• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam terhadap peningkatan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida. Penelitian dilaksanakan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB dan Laboratorium dan rumah kaca Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor, pada bulan November 2008 sampai Agustus 2009. Penelitian terdiri atas dua faktor dengan model Rancangan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah perlakuan benih dan faktor kedua adalah medium tanam. Penelitian menggunakan benih kakao hibrida dari hasil persilangan buatan antara tetua TSH 858 x Sca 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan menggunakan matriconditioning plus Trichoderma harzianum DT/38 dan

T. pseudokoningii DT/39 efektif meningkatkan tinggi bibit, bobot kering bibit, jumlah daun, diameter batang, luas daun, panjang akar, bobot kering akar, kandungan N dan P daun bibit kakao hibrida dibanding kontrol. Perlakuan medium campuran tanah, pasir, dan kompos (2:1:1) plus agens hayati mampu meningkatkan tinggi bibit, bobot kering bibit, diameter batang, luas daun, jumlah akar, panjang akar, bobot kering akar serta kandungan N, P, dan K daun bibit kakao hibrida dibanding perlakuan lainnya. Pada perlakuan medium campuran tanah, pasir, dan kompos (2:1:1) plus agens hayati, pemberian perlakuan

matriconditioning plus agens hayati tidak menunjukkan perbedaan dibanding kontrol (tanpa matriconditioning) terhadap tinggi bibit, bobot kering bibit dan kandungan N daun bibit kakao hibrida. Perlakuan benih menggunakan

matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 dapat menggantikan perlakuan agens hayati tersebut pada medium campuran tanah, pasir, dan kompos (2:1:1).

Kata kunci: Agens hayati, benih hibrida, invigorasi, matriconditioning, Theobroma cacao.

Abstract

Effectiveness of seed and planting medium treatment to promote the vigor of hybrid cacao seedlings. The aim of research to analyze for the effectivity of matriconditioning and biological agents and different types of planting media of the health and vigor increased of cacao hybrid seedlings. The research was undertaken at the Indonesian Coffee and Cacao Research in Jember, IPB Seed Science and Technology Laboratory in Bogor and Microbiological Laboratory and glass house at Indonesian Biotechnology Institute for Estate Crops, Bogor, from November 2008 to Agustus 2009. Hybrid seeds for this experiment was originated from hand pollination of TSH 858 x Sca 6 from Puslitkoka Jember. This experiment undertaken using completely randomized factorial designed and results were analysed using analysis of variance, of which the means were further analysed using Duncan’s Multiple range test 4 replication. The first factor seeds treatment and second factor of media plant. The result showed that treatment of seed with using matriconditioning plus

Trichoderma harzianum DT/38 and T. pseudokoningii DT/39 the effective on height

of seedling, dry weight of seedling, number of leaves, diameter of stem, size of leave area, length of roots, dry weight of root, leaf matter content N and P compared than control. The treatment a mixed planting medium of soil, sand and compost (2:1:1) plus biological agents to increase the height of seedling, dry weight of seedling, diameter of stem, size of leave area, number of roots, length of roots, dry weight of root, N, P, and K content in the leaves of cacao hybrid seedlings better than other treatments. The treatment a mixed planting medium of soil, sand and compost (2:1:1) plus biological agents give as result matriconditioning plus biological agents showed not significantly compared than control (than matriconditioning) on the seedling height, dry weight of seedling and the content of N in the leaves of cacao seedlings. The treatment of seeds with matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 could replace the treatment with biological agent in the a mixed planting medium of soil, sand, and compost (2:1:1).

Key words: Biological agents, hybrid seed, invigoration, matriconditioning,

Theobroma cacao.

Pendahuluan

Indonesia merupakan penghasil kakao nomor tiga terbesar di dunia, sehingga berperanan penting dalam perekonomian dan sumber devisa negara. Sebagai negara tropis Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan dan pertumbuhan tanaman kakao. Sampai saat ini tanaman kakao masih diperbanyak secara generatif. Dalam usaha pengembangan dan budidaya tanaman kakao yang penting diperhatikan adalah penyediaan bahan tanam unggul, lahan yang sesuai, dan penggunaan bahan organik. Kesalahan awal dalam penggunaan bahan tanam dan lahan yang tidak sesuai dapat berdampak sangat luas dan berkepanjangan terhadap keberlanjutan budidaya kakao. Menurut Wibawa & Baon (2008), ketepatan dalam memilih lingkungan tempat tumbuh berarti telah memetik 40% keberhasilan dalam menanam kakao. Selain itu secara alami pemberian kompos dari limbah

kakao dapat meningkatkan produktivitas kakao dari 750 kg menjadi 1116 kg/ha/tahun (Anda et al. 2005).

Produksi kakao dunia pada tahun 2001 mencapai 3 juta ton dan terbesar 69% kakao diproduksi di Afrika Barat kemudian Indonesia menempati urutan ketiga dunia dengan produksi kakao 15% dan 80% berasal dari Sulawesi (Lambert 2002). Menurut Wahyudi & Rahardjo (2008), produksi kakao Indonesia pada tahun 2004-2005 mencapai 30.000-47.000 ton. Dengan tingginya produksi maka terdapat produk limbah kulit buah kakao yang banyak dan berpotensi sebagai kompos guna peningkatan produktivitas kakao. Produktivitas kakao Indonesia masih di bawah satu ton dan jauh di bawah rata-rata potensi produksi nasional sebesar dua ton/ha/tahun (Dirjen Perkebunan 2010).

Permasalahan di Indonesia lebih 50% tanaman kakao telah berumur tua, sehingga membutuhkan benih unggul dalam jumlah yang banyak untuk rehabilitasi dan penanaman kembali. Untuk mendapatkan benih bermutu baik memerlukan waktu panen yang tepat karena vigor bibit yang maksimum pada saat benih mencapai masak fisiologis. Permasalahan lain kebun induk benih yang menghasilkan benih unggul masih sangat terbatas, harga benih terus meningkat dan sebesar 65% benih masih diperoleh dari kebun petani sendiri. Pengembangan tanaman kakao masih dihadapkan dengan kondisi lahan dan iklim yang tidak sesuai, serta tingginya gangguan hama dan penyakit. Menurut Baharudin et al. (2008b) terdapat 13 spesies cendawan patogen terbawa benih kakao yang dapat menurunkan vigor benih maupun bibit tanaman kakao. Kendala dalam usaha pengembangan tanaman kakao adalah hama dan penyakit, terutama penyakit terbawa benih yang perlu pengendalian lebih awal, agar tidak berlanjut menggagu pertumbuhan dan produksi kakao.

Mengatasi permasalahan kesehatan benih dan bibit kakao dalam usaha pengembangan tanaman kakao di Indonesia. Sejak awal benih dapat diberikan dengan perlakuan matriconditioning plus agens hayati yang dikombinasikan dengan medium tanam. Aplikasi perlakuan benih dan medium tanam diharapkan mampu menghasilkan bibit tanaman kakao hibrida yang lebih vigor dan sehat. Hasil penelitian pemberian perlakuan benih dengan teknik matriconditioning plus agens Trichoderma harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 (Baharudin et

al. 2008c) mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih kakao hibrida. Teknik

matriconditioning dengan penambahan agens hayati juga dapat mengurangi serangan cendawan patogen terbawa benih dan memacu pertumbuhan tanaman. Menurut Sukamto et al. (1999), pemberian Trichoderma sp. dengan kerapatan 106-108 spora/ml dapat menekan perkembangan patogen Rhizoktonia solani atau penyakit rebah batang pada bibit kopi. Selain itu diduga menghasilkan hormon tumbuh yang bisa mempercepat pertumbuhan bibit, menurut Chet & Henis (1985), Trichoderma dapat menghasilkan antibiotik volatil dan non volatil.

Medium tanam yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perpaduan antara tanah, pasir, dan kompos dari kulit buah kakao yang ditambahkan dengan agens hayati. Menurut Spillane (1995), kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak dan sumber pektin. Kulit buah kakao sebagai bahan organik mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial untuk digunakan sebagai medium tumbuh tanaman. Menurut hasil penelitian Abdoellah (1996); Prawoto (2008), pertumbuhan bibit kopi dan kakao yang baik dapat menggunakan medium dengan perbandingan tanah: pasir: bahan organik 2:1:1 dan Trichoderma sp. Pertumbuhan bibit yang baik harus didukung dengan unsur hara dan kandungan bahan organik yang tersedia bagi tanaman. Dikatakan oleh Soedarsono et al. (1997), bahwa kadar bahan organik kulit buah kakao lindak sekitar 55,7%. Menurut Didiek & Yufnal (2004), kompos kulit buah kakao mempunyai pH 5,4, N total 1,30%, C organik 33,71%, P2O5 0,19%, K2O 5,5%, CaO 0,23% dan MgO 0,59%. Dalam penelitian ini kompos dari kulit buah kakao yang dicobakan mengandung N total 1,09%, C organik 37,36%, P2O5 0,24%, K2O 0,80%, CaO 0,75% dan MgO 0,47% dan memiliki pH 5,7. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam terhadap peningkatan kesehatan dan vigor bibit kakao hibrida.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di Kebun Induk Benih Pusat Penilitian Kopi dan Kakao Jember, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, dan Laboratorium Mikrobiologi, serta Rumah Kaca Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor pada bulan November 2008 sampai Agustus 2009.

Bahan penelitian menggunakan benih kakao hibrida dari hasil persilangan buatan TSH 858 x Sca 6 yang dipanen saat masak fisiologis pada umur 150 hari setelah antesis. Buah kakao dibelah melintang dan benih dilepaskan dari plasenta kemudian diekstraksi dengan menggunakan arang sekam padi. Benih diaduk dengan arang sekam padi hingga tercampur menyelimuti benih, kemudian dengan mudah dapat melepaskan pulp dan kulit ari dari benih. Bahan kompos bersumber dari cacahan limbah daging buah kakao, dikomposkan menggunakan agens hayati sebagai bahan aktivator pengomposan. Pengomposan dengan menggunakan empat jenis mikroba (Trichoderma harzianum dan T. pseudokoningii, Aspergillusniger, dan Pholiota sp.) yang berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Untuk pembuatan kompos sebanyak 750 kg cacahan kulit buah kakao dalam kondisi agak kering ditambahkan

Trichoderma spp., Aspergillus niger, dan Pholiota sp. (pelapuk putih) dan ditambahkan masing-masing 127,5 g, 250 liter air, kemudian diaduk hingga tercampur. Setelah tercampur bahan kompos dimasukkan ke dalam delapan buah bak plastik masing-masing berukuran 50 cm x 50 cm x 30 cm dan berlubang di bagian dasarnya kemudian ditutup rapat dengan plastik hitam, diinkubasi sampai menjadi kompos selama dua minggu pada suhu 40-45 0C.

Percobaan menggunakan rancangan faktorial. Faktor pertama adalah perlakuan benih terdiri atas dua taraf: 1). kontrol, 2). perlakuan benih dengan

matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 kerapatan 106 spora/ml. Untuk kontrol benih langsung ditanam pada polibeg tanpa diberi perlakuan benih. Arang sekam padi ukuran 250 µ sebagai carrier dalam

perlakuan matriconditioning dengan perbandingan benih: carrier (arang sekam

padi): air adalah 4:2:1 atau 120 g benih kakao, 60 g arang sekam padi, dan 30 ml

air plus Trichoderma spp. kerapatan 106 spora/ml. Benih kemudian diinkubasi

pada suhu ruang 24 0C dan RH 86% selama 5 jam. Selama inkubasi benih diaduk setiap jam. Inkubasi dihentikan saat terlihat radikula mulai muncul dan hanya benih yang belum memunculkan radikula yang ditanam. Benih yang telah

mengalami conditioning langsung ditanam di medium tanam pada polibeg. Faktor

kedua adalah medium tanam terdiri atas enam taraf: 1). tanah, 2). tanah plus pasir (2:1), 3). tanah plus kompos (2:1), 4). tanah plus pasir plus kompos (2:1:1), 5).

tanah plus kompos (2:1:) puls T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 kerapatan 108 spora/ml dan, 6). tanah plus pasir, plus kompos (2:1:1) puls T.

harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 108 spora/ml.

Tanah yang digunakan adalah tanah lapisan permukaan jenis lempung liat berpasir dari lahan BPBPI dengan kedalaman 30 cm, pasir berasal dari pasir kali, dan kompos bersumber dari kulit buah kakao. Kandungan hara yang terdapat pada kompos dan medium tanam digunakan sebagai data penunjang yang dianalisis sebelum dan sesudah penelitian pada Laboratorium Kimia Tanah IPB (Tabel Lampiran 4, 5, dan 6).

Bibit kakao dipupuk setiap bulan sesuai dosis anjuran dengan nitrogen (Urea = 40% CO(NH2)2), fosfor (TSP = 20% P2O5) dan kalium (KCl= 40% K2O) atau N P K (2:1:2) yaitu untuk tanaman umur 1, 2, 3, 4, dan 5 bulan menggunakan pupuk berturut-turut 1, 2, 3, 4, dan 5 g/bibit. Penyiraman sekali setiap hari mulai dari penanaman benih pada polibeg sampai berkecambah dan tumbuh menjadi bibit selama 45 hari, penyiraman dikurangi 3-5 hari sekali pada umur bibit 2-5 bulan.

Pengamatan pertumbuhan dilakukan setelah bibit berumur 5 bulan. Parameter agronomi yang diukur meliputi jumlah daun, tinggi bibit, diameter batang, luas daun, jumlah akar, panjang akar, bobot kering akar, dan bobot kering tanaman. Untuk analisis jaringan daun tanaman terlebih dahulu label dan kantong plastik disiapkan sebagai tempat contoh daun. Pengambilan contoh daun dilakukan pada akhir penelitian pada saat bibit tidak dalam keadaan muncul daun muda (flush) dan pagi hari. Setiap bibit diambil tiga daun sempurna pada daun nomor urut 2, 3, dan 4 yang berumur 6-10 minggu dari ujung secara seragam dan tidak terdapat serangan hama dan penyakit. Contoh daun dikeringkan dengan oven suhu 80 0C selama 24 jam. Jaringan daun dianalisis untuk menentukan kandungan N, P, dan K di Laboratorium Kimia Tanah IPB.

Penelitian disusun menurut Rancangan Acak Kelompok dengan empat ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 24 unit percobaan atau 24 bibit sehingga keseluruhan ada 96 bibit. Data dianalisis dengan ANOVA sesuai rancangan yang digunakan dalam program SAS, apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh faktor tunggal dan interaksi yang nyata pada taraf 0,05 maka dilanjutkan dengan uji DMRT.

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Benih dan Medium Tanam pada Bibit Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6

Interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit, bobot kering bibit, kandungan nitrogen daun, dan fosfat daun bibit kakao hibrida (Tabel 11).

Tabel 11. Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dan medium tanam terhadap tinggi bibit, bobot kering bibit, kandungan nitrogen, dan fosfat daun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur lima bulan.

Medium tanam Perlakuan benih Kontrol (tanpa matriconditioning) Matriconditioning + agens hayati …….…… Tinggi bibit (cm) …………. Tanah (kontrol) Tanah + pasir Tanah + kompos Tanah + pasir + kompos Tanah + kompos + agens hayati Tanah + pasir + kompos + agens hayati

25,70 Bc 32,48 Abc 34,85 Ab 34,98 Ab 37,78 Aab 42,00 Aa 42,05 Aa 38,13 Aa 37,45 Aa 40,83 Aa 41,45 Aa 43,02 Aa

..……... Bobot kering bibit (g) ………..

Tanah (kontrol) Tanah + pasir Tanah + kompos Tanah + pasir + kompos Tanah + kompos + agens hayati Tanah + pasir + kompos + agens hayati

10,51 Bc 10,21 Bc 11,20 Bc 11,74 Bb 13,94 Aa 13,68 Aa 13,13 Aa 14,14 Aa 13,51 Aa 14,03 Aa 13,73 Aa 14,90 Aa ….. Kandungan nitrogen daun (%) …... Tanah (kontrol)

Tanah + pasir Tanah + kompos Tanah + pasir + kompos Tanah + kompos + agens hayati Tanah + pasir + kompos + agens hayati

2,41 Bbc 2,46 Aab 2,37 Bc 2,55 Ba 2,52 Aab 2,56 Aa 2,55 Aa 2,54 Aa 2,54 Aa 2,44 Ab 2,61 Aa 2,62 Aa ...…. Kandungan fosfat daun (%) .…… Tanah (kontrol)

Tanah + pasir Tanah + kompos Tanah + pasir + kompos Tanah + kompos + agens hayati Tanah + pasir + kompos + agens hayati

0,51 Bb 0,49 Bb 0,52 Aa 0,48 Bb 0,48 Bb 0,52 Ba 0,55 Ab 0,55 Ab 0,57 Ab 0,55 Ab 0,62 Aa 0,64 Aa

Keterangan : Kompos (kulit dari buah kakao), agens hayati (Trichoderma harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39), matriconditioning (media padat dari arang abu sekam padi), medium tanam (tanah lapisan permukaan sampai pada kedalaman 30 cm, dan pasir kali). Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT α = 0.05.

Perlakuan benih dengan menggunakan matriconditioning plus agens hayati menghasilkan tinggi bibit, bobot kering bibit, kandungan N, dan P daun yang

nyata lebih tinggi dibanding kontrol. Perlakuan medium campuran tanah, pasir, dan kompos plus agens hayati berbeda dengan perlakuan campuran tanah, pasir, dan kompos, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan matriconditioning plus agens hayati terhadap tinggi bibit, bobot kering bibit, dan kandungan fosfat daun bibit kakao. Perlakuan benih menghasilkan tinggi bibit, bobot kering bibit, kandungan N, dan P daun bibit kakao hibrida yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Perlakuan benih dengan munggunakan matriconditioning plus agens hayati dan medium tanam mampu meningkatkan tinggi bibit dari 42,05 cm menjadi 43,02 cm, bobot kering bibit 13,13 g menjadi 14,90 g, kandungan N daun 2,55% menjadi 2,62%, dan P daun 0,55% menjadi 0,64% dibanding kontrol. Pada perlakuan medium tanam plus agens hayati, benih yang diberi perlakuan

matriconditioning plus agens hayati hanya menunjukkan perbedaan nyata dibanding kontrol terhadap kandungan P daun tetapi tidak berbeda nyata pada tinggi bibit, bobot kering bibit, dan kandungan N daun bibit kakao hibrida. Perlakuan benih dengan matriconditioning plus agens hayati hanya efektif pada medium tanam tanpa penambahan agens hayati dalam meningkatkan bobot kering bibit dan kandungan N daun. Oleh karena itu perlakuan benih dengan menggunakan matriconditioning plus agens hayati dapat menggantikan perlakuan agens hayati pada medium campuran tanah, pasir, kompos. Hasil aplikasi perlakuan benih dengan menggunakan matriconditioning plus agens hayati dan medium tanam disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Pertumbuhan bibit kakao hibrida pada umur lima bulan yang diberi perlakuan benih dan medium tanam. A tanpa perlakuan benih (B0) pada medium tanam (M1, M6). B mendapatkan perlakuan benih (B1) pada medium tanam (M1, M6).

B0M6

B

B0M1 B0M6 B1M1 B1M6

Secara biologis perlakuan benih dengan menggunakan matriconditioning plus agens hayati dan medium campuran kompos mempunyai mikroba penting yang dapat memperbaiki kesehatan benih dan pertumbuhan bibit kakao. Diduga mikroba yang terdapat pada perlakuan benih maupun medium tanam dapat melindungi benih dan mengendalikan patogen, sehingga memberikan pertumbuhan bibit kakao yang lebih baik. Menurut Ulhoa & Peberdy (1991); Zimand et al. (1994), Trichoderma harzianum dan Scleroderma columnare

adalah cendawan yang dapat menghasilkan kitinase. Kitinase merupakan enzim yang dihasilkan oleh cendawan dan bakteri (Tsujibo et al. 1992) dan berperan penting dalam pemecahan kitin. Enzim adalah protein yang diproduksi oleh sel hidup dan digunakan untuk mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik. Kitin

(homopolimer ikatan β-1,4 dari N-asetilglukosamin) merupakan komponen struktural dari sebagian besar dinding sel cendawan patogen dan polisakarida secara struktural terbesar sebagai penyusun utama kerangka luar pada jenis udang atau serangga (Yanai et al. 1994). Menurut Wijaya (2002), kitinase dapat mengkatalisis dan menghidrolisis ikatan β-1,4 homopolimer N-asetilglukosamin menjadi monomer N-asetilglukosamin. Berdasarkan lokasinya, kitinase termasuk enzim ekstraseluler. Enzim ekstraseluer adalah enzim yang dihasilkan di dalam sel, tetapi dikeluarkan ke medium tumbuhnya.

Menurut Sugiyanto et al. (2008), pemberian bahan organik bepengaruh sangat nyata terhadap serapan hara N, K, Ca, Mg, SO4 dan Cl pada tanaman kakao. Tersedianya unsur hara nitrogen dan fosfat, didukung dengan perakaran tanaman yang baik dapat berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit kakao. Menurut Pujiyanto (2004), kadar bahan organik tanah (BOT) yang tersedia sangat berperanan penting bagi pertumbuhan tanaman karena sebagai sumber unsur hara N, P, dan S. Hasil penelitian Abdoellah (1996), unsur hara P yang berasal dari bahan organik merupakan sumber P tersedia bagi kebutuhan tanaman. Selanjutnya Soedarsono et al. (1997), pemberian kadar bahan organik sebesar 6,09 % sangat sesuai dalam penyediaan unsur hara terhadap pertumbuhan bibit kakao.

Beberapa hasil penelitian lain telah dilakukan berkaitan dengan penggunaan medium tanam. Menurut Pujiyanto (2004); Abdoellah (1996), penggunaan pupuk organik dapat berpengaruh terhadap sifat fisika tanah, kimia tanah, dan biologi

tanah, serta pertumbuhan dan produksi kakao. Pemberian bahan organik menambah kandungan bahan organik dan cadangan unsur hara, serta memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Penambahan bahan organik dapat memperbaiki pH, meningkatkan kandungan C organik, dan KTK tanah, sehingga daya jerap kation lebih besar dari pada koloid liat. Selain itu bahan organik dari kulit buah kakao dapat melepaskan P dari P terfiksasi menjadi P tersedia bagi tanaman. Kombinasi antara perlakuan benih dengan matriconditioning plus agens hayati dan medium tanam dapat meningkatkan T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 dari 106-108 menjadi 106-109 dan 107-1013 pada medium tanam bibit kakao. Selain itu

T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 juga ditemukan pada bagian jaringan akar, batang, dan daun bibit kakao data tidak ditampilkan. Bahan organik yang digunakan selain mengandung mikroba positif, juga memperbaiki sifat draenase dan aerase tanah, penyangga (buffer) pH tanah, dan kandungan hara menjadi tersedia. Kompos dari kulit buah kakao mengandung unsur C organik sebesar 37,36%, N 1,09%, P 0,24%, dan K 0,80% (Tabel Lampiran 4). Kondisi pH awal sebelum penambahan kompos pada medium tanam berkisar antara 4,10- 5,30 (Tabel Lampiran 5). Setelah penambahan kompos pH medium tanam meningkat menjadi 4,90-7,10 pada Tabel Lampiran 6 (hasil analisis dari Laboratorium Kimia Tanah IPB 2009). Kulit buah kakao, apabila tidak dimanfaatkan dapat bermasalah bagi lingkungan di sekitar perkebunan dan sebagai medium hama dan penyakit. Salah satu cara memanfaatkan kulit buah kakao adalah dijadikan kompos dan dikombinasikan dengan mikroba yang digunakan sebagai pupuk organik. Mikroba tersebut secara terus menerus merombak kompos dari kulit buah kakao, sehingga unsur hara yang terkandung di dalamnya menjadi tersedia. Secara biologis penggunaan kompos dan mikroba sangat baik untuk pertumbuhan bibit kakao dan sebagai agens pengendali penyakit tanaman.

Kelebihan perlakuan benih dengan matriconditioning plus agens hayati yang dikombinasikan dengan medium tanah, pasir, kompos (2:1:1) plus agens hayati selain melindungi tanaman juga dapat memacu pertumbuhan bibit kakao. Menurut Paul (2007) mekanisme interaksi antara tanaman dan agens hayati dapat berperan aktif dalam memacu hormon pertumbuhan tanaman dan menstimulasi

pertumbuhan tanaman dengan mensekresikan hormon tumbuh IAA dan sitokinin. Dalam penelitian ini terlihat bahwa vigor benih maupun bibit kakao meningkat sejak awal pertumbuhan hingga berumur lima bulan. Kombinasi kedua perlakuan tersebut dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan bibit kakao. Pengapuran dan pemupukan NPK serta dengan penambahan bahan organik pada medium gambut dapat memberikan lingkungan tumbuh yang sesuai untuk pembentukan akar dan pertumbuhan bibit kakao (Wibawa 1993). Medium pembibitan kakao juga dapat digunakan campuran tanah lapisan olah, pasir dan pupuk kandang (Puslitkoka 2003). Medium pembibitan yang sesuai memiliki sifat