• Tidak ada hasil yang ditemukan

Utilization of fertilizer industrial sludge as raw material fertilizer compost

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Utilization of fertilizer industrial sludge as raw material fertilizer compost"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN

SLUDGE

INDUSTRI PUPUK SEBAGAI

BAHAN BAKU PUPUK KOMPOS

WIDYA ASTUTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

WIDYA ASTUTI. Pemanfaatan Sludge Industri Pupuk sebagai Bahan Baku Pupuk Kompos. Dibimbing oleh ARMI WULANAWATI dan REYNO PRAMUDIYONO WIDYASMARA.

Sebagian besar industri menghasilkan limbah sludge dari pengolahan air yang dilakukan melalui proses clarifier. Pada penelitian ini, limbah tersebut akan dijadikan bahan baku pembuatan pupuk kompos. Pengomposan dilakukan dengan menambahkan rumput dan kotoran sapi untuk menurunkan nisbah C/N yang tinggi dalam sludge. Nisbah sludge:rumput:kotoran sapi yang digunakan untuk mendapatkan nisbah nilai C/N yang optimum ialah, 70:20:10, 70:5:25, dan 55:25:20 yang akan diaplikasikan pada tanaman bayam. Hasil penelitian menunjukkan ketiga nisbah kompos yang dihasilkan secara umum telah memenuhi standar SNI 19-7030-2004. Aplikasi kompos terhadap tanaman bayam memberikan hasil terbaik pada kompos dengan nisbah 70:5:25. Sludge hasil pengomposan dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk kompos dan diaplikasikan pada tanaman bayam.

Kata kunci: kompos, pupuk, sludge.

ABSTRACT

WIDYA ASTUTI. Utilization of Fertilizer Industrial Sludge as Raw Material Fertilizer Compost. Supervised by ARMI WULANAWATI and REYNO PRAMUDIYONO WIDYASMARA.

Most industries produce sludge from water treatment through clarifier unit. In this study, the waste was used as raw material for making compost. Composting was done by addition of grass and cow dung to lower the high ratio of C/N in the sludge. Ratios of sludge with: grass: cow dung to get the optimum C/N ratio were, 70:20:10, 70:5:25 and 55:25:20 and the were applied to grow spinach. The results showed all three compositions generally met the SNI 19-7030-2004. Application of the compost to spinach plants gave the best with the ratio of 70:5:25. Therefore, the composted sludge can be used as raw material for compost and applicable to the spinach plants.

(3)

PEMANFAATAN

SLUDGE

INDUSTRI PUPUK SEBAGAI

BAHAN BAKU PUPUK KOMPOS

WIDYA ASTUTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Pemanfaatan Sludge Industri Pupuk sebagai Bahan Baku Pupuk Kompos Nama : Widya Astuti

NIM : G44080060

Disetujui oleh

Armi Wulanawati, SSi, MSi Reyno Pramudiyono W, ST Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen Kimia

(5)

PRAKATA

Segala puji senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam selalu penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis melaksanakan penelitian sejak bulan Februari sampai Juni 2012 dengan judul penelitian pemanfaatan sludge industri pupuk sebagai bahan baku pupuk kompos.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Armi Wulanawati, SSi, MSi dan Bapak Reyno Pramudiyono W, ST sebagai pembimbing yang selalu memberikan saran dan meluangkan waktu selama berkonsultasi; kepada Ibu Arlyza, ST dan Bapak Andreas yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini; kepada seluruh analis bagian Laboratorium Utama PT Pupuk Kujang Cikampek, yaitu Pak Aan, Mas Nurman, Mas Bram, Mas Teguh, Pak Dedi, Pak Luky, dan Pak Dodi yang telah membantu selama penelitian. Terima kasih kepada seluruh staf bagian Ekologi, yaitu Pak Asep, Mas Yoni, Mas Heru, Pak Andar, dan Pak Dedi. Terima kasih kepada seluruh staf PT Pupuk Kujang Cikampek atas fasilitas, masukan, dan bantuan yang telah diberikan.

Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayah, Mamah, dan Dewi atas segala bantuan, baik doa, moril, materil, dan kasih sayangnya. Semua teman-teman seperjuangan di PT Pupuk Kujang (Ambar, Intan, Asyif, Kinan, Wulan, Widya, Atiek, Mini, dan Sefty) terima kasih atas doa dan keceriaannya. Kepada Agung atas dorongan semangat dan kesabarannya. Terima kasih kepada Itoh, Ami, Nenah, Ade IP, Amin, Taufik, Indra, Piay, Mba Sandra, Ika, Tri, Alma, Anti, Endah, The Dwi, Mella, Suci, Ulya, Anna, Mas Erik, dan Rikki atas segala masukan dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karawang, Jawa Barat, pada tanggal 27 Agustus 1989 dari ayah Santoso dan Ibu Zaineti. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus SMA Negeri 1 Cikampek dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Prog Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, aktif menjadi pengurus Bina Desa BEM KM IPB tahun 2008-2010, penulis pernah menjadi staf pengajar di bimbingan belajar

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

METODE ... 1

Alat dan Bahan ... 1

Analisis Sludge ... 2

Pengukuran Suhu Kompos ... 2

Pengukuran Nilai pH ... 2

Penentuan Kadar Air ... 2

Penentuan Kadar C-organik ... 2

Penentuan Kadar N-organik ... 2

Penentuan Padar P ... 2

Penentuan Kadar K ... 3

Pembuatan Kompos ... 3

Pengujian Kompos sebagai Media Tanam (Bayam) ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 3

Proses Pengomposan ... 5

Kualitas Kompos ... 7

Aplikasi Kompos pada Tanaman Bayam ... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 9

Simpulan ... 9

Saran ... 9

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakterisasi sludge 4

2 Hasil analisis kualitas kompos 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kadar nitrogen pada sludge, rumput, kotoran sapi 4 2 Kadar karbon pada sludge, rumput, kotoran sapi 5

3 Pola perubahan suhu akibat pengomposan 5

4 Perubahan kadar air saat pengomposan 6

5 Perubahan nilai pH saat pengomposan 7

6 Penampakan fisik (warna) kompos matang pada nisbah 8 7 Pertumbuhan bayam dengan penambahan kompos maupun urea 9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian 11

2 Nilai suhu selama proses pengomposan 12

3 Data analisis rumput dan kotoran sapi 13

4 Data analisis tanah media tanam bayam 14

(9)

PENDAHULUAN

Proses produksi industri pupuk selain menghasilkan produk utama berupa pupuk juga menghasilkan limbah sebagai hasil samping, salah satunya ialah

sludge. Sludge merupakan lumpur hasil dari pengolahan air dalam clarifier

melalui proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi. Penanganan sludge industri pupuk belum optimal hingga saat ini, dan hanya sebatas dibuang pada lahan yang telah dipersiapkan, sedangkan jumlah yang dihasilkan mencapai 50 ton/minggu (Pupuk Kujang 2012).

Pembuangan sludge pada lahan terbuka menghadapi masalah keterbatasan daya tampung sementara jumlah sludge yang dihasilkan terus bertambah. Salah satu cara menangani limbah tersebut adalah dengan pengomposan karena sludge

diketahui mengandung bahan organik berupa unsur hara makro (nitrogen, fosforus, kalium) dan mikro yang diperlukan tanaman (Wahyuni 2009). Pengomposan dapat mengembalikan bahan organik dari sludge ke dalam tanah melalui fermentasi atau dekomposisi bahan organik tersebut sehingga dapat membantu memulihkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisika, dan biologinya (Djuarnani et al. 2005).

Kompos dikategorikan berkualitas baik apabila nisbah karbon terhadap nitrogen (C/N) berkisar 10─20 (SNI 2004). Pengomposan dengan nisbah C/N yang tinggi akan memakan waktu yang lama. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pengomposan sludge yang dicampur dengan abu ketel oleh Dwiyanti (2011) menghasilkan nisbah C/N sebelum dan setelah pengomposan berturut-turut sebesar 32.24 dan 26.95. Nisbah C/N sludge ini cukup tinggi sehingga diperlukan bahan organik untuk menurunkannya dengan meningkatkan kadar nitrogen. Salah satu bahan organik yang memiliki kadar nitrogen tinggi adalah rumput dan kotoran sapi (Lubis 2001). Sebaliknya, bila nisbah C/N rendah, maka nilai ini dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan yang kaya karbon, seperti jerami, sekam, atau serbuk kayu (Dalzell et al. 1987).

Berdasarkan hal-hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan upaya pengelolaan dan pemanfaatan limbah sludge industri pupuk sebagai kompos agar dapat bersinergi dengan lingkungan. Pemanfaatan sludge dilakukan dengan berbagai komposisi untuk memperoleh nisbah C/N yang optimal, dengan komposisi sludge:rumput:kotoran sapi 70:20:10, 70:5:25, dan 55:25:20. Tanaman yang digunakan untuk aplikasi kompos adalah bayam karena memiliki umur panen yang pendek dan tahan terhadap gangguan hama penyakit dengan parameter kualitas pengamatan meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun.

METODE

Alat dan Bahan

(10)

cawan porselen, drum, pipa, alat-alat kaca, pemanas, dan kertas saring Whatman 41.

Bahan-bahan yang digunakan adalah sludge (dari pengolahan air proses

clarifier PT Pupuk Kujang Cikampek), H2SO4 97%, amonium molibdovanadat,

Kompos dalam drum diukur menggunakan termometer yang dimasukkan pada kedalaman kurang lebih 20 cm, didiamkan selama 5 menit dan dicatat. Pengukuran Nilai pH (APHA 2005)

Sebanyak 25 g sludge ditimbang kemudian ditambahkan 75 mL air distilasi dan diaduk sampai homogen. Setelah itu diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7.0 dan pH 4.0 dan dicatat hasilnya. Penentuan Kadar Air (AOAC 1984)

Sludge sebanyak 5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen, lalu dimasukkan ke dalam oven selama 16 jam pada suhu 105 °C. Setelah itu, dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang.

Penentuan Kadar C-organik (AOAC 1984)

Sludge yang telah ditentukan kadar airnya, diabukan pada suhu 350 °C selama 1 jam lalu dilanjutkan dengan suhu 550 °C selama 4 jam. Setelah itu, dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang.

Penentuan Kadar N-organik (SNI 2803:2010)

Sludge ditimbang sejumlah 2 g ke atas kertas timbang. Kertas timbang dibungkus rapat agar tidak ada sludge yang terbuang. Setelah itu sludge

dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl dan dilarutkan dengan menambahkan 10 mL H2SO4 97% (b/v) kemudian didestruksi selama 20 menit pada suhu 420 ºC. Setelah itu, didinginkan dan siap dimasukkan ke dalam instrumen analisis nitrogen.

Penentuan Padar P (SNI 2803:2010)

(11)

diukur intensitas warnanya dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 400 nm.

Penentuan Kadar K (SNI 2803:2010)

Prosedur kerjanya sama seperti penentuan kadar fosforus, dengan pereaksi warna yang digunakan ialah 10 mL larutan CaCl2 dan serapan diukur pada panjang gelombang 766.5 nm.

Pembuatan Kompos

Kompos dibuat dengan mencampurkan sludge, rumput segar, dan kotoran sapi dengan nisbah 70:20:10 (A), 70:5:25 (B), 55:25:20 (C). Masing-masing diaduk kemudian ditambahkan 100 mL aktivator PROBIO®, dimasukkan ke dalam drum yang telah diberi pipa dan lubang, ditutup dengan plastik. Parameter yang diukur adalah pH, kadar karbon (C), kadar nitrogen (N), nisbah C/N, kadar fosforus (P2O5), kadar kalium (K2O), dan pH.

Pengujian Kompos sebagai Media Tanam (Bayam)

Hasil pengomposan pada skala kecil (100 kg) digunakan sebagai media tanam bayam. Sebelum ditanam, tanah dibentuk guludan dengan ukuran 1x1 m sebanyak 4 bedengan, 3 bedengan digunakan untuk pengujian kompos dan 1 bedengan digunakan sebagai parameter keberhasilan kompos. Sebelum penanaman, tanah yang sudah dibentuk terlebih dahulu dicampur dengan kompos dan didiamkan selama 1 minggu. Parameter pengukuran yang digunakan adalah tinggi tanaman dan banyaknya daun. Bagan alir proses pembuatan kompos disajikan pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sludge merupakan endapan lumpur yang mengandung sejumlah mikroorganisme yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah cair. Pada umumnya sludge hasil industri mengandung 3 unsur hara makro, yaitu nitrogen, fosforus, dan kalium (Wahyuni 2009). Jika salah satu unsur tersebut ada dalam jumlah yang tinggi, maka 2 unsur yang lain akan berada dalam konsentrasi yang rendah (Sulistijorini 2003). Sludge dapat dimanfaatkan sebagai kompos karena memiliki kandungan nitrogen yang tinggi dan merupakan salah satu faktor penyubur tanah. Kandungan nitrogen ini terkait dengan nisbah C/N dalam proses pengomposan. Menurut SNI 19-7030-2004, kompos yang baik memiliki nisbah C/N dengan kisaran nilai 10─20.

Pencirian sludge merupakan tahap awal dalam mengidentifikasi kandungan

sludge untuk pemanfaatannya sebagai kompos. Berdasarkan hasil analisis, sludge

(12)

rentang nilai yang mendekati standar SNI kecuali kadar air, bahan organik, kadar nitrogen, dan nisbah C/N (Tabel 1).

Tabel 1 Karakterisasi sludge

Parameter SNI

Nisbah C/N merupakan parameter penting dalam proses pengomposan karena dapat memengaruhi aktivitas mikroorganisme sebagai sumber energi dan untuk pembentukan sel. Diperlukan penambahan bahan campuran dalam sludge

untuk menurunkan nisbah tersebut. Hasil analisis lain menunjukkan bahwa rumput dan kotoran sapi memiliki kandungan nitrogen yang cukup tinggi (Gambar 1). Dengan demikian bahan campuran tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan nitrogen dalam sludge yang berakibat menurunkan nisbah C/N.

Gambar 1 Kadar nitrogen pada sludge, rumput, kotoran sapi

Selain dari kandungan nitrogen, faktor yang memengaruhi penurunan nisbah C/N sludge adalah kandungan karbon. Semakin tinggi kandungan karbon dalam proses pengomposan, semakin banyak gas CO2 yang dihasilkan dan menguap sehingga kandungan karbon yang terdapat dalam kompos semakin rendah. Rumput dan kotoran sapi memiliki kandungan karbon yang tinggi sehingga keduanya dapat digunakan untuk menurunkan kandungan karbon dalam sludge

(13)

Gambar 2 Kadar karbon pada sludge, rumput, kotoran sapi

Proses Pengomposan

Proses terbentuknya sludge menjadi kompos dengan kualitas baik, selain dipengaruhi oleh campuran bahan organik (rumput dan kotoran sapi) juga dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain suhu, kadar air, dan nilai pH. Pada awal proses pengomposan yang merupakan tahap aktif, suhu cenderung meningkat. Peningkatan pada hari pertama hingga hari ke-4 sebesar 9 °C. Kenaikan suhu tersebut menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi senyawa-senyawa organik dengan bantuan oksigen menjadi CO2, uap air, dan panas yang akan dimanfaatkan oleh mikrob mesofilik (Isroi 2007). Namun, suhu yang dicapai hanya berkisar antara 33─42 °C (Lampiran 2), sedangkan mikroba mesofilik hidup pada suhu 35-45 °C sehingga proses pengomposan tidak berlangsung optimal. Setelah sebagian besar bahan organik terurai, suhu akan menurun mencapai 33 °C. Pada saat itu terjadi proses pematangan kompos tingkat lanjut (Gambar 3).

(14)

Mikroorganisme membutuhkan kadar air 40─60% untuk hidup dan berkembang dalam mendegradasi bahan organik. Kadar air memengaruhi proses metabolisme mikroorganisme dan mengakibatkan proses pengomposan menjadi bersifat anaerob yang dapat menghasilkan CH4, CO2, dan H2S. Berdasarkan hasil analisis, tingginya kadar air saat pengomposan dapat juga disebabkan adanya kandungan air dari bahan-bahan yang digunakan. Penambahan lebih banyak kotoran sapi menghasilkan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan lebih banyak rumput (Gambar 4a) karena kadar air dalam kotoran sapi lebih tinggi dibandingkan dengan rumput, yaitu berturut-turut sebesar 67 dan 63.6% (Lampiran 3). Di sisi lain, kadar air cenderung lebih meningkat dengan keberadaan sludge yang lebih banyak dibandingkan denganpenambahan campuran (Gambar 4b).

(a) (b) Gambar 4 Perubahan kadar air saat pengomposan.

Degradasi bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada proses pengomposan juga dipengaruhi oleh kondisi nilai pH. Kisaran nilai pH ideal adalah 6─8.5 (CPIS 1992). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai pH mengalami penurunan pada minggu pertama karena pada tahap awal proses dekomposisi, terbentuk asam-asam organik, antara lain asam laktat, asam propanoat, asam asetat, dan asam butirat. Kemudian pada minggu kedua terjadi peningkatan pH yang disebabkan adanya perombakan protein dan asam amino yang akan membentuk ion amonium. Ion amonium yang terbentuk ini dapat mengalami 3 hal, yaitu digunakan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak membentuk sel-sel baru, hilang karena menguap membentuk amoniak, atau akan berubah menjadi nitrat, sehingga pH akan meningkat.

(15)

(a) (b) Gambar 5 Perubahan nilai pH saat pengomposan.

Kualitas Kompos

Kualitas kompos ditentukan oleh tingkat kematangan kompos yang dapat dilihat dari sifat fisik dan kimianya (Harada et al. 1993). Menurut SNI 19-7030-2004, secara fisik kompos yang telah matang memiliki ciri berwarna cokelat sampai kehitaman (Gambar 6).

Hasil analisis kualitas kematangan kompos berdasarkan sifat kimia menunjukkan bahwa secara umum kompos sudah memenuhi standar SNI 19-7030-2004 (Tabel 2). Namun, kompos dengan campuran sludge yang lebih banyak, baik nisbah 70:10:20 maupun 70:5:25, masing-masing memiliki kandungan bahan organik yang kurang dari standar SNI. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya tambahan bahan campuran rumput atau kotoran sapi yang kandungan bahan organiknya lebih tinggi dibandingkan dengan sludge.

Gambar 6 Penampakan fisik (warna) kompos matang pada nisbah sludge:rumput kotoran sapi, 70:20:10.

6.8 7.2 7.6 8

0 1 2 3 4

A B

Waktu (minggu ke-)

pH

6.8 7.2 7.6 8

0 1 2 3 4

A C

Waktu (minggu ke-)

(16)

Tabel 2 Hasil analisis kualitas kompos

Aplikasi Kompos pada Tanaman Bayam

Aplikasi kompos pada tanaman bayam dilakukan untuk mengetahui pengaruh kompos yang dihasilkan terhadap pertumbuhan tanaman dan kecocokan kompos terhadap tanah yang digunakan (Lampiran 4). Parameter yang diamati selama masa tumbuh tanaman meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun. Tanaman bayam memerlukan banyak asupan air saat pertumbuhannya sehingga harus disiram dan diairi dengan baik. Dalam aplikasi kompos ini, juga digunakan pupuk urea yang berfungsi sebagai indikator nisbah kualitas kompos dari limbah sludge.

Berdasarkan hasil pengamatan selama 3 minggu pertumbuhan bayam dengan 4 kali pengukuran, kompos dengan nisbah sludge:rumput:kotoran sapi 70:5:25 menunjukkan tinggi tanaman dan jumlah daun yang lebih baik dengan rerata berturut-turut 27 cm dan 7 (Lampiran 5) helai dibandingkan kompos dengan nisbah 55:25:20 yang secara analisis kimia mempunyai sifat relatif baik berdasarkan seluruh parameter standar. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan Fe yang terdapat dalam kompos 70:5:25 relatif lebih tinggi. Unsur Fe berfungsi sebagai pembawa elektron pada fase terang fotosintesis dan respirasi. Ketersediaan Fe yang tinggi dari kompos tersebut diduga diserap secara optimum oleh tanaman. Fe diserap tanaman dalam bentuk Fe2+ dan Fe3+. Fe penting bagi pembentukan klorofil, zat karbohidrat, lemak, protein dan enzim. Akan tetapi meskipun Fe tidak menjadi komponen zat klorofil, namun berperan sebagai katalisator pada sintesa polisakarida, sehingga semakin tinggi kandungan Fe maka proses fotosintesis yang terjadi pada tanaman bayam menjadi lebih cepat (Sakya & Rahayu 2010). Akan tetapi, kompos dengan nisbah 70:20:10 yang memiliki kandungan Fe lebih tinggi 5.84% dibandingkan kompos dan nisbah 55:25:20 menghasilkan pertumbuhan yang kurang baik. Hal tersebut dapat disebabkan pengaruh kandungan fosforus dan kalium yang lebih besar dibandingkan kompos

Parameter

Perbandingan

(Sludge:rumput:kotoran sapi) Urea Standar SNI 2004 70:20:10 70:05:25 55:25:20

(17)

adalah 11.11% dan 20%. Kalium berperan pada proses fotosintesis dalam pembukaan stomata, memengaruhi penyerapan unsur-unsur lain, dan perkembangan akar, sedangkan fosforus berperan memperkuat batang, perkembangan akar, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur-mayur (Hardjowigeno 2010). Oleh karena, itu kompos dengan nisbah 55:25:20 menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kompos 70:20:10. Jika dibandingkan dengan pupuk urea, kompos dengan nisbah 70:5:25 tetap lebih baik (Gambar 7).

Gambar 7 Pertumbuhan bayam dengan penambahan kompos maupun urea.

Berdasarkan nisbah C/N, semua kompos hasil pencampuran antara sludge

industri pupuk, rumput, dan kotoran sapi pada komposisi 70:20:10, 70:5:25, dan 55:25:20 secara umum menghasilkan kompos yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004, sehingga limbah sludge industri pupuk dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Selain itu, pada pengaplikasian kompos terhadap tanaman bayam diperoleh bahwa pada kompos dengan perbandingan 70:5:25 memberikan hasil yang baik dibandingkan kontrol pupuk urea dengan tinggi rerata 27 cm dan jumlah daun rerata 7 helai.

Saran

Perlu dilakukan penambahan aerasi pada tempat pengomposan agar proses pengomposan dapat berjalan maksimal, optimalisasi penambahan rumput sebagai

(18)

media penurun nisbah C/N, dan perlu aplikasi terhadap berbagai jenis tanah untuk mengetahui kecocokan kompos terhadap tanah.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Methods Analysis of TheAOAC International. Washington DC: AOAC International. APHA. 2005. Standart Method for The Examintion of Water and Wastewater 21th

Edition. Baltimore: Victor Grapihcs Inc.

[SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2010. SNI 2803:2010. Pupuk NPK. Jakarta: Departemen Perindustrian Republik Indonesia.

[SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2004. SNI 19-7030:2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Jakarta: Departemen Perindustrian Republik Indonesia.

[CPIS] Centre for Policy and Implementation Studies. 1991. Penelitian dan Pengembangan Pupuk Kompos Sampah Kota. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Dalzell HW, AJ Bidlestone, KR Gray, and K Thurairajan. 1987. Soil Management: Compos Productionand use in Tropical and subtropical Environment. Soil Bulletin 56, Food and Agricultural Organization of the united National.

Djuarnani N, Kristian, Setiawan BS. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Dwiyanti E. 2011. Kajian Rasio Karbon Terhadap Nitrogen (C/N) pada Proses Pengomposan dengan Perlakuan Aerasi dalam Pemanfaatan Abu Ketel dan

Sludge Industri Gula [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

Isroi. 2007. Pengomposan Limbah Padat Organik. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.

Lubis D. 2001. Kualitas Kompos dari Campuran Sampah Pasar Organik dan Kotoran Sapi Perah (Feces) yang Ditambah Inokulasi Starbio [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

PT Pupuk Kujang Cikampek. 2012. Data Pengolahan Proses Clarifier Sistem PT Pupuk Kujang Cikampek. Cikampek.

Sakya AT, Rahayu M. 2010. Pengaruh Pemberian Unsur Mikro Besi (Fe) terhadap Kualitas Anthurium. Agrosains 12: 29-33.

Sulistijorini. 2003. Pemanfaatan Sludge Industri Pangan Sebagai Upaya Pengelolaan Lingkungan. [Makalah Falsafah Sains]. Bogor: Prog Pasca Sarjana. Institut Petanian Bogor.

Suntoro WA. 2001. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

(19)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Pengukuran tinggi tanaman dan banyaknya daun

Sludge

Pembuatan kompos

Aplikasi kompos pada tanaman bayam Analisis C/N, P, K

(20)

Lampiran 2 Nilai suhu selama proses pengomposan

(21)
(22)

Lampiran 4 Data analisis tanah media tanam bayam

Parameter Nilai

pH 7.47

Kadar air (%) 24.19

Bahan organik (%) 8.35

Nitrogen (%) 0.17

Karbon (%) 4.84

C/N 29.01

Fosforus (P2O5) (%) 0.23

Kalium (K2O) (%) 0.04

Besi (Fe) (%) 4.69

(23)
(24)

Lanjutan Lampiran 5 Keterangan: A, B, C : kompos dengan nisbah sludge:rumput:kotoran sapi

Gambar

Tabel 1  Karakterisasi sludge
Gambar 3  Pola perubahan suhu kompos akibat proses pengomposan.
Gambar 4  Perubahan kadar air saat pengomposan.
Gambar 6  Penampakan fisik (warna) kompos matang pada nisbah sludge:rumput
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan disimpulkan bahwa: 1) Perbaikan proses produksi pengolahan umbi ganyong, khususnya pada proses pengeringan pati dan tepung ganyong

Gambar 2 menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang didapatkan (Warsa, dkk., 2013).Hal ini menunjukkan bahwa kadar etanol hasil fermentasi yang

The results obtained morphological features such as rectangularity, roundness, compactness, solidity, convexity, elongation, and eccentricity able to represent the

y Semua Semua gedung dan fasilitas gedung dan fasilitas yang berhubungan dengan yang berhubungan dengan penanganan makanan harus dikontruksi dan didesain agar penanganan

Resin Komposit gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat unggul yang digunakan untuk menggantikan gigi yang hilang dan memodifikasi warna dan outline

Kecamatan Batu Ampar Dari Sisi Segmen Geografis Terhadap Pasar Kaget Kecamatan Batu Ampar merupakan salah satu Kecamatan dengan penduduk yang cukup padat dengan jumlah penduduk

Seiring berkembangnya zaman, budaya kapitalisme dalam era globalisasi memberi berbagai tekanan terhadap keberadaan musik di masyarakat, sehingga hal tersebut

untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH KEPEMILIKAN KELUARGA, DIVERSITAS DEWAN KOMISARIS, MANAJEMEN LABA, KUALITAS LABA, KOMISARIS INDEPENDEN, KEPEMILIKAN