• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

KECUKUPAN NUTRIEN MAKRO PADA SAPI PEJANTAN

DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

JAWA BARAT

SKRIPSI

ANA MAWAR IRIANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

i RINGKASAN

ANA MAWAR IRIANI. D240612983. 2011. Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Suryahadi, DEA.

Ketersediaan bibit merupakan salah satu faktor paling dominan dalam keberhasilan sebuah usaha peternakan, baik pada usaha peternakan sapi perah ataupun peternakan sapi potong. Selain itu ketersediaan bibit juga merupakan masalah nasional. Bibit yang baik dan berkualitas dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pakan tersebut harus memiliki kualitas baik dan diberikan dengan kuantitas yang mencukupi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kecukupan nutrien makro pakan yang diberikan kepada sapi pejantan terkait dengan kondisi fisiologis dan kualitas semen pada sapi pejantan tersebut.

Penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari catatan pemberian pakan dan kondisi sapi pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Jawa Barat. Sapi pejantan yang dipelihara terdiri dari bangsa Frisian Holstein (FH), Limousin, Simmental, Angus, Brangus, Brahman, dan Ongole dengan bobot badan dan umur yang berbeda. Data diperoleh dari 75 ekor sapi pejantan yang diamati pada tahun 2010. Pakan sapi pejantan dievaluasi berdasarkan bobot badan per bangsa sapi. Pakan yang diberikan berupa hijauan rumput Gajah (Pennisetum purpureum), pucuk tebu serta rumput kering dan konsentrat dan toge. Ransum diberikan berdasarkan bobot badan. Umur tidak dipertimbangkan dalam penentuan jumlah pemberian ransum.

Data menunjukkan bahwa terdapat kelebihan jumlah nutrien makro dalam ransum yang diberikan. Pejantan dapat menghasilkan sperma yang berkualitas walaupun umurnya sudah tua. Kelebihan nutrien makro yang diberikan memastikan bahwa kebutuhan nutrien untuk hidup pokok dan produksi dapat terpenuhi. Kondisi tersebut mampu mempertahankan kualitas sperma yang dibuat menjadi sperma beku. Permasalahan yang timbul diduga dari kurangnya kecukupan dan ketidakseimbangan dari nutrien mikro, diantaranya adalah kandungan Ca dan P dalam ransum.

(3)

ii ABSTRACT

Macro Nutrient Sufficiency in Bulls in the Institute for Artificial Insemination Lembang, West Java

A.M. Iriani, T. Toharmat, and Suryahadi

The shortage of replacement stock is a limiting factor in development of dairy and beef industry in Indonesia. Availability and performance of the replacement stock is influenced by feed availability and feeding management. The objective of this study was to evaluate the nutrient sufficiency in Bulls reared in the Institute for Artificial Insemination (BIB), Lembang - West Java. Information on feeding management, physiological condition and semen production recorded from 75 bulls was evaluated. The breed of bulls were Frisian Holstein (FH), Limousine, Simmental, Angus, Brangus, Brahman, and Ongole. They varied in their age and body weight. Feed offered were elephant grass, sugarcane top, hay, tauge and concentrate. Total feed offered was based on the body weight. Result indicated that the makro nutrients in the rations offered to the bulls was inacxess. Bulls produce high quality semen, therefore the bull has obtained the sufficient ammount of nutrient for reproduktif and milk production. Health problem of bulls was assciated with the inbalance nutrient intake.

(4)

KECUKUPAN NUTRIEN MAKRO PADA SAPI PEJANTAN

DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

JAWA BARAT

ANA MAWAR IRIANI D24061298

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat

Nama : Ana Mawar Iriani

NIM : D24061298

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc) (Dr. Ir. Suryahadi, DEA) NIP : 19590902 198303 1 003 NIP :19561124 198103 1 002

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr) NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

v RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1988 di Jakarta Selatan. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suwarto dan Ibu Yariyatun.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Budi Mulia Ciledug, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 11 Jakarta Selatan dan pendidikan lanjutan menegah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 90 Jakarta Selatan. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007.

(7)

vi KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat.”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil studi lapang pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010 berlokasi di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang yang beralamat di Jalan Kiwi Ayu Ambon 78 Lembang, Bandung, Jawa Barat. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengevaluasi kecukupan nutrien dalam pakan sapi pejantan yang diberikan di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Diharapkan skripsi ini dapat memberi gambaran tentang kecukupan nutrien untuk sapi pejantan di daerah tropis.

Skripsi ini membahas kecukupan pakan dalam memenuhi kebutuhan nutrien sapi pejantan pada setiap bobot badan yang berbeda. Tahapan penulisan skripsi diawali dengan pembuatan proposal dan dilanjutkan dengan pengambilan data pada bulan Juni 2010. Setelah pengambilan data selesai, Penulis memasuki tahap yang terakhir yaitu mengolah data dan menyusun tulisan.

Penulis menyadari masih terdapat beberapa kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan pembelajaran dimasa yang akan datang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan informasi tambahan kepada yang membacanya.

Bogor, Mei 2011

(8)
(9)

viii

Sapi Simmental ... 23

Sapi Limousin ... 25

Sapi Brangus ... 26

Sapi Angus ... 28

Sapi Frisien Holstein (FH) ... 29

Kondisi Fisiologis Sapi Pejantan ... 30

Ureum dan Kreatinin ... 30

Mineral Ca dan P ... 31

Produksi Semen Sapi Pejantan ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

UCAPAN TERIMA KASIH ... 35

(10)

ix

Metabolisme, Mati, Diafkir atau Dipotong Paksa pada Tahun 2009 … 16 5. Bangsa dan Nama Sapi Pejantan yang Mengalami Gangguan

Metabolisme dan Mati pada Tahun 2010 ……….. 16 6. Kandungan Nutrien Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang

Diberikan kepada Sapi Pejantan Berbagai Bangsa di BIB Lembang … 18 7. Kandungan Nutrien Dua Jenis Konsentrat yang Dipakai Sebagai

Komponen Ransum Sapi Pejantan di BIB Lembang ……… 19 8. Rataan Bobot Badan Sapi Pejantan Berdasarkan Bangsa di BIB

Lembang pada Tahun 2010 ………... 20

9. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Ongole di BIB Lembang pada Tahun 2010 ………. 22 10. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada

Bangsa Sapi Brahman di BIB Lembang pada Tahun 2010 …………... 23 11. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada

Bangsa Sapi Simmental di BIB Lembang pada Tahun 2010 ………… 25 12. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada

Bangsa Sapi Limousin di BIB Lembang pada Tahun 2010 ………….. 26 13. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada

Bangsa Sapi Brangus di BIB Lembang pada Tahun 2010 ……… 28 14. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada

Bangsa Sapi Angus di BIB Lembang pada Tahun 2010 ………... 29 15. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada

Bangsa Sapi Friens Holstein (FH) di BIB Lembang pada Tahun 2010

……… 30 16. Rataan Kandungan Kreatinin, Ureum, Ca, dan P untuk Setiap Bangsa

Sapid dan Sapi yang Mati di BIB Lembang Tahun 2010 ………. 32 17. Rata-Rata Produksi Semen Setiap Bangsa Sapi Pejantan di BIB

(11)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Sapi Ongole ... 21

2. Sapi Brahman ... 23

3. Sapi Simmental ... 24

4. Sapi Limousin ... 25

5. Sapi Brangus ... 27

6. Sapi Angus... 28

(12)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan bibit merupakan salah satu faktor paling dominan dalam upaya mencapai keberhasilan sebuah usaha peternakan, baik pada usaha peternakan sapi perah ataupun peternakan sapi potong. Ketersediaan bibit hingga saat ini merupakan masalah nasional. Bibit yang baik dan berkualitas dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pakan harus diupayakan tersedia secara berkesinambungan, berkualitas, dan diberikan dengan kuantitas yang memadai.

Pakan di daerah tropis umumnya berkualitas kurang baik, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut, manajemen pemberian pakan harus mendapat perhatian khusus. Pakan yang diberikan harus memiliki komposisi nutrien yang cukup dan seimbang. Pakan dengan komposisi nutrien yang cukup dan seimbang akan menghasilkan performa ternak yang baik.

Sapi pejantan unggul merupakan penghasil sperma yang dibekukan untuk didistribusikan dan digunakan dalam program inseminasi sejumlah besar sapi betina. Sperma dari sapi pejantan yang baik akan menghasilkan keturunan atau bibit yang baik. Kualitas sperma sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan. Pakan berkualitas buruk dengan kadar nutrien rendah dan tidak seimbang, maka dapat mengganggu metabolisme nutrien. Terganggunya metabolisme nutrien dalam tubuh ternak akan mengakibatkan gangguan pada spermatogenesis, kesehatan ternak bahkan dapat menimbulkan kematian. Gangguan kesehatan yang sering terjadi pada sapi pejantan dapat terkait dengan kelebihan atau kekurangan nutrien.

(13)

2 Tujuan

(14)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Pejantan

Sapi merupakan salah satu hewan ternak yang sering dipergunakan dalam usaha peternakan. Hal ini disebabkan banyaknya manfaat yang dihasilkan dari ternak sapi itu sendiri, antara lain daging dan susu. Menurut Blakely dan Bade (1998) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Animal Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Artiodaktil Sub Ordo : Ruminansia Familia : Bovidae Genus : Bos

Performan produksi dan reproduksi sapi ditentukan oleh induknya baik betina maupun pejantannya. Namun kualitas bibit sapi saat ini dikontrol melalui upaya memelihara pejantan yang khusus untuk diambil spermanya. Sehingga sapi pejantan merupakan salah satu ternak yang berperan sangat penting dalam usaha pembibitan.

Bahan Pakan

(15)

4 Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga (Tillman et al., 1991). Hijauan biasanya diberikan dalam bentuk segar, silase atau hay. Lubis (1992) mengemukakan bahwa pakan sebaiknya diberikan pada ternak dalam keadaan segar. Pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60:40, apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55:45 dan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64:36 (Parakkasi, 1999).

Pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung serat kasar rendah dan mudah dicerna. Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau pabrik pengolahan pangan, dan umbi- umbian. Jagung, menir, dedak, katul, bungkil, dan tetes juga termasuk kelompok kosentrat. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah.

Kebutuhan Nutrien Sapi Pejantan

(16)

5 Kebutuhan Bahan Kering

Bahan kering (BK) adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah dihilangkan airnya. Jumlah pemberian ransum dapat diperkirakan dari kebutuhan bahan kering. Jumlah bahan kering yang dapat dikonsumsi sapi sangat beragam, sesuai dengan kondisi lingkungan, berkisar 2,2%-3,0% dari bobot badan (Sutardi, 1981). Konsumsi bahan kering menurut Lubis (1992) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya: 1) faktor pakan yang meliputi daya cerna dan palatabilitas; dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur, dan kondisi kesehatan ternak. Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran pencernaan dan merangsang pembentukan enzim. Apabila ternak kekurangan bahan kering menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.

Kebutuhan Energi

Energi adalah sumber kemampuan untuk melakukan kerja dan dibutuhkan oleh semua proses hidup. Menurut Parakkasi (1999) ternak memanfaatkan energi untuk pertumbuhan dan produksi setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi. Tinggi rendahnya energi yang diperlukan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan itu sendiri. Kebutuhan energi akan meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan. Defisiensi energi yang parah dapat mengganggu reproduksi, sedangkan kelebihan energi dalam pakan akan mengakibatkan penimbunan jaringan adiposa dalam tubuh. Satuan energi dapat dinyatakan dalam satuan TDN (Total Digestable Nutrient) yaitu jumlah nutrien yang dapat dicerna (Ensminger et al., 1990).

(17)

6 Kebutuhan Protein

Selain energi, protein merupakan nutrien yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi. Ruminansia mendapatkan protein dari 3 sumber, yaitu protein mikrobia rumen, protein pakan yang lolos dari perombakan mikrobia rumen, dan sebagian kecil dari protein endogenus (Tillman et al., 1991). Tubuh memerlukan protein untuk membentuk, memperbaiki, dan menggantikan sel tubuh yang rusak. Protein dalam tubuh mengalami perombakan dan asam amino yang terbentuk dapat diubah menjadi energi jika diperlukan. Protein yang didapat dari pakan berasal dari tumbuhan yang biasa disebut protein nabati dan dari hewan yang disebut protein hewani (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).

Kondisi tubuh ternak yang normal dapat dipertahankan melalui konsumsi protein dalam jumlah yang cukup. Defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan konsumsi (Ensminger et al., 1990).

Asam amino merupakan komponen protein di dalam tubuh ternak ruminansia, dapat dibedakan menjadi asam amino yang dapat disintesis dan asam amino yang tidak dapat disintesis. Protein yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia dapat dinyatakan dalam bentuk protein kasar (PK) atau protein dapat dicerna (Prdd). Protein kasar adalah jumlah nitrogen (N) yang terdapat di dalam pakan dikalikan dengan 6,25; sedangkan Prdd adalah protein pakan yang dapat dicerna dan diserap dalam saluran pencernaan (Parakkasi, 1999). Menurut Anggorodi (1994) kekurangan protein pada sapi dapat menghambat pertumbuhan, sebab fungsi protein adalah untuk memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme, sumber energi, bahan baku pembentukan antibodi, enzim, dan hormon.

Kebutuhan Mineral

(18)

7 Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa terdapat 15 unsur mineral yang essensial dalam tubuh, termasuk unsur mineral makro dan mineral mikro. Unsur mineral makro diperlukan tubuh dalam jumlah relatif besar, mencakup K, Na, Ca, P, Mg, S, dan Cl. Sedangkan mineral mikro yang diperlukan oleh tubuh relatif lebih kecil dibandingkan dengan mineral makro, dan mineral mikro mencakup Zn, Cu, Fe, I, Mn, Se, Mo, Cr, dan Ni.

Status nutrisi mineral ternak sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral yang dikonsumsi. Konsumsi yang berlebihan sering menimbulkan keracunan, demikian pula sebaliknya, bila konsumsi mineral sangat rendah, akan mengakibatkan defisiensi. Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan tubuh ternak (Anggorodi, 1994). Kebutuhan mineral pada ternak, sering dinyatakan dalam bentuk % atau mg/kg ransum.

Parakkasi (1985) menyatakan bahwa kebutuhan mineral pada ternak dipengaruhi beberapa faktor, yaitu umur ternak, jenis dan tingkat produksi, jumlah dan bentuk ikatan mineral yang dikonsumsi, dan interaksi dengan nutrien lain. Defisiensi, ketidakserasian atau keracunan mineral dapat menghambat pertumbuhan dan tingkat produksi ternak yang berakibat buruk pada efisensi penggunaan pakan (Sutardi, 1982).

Mineral mikro yang mempunyai fungsi penting dalam metabolisme nutrien dalam tubuh salah satunya adalah Zn. Unsur Zn terlibat terutama dalam metabolisme asam nukleat dan protein dan juga dalam proses penggantian sel dan sangat penting dalam menunjang aktifitas enzim. Enzim yang mengandung Zn sangat banyak jumlahnya, antara lain anhidrase karbonat, urease, dehidrogenase glutamate, dan polimerase RNA dan DNA. Unsur Zn ditemukan terikat dengan kelenjar penghasil insulin dan juga digunakan dalam metabolisme vitamin A (Church dan Pond, 1988).

(19)

8 (testicular hypofunction) yang berdampak pada terganggunya proses spermatogenesis dan produksi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig.

Penyerapan Ca bergantung pada bentuk senyawa Ca tersebut yang berada dalam bahan pakan. Bila Magnesium (Mg) atau Phosphat (P) terlalu berlebihan, penyerapan Ca akan tertekan. Kecukupan unsur Ca ditunjukkan dengan kadar Ca darah yang normal. Kadar normal Ca serum darah pada sapi dewasa adalah 9-12 mg% (Thompson, 1978). Kadar Ca serum dapat berubah karena berbagai faktor diantaranya adalah tingkat konsumsi Ca dalam pakan. Kadar P dan Mg dalam ransum yang tinggi apat menekan penyerapan Ca, sehingga kadar Ca dalam darah dapat menurun (Danzier, 1984; Thompson, 1978).

Kadar P serum darah berkisar 4-6 mg% untuk sapi dewasa dan 6-8 mg% untuk sapi muda (Conrad, 1984). Kadar P darah sangat sensitif terhadap kekurangan P dalam bahan pakan. Kadar P di bawah normal dapat menunjukkan gejala defisiensi pada hewan. Kadar P dalam serum dapat bervariasi, karena adanya perubahan dalam jumlah konsumsinya (Thompson, 1978).

Kecernaan Nutrien

Kebutuhan ternak akan nutrien terdiri atas kebutuhan untuk hidup pokok, produksi, dan reproduksinya. Nutrien dalam ransum hendaknya tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang sebab keseimbangan nutrien dalam ransum sangat berpengaruh terhadap daya cerna (Tillman et al., 1991). Semakin tinggi kecernaan suatu bahan makanan maka menunjukkan bahwa bahan makanan tersebut berkualitas baik untuk dikonsumsi ternak dan dimanfaatkan untuk proses metabolisme tubuhnya. Hal ini disebabkan pada umumnya pakan dengan kandungan nutrien yang dapat dicerna tinggi, maka tinggi pula nilai gizinya (Suarti, 2001).

(20)

9 Gangguan Metabolis

Hasil metabolisme yang dibuang oleh ginjal yaitu ureum dan kreatinin. Dua macam hasil metabolisme protein tersebut berfungsi sebagai indikator derajat kesehatan ginjal. Apabila keduanya meningkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal tidak baik. Pada manusia jika tekanan darah meningkat, maka filtrasi meningkat, sehinga jumlah urin meningkat (poliuria). Jika tekanan darah menurun, maka filtrasi menurun sehingga jumlah urin sedikit (poliuria sampai anuria) (Listiaji, 2010).

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan untuk mengetahui adanya gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan sisa metabolisme ginjal yaitu ureum dan kreatinin. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari (Listiaji, 2010).

Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah mengalami deaminasi di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20-40 mg, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dikonsumsi dan fungsi hati dalam pembentukan ureum (Listiaji, 2010).

Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan kreatin fosfat yang terjadi di dalam otot. Kreatinin adalah metabolit dalam darah yang bersifat racun bagi sel, dan diproduksi jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan normal. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg berat badan (BB). Kadar kreatinin darah yang normal adalah 0,5-1,5 mg. Ekskresi kreatinin akan meningkat jika terjadi gangguan pada otot (Listiaji, 2010)

Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Gagal ginjal akut dibedakan menjadi GGA prarenal, GGA renal, dan GGA pasca renal.

Kualitas Semen Sapi

(21)

10 spesifik yaitu fruktosa, asam sitrat, inositol, sorbitol, glyserilphosphorylcholin, ergothionin, dan prostaglandin serta berisi senyawa inorganik antara lain K, Ca, dan bikarbonat (Hafez, 1980).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dari semen sapi yaitu makanan, konstituen makanan, suhu dan musim, frekuensi ejakulasi, libido, dan faktor-faktor fisik serta berbagai faktor lainnya (seperti penyakit, pengangkutan, umur, herediter, dan gerak badan). Kualitas semen sapi dapat dilihat dari warna semen yang dihasilkan, konsistensi semen, nilai motilitas dari spermatozoa, gerakan massa, gerakan individual, konsentrasi spermatozoa, dan jarak antar kepala sperma (DeJarnette et al., 1992).

(22)

11 MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2010 di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang yang berlokasi di Jalan Kiwi Ayu Ambon 78 Lembang, Bandung, Jawa Barat.

Materi

Ternak yang merupakan objek evaluasi pada penelitian ini adalah sapi pejantan yang terdapat pada Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung. Sapi pejantan yang dievaluasi kecukupan pakannya terdiri atas beberapa bangsa, seperti: Frisian Holstein, Limousin, Simmental, Angus, Brangus, Brahman, dan Ongole. Jumlah sapi yang diamati sebanyak 85 ekor pada tahun 2009 dan 75 ekor pada tahun 2010 dengan bobot badan dan umur yang berbeda. Sapi pejantan yang dievaluasi kecukupan pakannya adalah populasi sapi pejantan pada tahun 2010. Evaluasi pakan sapi pejantan tersebut dibedakan berdasarkan bangsa sapinya.

Metode

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non eksperimental. Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode studi kasus dengan obyek sapi pejantan yang berada di BIB Lembang. Tujuan dari studi kasus ini adalah mendapatkan gambaran secara mendetail tentang status nutrisi sapi pejantan tersebut. Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pengambilan data dan pengolahan data. Data yang dipergunakan di dalam penelitian ini terdiri atas data sekunder dari tahun 2009 dan 2010. Data sekunder dikumpulkan dari laporan bulanan yang dimiliki BIB Lembang, termasuk bangsa, bobot badan dan umur sapi, jenis dan jumlah pakan yang diberikan, komposisi kimia pakan yang diberikan, jumlah semen yang dihasilkan, dan kondisi kesehatan sapi. Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan disederhanakan dalam bentuk tabulasi lalu dianalisis secara deskriptif.

(23)

12 yang diberikan berupa hijauan rumput Gajah (Pennisetum purpureum), pucuk tebu, hay, toge, dan konsentrat.

Analisa Data

(24)

13 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum BIB Lembang

Balai Inseminasi Buatan Lembang atau yang biasa dikenal dengan sebutan BIB Lembang terletak di daerah Lembang, Bandung, Jawa Barat. BIB Lembang memiliki total populasi sapi pejantan sebanyak 85 ekor pada tahun 2009 sedangkan pada tahun 2010 memiliki 75 ekor sapi pejantan. Total populasi sapi pejantan pada tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi Sapi Pejantan Berdasarkan Bangsa pada Tahun 2009 dan 2010

Bangsa Sapi Jumlah Sapi pada Tahun

2009 2010 Limousin, Simmental, Angus, Brahman, Ongole, dan Brangus. Populasi terbesar terdiri atas bangsa Limousin dan Simmental. Hal ini disebabkan oleh pada umumnya para peternak lebih menyukai semen beku yang dihasilkan dari kedua bangsa sapi tersebut. Sapi pejantan dengan bangsa Limousin dan Simmental memiliki keunggulan yaitu pertumbuhan cepat dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang tinggi, sehingga para peternak lebih cepat dalam mendapatkan hasilnya (Parakkasi, 1999).

(25)

14 yaitu 979,4 kg. Rataan bobot badan untuk semua bangsa sapi pada tahun 2009 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Bobot Badan Setiap Bangsa Tahun 2009

Bangsa Sapi Rataan Bobot Badan (kg)

Ongole 786,8 ± 11,1

Frisian Holstein 925,3 ± 24,5

Brahman 726,3 ± 32,6

Simmental 979,4 ± 36,4

Limousin 855,2 ± 41,9

Brangus 949,7 ± 53,5

Angus 368,0 ± 71,5

Data umur sapi berdasarkan bangsanya dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah populasi terbanyak terdapat pada umur tiga tahun dengan jumlah 28 ekor pada tahun 2009. Sapi pejantan umur 3 tahun tersebut didominasi oleh bangsa sapi FH uji progeni, sapi jantan muda yang sedang mengalami tes zuriat untuk mengetahui baik atau tidaknya saat dijadikan bibit pengganti untuk pejantan aktif. Sedangkan pada tahun 2010 sudah dapat dipastikan bahwa populasi terbesar berada pada umur 4 tahun dengan jumlah 30 ekor. Pada tahun 2010, sapi pejantan di BIB Lembang mengalami penambahan populasi pada sapi umur 3 tahun dan didominasi oleh bangsa Limousin dan Simmental. Umur 3 tahun pada sapi pejantan merupakan umur yang baik untuk menghasilkan sperma yang berkualitas (Lunstra dan Coulter, 1997). Pada umumnya sapi pejantan sudah bisa dikawinkan pada umur 2 tahun.

(26)

15 Tabel 3. Data Umur Sapi Berdasarkan Bangsanya Tahun 2009 dan 2010

Umur

FH Ongole Brahman Simmental Limousin Brangus Angus

Tahun 2009

(27)

16 Tabel 4. Bangsa dan Nama Sapi Pejantan yang Mengalami Gangguan Metabolisme,

Mati, Diafkir atau Dipotong Paksa pada Tahun 2009

Bangsa Sapi Nama Sapi Bulan Kematian/Afkir/

Potong Paksa Keterangan

Keterangan : PP = Potong Paksa; M= Mati; A= Afkir.

Pada tahun 2010, kondisi kesehatan ternak sudah mengalami perubahan yang cukup baik walaupun masih ada beberapa ekor sapi yang sakit. Namun, pihak BIB Lembang telah membuat perubahan dalam menejemen pemberian pakan yang merupakan salah satu faktor untuk memperbaiki kesehatan ternak. Data kesehatan ternak pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 5. Perbaikan kondisi kesehatan menunjukkan bahwa pakan merupakan faktor utama yang menimbulkan gangguan kesehatan pada sapi pejantan di BIB Lembang.

Tabel 5. Bangsa dan Nama Sapi Pejantan yang Mengalami Gangguan Metabolisme dan Mati pada Tahun 2010

Bangsa Sapi Nama Sapi Keterangan

Ongole - -

(28)

17 Bahan Pakan Sapi Pejantan

Rumput Komponen Pakan

Bahan pakan komponen ransum yang dipakai oleh BIB Lembang salah satunya adalah rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Rumput yang diberikan kepada sapi pejantan berasal dari kebun rumput yang ditanam di kebun rumput BIB Lembang. Kondisi rumput tumbuh dengan baik karena diterapkan sistem manajemen pemeliharan rumput dengan potong gilir. Rumput di tanam di lahan yang tersebar di beberapa tempat yang memiliki kondisi tanah yang berbeda-beda, sehingga kualitas dari rumput yang dihasilkan juga berbeda. Namun rumput tersebut memiliki kualitas yang cukup baik, dilihat dari kandungan nutrien yang terkandung di dalamnya.

Komposisi hijauan pakan yang digunakan sebagai komponen ransum sapi pejantan di BIB Lembang ditunjukkan pada Tabel 6. Rumput gajah yang digunakan memiliki kadar air (KA) saat pemberian yang berkisar antara 46,31%-62,34%. Rumput di BIB lembang biasanya diberikan terpisah dengan konsentrat, hal ini berarti bahwa kadar air rumput tersebut cukup baik. Namun jika diberikan tercampur dengan konsentrat dapat dinyatakan kurang baik karena hanya dapat menghasilkan ransum dengan kadar air 30%-40%.

Kadar protein kasar (PK) rumput yang digunakan berkisar antara 11,97%- 15,91%. Rumput gajah yang dipotong sekitar umur 40 hari memiliki PK sebesar 9,1% (Hartadi et al., 1990). Nilai PK rumput dari kebun rumput BIB Lembang dapat dikatagorikan berkadar PK tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa PK yang harus disediakan dari konsentrat bisa lebih rendah. Kandungan PK yang baik dari rumput yang digunakan sebagai komponen ransum sapi pejantan disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang baik. Menurut Akoso (1996), dalam musim tanam yang baik, rumput memiliki nutrisi yang seimbang, karena mempunyai kandungan nutrien yang lengkap dan proporsional.

(29)

18 Tabel 6. Kandungan Nutrien Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang

Diberikan kepada Sapi Pejantan Berbagai Bangsa di BIB Lembang

Nutrien Rumput Gajah*

(Pennisetum purpureum)

Rumput Gajah yang Digunakan di BIB**

Cikareumbi (BPMPT); ***BK : Bahan Kering; PK : Protein Kasar; LK : Lemak Kasar; SK : Serat Kasar; TDN : Total Digestible Nutrient; BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen.

Konsentrat Komponen Ransum

Akso (1996) menyatakan bahwa pemberian satu jenis pakan akan cenderung memberikan ransum yang imbangan nutrisinya tidak serasi sehingga tidak dapat diperoleh manfaat yang optimal untuk proses metabolisme di dalam tubuh. Oleh sebab itu, pemberian campuran rumput dan konsentrat ransum memiliki kandungan nutrien yang seimbang. Konsentrat yang diberikan kepada pejantan di BIB lembang diproduksi oleh PT Charoen Pokphan. Konsentrat dibuat dalam bentuk pelet dengan kadar nutrien disesuaikan dengan kebutuhan pejantan. Kandungan nutrien hasil kajian di dua laboratorium berbeda dari dua konsentrat yang digunakan di BIB Lembang dapat dilihat pada Tabel 7.

(30)

19 mendorong pada kemungkinan terjadinya acidosis, jika manajemen pemberian pakan kurang diperhatikan khususnya jika pemberian konsentrat yang berlebih atau pemberian konsentrat yang jauh lebih dulu dari pemberian rumput. Pemberian dalam bentuk ransum jadi dapat mengurangi resiko terjadinya gangguan metabolis.

Tabel 7. Kandungan Nutrien Dua Jenis Konsentrat yang Dipakai Sebagai Komponen Ransum Sapi Pejantan di BIB Lembang

Nutrien Hasil Analisis BPMPT* Hasil Analisis UNPAD**

Konsentrat 2009 Konsentrat 2010 Konsentrat 2009 Konsentrat 2010

Air (%) 10,10 10,16 9,47 10,02

Keterangan: *Hasil analisa Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT); **Hasil analisa Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran; *** BK : Bahan Kering; PK : Protein Kasar; LK : Lemak Kasar; SK : Serat Kasar; TDN : Total Digestible Nutrient; BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen.

Kecukupan Nutrien untuk Sapi Pejantan

Nutrien dari pakan yang diberikan kepada sapi pejantan akan digunakan untuk hidup pokok, aktivitas harian, pertumbuhan, dan menghasilkan sperma. Sapi pejantan yang terdapat di BIB Lembang dikhususkan untuk diambil semennya. Produk utama tersebut ditargetkan memiliki kualitas yang bagus sehingga tingkat fertilitasnya tinggi dan mempunyai hereditas yang tinggi pula sehingga anak sapi mampu mewarisi kualitas genetik yang baik.

Tingkat aktivitas sapi pejantan termasuk dalam tingkat ringan. Sapi pejantan dikeluarkan dua jam secara rutin di padang penggembalaan dengan tujuan utama untuk melatih otot (exercise) dan kerangka agar tetap kuat. Selain itu exercise yang dilakukan juga bertujuan agar sapi tidak mengalami kegemukan. Selain waktu tersebut, sepanjang hari sapi berada di dalam kandang individu.

(31)

20 serat terpenuhi dan bobot badannya tidak mengalami penambahan yang terlalu tinggi. Hijauan pada ransum sapi pejantan yang diberikan adalah rumput Gajah (P. purpureum), pucuk tebu, dan hay. Rumput Gajah yang diberikan sebanyak 61-77 kg rumput segar per ekor per hari. Pemberian rumput untuk setiap ekor berdasarkan bobot badan dan bangsanya, begitu pula dalam pemberian pucuk tebu. Pucuk tebu diberikan dengan tujuan untuk menambahkan serat pakan. Hay diberikan dalam jumlah yang sama untuk setiap ekornya.

Sapi pejantan di BIB Lembang diberi makan sesuai dengan bangsa dan kisaran bobot badan tiap bangsanya. Semakin besar bobot badannya maka semakin tinggi tingkat konsumsinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roy (1990) dan Parakkasi (1999) bahwa peningkatan konsumsi dipengaruhi oleh ukuran bobot badan dan umur ternak, semakin bertambah bobot badan dan umur ternak maka konsumsinya akan semakin meningkat. Rataan bobot badan pada tahun 2010 untuk setiap bangsa secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8. Selain umur dan bobot badan tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh ternak itu sendiri (jenis kelamin, tipe, dan genetik), makanan yang diberikan, dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara.

Tabel 8. Rataan Bobot Badan Sapi Pejantan Berdasarkan Bangsa di BIB Lembang pada Tahun 2010

Bangsa Sapi Jumlah sapi Rataan Bobot Badan (kg)

Ongole 2 754±59

(32)

21 dahi cembung, tanduk pendek dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah (Sanuri, 2010).

Gambar 1. Sapi Ongole

Sumber : BIB Lembang, 2009

Keunggulan dari sapi pejantan bangsa Ongole adalah tahan terhadap panas, karena permukaan kulit luas dengan adanya gelambir yang besar, berkaki kuat dan lurus, daya tahan untuk kerja sangat baik, mampu adaptasi terhadap kualitas pakan yang jelek (Sanuri, 2010).

Sapi pejantan bangsa Ongole berjumlah dua ekor dengan umur 7 dan 10 tahun. Pemberian hijauan sebanyak 55 kg untuk sapi yang berumur 7 tahun dengan bobot badan 712,3 kg dan 61 kg untuk sapi yang berumur 10 tahun dengan bobot badan 795,5 kg. Rataan jumlah pemberian ransum pada sapi pejantan bangsa Ongole dapat dilihat pada Tabel 9.

(33)

22 Tabel 9. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa

Sapi Ongole di BIB Lembang pada Tahun 2010

No Nama

Total pemberian 18270 2620 47,20

Kebutuhan Nutrien 11190,80 1183,62 23,04

Sapi Brahman

Bangsa sapi Brahman merupakan Bos Indicus yang berasal dari India. Bangsa sapi brahman yang dikembangkan di Amerika Serikat disebut dengan American brahman. Warna tubuh sapi bervariasi, mulai dari abu-abu sangat muda sampai

hampir hitam. Warna tubuh pada sapi jantan dewasa umumnya lebih gelap daripada sapi betina, terutama pada area leher, bahu dan paha bawah. Sapi ini merupakan breed besar, berpunuk, bergelambir dan telinga menggantung. Sifat-sifat yang menonjol dari bangsa sapi ini yaitu mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, tahan parasit, cocok terhadap daerah yang beriklim panas dan bercurah hujan tinggi. Sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun (Sanuri, 2010).

Gambar 2. Sapi Brahman

(34)

23 Pemberian ransum pada sapi pejantan bangsa Brahman didasarkan pada bobot badannya tanpa memperhitungkan umur. Ransum sapi pejantan dari bangsa Brahman dengan kisaran bobot badan 691-963 kg memiliki susunan ransum yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Ransum yang diberikan tidak berbeda jauh dengan ransum yang diberikan pada sapi pejantan dari bangsa Ongole, hanya pada pemberian rumput saja yang jauh berbeda jumlah pemberiannya. Jumlah rumput gajah yang diberikan sebanyak 61 kg per hari per ekor kepada sapi yang berumur 3 dan 4 tahun dengan bobot badan 691-775 kg. Hijauan yang diberikan kepada seekor sapi pejantan dari bangsa Brahman yang berumur 14 tahun dengan bobot badan 962,8 kg berjumlah 72 kg.

Tabel 10. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Brahman di BIB Lembang pada Tahun 2010

No Nama

Total pemberian 19440 2770 45,31

Kebutuhan Nutrien 11137,60 1175,64 22,96

Sapi Simmental

Jenis sapi ini terkenal di Switzerland dan Perancis, merupakan salah satu breed yang tertua di dunia. Sapi Simmental (juga termasuk Bos Taurus), berasal dari

(35)

24 Keunggulan dari sapi dengan bangsa Simmental adalah pertumbuhan cepat dengan pertambahan berat badan harian 0,9-1,2 kg; berat badan jantan (2 tahun) 800-900 kg; berat jantan dewasa 1.000-1.200 kg, berat badan sapi betina 700-800 kg, karkas tinggi dengan sedikit lemak; dual porpose (daging dan susu), ada di daerah Indonesia, berkembang baik hampir di seluruh daerah di Indonesia (Sanuri, 2010).

Gambar 3. Sapi Simmental

Sumber : BIB Lembang, 2009

Pemberian pakan untuk sapi pejantan dari bangsa Simmental secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11. Jumlah pemberian ransum sapi pejantan bangsa Simmental berbeda dari kedua ransum bangsa sapi Ongole dan Brahman. Ransum pada sapi pejantan Simmental ini memiliki porsi hijauan yang lebih besar dari pada kedua bangsa sapi tersebut. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan hidup pokok sapi pejantan bangsa Simmental lebih besar dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lain.

(36)

25 Tabel 11. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa

Sapi Simmental di BIB Lembang pada Tahun 2010

No Nama

Total pemberian 21031,57 3210 57,27

Kebutuhan Nutrien 11484 1148,4 23,57

Sapi Limousin

Sapi Limousin termasuk Bos Taurus berasal dari Perancis, merupakan sapi potong yang berkualitas baik. Secara genetik Sapi Limousin adalah sapi potong yang berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan lebih teratur. Saat lahir, ukuran pedet relatif kecil sehingga proses kelahiran relatif lancar. Tubuh berwarna merah keemasan dengan bagian perut berwarna seperti jerami. Ukuran tubuhnya sedang, tidak bertanduk. Tingkat efisiensi pakan terbilang bagus. Persentase daging dalam karkas cukup tinggi (Sanuri, 2010).

Gambar 4. Sapi Limousin

(37)

26 Sapi dengan bangsa Limousin ini memiliki keunggulan antaralain pertumbuhan cepat dengan pertambahan berat badan harian (PBBH) 1,0-1,4 kg; umur 2 tahun 800-900 kg; dewasa 1.000-1.100 kg, kualitas daging baik; dikenal dan disukai peternak.

Sapi pejantan bangsa Limousin diberi ransum dengan hijauan yang cukup besar walau tidak sebesar pemberian pada sapi pejantan bangsa Simmental. Bobot badan rata-rata sapi ini sebesar 918±80 kg. Jumlah pemberian ransum sapi pejantan bangsa Limousin dapat dilihat pada Tabel 12.

Hijauan ransum yang diberikan kepada sapi pejantan bangsa Limousin dengan kisaran bobot badan 798-1054 kg berkisar 61-72 kg. Dalam kelompok sapi pejantan bangsa Limousin ini terdapat lima ekor pejantan yang sudah cukup tua, empat diantaranya berumur 11 tahun dan satu ekor lainnya berumur 13 tahun. Pejantan yang sudah cukup tua tersebut masih dapat berproduksi dengan baik dan untuk mempertahankan hasil produksinya maka pemberian pakannya pun dipisahkan dari penjantan muda di kelompok bangsa sapi tersebut.

Tabel 12. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Limousin di BIB Lembang pada Tahun 2010

No Nama

Total pemberian 20760 2950 52,67

Kebutuhan Nutrien 10844 1084,4 22,29

(38)

27 tahun dan hijauan yang dberikan hanya 49 kg. Kedua sapi mengalami perubahan bobot badan yang tidak stabil dan penyakit yang dideritanya tidak diketahui. Pemberian konsentrat kepada kedua sapi pejantan yang sedang sakit tersebut dibatasi. Sapi pejantan bangsa Limousin tidak diberi toge.

Sapi Brangus

Sapi Brangus ini adalah persilangan betina Brahman dan pejantan Aberden Angus. Sapi Brangus ini juga merupakan salah satu dari jenis BX (Brahman cross). Warna kulit hitam seluruhnya, berpunuk ukuran kecil, dan biasanya tidak bertanduk. Keunggulan dari sapi ini adalah toleransi terhadap lingkungan tropis, pakan sederhana, tahan terhadap parasit luar dan dalam tubuh, mampu adaptasi terhadap kualitas pakan yang jelek, pertambahan berat badan berkisar 0,7-0,9 kg, persentase daging 2%-4% lebih dari pada karkas bangsa sapi lain (Sanuri, 2010).

Gambar 5. Sapi Brangus

Sumber : BIB Lembang, 2009

(39)

28 Tabel 13. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa

Sapi Brangus di BIB Lembang pada Tahun 2010

No Nama

Total pemberian 18990 2640 46,76

Kebutuhan Nutrien 10158,40 1015,84 20,92

Sapi Angus

Menurut Sanuri (2010), sapi Angus berasal dari Aberdeenshire dan Angushire, Scotlandia. Bangsa sapi ini banyak digunakan pada crossbreeding dan grading up untuk menghasilkan sapi potong yang baik. Jika sesama bangsa sapi

angus dikawinkan dengan seperempat dari keturunannya, warna tubuhnya akan berubah menjadi merah dan tidak bertanduk (red angus).

Gambar 6. Sapi Angus

Sumber : BIB Lembang, 2009

(40)

29 umur relatif dini. Mempunyai kemampuan dalam menurunkan marbling (perlemakan dalam daging) ke anak-anaknya (Sanuri, 2010).

Sapi pejantan dari bangsa Angus yang berada di BIB Lembang hanya ada satu ekor. Ransum sapi pejantan bangsa Angus tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Sapi pejantan tersebut berumur 4 tahun dengan bobot badan 966 kg. Sapi tersebut diberi hijauan sebanyak 67 kg. Jumlah pemberian ransum tersebut diperkirakan telah memenuhi kebutuhan nutrien sapi tersebut.

Tabel 14. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Angus di BIB Lembang pada Tahun 2010

No Nama

Total pemberian 22120 3120 55,68

Kebutuhan Nutrien 11228 1122,8 23,056

Sapi Frisien Holstein (FH)

Sapi ini berasal dari provinsi Belanda Utara dan provinsi Friesland Barat. Sapi Frisien (Fries) ini merupakan sapi penghasil susu paling utama di dunia. Sapi ini mempunyai produktivitas yang sangat baik. Warna kulitnya hitam putih dengan batas jelas, ujung ekornya putih. Ciri-ciri lain dari sapi FH ini adalah berat betina 682 kg dan jantan 1.000 kg, berat lahir 43 kg, dan persentase lemak susu 3,65% (Sanuri, 2010).

(41)

30 Gambar 7. Sapi Frisien Holstein (FH)

Sumber : BIB Lembang, 2009

Dalam kelompok sapi pejantan bangsa FH ini terdapat dua ekor pejantan yang sudah cukup tua yaitu pejantan dengan umur 9 dan 11 tahun. Pejantan yang sudah cukup tua tersebut masih dapat memproduksi semen dengan baik sehingga diberikan pakan berdasarkan bobot badan di kelompok sapi FH tersebut. Jumlah pemberian ini dapat dinyatakan telah memenuhi kebutuhan nutrien berdasarkan NRC (1988) untuk sapi potong dan NRC (2000) untuk sapi perah.

Tabel 15. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Frisien Holstein (FH) di BIB Lembang Tahun 2010

No Nama

Total pemberian 21490 3070 54,72

Kebutuhan Nutrien 12710 1271 24,15

Kondisi Fisiologis Sapi Pejantan Ureum dan Kreatinin

(42)

31 ureum dan kreatinin berada pada batasan normal. Namun, ada beberapa ekor sapi yang memiliki kandungan nilai ureum dan kreatinin yang tinggi dalam darahnya. Sapi-sapi tersebut pada pertengahan tahun 2009 mati dan didiagnosa pada awalnya terserang penyakit yang diakibatkan karena terdapat batu kristal di dalam kandung kemihnya.

Kandungan ureum dan kreatinin yang tinggi merupakan salah satu indikator proses metabolisme protein yang tidak sempurna. Kreatinin yang dikenal sebagai hasil sampingan dari metabolisme protein merupakan salah satu racun yang harus dikeluarkan oleh tubuh bersama urine. Kedua zat tersebut jika terlalu tinggi dapat membahayakan kesehatan dari ternak tersebut. Hal ini disebabkan, kedua zat tersebut merupakan zat racun hasil sampingan dari metabolisme protein (Listiaji, 2010).

(43)

32 Tabel 16. Rataan Kandungan Kreatinin, Ureum, Ca dan P untuk Setiap Bangsa Sapi

dan Sapi yang Mati di BIB Lembang Tahun 2009

(44)

33 Tabel 17. Rata-rata Produksi Semen Setiap Ekor Sapi Pejantan di Balai Inseminasi

Buatan (BIB) Lembang tahun 2010

Bangsa Produksi Semen (ml/tahun/ekor)

FH 2485,6 ± 1205,32

Ongole 3672,5 ± 1188,65

Brahman 1986,5 ± 805,316

Simmental 2721,96 ± 1489,13

Limousin 3063,3 ± 1321,93

Brangus 797 ± 0

Angus 4014 ± 0

Rearing 0

FH uji progeny 0

(45)

34 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kecukupan nutrien makro dalam pakan sapi pejantan di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang sudah terpenuhi dengan baik bahkan lebih dari cukup. Permasalahan yang timbul diduga terkait dengan kecukupan dan ketidakseimbangan nutrien mikro, diantaranya adalah kandungan Ca dan P dalam ransum.

Saran

(46)

35 UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya hingga saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Suryahadi, DEA. sebagai dosen pembimbing anggota sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan moral maupun materiil, pengarahan, dan saran kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. Kepada Dr. Ir. Despal Tanjung, MSc. sebagai dosen penguji seminar, Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Agr.Sc., dan Dr. Irma Isnafiah Arief, S.Pt. M.Si. sebagai dosen penguji tugas akhir atas kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Ayahanda Suwarto dan Ibunda Yariyatun, S.Pd. yang

senantiasa tulus memanjatkan do‟a dan kesabaran, serta kepada adik tersayang Arifin Musthafa atas segala perhatian, dukungan dan semangat yang diberikan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drh. Maidaswar, M.Si., pimpinan BIB Lembang dan seluruh staff yang telah membantu selama penelitian berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ummul „Izzah Sholihah, Ainissya Fitri, Mustika Setyaningrum, dan Ninda Nurfatillah yang selalu memberi semangat tiada henti kepada penulis untuk menyelesaikan skripsinya. Serta kepada teman-teman seperjuangan (Suqe, Aldo, Ayix, Adi, Legis, Paijo, Rendy, dan Yudis) dan Warga Nabila Anggrek (Tante Tilla, Mba Eni, Mba Ida, Mba Niku, Mba Dila, Mba Weni, Idha, Maha, Didi, Kiki, Cintya dan Windy) terimakasih untuk semangat dan kebersamaannya serta seluruh rekan HIMASITER periode 2008-2009 dan INTP 43 yang selalu menemani perjalanan panjang dalam menjalani masa-masa kampus baik dalam duka maupun suka di Fakultas Peternakan IPB.

Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

yang membacanya.

Bogor, Mei 2011

(47)

36 DAFTAR PUSTAKA

Akso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta.

Balai Inseminasi Buatan Lembang. 2009. Katalog Pejantan. http://www.banksperma.com/. [23 Juni 2011].

Blakely, J. & D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Terjemahan. B. Srigandono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Church, D. C. & Pond W. G. 1988. Basic Animal Nutrition of Feeding. 3th Ed. John Wiley and Son. New York.

Conrad, R. 1984. Valeur Nutritive Des Aliments. ENSA – Monpellier – France.

Danzier, L. 1984. Les Minereaux et Les Vitamins dans l‟alimentation des Animaux

Donestiques. ENSA – Montpellier - France.

Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta.

DeJarnette, J. M., R. G. Saacke, J. Bame, & C. J. Vogler . 1992. Accessory sperm: their importance to fertility and embryo quality, and attempts to alter their numbers in artificially inseminated cattle. J. Anim. Sci. 70: 484-491.

Ensminger, M. E. & J. E. Oldfield & W. W. Heinemann. 1990. Feeds and Nutrition. 2ndEd. The Ensminger Publishing Company. Illinois.

Hafez, E. S. E. 1980. Reproduction in Farm Animal. 4th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia.

Listiaji, B. 2010. Gagal ginjal. http://listiaji.wordpress.com/2010/04/28/gagal-ginjal/. [28 April 2011].

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.

Lunstra, D. D., & G. H. Coulter. 1997. Relationship between scrotal infrared temperature patterns and natural-mating fertility in beef bulls. J. Anim. Sci. 75: 767-774.

Muhammad, Z. 1986. Efek suplementasi vitamin A, asetat dan cytozyme (+) terhadap mutu semen dan penggunaan makanan pada sapi madura. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

NRC. 1988. Nutrient Requirements of Beef Cattle. 6th Revised Edition. National

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press. Jakarta. Piliang, W. G. & S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume I. IPB Press.

(48)

37 Roy, J. H. B. 1990. The Calf. Illesse. Books Ltd, London.

Salisbury, G. W., N. L. Van Demark & J. K. Lodge. 1981. Physiologi of Reproduction and Artificial Insemination of Cattle. W. H. Freeman and Coy. San Fransisco.

Sanuri, S. 2010. Jenis-jenis Sapi. http://ohsapi.blogspot.com/2010/05/jenis-jenis-sapi/. [26 Juni 2011].

Suarti, M. 2001. Pengaruh amoniasi, penambahan tepung bulu ayam, tepung daun singkong, lisin-Zn-PUFA dalam ransum terhadap kecernaan zat-zat makanan kambing Peranakan Ettawa. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Sutardi, T. 1982. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thompson, D. J. 1978. Calcium, phosphorus and fluorine in animal nutrition. Dalam

: Latin American Symposium on Mineral Nutrition Research with Grazing Ruminant. Federal University of Minas Gerais – Federal University of Vicosa. University of Florida, Florida - USA.

(49)

KECUKUPAN NUTRIEN MAKRO PADA SAPI PEJANTAN

DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

JAWA BARAT

SKRIPSI

ANA MAWAR IRIANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(50)

i RINGKASAN

ANA MAWAR IRIANI. D240612983. 2011. Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Suryahadi, DEA.

Ketersediaan bibit merupakan salah satu faktor paling dominan dalam keberhasilan sebuah usaha peternakan, baik pada usaha peternakan sapi perah ataupun peternakan sapi potong. Selain itu ketersediaan bibit juga merupakan masalah nasional. Bibit yang baik dan berkualitas dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pakan tersebut harus memiliki kualitas baik dan diberikan dengan kuantitas yang mencukupi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kecukupan nutrien makro pakan yang diberikan kepada sapi pejantan terkait dengan kondisi fisiologis dan kualitas semen pada sapi pejantan tersebut.

Penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari catatan pemberian pakan dan kondisi sapi pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Jawa Barat. Sapi pejantan yang dipelihara terdiri dari bangsa Frisian Holstein (FH), Limousin, Simmental, Angus, Brangus, Brahman, dan Ongole dengan bobot badan dan umur yang berbeda. Data diperoleh dari 75 ekor sapi pejantan yang diamati pada tahun 2010. Pakan sapi pejantan dievaluasi berdasarkan bobot badan per bangsa sapi. Pakan yang diberikan berupa hijauan rumput Gajah (Pennisetum purpureum), pucuk tebu serta rumput kering dan konsentrat dan toge. Ransum diberikan berdasarkan bobot badan. Umur tidak dipertimbangkan dalam penentuan jumlah pemberian ransum.

Data menunjukkan bahwa terdapat kelebihan jumlah nutrien makro dalam ransum yang diberikan. Pejantan dapat menghasilkan sperma yang berkualitas walaupun umurnya sudah tua. Kelebihan nutrien makro yang diberikan memastikan bahwa kebutuhan nutrien untuk hidup pokok dan produksi dapat terpenuhi. Kondisi tersebut mampu mempertahankan kualitas sperma yang dibuat menjadi sperma beku. Permasalahan yang timbul diduga dari kurangnya kecukupan dan ketidakseimbangan dari nutrien mikro, diantaranya adalah kandungan Ca dan P dalam ransum.

(51)

ii ABSTRACT

Macro Nutrient Sufficiency in Bulls in the Institute for Artificial Insemination Lembang, West Java

A.M. Iriani, T. Toharmat, and Suryahadi

The shortage of replacement stock is a limiting factor in development of dairy and beef industry in Indonesia. Availability and performance of the replacement stock is influenced by feed availability and feeding management. The objective of this study was to evaluate the nutrient sufficiency in Bulls reared in the Institute for Artificial Insemination (BIB), Lembang - West Java. Information on feeding management, physiological condition and semen production recorded from 75 bulls was evaluated. The breed of bulls were Frisian Holstein (FH), Limousine, Simmental, Angus, Brangus, Brahman, and Ongole. They varied in their age and body weight. Feed offered were elephant grass, sugarcane top, hay, tauge and concentrate. Total feed offered was based on the body weight. Result indicated that the makro nutrients in the rations offered to the bulls was inacxess. Bulls produce high quality semen, therefore the bull has obtained the sufficient ammount of nutrient for reproduktif and milk production. Health problem of bulls was assciated with the inbalance nutrient intake.

(52)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan bibit merupakan salah satu faktor paling dominan dalam upaya mencapai keberhasilan sebuah usaha peternakan, baik pada usaha peternakan sapi perah ataupun peternakan sapi potong. Ketersediaan bibit hingga saat ini merupakan masalah nasional. Bibit yang baik dan berkualitas dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pakan harus diupayakan tersedia secara berkesinambungan, berkualitas, dan diberikan dengan kuantitas yang memadai.

Pakan di daerah tropis umumnya berkualitas kurang baik, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut, manajemen pemberian pakan harus mendapat perhatian khusus. Pakan yang diberikan harus memiliki komposisi nutrien yang cukup dan seimbang. Pakan dengan komposisi nutrien yang cukup dan seimbang akan menghasilkan performa ternak yang baik.

Sapi pejantan unggul merupakan penghasil sperma yang dibekukan untuk didistribusikan dan digunakan dalam program inseminasi sejumlah besar sapi betina. Sperma dari sapi pejantan yang baik akan menghasilkan keturunan atau bibit yang baik. Kualitas sperma sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan. Pakan berkualitas buruk dengan kadar nutrien rendah dan tidak seimbang, maka dapat mengganggu metabolisme nutrien. Terganggunya metabolisme nutrien dalam tubuh ternak akan mengakibatkan gangguan pada spermatogenesis, kesehatan ternak bahkan dapat menimbulkan kematian. Gangguan kesehatan yang sering terjadi pada sapi pejantan dapat terkait dengan kelebihan atau kekurangan nutrien.

(53)

2 Tujuan

(54)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Pejantan

Sapi merupakan salah satu hewan ternak yang sering dipergunakan dalam usaha peternakan. Hal ini disebabkan banyaknya manfaat yang dihasilkan dari ternak sapi itu sendiri, antara lain daging dan susu. Menurut Blakely dan Bade (1998) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Animal Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Artiodaktil Sub Ordo : Ruminansia Familia : Bovidae Genus : Bos

Performan produksi dan reproduksi sapi ditentukan oleh induknya baik betina maupun pejantannya. Namun kualitas bibit sapi saat ini dikontrol melalui upaya memelihara pejantan yang khusus untuk diambil spermanya. Sehingga sapi pejantan merupakan salah satu ternak yang berperan sangat penting dalam usaha pembibitan.

Bahan Pakan

(55)

4 Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga (Tillman et al., 1991). Hijauan biasanya diberikan dalam bentuk segar, silase atau hay. Lubis (1992) mengemukakan bahwa pakan sebaiknya diberikan pada ternak dalam keadaan segar. Pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60:40, apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55:45 dan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64:36 (Parakkasi, 1999).

Pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung serat kasar rendah dan mudah dicerna. Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau pabrik pengolahan pangan, dan umbi- umbian. Jagung, menir, dedak, katul, bungkil, dan tetes juga termasuk kelompok kosentrat. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah.

Kebutuhan Nutrien Sapi Pejantan

(56)

5 Kebutuhan Bahan Kering

Bahan kering (BK) adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah dihilangkan airnya. Jumlah pemberian ransum dapat diperkirakan dari kebutuhan bahan kering. Jumlah bahan kering yang dapat dikonsumsi sapi sangat beragam, sesuai dengan kondisi lingkungan, berkisar 2,2%-3,0% dari bobot badan (Sutardi, 1981). Konsumsi bahan kering menurut Lubis (1992) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya: 1) faktor pakan yang meliputi daya cerna dan palatabilitas; dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur, dan kondisi kesehatan ternak. Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran pencernaan dan merangsang pembentukan enzim. Apabila ternak kekurangan bahan kering menyebabkan ternak merasa tidak kenyang.

Kebutuhan Energi

Energi adalah sumber kemampuan untuk melakukan kerja dan dibutuhkan oleh semua proses hidup. Menurut Parakkasi (1999) ternak memanfaatkan energi untuk pertumbuhan dan produksi setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi. Tinggi rendahnya energi yang diperlukan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan itu sendiri. Kebutuhan energi akan meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan. Defisiensi energi yang parah dapat mengganggu reproduksi, sedangkan kelebihan energi dalam pakan akan mengakibatkan penimbunan jaringan adiposa dalam tubuh. Satuan energi dapat dinyatakan dalam satuan TDN (Total Digestable Nutrient) yaitu jumlah nutrien yang dapat dicerna (Ensminger et al., 1990).

(57)

6 Kebutuhan Protein

Selain energi, protein merupakan nutrien yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi. Ruminansia mendapatkan protein dari 3 sumber, yaitu protein mikrobia rumen, protein pakan yang lolos dari perombakan mikrobia rumen, dan sebagian kecil dari protein endogenus (Tillman et al., 1991). Tubuh memerlukan protein untuk membentuk, memperbaiki, dan menggantikan sel tubuh yang rusak. Protein dalam tubuh mengalami perombakan dan asam amino yang terbentuk dapat diubah menjadi energi jika diperlukan. Protein yang didapat dari pakan berasal dari tumbuhan yang biasa disebut protein nabati dan dari hewan yang disebut protein hewani (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).

Kondisi tubuh ternak yang normal dapat dipertahankan melalui konsumsi protein dalam jumlah yang cukup. Defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan konsumsi (Ensminger et al., 1990).

Asam amino merupakan komponen protein di dalam tubuh ternak ruminansia, dapat dibedakan menjadi asam amino yang dapat disintesis dan asam amino yang tidak dapat disintesis. Protein yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia dapat dinyatakan dalam bentuk protein kasar (PK) atau protein dapat dicerna (Prdd). Protein kasar adalah jumlah nitrogen (N) yang terdapat di dalam pakan dikalikan dengan 6,25; sedangkan Prdd adalah protein pakan yang dapat dicerna dan diserap dalam saluran pencernaan (Parakkasi, 1999). Menurut Anggorodi (1994) kekurangan protein pada sapi dapat menghambat pertumbuhan, sebab fungsi protein adalah untuk memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme, sumber energi, bahan baku pembentukan antibodi, enzim, dan hormon.

Kebutuhan Mineral

(58)

7 Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa terdapat 15 unsur mineral yang essensial dalam tubuh, termasuk unsur mineral makro dan mineral mikro. Unsur mineral makro diperlukan tubuh dalam jumlah relatif besar, mencakup K, Na, Ca, P, Mg, S, dan Cl. Sedangkan mineral mikro yang diperlukan oleh tubuh relatif lebih kecil dibandingkan dengan mineral makro, dan mineral mikro mencakup Zn, Cu, Fe, I, Mn, Se, Mo, Cr, dan Ni.

Status nutrisi mineral ternak sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral yang dikonsumsi. Konsumsi yang berlebihan sering menimbulkan keracunan, demikian pula sebaliknya, bila konsumsi mineral sangat rendah, akan mengakibatkan defisiensi. Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan tubuh ternak (Anggorodi, 1994). Kebutuhan mineral pada ternak, sering dinyatakan dalam bentuk % atau mg/kg ransum.

Parakkasi (1985) menyatakan bahwa kebutuhan mineral pada ternak dipengaruhi beberapa faktor, yaitu umur ternak, jenis dan tingkat produksi, jumlah dan bentuk ikatan mineral yang dikonsumsi, dan interaksi dengan nutrien lain. Defisiensi, ketidakserasian atau keracunan mineral dapat menghambat pertumbuhan dan tingkat produksi ternak yang berakibat buruk pada efisensi penggunaan pakan (Sutardi, 1982).

Mineral mikro yang mempunyai fungsi penting dalam metabolisme nutrien dalam tubuh salah satunya adalah Zn. Unsur Zn terlibat terutama dalam metabolisme asam nukleat dan protein dan juga dalam proses penggantian sel dan sangat penting dalam menunjang aktifitas enzim. Enzim yang mengandung Zn sangat banyak jumlahnya, antara lain anhidrase karbonat, urease, dehidrogenase glutamate, dan polimerase RNA dan DNA. Unsur Zn ditemukan terikat dengan kelenjar penghasil insulin dan juga digunakan dalam metabolisme vitamin A (Church dan Pond, 1988).

(59)

8 (testicular hypofunction) yang berdampak pada terganggunya proses spermatogenesis dan produksi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig.

Penyerapan Ca bergantung pada bentuk senyawa Ca tersebut yang berada dalam bahan pakan. Bila Magnesium (Mg) atau Phosphat (P) terlalu berlebihan, penyerapan Ca akan tertekan. Kecukupan unsur Ca ditunjukkan dengan kadar Ca darah yang normal. Kadar normal Ca serum darah pada sapi dewasa adalah 9-12 mg% (Thompson, 1978). Kadar Ca serum dapat berubah karena berbagai faktor diantaranya adalah tingkat konsumsi Ca dalam pakan. Kadar P dan Mg dalam ransum yang tinggi apat menekan penyerapan Ca, sehingga kadar Ca dalam darah dapat menurun (Danzier, 1984; Thompson, 1978).

Kadar P serum darah berkisar 4-6 mg% untuk sapi dewasa dan 6-8 mg% untuk sapi muda (Conrad, 1984). Kadar P darah sangat sensitif terhadap kekurangan P dalam bahan pakan. Kadar P di bawah normal dapat menunjukkan gejala defisiensi pada hewan. Kadar P dalam serum dapat bervariasi, karena adanya perubahan dalam jumlah konsumsinya (Thompson, 1978).

Kecernaan Nutrien

Kebutuhan ternak akan nutrien terdiri atas kebutuhan untuk hidup pokok, produksi, dan reproduksinya. Nutrien dalam ransum hendaknya tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang sebab keseimbangan nutrien dalam ransum sangat berpengaruh terhadap daya cerna (Tillman et al., 1991). Semakin tinggi kecernaan suatu bahan makanan maka menunjukkan bahwa bahan makanan tersebut berkualitas baik untuk dikonsumsi ternak dan dimanfaatkan untuk proses metabolisme tubuhnya. Hal ini disebabkan pada umumnya pakan dengan kandungan nutrien yang dapat dicerna tinggi, maka tinggi pula nilai gizinya (Suarti, 2001).

(60)

9 Gangguan Metabolis

Hasil metabolisme yang dibuang oleh ginjal yaitu ureum dan kreatinin. Dua macam hasil metabolisme protein tersebut berfungsi sebagai indikator derajat kesehatan ginjal. Apabila keduanya meningkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal tidak baik. Pada manusia jika tekanan darah meningkat, maka filtrasi meningkat, sehinga jumlah urin meningkat (poliuria). Jika tekanan darah menurun, maka filtrasi menurun sehingga jumlah urin sedikit (poliuria sampai anuria) (Listiaji, 2010).

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan untuk mengetahui adanya gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan sisa metabolisme ginjal yaitu ureum dan kreatinin. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari (Listiaji, 2010).

Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah mengalami deaminasi di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20-40 mg, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dikonsumsi dan fungsi hati dalam pembentukan ureum (Listiaji, 2010).

Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan kreatin fosfat yang terjadi di dalam otot. Kreatinin adalah metabolit dalam darah yang bersifat racun bagi sel, dan diproduksi jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan normal. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg berat badan (BB). Kadar kreatinin darah yang normal adalah 0,5-1,5 mg. Ekskresi kreatinin akan meningkat jika terjadi gangguan pada otot (Listiaji, 2010)

Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Gagal ginjal akut dibedakan menjadi GGA prarenal, GGA renal, dan GGA pasca renal.

Kualitas Semen Sapi

Gambar

Tabel 7.  Kandungan Nutrien Dua Jenis Konsentrat yang Dipakai Sebagai Komponen Ransum Sapi Pejantan di BIB Lembang
Gambar 1.  Sapi Ongole
Gambar 2.  Sapi Brahman
Tabel 10. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Brahman di BIB Lembang pada Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai “ Hubungan antara Umur Ternak, Bobot Badan, dan Volume skrotum terhadap Kualitas Semen Sapi Simmental (Kasus Di Balai Inseminasi Buatan Lembang) ”

Penelitian mengenai “Hubungan antara Umur Ternak, Bobot Badan, dan Volume Skrotum dengan Kualitas Semen Sapi Fries Holland (Kasus Di Balai.. Inseminasi Buatan Lembang) ”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) pada sapi potong

2 akan menjadi sapi pejantan Friesien Holstein yang unggul. Bertitik

Kondisi fisik sapi jantan yang baik diantaranya berat pada waktu sapi. tersebut lahir, berat sapi setelah dewasa dan kerangka

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini bertujuan untuk mempelajari serangkaian proses produksi semen beku sapi FH dari mulai penampungan semen segar, pemeriksaan semen,

Materi yang diamati adalah semen dari 12 ekor pejantan sapi Friesien Holstein yang ada di Balai Inseminasi Buatan Lembang, kuisioner tentang proses penampungan,

vi EVALUASI KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI PERAH BERDASARKAN PENGALAMAN DAN UMUR INSEMINATOR YANG BERBEDA DI KECAMATAN LEMBANG RIFQI JIHADI ASYRAF NIM.. 210220111