• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan theory of planned behavior

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan theory of planned behavior"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI dan ALFIASARI

Tingginya angka pengangguran membutuhkan strategi solusi untuk menyelesaikannya, khususnya oleh generasi muda. Kewirausahaan dapat menjadi salah satu solusi untuk masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB) yang terdiri dari sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, dengan lokasi penelitian di kampus IPB Darmaga. Contoh dalam penelitian ini adalah 100 mahasiswa sarjana yang masih aktif. Contoh merupakan mahasiswa semester empat sampai dengan semester delapan. Persyaratan contoh adalah yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara formal atau pendidikan kewirausahaan secara nonformal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku (daerah) (p<0,05) berhubungan nyata dengan sikap. Uang saku bulanan (p<0,05) dan pendidikan kewirausahaan formal yang diikuti (p<0,05) memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan sikap. Pendidikan ibu (p<0,05) mempunyai hubungan yang nyata dan negatif dengan kontrol perilaku. Pendidikan kewirausahaan nonformal yang diikuti (p<0,05), sikap (p<0,01), dan norma subjektif (p<0,01) memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan intensi berwirausaha. Walaupun melalui pendekatan TPB, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sikap (p<0,01) yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha.

Kata kunci: intensi berwirausaha, mahasiswa, pendidikan kewirausahaan, Theory of Planned Behavior

ABSTRACT

ELIS TRISNAWATI. The effect of entrepreneurship education to the entrepreneurship intention of Bogor Agricultural University students using Theory of Planned Behavior perspective. Surpervised by LILIK NOOR YULIATI and ALFIASARI

High numbers of unemployments need strategic solution to solve it, especially for young generation. Entrepreneurship can be one of solution for this problem. The purpose of this research was to analyze the effect of entrepreneurship education to the entrepreneurship intention of Bogor Agricultural University students using Theory of Planned Behavior (TPB) perspective (TPB consists of attitude, subjective norm, and perceived behavior control). This research used cross sectional study design with located at campus IPB Darmaga. Samples in this research were 100 students that consist of fourth semester until eight semester students. Requirements of the samples are they have followed formal entrepreneurship education or nonformal entrepreneurship education. Result showed that ethnic groups (p<0,05) had significant correlation with attitude. Monthly allowance (p<0,05) and formal entrepreneurship education that’s followed (p<0,05) had significant and positive correlation with attitude. Mother education (p<0,05) had significant and negative correlation with perceived behavioral control. Nonformal entrepreneurship education that’s followed (p<0,05), attitude (p<0,01), and subjective norm (p<0,01) had significant and positive correlation with entrepreneurship intention. Meanwhile, in the perspective of TPB, the research showed that only attitude (p<0,01) that had influence toward entrepreneurship intention.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah pengangguran merupakan salah satu masalah penting di suatu negara, termasuk di Indonesia. Masalah pengangguran ini terjadi karena peningkatan jumlah penduduk yang diiringi dengan jumlah angkatan kerja dan tidak diimbangi dengan jumlah peningkatan lapangan kerja yang memadai. Kondisi ini semakin diperburuk dengan adanya krisis global yang turut menimpa Indonesia. Departemen Tenaga Kerja tahun 2007 mencatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 10.547.917 orang, sedangkan target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah adalah enam persen. Jika diasumsikan setiap satu persen pertumbuhan ekonomi menghasilkan 265.000 lapangan kerja baru, berarti dengan pertumbuhan ekonomi enam persen, kita hanya bisa menambah jumlah lapangan kerja 1.590.000. Hal ini berarti di dalam negeri masih kekurangan 8.957.917 lapangan kerja. Di antara banyaknya pengangguran di negeri ini justru yang paling mengenaskan adalah lebih dari 50 persen sarjana menganggur, padahal sarjana inilah yang diharapkan untuk menjadi agent of change yang bisa membawa kemajuan bagi bangsa ini (Gani 2009).

Menurut Rasyidi dalam Ariamtisna (2008) banyaknya angka pengangguran salah satunya juga disebabkan minimnya jiwa kewirausahaan masyarakat. Pendidikan di perguruan tinggi lebih banyak menghasilkan lulusan perguruan pekerja berkualifikasi akademis tinggi padahal yang dibutuhkan adalah lulusan yang berjiwa kewirausahaan karena seharusnya jumlah wirausaha di Indonesia saat ini sedikitnya 4.400.000 atau dua persen dari total jumlah penduduk, namun saat ini baru ada 400.000 pengusaha di Indonesia. Kalangan terdidik cenderung menghindari pilihan pekerjaan ini karena preferensinya terhadap pekerjaan di kantor lebih tinggi. Preferensi yang lebih tinggi didasarkan pada perhitungan biaya yang telah dikeluarkan selama menempuh pendidikan dan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) yang sebanding (Citra 2010).

(3)

buruh, dalam arti bekerja pada orang lain atau perusahaan secara tetap dengan menerima upah yang rutin. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) semester pertama tahun 2007 menunjukkan tiga dari empat lulusan perguruan tinggi memilih status untuk menjadi karyawan. Hanya lima persen yang berwirausaha yaitu dengan membuka usaha yang dapat mempekerjakan buruh atau karyawan yang dibayar tetap (Darmaningtyas dalam Citra 2010). Kecilnya minat berwirausaha di kalangan lulusan perguruan tinggi sangat disayangkan. Harusnya, melihat kenyataan bahwa lapangan kerja yang ada tidak memungkinkan untuk menyerap seluruh lulusan perguruan tinggi di Indonesia, para lulusan perguruan tinggi mulai memilih berwirausaha sebagai pilihan karir.

Kewirausahaan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia karena kewirausahaan memiliki peran untuk menambah daya tampung tenaga kerja, generator pembangunan, contoh bagi masyarakat lain, membantu orang lain, memberdayakan karyawan, hidup efisien, dan menjaga keserasian lingkungan. Jiwa kewirausahaan akan mendorong seseorang memanfaatkan peluang yang ada menjadi sesuatu yang menguntungkan. Pendorong utama meningkatnya kebutuhan kewirausahaan adalah munculnya ragam kesempatan berusaha dalam produksi dan pemasaran barang dan jasa (Alma 1999).

Indonesia masih membutuhkan sumber daya manusia tangguh yang memiliki jiwa kewirausahaan untuk mengembangkan sektor pertanian sebagai suatu sektor yang memiliki basis sumber daya alam yang berlimpah. Hal tersebut menjadi tantangan bagi Institut Pertanian Bogor (IPB) yang merupakan perguruan tinggi negeri di bidang pertanian yang dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia tangguh yang dapat berperan dalam pengembangan pertanian. IPB telah mencanangkan lima pilar orientasi pendidikan untuk mempersiapkan sumber daya manusia tersebut. Kelima pilar tersebut adalah profesionalisme, kepekaan sosial, kepedulian lingkungan, jiwa kewirausahaan dan moral (Daryanto dalam Fawaqa 2006). Hal ini sesuai dengan visi Institut

Pertanian Bogor, yaitu ”Menjadi universitas riset terkemuka di Asia dengan

kompetensi utama pertanian tropika, berkarakter kewirausahaan, dan bersendikan keharmonisan” (Panduan Program Sarjana 2008).

(4)

potensi yang sangat luar biasa dalam bidang kewirausahaan. Mahasiswa yang berada pada proses menuju pendewasaan berfikir dan persiapan menuju kehidupan pascakampus serta ditunjang dengan semangat generasi muda yang memiliki potensi sangat besar untuk mulai berwirausaha (Azzahra 2009). Usia mendirikan usaha terlihat cukup potensial pada usia 20-24 tahun yang merupakan kisaran usia mahasiswa (Zimmerer & Scarborough dalam Azzahra 2009). Hasil penelitian terbaru terhadap wirausaha warung internet di Indonesia membuktikan bahwa usia wirausahawan berkorelasi signifikan terhadap kesuksesan usaha yang dijalankan (Kristiansen et al. 2003).

Keinginan seseorang untuk berwirausaha dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik individu, karakteristik keluarga, faktor psikologis, nilai budaya dan sosial, serta pendidikan. Penelitian Schiller dan Crawson dalam Indarti dan Rokhima (2008) menemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal kesuksesan berwirausaha antara perempuan dan laki-laki. Berdasarkan penelitian Mazzarol et al. (1999), perempuan cenderung kurang menyukai untuk membuka usaha baru dibandingkan kaum laki-laki. Hal ini mungkin dikarenakan laki-laki mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan perempuan dalam hal penghasilan sehingga laki-laki akan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan atau membuka usaha baru.

Keluarga adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berwirausaha. Orang tua akan memberikan corak budaya, suasana rumah, pandangan hidup dan pola sosialisasi yang akan menentukan sikap, perilaku serta proses pendidikan terhadap anak-anaknya. Orang tua yang bekerja sebagai wirausaha akan mendukung dan mendorong kemandirian, berprestasi dan bertanggung jawab. Dukungan orang tua ini, terutama ayah sangat penting dalam pengambilan keputusan pemilihan karir bagi anak seperti menjadi wirausaha. Orang tua memberikan dampak kuat pada pemilihan karir, penelitian menunjukkan para wirausaha biasanya memiliki orang tua yang juga seorang wirausaha (Peterman & Kennedy 2003).

(5)

dibutuhkan untuk berwiraswasta termasuk dalam area finansial, strategi perencanaan, pemasaran dan manajemen. Kram et al. dalam Farzier dan Niehm (2008) menemukan bahwa pendidikan dan pelatihan mempengaruhi persepsi orang terhadap karir kewirausahaan, dengan menyediakan kesempatan untuk mensimulasikan memulai usaha.

Intensi berwirausaha telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku kewirausahaan (Krueger & Carsrud dalam Indarti dan Rokhima 2008). Menurut Ajzen (1988) intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku yang disebut dengan Theory of Planned Behavior (TPB). Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa keinginan berwirausaha para mahasiswa merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha masa depan (Gorman et al. 1997). Oleh karena itu, hal yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha pada mahasiswa melalui pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB).

Perumusan Masalah

(6)

kewirausahaan juga telah marak di perguruan tinggi termasuk di IPB. Namun demikian, hasilnya masih belum terlihat. Para lulusan perguruan tinggi masih saja tidak mau untuk langsung terjun sebagai wirausahawan (Citra 2010).

Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) atau Career Development and Alumni Affairs yang sering disebut CDA IPB juga berusaha untuk meningkatkan berbagai pola pembinaan kewirausahaan, baik kepada mahasiswa maupun alumni agar dapat berusaha secara mandiri, bahkan dapat menyerap tenaga kerja. Berdasarkan hasil studi CDA periode 2005-2009, wirausaha adalah jenis profesi yang paling diminati oleh mahasiswa IPB di tingkat pertama dengan jumlah peminat yang mencapai 35-40 persen. Namun demikian, ada kecenderungan yang mengkhawatirkan karena minat mahasiswa untuk berwirausaha semakin menurun menjelang kelulusan dan alumni IPB yang benar-benar berwirausaha setelah menyelesaikan studi hanya sekitar empat persen (Nurrochmat 2009).

Gambar 1 menunjukkan sebaran status kerja alumni IPB pada tahun 2010 yang mencapai jumlah 1.537 alumni. Hasil penelitian DPKHA tahun 2010 tersebut menunjukkan persentase dominan berada pada status bekerja dengan persentase sebesar 84,71 persen. Namun sedikit sekali alumni yang berwirausaha setelah lulus kuliah yang ditunjukkan dari sebaran status kerja yang berwirausaha hanya sebesar 4,42 persen. Sementara itu, persentase alumni yang berstatus kerja berdasarkan aktivitas lain sebesar 10,87 persen (Laporan Tracer Studi 2010).

(7)

Seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha. Intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo & Wong 2006). Menurut Ajzen (1988) dalam Theory of Planned Behavior (TPB), intensi dibentuk oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Hal ini sangat tepat untuk dikaji lebih lanjut, mengingat banyaknya program kewirausahaan yang ada tetapi pada akhirnya, mahasiswa tetap memilih bekerja dibandingkan untuk berwirausaha. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa meskipun minat mahasiswa IPB tinggi terhadap kewirausahaan yang terlihat dari antusiasme dalam mengikuti program kewirausahaan yang ada di kampus tetapi setelah lulus ternyata hanya sedikit yang menjadi wirausaha. Oleh karenanya, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha pada mahasiswa IPB?

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha mahasiswa IPB?

3. Bagaimana hubungan antara sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha mahasiswa IPB?

4. Bagaimana pengaruh pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha mahasiswa IPB?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum, tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior.

Tujuan Khusus

(8)

2. Menganalisis tingkat sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, karakteristik keluarga, dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha contoh.

4. Menganalisis hubungan antara sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi berwirausaha contoh.

5. Menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha contoh.

Kegunaan Penelitian

Beberapa kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti. Penelitian ini berguna sebagai sarana untuk menambah

wawasan, pemahaman, pengalaman, pengembangan ilmu yang berguna untuk masa depan.

2. Bagi mahasiswa. Penelitian ini berguna untuk mengetahui intensi kewirausahaan pada mahasiswa sehingga bisa menumbuhkan perilaku berwirausaha di kalangan mahasiswa dan menjadi bahan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi pihak Institusi IPB. Penelitian ini berguna memberikan informasi kepada pihak Rektorat Institut Pertanian Bogor khususnya Direktorat Kemahasiswaan dan Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) terkait dengan program kewirausahaan sehingga dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa.

4. Bagi Pemerintah. Penelitian ini berguna dalam memberikan informasi kepada pihak Departemen Ketanagakerjaan dalam mengambil kebijakan mengenai peningkatan pengembangan kewirausahaan terkait dengan program serta penyediaan sarana dan prasarana untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan di kalangan masyarakat.

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Perilaku yang telah Direncanakan (Theory of Planned Behavior)

Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor apakah ia akan melakukan suatu tindakan atau tidak. Fishbein dan Ajzen (1975) berpendapat berbeda, mereka menyatakan bahwa sikap seseorang itu belum cukup pasti untuk memunculkan suatu perilaku. Melalui Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action) yang dikenal dengan singkatan TRA, keduanya kemudian menambahkan faktor norma subjektif sebagai faktor tekanan lingkungan yang ikut andil dalam memunculkan perilaku. Akumulasi dari faktor sikap dan norma subjektif tersebut disebut sebagai intensi atau niat (intention).

Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan bahwa intensi seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh dua faktor utama yaitu sikap perilaku tertentu (attitude toward the behavior) dan norma subjektif (subjective norms). Sikap merupakan evaluasi atau penilaian positif atau negatif seseorang terhadap sejumlah kepercayaan (belief) terhadap objek tertentu. Sementara itu, norma subjektif yaitu sejauh mana keinginan individu memenuhi harapan dari sejumlah pihak yang dianggap penting berkaitan dengan perilaku tertentu. Gambar 2 dapat memperjelas pemahaman tentang intensi yang telah diuraikan di atas.

Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA)

(Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

Selain itu juga, Ajzen (1988) menjelaskan bahwa intensi melibatkan empat elemen penting yaitu TACT yang merupakan singkatan dari Target, Action, Context, dan Time. Keempat elemen itu dapat diartikan sebagai objek target pada perilaku tersebut (Target), perilaku (Action), situasi dimana perilaku harus ditampilkan (Context) dan kapan perilaku harus ditampilkan (Time). Semakin jelas keempat elemen ini maka semakin kuat intensi memprediksi perilaku tertentu.

Sikap

Norma Subjektif

(10)

TRA dinilai memiliki kelemahan karena adanya penekanan pada faktor norma subjektif yang dianggap terlalu melemahkan faktor individu sebagai pengendali atas tingkah lakunya sendiri. Oleh karena itu, TRA dikembangkan menjadi Theory of Planned Behavior (TPB) dengan menambahkan kontrol perilaku (perceived behavioral control) sebagai penentu niat seseorang. TPB menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga kontrol yang ketersediaan sumber daya dan kesempatan tertentu (perceived behavioral control) (Ajzen 1988). Gambar 3 memberikan pemahaman bahwa intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku.

Gambar 3 Model Theory ofPlanned Behavior (TPB)

(Sumber : Ajzen 1988)

Berikut ini akan dijelaskan komponen-komponen intensi melalui pendekatan Theory of Planned Behavioral.

Sikap

Sikap merupakan salah satu komponen dalam intensi terhadap perilaku tertentu. Sikap atau attitude merupakan suatu faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara konsisten yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu yang diberikan. Salah satu pemahaman sikap yang juga penting adalah bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yang dikenal dengan trilogi sikap, yaitu sikap terdiri dari afektif, kognitif dan konatif. Afektif berarti perasaan atau penilaian tertentu seseorang baik terhadap suatu objek, orang, isu maupun kejadian. Kognitif terdiri dari

Norma Subjektif

Intensi Perilaku Sikap

(11)

pengetahuan, opini, dan kepercayaan terhadap suatu objek. Sedangkan komponen konatif merupakan bentuk perasaan dan evaluatif (Fishbein & Azjen 1975).

Sikap dalam teori ini memiliki dua aspek pokok, yaitu: kepercayaan perilaku dan evaluasi. Kepercayaan perilaku adalah keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap dapat pula berupa opini individu hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat dari suatu obyek sikap maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap obyek sikap tersebut, demikian pula sebaliknya. Evaluasi adalah penilaian seseorang terhadap hasil-hasil yang dimunculkan dari suatu perilaku. Evaluasi akan berakibat pada perilaku penilaian yang diberikan individu terhadap tiap-tiap akibat atau hasil yang diperoleh oleh individu. Apabila menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu, evaluasi atau penilaian ini dapat bersifat menguntungkan atau merugikan (Fishbein & Ajzen 1975). Berikut ini adalah formulasi model sikap dalam TPB.

n AB = ∑ bi . ei i=1

Keterangan : AB = sikap terhadap perilaku tertentu

b = kepercayaan terhadap perilaku tersebut yang mengarahkan pada konsekuensi atau hasil

i = hasil (outcome)

e = evaluasi seseorang terhadap hasil

n = jumlah kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku tertentu

Norma Subjektif

(12)

Ajzen 1975). Figur-figur sosial yang penting bisa saja termasuk di dalamnya orang tua, teman dekat, suami atau istri, rekan kerja (Wijaya 2007).

Norma subjektif dibentuk oleh dua aspek, yakni keyakinan normatif dan motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan. Keyakinan normatif merupakan pandangan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Sementara itu, motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan merupakan kesediaan individu untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan pendapat atau pikiran pihak lain yang dianggap penting bahwa individu harus atau tidak harus menampilkan perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen 1975). Rumusan norma subjektif pada intensi perilaku tertentu dirumuskan sebagai berikut.

n

SN = ∑ bi . mi i=1

Keterangan : SN = norma subjektif bi = kepercayaan normatif

mi = motivasi untuk mengikuti sejumlah n referensi atau i

Kontrol Perilaku

Komponen ketiga dalam intensi adalah kontrol perilaku. Kontrol perilaku ini merupakan suatu acuan adanya kesulitan atau kemudahan yang ditemui seseorang dalam berperilaku tertentu. Kontrol perilaku berperan dalam Theory of Planned Behavior dalam dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung berdasarkan kontrol-kontrol yang ada pada diri seseorang. Kontrol perilaku berperan secara tidak langsung mempengaruhi perilaku yaitu melalui intensi terhadap perilaku. Selain itu, kontrol perilaku juga bisa secara langsung mempengaruhi perilaku tersebut (Ajzen 1988). Variabel ini kemudian dirumuskan sebagai berikut.

PBC = ∑ Ci . Pi

Keterangan : PBC = kontrol perilaku

Ci = control belief strength (kekuatan keyakinan seseorang bahwa ia bisa berbuat sesuatu)

(13)

Intensi dan Intensi Kewirausahaan

Perilaku seseorang dapat diprediksi melalui pengukuran sikapnya terhadap suatu objek tertentu. Pendekatan ini dapat dijembatani dengan melihat intensi untuk menampilkan perilaku tertentu dalam diri seseorang. Intensi secara harfiah bermakna niat. Fishbein dan Ajzen (1975) mendefinisikan intensi atau niat ini sebagai kemungkinan subjektif (subjective probability) individu untuk berperilaku tertentu. Intensi merupakan dimensi probabilitas lokasi subjektif seseorang yang menghubungkan antara dirinya dengan suatu tindakan tertentu. Dengan kata lain, intensi merupakan besarnya dimensi probabilitas subjektif seseorang yang akan ditampilkan dalam bentuk perilaku tertentu. Intensi dipandang sebagai ubahan yang paling dekat dari individu untuk melakukan perilaku, maka dengan demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu perilaku (Fishbein & Ajzen 1975). Menurut Ajzen (1988) pembentukan intensi pada diri seseorang terikat dalam suatu perilaku tertentu. Intensi terbentuk dalam rangka memenuhi faktor-faktor kebutuhan yang memiliki dampak pada perilaku. Intensi juga menandakan bagaimana upaya seseorang bertekad untuk mencoba dan berencana untuk menampilkan perilaku tertentu.

Santoso (1995) beranggapan bahwa intensi adalah hal-hal yang diasumsikan dapat menjelaskan faktor-faktor motivasi serta berdampak kuat pada tingkah laku. Hal ini mengindikasikan seberapa keras seseorang berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukan agar perilaku yang diinginkan dapat dilakukan. Jika sikap positif dan individu terdorong untuk berbuat sesuai harapan lingkungan untuk melakukan suatu perbuatan, ditambah individu melihat bahwa tidak ada hambatan baginya untuk berperilaku maka kemungkinan munculnya perilaku tinggi. Dengan kata lain, niatnya besar. Bila sikap negatif, individu tidak mau menentang harapan lingkungan padanya, dan individu merasa tidak akan mampu melakukan suatu perbuatan, maka niat menjadi lemah, yang ini berarti kemungkinan dia berperilakupun rendah (Wijaya 2007).

(14)

untuk memulai usaha. Intensi kewirausahaan adalah prediksi yang reliabel untuk mengukur perilaku kewirausahaan dan aktivitas kewirausahaan (Krueger et al. 2000). Umumnya, intensi kewirausahaan adalah keadaan berfikir yang secara langsung dan mengarahkan perilaku individu ke arah pengembangan dan implementasi konsep bisnis yang baru (Birds, 1988 dalam Nasrudin et al. 2009).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku dan Intensi Berwirausaha

Karakteristik Individu

Usia. Usia ketika seseorang memulai usaha menjadi kurang penting, tetapi apabila sudah ada pelatihan dan persiapan yag memadainya sebaiknya semakin awal memulai usaha akan semakin baik daripada menunda usaha (Staw dalam Riyanti 2003). Hurlock (1980) berpendapat bahwa perkembangan karier berjalan seiring dengan proses perkembangan manusia. Roe dalam Wijaya (2007) mengatakan bahwa minat terhadap pekerjaan mengalami perubahan sejalan dengan usia tetapi menjadi relatif stabil pada post adolescent. Hasil penelitian Hijriyah (2004) menemukan bahwa umur mempengaruhi perilaku wirausaha pedagang Fried Chicken kaki lima di kota Bogor.

Jenis kelamin. Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap minat berwirausaha mengingat adanya perbedaan terhadap pandangan pekerjaan antra pria dan wanita. Manson dan Hogg dalam Wijaya (2007) mengemukakan bahwa kebanyakan wanita cenderung sambil lalu dalam memilih pekerjaan dibanding dengan pria. Wanita menganggap pekerjaan bukanlah hal yang penting. Karena wanita masih dihadapkan pada tuntutan tradisional yang lebih besar menjadi istri dan ibu rumah tangga. Seperti yang sudah diduga, bahwa mahasiswa laki-laki memiliki intensi yang lebih kuat dibandingkan mahasiswa perempuan. Secara umum, sektor wiraswasta adalah sektor yang didominasi oleh kaum laki-laki. Kolvereid (1996) menyatakan bahwa laki-laki terbukti mempunyai intensi kewirausahaan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Matthews dan Moser (1996) pada lulusan master di Amerika dengan menggunakan studi longitudinal menemukan bahwa minat laki-laki untuk berwirausaha konsisten dibandingkan minat perempuan yang berubah menurut waktu.

(15)

Hasil penelitian Azzahra (2009) menemukan bahwa uang saku per bulan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pengetahuan, sikap, tindakan, maupun perilaku wirausaha mahasiswa IPB peserta PPKM dan PKMK. Tren wirausaha saat ini bukan lagi ingin digeluti oleh orang yang berpenghasilan rendah, tetapi juga yang berpenghasilan tinggi.

Suku (daerah). Hasil penelitian Azzahra (2009) menyatakan bahwa karakteristik suku (daerah) berhubungan nyata dengan sikap dan tindakan wirausaha. Dari sisi sikap wirausaha, hal ini disebabkan karena adanya pandangan dan persepsi positif terhadap profesi wirausaha oleh beberapa suku (daerah) di Indonesia seperti suku Minang, sehingga mempengaruhi sikap wirausaha responden. Dari sisi tindakan wirausaha, adanya adat atau kebiasaan di suku (daerah) yang lebih cepat dalam bertindak dan melakukan sesuatu dibandingkan dengan suku (daerah) lain. Adat dan kebiasaan tersebut tentunya mempengaruhi tindakan seseorang dalam berwirausaha.

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) merupakan angka yang menunjukkan prestasi akademik atau kemajuan belajar mahasiswa secara kumulatif yang dicapai mulai dari semester 1 sampai dengan semester paling akhir untuk semua mata kuliah yang ditempuh (Anonim 2009). Penelitian yang dilakukan Azzahra (2009) menyatakan bahwa IPK tidak berhubungan nyata dengan perilaku wirausaha maupun unsur-unsurnya yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan wirausaha. Orang yang memiliki IPK tinggi belum tentu memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan wirausaha yang baik. Karakteristik Keluarga

Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan didalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seorang anak (Schikendanz dalam Megawangi 2004).

Pekerjaan Orang tua. Menurut Staw dalam Riyanti (2003) ada bukti kuat bahwa wirausaha memiliki orang tua yang bekerja mandiri atau berbasis sebagai wirausaha meskipun tidak ada studi banding dengan wirausaha yang orang tuanya bukan wirausaha, relasi dengan orang tua yang wirausaha tampaknya menjadi aspek penting yang membentuk keinginan seseorang untuk menjadi wirausaha.

(16)

yang dicapai seseorang akan membentuk cara, pola dan karakter berpikir, presepsi, pemahaman, dan kepribadian (Guhardja et al. 1992). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan. Dengan demikian, orang tua diharapkan dapat memberi stimulasi dan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar dan prestasi akademik anak.

Pendidikan Kewirausahaan

Pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Pendidikan memainkan peran penting pada saat wirausaha mencoba mengatasi masalah-masalah dan mengoreksi penyimpangan dalam praktek bisnis (Kourilsky & Walstad 1998).

Melalui pendidikan formal, belajar kewirausahaan dapat dilakukan melalui Mata Kuliah Kewirausahaan yang bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses kewirausahaan, tantangan yang dihadapi para pendiri usaha baru dan masalah yang harus diatasi agar berhasil. Pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal tersebut terkait langsung dengan bidang usaha yang dikelola. Semakin banyak seseorang tertarik untuk belajar dalam dunia pendidikan akan meningkatkan dalam usahanya (Utami 2007). Rahmawati (2000) mengatakan bahwa paket pendidikan kewirausahaan akan membentuk siswa untuk mengejar karir kewirausahaan. Meski pendidikan formal bukan syarat untuk memulai usaha baru, pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memberi dasar yang baik apalagi bila pendidikan formal tersebut terkait dengan bidang usaha yang dikelola (Riyanti 2003).

(17)

persepsi orang terhadap karir kewirausahaan, dengan menyediakan kesempatan untuk mensimulasikan memulai usaha.

Kewirausahaan dan Wirausaha

John Kao dalam Sudjana (2004) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah sikap dan perilaku wirausaha. Kewirausahaan yang sering dikenal dengan sebutan entrepreneurship berasal dari bahasa Perancis yang diterjemahkan secara harfiah adalah perantara. Secara lebih luas kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Namun demikian, istilah kewirausahaan dapat pula diartikan sebagai sikap dan perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, dan karsa serta karya atau menggabungkan kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal sehingga dapat memberikan nilai tambah maksimal terhadap jasa, barang, maupun pelayanan yang dihasilkan dengan mengindahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Kewirausahaan merupakan suatu kualitas dari sikap seseorang daripada hanya sekedar keahlian. Seorang wirausaha memiliki kualifikasi yang tahan banting, selalu mencari peluang, dan memiliki visi (Sutanto 2002).

(18)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yakni data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei karena mengambil contoh dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun & Effendi 1995). Penelitian dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlokasi di Kampus IPB Darmaga. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa IPB merupakan salah satu perguruan tinggi terbesar di Indonesia dan mahasiswa IPB memiliki keinginan untuk mengikuti program dan kegiatan kewirausahaan. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai April 2011.

Cara Pemilihan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Sarjana IPB semester empat sampai semester delapan tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 9.279 orang. Data tersebut diperoleh melalui Direktorat Administrasi Pendidikan IPB tahun 2010. Kerangka contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa sarjana IPB yang masih aktif, pernah mengambil mata kuliah yang berhubungan dengan kewirausahaan (pendidikan kewirausahaan secara formal), atau pernah mengikuti program atau kegiatan kewirausahaan yang ada di IPB (pendidikan kewirausahaan secara nonformal). Jumlah contoh yang akan diambil berdasarkan rumus Slovin, yaitu salah satu teknik penentuan jumlah contoh untuk penelitian sosial yang mana dalam penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan 10%.

Menurut Umar (2003), untuk menentukan jumlah contoh yang diambil, digunakan rumus Slovin berikut:

N 9.279

n = = = 98,93 (1+Ne2) 1 + 9.279 (0,12)

Keterangan : n = jumlah mahasiswa contoh N = populasi mahasiswa IPB

(19)

Berdasarkan hasil perhitungan rumus Slovin maka penelitian ini menetapkan jumlah contoh 100 orang. Contoh dipilih secara purposive dengan dibagi menjadi dua yaitu 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara formal (kelompok formal) dan 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara nonformal (kelompok nonformal). Contoh pada kelompok formal dipilih dari peserta mata kuliah Kewirausahaan, Resiko Bisnis, serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah teknik probability sampling berupa proportional random sampling untuk masing-masing kelompok. Jumlah contoh berdasarkan persentase jumlah mahasiswa peserta mata kuliah Kewirausahaan, Resiko Bisnis, serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan formal

No. Mata Kuliah Jumlah

Mahasiswa (N)

Persentase (%)

Jumlah contoh (n)

1. Kewirausahaan 396 49 24

2. Resiko Bisnis 164 20 10

3. Negosiasi dan Advokasi Bisnis 256 31 16

Total 816 100 50

Sementara itu, contoh pada kelompok nonformal dipilih dari keikutsertaan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM), dan Unit Kegiatan Mahasiswa Center of Entrepreneurship Development for Youth (UKM Century). Jumlah contoh berdasarkan persentase jumlah mahasiswa yang mengikuti PKMK, PPKM, dan UKM Century dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah contoh berdasarkan persentase pendidikan kewirausahaan nonformal

No. Program Jumlah

Mahasiswa (N)

Persentase (%)

Jumlah contoh (n)

1. PKMK 1404 57 29

2. PPKM 932 38 19

3. UKM Century 120 5 2

Total 2456 100 50

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(20)

semester delapan IPB yang mengikuti pendidikan kewirausahaan formal serta nonformal. Data primer yang diambil diantaranya adalah karakteristik individu (jenis kelamin, umur, suku (daerah), uang saku bulanan, dan Indeks Prestasi Kumulatif), karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan orang tua), pendidikan kewirausahaan (formal dan nonformal), sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha.

Tabel 3 Variabel, skala, dan keterangan

No Variabel

Interval Penelitian ini mengkategorikan IPK menjadi:

Rasio Penelitian ini mengkategorikan uang saku bulanan menjadi:

1.Rendah (<Rp.500.000)

2.Sedang(Rp500.000-Rp1.000.000) 3.Tinggi (>Rp.1.000.000)

6. Pendidikan orang tua (lama pendidikan)

Rasio Penelitian ini mengkategorikan pendidikan orang tua menjadi: 1. Tidak sekolah (< 6 tahun) 2. Tamat SD (6 tahun) 3. Tamat SMP (9 tahun) 4. Tamat SMU (12 tahun)

5. Tamat akademi/PT (> 12 tahun) 7. Pekerjaan orang tua

(Azzahra 2009)

Nominal 1. Wirausaha 2. Non wirausaha 8. Pendidikan kewira-

usahaan formal

Rasio Jumlah keikutsertaan mata kuliah

9. Pendidikan kewira- usahaan nonformal

Rasio Jumlah keikutsertaan program, se- minar, dan pelatihan kewirausahaan

10. Sikap (skor) Ordinal -

11. Norma subjektif (skor) Ordinal - 12. Kontrol perilaku (skor) Ordinal - 13. Intensi Berwirausaha

(skor)

Ordinal -

(21)

Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) diperoleh dari Direktorat Kemahasiswaan dan mengenai Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM) diperoleh dari Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) atau Career Development and Alumni Affairs (CDA).

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menyebarkan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Setiap responden diberikan satu paket kuesioner untuk diisi dengan menggunakan metode self-report. Skala yang digunakan adalah skala nominal, ordinal, rasio, dan interval dengan kategori yang telah disesuaikan dengan jenis variabel yang diukur.

Pengolahan dan Analisis Data

Instrumen yang dibuat harus diuji reliabilitasnya. Uji reliabilitas adalah uji keterandalan instrumen yang digunakan dalam penelitian yang akan mampu mengungkapkan informasi yang sebenarnya di lapangan. Instrumen yang diukur reliabilitasnya adalah sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Besarnya reliabilitas pada variabel sikap sebesar 0,955, norma subjektif sebesar 0,773, kontrol perilaku sebesar 0,725, dan intensi berwirausaha sebesar 0,866 (Lampiran 1).

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Data yang dikumpulkan dari kuesioner diolah melalui proses editing, coding, scoring, dan entry data ke komputer, cleaning data, dan analize data. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan analisis deskriptif dan inferensia. Analisis data inferensia yang digunakan dalam penelitian ini mencakup uji korelasi dan uji regresi linear berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik contoh (jenis kelamin, umur, suku (daerah), uang saku bulanan, dan Indeks Prestasi Kumulatif), karakteristik keluarga (pendidikan dan pekerjaan orang tua), pendidikan kewirausahaan (secara formal dan nonformal), sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha.

Rumus untuk mengetahui sikap adalah sebagai berikut:

n AB = ∑ bi . ei

(22)

Keterangan : AB = sikap terhadap perilaku tertentu

b = kepercayaan terhadap perilaku tersebut yang mengarahkan pada konsekuensi atau hasil

i = hasil (outcome)

e = evaluasi seseorang terhadap hasil

n = jumlah kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku tertentu

Rumus untuk mengetahui norma subjektif adalah sebagai berikut: n

SN = ∑ bi . mi i=1

Keterangan : SN = norma subjektif bi = kepercayaan normatif

mi = motivasi untuk mengikuti sejumlah n referensi atau i

Rumus untuk mengetahui kontrol perilaku adalah sebagai berikut: PBC = ∑ Ci . Pi

Keterangan : PBC = kontrol perilaku

Ci = control belief strength (kekuatan keyakinan seseorang bahwa ia bisa berbuat sesuatu)

Pi = control belief power (keyakinan seseorang akan adanya hambatan atau dukungan untuk melakukan suatu perbuatan)

Pemberian skor ditujukan pada variabel sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Skor pada variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku tersebut dikalikan antara dua komponennya lalu dijumlahkan sesuai dengan model TPB. Setelah didapat skor total lalu dikategorikan dengan kategori rendah, sedang, dan tinggi. Sikap terdiri dari 14 pertanyaan yaitu masing-masing 7 pertanyaan kepercayaan dan 7 pertanyaan evaluasi dengan nilai skor minimal 7 dan nilai skor maksimal 175. Kategori pada variabel sikap terdiri dari rendah (7-63), sedang (64-119), dan tinggi (120-175). Norma subjektif terdiri dari 4 pertanyaan yaitu masing-masing 2 pertanyaan kepercayaan normatif dan 2 pertanyaan motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan dengan nilai skor minimal 2 dan nilai skor maksimal 50. Kategori pada variabel norma subjektif terdiri dari rendah (2-18), sedang (19-34), dan tinggi (35-50).

(23)

maksimal 15. Kategori pada variabel intensi berwirausaha terdiri dari rendah (3-7), sedang (8-11), dan tinggi (12-15). Interval kelas digunakan untuk mengkategorikan variabel sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi berwirausaha. Interval kelas dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Keterangan : Pengelompokkan kategori adalah sebagai berikut: Rendah = NR sampai (NR + I)

Sedang = (NR + I) + 1 sampai (NR + 2 I) Tinggi = (NR + 2 I) + 1 sampai NT

Uji korelasi dilakukan untuk menganalisis adanya hubungan antara karakteristik individu, kerakteristik keluarga dan pendidikan kewirausahaan dengan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi kewirausahaan contoh. Selain itu juga, untuk menganalisis adanya hubungan antara sikap, norma subjektif, kontrol perilaku terhadap intensi berwirausaha.

Uji regresi linear berganda digunakan untuk memprediksi perilaku dari variabel dependen dengan menggunakan lebih dari dua independen. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi intensi berwirausaha berdasarkan Theory of Planned Behavior (TPB) adalah sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirumuskan sebagai berikut:

Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε Keterangan:

Y = intensi berwirausaha X2 = norma subjektif (skor)

a = unstandardrized coefficient β X3 = kontrol perilaku (skor)

b = konstanta ε = galat

X1 = sikap (skor)

Uji regresi linear berganda juga digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha dengan menggunakan variabel dalam Theory of Planned Behavior (TPB) yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku serta menambahkan pekerjaan ayah, jumlah pendidikan kewirausahaan formal, jumlah pendidikan kewirausahaan nonformal yang diikuti contoh.

Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + ε Keterangan:

Y = intensi berwirausaha

a = unstandardrized coefficient β

b = konstanta

X1 = pekerjaan ayah (0 = non wirausaha, 1 = wirausaha)

Skor Maksimum (NT) – Skor Minimum (NR) Interval Kelas (I) =

(24)

X2 = jumlah pendidikan kewirausahaan formal yang diikuti contoh (skor)

X3 = jumlah pendidikan kewirausahaan nonformal yang diikuti contoh (skor)

X4 = sikap (skor)

X5 = norma subjektif (skor)

X6 = kontrol perilaku (skor)

ε = galat

Pengelompokkan data pendidikan kewirausahaan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok pendidikan kewirausahaan formal, nonformal, serta kombinasi formal dan nonformal. Kelompok kombinasi formal dan nonformal adalah contoh yang mengikuti pendidikan kewirausahaan formal dan pendidikan kewirausahaan nonformal. Skor pada jumlah pendidikan kewirausahaan formal diperoleh dari jumlah mata kuliah yang berhubungan dengan kewirausahaan yang diikuti contoh. Sementara itu, skor pada jumlah pendidikan kewirausahaan nonformal diperoleh dari jumlah keikutsertaan contoh dalam program kewirausahaan (PKMK, PPKM, dan UKM Century), seminar kewirausahaan, dan pelatihan kewirausahaan baik yang diadakan oleh IPB maupun non IPB.

Contoh yang belum pernah mengikuti kegiatan kewirausahaan nonformal masing-masing diberi skor 0 di setiap kegiatan. Skor pada setiap tahapan PKMK berbeda-beda yaitu contoh yang ikut sampai proposal diberi skor 1, didanai diberi skor 2, sampai pada tahap PIMNAS diberi skor 3, dan apabila menang di PIMNAS diberi skor 4. Sama halnya dengan PKMK, skor pada setiap tahapan PPKM juga berbeda-beda yaitu contoh yang ikut sampai pada tahap mendaftar diberi skor 0,5, Stadium General diberi skor 1, pelatihan diberi skor 2, psikotest diberi skor 3, menyusun rencana bisnis diberi skor 4, memperoleh modal kerja diberi skor 5, dan masih berwirausaha hingga penelitian diambil diberi skor 6. Contoh yang menjadi anggota Century diberi skor 2. Sementara itu, contoh yang mengikuti seminar kewirausahaan diberi skor 1 dan pelatihan kewirausahaan diberi skor 2.

Definisi Operasional

Jenis kelamin adalah perbedaan contoh antara kategori laki-laki dan perempuan.

Umur adalah usia yang dimiliki oleh contoh dinyatakan dalam tahun dan berkisar antara remaja akhir dan dewasa awal.

Suku (daerah) adalah suku asal keluarga yang diakui contoh.

(25)

Indeks Prestasi Kumulatif adalah nilai yang menunjukkan prestasi akademik atau kemajuan belajar contoh secara kumulatif yang dicapai mulai dari semester 1 sampai semester terakhir yang dilalui untuk semua mata kuliah yang ditempuh.

Pendidikan orang tua adalah lama pendidikan yang ditempuh orang tua contoh. Skor satu jika orang tua tidak bersekolah atau tidak tamat SD (< 6 tahun), skor dua jika pendidikan orang tua tamat SD (6 tahun), skor tiga jika pendidikan orang tua tamat Sekolah Menengah Pertama (9 tahun) atau sederajat, skor empat jika orang tua tamat Sekolah Menengah Atas (12 tahun). Terakhir, skor lima jika pendidikan orang tua mencapai akademi atau perguruan tinggi (>12 tahun).

Pekerjaan orang tua adalah usaha yang dilakukan orang tua contoh untuk memperoleh uang. Skor satu jika pekerjaan orang tua sebagai wirausaha, sedangkan skor dua jika pekerjaan orang tua bukan sebagai wirausaha. Pendidikan kewirausahaan formal adalah keikutsertaan contoh dalam mata

kuliah yang berhubungan dengan perilaku berwirausaha yaitu Kewirausahaan, Resiko Bisnis serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis. Pendidikan kewirausahaan nonformal adalah keikutsertaan contoh dalam

kegiatan kewirausahaan nonformal yang ada di IPB, yang terdiri dari Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM) yang diadakan DPKHA tahun 2010 beserta tahapannya, Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) yang diadakan oleh Dikti tahun 2010 beserta tahapannya, dan UKM Century kepengurusan 2008-2011. Selain itu, ditambahkan dari keikutsertaan contoh dalam seminar dan pelatihan kewirausahaan baik yang dilakukan oleh IPB maupun non IPB.

Sikap adalah suatu faktor yang ada dalam diri contoh yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara konsisten yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu yang diberikan.

Norma subjektif adalah persepsi terhadap pikiran pihak-pihak yang dianggap berperan dan memiliki harapan kepada contoh untuk melakukan sesuatu dan sejauh mana keinginan untuk memenuhi harapan tersebut.

Kontrol perilaku adalah persepsi contoh tentang betapa mudah dan sulitnya untuk berperilaku tertentu.

(26)

HASIL

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan lembaga pendidikan tinggi sebagai kelanjutan dari lembaga pendidikan menengah dan tinggi pertanian serta kedokteran hewan yang dimulai pada awal abad ke-20 di Bogor. Jumlah mahasiswa IPB program Sarjana setiap tahunnya selalu meningkat dikarenakan bertambahnya peminat yang ingin meneruskan pendidikan ke IPB untuk mengambil jenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk meningkatkan sumberdaya manusia. Hal ini sesuai dengan visi Institut Pertanian Bogor, yaitu ”Menjadi universitas riset terkemuka di Asia dengan kompetensi utama pertanian tropika,

berkarakter kewirausahaan, dan bersendikan keharmonisan” (Panduan Program

Sarjana 2008).

Berdasarkan visi IPB, terlihat jelas bahwa pengembangan jiwa kewirausahaan menjadi salah satu titik penting bagi pembinaan kemahasiswaan di IPB. Oleh karena itu, IPB melalui Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) yang juga dikenal dengan sebutan CDA (Career Development and Alumni Affairs) menyelenggarakan Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PKMK). Program ini diadakan dalam rangka menjaring potensi berwirausaha di kalangan mahasiswa IPB untuk dikembangkan menjadi wirausaha yang sukses dengan memberikan bantuan modal usaha dalam jumlah yang memadai, pendampingan usaha, dan pembinaan terarah dengan melibatkan para pengusaha mitra, alumni, dan pihak lainnya yang berkompeten dalam pengembangan kewirausahaan (Azzahra 2009).

(27)

survai pasar, karena relevansinya tinggi terhadap terbukanya peluang perolehan profit bagi mahasiswa. Selain itu juga, direktorat Kemahasiswaan IPB menaungi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di dalam pengembangan kewirausahaan yaitu UKM Century (Center of Entrepreneurship Development for Youth) yang bertujuan untuk meningkatkan jiwa kepemimpinan dan kreatifitas kewirausahaan mahasiswa, membentuk mahasiswa yang mandiri, professional dan berdaya saing tinggi serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa dalam berwirausaha (Panduan Kemahasiswaan IPB 2008).

Selain itu, di IPB juga diselenggarakan mayor Agribisnis dan menawarkan minor Pengembangan Usaha Agribisnis dan minor Kewirausahaan Agribisnis. dengan mata kuliah Dasar-Dasar Bisnis, Tataniaga Produk Agribisnis, Perencanaan Bisnis, dan Studi Kelayakan Bisnis yang bisa diambil pada semester ganjil. Sementara itu, mata kuliah Kewirausahaan, Resiko Bisnis serta Negosiasi dan Advokasi Bisnis bisa diambil pada semester genap. Mata Kuliah tersebut bisa diambil oleh mahasiswa IPB pada strara Sarjana yang mengambil minor tersebut (Panduan Program Sarjana 2008).

Karakteristik Contoh

Usia

Usia contoh pada penelitian ini berkisar antara 18 sampai 23 tahun. Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar contoh pada kelompok nonformal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal berusia 21 tahun dengan persentase masing-masing sebesar sembilan persen dan 21 persen dari total persen keseluruhan contoh. Sementara itu, sebagian besar contoh pada kelompok formal berusia 20 tahun dengan persentase sebesar 14 persen.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi usia contoh

(28)

Rata-rata std 19,95 1,025 20,95 1,090 20,90 0,882 20,54 1,086

Tidak ada contoh yang berusia 18 tahun pada kelompok nonformal serta kombinasi formal dan nonformal. Sementara itu, pada kelompok formal, tidak ada contoh yang berusia 23 tahun. Rata-rata usia menunjukkan contoh dari kelompok nonformal memiliki usia yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok formal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap minat berwirausaha mengingat adanya perbedaan terhadap pandangan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan menganggap pekerjaan bukanlah hal yang penting karena masih dihadapkan pada tuntutan tradisional yang lebih besar yaitu menjadi istri dan ibu rumah tangga. Sementara itu, laki-laki lebih berusaha dalam berwirausaha karena nantinya akan menjadi pencari nafkah untuk keluarga. Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa secara keseluruhan contoh yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, yaitu 28 persen pada kelompok formal, sembilan persen pada kelompok nonformal, serta 24 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Namun, contoh pada kelompok kombinasi formal dan nonformal yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan persentase sebesar 13 persen.

(29)

yang berasal dari suku Minang hanya sebesar 13 persen dengan rincian sebesar lima persen pada kelompok formal, dua persen pada kelomok nonformal, serta enam persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh yang berasal dari suku Minang pada kelompok kombinasi formal dan nonformal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok formal dan kelompok nonformal.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan suku (daerah) dan pendidikan

*Keterangan : suku Kaili, Tionghoa, Aceh, Mandar

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) merupakan angka yang menunjukkan prestasi akademik atau kemajuan belajar mahasiswa secara kumulatif yang dicapai mulai dari semester satu sampai dengan semester paling akhir untuk semua mata kuliah yang ditempuh (Anonim 2009). Tabel 7 menunjukkan bahwa IPK sebagian besar contoh secara keseluruhan berada pada kisaran 2,76-3,50. Rinciannya pada kelompok formal sebesar 25 persen, 16 persen pada kelompok nonformal, serta 28 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan Indeks Prestasi Kumulatif dan pendidikan

kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi IPK contoh

(30)

kombinasi formal dan nonformal. Sementara itu, pada kelompok formal, contoh yang memiliki IPK di bawah 2,75 dan di atas 3,50 mempunyai persentase yang sama yaitu sebesar tujuh persen. Rata-rata IPK menunjukkan contoh dari kelompok pendidikan kewirausahaan formal memilki IPK yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok nonformal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal.

Uang Saku Bulanan

Uang saku bulanan adalah uang yang diterima mahasiswa setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang berasal dari orang tua, beasiswa, hasil dari bekerja, berwirausaha dan lain-lain. Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh secara keseluruhan mempunyai uang saku bulanan yang berada pada kisaran Rp 500.000 hingga Rp. 1.000.000 yaitu sebesar 32 persen pada kelompok formal, 18 persen pada kelompok nonformal, serta 34 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Persentase uang saku bulanan contoh terkecil berada di bawah Rp. 500.000 yaitu masing-masing satu persen pada kelompok formal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal. Sementara itu, pada kelompok nonformal, contoh yang memiliki uang saku bulanan di bawah Rp. 500.000 dan di atas Rp. 1.000.000 mempunyai persentase yang sama yaitu sebesar dua persen.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan uang saku bulanan dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi uang saku bulanan contoh

No Uang Saku Bulanan (Rp/bulan)

Pendidikan Kewirausahaan (%)

(31)

dibandingkan dengan kelompok nonformal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal.

Sumber uang saku bulanan contoh bisa berasal dari orang tua, beasiswa, bekerja pada orang lain, dan bekerja secara mandiri atau berwirausaha. Selain itu, uang saku bulanan tidak selalu berasal dari satu sumber saja. Berdasarkan Tabel 9, sumber uang saku bulanan contoh sebagian besar pada ketiga kelompok pendidikan kewirausahaan berasal dari orang tua yaitu pada kelompok formal sebesar 23,3 persen dari total persen keseluruhan contoh, pada kelompok nonformal sebesar 13,0 persen, serta pada kelompok kombinasi formal dan nonformal sebesar 24,7 persen.

Sumber uang saku contoh dengan persentase terkecil berasal dari hasil bekerja pada orang lain dan berwirausaha masing-masing sebesar dua persen pada kelompok formal dan 1,4 persen pada kelompok nonformal. Sementara itu, persentase terkecil pada kelompok kombinasi formal dan nonformal berasal dari hasil bekerja yaitu sebesar 3,4 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber uang saku bulanan contoh dari hasil berwirausaha pada kelompok kombinasi formal dan nonformal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok formal dan kelompok nonformal.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan sumber uang saku bulanan dan pendidikan kewirausahaan *keterangan: jawaban boleh lebih dari satu

Karakteristik Keluarga Contoh

Pekerjaan Orang Tua

(32)

Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase terbesar pekerjaan ayah contoh pada kelompok formal dan kelompok nonformal masing-masing adalah swasta sebesar 13 persen dan PNS sebesar tujuh persen. Persentase terbesar pekerjaan ayah contoh pada kelompok kombinasi formal dan nonformal adalah PNS sebesar 11 persen. Sementara itu, persentase terkecil pekerjaan ayah pada kelompok formal adalah sebagai pensiun sebesar dua persen, serta pekerjaan ayah pada kelompok kombinasi formal dan nonformal masing-masing sebesar tiga persen adalah swasta dan tidak bekerja. Tidak ada ayah contoh pada kelompok nonformal yang tidak bekerja. Ayah contoh yang menjadi seorang wirausaha hanya tujuh persen pada kelompok formal, empat persen pada kelompok nonformal, dan 10 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerjaan ayah contoh sebagai wirausaha pada kelompok kombinasi formal dan nonformal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok formal dan kelompok nonformal.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dan pendidikan

*Keterangan : sopir, petani, buruh

(33)

nonformal, pada kelompok formal dan kelompok nonformal tidak ada ibu contoh yang bekerja sebagai buruh. Ibu contoh yang menjadi seorang wirausaha hanya lima persen pada kelompok formal, dua persen pada kelompok nonformal, serta 10 persen pada kelompok kombinasi formal dan nonformal. Sama halnya dengan pekerjaan ayah, pekerjaan ibu contoh sebagai wirausaha pada kelompok kombinasi formal dan nonformal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok formal dan kelompok nonformal.

Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak, dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan dan pendidikan anaknya. Setiap orang tua mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda-beda dari segi kualitas maupun kuantitas (Soetjiningsih 1995).

Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase terbesar jenjang pendidikan ayah contoh sampai Perguruan Tinggi pada kelompok formal sebesar 21 persen dan 12 persen pada kelompok nonformal. Sementara itu, pada kelompok kombinasi formal dan nonformal jenjang pendidikan ayah contoh sampai SMA sebesar 17 persen. Persentase terkecil jenjang pendidikan ayah contoh pada kelompok formal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal adalah tidak sekolah masing-masing sebesar dua persen dan satu persen, pada kelompok nonformal tidak ada ayah contoh yang jenjang pendidikannya sampai SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ayah contoh sampai Perguruan Tinggi pada kelompok formal lebih banyak dibandingkan dengan kelompok nonformal dan kelompok kombinasi formal dan nonformal.

(34)

contoh sampai Perguruan Tinggi pada kelompok formal lebih banyak dibandingkan dengan dua kelompok lainnya.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua dan pendidikan

Melalui pendidikan formal, belajar kewirausahaan dapat dilakukan melalui mata kuliah kewirausahaan yang bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses kewirausahaan, tantangan yang dihadapi para pendiri usaha baru dan masalah yang harus diatasi agar berhasil. Rahmawati (2000) mengatakan bahwa paket pendidikan kewirausahaan pada pendidikan formal akan membentuk siswa untuk mengejar karir kewirausahaan. Oleh karena itu, meski pendidikan formal bukan syarat untuk memulai usaha baru, pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memberi dasar yang baik apalagi bila pendidikan formal tersebut terkait dengan bidang usaha yang dikelola (Riyanti 2003).

(35)

mengikuti mata kuliah dalam pendidikan kewirausahaan formal sebesar 14,0 persen pada Mata Kuliah Resiko Bisnis.

Gambar 5 Grafik sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan dalam pendidikan kewirausahaan formal

Jumlah mata kuliah dalam pendidikan formal yang diikuti contoh bermacam-macam. Berdasarkan Gambar 6, sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan jumlah mata kuliah dalam pendidikan formal menunjukkan persentase terbesar contoh hanya mengikuti satu mata kuliah diantara tiga mata kuliah dalam pendidikan formalnya yaitu sebesar 35 persen. Sementara itu, contoh yang mengikuti dua mata kuliah dan tidak mengikuti mata kuliah satupun masing-masing sebesar 28 persen dan 22 persen. Persentase terkecil jumlah mata kuliah dalam pendidikan kewirausahaan formal yang diikuti contoh adalah tiga mata kuliah sebesar 15 persen.

Gambar 6 Grafik sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan jumlah mata kuliah dalam pendidikan kewirausahaan formal

Persentase

Mata Kuliah

Persentase

(36)

Pendidikan Kewirausahaan Nonformal

Kram et al dalam Farzier dan Niehm (2008) menemukan bahwa pendidikan dan pelatihan mempengaruhi persepsi orang terhadap karir kewirausahaan, dengan menyediakan kesempatan untuk mensimulasikan memulai usaha. Pendidikan kewirausahaan nonformal dilihat dari keikutsertaan contoh dalam program kewirausahaan (Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM), dan Unit Kegiatan Mahasiswa Century) yang ada di Institut Pertanian Bogor untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa. Selain itu juga dilihat dari keikutsertaan contoh dalam seminar kewirausahaan dan pelatihan kewirausahaan baik yang diadakan oleh pihak IPB maupun non IPB.

Tabel 12 menunjukkan bahwa persentase keikutsertaan contoh pada program kewirausahaan dalam pendidikan kewirausahaan nonformal yaitu sebesar 52,3 persen mengikuti PKMK, 29 persen mengikuti PPKM, dan dua persen mengikuti UKM Century. Persentase terbesar dalam tahapan PKMK yang diikuti contoh adalah sampai didanai sebesar 35,4 persen. Contoh yang mengikuti PKMK sampai tahapan proposal dan menang di PIMNAS masing-masing mempunyai persentase sebesar 15,9 persen dan satu persen. Tidak ada contoh yang mengikuti PKMK sampai tahapan PIMNAS.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan keikutsertaan dalam pendidikan kewirausahaan nonformal beserta tahapan-tahapannya

No Program Kewirausahaan* Total

(37)

Sementara itu, pada tahapan PPKM yang pernah diikuti contoh persentase terbesarnya adalah sampai Stadium General sebesar 14,9 persen. Contoh yang mengikuti PPKM dan sekarang masih berwirausaha hanya sebesar 3,8 persen. Selanjutnya, contoh yang mengikuti PPKM sampai menyusun rencana bisnis dan baru mendaftar PPKM mempunyai nilai persentase yang sama yaitu sebesar 2,8 persen. Contoh yang mengikuti PPKM sampai tahapan pelatihan dan psikotest mempunyai persentase masing-masing sebesar 1,9 persen. Persentase terkecil contoh yang mengikuti PPKM adalah sampai tahapan modal kerja hanya 0,9 persen.

Beberapa seminar dan pelatihan kewirausahaan juga sering diadakan di IPB baik diselenggarakan oleh pihak IPB sendiri maupun pihak non IPB. Pelatihan dan seminar kewirausahaan dari IPB dan non IPB termasuk pendidikan kewirausahaan nonformal contoh selain program kewirausahaan sepserti PKMK, PPKM, dan UKM Century. Pelatihan yang diselenggarakan oleh IPB ini adalah di luar pelatihan pada program PPKM.

Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa persentase keikutsertaaan contoh dalam seminar kewirausahaan dan pelatihan kewirausahaan baik diselenggarakan oleh IPB maupun non IPB adalah sebesar 34 persen mengikuti seminar dari IPB, 13 persen mengikuti pelatihan dari IPB, 20 persen mengikuti seminar dari non IPB, dan tujuh persen mengikuti pelatihan dari non IPB. Secara umum, jumlah seminar dan pelatihan kewirausahaan yang diikuti contoh sebanyak 1-2 kali yaitu pada seminar dari IPB sebesar 30 persen, 12 persen pada pelatihan dari IPB, 18 persen pada seminar non IPB, dan enam persen pada pelatihan non IPB. Tidak ada contoh yang mengikuti seminar dari IPB, pelatihan dari IPB, dan pelatihan dari non IPB lebih dari atau sama dengan lima kali. Hanya satu persen contoh yang mengikuti seminar dari non IPB lebih dari atau sama dengan lima kali.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jumlah keikutsertaan dalam seminar dan pelatihan kewirausahaan

No Seminar dan Pelatihan Jumlah Keikutsertaan Contoh (%)

Tidak pernah 1-2 kali 3-4 kali ≥ 5 kali

1 Seminar dari IPB 66 30 4 0

2 Pelatihan dari IPB 87 12 1 0

3 Seminar dari non IPB 80 18 1 1

(38)

Sikap

Sikap merupakan suatu faktor yang ada dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara konsisten yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu yang diberikan. Sikap terhadap perilaku memiliki dua aspek pokok, yaitu: kepercayaan perilaku dan evaluasi. Kepercayaan perilaku adalah keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap dapat pula berupa opini individu hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Evaluasi adalah penilaian seseorang terhadap hasil-hasil yang dimunculkan dari suatu perilaku. Evaluasi akan berakibat pada perilaku penilaian yang diberikan individu terhadap tiap-tiap akibat atau hasil yang diperoleh oleh individu (Fishbein & Azjen 1975).

Komponen sikap pada penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu kepercayaan berwirausaha dan evaluasi berwirausaha. Berdasarkan data yang diambil pada aspek kepercayaan berwirausaha menunjukkan bahwa sebagian besar contoh menyatakan sangat mungkin jika berwirausaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan yaitu sebesar 66 persen, sangat setuju berwirausaha agar menjadi orang yang kreatif sebesar 49 persen, dan sangat mungkin berwirausaha untuk mengurangi pengangguran sebesar 48 persen. Hal ini sejalan dengan aspek evaluasi berwirausaha contoh yang menunjukkan bahwa sebagian besar contoh menyatakan sangat baik jika menciptakan lapangan pekerjaan dengan berwirausaha yaitu sebesar 67 persen, sangat baik jika mengurangi pengangguran dengan berwirausaha sebesar 67 persen, dan sangat berharga jika menjadi orang yang kreatif dengan berwirausaha sebesar 52 persen (Lampiran 2).

(39)

pada kelompok formal lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok nonformal serta kelompok kombinasi formal dan nonformal.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap dan pendidikan kewirausahaan serta rataan dan standar deviasi sikap berwirausaha contoh

Komponen intensi lainnya dalam intensi berwirausaha adalah norma subjektif. Norma subjektif adalah persepsi contoh terhadap pikiran pihak-pihak yang dianggap berperan dan memiliki harapan kepadanya untuk melakukan sesuatu dan sejauh mana keinginan untuk memenuhi harapan tersebut. Norma subjektif dibentuk oleh dua aspek, yakni: keyakinan normatif dan motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan. Keyakinan normatif merupakan pandangan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Sedangkan motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan merupakan kesediaan individu untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan pendapat atau pikiran pihak lain yang dianggap penting bahwa individu harus atau tidak harus menampilkan perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen 1975).

Gambar

Gambar 3 Model Theory of Planned Behavior (TPB)
Tabel 3 Variabel, skala, dan keterangan
Tabel 4   Sebaran contoh berdasarkan usia dan pendidikan kewirausahaan serta
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dan pendidikan      kewirausahaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karya Tulis Yang Pernah Dipublikasikan (minimal 2 karya

[r]

Berdasarkan dari hasil data tersebut dapat diketahui bahwa H0 diterima yang berarti variabel Struktur Aktiva secara parsial berpengaruh negatif tidak signifikan pada

Jika pasien menolak rencana asuhan medis tanpa memberi tahu siapapun di dalam rumah sakit atau ada pasien rawat jalan yang menerima pelayanan kompleks atau

Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi semacam tanya jawab secara langsung antara penyelidik dengan subjek berupa percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi

Peningkatan jumlah bubur buah sirsak dengan bubur bit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap parameter yang diamati yaitu meningkatkan kadar