• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BAYI PADA KELUARGA MISKIN DAN TIDAK MISKIN

DI KABUPATEN ACEH UTARA

T E S I S

Oleh

YUSNIDARYANI 057023021/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BAYI PADA KELUARGA MISKIN DAN TIDAK MISKIN

DI KABUPATEN ACEH UTARA

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUSNIDARYANI 057023021/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BAYI PADA KELUARGA MISKIN DAN TIDAK MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA

Nama Mahasiswa : Yusnidaryani Nomor Pokok : 057023021

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Dr.Ir.Evawani Y. Aritonang, MSi) (Drs.Tukiman,MKM) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 23 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Ir.Evawani Y. Aritonang, MSi

Anggota : 1. Drs.Tukiman, MKM

2. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BAYI PADA KELUARGA MISKIN DAN TIDAK MISKIN

DI KABUPATEN ACEH UTARA

T E S I S

Terhadap ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2009

(6)

ABSTRAK

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan. Prevalensi gizi kurang di Indonesia lebih dari 5 juta balita. Kabupaten Aceh Utara persentase balita gizi kurang adalah 33,5% dan gizi buruk 10,9%.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh pola asuh (asuh diri, asuh makan dan asuh kesehatan) terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara. Jenis penelitian observasional dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 100 orang pada masing-masing keluarga miskin dan tidak miskin, sampel diambil secara simple random. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda =0.05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asuh diri, asuh makan dan asuh kesehatan pada keluarga tidak miskin jauh lebih baik dibandingkan pada keluarga miskin. Status gizi bayi pada keluarga tidak miskin lebih baik dibandingkan pada keluarga miskin. Pola asuh meliputi variabel asuh diri, asuh makan dan asuh kesehatan pada keluarga miskin dan tidak miskin berpengaruh signifikan terhadap status gizi bayi.dan asuh kesehatan pada keluarga miskin dan tidak miskin memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap status gizi bayi.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara untuk membuat kebijakan tentang pendistribusian makanan tambahan untuk penanggulangan kasus gizi kurang khususnya pada masyarakat keluarga miskin. Kepala puskesmas perlu meningkatkan pemberdayaan bidan desa dengan fasilitas yang sudah ada dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu-ibu yang mempunyai bayi dan memberi pengarahan tentang pentingnya kegiatan asuh kesehatan yang baik, sebagai upaya meningkatkan status kesehatan dan gizi bayi. Petugas Gizi Puskesmas perlu meningkatkan penyuluhan pada saat hari buka posyandu maupun penyuluhan saat kunjungan rumah tentang asuh diri dan asuh makan untuk meningkatkan status gizi bayi, khususnya kepada orangtua yang bayinya baru kunjungan pertama ke posyandu

Kata kunci : Pola Asuh, Status Gizi, Bayi

(7)

ABSTRACT

Nutrient is one of the factors determining the quality of human resources. Lack of nutrient will result in the failure of physical growth and development of intelligence. The prevalence of malnutrition in Indonesia is found in more than 5 (five) million children under five years old. In Aceh Utara District, the percentage of children under five years old with malnutrition is 33.5% and those with poor nutrition is 10.9%.

The purpose of this observational study with cross-sectional design is to analyze the influence of nursing pattern (of meal, self, and health) on the status of the babies belong to poor and non-poor families in Aceh Utara District. The samples for this study are 100 babies who were selected from the poor and non-poor families respectively through the simple random sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression test at a = 0.05.

The result of this study shows that the self, meal, and health nursing patterns in the non-poor family is much better than those in the poor family. The nutrient status of the babies in the non-poor family is better than that in the poor family. The nursing pattern (concerning baby's meal, self, and health) applied in both the poor and non-poor families has a significant influence on the nutrient status of the babies. The health-nursing pattern applied in both the poor family and non-poor family has the most dominant influence on the nutrient status of the babies.

It is expected that Aceh Utara District Health Service could make a policy on Supplementary Food Administration (PMT) to overcome the cases of malnutrition and poor nutrient in the poor family. The Head of Community Health Center needs to activate the existing nutrient service facilities and to assign the skilled health workers to serve and provide the mothers with babies with an extension on the activities of good health care. The nutrient specialist of Community Health Center and the cadres of the Posyandu (Integrated Service Post) need to provide extensions on the nursing pattern of self and meal that can improve the nutrient status of their babies either during the working hours of the Posyandu or when they pay a home visit.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul " Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara ".

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala ketulusan hati dan keikhlasan, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(9)

Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes dan Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji Tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai

Bapak Bupati Kabupaten Aceh Utara yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.

Para dosen dan staf di lingkungan Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Kepala Puskesmas Sawang dan Kepala Puskesmas Matang Kuli, yang telah memberikan dukungan untuk menyediakan data dan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian.

(10)

do'a serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Jalaluddin, SKM, dr. Irawati, Hamdani, SKM, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis mengikuti pendidikan serta menyelesaikan penulisan tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juni 2009

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Yusnidaryani, lahir pada tanggal 17 Desember 1965 di Teupinpunti, dengan jumlah 6 bersaudara. Tinggal di Jl. Medan – Banda Aceh Jurong Panyang No.7 Gampong Ketapang Tp.Punti Kec. Syamtalira Aron Aceh Utara.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Teupanpunti selesai tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Sp.Malieung selesai tahun 1983, Sekolah Perawat Kesehatan Pemda Lhokseumawe selesai Tahun 1986, pendidikan Bidan PBB Kesdam Banda Aceh selesai tahun 1990, Akademi Keperawatan Depkes RI Wijaya Kusuma, Jakarta selesai tahun 2000. AKTA III Universitas Negeri Jakarta selesai tahun 2000, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia Jakarta selesai tahun 2002, AKTA IV Universitas Terbuka selesai tahun 2004, D.III Kebidanan selesai tahun 2009 di Akademi Kesehatan Bukit Rata Aceh Utara.

Penulis menikah pada 25 Mei 1986 dengan Nur Ikhlas dan sampai saat ini telah dikarunai 5 orang anak yaitu 2 orang putra dan 3 orang putri.

Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Meurah Mulia dari tahun 1986 sampai 1990, Puskesmas Syamtalira Aron tahun 1990 sampai 1997, Akademi Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara tahun 2002 sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

2.2.1.Angka kecukupan gizi rata-rata yang di anjurkan (perorang perhari) ... 14

2.2.2. Penilaian Status Gizi ... 15

2.2.3 Klasifikasi Status Gizi... 15

2.2.4. Pemantauan Pertumbuhan ... 16

2.2.5. Tujuan Pemantauan Status Gizi ... 17

2.2.6. Cara Pemantauan Satus Gizi ... 17

2.3. Indikator Keluarga Miskin ... 19

2.4. Indikator Keluarga tidak Miskin ... 22

2.5. Landasan Teori ... 23

(13)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 26

3.1. Jenis Penelitian... 26

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 26

3.3. Populasi dan Sampel ... 27

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 31

3.6. Metode Pengukuran ... 33

3.7. Metode Analisis Data ... 35

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 37

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

4.2. Karakteristik Keluarga ... 39

4.3. Pola Asuh Bayi... 42

4.5.2. Hubungan Asuh Makan dengan Status Gizi ... 57

4.5.3. Hubungan Asuh Kesehatan dengan Status Gizi... 58

4.6. Analisis Multivariat (Regresi Logistik) ... 59

BAB 5 PEMBAHASAN... 62

5.1. Pengaruh Asuh Diri Terhadap Status Gizi Bayi ... 62

5.2. Pengaruh Asuh Makan Terhadap Status Gizi Bayi... 64

5.3. Pengaruh Asuh Kesehatan Terhadap Status Gizi Bayi ... 67

5.4. Keterbatasan Penelitian... 70

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 72

6.1. Kesimpulan ... 72

6.2. Saran... 73

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Angka Kecukupan Energi Dan Protein Rata-Rata yang dianjurkan

Perorang Perhari... 14 4.1. Karakteristik Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh

Utara Tahun 2009... 39 4.2 Personal Higiene pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2009 ... 43 4.3 Higiene Makanan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2009 ... 44 4.4. Higiene Lingkungan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009 ... 45 4.5. Kategori Asuh Diri pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009... 45 4.6. Asuh makan menurut umur pada keluarga miskin dan tidak miskin ... 46 4.7. Asuh Makan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2009 ... 47 4.8. Jenis dan Frekuensi Makan pada Keluarga Miskin di Kabupaten Aceh

Utara Tahun 2009... 48 4.9 Jenis dan Frekuensi Makan pada Keluarga Tidak Miskin di Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2009 ... 49 4.10. Konsumsi Energi dan Protein Bayi pada Keluarga Miskin dan Tidak

Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009 ... 51 4.11. Kategori Asuh Makan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009... 53 4.12. Asuh Kesehatan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2009 ... 54 4.13. Kategori Asuh Kesehatan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di

(15)

4.14. Status Gizi Bayi pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2009 ... 56 4.15. Uji Chi-Square Hubungan Asuh Diri dengan Status Gizi Menurut Status

Keluarga di Kabupaten Aceh Utara ... 57 4.16. Uji Chi-Square Hubungan Asuh Makan dengan Status Gizi Menurut

Status Keluarga di Kabupaten Aceh Utara ... 58 4.17. Uji Chi-Square Hubungan Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Menurut

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 77

2. Food Frequency Questionaire... 83

3. Food Recall Questionaire... 84

4. Hasil Uji Chi Square... 85

5. Hasil uji Regresi Logistik... 88

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 90

7. Master Data ... 96

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian (Direktorat Gizi Masyarakat, 2004).

Saat ini kekurangan gizi dialami sepertiga balita di negara sedang berkembang dan merupakan penyebab separuh kematian anak di seluruh dunia (Pellitier,1995). Hal ini mengakibatkan hilang dan berkurangnya kemampuan produktifitas dikarenakan anak yang mengalami kekurangan gizi akan mengalami kelemahan fisik dan intelektual sampai usia dewasa (Grigsby, 2005).

Prevalensi dan jumlah balita yang kekurangan gizi di negara sedang berkembang masih menunjukkan angka yang memprihatinkan. Asia Selatan merupakan daerah tertinggi kejadian gizi kurangdengan prevalensi 49,3 persen pada tahun 1995, di Sub-Afrika 1 dari 3 anak mengalami gizi kurang (Smith dan Haddad, 2000).

(19)

Diperkirakan 2 balita meninggal setiap menit, 1 balita meninggal karena gizi kurang dan 1 balita meninggal karena infeksi.

Data kajian gizi pada 13 Kabupaten dan Kota yang terkena dampak tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat 11 Kabupaten yang berada pada tingkat resiko tinggi atau prevalensi gizi kurang lebih besar dari 29,9 persen dan 2 Kabupaten berada pada tingkat risiko sedang atau prevalensi gizi kurang pada balita 20 sampai 29,9 persen. Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menunjukkan persentase balita status gizi kurang adalah 33,5 persen dan status gizi buruk 10,9 persen dari 4020 balita yang dinilai menggunakan indikator berat badan menurut umur. Dari kelompok umur 0 - 1 tahun, prevalensi gizi kurang sebesar 28,6 persen (Pemda NAD dan Depkes RI, 2006).

Data pemantauan status gizi tahun 2006, dari 77.922 jumlah balita, balita yang ditimbang 39.740 balita atau 51 persen. Dari jumlah balita yang ditimbang terdapat balita bawah garis merah (BMG) 3.819 atau 4,9 persen, kasus balita bawah garis titik (BGT) sejumlah 8.961 balita atau 11,5 persen (Dinkes Kabupaten Aceh Utara, 2006).

(20)

mengalami gizi kurang (berada antara -2SD dan -3SD) atau mengalami gizi lebih (antara 2SD dan 3SD) .

Upaya menurunkan gizi kurang menjadi target Millineum Development Goals

dengan tujuan khusus mengurangi 50 persen prevalensi gizi kurangpada balita antara tahun 1990 sampai 2015 ( De Onis, et all, 2004). Sasaran Nasional pembangunan di bidang kesehatan tahun 2010 adalah menurunkan prevalensi balita bawah garis merah kurang dari 15 persen, cakupan balita gizi buruk mendapatkan perawatan 100 persen dan meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan menjadi 80 persen. Target dan indikator Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) yaitu menurunkan prevalensi balita pendek menjadi 10,3 persen pada tahun 2015 dan menurunkan prevalensi balita kurus/sangat kurus menjadi 5,3 persen (Pokja Penyusunan PNBAI 2015, 2004).

Berkaitan dengan target menurunkan prevalensi masalah gizi, maka perlu pemantauan khusus terhadap daerah yang belum mencapai target. Status gizi bayi berhubungan dengan pola asuh termasuk asuh makan (pemberian ASI dan MP-ASI) asuh diri (personal hygiene, hygiene makanan dan lingkungan) dan asuh kesehatan (jenis penyakit, frekuensi dan lama sakit dan imunisasi). Kemampuan ibu mempraktekkan pemberian ASI, MP-ASI yang tepat, perilaku ibu memelihara kebersihan bayi dan lingkungan, perawatan anak sakit dan imunisasi akan mempengaruhi status gizi (Smits, et all, 2003).

(21)

yang berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi tinggi juga dapat mengalami gizi buruk. Sebaliknya pada keluarga berpenghasilan rendah juga dapat dijumpai bayi yang status gizinya baik. Dari keadaan ini disimpulkan bahwa pola asuh sangat berperan terhadap status gizi bayi.

Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan pola asuh dengan status gizi. Sandjaja (2001) meneliti tentang penyimpangan positif (positive deviance) status gizi anak balita. Penelitian ini mengemukakan bahwa ditemukan pada beberapa keluarga dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan berkembang walaupun menghadapi tekanan ekonomi, sosial dan lingkungan. Faktor yang berperan adalah faktor ibu, pola asuh anak, kesehatan anak dan konsumsi makanan pada balita.

Penelitian Mustafa (2006), menunjukkan ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita, dimana kondisi pasca bencana tsunami menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan untuk mencari nafkah. Keluarga dengan berpenghasilan cukup maupun tidak cukup dengan pola asuh yang memadai cenderung mengalami perbaikan status gizi.

(22)

Selain pendapatan, konsumsi berpengaruh terhadap status gizi. Konsumsi makan bayi diperoleh dari ASI dan MP ASI. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada bayi akan berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi.

World Health Organzation (WHO) dan United Nation Children Fund (UNICEF) mendeklarasikan kerjasama dalam hal perlindungan promosi dan dukungan terhadap pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif. Deklarasi ini menghimbau semua pemerintah negara-negara di dunia untuk mengambil kebijakan serta menentukan target terhadap menyusui eksklusif, yaitu pada bayi diberikan hanya ASI saja langsung atau tidak langsung (diperas). Cairan lain yang dibolehkan hanya vitamin, mineral dan atau obat dalam bentuk sirup atau tetes. WHO merekomendasikan menyusui secara eksklusif usia 4-6 bulan, sementara itu UNICEF dan America Academy of Pediatric (APP) menetapkan sampai usia 6 bulan, dilanjutkan sampai dengan 1 tahun atau lebih bersama dengan makanan pendamping ASI (Unicef,1999 dan APP, 1997).

Pemberian ASI tanpa makanan pendamping ASI pada bayi 4-6 bulan masih sangat rendah di beberapa Negara Asia. Banglades hanya 10 persen, Srilangka 17,57 persen dan Thailand 4 persen. Di Amerika Serikat proporsi menyusui eksklusif adalah 47 persen pada bayi 7 hari, 32 persen pada bayi 2 bulan, 19 persen pada bayi 4 bulan dan 10 persen pada bayi usia 6 bulan.

(23)

persen dan usia 6-9 bulan adalah 4,9 persen. Hal ini berarti pemberian ASI saja, tanpa MP-ASI semakin menurun sejalan dengan bertambahnya usia bayi (SDKI, 2002).

Bila dibandingkan dengan standar nasional cakupan ASI yang ditetapkan Depkes sebesar 80 persen, cakupan pemberian ASI di Nanggroe Aceh Darussalam masih jauh dibawah standar. (Dinkes, NAD Kab.Aceh Utara, 2006).

Pengasuhan anak pada keluarga miskin, walaupun diasuh oleh ibu sendiri, namun sering dibiarkan duduk di tanah, tanpa alas kaki, serta tanmpa memakai celana. Disamping itu kondisi rumah juga kurang mendukung karena masih berlantai tanah. Sementara itu pada keluarga tidak miskin, malaupun pengasuhan dilakukan ibu sendiri dan pembantu, tetapi jarang dibiarkan bermain di tanah tanpa alas kaki dan celana.

Berdasarkan masalah tersebut maka penelitian ini bermaksud untuk menganalisa pengaruh pola asuh (pemberian ASI dan MP-ASI) asuh diri (personal hyigiene, hygiene makanan dan lingkungan) dan asuh kesehatan (jenis penyakit, frekuensi dan lama sakit, imunisasi) terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara tahun 2009.

1.2.Permasalahan

(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pola asuh meliputi asuh makan (jenis makanan, frekuensi makan, konsumsi energi dan protein), asuh diri (kebersihan perorangan, higiene makan, higiene lingkungan) dan asuh kesehatan (jenis sakit, frekuensi sakit, lama sakit, imunisasi) terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara.

1.4.Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah "terdapat pengaruh pola asuh makan (jenis makanan, frekuensi makan, konsumsi energi dan protein), asuh diri (kebersihan perorangan, higiene makan, higiene lingkungan) dan asuh kesehatan (jenis sakit, frekuensi sakit, lama sakit, imunisasi) terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara”.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi tenaga gizi puskesmas dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang pola asuh (asuh makan, asuh diri, asuh kesehatan) serta faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak bayi.

(25)
(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Asuh

Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak. Pola asuh ini termasuk pangan dan gizi, kesehatan dasar, imunisasi, penimbangan, pengobatan, papan/pemukiman yang layak, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang dan rekreasi (Soekirman, 1999).

Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian gizi yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak berumur 2 tahun, ibu punya cukup waktu merawat bayi, imunisasi dan memantau pertumbuhan melalui kegiatan penimbangan (Soekirman, 1999).

(27)

Hasil penelitian Sandjaja (2001) menemukan sebagian anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang terhadap tekanan ekonomi, sosial dan lingkungan. Faktor-faktor positif deviance yang berperan nyata dalam status gizi anak antara lain adalah faktor ibu, pola asuh anak, keadaan kesehatan anak, dan konsumsi makanan anak.

2.1.1. Asuh Makan

Menyusui adalah praktek memberikan makanan, kesehatan dan pengasuhan yang terjadi secara bersamaan. Di Indonesia Exclusive breastfeeding dikenal sebagai pemberian “Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif” adalah pada bayi diberikan hanya ASI saja langsung atau tidak langsung (diperas), cairan lain yang dibolehkan hanya vitamin, mineral dan atau obat dalam bentuk sirop atau tetes, lebih dari 95 persen anak-anak didunia pada mulanya diberikan ASI sebagai hasil dari promosi pentingnya ASI bagi kelangsungan hidup anak, prevalensi pemberian ASI telah meningkat sejak 1990 an di Negara-negara sedang berkembang. (WHO, 1991).

(28)

ASI adalah sumber gizi yang unik dan memainkan peran penting dalam pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Keuntungan ASI sangat baik dan sehat, terutama pada lingkungan yang jelek, pemberian susu formula mempunyai risiko kontaminasi disertai penyajian yang terlalu cair akan meningkatkan risiko morbiditas dan kurang gizi (Giashuddin & Kabir, 2004).

Hasil penelitian Cossio (2003) tentang praktek menyusui di Mexico, analisis data survey nutrisi 1999, menemukan bahwa prevalensi menyusui eksklusif adalah 25,7 persen pada bayi kurang 4 bulan, sedangkan pada bayi 6 bulan cakupan menyusui eksklusif hanya 20,3 persen. Secara umum balita yang tetap diberi ASI sampai 2 tahun 30,9 persen dengan durasi median adalah 9 bulan. Penelitian juga menemukan bahwa faktor yang berhubungan terhadap praktek menyusui adalah umur dan jenis kelamin anak serta karakteristik ibu yang meliputi sosial, ekonomi, budaya dan pekerjaan ibu.

Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi diberikan kepada bayi / anak untuk memenuhi kebutuhan gizi yang diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan (Depkes, 2000). Menurut Pudjiadi (2000) MP-ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan berupa makanan padat dapat berupa pisang, tepung beras / sereal dan makanan dalam bentuk formula yang diproduksi oleh industri.

(29)

cair, makanan lunak sesuai kemampuan pencernaan anak. MP-ASI yang tepat adalah pemberian makanan pendamping ASI pada anak berusia 6 bulan yang memperhatikan jumlah yang tepat, mutu yang baik, waktu pemberian tepat dan pengolahan makanan yang tepat (Azwar, 2006).

Menurut Winarno (1990) MP-ASI diberikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi setelah usia 6 bulan sejalan dengan peningkatan kebutuhan bayi dengan pertambahan umur. Selain itu juga untuk menanamkan kebiasaan makan sejak kecil sehingga dapat menerima hidangan sesuai dengan pola makanan orang dewasa / keluarga sehari hari yaitu menu seimbang.

Hasil penelitian Widodo (2005), mengungkapkan bahwa di Indonesia jenis MP-ASI yang umum diberikan kepada bayi sebelum usia 4 bulan adalah pisang 57,3 persen. Di samping itu akibat rendahnya sanitasi dan higiene MP-ASI memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba, sehingga meningkatkan risiko infeksi yang lain pada bayi. Ada perbedaan pertumbuhan bayi berdasarkan berat badan antara bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang diberi MP-ASI sebelum usia 4 bulan, sedangkan berdasarkan panjang badan tidak ada perbedaan, proporsi bayi yang mengalami gangguan kesehatan berupa diare, panas, batuk, dan pilek pada kelompok bayi yang diberi ASI tidak eksklusif lebih besar dari pada bayi yang mendapat ASI eksklusif.

(30)

akan mempengaruhi kecukupan gizi masyarakat, karena waktu kerja yang panjang, ibu yang bekerja di ladang tidak mempunyai cukup waktu untuk beristirahat menyebabkan ibu tidak mempunyai waktu untuk mengikuti kegiatan di luar rumah.

2.1.2. Asuh Diri

Asuh diri meliputi perilaku ibu memelihara kebersihan rumah, higiene makanan, kebersihan perseorangan (Anwar, 2000). Pemberian nutrisi tanpa memperhatikan kebersihan akan meningkatkan risiko bayi mengalami infeksi, seperti diare. Hasil penelitian Widodo (2005) mengungkapkan akibat rendahnya sanitasi dan higiene pada pemberian MP-ASI memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba, sehingga meningkatkan risiko atau infeksi yang lain pada bayi. Sumber infeksi lain adalah alat permainan dan lingkungan bermain yang kotor.

2.1.3. Asuh Kesehatan

Bayi adalah kelompok usia yang rentan terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit, penanganan bayi sakit dan status imunisasi adalah faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan bayi dan status gizi bayi (Budi, 2006).

(31)

gangguan pertumbuhan. Sakit yang lama, berulang akan mengurangi nafsu makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi .

2.2. Status Gizi

Status gizi adalah gambaran keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi seseorang. Apabila asupan tersebut sesuai maka disebut status gizi baik, jika asupan kurang disebut status gizi kurang dan selanjutnya asupan gizi lebih (Indonesian Nutrition Network Forum, 2005).

Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut. Keseimbangan asupan dengan kebutuhan dapat terlihat dari variabel-variabel pertumbuhan berat badan, tinggi / panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan panjang tungkai (Supariasa, 2002).

2.2.1.Angka kecukupan gizi rata-rata yang di anjurkan (par orang per hari).

Angka kecukupan energi dan protein rata-rata yang dianjurkan perorang perhari.

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Energi dan Protein rata-rata yang dianjurkan Perorang Perhari

(32)

.pada golongan umur 7- 12 bulan berat badan 8,5 kg dan tinggi badan 71 cm kebutuhan Energi 800(KKAL) per hari sedangkan kebutuhan proteinnya 15 g per hari (LIPI, 1998).

2.2.2. Penilaian Status Gizi

Menurut Jelifle (dalam Supariasa, 2002), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu :

a. Metode penilaian status gizi secara langsung, dapat dilakukan dengan cara : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

b. Metode penilaian status gizi secara tidak langsung, dapat dilakukan dengan cara : survey konsumsi makanan, statistik vital dan kajian faktor ekologi.

2.2.3. Klasifikasi Status Gizi

Klasifikasi status gizi balita telah disepakati oleh pakar gizi pada bulai Mei tahun 2000 di Semarang tentang standar baku nasional di Indonesia, yaitu nilai indeks antropometri berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi badan dibandingkan dengan nilai rujukan WHO-NCHS.

(33)

lalu dan sekarang, klasifikasi terdiri dari gemuk, normal, kurus dan kurus sekali (Indonesian Nutrition Network Forum, 2005).

Pemilihan dan penggunaan indikator sangat dipengaruhi oleh subjek yang akan diukur dan ditimbang, ketersediaan alat dan kemampuan petugas. Pengukuran tinggi badan pada kelompok balita sering mengalami kesulitan, selain itu dalam pelaksanaannya dibutuhkan dua orang petugas yang terlatih. Pelaksanaan pengukuran antropoetri terhadap balita di Posyandu masih terbatas pada penimbangan berat badan menggunakan dacin dengan pertimbangan lebih mudah dalam pelaksanaan dan lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum (Indonesian Nutrition Network Forum, 2005).

2.2.4. Pemantauan Pertumbuhan

(a) Pemantauan pertumbuhan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi atau status gizi seseorang, baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Supariasa, 2002)..

(b) Metode penilaian status gizi secara langsung, dapat dilakukan dengan cara : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Metode penilaian status gizi secara tidak langsung, dapat dilakukan dengan cara : survey konsumsi makanan, statistik vital dan kajian faktor ekologi.

(34)

2.2.5. Tujuan Pemantauan Status Gizi

Tujuan pemantauan status gizi adalah untuk memperoleh data atau informasi status gizi seseorang, kelompok atau masyarakat sehingga dapat diketahui status kesehatannya. Tujuan umum kegiatan pemantauan status gizi adalah tersedianya informasi status gizi secara berkala dan terus-menerus, guna evaluasi perkembangan status gizi, penetapan kerjasama dan perencanaan jangka pendek. (Supariasa, 2002). Pemantauan berguna untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan, sehingga intervensi akan lebih cepat dilakukan sebelum kondisi menjadi lebih parah (Sediaoetama, 2004).

2.2.6. Cara Pemantauan Status Gizi

Cara pemantauan dan penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada umumnya pemantauan status gizi adalah dengan cara antropometri yaitu menilai ukuran tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002).

(35)

Umur sangat penting dalam pemantauan status gizi. Hasil pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang gizi, batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh, dan untuk anak umur 0 sampai 2 tahun digunakan bulan usia penuh (Supariasa, 2002).

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Indeks berat badan menurut umur menggambarkan status gizi saat ini. Ambang batas baku untuk keadaan gizi berdasarkan indeks berat badan menurut umur adalah gizi baik bila berat badan berada > 80 persen dari median berat badan baku rujukan WHO-NCHS (National Centre for health Statistics), gizi kurang 61 sampai 80 persen dan gizi buruk < 60 persen (Supariasa,2002).

(36)

Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkorelasi dengan indeks berat badan menurut umur maupun berat badan menurut tinggi badan. Standar baku lingkar lengan atas menurut umur menggunakan baku Wolonski. Ambang batas baku untuk keadaan gizi berdasarkan indeks lingkar lengan atas menurut umur adalah gizi baik bila > 85 persen dari median baku rujukan WHO-NCHS, gizi kurang 71 sampai 85 persen dan gizi buruk < 70 persen (Supariasa, 2002).

2.3. Indikator Keluarga Miskin

Indikator dan kriteria keluarga sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut : a. Keluarga Pra Sejahtera

Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan.

b. Keluarga Sejahtera Tahap I

Adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal yaitu

i. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga ii. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih. iii. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,

bekerja/sekolah dan bepergian.

(37)

v. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa/petugas kesehatan.

c. Keluarga Sejahtera tahap II

Yaitu keluarga - keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat social psykologis yaitu;

i. Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur

ii. Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.

iii. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun.

iv. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah. v. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat

vi. Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap

vii. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin.

viii. Seluruh anak berusia 5 - 15 tahun bersekolah pada saat ini.

(38)

d. Keluarga Sejahtera Tahap III

Yaitu keluarga yang memenuhi syarat-syarat pengembangan sebagai berikut : i. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

ii. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga iii. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu

dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.

iv. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. v. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan. vi. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah.

vii. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.

e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus

Keluarga yang dapat memenuhi kriteria dan dapat pula memenuhi kriteria pengembangan keluarganya yaitu

i. Kegiatan sosial masyarakat secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi masyarakat dalam bentuk materiil.

ii. Kepala Keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat

f. Keluarga Miskin.

(39)

i. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor

ii. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru

iii. Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk tiap penghuni. g. Keluarga miskin sekali.

Adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :

i. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih

ii. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian.

iii. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.

2.4. Indikator keluarga tidak miskin

(40)

2.5. Landasan Teori

Status gizi adalah keadaan tubuh yang seimbang antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Ketersediaan gizi pada tingkat seluler dibutuhkan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan menjalankan fungsi tubuh. Status gizi kurang pada dasarnya disebabkan oleh interaksi antara asupan gizi yang tidak seimbang dan penyakit infeksi.

Asupan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi dipengaruhi oleh pola asuh keluarga terhadap bayi yang terdiri dari asuh makan yaitu pemberian ASI dan MP-ASI. Asuh diri berupa personal higiene, higiene makanan dan lingkungan. Asuh kesehatan berupa pola penyakit yang dialami dan status imunisasi. Sakit yang berulang meningkatkan risiko gizi kurang dan lebih sering terjadi pada bayi yang kekurangan pangan, pola asuh yang tidak memadai, akses terhadap sanitasi, air bersih dan pelayanan dasar yang tidak memadai yang berkaitan dengan tingkat pendapatan keluarga. Keluarga miskin dengan ketahanan pangan rendah, tidak mudah mengakses pelayanan kesehatan, sarana air bersih lebih berisiko mengalami berbagai infeksi yang berdampak pada status gizi (Unicef, 1998).

(41)

Kurang Gizi

Makan tidak seimbang Penyakit infeksi

Tidak cukup

persediaan pangan Pola asuh anak tidak memadai Sanitasi dan air bersih, Pel. Kes. Dasar tidakmemadai

Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat. Kurang pendiddikan, pengetahuan dan ketrampilan

Krisis ekonomi, politik dan sosial

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Gambar. 2.1. Faktor Penyebab Gizi Kurang (UNICEF, 1998) Dampak

(42)

Variabel Independen

Variabel Dependen

Keterangan:

Variabel langsung mempengaruhi status gizi

Status Gizi

Gambar.2.2. Kerangka Konsep Penelitian Asuh Makan

- Jenis makanan - Frekuensi makan - Konsumsi energi

dan protein

Asuh Diri

- Kebersihan perorangan - Higiene makanan - Higiene lingkungan

Asuh Kesehatan

- Jenis sakit - Frekuensi sakit - Lama sakit - Immunisasi

(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dalam penelitian ini, kejadian paparan dan resiko sudah terjadi pada saat dilakukan penelitian. Pengukuran status gizi dan pencatatan pola asuh (asuh makan, asuh diri, asuh kesehatan) pada keluarga miskin dan tidak miskin dilakukan pada waktu bersamaan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Utara yaitu di Kecamatan Sawang dipilih sebagai wilayah keluarga miskin dan Kecamatan Matang Kuli sebagai wilayah keluarga tidak miskin. Pemilihan Kecamatan Sawang sebagai keluarga miskin berdasarkan data persentase rumah tangga miskin mencapai 70,07 persen, merupakan daerah tertinggi keluarga miskin di Kabupaten Aceh Utara dibandingkan kecamatan lainnya. Sedangkan Kecamatan Matang Kuli merupakan daerah yang sangat rendah persentase keluarga miskin, yaitu 39,80 persen (BPS Kabupaten Aceh Utara, 2006).

3.2.2. Waktu Penelitian

(44)

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh bayi di Kabupaten Aceh Utara, yaitu 2982 bayi (0-12 bulan) yang berasal dari keluarga miskin dan tidak miskin. Kriteria keluarga miskin dan tidak miskin didasarkan pada hasil survei Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara tahun 2006 dengan indikator keluarga miskin.

3.3.2. Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Notoatmodjo (2002), yaitu :

n = _ N____ 1 + N (d2) Keterangan:

n = Besar sampel N = Populasi = 2982

d = Presisi yang ingin dicapai = 10 %

Sehingga berdasarkan perhitungan diperoleh jumlah sampel : n = 2982

1+ 2982 (0,12) n = 2982

1+ 2982 (0,01) n = 2982

1+ 29,82

n = 2982 = 96,75 97 orang 30,82

(45)

Sampel pada keluarga miskin diambil di Desa Sawang dan Rijeh Baroli Kecamatan Sawang dengan dasar bahwa berdasarkan jumlah keluarga miskin 4.839 (70,07%) di Kecamatan Sawang. Sedangkan sampel pada keluarga tidak miskin diambil di desa Punti dan Tuiping Kabei Kecamatan Matangkuli dengan dasar Jumlah keluarga tidak miskin pada Kecamatan Matangkuli 2.907 (61,20%). Pengambilan sampel pada dua kecamatan ini dilakukan secara purposive pada Kecamatan Sawang diambil di Desa Sawang dengan jumlah rumah tangga miskin 316 KK. Pada Kecamatan Matangkuli diambil di Desa Punti dengan jumlah rumah tangga tidak miskin 149 KK.

(46)

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data Jenis data ada 2 yaitu

1) Data Primer : terdiri dari hasil pengukuran, wawancara menguraikan kuesioner dan chek-list observasi tentang:

- Karakteristik bayi (berat badan lahir, berat badan, umur dan jenis kelamin) - Pola asuh makan (jenis makan, frekuensi makan, konsumsi energi dan

konsumsi protein)

- Asuh diri (personal higene, higiene makan, higiene lingkungan)

- Asuh kesehatan (jenis penyakit, frekuensi sakit, lama sakit dan imunisasi) - Karakteristik keluarga (pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga)

Untuk mengetahui kelayakan pertanyaan pada kuesioner maka terlebih dahulu dilakukan uji coba kuesioner kepada responden yang menyerupai lokasi penelitian, dimana tujuannnya untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas.

Setelah dilakukan ujicoba kuesioner diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel asuh diri,asuh makan dan asuh kesehatan valid dan reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini dengan hasil sebagai berikut:

(47)

b. Variabel Asuh makam dengan 15 item pertanyaan, diperoleh nilai koefisien korelasi >0,3 dan nilai alpha cronbach 0,9048 > 0,6 (memenuhi syarat yang telah ditetapkan) (lampiran. 2)

c. Variabel asuh kesehatan dengan 15 item pertanyaan, diperoleh nilai koefisien korelasi >0,3 dan nilai alpha cronbach 0,8558 > 0,6 (memenuhi syarat yang telah ditetapkan) (lampiran. 2).

2) Data sekunder : adalah data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara, data kecamatan dan desa mengenai sosial ekonomi keluarga untuk menentukan bayi dari keluarga miskin dan keluarga tidak miskin.

3.4.2 . Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dibantu dengan tenaga yang sudah dilatih untuk pengumpulan data:

1). Berat badan bayi diukur menggunakan dacin dalam satuan kilogram. Umur dan jenis kelamin diperoleh dari wawancara menggunakan kuisioner.

2). Pola asuh makan: diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner dan daftar food recall 24 jam konsumsi makanan bayi mengenai jenis makanan, waktu pemberian, konsumsi energi dan konsumsi protein. Frekuensi makan diukur dengan menggunakan formulir frekuensi pangan (Food Frequency Questionaire). Pelaksaaan food recall dilakukan pada awal bulan sekali dan sekali lagi pada akhir bulan, sebanyak 2 kali recall.

(48)

4) Pola asuh kesehatan diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuisioner tentang jenis penyakit, frekuensi, lama sakit dan imunisasi yang didapatkan bayi.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel

a Variabel Independen

Yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah pola asuh (asuh makan, asuh diri dan asuh kesehatan).

b. Variabel dependen

Variabel dependen adalah status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin.

3.5.2. Definisi Operasional

1) Status gizi adalah kondisi tubuh bayi (0-12 bulan) sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, penggunaan makanan, dengan indikator berat badan menurut umur, dinyatakan dalam nilai Z-skore dibandingkan dengan standar baku WHO-NCHS. 2) Pola asuh adalah sikap dan perilaku yang dipraktekkan oleh ibu atau pengasuh

lain dalam asuh makan (jenis makanan, frekuensi, konsumsi energi dan protein), asuh diri (personal higiene, higiene makanan dan lingkungan) dan asuh kesehatan (jenis penyakit, frekuensi dan lama sakit juga imunisasi)

(49)

Frekuensi makan adalah berapa kali pemberian makan pada bayi dalam satu (1) hari.

Waktu pemberian makan adalah jadwal pemberian makanan pada bayi apakah itu pagi, siang atau sore dan malam.

Jenis makanan adalah, karakteristik makanan yang diberikan kepada bayi beserta jumlahnya.

4. Asuh diri adalah suatu tindakan yang memberikan kebersihan perorangan kebersihan peralatan makan dan kebersihan lingkungan yang dilakukan oleh ibu untuk anaknya.

Kebersihan perorangan dilihat meliputi tindakan memandikan anak menganti pakaian minimal dua kali sehari dan tindakan membersihkan bayi setelah selesai membuang air besar dan membuang air kecil. Kebersihan makan mencakup tidakan membersihkan peralatan makan/minum bayi setelah dipakai, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Kebersihan lingkungan meliputi tindakan membersihkan dalam rumah dan lingkungan luar rumah minimal dua kali sehari. 5. Asuh kesehatan adalah suatu tindakan yang diberikan oleh ibu untuk menjaga

(50)

3.6. Metode Pengukuran

1). Status Gizi : diperoleh melalui penilaian nilai Z-Skore dengan indikator Berat badan menurut umur (BB/U). Data berat badan diperoleh dari hasil penimbangan di posyandu menggunakan alat penimbangan dacin serta umur dan jenis kelamin bayi diperoleh dari KMS dan wawancara dengan ibu. Cara menghitung Z-Skore :

Z Skore = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan

Indeks BB/U

Gizi lebih : bila nilai Z-skore terletak >+2 SD

Gizi baik : bila nilai Z-skore terletak ≥-2 SD s.d +2 SD Gizi kurang : bila nilai Z-skore terletak <-2 SD s.d ≥ -3 SD Gizi buruk : bila nilai Z-skore terletak < -3 SD

Indeks BB/U digunakan sebagai indikator untuk menentukan status gizi bayi, karena indeks ini menggambarkan status gizi saat dilakukan penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan ukuran baku yang sudah ada (Nyoman.D. dkk, 2002). 2. Pola Asuh makan: diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner

(51)

2003) yaitu dengan kategori Baik dan Tidak Baik. Maka penilaiannya adalah sebagai berikut: Pola asuh makan Baik jika skornya 31 – 45, Pola asuh makan Tidak Baik jika skornya 15 – 30.

Konsumsi Energi dan Protein dibandingkan dengan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1998), yaitu (a) Sesuai AKG (≥ 810 kkal/hr) dan (b) Tidak sesuai AKG (< 810 kkal/hr), sedangkan untuk protein (a) Sesuai AKG (≥ 15 gram) dan (b) Tidak

sesuai AKG (<15 gram).

3. Pola asuh diri : diperoleh dari wawancara tentang personal higiene, higiene makanan dan higiene lingkungan. Untuk menggambarkan pola asuh diri diukur dengan 10 pertanyaan dengan skor maksimal 30. Penilaian kategori menggunakan Skala Guttman, yaitu dengan kategori Baik dan Tidak Baik. Maka penilaiannya adalah sebagai berikut:

- Pola asuh diri Baik jika skornya 21 – 30 - Pola asuh diri Tidak Baik jika skornya 10 – 20

4. Pola asuh kesehatan diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuisioner tentang jenis penyakit, frekuensi, lama sakit dan imunisasi yang didapatkan oleh bayi. Untuk menggambarkan pola asuh diri diukur dengan 15 pertanyaan dengan skor maksimal 30. Penilaian kategori menggunakan Skala Guttman, yaitu dengan kategori Baik dan Tidak Baik. Maka penilaiannya adalah sebagai berikut:

(52)

3.7. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan : a) Editing (Pemeriksaan Data)

Editing dilakukan untuk memeriksa kelengkaapan semua pernyataan. Data yang sudah terkumpul lalu diperiksa segera mungkin tentang isi kuesioner, jika ada isian yang kurang jelas atau kurang dipahami dengan mudah dan semua point yang sudah ada dalam kuesioner dapat diisi dengan baik.

b) Koding (Pemberian Kode)

Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan computer menggunakan program SPSS.

c) Entry (Pemasukan data dalam computer)

Setelah semua data terkumpul maka dilakukan pemasukan data ke komputer.

d) Cleaning data entry

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data. Selanjutnya data dianalisa dengan regresi logistik sebaga berikut :

(53)

b. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen.

c. Analisis multivariat untuk melihat pengaruh variabel independen dengan variabel dependen pada tingkat kemaknaan 95% ( = 0,05).

Dari uji multivariat ini akan diketahui variabel mana yang paling dominan pengaruhnya terhadap status gizi bayi, dengan persamaan regresi sebagai berikut:

Y = + IX1 + 2X2 + 3X3 + µ

Keterangan:

Y = Variabel Dependen (Status Gizi) = Konstanta Regresi

X1 = Asuh Makan X2 = Asuh Diri X3 = Asuh Kesehatan

β1-β3 = Koefisien Regresi

(54)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Utara yang merupakan salah satu kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam, mempunyai luas Wilayah 3.296,86 km2 dengan batas Wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Pemerintah Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bireuen, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur. Jumlah Kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Utara sebanyak 27 Kecamatan dengan jumlah desa / kelurahan 852 buah.

Letak geografis Kabupaten Aceh Utara terdiri dari daerah Pantai (5%), dataran rendah (83 %) dan sisanya 12 % merupakan dataran tinggi. Luas tanah berdasarkan penggunaannya terdiri dari 6,4% perkampungan, 11,7% sawah , 8,1% kebun dan tegal, 10,7% perkebunan, 2,6% tambak dan rawa, 0,5% daerah Industri dan sisanya (60%) berupa hutan bebas dan hutan belukar. Kabupaten Aceh Utara dilalui oleh 4 buah sungai yaitu Krueng Tuan, Krueng Pase, Krueng Keureuto dan Krueng Jambo Aye ke empat sungai tersebut bermuara ke Selat Malaka.

(55)

Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di wilayah Kabupaten Aceh Utara terdiri dari sarana pelayanan kesehatan dasar yang ditujukan sebagai tempat pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan. Jumlah sarana pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Aceh Utara terdiri dari Puskesmas sebanyak 24 unit, puskesmas pembantu sebanyak 63 unit, puskesmas keliling sebanyak 24 unit, polindes sebanyak 512 unit. Komposisi tenaga kesehatan berdasarkan tingkat pendidikan di puskesmas Kabupaten Aceh Utara yang paling banyak adalah tenaga bidan, yaitu sebanyak 785 orang, dari jumlah tersebut sebanyak 542 adalah bidan desa.

Penelitian tentang hubungan pola asuh dengan status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin difokuskan di Kecamatan Sawang sebagai wilayah dengan responden keluarga miskin.Kecamatan Sawang merupakan kecamatan terjauh dari ibukota Kabupaten Aceh Utara, sekitar 75 km. Desa yang terdapat di kecamatan tersebut sebagian besar adalah desa terpencil. Alat trasportasi umum masih terbatas menggunakan ojek dan mobil pic-up, hal ini dikarenakan jalan menuju lokasi sedikit sulit dilalui. Luas wilayah Kecamatan Sawang 484.65 km2, meliputi 2 mukim dan 39 Desa serta 119 Dusun, dengan kepadatan penduduk 82 jiwa per km2. Sebahagian besar penduduk bermata pencaharian petani, yaitu 8.290 jiwa, hanya 1.658 sebagai pedagang. Sebagai Pegawai Negeri 690 jiwa dan selebihnya tidak mempunyai pekerjaan, yaitu 416 jiwa.

(56)

penduduk 15.735 jiwa, dengan kepadatan penduduk mencapai 200 jiwa per km.2..Desa yang terdapat di Kecamatan Matang Kuli sebagaian besar dapat dilalui oleh kendaraan umum yang disebut angkot atau labi-labi, kondisi jalan baik karena dibangun oleh Perusahaan Mobil Oil yang berada di sekitarnya.Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah bertani, sebahagian lagi pedagang, pegawai negeri dan swasta.

4.2. Karakteristik Keluarga

Penelitian tentang hubungan pola asuh dengan status gizi bayi pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Aceh Utara menganalisa data yang telah dikumpulkan dari 200 sampel secara acak di Kecamatan Matang Kuli dan Sawang. Subjek penelitian adalah bayi yang bertempat tinggal di Kabupaten Aceh Utara.

Tabel 4.1. Karakteristik Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga Miskin Keluarga Tidak Miskin Variabel

Jumlah 100 100,0 100 100,0

Berat Badan Lahir

a. < 2.500 gram 2 2,0 1 1,0

b. 2.500 – 3.500 gram 91 91,0 89 89,0

c. > 3.500 gram 7 7,0 10 10,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

Jenis kelamin

a. Laki-laki 47 47,0 49 49,0

b. Perempuan 53 53,0 51 51,0

(57)
(58)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia bayi, persentase paling besar pada keluarga miskin pada kelompok umur 3-6 bulan yaitu 38 orang (38%), sedangkan pada keluarga tidak miskin persentase terbesar pada kelompok umur 7 - 9 bulan, yaitu 49 orang (49,0%).

Berat badan bayi saat lahir pada keluarga miskin maupun keluarga tidak miskin persentase terbesar 2.500 – 3.500 gram, yaitu 91 orang (91,0%) dan 89 orang (89,0%), namun berat badan lahir > 3.500 gram, lebih banyak pada keluarga tidak miskin yaitu 10 orang (10,0%) dibandingkan keluarga miskin yaitu 7 orang (7,0%), sebaliknya bayi dengan berat lahir < 2.500 gram lebih banyak pada keluarga miskin daripada keluarga tidak miskin. Jenis kelamin bayi pada keluarga miskin maupun keluarga tidak miskin jumlah terbesar adalah perempuan, yaitu 53 orang (53,0%) dan 51 orang (51,0%).

Karakteristik orangtua bayi dilihat dari umur ayah lebih banyak pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 51 orang (51,0%) pada keluarga miskin dan 48 orang (48,0%) pada keluarga tidak miskin. Demikian juga umur ibu, terbanyak pada kelompok umur 20-35 tahun, yaitu 54 orang (54%) pada keluarga miskin dan 49 orang (49%) pada keluarga tidak miskin, hal ini sesuai dengan kelompok umur yang aman secara reproduksi.

(59)

sedangkan pada keluarga tidak miskin lebih banyak tamat SLTA yaitu 40 orang (40,0%).

Pekerjaan ayah pada keluarga miskin umumnya sebagai petani yaitu 66 orang (66,0%), sedangkan pada keluarga tidak miskin terbanyak adalah bekerja sebagai pedagang atau wiraswasta yaitu 27 orang (27%). Pekerjaan ibu pada keluaga miskin maupun keluarga tidak miskin umumnya adalah ibu rumah tangga, namun jumlahnya lebih banyak pada keluarga miskin yaitu 50 orang (50%) dibandingkan pada keluarga tidak miskin yaitu 40 orang (40,0%).

Pendapatan keluarga sebagai indikator menentukan keluarga miskin dan tidak

miskin berdasarkan Upah Minimum Kabupaten Aceh Utara tahun 2008, yaitu Rp 1.200.000.-/bln, sehingga seluruh responden pada keluarga miskin mempunyai

pendapatan ≤ Rp 1.200.000.-/bln, sedangkan pada keluarga tidak miskin seluruhnya mempunyai pendapatan > Rp 1.200.000.-/bln

Jumlah tanggungan keluarga pada keluarga miskin maupun tidak miskin umumnya sebanyak 4 – 5 orang yaitu 43 orang (43,)%) pada keluarga miskin dan 54 orang (54,)%) pada keluarga tidak miskin. Namun jumlah responden yang mempunyai jumlah tanggungan > 7 orang lebih banyak pada keluarga miskin dibandingkan keluarga tidak miskin. Hal ini menunjukkan beban tanggungan keluarga miskin cenderung lebih banyak daripada keluarga tidak miskin

4.3. Pola Asuh Bayi

(60)

4.3.1. Asuh Diri

Tabel 4.2. Personal Higiene pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga Miskin Keluarga Tidak Miskin Personal Higiene

n % n %

Yang sering memandikan bayi

a. Ibu 76 76,0 87 87,0

b. Nenek/keluarga 24 24,0 11 11,0

c. Pembantu 0 0,0 2 2,0

b. Nenek/keluarga 24 24,0 11 11,0

c. Pembantu 0 0,0 2 2,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

Tindakan ibu bila melihat bayi bermain di tanah

a. Dibersihkan segera 94 94,0 99 99,0

b. Dibiarkan sementara 6 6,0 1 1,0

(61)

Asuh diri meliputi aspek personal higiene, higiene makanan dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan personal higiene dilihat dari yang sering memandikan bayi adalah ibu sendiri, yaitu 76% pada keluarga miskin dan 87% pada keluarga tidak miskin. Demikian juga dengan frekuensi mandi dalam sehari, 87% pada keluarga miskin dan dan 95% pada keluarga tidak miskin, yang mengurus bayi bila buang air besar atau buang air kecil adalah ibu sendiri 76% pada keluarga miskin dan dan 87% pada keluarga tidak miskin, apabila bayi buang air besar atau buang air kecil, seluruh keluarga miskin maupun tidak miskin segera membersihkannya. Apabila bayi bermain di tanah segera dibersihkan dilakukan oleh 94% pada keluarga miskin dan 995 pada keluarga tidak miskin.

Penggunaan sabun pada saat bayi mandi dilakukan 92% keluarga miskin sedangkan keluarga tidak miskin seluruhnya menggunakan sabun. Frekuensi ganti pakaian bayi umumnya 3 kali sehari, yaitu 79% pada keluarga miskin dan 89% pada keluarga tidak miskin. Pakaian atau selimut bayi yang selalu diseterika dilakukan 54% pada keluarga miskin dan 82% pada keluarga tidak miskin.tindakan bila bayi BAB / BAK rata – rata semua segera dibersihkan baik keluarga miskin maupun keluarga tidak miskin.

Tabel 4.3. Hygiene Makanan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga Miskin Keluarga Tidak Miskin Hygiene Makanan

n % n %

Bahan dan alat membersihkan peralatan makan dan minum bayi

a. Sabun dan air mengalir 69 69,0 93 93,0 b. Sabun dan air di ember 31 31,0 7 7,0

c. Tidak pakai sabun 0 0,0 0 0,0

(62)

Higiene makanan diukur dari tindakan dalam membersihkan peralatan makan dan minum bayi setelah digunakan, dimana pada keluarga miskin membersihkannya dengan sabun pada air mengalir sebanyak 69%, dan pada keluarga tidak miskin 93%.

Tabel 4.4. Hygiene Lingkungan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga Miskin Keluarga Tidak Miskin Higiene Lingkungan

Higiene lingkungan diukur dari frekuensi tindakan dalam membersihkan lingkungan rumah, khususnya ruangan yang digunakan bayi, dimana pada keluarga miskin membersihkannya 2 kali sehari sebanyak 45%, dan pada keluarga tidak miskin 49%.

Tabel 4.5. Kategori Asuh Diri pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga Miskin Keluarga Tidak Miskin Asuh Diri

n % n %

Kurang Baik 25 25,0 11 11,0

Baik 75 75,0 89 89,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

(63)

kategori tidak baik apabila bayi dimandikan kurang 3 kali sehari, dimandikan oleh orang lain (nenek atau pembantu), mandi tidak memakai sabun, ganti pakaian kurang dari 3 kali sehari, serta pakaian bayi tidak diseterika. Demikian juga dengan keluarga tidak miskin dominan pada asuh diri kategori baik yaitu 89 orang (89,0%).

4.3.2. Asuh Makan

Tabel 4.6. Asuh Makan Menurut Umur Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga miskin Keluarga tidak miskin Asuh Makan

(64)

bermacam ragam cara pemberian ada yang memberikan nasi tim dan ada juga yang memberika nasi biasa dengan sayur bayam bening sambil di giling sedikit dengan sendok kasar-kasar langsung diberikan kepada bayinya sedangkan pada keluarga tidak miskin rata-rata memberikan nasi tim, roti / biskuit.

Tabel 4.7. Asuh Makan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga Miskin Keluarga Tidak Miskin Asuh Makan

n % n %

Pemberian Kolostrum

a. Ya 75 75,0 85 85,0

b. Tidak 25 25.0 15 15,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

Pemberian ASI 72 72,0 88 88,0

a. Baik 72 72,0 88 88,0

b. Kurang baik 28 28,0 12 12,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

Pemberian MP-ASI 68 68,0 74 74,0

a. Baik sesuai dengan umur 68 68,0 74 74,0

b. Kurang baik tidak sesuai dengan umur 32 32,0 26 26.0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

(65)

Tabel 4.8. Jenis dan Frekuensi Makan pada Keluarga Miskin di Kabupaten

(66)

sumber protein dengan frekuensi tertinggi 1-3 kali seminggu adalah ikan, yaitu 45% pada keluarga miskin

Frekuensi konsumsi makanan jenis sayur-sayuran yang paling sering (1-3 kali sehari) adalah bayam, yaitu 91,1%, wortel 44,4%, kentang 44,4%, bersamaan diberikan dengan nasi tim pada keluarga miskin. Buah-buahan yang paling tinggi frekuensi konsumsinya adalah pisang pada keluarga miskin yaitu 45%.

Tabel 4.9. Jenis dan Frekuensi Makan pada Keluarga Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

(67)

Berdasarkan hasil pengolahan dari food frekuensi diperoleh gambaran tentang jenis makanan ASI saja 35 bayi dari 40 bayi yang berumur 0-6 bualan (88,0%), frekuensi, konsumsi energi dan protein yang dikonsumsi bayi pada keluarga tidak miskin. Hasil penelitian menunjukkan bayi pada keluarga tidak miskin umumnya mengkonsumsi jenis makanan sumber energi, sumber protein, sayur-sayuran maupun buah-buahan. Frekuensi makan untuk setiap jenis makanan adalah : makanan sumber energi yaitu nasi tim 46,7% pada keluarga tidak miskin mengkonsumsikan 1-3 kali/mgg, selanjutnya untuk jenis makanan sumber protein dengan frekuensi tertinggi 4-6 kali seminggu adalah ikan, yaitu 50% pada keluarga tidak miskin.

Frekuensi konsumsi makanan jenis sayur-sayuran yang paling sering (1-3 kali sehari) adalah bayam, kentang dan wortel 46,7%, ini diberikan bersamaan dengan nasi tim yaitu pada keluarga tidak miskin. Buah-buahan yang paling tinggi frekuensi konsumsinya adalah pisang 25% pada keluarga tidak miskin, kemudian seprti daging pada keluarga miskin tidak pernah diberikan pada anaknya karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan sedangkan pada keluarga tidak miskin ada yang memberikan daging sebanyak 23 orang 38,3%.

(68)

Aspek sosial budaya masyarakat turut mempengaruhi perilaku asuh makan bayi, salah satu adalah kebiasaan memberikan pisang kepada bayi, meskipun umurnya beluk saatnya diberikan makanan selain ASI.

Tabel 4.10. Konsumsi Energi dan Protein Bayi pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga b. Bayi 0-6 bulan Tidak sesuai AKG (<560) kkal/hr) 25 45,4 10 25,0

Jumlah 55 100,0 40 100,0

a. Bayi 7-12 bulan Sesuai AKG (800 kkal/hr) 10 22,7 40 66,7 b. Bayi 7-12 bulan Tidak sesuai AKG (<800) kal/hr) 34 77,3 20 33,3

Jumlah 44 100,0 60 100,0

Protein

a. Bayi 0-6 bulan Sesuai AKG (12 gram) 30 54,6 30 75,0 b. Bayi 0-6 Tidak sesuai AKG (<12 gram) 25 45,4 10 25,0

Jumlah 55 100,0 40 100,0

a. Bayi 7-12 bulan Sesuai AKG (15 gram) 10 22,7 40 66,7 b. Bayi 7-12 bulan Tidak sesuai AKG (<15 gram) 34 77,3 20 33,3

Jumlah 44 100,0 60 100,0

Berdasarkan hasil food recall 24 jam makanan yang dikonsumsi bayi diketahui bahwa konsumsi kalori dari makanan ditambah kalori yang terkandung dari ASI pada keluarga miskin yang sesuai dengan kebutuhan bayi 0-6 bulan yaitu 560 Kalori/hari (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1998) sebesar 54,6%. Sedangkan pada keluarga tidak miskin yang sesuai dengan kebutuhan sebesar 75%.

(69)

Pangan dan Gizi, 1998) sebesar 22.7%. Sedangkan pada keluarga tidak miskin yang sesuai dengan kebutuhan sebesar 66,7%.

Untuk konsumsi protein, bayi umur 0-6 bulan pada keluarga miskin yang memperoleh asupan protein yang sesuai dengan kebutuhan yaitu 12 gram/hari (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1998) sebesar 54,6%, sedangkan pada keluarga tidak miskin sebesar 75,0% bayi yang memperoleh asupan protein sesuai dengan kebutuhan.

Untuk konsumsi protein, bayi umur 7-12 bulan pada keluarga miskin yang memperoleh asupan protein yang sesuai dengan kebutuhan yaitu 15 gram/hari (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1998) sebesar 22,7%, sedangkan pada keluarga tidak miskin sebesar 66,7% bayi yang mengperoleh asupan protein sesuai dengan kebutuhan.

Angka yang menunjukkan energi dan protein pada ASI adalah angka relatif, karena komposisi dan kandungan zat gizi ASI tidak selalu sama (berubah) dari ASI masa peralihan dari kolostrum ke ASI matur. Disamping itu produksi ASI untuk setiap frekuensi menyusui dalam satu hari juga berbeda berdasarkan jumlah paritas (jumlah anak).

(70)

makan sampai kenyang, makanan bayi diutamakan daripada anggota keluarga lainnya, serta diupayakan makanan bayi bervariasi.

Asuh makan kategori kurang baik apabila pemberian kolostrum tidak diberikan langsung setelah lahir, pemberian ASI sampai tidak sampai umur 6 bulan, pemberian MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan, pemberian makan sebelum berumur 6 bulan dengan jenis makanan tidak sesuai umur bayi, serta bayi tidak diusahakan mau makan, frekuensi makan kurang dari 3-4 kali sehari, bayi diberi makan tidak sampai kenyang, makanan bayi tidak diutamakan daripada anggota keluarga lainnya, serta makanan bayi kurang bervariasi.

Tabel 4.11. Kategori Asuh Makan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga Miskin Keluarga Tidak Miskin Asuh Makan

n % n %

Kurang Baik 36 36,0 20 20.0

Baik 64 64,0 80 80.0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

4.3.3. Asuh Kesehatan

Tabel 4.12. Asuh Kesehatan pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009

Keluarga Miskin Keluarga Tidak Miskin

Jumlah 100 100,0 100 100,0

Frekuensi Sakit

a. 3-4 kali 22 25.6 1 1,8

b. 1-2 kali 66 44,4 54 98,2

Gambar

Gambar. 2.1. Faktor Penyebab Gizi Kurang (UNICEF, 1998)
Gambar.2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1. Skema Pengambilan Sampel
Tabel 4.2. Personal Higiene pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tuhan sekalian alam, karena atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: Perbandingan Hasil

Distributor Alat Penetas Telor Ayam Untuk Pemesanan Silakan SMS : 081 945

Ke tiga anggota tim DP2M-Dikti cukup terkesan dengan besaran dana yang disediakan, publikasi dosen Unand (menurut mereka cukup banyak) dan banyaknya jenis skim penelitian

Untuk mencari konsentrasi yang setara dengan efektivitas antibakteri Povidone iodine 10%, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian efektivitas antibakteri ekstrak metanol

Paket pekerjaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan [ijin usaha perdagangan umum, klasifikasi Komputer/ Komputer dan Suku Cadangnya/ perawatan

This survey project covered the following people groups in the districts of Tawang, West Kameng and East Kameng: Tawang Monpa, Dirang Monpa, Kalaktang Monpa, Sartang, Lish,

4.2 Menjelaskan isi kandungan surat Al-Qadr tentang malam Lailatul Qadr secara sederhana. 5 Memahami arti hadits tentang taqwa dan ciri- ciri

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah (Skripsi) yang berjudul PERSEPSI PEMBUBARAN ORMAS ISLAM (Studi Kualitatif tentang Persepsi Komunikasi Mengenai