tidak mau begitu saja menerima
kasus yang diberikan oleh Kazumi padanya. Tapi kemudian, detektif Kiyoshi
menggunakan kemampuan deduksinya untuk memecahkan kasus tersebut atas
dorongan dari Kazumi.
Tokoh-tokoh tambahan digambarkan sebagai teman-temannya, seperti
Kazumi Ishioka dan Emoto. Beberapa orang yang secara tidak langsung terlibat
dalam kasus pembunuhan itu, yaitu Fumihiko Takegoshi, yaitu putra dari Bunjiro
yang adalah polisi yang dijebak oleh pelaku pembunuhan pada tahun 1936,
Tokiko. Hachiro Umeda, yaitu penjaga taman bertema yang dicari oleh Kazumi
dan Kiyoshi. Umeda sempat dicurigai oleh Kazumi sebagai pelaku karena nama
belakangnya yang mirip dengan tersangka pembunuhan, yaitu Umezawa. Misako
Iida, putri dari Bunjiro. Mr. Iida, polisi yang adalah suami dari Misako Iida. Mrs.
Kato, putri dari Tamio Yasukawa, si pengarajin maneken dan juga ada Shusai
Yoshida, peramal nasib dan pembuat boneka.
d. Setting
Menurut Suroto dalam Astuti (2014:25) yang dimaksud dengan setting
atau latar belakang adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta susunan
terjadinya peristiwa. Sudah tentu latar yang dikemukan, yang berhubungan
Latar berfungsi sebagai pendukung alur atau penokohan. Gambaran situasi
yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan.
Untuk dapat melukiskan latar yang tepat, pengarang harus mempunyai
pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang akan
digambarkannya. Hal itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung, buku atau
informasi dari orang lain.
e. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang dalam
menyampaikan cerita. Gaya bahasa adalah cara mengucapkan bahasa dalam prosa,
atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan
dikemukakannya. Menurut Nurgiyantoro dalam Reza (2012:22), mengungkapkan
bahwa pada hakikatnya gaya merupakan teknik di mana teknik yang dimaksud
adalah pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang
akan diungkapkan.
f. Sudut Pandang
Menurut Abrams dalam Astuti (2014:26) sudut pandang (point of view)
merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan oleh pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.
Menurut Abrams dalam Astuti (2014:27) sudut pandang dibagi menjadi 3
1. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama.
Sudut pandang ini mengisahkan apa yang terjadi dengan diri pengarang dan
mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.
2. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan. Dengan sudut
pandang ini, pengarang lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di
dalam cerita. Pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.
3. Pengarang menggunakan sudut pandang imperasional. Dengan sudut pandang
ini, pengarang sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba
mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu
mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.
Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini, pengarang menggunakan
sudut pandang tokoh bawahan. Soji Shimada menceritakan tokoh-pertokohan
dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam novel ini.
g. Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca.
Amanat biasanya merupakan pengalaman hidup pengarang tentang nilai-nilai
kebenaran yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny dalam Arum
(2012:19), amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang
berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis kemudian dapat
diambil melalui cerita oleh pembaca.
Dalam novel ini, pengarang tidak serta-merta menyampaikan amanat yang
dialog-dialog yang diucapkan oleh tokoh-tokohnya, seperti detektif Kiyoshi
Mitarai.
2.1.2 Unsur Ekstrinsik
Menurut Padi (2013:9), unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar
karya sastra itu sendiri yang menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.
Unsur tersebut meliput latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup
pengarang, adat istiadat yang berlaku, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi
dan pengetahuan agama. Unsur ekstrinsik untuk tiap karya sastra sama, unsur ini
mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar
belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Selain unsur-unsur yang
datangnya dari luar diri pengarang, hal yang sudah ada dan melekat pada
kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu
karya sastra.
2.2 Setting Novel The Tokyo Zodiac Murders
Menurut Ikram dalam Simbolon (2011:14), setting adalah tempat secara
umum dan waktu atau masa terjadi. Menurut Abrams dalam Simbolon (2011:14),
latar belakang atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran
pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
Setting merupakan bagian intrinsik dalam novel. Setting menunjukkan
tempat, waktu dan menjelaskan suasana terjadinya suatu kejadian dalam sebuah
cerita novel. Dengan adanya setting, para pembaca juga bisa dengan mudah
menghayati dan membayangkan suasana saat kejadian dalam cerita novel tersebut
terjadi.
Menurut Nurgiyantoro (1995:227), unsur latar atau setting dibedakan ke
dalam tiga unsur pokok, yaitu, tempat, waktu dan sosial. Meskipun ketiga unsur
itu masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat
dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
1. Latar Tempat
Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi.
Unsur-unsur tempat yang dipergunakan bisa berupa dengan nama-nama
tertentu, inisial tertentu atau mungkin juga dengan suatu penggambaran
lokasi tertentu tanpa menyebutkan namanya. Dalam novel The Tokyo
Zodiac Murders, lokasi tempat cerita berada di dua tempat, yaitu di
Tokyo dan di Kyoto. Untuk tempat-tempat lainnya, tidak diceritakan
secara jelas.
2. Latar Waktu
Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam plot secara
historis. Melalui pemberian waktu secara jelas, akan tergambar tujuan
fiksi tersebut secara jelas pula. Dengan adanya latar waktu akan
sehingga akan mudah untuk memahami cerita. Latar waktu dalam
Menurut Nurgiyantoro (1995:233), latar sosial mencakup terhadap
hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di
suatu tempat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Termasuk di
dalamnya ada unsur adat istiadat, keyakinan, perilaku, budaya,
pandangan hidup dan cara berpikir serta bersikap. Latar sosial
diketahui sangat penting secara baik dan benar, karena hal ini berkaitan
erat dengan bahasa, nama dan status tokoh di dalam sebuah cerita.
Novel ini menceritakan tentang pekerjaan detektif yang memecahkan
kasus pembunuhan yang tak terpecahkan lebih dari 40 tahun. Di
Jepang, pekerjaan sebagai detektif disebut sebagai Keiji, yaitu polisi
yang bertugas sebagai penyidik.
(http://www.denpasar.id.emb-japan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2014/konnichiwa14_027.html).
Polisi-polisi ini bekerja untuk pemerintah karena polisi ini adalah
bagian dari polisi Jepang yang dinamakan National Police Agency
(Keisatsu Chou) yang disingkat NPA, yaitu lembaga yang dikelola
kabinet Jepang dan merupakan badan koordinasi pusat dari sistem
Jepang.
Dihimpun dari majalah Animonster, selain polisi, di Jepang juga ada
detektif swasta. Mereka bergerak dalam bisnis mengumpulkan
informasi tentang perilaku atau keberadaan orang tertentu dengan
menghubungkan berbagai petunjuk kecil untuk memecahkan misteri
atau mengungkapkan fakta-fakta tentang masalah hukum, keuangan
atau pribadi dan melaporkan hasilnya kepada kliennya. Sebagian besar
kasus yang mereka tangani adalah masalah rumah tangga,
perselingkuhan pasangan atau penguntitan yang 90% kliennya adalah
wanita. Detektif swasta juga menawarkan berbagai layanan termasuk
perlindungan perusahaan, selebriti dan lain-lain. Mereka juga
menyediakan bantuan dalam kasus tuntutan pidana dan perdata, klaim
asuransi, penipuan, hak asuh anak, kasus perlindungan dan kasus orang
hilang.
Selain kasus-kasus tersebut, di Jepang juga terdapat kantor detektif
swasta untuk membantu para kliennya mencari cinta pertama mereka
yang pernah menghabiskan waktu bersama tapi belum pernah
terdengar lagi sejak berpisah. Bahkan di Jepang juga ada sekolah
detektif, yang hampir setengah muridnya adalah wanita, yang
kebanyakan dari mereka telah menikah dan sangat curiga terhadap
suami mereka. Beberapa wanita tersebut mengatakan bahwa mereka
suami mereka. Di Jepang terdapat ribuan agensi detektif yang
mempekerjakan puluhan ribu detektif yang juga bekerja untuk
perusahaan asuransi terhadap klaim yang dicurigai penipuan, lalu pada
berbagai perusahaan yang memeriksa calon karyawannya dan pada
para pengacara yang membutuhkan informasi.
(https://id-id.facebook.com/SSJofficialpage/posts/425659154176899)
2.3 Konsep Roman Detektif dan Unsur-Unsur Detektif
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Sukapiring (1987:132),
kata detektif berarti polisi rahasia. Dalam Kamus Inggris Indonesia, kata detektif
berasal dari kata bahasa Inggris detective yang berarti: detektif, reserse, mata-mata
polisi. Kata reserse di Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Sukapiring
(1987:132) berarti polisi rahasia. Selain kata detective dalam bahasa Inggris juga
dikenal kata detect yang berarti: menemukan, mencium, mendapatkan, merasakan.
Secara terperinci, Webster‟s New International Dictionary dalam Sukapiring
(1987:132) mengatakan detect (verb) berarti: (1) menemukan, membuka kedok,
membongkar: membuat jelas, membuat nyata: menyatakan, menampakkan,
membuka, mengungkapkan; (2) memberitahu kepada, menyatakan kepada;
menuduh, menyalahkan; membuka, menyingkapkan terhadap cahaya,
membongkar; (3) menemukan/ mengetahui rahasia; (4) menemukan eksistensi,
kehadiran atau kenyataan dari sesuatu (sesuatu yang tersembunyi atau tak jelas).
Misalnya menemukan bau, kejahatan. Kata detective berarti seseorang yang
hukum atau membuntuti tersangka. Cerita detektif diartikan cerita yang
mengisahkan pencarian atau pelacakan kejahatan.
Menurut Poerwadarminta dalam Sukapiring (1987:133) yang dimaksud
roman detektif ialah cerita roman yang menceritakan perbuatan-perbuatan detektif.
Eksiklopedi Indonesia II dalam Sukapiring (1987:133) menjelaskan, yang
dimaksud dengan roman detektif ialah, cerita roman yang menokohkan agen
polisi yang trampil menyingkap rahasia, pembunuhan dan liku-liku kejahatan.
Menurut Jakob Sumardjo dalam Sukapiring (1987:133) yang dimaksud
dengan dengan novel detektif ialah cerita novel yang dimulai dengan pembunuhan,
kemudian sang detektif mencari bukti-bukti, melacak si pembunuh, dan akhirnya
ditutup dengan ditemukannya si pembunuh yang tak disangka-sangka pembaca.
Selain itu di dalam Kamus Istilah Sastra yang terdapat di dalam
Sukapiring (1987:133), yang dimaksud dengan cerita detektif (detective story)
adalah kisahan yang mengungkapkan sebuah misteri melalui kumpulan tafsiran
isyarat-isyarat. Dari uraian tersebut di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan roman detektif ialah cerita yang mengisahkan
perbuatan-perbuatan detektif yang trampil menyingkap misteri pembunuhan dan liku-liku
kejahatan melalui kumpulan tafsiran.
Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:134) ada tiga konvensi roman
detektif. Yang pertama harus ada mayat, yang kedua harus ada detektif, yaitu
tokoh yang lebih pintar dari semua tokoh lain dalam roman ini. Orang ini
teka-teki yang ada dalam roman detektif itu. Konvensi yang ketiga adalah, pemecahan
teka-taki yang tidak terduga pada akhir cerita.
Kemudian Sudjiman dalam Sukapiring (1987:134) mengatakan, konvensi
cerita detektif ada empat. Yang pertama di dalam cerita detektif terdapat
butir-butir kepintaran si penjahat. Yang kedua, kedunguan polisi. Yang ketiga,
kehebetan detektif, dan yang keempat, pengungkapan kejahatan yang
mengesankan. Di samping keempat konvensi tersebut, dalam cerita detektif, ada
hukum yang lazim berlaku. Menurut Sudjiman dalam Sukapiring (1987:135),
hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif ialah bahwa isyarat-isyarat
yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif
menemukan syarat-syarat tersebut.
Kemudian Faruk dalam Sukapiring (1987:135) mengatakan, cerita detektif
setidak-tidaknya dua komponen yang utama, yaitu pendeteksian dan unsur yang
dideteksi.
Menurut Sukapiring (1987:135), dari batasan konvensi detektif serta
konvensi roman detektif Teeuw, Panuti Sudjiman dan Faruk itu dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa cerita detektif itu setidak-tidaknya mempunyai 4 komponen
yang utama, yaitu: unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur
pemecahan masalah yang tidak terduga.
2.4 Unsur-Unsur Detektif
Setelah dikonvensikan, Sukapiring (1987:135) mengatakan bahwa dalam
utama di dalam ceritanya yang membangun cerita detektif tersebut, yaitu unsur
kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak
terduga pada akhir cerita.
2.4.1 Unsur Kejahatan
Dalam www.supartobrata.com dikatakan bahwa, salah satu kekhasan dari
novel detektif adalah hadirnya sebuah tragedi kematian yang dilanjutkan dengan
penemuan-penemuan untuk menyelesaikan masalah, siapa detektifnya, siapa yang
melakukan pembunuhan dan apa motifnya sehingga terjadi kasus pembunuhan
tersebut.
Kejahatan merupakan salah satu komponen yang utama roman detektif.
Itulah sebabnya Teeuw (1983:20, 1984:101-102) menyebutkan konvensi roman
detektif yang pertama harus ada mayat. Mayat itu ada karena tindak kejahatan.
Menurut Kartini Kartono (1981:147-148) secara yuridis formal, kejahatan adalah
bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral),
merugikan masyarakat, asosiasi sifatnya dan melanggar hukum serta
undang-undang pidana. Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan,
perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis
sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang
keselamatan warga masyarakat (baik yang tercakup dalam undang-undang,
maupun yang belum tercantum dalam undang-undang pidana). (Sukapiring, 1987:
Kemudian Kartini Kartono dalam Sukapiring (1987:136) menyebutkan
bahwa, yang dapat dimasukkan dalam perbuatan kejahatan ialah: 1. Pembunuhan,
penyembelihan, pencekikan sampai mati, pengracunan sampai mati; 2.
Perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan; 3. Pelanggaran seks dan
pemerkosaan; 4. Maling, mencuri; 5. Pengancaman, intimidasi, pemerasan; 6.
Pemalsuan, penggelapan; 7. Korupsi, penyogokan, penyuapan; 8. Pelanggaran
ekonomi; 9. Penggunaan senjata api dan perdagangan senjata-senjata api; 10.
Pelanggaran sumpah; 11. Bigami (kawin rangkap pada satu saat); 12.
Kejahatan-kejahatan politik; 13. Penculikan; 14. Perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.
Jadi kejahatan itu bisa jadi berupa pembunuhan dan dapat berupa
perbuatan yang bukan pembunuhan, yaitu perbuatan yang melanggar hukum.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kejahatan ialah hal-hal yang berhubungan dengan tindakan yang dapat merugikan
masyarakat luas. Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini peneliti akan
mengungkapkan kejahatan-kejahatan para pelaku dalam novel tersebut yang
berupa pembunuhan.
2.4.2 Unsur Misteri
Misteri merupakan salah satu komponen utama roman detektif, merupakan
komponen yang dideteksi, yang harus dipecahkan. Karena misteri merupakan
salah satu komponen yang utama, kehadiran mayat seperti dikemukakan Teeuw
dalam Sukapiring (1987:136-137) itu tidak penting, kehadiran mayat