• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL

THE TOKYO

ZODIAC MURDERS

KARYA SOJI SHIMADA

SOJI SHIMADA NO SAKUHIN NO ‘THE TOKYO ZODIAC

MURDERS’ NO SHOUSETSU NI OKERU TANTEI NO YOUSO

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panita Ujian Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu

Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh : LISKA RAHAYU

NIM: 100708066

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL

THE TOKYO

ZODIAC MURDERS

KARYA SOJI SHIMADA

SOJI SHIMADA

NO SAKUHIN NO ‘THE TOKYO ZODIAC

MURDERS’ NO SHOUSETSU NI OKERU TANTEI NO YOUSO

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panita Ujian Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu

Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh : LISKA RAHAYU

NIM: 100708066

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum Drs. Nandi S_______ NIP. 19600919 1988 03 1 00 1 NIP. 19600822 1988 031002

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Disetujui Oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

Medan, Mei 2015

Departemen Sastra Jepang

Ketua,

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik. Dan tak lupa pula shalawat beriring salam kepada junjungan Nabi

besar Muhammad SAW, yang telah memberikan suri tauladan kepada seluruh

umat manusia.

Penulisan skripsi yang berjudul “Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The

Tokyo Zodiac Murders” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan untuk meraih

gelar Sarjana pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan penyelesaian studi dan skripsi ini, penulis banyak

menerima bantuan dan bimbingan moril maupun materil dari berbagai pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra

Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus

pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam

(5)

3. Bapak Drs. Nandi. S selaku pembimbing II dalam penulisan skripsi saya

yang telah teliti untuk membaca dan mengoreksi penulisan skripsi ini

untuk menjadi lebih sempurna, sekaligus sebagai dosen pembimbing

akademik selama penulis menjalani aktifitas perkuliahan.

4. Semua Bapak/Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran bahasa dan sastra

Jepang selama masa perkuliahan. Dan juga kepada Bang Joko selaku Staf

administrasi Departemen Sastra Jepang yang telah membantu

menyelesaikan berbagai surat-menyurat untuk berkas-berkas penulis.

5. Rasa terima kasih yang sangat mendalam penulis sampaikan kepada

orangtua penulis yang selalu memberikan dukungan dan selalu mendoakan

keberhasilan anak-anaknya, yaitu Ayahanda Muhammad Yusuf dan

Ibunda Nur Azizah. Serta abang, kakak dan adik penulis, Yusrizal,

Nurjannah dan Fara Dila yang turut memberikan dorongan semangat dan

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Untuk sahabat terbaik yang selalu memberikan semangat dan tempat

mengukir mimpi bersama sejak masa SMA, Ade Syahputra, S.S dan Siti

Hajar.

7. Untuk sahabat-sahabat terbaik yang selalu menjadi sandaran ketika penulis

mengalami kendala, sahabat-sahabat yang selama 4 tahun selalu menjadi

tempat penulis mencurahkan keluh kesahnya dan selalu memberikan

semangat untuk mengukir mimpi bersama-sama, Echa, Pedro, Dila, Elvi,

(6)

8. Untuk teman-teman AOTAKE stambuk 2010, Rauf, Baim, Barry, Rina,

Bundo, Ola, Nurul, April, Puti, Onesi, Dian, Chusam, Reni, Linda, Ila,

Martha, Lina, dan teman stambuk 2012 Resti. Serta teman-teman stambuk

2010 A dan B yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis kembalikan segala persoalan serta

berserah diri dan selalu meminta petunjuk agar senantiasa dalam lindungan-Nya

dan penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar dapat memperbaiki kesalahan pada masa mendatang. Akhir kata,

penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, bagi dunia pendidikan

dan bagi masyarakat luas pada umumnya dan khususnya bagi Mahasiswa Sastra

Jepang.

Medan, Mei 2015

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 8

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 9

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 17

1.6 Metode Penelitian ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEPROMAN DETEKTIF, UNSUR-UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Defenisi Novel ... 19

2.1.1 Unsur Intrinsik ... 21

2.1.2 Unsur Ekstrinsik ... 28

2.2 Setting Novel The Tokyo Zodiac Murders ... 28

2.3 Konsep Roman Detektif dan Unsur-Unsur Detektif ... 32

2.4 Unsur-Unsur Detektif ... 34

(8)

2.4.2 Unsur Misteri ... 36

2.4.3 Unsur Detektif ... 38

2.4.4Unsur Pemecahan Masalah yang Tidak Terduga Pada

Akhir Cerita ... 38

2.5 Biografi Pengarang ... 39

BAB III UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL THE TOKYO

ZODIAC MURDERS KARYA SOJI SHIMADA

3.1 Sinopsis Novel ... 42

3.2Unsur-unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders 49

3.2.1 Unsur Kejahatan ... 49

3.2.2 Unsur Misteri ... 54

3.2.3 Unsur Detektif ... 61

3.2.4 Unsur Pemecahan Masalah yang Tidak Terduga pada

Akhir Cerita ... 67

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 72

4.2 Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

(9)

UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL THE TOKYO ZODIAC

MURDERS KARYA SOJI SHIMADA

ABSTRAK

Novel adalah salah satu dari karya sastra yang menceritakan kehidupan

tokoh-tokohnya, tetapi novel tidak lebih luas dibandingkan dengan roman. Roman

menceritakan banyak tokoh, sedangkan novel hanya terfokus pada kehidupan dan

cerita satu tokoh. Salah satu novel Jepang yang populer adalah The Tokyo Zodiac

Murders karya Soji Shimada. Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini,

menceritakan tentang pembunuhan yang terjadi pada satu keluarga yang terjadi

sekitar 40 tahun silam. Kasus pembunuhan tersebut kemudian menjadi sebuah

misteri yang tidak terpecahkan karena keganjilan yang ditemukan dalam

kasus-kasus tersebut. Kasus pembunuhan pertama terjadi pada Heikichi Umezawa,

seorang seniman gila yang terobsesi untuk membuat wanita cantik dan sempurna

seperi di dalam mimpinya. Dia kemudian menuliskan sebuah catatan mengenai

rincian pembunuhan yang akan dia lakukan menurut ilmu astrologi yang

dipahaminya. Menurutnya, ia akan membuat Azoth dengan berdasarkan

zodiak-zodiak yang menaungi para korbannya, yang adalah anak-anak dan keponakannya

sendiri. Namun kemudian, Heikichi ditemukan tewas tertanggal tiga hari setelah

penulisan surat itu. Dia ditemukan di studionya dengan kepala terhantam benda

(10)

Berdasarkan cerita di atas, novel yang berjudul The Tokyo Zodiac Murders

ini mengandung unsur-unsur detektif, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri, unsur

detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita. Unsur

kejahatan di dalam novel ini dapat dilihat dari adanya pembunuhan di dalam novel

tersebut. Adanya unsur misteri ditunjukkan oleh adanya hal-hal yang

menimbulkan pertanyaan dalam cerita novel ini. Detektif yang memecahkan

misteri adalah unsur detektif di dalam novel ini dan yang terakhir adalah unsur

pemecahan masalah yang tidak terduga. Di dalam novel ini, pembaca dibuat

terperangah karena adanya pemecahan masalah yang tidak terduga mengenai

pelaku yang sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan tersebut.

Dalam novel ini hal yang dibahas mengenai keempat unsur detektif

tersebut. Unsur pertama yang dibahas dalam pembahasan ini adalah unsur

kejahatan, adapun unsur kejahatan yang terdapat dalam novel ini adalah tindak

pembunuhan. Unsur kedua adalah unsur misteri. Unsur misteri yang dibahas di

dalam pembahasan ini adalah hal-hal yang menimbulkan pertanyaan sehingga

memicu adanya pencarian jawaban. Banyak misteri di dalam novel ini, di

antaranya mengenai kasus pembunuhan di ruangan terkunci dan kasus

pembunuhan Azoth yang terdiri dari pembunuhan keenam gadis Umezawa.

Setelah dibunuh, gadis-gadis itu dikuburkan dengan kedalaman yang

berbeda-beda hingga menimbulkan pertanyaan pada pembaca. Unsur selanjutnya adalah

unsur detektif yang terdiri dari detektif itu sendiri. Dan unsur yang terakhir adalah

(11)

pembahasan ini, terungkaplah bahwa pelaku pembunuhan dalam novel ini adalah

Tokiko Umezawa yang sudah berganti nama menjadi Taeko Sudo.

Dalam kesimpulan dari pembahasan mengenai unsur-unsur detektif yang

terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, bahwa novel ini memenuhi

keempat unsur-unsur detektif yang telah dikemukakan oleh Sukapiring, yaitu

unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang

tidak terduga. Pembunuhan Heikichi Umezawa, Kazue dan kelima gadis-gadis

lainnya adalah tindak kejahatan yang telah dilakukan oleh Tokiko sebagai pelaku

kejahatan. Berbagai pertanyaan mengenai bagaimana cara Tokiko membunuh

Heikichi, Kazue dan kelima gadis lainnya menimbulkan pertanyaan sehingga

muncul adanya usaha pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Detektif Kiyoshi Mitarai adalah detektif yang memecahkan kasus pembunuhan

dan misteri di dalam novel ini. Dalam novel ini juga dijelaskan mengenai

prosesnya dalam memecahkan kasus tersebut. Dan yang terakhir adalah

pemecahan masalah yang tidak terduga yang membahas adanya dugaan yang

salah yang disengaja. Pengarang sejak awal membuat pembaca percaya bahwa

Tokiko sudah tewas bersama gadis lainnya, namun tidak ada yang menyangka,

bahwa Tokiko-lah pelaku sebenarnya dalam novel ini.

Kemudian berdasarkan kesimpulan, menurut penulis novel The Tokyo

Zodiac Murders ini lebih dominan unsur kejahatannya, karena novel ini

menceritakan tentang pembunuhan berantai yang terjadi di Tokyo 40 tahun silam.

Pembunuhan-pembunuhan tersebut bahkan termasuk kasus mutilasi, di mana

(12)

menyamarkan pembunuhan yang sebenarnya ada lima mayat, menjadi enam

mayat. Sehingga pelaku sebenarnya yang adalah Tokiko, disimpulkan ikut mati

bersama keenam gadis tersebut, namun ternyata itu adalah taktik Tokiko agar

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sastra ialah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan.

Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata

yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan

kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya baik dan diwujudkan

dengan bahasa yang indah. Rene Wellek dan Austin Warren (1983:3) menuliskan

bahwa, sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang seni. Sastra adalah

segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Sastra adalah karya imajinatif. Karya

sastra juga merupakan suatu wadah untuk mengungkapkan gagasan, ide dan

pikiran dengan gambaran-gambaran pengalaman. Sastra menyuguhkan

pengalaman batin yang dialami pengarang kepada penikmat karya sastra

(masyarakat).

Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Karena itu, untuk

dapat memahaminya, karya sastra harus dianalisis. Dalam analisis itu, karya

sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna

keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. Hal ini sesuai dengan yang

dikatakan oleh Pradopo dalam Putra (2009:9), bahwa karya sastra itu adalah

(14)

Di samping itu, sebuah struktur sebagai kesatuan yang utuh dapat

dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan

saling berhubungan di antaranya dengan keseluruhannya. Unsur-unsur atau

bagian-bagian lainnya dengan keseluruhannya. Hal ini juga sesuai dengan yang

dikatakan oleh Pradopo dalam Putra (2009:9), bahwa karya sastra itu merupakan

struktur (sistem) tanda-tanda yang bermakna dan tanda-tanda tersebut mempunyai

makna sesuai dengan konvensi ketandaan.

Sastra memiliki banyak jenis, ada puisi, prosa, cerpen, drama dan novel.

Setiap jenis itu merupakan sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri.

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra

ini paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat.

Kata novel mulai dikenal pada zaman renaisans (abad ke 14 hingga abad ke 17).

Saat itu, tahun 1353 penulis Italia, Giovanni Boccaccio menggunakan istilah

novella untuk karya prosa pendeknya. Ketika karyanya diterjemahkan, istilah

novel masuk ke dalam bahasa Inggris. Sekarang kata novella dalam bahasa

Inggris digunakan untuk menyebut novel pendek. Kata novel dalam bahasa

Indonesia diserap dari bahasa Inggris. Di Perancis kata roman lebih banyak

digunakan dibanding kata novel. Jadi istilah novel dan roman sebenarnya

memiliki pengertian yang sama (Maya Novaria, 2004:2)

Di Jepang novel dikenal dengan sebutan shousetsu (小 ). Banyak novel

terkenal yang telah dihasilkan oleh sastrawan-sastrawan Jepang. Sastrawan

Jepang dapat digolongkan dalam 2 bagian yaitu sastrawan klasik dan sastrawan

(15)

Jepang dalam setiap karyanya. Sedangkan sastrawan kontemporer selalu

mengadaptasi budaya Amerika atau Eropa dalam setiap karyanya. Salah satu

sastrawan kontemporer Jepang yang terkenal adalah Soji Shimada.

Novel karangan Soji Shimada yang populer adalah The Tokyo Zodiac

Murders. Novel detektif ini bercerita mengenai pembunuhan 6 orang wanita yang

merupakan sanak saudara dari sang pembunuh. Dijelaskan bahwa sang pembunuh

berprofesi sebagai seniman bernama Heikichi Umezawa, seniman gila yang

terobsesi pada astrologi dan hal-hal yang berbau ilmu hitam. Dia berobsesi untuk

membuat Azoth, sosok perempuan cantik yang memiliki senyum malaikat dari

potongan-potongan tubuh keenam perempuan yang adalah keluarganya sendiri.

Dan proses dari rencana pembuatan Azoth itu dia tuangkan dalam catatannya

secara terperinci. Yang membuat novel ini menarik adalah cara pengarang

membuat alur ceritanya yang menjadi tak terduga dan membuat pembaca

penasaran akan jalan ceritanya. Hal itu ditunjukkannya dalam alur cerita di mana

si pembunuh yang adalah Heikichi Umezawa, meninggal dibunuh dalam ruang

tertutup. Tapi beberapa hari setelah kematiannya, skenario pembunuhan Azoth

benar-benar terlaksana dengan sangat rapi dan persis dengan apa yang telah

dicatatkan pada buku catatannya. Misteri terus berlanjut dan tak terungkapkan

sampai 40 tahun lebih lamanya. Hingga kasus ini jatuh ke tangan seorang detektif

eksentrik bernama Kiyoshi Mitarai bersama temannya Kazumi Ishioka.

Novel detektif berpusat atas penyelidikan sebuah kejahatan, biasanya

pembunuhan, oleh seorang detektif, baik profesional ataupun amatir. Fiksi detektif

(16)

novel detektif biasanya menceritakan tentang kasus-kasus kejahatan yang harus

diungkapkan oleh seorang yang lebih pintar dari semua tokoh yang ada di dalam

novel tersebut, dialah detektif. Detektif adalah seseorang yang melakukan

penyelidikan terhadap suatu kejahatan, baik sebagai detektif polisi maupun

sebagai detektif swasta. Detektif swasta biasanya bekerja secara komersial dan

memerlukan lisensi. Secara formal, terutama dalam kisah-kisah fiksi, detektif

sering digambarkan sebagai seorang tanpa lisensi yang mengusut suatu tindakan

kriminal. Contoh detektif fiksi terkenal antara lain adalah Sherlock Holmes

(karangan Sir Arthur Conan Doyle) dan Hercule Poirot (karangan Agatha Cristie).

(http://id.wikipedia.org/wiki/Detektif)

Kejahatan dalam novel ini merupakan aksi serangkaian pembunuhan

mutilasi yang dilakukan oleh si pelaku berdasarkan catatan dari Heikichi

Umezawa. Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakukan yang

bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak

ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak

untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk

nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tertentu.

(http://yosie-indra.blogspot.com/2013/08/kejahatan-dan-penjahat.html)

Kejadian pembunuhan berantai dalam novel ini membuat geger

masyarakat Jepang saat itu dan menimbulkan ketidaktenangan dalam masyarakat.

Banyak detektif yang mencoba memecahkan kasus tersebut, namun nihil. Dan

untuk itu, detektif Kiyoshi Mitarai dan sahabatnya tertantang untuk ikut

(17)

bagaimana detektif Kiyoshi Mitarai menguak satu persatu kasus pembunuhan

tersebut hingga akhirnya menyelesaikan kasus pembunuhan berantai tersebut.

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti

novel yang masuk nominasi Edogawa Rampo Award for Mystery Novels, salah

satu penghargaan bergengsi tentang novel misteri di Jepang. Novel ini banyak

mengandung unsur-unsur misteri, cerita detektif dan pemecahan kasus yang

diceritakan melalui cara tak terduga. Salah satunya adalah ketika pengarang

sengaja membuat surat di dalam novel sebelum menuju bab yang mengungkap

misterinya, seolah menantang para pembaca untuk ikut memecahkan kasusnya.

Pembaca tidak akan menduga-duga, karena sama sekali tidak ada bayangan

ataupun petunjuk tentang pembunuhan itu. Sampai kemudian, si detektif akhirnya

menemukan trik sang pembunuh. Rangkaian misteri yang membangun cerita, cara

kerja detektif yang membuat perasaan tegang dan menebak-nebak hingga

pemecahan kasus yang tidak terduga yang merupakan unsur-unsur detektif di

dalam novel ini, membuat penulis merasa tertarik untuk membahas novel ini

dalam skripsi dengan judul: “Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo

Zodiac Murders Karya Soji Shimada”.

1.2Perumusan Masalah

Novel The Tokyo Zodiac Murders adalah novel misteri karangan Soji

Shimada yang menceritakan tentang 3 kasus pembunuhan pada tahun 1936. Kasus

pertama menceritakan tentang pembunuhan Heikichi Umezawa, seorang seniman

(18)

potongan-potongan tubuh perempuan yang adalah anak dan keponakannya sendiri.

Melalui catatannya, ia menjelaskan akan mengambil potongan-potongan tubuh

gadis-gadis itu berdasarkan astrologi mereka masing-masing. Untuk kemudian,

dia akan menyambungkan bagian-bagian tubuh itu menjadi satu dan membuat

seorang wanita cantik bernama Azoth. Tetapi, ia dibunuh terlebih dahulu. Kasus

kedua adalah pembunuhan anak tertua Heikichi Umezawa yang adalah anak

tirinya, bernama Kazue. Ia ditemukan tewas di rumahnya dengan dugaan

perampokan dan pemerkosaan. Namun, dugaan itu hanyalah sebatas dugaan,

karena polisi tidak pernah mengetahui motif pasti kematiannya. Kasus ketiga

adalah pembunuhan keenam gadis yang adalah anak dan keponakan dari

Umezawa sendiri. Kasus pembunuhan ini anehnya dilakukan sesuai dengan

catatan Umezawa mengenai pembuatan Azoth. Kasus-kasus pembunuhan ini tidak

bisa terpecahkan selama lebih dari 40 tahun. Hingga akhirnya, suatu hari

berkas-berkas kasus ini sampai di tangan Kiyoshi Mitarai, seorang detektif eksentrik yang

baru sembuh dari depresinya. Bersama temannya, Kazumi Ishioka, Mitarai

memecahkan kasus pembunuhan yang menggemparkan Jepang yang diberi nama

Pembunuhan Zodiak Tokyo tersebut.

Soji Shimada mengungkapkan tentang penyelesaian kasus-kasus

pembunuhan di novel ini. Secara terperinci, pengarang mengungkapkan

bagaimana terjadinya kasus pembunuhan yang dilengkapi dengan gambar-gambar

yang membantu pembaca untuk ikut menganalisis dan memecahkan kasusnya.

Pengarang juga mengungkapkan bagaimana cara penyelesaian kasus tersebut

(19)

dan kejeniusan detektif Kiyoshi dalam mengurai masalah demi masalah tersebut

akhirnya mampu menuntun mereka dalam petualangan mencari sang pembunuh

jenius. Misteri-misteri dalam kasus di novel ini secara kebetulan sangat

berkesinambungan, hingga menjadikan kasus pembunuhan berantai ini menjadi

misteri yang menarik untuk dipecahkan oleh sang detektif. Dalam sebuah roman

detektif atau cerita detektif, setidak-tidaknya memiliki 4 unsur utama di dalam

ceritanya yang membangun jalan cerita, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri,

unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita.

Unsur kejahatan dalam novel ini terlihat dari adanya pembunuhan berantai

yang terjadi pada anak dan keponakan dari Heikichi Umezawa. Unsur misteri

dapat dilihat dari tak terpecahkannya kasus ini hingga 40 tahun lamanya. Unsur

detektif dari novel ini dapat digambarkan dari cara detektif Kiyoshi Mitarai yang

menyelidiki kasus dari awal hingga memecahkannya. Unsur pemecahan masalah

yang tak terduga pada akhir cerita dapat dilihat dari pemecahan yang dilakukan

oleh detektif Kiyoshi hingga terungkaplah bahwa pembunuh yang sebenarnya

adalah Tokiko yang adalah anak kandung Umezawa dari istri pertamanya.

Unsur-unsur detektif tersebut menjadikan novel The Tokyo Zodiac

Murders menarik untuk dibaca dan dibahas. Pembaca dibuat penasaran akan

ceritanya yang penuh misteri, di mana misteri-misteri tersebut membuat pembaca

mengalami perasaan tegang yang terus menerus dan menebak-nebak siapa dalang

di balik pembunuhan yang sangat rapi tersebut.

Untuk menunjukkan adanya unsur-unsur detektif dalam novel ini, penulis

(20)

terkait dan membahasnya. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji

dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, maka masalah penelitian yang

dirumuskan dalam pertanyaan adalah sebagai berikut:

1. Apa saja unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The Tokyo

Zodiac Murders?

2. Bagaimanakah unsur-unsur detektif yang diungkapkan oleh Soji

Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac Murders?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya pembatasan ruang lingkup

dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan dalam penelitian ini

tidak meluas sehingga dapat lebih terarah dan terfokus.

Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian terfokus pada analisis

unsur-unsur detektif yang terdiri dari unsur kejahatan, unsur misteri, unsur

detektif dan unsur pemecahan masalah yang tak terduga pada akhir cerita yang

terkandung dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada. Adapun

yang terdapat unsur kejahatan adalah pembunuhan, di dalam unsur misteri adalah

hal-hal yang menimbulkan pertanyaan, yang terdapat di dalam unsur detektif

adalah detektif swasta dan yang terdapat dalam unsur pemecahan masalah yang

tidak terduga pada akhir cerita adalah adanya dugaan yang salah. fokus penelitian

hanya akan terfokus kepada keempat hal tersebut. Penelitian ini juga akan

membahas mengenai konsep roman detektif dan unsur-unsur detektif yang

(21)

penulis juga akan menjelaskan mengenai defenisi novel, setting cerita novel The

Tokyo Zodiac Murders, tentang konsep roman detektif, biografi pengarang beserta

unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel ini.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan

mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan

tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.

Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk

mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui

cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Novel merupakan bentuk karya

sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar,

lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan,

novel dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu karya serius dan karya hiburan.

Pendapat demikian memang benar, tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa

tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut karya sastra serius.

Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah,

menarik dan dengan demikian juga memberikan karya, juga memberikan hiburan

pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel syarat utamanya adalah

harus menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis

(22)

para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan

santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk

menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola-pola. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedangkan

novel hiburan cuma berfungsi personal. Novel berfungsi sosial lantaran novel

yang baik ikut membina masyarakat. Sedangkan novel hiburan tidak

mempedulikan apakah cerita yang dihidangkan membina atau tidak, yang penting

adalah bahwa novel memikat dan orang-orang merasa terhibur.

(https://bocahsastra.wordpress.com/2012/05/22/pengertian-novel-dan-unsur-unsurnya/)

Novel hiburan salah satunya adalah novel detektif. Dalam novel detektif,

kebanyakan misteri yang harus dipecahkan oleh seorang detektif adalah kasus

pembunuhan yang sama sekali tidak terduga oleh pembaca. Sehingga membuat

pembaca merasa terkesima oleh kemampuan analisis tokoh detektif yang dibuat

oleh si pengarangnya. Tokoh detektif fiksi di dunia yang terkenal antara lain

adalah Sherlock Holmes (karangan Sir Arthur Conan Doyle), Hercule Poirot

(karangan Agatha Cristie) dan Shinichi Kudo (karangan Gosho Aoyama).

Detektif berasal dari kata dasar “detect” yang artinya menemukan atau

memecahkan. Jadi, ini adalah suatu pekerjaan untuk memecahkan suatu masalah.

Dan dapat pula dikatakan sebagai suatu early morning sign terhadap suatu

masalah. Orang mengira detektif adalah pekerjaan mata-mata, yang lain ada yang

mengatakan detektif tentang menangkap penjahat, selebihnya mengatakan detektif

(23)

tidak bisa dikatakan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh polisi saja. Dunia

detektif sekarang ini memiliki dimensi yang luas. Detektif dapat berarti suatu

pekerjaan profesional untuk menyelidiki, mengobservasi, menganalisa suatu

anatomi masalah yang terjadi dalam dunia sehari-hari berdasarkan bukti-bukti

atau fakta. Mereka memecahkan masalah melalui pengumpulan data atau

informasi secara akurat. (http://thinklikedetective.blogspot.com/2012/10/mengena

l-arti-detektif.html)

Di bidang kriminal, nama detektif sangat melekat sekali. Detektif memang

diidentikkan dengan suatu pekerjaan untuk mempelajari dan mengamati kebiasaan

para pelaku kejahatan sehingga di saat mereka harus mencari dan menemukan

seorang tersangka, mereka dapat melakukannya dengan berpegang kepada model

kebiasaan dan teori anatomi suatu kejahatan. Dan kebiasaan pelaku yang dapat

dipelajari diperoleh dari bukti-bukti atau jejak (evidence) yang mereka tinggalkan

di TKP (crimecene) atau tempat berlangsungnya kejahatan tersebut.

(http://thinklikedetective.blogspot.com/2012/10/mengenal-arti-detektif.html)

Defenisi kejahatan menurut R.Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal Demi

Pasal” membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni

sudut pandang secara yuridis dan sudut pandang sosiologis. Dilihat dari sudut

pandang yuridis, menurut R. Soesilo, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan

tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Dilihat dari sudut

pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang

(24)

hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. (http://www.hukumonline.c

om)

Di dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, kejahatan yang terjadi di

dalamnya dapat digolongkan sebagai kejahatan yang dilihat dari sudut sosilogis,

karena merugikan penderita yang adalah korban dan merugikan masyarakat

karena dibayang-bayangi oleh pembunuh berantai yang belum tertangkap sejak

lama.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian, perlu adanya landasan teori yang mendasari

karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan

teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendapat dari Sukapiring yang

menjelaskan mengenai unsur-unsur detektif yang dikemukakannya berdasarkan

konvensi cerita detektif atau roman detektif dari Teeuw, Sudjiman dan Faruk.

Penulis juga akan menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan semiotik

dalam menganalisis unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders

ini.

Pendekatan struktural adalah suatu metode atau cara pencarian terhadap

suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur

sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan

pula kepada hubungan antar unsurnya. Struktural merupakan keseluruhan yang

(25)

struktural itu. Pendekatan struktural sering juga dinamakan pendekatan objektif,

pendekatan formal atau pendekatan analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa

karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat

sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal yang berada di luar

dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji dan teliti adalah

aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya

penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antaraspek yang mampu

membuatnya menjadi sebuah karya sastra. Hal-hal yang bersifat ekstrinsik seperti

pengarang, pembaca, atau lingkungan sosial budaya harus dikesampingkan,

karena ia tidak punya kaitan langsung struktur karya sastra tersebut.

Pendekatan struktural mempunyai konsepsi dan kriteria sebagai berikut:

(1) Karya sastra dipandang dan diperlukan sebagai sebuah sosok yang

berdiri sendiri, yang mempunyai dunianya sendiri, mempunyai rangka

dan bentuknya sendiri.

(2) Memberi penilaian terhadap keserasian atau keharmonisan semua

komponen membentuk keseluruhan struktur. Mutu karya sastra

ditentukan oleh kemampuan penulis menjalin hubungan

antarkomponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhannya yang

bermakna dan bernilai estetik.

(3) Memberikan penilaian terhadap keberhasilan penulis menjalin

hubungan harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan isi dan bentuk

merupakan hal yang amat penting dalam menentukan mutu sebuah

(26)

(4) Walaupun memberikan perhatian istimewa terhadap jalinan hubungan

antara isi dan bentuk, namun pendekatan ini menghendaki adanya

analisis yang objektif sehingga perlu dikaji atau diteliti setiap unsur

yang terdapat dalam karya sastra tersebut.

(5) Pendekatan struktural berusaha berlaku adil terhadap karya sastra

dengan jalan hanya menganalisis karya sastra tanpa mengikutsertakan

hal-hal yang berada di luarnya.

(6) Yang dimaksudkan dengan isi dalam kajian struktural adalah persoalan,

pemikiran, falsafah, cerita, pusat pengisahan, tema. Sedangkan yang

dimaksudkan dengan bentuk adalah alur (plot), bahasa, sistem

penulisan, dan perangkatan perwajahan sebagai karya tulis.

(7) Peneliti boleh melakukan analisis komponen yang diingininya.

Pendekatan struktural ini memang berusaha untuk objektif dan analisis dan

bertujuan untuk melihat karya sastra sebagai sistem, dan nilai yang diberikan

kepada sistem itu amat tergantung kepada nilai komponen yang ikut terlibat di

dalamnya. Tak cukup hanya dengan pendekatan struktural, penelitian ini juga

akan menggunakan pendapat dari Sukapiring mengenai unsur-unsur detektif

melalui konvensi roman detektif Teeuw, Sudjiman dan Faruk untuk dijadikan

landasan teori dalam melakukan penelitian.

Pradopo dalam Putra (2009:9) menjelaskan bahwa, karya sastra

merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Menurut

Sudjiman dalam www.supartobrata.blogdspot.com konvensi adalah cara

(27)

teknik yang diterima umum. Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus

menganalisis sistem tanda itu dan menemukan konvensi-konvensi apa yang

memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda-tanda dalam karya sastra itu

mempunyai makna. Karena itu, untuk mendapatkan makna karya sastra haruslah

diketahui konvensi-konvensi yang memungkinkan diproduksinya makna. Menurut

Pradopo dalam Putra (2009:10), konvensi-konvensi sastra ini sendiri

bermacam-macam, hal tersebut sesuai dengan sifat sastra secara umum dan secara khusus

sesuai dengan jenis-jenis sastra itu sendiri. Salah satu konvensi sastra tersebut

adalah konvensi roman detektif atau konvensi cerita detektif. Di sini, tidak

dibedakan pengertian novel dan roman, karena menurut Sudjiman dalam Putra

(2009:10), roman adalah istilah lain daripada novel, yang kedua-duanya

mempunyai pengertian prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan

tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Konvensi

roman detektif atau konvensi roman cerita detektif ini sendiri merupakan konvensi

yang ada di dalam cerita rekaan seperti roman, cerpen dan novel.

Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:134) ada tiga konvensi roman

detektif. Yang pertama harus ada mayat, yang kedua harus ada detektif, yaitu

tokoh yang lebih pintar dari semua tokoh lain dalam roman ini. Orang ini

merupakan satu-satunya tokoh yang nantinya mampu memecahkan segala

teka-teki yang ada dalam roman detektif itu. Konvensi yang ketiga adalah, pemecahan

teka-taki yang tidak terduga pada akhir cerita.

Kemudian Sudjiman dalam Sukapiring (1987:134) mengatakan, konvensi

(28)

butir-butir kepintaran si penjahat. Yang kedua, kedunguan polisi. Yang ketiga,

kehebetan detektif, dan yang keempat, pengungkapan kejahatan yang

mengesankan. Di samping keempat konvensi tersebut, dalam cerita detektif, ada

hukum yang lazim berlaku. Menurut Sudjiman dalam Sukapiring (1987:135),

hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif ialah bahwa isyarat-isyarat

yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif

menemukan syarat-syarat tersebut.

Kemudian Faruk dalam Sukapiring (1987:135) mengatakan, cerita detektif

setidak-tidaknya dua komponen yang utama, yaitu pendeteksian dan unsur yang

dideteksi.

Menurut Sukapiring (1987:135), dari batasan konvensi detektif serta

konvensi roman detektif Teeuw, Panuti Sudjiman dan Faruk itu dapatlah ditarik

kesimpulan bahwa cerita detektif itu setidak-tidaknya mempunyai 4 komponen

yang utama, yaitu: unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur

pemecahan masalah yang tidak terduga. Penulis akan menguraikan secara

terperinci mengenai unsur-unsur detektif tersebut dalam bab II. Maka dengan

adanya pendapat dari Sukapiring tersebut, penulis akan melakukan analisis dalam

penelitian dengan menggunakan pendapat dari Sukapiring tersebut. Dan untuk

menemukan keempat unsur tersebut, maka diperlukan pendekatan semiotik untuk

menelitinya.

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,

konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

(29)

maka struktur karya sastra ataupun karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya

secara optimal (Pradopo Djoko, 2002:71). Dengan kerangkai teori seperti di atas,

penulis berupaya untuk menemukan unsur-unsur detektif yang akan dibahas di

skripsi ini.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The

Tokyo Zodiac Murders.

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana unsur-unsur detektif yang

diungkapkan oleh Soji Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac

Murders.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian dikatakan berhasil apabila bermanfaat bagi peneliti,

ilmu pengetahuan dan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat

memberikan manfaat:

1. Menambah bahan bacaan pembaca dan peneliti tentang unsur-unsur

detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.

2. Memperkaya referensi ilmu sastra, khususnya ilmu semiotika yang

berkenaan tentang unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac

(30)

3. Bagi pembaca dan peminat karya sastra penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan perbandingan untuk penelitian-penelitian sebelumnya

maupun penelitian berikutnya yang akan diteliti.

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian

deskriptif. Menurut Ratna (2003:53) metode deskriptif analisis dilakukan dengan

cara mendeskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya,

kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Dalam metode ini, penulis

menguraikan, memberikan pemahaman serta penjelasan dari topik yang diteliti.

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dari metode pustaka

(library research). Dalam mengumpulkan data-data yang berguna untuk

mendukung teori, penulis mengambil dari kepustakaan yang berhubungan dengan

penelitian. Sumber-sumber kepustakaan tersebut dapat bersumber dari buku,

hasil-hasil penelitian (skripsi), internet dan sumber-sumber lainnya yang

(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC

MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEP ROMAN DETEKTIF,

UNSUR-UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1 Defenisi Novel

Menurut H.B Jassin dalam Astuti (2014: 20), novel adalah suatu karangan

yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang

(tokoh cerita), luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu

pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah

konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam suatu saat, dalam satu krisis yang

menentukan. Dengan demikian, novel hanya menceritakan salah satu segi

kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya

perubahan nasib. Apakah itu segi cintanya, ketamakannya, kerakusannya,

keperkasaannya, dan lain-lain. Sudah barang tentu di dalam segi itu terdapat

beberapa peristiwa kehidupan yang dialami sang tokoh sehingga ia sampai

mengalami perubahan jalan hidup. Hal itu berbeda dengan cerpen yang hanya

menceritakan satu peristiwa kehidupan tokoh akan tetapi tidak sampai mengubah

jalan hidup atau nasibnya.

Sedangkan menurut Santoso dan Wahyunigtyas (2010:46), bahwa kata

novel bersama dari bahasa latin novellas, yang terbentuk dari kata novous yang

(32)

sastra yang datang dari karya sastra lainnya seperti puisi dan drama. Ada juga

yang mengatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia novella yang artinya

sama dengan bahasa latin. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya

sastra yang lebih pendek daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita

pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik

dari kehidupan seorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara singkat

dan yang pokok-pokok saja. Juga perwatakan pelaku-pelakunya digambarkan

secara garis besar saja, tidak sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya. Dan

kejadian yang digambarkan itu mengandung suatu konflik jiwa yang

mengakibatkan adanya perubahan nasib.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996 dalam Siswanto

(2008:1410, novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung

rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat pelaku. Masalah yang dibahas tidak sekompleks

roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang

digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian, penggarapan

unsur-unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa,

nilai tokoh dan penokohan. Dengan catatan, yang ditekankan aspek tertentu dari

unsur intrinsik tersebut.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa novel

adalah sebuah rekaan prosa panjang yang mengandung cerita kehidupan seseorang

dengan orang lain yang menonjolkan cerita istimewa yang membuat pembaca

(33)

pergolakan jiwa yang diakibatkan oleh peristiwa yang dialami oleh tokoh yang

dibuat oleh penulisnya.

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia.

Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas

pada masyarakat. Novel dapat memberikan dampak positif bagi pembacanya

karena nobel itu memberikan manfaat pendidikan dan hiburan. Selain itu

Nurgiantoro (2010:18-19), menjelaskan bahwa novel dibagi dua jenis, yaitu novel

populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya

dan banyak penggemarnya. Sedangkan novel serius adalah novel yang disoroti

dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.

Selain itu, novel mampu menghadirkan perkembangan suatu karakter,

situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter,

dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam dengan lebih

mendetail. Jadi novel merupakan suatu media untuk mengungkapkan sisi

kehidupan suatu zaman secara nyata dalam bentuk yang lebih

menarik.

2.1.1 Unsur Intrinsik

Setiap novel harus memiliki unsur pembangun dalam karya sastra tersebut.

Unsur tersebut terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Menurut Padi

(2013:4), unsur intrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari

(34)

latar, dan sudut pandang penceritaan serta gaya bahasa dan lain-lain. Adapun

unsur-unsur intrinsik adalah sebagai berikut.

a. Tema

Semi dalam Reza (2012:20) mengungkapkan bahwa tema adalah ide,

gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra.

Kedudukan tema dalam novel sangat penting. Tema merupakan inti cerita yang

mengikat keseluruhan unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur lainnya adalah sebagai

pendukung tema. Dapat disimpulkan tema adalah ide cerita yang merupakan dasar

pembentuk cerita yang menjiwai seluruh bagian cerita.

Dalam hal ini, novel The Tokyo Zodiac Murders menghadirkan tema

misteri yang memunculkan detektif sebagai tokohnya. Cerita dalam novel ini

secara kesuluruhan adalah tentang pemecahan misteri pembunuhan yang

dilakukan 40 tahun silam.

b. Alur

Plot atau Alur cerita menurut Padi (2013:7) yaitu rangkaian peristiwa yang

memiliki hubungan sebab-akibat, sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat

dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian :

a. Awal yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.

b. Tikaian yaitu terjadi konflik diantara tokoh-tokoh pelaku.

c. Gawatan atau rumitan yaitu konflik-konflik tokoh semakin seru.

(35)

e. Leraian yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan

plot/alur mulai terungkap.

f. Akhir yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.

Menurut Suroto dalam Astuti (2014:25), alur atau plot adalah jalan cerita

yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan

menurut hukum sebab akibat dari awal sampi akhir cerita. Dari pengertian

tersebut jelas bahwa tiap peristiwa tidak berdiri sendiri. Peristiwa yang satu akan

mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan

menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai cerita

tersebut berakhir.

Alur dibagi dua berdasarkan urutan jalan ceritanya, yaitu:

1. Alur Maju (progresif)

Yaitu alur yang peristiwanya disusun secara kronologis. Dimulai dari

perkenalan, kemudian peristiwa itu bergerak, keadaan mulai

memuncak, dan diikuti dengan klimaks dan diakhiri dengan

penyelesaian.

2. Alur Mundur (flash back progresif)

Yaitu, alur yang urutan peristiwanya dimulai dari peristiwa terakhir

kemudian kembali pertama, peristiwa kedua, dan seterusnya sampai

kembali lagi ke peristiwa terakhir tadi. Dalam susunan alur yang

demikian biasanya pengarang menceritakan masa lampau tokoh utama

yang mengakibatkan sang tokoh terlibat dalam peristiwa yang

(36)

Novel The Tokyo Zodiac Murders ini termasuk pada alur maju. Alur dari

novel ini dimulai ketika detektif Kiyoshi Mitarai menerima dokumen kasus

pembunuhan yang diberi nama Pembunuhan Zodiak Tokyo yang diberikan oleh

rekannya yaitu Kazumi Ishioka. Setelahnya, detektif Kiyoshi Mitarai melakukan

perjalanan singkat untuk memecahkan misteri pembunuhan yang tidak

terpecahkan itu. Selama memecahkan misteri itu, ia mencoba menjabarkan

kejadian-kejadian yang terjadi 40 tahun sebelumnya itu dengan analisisnya.

c. Penokohan

Menurut Abraham dalam Astuti (2014:23), tokoh cerita atau penokohan

adalah orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau

drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan

tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan.

Dengan adanya tokoh, cerita yang ditampilkan akan terasa hidup untuk

dibaca. Di dalam karya sastra fiksi tokoh biasanya dibedakan menjadi beberapa

jenis sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita. Tokoh dibedakan menjadi tokoh

utama dan tokoh tambahan.

Menurut Sayuti dalam Arista (2013:20), tokoh utama adalah tokoh paling

terlibat dalam makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan tokoh yang

lain dan paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Sedangkan tokoh

(37)

Tokoh utaam dalam novel The Tokyo Zodiac Murders adalah detektif

Kiyoshi Mitarai. Pada awal cerita, diceritakan bahwa detektif Kiyoshi baru

sembuh dari depresi yang dideritanya, hingga dia tidak mau begitu saja menerima

kasus yang diberikan oleh Kazumi padanya. Tapi kemudian, detektif Kiyoshi

menggunakan kemampuan deduksinya untuk memecahkan kasus tersebut atas

dorongan dari Kazumi.

Tokoh-tokoh tambahan digambarkan sebagai teman-temannya, seperti

Kazumi Ishioka dan Emoto. Beberapa orang yang secara tidak langsung terlibat

dalam kasus pembunuhan itu, yaitu Fumihiko Takegoshi, yaitu putra dari Bunjiro

yang adalah polisi yang dijebak oleh pelaku pembunuhan pada tahun 1936,

Tokiko. Hachiro Umeda, yaitu penjaga taman bertema yang dicari oleh Kazumi

dan Kiyoshi. Umeda sempat dicurigai oleh Kazumi sebagai pelaku karena nama

belakangnya yang mirip dengan tersangka pembunuhan, yaitu Umezawa. Misako

Iida, putri dari Bunjiro. Mr. Iida, polisi yang adalah suami dari Misako Iida. Mrs.

Kato, putri dari Tamio Yasukawa, si pengarajin maneken dan juga ada Shusai

Yoshida, peramal nasib dan pembuat boneka.

d. Setting

Menurut Suroto dalam Astuti (2014:25) yang dimaksud dengan setting

atau latar belakang adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta susunan

terjadinya peristiwa. Sudah tentu latar yang dikemukan, yang berhubungan

(38)

Latar berfungsi sebagai pendukung alur atau penokohan. Gambaran situasi

yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan.

Untuk dapat melukiskan latar yang tepat, pengarang harus mempunyai

pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang akan

digambarkannya. Hal itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung, buku atau

informasi dari orang lain.

e. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang dalam

menyampaikan cerita. Gaya bahasa adalah cara mengucapkan bahasa dalam prosa,

atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan

dikemukakannya. Menurut Nurgiyantoro dalam Reza (2012:22), mengungkapkan

bahwa pada hakikatnya gaya merupakan teknik di mana teknik yang dimaksud

adalah pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang

akan diungkapkan.

f. Sudut Pandang

Menurut Abrams dalam Astuti (2014:26) sudut pandang (point of view)

merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan oleh pengarang sebagai

sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang

membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.

Menurut Abrams dalam Astuti (2014:27) sudut pandang dibagi menjadi 3

(39)

1. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama.

Sudut pandang ini mengisahkan apa yang terjadi dengan diri pengarang dan

mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.

2. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan. Dengan sudut

pandang ini, pengarang lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di

dalam cerita. Pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.

3. Pengarang menggunakan sudut pandang imperasional. Dengan sudut pandang

ini, pengarang sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba

mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu

mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.

Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini, pengarang menggunakan

sudut pandang tokoh bawahan. Soji Shimada menceritakan tokoh-pertokohan

dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam novel ini.

g. Amanat

Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca.

Amanat biasanya merupakan pengalaman hidup pengarang tentang nilai-nilai

kebenaran yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny dalam Arum

(2012:19), amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang

berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis kemudian dapat

diambil melalui cerita oleh pembaca.

Dalam novel ini, pengarang tidak serta-merta menyampaikan amanat yang

(40)

dialog-dialog yang diucapkan oleh tokoh-tokohnya, seperti detektif Kiyoshi

Mitarai.

2.1.2 Unsur Ekstrinsik

Menurut Padi (2013:9), unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar

karya sastra itu sendiri yang menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.

Unsur tersebut meliput latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup

pengarang, adat istiadat yang berlaku, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi

dan pengetahuan agama. Unsur ekstrinsik untuk tiap karya sastra sama, unsur ini

mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar

belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Selain unsur-unsur yang

datangnya dari luar diri pengarang, hal yang sudah ada dan melekat pada

kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu

karya sastra.

2.2 Setting Novel The Tokyo Zodiac Murders

Menurut Ikram dalam Simbolon (2011:14), setting adalah tempat secara

umum dan waktu atau masa terjadi. Menurut Abrams dalam Simbolon (2011:14),

latar belakang atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran

pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

(41)

Setting merupakan bagian intrinsik dalam novel. Setting menunjukkan

tempat, waktu dan menjelaskan suasana terjadinya suatu kejadian dalam sebuah

cerita novel. Dengan adanya setting, para pembaca juga bisa dengan mudah

menghayati dan membayangkan suasana saat kejadian dalam cerita novel tersebut

terjadi.

Menurut Nurgiyantoro (1995:227), unsur latar atau setting dibedakan ke

dalam tiga unsur pokok, yaitu, tempat, waktu dan sosial. Meskipun ketiga unsur

itu masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat

dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling

mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

1. Latar Tempat

Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi.

Unsur-unsur tempat yang dipergunakan bisa berupa dengan nama-nama

tertentu, inisial tertentu atau mungkin juga dengan suatu penggambaran

lokasi tertentu tanpa menyebutkan namanya. Dalam novel The Tokyo

Zodiac Murders, lokasi tempat cerita berada di dua tempat, yaitu di

Tokyo dan di Kyoto. Untuk tempat-tempat lainnya, tidak diceritakan

secara jelas.

2. Latar Waktu

Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam plot secara

historis. Melalui pemberian waktu secara jelas, akan tergambar tujuan

fiksi tersebut secara jelas pula. Dengan adanya latar waktu akan

(42)

sehingga akan mudah untuk memahami cerita. Latar waktu dalam

Menurut Nurgiyantoro (1995:233), latar sosial mencakup terhadap

hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di

suatu tempat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Termasuk di

dalamnya ada unsur adat istiadat, keyakinan, perilaku, budaya,

pandangan hidup dan cara berpikir serta bersikap. Latar sosial

diketahui sangat penting secara baik dan benar, karena hal ini berkaitan

erat dengan bahasa, nama dan status tokoh di dalam sebuah cerita.

Novel ini menceritakan tentang pekerjaan detektif yang memecahkan

kasus pembunuhan yang tak terpecahkan lebih dari 40 tahun. Di

Jepang, pekerjaan sebagai detektif disebut sebagai Keiji, yaitu polisi

yang bertugas sebagai penyidik.

(http://www.denpasar.id.emb-japan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2014/konnichiwa14_027.html).

Polisi-polisi ini bekerja untuk pemerintah karena polisi ini adalah

bagian dari polisi Jepang yang dinamakan National Police Agency

(Keisatsu Chou) yang disingkat NPA, yaitu lembaga yang dikelola

(43)

kabinet Jepang dan merupakan badan koordinasi pusat dari sistem

Jepang.

Dihimpun dari majalah Animonster, selain polisi, di Jepang juga ada

detektif swasta. Mereka bergerak dalam bisnis mengumpulkan

informasi tentang perilaku atau keberadaan orang tertentu dengan

menghubungkan berbagai petunjuk kecil untuk memecahkan misteri

atau mengungkapkan fakta-fakta tentang masalah hukum, keuangan

atau pribadi dan melaporkan hasilnya kepada kliennya. Sebagian besar

kasus yang mereka tangani adalah masalah rumah tangga,

perselingkuhan pasangan atau penguntitan yang 90% kliennya adalah

wanita. Detektif swasta juga menawarkan berbagai layanan termasuk

perlindungan perusahaan, selebriti dan lain-lain. Mereka juga

menyediakan bantuan dalam kasus tuntutan pidana dan perdata, klaim

asuransi, penipuan, hak asuh anak, kasus perlindungan dan kasus orang

hilang.

Selain kasus-kasus tersebut, di Jepang juga terdapat kantor detektif

swasta untuk membantu para kliennya mencari cinta pertama mereka

yang pernah menghabiskan waktu bersama tapi belum pernah

terdengar lagi sejak berpisah. Bahkan di Jepang juga ada sekolah

detektif, yang hampir setengah muridnya adalah wanita, yang

kebanyakan dari mereka telah menikah dan sangat curiga terhadap

suami mereka. Beberapa wanita tersebut mengatakan bahwa mereka

(44)

suami mereka. Di Jepang terdapat ribuan agensi detektif yang

mempekerjakan puluhan ribu detektif yang juga bekerja untuk

perusahaan asuransi terhadap klaim yang dicurigai penipuan, lalu pada

berbagai perusahaan yang memeriksa calon karyawannya dan pada

para pengacara yang membutuhkan informasi.

(https://id-id.facebook.com/SSJofficialpage/posts/425659154176899)

2.3 Konsep Roman Detektif dan Unsur-Unsur Detektif

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Sukapiring (1987:132),

kata detektif berarti polisi rahasia. Dalam Kamus Inggris Indonesia, kata detektif

berasal dari kata bahasa Inggris detective yang berarti: detektif, reserse, mata-mata

polisi. Kata reserse di Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Sukapiring

(1987:132) berarti polisi rahasia. Selain kata detective dalam bahasa Inggris juga

dikenal kata detect yang berarti: menemukan, mencium, mendapatkan, merasakan.

Secara terperinci, Webster‟s New International Dictionary dalam Sukapiring

(1987:132) mengatakan detect (verb) berarti: (1) menemukan, membuka kedok,

membongkar: membuat jelas, membuat nyata: menyatakan, menampakkan,

membuka, mengungkapkan; (2) memberitahu kepada, menyatakan kepada;

menuduh, menyalahkan; membuka, menyingkapkan terhadap cahaya,

membongkar; (3) menemukan/ mengetahui rahasia; (4) menemukan eksistensi,

kehadiran atau kenyataan dari sesuatu (sesuatu yang tersembunyi atau tak jelas).

Misalnya menemukan bau, kejahatan. Kata detective berarti seseorang yang

(45)

hukum atau membuntuti tersangka. Cerita detektif diartikan cerita yang

mengisahkan pencarian atau pelacakan kejahatan.

Menurut Poerwadarminta dalam Sukapiring (1987:133) yang dimaksud

roman detektif ialah cerita roman yang menceritakan perbuatan-perbuatan detektif.

Eksiklopedi Indonesia II dalam Sukapiring (1987:133) menjelaskan, yang

dimaksud dengan roman detektif ialah, cerita roman yang menokohkan agen

polisi yang trampil menyingkap rahasia, pembunuhan dan liku-liku kejahatan.

Menurut Jakob Sumardjo dalam Sukapiring (1987:133) yang dimaksud

dengan dengan novel detektif ialah cerita novel yang dimulai dengan pembunuhan,

kemudian sang detektif mencari bukti-bukti, melacak si pembunuh, dan akhirnya

ditutup dengan ditemukannya si pembunuh yang tak disangka-sangka pembaca.

Selain itu di dalam Kamus Istilah Sastra yang terdapat di dalam

Sukapiring (1987:133), yang dimaksud dengan cerita detektif (detective story)

adalah kisahan yang mengungkapkan sebuah misteri melalui kumpulan tafsiran

isyarat-isyarat. Dari uraian tersebut di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa

yang dimaksud dengan roman detektif ialah cerita yang mengisahkan

perbuatan-perbuatan detektif yang trampil menyingkap misteri pembunuhan dan liku-liku

kejahatan melalui kumpulan tafsiran.

Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:134) ada tiga konvensi roman

detektif. Yang pertama harus ada mayat, yang kedua harus ada detektif, yaitu

tokoh yang lebih pintar dari semua tokoh lain dalam roman ini. Orang ini

(46)

teka-teki yang ada dalam roman detektif itu. Konvensi yang ketiga adalah, pemecahan

teka-taki yang tidak terduga pada akhir cerita.

Kemudian Sudjiman dalam Sukapiring (1987:134) mengatakan, konvensi

cerita detektif ada empat. Yang pertama di dalam cerita detektif terdapat

butir-butir kepintaran si penjahat. Yang kedua, kedunguan polisi. Yang ketiga,

kehebetan detektif, dan yang keempat, pengungkapan kejahatan yang

mengesankan. Di samping keempat konvensi tersebut, dalam cerita detektif, ada

hukum yang lazim berlaku. Menurut Sudjiman dalam Sukapiring (1987:135),

hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif ialah bahwa isyarat-isyarat

yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif

menemukan syarat-syarat tersebut.

Kemudian Faruk dalam Sukapiring (1987:135) mengatakan, cerita detektif

setidak-tidaknya dua komponen yang utama, yaitu pendeteksian dan unsur yang

dideteksi.

Menurut Sukapiring (1987:135), dari batasan konvensi detektif serta

konvensi roman detektif Teeuw, Panuti Sudjiman dan Faruk itu dapatlah ditarik

kesimpulan bahwa cerita detektif itu setidak-tidaknya mempunyai 4 komponen

yang utama, yaitu: unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur

pemecahan masalah yang tidak terduga.

2.4 Unsur-Unsur Detektif

Setelah dikonvensikan, Sukapiring (1987:135) mengatakan bahwa dalam

(47)

utama di dalam ceritanya yang membangun cerita detektif tersebut, yaitu unsur

kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak

terduga pada akhir cerita.

2.4.1 Unsur Kejahatan

Dalam www.supartobrata.com dikatakan bahwa, salah satu kekhasan dari

novel detektif adalah hadirnya sebuah tragedi kematian yang dilanjutkan dengan

penemuan-penemuan untuk menyelesaikan masalah, siapa detektifnya, siapa yang

melakukan pembunuhan dan apa motifnya sehingga terjadi kasus pembunuhan

tersebut.

Kejahatan merupakan salah satu komponen yang utama roman detektif.

Itulah sebabnya Teeuw (1983:20, 1984:101-102) menyebutkan konvensi roman

detektif yang pertama harus ada mayat. Mayat itu ada karena tindak kejahatan.

Menurut Kartini Kartono (1981:147-148) secara yuridis formal, kejahatan adalah

bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral),

merugikan masyarakat, asosiasi sifatnya dan melanggar hukum serta

undang-undang pidana. Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan,

perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis

sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang

keselamatan warga masyarakat (baik yang tercakup dalam undang-undang,

maupun yang belum tercantum dalam undang-undang pidana). (Sukapiring, 1987:

(48)

Kemudian Kartini Kartono dalam Sukapiring (1987:136) menyebutkan

bahwa, yang dapat dimasukkan dalam perbuatan kejahatan ialah: 1. Pembunuhan,

penyembelihan, pencekikan sampai mati, pengracunan sampai mati; 2.

Perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan; 3. Pelanggaran seks dan

pemerkosaan; 4. Maling, mencuri; 5. Pengancaman, intimidasi, pemerasan; 6.

Pemalsuan, penggelapan; 7. Korupsi, penyogokan, penyuapan; 8. Pelanggaran

ekonomi; 9. Penggunaan senjata api dan perdagangan senjata-senjata api; 10.

Pelanggaran sumpah; 11. Bigami (kawin rangkap pada satu saat); 12.

Kejahatan-kejahatan politik; 13. Penculikan; 14. Perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.

Jadi kejahatan itu bisa jadi berupa pembunuhan dan dapat berupa

perbuatan yang bukan pembunuhan, yaitu perbuatan yang melanggar hukum.

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

kejahatan ialah hal-hal yang berhubungan dengan tindakan yang dapat merugikan

masyarakat luas. Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini peneliti akan

mengungkapkan kejahatan-kejahatan para pelaku dalam novel tersebut yang

berupa pembunuhan.

2.4.2 Unsur Misteri

Misteri merupakan salah satu komponen utama roman detektif, merupakan

komponen yang dideteksi, yang harus dipecahkan. Karena misteri merupakan

salah satu komponen yang utama, kehadiran mayat seperti dikemukakan Teeuw

dalam Sukapiring (1987:136-137) itu tidak penting, kehadiran mayat

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip komunikasi Qaulan Maysura (perkataan yang mudah dan pantas) dalam Alquran yang ditinjau dari unsur-unsur komunikasi, ditemukan satu kali dalam Alquran

Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengubah strategi memahami unsur intrinsik dalam pembelajaran membaca novel dengan menggunakan media film sebagai salah

Berdasarkan hasil analisis, telah dibuktikan bahwa novel Статский Советник /Statskij Sovetnik/ Penasihat Negara karya Boris Akunin termasuk ke dalam jenis

Jasa Detektif Perselingkuhan yang biasa dikenal sebagai JDP adalah anak perusahaan pertama dari Eye Detective yang memfokuskan diri dalam seluruh investigasi seputar

Prinsip komunikasi Qaulan Maysura (perkataan yang mudah dan pantas) dalam Alquran yang ditinjau dari unsur-unsur komunikasi, ditemukan satu kali dalam Alquran

Dengan menganalisis interaksi sosial tokoh dalam novel yang kemudian. dihubungkan dengan pendekatan semiotik yang digunakan untuk

Latar sosial-budaya menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi..

Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan