• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Filtrasi Air Limbah Sungai Ciliwung Mengunakan Membran Selulosa Asetat dan Teflon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Filtrasi Air Limbah Sungai Ciliwung Mengunakan Membran Selulosa Asetat dan Teflon"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN FILTRASI AIR LIMBAH SUNGAI CILIWUNG

MENGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT dan TEFLON

AMBORO RINTOKO

G74070034

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN FILTRASI AIR LIMBAH SUNGAI CILIWUNG

MENGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT dan TEFLON

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

Departemen Fisika

Oleh:

Amboro Rintoko

G74070034

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRACT

AMBORO RINTOKO

. Study Of Ciliwung River Waste Water Filtration Using

Cellulose Acetate Membrane And Teflon. Mentored by Dr. Kiagus Dahlan and Jajang

Juansah, m. Si

On this research would do waste water filtration by using membrane of teflon and

cellulose acetate. The method was used is a dead end for teflon and for cellulose

acetate membrane method will use dead-end and cross-flow. It also would have done

three variations of pressure for each treatment. From the results of research on

dead-end with PTFE membrane needs to be greater pressure than cellulose acetate. For a

dead-end debit highest on PTFE pressure 5.8 psi with a value of 0,604 ml/minute and

flux of 0.625 cm/min. For a dead-end with cellulose acetate membrane meliki highest

debit on the pressure of 7.5 psi with the value 0.41 ml/minute and fluksnya 0.06

cm/min. whereas cross-flow membrane cellulose acetate produces the highest debit

0.42 ml/min and the highest flux 0.021 cm/min at a pressure of 7.5 psi. for the lowest

value of turbidity characteristics possessed by the process of cross-flow at pressure 5

psi with a value of 0.22 NTU. Most neutral acidity was owned by the process

dead-end with cellulose acetate membrane pressure 2.5 psi. type the lowest value for the

masses was a product of cross-flow with a pressure of 5 psi with a value of 1,02606

gr/cm3. Total solids remaining the lowest also owned by the product of cross-flow

filtration pressure 5 psi. for the lowest value of viscosity obtained on the process

dead-end with teflon membrane on the pressure of 5.8 psi.

(4)

ABSTRAK

AMBORO RINTOKO. Kajian Filtrasi Air Limbah Industri Mengunakan Membran

Selulosa Asetat Dan Teflon

.

Dibimbing oleh Dr. Kiagus Dahlan dan Jajang Juansah,

M.Si

Pada penelitian ini akan melakukan filtrasi air limbah dengan mengunakan

membran teflon dan selulosa asetat. Metode yang akan digunakan ialah

dead-end

untuk teflon dan untuk membran selulosa asetat akan digunakan metode

dead-end

dan c

ross-flow

. Selain itu juga akan dilakukan tiga variasi tekanan untuk

masing-masing perlakuan. Dari hasil penelitian

dead-end

dengan membran teflon perlu

tekanan yang lebih besar dari pada selulosa asetat. Untuk

dead-end

teflon debit

tertinggi dimiliki pada tekanan 5,8 psi dengan nilai 0,604 ml/menit dan fluks sebesar

0,605 cm/menit. Untuk

dead-end

dengan membran selulosa asetat meliki debit

tertinggi pada tekanan 7,5 psi dengan nilai 0,41 ml/menit dan fluksnya 0,06

cm/menit.sedangkan

cross-flow

membran selulosa asetat menghasilkan debit tertinggi

0,42 ml/menit dan fluks tertinggi 0,021 cm/menit pada tekanan 7,5 psi. untuk

karakteristik kekeruhan nilai terendah dimiliki oleh proses

cross-flow

pada tekanan 5

psi dengan nilai 0,22 NTU. Tingkat keasaman paling netral dimiliki oleh proses

dead-end dengan membran selulosa asetat pada tekanan 2,5 psi. untuk massa jenis nilai

terendah ialah produk dari

cross-flow

dengan tekanan 5 psi dengan nilai 1,02606

gr/cm

3

. Padatan total tersisa terendah juga dimiliki oleh produk dari filtrasi

cross-flow

dengan tekanan 5 psi. untuk kekentalan nilai terendah didapatkan pada proses

dead-end

dengan membran teflon pada tekanan 5,8 psi.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Kajian Filtrasi Air Limbah Sungai Ciliwung Mengunakan Membran

Selulosa

Asetat dan Teflon

Nama

: Amboro Rintoko

NIM

: G74070034

disetujui :

Pembimbing 1

Pembimbing 2

Dr. Kiagus Dahlan

Jajang Juansah,M.Si

NIP.196005071987031003 NIP.197710202005011002

Diketahui :

Kepala Departemen

Dr. Akhiruddin Maddu

(6)

Tanggal lulus :

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan penulisan dalam rangka persiapan seminar dan sidang

sarjana dengan judul

“KAJIAN FILTRASI AIR LIMBAH SUNGAI CILIWUNG

MENGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT dan TEFLON “.

Usulan

ini dibuat sebagai syarat agar dapat dimulai penelitian penulis yang merupakan syarat

kelulusan pada Departemen Fisika, IPB.

Penulis juga mengucapkan terimakasih atas kepada pihak-pihak yang telah

memberi bantuan agar dapat terselengaranya penelitian ini, diantaranya:

1. Bapak Kiagus Dahlan selaku pembimbing pertama penulis yang telah

memberikan bimbingan dan motivasi.

2. Bapak Jajang Juansah selaku pembimbing kedua yang telah memberikan

bimbingan dan motivasi.

3. Keluarga penulis yang menjadi inspirasi penulis.

4. Teman-teman Fisika ( 42, 43, 44, 45, dan 46), Sobat Combi, teman tongkrong,

dan teman jauh yang selalu mendukung penulis.

Semoga usulan penelitian ini dapat bermanfaat. Kritik beserta saran penulis

harapkan untuk hasil yang lebih baik.

Bogor, November 2011

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap pengarang Amboro Rintoko, lahir di Kutoarjo, 27 Februari

1989. Dari Bapak bernama Hariyanto dan ibu bernama Sumarni. Jenjang pendidikan

penulis sampai sekarang Taman Kanak-Kanak Aisyah III lulus tahun 1995,

melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Bayem 01 lulus tahun 2001 dan meneruskan ke

Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Purworejo lulus tahun 2004 , dan melanjutkan

jenjang Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Purworejo lulus tahun 2007, serta

melanjutkan keperguruan tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan

masuk jurusan fisika sampai sekarang.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ...

iv

DAFTAR TABEL...

v

DAFTAR LAMPIRAN...

vi

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...

1

1.2. Tujuan ...

1

1.3. Manfaat Penelitian ...

1

1.4. Hipotesis ...

1

1.5. Perumusan Masalah ...

1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Limbah ...

2

2.2. Turbiditas ( Kekeruhan ) ...

3

2.3. Masa Jenis ...

4

2.4. Salinitas ...

4

2.5. Viskositas ...

4

2.6. Padatan Total Terlarut...

5

2.7. Membran ...

5

2.7.1

Membran Teflon...

6

2.7.2

Membran Selulosa Asetat...

7

(9)

2.8.1 Mikrofiltrasi ...

7

2.8.2 Proses Dead-End ...

8

2.8.3 Proses Cross-Flow...

8

2.9. Flux Air ...

9

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu ...

9

3.2. Bahan dan Alat ...

9

3.3. Metode Penelitian ... 10

3.3.1. Perancangan dan Pembuatan ... 10

3.3.2. Pembuatan Membran Selulosa Asetat ... 10

3.3.3. Penyaringan Air dengan Membran Selulosa Asetat dan

Teflon... 11

3.4 Karaktersitik ... 11

3.4.1 Kekeruhan ... 11

3.4.2 Massa Jenis... 11

3.4.3 pH ( Tingkat Keasaman ) ... 11

3.4.4 Kadar Garam ... 12

3.4.5 Padatan Total Tersisa ... 12

3.4.6 Viskositas ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Alat dan Bahan Penelitian... 12

(10)

4.2.1 Filtrasi Sistem

Dead-End

Pada Membran Teflon ... 13

4.2.2 Sistem Filtrasi

Dead-End

Pada Membran Selulosa Asetat ... 14

4.2.3 Sistem Filtras

Cross-Flow

Pada Membran Selulosa Asetat... 15

4.3 Kekeruhan ( Turbiditas ) ... 16

4.4 Tingkat Keasaman ( pH ) ... 17

4.5 Massa Jenis ... 18

4.6 Salinitas ( Kadar Garam )... 19

4.7 Padatan Total Tersisa ... 19

4.8 Viskositas ... 20

KESIMPULAN ... 20

SARAN ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(11)

DAFTAR GAMBAR

halaman

1.Skema Sistem Pemisahan Dua Fasa oleh Membran ...5

2.Struktur Molekul PTFE ...6

3.Gambar Struktur Ikatan pada PTFE ...6

4.Struktur Molekul Membran Selulosa Asetat. ...7

5.Pola Penyaringan Cross Flow ...8

6.Perbandingan Debit Hasil Penyaringan Dead-End dengan Membran Teflon

... 13

7. Fluks vs Waktu Penyaringan Dead-End Membran

Teflon... 13

8. Penyaringan Metode Dead-End dengan Membran Selulosa

Aset...……….……….…. 14

9. Fluks vs Waktu

dead-end

selulosa asetat ...

14

10. Hubungan Waktu vs Volume ……….

15

11. Fluks vs Waktu Untuk Proses Cross-Flow ………...

15

12. Massa Jenis Air ...

18

13. PTT Air Limbah dan Hasil Saringan ...

19

(12)

DAFTAR TABEL

halaman

1.Karakteristik fisik air buangan domestik...2

2.Karakterisitk kimiawi air buangan domestik ...2

3.Beberapa harga viskositas ...4

4.Analisa Fisik Awal Air Sungai Ciliwung Kedung Halang ……….. 9

5.Data Uji Kekeruhan ... 16

6.Tingkat Keasaman ... 17

7.Massa Jenis ... 18

8.Persen Padatan Total Terlarut... 19

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1. Diagram Alir ...…...………...23

Lampiran 2. Data

Cross-Flow

……….………...………24

Lampiran 3. Data

Dead-End

Selulosa Asetat.………...25

Lampiran 4. Data

Dead-End

Teflon ……….26

Lampiran 5. Dokumentasi….. ………..27

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air adalah suatu yang penting dan mendasar dalam kehidupan makhluk hidup. Air yang dahulunya sumber daya alam yang tak terbaharui bisa menjadi sumberdaya yang terbaharui, jika digunakan teknologi yang tepat. Limbah tidak dikehendaki berada dalam air. Layaknya kadar limbah tersebut tidak melebihi ambang batas. Air bersih di alam mengandung Padatan Total Terlarut (PTT) lebih kecil dari 500 ppm atau 0,05%. Air kotor, air limbah atau air laut PTT-nya bisa mencapai 50.000 ppm.1 Cara membersihkan air dapat dengan cara tradisional dan konvensional, dengan cara disaring biasa atau juga dengan menggunakan zat kimia, yakni dengan memanfaatkan reaksi yang akan terjadi antara kotoran yang terkandung dalam air dengan zat kimia pereaksi. Zat kimia akan menggumpalkan pengotor dalam air

.

Dalam beberapa tahun terakhir penyaringan air dengan membran menjadi inovasi yang populer. Beberapa cara penyaringan air limbah dilakukan mengunakan membran, diantaranya: mikrofiltrasi, osmosis balik, ultra filtrasi, dialisis listrik, deionisasi atau demineralisasi kontinyu, desalinasi. Penjernihan limbah pabrik, rumah tangga, penyediaan air minum, air murni, air ultra murni, semua dapat dilakukan dengan membran.1

Sistem filtrasi limbah industri dengan membran selulosa asetat dapat menghasilkan air limbah yang lebih ramah lingkungan. Proses lanjutan setelah saringan pertama dapat menghasilkan air yang layak minum. Alasan utama mengapa mengunakan membran selulosa asetat dalam penelitian ini karena membran selulosa asetat membran ultrafiltrasi yang dapat menyaring pirogen, mikrobakteri, virus, dan padatan yang ukurannya diatas 100 nanometer. Membran selulosa asetat yang berbahan dasar selulosa akan menjadi produk yang murah jika dikembangkan karena Indonesia memiliki banyak sumber selulosa.

Pemilihan membran teflon dalam penelitian ini karena teflon merupakan polimer buatan yang dapat bertahan pada suhu tinggi dan tahan akan bahan kimia, ini hal yang membedakannya dengan selulosa asetat.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini ialah pembuatan membran selulosa asetat : TiO2: asam asetat

(12% : 3% : 85% ). Melakukan filtrasi air sungai menggunakan membran selulosa asetat dengan metode dead-end dan cross-flow. Melakukan filtrasi menggunakan membran teflon dengan metode dead-end. Melakukan karakterisasi air hasil penyaringan.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini ialah aplikasi teknologi membran yang dapat menyaring limbah. Permeat tidak lagi menjadi polutan bagi lingkungan alam.

1.4 Hipotesis

Zat terlarut dalam produk hasil penyaringan akan lebih sedikit jumlahnya bila dibanding yang ada pada limbah. Jika dilihat dari segi fisik akan menghasilkan sifat fisik yang lebih jernih, tawar, dan tidak berbau jika dibanding limbah yang belum disaring, baik dari segi rasa, bau, dan sifat fisik lainnya.

Produk hasil penyaringan akan punya tingkat kejernihan lebih bagus daripada limbah. Massa jenis air limbah lebih besar daripada massa jenis permeat. Viskositas limbah lebih besar jika dibanding dengan permeat, tapi akan lebih kecil daripada rentetat.

1.5 Perumusan Masalah

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah

Air dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan misalnya untuk kebutuhan domestik, irigasi atau pertanian, pembangkit listrik, pelayaran di sungai, industri, wisata dan lain-lain.2 Air limbah tergolong air permukaan, ialah air yang terdapat diatas permukaan tanah, tidak menglami infiltasi ke dalam permukaan tanah.2

Air limbah domestik ialah air bekas yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk konsumsi sehari-hari karena mengandung kotoran manusia atau aktifitas dapur, kamar mandi, dan cuci. Air limbah domestik mengandung 90% zat cair dan sisanya adalah padatan.12 Zat-zat yang terkandung dalam air buangan diantaranya unsur-unsur organik yang tersuspensi maupun terlarut sepereti protein, karbohidrat, lemak, unsur-unsur anorganik seperti garam, dan unsur logam serta mikroorganisme. Unsur-unsur tersebut memberikan corak kualitas air buangan dalam sifat fisik, kimiawi, maupun biologi. 3Kualitas kimiawi dari air buangan domestik biasanya dinyatakan dalam bentuk organik dan anorganik. Karakteristik fisik dan kimiawi air buangan domestik dapat dilihat dari Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.

Tabel 1. Karakteristik fisik air buangan domestik.2

Parameter Penjelasan

Warna Air buangan segar biasanya berwarna agak abu-abu. Dalam kondisis septicair buangan akan berwarna hitam.

Temperatur Suhu air buangan biasanya lebih tinggi dari pada air minum. Temperatur dipengaruhi mikrobial, kelarutan gas, dan viskositas.

Bau Air buangan segar biasanya memiliki bau seperti sabun atau lemak. Dalam kondisi septic

berbau sulfur dan kurang sedap. Kekeruhan Kekeruhan air buangan sangat

bergantung pada kandungan zat padat tersuspensi

Tabel 2. Karakterisitk kimiawi air buangan domestik.3

Parameter (mg/L)

Konsentrasi

Kuat sedang lemah

Total zat padat 1200 720 350 1.zat padat terlarut 850 500 250 2.zat padat

tersuspensi

350 220 100

BOD5 400 220 110

TOC 290 160 80

COD 1000 500 250

N total 85 40 20

P total 15 8 4

Cl- 100 50 30

Alkalinity (CaCO3) 200 100 50

Lemak 150 100 50

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak berguna untuk lingkungannya karena dapat merusak lingkungan. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi

pencemarkan/merusakkan lingkungan

kehidupan dan sumber daya.4

(16)

Bahan beracun dan berbahaya banyak dijumpai sehari-hari, baik sebagai keperluan rumah tangga maupun industri yang tersimpan, diproses, diperdagangkan, diangkut dan lain-lain. Insektisida, herbisida, zat pelarut, cairan atau bubuk pembersih deterjen, amoniak, sodium nitrit, gas dalam tabung, zat pewarna, bahan pengawet dan masih banyak lagi untuk menyebutnya satu per satu. Bila ditinjau secara kimia bahan-bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik.4 Terdapat lima juta jenis bahan kimia telah dikenal, 60.000 jenis sudah dipergunakan serta ribuan jenis bahan kimia baru setiap tahun

diperdagangkan.4 Sebagai limbah,

kehadirannya cukup mengkhawatirkan. Apalagi yang bersumber dari pabrik industri. Bahan beracun dan berbahaya banyak digunakan sebagai bahan baku industri maupun bahan tambahan. Beracun dan berbahayanya limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia bahan itu sendiri. Dilihat juga dari segi kuantitas dan kualitas bahan yang mencemari lingkungan. Beberapa kriteria berbahaya dan beracun telah ditetapkan antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan reduktor, iritasi bukan radioaktif, mutagenik, patogenik, mudah membusuk dan lain-lain.3

Dalam jumlah dan kadar tertentu, kehadiran limbah B3 dapat merusakkan kesehatan bahkan mematikan manusia atau kehidupan lainnya. Sehingga perlu ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam lingkungan pada waktu tertentu. Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun dan berbahaya pada suatu ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah nilai ambang batas. Bahan berbahaya dan beracun punya nilai ambang yang berbeda untuk tiap jenisnya. Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik bahan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka waktu relatif singkat tidak memberikan pengaruh yang berarti, tapi dalam jangka panjang cukup fatal bagi lingkungan. Pencegahan dan penanggulangan bersifat jangka panjang. Melihat pada sifat-sifat limbah, karakteristik dan akibat yang ditimbulkan pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang diperlukan langkah

pencegahan, penanggulangan dan pengelolaan .

Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian:

1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai

entitas pencemar air.

Komponen pencemaran air pada

umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, dan bahan buangan anorganik.

2. Limbah padat

3. Limbah gas dan partikel

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan

atau beracun yang karena

sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara

langsung maupun tidak langsung

dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan menungkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan.6

2.2 Turbiditas ( Kekeruhan )

(17)

Pada umunya alat yang digunakan untuk mengukur kekeruhan ialah FTU ( Formazin Tubidity Units ), akan tetapi ISO menganjurkan untuk mengunakan FNU ( Formazin Nephelometer Units ). Ada bermacam cara untuk mengukur kualitas air diantaranya dengan mengukur cahaya yang diserap. Attenuasi ialah cara yang paling mudah yakni dengan cara mengukur berapa intensitas cahaya yang dilewatkan oleh sampel. Alternatif lain yang digunakan ialah Jackson Candle Methoddengan satuan JTU ( Jackson Turbidity Units ). 7

Bila molekul polimer bersentuhan dengan partikel koloid, maka beberapa gugusnya akan teradsorpsi pada permukaan partikel dan sisanya tetap berada dalam larutan. Kekeruhan dipengaruhi oleh kandungan bahan terlarut. Makin banyak bahan terlarut biasanya tingkat kekeruhan makin tinggi. Suatu larutan yang punya kekeruhan tinggi biasanya berbentuk koloid.

Satuan untuk menyatakan tingkat kekeruhan antara lain, Nephalometer Turbidity Units ( NTU ), dan Jackson Turbidity Units ( JTU ). Sedangkan formulasi untuk melakukan perhitungan tingkat kekeruhan ialah sebagai berikut :8

= .( ) ...(1) (

1 ) T = turbiditas.

A = NTU dalam sampel yang dicairkan. B = volume pelarut ( m3).

C = volume zat terlarut ( m3). 2.3 Massa jenis

Masa jenis adalah kerapatan suatu zat. Masa jenis suatu zat tetap tidak bergantung pada masa dan volume zat, tetapi tergantung pada jenis zat penyusunya. Jenis zat dapat diketahui dari massa jenisnya, karena masa jenis tiap zat berbeda. Masa jenis relatif adalah nilai perbandingan massa jenis. Massa jenis relatif tidak mempunyai satuan.9

Masa jenis relatif = masa jenis bahan / masa jenis air

Formulasi masa jenis diberikan dalam persamaan dibawah ini:

= ... (2)

ρ = masa jenis ( Kgm-3) m = masa benda (Kg) v = volume benda ( m3). 2.4 Salinitas

Merupakan jumlah gram garam yang terlarut dalam satu kilogram air laut.8 Konsentrasi garam dipengaruhi oleh batuan alami yang mengalami pelapukan, tipe tanah, dan komposisi kimia dasar perairan. Salinitas merupakan indikator utama untuk mengetahui penyebaran massa air lautan sehingga penyebaran nilai-nilai salinitas secara langsung menunjukkan penyebaran dan peredaran air dari satu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran salinitas secara alamiah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, pengaliran air tawar ke laut secara langsung maupun lewat sungai dan gletser, penguapan, arus laut, turbulensi percampuran, dan aksi gelombang . Variasi salinitas di permukaan air sangat mirip dengan keseimbangan evaporasi dan presipitasi. 10 Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di perairan ini adalah penyerapan panas (heat flux), curah hujan (presipitation), aliran sungai (flux) dan pola sirkulasi arus. Perubahan pada suhu dan salinitas akan menaikan atau mengurangi densitas air laut di lapisan permukaan sehingga memicu terjadinya konveksi ke lapisan.2

2.5 Viskositas

(18)

Viskositas mempunyai satuan, dalam SI dinyatakan dalam Pas, sedang satuan lain dari viskositas yang sering digunakan ialah poise ( P ). Nilai perbandingan kedua satuan tersebut ialah 1 poise ( P ) setara dengan 0,1 Pas. Nilai dari viskositas tiap benda berbeda-beda. Nilai viskositas tergantung pada sifat dasar suatu fluida. Lebih jauh lagi viskositas suatu fuida atau gas bergantung pada suhu. Biasanya viskositas dari suatu fluida menurun sebanding dengan peningkatan suhu 7.

Koefisien viskositas didefinisikan sebagai perbandingan tegangan luncur dengan cepat perubahan regangan luncur. 11 Koefisien viskositas dengan metode pipa diformulasikan sebagai berikut:

= =

(3)

(3)

η = koefisien viskositas

F =gaya yang bekerja ( N )

A =luas permukaan cairan dimana gaya F bekerja ( m2)

v =kecepatan fluida ( m2/s )

=diameter pipa saluran fluida ( m)

Cairan yang mudah mengalir seperti air atau bensin tegangan luncurnya relatif kecil terhadap cepat perubahan regangan luncur tertentu.11 Koefisien viskositas juga bergantung pada suhu. Berikut ini adalah contoh viskositas beberapa zat dengan variasi suhu:

Tabel 3.Beberapa harga viskositas11 Temperatur

( 0C )

Viskositas minyak

jarak ( poise )

Viskositas air ( poise )

Viskositas udara ( poise )

0 53 1,792.10-2 1,71.10-4 20 9,86 1,005.10-2 1,81.10-4

40 2,31 0,656.10-2 1,90.10-4

60 0,80 0,469.10-2 2,00.10-4

80 0,30 0,357.10-2 2,09.10-4

100 0,17 0,284.10-2 2,18.10-4 Pengukuran viskositas suatu fluida biasanya digunakan untuk mengetahui debit fluida tersebut. Hubungan antara debit dan viskositas dari suatu fluida ditemukan oleh Poiseuille, oleh karena itu hukumnya pun dikenal sebagai Hukum Poiseuille yang diformulasikan sebagai berikut:9

= ( ) ...(4)

Q =debit fluida ( m3.s-1) R = jari-jari pipa ( m ) L = panjang pipa ( m )

η = koefisien viskositas ( Pa.s ) π = konstanta ( 3,14 )

P1 dan P2 = Tekanan pada kedua ujung pipa

(atm ).

2.6 Padatan Total Terlarut ( PTT )

Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan

tersuspensi (diameter >1μm) yang tertahan

pada saringan millipore dengan diameter pori

0,45 μm. TSS ( Total Suspended Solid) terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan.12

Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya PTT adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.1

(19)

besi, detritus organik dihasilkan dari kegiatan penimbunan sisa pengerukan. Garam-garam besi yang dapat berubah menjadi besi terhidrasi dalam air laut merupakan pencemar dari lumpur merah dari pabrik aluminium oksida dan penyulingan pasir-pasir mineral. 8 2.7 Membran

Membran merupakan selaput semi permeabel berupa lapisan tipis yang dapat memisahkan dua fasa dengan karakter yang berbeda. Fasa pertama adalah feed atau larutan pengumpan yaitu larutan yang akan dipisahkan dari kotoran. Fasa kedua adalah permeate, yaitu larutan hasil pemisahan. Kemampuan pemisahan yang dimiliki oleh membran untuk melewatkan suatu komponen atau molekul dipengaruhi oleh adanya perbedaan sifat fisik atau kimia antara membran dan komponen. 13 Skema pemisahan partikel oleh membran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Sistem Pemisahan Dua Fasa oleh Membran19

Membran dapat dikelompokan berdasarkan eksistensi, bentuk, ukuran pori, dan sifat listrik. Berdasarkan eksistensinya membran terbagi menjadi dua golongan, yaitu membran alami dan membran sintetis. Membran alami merupakan membran yang terdapat pada sel tumbuhan, hewan, dan manusia. Membran ini berfungsi untuk melindungi isi sel dari pengaruh luar dan membantu proses metabolisme organ dengan polimer, keramik, gelas, logam dan lain-lain. Membran ini dibuat sesuai dengan kebutuhan dan sifatnya disesuaikan dengan membran alami. Polimer yang dapat dijadikan sebagai bahan pembuat membran sintetis diantaranya yaitu polisulfon,

selulosa asetat, polikarbonat, polipropilen, polietilen, poliamida, dan nilon.14

2.7.1 Membran Teflon

Teflon ialah bahan yang tahan panas dan tahan akan bahan kimia serta sinar UV, hal ini merupakan suatu keuntungan tersendiri dari membran teflon. Selain itu bahan teflon juga tengah dikembangkan perusahaan besar seperti GM dan Dupont. PTFE ( Polytetra Flouroethylene ) ialah sebuah polimer termoplastik, yang mana berwarna putih padat pada suhu ruang, dengan massa jenis sekitar 2,2 gram/cc. PTFE punya titik lebur sekitar 3270 C, tetapi materialnya mulai terdegradasi pada suhu 260 0C. PTFE memiliki koefisien gesek antara 0,05 sampai 1,0. Koefisien gesek yang dimiliki PTFE diketahui untuk saat ini adalah nomor tiga terkecil setelah BAM ( Aluminium magnesium boride / AlMgB14 )

yang memiliki koefisien gesek 0,02 dan intan karbon dengan koefisien gesek 0,05.16

Teflon adalah bahan sintetik yang sangat kuat. Umumnya berwama putih. Teflon tahan terhadap panas sampai kira-kira 250°C. Di atas 250°C teflon mulai melunak, dan jika dipanaskan terus akan meleleh. Berat jenisnya kira-kira 2,2 g/cm3. Teflon tidak tahan terhadap larutan alkali hidroksida dan hidrokarbon yang mengandung gugus khlor. Teflon digunakan sebagai bahan penyekat, misal kotak penyekat dan cincin geser. Teflon dapat dipintal dan ditempa. Tempaan dari teflon merupakan filter yang sangat kuat.15 Teflon adalah Polytetra Fluoroethylene, (PTFE). Struktur molekul teflon adalah berupa rantai atom karbon yang panjang, mirip dengan polimer lainnya. Rantai atom yang panjang ini dikelilingi oleh atom fluor. Ikatan antara atom karbon dengan fluor sangat kuat.Teflon memiliki sifat – sifat yang unik, berikut diantaranya:

1. Tahan terhadap banyak bahan kimia, termasuk ozone, chlorine, acetic acid, ammonia, sulfuric acid, dan hydrochloric acid. Satu –satunya bahan kimia yang bisa merusak lapisan teflon adalah lelehan logam alkali.

(20)

3. Anti lengket.

4. Mempunyai performa yang baik pada temperatur ekstrim, tahan pada temperatur -240°C sampai pada 260 °C. Teflom memiliki titik leleh 342°C.

5. Bersifat hidrofobik (tidak suka air).

Selama ini hampir semua manusia di seluruh dunia menggunakan alat memasak, biasanya panci, yang dilapisi oleh sejenis lapisan yang bernama teflon. Bahan ini tahan terhadap temperatur yang tinggi dan membuat masakan tidak akan lengket (anti lengket) pada alat

memasak tersebut walaupun tidak

menggunakan minyak.Membran teflon terbuat dari zat padat, polimer tetra flouro ethylen ( C2F2 ), disingkat PTFE. Secara kimia bersifat lembam dan stabil pada temperatur 5720 F ( 3000 C/ 573 K ) titik leleh teflon pada temperatur 327 0 C , tetapi sifat fisiknya terdegradasi pada temperatur 260 0 C. 12 Struktur molekul teflon dan ikatan kimia dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Struktur molekul PTFE18

Gambar 3. Struktur ikatan pada PTFE17

2.7.2 Membran Selulosa Asetat

Selulosa asetat ialah bahan sintesis yang terbuat dari serat alami yakni selulosa. Selulosa merupakan bahan yang banyak tersedia di alam karena bersumber dari tumbuhan. Selain sumber yang melimpah selulosa asetat juga termasuk bahan yang bisa hancur karena proses biologi ini merupakan bahan yang bagus untuk menanggapi isu lingkungan hidup yang marak berkembang akhir-akhir ini. selain itu selulosa asetat juga termasuk membran ultrafiltrasi yang memungkinkan air permeat sudah memenuhi syarat air konsumsi. Pada beberapa penelitian sebelumnya juga dilakukan filtrasi CPO dengan membran selulosa asetat, unutuk itu akan dicoba filtrasi selulosa asetat dengan bahan yang difiltrasi air sungai. Pada penelitian selumnya dengan sampel CPO dan tekanan 3,5 Bar mampu menghasilkan fluks 133,71 L/m2.jam untuk metode cross-flow. Selulosa asetat didominansi oleh jenis selulosa triasetat, karena jenis selulosa triasetat memiliki kadar asetil 43,5 – 44,8 %. Pencampuran antar padatan selulosa asetat dengan larutan dikloro metana menghasilkan larutan dope yang homogen. Pencetakan larutan dope menghasilkan membran selulosa asetat tipis dengan ketebalan 15 µm. Membran selulosa asetat merupakan membran polimer sintetik. Pada tahun 1960an, Loeb dan

Sourirajan mengembangkan membran

selulosa asetat dari bahan polimer selulosa diasetat di Universitas California Los Angeles.20

Gambar 4. Struktur Molekul Membran Selulosa Asetat.24

(21)

tahun 1865. Selain pada film fotografi, senyawa ini juga digunakan sebagai komponen dalam bahan perekat, serta sebagai serat sintetik.19

2.8 Teknik Penyaringan Air

Berdasarkan cara pengaliran, modul membran dapat dibedakan menjadi membran dengan arah aliran tegak lurus (dead-end/tradisional) dan membran dengan arah aliran sejajar permukaan membran (cross-flow). Pada membran dengan arah aliran tegak lurus, larutan umpan mengalir dengan arah tegak lurus permukaan membran dimana konsentrasi komponen-komponen yang ditolak/ditahan dalam larutan umpan semakin meningkat dan akibatnya kualitas permeat menurun terhadap waktu proses. Salah satu penggolongan filtrasi yakni mikrofiltrasi.

2.8.1 Mikrofiltrasi

Mikrofiltrasi merupakan pemisahan partikel berukuran mikron atau submikron. Mikrofiltrasi salah satu metode penyaringan dengan mengunakan membran yang dapat menyaring partikel dengan ukuran antara 0,04 sampai 100 mikron ( mikro meter ). Selain itu untuk mikrofiltrasi kandungan PTT dalam air tidak boleh melebihi dari 100 ppm.1

Mikrofiltrasi digunakan pada penyaringan air yang punya butiran limbah yang relatif besar dan biasanya telah diberi perlakuan terlebih dahulu, contohnya:1

1. Penghilangan klor dengan

mengunakan karbon aktif.

2. Besi dan mangan yang dapat mengendap dan juga produk korosi dari pipa.

3. Untuk menyaring air kolam renang. 4. Air minum berkarbonat, agar bening

dan kandungan CO2-nya tahan lama.

5. Sistem pendukung pemurnian air yang lebih canggih.

2.8.2 Proses Dead End

Proses dead end ialah proses penyaringan membran dengan cara mengalirkan air lurus ke penyaring atau membran, jadi dalam hal ini akan terbentuk sudut 00antara arah aliran air dengan pori membran. Pada proses dead end ini kita akan variasi dengan bermacam tekanan. Untuk yang pertama kita beri tekanan

nol atau hanya gaya gravitasi saja yang bekerja pada sistem ini. Setelah itu kita akan variasi tekanan dan kita pilih mana tekanan yang kita anggap paling bagus untuk menghasilkan produk yang ideal. Pada membran dengan arah aliran tegak lurus, larutan umpan mengalir dengan arah tegak lurus permukaan membran dimana konsentrasi komponen-komponen yang ditolak/ditahan dalam larutan umpan semakin meningkat dan akibatnya kualitas permeat menurun terhadap waktu proses.

Filtrasi membran juga mempunyai kelemahan, yaitu terjadinya fouling. Fouling merupakan proses terakumulasinya komponen secara permanen akibat filtrasi itu sendiri. Fouling terjadi akibat interaksi yang sangat spesifik secara fisik dan kimia antara berbagai padatan terlarut pada membran. Kemungkinan terjadinya fouling sangat besar pada metode dead end filtration karena aliran larutan umpan secara vertikal. Peristiwa fouling dapat dikurangi dengan metode cross flow filtration, yaitu alirkan secara horizontal.19

2.8.3 Proses Cross Flow

Cross-flowialah teknik menyaring air dengan cara melewatkan air pada membran dengan posisi sudut 900 terhadap normal membran. Dalam proses ini sisa saringan atau hasil samping terus mengalir kesamping atau lurus/sejajar dengan arah aliran air. Dan hasil produk akan masuk merembas kebawah menerobos membran, dan berposisi dibawah membran. Dalam proses pemisahan secara cross-flow, larutan umpan mengalir sejajar permukaan membran dan aliran yang keluar sistem modul terdiri dari aliran yang menembus membran (permeat) dan aliran yang ditolak/ditahan oleh membran sebagai retentat.21 Pola penyaringan cross-flow dapat dilihat pada Gambar 5.

(22)

Berikut ialah formula fluks untuk metode cross-flow:22

...(5) ( 5 )

J : fluks cairan

ΔP: beda tekanan yang melewati membran

Rm: Hambatan mekanik membran

Rc: Hambatan mekanika fluidapada saat fouling

µ: kekentalan cairan

Cros- flow mikrofiltrasi normalnya digunakan pada saat padatan pada larutan sukar untuk disentrifugasi atau untuk dilakukan penyaringan dengan metode dead-end. Padatan tidak dapat disentrifugasi dan disaring dengan metode dead-end, karena punya ukuran yang sangat kecil dan memiliki densitas yang hampir mendekati dengan densitas larutan. Pada metode penyaringan cross-flowmudah terjadi fouling. Selain untuk filtrasi metode cros-flowjuga digunakan untuk pembangkit energi . 21

2.9 Flux Air

Fluks didefinisikan sebagai banyaknya volume air yang melewati satu satuan luas per satuan waktu. Makin besar fluks maka debitnya makin besar. Persamaan fluks Nernst-Planck secara luas diaplikasikan untuk menjelaskan pertukaran ion pada membran dan sistem larutan. Saat ion iterdifusi melewati membran penukar ion, fluks, Ji ( molcm-2s-1 ), dinyatakan oleh sebuah produk dengan gradien potensial kimia, -(dµi/dx), dan konsentrasi dari i dan a sebuah konstanta,

= −dµi

dx (6) = − d ln ai

dx (7) Dimana Di adalah koefisien difusi dari ion i ,

R adalah konstanta gas, T suhu mutlak, ai aktivitas ion i ( ai =Ci γi: Ci konsentrasi dari idan γiadalah koefisien aktivitas i).23

=− d ln Ci

d x +

d ln γ

dx (8)

= − d

dx +

d ln γi

dx (9) Saat sebuah gradien potensial listrik,

mempengaruhi sebuah potensial difusi, sebuah fluks ion i , Jisetara terhadap gradien potensial

listrik, ( dψ / dx ), konsentrasi Ci, dan valensi zi dari ion i dan sebuah pergerakan elektrokimia i,

=− dψ

dx ( 10) Atau secara sederhana menjadi: = (11)

dimana

J = fluks (m/jam) V = Volume permeat (m3)

A = Luas permukaan membran (m2) t = waktu (jam).

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboraturium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penelitian akan dilaksanakan selama 9 bulan yaitu pada bulan Maret 2011- November 2011.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain membran yang terbuat dari teflon ,selulosa asetat 12%, dan tentunya air limbah. Alat yang digunakan antara lain alat penyaringan, botol, gelas ukur, kompresor, stop wacth, mistar, gelas piala, preasure meter. Tabel 4. Analisa Fisik Awal Air Sungai

Ciliwung Kedung Halang

Variabel Karakter / Hasil

Suhu 25,3 0C

Warna Keruh hijau kecoklatan

pH 5

Bau Anyir

(23)

industri yang berada di sekitar sungai cukup beragam. Selain kawasan industri di tempat pengambilan sampel juga ada pemukiman warga. Limbah domestik dari warga di sekitar bantaran sungai dibuang ke Sungai Ciliwung. Hal yang paling terlihat ialah aktivitas kakus di Sungai Ciliwung. Selain itu beberapa warga juga menggunakan air sungai untuk aktivitas cuci. Aktivitas warga lainnya yang dilakukan di Sungai Ciliwung ialah aktivitas penambangan. Penambangan yang ada di sungai ialah tambang pasir yang dilakukan oleh warga sekitar. Kegiatan penambangan ini masih dilakukan secara tradisional, dan mengunakan alat yang sederhana. Tapi akibat aktivitas tambang ini ada butiran granula tanah dan pasir yang larut dalam air. Butiran tanah dan pasir akan menjadi pengotor dalam air. Butiran tanah, pasir, dan liat yang akan meningkatkan nilai kekeruhan air. Penyebab lain tercemarnya air Sungai Ciliwung ialah pembuangan sampah oleh warga ke dalam sungai. Jika dilihat dari analisa fisik awal dan aktivitas warga di sekitar sungai, air Sungai Ciliwung di daerah Kedung Halang sudah tidak layak konsumsi. Pengukuran keasaman digunakan kertas lakmus. Untuk pengukuran suhu digunakan termometer digital. Untuk pengamatan warna air digunakan pengamatan secara kasat mata. Sedangkan untuk bau dicium dan sedikit dirasakan dengan lidah. Warna yang keruh dan agak kecoklatan dimungkinkan karena adanya butiran tanah yang terlarut dalam air karena aktivitas tersebut. Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan es atau salju, dan sisanya berasal dari air tanah. Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk kedalam air. Suhu selain berpengaruh terhadap berat jenis, viskositas dan densitas air, juga berpengaruh terhadap kelarutan gas dan unsur-unsur dalam air. 19

3.3. Metode Penelitian

Pada penelitian kali ini yang digunakan ialah metode penyaringan cross flow dan dead end. Penelitian ini akan dibagi dalam tiga tahap yakni tahap persiapan, pengolahan, dan penyelesaian. Pada tahap

persiapan, akan ada beberapa proses diantaranya proses perancangan dan pembuatan alat penyaring, survei lokasi pengambilan sampel.

3.3.1 Perancangan dan Pembuatan

Proses perancangan dan pembuatan alat ialah tahap awal dari penelitian ini. Pada tahap perancangan dan pembuatan alat dikerjakan bersama dengan beberapa pihak yang terkait dan berwenang, mulai dari proses desain sampai dengan pembuatan alat.

Survei lokasi pengambilan sampel adalah tahap awal dalam penelitian ini. Tujuan survei lokasi ialah untuk mengamati lingkungan tempat pengambilan sampel. Dari survei tersebut akan diambil data diantaranya sumber polusi yang bermuara ke tempat pengambilan sampel. Jenis rumah tangga yang ada disekitar tempat pengambilan sampel. Batasan wilayah survei ialah radius satu kilometer dari sekitar tempat pengambilan sampel. Pada saat pengambilan sampel akan diukur suhu, dan pH air limbah.

3.3.2 Pembuatan Membran Selulosa Asetat

Proses pembuatan membran selulosa asetat dimulai dengan melakukan penimbangan bahan yang berupa selulosa dalam bentuk serbuk yang berwarna putih. Dalam penelitian ini membran yang akan dibuat ialah membran selulosa asetat 12%. Bahan pencampur membran ini ialah titanium oksida (TiO2), dan

untuk bahan yang digunakan sebagai pelarut ialah asam asetat 100%. Untuk satu kali produksi membran bahan yang akan dicetak sebanyak 10 gram.

Tahapan yang harus dilalui untuk setiap pembuatan membran selulosa asetat adalah

penimbangan bahan, pencampuran,

pencetakan, pencelupan, penguapan, dan tahap penyimpanan.

(24)

selulosa sebanyak 1,2 gram, TiO2 , dan asam

asetat sebagai bahan pelarut sebanyak 8,1 ml. Campurkan semua bahan mulai dari serbuk selulosa terlebih dahulu, disusul dengan serbuk TiO2 dan terakhir asam asetat sembari

dimasukan dengan magnetik stirer. Tutup langsung dengan alumunium foil dan langsung nyalakan alat magnetik stirer yang sudah diset dengan kecepatan putar 350 rpm dalam tempo 2 jam. Pengadukan dengan magnetik stirer ialah proses pencampuran yang harus dilalui terlebih dahulu, setelah pencampuran dengan magnetik stirer rampung dengan jeda yang sesingkat mungkin langsung dilanjutkan dengan pencampuran dengan alat pencampur ultrasonik. Pada proses pencampuran dengan ultrasonik, bahan akan dihomogenkan dengan gelombang bunyi selama 2 jam pada frekuensi 20 KHz.

Setelah tahapan pencampuran rampung langsung dilanjut dengan tahap pencetakan. Tuangkan larutan membran pada alat cetak yang berdimensi 12 x 30 cm, setelah itu giling dengan alat berbentuk silinder hingga terbentuk lapisan tipis pada alat cetak. Setelah tahapan ini selesai dilanjutkan dengan tahapan pencelupan, celupkan alat cetak yang telah terbentuk lapisan tipis membran dari bahan selulosa dengan aquades. Diamkan beberapa saat maka membran akan terlepas dengan sendirinya dari alat cetak. Setelah membran terlepas dari alat cetak, maka akan memasuki tahapan penguapan. Tiriskan membran pada seutas tali dengan posisi membran tergantung agar aquades menguap. Selang sekitar 15 detik membran dapat disimpan pada sebuah wadah dengan syarat penyimpanan dilakukan pada kondisi basah. Kondisi basah yang dimaksud ialah membran disimpan dalam posisi terendam larutan, dalam penelitian ini larutan yang digunakan untuk proses penyimpanan ialah aquades.

3.3.3 Penyaringan Air Dengan Membran Selulosa Asetat dan Teflon

Untuk proses penyaringan akan melaui dua metode yakni dead-enduntuk membran teflon dan selulosa asetat dan cross-flow untuk membran selulosa asetat saja. Untuk tiap proses penyaringan akan dilakukan dengan tiga macam tekanan. Untuk dead-end dan cross-flow dengan selulosa asetat akan

memperoleh tekanan sebesar 2,5, 5, dan 7,5 psi, sedang untuk dead-end dengan mebran teflon akan memperoleh tekanan sebesar 5,8, 5,5, dan 5,01 psi. Untuk faktor konversi 1 psi kurang lebih 7 kPa.

Pada proses penyaringan ini akan didapatkan data fluks. Data fluks didapatkan dengan melakukan pengolahan dahulu karena data awal yang diperoleh ialah data debit. Formula yang digunakan untuk memperoleh data fluk dari data debit ialah se bagai berikut :

=

( . ) ( 12 )

f = fluk ( m.jam-1)

V = volume yang melalui membran ( m3) t = waktu pengukuran ( s )

A= luas permukaan membran ( m2) 3.4 Karakteristik

3.4.1 Kekeruhan

Kekeruhan ialah parameter wajib yang harus diukur untuk menentukan kualitas air. Untuk pengukuran kekeruhan digunakan alat 2100P turbidimeter. Untuk pengunaan alat ini pertama dilakukan kalibrasi terlebih dahulu. Untuk melakukan kalibrasipun sangat mudah, isi tabung turbidi dengan aquades minimal setara dengan tanda tera. Masukan tabung ke dalam alat turbidimeter. Setelah itu tekan tombol read untuk memulai pengukuran. Hasil pengukuran akan muncul pada layar turbidimeter. Untuk kalibrasi angka yang keluar harus 0,00 NTU.

(25)

3.4.2 Massa Jenis

Pengukuran massa jenis dilakukan dengan piknometer volume 10 ml, dan neraca digital. Timbang terlebih dahulu tabung piknometer kosong. Untuk pengukuran, masukan air sampel ayng akan diukur dalam tabung piknometer hingga meluber, tutup tabung, bersihkan air yang meluber karena luberan air akan memperburuk hasil pengukuran. Timbang tabung piknometer pada neraca digital, hasil yang tertera pada layar dikurangkan dengan massa tabung kosong. Untuk penghitungan massa jenis hasil dari pengurangan tabung kosong dibagi dengan volume tabung piknometer sebesar 10 ml.

3.4.3 pH ( Tingkat Keasaman )

Pengukuran tingkat keasaman atau lebih kita kenal dengan pH, akan digunakan pH meter digital. Untuk pengoperasian alat relatif mudah, sebelum digunakan bersihkan probe dengan aquades dan keringkan dengan perlahan dengan tisue karena probe sangat rentan akan kerusakan. Setelah itu lakukan kalibrasi dengan larutan ber-pH 4 dan 7, masukan probe ke dalam larutan ber-pH 4, tunggu sampai layar menunjukan angka 4 yang menjadi pertanda bahwa larutan tersebut ber-pH 4 dan alat sudah terkalibrasi. Bilas terlebih dahulu probe untuk melakukan kalibrasi berikutnya. Hal yang sama juga dilakukan untuk kalibrasi larutan ber-pH 7. Setelah itu bilas probe dan masukan probe ke dalam air sampel yang akan diukur nilai pH-nya. Beberapa saat kemudian layar akan mengeluarkan nilai pH larutan yang kita ukur.

3.4.4 Kadar Garam

Pengukran kadar garam air hasil penyaringan dan limbah dilakukan di Laboratorium Biofisika , Departemen Fisika. Pengukuran kadar garam akan digunakan refractometer manual.Sebelum mengunakan alat ini lakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan aquades. Cara kalibrasi, teteskan aquades pada bagian ujung alat dan lihat dengan meneropong bagian belakang alat akan terlihat berapa nilai kadar garam aquades, kadar garam aquades harus menunjukan angka nol pada skala jika tidak maka putar tuas pada bagian sisi alat agar

angka pada skala menunjukan angka nol. Setelah itu keringkan alat dengan tissue, teteskan sampel pada bagian ujung dan lakukan pengamatan pada bagian belakang maka angka yang menunjukan nilai kadar garam akan terlihat. Untuk pengukuran dengan sampel yang lain sama caranya tapi bersihkan terlebih dahulu ujung alat dengan aquades dan keringkan dengan tissue.

3.4.5 Padatan Total Tersisa

Pengukuran total padatan tersisa akan dilakukan dengan cara pengeringan air dalam wadah. Sebelum melakukan pengeringan dalam wadah lakukan penimbangan air yang akan diuji. Setelah itu lakukan pemanasan air sampel hingga semua air menguap. Untuk mengetahui berapa padatan tersisanya lakukan

penimbangan wadah kering. Untuk

pengolahannya dilakukan pembagian antara berat kering per berat basah dikalikan 100% maka akan didapat total padatan tersisa dalam persen.

3.4.6 Viskositas

Pengukuran kekentalan air atau viskositas akan dilakukan dengan alat viskositas bola jatuh gilmont. Alat viskositas dibersihkan dahulu dengan aquades agar kotoran yang ada hilang. Setelah itu keringkan alat dari aquades, masukan sampel air yang akan diukur nilai viskositasnya. Bola pada viskositas diposisikan pada garis yang tertera pada alat, setelah itu luncurkan bola dengan cara menegakan alat viskositas, pada saat menegakan alat nyalakan juga stop watch. Pada saat bola tepat pada garis tera bawah matikan stop watch. Catat waktu yang ditunjukan oleh stop watch. Untuk pengolahan data digunakan formula berikut :

ηs=

( )

(13) keterangan: k = Konstanta viskometer yaitu

6,39 x 10-9m3/s2

ρs = Kerapatan cairan (10

3

k g/m3)

ρb = Kerapatan bola besi (7.960

kg/m3)

v = Kecepatan bola besi jatuh

(26)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Alat dan Bahan Penelitian

Dalam proses pembuatan membran selulosa asetat 12% mempunyai kendalan dalam proses pencetakan karena alat cetak yang digunakan masih sederhana. Alat cetak yang sederhana ini tidak memungkinkan untuk membuat membran yang sama tipisnya dan pori yang merata dengan rapi. Dari proses penelitian ini menghasilkan air hasil filtrasi yang cukup memenuhi standar untuk konsumsi. Dari proses pembuatan membran tidak mengalami banyak kendala. Mebran yang dihasilkan juga relatif memadahi untuk digunakan dalam proses filtrasi karena produk filtrasi sudah berkurang nilai polutannya. Dari segi alat filtrasi memang masih memiliki keterbatasan. Salah satu keterbatas yang dimiliki ialah dalam pengaturan tekanan, alat ukur tekanan yang kurang akurat karena skalanya terlalu besar. Untuk alat dead-end salah satu kekurangannya ialah adanya lubang atau celah dibagian input alat yang menyebabkan sistem kehilangan tekanan dan bahan sampel yang terus menggucur dari celah tersebut.

Untuk alat penelitian yang berupa alat filtrasi sebagai bagian utama masih memiliki banyak kekurangan. Kekurangan yang cukup terlihat ialah pengatur tekanan yang sering macet karena berkarat. Alat pengatur tekanan merupakan bagian vital kerena dalam proses filtrasi ialah pemanfaatan tekanan untuk mencapai hasil optimal. Selang dari pompa ke tempat membran untuk proses filtrasi juga masih perlu pembenahan karena untuk tekanan yang agak tinggi ( diatas 10 psi ) sampel akan keluar, ini menyebabkan turunnya tekanan sistem. Untuk selang penyalur hasil permeat perlu dipendekan agar meningkatkan akurasi pengukuran. Untuk alat dead-end akan lebih baik jika bagian bawah berbentuk kerucut terbalik.

Bentuk kerucut terbalik pada alat dead-end akan meningkatkan akurasi data karena tidak ada permeat yang tertahan terlebih dahulu. Seberapapun permeat yang dihasilkan akan langsung jatuh gelas ukur. Kondisi alas sekarang yang berbentuk datar akan ada hambatan bagi permaet untuk jatuh ke gelas ukur. Perlu terkumpul permeat yang cukup banyak terlebih dahulu agak ada permeat yang

jatuh ke gelas ukur. Hal ini yang membuat hasil pengukuran kurang akurat.

Pada pembuatan tidak mengalami

permasalahan yang berarti. Jika masalah dapat diatasi pada waktu itu juga, sehingga tidak hambatan yang berarti. Hal yang sedikit menjadi kendala ialah dalam proses pencetakan karena masih menggunakan alat yang masih sederhana. Kondisi ketebalan membran dalam hal ini tidak terkontrol, karena gaya yang digunakan untuk menekan membran tidak sama untuk semua permukaan. Masalah lain ialah pori yang tidak merata sama untuk setiap membran yang tercetak. Dalam penelitian ini juga digunakan tiga variasi tekanan baik untuk membran selulosa maupun teflon. untuk membran selulosa digunakan tekanan 2,5, 5, dan 7,5 psi. pemilihan tekanan itu karena SA beroperasi pada kisaran 1-5 Bar untuk mendapatkan debit optimal. Sedangkan untuk teflon dipilih pada tekanan 5 psi untuk mengatasi sifat teflon yang bersifat hidrofobik. Sifat yang hidrofobik ini yang membuat membran teflon perlu energi yang lebih besar dibanding membran selulosa asetat. Untuk itu dicoba dengan tekanan yang lebih rendah untuk mengurangi biaya filtrasi. Untuk karakterisasi dipilih kekeruhan, massa jenis, pH, viskositas, salinitas, dan padatan total tersisa ini merupakan karakterisasi standar untuk air konsumsi. Kekeruhan, salinitas, pH, dan padatan total tersisa ialah karakterisasi harus terkontrol dibawah ambang batas bagi air konsumsi ( khususnya air minum).

4.2 Fluks

4.2.1 Filtrasi Sistem Dead-End Pada Membran Teflon

.

Gambar 6. Volume Hasil Penyaringan Dead-Enddengan Membran Teflon.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 5 10 15 20 25

V o lu m e ( m l )

(27)

Dari Gambar 6 ada tiga macam variasi tekanan penyaringan mengunakan membran teflon ( PTFE ) dengan metode dead-end. Penyaringan mengunakan membran teflon ini memang membutuhkan tekanan yang jauh lebih besar dari pada membran selulosa asetat. Untuk teflon digunakan tiga variasi tekanan yakni 5,8 , 5,51, dan 5,075 psi

Hasil debit paling besar ditunjuk pada tekanan 5,8 psi. Jika dibandingkan dengan membran selulosa asetat debit teflon lebih rendah. Pada tekanan terbesar ini mununjukkan hasil debit yang tinggi dikarenakan faktor membran yang kuat pada tekanan tinggi. Tekanan besar berhubungan dengan gaya dorong terhadap air yang juga besar. Efek lain, energi untuk menerobos membran juga makin besar. Walau sempat ada grafik yang relatif mendatar berarti ini ada sedikit fouling. Energi dorong yang besar berakibat ada paksaan terhadap bahan untuk melewati membran. Setalah bahan pembuat fouling tersapu maka fluks akan kembali normal. Dampak lain dari paksaan tersebut ialah terjadinya pelebaran pori membran. Pada tekanan 5,51 psi juga terjadi hal yang sama. Bedanya debit yang dimiliki tidak secepat pada tekanan 5,8 psi. Pada tekanan 5,075 psi sempat terjadi fouling pada saat mendekati sepuluh menit awal. Kotoran penyumbat pori tersapu karena ada paksaan melewati membran. Setelah kotoran tersapu debitnya kembali normal. Pada

Gambar 7. Fluks Hasil Penyaringan Dead-End Membran Teflon

tekanan 5,075 psi ini memiliki debit yang paling rendah dibandingkan yang lain. Memang wajar jika makin rendah tekanan maka debitnya juga makin rendah. Hal yang membuat sulit dalam penelitian dengan membran PTFE ini sendiri yakni sifat teflon

yang hidrofobik. Hal ini membuat membran sulit basah. Sehingga interaksi membran dengan air menjadi sulit. Sehingga untuk melakukan proses filtrasi perlu energi yang jauh lebih besar. Energi yang besar ini membuat membran PTFE punya keunggulan tersendiri. Dari Gambar 7 fluks di atas terlihat bahwa fluks tinggi dimiliki oleh proses penyaringan teflon dengan tekanan 5,8 psi disusul 5,51 psi dan terkahir 5,075 psi. Dari grafik, kenaikan fluks terjadi secara drastis terjadi pada menit pertama. Menit-menit berikutnya fluksnya berkecenderungan mendatar. Terjadi penurunan nilai fluks setelah memasuki menit kesepuluh. Penurunan fluks tidak begitu nyata atau mencolok. Kemungkinan ini karena adanya penutupan pori membran atau yang lebih dikenal dengan istilah fouling. Fouling memang menjadi penghalang dalam urusan penyaringan dengan membran. Dengan adanya fouling maka fluks air yang melewati membran akan berkurang. Fouling yang terjadi akan bertambah dengan makin lamanya proses penyaringan. Pencucian kotoran memang perlu untuk mengembalikan efektivitas membran. Resiko dengan melakukan pencucian membran ialah membesarnya pori membran. Dari Gambar 7 belum menunjukkan adanya fouling yang berarti. Proses dengan waktu yang lebih lama maka fenomena fouling akan semakin terlihat. Ini memang bagus untuk proses ini karena debit akan terus konstan, jika fouling kecil. Volume akan bertambah dengan konstan tanpa mengalami hambatan yang begitu berarti. Keuntungan lain dari membran teflon ini ialah dapat dioperasikan pada tekanan tinggi dan suhu tinggi. Bila dilihat pada tekanan 5,8 psi fluks turun dari 0,7 cc/cm2.menit menjadi 0,6 cc/cm2.menit. Memang sempat mengalami penurunan fluks tapi menit-menit berikutnya. Fluks kembali stabil pada nilai sekitar 0,6 cc/cm2.menit dari menit ketiga belas sampai dengan menit kedua puluh lima. PTFE ( teflon ) tidak mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air justru cenderung bersifat hidropobik. Sifat hidropobik menjadi kendala tersendiri dalam hal filtrasi air dengan membran teflon. Teflon biasanya digunakan untuk filtrasi udara. Membran teflon sebagai penyaring udara memang sudah terbukti bagus hasilnya dan eropa merupakan daerah yang paling banyak menggunakannya.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

1 11 21

fl u k s ( cm /m en it )

(28)

4.2.2 Sistem Filtrasi Dead-End Pada Membran Selulosa Asetat

Pada Gambar 8 menunjukan hasil proses penyaringan dead-end dengan membran selulosa asetat dilakukan tiga macam perlakuan tekanan yakni 2,5 , 5 ,dan 7,5 psi. Jika dilihat dari volume hasil total maka volume terbesar ialah pada tekanan 7,5 psi. Pada selang menit ke 5 sampai 10 volume terbesar diperoleh penyaringan dengan tekanan 5 Psi. Hasil akhir total volume tertinggi tetap diperoleh pada tekanan 7,5 psi dan terendah pada tekanan 2,5 psi. Tapi setelah menit ke-15, volume dari proses penyaringan sistem dead-enddengan tekanan 7,5 psi adalah terbesar. Makin besar tekanan maka debit yang diperoleh juga akan makin besar, sehingga volume akan semakin banyak.

Gambar 8. Volume Hasil Penyaringan Sistem Dead-Enddengan Membran Selulosa Asetat.

Pada sisi lain ada kelemahan juga jika tekanannya semakin besar, ini berkaitan dengan daya tahan membran dan pemaksaan penerobosan partikel yang melalui pori. Daya tahan membran akan menjadi berkurang. Pemaksaan yang terjadi akan membuat partikel menerobos pori membran. Penerobosan partikel secara paksa tentunya akan mempelebar pori membran. Membran untuk dead-end memang lebih mudah mengalami kerusakan dari pada membran cross-flow. Gaya yang langsung mengenai membran itulah yang menyebabkan membran cepat rusak, dan perlu kehati-hatian dalam melakukan pengaturan tekanan. Pada Gambar 9 menunjukan karakteristik yang agak aneh dan sedikit menyimpang dari kebiasaan yang ada. Pada tekanan 5 dan 7,5 psi terjadi keanehan pada awalnya naik lalu turun dengan tajam kemudian naik dengan pesat kembali.

Hal ini kemungkinan terjadi karena ada fouling secara merata menutupi pori. Adanya paksaan tekanan tinggi maka terjadi pembersihan kotoran. Hal ini memang kurang menguntungkan bagi kualitas air hasil penyaringan karena nilai kekeruhan akan menjadi tinggi. Banyaknya partikel juga akan mempengaruhi massa jenis air dan tingkat keasaman air. Kestabilan fluks mulai terjadi setalah menit ke-15. Dari data diperoleh hasil fluks yang berurutan sesuai dengan tekanan yang ada. Tekanan 7,5 psi mempunyai nilai fluks yang paling besar disusul 5 psi dan nilai fluks terkecil dimiliki tekanan 2,5 psi. Hal itu memang pantas terjadi dengan naiknya tekanan maka nilai fluks juga akan makin naik. Tekanan dapat dinaikan sampai batas tekanan maksimal membran. Jika digunakan tekanan maksimal membran maka membran akan mudah sekali jebol. Keanehan yang terjadi pada tekanan 5 psi pada saat menit ke 5 smapai 10, ini yang memungkinkan terjadinya penerobosan partikel secara besar-besaran. Akibatnya juga dapat dilihat dari hasil kekeruhan yang diperoleh pada tekanan 5 psi.

Gambar 9. Fluks Hasil Penyaringan dead-end Membran Selulosa Asetat

Nilai kekeruhan pada 5 psi paling buruk karena nilainya sekitar 8,98 NTU. Bila dibandingkan dengan yang lain, maka nilai ini adalah yang buruk. Untuk filtrasi dengan membran selulosa asetat dimungkinkan terjadi swollen yakni penyerapan sebagian fluks yang masuk membran. Pada suatu kondisi air permeat yang masuk membran tertampung pada membran dan pada kondisi dimana kapasitas tampung membran tidak memadai maka air permeat akan dikeluarkan oleh membran sehingga fluks yang dihasilkan menjadi besar.

4.2.3 Sistem Filtrasi Cross-Flow Pada Membran Selulosa Asetat

Gambar 10 menunjukkan adanya hasil volume yang hampir sama antara debit penyaringan cross-flow dengan tekanan 5 dan

0 2 4 6 8 10

0 5 10 15 20

v o lu m e ( m l )

waktu ( menit ) 0,01

0,06 0,11

1 11 21

fl u k s ( c m / me n it )

(29)

2,5 psi. Tekanan 7,5 psi memiliki debit yang paling tinggi. Kejadian ini dapat disebabkan karena penyebaran pori pada tekanan 7,5 psi lebih merata dan gaya dorong yang besar. Ukuran pori membran juga menjadi hal mendasar dalam prose filtrasi, dapat dimungkinkan ukuran pori membran 7,5 psi lebih besar. Pori-pori membran dalam proses filtrasi ini memang sangat berpengaruh pada hasil. Baik hasil yang bersifat kuantitas maupun yang bersifat kualitas. Pada tekanan 5 dan 2,5 psi membran yang digunakan kemungkinan porinya lebih sedikit walaupun perbedaannya tidak mencolok dengan pori 7,5 psi. Mungkin juga pada tekanan 5 dan 2,5 psi distribusi pori-pori membrannya kurang lebih merata dan ukuran porinya lebih kecil. Jika dilihat dari grafik hasil tertinggi dalam hal debit dimiliki oleh membran dengan tekanan 7,5 psi. Pada menit ke-5 mulai terlihat bahwa proses cross-flow dengan tekanan 7,5 psi mempunyai debit tertinggi dibandingkan dengan proses cross-flowlainnya.

Gambar 10. Volume Hasil Penyaringan Cross-Flow Dengan Membran Selulosa Asetat

Jika dilihat dari segi debit memang proses cross-flow tidak tinggi debitnya dibanding dengan dead-end. Jika dilihat dari parameter lain, proses inilah yang menghasilkan air hasil penyaringan dengan kualitas terbaik. Pada proses cross-flow dengan tekanan 5 psi mempunyai nilai kekeruhan 0,22 NTU. Ini merupakan hasil yang bisa dikata luar biasa untuk proses satu kali penyaringan. Ditambah lagi dalam penelitian ini air limbah tanpa perlakuan awal. Nilai 0,22 NTU ini mendekati nilai kekeruhan air mineral yang mempunyai nilai 0,2 NTU.

Dari Gambar 11 terlihat pada menit ke-5 nilai fluksnya cukup tinggi. Grafik naik ditunjukan pada tekanan 7,5 psi hingga akhirnya turun pada menit ke-25. Grafik yang menurun menunjukan mulai adanya fouling. Penurunan fluks pada tekanan 7,5 psi terus terjadi hingga

menit ke-70. Khusus untuk tekanan 5 psi perubahan fluks yang tajam, terlihat dengan jelas. Menit-menit berikutnya terjadi penurunan fluks yang drastis. Setelah itu kotoran kembali tersapu dan fluks kembali naik sekitar menit 30-an. Dan setelah kotoran tersapu, hingga menit 60-an fluksnya relatif konstan.

Karakter fluks yang sedikit berbeda diperlihatkan pada tekanan 2,5 psi. Kecenderungan secara umum naik terus walaupun sempat ada foulingpada menit ke-5 sampai menit ke-10. Setelah itu kotoran tersapu dan fluksnya kembali naik. Tapi secara keseluruhan fluks tertinggi dimiliki oleh proses cross-flowdengan tekanan 7,5 psi.

Gambar 11. Fluks Hasil Penyaringan Cross-Flow Membran Selulosa Asetat

4.3 Kekeruhan ( Turbiditas ) Tabel 5. Data Uji Kekeruhan

Jenis air Rataan kekeruhan

( NTU )

Air limbah 10

Cross-flow 7,5 Psi 1,58

Cross-flow 5 Psi 0,22

Cross-flow 2,5 Psi 0,24

Dead-end 7,5 Psi 0,88

Dead-end 5 Psi 8,98

Dead-end 2,5 Psi 3,43

Dead-end teflon 5,8 Psi 2,47 Dead-end teflon 5,51 Psi 1,07 Dead-end teflon 5,075 Psi 1,56

Air mineral 0,20

Untuk pengukuran kekeruhan ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, FMIPA, IPB. Alat yang digunakan

0

10

20

30

40

0 20 40 60

v o lu m e ( m l )

waktu ( menit )

0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025

5 25 45 65

fl u k s ( c m /m en it )

(30)

berupa refractometer digital. Dari Tabel 5 pengujian kekeruhan terlihat hasil yang terbaik ialah penyaringan yang mengunakan membran selulosa asetat dengan tekanan 2,5 psi dan 5 psi. Air hasil penyaringan dengan metode cross-flow pada tekanan 5 psi dan 2,5 psi memiliki nilai kekeruhan yang paling rendah. Ini juga mengindikasikan bahwa jumlah partikel yang ada dalam air juga semakin sedikit. Tingkat kekeruhan air sangat dipengaruhi oleh partikel yang terkandung dalam air. Partikel tersebut dapat berupa tanah, liat, dan mungkin juga butiran pasir. Hasil penyaringan mengunakan membran selulosa asetat dengan metode penyaringan dead-end yang mempunyai hasil yang terbaik ialah pada tekanan 7,5 psi. Kekeruhannya ialah antara 0,88-0,89 NTU. Pada tekanan 7,5 psi memiliki tekanan yang paling besar tapi menghasilkan hasil saringan yang terbaik. Kemungkinan besar ini dipengaruhi faktor membran. Membran yang digunakan pada saat dead-end tekanan 7,5 Psi memiliki komposisi yang lebih bagus dari pada dengan mebran yang digunakan pada saat dead-enddengan tekanan 5 dan 2,5 psi. Komposisi lebih bagus dalam hal ini memiliki pori yang lebih kecil yang dimiliki oleh membran pada saat proses dead-end dengan tekanan 7,5 psi. Hal tersebut membuat air hasil saringan lebih berkualitas, walaupun ada paksaan tapi tahanan membran terhadap partikel lebih besar. Pada saat penyaringan dead-end dengan tekanan 5 psi mempunyai nilai kekeruhan yang paling tinggi. Hal ini dimungkinkan karena mebran yang relatif tipis dan pori yang relatif besar. Efek yang terjadi dapat terbaca dari nilai kekeruhannya. Pada proses dead-end dengan tekanan 5 Psi nilai paksaan yang terjadi kecil, tapi partikel dalam air limbah dapat lewat. Hal tersebut disebabkan karena nilai tahanannya rendah. Sedang pada mebran teflon yang mengunakan metode dead-end. Hasil yang paling bagus dihasilkan pada tekanan 5,51 psi. Tekanan yang digunakan ialah tekanan tinggi karena dikaitkan dengan sifat teflon sendiri yang hidropobik sehingga perlu paksaan yang besar. Gaya yang besar itu yang mengakibatkan kemungkinan partikel menerobos membran menjadi besar. walaupun ada gaya tolak dari sifat dasar teflon yang besifat hidropobik terhadap air, namun gaya tolak itu tidak berpengaruh besar.

Sedangkan hasil pengukuran kekeruhan yang dilakukan terhadap air mineral menunjukan bahwa nilai kekeruhannya 0,2 NTU. Hasil terkecil dari proses penyaringan ini 0,22 NTU yang dimiliki oleh air hasil penyaringan cross-flow dengan tekanan 5 psi. Hasil terkecil berikutnya yang mendekati nilai air mineral juga diperoleh dari hasil penyaringan cross-flow dengan tekanan 2,5 psi, dengan rata-rata kekeruhan 0,24 NTU. Jika hanya dilihat dari kekeruhan saja maka air hasil saringan dengan metode cross-flow dengan tekanan 5 dan 2,5 psi menunjukan hasil yang bagus. Hasilnya mendekati air mineral yang berbeda hanya 0,02 dan 0,04 NTU. Walaupun belum diketahui bahan apa saja yang menyebabkan kekeruhan dan kandungan mineral di dalamnya. Secara kasar hasil penyaringan cross-flow dengan tekanan 5 dan 2,5 psi mungkin hasilnya sudah baik. Makin banyak konsentrasi zat terlarut maka nilai kekeruhan juga akan makin tinggi dan makin rendah nilai zat terlarut nilai kekeruhan juga akan rendah pula. Adapun jika dibandingkan kekeruhan sebelum dan sesudah penyaringan maka akan terjadi perbedaan yang cukup mencolok. Peraturan Men.Kes No.1/Birhukmas/1/1975 kekeruhan yang dianjurkan 5 dan maksimumnya 25. Sedang untuk air minum menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor

907/Menkes/Sk/Vii/2002, nilai kekeruhan yang dianjurkan ialah 5 NTU. Jika mengacu pada peraturan tersebut maka ada beberapa hasil saringan yang sudah masuk dalam kriteria air siap minum.

4.4 Tingkat Keasaman ( pH )

(31)

Pada suatu cairan nilai pH makin rendah maka makin asam, jika pH makin tinggi maka makin basa. Banyaknya konsentrasi ion H+berakibat pH akan makin rendah atau maki

Gambar

Tabel 2. Karakterisitk kimiawi air buangan domestik.3
Gambar 1. Skema Sistem Pemisahan Dua Fasa 19
Gambar 5. pola penyaringan cross flow22
Tabel 4. Analisa Fisik Awal Air Sungai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berkenaan dengan penelitian ini maka yang dimaksudkan dengan supervisi dapat disintesiskan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh supervisor untuk memberikan

mengetahui proporsi pemberian kompos yang tepat pada tanah Entisol dalam. upaya memperbaiki sifat fisik tanahnya dan sesuai bagi

Menurut jemaat “Syalom” setelah ibadah selesai dilakukan maka kehidupan dari jemaat b isa berubah menjadi lebih baik, itulah makna ibadah dan makna pengutusan dan berkat

· Melakukan pengawalan terhadap inovasi teknologi dan kelembagaan di masing-masing wilayah Prima Tani yang pembinaanya telah ditranfer ke pemda sehingga dapat berjalan sesuai

Kinerja kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah dikaji dari aspek kompetensi kepala sekolah sebagaimana dirumuskan oleh Depdiknas, yaitu EMASLIM. Ketujuh

Metode penelitian yang digunakan adalah socio-legal yang melakukan studi tekstual dan menganalisis secara kritikal kebijakan lokalisasi data dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82

permasalahan rumit, implementasi GAs sederhana seringkali tidak cukup efektif untuk menyelesaikan pada permasalahan kompleks dengan area pencarian yang sangat luas.. 

Pemahaman Muzakki Masjid Al-Magfirah Kelurahan Karame Tentang Zakat Maal Zakat maal berarti mensucikan harta yang menumpuk yang wajib dikeluarkan, dengan syarat cukup