• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGANKEJAHATAN PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi di Wilayah Provinsi Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPAYA PENANGGULANGANKEJAHATAN PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi di Wilayah Provinsi Lampung)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCABULAN TERHADAP ANAK

(Studi di Wilayah Provinsi Lampung)

Chandra Surya Turnip, Erna Dewi, Tri Andrisman. Email:chandra_kliper@yahoo.com.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak dan faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Provinsi Lampung. Hasil

penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa: a) Upaya penanggulangan

kejahatan pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh Polda Lampung terdiri dari upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif pengawasan dan penyitaan terhadap barang-barang yang berbau pornografi, dan penyuluhan kepada masyarakat dengan memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah mengenai pencabulan anak mulai dari faktor-faktor penyebab terjadinya pencabulan anak sampai bagaimana cara agar tidak menjadi korban pencabulan anak. Tindakan represif yang dilakukan dengan cara menangkap dan memproses secara hukum pidana pelaku-pelaku pencabulan anak di bawah umur sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. b) Faktor-faktor penghambat yang dialami Polda Lampung dalam upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak, yaitu harus

adanya visum et repertum yang diartikan sebagai laporan tertulis untuk

kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang (kepolisian); korban harus bisa menghadirkan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dalam proses perkara tersebut; korban tidak mau disidik karena biasanya korban takut dengan adanya ancaman dari keluarga tersangka terutama dari pelaku itu sendiri dan korban merasa malu karena apa yang dialami adalah sebagai aib.

(2)

THE EFFORT TO REDUCE CRIME ABUSE AGAINST CHILDREN (Study In The Lampung Provincial)

Chandra Surya Turnip, Erna Dewi, Tri Andrisman. Email: chandra_kliper@yahoo.com.

Abstract

The purpose of this research is to know the effort to reduce crime abuse against children and the factors an impediment to the effort to reduce crime abuse against children in the jurisdiction of Lampung Provincial. The results of research and discussion showed that: a) The effort to reduce crime abuse against children which was carried out by the Police of Lampung Provincial consisting of preventive measures and efforts to repressive. The preventive efforts supervision and confiscation of goods that smells pornography, and counseling to residents by giving socialization to schools about child abuse ranging from the factors causing the occurrence of abuse children until how to make not being a victim of abuse children. Repressive acts that done by means of catch and process legally actors criminal abuse children under the age of in accordance with the applicable laws. b) Factors an impediment to what happened to the Police of Lampung Provincial in the effort to reduce crime abuse against children, namely must the presence of medical check et repertum who are defined as a written report for the benefit of judicial (pro yustisia) upon request of the authorities (police); victim must have been at least 2 (two) persons a witness in the process of litigating; victim did not want to check because usually afraid of the victims a threat of the family suspects especially of the attacker own and the victims felt embarrassed by what had happened to is as disgrace.

(3)

I. PENDAHULUAN

Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara dan pada hakekatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang dikenal masyarakat, seperti norma-norma agama, norma

moral hukum. Norma hukum

dirumuskan dalam undang-undang yang dipertanggungjawabkan aparat pemerintah untuk menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan dan

pengadilan. Kejahatan langsung

mengganggu keamanan dan

ketertiban masyarakat, maka wajar apabila semua pihak baik pemerintah maupun warga masyarakat, karena

setiap orang mendambakan

kehidupan bermasyarakat yang

tenang dan damai.

Menyadari tingginya tingkat

kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi

terhadap kejahatan dan pelaku

kejahatan pada hakekatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari usaha penanggulangan kejahatan tersebut.

Kejahatan yang sedang dalam

perhatian luas di masyarakat adalah

kejahatan seksual khususnya

kejahatan pencabulan terhadap anak. Contohnya adalah kejahatan seksual atau pencabulan terhadap siswa TK berusia 5 tahun yang terjadi di Jakarta International School (JIS) dan dan kasus Emon yang mengaku

sudah melakukan pencabulan

terhadap lebih dari 80 anak.

Kejahatan pencabulan terhadap anak juga terjadi di Provinsi Lampung, bahkan pelakunya ada yang masih tergolong dalam golongan usia anak.

Belasan anak di Provinsi Lampung menjadi tersangka kasus pencabulan sepanjang tahun 2013. Kabid Humas

Polda Lampung AKBP

Sulistyaningsih menyebutkan

sebagian besar tersangka itu masih berusia antara 15-18 tahun dan terbanyak terjadi di wilayah Kota Bandarlampung, yaitu delapan kasus.

Korban kasus pencabulan banyak terjadi pada anak berusia di bawah 10 tahun yang biasanya masih berstatus tetangga korban. Meskipun hanya berjumlah belasan, namun kasus pencabulan yang dilakukan oleh anak-anak itu nyaris terjadi di setiap wilayah hukum 10 polres di Provinsi Lampung. Hal tersebut terungkap dari data kasus anak yang

berhadapan dengan hukum di

wilayah Lampung sepanjang 2013 di

Polda Lampung.1

(4)

Pendekatan masalah yang digunakan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Nara sumber dalam penelitian ini adalah Kanit II Subdit Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Provinsi

Lampung, Kepala Bidang

Perlindungan Perempuan dan Anak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi

Lampung. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara studi

kepustakaan dan studi lapangan. Data yang diperoleh dari penelitian

kemudian akan diolah dengan

langkah-langkah, yaitu klasifikasi, editing, interpretasi dan sistematisasi. Data yang diolah dianalisis secara

kualitatif. Penarikan kesimpulan

dengan menggunakan metode

induktif.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Peneliti dalam memperoleh

informasi mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini,

yaitu upaya penanggulangan

kejahatan pencabulan terhadap anak

di wilayah hukum Provinsi

Lampung, peneliti melakukan

wawancara dengan nara sumber yang

terdiri dari hakim, jaksa dan

akademisi bidang hukum pidana, yaitu:

1. Agus Tri Wiyono, S.pd., M.M.

selaku Kanit II Subdit Direktorat

Reserse Kriminal Umum

Kepolisian Daerah Lampung; dan

2. Dra. Rindangsari A.D. selaku

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Badan Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Provinsi

Lampung.

B. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencabulan Terhadap Anak

Kebijakan penaggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Semakin tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak

langsung mendorong pula

perkembangan dari pemberian reaksi

terhadap kejahatan dan pelaku

kejahatan sebagai usaha

penanggulangan kejahatan tersebut.

Menurut Hoefnagels upaya

penanggulangan kejahatan dapat

ditempuh dengan cara:

a. Criminal application (penerapan hukum pidana). Contohnya penerapan Pasal 354 KUHP dengan hukuman maksimal, yaitu 8 tahun baik

dalam tuntutan maupun

putusannya.

b. Preventif without punishment (pencegahan tanpa pidana).

Contohnya dengan

menerapkan hukuman

maksimal pada pelaku

kejahatan, maka secara tidak langsung memberikan prevensi (pencegahan) kepada publik walaupun ia tidak dikenai

hukuman atau shock therapy

kepada masyarakat.

c. Influencing views of society on crime and punishment (mass

media mempengaruhi

pandangan masyarakat

(5)

pemidanaan lewat mas media). Contohnya mensosialisasikan suatu undang-undang dengan memberikan gambaran tentang

bagaimana delik itu dan

ancaman hukumannya.3

Dengan demikian upaya

penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur 'penal' (hukum pidana)

dan lewat jalur 'non penal'

(bukan/diluar hukum pidana). Dalam pembagian GP. Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang disebut dalam (b) dan (c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal.

Secara kasar dapatlah dibedakan,

bahwa upaya penanggulangan

kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan

pada sifat preventif sebelum

kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya

adalah menangani faktor-faktor

kondusif penyebab terjadinya

kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.

3

Moh. Kemal Darmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hlm. 4

Mengenai penegakan hukum pidana di Indonesia berhubungan dengan hukum pidana materiil dan hukum

mencantumkan ketentuan pidana. Begitu juga dengan hukum pidana formil di Indonesia, diatur secara umum di dalam KUHAP dan secara khusus ada yang diatur di

undang-undang yang mencantumkan

ketentuan pidana.

Berdasarkan pada kedua aturan hukum positif di atas, penegakan

hukum pidana di Indonesia

menganut 2 (dua) sistem yang diterapkan secara bersamaan, yakni sistem penegakan hukum pidana secara penegasan pembagian tugas dan wewenang antara jajaran aparat penegak hukum acara pidana secara instansional (diferensiasi fungsional) dan sistem peradilan pidana yang

mengatur bagaimana penegakan

hukum pidana dijalankan (Intregated

Criminal Justices system). Mengapa demikian, karena pada strukturnya, penegakan hukum pidana Indonesia dari hulu ke hilir ditangani lembaga yang berdiri sendiri secara terpisah

dan mempunyai tugas serta

wewenangnya masing-masing.4

Usaha penanggulangan suatu

kejahatan, apakah itu menyangkut

kepentingan hukum seseorang,

masyarakat maupun kepentingan

hukum negara, tidaklah mudah seperti yang dibayangkan karena

hampir tidak mungkin

menghilangkannya. Tindak kejahatan atau kriminalitas akan tetap ada

4

(6)

selama manusia masih ada dipermukaan bumi ini, kriminaitas akan hadir pada segala bentuk

tingkat kehidupan masyarakat.

Kejahatan amatlah kompleks

sifatnya, karena tingkah laku dari penjahat itu banyak variasinya serta sesuai pula dengan perkembangan

yang semakin canggih dan

dipengaruhi oleh kemajuan teknologi

dan berpengaruh terhadap

meningkatnya tindak pidana

pencabulan, dimana semakin

meluasnya informasi melalui media elektronik maupun media cetak dari seluruh belahan dunia yang tidak melalui tahap penyaringan terhadap adegan-adegan yang berbau negatif.

Salah satu tindak kejahatan yang saat ini sedang banyak terjadi terhadap anak adalah tindak pencabulan. Tindak pencabulan terhadap anak ini banyak terjadi di wilayah hukum Kepolisian Daerah (Polda) Lampung. kasus tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur di wilayah hukum Polda Lampung sangat tinggi. Pada tahun 2012

terjadi sebanyak 136 kasus

pencabulan terhadap anak di bawah umur. Kemudian pada tahun 2013 jumlah tindak pidana pencabulan terhadap anak naik lebih kurang 90% dari jumlah kasus pada tahun 2012, yaitu terjadi sebanyak 235 kasus pencabulan terhadap anak di bawah

umur. Sedangkan sampai pada

September tahun 2014 telah terjadi sebanyak 109 kasus pencabulan

terhadap anak di bawah umur.5

5

Data Dan Rekapitulasi Jenis Kasus Kekerasan Terhadap Anak Tahun 2012-2014 Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Lampung

Kasus pencabulan anak di bawah umur di wilayah hukum Polda Lampung berdasarkan data di atas

banyak terjadi wilayah hukum

Polresta Bandar Lampung dan Polres Lampung Selatan. Kasus pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung dari tahun 2012-2014, yaitu sebanyak 166 kasus, sedangkan di wilayah hukum Polres Lampung Selatan terjadi

sebanyak 79 kasus. Kemudian

disusul dengan wilayah hukum

Polres Lampung Tengah, yaitu

sebanyak 52 kasus pencabulan

terhadap anak di bawah umur. Berdasarkan data tersebut di atas, kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur di wilayah hukum Polda

Lampung terjadi di wilayah

perkotaan di Provinsi Lampung, dimana Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung

menyumbang jumlah kasus

terbanyak.

Polda Lampung beserta jajarannya dalam menanggulangi tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur telah melakukan langkah-langkah preventif dan juga represif. Agus Tri Wiyono mengatakan bahwa Polda Lampung beserta kesatuan-kesatuan baik di tingkat Polresta, Polres maupun Polsek yang ada di wilayah hukum Polda Lampung telah melakukan upaya preventif dan

upaya represif untuk

menanggulanggi tindak pencabulan

terhadap anak di bawah umur.6

Upaya penanggulangan tindak

pidana secara preventif adalah

tindakan-tindakan penanggulangan

untuk mencegah, menangkal dan

mengendalikan terjadinya gejala

6

(7)

yang bersangkutan dalam hal ini adalah perbuatan cabul terhadap anak. Agus Tri Wiyono menyatakan sejauh ini aparat kepolisian sudah

melaksanakan berbagai kegiatan

yang khusus ditujukan untuk

mengurangi dan memberantas

faktor-faktor yang menjadi penyebab

pencabulan anak, seperti hal-hal yang berbau pornografi.

Adapun kegiatan-kegiatan dari upaya preventif yang bersifat operasional dilakukan dengan kepolisian secara

intensif melakukan pengawasan

terhadap peredaran film-film porno yang beredar di Lampung. Selain

dilakukan pengawasan juga

dilakukan penyitaan terhadap

barang-barang tersebut dan juga hal-hal lain yang berbau pornografi lainnya, yang pada nantinya akan dimusnahkan. Selain upaya preventif yang bersifat operasional tersebut pihak kepolisian juga mengadakan

upaya preventif yang bersifat

bimbingan masyarakat. Upaya

bimbingan masyarakat tersebut

dilakukan dengan jalan memberikan

sosialisasi ke sekolah-sekolah

mengenai pencabulan anak mulai

dari faktor-faktor penyebab

terjadinya pencabulan anak sampai bagaimana cara agar tidak menjadi korban pencabulan anak.

Agus Tri Wiyono mengatakan upaya preventif atau pencegahan yang telah dilakukan oleh Polda Lampung dan jajarannya antara lain mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada

masyarakat khususnya tentang

pencegahan tindak pidana

pencabulan, bekerja sama dengan Pemda Lampung salah satunya

dengan Badan Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung dan pemerintah

daerah mulai dari tingkat

pemerintahan kota/kabupaten sampai

tingkat kelurahan/desa.7

Agus Tri Wiyono mengatakan

penyuluhan juga dilakukan di

sekolah-sekolah dengan melibatkan unsur penyelenggara sekolah dan aparatur pemerintahan daerah seperti

dinas sosial di masing-masing

wilayah pemerintah di Provinsi Lampung. Penyuluhan di sekolah dilakukan karena korban pencabulan maupun pelaku banyak berasal dari

pelajar. Agus Tri Wiyono

mengatakan kasus pencabulan

terhadap anak di bawah umur banyak dipicu oleh budaya berpacaran di kalangan anak remaja dan kebiasan melihat gambar porno atau video porno. Hal ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi informasi. Selain

melakukan penyuluhan, upaya

preventif yang dilakukan oleh Polda

Lampung dan jajarannya ialah

melakukan razia penjualan video porno. Hal ini dilakukan agar tindak

pidana pencabulan dapat

diminimalisir.

Pemerintah Provinsi Lampung juga

turut ambil bagian dalaam

menaanggulangi kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang

terjadi di wilayah pemerintah

Provinsi Lampung. Rindangsari A.D. mengatakan usaha penanggulangan tindak pencabulan terhadap anak yang dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung diantaranya:

1. Mengadakan penyuluhan hukum.

Upaya penyuluhan hukum sangatlah penting dilakukan, mengingat bahwa pada umumnya pelaku kejahatan,

7

(8)

khususnya tindak pidana pencabulan adalah tingkat kesadaran hukumnya

masih relatif rendah, sehingga

dengan adanya kegiatan penyuluhan

ini diharapkan mereka dapat

memahami dan menyadari, bahwa

tindak pidana pencabulan itu

merupakan perbuatan melanggar

hukum serta merugikan masyarakat,

yang diancam dengan

undang-undang.

2. Mengadakan penyuluhan keagamaan

Agama merupakan petunjuk bagi

umat manusia untuk mendapat

kesejahteraan hidup di dunia dan di

akhirat. Melalui penyeluhan

keagamaan diharapkan keimanan

seseorang terhadap agama

kepercayaannya semakin kokoh,

serta dimanifestasikan dalam

perilaku sehari-hari di dalam

masyarakat, serta untuk melakukan kejahatan menyangkut tindak pidana

asusila terutama tindak pidana

pencabulan dapat dialihkan kepada

hal-hal yang positif.8

Selain upaya preventif di atas, juga diperlukan upaya represif sebagai bentuk dari upaya penanggulangan tindak pencabulan terhadap anak di bawah umur. Penanggulangan yang dilakukan secara represif adalah upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, berupa penjatuhan atau pemberian sanksi pidana kepada pelaku kejahatan, yang dilakukan kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan.

Agus Tri Wiyono mengatakan Polda Lampung beserta jajarannya, selain melakukan upaya atau tindakan

8

Wawancara tanggal 4 November 2014

preventif, Polda Lampung juga dapat

melakukan tindakan-tindakan

represif dalam menanggulangi tindak pencabulan terhadap anak di bawah umur. Tindakan represif tersebut dilakukan dengan cara menangkap dan memproses secara hukum pidana pelaku-pelaku pencabulan anak di bawah umur sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Upaya represif ini merupakan upaya menegakan hukum pidana, memberikan keadilan terhadap korban dan memberikan efek jera terhadap pelaku, serta

memberikan pelajaran kepada

masyarakat agar tidak melakukan

kejahatan tersebut.9

Tindakan represif yang dilakukan tersebut disesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan dan atas perintah atasan tertinggi kepolisian tersebut. Tindakan tersebut harus

mendapat perintah dari atasan

dikarenakan jika terjadi kesalahan prosuder dan lain sebagainya yang mengakibatkan kerugian bagi pelaku ataupun masyarakat, hal tersebut menjadi tanggung jawab atasan. Sehingga aparat yang bekerja di lapangan dalam melakukan tindakan tidak sewenang-wenang. Tindakan tersebut dapat berupa pelumpuhan

terhadap pelaku, penangkapan,

penyelidikan, penyidikan dan lain sebagainya.

Berbagai kasus pencabulan yang

terjadi di Provinsi Lampung

dilakukan oleh pelakunya dengan bermacam-macam bentuk dan modus operandinya seperti dirayu, diancam, dipaksa, ditipu dan lain sebagainya, para pelaku pencabulan tersebut menurut Agus Tri Wiyono rata-rata

9

(9)

dijatuhi hukuman penjara sekitar tiga sampai tujuh tahun.

Sebagaimana pengaturan bagi pelaku perkosaan terhadap anak di bawah umur menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ialah sebagai berikut.

1. Sanksi pidana bagi pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur menurut KUHP

Sanksi pidana bagi pelaku

pencabulan terhadap anak di bawah umur menurut KUHP ialah sebagai berikut:

a. Pasal 285 KUHP menentukan bahwa:

“Barang siapa dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan memaksa

seorang wanita yang bukan

istrinya bersetubuh dengan dia,

diancam karena melakukan

perkosaan dengan pidana penjara

paling lama dua belas tahun.”

Pasal 285 KUHP di atas, pelaku pencabulan terhadap anak di bawah

umur dapat diancam hukuman

pidana penjara paling lama dua belas tahun, akan tetapi dalam pasal ini tidak menyebutkan kategori korban

atau usia korban, hanya

menyebutkan korbannya seorang

wanita tanpa batas umur atau klasifikasi umur berarti seluruh klasifikasi umur termasuk lanjut usia

maupun anak-anak dapat

dikategorikan dalam pasal ini. Dalam hal pencabulan yang korbannya anak di bawah umur berarti dapat diatur dalam pasal ini.

b. Pasal 286 KUHP menentukan bahwa:

“Barang siapa bersetubuh dengan

seorang wanita yang bukan

istrinya, padahal diketahuinya

bahwa wanita itu dalam keadaan

pingsan atau tidak berdaya,

diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pengaturan pada pasal ini ialah apabila pelaku pencabualan terhadap anak di bawah umur melakukan pemenuhan hasrat seksualnya bukan dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan dengan cara meminumkan suatu zat atau obat yang membuat korbannya pingsan atau tidak berdaya, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

c. Pasal 287 ayat (1) KUHP menentukan bahwa:

“Barang siapa bersetubuh dengan

seorang wanita di luar pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, belum mampu kawin diancam dengan pidana penjara paling

lama sembilan tahun.”

Perbuatan yang terjadi di sini adalah perbuatan pencabulan terhadap anak di bawah umur dilakukan dengan memaksakan kehendak dari orang dewasa terhadap anak di bawah umur yang dilakukan tanpa atau dengan

kekerasan demi tercapainya

pemenuhan hasrat seksual.

(10)

tertarik, dengan demikian si pelaku

merasa lebih mudah untuk

melakukan maksudnya untuk

menyetubuhi korban. Dalam hal ini pelaku dapat diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.”

2. Sanksi pidana bagi pelaku pencabulan terhadap anak di

umur menurut undang-undang

perlindungan anak ialah Pasal 82 yang menentukan bahwa:

“Setiap orang yang dengan

sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,

melakukan tipu muslihat,

serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan

atau membiarkan dilakukan

perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam

puluh juta rupiah).’

Pasal ini merupakan pengaturan bagi pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan cara kekerasan ataupun ancaman kekerasan yang dimana menerangkan hukuman bagi pelaku sangatlah berat yaitu paling lama lima belas tahun penjara dan paling singkat tiga tahun penjara, setidaknya akan membuat pelaku menyesal dan menyadari benar perbuatan apa yang telah dilakukan. Pengaturan pada pasal ini cukup efisien menjerat para pelaku untuk

dapat mempertanggungjawabkan

perbuatannya di hadapan hukum.

Penegakan hukum atas tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur di Provinsi Lampung ini telah

dilaksanakan menurut proses

hukumnya, mengacu dan berpegang pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku seperti KUHP dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hal tersebut merupakan wujud peradilan pidana yang mengatur bagaimana

penegakan hukum pidana dijalankan.

Pencabulan dalam hal ini terjadi antara seseorang yang berusia di bawah 18 tahun kepada seseorang yang juga berusia di bawah 18 tahun. Ini berarti menjadi korban adalah seorang anak. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah Undang-Undang

No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak sebagai lex

specialis (hukum yang lebih khusus)

dari KUHP. Upaya untuk

menanggulangi tindak pidana

pencabulan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu pencegahan dan

penanggulangan jika tindak pidana.

C. Faktor-Faktor Penghambat Upaya Penanggulangan Kejahatan Terhadap Pencabulan Anak

Upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak yang dilakukan ooleh Polda Lampung

tidak terlepas dari

hambatan-hambatan. Menurut Soerjono

Soekanto ada 5 (lima) faktor yang dapat mendukung dan dapat juga

(11)

penegakan hukum di masyarakat, sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri,

yaitu peraturan perundang-undangan yang menjamin

pelaksanaan suatu aturan

hukum;

2. Faktor penegak hukum, yakni

pihak-pihak yang membuat

atau membentuk maupun

yang menerapkan hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas

yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yakni

faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni

sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam

pergaulan hidup.10

Penegakan hukum menjadi tolak

ukur bagi masyarakat untuk

merasakan suatu keadilan. Mengenai kasus pencabulan dimana masyarakat sangat berperan aktif dalam masalah

penegakan hukum, maksudnya

masyarakat harus mendukung secara penuh dan berkerja sama dengan para penegak hukum dalam usaha penegakan hukum. Akan tetapi masyarakat di Provinsi Lampung mempunyai pengaruh adat yang sangat besar belum mempercayai dengan secara penuh tentang adanya hukum yang berlaku di negara ini, dikarenakan mereka masih percaya dengan hukum adatnya sendiri atau dengan kata lain masyarakat yang mempunyai cara tersendiri untuk menegakan aturan yang berlaku di daerahnya tersebut atau pelaku

10

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2007), hlm. 5

mempertanggungjawabkan

perbuatannya kepada korban. Dari faktor-faktor yang tersebut di atas

mungkin dapat mempengaruhi

penegakan hukum khususnya dalam kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur karena perbuatan yang melanggar hukum harus senantiasa

dilengkapi dengan organ-organ

penegakannya yang tergantung pada faktor-faktor yang meliputi:

a. Harapan masyarakat, yakni

apakah penegakan hukum

tersebut sesuai atau tidak dengan nilai-nilai masyarakat.

b. Adanya motivasi warga

masyarakat untuk melaporkan terjadinya perbuatan melanggar

hukum kepada organ-organ

penegak hukum tersebut.

c. Kemampuan dan kewibawaan

dari organisasi penegak hukum.

Agus Tri Wiyono mengatakan dalam

upaya mengungkap tindak pidana pencabulan terhadap anak, pihak

kepolisian mengalami hambatan.

Berdasarkan wawancara yang

dilakukan peneliti, faktor-faktor

pengambat tersebut adalah:

1. Faktor penghambat yang berasal dari internal

Faktor-faktor penghambat dalam

mengungkap tindak pidana

pencabulan terhadap anak di wilayah

hukum Polda Lampung adalah

sebagai berikut:

a. Faktor penghambat dari

undang-undang hukum pidana, yaitu

korban harus melakukan

pemeriksaan medis atau disebut visum et repertum diartikan sebagai laporan tertulis untuk

kepentingan peradilan (pro

(12)

segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan

barang bukti. Pembuktian

terhadap unsur tindak pidana

pencabulan dari hasil

pemeriksaan yang termuat dalam visum et repertum, menentukan langkah yang diambil pihak

kepolisian dalam mengusut

suatu kasus pencabulan.

b. Selain itu, faktor penghambat

dari undang-undang hukum

pidana, yaitu korban harus bisa

menghadirkan

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dalam proses perkara tersebut. Umumnya perbuatan pencabulan

dilakukan dalam lingkungan

tertutup dan terbatas, atau

kalaupun terbuka hanya sedikit orang yang mau dijadikan saksi atas kejadian tersebut, sehingga

masalah pelecehan seksual

seringkali mengakibatkan

kerugian bagi korban daripada si pelaku, bahkan tidak jarang karena tekanan tertentu.

c. Korban tidak mau disidik karena

biasanya korban takut dengan adanya ancaman dari keluarga tersangka terutama dari pelaku itu sendiri dan korban merasa malu karena apa yang dialami adalah sebagai aib.

2. Faktor penghambat yang berasal dari eksternal

Sedangkan faktor-faktor penghambat yang berasal dari eksternal dalam

mengungkap tindak pidana

pencabulan anak dari luar lembaga Polda Lampung adalah sebagai berikut:

a. Faktor penghambat dari faktor

sarana atau fasilitas yang

mendukung penegakan hukum,

yaitu lokasi yang biasanya

digunakan pelaku pencabulan

anak juga merupakan

penghambat bagi pihak

kepolisian dalam mengungkap tindak pidana pencabulan anak, karena dalam ruang tersebut tidak ada orang selain korban dan pelaku itu sendiri.

b. Faktor penghambat dari faktor

masyarakat, yaitu respon

lingkungan terdekat dan

masyarakat luas menanggapi

anak yang menjadi korban

pencabulan adalah anak yang

telah ternoda, buruk,

negatif tentang dirinya sendiri.

III. SIMPULAN

Upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh Polda Lampung terdiri dari upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif pengawasan dan penyitaan terhadap

barang-barang yang berbau

pornografi dan penyuluhan kepada masyarakat yang dilakukan dengan jalan memberikan sosialisasi ke

sekolah-sekolah mengenai

pencabulan anak mulai dari

faktor-faktor penyebab terjadinya

pencabulan anak sampai bagaimana cara agar tidak menjadi korban pencabulan anak. Tindakan represif

yang dilakukan dengan cara

menangkap dan memproses secara

hukum pidana pelaku-pelaku

pencabulan anak di bawah umur sesuai dengan peraturan hukum yang

berlaku. b) Faktor-faktor

penghambat yang dialami Polda

(13)

penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak, yaitu

harus adanya visum et repertum yang

diartikan sebagai laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro

yustisia) atas permintaan yang

berwenang (kepolisian); korban

harus bisa menghadirkan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dalam proses perkara tersebut; korban tidak mau disidik karena biasanya korban takut dengan adanya ancaman dari keluarga tersangka terutama dari pelaku itu sendiri dan korban merasa malu karena apa yang dialami adalah sebagai aib.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, Moh. Kemal. 1994. Strategi Pencegahan Kejahatan. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu

Hukum. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Gosita, Arif. 1993. Masalah Korban

Kejahatan. Akademika Pressindo, Jakarta.

Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum

Pidana. Bina Aksara, Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor

Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

http://m.republika.co.id/berita/nasion al/daerah/13/09/15/mt6abs-belasan-

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan penerapan metode eksperimen materi alat optik dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa, maka disarankan kepada

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis deskriptif persentase, maka dapat disimpulkan bahwa : Tingkat kesegaran jasmani siswa kelas IV,V, SD Negeri Karangmangu 01 Kecamatan

Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Simpulan yang dapat diambil antara lain ada hubungan antara Power otot tungkai, kekuatan otot lengan, tinggi badan dan berat badan dengan kecepatan renang gaya Crawl 25 Meter

Pelayanan administrasi kependudukan di Kabupaten Sampang masih belum sepenuhnya mampu memenuhi tuntutan masyarakat dan perubahan lingkungan. Dalam peningkatan kualitas

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi minyak mint dari daun Mentha arvensis segar yang berasal dari Pujon, Batu, Indonesia dengan metode distilasi air,

• Pemilih SBY lebih banyak yang kompeten, dan karena itu pilihan terhadapnya, dibanding pada tokoh yang lain, bukan karena “ditipu.” Mereka cukup mampu membuat pertimbangan

This study aims to examine empirically the effects of the performance measurement system on the managerial performance that is moderated by role clarity and psychological