• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN PERLAKUAN BENIH TERHADAP PENINGKATAN VIGOR BENIH KAKAO HIBRIDA

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap peningkatan kesehatan, viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao hibrida. Penelitian dilaksanakan di Kebun Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Laboratorium Mikrobiologi dan rumah kaca Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor, pada bulan Mei 2008 sampai Februari 2009. Benih kakao hibrida berasal dari hasil persilangan buatan antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6 dari Puslitkoka Jember. Penelitian menggunakan analisis sidik ragam dengan model rancangan lingkungan acak lengkap faktorial, faktor pertama adalah lama penyimpanan secara alami dan faktor kedua perlakuan benih. Hasil penelitian menunjukkan benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 dapat mempertahankan viabilitas dan vigor benih atau bibit selama penyimpanan dua minggu. Viabilitas dan vigor benih kakao hibrida menurun tajam setelah penyimpanan benih empat minggu. Penurunan viabilitas dan vigor benih kakao hibrida masih dapat ditingkatkan setelah diberi perlakuan

matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39. Peningkatkan terjadi terhadap daya berkecambah dari 18% menjadi 63%, kecepatan tumbuh 1,26%/etmal menjadi 4,62%/etmal, kecepatan perkecambahan (T50 menurun dari 16,3 hari menjadi 15 hari), dan jumlah daun dari 3 menjadi 4 daun dibanding kontrol. Vigor benih maupun bibit kakao mampu dipertahankan setelah benih disimpan dua minggu, namun setelah penyimpanan empat minggu menurun tajam, walaupun panjang akar dan jumlah akar mengalami peningkatan. Benih yang mendapatkan perlakuan matriconditioning plus Trichoderm harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 mampu meningkatkan vigor benih maupun bibit kakao hibrida. Peningkatan terjadi pada indeks vigor dari 42% menjadi 74%, laju pertumbuhan kecambah 0,30 g menjadi 0,45 g, tinggi bibit 13,7 cm menjadi 17 cm, panjang akar 4,9 cm menjadi 5,5 cm, dan jumlah akar dari 39 menjadi 48 dibanding tanpa perlakuan.

Kata kunci: Agens hayati, invigorasi, matriconditioning, Theobroma cacao, viabilitas benih

*) Bagian dari disertasi ini telah dipublikasi pada jurnal ilmiah terakreditasi A: Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian pada Vol. 13 (1): 73- 84 bulan Maret 2010 (Baharudin,

Abstract

Invigorating technique with biological agents to restore the vigor of hybrid cacao seeds. The aims of research was to observe the effect of seed treatment (matriconditioning plus biological agents) on healthy, viability and vigor increased of cacao hybrid seed and seedling after natural storage. The research was conducted at Indonesian Coffee and Cacao Research Institute (Puslitkoka) in Jember, IPB Seed Science and Technology Laboratory, and Microbiology Laboratory and glass house at Indonesian Biotechnology Research Institute for Estate Crops, Bogor on May 2008 until February 2009. The hybrid seed used in this experiment was from hand pollination of TSH 858 and Sca 6 from Puslitkoka Jember. Factorial completely randomized design was used, the first factor was period of seed storage and second factor was seed treatment. The result showed that hybrid cacao seeds of TSH 858 x Sca 6 restrained have viability and vigor from seed or seedling storage two weeks. Seed viability and vigor declined rapidly as a result after four weeks of seed storage. The reduced viability and vigor of seeds could be improved the treatment with matriconditioning plus

Trichoderma harzianum DT/38 and T. pseudokoningii DT/39. The increase occurred against germination from 18% to 63%, relative growth rates of 1,26%/etmal to 4,62%/etmal, speed of germination (T50 reduced from 16,3 days to 15 days), and number of leaves from 3 to 4 compared than control. Seed and seedling vigor were maintained after two weeks storage but they declined rapidly after four weeks storage, however the root length and number of roots increased. Seed treated matriconditioning plus T. harzianum DT/38 and T. pseudokoningii

DT/39 could improve seeds vigor as well as seedlings. Increased index of vigor from 42% to 74%, speed of germination from 0,30 g to 0,45 g, height of seedlings from 13,7 cm to 17 cm, root length from 4,9 cm to 5,5 cm, and number of roots from 38 to 48 compared with the antreated ones.

Key words: Biological agents, invigoration, matriconditioning, seed viability,

Theobroma cacao

Pendahuluan

Kakao merupakan salah satu produk unggulan nasional yang bisa diperbanyak secara generatif, sehingga penanganan untuk menghasilkan benih bermutu baik sangat penting untuk diperhatikan. Benih kakao adalah benih rekalsitran yang memiliki sifat tidak tahan terhadap desikasi, suhu dan kelembaban rendah. Benih kakao memiliki periode konservasi yang relatif singkat, karena mudah berkecambah dan terkontaminasi patogen. Menurut Berjak dan Pammenter (1994); Bewley & Black (1985); Kozlowski (1972), sifat benih rekalsitran cepat berkecambah setelah buah matang, menghendaki kelembaban dan suhu tertentu, sensitif kadar air tinggi dan rendah, dan tidak tahan disimpan lama. Benih rekalsitran menghendaki kadar air tinggi dan lingkungan yang

63

lembab selama penyimpanan (Roberts & King 1980). Penurunan viabilitas dan vigor benih kakao disebabkan daya simpan benih yang rendah, kebocoran membran, kerusakan seluler dan perubahan biokemis pada cadangan makanan (Budiarti 1999).

Rendahnya viabilitas dan vigor benih kakao dipengaruhi oleh aktivitas enzim sebagai akibat kemunduran dan laju perkecambahan benih yang rendah. Selanjutnya laju respirasi menurun seiring dengan kemunduran benih yang berhubungan dengan rusaknya struktur membran dalam mitokondria, maka total respirasi berkurang. Menurut Ilyas (2001), hilangnya aktivitas enzim berhubungan dengan menurunnya respirasi sebagai ekspresi aktivitas berbagai enzim yang bereaksi bersama dalam merombak cadangan makanan, sehingga benih mundur maka daya berkecambah menurun. Benih kakao apabila telah mengalami kemunduran selama dalam penyimpanan, maka menghasilkan vigor benih yang rendah dan berlanjut pada produksi yang rendah. Oleh karena itu berbagai bentuk perbaikan selama dalam penyimpanan dan penanganan benih kakao perlu dilakukan secara khusus dan benar.

Upaya peningkatan mutu benih kakao hibrida yang mudah mengalami kemunduran selama dalam penyimpanan dapat dilakukan dengan invigorasi benih. Menurut Ilyas (2005), benih yang mengalami kemunduran atau deteriorasi dapat ditingkatkan performanya dengan pemberian perlakuan invigorasi. Invigorasi bertujuan untuk mengatasi mutu benih yang telah menurun dengan menyeimbangkan potensial air, memperbaiki membran sel, merangsang kegiatan metabolisme benih, sehingga benih siap untuk berkecambah. Salah satu teknik invigorasi adalah matriconditioning. Menurut Khan dalam Ilyas (2005),

matriconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol sebelum tanam dengan media padat lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks untuk memperbaiki pertumbuhan bibit atau memperbaiki keadaan fisiologi dan biokimia benih. Dasar pemikiran dari perlakuan benih sebelum tanam adalah memobilisasi dan memperbesar sumber daya yang dimiliki benih dengan memberikan sumber daya dari luar sebagai perbaikan secara maksimal bagi pertanaman dan hasilnya (Ilyas 2005). Selanjutnya mekanisme kerja matriconditioning mengatur pemasukan air secara perlahan-lahan ke dalam benih dan memungkinkan fase

aktivasi lebih lama, sehingga pemunculan radikula (akar) dapat dicegah dan tidak menimbulkan kerusakan pada membran.

Mutu benih yang rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan

matriconditioning menggunakan serbuk gergaji, abu gosok, vermikulit halus atau bubuk arang sekam yang diintegrasikan dengan bioprotektan guna melindungi benih dari penyakit terbawa benih (seedborne), penyakit tertular tanah (soilborne) dan cendawan gudang (Ilyas 2005). Teknik matriconditioning diharapkan dapat ditingkatkan manfaatnya dengan penambahan Trichodermaharzianum DT/38 dan

T.pseudokoningii DT/39 agar menekan patogen terbawa benih dan tertular tanah guna memacu pertumbuhan tanaman kakao. Menurut Chet & Henis (1985),

Trichoderma dapat menghasilkan antibiotik volatil dan non volatil. Penggunaan

Trichoderma dapat menurunkan frekwensi infeksi Phytophthora palmivora antara 9-98% menjadi 6-63% (Darmono 1994). Menurut Prayudi (1996), mikroparasitisme Trichoderma dimulai setelah hifa kontak fisik dengan hifa inang

yang mampu menghasilkan enzim hidrolitik β-1,3 glukanase dan kitinase yang aktif mendegradasi sel-sel cendawan dan mampu melakukan penetrasi ke dalam hifa cendawan patogen. Trichoderma koningii memproduksi enzim endochitinase dan chitinolityc yang berinteraksi dengan mycoparasitic di dalam jaringan epidermis dan sclerotium cepivorum yang aktif mendegradasi sel-sel cendawan patogen, mampu melakukan penetrasi dan menyebar ke dalam hifa, terjadi kontak fisik hingga mematikan cendawan patogen (Matcalf & Wilson 2001). Pengujian

Trichoderma koningii dan T. harzianum efektif menghambat perkembangan

Rhizoctonia solani pada skala laboratorium dan konsentrasi 106-108 spora/ml mampu menekan perkembangan penyakit rebah batang (Sukamto et al. 1999).

Pada penelitian ini benih kakao yang telah mengalami penurunan mutu fisiologis diharapkan dapat ditingkatkan dengan perlakuan benih plus agens hayati. Secara umum penelitian bertujuan memulihkan vigor benih kakao yang telah turun selama penyimpanan. Secara khusus, penelitian bertujuan mengetahui pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan benih terhadap peningkatan kesehatan, viabilitas dan vigor benih maupun bibit kakao hibrida.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di Kebun Induk Benih Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Laboratorium Mikrobiologi dan rumah kaca Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor pada bulan Mei 2008 sampai Januari 2009.

Bahan penelitian menggunakan benih kakao hibrida dari hasil persilangan buatan antara jenis kakao TSH 858 dengan Sca 6 dari Puslitkoka Jember. Umur panen benih kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 pada umur 150 HSA (Baharudin et al. 2008a). Bahan utama 1800 butir benih, arang sekam padi ukuran 250 µ sebagai

carrier dalam perlakuan matriconditioning dengan perbandingan benih: carrier

(arang sekam padi): air adalah 4:2:1. Konsentrasi fungisida benomyl dan thiram

yang digunakan 2,5 g per liter air, sedangkan agens T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 dengan kerapatan 106 spora/ml. Alat autoklaf pada suhu 1200C dan tekanan 1,2 Atm digunakan untuk mensterilkan pasir sebagai medium kecambah dan boks plastik ukuran 30 x 30 cm sebagai tempat pengecambah

benih. Benih disimpan dengan kadar air 50% di dalam wadah plastik

polypropenil beraerasi dalam kotak yang diberi serbuk gergaji dengan kadar air 20%-25% pada seluruh sisi luar kantong plastik. Ruang penyimpanan dilengkapi dengan alat higrometer dan termometer suhu yang dialiri air pada bagian bawah

pada kondisi suhu kamar 24-30 0C dan RH 86-100%.

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Faktor pertama

adalah lama penyimpanan benih terdiri atas tiga taraf: 1). benih baru dipanen, 2). dua minggu penyimpanan benih secara alami, dan 3). empat minggu penyimpanan benih secara alami. Faktor kedua adalah perlakuan benih terdiri atas enam taraf: 1). kontrol, 2). matriconditioning, 3). benomyl + thiram, 4). agens T.harzianum

DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39, 5). matriconditioning dan benomyl + thiram, dan 6). matriconditioning dan T. harzianum DT/38 + T. pseudokoningii DT/39. Dengan demikian terdapat delapan belas kombinasi perlakuan dan masing-masing diulang empat kali, sehingga terdapat 72 unit satuan percobaan.

Perlakuan kontrol, benih yang baru dipanen, dan telah disimpan dua minggu, atau empat minggu langsung ditanam pada media pasir tanpa perlakuan apapun.

dua minggu, dan empat minggu. Aplikasibenomyl dan thiram atau perlakuan T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 dengan kerapatan 106 ml/spora dilakukan dengan cara benih direndam selama 5-10 menit kemudian ditanam pada

media pasir. Benih yang telah diberi perlakuan matriconditioning,

matriconditioning plus fungisida, dan matriconditioning plus agens hayati terlebih dahulu diaduk secara merata hingga tercampur sempurna dan melekat sampai menyelimuti permukaan benih. Benih kemudian diinkubasi pada suhu ruang 24 0C dan RH 86% selama 5 jam. Selama inkubasi benih diaduk setiap jam. Inkubasi dihentikan saat terlihat radikula mulai muncul dan hanya benih yang belum

memunculkan radikula yang ditanam. Benih yang telah mengalami conditioning

langsung ditanam di media pasir sebanyak 25 butir setiap satuan unit percobaan.

Pengamatan dilakukan terhadap (1) daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase kecambah normal hitungan pertama 14 hari setelah tanam (HST) dan kedua 21 HST, (2) indeks vigor yaitu persentase kecambah normal hitungan pertama, (3) kecepatan tumbuh relatif, (4) T50 waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total perkecambahan, (5) laju pertumbuhan kecambah, (6) jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar, dan jumlah akar.

(1). Daya berkecambah (DB)

Daya berkecambah menunjukkan viabilitas potensial benih (Sadjad et al.

1999), dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) hitungan pertama 14 hari setelah tanam (HST) dan kedua (21 HST) dengan rumus:

(2). Indeks vigor (IV)

Indeks vigor menunjukkan vigor kecepatan tumbuh (Copeland & McDonald

1995), dihitung berdasarkan kecambah normal pada hitungan pertama (14 HST) dengan rumus:

∑KN hitungan I + ∑KN hitungan II

DB = x 100% ∑ benih yang ditanam

∑ KN hitungan I

IV = x 100% ∑ Benih yang ditanam

(3). Kecepatan tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan persentase total kecambah normal setiap hari dalam satuan per etmal (per 24 jam). Pengamatan dilakukan setiap hari selama waktu perkecambahan 21 hari (Sadjad et al. 1999), dengan rumus:

t = waktu pengamatan

N = % KN setiap waktu pengamatan tn = waktu akhir pengamatan (4) T50

T50 adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% perkecambahan total dihitung berdasarkan jumlah benih berkecambah setiap hari, sampai mencapai 50% dari total perkecambahan. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 21 hari. T50 menggambarkan vigor benih (Ilyas 1994), dengan rumus:

Keterangan: ti = waktu (hari), pada saat atau sebelum benih mencapai 50% perkecambahan

tj = waktu (hari), setelah benih mencapai perkecambahan total 50%

n50% = jumlah benih berkecambah (50% dari total benih yang berkecambah)

nj = jumlah benih berkecambah pada waktu tj atau setelah mencapai perkecambahan total 50%

ni = jumlah benih berkecambah pada waktu ti atau sebelum mencapai 50% perkecambahan total

(5). Laju pertumbuhan kecambah

Berat kering kecambah normal (mg) yang diukur pada akhir setelah pengamatan (21 HST). Semua kecambah normal tanpa kotiledonnya dicabut dan dimasukan ke dalam amplop kertas koran terbuka kemudian dioven. Setelah dioven dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang. Laju pertumbuhan kecambah (mg/KN) diperoleh dengan menimbang kecambah normal yang telah dioven pada suhu 80 0C selama 24 jam (Burris dalam Copeland & Mc Donald 1995) dengan rumus:

Bobot kering seluruh kecambah normal (mg) LPK =

Jumlah kecambah normal

K

CT

=

(n50% – ni)

T50 = ti + (tj – ti) (nj – ni)

(6). Jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar, dan jumlah akar

Sebanyak lima tanaman contoh pada setiap unit satuan percobaan dilakukan pengamatan terhadap jumlah daun, tinggi bibit, panjang akar dan jumlah akar pada umur 21 HST. Daun yang diamati adalah daun yang telah terbentuk sempurna dan bukan daun dalam bentuk flush atau daun muda. Tinggi bibit diukur mulai dari batas permukaan medium tanam hingga pucuk daun. Panjang akar diukur dari pangkal akar pada batang bibit hingga pada ujung akar, jumlah akar dihitung pada akar primer, akar lateral, dan akar-akar sekunder.

Data dianalisis menggunakan ANOVA sesuai rancangan yang digunakan dalam program SAS, apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh faktor perlakuan nyata pada taraf 0,05, maka dilanjutkan dengan uji DMRT.

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Interaksi antara Lama Penyimpanan dan Perlakuan Benih pada Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6

Interaksi lama penyimpanan dan perlakuan benih berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh relatif, T50 dan jumlah daun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 (Tabel 9). Setelah benih disimpan selama empat minggu viabilitas benih menurun tajam. Benih tanpa perlakuan (kontrol) memiliki daya berkecambah paling rendah 18%. Perlakuan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 terhadap benih yang telah disimpan empat minggu mampu meningkatkan daya berkecambah hingga 63% dibandingkan dengan perlakuan lainnya dengan daya berkecambah 24-38%.

Perlakuan benih menunjukkan kecepatan tumbuh tertinggi, baik pada benih baru dipanen, penyimpanan selama dua minggu, maupun yang telah disimpan empat minggu. Setelah benih disimpan selama empat minggu, benih tanpa perlakuan (kontrol) kecepatan tumbuh paling rendah 1,26%/etmal, sedangkan perlakuan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii

DT/39 mampu meningkatkan kecepatan tumbuh hingga 4,62%/etmal.

Perlakuan benih belum menunjukkan pengaruh nyata terhadap T50, baik pada benih yang baru dipanen, maupun benih yang telah disimpan selama dua minggu. Setelah disimpan empat minggu, benih yang diberi perlakuan matriconditioning

plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 mampu menurunkan T50 sampai 15 hari, sedangkan benih tanpa perlakuan 16,3 hari.

Tabel 9. Pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dengan perlakuan benih terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh relatif, T50, dan jumlah daun bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6.

Perlakuan Benih

Lama Penyimpanan Benih Benih baru

dipanen 2 minggu 4 minggu

……….. Daya berkecambah (%) ………….

Kontrol (tanpa matriconditioning)

Matriconditioning

Fungisida benomyl dan thiram

T. harzianum (DT/38) dan T. pseudokoningii (DT/39)

Matriconditioning + fungisida benomyl dan thiram

Matriconditioning + T. harzianum (DT/38) dan T.

pseudokoningii (DT/39) 96 Aa 98 Aa 80 Bb 99 Aa 94 Aa 99 Aa 96 Aa 99 Aa 98 Aa 99 Aa 95 Aa 100 Aa 18 Bc 33 Bbc 24 Cc 32 Bbc 38 Bb 63 Ba

………. Kecepatan tumbuh (%/etmal) ………....

Kontrol (tanpa matriconditioning)

Matriconditioning

Fungisida benomyl dan thiram

T. harzianum (DT/38) dan T. pseudokoningii (DT/39)

Matriconditioning + fungisida benomyl dan thiram

Matriconditioning + T. harzianum (DT/38) dan T.

pseudokoningii (DT/39) 6,86 Ab 8,16 Aa 5,81 Bb 7,55 Aab 7,61 Aab 8,59 Ba 7,66 Aa 8,72 Aa 8,16 Aa 8,64 Aa 7,93 Aa 9,30 Aa 1,26 Bd 2,30 Bb 1,77 Cc 2,34 Bb 2,72 Bb 4,62 Ca ….………..…….. T50 (hari) ……….

Kontrol (tanpa matriconditioning)

Matriconditioning

Fungisida benomyl dan thiram

T. harzianum (DT/38) dan T. pseudokoningii (DT/39)

Matriconditioning + fungisida benomyl dan thiram

Matriconditioning + T. harzianum (DT/38) dan T.

pseudokoningii (DT/39) 13,8 Ba 12,2 Ba 14,1 ABa 13,3 Ba 13,1 Ba 11,5 Ba 12,0 Ba 10,8 Ba 11,6 Ba 11,1Ba 11,4 Ba 10,4 Ba 16,3 Ac 19,0 Aa 15,5 Acd 18,8 Aab 18,3 Ab 15,0 Ad ...………..……. Jumlah daun ………..

Kontrol (tanpa matriconditioning)

Matriconditioning

Fungisida benomyl dan thiram

T. harzianum (DT/38) dan T. pseudokoningii (DT/39)

Matriconditioning + fungisida benomyl dan thiram

Matriconditioning + T. harzianum (DT/38) dan T.

pseudokoningii (DT/39) 2,9 Ad 3,7 Ab 3,3 Ac 3,9 Aa 3,8 Aa 3,8 Aa 3,3 Ab 3,6 Aa 3,5 Aab 3,6 Ba 3,4 Ba 3,6 Aa 3,1 Ab 3,3 Bb 3,5 Aab 3,6 Bab 3,4 Bb 3,7 Aa

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan angka-angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT α = 0.05.

Perlakuan benih belum berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, baik benih yang baru dipanen, setelah disimpan selama dua minggu dan empat minggu. Perlakuan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii

DT/39, baik pada benih yang baru dipanen, setelah disimpan dua minggu dan empat minggu mampu meningkatkan jumlah daun 3,6-3,8, sedangkan tanpa perlakuan 2,9-3,3. Benih yang diberi perlakuan matriconditioning plus T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 memiliki vigor yang tinggi sehingga mampu memacu pertumbuhan jumlah daun. Setelah disimpan selama empat minggu benih kakao telah kehilangan viabilitas dan vigor, tetapi masih dapat ditingkatkan dengan perlakuan matriconditioning plus agens hayati.

Penurunan mutu fisiologis benih kakao setelah penyimpanan benih selama empat minggu terlihat pada daya berkecambah dan kecepatan tumbuh relatif yang rendah, meningkatnya T50. Selain itu terjadi perubahan warna benih dari ungu kecoklatan menjadi coklat pucat sebagai ekspresi pengusangan dan terinfeksi patogen. Menurut Ilyas (2001), perubahan warna testa sebagai akibat reaksi oksidatif yang distimulir oleh meningkatnya kelembaban dan suhu ruang simpan, dan benih yang mempertahankan warna aslinya selama penyimpanan dapat dikatakan memiliki vigor yang lebih tinggi. Selama dalam penyimpanan, benih kakao memperlihatkan kotiledon dan sumbu embrio yang mencoklat kehitaman saat terekspos suhu serta diduga terjadi penurunan kadar air, dan terkontaminasi patogen. Kondisi suhu ruang penyimpanan benih kakao antara 24-30 0C dan RH 86-100%. Kadar air benih sebelum penyimpanan 50%, setelah penyimpanan dua minggu terjadi penurunan menjadi 47,5% dan empat minggu turun menjadi 40,7% (data tidak ditampilkan). Meningkatnya kandungan asam lemak bebas merupakan gejala utama pada kadar air benih lebih dari 12%, terutama karena serangan fungi dapat mengeluarkan enzim lipase dan merombak lipid menjadi asam lemak bebas (Ilyas 2001). Penurunan kadar air benih kakao setelah penyimpanan dua minggu belum diiringi dengan penurunan viabilitas maupun vigor benih, tetapi setelah penyimpanan benih empat minggu viabilitas maupun vigor benih telah mengalami penurunan. Oleh karena itu benih kakao apabila tidak disimpan dengan baik dan diberi perlakuan khusus dapat berkecambah selama 3-4 hari serta dalam keadaan normal kehilangan daya tumbuhnya setelah 10-15 hari penyimpanan (Prawoto 2008). Benih kakao setelah disimpan dua minggu terkontaminasi patogen sebesar 46% dan empat minggu mencapai 100%, tetapi belum sampai merusak bagian penting benih seperti radikula dan kotiledon. Kontaminasi patogen dapat berakibat pada penurunan viabilitas dan vigor benih. Menurut Rahardjo (1985); Munandar

et al. (2004), kontaminasi cendawan patogen selain menurunkan viabilitas, juga pertumbuhan bibit menjadi abnormal. Cendawan patogen dapat mengakibatkan rusaknya bagian biji kakao (Sukamto & Pujiastuti 2004). Menurut Baharudin et al. (2008b) terdapat 13 spesies cendawan terbawa benih yang dapat mempengaruhi penurunan mutu fisiologis benih kakao. Ada dua mekanisme utama penurunan

mutu benih yaitu mikroorganisme selama penyimpanan, dan cendawan yang merusak benih melalui produksi enzim eksoseluler dan toksin (Ilyas 2001).

Penurunan mutu fisiologis benih kakao setelah penyimpanan empat minggu masih dapat ditingkatkan dengan perlakuan matriconditioning plus T. harzianum

DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39. Perlakuan matriconditioning plus agens hayati mampu memperbaiki benih yang telah mundur, mengendalikan patogen terbawa benih, dan mengaktifkan proses metabolisme, sehingga viabilitas dan vigor benih meningkat. Penambahan agens hayati di dalam matriconditioning

efektif menurunkan intensitas penyakit, lebih efisien, dan meningkatkan vigor benih maupun bibit kakao dibanding fungisida sintetis (benomyl dan thiram).

Peningkatan perkecambahan benih secara tidak langsung dapat dilakukan dengan perbaikan membran dan mendorong menurunnya kebocoran elektrolit (Chang & Sung 1998). Demikian pula, perbaikan aktivitas dan penyusunan kembali enzim di sekitar membran, sehingga lebih awal mempercepat kemunculan kecambah (Rao et al. 1987; Chiu et al. 1995). Matriconditioning

dilakukan dengan mencegah dimulainya fase ketiga imbibisi dan memperpanjang waktu yang diperlukan dalam proses metabolik fase kedua (Khan et al. 1992). Pemberian mikroba antagonis T. harzianum DT/38 dan T. pseudokoningii DT/39 untuk memacu pertumbuhan dan sebagai pengendali penyakit tanaman (BPBPI 2008). Menurut Ahmed et al. (1999); Metcalf & Wilson (2000), T. harzianum dan

T. koningii mampu memproduksi enzim endokitinase dan kitin yang

menghidrolisis dan mendegradasi dinding sel nukleus, metaxylem, endodermis dan sklerotium serta secara kontinyu menghambat dan mematikan patogen lawannya.

Pengaruh Tunggal Lama Penyimpanan dan Perlakuan Benih pada Benih Kakao Hibrida TSH 858 x Sca 6

Lama penyimpanan dan perlakuan benih berpengaruh nyata terhadap indeks vigor, laju pertumbuhan kecambah, tinggi bibit, panjang akar dan jumlah akar bibit kakao hibrida TSH 858 x Sca 6 (Tabel 10). Setelah penyimpanan benih empat minggu nyata menurunkan indeks vigor, laju pertumbuhan kecambah, dan tinggi bibit dibanding benih yang baru dipanen dan lama penyimpanan dua