• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi potensi kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) untuk penyusunan RTRW kabupaten Barru Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi potensi kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) untuk penyusunan RTRW kabupaten Barru Sulawesi Selatan"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI POTENSI KAWASAN PERTANIAN PANGAN

BERKELANJUTAN (KP2B) UNTUK PENYUSUNAN RTRW

KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN

ANNA BUANA SYAMSON

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Potensi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) untuk Penyusunan RTRW Kabupaten Barru adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

(3)

ABSTRACT

ANNA BUANA SYAMSON. Identification of Potential Sustainable Food Farming Region for Spatial Planning of Barru Regency, South Sulawesi Province. Under direction of ERNAN RUSTIADI and MUHAMMAD ARDIANSYAH.

This research presents a method for identification of potential Sustainable Food Farming Region in Barru Regency. Sustainable Food Farming Region is a concept that included in National Act No. 41/2009, which is expected to control the conversion of farmland in order to maintain food security. The aim of this research are: (1) to identify land suitability for cropland (paddy field) based in land evaluation and existing land use, (2) to identify existing and potential land for cropland (paddy field) that can be considered as Sustainable Food Farming Region, (3) to identify existing and potential land that can be considered as Sustainable Food Farming Region based on agricultural infrastructure such as roads and irrigation networks, (4) to delineate Sustainable Food Farming Region based on subdistrict administrative boundary, spatial contiguity and maximum coverage area and (5) to calculate areas of Sustainable Food Farming Region. The result showed that there is 14.006 hectare be actual suitable land for Sustainable Food Farming Region in Barru District, with existing landuse of irrigated wetland and cultivation, and 14.619 hectare is potential land for Sustainable Food Farming Region, with existing landuse of bushes, fields, shipting, plantations and forest. Three scenarios of administrative boundary, spatial contiguity and maximum coverage might be used to identity Sustainable Food Farming Region, in which the delineation based on administrative boundary, spatial contiguity and maximum coverage created 7,3 and 2 alternative regions respectively.

(4)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(5)

IDENTIFIKASI POTENSI KAWASAN PERTANIAN PANGAN

BERKELANJUTAN (KP2B) UNTUK PENYUSUNAN RTRW

KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN

ANNA BUANA SYAMSON

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Kupersembahkan karya ini kepada

Orang-orang termulia:

Ayahanda H. Syamson (Alm) dan Ibunda Hj. A. Besse Bau Mange

Yang Tercinta:

Suamiku Ridwan, S.Hut, M.Sc

Yang tersayang:

Putra-putraku

Muhammad Rayhan,

Muhammad Danial Naufal dan Muhammad Danish Nufail.

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 ini adalah perencanaan dan pengembangan lahan pertanian pangan dengan judul Identifikasi Potensi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) untuk Penyusunan RTRW Kabupaten Barru Sulawesi Selatan.

Dalam kesempatan in penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB.

2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu, pemikiran serta dengan kesabaran memberi pengarahan dalam penulisan tesis ini.

3. Dr. Ir Iskandar Lubis selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.

4. Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).

5. Pemerintah Kabupaten Barru Sulawesi Selatan khususnya Dinas Kehutanan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis.

6. Segenap dosen pengajar, asisten dan staff pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB.

7. Rekan-rekan peserta kelas khusus dan reguler Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah angkatan tahun 2009 atas kebersamaan, kekompakan dan saling memberi semangat selama proses belajar hingga penyusunan tesis.

8. Semua pihak yang berperan dalam proses pengajaran dan penulisan karya ilmiah ini.

Penulis menghaturkan hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada suami dan anak-anakku tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah dilimpahkan selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.

Bogor, Maret 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Parepare pada tanggal 5 Februari 1975. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari bapak H. Syamson Pattikkeng dan ibu Hj. Andi Besse Bau Mange.

Tahun 1993 penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Parepare. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin dan lulus dengan gelar S.Hut pada tahun 1998. Tahun 2009 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, sekolah pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusbindiklatren Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas).

(9)

RINGKASAN

ANNA BUANA SYAMSON. Identifikasi Potensi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) untuk Penyusunan RTRW Kabupaten Barru. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan MUHAMMAD ARDIANSYAH.

Pengembangan wilayah akan menyebabkan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan secara signifikan meningkatkan kebutuhan lahan serta akan mengakibatkan tingginya tingkat konversi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Barru. Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) merupakan regulasi yang diharapkan mampu melindungi dan mengendalikan laju konversi lahan pertanian. Alih fungsi lahan akan menjadi permasalahan yang serius di Kabupaten Barru. Salah satu langkah awal perlindungan terhadap lahan pertanian pangan adalah dengan mengidentifikasi lahan yang dapat diusulkan untuk ditetapkan sebagai KP2B di Kabupaten Barru.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi lahan pertanian pangan (padi sawah) berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan dan penggunaannya saat ini (existing), (2) Mengidentifikasi lahan aktual dan potensial untuk tanaman pangan (padi sawah) yang dapat diusulkan sebagai KP2B, (3) Mengidentifikasi lahan aktual dan lahan potensial yang dapat diusulkan sebagai KP2B

berdasarkan infrastruktur pendukung pertanian berupa jaringan jalan, (4) Mengidentifikasi luasan hamparan KP2B berdasarkan pertimbangan batas

wilayah administrasi kecamatan, kontiguitas spasial dan luas hamparan maksimal, dan (5) Menghitung luas masing-masing KP2B. Batasan penelitian hanya pada proses perencanaan dan merekomendasikan satuan hamparan lahan yang dapat diusulkan untuk ditetapkan sebagai KP2B dari aspek fisik dan spasial wilayah.

Identifikasi dan deliniasi lokasi-lokasi lahan yang berpotensi diusulkan sebagai KP2B dilakukan melalui 5 tahapan. Tahap I dan II merupakan tahapan persiapan data input, sedangkan tahap III, IV dan V merupakan tahap identifikasi dan deliniasi lahan aktual dan potensial KP2B. Data input yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi KP2B adalah: (1) Peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi, (2) Peta penutupan/penggunaan lahan, (3) Peta paduserasi hutan dan (4) Peta jaringan infrastruktur jalan.

(10)

sekitar 28.626 ha atau hanya sekitar 62,5% diantaranya yang berada pada Areal Penggunaan Lain (APL) dan dapat diusulkan sebagai lahan aktual dan lahan potensial untuk KP2B.

Lahan aktual dan lahan potensial yang dapat diusulkan sebagai KP2B tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Barru, dengan lahan aktual seluas 14.006 ha dan lahan potensial seluas 14.619 ha. Dari hasil deliniasi dengan menggunakan 3 skenario, dapat diusulkan beberapa alternatif KP2B. Skenario berdasarkan batas administrasi wilayah kecamatan memunculkan 7 alternatif kawasan, berdasarkan kontiguitas spasial memunculkan 3 alternatif kawasan, dan luas hamparan maksimal memunculkan 2 alternatif kawasan. Alternatif-alternatif kawasan tersebut dapat menjadi usulan dan masukan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil terkait dengan penetapan KP2B di Kabupaten Barru.

(11)

Judul Tesis : Identifikasi Potensi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) untuk Penyusunan RTRW Kabupaten Barru Sulawesi Selatan

Nama : Anna Buana Syamson NRP : A156090104

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Ketua

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 02 April 2011

(12)
(13)
(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang ……….. 1

Ruang Lingkup ……… 4

Rumusan Masalah ………. 5

Tujuan Penelitian ……… 5

Manfaat Penelitian ……… 6

TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan dan Pengembangan Wilayah ……… 7

Lahan Pertanian dan Permasalahannya ………. 8

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ……… 12

Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan ………....…… 14

Penataan Ruang Wilayah Kabupaten ……….. 16

Evaluasi Kesesuaian Lahan ……….. 17

Penginderaan Jauh ……….. 18

Sistem Informasi Geografis (GIS) ……… 19

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran ……….. 22

Hipotesis ……….. 24

Tempat dan Waktu ……… 24

Bahan dan Alat ………. ……….. 24

Analisis dan Pengolahan Data ……….. 25

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah ………. 26

Interpretasi Penutupan/Penggunaan Lahan ……….…… 27

Identifikasi Lahan Aktual dan Lahan Potensial untuk KP2B …….. 29

(15)

Deliniasi KP2B Berdasarkan Batas Administrasi Kecamatan,

Kontiguitas Spasialdan Luas Hamparan Maksimal ……… 33

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Administrasi Wilayah ……… 38

Kondisi Geofisik Wilayah ……… 39

Iklim ……….. 41

Kondisi Geologi ……… 43

Kelerengan ……… 43

Ketinggian ………. 44

Jenis Tanah ……….. 44

Kondisi Demografi ……….. 45

Kondisi Sosial Ekonomi ………. 47

Lahan Sawah dan Produksi Padi ………. 48

Perubahan Lahan Sawah ……… 48

Produksi Padi ……….. 49

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Potensi Lahan Pertanian Pangan (Padi Sawah) Berdasarkan Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Penggunaan Lahan Eksisting ……… 51

Penutupan/Penggunaan Lahan Eksisting ………. 51

Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah ……….. 54

Identifikasi Lahan Aktual dan Potensial untuk Tanaman Pangan (Padi Sawah) yang Dapat Diusulkan sebagai KP2B ………. 57

Identifikasi Lahan Pertanian Pangan untuk Diusulkan Sebagai KP2B Berdasarkan Infrastruktur Pendukung Pertanian ………. 66

Deliniasi Hamparan KP2B Berdasarkan Pertimbangan Wilayah Administrasi, Kontiguitas Spasialdan Luas Hamparan Maksimal ….. 70

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……….. 80

Saran ……… 81

DAFTAR PUSTAKA ………. 82

(16)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Jenis Data yang Dibutuhkan dan Sumber Data ………. 25 2. Kriteria Penentuan Lahan Aktual dan Potensial untuk pengusulan

KP2B ……….. 30

3. Matriks Penentuan Lahan Aktual dan Potensial untuk KP2B Berdasarkan Penutupan/Penggunaan Lahan, Kelas Kesesuaian

Lahan dan Status kawasan di Kabupaten Barru ……... 31 4. Matriks Variabel Penciri dari Masing-Masing Skenario Usulan KP2B … 34 5. Matriks Analisis Penelitian ……… 36 6. Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan dan Desa di Kabupaten Barru 38 7. Persentase Kelerengan di Kabupaten Barru ………. 43 8. Luas dan Persentase Jenis Tanah Menurut Kecamatan ………. 45 9. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Barru Menurut Kecamatan …. 46 10. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Barru

Tahun 2009………. 46

11. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama di Kabupaten Barru ……….. 47 12. Luas Lahan Sawah Menurut Kecamatan di Kabupaten Barru Tahun

2004 -2009 ……….. 48

13. Produksi Padi Menurut Kecamatan Kabupaten Barru Tahun 2004-2008 49 14. Rata-rata Produksi Padi Menurut Kecamatan Kabupaten Barru

Tahun 2008 ………. 50

15. Luas Penutupan/Penggunaan Lahan di Kabupaten Barru ……… 52 16. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Barru …. 56 17. Kesesuaian Lahan berdasarkan Penutupan/Penggunaan Lahan

Kabupaten Barru ………. 57 18. Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kecamatan pada APL di Kabupaten

Barru ……….. 58

19. Kesesuaian Lahan Berdasarkan Penutupan/Penggunaan Lahan

(17)

No Teks Halaman

20. Luas Lahan Aktual dan Lahan Potensial KP2B berdasarkan

Kecamatan di Kabupaten Barru ………. 63 21. Matriks Ketersediaan Lahan Aktual dan Lahan Potensial untuk KP2B

(18)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ……… 23 2. Bagan Tahapan Identifikasi Lahan Aktual dan Potensial untuk KP2B .. 32 3. Bagan Tahapan Proses Deliniasi KP2B ……… 33 4. Bagan Alir Tahapan Penelitian ………. 35 5. Lokasi Penelitian ………. 40 6. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Kabupaten Barru Tahun 1998-2007 ... 41 7. Hari Hujan Rata-Rata Bulanan Kabupaten Barru Tahun 1998-2007 ….. 42 8. Kelembaban Udara Rata-Rata Bulanan Kabupaten Barru

Tahun 1998-2007 ………. 42 9. Diagram Persentase (%) Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten

Barru Tahun 2009 ……… 51 10. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2009 Kabupaten Barru …. 53 11. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Barru …. 55 12. Sawah Irigasi yang Dikategorikan Sebagai Lahan Aktual ……… 60 13. Diagram Persentase (%) Lahan Aktual Kabupaten Barru ……… 61 14. Semak/Belukar yang Dikategorikan Sebagai Lahan Potensial ……….. 62 15. Diagram Persentase (%) Lahan Potensial Kabupaten Barru ……… 63 16. Peta Lahan Aktual dan Potensial untuk KP2B ……… 65 17. Kondisi Lahan Aktual di Kecamatan Pujananting ……….. 66 18. Peta Lahan Aktual dan Lahan Potensial untuk KP2B Berdasarkan

Jaringan Infrastruktur Pendukung Pertanian Berupa Jalan ………. 67 19. Kondisi Jaringan Irigasi dan Jalan di Kecamatan Mallusetasi …………. 68 20. Waduk LanraE yang Mengairi Sekitar 810 ha Sawah ……… 69 21. Peta Usulan KP2B Berdasarkan Skenario 1 (Batas Administrasi

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah (PPT,1983) …. 86 2. Data Daerah Irigasi Teknis, Setengah Teknis dan Irigasi Desa

Kabupaten Barru Sampai Tahun 2008 ………... 87

3. Peta Kelas Lereng Kabupaten Barru ………... 89

4. Peta Kedalaman Tanah Kabupaten Barru ……… 90

5. Peta Drainase Kabupaten Barru ……… 91

6. Peta Tekstur Tanah Kabupaten Barru ………. 92

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, menghadapi tantangan yang berat dan sangat kompleks. Program dan kebijakan yang terkait dengan ketahanan pangan menjadi fokus utama dalam pembangunan di sektor pertanian. Ketersediaan lahan untuk sektor pertanian merupakan syarat keberlanjutan sektor pertanian dalam mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan.

Masalah ketahanan pangan mencakup 3 aspek penting, yaitu: ketersediaan (supply), distribusi dan konsumsi. Dari aspek ketersediaan, aspek pengelolaan sumberdaya lahan pertanian pangan merupakan faktor nyata yang dibutuhkan dalam proses penyediaan pangan. Lahan pertanian pangan, khususnya sawah memiliki karakteristik sumberdaya yang dikategorikan sebagai the common pool resources (CPRs) karena memenuhi dua kriteria utamanya yaitu substractibility dan non excludable. Substractibility terpenuhi karena ketersediaan lahan yang sesuai untuk pertanian pangan sangat dan semakin terbatas, setiap konversi penggunaan lahan ke penggunaan lainnya akan mengurangi kemampuan bersama dalam penyediaan pangan. Non excludable dicirikan karena dalam perspektif publik sangat sulit mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian pangan yang tersubur (Rustiadi dan Wafda, 2008).

Pertumbuhan ekonomi antara wilayah perkotaan yang berbasis non pertanian dan wilayah perdesaan yang berbasis pertanian tidak berlangsung seimbang. Pertumbuhan ekonomi perkotaan yang sangat pesat menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemukiman, perkantoran, industri, jalan dan sarana pelayanan umum lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian dan non pertanian yang berdampak pada tingginya alih fungsi lahan. Pada kondisi riil di lapangan dapat dipastikan bahwa persaingan penggunaan lahan akan selalu dimenangkan oleh kegiatan non pertanian karena jika ditinjau dari nilai sewa lahan (land rent) lebih menguntungkan secara ekonomi.

(21)

merupakan faktor produksi utama dan tak tergantikan. Berbeda dengan penurunan produksi yang disebabkan oleh serangan hama penyakit, kekeringan, banjir dan faktor lainnya lebih bersifat sementara, maka penurunan produksi yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan lebih bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki. Sehingga berkurangnya luasan lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian secara signifikan dapat mengganggu stabilitas kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan baik lokal maupun nasional.

Diperlukan upaya pengendalian yang dapat mengontrol laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dengan menjadikan aspek daya dukung lingkungan dan ketersediaan lahan sebagai salah satu pertimbangan. Salah satu upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif perlu didukung oleh suatu peraturan perundang-undangan yang (1) Menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup, (2) Mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian secara tidak terkendali, dan (3) Menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian yang tersedia (Departemen Pertanian, 2006).

Pengesahan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) merupakan regulasi yang diharapkan mampu melindungi dan mengendalian laju konversi lahan pertanian. Didalam Undang-Undang PLPPB diatur bahwa penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) ditetapkan didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dan merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang kawasan perdesaan di wilayah kabupaten.

Kabupaten Barru merupakan salah satu kabupaten yang menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian dan menjadi salah satu daerah lumbung beras di Sulawesi Selatan. Berdasarkan data BPS tahun 2008, kabupaten Barru memiliki lahan sawah seluas 13.279 ha dengan produksi rata-rata sebesar 5,4 ton/ha sehingga dapat menghasilkan produksi Gabah Kering Giling sebesar 100.645,29 ton.

(22)

(GKG). Data tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2008, Kabupaten Barru telah swasembada beras. Dengan tingkat ketersediaan pangan (beras) yang berada pada posisi surplus tersebut, tetap harus disikapi dengan bijak mengingat kebutuhan beras untuk skala nasional masih dalam kondisi defisit. Diharapkan kelebihan produksi beras di Kabupaten Barru dapat berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan beras wilayah lain. Sehingga Kabupaten Barru ikut berperan aktif dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Berdasarkan data tahun 2003 - 2008, terlihat kecenderungan berkurangnya lahan sawah dari 13.333 ha di tahun 2003 menjadi 13.279 ha pada tahun 2008. Walau penurunan luasan lahan sawah tidak begitu besar, tetapi alih fungsi lahan akan menjadi permasalahan yang serius untuk jangka panjang mengingat pembangunan dan pengembangan wilayah akan terus berlangsung. Pelabuhan fery dan pelabuhan samudera saat ini sedang dibangun di Kabupaten Barru. Pembangunan pelabuhan tentunya membutuhkan infrastruktur pelengkap lain seperti perkantoran, pergudangan, kawasan industri, pemukiman dan fasilitas jasa lainnya. Pemerintah daerah telah mengalokasikan lahan seluas kurang lebih 500 ha untuk dijadikan kawasan industri dalam mendukung pembangunan pelabuhan, dan lahan tersebut sebagian besar berupa lahan pertanian produktif. Akumulasi dampak dari pembangunan pelabuhan akan mengakibatkan tingginya alih fungsi lahan di Kabupaten Barru.

Selain itu, letak Kabupaten Barru yang berada di jalur trans sulawesi yang menghubungkan antara Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan lahan disekitar jalur utama. Hal ini dapat menyebabkan laju konversi lahan pertanian semakin tinggi mengingat sepanjang jalur utama tersebut merupakan hamparan lahan sawah produktif yang ditanami secara intensif.

(23)

Ruang Lingkup

Berdasarkan studi literatur dan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan terdapat beberapa pengertian yang dapat dijadikan referensi sebagai konsepsi dari pelaksanaan penelitian ini, diantaranya adalah:

1. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.

2. KP2B adalah wilayah budidaya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan/atau hamparan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. 3. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah lahan pertanian

yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

4. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan LP2B pada masa yang akan datang.

5. Penetapan KP2B merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang Kawasan Perdesaan di wilayah kabupaten dalam rencana tata ruang kabupaten (RTRWK). Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) merupakan dasar peraturan zonasi.

6. KP2B ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, sedangkan aspek-aspek non spasialnya ditetapkan dalam RPJP, RPJM dan RKP kabupaten/kota.

Batasan penelitian ini hanya pada proses perencanaan dan merekomendasikan satuan hamparan lahan yang dapat ditetapkan sebagai KP2B dari aspek fisik dan spasial wilayah.

(24)

jagung, sagu, dan lain-lain. Namun penelitian ini hanya mengkhususkan pada satu jenis tanaman pangan pokok yaitu padi sawah, mengingat makanan pokok utama masyarakat pada lokasi studi adalah beras.

Secara garis besar KP2B secara umum mencakup empat konsep dasar, yaitu: lahan, ketersediaan infrastruktur, jumlah penduduk dan kelembagaan. Karena adanya keterbatasan dalam penelitian, maka penelitian ini hanya mempertimbangkan tiga aspek, yaitu: lahan, ketersediaan infrastruktur jalan dan jumlah penduduk.

Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang dijadikan dasar adalah :

1. Di area mana terdapat satuan lahan aktual dan potensial untuk pertanian pangan (padi sawah) berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan dan penggunaannya saat ini (eksisting) ?

2. Di area mana terdapat lahan aktual dan potensial untuk tanaman pangan (padi sawah) yang dapat diusulkan sebagai KP2B ?

3. Satuan-satuan lahan aktual dan potensial mana saja yang memiliki jaringan infrastruktur pendukung pertanian ?

4. Di wilayah mana saja terdapat hamparan lahan yang dapat dideliniasi oleh ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infastruktur pendukung pertanian sehingga diperoleh satuan luasan hamparan KP2B, berdasarkan pertimbangan batas wilayah administrasi kecamatan, kontiguitas spasial dan luas hamparan maksimal?

5. Berapa luasan KP2B yang dapat direkomendasikan?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Identifikasi lahan yang dapat dijadikan lahan pertanian pangan (padi sawah) berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan dan penggunaannya saat ini (eksisting).

(25)

3. Identifikasi lahan aktual dan potensial yang dapat diusulkan sebagai KP2B berdasarkan infrastruktur pendukung pertanian berupa jaringan jalan.

4. Mengidentifikasi hamparan lahan yang dideliniasi oleh ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infastruktur pendukung pertanian sehingga diperoleh satuan luasan hamparan KP2B, berdasarkan pertimbangan batas wilayah administrasi kecamatan, kontiguitas spasial dan luas hamparan maksimal.

5. Menghitung luas masing-masing KP2B.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai arahan dalam pengusulan satuan lahan yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan. 2. Sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan perencanaan tata ruang

kabupaten.

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Menurut Sumarjo et al. (2009) perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia. Manfaat dan fungsi perencanaan adalah sebagai penuntun arah untuk meminimalkan ketidakpastian, meminimalkan inefisiensi sumberdaya serta untuk menetapkan standar dan kualitas. Perencanaan yang ideal adalah perencanaan yang memenuhi tiga prinsip dasar, yaitu : partisipatif, kesinambungan dan holistik.

Perencanaan adalah bagian dari pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan adalah memilih tidakan untuk menyelesaikan permasalahan. Perencanaan terkait dengan penyelesaian masalah di masa yang akan datang sehingga berisikan tindakan yang akan dilakukan di masa datang dan dampaknya juga baru terlihat di masa depan. Tetapi hal ini tidak berarti perencanaan tidak memperhatikan apa yang sedang terjadi saat ini, karena permasalahan di masa yang akan datang adalah produk dari apa yang terjadi saat ini dan pengaruh faktor luar (Tarigan, 2008).

Konsep wilayah memiliki perspektif yang luas dan kompleks, dan tidak satupun konsep yang dapat diterima secara luas. Rustiadi et al. (2009) mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Kerangka klasifikasi wilayah yang dapat

menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1) Wilayah homogen, (2) Wilayah sistem/fungsional dan (3) Wilayah

perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming).

(27)

Batas-batas suatu daerah atau wilayah merupakan salah satu aspek yang paling diperhitungkan dalam kegiatan perencanaan. Penetuan batas-batas ini biasanya didasarkan atas berbagai hal, namun ada tiga aspek yang paling menonjol sebagai indikator penentuan batas wilayah, yaitu aspek biofisik, aspek politik dan aspek sosial ekonomi. Maka dalam hal ini, suatu kegiatan perencanaan sangat tergantung pada skala spasial atau batasan-batasan wilayahnya. Skala spasial akan menentukan level detail perencanaan suatu daerah. Disamping pertimbangan spasial, skala waktu juga sangat berpengaruh. Perencanaan yang bersifat jangka pendek lebih detail dibanding perencanaan jangka panjang (Glasson dan Marshal, 2007).

Sebagai suatu kombinasi dari seni serta kumpulan-kumpulan pengalaman dan pendekatan, kajian perencanaan dan pengembangan wilayah memiliki sifat-sifat berikut : (1) Berorientasi kewilayahan, (2) Futuristik, (3) Berorientasi publik. Sebagai ilmu yang mengkaji seluruh aspek-aspek kewilayahan, perencanaan dan pengembangan wilayah mencakup aspek-aspek sumberdaya secara keseluruhan serta interaksi dan interelasi antar wilayah. Disisi lain, sebagai bentuk perencanaan, maka bersifat futuristik, oleh karenanya analisis-analisis yang bersifat prediksi (prediction) dan peramalan (forecasting) berperan sangat penting. Konsekuensi logis dari ilmu yang sering memodelkan keterkaitan integral komponen-komponen wilayah serta banyak melakukan prediksi dan peramalan, secara tradisi kajian-kajian kuantitatif merupakan alat (tools) yang sangat penting. Walaupun falsafah-falsafah ekonomi sangat dominan mewarnai kerangka berfikir ilmu ini, namun pada praktiknya lebih menekankan keberpihakan pada publik dibanding individu-individu (private). Dalam perkembangannya, ilmu dan kajian perencanaan pengembangan wilayah secara umum ditunjang oleh empat pilar pokok, yaitu : (1) Inventarisasi, klasifikasi dan evaluasi sumberdaya, (2) Aspek ekonomi, (3) Aspek kelembagaan (institusional), dan (4) Aspek lokasi/spasial (Rustiadi et al., 2009).

Lahan Pertanian dan Permasalahannya

(28)

kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya lahan diperlukan dalam setiap kegiatan manusia. Penggunaan sumberdaya lahan khususnya untuk aktifitas pertanian pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan, dan untuk penggunaan daerah industri, pemukiman dan perdagangan ditentukan oleh lokasi ekonomi yaitu jarak sumberdaya lahan dari pusat pasar.

Lahan yang sesuai untuk pertanian di kawasan non rawa terdapat seluas 86,2 juta ha yang terdiri atas lahan yang sesuai untuk sawah 21,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 24,8 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 39,7 juta ha. Meskipun lahan yang sesuai cukup luas, tetapi sebagian besar telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan baik di sektor pertanian dan non pertanian (Irianto, 2008).

Secara tabular, luas lahan pertanian di Indonesia 70,2 juta ha (BPS, 2008; www.bps.go.id) sehingga lahan potensial (sesuai) yang tersisa sekitar 23,9 juta

ha sebagai lahan pertanian cadangan. Diantara lahan pertanian seluas 70,2 juta ha tersebut terdapat lahan terlantar yang sementara belum diusahakan seluas 11,3 juta ha, sehingga total cadangan lahan yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian diperkirakan seluas 35,2 juta ha. Namun penyebaran lahan tersebut belum diketahui, karena itu diperlukan data spasial (Irianto, 2008).

(29)

lahan kering yang sudah diusahakan, atau berada pada kawasan budidaya hutan (hutan produksi atau hutan konversi, hutan tanaman industri atau kawasan Hak Pengusahaan Hutan), baik yang dikelola Perhutani dan Perkebunan Negara maupun swasta).

Pasaribu (2007) berpendapat bahwa bidang pertanian memiliki korelasi positif dengan kedaulatan dan ketahanan pangan. Namun secara faktual terdapat beberapa permasalahan krusial dan menjadi isu serius di negara kita, yaitu antara lain: (1) Kemampuan Indonesia di bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri relatif telah dan/atau sedang menurun cukup signifikan, (b) Indonesia berada dalam keadaan sedang “rawan pangan”, bukan karena tidak ada pangan, tetapi karena pangan untuk rakyat Indonesia sudah tergantung dari supply luar negeri dan ketergantungannya semakin besar dan (c) Kurangnya daya dukung sektor pertanian yang komprehensif, termasuk di dalamnya ketersediaan lahan pertanian.

Masalah lahan pertanian terutama pertanian pangan diantaranya berakar dari masalah rendahnya nilai land rent lahan-lahan pertanian. Setiap jenis penggunaan lahan (pertanian dan non pertanian) memiliki nilai land rent yang berbeda. Jenis penggunaan lahan dengan keuntungan komparatif tertinggi akan mempunyai kapasitas penggunaan lahan terbesar, sehingga penggunaan lahan tertentu akan dialokasikan untuk kegiatan yang memberikan nilai land rent tertinggi. Demikian juga dengan penggunaan lahan pertanian, meskipun lebih lestari kemampuannya dalam menjamin kehidupan petani, tetapi hanya dapat memberikan sedikit keuntungan materi atau finansial dibandingkan dengan sektor industri, pemukiman dan jasa lainnya sehingga konversi lahan pertanian ke penggunaan lain tidak dapat dicegah (Rustiadi dan Wafda, 2008).

Kelangkaan sumberdaya lahan bersangkut paut dengan pertumbuhan penduduk dan persaingan permintaan (competing demands) terhadap lahan. Ada kecenderungan di masyarakat negara-negara berkembang termasuk indonesia bahwa sebagian kelebihan daya beli pada golongan masyarakat berpenghasilan tinggi disalurkan dalam bentuk investasi pada lahan/tanah (Sitorus, 2004).

(30)

perkotaan menuntut ruang yang lebih luas ke arah luar kota bagi berbagai aktifitas. Sebagai akibatnya wilayah pinggiran yang sebagian besar berupa lahan pertanian sawah beralih fungsi (konversi) menjadi lahan nonpertanian dengan tingkat peralihan yang beragam antarpriode dan wilayah (Dahuri dan Nugroho, 2004). Diperlukan sebuah aturan/regulasi yang dapat menekan dan mengendalikan laju alih fungsi lahan, sehingga lahan-lahan pertanian yang ada dapat terlindungi dari kegiatan alih fungsi.

Permasalahan tersebut semakin diperparah dengan kenyataan terjadinya konversi lahan subur pertanian dan degradasi lahan yang kian masif. Sementara keberlanjutan lahan subur yang ada tidak terjamin dan pencetakan lahan sawah baru relatif kecil. Padahal ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan conditio sine-quanon untuk mewujudkan peran sektor pertanian secara berkelanjutan (sustainable agriculture) (Pasaribu, 2007).

Menurut Krisnamurthi (2008), kedaulatan pangan adalah hak manusia, komunitas dan negara untuk mendefinisikan kebijakan pertanian, tenaga kerja, perikanan, pangan dan lahan yang sesuai secara ekologi, sosial, ekonomi dan budaya mereka. Esensi dari kedaulatan pangan diharapkan tidak memiliki ketergantungan dengan pihak lain. Untuk dapat menjamin kedaulatan pangan di indonesia, salah satu isu penting adalah ketersediaan lahan yang saat ini dianggap sudah kritis. Krisis sumberdaya lahan ini ditandai dengan turunnya kualitas lahan (pertanian), konversi lahan pertanian (yang lebih cepat dari pertambahan lahan pertanian baru), lahan per petani yang semakin sempit (fragmentasi lahan), akumulasi penguasaan lahan pada sedikit pihak, keterbatasan lahan vs peningkatan kebutuhan untuk pangan dll, dan reformasi agraria yang belum berjalan.

(31)

kapasitas SDM pertanian dan fragmentasi lahan pertanian yang selanjutnya menentukan land rent lahan pertanian dan pendapatan petani (Rustiadi dan Wafda, 2008).

Menurut Nelson (1992), pembangunan dan pertanian dapat berjalan berdampingan hanya jika kebijakan perencanaan penggunaan lahan diberlakukan dengan ketat. Kebijakan pelestarian lahan pertanian akan efektif, jika dapat mempengaruhi dan meningkatkan nilai land rent dalam empat cara, yaitu: (1) Dapat meningkatkan nilai produktif lahan pertanian, (2) Dapat menstabilkan, mengurangi, atau menghilangkan nilai konsumtif atas lahan pertanian, (3) Dapat menghilangkan nilai spekulatif lahan pertanian yang tidak efisien, yang bisa terjadi hanya jika nilai spekulatif dihubungkan dengan dampak situasi perkotaan, tidak efisiennya subsidi pembangunan perkotaan, dan kurang menghargai penyediaan barang publik sumberdaya lahan dan (4) Dapat menghilangkan sindrom kefanaan, yaitu ketidakpercayaan di kalangan petani pada sektor pertanian.

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Tersedianya sumberdaya lahan pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan merupakan syarat untuk ketahanan pangan nasional. Ketersediaan lahan pertanian pangan sangat berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu: (1) Potensi sumberdaya lahan pertanian pangan, (2) Produktifitas lahan, (3) Fragmentasi lahan pertanian, (4) Skala luasan penguasaan lahan pertanian,

(5) Sistem irigasi, (6) Land rent lahan pertanian, (7) Konversi, (8) Pendapatan petani, (9) Kapasitas SDM pertanian serta, (10) Kebijakan di bidang pertanian (Rustiadi dan Wafda, 2008).

(32)

Nelson (1992) menyatakan bahwa pembangunan dan sektor pertanian dapat berjalan berdampingan hanya jika kebijakan perencanaan penggunaan lahan diberlakukan dengan ketat. Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang PLPPB diharapkan menjadi salah satu kebijakan yang dapat mengatur tentang perencanaan penggunaan lahan, khususnya lahan pertanian pangan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009, yang dimaksud dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Undang-undang ini digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melindungi lahan pertanian pangan dalam rangka ketahanan dan kedaulatan pangan nasional (Rustiadi et al., 2010).

Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan berdasarkan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang meliputi : (1) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (2) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan (3) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Rencana PLP2B dilakukan berjenjang, dimana rencana PLP2B nasional menjadi acuan pada perencanaan PLP2B provinsi. Sedangkan rencana PLP2B provinsi dijadikan acuan dalam perencanaan PLP2B kabupaten/Kota (Rustiadi et al., 2010).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, lahan pertanian dan lahan cadangan yang berada di dalam dan/atau diluar KP2B ditentukan dengan menggunakan beberapa kriteria, yaitu :

 Kesesuaian lahan

KP2B ditetapkan pada lahan yang secara biofisik terutama dari aspek kelerengan, iklim, sifat fisik, kimia dan biologi cocok untuk dikembangkan pertanian pangan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan.

 Ketersediaan infrastruktur

(33)

 Penggunaan lahan aktual (kondisi existing)

Kriteria lain yang digunakan dalam menetapkan KP2B adalah dengan melihat bentuk/kondisi penutupan permukaan lahan atau pemanfaatan lahan yang merupakan bentuk alami maupun buatan manusia.

 Potensi teknis lahan

Potensi teknis lahan merupakan salah satu kriteria yang harus diperhatikan dalam menetapkan KP2B. Yang dimaksud dengan potensi teknis lahan adalah lahan yang secara biofisik, terutama dari aspek topografi/lereng, iklim, sifat fisika, kimia dan biologi tanah sesuai atau cocok dikembangkan untuk pertanian.

 Luasan satuan hamparan lahan

Luasan satuan hamparan lahan dalam menetapkan KP2B dilakukan dengan mempertimbangkan sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian yang terkait sehingga tercapai skala ekonomi sosial budaya yang mendukung produktivitas dan efisiensi produk.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 01 tahun 2011 tentang penetapan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, disebutkan bahwa kawasan yang dapat ditetapkan menjadi KP2B harus memenuhi kriteria : (a) Memiliki hamparan lahan dengan luasan tertentu sebagai LP2B dan/atau LCP2B, (b) Menghasilkan pangan pokok dengan tingkat produksi yang dapat memenuhi kebutuhan pangan sebagian besar masyarakat setempat, kabupaten/kota, provinsi dan/atau nasional.

Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan

Rustiadi dan Wafda (2008) berpendapat bahwa dari perspektif sistem geopolitik global dan perkembangan teknologi seperti saat ini hingga beberapa dekade yang akan datang, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan tuntutan yang masih harus terus dipertahankan secara kolektif. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan mencakup tiga aspek, yaitu: (1) Ketersediaan, bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi

(34)

harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga, (3) Konsumsi, yaitu setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsi sesuai kaidah gizi dan kesehatan serta preferensinya.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini adalah bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaan. Permintaan yang meningkat merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat, dan perubahan selera. Sementara itu, pertumbuhan kapasitas produksi pangan nasional cukup lambat dan stagnan, karena: (a) Adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, serta (b) Stagnansi pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan kapasitas produksi nasional mengakibatkan kecenderungan pangan nasional dari impor meningkat, dan kondisi ini diterjemahkan sebagai ketidak mandirian penyediaan pangan nasional. Dengan kata lain hal ini dapat diartikan pula penyediaan pangan nasional (dari produksi domestik) yang tidak stabil (Suryana, 2005).

Menurut Sumardjo (2009), kebijakan pangan tampaknya perlu mengarah pada:

a. Terjaminnya pangan secara nasional (food availability), baik dari perspektif produksi, ketersediaan, dan distribusi, maupun diversifikasi konsumsi pangan.

b. Terjaminnya ketahanan pangan (food security) yang mampu mengatasi gejolak ketidakpastian faktor alam maupun pengaruh dari luar negeri, sehingga perlu upaya tertentu yang dapat menjamin kestabilan harga. c. Terjaminnya akses rumah tangga terhadap kebutuhan pangan (food

assesibility) sesuai daya beli sehingga menjamin ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga.

d. Terjaminnya mutu makanan masyarakat dengan konsumsi gizi yang seimbang (food quality) melalui diversifikasi tingkat produksi, pengolahan maupun distribusi.

(35)

Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Undang-undang ini juga menjelaskan bahwa perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

Penataan ruang adalah suatu proses yang melibatkan berbagai komponen kegiatan pengelolaan sumber daya alam dan buatan yang saling berkaitan secara sistem. Penataan ruang secara prinsip harus didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta pelaksanaannya harus didukung oleh teknologi analisis yang sesuai dan memadai, sehingga dapat dicapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan subsistem (Djakapermana, 2010).

Menurut Rustiadi et al. (2009) dalam proses penataan ruang terdapat landasan penting yang harus diperhatikan sebagai falsafah, yaitu: (1) Sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, (2) Menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa yang akan datang, (3) Disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun, (4) Upaya untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik secara terencana, (5) Sebagai suatu sistem yang meliputi kegiatan perencanaan, implementasi dan pengendalian pemanfaatan ruang dan (6) Dilakukan jika dikehendaki adanya perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang, artinya tidak dilakukan tanpa sebab atau kehendak.

Hasil dari proses perencanaan tata ruang wilayah adalah RTRW, yang selain merupakan guidance of future actions juga merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/mahluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras dan seimbang untuk mencapai kesejahteraan manusia/mahluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (Dirjen Penataan Ruang, 2003).

(36)

dalam Undang Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan pertanian Pangan Berkelanjutan juga mengamanatkan bahwa penetapan KP2B merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang kawasan perdesaan di wilayah kabupaten dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan merupakan dasar dari penyusunan zonasi.

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Masalah penggunaan lahan merupakan masalah yang kompleks, sebab itu perencanaan dan penetapan penggunaan terhadap suatu lahan harus jelas dan transparan kepada semua stakeholders dan sangat ditentukan oleh kesesuaian lahan. Analisis kesesuaian lahan berdasarkan jenis penggunaan lahan diperlukan untuk mengetahui potensi dan kendala atas lahan tersebut. Data yang objektif tentang potensi dan kendala lahan untuk dapat digunakan secara berkelanjutan (Carsjens dan Knaap, 2002).

Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, disamping dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan demikian akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

(37)

tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Pada proses matching hukum minimal dipakai untuk menentukan faktor pembatas yang akan menentukan kelas dan sub kelas kesesuaian lahannya (Djaenudin et al., 2003).

Sitorus (2004) menyatakan bahwa fungsi evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. Dengan demikian manfaat mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan.

Menurut Djaenudin et al. (2003), struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatan ordo, kelas, sub kelas dan unit. Tingkat ordo adalah keadaan kelas kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu peralatan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Empat komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi dan sensor. Sumber energi memancarkan energi elektromagnetik pada target. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor kemudian mencatat radiasi elektromagnetik dan mengirimkan data ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai diantaranya berupa citra (Puntodewo et al., 2003).

(38)

yang sangat berharga bagi SIG untuk diolah dan diinterpretasi bersama layer-layer data yang lain (Puntodewo et al., 2003).

Integrasi SIG dengan data penginderaan jauh multi temporal dapat dimanfaatkan untuk menentukan luasan lahan sawah secara spasial, yaitu dengan memanfaatkan beda fase penutupan lahan sawah pada citra. Hasil ketelitian yang diperoleh sebesar 89,4% (Sitorus et al., 2006).

Penggunaan metode analisis digital citra satelit „hibrid (supervised)

classification’ untuk deteksi penyebaran lahan sawah dan penggunaan/penutupan lahan telah menghasilkan tingkat ketelitian (accuracy) analisis yang tinggi karena dalam analisis dan klasifikasi citra tersebut, telah mempertimbangkan masukan keterpisahan nilai spektral dan data informasi lapangan (hibrid classification). Informasi baku tentang tingkat ketelitian/kebenaran hasil analisis data digital sangat penting dan berguna bagi pemanfaatan data dan aplikasi bagi pengguna (Martono, 2008).

Menurut Martono (2008), aplikasi teknologi penginderaan jauh/citra satelit untuk deteksi lahan sawah dan penyebarannya dan berbagai tipe penggunaan/penutupan lahan mempunyai tingkat ketelitian yang cukup tinggi. Data dan informasi analisis tersebut sangat bermanfaat dan merupakan sumber informasi penggunaan lahan saat ini (existing landuse) untuk: (a) Pemutakhiran dan pembaharuan data luas dan penyebaran lahan sawah serta penggunaan/penutupan lahan lainnya dan (b) Digunakan sebagai acuan dalam pengadaan stok pangan nasional dan mencari lahan tersedia dalam usaha pengembangan komoditas pertanian

Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG dapat diartikan sebagai sistem informasi yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis, metode dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif yang mampu membangun, memasukan, menyimpan, memangggil kembali, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan/menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan aplikasi dihampir semua bidang (Ridwan, 2009).

(39)

masalah keruangan. Secara garis besar perkembangan Sistem Informasi Geografis setidaknya dipicu oleh tiga hal, yaitu: (1) Perkembangan teknologi komputer dan sistem informasi, (2) Perkembangan metode analisis spasial di bidang geografi dan ilmu keruangan lainnya, dan (3) Tuntutan kebutuhan aplikasi yang menginginkan kemampuan pemecahan masalah di bidang masing-masing, yang terkait dengan aspek keruangan (Danudoro, 2006)

SIG dapat menyerap dan mengolah data dari bermacam sumber yang memiliki skala dan struktur yang berbeda. Selain itu SIG juga dapat melakukan operasi data keruangan yang bersifat kompleks. Hal ini dimungkinkan oleh kemampuan SIG untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Sehingga dalam aplikasinya SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya (Ridwan, 2009).

Perkembangan teknik SIG telah menghasilkan berbagai fungsi analisis, kekuatan SIG terletak pada kemampuan analisis yang bersifat memadukan data spasial dan atribut sekaligus. Menurut Aronoff (1989) kelompok analisis dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Fungsi pemanggilan/klasifikasi/pengukuran data

Dalam kelompok ini pemakaian fungsi yang menggunakan data spasial dan data atribut dibuat berbeda. Untuk menjalankan fungsinya data atribut diidentifikasi atau dibuat terlebih dahulu, sedangkan untuk data spasialnya tetap berada pada posisi semula.

2. Fungsi tumpang tindih (overlay)

Operasi tumpang tindih dalam SIG umumnya dilakukan dengan 5 cara yaitu: (a) Pemanfaatan fungsi logika dan fungsi Boolean seperti gabungan (union), irisan (intersection), pilihan (and dan or), perbedaan (difference) dan pernyataan bersyarat (if, then, else), (b) Pemanfaatan fungsi relasional, seperti ukuran lebih besar, lebih kecil, sama besar dan kombinasinya, (c) Pemanfaatan fungsi aritmatika seperti penambahan, pengurangan, pengalian dan kombinasinya, (d) Pemanfaatan data atribut atau tabel dua dimensi atau 3 dimensi dan (e) Menyilangkan dua peta langsung.

3. Fungsi tetangga

(40)

beberapa bentuk operasi tetangga. Tipe paling utama pada operasi tetangga adalah fungsi pencarian (search), fungsi topografik dan fungsi interpolasi. 4. Fungsi jaringan atau keterkaitan

Setiap fungsi keterkaitan harus memiliki 3 unsur seperti: spesifikasi unsur spasial berkait, aturan-aturan yang menjelaskan pergerakan-pergerakan dalam kaitan dan satuan pengukuran. Fungsi-fungsi yang terdapat di dalam fungsi keterkaitan antara lain adalah: keterlanjutan (contiguity), perkiraan (proximity), jaringan (network), penyebaran (spread), aliran (stream) dan keterlihatan (intervisibility) (Barus dan Wiradisastra, 2000).

(41)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Pembangunan dan pengembangan wilayah di setiap daerah merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di wilayah tersebut. Peningkatan aktifitas sosial ekonomi sebagai implikasi dari pembangunan, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan lahan.

Rendahnya nilai land rent lahan pertanian menyebabkan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tidak terhindarkan, dan sebagai imbas dari alih fungsi tersebut, luasan lahan pertanian khususnya pertanian pangan semakin menurun. Kondisi tersebut menjadi permasalahan serius bagi sektor pertanian karena lahan merupakan faktor produksi utama dan tak tergantikan dalam usaha pertanian. Selain itu ketersediaan lahan pertanian pangan juga merupakan syarat ketahanan nasional. Diperlukan upaya perlindungan terhadap lahan pertanian pangan, agar laju alih fungsi lahan pertanian lebih terkontrol dengan memperhatikan aspek daya dukung lingkungan dan ketersediaan lahan.

Salah satu upaya perlindungan terhadap lahan pertanian pangan adalah dengan mengidentifikasi lahan-lahan yang dapat diusulkan sebagai KP2B. Lahan yang berada di dalam KP2B dapat berupa LP2B dan/atau LP2B.

Sebagai langkah awal dalam pengusulan KP2B, dilakukan identifikasi terhadap satuan hamparan lahan aktual dan lahan potensial untuk pertanian pangan. Diharapkan hasil identifikasi dapat memberikan gambaran mengenai potensi lahan yang ada, dan memungkinkan secara fisik dan alamiah untuk dijadikan sebagai KP2B.

(42)
[image:42.595.64.482.75.662.2]
(43)

Hipotesis

Hipotesis Penelitian ini adalah:

1. Berdasarkan faktor fisik lahan (kelerengan, drainase, ketinggian tempat dan tekstrur tanah) dan ketersediaan lahan, masih terdapat lahan-lahan yang dapat dijadikan KP2B.

2. Lahan dengan kondisi penutupan berupa sawah, semak belukar, ladang/tegalan dan kebun/perkebunan merupakan lahan-lahan yang berpotensi untuk dijadikan LP2B dan LCP2B.

3. Identifikasi terhadap ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk KP2B diharapkan dapat dilakukan dengan menggunakan data spasial dan tabular yang ada.

4. Berdasarkan sebaran sebaran lahan aktual dan potensial, terdapat berbagai pilihan skenario proses penetapan KP2B yang berimplikasi pada keragaman ukuran luas rata-rata, luas minimal dan maksimal KP2B serta berbagai implikasi lainnya.

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Barru terbentang di pesisir selat Makassar sepanjang kurang lebih 78 km dan membujur dari Selatan ke Utara dan terdiri dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Mallusetasi, Soppeng Riaja, Balusu, Barru, Tanete Rilau, Tanete Riaja dan Pujananting. Penelitian dilakukan selama 5 bulan, yang dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan Desember 2010.

Bahan dan Alat

Penelitian ini membutuhkan bahan/data primer dan sekunder. Data primer berupa cek lapangan (ground check) dan data sekunder dikumpulkan dari instansi yang berwenang mengeluarkan data, yang terdiri dari data spasial dan data atribut. Ground check dilakukan pada saat pengklasifikasian penutupan/penggunaan lahan terutama untuk penggunaan sawah irigasi.

(44)

Kabupaten Barru. Data atribut berupa data Kabupaten Barru dalam Angka. Untuk jelasnya data yang dibutuhkan dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 1.

Alat yang digunakan berupa seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunak Windows Vista, ArcGIS 9.3, Microsoft Word, dan Microsoft Excell. Serta peralatan penunjang berupa printer, kamera digital, receiver GPS, dan peralatan menulis.

Tabel 1. Jenis Data yang Dibutuhkan dan Sumber Data

No Jenis Data Sumber

1. Data Sekunder - Peta RBI

- Citra Satelit ALOS AVNIR-2 2008 - Peta Administrasi

- Peta Paduserasi Kab. Barru

- Peta Penutupan/Penggunaan Lahan - Peta Tekstur Tanah

- Peta Kelas Lereng - Peta Ketinggian - Peta Drainase

- Peta Kedalaman Tanah - Peta Jaringan Jalan

- Data Kabupaten Barru dalam Angka tahun 2008

Bakosurtanal Dishut Kab. Barru Dishut Kab. Barru Dishut Kab. Barru Dishut Kab. Barru Dishut Kab. Barru Dishut Kab. Barru Dishut Kab. Barru Dishut Kab. Barru Dishut Kab. Barru Dishut Kab. Barru BPS Kab. Barru

2. Data Primer

- Ground check Pengecekan kondisi

lapang

Analisis dan Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan baik berupa data primer dan sekunder kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Analisis data yang dilakukan untuk mengidentifikasi hamparan lahan yang akan direkomendasikan sebagai KP2B dilakukan dengan mengkompilasi dan memadukan data spasial dan tabular berdasarkan kriteria - kriteria yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan.

(45)

Data input yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi KP2B adalah:

 Peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah,

 Peta penutupan/penggunaan lahan,

 Peta paduserasi hutan dan

 Peta jaringan infrastruktur jalan

Sebelum melakukan identifikasi lahan aktual dan lahan potensial , terlebih dahulu dilakukan persiapan data input berupa peta kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dan peta penutupan/penggunaan lahan. Sedangkan peta paduserasi dan peta jaringan infrastruktur jalan menggunakan peta yang telah ada. Adapun tahapan analisis dan pengolahan data yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1. Analisis kelas kesesuaian lahan untuk mendapatkan peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah.

2. Interpretasi penutupan/penggunaan lahan yang berasal dari data penginderaan jauh citra satelit ALOS AVNIR-2 tahun 2008 untuk memperoleh peta penutupan/penggunaan lahan.

3. Identifikasi lahan aktual dan lahan potensial untuk KP2B, dilakukan dengan sistem informasi geografis dan menggunakan data berupa peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah, peta penutupan/penggunaan lahan dan peta paduserasi hutan.

4. Identifikasi Lahan aktual dan lahan potensial untuk KP2B berdasarkan jaringan infrastruktur pendukung pertanian

5. Deliniasi KP2B berdasarkan batas administrasi kecamatan, kontiguitas spasial dan luas hamparan maksimal.

Analisis Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah

Analisis ini digunakan untuk menilai kesesuaian lahan untuk tanaman padi, dimana pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SIG. Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan mencocokkan karakteristik dan kualitas lahan dengan syarat/kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah.

(46)

tanah dan peta ketinggian masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 3, 4, 5, 6 dan 7.

Data spasial tersebut kemudian diolah dengan menggunakan SIG yaitu dengan tumpang tindih satu dengan yang lain berdasarkan kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah (PPT, 1983) dalam buku Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007). Kriteria kesesuaian lahan tersebut disajikan pada Lampiran 1.

Selanjutnya adalah mencocokkan satuan peta lahan dengan kriteria/persyaratan penggunaan lahan (land requirement) untuk mendapatkan peta kelas kesesuaian lahan dengan menggunakan faktor pembatas utama. Proses tumpang tindih antara beberapa peta tersebut akan menghasilkan areal-areal kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi. Tahapan analisis kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah, disajikan pada Gambar 4.

Data yang digunakan dalam menyusun peta kesesuaian lahan hanya data-data yang terkait dengan aspek fisik tanah dan belum mempertimbangkan aspek lain seperti: pH, toksisitas, salinitas dan sebagainya. Karena keterbatasan tersebut, maka kelas kesesuaian lahan disusun hanya pada tingkat ordo yaitu: Sesuai (S) dan Tidak Sesuai (N).

Interpretasi Penutupan/Penggunaan Lahan

Data penutupan dan penggunaan lahan tahun 2009 diperoleh dari Dinas Kehutanan Kabupaten Barru dimana dalam pembuatan peta tersebut, penulis ikut terlibat secara langsung. Peta penutupan/penggunaan lahan dibuat dengan melakukan interpretasi citra satelit menggunakan citra satelit ALOS AVNIR-2 tahun 2008 resolusi 10 meter. Metode yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Untuk mengetahui secara pasti obyek yang tampak pada gambar citra, memerlukan beberapa perbaikan atau koreksi. Tahapan interpretasi disajikan pada Gambar 4. Adapun tahapan pengolahan data citra satelit adalah sebagai berikut:

(47)

kenampakan objek pada citra. Penajaman tersebut antara lain pan-sharpen dan pemfilteran.

Koreksi geometri citra dilakukan dengan transformasi (tipe geocoding) polinomial ordo dua yang membutuhkan minimal 6 Ground Control Point (GCP). Proses rektifikasi citra menggunakan peta acuan sebagai dasar pengambilan titik-titik GCP, peta yang dipergunakan adalah Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) atau dengan menggunakan data koordinat dengan bantuan Global Positioning System (GPS) Receiver. Adapun nilai kuadrat rata-rata (Root Mean Square/RMS) yang dijadikan dasar suatu citra telah terkoreksi secara benar adalah maksimal sebesar setengah dari resolusi spasial citra (0,5 x resolusi spasial citra). Selanjutnya, untuk mengembalikan nilai piksel yang mengalami transformasi, digunakan metode interpolasi nearest neighbour.

2. Koreksi Radiometrik. Koreksi radiometrik dimaksudkan untuk mengurangi gangguan visual pada citra yang banyak disebabkan oleh pengaruh atmosfer. Koreksi radiometrik dapat dilakukan menggunakan metode yang paling sederhana, yaitu penyesuaian histogram. Adapun tekniknya adalah dengan cara mengurangi nilai digital number (piksel) citra asli masing-masing saluran tunggal dengan nilai bias yang ada pada masing-masing-masing-masing citra tersebut.

3. Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan. Interpretasi penutupan lahan citra dilakukan dengan metoda klasifikasi terbimbing. Berdasarkan metoda ini, kenampakan pada citra diklasifikasikan menurut informasi yang diperoleh dari plot pengamatan (training set).

Informasi plot pengamatan diperoleh dari data peta yang tersedia, seperti peta penggunaan lahan dan peta rupa bumi yang digunakan sebagai peta dasar. Pemilihan lokasi plot pengamatan pada citra dilakukan sedemikian rupa sehingga diyakini kebenaran informasi dan kondisi penutupan lahannya yang belum berubah. Setelah informasi dari plot pengamatan diperoleh, maka dilakukan klasifikasi penutupan lahan untuk keseluruhan wilayah yang terekam pada citra.

(48)

yang telah ditentukan pada citra, digunakan peta dasar dan GPS, sehingga koordinat bumi plot pengamatan dapat diketahui. Berdasarkan perbaikan informasi penggunaan lahan yang diperoleh dari lapangan, dilakukan reklasifikasi penutupan lahan pada citra.

Untuk keperluan penelitian, dilakukan re-identifikasi dan ground check ulang terhadap peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2009. Ground check dilakukan terutama untuk penutupan/penggunaan lahan berupa sawah irigasi.

Identifikasi Lahan Aktual dan Lahan Potensial untuk KP2B

Untuk mengetahui wilayah-wilayah mana saja yang berpotensi untuk diusulkan sebagai KP2B, diperlukan kriteria/indikator yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan identifikasi. Dalam kaitannya dengan penentuan KP2B, belum ada kriteria atau petunjuk teknis yang bersifat baku dan mengikat. Penelitian ini dilakukan menggunakan kriteria umum seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Kriteria atau indikator yang dapat digunakan tersebut antara lain adalah: (1) Kesesuaian lahan, (2) Penggunaan lahan, (3) Ketersediaan infrastruktur dan (4) Luasan kesatuan hamparan lahan. Kriteria tersebut merupakan faktor yang digunakan dalam mengidentifikasi wilayah yang memiliki lahan aktual dan lahan potensial untuk diusulkan sebagai KP2B.

Berdasarkan 4 indikator tersebut disusun kriteria penentuan lahan aktual dan potensial untuk pengusulan KP2B yang pada penelitian ini disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan dan ketersediaan data yang ada. Kriteria tersebut disajikan pada Tabel 2.

(49)
[image:49.595.95.519.168.587.2]

kesesuaian dan ketersediaan lahan aktual dan lahan potensial berdasarkan aspek biofisik untuk tanaman padi.

Tabel 2. Kriteria Penentuan Lahan Aktual dan Potensial untuk pengusulan KP2B

No Kriteria Lahan Aktual Lahan Potensial

1. Penutupan/penggunaan lahan

Sawah irigasi, sawah tadah hujan

Hutan, semak/belukar, ladang/tegalan, kebun

2. Kesesuaian lahan  S (sesuai), atau  S1 (sangat sesuai),

S2 (sesuai) dan S3 (cukup sesuai)

 S (sesuai), atau  S1 (sangat sesuai),

S2 (sesuai) dan S3 (cukup sesuai

3. Status kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan/atau Hutan Produksi Konversi (HPK)

Areal Penggunaan Lain (APL) dan/atau Hutan Produksi Konversi (HPK)

4. Kondisi eksisting Telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan

Belum dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan

5. Arahan Penggunaan didalam RTRW

Kawasan Budidaya Kawasan Budidaya

6. Jaringan Infrastruktur pendukung Pertanian:

a. Jaringan Jalan b. Jaringan Irigasi

a. Line in polygon b. Line in polygon

a. Line in polygon b. Line in polygon

8. Karakteristik lahan Berada dalam satuan hamparan

Berada dalam satuan hamparan

Berdasarkan peta paduserasi hutan, tutupan lahan Kabupaten Barru terbagi atas 3, yaitu: hutan lindung (HL), hutan produksi terbatas (HPT) dan areal penggunaan lain (APL). Kawasan yang dianggap sesuai (suitable) untuk KP2B adalah APL dan HPK.

(50)<

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 2. Kriteria Penentuan Lahan Aktual dan Potensial untuk pengusulan KP2B
Tabel 3. Matriks Penentuan Lahan Aktual dan Potensial untuk KP2B
Gambar 2. Bagan Tahapan Identifikasi Lahan Aktual dan Potensial untuk KP2B
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran berlangsung, analisis hasil belajar pengetahuan siswa

tersedianya luasan RTH Publik sebesar 20% dari luas wilayah ... Usulan Kegiatan dan Pembiayaan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan ... Readiness Criteria Sektor Penataan

Para Kreditur konkuren maupun kreditur lain yang haknya didahulukan, memberikan kesempatan kepada Debitur untuk merestrukturisasi utang-utangnya yang telah jatuh

Menurut Prayitno (2006:75) beberapa sebab gangguan emosi yang dialami remaja pada masa pubertas adalah sebagai berikut: 1) Merasa kebutuhan fisik mereka tidak terpenuhi

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik metakognitif siswa dalam memecahkan masalah pada materi kesetimbangan kimia di kelas XI SMAN 1

Pembahasan hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fisik senam kaki terhadap efektifitas fungsi sensori di daerah telapak kaki pada penderita

Berdasarkan refleksi yang telah dilaksanakan peneliti bersama guru, maka perbaikan yang dapat dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut: 1) Guru harus lebih

lingkungan kabupten, kota dan propinsi dengan materi perkembangan teknologi. Metode Explicit Intructions ini untuk meningkatkan hasil belajar IPS yang dapat