1.1 Latar Belakang
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) memiliki nilai yang cukup ekonomis dibandingkan dengan nilai kayu yang sampai saat ini masih dianggap sebagai produk utama. Pemanfaatan HHBK juga tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar pada hutan dibandingkan dengan pemanfaatan kayu itu sendiri. Pemanfaatan HHBK merupakan solusi alternatif dalam memanfaatakan hasil hutan, salah
satunya dengan memanfaatkan HHBK berupa kopal.
Agathis spp. termasuk ke dalam famili Araucariaceae sebagai penghasil getah yang disebut dengan kopal. Kopal sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu yang penting dalam bidang kehutanan serta memberikan manfaat bagi industri. Kopal digunakan sebagai bahan pernis, linoleum, dupa, cat, dan lain sebagainya. Permintaan akan kopal saat ini semakin meningkat sehingga perlu adanya upaya dalam meningkatkan produksi kopal.
Salah satu teknik penyadapan yang dapat meningkatkan produksi kopal adalah dengan penggunaan stimulansia untuk merangsang serta memperlancar keluarnya getah dari saluran getah. Stimulansia yang digunakan saat ini masih merupakan stimulansia anorganik berupa cairan asam sulfat. Menurut Sumadiwangsa et al. (2000), pemakaian asam sulfat pada kondisi berlebihan dan berkepanjangan akan mengganggu lingkungan dan kelangsungan hidup pohon serta diduga akan mengubah komponen kimia getah, oleh karena itu penggunaan asam sulfat perlu dipertimbangkan.
meningkatkan produktivitas juga aman digunakan baik bagi kesehatan pohon, penyadap serta lingkungan sekitar.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk:
1. Mengetahui pengaruh penggunaan stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) terhadap produktivitas kopal.
2. Mengetahui nilai tambah produktivitas penyadapan kopal dari penggunaan stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
1.3Manfaat
2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu
Undang-undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, menerangkan bahwa hasil hutan merupakan benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang dihasilkan dari hutan. Indonesia termasuk negara tropis yang memiliki hasil produksi hutan kayu dan non kayu dalam jumlah yang sangat besar.
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.35/Menhut-II/2007 tentang
hasil hutan bukan kayu. Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.
2.2 Agathis
2.2.1 Ciri-ciri agathis
Agathis spp. termasuk dalam famili Araucariaceae. Pohon berukuran sedang hingga sangat besar, berumah satu, memiliki tinggi hingga 60-65 m, cabangnya simetris atu melingkari batang. Batang utama lurus, berbentuk silinder, diameter hingga 200-400 cm, tidak berbanir, tetapi sering dengan akar permukaan membengkak. Pepagan luar abu-abu hingga coklat kemerah-merahan, mengelupas dengan serpih-serpih besar, sedikit bundar tak teratur dan tebal, meninggalkan permukaan bernoktah agak kasar, hitam atau coklat agak lembayung hingga coklat kekuning-kuningan pada pohon besar. Tajuk monopodial, akhirnya menjadi simpodial, pada pohon muda berbentuk kerucut, bulat atau seperti payung, cabang-cabang besar sering membelok ke atas tidak teratur, takikan batang pepagan dalam putih susu atau merah muda, mengeluarkan damar tembus cahaya atau putih jernih yang disebut kopal. Daun bertepi rata, bertangkai sangat pendek, agak berhadapan, bulat telur hingga bentuk lanset, menjagat, pertulangan daun sejajar, rapat, permukaan daun kasar. Biji menempel di sepanjang pangkal sisik
2.2.2 Penyebaran dan Habitat
Marga agathis diperkirakan memiliki 21 jenis, 11 diantaranya terdapat di kawasan Malesia. Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina, Maluku, sampai Selandia Baru. Agathis tumbuh baik di hutan hujan dataran rendah hingga pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 2000 m dpl (Harjadi et al.1998). Nurhasybi dan Dede (2001) mengatakan bahwa daerah penyebaran alami Agathis loranthifolia meliputi Papua New Guinea, New Britain, Indonesia (Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya), Philipina, Malaya. Jenis ini umumnya tumbuh pada tempat yang memiliki kelembaban (3.000–4.000 mm/tahun). Temperatur rata-rata tahunan 25–30°C. Pada dataran rendah, jenis ini ditemukan pada tanah berbatu seperti pasir podzolik (pada hutan kerangas), ultrabasa, tanah kapur, dan batuan endapan. Anakan jenis ini memerlukan naungan dan memperlihatkan pertumbuhan yang lambat selama tahun pertama. Setelah bebas dari kompetisi dengan semak belukar, pertumbuhannya menjadi cepat, seperti terlihat pada sebagian besar hutan hujan primer. Sistem perakaran sensitif terhadap kekurangan oksigen dan pohon tidak
tahan genangan air. Di luar sebaran alaminya, telah di tanam di Jawa. Agathis memerlukan drainase yang baik dan tumbuh pada kondisi tanah dengan pH 6,0 – 6,5 serta tahan terhadap tanah berat (heavy soil) dan keasaman.
2.2.3 Kegunaan
Menurut Harjadi et al. (1998) kayu agathis digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk bahan bangunan di dalam ruangan, kotak teh, papan wol kayu, bahan kertas, dan kayu lapis. Damar dari pepagan dalam, yang dikenal dengan nama kopal, digunakan sebagai bahan pernis, linoleum, dupa, cat, dan lain sebagainya.
2.2.4 Struktur Anatomi Kayu Konifer
disebut sebagai kayu berstuktur homogen. Kayu konifer disusun oleh elemen-elemen ke dalam 2 arah orientasi, yaitu :
A. Elemen-elemen yang bersifat prosenkim a. Trakeida
Sel trakeida terdapat pada semua jenis kayu jarum dan elemen ini merupakan komponen utama penyusun kayu daun jarum, hampir 90% - 95 % kayu daun jarum disusun oleh sel-se trakeida. Panjang sel ini berkisar antara 1–7 mm. Pada dinding radial sel trakeid penuh mengandung noktah berhalaman.
b. Trakeida Berdamar
Sel ini umumnya terdapat pada zona transisi kayu gubal ke kayu teras. Pada sel ini terjadi pengendapan zat-zat damar dalam lumen sel-sel trakeida yang berhubungan dengan se jari-jari. Warna endapan umumnya coklat sampai kehitam-hitaman.
c. Trakeida Rantai
Trakeida rantai terdapat pada jenis-jenis yang mempunyai sauran
damar aksial atau pada jenis-jenis yang memiliki parenkim aksial. Noktah halaman terdapat pada dinding radial maupun pada dinding ujungnya.
B. Elemen-elemen yang bersifat Parenkim a. Parenkim Aksial
Parenkim aksial adalah sel yang umumnya berbentuk seperti kotak, persegi empat kecuali sel-sel yang terdapat pada ujung-ujung yang berbentuk membulat atau meruncing. Sel ini umumnya mempunyai dinding sel yang tipis bila dibandingkan sdengan sel trakeida. Sel ini tersusun dalam deretan vertikaldan pada lumen berisi zat berwarna gelap dengan noktah sederhana pada dinding sel dan horisontal pada dinding ujungnya.
b. Parenkim Jari-jari
atau dua baris sel dan jari-jari lebar bila disusun oleh lebih dari dua baris sel.
C. Pernoktahan Silang Jari-jari
Bila parenkim jari-jari bersinggungan dengan trakeida aksial maka akan terbentuk pasangan noktah setengah halaman (halpbordered). Terkadang pada dinding sel parenkim jari-jari didaerah pernoktahan silang jari-jari tidak terdapat noktah sehingga noktah halaman yang terdapat pada dinding sel trakeida aksial akan menentukan sistem pernoktahan yang terbentuk. D. Saluran Damar Normal
Sauran damar merupakan saluran yang dibatasi oleh sel-sel epitel yang sangat tipis yang berfungsi mengeluarkan zat-zat tertentu ke dalam saluran. Ada dua macam saluran berdasarkan arahnya di dalam batang, yaitu : Saluran damar aksial yang sejajar dengan sumbu batang, dan saluran damar radial tegak lurus dengan sumbu batang yang memiliki ukuran lebih besar.
E. Saluran Luka (Traumatik)
Saluran traumatik terjadi akibat adanya luka-luka dalam batang pohon. Saluran ini penyebarannya dalam deretan tangensial dan biasanya hanya terbatas pada bagian kayu awal. Saluran luka ini juga bisa radial atau aksial tergantung arahnya dalam batang.
Menurut Mandang dan Pandit (1997) ciri-ciri anatomi kayu Agathis adalah tidak memiliki sel-sel pembuluh dalam kayunya, hanya terdapat trakeid, parenkimia aksial, dan jari-jari. Trakeid terdapat pada seluruh kayu kecuali pada jari-jari empulur, tersusun secara teratur dalam baris-baris radikal dan tidak mempunyai isi. Parenkim dan saluran damar tidak ada, jari-jari empulur ada sangat rapat seluruhnya tersusun sel-sel baring. Batas-batas lingkaran sangat nyata, warna gubal tidak jauh berbeda dengan kayu teras.
2.3 Kopal
Manuputty (1955) membagi kopal menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Kopal Bua, adalah kopal tidak disadap, sebagian besar digali dari tanah, sebagian berasal dari luka-luka cabang yang kopalnya diambil beberapa bulan kemudian.
2. Kopal Loba, adalah kopal yang didapat dengan cara penyadapan pohon-pohon agathis dan sangat menyerupai getah lilin. Kopal ini keras dan berwarna kuning sampai coklat.
3. Kopal Melengket, adalah kopal yang dihasilkan dari kegiatan penyadapan kemudian dipungut dari pohon setelah dua atau tiga minggu. Kopal jenis ini berwarna sangat terang dan bersih.
Menurut Riyanto (1980) diantara saluran kopal dan sel parenkim (sel penyimpan cadangan makanan) yang mengelilingi saluran kopal pada semua sisi terdapat keseimbangan osmotik. Jika dibuat luka pada kulit dalam maka saluran kopal akan terbuka. Dengan terbukanya saluran kopal maka keseimbangan osmotik mulai terganggu sehingga kopal keluar dari salurannya.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopal
Riyanto (1980) menyatakan bahwa potensi kopal secara kuantitatif pada dasarnya dipengaruhi dua faktor pokok, yaitu :
1. Faktor fasif yang terdiri dari kualitas tempat tumbuh, umur pohon, kerapatan tegakan, sifat genetik dan ketinggian tempat tumbuh dari permukaan laut
2. Faktor aktif yang terdiri dari kuantitas dan kualitas tenaga sadap, perlakuan kimia, dan pelakuan mekanis, seperti penutupan luka dengan plastik.
Menurut Dulsalam dan Sumantri (1985) keluarnya kopal dipengaruhi oleh tutup luka sadapan, arah sadapan dan lamanya penyadapan. Wratsongko (2005), menyatakan produksi kopal juga dipengaruhi oleh kondisi iklim pada lokasi penelitian. ketika kondisi hari hujan, kopal yang keluar dari jaringan kulit batang mengalir tidak tertampung pada gelas penampung melainkan meluap hingga jatuh ke permukaan tanah akibat gelas penampung terpenuhi oleh air hujan. Hal ini akan memberikan hasil yang berbeda pada saat dilakukan penimbangan dimana berat kopal cenderung jadi berkurang.
2.5 Penyadapan Getah Agathis spp.
Riyanto (1980) mengemukakan bahwa pohon Agathis yang diambil getahnya harus diambil dari pohon yang sehat. Pohon-pohon yang tidak sehat atau tidak normal (busuk batang, kanker batang, dan terpuntir 30%) sebaiknya tidak disadap walaupun menghasilkan getah yang lebih banyak, karena akan lebih mudah terserang penyakit sehingga akan menurunkan kualitas kayunya. Pohon Agathis yang diambil getahnya adalah pohon yang berdiameter 30 cm ke atas.
Penyadapan getah Agathis juga dilakukan pada pohon yang telah berumur 21 tahun.
2.6 Stimulansia
Santosa (2006) menyatakan bahwa stimulansia berfungsi sebagai perangsang terbentuknya etilena pada tanaman dan selanjutnya menaikkan tekanan osmosis serta tekanan turgor yang menyebabkan aliran getah bertambah cepat dan lebih lama. Etilena pada hakekatnya adalah suatu hormon pertumbuhan yang banyak berperan pada perubahan suatu tanaman, antara lain terjadi perubahan dalam membran yang permeable dari dinding saluran getah sehingga selama ada aliran getah, air masuk dalam saluran getah dan jaringan-jaringan disekitarnya.
2.7 Zat Pengatur Tumbuh
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis (Frank dan Cleon 1992).
Etilen adalah suatu gas yang dibentuk dari pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa-senyawa yang kaya akan ikatan karbon. Etilen juga merupakan suatu senyawa karbon sederhana yang tidak jenuh dalam bentuk gas memiliki sifat-sifat fisiologis yang luas pada aspek pertumbuhan, perkembangan dan senescen tanaman (Wattimena 1988). Menurut Winarno (2002) etilen (C2H4)
adalah jenis senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman pada waktu-waktu tertentu dan pada suhu kamar etilen berbentuk gas. Etilen merupakan gas yang dapat digolongkan sebagi hormon tanaman yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik.
Gas etilen tidak berwarna dan mudah menguap. Etilen dianggap sebagai hormon tumbuhan karena merupakan hasil metabolisme, bekerjasama atau
antagonistik dengan hormon-hormon tumbuhan lainnya. Jumlah etilen yang normal di dalam jaringan tanaman adalah rendah, biasanya kurang dari 0,1 ppm. Kegunaana etilen yaitu menghambat pertumbuhan, membentuk lapisan absisi, mengontrol pembentukan bunga, merangsang inisiasi akar, merangsang dormansi biji dan tunas, merangsang peemasakan buah, merubah polaritas tumbuh dan menghambat tanggapan tropostik, menghambat perluasan daun, merangsang eksudasi. Etilen banyak melibatkan aspek tumbuh dan perkembangan tanaman baik secara endogen maupun diberi dari luar. Etilen memiliki struktur yang cukup sederhana dan diproduksi pada tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin yang esensial pada seluruh jaringan tumbuhan.
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2011. Lokasi
penelitian yaitu di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah pisau sadap, pita ukur,
talang sadap, spidol, kantong plastik, palu, paku, golok, kuas, timbangan, sprayer,
alat tulis dan kamera digital software SPSS 16.0, dan alat tulis. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tegakan Agathis, Etrat 1240, Etrat NP50,
Etrat NP100, Etrat 2010, CAS, dan cat kayu.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengumpulan data sekunder dan primer.
3.3.1 Pengumpulan data sekunder
Penelitian ini menggunakan data-data yang berasal dari data sekunder.
Data sekunder yaitu berupa kondisi umum lokasi penelitian, meliputi sejarah
hutan pendidikan Gunung Walat, letak dan luas areal, topografi, iklim, tanah,
vegetasi dan penduduk.
3.3.2 Pengumpulan data primer
Pengumpulan data secara primer yaitu dengan penentuan diameter 20
pohon contoh Agathis loranthifolia dengan diameter minimal 40 cm, arah sadap yang berbeda pada setiap pohon, melakukan kegiatan pelukaan pada pohon
agathis dengan menggunakan metode quarre, kemudian penggunaan stimulansia dan ZPT dengan cara disemprotkan pada bidang sadap yang telah dilukai.
Penelitian utama dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dengan
1
2
yaitu 10 cm, jarak antar perlakuan minimal sama dengan lebar quarre. Pada
penelitian utama dilakukan perbandingan produktivitas getah (g/pohon/5 hari)
pada pohon yang diberi berbagai perlakuan, yaitu: kontrol (tanpa perlakuan), Etrat
1240, Etrat NP50, Etrat NP100, Etrat 2010,dan CAS.
Tahapan kegiatan penelitian utama adalah :
a. Persiapan lokasi, alat, dan bahan
b. Contoh penentuan diameter pohon = 2 x 6 x 10 cm π
= 120 = 38,22 cm ≈ 40 cm π
Maka diameter agathis yang digunakan adalah minimal 40 cm
c. Arah sadap pada setiap pohon agathis berbeda, yaitu diputar untuk setiap
perlakuan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil sadapan dengan
memperkecil perbedaan dari berbagai faktor yang ada selain perlakuan pada
agathis.
U
10 cm
Gambar 1 Penampang melintang pohon agathis dengan berbagai perlakuan.
Keterangan:
d. Pelukaan pohon agathis dengan metode quarre
1. Persiapan sadapan
Persiapan alat-alat sadap yaitu kuas, cat kayu warna putih, kantong
dan palu. Pembersihan lapangan sekitar pohon agathis yang akan
disadap. Pemberian nomor urut pohon agathis yang akan disadap.
2. Pembersihan kulit
Pembersihan kulit bagian batang yang akan disadap dengan
menggunakan golok yaitu setebal 3 mm, lebar 20 cm, dan tinggi 70 cm
pada ketinggian 50 cm di atas tanah tanpa melukai kayu. Tujuan
pembersihan kulit adalah untuk memudahkan pembuatan pelukaannya.
Pada kegiatan ini alat yang digunakan adalah parang dan alat pengerok
kulit.
3. Pembuatan mal sadap
Pembuatan mal sadap diletakkan pada bagian tengah batang yang
telah dibersihkan kulitnya. Untuk memberi tanda batas mal sadap ini
dipergunakan cat kayu. Mal sadap diplotkan pada bagian tengah dari
pohon contoh yang telah dibersihkan. Untuk memberi tanda batas
rencana sadapan digunakan cat kayu. Ukuran mal sadapan lebarnya 10
cm dan tinggi 60 cm.
4. Pembuatan luka sadapan pertama
Luka sadapan pertama dibuat pada ketinggian 50 cm di atas tanah
dengan menggunakan pisau sadap (kudikoni), di dalam pola sadap
dengan ukuran 10x10 cm. Dalam luka sadapan 2 cm tidak termasuk
kayu dengan lebar sadapan 10 cm.
5. Pemasangan talang sadap
Talang sadap diletakkan di bawah luka sadapan pertama dengan
cara dipaku. Talang sadap yang digunakan terbuat dari seng. Ukuran
talang seng, yaitu panjang 28 cm, tinggi 3 cm, lebar 3 cm, bibir
penampung 1 cm, penyangkut talang 2x3 cm.
6. Pemasangan penampung getah
Penampung getah dipaku tepat di bawah talang seng.
7. Pemberian stimulansia dan ZPT
Pemberian stimulansia dan ZPT dilakukan dengan menyemprotkan
dilukai. Pemberian stimulansia dan ZPT banyaknya adalah 1
cc/quarre/5 hari dan hanya satu kali semprotan setiap 5 hari sekali.
8. Pemanenan
Pemanenan getah dilakukan lima hari sekali sekaligus
memperbaharui quarre dengan lebar luka sadapan 0,5-1,0 cm. 9. Penimbangan
Hasil panen getah kemudian ditimbang dengan menggunakan
timbangan digital (g/quarre/panen).
10 cm
pembaharuan luka 1 cm
disemprotkan
stimulansia
50 cm
Gambar 2 Pemberian stimulansia dan ZPT pada penyadapan Agathis dibidang sadap yang telah dilukai.
3.4 Rancangan Percobaaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana respon diperoleh dari 6 perlakuan
stimulansia dalam penyadapan kopal. Penelitian ini menggunakan 20 pohon
contoh Agarthis loranthifolia dengan pengambilan getah (panen) sebanyak 10 kali dan dilakukan penyadapan setiap 5 hari sekali selama 50 hari.
Adapun 6 perlakuan tersebut, yaitu :
Perlakuan 1= tanpa stimulansia dan zat pengatur tumbuh (kontrol),
Perlakuan 2= Etrat 1240 campuran etilen 100 ppm dan asam sitrat 150 ppm,
Perlakuan 4= Etrat NP100 campuran etilen 200 ppm dan jeruk nipis 10 %,
Perlakuan 5= Etrat 2010 campuran etilen 150 ppm dan asam sitrat 10 %,
Perlakuan 6= CAS campuran H2SO4 15% dan HNO3 2%.
Bahan-bahan yang digunakan tersebut merupakan produk dari CV.
Permata Hijau Lestari yang diimplementasikan pada hutan dalam hal ini pohon
agathis. Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian dipilih terlebih dahulu
sebelum dilakukan kegiatan penyadapan getah. Pohon contoh yang dipilih
tersebut dilakukan secara acak dengan diameter minimal 40 cm dan sehat.
Model umum percobaan dalam rancangan acak kelompok adalah sebagai
berikut :
Yijk = µ + αi + βj + εijk Dengan :
i = 1, 2, 3, 4
j = 1, 2, 3,... sd 20
k = 1, 2, 3,... sd 10
Dimana :
Yij = Respon karena pengaruh perlakuan pemberian
stimulansia ke-i pada pohon ke-j yang terdapat
pada ulangan ke-k.
µ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan pemberian stimulansia dan ZPT penyadapan kopal ke-i
βj = Pengaruh pohon ke-j
Tabel 1 Bagan rancangan percobaan acak lengkap Etrat 1240 Etrat NP50 Etrat NP100 Etrat
2010
Yijk = Produktivitas getah agathis pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j dan periode panen ke-k i = 1,2,3, .... 6
j = Ulangan pohon contoh (1,2,3,…,20) k = frekuensi panen getah agathis (1,2,3,…,10)
3.5 Analisis Data
3.5.1 Analisis pengaruh masing-masing perlakuan
Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian stimulansia yang
berbeda terhadap peningkatan produktivitas getah agathis maka dilakukan
Analisis Ragam atau Analysis of Variance (ANOVA).
Tabel 2. Analisis of Variance (ANOVA)
Sumber Keragaman Derajat
bebas (dB)
Pengujian terhadap pengaruh faktor stimulansia
H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0
Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 99% (α=0,01).
Terima H1 : Sekurangnya ada taraf perlakuan yang memberikan pengaruh nyata
terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 99% (α=0,01).
Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel
pada selang kepercayaan 99% (α = 0,01) dengan kaidah :
1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan
memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah agathis pada
selang kepercayaan 99% (α = 0,01).
2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan
memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah agathis pada selang
kepercayaan 99% (α = 0,01).
Selanjutnya, setelah uji F apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata
terhadap produktivitas getah agathis, maka dilakukan uji lanjut berupa Uji Duncan
dengan menggunakan Software SPSS 16.0 untuk mengetahui beda rata-rata dari masing-masing perlakuan.
3.5.2 Analisis biaya penerapan stimulansia
Dalam melakukan analisis biaya penerapan stimulansia maka harus
diketahui terlebih dahulu harga masing-masing stimulansia per kg ataupun per
liter dan jumlah masing-masing stimulansia yang dibutuhkan selama penelitian
yaitu untuk kebutuhan 20 pohon (masing-masing stimulansia) dengan periode
panen sebanyak 10 kali. Hal-hal yang harus dihitung dalam analisis biaya
penerapan stimulansia adalah sebagai berikut :
1. Biaya stimulansia (Rp/quarre)
Bi = Hi/1000/5
Dimana :
Bi = Biaya stimulansia ke-i yang dikeluarkan setiap 1 kali
penyemprotan (Rp/quarre/hari)
2. Peningkatan produksi getah
Pi = Qi – R
Dimana :
Pi = Peningkatan produksi getah untuk stimulansia ke-i
(g/quarre/hari)
Qi = Produksi perlakuan stimulansia ke-i (g/quarre/hari)
R = Produksi getah pada pohon contoh kontrol/tanpa
perlakuan (g/quarre/hari)
3. Pendapatan hasil peningkatan getah
Zi = Pi/1000 x C
Dimana :
Zi = Pendapatan hasil peningkatan getah dari stimulansia
ke-i (Rp/quarre/hari)
C = Harga kopal (Rp/kg)
4. Nilai tambah stimulansia
Ri = Zi – Bi
Dimana :
Ri = Nilai tambah stimulansia ke-i (Rp/quarre/hari)
Zi = Pendapatan hasil peningkatan getah dari stimulansia
ke-i (Rp/quarre/hari)
Bi = Kebutuhan stimulansia ke-i yang dikeluarkan setiap
1 kali penyemprotan (Rp/quarre/hari)
4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat
Kawasan Hutan Gunung Walat sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia) pada tahun 1951. Hutan yang ditanam pada tahun 1951/1952 tersebut saat ini telah berwujud sebagai tegakan hutan damar yang lebat di sekitar base camp.Pada tahun 1967 IPB melakukan penjajakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian untuk mengusahakan Hutan Gunung Walat
menjadi Hutan Pendidikan. Direktorat Jenderal Kehutanan memberikan bantuan pinjaman Kawasan Hutan Gunung Walat kepada IPB di tahun 1968 untuk
digunakan seperlunya bagi pendidikan kehutanan yang dikelola oleh Fakultas Kehutan IPB.
Pada tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 7041/IV/69 tertanggal 14 Oktober 1969 yang menyatakan bahwa Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB. SK Menteri Pertanian RI No. 008/Kpts/DJ/I/73 tentang penunjukan komplek Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Pengelolaan kawasan hutan Gunung Walat seluas 359 Ha dilaksanakan oleh IPB dengan status hak pakai sebagai hutan pendidikan dan dikelola Unit Kebun Percobaan IPB dengan jangka waktu 20 tahun. Pada tahun 1973 penanaman telah mencapai 53%. Pada tahun 1980 Seluruh wilayah HPGW telah berhasil ditanami berbagai jenis tanaman, yaitu damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), kayu afrika (Maesopsis eminii), mahoni (Swietenia macrophylla), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), gamal (Gliricidae sp), sengon (Paraserianthes falcataria), meranti (Shorea sp), dan akasia (Acacia mangium).
Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK) Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993. Status hukum kawasan HPGW pada tahun 2005 dikuatkan oleh diterbitkannya SK Menhut No. 188/Menhut – II/2005, yang menetapkan fungsi hutan kawasan HPGW sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dan pengelolaanya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB dengan tujuan khusus sebagai Hutan Pendidikan (Fahutan IPB 2009).
4.2 Letak dan Luas Areal
HPGW terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi.
Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomang) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (Fahutan IPB 2009).
4.3 Topografi dan Iklim
HPGW terletak pada ketinggian 460 samapi dengan 715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl.) dan KN 2.213 (720 m dpl.).
4.4 Tanah dan Hidrologi
Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (Fahutan IPB 2009).
4.5 Vegetasi
Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii),rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44
jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis.
Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul.
warna agak merah. Selain itu terdapat pula terdapat pula lebah hutan (odeng, tawon gung, Apis dorsata) (Fahutan IPB 2009).
4.6 Penduduk Sekitar
Penduduk di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam prgram agroforestry HPGW sebanyak 300 orang petani penggarap. Hasil pertanian dari lahan agroforestry seperti singkong, kapolaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi, sereh, dll. Jumlah ternak domba /kambing di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat sebanyak 1875 ekor, jika setiap ekor domba/kambing memerlukan 5 kg rumput, maka diperlukan hijauan sebanyak 9,375 ton. Hijauan pakan ternak tersebut sebagian besar berasal dari HPGW.
Kecamatan Cicantayan , khususnya desa Hegarmanah juga merupakan desa penghasil manggis dengan mutu eksport. Jumlah pohon manggis di desa
Hegarmanah sebanyak 12.800 batang dan akan terus bertambah. Untuk menjadi sentra produksi diperlukan 40.000 pohon (Fahutan IPB 2009).
5.1 Kondisi Lokasi Penelitian
Kegiatan penyadapan dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW) yang terletak di wilayah Sukabumi Jawa Barat, tepatnya pada Petak
Penelitian Permanen Teknologi Penyadapan Getah Agathis. Areal ini memiliki
memiliki luas 2,5 ha, bertopografi landai, serta didominasi oleh tegakan Agathis lorantifolia. Keadaan pohon pada blok ini umumnya memiliki kondisi pohon sehat, akan tetapi terdapat beberapa pohon yang terserang jamur dan hama., serta
sebagian besar sudah pernah pernah dilakukan penyadapan.
Gambar 3 Kondisi lokasi penelitian di Petak Penelitian Permanen Teknologi Penyadapan Getah Agathis.
5.2 Produktivitas Kopal menggunakan Stimulansia Organik dan Zat Pengatur Tumbuh
Pemberian stimulansia dan ZPT dilakukan pada penyadapan pohon
Agathis lorantifolia sebanyak 20 pohon contoh dengan diameter minimal 40 cm.
Intensitas penyadapan getah dan pembaharuan luka dilakukan setiap 5 hari sekali
selama 10 kali penyadapan getah. Pada setiap pohon contoh diberi 6 perlakuan yang
berbeda-beda serta arah sadap yang berbeda-beda pula, yaitu diputar untuk setiap
dari berbagai faktor selain perlakuan pada agathis terutama faktor internal dari pohon
tersebut. Menurut Dulsalam dan Sumantri (1985) bahwa penyadapan pada arah barat
dapat meningkatkan produksi getah dibanding dengan penyadapan pada arah timur.
Hal ini disebabkan pada arah barat relatif terlindung dari sinar matahari yang
memungkinkan getah tidak lekas membeku. Hasil produksi getah agathis dengan
pemberian 6 perlakuan dan frekuensi panen dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Produktivitas rata-rata kopal berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (g/quarre/hari)
Panen
ke- Kontrol
Produktivitas rata-rata kopal berdasarkan perlakuan (g/quarre/hari)
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata produksi kopal yang dihasilkan
dengan perlakuan pemberian stimulansia secara berturut-turut, yaitu: pada
pemberian Etrat 1240 sebesar 7,474 gram/quarre/hari, pemberian Etrat NP50
sebesar 6,838 gram/quarre/hari, pemberian Etrat NP100 sebesar 7,681
gram/quarre/hari, dan pemberian Etrat 2010 sebesar 6,92 gram/quarre/hari. Untuk
pemberian CAS berat rata-rata produksi kopal dihasilkan paling tinggi yaitu
sebesar 9,29 gram/quarre/hari dan berat rata-rata produksi kopal yang terkecil
Rata-rata produktivitas kopal perhari dari masing-masing perlakuan
dibandingkan terhadap kontrol sehingga diperoleh persentase peningkatan
produktivitas getah. Persentase peningkatan kopal dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Persentasi peningkatan produktivitas kopal
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa persentasi peningkatan
produktivitas kopal yang paling tinggi adalah pada perlakuan CAS sebesar
207,83% diikuti oleh perlakuan NP100 sebesar171,86% kemudian perlakuan Etrat
1240 sebesar 167,20%, perlakuan Etrat 2010 sebesar 154,81%, dan yang paling
kecil pada perlakuan Etrat NP50 sebesar 152,98% yang dibandingkan dengan
kontrol. Secara umum kecenderungan hasil rata-rata produktivitas kopal dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Produktivitas (g/quarre/hari) rata-rata kopal berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen.
Berdasarkan Gambar 4 pemberian CAS menghasilkan rata-rata produksi
yang paling tinggi dari panen pertama hingga panen ke tujuh. Akan tetapi, pada
panen ke delapan atau 40 hari, produktivitas kopal mengalami penurunan hingga
berada di bawah stimulansia organik. Menurut Hidayati (2005) bahan kimia asam
mempersulit getah pohon agathis membentuk rantai sikliknya dan tetap dalam
bentuk aldehida. Hal ini disebabkan adanya pemecahan ikatan glikosida yang
mempersulit penyusunan struktur stabil getah sehingga getah tetap encer. Sel-sel
parenkim yang terhidrolisis menyebabkan tekanan dinding semakin berkurang.
Cairan sel akan bergerak keluar secara difusi dan diserap oleh getah sehingga
yang encer semakin banyak dan keluar melebihi normal. Penggunaan stimulansia
tidak meningkatkan kandungan getah yang ada, tetapi membuat celah dinding
parenkim yang terhidrolisis dan akibat pelukaan tetap terbuka sehingga getah
mengalir keluar.
Stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang digunakan
merupakan produk dari CV. Permata Hijau Lestari yang terdiri dari Etrat 1240
yang merupakan campuran dari etilen 100 ppm dan asam sitrat 150 ppm, Etrat
NP50 terdiri atas etilen 100 ppm dan jeruk nipis 5%, Etrat NP100 terdiri atas
etilen 200 ppm dan jeruk nipis 10%, dan Etrat 2010 terdiri atas etilen 150 ppm
dan asam sitrat 10%, sedangkan untuk Cairan Asam Sulfat (CAS) merupakan
milik Hutan Pendidikan Gunung Walat yang terdiri atas H2SO4 15% dan HNO3
2%. Etilen sangat mempengaruhi banyaknya getah yang keluar pada waktu
penyadapan karena etilen akan menunda penyumbatan pembuluh getah dan
memperlama aliran getah. Etilen dapat merangsang eksudasi pengeluaran lateks,
getah (Wattimena 1988).
Jeruk nipis memiliki kandungan asam sitrat yang dapat mengeluarkan getah
lebih banyak pada pohon agathis. Riyanto (1980) mengatakan reaksi biologis pada
saluran getah dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat yaitu pembentukan
rantai siklik sehingga akan tetap dalam bentuk aldehida yang menyebabkan getah
tetap encer dan keluar melebihi normal.
Kecenderungan produktivitas untuk perlakuan yang menggunakan
stimulansia organik relatif sama, yaitu pada panen pertama hasil yang diperoleh
akan tetapi pada panen kedua mengalami penurunan dikarenakan pohon belum
stabil dalam membuat getah sehingga belum dapat mengisi deposit getah . Pada
panen ketiga dan seterusnya produktivitas mengalami peningkatan, kecuali pada
panen kelima terjadi penurunan. Hal ini disebabkan oleh faktor eksternal yaitu
hujan, dimana curah hujan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
produktivitas yang ada. Aliran batang pada saat hujan dapat meluruhkan
stimulansia yang disemprotkan. Menurut Wratsongko (2005), ketika kondisi hari
hujan, kopal yang keluar dari jaringan kulit batang mengalir tidak tertampung
pada gelas penampung melainkan meluap hingga jatuh ke permukaan tanah akibat
gelas penampung terpenuhi oleh air hujan.
Panen ke-8 atau hari ke-40 produktivitas kopal dengan menggunakan
stimulansia organik lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan stimulansia
anorganik. Etilen yang tedapat pada stimulansia organik berupa cairan atau
memiliki pH<3. Etilen dapat terserap ke dalam jaringan pohon diperlukan pH
batang yang lebih basa agar etilen dapat berubah menjadi gas (pH>3). Pada
umumnya batang agathis memiliki pH antara 4-5, akan tetapi hal ini tidak berlaku
untuk PH batang agathis yang terdapat di HPGW.
Tahun 1998 HPGW telah memakai stimulansia berupa CAS yang
merupakan asam kuat. Diduga pemakaian asam kuat yang telah cukup lama
mempengaruhi pH batang agathis menjadi lebih asam. Hal ini memperngaruhi
proses penyerapan stimulansia organik, karena etilen tidak mendapatkan pH yang
lebih basa yang dibutuhkan, sehingga proses penyerapan terhambat. Etilen yang
terdapat pada stimulansia merupakan etilen eksogen yang berfungsi sebagai
chemical messenger. Etilen eksogen akan merangsang aktifnya etilen endogen sehingga mendorong terjadinya metabolisme sekunder untuk membentuk getah.
Getah akan mengalir ke sumber pemberi pesan.
Pengaruh pemberian stimulansia dan ZPT terhadap produktivitas kopal
dilakukan dengan pengolahan statistik terhadap data hasil pengukuran
produktivitas getah agathis. Hasil pengujian analisis sidik ragam menunjukkan
bahwa pemberian campuran stimulansia dan ZPT memberikan pengaruh nyata
kepercayaan 99% (α = 0,01). Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitungsebesar
7,732 lebih besar dari pada F tabel pada tingkat nyata 1% yaitu sebesar 3,38.
Tabel 5 Analisis ragam pengaruh pemberian stimulansia dan ZPT yang berbeda terhadap produktivitas kopal selama 10 kali panen
Sumber
*Nyata = Fhitung > F0,01
Penggunaan stimulansia organik dan ZPT memiliki pengaruh sangat nyata
terhadap produktivitas kopal dengan selang kepercayaan 99% (α = 0,01), karena
Fhitung > F0,01. Selanjutnya untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berbeda
nyata, maka dilakukan analisis lanjut berupa uji Duncan. Hasil Uji Duncan dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 6 Hasil Uji Duncan pengaruh stimulansia terhadap produktivitas kopal dilihat dari segi perlakuan yang berbeda
Perlakuan N Produktivitas rata-rata (g/quarre/hari)
Hasil Uji Duncan taraf α = 0.01
Huruf yang sama pada Tabel 6 menunjukan perlakuan yang dilakukan
mempunyai pengaruh yang tidak berbeda terhadap produksi kopal, sedangkan
huruf yang berbeda artinya perlakuan pemberian stimulansia mempunyai
pengaruh yang berbeda nyata terhadap produksi getah kopal pada taraf α 1%.
Dimana pada huruf yang berbeda pada kontrol (A), dan Etrat NP50, dan Etrat
2010 (B), serta pada Etrat 1240, Etrat NP100, dan CAS (C) artinya bahwa
pengaruh pemberian stimulansia memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap
produktivitas kopal. Hasil uji duncan membuktikan bahwa antara pemberian Etrat
1240, Etrat NP100 dan CAS menghasilkan produktivitas yang tidak berbeda dan
5.3 Analisis Biaya Penggunaan Stimulansia dan ZPT
Penggunaan stimulansia membutuhkan analisis biaya yang digunakan
sebagai pertimbangan penggunaan di lapangan. Untuk dapat menganalisis biaya
penggunaan stimulansia perlu diketahui harga dari masing-masing bahan
stimulansia dan ZPT yang digunakan per liter. Harga stimulansia dan ZPT yang
paling mahal adalah pada Etrat NP100 yaitu seharga Rp. 20.000,-/liter, diikuti
oleh Etrat 2010 Rp. 16.000,-/liter, Etrat NP50 Rp.14.000,-/liter, Etrat 1240
Rp.12.000,-/liter dan yang paling murah yaitu CAS seharga Rp.5.000,-/liter.
Analisis biaya terdiri dari biaya stimulansia quarre/hari, peningkatan produktivitas
getah g/quarre/hari, pendapatan hasil peningkatan getah quarre/hari, sehingga
diperoleh nilai tambah produktivitas getah dengan stimulansia quarre/hari. Hasil
dari analisis biaya disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Analisis biaya penggunaan stimulansia
Stimulansia
(g/quarre/hari) (Rp/quarre) (Rp/quarre) 1 2 = Produksi getah
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa biaya stimulansia yang paling mahal
adalah Etrat NP100 yaitu sebesar Rp. 4,00/quarre dan yang paling murah adalah
penggunaan cairan asam sulfat sebesar Rp. 1,00 /quarre. Selain faktor harga perlu
diketahui nilai tambah dari stimulansia. Oleh karena itu dilakukan analisis biaya
untuk mengetahui nilai tambah yang dihasilkan, sehingga menjadi pertimbangan
stimulansia yang akan digunakan.
Peningkatan produktivitas pada masing-masing perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 7. Dimana perlakuan CAS mampu meningkatkan produktivitas kopal
Etrat 1240 3,01 g/quarre/hari, Etrat 2010 sebesar 2,45 g/quarre/hari, dan yang
paling kecil Etrat NP50 sebesar 2,37 g/quarre/hari. Data peningkatan
produktivitas getah dihasilkan dari selisih antara produktivitas getah
menggunakan stimulansia (adanya perlakuan) dengan produktivitas getah pohon
kontrol (tanpa perlakuan).
Nilai tambah stimulansia yang diperoleh melalui penggunaan CAS
paling tinggi yaitu Rp. 42,39/quarre, diikuti oleh Etrat NP100 sebesar
24,91/quarre, Etrat 1240 24,65/quarre, Etrat 2010 sebesar 18,86/quarre, dan yang
paling kecil Etrat NP50 sebesar 18,52/quarre.
Terdapat faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan
stimulansia, selain dari faktor produksi dan biaya, yaitu bahaya yang ditimbulkan
pada pemakaian cairan asam sulfat baik pada pohon itu sendiri, lingkungan
sekitarnya maupun pada penyadap. Bahaya yang ditimbulkan pada para penyadap,
disebabkan asam sulfat mampu merusak kulit, gangguan pernapasan dan
kerusakan pada pakaian.
Pada pemakaian CAS produksi keluarnya getah sangat tinggi dan melebihi
normal, akan tetapi keluarnya getah yang terus menerus ini dapat menyebabkan
kematian jaringan kayu, yang suatu saat pohon tidak dapat memproduksi getah
sama sekali. Menurut Sumadiwangsa et al. (2000), pemakaian asam sulfat pada
kondisi berlebihan dan berkepanjangan akan mengganggu lingkungan dan
kelangsungan hidup pohon serta diduga akan mengubah komponen kimia getah,
oleh karena itu penggunaan asam tersebut harus dipertimbangkan.
Santosa (2011) mengatakan kekurangan/ kelemahan dalam penggunaan
stimulansia asam kuat, yaitu : merusak batang kayu yang disadap dan
menyebabkan kematian jaringan kayu sampai kedalaman 3 sampai dengan 5 cm
dari kulit batang, stimulan yang digunakan masuk kategori bahan berbahaya
sehingga akan merusak tumbuhan disekitarnya dan apabila terbawa air hujan akan
berbahaya terhadap kondisi tata air di dalam hutan, berbahaya bagi penyadap
karena dapat menyebabkan gatal, iritasi pada kulit serta pengendapan di paru-paru
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 5 Warna kayu hasil sadapan pada berbagai stimulansia. Keterangan gambar : (a) warna kayu hasil sadapan dengan tanpa penggunaan stimulansia (kontrol), (b) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan Etrat 1240, (c) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan Etrat NP50, (d) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan Etrat NP100, (e) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan Etrat 2010, dan (f) warna kayu hasil sadapan dengan penggunaan CAS
Pada Gambar 5 (f) dapat dilihat bahwa pelukaan menggunakan cairan asam
sulfat pada batang kayu berwarna merah dan pada akhir panen produktivitas kopal
tidak jauh berbeda warnanya dengan kontrol Gambar 5 (b,c,d,dan e). Terdapat
beberapa keuntungan dalam pemakaian stimulansia organik, yaitu: tidak merusak
kayu (ramah lingkungan), tidak melukai kulit, dapat dipakai dalam jangka waktu
yang lama, komponen getah tetap alami (tidak berbahaya). Oleh karena itu, dapat
dinyatakan bahwa penerapan stimulansia organik sebagai pengganti stimulansia
cairan asam sulfat dapat dipertimbangkan.
Perlakuan dengan menggunakan Etrat NP100 memiliki hasil rata-rata
produktivitas kopal, persentasi peningkatan produksivitas getah, dan nilai tambah
produktivitas kopal yang tertinggi dibanding stimulansia organik lainnya. Akan
tetapi Etrat NP100 memiliki harga yang paling mahal, serta belum diproduksi
dalam skala besar, sedangkan untuk Etrat 1240 selain harga yang lebih murah
juga telah diproduksi dalam skala yang besar. Sehingga memudahkan dalam
pemakaiannya. Selain itu, berdasarkan Uji Duncan perlakuan Etrat 1240 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan Etrat NP100. Penggunaan Etrat 1240 juga lebih
disarankan karena kandungan etilen yang terdapat didalamnya lebih rendah
dibandingkan pada Etrat NP100. Fungsi etilen selain dapat merangsang eksudasi
pengeluaran lateks, getah juga berfungsi dalam pengaturan pemasakan buah,
mematahkan dormansi, serta absisi daun (Wattimena 1988). Dampak dari penggunaan etilen yang tinggi belum diteliti lebih lanjut, sehingga lebih aman
digunakan Etrat 1240.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) memberikan
pengaruh terhadap peningkatan produktivitas penyadapan kopal.
2. Penggunaan Cairan Asam Sulfat menghasilkan nilai tambah produktivitas tertinggi, yaitu sebesar Rp.42,39/quarre, diikuti oleh Etrat NP100 sebesar Rp.24,91/quarre, dan Etrat 1240 Rp.24,65/quarre, Etrat 2010 sebesar Rp.
18,86/quarre, dan Etrat NP50 Rp.18.52/quarre. Dilihat biaya, produksi serta kandungan etilen dari penggunaan stimulansia organik, maka penggunaan stimulansia organik yang paling efektif dan efisien adalah stimulansia organik Etrat 1240.
6.2Saran
1. Stimulansia anorganik (CAS) memiliki dampak negatif terhadap kelestarian pohon Agathis, lingkungan, dan penyadap sehingga lebih baik menggunakan stimulansia organik dan ZPT.
2. Dalam melakukan penyadapan kopal, pihak Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) sebaiknya menggunakan stimulansia organik dan ZPT dari bahan Etrat 1240 karena dapat digunakan dalam jangka panjang dibandingkan stimulansia bahan kimia (CAS), serta aman digunakan baik bagi kesehatan pohon agathis maupun bagi penyadap serta lebih efisien. 3. Dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui keefektivan stimulansia
PRODUKTIVITAS PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN
PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI
JAWA BARAT
RIKA RIZQY AWALIA
E14070112
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
Agathis Spp. Untuk Meningkatkan Hasil Getah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 2(2): 10-12
[Fahutan IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2009. Rencana Pembangunan Hutan Pendidikan Gunung Walat 2009-2013. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Frank B, Cleon W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Edisi Keempat. Bandung. ITB Bandung
Harjadi SS, Sutisna U, Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Yayasan PROSEA
Hidayati E. 2005. Pengaruh Pemberian Stimulansia pada Penyadapan Kopal dengan Metode Sayatan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Lempang L. 1997. Uji Beberapa Pola Sadap Untuk Menduga Produksi Kopal Dari Pohon Agathis spp. Buletin Penelitian Hasil Hutan 2(1) : 15-52
Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan PROSEA Bogor. Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan.
Manuputty, D. N. 1955. Keluarga Agathis di Indonesia. Rimba Indonesia, No 3,4,5
Nurhasybi, Dede Sudrajat. 2001. Informasi Singkat Benih. Damar (Agathis loranthifoia Salisb.) dalam Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Jilid I. Balai Teknologi Perbenihan. Bandung
Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu. Bogor: Centium
Riyanto TW. 1980. Catatan Kecil Tentang Kopal Damar. Duta Rimba (XII), pp. 23-28
Santosa G. 2006. Pengembangan Metode Penyadapan Kopal Melalui Penerapan Teknik Sayatan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor
. 2011. Pengaruh Pemberian Etrat terhadap peningkatan Produktivitas Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. [Tidak Dipublikasikan]
Wattimena G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 99-110.
Whitmore TC. 1977. A First Look at Agathis. Tropical Forestry papers no. 11 Unit of Forestry Commonwealth. University of Oxford.
Winarno F.G. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Holtikultura. Bogor: M-BRIO PRESS
37
1 78,03 cm 17 11 12 17 13 19 16 18 22 19
2 78,34 cm 20 6 12 16 10 17 15 21 25 34
3 73,25 cm 14 11 10 13 13 18 16 26 28 28
4 70,38 m 21 4 13 16 14 10 21 22 28 23
5 68,47 cm 16 15 19 29 19 27 20 24 11 24
6 79,62 cm 33 8 12 41 44 29 49 39 48 36
7 72,93 cm 51 21 43 45 43 44 37 50 43 46
8 74,52 cm 11 7 8 11 8 12 11 11 12 13
9 77,71 cm 16 13 13 12 21 14 10 12 19 21
10 86,94 cm 56 42 48 54 51 45 75 75 67 75
11 80,89 cm 15 8 11 13 7 13 21 22 25 27
12 68,79 cm 9 6 9 13 11 15 17 17 20 21
13 80,89 cm 17 23 24 15 14 26 29 32 38 32
14 78,34 cm 11 8 13 17 13 16 53 34 25 37
15 85,35 cm 11 10 15 21 17 17 34 22 27 24
16 73,88 cm 12 8 9 16 9 12 15 17 22 22
17 68,47 cm 5 8 7 9 6 12 13 9 13 4
18 71,02 cm 13 9 12 12 13 15 17 13 12 13
19 87,58 cm 5 11 18 20 12 20 23 22 24 25
20 73,88 cm 61 34 29 31 36 51 49 54 59 55
Rata-rata 20,7 13,15 16,85 21,05 18,7 21,6 27,05 27 28,4 28,95
38
1 78,03 cm 19 19 24 34 25 30 39 41 44 47
2 78,34 cm 13 6 10 16 10 17 19 27 26 30
3 73,25 cm 15 11 21 26 17 23 22 37 30 21
4 70,38 m 26 19 17 23 17 18 27 27 29 30
5 68,47 cm 24 24 39 49 33 45 38 53 52 56
6 79,62 cm 29 27 44 46 41 45 40 54 56 61
7 72,93 cm 27 37 44 44 44 52 48 63 59 68
8 74,52 cm 8 8 22 35 23 33 36 45 46 31
9 77,71 cm 19 15 30 38 31 43 56 57 58 56
10 86,94 cm 31 17 38 38 38 40 49 68 69 56
11 80,89 cm 35 27 54 44 34 41 54 70 63 63
12 68,79 cm 16 12 25 33 18 24 38 35 40 43
13 80,89 cm 20 12 22 26 27 26 38 48 48 45
14 78,34 cm 36 27 32 57 43 33 29 37 38 41
15 85,35 cm 54 62 79 94 75 87 75 85 87 87
16 73,88 cm 15 9 19 17 15 26 20 33 39 34
17 68,47 cm 9 14 21 25 23 24 27 27 25 27
18 71,02 cm 7 10 21 13 20 21 30 23 33 23
19 87,58 cm 13 20 25 46 45 40 38 37 43 44
20 73,88 cm 81 50 53 85 68 96 94 107 62 110
Rata-rata 24,85 21,3 32 39,45 32,35 38,2 40,85 48,7 47,35 48,65
39
1 78,03 cm 25 23 26 28 22 46 38 32 37 40
2 78,34 cm 20 13 11 23 13 17 24 33 29 39
3 73,25 cm 18 7 18 26 22 27 30 33 31 31
4 70,38 m 25 15 22 39 26 23 37 45 40 67
5 68,47 cm 20 15 26 41 26 30 20 46 49 51
6 79,62 cm 18 15 26 36 23 40 37 39 35 35
7 72,93 cm 15 15 23 24 17 27 28 46 46 38
8 74,52 cm 14 9 21 24 18 23 34 32 44 40
9 77,71 cm 24 15 27 43 27 35 46 52 50 48
10 86,94 cm 15 11 19 9 18 28 25 27 22 32
11 80,89 cm 53 37 46 53 56 70 85 99 118 109
12 68,79 cm 44 28 47 51 41 38 45 42 47 46
13 80,89 cm 28 13 26 35 13 37 43 46 54 59
14 78,34 cm 15 3 20 25 23 31 27 33 34 37
15 85,35 cm 17 34 38 39 36 55 50 54 48 51
16 73,88 cm 31 34 32 25 30 37 39 43 50 44
17 68,47 cm 13 20 27 20 20 22 24 20 24 17
18 71,02 cm 7 5 11 14 13 23 16 33 29 29
19 87,58 cm 12 15 26 34 18 27 37 43 39 46
20 73,88 cm 61 58 65 54 69 83 80 93 99 88
Rata-rata 23,75 19,25 27,85 32,15 26,55 35,95 38,25 44,55 46,25 47,35
40
1 78,03 cm 14 20 34 34 24 40 24 58 42 33
2 78,34 cm 23 20 41 48 31 38 43 48 54 58
3 73,25 cm 14 11 23 33 14 24 23 35 40 43
4 70,38 m 20 14 26 37 24 22 52 43 50 44
5 68,47 cm 24 17 21 39 38 49 35 54 53 53
6 79,62 cm 13 12 24 33 20 8 22 28 37 29
7 72,93 cm 22 17 21 29 7 11 30 40 72 62
8 74,52 cm 6 6 23 33 26 26 38 43 36 60
9 77,71 cm 58 32 46 51 41 37 37 51 55 47
10 86,94 cm 35 16 23 30 35 35 40 34 53 48
11 80,89 cm 33 29 26 45 47 83 74 85 88 78
12 68,79 cm 48 33 51 79 49 65 61 68 62 57
13 80,89 cm 47 50 48 65 43 59 80 76 87 87
14 78,34 cm 12 12 12 20 13 19 12 18 15 11
15 85,35 cm 16 13 29 39 32 37 57 40 41 58
16 73,88 cm 29 30 40 34 31 45 48 50 63 54
17 68,47 cm 19 14 20 20 14 18 18 24 42 27
18 71,02 cm 11 13 24 32 22 37 27 31 36 33
19 87,58 cm 23 24 39 41 22 22 54 57 51 54
20 73,88 cm 40 44 66 73 81 92 75 85 82 101
Rata-rata 25,35 21,35 31,85 40,75 30,7 38,35 42,5 48,4 52,95 51,85
41
1 78,03 cm 15 22 33 28 32 41 46 56 55 57
2 78,34 cm 12 9 14 19 15 14 24 32 36 39
3 73,25 cm 10 8 16 33 13 13 30 38 59 64
4 70,38 m 24 18 22 34 19 15 24 30 33 37
5 68,47 cm 27 24 35 38 24 42 40 49 59 52
6 79,62 cm 14 19 16 25 13 27 25 50 41 36
7 72,93 cm 57 37 42 62 56 57 51 63 51 70
8 74,52 cm 16 15 17 27 19 22 37 38 46 41
9 77,71 cm 20 21 23 30 29 39 36 31 40 41
10 86,94 cm 53 46 43 57 56 76 60 61 71 61
11 80,89 cm 15 24 23 24 23 31 37 38 36 37
12 68,79 cm 37 20 34 40 47 44 53 54 64 56
13 80,89 cm 14 13 28 39 37 34 45 48 60 50
14 78,34 cm 15 14 19 22 17 24 26 34 21 20
15 85,35 cm 26 30 34 40 41 39 56 50 54 50
16 73,88 cm 17 17 17 20 18 29 24 40 42 48
17 68,47 cm 9 15 33 32 25 22 30 31 35 30
18 71,02 cm 9 7 13 16 16 11 18 27 30 24
19 87,58 cm 24 26 37 48 41 44 46 67 71 67
20 73,88 cm 25 21 29 59 46 39 59 67 66 83
Rata-rata 21,95 20,3 26,4 34,65 29,35 33,15 38,35 45,2 48,5 48,15
42
1 78,03 cm 16 40 35 48 35 42 61 51 31 37
2 78,34 cm 41 40 28 36 8 54 48 45 56 42
3 73,25 cm 26 33 25 38 27 39 36 29 35 33
4 70,38 m 28 50 41 54 36 41 37 32 40 38
5 68,47 cm 25 42 33 38 42 37 60 39 38 46
6 79,62 cm 18 11 20 38 31 61 63 50 60 54
7 72,93 cm 34 25 30 33 39 49 45 33 41 29
8 74,52 cm 20 22 30 26 32 25 29 25 28 30
9 77,71 cm 44 34 34 49 49 39 61 52 48 39
10 86,94 cm 72 71 50 50 64 46 53 48 36 43
11 80,89 cm 32 42 52 52 54 46 56 46 56 50
12 68,79 cm 45 49 49 56 60 61 71 56 46 35
13 80,89 cm 46 59 51 55 28 74 62 56 61 56
14 78,34 cm 41 54 48 59 78 78 48 59 69 37
15 85,35 cm 39 69 45 33 32 37 49 35 28 23
16 73,88 cm 37 35 33 32 30 63 83 72 50 59
17 68,47 cm 29 39 34 29 39 38 38 44 39 39
18 71,02 cm 24 14 14 22 43 30 44 37 49 40
19 87,58 cm 29 45 59 57 47 63 53 26 38 36
20 73,88 cm 113 77 124 109 117 127 135 126 153 129
Rata-rata 37,95 42,55 41,75 45,7 44,55 52,5 56,6 48,05 50,1 44,75
Lampiran 7 Hasil Uji Duncan pengaruh stimulansia terhadap produktivitas getah
(g/quarre/hari) pada taraf 1% (α = 0,01)
ONEWAY bobot BY perlakuan /MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.01).
ANOVA bobot
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 122.959 5 24.592 7.732 .000
Within Groups 171.752 54 3.181
Total 294.711 59
Bobot Duncan
perlak
uan N
Subset for alpha = 0.01
1 2 3
1 10 4.4690
3 10 6.8380
5 10 6.9200
2 10 7.4740 7.4740
4 10 7.6810 7.6810
6 10 9.2900
Sig. 1.000 .343 .034
Lampiran 8 Dokumentasi kegiatan di lokasi penelitian dan alat-alat/bahan yang digunakan saat penelitian.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Lampiran 8 (lanjutan)
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 7 alat yang digunakan. Ket : (a) cat dan kuas (b) sarung tangan (c) pisau sadap (d) timbangan digital, plastik, spidol, plastik, dan sendok.
Organik dan Pengatur Zat Tumbuh (ZPT) terhadap Produktivitas Penyadapan Kopal di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA.
Kopal merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai ekonomis yang dapat meningkatkan kesejahteraan serta ekonomi masyarakat. Saat ini untuk meningkatkan produksi, dalam melakukan penyadapan kopal digunakan stimulansia anorganik dari bahan asam sulfat. Pemakaian asam sulfat dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan pada pohon, kesehatan penyadap, dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, pemakaian stimulansia anorganik pada penyadapan kopal perlu dihindarkan. Penelitian ini dilakukan untuk mencari alternatif stimulansia yang dapat meningkatkan produktivitas penyadapan kopal juga tidak menimbulkan kerusakan baik bagi pohon, kesehatan penyadap, serta bagi lingkungan sekitar.
Stimulansia yang digunakan merupakan stimulansia berbahan organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). ZPT yang digunakan berupa ethylen dan bahan lainnya yaitu asam sitrat. Ethylen berfungsi untuk merangsang pengeluaran getah sedangkan asam sitrat yang mampu menghidrolisis permukaan dinding sel getah. Penelitian ini dilakukan pada pohon Agathis loranthifolia dengan menggunakan stimulansia organik berupa Etrat 1240, Etrat NP50, Etrat NP100, dan Etrat 2010, stimulansia anorganik cairan asam sulfat, dan kontrol sebagai perlakuan. Pembaharuan luka dan pemanenan getah dilakukan 5 hari sekali sebanyak 10 kali panen dengan menggunakan pohon contoh sebanyak 20 pohon untuk masing-masing perlakuan.
Produktivitas penyadapan kopal tertinggi dihasilkan oleh penggunaan cairan asam sulfat sebesar 9,29 g/quarre/hari, diikuti oleh penggunaan Etrat NP100 sebesar 7,68 g/quarre/hari, dan Etrat 1240 sebesar 7,47 g/quarre/hari. Nilai tambah (keuntungan) yang paling besar yaitu pada penggunaan cairan asam sulfat sebesar Rp.42,39/quarre, sedangkan dari keempat stimulansia organik nilai tambah paling besar yaitu pada Etrat NP100 sebesar Rp.18,86/quarre, diikuti oleh Etrat 1240 sebesar Rp.18,52/quarre.
Penggunaan Etrat NP100 memiliki tambah produktivitas kopal yang tertinggi dibanding stimulansia organik lainnya. Akan tetapi Etrat NP100 memiliki harga yang paling mahal, serta belum diproduksi dalam skala besar, sedangkan untuk Etrat 1240 selain harga yang lebih murah juga telah diproduksi dalam skala yang besar sehingga memudahkan dalam pemakaiannya. Penggunaan Etart 1240 juga lebih disarankan karena kandungan etilen yang terdapat didalamnya lebih rendah dibandingkan pada Etrat NP100. Karena etilen selain dapat merangsang pengeluaran lateks, getah juga berfungsi dalam pengaturan pemasakan buah, mematahkan dormansi, serta absisi daun, sehingga lebih aman digunakan Etrat 1240.
Plant Growth Regulators for Productivity of Copal Tapping at Gunung Walat University Forest Sukabumi district West Java. Under Supervision of GUNAWAN SANTOSA.
Copal is one of non timber forest product that have an economically value which can improve economic and human walfare. Nowadays to improve the production of copal we use anorganic stimulatiion from sulfat acid. The use of sulfat acid for a long time periode will cause destruction to trees, health of tapper, and the environment need avoided. The purpose of this research is looking for alternate which can improve productivity of copal tapping but doesn’t cause any destruction for trees, health of tapper, and environment.
Stimulation that use for this research is organic stimulation and Plant Growth Regulators . This Plant Growth Regulators are ethylene and another material there is citric acid. Ethylen function to stimulate exudation the sap in while sitrat acid can hydrolic cel wall. This reseach used in Agathis loranthifolia with organic stimulantion and Plant Growth Regulators such as Etrat 1240, Etrat NP50, Etrat NP100, Etrat 2010, sulfat acid and control as treatment. Tapping periode and copal harvest in 5 days. That could be done in ten time harvest by 20 sample tree for each condition.
Highest productivity copal tapping resulted by 9,29 g/quarre/day sulfat acid liquid, followed by 7,68 g/quarre/day Etrat NP100 and 7,47 g/quarre/day Etrat 1240. The biggest benefit value from the use of sulfat acid liquid as much as Rp.42,39/quarre, mean while the biggest benefit value from fourth organic stimulation is etrat Etrat NP100 as much as Rp.18.86/quarre followed by Etrat 1240 with Rp.18,52/quarre.
The used of Etrat NP100 has the mean resulted of copal productivity, presentation of increasement copal productivity, and the highest value benefit of copal producitivity than others organic stimulantion. On the other hands Etrat NP100 has the most expensive cost, and it wasn’t produced on mass scale, meanwhile for Etrat 1240 not only has cheaper cost but also have a masive size of production so it’s easy to used. The used of Etrat 1240 also suggested because the ingredient of ethylene less than Etrat NP100. Ethylen not only can stimulate the eksudation but also useful to accelerate the harvest fruit, crack of dormantion and leaf absition, so it’s more save to used Etrat 1240.