• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Stimulansia Organik dan Pengatur Zat Tumbuh (ZPT) terhadap Produktivitas Penyadapan Kopal di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Stimulansia Organik dan Pengatur Zat Tumbuh (ZPT) terhadap Produktivitas Penyadapan Kopal di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) memiliki nilai yang cukup ekonomis dibandingkan dengan nilai kayu yang sampai saat ini masih dianggap sebagai produk utama. Pemanfaatan HHBK juga tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar pada hutan dibandingkan dengan pemanfaatan kayu itu sendiri. Pemanfaatan HHBK merupakan solusi alternatif dalam memanfaatakan hasil hutan, salah

satunya dengan memanfaatkan HHBK berupa kopal.

Agathis spp. termasuk ke dalam famili Araucariaceae sebagai penghasil getah yang disebut dengan kopal. Kopal sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu yang penting dalam bidang kehutanan serta memberikan manfaat bagi industri. Kopal digunakan sebagai bahan pernis, linoleum, dupa, cat, dan lain sebagainya. Permintaan akan kopal saat ini semakin meningkat sehingga perlu adanya upaya dalam meningkatkan produksi kopal.

Salah satu teknik penyadapan yang dapat meningkatkan produksi kopal adalah dengan penggunaan stimulansia untuk merangsang serta memperlancar keluarnya getah dari saluran getah. Stimulansia yang digunakan saat ini masih merupakan stimulansia anorganik berupa cairan asam sulfat. Menurut Sumadiwangsa et al. (2000), pemakaian asam sulfat pada kondisi berlebihan dan berkepanjangan akan mengganggu lingkungan dan kelangsungan hidup pohon serta diduga akan mengubah komponen kimia getah, oleh karena itu penggunaan asam sulfat perlu dipertimbangkan.

(2)

meningkatkan produktivitas juga aman digunakan baik bagi kesehatan pohon, penyadap serta lingkungan sekitar.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk:

1. Mengetahui pengaruh penggunaan stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) terhadap produktivitas kopal.

2. Mengetahui nilai tambah produktivitas penyadapan kopal dari penggunaan stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).

1.3Manfaat

(3)

2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu

Undang-undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, menerangkan bahwa hasil hutan merupakan benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang dihasilkan dari hutan. Indonesia termasuk negara tropis yang memiliki hasil produksi hutan kayu dan non kayu dalam jumlah yang sangat besar.

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.35/Menhut-II/2007 tentang

hasil hutan bukan kayu. Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.

2.2 Agathis

2.2.1 Ciri-ciri agathis

Agathis spp. termasuk dalam famili Araucariaceae. Pohon berukuran sedang hingga sangat besar, berumah satu, memiliki tinggi hingga 60-65 m, cabangnya simetris atu melingkari batang. Batang utama lurus, berbentuk silinder, diameter hingga 200-400 cm, tidak berbanir, tetapi sering dengan akar permukaan membengkak. Pepagan luar abu-abu hingga coklat kemerah-merahan, mengelupas dengan serpih-serpih besar, sedikit bundar tak teratur dan tebal, meninggalkan permukaan bernoktah agak kasar, hitam atau coklat agak lembayung hingga coklat kekuning-kuningan pada pohon besar. Tajuk monopodial, akhirnya menjadi simpodial, pada pohon muda berbentuk kerucut, bulat atau seperti payung, cabang-cabang besar sering membelok ke atas tidak teratur, takikan batang pepagan dalam putih susu atau merah muda, mengeluarkan damar tembus cahaya atau putih jernih yang disebut kopal. Daun bertepi rata, bertangkai sangat pendek, agak berhadapan, bulat telur hingga bentuk lanset, menjagat, pertulangan daun sejajar, rapat, permukaan daun kasar. Biji menempel di sepanjang pangkal sisik

(4)

2.2.2 Penyebaran dan Habitat

Marga agathis diperkirakan memiliki 21 jenis, 11 diantaranya terdapat di kawasan Malesia. Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina, Maluku, sampai Selandia Baru. Agathis tumbuh baik di hutan hujan dataran rendah hingga pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 2000 m dpl (Harjadi et al.1998). Nurhasybi dan Dede (2001) mengatakan bahwa daerah penyebaran alami Agathis loranthifolia meliputi Papua New Guinea, New Britain, Indonesia (Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya), Philipina, Malaya. Jenis ini umumnya tumbuh pada tempat yang memiliki kelembaban (3.000–4.000 mm/tahun). Temperatur rata-rata tahunan 25–30°C. Pada dataran rendah, jenis ini ditemukan pada tanah berbatu seperti pasir podzolik (pada hutan kerangas), ultrabasa, tanah kapur, dan batuan endapan. Anakan jenis ini memerlukan naungan dan memperlihatkan pertumbuhan yang lambat selama tahun pertama. Setelah bebas dari kompetisi dengan semak belukar, pertumbuhannya menjadi cepat, seperti terlihat pada sebagian besar hutan hujan primer. Sistem perakaran sensitif terhadap kekurangan oksigen dan pohon tidak

tahan genangan air. Di luar sebaran alaminya, telah di tanam di Jawa. Agathis memerlukan drainase yang baik dan tumbuh pada kondisi tanah dengan pH 6,0 – 6,5 serta tahan terhadap tanah berat (heavy soil) dan keasaman.

2.2.3 Kegunaan

Menurut Harjadi et al. (1998) kayu agathis digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk bahan bangunan di dalam ruangan, kotak teh, papan wol kayu, bahan kertas, dan kayu lapis. Damar dari pepagan dalam, yang dikenal dengan nama kopal, digunakan sebagai bahan pernis, linoleum, dupa, cat, dan lain sebagainya.

2.2.4 Struktur Anatomi Kayu Konifer

(5)

disebut sebagai kayu berstuktur homogen. Kayu konifer disusun oleh elemen-elemen ke dalam 2 arah orientasi, yaitu :

A. Elemen-elemen yang bersifat prosenkim a. Trakeida

Sel trakeida terdapat pada semua jenis kayu jarum dan elemen ini merupakan komponen utama penyusun kayu daun jarum, hampir 90% - 95 % kayu daun jarum disusun oleh sel-se trakeida. Panjang sel ini berkisar antara 1–7 mm. Pada dinding radial sel trakeid penuh mengandung noktah berhalaman.

b. Trakeida Berdamar

Sel ini umumnya terdapat pada zona transisi kayu gubal ke kayu teras. Pada sel ini terjadi pengendapan zat-zat damar dalam lumen sel-sel trakeida yang berhubungan dengan se jari-jari. Warna endapan umumnya coklat sampai kehitam-hitaman.

c. Trakeida Rantai

Trakeida rantai terdapat pada jenis-jenis yang mempunyai sauran

damar aksial atau pada jenis-jenis yang memiliki parenkim aksial. Noktah halaman terdapat pada dinding radial maupun pada dinding ujungnya.

B. Elemen-elemen yang bersifat Parenkim a. Parenkim Aksial

Parenkim aksial adalah sel yang umumnya berbentuk seperti kotak, persegi empat kecuali sel-sel yang terdapat pada ujung-ujung yang berbentuk membulat atau meruncing. Sel ini umumnya mempunyai dinding sel yang tipis bila dibandingkan sdengan sel trakeida. Sel ini tersusun dalam deretan vertikaldan pada lumen berisi zat berwarna gelap dengan noktah sederhana pada dinding sel dan horisontal pada dinding ujungnya.

b. Parenkim Jari-jari

(6)

atau dua baris sel dan jari-jari lebar bila disusun oleh lebih dari dua baris sel.

C. Pernoktahan Silang Jari-jari

Bila parenkim jari-jari bersinggungan dengan trakeida aksial maka akan terbentuk pasangan noktah setengah halaman (halpbordered). Terkadang pada dinding sel parenkim jari-jari didaerah pernoktahan silang jari-jari tidak terdapat noktah sehingga noktah halaman yang terdapat pada dinding sel trakeida aksial akan menentukan sistem pernoktahan yang terbentuk. D. Saluran Damar Normal

Sauran damar merupakan saluran yang dibatasi oleh sel-sel epitel yang sangat tipis yang berfungsi mengeluarkan zat-zat tertentu ke dalam saluran. Ada dua macam saluran berdasarkan arahnya di dalam batang, yaitu : Saluran damar aksial yang sejajar dengan sumbu batang, dan saluran damar radial tegak lurus dengan sumbu batang yang memiliki ukuran lebih besar.

E. Saluran Luka (Traumatik)

Saluran traumatik terjadi akibat adanya luka-luka dalam batang pohon. Saluran ini penyebarannya dalam deretan tangensial dan biasanya hanya terbatas pada bagian kayu awal. Saluran luka ini juga bisa radial atau aksial tergantung arahnya dalam batang.

Menurut Mandang dan Pandit (1997) ciri-ciri anatomi kayu Agathis adalah tidak memiliki sel-sel pembuluh dalam kayunya, hanya terdapat trakeid, parenkimia aksial, dan jari-jari. Trakeid terdapat pada seluruh kayu kecuali pada jari-jari empulur, tersusun secara teratur dalam baris-baris radikal dan tidak mempunyai isi. Parenkim dan saluran damar tidak ada, jari-jari empulur ada sangat rapat seluruhnya tersusun sel-sel baring. Batas-batas lingkaran sangat nyata, warna gubal tidak jauh berbeda dengan kayu teras.

2.3 Kopal

(7)

Manuputty (1955) membagi kopal menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Kopal Bua, adalah kopal tidak disadap, sebagian besar digali dari tanah, sebagian berasal dari luka-luka cabang yang kopalnya diambil beberapa bulan kemudian.

2. Kopal Loba, adalah kopal yang didapat dengan cara penyadapan pohon-pohon agathis dan sangat menyerupai getah lilin. Kopal ini keras dan berwarna kuning sampai coklat.

3. Kopal Melengket, adalah kopal yang dihasilkan dari kegiatan penyadapan kemudian dipungut dari pohon setelah dua atau tiga minggu. Kopal jenis ini berwarna sangat terang dan bersih.

Menurut Riyanto (1980) diantara saluran kopal dan sel parenkim (sel penyimpan cadangan makanan) yang mengelilingi saluran kopal pada semua sisi terdapat keseimbangan osmotik. Jika dibuat luka pada kulit dalam maka saluran kopal akan terbuka. Dengan terbukanya saluran kopal maka keseimbangan osmotik mulai terganggu sehingga kopal keluar dari salurannya.

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopal

Riyanto (1980) menyatakan bahwa potensi kopal secara kuantitatif pada dasarnya dipengaruhi dua faktor pokok, yaitu :

1. Faktor fasif yang terdiri dari kualitas tempat tumbuh, umur pohon, kerapatan tegakan, sifat genetik dan ketinggian tempat tumbuh dari permukaan laut

2. Faktor aktif yang terdiri dari kuantitas dan kualitas tenaga sadap, perlakuan kimia, dan pelakuan mekanis, seperti penutupan luka dengan plastik.

(8)

Menurut Dulsalam dan Sumantri (1985) keluarnya kopal dipengaruhi oleh tutup luka sadapan, arah sadapan dan lamanya penyadapan. Wratsongko (2005), menyatakan produksi kopal juga dipengaruhi oleh kondisi iklim pada lokasi penelitian. ketika kondisi hari hujan, kopal yang keluar dari jaringan kulit batang mengalir tidak tertampung pada gelas penampung melainkan meluap hingga jatuh ke permukaan tanah akibat gelas penampung terpenuhi oleh air hujan. Hal ini akan memberikan hasil yang berbeda pada saat dilakukan penimbangan dimana berat kopal cenderung jadi berkurang.

2.5 Penyadapan Getah Agathis spp.

Riyanto (1980) mengemukakan bahwa pohon Agathis yang diambil getahnya harus diambil dari pohon yang sehat. Pohon-pohon yang tidak sehat atau tidak normal (busuk batang, kanker batang, dan terpuntir 30%) sebaiknya tidak disadap walaupun menghasilkan getah yang lebih banyak, karena akan lebih mudah terserang penyakit sehingga akan menurunkan kualitas kayunya. Pohon Agathis yang diambil getahnya adalah pohon yang berdiameter 30 cm ke atas.

Penyadapan getah Agathis juga dilakukan pada pohon yang telah berumur 21 tahun.

2.6 Stimulansia

Santosa (2006) menyatakan bahwa stimulansia berfungsi sebagai perangsang terbentuknya etilena pada tanaman dan selanjutnya menaikkan tekanan osmosis serta tekanan turgor yang menyebabkan aliran getah bertambah cepat dan lebih lama. Etilena pada hakekatnya adalah suatu hormon pertumbuhan yang banyak berperan pada perubahan suatu tanaman, antara lain terjadi perubahan dalam membran yang permeable dari dinding saluran getah sehingga selama ada aliran getah, air masuk dalam saluran getah dan jaringan-jaringan disekitarnya.

2.7 Zat Pengatur Tumbuh

(9)

konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis (Frank dan Cleon 1992).

Etilen adalah suatu gas yang dibentuk dari pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa-senyawa yang kaya akan ikatan karbon. Etilen juga merupakan suatu senyawa karbon sederhana yang tidak jenuh dalam bentuk gas memiliki sifat-sifat fisiologis yang luas pada aspek pertumbuhan, perkembangan dan senescen tanaman (Wattimena 1988). Menurut Winarno (2002) etilen (C2H4)

adalah jenis senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman pada waktu-waktu tertentu dan pada suhu kamar etilen berbentuk gas. Etilen merupakan gas yang dapat digolongkan sebagi hormon tanaman yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik.

Gas etilen tidak berwarna dan mudah menguap. Etilen dianggap sebagai hormon tumbuhan karena merupakan hasil metabolisme, bekerjasama atau

antagonistik dengan hormon-hormon tumbuhan lainnya. Jumlah etilen yang normal di dalam jaringan tanaman adalah rendah, biasanya kurang dari 0,1 ppm. Kegunaana etilen yaitu menghambat pertumbuhan, membentuk lapisan absisi, mengontrol pembentukan bunga, merangsang inisiasi akar, merangsang dormansi biji dan tunas, merangsang peemasakan buah, merubah polaritas tumbuh dan menghambat tanggapan tropostik, menghambat perluasan daun, merangsang eksudasi. Etilen banyak melibatkan aspek tumbuh dan perkembangan tanaman baik secara endogen maupun diberi dari luar. Etilen memiliki struktur yang cukup sederhana dan diproduksi pada tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin yang esensial pada seluruh jaringan tumbuhan.

(10)
(11)

 

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2011. Lokasi

penelitian yaitu di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Kabupaten

Sukabumi, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah pisau sadap, pita ukur,

talang sadap, spidol, kantong plastik, palu, paku, golok, kuas, timbangan, sprayer,

alat tulis dan kamera digital software SPSS 16.0, dan alat tulis. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tegakan Agathis, Etrat 1240, Etrat NP50,

Etrat NP100, Etrat 2010, CAS, dan cat kayu.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengumpulan data sekunder dan primer.

3.3.1 Pengumpulan data sekunder

Penelitian ini menggunakan data-data yang berasal dari data sekunder.

Data sekunder yaitu berupa kondisi umum lokasi penelitian, meliputi sejarah

hutan pendidikan Gunung Walat, letak dan luas areal, topografi, iklim, tanah,

vegetasi dan penduduk.

 

3.3.2 Pengumpulan data primer

Pengumpulan data secara primer yaitu dengan penentuan diameter 20

pohon contoh Agathis loranthifolia dengan diameter minimal 40 cm, arah sadap yang berbeda pada setiap pohon, melakukan kegiatan pelukaan pada pohon

agathis dengan menggunakan metode quarre, kemudian penggunaan stimulansia dan ZPT dengan cara disemprotkan pada bidang sadap yang telah dilukai.

Penelitian utama dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dengan

(12)

1

2

yaitu 10 cm, jarak antar perlakuan minimal sama dengan lebar quarre. Pada

penelitian utama dilakukan perbandingan produktivitas getah (g/pohon/5 hari)

pada pohon yang diberi berbagai perlakuan, yaitu: kontrol (tanpa perlakuan), Etrat

1240, Etrat NP50, Etrat NP100, Etrat 2010,dan CAS.

Tahapan kegiatan penelitian utama adalah :

a. Persiapan lokasi, alat, dan bahan

b. Contoh penentuan diameter pohon = 2 x 6 x 10 cm π

= 120 = 38,22 cm ≈ 40 cm π

Maka diameter agathis yang digunakan adalah minimal 40 cm

c. Arah sadap pada setiap pohon agathis berbeda, yaitu diputar untuk setiap

perlakuan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil sadapan dengan

memperkecil perbedaan dari berbagai faktor yang ada selain perlakuan pada

agathis.

U

10 cm

Gambar 1 Penampang melintang pohon agathis dengan berbagai perlakuan.

Keterangan:

d. Pelukaan pohon agathis dengan metode quarre

1. Persiapan sadapan

Persiapan alat-alat sadap yaitu kuas, cat kayu warna putih, kantong

(13)

dan palu. Pembersihan lapangan sekitar pohon agathis yang akan

disadap. Pemberian nomor urut pohon agathis yang akan disadap.

2. Pembersihan kulit

Pembersihan kulit bagian batang yang akan disadap dengan

menggunakan golok yaitu setebal 3 mm, lebar 20 cm, dan tinggi 70 cm

pada ketinggian 50 cm di atas tanah tanpa melukai kayu. Tujuan

pembersihan kulit adalah untuk memudahkan pembuatan pelukaannya.

Pada kegiatan ini alat yang digunakan adalah parang dan alat pengerok

kulit.

3. Pembuatan mal sadap

Pembuatan mal sadap diletakkan pada bagian tengah batang yang

telah dibersihkan kulitnya. Untuk memberi tanda batas mal sadap ini

dipergunakan cat kayu. Mal sadap diplotkan pada bagian tengah dari

pohon contoh yang telah dibersihkan. Untuk memberi tanda batas

rencana sadapan digunakan cat kayu. Ukuran mal sadapan lebarnya 10

cm dan tinggi 60 cm.

4. Pembuatan luka sadapan pertama

Luka sadapan pertama dibuat pada ketinggian 50 cm di atas tanah

dengan menggunakan pisau sadap (kudikoni), di dalam pola sadap

dengan ukuran 10x10 cm. Dalam luka sadapan 2 cm tidak termasuk

kayu dengan lebar sadapan 10 cm.

5. Pemasangan talang sadap

Talang sadap diletakkan di bawah luka sadapan pertama dengan

cara dipaku. Talang sadap yang digunakan terbuat dari seng. Ukuran

talang seng, yaitu panjang 28 cm, tinggi 3 cm, lebar 3 cm, bibir

penampung 1 cm, penyangkut talang 2x3 cm.

6. Pemasangan penampung getah

Penampung getah dipaku tepat di bawah talang seng.

7. Pemberian stimulansia dan ZPT

Pemberian stimulansia dan ZPT dilakukan dengan menyemprotkan

(14)

dilukai. Pemberian stimulansia dan ZPT banyaknya adalah 1

cc/quarre/5 hari dan hanya satu kali semprotan setiap 5 hari sekali.

8. Pemanenan

Pemanenan getah dilakukan lima hari sekali sekaligus

memperbaharui quarre dengan lebar luka sadapan 0,5-1,0 cm. 9. Penimbangan

Hasil panen getah kemudian ditimbang dengan menggunakan

timbangan digital (g/quarre/panen).

10 cm

pembaharuan luka 1 cm

disemprotkan

stimulansia

50 cm

Gambar 2 Pemberian stimulansia dan ZPT pada penyadapan Agathis dibidang sadap yang telah dilukai.

3.4 Rancangan Percobaaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana respon diperoleh dari 6 perlakuan

stimulansia dalam penyadapan kopal. Penelitian ini menggunakan 20 pohon

contoh Agarthis loranthifolia dengan pengambilan getah (panen) sebanyak 10 kali dan dilakukan penyadapan setiap 5 hari sekali selama 50 hari.

Adapun 6 perlakuan tersebut, yaitu :

Perlakuan 1= tanpa stimulansia dan zat pengatur tumbuh (kontrol),

Perlakuan 2= Etrat 1240 campuran etilen 100 ppm dan asam sitrat 150 ppm,

(15)

Perlakuan 4= Etrat NP100 campuran etilen 200 ppm dan jeruk nipis 10 %,

Perlakuan 5= Etrat 2010 campuran etilen 150 ppm dan asam sitrat 10 %,

Perlakuan 6= CAS campuran H2SO4 15% dan HNO3 2%.

Bahan-bahan yang digunakan tersebut merupakan produk dari CV.

Permata Hijau Lestari yang diimplementasikan pada hutan dalam hal ini pohon

agathis. Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian dipilih terlebih dahulu

sebelum dilakukan kegiatan penyadapan getah. Pohon contoh yang dipilih

tersebut dilakukan secara acak dengan diameter minimal 40 cm dan sehat.

Model umum percobaan dalam rancangan acak kelompok adalah sebagai

berikut :

Yijk = µ + αi + βj + εijk Dengan :

i = 1, 2, 3, 4

j = 1, 2, 3,... sd 20

k = 1, 2, 3,... sd 10

Dimana :

Yij = Respon karena pengaruh perlakuan pemberian

stimulansia ke-i pada pohon ke-j yang terdapat

pada ulangan ke-k.

µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan pemberian stimulansia dan ZPT penyadapan kopal ke-i

βj = Pengaruh pohon ke-j

(16)

Tabel 1 Bagan rancangan percobaan acak lengkap Etrat 1240 Etrat NP50 Etrat NP100 Etrat

2010

Yijk = Produktivitas getah agathis pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j dan periode panen ke-k i = 1,2,3, .... 6

j = Ulangan pohon contoh (1,2,3,…,20) k = frekuensi panen getah agathis (1,2,3,…,10)

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis pengaruh masing-masing perlakuan

Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian stimulansia yang

berbeda terhadap peningkatan produktivitas getah agathis maka dilakukan

Analisis Ragam atau Analysis of Variance (ANOVA).

Tabel 2. Analisis of Variance (ANOVA)

Sumber Keragaman Derajat

bebas (dB)

Pengujian terhadap pengaruh faktor stimulansia

H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0

(17)

Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 99% (α=0,01).

Terima H1 : Sekurangnya ada taraf perlakuan yang memberikan pengaruh nyata

terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 99% (α=0,01).

Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel

pada selang kepercayaan 99% (α = 0,01) dengan kaidah :

1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan

memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah agathis pada

selang kepercayaan 99% (α = 0,01).

2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan

memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah agathis pada selang

kepercayaan 99% (α = 0,01).

Selanjutnya, setelah uji F apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata

terhadap produktivitas getah agathis, maka dilakukan uji lanjut berupa Uji Duncan

dengan menggunakan Software SPSS 16.0 untuk mengetahui beda rata-rata dari masing-masing perlakuan.

3.5.2 Analisis biaya penerapan stimulansia

Dalam melakukan analisis biaya penerapan stimulansia maka harus

diketahui terlebih dahulu harga masing-masing stimulansia per kg ataupun per

liter dan jumlah masing-masing stimulansia yang dibutuhkan selama penelitian

yaitu untuk kebutuhan 20 pohon (masing-masing stimulansia) dengan periode

panen sebanyak 10 kali. Hal-hal yang harus dihitung dalam analisis biaya

penerapan stimulansia adalah sebagai berikut :

1. Biaya stimulansia (Rp/quarre)

Bi = Hi/1000/5

Dimana :

Bi = Biaya stimulansia ke-i yang dikeluarkan setiap 1 kali

penyemprotan (Rp/quarre/hari)

(18)

2. Peningkatan produksi getah

Pi = Qi – R

Dimana :

Pi = Peningkatan produksi getah untuk stimulansia ke-i

(g/quarre/hari)

Qi = Produksi perlakuan stimulansia ke-i (g/quarre/hari)

R = Produksi getah pada pohon contoh kontrol/tanpa

perlakuan (g/quarre/hari)

3. Pendapatan hasil peningkatan getah

Zi = Pi/1000 x C

Dimana :

Zi = Pendapatan hasil peningkatan getah dari stimulansia

ke-i (Rp/quarre/hari)

C = Harga kopal (Rp/kg)

4. Nilai tambah stimulansia

Ri = Zi – Bi

Dimana :

Ri = Nilai tambah stimulansia ke-i (Rp/quarre/hari)

Zi = Pendapatan hasil peningkatan getah dari stimulansia

ke-i (Rp/quarre/hari)

Bi = Kebutuhan stimulansia ke-i yang dikeluarkan setiap

1 kali penyemprotan (Rp/quarre/hari)

(19)

   

4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat

Kawasan Hutan Gunung Walat sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia) pada tahun 1951. Hutan yang ditanam pada tahun 1951/1952 tersebut saat ini telah berwujud sebagai tegakan hutan damar yang lebat di sekitar base camp.Pada tahun 1967 IPB melakukan penjajakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian untuk mengusahakan Hutan Gunung Walat

menjadi Hutan Pendidikan. Direktorat Jenderal Kehutanan memberikan bantuan pinjaman Kawasan Hutan Gunung Walat kepada IPB di tahun 1968 untuk

digunakan seperlunya bagi pendidikan kehutanan yang dikelola oleh Fakultas Kehutan IPB.

Pada tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 7041/IV/69 tertanggal 14 Oktober 1969 yang menyatakan bahwa Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB. SK Menteri Pertanian RI No. 008/Kpts/DJ/I/73 tentang penunjukan komplek Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Pengelolaan kawasan hutan Gunung Walat seluas 359 Ha dilaksanakan oleh IPB dengan status hak pakai sebagai hutan pendidikan dan dikelola Unit Kebun Percobaan IPB dengan jangka waktu 20 tahun. Pada tahun 1973 penanaman telah mencapai 53%. Pada tahun 1980 Seluruh wilayah HPGW telah berhasil ditanami berbagai jenis tanaman, yaitu damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), kayu afrika (Maesopsis eminii), mahoni (Swietenia macrophylla), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), gamal (Gliricidae sp), sengon (Paraserianthes falcataria), meranti (Shorea sp), dan akasia (Acacia mangium).

(20)

Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK) Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993. Status hukum kawasan HPGW pada tahun 2005 dikuatkan oleh diterbitkannya SK Menhut No. 188/Menhut – II/2005, yang menetapkan fungsi hutan kawasan HPGW sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dan pengelolaanya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB dengan tujuan khusus sebagai Hutan Pendidikan (Fahutan IPB 2009).

4.2 Letak dan Luas Areal

HPGW terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi.

Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomang) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (Fahutan IPB 2009).

4.3 Topografi dan Iklim

HPGW terletak pada ketinggian 460 samapi dengan 715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl.) dan KN 2.213 (720 m dpl.).

(21)

4.4 Tanah dan Hidrologi

Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (Fahutan IPB 2009).

4.5 Vegetasi

Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii),rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44

jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis.

Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul.

(22)

warna agak merah. Selain itu terdapat pula terdapat pula lebah hutan (odeng, tawon gung, Apis dorsata) (Fahutan IPB 2009).

4.6 Penduduk Sekitar

Penduduk di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam prgram agroforestry HPGW sebanyak 300 orang petani penggarap. Hasil pertanian dari lahan agroforestry seperti singkong, kapolaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi, sereh, dll. Jumlah ternak domba /kambing di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat sebanyak 1875 ekor, jika setiap ekor domba/kambing memerlukan 5 kg rumput, maka diperlukan hijauan sebanyak 9,375 ton. Hijauan pakan ternak tersebut sebagian besar berasal dari HPGW.

Kecamatan Cicantayan , khususnya desa Hegarmanah juga merupakan desa penghasil manggis dengan mutu eksport. Jumlah pohon manggis di desa

Hegarmanah sebanyak 12.800 batang dan akan terus bertambah. Untuk menjadi sentra produksi diperlukan 40.000 pohon (Fahutan IPB 2009).

(23)

5.1 Kondisi Lokasi Penelitian

Kegiatan penyadapan dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) yang terletak di wilayah Sukabumi Jawa Barat, tepatnya pada Petak

Penelitian Permanen Teknologi Penyadapan Getah Agathis. Areal ini memiliki

memiliki luas 2,5 ha, bertopografi landai, serta didominasi oleh tegakan Agathis lorantifolia. Keadaan pohon pada blok ini umumnya memiliki kondisi pohon sehat, akan tetapi terdapat beberapa pohon yang terserang jamur dan hama., serta

sebagian besar sudah pernah pernah dilakukan penyadapan.

Gambar 3 Kondisi lokasi penelitian di Petak Penelitian Permanen Teknologi Penyadapan Getah Agathis.

5.2 Produktivitas Kopal menggunakan Stimulansia Organik dan Zat Pengatur Tumbuh

Pemberian stimulansia dan ZPT dilakukan pada penyadapan pohon

Agathis lorantifolia sebanyak 20 pohon contoh dengan diameter minimal 40 cm.

Intensitas penyadapan getah dan pembaharuan luka dilakukan setiap 5 hari sekali

selama 10 kali penyadapan getah. Pada setiap pohon contoh diberi 6 perlakuan yang

berbeda-beda serta arah sadap yang berbeda-beda pula, yaitu diputar untuk setiap

(24)

dari berbagai faktor selain perlakuan pada agathis terutama faktor internal dari pohon

tersebut. Menurut Dulsalam dan Sumantri (1985) bahwa penyadapan pada arah barat

dapat meningkatkan produksi getah dibanding dengan penyadapan pada arah timur.

Hal ini disebabkan pada arah barat relatif terlindung dari sinar matahari yang

memungkinkan getah tidak lekas membeku. Hasil produksi getah agathis dengan

pemberian 6 perlakuan dan frekuensi panen dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Produktivitas rata-rata kopal berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (g/quarre/hari)

Panen

ke- Kontrol

Produktivitas rata-rata kopal berdasarkan perlakuan (g/quarre/hari)

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata produksi kopal yang dihasilkan

dengan perlakuan pemberian stimulansia secara berturut-turut, yaitu: pada

pemberian Etrat 1240 sebesar 7,474 gram/quarre/hari, pemberian Etrat NP50

sebesar 6,838 gram/quarre/hari, pemberian Etrat NP100 sebesar 7,681

gram/quarre/hari, dan pemberian Etrat 2010 sebesar 6,92 gram/quarre/hari. Untuk

pemberian CAS berat rata-rata produksi kopal dihasilkan paling tinggi yaitu

sebesar 9,29 gram/quarre/hari dan berat rata-rata produksi kopal yang terkecil

(25)

Rata-rata produktivitas kopal perhari dari masing-masing perlakuan

dibandingkan terhadap kontrol sehingga diperoleh persentase peningkatan

produktivitas getah. Persentase peningkatan kopal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Persentasi peningkatan produktivitas kopal

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa persentasi peningkatan

produktivitas kopal yang paling tinggi adalah pada perlakuan CAS sebesar

207,83% diikuti oleh perlakuan NP100 sebesar171,86% kemudian perlakuan Etrat

1240 sebesar 167,20%, perlakuan Etrat 2010 sebesar 154,81%, dan yang paling

kecil pada perlakuan Etrat NP50 sebesar 152,98% yang dibandingkan dengan

kontrol. Secara umum kecenderungan hasil rata-rata produktivitas kopal dapat

dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Produktivitas (g/quarre/hari) rata-rata kopal berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen.

(26)

Berdasarkan Gambar 4 pemberian CAS menghasilkan rata-rata produksi

yang paling tinggi dari panen pertama hingga panen ke tujuh. Akan tetapi, pada

panen ke delapan atau 40 hari, produktivitas kopal mengalami penurunan hingga

berada di bawah stimulansia organik. Menurut Hidayati (2005) bahan kimia asam

mempersulit getah pohon agathis membentuk rantai sikliknya dan tetap dalam

bentuk aldehida. Hal ini disebabkan adanya pemecahan ikatan glikosida yang

mempersulit penyusunan struktur stabil getah sehingga getah tetap encer. Sel-sel

parenkim yang terhidrolisis menyebabkan tekanan dinding semakin berkurang.

Cairan sel akan bergerak keluar secara difusi dan diserap oleh getah sehingga

yang encer semakin banyak dan keluar melebihi normal. Penggunaan stimulansia

tidak meningkatkan kandungan getah yang ada, tetapi membuat celah dinding

parenkim yang terhidrolisis dan akibat pelukaan tetap terbuka sehingga getah

mengalir keluar.

Stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang digunakan

merupakan produk dari CV. Permata Hijau Lestari yang terdiri dari Etrat 1240

yang merupakan campuran dari etilen 100 ppm dan asam sitrat 150 ppm, Etrat

NP50 terdiri atas etilen 100 ppm dan jeruk nipis 5%, Etrat NP100 terdiri atas

etilen 200 ppm dan jeruk nipis 10%, dan Etrat 2010 terdiri atas etilen 150 ppm

dan asam sitrat 10%, sedangkan untuk Cairan Asam Sulfat (CAS) merupakan

milik Hutan Pendidikan Gunung Walat yang terdiri atas H2SO4 15% dan HNO3

2%. Etilen sangat mempengaruhi banyaknya getah yang keluar pada waktu

penyadapan karena etilen akan menunda penyumbatan pembuluh getah dan

memperlama aliran getah. Etilen dapat merangsang eksudasi pengeluaran lateks,

getah (Wattimena 1988).

Jeruk nipis memiliki kandungan asam sitrat yang dapat mengeluarkan getah

lebih banyak pada pohon agathis. Riyanto (1980) mengatakan reaksi biologis pada

saluran getah dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat yaitu pembentukan

rantai siklik sehingga akan tetap dalam bentuk aldehida yang menyebabkan getah

tetap encer dan keluar melebihi normal.

Kecenderungan produktivitas untuk perlakuan yang menggunakan

stimulansia organik relatif sama, yaitu pada panen pertama hasil yang diperoleh

(27)

akan tetapi pada panen kedua mengalami penurunan dikarenakan pohon belum

stabil dalam membuat getah sehingga belum dapat mengisi deposit getah . Pada

panen ketiga dan seterusnya produktivitas mengalami peningkatan, kecuali pada

panen kelima terjadi penurunan. Hal ini disebabkan oleh faktor eksternal yaitu

hujan, dimana curah hujan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi

produktivitas yang ada. Aliran batang pada saat hujan dapat meluruhkan

stimulansia yang disemprotkan. Menurut Wratsongko (2005), ketika kondisi hari

hujan, kopal yang keluar dari jaringan kulit batang mengalir tidak tertampung

pada gelas penampung melainkan meluap hingga jatuh ke permukaan tanah akibat

gelas penampung terpenuhi oleh air hujan.

Panen ke-8 atau hari ke-40 produktivitas kopal dengan menggunakan

stimulansia organik lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan stimulansia

anorganik. Etilen yang tedapat pada stimulansia organik berupa cairan atau

memiliki pH<3. Etilen dapat terserap ke dalam jaringan pohon diperlukan pH

batang yang lebih basa agar etilen dapat berubah menjadi gas (pH>3). Pada

umumnya batang agathis memiliki pH antara 4-5, akan tetapi hal ini tidak berlaku

untuk PH batang agathis yang terdapat di HPGW.

Tahun 1998 HPGW telah memakai stimulansia berupa CAS yang

merupakan asam kuat. Diduga pemakaian asam kuat yang telah cukup lama

mempengaruhi pH batang agathis menjadi lebih asam. Hal ini memperngaruhi

proses penyerapan stimulansia organik, karena etilen tidak mendapatkan pH yang

lebih basa yang dibutuhkan, sehingga proses penyerapan terhambat. Etilen yang

terdapat pada stimulansia merupakan etilen eksogen yang berfungsi sebagai

chemical messenger. Etilen eksogen akan merangsang aktifnya etilen endogen sehingga mendorong terjadinya metabolisme sekunder untuk membentuk getah.

Getah akan mengalir ke sumber pemberi pesan.

Pengaruh pemberian stimulansia dan ZPT terhadap produktivitas kopal

dilakukan dengan pengolahan statistik terhadap data hasil pengukuran

produktivitas getah agathis. Hasil pengujian analisis sidik ragam menunjukkan

bahwa pemberian campuran stimulansia dan ZPT memberikan pengaruh nyata

(28)

kepercayaan 99% (α = 0,01). Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitungsebesar

7,732 lebih besar dari pada F tabel pada tingkat nyata 1% yaitu sebesar 3,38.

Tabel 5 Analisis ragam pengaruh pemberian stimulansia dan ZPT yang berbeda terhadap produktivitas kopal selama 10 kali panen

Sumber

*Nyata = Fhitung > F0,01

Penggunaan stimulansia organik dan ZPT memiliki pengaruh sangat nyata

terhadap produktivitas kopal dengan selang kepercayaan 99% (α = 0,01), karena

Fhitung > F0,01. Selanjutnya untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berbeda

nyata, maka dilakukan analisis lanjut berupa uji Duncan. Hasil Uji Duncan dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 6 Hasil Uji Duncan pengaruh stimulansia terhadap produktivitas kopal dilihat dari segi perlakuan yang berbeda

Perlakuan N Produktivitas rata-rata (g/quarre/hari)

Hasil Uji Duncan taraf α = 0.01

Huruf yang sama pada Tabel 6 menunjukan perlakuan yang dilakukan

mempunyai pengaruh yang tidak berbeda terhadap produksi kopal, sedangkan

huruf yang berbeda artinya perlakuan pemberian stimulansia mempunyai

pengaruh yang berbeda nyata terhadap produksi getah kopal pada taraf α 1%.

Dimana pada huruf yang berbeda pada kontrol (A), dan Etrat NP50, dan Etrat

2010 (B), serta pada Etrat 1240, Etrat NP100, dan CAS (C) artinya bahwa

pengaruh pemberian stimulansia memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap

produktivitas kopal. Hasil uji duncan membuktikan bahwa antara pemberian Etrat

1240, Etrat NP100 dan CAS menghasilkan produktivitas yang tidak berbeda dan

(29)

5.3 Analisis Biaya Penggunaan Stimulansia dan ZPT

Penggunaan stimulansia membutuhkan analisis biaya yang digunakan

sebagai pertimbangan penggunaan di lapangan. Untuk dapat menganalisis biaya

penggunaan stimulansia perlu diketahui harga dari masing-masing bahan

stimulansia dan ZPT yang digunakan per liter. Harga stimulansia dan ZPT yang

paling mahal adalah pada Etrat NP100 yaitu seharga Rp. 20.000,-/liter, diikuti

oleh Etrat 2010 Rp. 16.000,-/liter, Etrat NP50 Rp.14.000,-/liter, Etrat 1240

Rp.12.000,-/liter dan yang paling murah yaitu CAS seharga Rp.5.000,-/liter.

Analisis biaya terdiri dari biaya stimulansia quarre/hari, peningkatan produktivitas

getah g/quarre/hari, pendapatan hasil peningkatan getah quarre/hari, sehingga

diperoleh nilai tambah produktivitas getah dengan stimulansia quarre/hari. Hasil

dari analisis biaya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Analisis biaya penggunaan stimulansia

Stimulansia

(g/quarre/hari) (Rp/quarre) (Rp/quarre) 1 2 = Produksi getah

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa biaya stimulansia yang paling mahal

adalah Etrat NP100 yaitu sebesar Rp. 4,00/quarre dan yang paling murah adalah

penggunaan cairan asam sulfat sebesar Rp. 1,00 /quarre. Selain faktor harga perlu

diketahui nilai tambah dari stimulansia. Oleh karena itu dilakukan analisis biaya

untuk mengetahui nilai tambah yang dihasilkan, sehingga menjadi pertimbangan

stimulansia yang akan digunakan.

Peningkatan produktivitas pada masing-masing perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 7. Dimana perlakuan CAS mampu meningkatkan produktivitas kopal

(30)

Etrat 1240 3,01 g/quarre/hari, Etrat 2010 sebesar 2,45 g/quarre/hari, dan yang

paling kecil Etrat NP50 sebesar 2,37 g/quarre/hari. Data peningkatan

produktivitas getah dihasilkan dari selisih antara produktivitas getah

menggunakan stimulansia (adanya perlakuan) dengan produktivitas getah pohon

kontrol (tanpa perlakuan).

Nilai tambah stimulansia yang diperoleh melalui penggunaan CAS

paling tinggi yaitu Rp. 42,39/quarre, diikuti oleh Etrat NP100 sebesar

24,91/quarre, Etrat 1240 24,65/quarre, Etrat 2010 sebesar 18,86/quarre, dan yang

paling kecil Etrat NP50 sebesar 18,52/quarre.

Terdapat faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan

stimulansia, selain dari faktor produksi dan biaya, yaitu bahaya yang ditimbulkan

pada pemakaian cairan asam sulfat baik pada pohon itu sendiri, lingkungan

sekitarnya maupun pada penyadap. Bahaya yang ditimbulkan pada para penyadap,

disebabkan asam sulfat mampu merusak kulit, gangguan pernapasan dan

kerusakan pada pakaian.

Pada pemakaian CAS produksi keluarnya getah sangat tinggi dan melebihi

normal, akan tetapi keluarnya getah yang terus menerus ini dapat menyebabkan

kematian jaringan kayu, yang suatu saat pohon tidak dapat memproduksi getah

sama sekali. Menurut Sumadiwangsa et al. (2000), pemakaian asam sulfat pada

kondisi berlebihan dan berkepanjangan akan mengganggu lingkungan dan

kelangsungan hidup pohon serta diduga akan mengubah komponen kimia getah,

oleh karena itu penggunaan asam tersebut harus dipertimbangkan.

Santosa (2011) mengatakan kekurangan/ kelemahan dalam penggunaan

stimulansia asam kuat, yaitu : merusak batang kayu yang disadap dan

menyebabkan kematian jaringan kayu sampai kedalaman 3 sampai dengan 5 cm

dari kulit batang, stimulan yang digunakan masuk kategori bahan berbahaya

sehingga akan merusak tumbuhan disekitarnya dan apabila terbawa air hujan akan

berbahaya terhadap kondisi tata air di dalam hutan, berbahaya bagi penyadap

karena dapat menyebabkan gatal, iritasi pada kulit serta pengendapan di paru-paru

(31)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 5 Warna kayu hasil sadapan pada berbagai stimulansia. Keterangan gambar : (a) warna kayu hasil sadapan dengan tanpa penggunaan stimulansia (kontrol), (b) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan Etrat 1240, (c) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan Etrat NP50, (d) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan Etrat NP100, (e) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan Etrat 2010, dan (f) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan CAS

Pada Gambar 5 (f) dapat dilihat bahwa pelukaan menggunakan cairan asam

sulfat pada batang kayu berwarna merah dan pada akhir panen produktivitas kopal

(32)

tidak jauh berbeda warnanya dengan kontrol Gambar 5 (b,c,d,dan e). Terdapat

beberapa keuntungan dalam pemakaian stimulansia organik, yaitu: tidak merusak

kayu (ramah lingkungan), tidak melukai kulit, dapat dipakai dalam jangka waktu

yang lama, komponen getah tetap alami (tidak berbahaya). Oleh karena itu, dapat

dinyatakan bahwa penerapan stimulansia organik sebagai pengganti stimulansia

cairan asam sulfat dapat dipertimbangkan.

Perlakuan dengan menggunakan Etrat NP100 memiliki hasil rata-rata

produktivitas kopal, persentasi peningkatan produksivitas getah, dan nilai tambah

produktivitas kopal yang tertinggi dibanding stimulansia organik lainnya. Akan

tetapi Etrat NP100 memiliki harga yang paling mahal, serta belum diproduksi

dalam skala besar, sedangkan untuk Etrat 1240 selain harga yang lebih murah

juga telah diproduksi dalam skala yang besar. Sehingga memudahkan dalam

pemakaiannya. Selain itu, berdasarkan Uji Duncan perlakuan Etrat 1240 tidak

berbeda nyata dengan perlakuan Etrat NP100. Penggunaan Etrat 1240 juga lebih

disarankan karena kandungan etilen yang terdapat didalamnya lebih rendah

dibandingkan pada Etrat NP100. Fungsi etilen selain dapat merangsang eksudasi

pengeluaran lateks, getah juga berfungsi dalam pengaturan pemasakan buah,

mematahkan dormansi, serta absisi daun (Wattimena 1988). Dampak dari penggunaan etilen yang tinggi belum diteliti lebih lanjut, sehingga lebih aman

digunakan Etrat 1240.

(33)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) memberikan

pengaruh terhadap peningkatan produktivitas penyadapan kopal.

2. Penggunaan Cairan Asam Sulfat menghasilkan nilai tambah produktivitas tertinggi, yaitu sebesar Rp.42,39/quarre, diikuti oleh Etrat NP100 sebesar Rp.24,91/quarre, dan Etrat 1240 Rp.24,65/quarre, Etrat 2010 sebesar Rp.

18,86/quarre, dan Etrat NP50 Rp.18.52/quarre. Dilihat biaya, produksi serta kandungan etilen dari penggunaan stimulansia organik, maka penggunaan stimulansia organik yang paling efektif dan efisien adalah stimulansia organik Etrat 1240.

6.2Saran

1. Stimulansia anorganik (CAS) memiliki dampak negatif terhadap kelestarian pohon Agathis, lingkungan, dan penyadap sehingga lebih baik menggunakan stimulansia organik dan ZPT.

2. Dalam melakukan penyadapan kopal, pihak Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) sebaiknya menggunakan stimulansia organik dan ZPT dari bahan Etrat 1240 karena dapat digunakan dalam jangka panjang dibandingkan stimulansia bahan kimia (CAS), serta aman digunakan baik bagi kesehatan pohon agathis maupun bagi penyadap serta lebih efisien. 3. Dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui keefektivan stimulansia

(34)

PRODUKTIVITAS PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN

PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI

JAWA BARAT

RIKA RIZQY AWALIA

E14070112

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(35)

Agathis Spp. Untuk Meningkatkan Hasil Getah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 2(2): 10-12

[Fahutan IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2009. Rencana Pembangunan Hutan Pendidikan Gunung Walat 2009-2013. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Frank B, Cleon W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Edisi Keempat. Bandung. ITB Bandung

Harjadi SS, Sutisna U, Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Yayasan PROSEA

Hidayati E. 2005. Pengaruh Pemberian Stimulansia pada Penyadapan Kopal dengan Metode Sayatan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Lempang L. 1997. Uji Beberapa Pola Sadap Untuk Menduga Produksi Kopal Dari Pohon Agathis spp. Buletin Penelitian Hasil Hutan 2(1) : 15-52

Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan PROSEA Bogor. Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan.

Manuputty, D. N. 1955. Keluarga Agathis di Indonesia. Rimba Indonesia, No 3,4,5

Nurhasybi, Dede Sudrajat. 2001. Informasi Singkat Benih. Damar (Agathis loranthifoia Salisb.) dalam Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Jilid I. Balai Teknologi Perbenihan. Bandung

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu. Bogor: Centium

Riyanto TW. 1980. Catatan Kecil Tentang Kopal Damar. Duta Rimba (XII), pp. 23-28

Santosa G. 2006. Pengembangan Metode Penyadapan Kopal Melalui Penerapan Teknik Sayatan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

. 2011. Pengaruh Pemberian Etrat terhadap peningkatan Produktivitas Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. [Tidak Dipublikasikan]

(36)

Wattimena G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 99-110.

Whitmore TC. 1977. A First Look at Agathis. Tropical Forestry papers no. 11 Unit of Forestry Commonwealth. University of Oxford.

Winarno F.G. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Holtikultura. Bogor: M-BRIO PRESS

(37)
(38)

37 

 

1 78,03 cm 17 11 12 17 13 19 16 18 22 19

2 78,34 cm 20 6 12 16 10 17 15 21 25 34

3 73,25 cm 14 11 10 13 13 18 16 26 28 28

4 70,38 m 21 4 13 16 14 10 21 22 28 23

5 68,47 cm 16 15 19 29 19 27 20 24 11 24

6 79,62 cm 33 8 12 41 44 29 49 39 48 36

7 72,93 cm 51 21 43 45 43 44 37 50 43 46

8 74,52 cm 11 7 8 11 8 12 11 11 12 13

9 77,71 cm 16 13 13 12 21 14 10 12 19 21

10 86,94 cm 56 42 48 54 51 45 75 75 67 75

11 80,89 cm 15 8 11 13 7 13 21 22 25 27

12 68,79 cm 9 6 9 13 11 15 17 17 20 21

13 80,89 cm 17 23 24 15 14 26 29 32 38 32

14 78,34 cm 11 8 13 17 13 16 53 34 25 37

15 85,35 cm 11 10 15 21 17 17 34 22 27 24

16 73,88 cm 12 8 9 16 9 12 15 17 22 22

17 68,47 cm 5 8 7 9 6 12 13 9 13 4

18 71,02 cm 13 9 12 12 13 15 17 13 12 13

19 87,58 cm 5 11 18 20 12 20 23 22 24 25

20 73,88 cm 61 34 29 31 36 51 49 54 59 55

Rata-rata 20,7 13,15 16,85 21,05 18,7 21,6 27,05 27 28,4 28,95

(39)

38 

 

1 78,03 cm 19 19 24 34 25 30 39 41 44 47

2 78,34 cm 13 6 10 16 10 17 19 27 26 30

3 73,25 cm 15 11 21 26 17 23 22 37 30 21

4 70,38 m 26 19 17 23 17 18 27 27 29 30

5 68,47 cm 24 24 39 49 33 45 38 53 52 56

6 79,62 cm 29 27 44 46 41 45 40 54 56 61

7 72,93 cm 27 37 44 44 44 52 48 63 59 68

8 74,52 cm 8 8 22 35 23 33 36 45 46 31

9 77,71 cm 19 15 30 38 31 43 56 57 58 56

10 86,94 cm 31 17 38 38 38 40 49 68 69 56

11 80,89 cm 35 27 54 44 34 41 54 70 63 63

12 68,79 cm 16 12 25 33 18 24 38 35 40 43

13 80,89 cm 20 12 22 26 27 26 38 48 48 45

14 78,34 cm 36 27 32 57 43 33 29 37 38 41

15 85,35 cm 54 62 79 94 75 87 75 85 87 87

16 73,88 cm 15 9 19 17 15 26 20 33 39 34

17 68,47 cm 9 14 21 25 23 24 27 27 25 27

18 71,02 cm 7 10 21 13 20 21 30 23 33 23

19 87,58 cm 13 20 25 46 45 40 38 37 43 44

20 73,88 cm 81 50 53 85 68 96 94 107 62 110

Rata-rata 24,85 21,3 32 39,45 32,35 38,2 40,85 48,7 47,35 48,65

(40)

39 

 

1 78,03 cm 25 23 26 28 22 46 38 32 37 40

2 78,34 cm 20 13 11 23 13 17 24 33 29 39

3 73,25 cm 18 7 18 26 22 27 30 33 31 31

4 70,38 m 25 15 22 39 26 23 37 45 40 67

5 68,47 cm 20 15 26 41 26 30 20 46 49 51

6 79,62 cm 18 15 26 36 23 40 37 39 35 35

7 72,93 cm 15 15 23 24 17 27 28 46 46 38

8 74,52 cm 14 9 21 24 18 23 34 32 44 40

9 77,71 cm 24 15 27 43 27 35 46 52 50 48

10 86,94 cm 15 11 19 9 18 28 25 27 22 32

11 80,89 cm 53 37 46 53 56 70 85 99 118 109

12 68,79 cm 44 28 47 51 41 38 45 42 47 46

13 80,89 cm 28 13 26 35 13 37 43 46 54 59

14 78,34 cm 15 3 20 25 23 31 27 33 34 37

15 85,35 cm 17 34 38 39 36 55 50 54 48 51

16 73,88 cm 31 34 32 25 30 37 39 43 50 44

17 68,47 cm 13 20 27 20 20 22 24 20 24 17

18 71,02 cm 7 5 11 14 13 23 16 33 29 29

19 87,58 cm 12 15 26 34 18 27 37 43 39 46

20 73,88 cm 61 58 65 54 69 83 80 93 99 88

Rata-rata 23,75 19,25 27,85 32,15 26,55 35,95 38,25 44,55 46,25 47,35

(41)

40 

 

1 78,03 cm 14 20 34 34 24 40 24 58 42 33

2 78,34 cm 23 20 41 48 31 38 43 48 54 58

3 73,25 cm 14 11 23 33 14 24 23 35 40 43

4 70,38 m 20 14 26 37 24 22 52 43 50 44

5 68,47 cm 24 17 21 39 38 49 35 54 53 53

6 79,62 cm 13 12 24 33 20 8 22 28 37 29

7 72,93 cm 22 17 21 29 7 11 30 40 72 62

8 74,52 cm 6 6 23 33 26 26 38 43 36 60

9 77,71 cm 58 32 46 51 41 37 37 51 55 47

10 86,94 cm 35 16 23 30 35 35 40 34 53 48

11 80,89 cm 33 29 26 45 47 83 74 85 88 78

12 68,79 cm 48 33 51 79 49 65 61 68 62 57

13 80,89 cm 47 50 48 65 43 59 80 76 87 87

14 78,34 cm 12 12 12 20 13 19 12 18 15 11

15 85,35 cm 16 13 29 39 32 37 57 40 41 58

16 73,88 cm 29 30 40 34 31 45 48 50 63 54

17 68,47 cm 19 14 20 20 14 18 18 24 42 27

18 71,02 cm 11 13 24 32 22 37 27 31 36 33

19 87,58 cm 23 24 39 41 22 22 54 57 51 54

20 73,88 cm 40 44 66 73 81 92 75 85 82 101

Rata-rata 25,35 21,35 31,85 40,75 30,7 38,35 42,5 48,4 52,95 51,85

(42)

41 

 

1 78,03 cm 15 22 33 28 32 41 46 56 55 57

2 78,34 cm 12 9 14 19 15 14 24 32 36 39

3 73,25 cm 10 8 16 33 13 13 30 38 59 64

4 70,38 m 24 18 22 34 19 15 24 30 33 37

5 68,47 cm 27 24 35 38 24 42 40 49 59 52

6 79,62 cm 14 19 16 25 13 27 25 50 41 36

7 72,93 cm 57 37 42 62 56 57 51 63 51 70

8 74,52 cm 16 15 17 27 19 22 37 38 46 41

9 77,71 cm 20 21 23 30 29 39 36 31 40 41

10 86,94 cm 53 46 43 57 56 76 60 61 71 61

11 80,89 cm 15 24 23 24 23 31 37 38 36 37

12 68,79 cm 37 20 34 40 47 44 53 54 64 56

13 80,89 cm 14 13 28 39 37 34 45 48 60 50

14 78,34 cm 15 14 19 22 17 24 26 34 21 20

15 85,35 cm 26 30 34 40 41 39 56 50 54 50

16 73,88 cm 17 17 17 20 18 29 24 40 42 48

17 68,47 cm 9 15 33 32 25 22 30 31 35 30

18 71,02 cm 9 7 13 16 16 11 18 27 30 24

19 87,58 cm 24 26 37 48 41 44 46 67 71 67

20 73,88 cm 25 21 29 59 46 39 59 67 66 83

Rata-rata 21,95 20,3 26,4 34,65 29,35 33,15 38,35 45,2 48,5 48,15

(43)

42 

 

1 78,03 cm 16 40 35 48 35 42 61 51 31 37

2 78,34 cm 41 40 28 36 8 54 48 45 56 42

3 73,25 cm 26 33 25 38 27 39 36 29 35 33

4 70,38 m 28 50 41 54 36 41 37 32 40 38

5 68,47 cm 25 42 33 38 42 37 60 39 38 46

6 79,62 cm 18 11 20 38 31 61 63 50 60 54

7 72,93 cm 34 25 30 33 39 49 45 33 41 29

8 74,52 cm 20 22 30 26 32 25 29 25 28 30

9 77,71 cm 44 34 34 49 49 39 61 52 48 39

10 86,94 cm 72 71 50 50 64 46 53 48 36 43

11 80,89 cm 32 42 52 52 54 46 56 46 56 50

12 68,79 cm 45 49 49 56 60 61 71 56 46 35

13 80,89 cm 46 59 51 55 28 74 62 56 61 56

14 78,34 cm 41 54 48 59 78 78 48 59 69 37

15 85,35 cm 39 69 45 33 32 37 49 35 28 23

16 73,88 cm 37 35 33 32 30 63 83 72 50 59

17 68,47 cm 29 39 34 29 39 38 38 44 39 39

18 71,02 cm 24 14 14 22 43 30 44 37 49 40

19 87,58 cm 29 45 59 57 47 63 53 26 38 36

20 73,88 cm 113 77 124 109 117 127 135 126 153 129

Rata-rata 37,95 42,55 41,75 45,7 44,55 52,5 56,6 48,05 50,1 44,75

(44)

Lampiran 7 Hasil Uji Duncan pengaruh stimulansia terhadap produktivitas getah

(g/quarre/hari) pada taraf 1% (α = 0,01)

ONEWAY bobot BY perlakuan /MISSING ANALYSIS

/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.01).

ANOVA bobot

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups 122.959 5 24.592 7.732 .000

Within Groups 171.752 54 3.181

Total 294.711 59

Bobot Duncan

perlak

uan N

Subset for alpha = 0.01

1 2 3

1 10 4.4690

3 10 6.8380

5 10 6.9200

2 10 7.4740 7.4740

4 10 7.6810 7.6810

6 10 9.2900

Sig. 1.000 .343 .034

(45)

Lampiran 8 Dokumentasi kegiatan di lokasi penelitian dan alat-alat/bahan yang digunakan saat penelitian.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(46)

Lampiran 8 (lanjutan)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 7 alat yang digunakan. Ket : (a) cat dan kuas (b) sarung tangan (c) pisau sadap (d) timbangan digital, plastik, spidol, plastik, dan sendok.

(47)

Organik dan Pengatur Zat Tumbuh (ZPT) terhadap Produktivitas Penyadapan Kopal di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA.

Kopal merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai ekonomis yang dapat meningkatkan kesejahteraan serta ekonomi masyarakat. Saat ini untuk meningkatkan produksi, dalam melakukan penyadapan kopal digunakan stimulansia anorganik dari bahan asam sulfat. Pemakaian asam sulfat dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan pada pohon, kesehatan penyadap, dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, pemakaian stimulansia anorganik pada penyadapan kopal perlu dihindarkan. Penelitian ini dilakukan untuk mencari alternatif stimulansia yang dapat meningkatkan produktivitas penyadapan kopal juga tidak menimbulkan kerusakan baik bagi pohon, kesehatan penyadap, serta bagi lingkungan sekitar.

Stimulansia yang digunakan merupakan stimulansia berbahan organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). ZPT yang digunakan berupa ethylen dan bahan lainnya yaitu asam sitrat. Ethylen berfungsi untuk merangsang pengeluaran getah sedangkan asam sitrat yang mampu menghidrolisis permukaan dinding sel getah. Penelitian ini dilakukan pada pohon Agathis loranthifolia dengan menggunakan stimulansia organik berupa Etrat 1240, Etrat NP50, Etrat NP100, dan Etrat 2010, stimulansia anorganik cairan asam sulfat, dan kontrol sebagai perlakuan. Pembaharuan luka dan pemanenan getah dilakukan 5 hari sekali sebanyak 10 kali panen dengan menggunakan pohon contoh sebanyak 20 pohon untuk masing-masing perlakuan.

Produktivitas penyadapan kopal tertinggi dihasilkan oleh penggunaan cairan asam sulfat sebesar 9,29 g/quarre/hari, diikuti oleh penggunaan Etrat NP100 sebesar 7,68 g/quarre/hari, dan Etrat 1240 sebesar 7,47 g/quarre/hari. Nilai tambah (keuntungan) yang paling besar yaitu pada penggunaan cairan asam sulfat sebesar Rp.42,39/quarre, sedangkan dari keempat stimulansia organik nilai tambah paling besar yaitu pada Etrat NP100 sebesar Rp.18,86/quarre, diikuti oleh Etrat 1240 sebesar Rp.18,52/quarre.

Penggunaan Etrat NP100 memiliki tambah produktivitas kopal yang tertinggi dibanding stimulansia organik lainnya. Akan tetapi Etrat NP100 memiliki harga yang paling mahal, serta belum diproduksi dalam skala besar, sedangkan untuk Etrat 1240 selain harga yang lebih murah juga telah diproduksi dalam skala yang besar sehingga memudahkan dalam pemakaiannya. Penggunaan Etart 1240 juga lebih disarankan karena kandungan etilen yang terdapat didalamnya lebih rendah dibandingkan pada Etrat NP100. Karena etilen selain dapat merangsang pengeluaran lateks, getah juga berfungsi dalam pengaturan pemasakan buah, mematahkan dormansi, serta absisi daun, sehingga lebih aman digunakan Etrat 1240.

(48)

Plant Growth Regulators for Productivity of Copal Tapping at Gunung Walat University Forest Sukabumi district West Java. Under Supervision of GUNAWAN SANTOSA.

Copal is one of non timber forest product that have an economically value which can improve economic and human walfare. Nowadays to improve the production of copal we use anorganic stimulatiion from sulfat acid. The use of sulfat acid for a long time periode will cause destruction to trees, health of tapper, and the environment need avoided. The purpose of this research is looking for alternate which can improve productivity of copal tapping but doesn’t cause any destruction for trees, health of tapper, and environment.

Stimulation that use for this research is organic stimulation and Plant Growth Regulators . This Plant Growth Regulators are ethylene and another material there is citric acid. Ethylen function to stimulate exudation the sap in while sitrat acid can hydrolic cel wall. This reseach used in Agathis loranthifolia with organic stimulantion and Plant Growth Regulators such as Etrat 1240, Etrat NP50, Etrat NP100, Etrat 2010, sulfat acid and control as treatment. Tapping periode and copal harvest in 5 days. That could be done in ten time harvest by 20 sample tree for each condition.

Highest productivity copal tapping resulted by 9,29 g/quarre/day sulfat acid liquid, followed by 7,68 g/quarre/day Etrat NP100 and 7,47 g/quarre/day Etrat 1240. The biggest benefit value from the use of sulfat acid liquid as much as Rp.42,39/quarre, mean while the biggest benefit value from fourth organic stimulation is etrat Etrat NP100 as much as Rp.18.86/quarre followed by Etrat 1240 with Rp.18,52/quarre.

The used of Etrat NP100 has the mean resulted of copal productivity, presentation of increasement copal productivity, and the highest value benefit of copal producitivity than others organic stimulantion. On the other hands Etrat NP100 has the most expensive cost, and it wasn’t produced on mass scale, meanwhile for Etrat 1240 not only has cheaper cost but also have a masive size of production so it’s easy to used. The used of Etrat 1240 also suggested because the ingredient of ethylene less than Etrat NP100. Ethylen not only can stimulate the eksudation but also useful to accelerate the harvest fruit, crack of dormantion and leaf absition, so it’s more save to used Etrat 1240.

Gambar

Gambar 1  Penampang melintang pohon agathis dengan berbagai perlakuan.
Gambar 2 Pemberian stimulansia dan ZPT pada penyadapan Agathis dibidang
Tabel 1  Bagan rancangan percobaan acak lengkap
Tabel 3  Produktivitas rata-rata kopal berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen
+5

Referensi

Dokumen terkait

dilestarikan karena berada pada undang-undang adat yang mengatur tentang seni dalam masyarakat Minangkabau dan tidak bertentangan dengan falsafah adat Minangkabau

Ketidaksesuaian dengan teori disebabkan karena secara teoritis apabila NPL menurun, artinya terjadi penurunan total kredit bermasalah dengan persentase lebih besar

selama 15 hari Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan Artemia sp dengan dosis pengayaan Vitamin A yang berbeda tidak memberikan pengaruh

- metronidazole 500mg sehari 2 kali peroral selama 7 hari atau 2 gram peroral dosis tunggal.. - alternative: metronidazole gel 0,75%-1 aplikator

Persaingan bisnis yang dihadapi perusahaan – perusahaan saat ini semakin ketat, sehingga menuntut manajemen perusahaan untuk lebih cermat dala menentukan strategi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan persepsi mahasiswa yaitu mahasiswa akuntansi strata-1 FEB USU dengan mahasiswa akuntansi FS IAIN SU tentang akuntasi

diatas telah dianulir oleh Surat Mahkamah Agung Nomor : 32/TUADA-AG/III-UM/IX/1993 yang antara lain berisi bahwa ketentuan Pasal 84 ayat (4) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989

Sejalan dengan hipotesis dan penelitian sebelumnya, hasil penelitian dengan menggunakan analisis jalur terhadap 63 manajer pusat pertanggungjawaban pada kantor cabang bank umum