• Tidak ada hasil yang ditemukan

PATOGENISITAS BEBERAPA ISOLAT CENDAWAN TERBAWA BENIH PADA BENIH DAN BIBIT KAKAO HIBRIDA

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih yang berpengaruh terhadap penurunan viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao hibrida. Penelitian dilakukan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Laboratorium Mikrobiologi, dan rumah kaca, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor, pada bulan Juli sampai November 2008. Penelitian menggunakan 13 spesies cendawan, yaitu: Aspergillus flavus, A. versicolor, A. ochraceus, Penicillium chrysogenium, Cladosporium herbanum, Colletotrichum acutatum, Curvularia geniculata, Fusarium semitectum, F. culmorum, F. oxysporum, Moniliella acetoabutens, Phoma glomerata, dan Macrophoma sp., dan benih kakao hibrida dari hasil persilangan buatan antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6. Penelitian menggunakan model Rancangan Acak Lengkap. Data dianalisis dengan ANOVA dengan 4 ulangan dan dilanjutkan dengan uji Selang Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan beberapa isolat cendawan tumbuh dengan baik pada medium PDA dan menghasilkan spora dengan tingkat kerapatan antara 106-107 spora/cm2. Ke 13 cendawan terbawa benih kakao hibrida bersifat patogenik pada benih kakao hibrida dengan patogenisitas yang bervariasi. Cendawan patogen menurunkan daya berkecambah 20-40%, indeks vigor 30-47%, kecepatan tumbuh relatif 13-45% dan meningkatkan T50 0,62-7,36 hari. Infeksi patogen dapat menyebabkan benih tidak tumbuh atau tumbuh tidak normal yang bervariasi dari 29%-52% dibanding kontrol. Ke 13 isolat cendawan patogen yang diinokulasikan pada benih mampu menginfeksi bagian jaringan tanaman seperti kotiledon, daun, batang, dan akar bibit kakao, tetapi hanya Phoma glomerata dan Macrophoma sp. yang menurunkan tinggi bibit, jumlah daun, jumlah dan panjang akar secara nyata.

Kata Kunci: Benih hibrida, inokulasi cendawan, spesies cendawan, Theobroma cacao

Abstract

Pathogenicity of some seed-borne fungi isolates on cacao hybrid seeds. The aim of research was to determine the pathogenicity of seedborne fungi on seeds and seedlings of cocoa hybrid. The research was conducted in the Seed Garden at Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute, Jember, Microbiology Laboratory, and glass house, Indonesian Biotechnology Research Institute for Estate Crops, Bogor, from July until November 2008. The research used 13 fungal isolates (Aspergillus flavus, A. versicolor, A. ochraceus, Penicillium chrysogenium, Cladosporium herbanum, Colletotrichum acutatum, Curvularia geniculata, Fusarium semitectum, F. culmorum, F. oxysporum, Moniliella acetoabutens, Phoma glomerata, Macrophoma sp.), and hybrid seeds of hand pollination of TSH 858 vs Sca 6. Experiment was conducted using completely randomized design with 4 replicates. Data were analysed using ANOVA and the

significant difference among means was tested with Duncan’s Multiple Range

Test. All fungi grew Prolifically on PDA with spore density of 106-107 spores/cm2. All fungi was pathogenic on hybrid seeds with the pathogenicity varies among the isolate. Inoculation with fungi decreased germination rate between 20 to 40%, decreased vigor index 30-40%, decreased relative growth rate 13-45%, but increased T50 0,62-7,36 days. Fungal infection caused 29% to 52% mortality or abnormality on seeds. All fungi was detected in cotyledons, leaves, stems and roots of inoculated seeds, but only Phoma glomerata and Macrophoma

sp. significantly decreased seedling height, number of leaves, number and length of roots.

Key Words: Fungal inoculation, fungal species, hybrid seed, Theobroma cacao Pendahuluan

Beberapa jenis cendawan patogen yang tergolong antraknose merupakan masalah utama dalam penurunan kualitas hasil panen (Polashock et al. 2005). Pada beberapa daerah telah banyak ditemukan cendawan patogen yang bersifat antraknose dan penyebab utamanya adalah Colletotrichum acutatum dan C. gloeosporioides (DeMarsay & Oudemans 2003; Polashock et al. 2005; Sukamto 2008; Verma et al. 2006). Menurut Cappellini et al. (1972); Bristow & Windom (2000), cendawan patogen ini sudah teridentifikasi dapat merusak jaringan tanaman dan spesies ini besar pengaruhnya terhadap penurunan hasil tanaman. Dikatakan oleh Nielsen (2004), bahwa di Eropa patogen yang dapat menurunkan mutu benih dan bibit adalah Fusarium culmorum, Tilletia caries, Pyrenophora graminea, Ustilago nuda, dan Urocystis occulta.

Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh interaksi antara faktor lingkungan dan tanaman inang. Patogen terbawa benih sudah berkembang pada perkebunan

benih dan bahkan pada perkebunan kakao rakyat. Menurut Sukamto (2008), penyakit pada kondisi lingkungan yang mendukung dapat berkembang dan menyerang bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan buah, sehingga menurunkan produksi kakao. Penyakit antraknose yang disebabkan oleh

Colletotrichum merupakan penyakit tergolong baru yang sudah tersebar luas di Indonesia (Sukamto 2008). Menurut Soepadmo (1976), penyakit yang sangat mengganggu tanaman perkebunan adalah Colletotrichum gloesporioides Penz karena dapat menyebabkan gugur daun. Cendawan ini diduga dapat menginfeksi bagian tanaman kakao mulai dari batang, daun, bunga, buah, dan benih.

Proses pemanenan, transportasi, penyimpanan, dan pendistribusian dapat merupakan penyebab terjadinya kontaminasi oleh berbagai cendawan yang akan mengakibatkan pembusukan dan penurunan kualitas benih (Aziz & Mahrous 2004). Banyak cendawan yang mengkontaminasi berbagai produk pertanian sejak proses penyiapan hingga berisiko pada produksi. Mekanisme serangan patogen dapat dilihat dari kemampuan inang membentuk senyawa fenol, perubahan asam amino bebas, klorofil, laju fotosintesis, laju respirasi dan kerusakan jaringan pada tingkat sel (Morkunas et al. 2005). Menurut Stout et al. (1998), tanaman yang terinfeksi patogen menunjukkan tipe dan tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Hal ini karena pertahanan patogen dapat memberikan efek sekunder hubungannya dengan protein yang secara akut beracun untuk menghalangi pertumbuhan (Stout

et al. 1998). Tanaman juga mengandung metabolisme sekunder dari klas kimia yang sangat kuat berasosiasi dengan ketahanan terhadap patogen. Menurut Stout

et al. (1998), infeksi patogen sering menginduksi perubahan kimia tanaman yang berkorelasi dengan meningkatnya ketahanan terhadap patogen.

Inokulasi beberapa patogen pada benih berhubungan juga dengan faktor pertahanan yang direspon tanaman dengan signal yang dapat melindungi dirinya, karena patogen memiliki kemampuan menginfeksi dan daya bunuh yang tinggi. Inokulasi beberapa spesies cendawan terbawa benih, sangat perlu untuk diteliti guna mengetahui kemampuanya dalam menginfeksi benih maupun bibit kakao.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat patogenisitas beberapa isolat cendawan terbawa benih yang berpengaruh terhadap penurunan viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao hibrida.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember dan Laboratorium Benih IPB dan Laboratorium Mikrobiologi dan rumah kaca BPBPI, Bogor pada bulan Juli sampai November 2008.

Penelitian menggunakan 13 isolat cendawan terbawa benih, yaitu: 1).

Aspergillus flavus, 2). Aspergillus versicolor, 3). Aspergillus ochraceus, 4).

Penicillium chrysogenium, 5). Cladosporium herbanum, 6). Colletotrichum acutatum, 7). Curvularia geniculata, 8). Fusarium semitectum, 9). Fusarium culmorum, 10). Fusarium oxysporum, 11). Moniliella acetoabutens, 12). Phoma glomerata, dan 13). Macrophoma sp.

Isolat cendawan dibiakkan pada medium potato dextrose agar (PDA) 2% di dalam cawan Petri (diameter 9 cm) pada suhu kamar di ruang laboratorium. Setelah dibiakkan selama 7 hari, spora dipanen dengan air steril dan kuas steril. Suspensi spora diencerkan sampai 7 kali tingkat pengenceran, kemudian jumlah spora ditetapkan dengan menggunakan hemasitometer. Pada medium PDA ditambahkan antibiotik streptomycin sulphate 0,5g/100 ml air untuk mencegah kontaminasi bakteri.

Penelitian menggunakan benih kakao hibrida yang berasal dari hasil persilangan buatan (hand pollination) antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6. Benih kakao dipanen pada saat masak fisiologis 150 HSA. Buah kakao tersebut kemudian dibelah melintang dan benih diekstraksi untuk melepaskan pulpnya dan kulit arinya dengan menggunakan arang sekam padi. Sebanyak 1.300 butir benih direndam natrium hipoklorit (NaOCl 2%) lebih kurang 5 menit untuk mencegah kontaminasi silang, kemudian dicuci dengan air steril dan dilap dengan tisu steril. Selanjutnya dikeringanginkan di laminar air flow cabinet lebih kurang 3 jam.

Inokulasi dilakukan dengan cara merendam benih kakao dalam suspensi spora masing-masing cendawan dengan kerapatan 106 spora/ml selama 30 menit, kemudian ditiriskan dan dibiarkan dalam kotak plastik tertutup rapat tidak tembus udara selama beberapa menit. Setelah terinokulasi dengan masing-masing isolat cendawan, benih ditanam pada medium pasir steril dalam boks plastik ukuran 30 x 30 cm. Medium pasir disterilkan dengan diautoklaf pada suhu 120 oC, tekanan 1,2 atm, selama 30 menit. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktor

tunggal dengan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali. Setiap unit percobaan menggunakan 25 benih.

Pengujian viabilitas benih, vigor benih maupun bibit dilaksanakan dengan metode yang sama seperti pada penelitian pertama. Perhitungan tingkat patogenisitas didasarkan pada perbandingan jumlah benih yang tidak tumbuh normal atau tidak tumbuh pada masing-masing unit percobaan dibagi dengan jumlah benih kakao yang ditanam dengan rumus:

Keterangan: Ps = patogenisitas

Pengamatan dilakukan terhadap daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh relatif, T50, laju pertubuhan kecambah, jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar, jumlah akar, dan tingkat patogenisitas.

Data dianalisis dengan menggunakan anova sesuai rancangan yang digunakan dalam program SAS, apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh faktor perlakuan nyata pada taraf 0,05, maka dilanjutkan dengan uji DMRT.

Hasil dan Pembahasan Kerapatan Patogen

Isolat cendawan terbawa benih kakao dibiakkan pada medium PDA selama 7 hari. Semua isolat tumbuh dengan baik pada medium PDA, menghasilkan spora dengan kerapatan yang bervariasi seperti disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata jumlah spora cendawan terbawa benih kakao hibrida TSH x Sca 6 pada medium PDA

Kode isolat Isolat Jumlah spora/cm2

C - 1 Aspergillus flavus 6 x 107 C - 2 Aspergillus versicolor 3 x 106 C - 3 Aspergillus ochraceus 5 x 107 J - 1 Penicillium chrysogenium 4 x 106 J - 2 Cladosporium herbanum 1 x 106 J - 3 Colletotrichumacutatum 3 x 106 J - 4 Curvularia geniculata 3 x 106 P - 1 Fusarium semitectum 1 x 107 P - 2 Fusarium culmorum 4 x 106 P - 3 Fusarium oxysporum 4 x 107 P - 4 Moniliella acetoabutens 6 x 107 P - 5 Phoma glomerata 7 x 106 P - 6 Macrophoma sp 5 x 106

∑ benih yang tidak tumbuh

Ps = X 100% ∑ benih yang ditanam

Aspergillus flavus, Aspergillus ochraceus, Fusarium semitectum, Fusarium oxysporum, dan Moniliella acetoabutens memiliki kerapatan 107 spora/cm2 tertinggi, sedangkan yang lainnya 106 spora/cm2. Selanjutnya kerapatan spora dari masing-masing cendawan diseragamkan menjadi 106 spora/ml untuk digunakan inokulasi dalam rangka uji patogenisitas.

Inokulasi Cendawan Terbawa Benih

Inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih kakao hibrida berpengaruh nyata terhadap penurunan daya berkecambah, indeks vigor, KCT-R, T50, laju pertumbuhan kecambah dan tingkat infeksi (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap daya berkecambah, indeks vigor, KCT-R, T50, laju pertumbuhan kecambah dan tingkat infeksi pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6

Cendawan terbawa benih

Tolok Ukur Daya berkecambah (%) Indeks Vigor (%) KCT-R (%) T50 (hari) Laju pertumbuhan kecambah (g) Tingkat infeksi (%) Kontrol (tanpa inokulasi)

Aspergillus flavus Aspergillus versicolor Aspergillus ochraceus Penecillium chrysogenium Cladosporium herbanum Colletotrichumacutatum Curvularia geniculata Fusarium semitectum Fusarium culmorum Fusarium oxysporum Moniliella acetoabutens Phoma glomerata Macrophoma sp 90 a 55 cde 70 b 52 cd 50 e 48 e 60 cde 51 ed 71 b 66 bc 51 ed 65 bcd 54 cde 52 cde 55 a 12 c 13 c 9 c 14 c 8 c 20 bc 10 c 15 bc 25 bc 11 c 15 bc 19 bc 10 c 93 a 51 cde 66 bcde 55 cde 48 e 49 de 71 bc 51 cde 73 bc 70 bcd 51 cde 69 bcde 80 ab 54 cde 11,93 a 18,00 b 18,13 b 18,38 b 17,63 b 12,55 a 13,10 a 18,88 b 18,88 b 17,63 b 18,50 b 18,92 b 19,29 b 19,29 b 0,32 bc 0,27 bc 0,26 bc 0,27 bc 0,28 bc 0,40 ab 0,20 c 0,52 a 0,30 bc 0,32 bc 0,36 b 0,24 bc 0,31 bc 0,29 bc 11 a 45 cde 30 b 50 e 52 e 41 bcde 49 de 29 b 34 bc 49 de 35 cde 49 de 35 cde 40 bcde

Keterangan : Angka pada kolom yang sama, yang diikuti oleh huruf tidak sama, berbeda

nyata menurut Uji DMRT α = 0,05.

Inokulasi cendawan terbawa benih pada benih kakao nyata menurunkan daya berkecambah antara 48-70%, indeks vigor 8-20%, KCT-R 48-73%, T50, meningkatkan 12,55-19,29 hari dan tingkat infeksi 29-52%. Dibanding dengan kontrol, penurunan daya berkecambah sebesar 20-40%, indeks vigor 30-47%, kecepatan tumbuh relatif 13-45% dan peningkatan T50 0,62-7,36 hari. Menurut Kovach et al. (2006), cendawan terbawa benih nyata dapat menurunkan perkecambahan benih Coriandrum sativum.

Semua cendawan terbawa benih yang diuji bersifat patogenik pada benih kakao dengan patogenisitas yang bervariasi. Beberapa cendawan diduga dapat menginfeksi dan merusak bagian dari benih dan tanaman seperti endosperma, embrio axis, radikula, akar, daun, batang, dan ranting. Menurut Karban et al. (1987), bahwa inokulasi patogen Tetranychus urticae dapat menginfeksi dan merusak bagian benih seperti kotiledon, sehingga dapat mengurangi pertumbuhan atau kemungkinan mematikan. Selanjutnya Embaby & Abdel-Galil (2006), inokulasi isolat patogen Aspergillus flavus dan Fusarium oxysporum pada benih legum dan cowpea dapat menurunkan perkecambahan 43,2-62,2%, protein 8,9%, karbohidrat 12,65%, lemak 3,18% dan serabut 1,75%. Infeksi patogen dapat terjadi secara langsung pada permukaan benih atau melalui luka dan lenti sel (Pathak 1980). Infeksi patogen melalui lenti sel (stomata) dan luka mudah terjadi, tetapi infeksi langsung patogen masih sulit terjadi. Menurut Soesanto (2006), kemampuan patogen dalam menginfeksi secara langsung terjadi apabila patogen memiliki enzim yang memantak dan masuk ke dalam benih seperti patogen antraknosa. Patogen ini mampu menguraikan dinding sel inang, sehingga memudahkan patogen masuk ke dalam jaringan dan menginfeksi inang. Oleh karena itu inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih sangat bermanfaat guna mengetahui kemampuannya dalam menginfeksi benih dan potensinya dalam menurunkan viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao. Hasil ini dapat menginformasikan bahwa cendawan terbawa benih pada kakao perlu dikendalikan sejak awal, sehingga secara berkelanjutan viabilitas dan vigor benih maupun bibit dan pertumbuhan tanaman sampai dengan produksi menjadi tidak terganggu.

Pengamatan pertumbuhan bibit kakao yang benihnya diinokulasi dengan berbagai isolat cendawan menunjukkan bahwa hanya isolat Phoma glomerata dan

Macrophoma sp. yang secara nyata menghambat pertumbuhan bibit (Tabel 7). Tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar bibit kakao yang diinokulasi dengan dua isolat tersebut secara nyata lebih kecil dibanding kontrol. Hasil isolasi cendawan dari berbagai bagian bibit kakao menunjukkan bahwa semua cendawan dapat diisolasi dari kotiledon dan batang kecuali Aspergillus ochraceus, semua cendawan dapat diisolasi dari akar kecuali Fusarium semitectum, dan semua cendawan dapat diisolasi dari daun kecuali A. flavus, F.

semitectum, dan F. culmorum (Tabel 8). Menurut Goszczynska et al. (2006), bahwa inokulasi cendawan Pantoea ananatis terbawa benih bawang teridentifikasi sebagai patogen yang menyerang bagian akar bawang. Infeksi patogen mempunyai potensi untuk menurunkan viabilitas benih dan pertumbuhan bibit menjadi abnormal atau tumbuh kerdil (Rahardjo 1997).

Tabel 7. Pengaruh inokulasi beberapa isolat cendawan terbawa benih terhadap tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur 21 hari

Perlakuan

Tolok Ukur Tinggi bibit

(cm)

Jumlah daun Panjang akar (cm)

Jumlah akar Kontrol (tanpa inokulasi)

Aspergillus flavus Aspergillus versicolor Aspergillus ochraceus Penecillium chrysogenium Cladosporium herbanum Colletotrichumacutatum Curvularia geniculata Fusarium semitectum Fusarium culmorum Fusarium oxysporum Moniliella acetoabutens Phoma glomerata Macrophoma sp 16,52 a 14,05 a 13,85 a 15,45 a 13,66 a 15,48 a 13,32 ab 15,47 a 14,70 a 14,58 a 15,34 a 13,13 ab 9,32 b 9,13 b 4,05 a 3,61 a 3,75 a 3,55 a 3,75 a 3,75 a 3,40 ab 3,90 a 3,70 a 3,75 a 4,00 a 3,70 a 2,60 bc 2,50 c 6,49 ab 7,11 a 7,15 a 7,85 a 7,30 a 6,55 ab 6,27 ab 7,29 a 6,44 ab 6,81 ab 6,92 ab 7,49 a 4,95 b 5,07 b 35,65 a 33,50 ab 34,30 ab 29,75 abc 31,75 abc 33,05 ab 33,60 ab 33,25 ab 32,05 abc 31,90 abc 34,90 a 36,25 a 23,80 bc 22,45 c Keterangan : Angka pada kolom yang sama, yang diikuti oleh huruf tidak sama,

berbeda nyata menurut Uji DMRT α = 0,05.

Tabel 8. Bagian tanaman yang terinfeksi beberapa isolat cendawan patogen terbawa benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur 21 hari Isolat cendawan Bagian tanaman yang terinfeksi cendawan

Kotiledon Daun Batang Akar

Kontrol - - - - Aspergillus flavus + - + + Aspergillus versicolor + + + + Aspergillus ochraceus - + - + Penecillium chrysogenium + + + + Cladosporium herbanum + + + + Colletotrichumacutatum + + + + Curvularia geniculata + + + + Fusarium semitectum + - + - Fusarium culmorum + - + + Fusarium oxysporum + + + + Moniliella acetoabutens + + + + Phoma glomerata + + + + Macrophoma sp + + + +

Keterangan : + = terinfeksi cendawan patogen

Beberapa cendawan yang termasuk ke dalam golongan genus Aspergillus,

Penicillium, Fusarium, dan Alternaria dilaporkan memproduksi metabolit sekunder (Noveriza 2008). Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus

merupakan spesies cendawan yang dapat memproduksi metabolit toksik atau disebut aflatoksin yang sangat karsinogenik dan mutagenik. Jumlah aflatoxin B1 yang dapat menyebabkan racun antara 0,86-5,24 µg/ml kultur filtrat ekstrak tanaman (Roy et al. 1988). Selanjutnya cendawan patogen jenis Alternaria,

Ascochyta, Penicillium, Curvularia, Cercospora dan Phyllosticta mampu

memproduksi senyawa fitotoksin brefeldin dan α,β-dehydrocurvularin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar aflatoksin tidak hilang atau berkurang dengan pemasakan atau pemanasan dan bahkan tidak terurai pada suhu didih air (Feuell 1996). Menurut Noveriza (2008), efek toksik yang ditimbulkan dari masing-masing patogen berbeda-beda, karena adanya perbedaan sifat-sifat kimia, biologik dan toksikologiknya. Tingkat infeksi suatu patogen ditentukan oleh jumlah mikotoksin, tingkat toksisitas spesies patogen, sifat fisiologis dan efek sinergis dari berbagai mikotoksin pada tanaman (Bahri et al. 2002).

Sebanyak 300 jenis patogen berpotensi sebagai penyebab penyakit pada manusia dan hewan, sekitar 25-50% pada komoditas pertanian seperti aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena deoksini-valenol, toksin T2, dan fumonisin (Cole & Cox 1981; Noveriza 2008). Menurut Noveriza (2008), patogen sebagai penyebab penyakit pertama kali diketahui berasal dari cendawan Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960 di England. Patogen yang bersifat karsinogenik, hepatatoksik, mutagenik, tremogenik dan sitotoksik menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A (Albright 2001; Noveriza 2008). Di Indonesia, aflatoksin merupakan patogen yang sering ditemukan disetiap produk pertanian dan hasil olahan (Muhilal & Karyadi 1985). Aflatoksin juga dapat dihasilkan oleh A. ochraceus

dan Penicillium viridicatum (Kuiper-Goodman 1996), yang terdapat pada benih di daerah beriklim sedang seperti gandum di Eropa bagian utara. Selanjutnya ada 3 macam okratoksin, yaitu okratoksin A, B, dan C dimana OA adalah yang paling toksik dan banyak ditemukan di alam, serta Zearalenon toksin estrogenik yang dihasilkan cendawan Fusarium danpertama kali diisolasi pada tahun 1962.

Dalam penelitian ini juga telah dapat dibuktikan bahwa cendawan penghasil toksin seperti Aspergillus flavus, A. versicolor, A. ochraceus, Penicillium chrysogenium, Cladosporium herbanum, Colletotrichum acutatum Curvularia geniculata, Fusarium semitectum, F. culmorum, F. oxysporum, terbawa oleh benih kakao dapat menurunkan kualitas benih. Potensi cendawan ini terbawa biji (bukan benih) sangat besar dan potensinya sebagai penghasil toksin yang membahayakan manusia perlu diteliti lebih lanjut, mengingat makanan coklat dari hasil produksi kakao merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi orang.

Beberapa hasil penelitian pada benih tanaman lain yang banyak terinfeksi patogen adalah jagung, gandum, kacang kedelai, padi dan serelia lainnya. Di Indonesia cendawan penghasil fumonisin dan menginfeksi pada jagung telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993). Tanaman Coriandrum (ketumbar), Curcuma

(kunyit) dan Zingiber (jahe) terinfeksi aflatoksin (Gowda et al. 2004). Hasil penelitian tersebut di atas beberapa ditemukan juga terinfeksi pada bagian daun oleh cendawan patogen. Di antaranya daun jorong ungu (Stachytarphea mutabilis) terinfeksi Curvularia sp. dan daun sambung nyawa (Gynura procumbents)

Fusarium sp., daun mengkudu (Morinda citrifolia) Colletotrichum sp. sebagai cendawan penyebab penyakit bercak daun (Noveriza 2008). Di China spesies

Curvularia affinis, sebagai patogen penyebab penyakit bercak daun pada Festuca arundinacea (Huang et al. 2004). Colletotrichum acutatum menyebabkan penyakit antraknosa pada strawberi (Leandro et al. 2003), dan daun karet (Jayasinghe & Fernando 2000). Menurut Kasno (2004), infeksi A. flavus pada benih kacang tanah merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Benih kacang tanah yang secara genetik tahan terhadap infeksi A. flavus, namun memperlihatkan laju perkecambahan lebih rendah dibanding yang rentan pada lingkungan yang sama. Benih kacang tanah yang dipanen terlalu muda atau tua dan benih segar pada saat dikeringkan mudah terinfeksi A. flavus

(Kasno 2004). Kondisi lingkungan optimal untuk pertumbuhan spesies cendawan patogen seperti Aspergillus, Penicillium dan Fusarium pada suhu 25-37 °C, serta pH 4-8 (Gock et al. 2003). Oleh karena itu tingkat infeksi cendawan patogen pada berbagai bagian tanaman perlu diketahui sejak awal guna dilakukan langkah- langkah pencegahan atau pengendaliannya.

Langkah-langkah dalam upaya menekan tingkat infeksi cendawan patogen pada tanaman adalah secara genetik mengembangkan jenis varietas atau klon tahan terhadap serangan cendawan patogen. Beberapa hasil penelitian di Amerika telah mengidentifikasi dua galur jagung yang tahan terhadap infeksi Aspergillus flavus dan Fusarium moniliforme (Bankole & Adebanjo 2003). Menurut Kasno (2004), ketahanan dan kepekaan varietas menggambarkan keadaan interaksi tanaman inang dengan patogen. Selanjutnya menurut Noveriza (2008), ketahanan merupakan tanggapan aktif dan dinamis inang terhadap patogen yang menyerangnya atau terjadi jika inang berinteraksi dengan patogen. Selain faktor genetik tanaman adalah teknik budidaya yang baik dengan menciptakan inkompatibilitas inang dan patogen pada kondisi lingkungan tertentu. Manipulasi lingkungan sangat penting seperti, sanitasi, suhu dan kelembaban mulai dari pertumbuhan tanaman, saat panen dan pascapanen, pengolahan, distribusi dan transportasi, kadar air, serta penyimpanan benih.

Cendawan terbawa benih juga dapat dikendalikan secara biologi dengan menggunakan agens hayati atau pestisida nabati dan kimiawi dengan fungisida. Hasil penelitian Kavita & Reddy (2000) menunjukkan bahwa sodium klorida (2,5%, 5,0%, dan 10,0%), asam propionat (1,0%, 2,5%, dan 5%), asam asetat (1%, 2,5%, dan 5%) yang diinokulasikan pada kacang tanah dan jagung dapat menghambat Aspergillus flavus pada saat di simpan di dalam karung goni. Pengendalian secara biologi saat ini telah banyak dilakukan guna menekan infeksi patogen dengan cara mengintroduksikan strain patogen pada tanah tempat tumbuh tanaman dengan Trichoderma sp, serta jenis patogen antagonis lainnya. Hasil penelitian Dorner et al. (1998), melaporkan bahwa aplikasi Trichoderma sp. pada beberapa kombinasi perlakuan Aspergillus flavus dan A. parasiticus yang atoksigenik pada tanah pertanaman kacang tanah di Amerika Serikat infeksinya dapat ditekan sebesar 74,3-99,9% dan tanaman kapas 68-87% (Cotty 1994). Aplikasi perlakuan minyak atsiri Ocimum basilicum, Cinnamomum cassia,

Coriandrum saticum dan Laurus nobilis konsentrasi 1-10% dapat mengendalikan

Aspergillus parasiticus pada benih sorgum, jagung, melon dan kacang tanah (Atanda et al. 2007). Radiasi merupakan salah satu strategi untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Metoda di atas juga dapat dilakukan pada benih kakao

yang dikombinasikan dengan Trichoderma sp. pada medium pasir, tanah, dan kompos dengan cara mencelupkan benih ke dalam minyak atsiri sebelum disimpan atau ditanam.

Simpulan

Sebanyak 13 cendawan terbawa benih bersifat patogenik pada benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dengan tingkat patogenisitas yang berbeda-beda. Cendawan yang bersifat patogenik pada benih kakao hibrida memiliki kemampuan untuk menurunkan daya berkecambah sebesar 20-40%, indeks vigor 30-47%, kecepatan tumbuh relatif 13-45% dan meningkatkan T50 0,62-7,36 hari. Infeksi patogen dapat menyebabkan benih tidak tumbuh dan pertumbuhan menjadi tidak normal sebesar 29-52% dibanding kontrol.

Ke 13 isolat cendawan patogen yang diinokulasikan pada benih kakao hibrida dapat menginfeksi bagian jaringan tanaman seperti kotiledon, daun, batang, dan akar bibit kakao hibirida. Jenis Spesies Phoma glomerata dan Macrophoma sp. yang mampu menurunkan tinggi bibit, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar bibit kakao hibrida secara nyata.