• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan mutu benih dan bibit kakao hibrida (Theobrma cacao L.) dengan pendekatan fisiologi dan biologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan mutu benih dan bibit kakao hibrida (Theobrma cacao L.) dengan pendekatan fisiologi dan biologi"

Copied!
241
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN MUTU BENIH DAN BIBIT KAKAO

HIBRIDA (

Theobroma cacao

L.) DENGAN

PENDEKATAN FISIOLOGI DAN BIOLOGI

BAHARUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ”Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida (Theobroma cacao L.) dengan Pendekatan Fisiologi dan Biologi” adalah gagasan atau karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing. Disertasi ini belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Semua sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Bogor, Juni 2011

Baharudin

(3)

ABSTRACT

BAHARUDIN. Improving Quality of Cacao (Theobroma cacao L.) Seeds and Seedlings through Physiological and Biological Approaches. Under supervision of SATRIYAS ILYAS, M. R. SUHARTANTO, and A. PURWANTARA.

Low quality seed and pathogenic infection have made the cacao production in Indonesia still below the national average 2 tons/ha/year. The major problems of cacao seeds are that they are recalcitrant, should be harvested at the right time, carry pathogens, and deteriorate rapidly. This study consisted of five experiments: (1) biological and physiological changes as the indicators of physiological maturity of cacao hybrid seeds, (2) isolation and identification of fungi on hybrid cacao seeds, (3) pathogenicity of some seed-born fungi isolated from cacao hybrid seeds, (4) the influence of seed storage and treatment on vigor of hybrid cacao seeds and seedlings, and (5) effectiveness of seed treatment and planting medium to promote vigor of hybrid cacao seedlings. The research results showed that during the development of the hybrid cacao seeds TSH 858 x Sca 6 and ICS 60 x Sca 6, there was a decrease in the total content of chlorophyll in seed and fruit to a minimum level when seeds were physiologically matured, and no change occurred afterwards. The changes of carotenoid and anthocyanin content in seed and fruit, viability and vigor of seeds were parabolic and showed an increase to a maximum level and then a decrease happened. The carotenoid and anthocyanin content in seed and fruit at the time of physiological maturity reached the maximum. The development of hybrid cacao seeds consist of three periods: before reaching physiological maturity (T1), physiological maturity (T2), and after the physiological maturity (T3). During seed development, each type of hybrid cacao had a different length of period (T1). The ability of cacao seeds to maintain

viability and vigor during the physiological maturity (T2) was also different for

every type of the hybrid cacao. The characteristics that could be used as the indicators of physiological maturity of cacao seeds are the yellow color of fruit, total chlorophyll content in seed and fruit, carotenoid and anthocyanin content in seed, seed and seedling vigor, and seed dry weight. At early period of physiological maturity, there were 13 seedborne pathogens and eight of the pathogen species were potential to infect and reduce viability and vigor of seeds as well as seedlings of cacao. The eight pathogens were Cladosporium herbanum,

Penicillium chrysogenium, Curvularia geniculata, Fusarium oxysporum,

Aspergillus ochraceus, Colletotrichum acutatum, Phoma glomerata, and

Macrophoma sp. The viability and vigor of cacao seeds and seedlings declined rapidly as a result of a four weeks storage and disease infections. The treatment with matriconditioning plus Trichoderma harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 could protect seeds, restore, and increase the viability and vigor of cacao seeds and seedlings. The treatment of seeds with matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 could replace the treatment with biological agent in a mixed planting medium of soil, sand, and compost to increase the vigor seedlings in terms of seedling height, dry weight of seedling and the content of N and P in the leaves of cacao seedlings.

Key words: Biological seed treatment, invigoration, matriconditioning plus

(4)

RINGKASAN

BAHARUDIN. Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida (Theobroma cacao L.) dengan Pendekatan Fisiologi dan Biologi. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS, M. R. SUHARTANTO dan A. PURWANTARA.

Revitalisasi program pengembangan tanaman kakao pada tahun 2009/2010 membutuhkan 168.000.000 benih. Keberhasilan program ini tergantung pada ketersediaan benih yang berkualitas, khususnya benih yang vigor dan sehat. Benih bervigor tinggi diperoleh dari pohon induk yang vigor dan sehat serta dipanen pada saat masak fisiologis. Distribusi benih bervigor rendah dan terinfeksi penyakit (seedborne diseases) mengakibatkan kerugian yang sangat besar dan berjangka panjang dalam mengurangi produktivitas tanaman kakao. Permasalahan utama benih kakao yaitu bersifat rekalsitran; berkadar air tinggi, mudah terinfeksi patogen, dan memiliki periode konservasi yang relatif lebih singkat, sehingga penurunan mutu fisiologis benih dapat terjadi lebih cepat. Oleh karena itu perlu dilakukan teknik invigorasi yang tepat dengan perlakuan matriconditioning plus

Trichoderma spp. dan penggunaan medium campuran tanah, pasir, kompos (2:1:1) plus agens hayati. Kedua perlakuan ini merupakan strategi penting untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu benih atau bibit kakao yang sehat serta ramah lingkungan.

Penelitian bertujuan untuk menghasilkan teknologi produksi benih atau bibit yang sehat dan bervigor tinggi dengan metode matriconditioning dan inokulasi

Trichoderma spp. Penelitian ini terdiri atas lima percobaan yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya, sehingga tujuan khusus yang ingin dicapai adalah: (1) Mengetahui perubahan beberapa karakteristik biologi dan fisiologi selama perkembangan benih kakao hibrida; mengevaluasi hubungan antar berbagai karakteristik biologi dengan karakter fisiologis benih yang dapat mencerminkan mutu benih; menentukan saat panen yang tepat benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6. (2) Mengisolasi dan mengidentifikasi cendawan terbawa benih kakao hibrida. (3) Mengevaluasi pengaruh tingkat patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap penurunan viabilitas dan vigor benih ataupun bibit kakao hibrida. (4) Mengetahui pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap peningkatan viabilitas dan vigor benih ataupun bibit kakao hibrida. (5) Mengetahui pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam terhadap peningkatan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida.

Berdasarkan perubahan fisiologis diperoleh dua fase indikator penentuan masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6. Fase perkembangan hingga masak fisiologis (Fase 1) dan fase setelah masak fisiologis (Fase 2). Pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 fase pertama terjadi pada saat 120-150 HSA dan masak fisiologis terjadi saat 150 HSA. Pada saat masak fisiologis daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif (KCT-R),

kecepatan perkecambahan (T50 menurun), bobot basah dan bobot kering benih,

(5)

KCT-R, dan bobot kering benih. Pada benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 periode

pertama terjadi pada saat 120-165 HSA dan masak fisiologis terjadi saat 165 HSA. Pada saat masak fisiologis daya berkecambah, indeks vigor, KCT-R,

kecepatan perkecambahan (T50 menurun), bobot basah dan bobot kering benih,

kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, serta ukuran benih mencapai maksimum dan menurun pada periode kedua. Selama fase perkembangan benih terjadi penurunan kandungan total klorofil benih dan buah, serta warna buah hijau tetapi warna buah kuning mengalami peningkatan. Karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 adalah warna buah kuning, indeks vigor, kandungan karotenoid benih, total klorofil benih dan buah, antosianin benih, tinggi bibit, T50,bobot kering benih, dan KCT-R. Berdasarkan hasil dari

berbagai karakter yang diamati maka masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 diperoleh pada umur panen 150 HSA dan ICS 60 x Sca 6 pada umur 165 HSA. Pada umur panen benih tersebut menghasilkan mutu benih yang terbaik, sehingga ditetapkan untuk digunakan pada penelitian selanjutnya.

Pada periode awal masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ditemukan 13 spesies cendawan terbawa benih. Tingkat infeksi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 hasil tertinggi pada hari keempat dan kelima mencapai 35,0% dan 51,7% dan hari keenam 100% dari 14 hari yang direncanakan dengan medium potato dextrose agar (PDA) dibanding water agar

(WA) dan kertas saring (KS). Sebanyak 13 spesies cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 berhasil diidentifikasi dengan menggunakan medium WA dan PDA, serta delapan spesies cendawan dengan medium KS. Cendawan terbawa benih tersebut adalah Aspergillus flavus, A. versicolor, A. ochraceus,

Penicillium chrysogenium, Cladosporium herbanum, Colletotrichum acutatum,

Curvularia geniculata, Fusarium semitectum, F. culmorum, F. oxysporum,

Moniliella acetoabutens, Phoma glomerata, dan Macrophoma sp.

Sebanyak 13 cendawan terbawa benih bersifat patogenik pada benih kakao hibrida dengan tingkat patogenisitas yang berbeda-beda. Cendawan yang bersifat patogenik pada benih kakao hibrida memiliki kemampuan untuk menurunkan daya berkecambah sebesar 20-40%, indeks vigor 30-47%, kecepatan tumbuh relatif 13-45% dan meningkatkan T50 0,6-7,4 hari. Infeksi patogen dapat

menyebabkan benih tidak tumbuh dan pertumbuhan menjadi tidak normal sebesar 29-52% dibanding kontrol. Ke 13 isolat cendawan patogen yang diinokulasikan pada benih kakao dapat menginfeksi bagian jaringan tanaman seperti kotiledon, daun, batang, dan akar bibit kakao. Jenis spesies Phoma glomerata dan

Macrophoma sp. yang mampu menurunkan tinggi bibit, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar bibit kakao secara nyata.

(6)

akar dan jumlah akar mengalami peningkatan. Benih yang mendapatkan perlakuan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii

DT/39 mampu meningkatkan vigor benih maupun bibit kakao hibrida. Peningkatan terjadi pada indeks vigor dari 42% menjadi 74%, laju pertumbuhan kecambah 0,30 g menjadi 0,45 g, tinggi bibit 13,7 cm menjadi 17 cm, panjang akar 4,9 cm menjadi 5,5 cm, dan jumlah akar dari 39 menjadi 48 dibanding tanpa perlakuan.

Perlakuan benih dengan menggunakan matriconditioning plus T. harzianum

DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 efektif meningkatkan tinggi bibit, bobot kering bibit, jumlah daun, diameter batang, luas daun, panjang akar, bobot kering akar, kandungan N dan P daun bibit kakao hibrida dibanding kontrol.

Perlakuan medium campuran tanah, pasir, dan kompos (2:1:1) plus agens hayati mampu meningkatkan tinggi bibit, bobot kering bibit, diameter batang, luas daun, jumlah akar, panjang akar, bobot kering akar serta kandungan N, P, dan K daun bibit kakao hibrida dibanding perlakuan lainnya. Pada perlakuan medium campuran tanah, pasir, dan kompos (2:1:1) plus agens hayati, pemberian perlakuan matriconditioning plus agens hayati tidak menunjukkan perbedaan dibanding kontrol (tanpa matriconditioning) terhadap tinggi bibit, bobot kering bibit dan kandungan N daun bibit kakao hibrida. Oleh karena itu perlakuan benih menggunakan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii

DT/39 dapat menggantikan perlakuan agens hayati tersebut pada medium campuran tanah, pasir, dan kompos (2:1:1).

Kata kunci: Invigorasi, masak fisiologis, matriconditioning plus Trichoderma

(7)

cacao L.) dengan Pendekatan Fisiologi dan Biologi. Komisi Pembimbing: SATRIYAS ILYAS (ketua), M. R. Suhartanto, dan A. Purwantara (anggota).

Benih bermutu rendah dan terinfeksi patogen menyebabkan produksi kakao di Indonesia masih di bawah rata-rata produktivitas nasional 2 ton/ha/tahun. Permasalahan utama benih kakao yaitu bersifat rekasitran; panen pada saat yang tepat, patogen terbawa benih, dan cepat mengalami penurunan mutu. Penelitian ini terdiri atas lima percobaan: (1) perubahan biologi dan fisiologi sebagai indikator masak fisiologis benih kakao hibrida, (2) isolasi dan identifikasi cendawan terbawa benih kakao hibrida, (3) patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih pada benih kakao hibrida, (4) pengaruh lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap vigor benih dan bibit kakao hibrida, dan (5) efektivitas perlakuan benih dan medium tanam untuk meningkatkan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida. Hasil penelitian menunjukkan selama perkembangan benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 terjadi penurunan kandungan total klorofil benih dan buah hingga mencapai minimum pada saat benih mencapai masak fisiologis dan setelah itu tidak berubah. Perubahan kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, viabilitas dan vigor benih bersifat parabolik dan menunjukkan peningkatan hingga maksimum dan setelah itu terjadi penurunan. Kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah pada saat masak fisiologis mencapai maksimum. Perkembangan benih kakao hibrida terdiri atas tiga periode yaitu: periode sebelum benih mencapai masak fisiologis (T1), masak fisiologis

(T2), dan setelah masak fisiologis (T3). Selama perkembangan benih setiap jenis

kakao hibrida memiliki panjang periode (T1) yang berbeda-beda. Kemampuan

benih kakao untuk mempertahankan viabilitas dan vigor selama masak fisiologis (T2) juga berbeda-beda untuk setiap jenis kakao hibrida. Karakter-karakter yang

dapat digunakan sebagai indikator penentuan masak fisiologis benih kakao adalah warna buah kuning, kandungan total klorofil benih dan buah, karotenoid dan antosianin benih, vigor benih maupun bibit, dan bobot kering benih. Pada periode awal masak fisiologis ditemukan 13 patogen terbawa benih dan sebanyak delapan spesies patogen berpotensi menginfeksi dan menurunkan viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao. Kedelapan patogen adalah Cladosporium herbanum,

Penicillium chrysogenium, Curvularia geniculata, Fusarium oxysporum,

Aspergillus ochraceus, Colletotrichum acutatum, Phoma glomerata, dan

Macrophoma sp. Viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao cepat mengalami penurunan sebagai akibat dari lama penyimpanan empat minggu dan infeksi penyakit. Perlakuan matriconditioning plus Trichodermaharzianum DT/38 dan T.

pseudokoningii DT/39 mampu melindungi benih, memulihkan, dan meningkatkan

viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao. Perlakuan benih dengan

matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 dapat menggantikan perlakuan agens hayati tersebut pada medium campuran tanah, pasir, dan kompos untuk meningkatkan vigor bibit berdasarkan tolok ukur tinggi bibit, bobot kering bibit, kandungan N, dan P daun bibit kakao.

Kata kunci: Invigorasi, masak fisiologis, matriconditioning plus Trichoderma

(8)

© Hak Cipta Milik IPB Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, dan penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

PENINGKATAN MUTU BENIH DAN BIBIT KAKAO

HIBRIDA (

Theobroma cacao

L.) DENGAN

PENDEKATAN FISIOLOGI DAN BIOLOGI

BAHARUDIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Endang Murniati, MS.

Dr. Ir. Eny Widajati, MS.

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS.

(11)

dan Biologi

Nama

: Baharudin

NIM

: A 161060161

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Ketua

Dr. Ir. M. R. Suhartanto, M.Si. Dr. Ir. A. Purwantara, APU.

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(12)

PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena dengan izinnya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dengan judul: Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida (Theobroma cacao L.) dengan Pendekatan Fisiologi dan Biologi. Hasil penelitian ini dituangkan dalam bentuk karya ilmiah berupa disertasi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan tersebut merupakan bimbingan dan bantuan yang tulus ikhlas dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. M. R. Suhartanto, M.Si dan Dr. Ir. A. Purwantara, APU. sebagai anggota komisi pembimbing atas arahan, bimbingan dan saran mulai rencana penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Endang Murniati, MS dan Dr. Ir. Eny Widajati, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup dan Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS dan Dr. Ir. Rubiyo, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan saran dan masukan guna perbaikan disertasi.

3. Pimpinan beserta staf Institut Pertanian Bogor yang telah berkenan untuk menerima penulis sebagai mahasiswa program Doktor.

4. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian yang telah menugaskan penulis untuk melanjutkan pendidikan. Bantuan beasiswa melalui biaya Badan Litbang Pertanian selama mengikuti pendidikan program Doktor di Institut Pertanian Bogor.

5. Pimpinan beserta staf Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan.

(13)

7. Pimpinan dan staf Program Pascasarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB yang telah membantu penyelesaian program Doktor di Institut Pertanian Bogor.

8. Pimpinan dan staf Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember beserta pengelola Kebun Benih kakao yang telah membantu penyediaan benih kakao hibrida.

9. Pimpinan dan staf Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor yang telah menyediakan fasilitas laboratorium dan rumah kaca. Laboratorium: Mikrobiologi Biotek Perkebunan BPBPI, Ilmu dan Teknologi Benih IPB, RGCI (Research Group on Crop Improvement), Biophysics MIPA, Pengendalian Hayati, Fisika Tanah dan Kimia Tanah IPB, serta Laboratorium Ekofisiologi Balitro Bogor dan Penyakit Tanaman Balitkabi Malang.

10.Staf Departemen Statistik IPB yang telah memberikan pelatihan dan bimbingan dalam mengolah data-data penelitian.

11.Dr. Ir. La Ega, M.Si, Dr. Akhiruddin Madu, MP, Dr. Ir. Susilawati, M.Si, Dr. Ir. Yusmani Prayogo, M.Si, Ir. Rubiatul Adawiah, M.Si, Dian Utami Safitri, MS, Siti Ropikoh, SP, dan Mba Neng, rekan-rekan mahasiswa Ilmu dan Teknologi Benih bersama mahasiswa Sekolah Pascasarjana, khususnya program studi Agronomi, Kelompok Belajar, Dewan Mahasiswa, Wacana dan Kerukunan Mahasiswa Sultra, Group Badminton khusus Under Tree Fahutan untuk segala bantuan dan diskusinya.

12.Penghargaan yang tak terhingga beserta doa kepada kedua ayahanda (almarhum) dan ibunda kami tercinta, istri dan anak-anaku putra-putri tersayang, beserta keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.

13.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam mendukung kelancaran penyelesaian pendidikan di IPB yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga bimbingan dan bantuan dari semua pihak mendapatkan imbalan pahala sesuai yang diterima oleh Allah SWT Amin.

Bogor, Juni 2011

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Saparua pada tanggal 1 Januari 1964, putra keempat dari pasangan suami istri La Maradi (Alm.) dan ibu Hj. Wa Ode Hiba.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri II Saparua pada tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama Negeri I Wanci pada tahun 1981 dan pada tahun 1984 menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 28 Masohi. Pada tahun 1984/1985 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 1990. Penulis memperoleh gelar Magister Pertanian pada tahun 2005 di Program Studi Agronomi Fakultas Pascasarjana Universitas Haluoleo. Sejak tahun 2006 memulai pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Agronomi.

Penulis pada tanggal 19 Desember 1991 menikah dengan Nurbaya dan telah dikaruniai tiga orang putra: Rahmat Nurdin Hidayat B, Raqib Nurdin Baharudin, Rahwal Nurdin Baharudin, dan dua orang putri: Wa Ode Rezki Nurdiantik Baharudin dan Wa Ode Risna Nurdin Baharudin.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... DAFTAR SINGKATAN DAN GLOSARI ... xx xxii PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Tanaman Kakao ... 7

Buah Kakao dan Perkembangannya ... 7

Perkembangan dan Kemasakan Fisiologis Benih Kakao ... 8

Infeksi Cendawan Patogen Terbawa Benih ... 10

Kerusakan Benih Kakao Akibat Penyimpanan ... 11

Perbaikan Mutu Benih Kakao dengan Aplikasi Agens Hayati ... 12

Fermentasi Buah Kakao ... 14

Penggunaan Klon Unggul Kakao yang Tepat ... 14

Penggunaan Medium Pembibitan Kakao yang Tepat ... 15

PERUBAHAN BIOLOGI DAN FISIOLOGI SEBAGAI INDIKATOR MASAK FISIOLOGIS BENIH KAKAO HIBRIDA ... 17

Abstrak ... 17

Pendahuluan ... 18

Bahan dan Metode ... 21

Hasil dan Pembahasan ... 22

Perkembangan Benih dan Buah Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6.. 22

Perkembangan Benih dan Buah Kakao Hibrida ICS 60 x Sca 6 .... 26

Keeratan Hubungan antara Periode Umur Benih dengan Karakteristik Mutu Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 30

Hubungan Langsung dan Tidak Langsung antara Umur Panen dengan Beberapa Karakteristik Mutu Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 33

Simpulan ... 35

Saran ... 36

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN TERBAWA BENIH KAKAO HIBRIDA ... 37

Abstrak ... 37

Pendahuluan ... 38

Bahan dan Metode ... 39

Hasil dan Pembahasan ... 41

Tingkat Infeksi ... 41

Identifikasi Cendawan ... 43

(16)

Saran ... 48

PATOGENISITAS BEBERAPA ISOLAT CENDAWAN TERBAWA BENIH PADA BENIH KAKAO HIBRIDA ... 49

Abstrak ... 49

Pendahuluan ... 50

Bahan dan Metode ... 52

Hasil dan Pembahasan ... 53

Kerapatan Patogen ... 53

Inokulasi Cendawan Terbawa Benih ... 54

Simpulan ... 60

Saran ... 60

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN PERLAKUAN BENIH TERHADAP PENINGKATAN VIGOR BENIH KAKAO HIBRIDA ... 61

Abstrak ... 61

Pendahuluan ... 62

Bahan dan Metode ... 65

Hasil dan Pembahasan ... 68

Pengaruh Interaksi antara Lama Penyimpanan dan Perlakuan Benih pada Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 68

Pengaruh Tunggal Lama Penyimpanan dan Perlakuan Benih pada Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 71

Simpulan ... 74

Saran ... 74

EFEKTIVITAS PERLAKUAN BENIH DAN MEDIUM TANAM UNTUK KESEHATAN DAN VIGOR BIBIT KAKAO HIBRIDA ... 75

Abstrak ... 75

Pendahuluan ... 76

Bahan dan Metode ... 78

Hasil dan Pembahasan ... 81

Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Benih dan Medium Tanam pada Bibit Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 81

Pengaruh Tunggal Perlakuan Benih dan Medium Tanam pada Bibit Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 86

Simpulan ... 89

Saran ... 90

PEMBAHASAN UMUM ... 91

Pola Perkembangan Benih Kakao Hibrida ... 91

Pola Penanganan Benih Kakao Hibrida ... 94

Prospek dan Potensi Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida ... 98

Implikasi Peningkatan Mutu Benih dan Bibit Kakao Hibrida ... 99

SIMPULAN UMUM ... 100

SARAN ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(17)

No. Halaman 1. Korelasi antara umur panen benih dengan berbagai karakteristik mutu

benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 31 2. Tingkat infeksi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca

6 pada berbagai medium tumbuh ... 41 3. Morfologi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6

yang diamati secara makrokopis dan mikrokopis ... 43 4. Spesies cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 yang

berhasil diisolasi dengan medium Potato Dextrose Agar, Water Agar

dan Kertas Saring ... 47 5. Rata-rata jumlah spora cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH

858 x Sca 6 pada medium PDA ... 53 6. Pengaruh inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap

daya berkecambah, indeks vigor, KCT relatif, T50, laju pertumbuhan

kecambah, tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar, jumlah akar dan tingkat infeksi pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 54 7. Pengaruh inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap

tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur 21 hari ... 56 8. Bagian tanaman yang terinfeksi beberapa isolat cendawan patogen

terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur 21 hari ... 56 9. Pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dengan perlakuan benih

terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh relatif, T50, dan jumlah

daun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 69 10. Pengaruh lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap indeks

vigor, laju pertumbuhan kecambah, tinggi bibit, panjang akar dan jumlah akar bibit kakao TSH 858 x Sca 6 ... 72 11. Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam terhadap

tinggi bibit, bobot kering bibit, kandungan nitrogen, dan fosfat daun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur lima bulan ... 81 12. Pengaruh perlakuan benih dan medium tanam terhadap jumlah daun,

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Bagan Alir Penelitian ... 6 2. Diagram perkembangan buah hubungannya dengan kemasakan buah

dan biji kakao dalam beberapa fase pertumbuhan ... 7 3. Hifa Trichoderma harzianum (1) dan (2) T. koningii ... 13 4. Perubahan karakteristik biologi benih (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 23 5. Perubahan karakteristik fisiologis benih (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 25 6. Perubahan karakteristik biologi buah (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen buah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 26 7. Perubahan karakteristik biologi benih (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 ... 27 8. Perubahan karakteristik fisiologis benih (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 ... 28 9. Perubahan karakteristik biologi buah (a dan b) pada berbagai

tingkatan umur panen buah kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 ... 30 10. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen dengan

mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 (Y) dengan: X9 = warna buah kuning, X15 = indeks vigor, X1 = kandungan total klorofil benih, X4 = total Klorofil buah, X2 = karotenoid benih, X3 = antosianin benih, X17 = T50, X20 = tinggi bibit, X16 = KCT-R,

X13 = bobot kering benih, serta Ci = hubungan langsung dan Cs =

sisaan ... 33 11. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen dengan

mutu benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 (Y) dengan: X8 = warna buah kuning, X14 = indeks vigor, X2 = kandungan karotenoid benih, X19 = tinggi bibit, X1 = kandungan total klorofil benih, X4 = total klorofil buah, X16 = T50, X3 = kandungan antosianin

benih, X12 = bobot kering benih, X15 = KCT-R, serta Ci =

hubungan langsung dan Cs = sisaan ... 34 12 Morfologi cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x

(19)

13. Pertumbuhan bibit kakao hibrida pada umur lima bulan yang diberi perlakuan benih dan medium tanam. A tanpa perlakuan benih (B0)

pada medium tanam (M1, M6) dan B mendapatkan perlakuan benih

(B1) pada medium tanam (M1, M6) ... 82

14. Model skema hubungan antara periode sebelum masak fisiologis (T1),

periode masak fisiologis (T2), dan periode setelah masak fisiologis

(T3) dengan beberapa karakter indikator penentu masak fisiologis

benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 92 15. Model skema hubungan antara viabilitas benih kakao hibrida TSH

858 x Sca 6 pada periode masak fisiologis (T2) dan patogen terbawa

benih, lama penyimpanan dan perlakuan benih dengan menggunakan

matriconditioning plus Trichoderma spp. dan interaksinya dengan

(20)

No. Halaman

1. Beberapa karakter yang dapat digunakan untuk menentukan indikator masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 ... 121 2. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen benih

dengan beberapa karakteristik mutu benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 ... 122 3. Hubungan langsung dan tidak langsung antara umur panen benih

dengan beberapa karakteristik mutu benih kakao hibrida ICS 60 x Sca 6 ... 123 4. Hasil analisis kandungan kompos kulit buah kakao hibrida TSH 858 x

Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember di Laboratorium Kimia Tanah IPB 2009 ... 125 5. Hasil analisis kandungan kimia tanah sebelum dilakukan penelitian

terhadap medium tanam bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Kimia Tanah IPB tahun 2009 ... 125 6. Hasil analisis kandungan kimia tanah setelah dilakukan penelitian

terhadap medium tanam bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Kimia Tanah IPB tahun 2009 ... 125 7. Proses persilangan buatan antara kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan

ICS 60 x Sca 6 di Kebun Induk Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember ... 126 8. Proses analisis kandungan klorofil, karotenoid, dan antosianin benih

dan buah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 secara non destruktif dengan menggunakan alat Spectrophotometer di Laboratorium Fisika, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor ... 127 9. Alat yang digunakan untuk analisis kandungan klorofil pada daun

tanaman Sky oaks dan kandungan pigmen lainnya secara non destruktif menggunakan alat Spectrophotometer portable tipe UniSpec-SC standard (99% reflective) ... 127 10. Perkembangan umur panen benih dan buah yang diperoleh dari hasil

(21)

11. Prosedur pelaksanaan kegiatan isolasi dan identifikasi cendawan terbawa benih yang diperoleh dari hasil persilangan buatan antara kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi Balai

Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 129 12. Hasil isolasi cendawan terbawa benih yang diperoleh dari hasil

persilangan buatan antara kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dengan menggunakan medium tanam WA, PDA dan kertas saring di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan

Indonesia, Bogor ... 129 13. Persiapan bahan untuk pengujian patogenisitas cendawan terbawa

benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi

Balai Penelitan Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 130 14. Inokulasi 13 isolat cendawan terbawa (CTB) benih kakao hibrida TSH

858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 130 15. Hasil uji patogenisitas cendawan terbawa benih (CTB) kakao hibrida

TSH 858 x Sca 6 di Rumah Kaca Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia, Bogor ... 130 16. Hasil isolasi dan identifikasi cendawan terbawa benih (CTB) yang

terdapat pada bagian bibit kecambah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan

Indonesia, Bogor dan Pengendalian Hayati Institut Pertanian Bogor .... 131 17. Hasil inokulasi dan identifikasi cendawan terbawa benih yang terdapat

pada bagian kotiledon, daun, batang, dan akar bibit kecambah kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Mikrobiologi BPBPI, Bogor

dan Pengendalian Hayati Institut Pertanian Bogor ... 131 18. Persiapan bahan dan aplikasi percobaan lama penyimpanan dan

perlakuan benih pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 di Laboratorium Benih IPB dan Mikrobiologi serta rumah kaca Balai

Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor ... 132 19. Pembuatan kompos dengan beberapa agens hayati dan medium tanam

di Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia, Bogor ... 133 20. Pemberian perlakuan benih pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6

di laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia, Bogor ... 133 21. Hasil aplikasi perlakuan benih dan medium tanam pada bibit kakao

hibrida TSH 858 x Sca 6 di Rumah Kaca Mikrobiologi Balai Penelitian

(22)

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang

mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional. Komoditas ini

memiliki prospek sebagai sumber devisa negara dari sektor non migas dan perlu

percepatan pengembangannya. Luas areal kakao di Indonesia 1,5 juta ha (Dirjen

Perkebunan 2010) yang terdiri atas 89,4% kakao rakyat dan 10,56% dikelola oleh

pemerintah dan swasta. Lebih dari 50% kakao dikategorikan tidak produktif lagi

atau berproduksi rendah, karena sudah berumur tua (Puslitkoka 2006a; KKI 2006;

Dirjen Perkebunan 2010). Potensi produktivitas kakao dapat mencapai 2-3

ton/ha/tahun (Alvim 1977). Produktivitas kakao rakyat berkisar antara 57-1300

kg/ha/tahun, masih di bawah rata-rata potensi produktivitas nasional 2

ton/ha/tahun (Dirjen Bina Produksi Perkebunan 2004; KKI 2006). Menurut

Panggabean & Satyoso (2008) konsumsi kakao dunia untuk negara-negara Eropa

sebesar 50% atau setara 3,1g, Amerika Serikat 35% atau 2,6g, Asia 13% atau

0,8g, dan Afrika 3% atau setara 0,2g kakao/orang/tahun.

Pengembangan kakao di Indonesia masih mengalami berbagai tantangan,

antara lain keterbatasan benih unggul dan kurang tersedianya kebun benih di

sentra pengembangan kakao. Pada tahun 2009 pemerintah mencanangkan

program revitalisasi perkebunan kakao, dengan target 54.000 ha program untuk

peremajaan, 36.000 ha untuk rehabilitasi dan 110.000 ha untuk perluasan areal

tanam. Perkiraan kebutuhan benih kakao untuk pelaksanaan program tersebut 168

juta butir benih (Ditjen Perkebunan 2009). Keberhasilan program ini dapat

ditentukan oleh ketersediaan benih yang sehat dan vigor, yang berdampak pada

produktivitas tanaman dan mutu hasil. Benih yang sehat dan bervigor tinggi akan

diperoleh dari pohon induk yang vigor dan sehat serta dipanen pada saat masak

fisiologis. Benih yang tidak sehat dan vigor serta terinfeksi penyakit (seedborne

diseases) mengakibatkan kerugian yang besar dan berjangka panjang.

Beberapa permasalahan dalam penyedian benih kakao selama ini antara lain

panen yang terlalu awal atau setelah masak fisiologis, dapat menurunkan vigor

benih. Benih kakao bersifat rekalsitran yaitu tidak bisa disimpan lama, cepat

(23)

harus tepat. Kendala lain yang dihadapi adalah keberadaan kebun benih yang

terletak jauh dari pusat pengembangan, sehingga pengadaan benih harus melalui

transportasi dan penyimpanan (periode konservasi) yang cukup lama. Menurut

Schmidt (2000), patogen merupakan sumber infeksi potensial jika lingkungan

mendukung selama benih dalam penyimpanan. Kondisi ini dapat menurunkan

vigor benih dan dapat diperparah jika benih yang didatangkan terinfeksi patogen

yang bersifat tertular benih, sehingga penyebaran penyakit semakin cepat.

Penyakit utama tanaman kakao adalah penyakit busuk buah yang disebabkan

oleh cendawan Phytohpthora palmivora (Keane 1992; Sukamto 2008). Menurut

Keane (1992); Tahi et al. (2007), patogentersebutdapat menyerang bagian buah,

pucuk, daun, ranting, cabang, batang, biji dan akar. Serangan pada bagian biji

dapat berdampak pada benih yang dihasilkan. Indikator benih terinfeksi patogen

adalah jumlah benih yang dapat berkecambah rendah, pertumbuhan benih tidak

seragam, vigor benih dan bibit yang rendah, serta produksi menurun. Tingkat

serangan penyakit busuk buah (P. palmivora) bervariasi, lebih dari 10% terjadi di

Semenanjung Malaysia dan 80-90% di Kamerun. Di Jawa, kerugian akibat

penyakit ini berkisar antara 33-50% (Darmono 1994; Purwantara 1994), dan dapat

menurunkan hasil sekitar 20-30% (Wood & Lass 1985; Semangun 2000).

Salah satu cara dalam mengatasi permasalahan rendahnya vigor benih dan

penyebaran penyakit adalah melakukan teknik produksi benih yang baik dan

benar, dengan memanfaatkan benih kakao hibrida. Keunggulan benih kakao

hibrida antara lain mampu berproduksi tinggi (Suhendi et al. 2004), daya tumbuh

benih yang tinggi dan seragam, serta bibit yang dihasilkan lebih vigor. Secara

umum McDonald & Copeland (1997); Demir et al. (2005), menyatakan bahwa

benih bermutu tinggi ditandai dengan mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik,

dan mutu patologis yang baik dan benar. Terkait dengan mutu fisiologis benih

kakao, diduga bahwa saat panen benih dan buah kakao yang tepat, dan dapat

ditentukan dengan kriteria biologi dan fisiologis benih. Semua karakter tersebut

diharapkan dapat dijadikan indikator masak fisiologis benih.

Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan yang dilakukan terhadap benih

kakao hibrida ICS 13 x Sca 6, terdapat beberapa cendawan terbawa benih yang

(24)

   

sp., Colletotrichum sp., Curvularia sp., Fusarrium spp., Moniliella sp., Phoma

sp., dan Macrophoma sp. Cendawan-cendawan ini harus diverifikasi lebih lanjut

untuk identifikasi dan uji tingkat patogenitasnya. Cendawan-cendawan tersebut

diduga bersifat patogenik, maka untuk mengatasinya perlu dilakukan teknik

invigorasi pada benih. Menurut Ilyas (2005), benih yang telah mengalami

kemunduran atau deteriorasi dapat ditingkatkan performansinya melalui perlakuan

invigorasi, yaitu cara mengatur pemasukan air (hidrasi) ke dalam benih secara

perlahan-lahan (conditioning) untuk memperbaiki perkecambahan.

Teknik invigorasi benih yang sering digunakan adalah matriconditioning dan

osmoconditioning. Menurut Khan et al. (1990), matriconditioning merupakan

perlakuan benih sebelum tanam yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan

fisiologi maupun biokimia benih. Mekanisme kerja matriconditioning yaitu

mengatur pemasukan air ke dalam benih, sehingga pemunculan radikula dapat

dicegah selama beberapa waktu dan memungkinkan fase aktivasi berlangsung

lebih lama. Menurut Ilyas (1994) pada proses ini, masuknya air secara

perlahan-lahan ke dalam benih dan tidak menimbulkan kerusakan pada membran. Selama

imbibisi, benih menyerap air sampai pada nilai ”plateau/ekuilibrium” tercapai dan

fase aktivasi benih tetap pada kadar air tersebut. Pada saat yang sama proses

metabolik yang diperlukan untuk perkecambahan menjadi aktif, dan kadar air

benih akan meningkat bila radikula mulai tumbuh (Ilyas 1994). Selama priming,

air yang diserap hanya cukup untuk aktivasi, tetapi tidak cukup untuk

pertumbuhan dan perkecambahan benih. Selanjutnya dilakukan proses

pengeringan tanpa merusak benih (Bradford & Tremavas 1984).

Osmoconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan larutan

berpotensial osmotik rendah sedangkan potensial matriks dapat diabaikan, selama

periode tertentu dengan tertundanya perkecambahan (Khan dalam Ilyas 2005).

Budiarti (1999), menyatakan bahwa invigorasi benih dengan teknik

osmoconditioning (perendaman dalam aquades atau GA3 + NAA 0,1 mM selama

4 jam) dapat meningkatkan viabilitas benih kakao yang mundur dari 73% menjadi

83-90%. Kelemahan teknik osmoconditioning adalah sulit dikombinasikan dengan

(25)

perlu diteliti penggunaan teknik matriconditioning dengan penambahan agens

hayati.

Teknik matriconditioning dengan penambahan agens hayati, diharapkan

dapat mengurangi serangan patogen terbawa benih. Kombinasi perlakuan

matricondiotioning dan Trichoderma spp. diharapkan dapat menghasilkan benih

kakao bervigor tinggi dan sehat, karena diduga dapat mempercepat pertumbuhan

bibit. Mikroba antagonis Trichoderma harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii

DT/39 dapat memacu pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tanaman (BPBPI

2008). Menurut Chet & Henis (1985), Trichoderma dapat menghasilkan antibiotik

volatil dan non volatil. Penggunaan Trichoderma dapat menurunkan frekwensi

infeksi P. palmivora pada buah kakao dari 9-98% menjadi 6-63% (Darmono

1994). Menurut Prayudi (1996), mikroparasitisme Trichoderma dimulai setelah

hifa kontak fisik dengan hifa inang yang mampu menghasilkan enzim hidrolitik β

-1,3 glukanase dan kitinase, yang dengan aktif mendegradasi sel-sel cendawan dan

melakukan penetrasi ke dalam hifa cendawan patogen.

Keberhasilan dalam mengidentifikasi dan mengendalikan patogen yang

dikombinasikan dengan teknik matriconditioning plus agens hayati, diharapkan

dapat menghasilkan benih dan bibit yang sehat, serta bervigor tinggi.

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan teknologi

produksi benih dan bibit yang sehat dan bervigor tinggi dengan metode

matriconditioning dan inokulasi Trichoderma spp. Tujuan khusus yang ingin

dicapai adalah:

1. Mengetahui perubahan beberapa karakter biologi dan fisiologis selama

perkembangan benih kakao hibrida; mengevaluasi hubungan antara berbagai

karakter yang diamati dengan karakter fisiologis benih; menentukan saat panen

yang tepat benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6.

2. Mengisolasi dan mengidentifikasi cendawan terbawa benih kakao hibrida.

3. Mengevaluasi tingkat patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih

(26)

   

4. Mengetahui pengaruh kombinasi antara lama penyimpanan dan perlakuan

benih terhadap peningkatan viabilitas dan vigor benih ataupun bibit kakao

hibrida.

5. Mengetahui pengaruh kombinasi antara perlakuan benih dan medium tanam

terhadap peningkatan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida.

Hipotesis

1. Terdapat perubahan beberapa karakter biologi dan fisiologi selama

perkembangan benih, hubungan antar berbagai karakter fisiologis benih yang

dapat mencerminkan mutu benih dan menentukan saat panen yang tepat benih

kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6.

2. Terdapat beberapa isolat cendawan yang teridentifikasi terbawa benih kakao

hibrida TSH 858 x Sca 6.

3. Inokulasi dengan berbagai isolat cendawan terbawa benih diduga dapat

menurunkan viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao hibrida TSH 858 x

Sca 6.

4. Terdapat interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap

peningkatan viabilitas dan vigor benih ataupun bibit kakao hibrida TSH 858 x

Sca 6.

5. Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam terhadap

peningkatan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi kepada produsen benih dan para peneliti serta pengguna

lainnya.

2. Meningkatkan mutu benih dan memperbaiki vigor bibit kakao hibrida yang

telah mengalami kemunduran melalui pendekatan fisiologi dan biologi.

3. Hasil penelitian mudah dan murah diaplikasikan, serta aman terhadap

lingkungan.

4. Hasil penelitian, dapat dijadikan acuan dalam penyususunan SOP (Standard

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kakao

Kakao merupakan tanaman perkebunan yang termasuk dalam divisi

Spermathophyta, kelas Dicotiledonae, ordo Malvales, famili Sterculiaceae, genus

Theobroma dan spesies cacao L., serta termasuk buah tunggal berbiji banyak

(Toruan 1990). Benih dan buah selama fase perkembangan dan pemasakan terjadi

perubahan karakter biologi dan fisiologis. Buah kakao ada yang berkulit tebal dan

agak tebal, serta ada yang memiliki alur dan tidak beralur. Buah berwarna hijau

pada saat masak berwarna kuning kehijauan, sedangkan buah yang berwarna

merah berubah menjadi kuning oranye. Di dalam buah terdapat biji yang

dilindungi oleh ”mucilage pulp” berwarna putih yang rasanya manis atau agak

keasaman tergantung dari tingkat kemasakan buah.

Buah Kakao dan Perkembangannya

Perkembangan umur buah kakao sejak terjadinya pembungaan sampai masak

fisiologis, untuk kebutuhan benih, diperkirakan selama 120-163 hari (Gambar 2).

Keterangan : Lintasan hipotetik yang menghasilkan buah tanpa biji dan berbiji sebagian Gambar 2. Diagram perkembangan buah hubungannya dengan kemasakan buah dan biji kakao

(28)

Di dalam buah kakao terdapat banyak biji, yang dilindungi oleh plasenta dan

mucilage pulp berwarna putih (Rahardjo 1985). Perkembangan buah kakao terdiri

atas tiga fase yaitu pembelahan zigot, pembentukan endosperma dan pertumbuhan

biji (Nicholas 1965; Wood 1975). Pada fase pertama, zigot mulai melakukan

pembelahan diri hingga terbentuk pentil, yang terjadi pada umur lebih kurang 50

hari setelah antesis. Fase kedua terjadi saat endosperma tumbuh dan buah

berkembang menjadi besar sampai biji terbentuk dengan sempurna. Fase ini

terjadi pada umur 50-80 hari setelah antesis. Fase ketiga terjadi pertumbuhan biji

dengan diferensiasi embrio dan berlangsung pada umur 80 hari setelah antesis.

Selanjutnya buah kakao akan mencapai matang morfologis pada umur lebih

kurang 120 hari setelah antesis, dan akan masak pada umur lebih kurang 163 hari

setelah antesis (Nicholas 1965; Wood 1975).

Perkembangan dan Kemasakan Fisiologis Benih Kakao

Perkembangan benih kakao berhubungan dengan mutu benih, terutama

kondisi benih saat sebelum masak fisiologis dan setelah masak fisiologis.

Menurut Inawati (2002), benih kakao yang memiliki kualitas rendah mudah

mengalami kemunduran dan kehilangan viabilitas. Penurunan viabilitas benih

dapat disebabkan oleh perubahan fisik, fisiologis dan biokimia, yang dapat

ditandai dengan perubahan warna benih, hilangnya daya berkecambah, dan

pertumbuhan kecambah yang abnormal (Munandar et al. 2004). Secara umum

benih yang mengalami kemunduran, memiliki daya berkecambah yang rendah

(Copeland 1976). Kriteria benih kakao berkecambah normal apabila pertumbuhan

benih sehat, hipokotil tumbuh normal dengan panjang lebih kurang satu setengah

dari panjang benih, kotiledon terangkat ke atas dan daun telah membuka dengan

sempurna (Basharudin 1994). Gejala terakhir kemunduran benih digambarkan

dengan habisnya kemampuan benih dalam berkecambah hingga terjadi kematian

benih (Copeland 1976).

Tingkat kemasakan fisiologis penting diketahui untuk menentukan waktu

panen yang tepat, karena berhubungan dengan viabilitas dan vigor benih (Sundari

2005). Beberapa ciri masak fisiologis benih kakao yang telah disebutkan adalah

(29)

   

Prawoto et al. 2003; Suhendi et al. 2004). Hasil penelitian lain Prawoto (2008)

menyebutkan buah kakao pada saat muda berwarna hijau atau merah, ketika

masak fisiologis berubah menjadi kuning kehijauan dan kuning oranye. Chart

(1953) menjelaskan perubahan warna buah kakao sebesar 50-80% ketika masak

fisiologis dari buah dan terjadi pada umur 135-150 hari setelah berbunga. Hasil

penelitian lain menjelaskan buah kakao pada umur 120 hari berwarna hijau, ketika

berumur 135 hari berubah menjadi hijau putih, kemudian menjadi kuning sebesar

5% pada umur 150 hari, 40% saat berumur 165 hari, 60% ketika 180 hari dan

100% saat berumur 175 hari setelah berbunga (Wirawan 1992).

Pada umur 120-180 hari setelah antesis diharapkan benih dan buah kakao

sudah mencapai masak fisiologis dengan kandungan klorofil, karotenoid dan

antosianin yang berbeda-beda. Tolok ukur masak fisiologis benih kakao dapat

diduga dengan adanya kandungan total klorofil, karotenoid dan antosianin benih

dan buah, seperti pada benih tanaman lainnya.

Klorofil tidak hanya terdapat di daun, tetapi juga ditemukan dalam benih dan

buah, yang berperanan dalam proses fotosintesis. Berbagai penelitian untuk

menentukan kandungan klorofil dalam benih dan buah telah dilakukan, sehingga

dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi mutu benih. Suhartanto (2002) melaporkan

bahwa kandungan klorofil benih tomat pada saat masak fisiologis adalah

minimum, dan lebih rendah dibandingkan saat benih belum masak fisiologis.

Pada tanaman tomat, kandungan klorofil benih tomat berkorelasi negatif dengan

daya berkecambah. Artinya makin tinggi kandungan klorofil makin rendah daya

berkecambah (Suhartanto 2003). Dalam hal ini, kandungan klorofil dapat

digunakan sebagai penciri kemasakan benih, atau secara tidak langsung sebagai

penciri kualitas benih (Suhartanto 2002).

Beberapa karakter yang diamati dapat digunakan untuk menentukan mutu

benih, sedangkan karotenoid dan antosianin diduga berkaitan dengan ketahanan

terhadap penyimpanan benih. Pada benih jagung manis, kadungan karotenoid

pada setiap tingkat kemasakan berbeda-beda, tertinggi pada saat masak fisilogis

(Prasetyantiningsih 2006). Menurut Bosland & Votava (1999); karotenoid

memiliki peranan penting di dalam produksi benih dan terdapat pada membran

(30)

(2004); Sliwka et al. (2010), karotenoid dan antosianin merupakan senyawa

antioksidan. Selanjutnya Edge & Truscott (2010); Kispert et al. (2010); Polivka

(2010), melaporkan karotenoid berfungsi memproteksi penyakit, mencegah

pembentukan radikal bebas dan peroksidasi lipid. Dikatakan oleh Niemann &

Baayen (1988); Miller (1996); Curir et al. (2005); Galeotti et al. (2008), bahwa

antosianin merupakan senyawa dari klas flavonoids yang secara biologi berfungsi

sebagai agens pengendali penyakit atau antibakterial dan antimutagenik.

Diharapkan peningkatan kandungan karotenoid dan antosianin pada benih dapat

memperpanjang periode penyimpanan benih dan sebagai agens pengendali biologi

benih kakao hibrida. Hal ini perlu dipelajari karakter biokimia, biofisik, fisiologis,

agronomi, dan morfolgis, karena berhubungan dengan penentuan mutu benih

kakao hibrida.

Infeksi Cendawan Patogen Terbawa Benih

Tingkat infeksi cendawan patogen pada benih berhubungan dengan faktor

genetik dan lingkungan. Secara visual benih sehat dan benih terinfeksi patogen

sulit dibedakan (Baliati 1993). Infeksi patogen dapat terjadi secara mekanik,

melalui benih, dan secara non persisten melalui serangga vektor (Demski &

Lovell 1985). Menurut Sutakaria (1989); Schmidt (2000); Soesanto (2006),

infeksi patogen mulai terjadi saat tanaman muda, menjelang berbunga, dan saat

pembentukan buah hingga benih, serta infeksi tertinggi pada tahap akhir

pematangan benih. Dikatakan Halloin (1986); Hatting et al. (1999), bahwa secara

umum patogen merupakan sumber inokulum potensial yang menyebar melalui

spora dan menginfeksi mulai dari jaringan bunga hingga saat pematangan benih

melalui jaringan vaskular.

Penurunan mutu benih dapat terjadi secara berangsur-angsur dan tidak dapat

balik (irreversible) (Copeland & McDonald 1995). Penyebab penurunan mutu

benih kedelai dapat terjadi apabila faktor-faktor yang mempengaruhi laju

deteriorasi benih sulit dikendalikan (Nugraha 1987). Menurut Wicklow & Pearson

(2004), Aspergillus flavus dan Fusarium verticillioides ditemukan juga

menginfeksi benih jagung, serta jahe dan kunyit di India, Pakistan, Iran, dan USA

(31)

   

mengatakan, infeksi cendawan patogen pada benih sereal dan legum merupakan

sumber vital untuk menurunkan viabilitas dan vigor benih, serta produksi dan

kualitas hasil. Selanjutnya Abadi (2005) menjelaskan, tidak satupun tanaman di

alam yang bebas dari gangguan penyakit dan bahkan dapat menginfeksi semua

bagian tanaman, hingga menyebabkan kematian.

Kerusakan Benih Kakao Akibat Penyimpanan

Benih kakao tergolong rekalsitran, tidak tahan suhu dan kelembaban rendah,

tidak memiliki masa dormansi, serta mempunyai periode simpan yang relatif

sangat singkat (Barton 1965). Penyimpanan benih kakao sering tidak sesuai

dengan kondisi yang dikehendaki benih kakao, sehingga cepat terjadi penurunan

mutu benih. Prawoto (2008) menjelaskan, benih kakao yang telah dikeluarkan dari

buahnya, dan tidak disimpan dengan baik serta diberi perlakuan khusus, dapat

berkecambah dalam waktu 3-4 hari atau terlalu cepat, sehingga dapat menurunkan

viabilitas dan vigor benih.

Selama penyimpanan benih kakao menghendaki suhu dan kelembaban yang

tidak terlalu ekstrim, serta kadar air yang tidak lebih dari 50%. Rahardjo (1985)

menjelaskan, benih kakao tidak dapat disimpan pada suhu tinggi yaitu di atas 30

0

C dan suhu rendah yaitu di bawah 20 0C, karena dapat mematikan benih.

Penyimpanan benih kakao pada suhu antara 18-30 0C dan di atas 35 0C dapat

mempercepat laju respirasi dan pengeringan benih, sedangkan pada suhu rendah

atau pada suhu 4 0C (selama 20 menit) menyebabkan benih kehilangan daya

hidup.

Kelembaban udara berhubungan dengan kadar air benih yang diperlukan

benih kakao. Kadar air benih kakao pada saat masak fisiologis umumnya tinggi,

yaitu 60-70%. Agar viabilitas dan vigor benih tetap tinggi, maka kadar air harus

diturunkan hingga 50% sebelum dilakukan penyimpanan (Duffus & Slaughter

1980). Kelembaban ruang simpan yang baik adalah 100%. Jika kelembaban udara

kurang dari 100%, maka benih kakao dapat melepaskan kandungan airnya hingga

mencapai keseimbangan. Apabila kelembaban udara turun sebesar 50% selama 7

(32)

Akibatnya benih akan kehilangan daya berkecambah selama 15 hari (Rahardjo

1981).

Secara normal kadar oksigen di udara sebesar 20%, jika kadar oksigen lebih

rendah, maka laju respirasi benih dapat ditekan. Laju respirasi benih yang tinggi

dapat mendegradasi cadangan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak

(Munandar et al. 2004). Penurunan kadar oksigen hingga di bawah batas kritisnya,

dapat memacu terjadinya respirasi anaerobik yang menghasilkan alkohol dan

mempercepat kemunduran benih (Wills et al. 1981; Munandar & Rahardjo 2003).

Menurut Munandar et al. (2004), 33% benih kakao yang dikirim dengan

selang waktu 4-8 hari dan 10-12 hari memiliki daya tumbuh di bawah 80%, yang

dipengaruhi lama di perjalanan dan serangan cendawan. Benih kakao memiliki

testa dan bersifat higroskopis, sehingga mudah berakar dan berjamur selama

dalam penyimpanan yang dapat menurunkan potensi viabilitas benih (Rahardjo

1985; Saleh 2001).

Perbaikan Mutu Benih Kakao dengan Aplikasi Agens Hayati

Salah satu penyebab menurunnya mutu dan daya tumbuh benih kakao adalah

infeksi patogen, terutama patogen terbawa benih (Puslitkoka 2006b).

Pengendalian patogen demikian dapat dilakukan dengan pemberian agens hayati,

seperti mikroorganisme antagonis (Nielsen 2004). Trichoderma spp. merupakan

agens biokontrol yang mampu memproduksi enzim pendegradasi sel yang secara

kontinyu dapat menghambat dan mematikan patogen lawannya (Sukamto et al.

1999).

Aplikasi agens biokontrol Trichoderma spp. pada benih dapat dilakukan

melalui teknik invigorasi yang tepat dengan menggunakan matriconditioning.

Menurut Ilyas (2006a), perlakuan benih dengan teknik matriconditioning dapat

diintegrasikan dengan agens hayati, dan dapat digunakan untuk melindungi benih

dari infeksi penyakit, memperbaiki status hara, meningkatkan perkecambahan,

kualitas benih, dan hasil.

Interaksi antara hifa T. harzianum dengan hifa T. koningii mampu

mendegradasi bagian dinding jaringan sel P. capsici pada skala 10 mm (Ahmed et

(33)
(34)

Fermentasi Buah Kakao

Perbaikan dan penanganan mutu benih kakao harus dilakukan lebih awal

sebelum mutu benih menurun baik secara fisik maupun fisiologis. Agar mutu

benih kakao dapat dipertahankan dilakukan fermentasi pada buah kakao. Teknik

ini dilakukan dengan cara melepaskan mucilage pulp dan kulit arinya dari benih.

Mucilage pulp dapat menghambat masuknya oksigen dan air ke dalam benih,

sekaligus sebagai medium perkembangan cendawan patogen yang dapat

menurunkan viabilitas benih. Menurut Duffus & Slaughter (1980) teknik

fermentasi juga dapat menurunkan kadar air benih, sehingga benih terhindar dari

perkembangan patogen. Said & Musa (1987), melaporkan bahwa menunda

ekstraksi buah kakao selama beberapa hari, dapat menurunkan volume dan jumlah

gula mucilagepulp.

Penggunaan Klon Unggul Kakao yang Tepat

Saat ini beberapa klon tetua unggul kakao yang memiliki ketahanan terhadap

hama dan penyakit serta berproduksi tinggi telah dihasilkan Puslitkoka Jember.

Terdapat klon-klon tetua unggul yang telah dilepas oleh pemerintah yaitu DR (1, 2

dan 38), DRC 16, GC (7 dan 29), ICS (13 dan 60), RCC (71,72 dan 73), NW

6261, NIC 7, UIT 1, TSH 858, Pa (4, 191, 300 dan 310), Sca (6 dan 12), dan KW

(109,118, 30, 48 dan 514) dengan potensi produksi berkisar antara 1500-2500

kg/ha (Suhendi et al. 2004). Beberapa jenis klon unggul ini dapat menghasilkan

benih-benih hibrida yang diperoleh dari persilangan dua tetua yang berbeda.

Keunggulan dari masing-masing klon tersebut berhubungan dengan

kompatibilitas dalam penyerbukan. Hasil penelitian Susilo (2006), menyimpulkan

bahwa kompatibilitas dalam penyerbukan yang diamati selama 6 minggu dapat

diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu: 1) tidak kompatibel menyerbuk

sendiri (self incompatible), penyerbukan terjadi pada minggu pertama, namun

pentil tidak dapat terbentuk. Hasil ini terjadi pada klon DR 1, Na 32, dan Na 33.

2) sebagian menyerbuk sendiri (partially self compatible), setelah penyerbukan

terbentuk pentil, namun setelah minggu kedua pentil yang terbentuk layu dan

mati, sehingga tidak ada yang menghasilkan buah. Klon-klon tersebut adalah DR

(35)

   

menyerbuk sendiri (self compatible), terjadi penyerbukan sendiri yang

berkembang hingga menghasilkan buah, yang berlangsung selama 6 minggu.

Klon-kon tersebut adalah DR 2, DRC 16, DRC 15 dan KW 163.

Penggunaan Medium Pembibitan Kakao yang Tepat

Bibit kakao membutuhkan medium tanam yang optimal untuk pertumbuhan

normal terutama pada pertumbuhan awal hingga bibit dan pertumbuhan

selanjutnya. Menurut Munandar et al. (1995), tanah yang mengandung komponen

padat, cair dan gas yang berasal dari bahan anorganik dan organik merupakan

medium yang baik untuk pertumbuhan bibit kakao. Menurut Bridges (1978),

medium tanam yang baik terdiri atas komponen: padat anorganik sebanyak 45%

dan organik 5%, cair 25%, dan gas 25%. Pada tanah mineral bahan anorganik

lebih banyak dan sebaliknya pada tanah organik.

Secara umum medium tanam untuk pertumbuhan bibit kakao yang baik

menggunakan lapisan olah tanah bagian atas dan ditambahkan dengan pasir.

Medium tersebut sangat baik untuk pertumbuhan awal benih dan bibit.

Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa, bahan organik yang ditemukan di

permukaan tanah, berkisar 3-5%, dan berfungsi sebagai granulator, sumber unsur

hara, dan sebagai sumber energi bagi mikrooragnisme. Selain itu mampu

menyimpan air dan memiliki KTK yang tinggi. Menurut Abdoellah (1996),

penambahan bahan organik pada medium tanam sangat baik untuk bahan perekat

antara butir-butir pasir, dan memberi jarak antara partikel lempung (clay) yang

pejal (massive) untuk menjadi agregat yang lebih longgar. Penambahan bahan

organik pada medium tanam juga dapat memperbaiki draenase, aerasi dan

infiltrasi air, serta mampu dalam menyimpan air.

Pengaruh penambahan bahan organik pada medium tanam dapat

memperbaiki sifat biologi dan kandungan karbon tanah, merupakan substrat bagi

mikroorganisme (Abdoellah 1996). Semakin tinggi bahan organik maka semakin

tinggi juga populasi mikroorganisme. Penambahan bahan organik pada medium

tanam dengan campuran tanah dan pasir, dibutuhkan untuk pertumbuhan benih

(36)

pertumbuhan benih dan bibit mampu lebih cepat beradaptasi dengan resiko

lingkungan tumbuh yang rendah.

Pemberian bahan organik yang mengandung mikroorganisme aktif berupa

Trichoderma spp. diduga mampu menekan aktivitas patogen dan memperbaiki

kesuburan tanah, merangsang dan meningkatkan perkecambahan benih dan

pertumbuhan bibit. Patogen terbawa benih (seedborne pathogen) dan tertular

tanah (soil borne) merupakan penyebab kerugian, ditemukan pada benih dan

medium di pembibitan, sehingga perlu dilakukan pengendalian secara dini.

Spesies patogen Rhizoctonia solani merupakan penyebab penyakit rebah batang

yang banyak merugikan pertumbuhan bibit tanaman kopi (Saidi 1993). Patogen

terbawa benih ini sulit dikendalikan sehingga perlu dilakukan pengendalian

dengan menggunakan agens hayati. Menurut Baker & Cook (1974), sasaran

pengendalian hayati pada patogen tanaman adalah untuk menekan penyakit

dengan mengurangi inokulum patogen, infeksi tanaman inang dan mengurangi

tingginya serangan patogen.

Pengendalian organisme pengganggu tanaman secara umum masih

mengandalkan penggunaan pestisida kimiawi. Walaupun pengaruh negatif

penggunaan pestisida kimiawi diketahui cukup tinggi, namun pemakaian pestisida

dalam pengendalian penyakit masih merupakan salah satu cara untuk mengurangi

kerugian (Gorenz 1974). Perkembangan pengendalian penyakit secara kimiawi

pada saat ini telah menjadi perhatian utama dunia terutama terhadap pencemaran

lingkungan dan kesehatan, sehingga penggunaannya perlu dibatasi. Menurut

Soemarwoto (2001), sistem pertanian secara alami dapat mengurangi

penggunaan pupuk sintetis, pestisida dan bahan kimia lainnya, karena

berdampak pada lingkungan hidup antara lain mengancam kesehatan

manusia dan kepunahan berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Pengurangan

pengendalian dengan bahan kimia ke depan secara berkesinambungan dialihkan

dengan menggunakan agens hayati. Penggunaan agens hayati dapat memberikan

hubungan yang sinergis dan menghasilkan keseimbangan secara optimal antara

kesehatan dan lingkungan. Penggunaan agens hayati banyak memberikan

perlindungan terhadap lingkungan dan tanaman mulai dari benih, bibit, tanaman

(37)

PERUBAHAN BIOLOGI DAN FISIOLOGI SEBAGAI INDIKATOR MASAK FISIOLOGIS BENIH KAKAO HIBRIDA

Abstrak

Program pengembangan dan rehabilitasi tanaman kakao membutuhkan benih bermutu. Mutu benih antara lain dapat ditentukan oleh saat panen buah yang tepat, terutama berhubungan dengan masak fisiologis. Beberapa indikator penting yang berkaitan dengan masak fisiologis benih adalah karakteristik biologi dan fisiologi. Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember, Laboratorium Fisika dan Ilmu dan Teknologi Benih IPB, serta rumah kaca Balai Penelitan Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor pada bulan Pebruari sampai September 2008. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mempelajari perubahan karakteristik fisiologis dan biologi, selama perkembangan benih kakao hibrida, (2) mengetahui hubungan antar berbagai karakter yang diamati dengan karakter fisiologis benih yang mencerminkan mutu benih dan (3) menentukan saat panen yang tepat benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6. Penelitian menggunakan benih kakao hibrida dari hasil persilangan buatan (hand pollination) antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6 dan ICS 60 dengan Sca 6. Umur panen benih yang digunakan dalam penelitian adalah 120, 135, 150, 165, dan 180 yang dihitung saat setelah antesis dan setiap pengamatan diulang 4 kali. Analisa data disajikan dalam bentuk grafik dengan data primer ditambah standar deviasi dalam program Excel dan untuk mengetahui hubungan dari masing-masing karakter mutu benih dilakukan ”path analysis

menggunakan SAS dari Windows v 9.1. Hasil penelitian menunjukkan perubahan fisiologis diperoleh pada dua fase perkembangan benih. Fase perkembangan hingga masak fisiologis (fase 1) dan fase setelah masak fisiologis (fase 2) kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6. Masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 tercapai pada saat 150 HSA dan ICS 60 x Sca 6 165 HSA. Pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 daya berkecambah, indeks vigor, KCT-R, T50, bobot basah dan bobot

kering benih, kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, jumlah daun dan tinggi bibit mencapai maksimum dan menurun pada fase kedua. Selama periode perkembangan benih terjadi penurunan kandungan total klorofil benih dan buah sedangkan warna buah kuning mengalami peningkatan. Karakter yang berhubungan langsung dengan mutu benih pada saat masak fisiologis benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dan ICS 60 x Sca 6 adalah warna buah kuning, indeks vigor, kandungan total klorofil benih dan buah, karotenoid dan antosianin benih, T50, tinggi bibit, KCT-R, dan bobot kering benih.

Kata kunci: Biologi benih, fisiologi benih, karakteristik benih, mutu benih,

Theobroma cacao

Gambar

Gambar  4. Perubahan karakteristik biologi benih (a dan b) pada berbagai tingkatan
Gambar  5. Perubahan   karakteristik   fisiologis   benih   (a  dan   b)  pada berbagai
Gambar  6. Perubahan  karakteristik  biologi buah (a dan b) pada berbagai tingkatan
Gambar  7. Perubahan karakteristik biologi benih (a dan b) pada berbagai tingkatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arsitektur struktur organisasi perusahaan PT Timur Jaya Panel saat ini telah memiliki beberapa jabatan, yaitu: direktur, komisaris, bagian produksi, bagian

Pihak/instansi yang paling berwenang dalam menegakkan peraturan daerah nomor 2 tahun 2008 Kota Makassar yakni Pemerintah Kota dalam hal ini Dinas Sosial kota Makassar

Selama ini aktifitas perawatan terutama laporan kerusakan pada perawatan korektif masih ditangani dengan cara manual yaitu mencatat di buku tulis yang menyebabkan

Dari hasil tersebut maka dapat dijelaskan mengenai Pengem- bangan Karir yang memiliki hubungan positif serta signfikan pada hubungan antara Perencanaan Karir terhadap Kepuasan

Lodovicus Lasdi, MM., Ak., selaku Dekan Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dan juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan

Tugas Akhir adalah salah satu syarat yang harus ditempuh dalam menyelesaikan jenjang S1 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dalam pelaksanaan dan penyusunan Tugas Akhir

Berdasarkan survey sementara yang dilakukan bahwa kinerja dosen sebagai ujung tombak peningkatan kualitas pendidikan menunjukkan kerja yang belum optimal, hal ini

Metode penelitian yang digunakan dalam perancangan aplikasi pengarsipan surat Program Studi Sistem Informasi pada STTIND Padang seperti menyediakan data pengarsipan surat