• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Pengukuran Kinerja Rantai pasokan Minyak Akar Wangi di Kabupaten Garut dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancangan Pengukuran Kinerja Rantai pasokan Minyak Akar Wangi di Kabupaten Garut dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN

MINYAK AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT DENGAN

PENDEKATAN

GREEN

SUPPLY CHAIN OPERATIONS

REFERENCE

Oleh

MURSALIENA NOOR LAELA

H24070050

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

MURSALIENA NOOR LAELA. H24070050. Rancangan Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi di Kabupaten Garut dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference. Di Bawah Bimbingan HETI MULYATI dan ALIM SETIAWAN S.

Minyak atsiri yang berpotensi untuk dikembangkan antara lain minyak akar wangi (java vetiver oil). Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil minyak akar wangi di dunia. Sentra minyak akar wangi yang paling besar di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sentra industri minyak akar wangi tersebut berada di Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Selama ini, penelitian tentang pengukuran kinerja rantai pasokan tidak memperhatikanaspek lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan berdasarkan konsep “green” manajemen rantai pasokan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis kondisi rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut, (2) Merancang pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut dengan pendekatan Green Supply Chain Operations Reference

(GSCOR) menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung, wawancara mendalam, dan pengisian kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, snowball sampling, dan stratified random sampling. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0, Microsoft Excel

2007 dan Expert Choice 2000. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan karakteristik responden dan keadaan umum rantai pasokan minyak akar wangi. Desain pengukuran kinerja berdasarkan model GSCOR dengan pertimbangan pakar-pakar dibentuk dalam struktur hirarki pemilihan indikator kinerja rantai pasokan minyak akar wangi. Sedangkan untuk pemilihan indikator prioritas pengukuran kinerja rantai pasokan diperoleh dari bobot hasil perhitungan menggunakan AHP.

(3)

RANCANGAN PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN

MINYAK AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT DENGAN

PENDEKATAN

GREEN

SUPPLY CHAIN OPERATIONS

REFERENCE

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

MURSALIENA NOOR LAELA

H24070050

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Rancangan Pengukuran Kinerja Rantai pasokan Minyak Akar Wangi di Kabupaten Garut dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference

Nama : Mursaliena Noor Laela NIM : H24070050

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Heti Mulyati, S.TP, MT Alim Setiawan S, S.TP, M.Si NIP. 19770812 200501 2 001 NIP. 19820227 200912 1 001

Mengetahui Ketua Departemen,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP. 196101231986011002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu, Jawa Barat, pada tanggal 5 Januari 1989 dari pasangan Turomo dan Etin. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Al-Falah Jayalaksana pada tahun 1993-1995 dan melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Jayalaksana 03 pada tahun 1995-2001. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Karangampel dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sliyeg pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama masa perkuliahan, penulis ikut berpartisipasi dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Darma Ayu Indramayu (IKADA Bogor). Penulis juga cukup aktif di berbagai kepanitiaan, yaitu panitia Masa Perkenalan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Masa Perkenalan Departemen Manajemen, COM@ Marketing Competition (COMIC) 2009,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rancangan Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi di Kabupaten Garut dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen, IPB.

Skripsi ini membahas tentang rancangan pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wangi yang berada di Kabupaten Garut. Pengukuran kinerja merupakan aspek yang sangat penting dalam manajemen rantai pasokan minyak akar wangi dalam rangka perbaikan berkelanjutan. Kinerja rantai pasokan perlu memperhatikan aspek lingkungan agar tercipta rantai pasokan yang bebas dari cemaran. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau referensi yang berguna bagi pihak perusahaan ataupun pihak-pihak yang berkepentingan terkait kinerja “green” manajemen rantai pasokan.

Dalam pembuatan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2011

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan nikmat-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Heti Mulyati, S.TP, MT, dan Bapak Alim Setiawan S, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc selaku dosen penguji sidang yang bersedia meluangkan waktunya dan memberikan saran pada skripsi ini. 3. Kedua orang tua tercinta, Bapak dan Mama, untuk segala cinta, kasih sayang,

perhatian, nasehat, pengorbanan, dukungan, doa, dan segalanya. Para motivator kecilku, adik-adik tersayang Mohammad Aziz Fauzan, Luthfi Fathurrahman, dan si kecil Rahma Cahya Shafira. Keluarga besar dan saudara-saudaraku tercinta atas doa dan dukungannya.

4. Bapak H. Ede, Bapak H. Abdullah dan seluruh petani dan penyuling minyak akar wangi di Kabupaten Garut yang telah mengizinkan dan bersedia meluangkan waktu dan partisipasinya selama proses penelitian.

5. Bapak Hari Wardana dan bapak Haeruman pihak dari Dinas Perkebunan serta Bapak Tjutju Ruhiyat Pihak dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Garut.

6. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Departemen Manajemen, FEM IPB. 7. Teman-teman satu bimbingan (Izni Sorfina, Intania Sudarwati, Reni Mei

Farida, Irma Oktavia, Agung Cahya Nugraha, Eka Astriani, Nola Noviawati, Rivaldi Amanda) untuk motivasi, persahabatan, persaudaraan, kebersamaan dan kerjasamanya selama proses bimbingan dan penyusunan skripsi ini. 8. Koordinator lapang penelitian, Roni Jayawinangun, S.E yang telah memberi

bimbingan, arahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih untuk doa, semangat, dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis. 9. Sahabat terbaik, Fatimatuzzahro DPD, Winda AWK, Norvi Handayati,

(8)

dukungan, perhatian, doa, persaudaraan, persahabatan dan kebersamaan selama ini.

10. Arif Maulana dan Dini Marliani yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi. Eka Intina, Rosyidah R, Disa Rusdiana, dan semua teman-teman Manajemen 44 untuk kebersamaannya selama masa perkuliahan.

11. Tustiah Tri Novianti, Maya Angrum Prihatin, Indah Khayati, Aam Amelia, Nova Nisa N, dan semua teman-teman IKADA Bogor untuk segala doa, semangat, pertolongan, kebersamaan dan kekeluargaan selama berada di perantauan ini.

12. Susanti, Alm. Melissa, Leliyah, Novita, Adijah, Ida Farida, Jeni Eryani, Imam Sudrajat, Bia Dwiripa, Arie Rifky, Yamien, Nurkamal serta seluruh keluarga besar Alumni SMAN 1 Sliyeg 2007 dan Alumni SMPN 1 Karangampel 2004 atas doa, semangat, dan persahabatan yang telah diberikan kepada penulis. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

DAFTAR ISI

2.4. Green Supply Chain Management dan Green Supply Chain Operations Reference ... 9

2.5. Analytical Hierarchy Process ... 11

2.6. Penelitian Terdahulu ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 15

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 15

3.2. Tahapan Penelitian ... 17

4.1. Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi ... 27

4.1.1 .Aktifitas Petani Akar Wangi ... .. 29

4.1.2. Aktifitas Pengumpul Tanaman Akar Wangi ... 33

(10)

4.1.4. Aktifitas Pengumpul Minyak Akar Wangi ... .... 36

4.1.5. Sumber Daya Rantai Pasokan ... .. 36

4.2. Rancangan Indikator Kinerja Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi dengan Pendekatan GSCOR ... 37

4.2.1. Proses Rantai Pasok ... 40

4.2.2. Atribut Kinerja dan Indikator Kinerja ... 42

4.3. Implikasi Manajerial ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

1. Kesimpulan ... 49

2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Skala perbandingan berpasangan ... 12

2. Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data ... 22

3. Jumlah responden penelitian untuk identifikasi rantai pasok ... 23

4. Bobot dan prioritas proses rantai pasokan berdasarkan GSCOR ... 40

5. Bobot dan prioritas atribut kinerja berdasarkan GSCOR ... 43

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Struktur manajemen rantai pasokan ... 6

2. Struktur model SCOR ... 9

3. Struktur model GSCOR ... 11

4. Kerangka pemikiran penelitian ... 16

5. Tahapan penelitian ... 18

6. Hirarki pemilihan indikator prioritas kinerja rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut ... 26

7. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi ... 27

8. Lama usaha budidaya akar wangi ... 30

9. Luas lahan budidaya akar wangi ... 30

10.Hirarki dan pembobotan pemilihan indikator prioritas kinerja rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut ... 39

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu komoditas pertanian yang potensial sebagai produk ekspor Indonesia adalah minyak atsiri atau dikenal dengan minyak esensial. Jenis minyak atsiri terbuat dari tumbuh-tumbuhan tertentu, baik berasal dari bunga, putik bunga, daun, biji-bijian, kayu, ataupun akar. Manfaat minyak atsiri sangat banyak, diantaranya sebagai bahan baku minyak wangi, kosmetik, obat-obatan, dan digunakan sebagai kandungan dalam bumbu penyedap makanan.

Jenis komoditas ekspor minyak atsiri yang berpotensi untuk dikembangkan adalah minyak akar wangi (java vetiver oil). Minyak akar wangi merupakan produk industri kecil berbasis sumber daya lokal yang berorientasi pasar ekspor. Sentra minyak akar wangi yang paling besar di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Akar wangi merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan di daerah Garut. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Garut memiliki tingkat kesuburan tanah yang baik. Kondisi lingkungan sumber daya alam Kabupaten Garut dengan daya dukung agroklimat yang cukup baik, sangat mungkin untuk meningkatkan produksi minyak akar wangi baik kualitas maupun kuantitasnya Usaha minyak akar wangi di Kabupaten Garut sudah dilakukan sejak tahun 1918 (www.garutkab.go.id, 2009).

Sumber perekonomian Indonesia antara lain berasal dari kegiatan ekspor dan impor, salah satunya adalah ekspor minyak akar wangi. Pertumbuhan ekonomi pada industri minyak akar wangi diharapkan dapat memperhatikan kondisi lingkungan. Pertumbuhan ekonomi yang memperhatikan kondisi lingkungan merupakan respon atas perubahan iklim global dan permasalahan lingkungan yang dianggap mengancam keberlanjutan kehidupan. Pertumbuhan ekonomi yang mengacu pada kondisi lingkungan diharapkan dapat menciptakan pembangunan berkelanjutan yang dapat diimplementasikan dalam jangka panjang.

(15)

dikembangkan karena kecemasan akan semakin merosotnya kemampuan bumi menyangga kehidupan. Hal ini terjadi karena ledakan jumlah penduduk tinggi, meningkatkan aktivitas manusia, intensitas eksploitasi sumber daya alam, yang diiringi dengan meningkatnya limbah yang dilepaskan alam. Daya dukung lingkungan semakin hari semakin berkurang karena pencemaran cenderung meningkat (Setiawan dkk, 2011). Oleh karena itu, aspek lingkungan sangat diperlukan dalam industri minyak akar wangi. Cemaran yang dihasilkan dari industri minyak akar wangi yaitu cemaran dari limbah cair, limbah padat, dan limbah udara.

Selain kondisi lingkungan, sumber daya alam, dan peran pemerintah yang mendukung kelangsungan industri minyak akar wangi, manajemen rantai pasokan pun perlu ditingkatkan agar seluruh proses bisnis berjalan dengan baik. Dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas minyak akar wangi dibutuhkan strategi dan kinerja yang efektif dari aliran rantai pasokan industri tersebut.

Sistem perancangan pengukuran kinerja merupakan faktor penting untuk optimalisasi aliran rantai pasokan. Salah satu faktor kunci keberhasilan sebuah rantai pasok dalam memperbaiki kinerja proses bisnisnya adalah terletak pada kemampuan bekerjasama diantara masing-masing pelaku dalam mata rantai pasokan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi rantai pasokan dan mengukur kinerja rantai pasokan minyak akar wangi yang ada di Kabupaten Garut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para pelaku usaha minyak akar wangi dalam rangka mengoptimalkan kinerja rantai pasokan minyak akar wangi yang memperhatikan aspek lingkungan.

1.2. Perumusan Masalah

(16)

pihak yang berperan dalam menjaga kepercayaan konsumen luar negeri terhadap minyak akar wangi Indonesia.

Kinerja merupakan salah satu aspek yang dapat diukur dalam manajemen rantai pasokan. Pengukuran kinerja dilakukan dalam rangka untuk melakukan perbaikan yang berkelanjutan dalam suatu rantai pasokan. Pengukuran kinerja melibatkan semua anggota rantai pasokan dari pemasok hingga konsumen akhir.

Konsep Green Supply Chain Management (GSCM) merupakan manajemen rantai pasokan yang berhubungan dengan aspek lingkungan. Manajemen rantai pasokan yang berbasis “green” penting untuk diterapkan karena

selama ini ukuran kinerja rantai pasokan tidak memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Pada penelitian ini digunakan pendekatan Green Supply Chain Operations Reference (GSCOR) untuk mengukur kinerja rantai pasokan minyak akar wangi. Pengukuran kinerja dengan pendekatan GSCOR penting untuk dilakukan karena dapat menilai kinerja keseluruhan rantai pasokan, mengidentifikasi perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan, dan mempertimbangkan aspek lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi rantai pasokan pada industri minyak akar wangi di

Kabupaten Garut?

2. Bagaimana desain pengukuran kinerja rantai pasokan pada industri minyak akar wangi di Kabupaten Garut dengan pendekatan Green Supply Chain Operations Reference (GSCOR) menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kondisi rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten

Garut.

(17)

1.4.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang identifikasi rantai pasokan dan pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut, yang berada di Kecamatan Samarang, Kecamatan Bayongbong, Kecamatan Cilawu, dan Kecamatan Leles. Anggota rantai pasokan yang diidentifikasi adalah petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir minyak akar wangi.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk berbagai pihak, diantaranya untuk penulis, bagi ilmu pengetahuan, dan bagi pihak – pihak lain yang berkepentingan.

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang manajemen rantai pasokan dan menerapkan ilmu yang diperoleh selama kuliah, khususnya ilmu manajemen produksi dan operasi.

2. Bagi pelaku usaha minyak akar wangi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kondisi rantai pasokan minyak akar wangi dan kinerja rantai pasokan yang lebih baik.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rantai Pasokan dan Manajeman Rantai Pasokan

Menurut Pujawan (2005), rantai pasokan adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir secara bersama-sama. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya pemasok, pabrik, distributor, toko, atau ritel dan perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.

Menurut Siagian (2005), strategi rantai pasokan merupakan strategi yang dibutuhkan untuk membantu pencapaian tujuan perusahaan yang diinginkan dalam strategi perusahaan. Inovasi terhadap pendekatan-pendekatan strategi rantai pasokan akan membuat perusahaan dapat unggul dalam bersaing. Menurut Sislian dan Satir dalam Siagian (2005), unsur-unsur pembuatan strategi rantai pasokan terdiri dari faktor primer (keunggulan bersaing, fleksibilitas permintaan) dan

faktor sekunder (kapabilitas proses, batas waktu proses, dan risiko strategi).

Menurut Martin dalam Tunggal (2009), manajemen rantai pasokan adalah jaringan organisasi yang melibatkan hubungan hulu (upstream) dan hilir (downstream) dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan. Menurut Heizer dan Render (2010), manajemen rantai pasokan merupakan integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanaan, pengubahan barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman kepada pelanggan.

(19)

Gambar 1. Struktur manajemen rantai pasokan (Siagian, 2005)

Manajemen rantai pasokan berkaitan langsung dengan siklus lengkap bahan baku dari pemasok ke produksi, gudang, dan distribusi kemudian sampai ke konsumen. Sementara perusahaan meningkatkan kemampuan bersaing mereka melalui penyesuaian produk, kualitas yang tinggi, pengurangan biaya, dan kecepatan mencapai pasar diberikan penekanan tambahan terhadap rantai pasokan. Rantai pasokan mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur, distributor, dan konsumen. Interaksi ini juga berkaitan dengan transportasi, informasi penjadwalan, transfer kredit, dan tunai, serta transfer bahan baku antara pihak-pihak yang terlibat.

2.2. Kinerja

Menurut Wibowo (2009), kinerja adalah melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat penyimpangan dari rencana yang telah ditentukan, apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, dan apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara:

1. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi.

- Informasi penjadwalan

- Arus kas - Arus pesanan

Pemasok Persediaan Perusahaan Distribusi Konsumen

(20)

2. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan. 3. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja.

4. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian.

5. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas. 6. Mempertimbangkan penggunaan sumber daya.

7. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.

Menurut Pujawan (2005), salah satu aspek fundamental dalam manajemen rantai pasokan adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasokan secara holistik. Sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk:

1. Melakukan pengawasan dan pengendalian.

2. Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasokan.

3. Mengetahui posisi suatu organisasi terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai.

4. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.

Filosofi manajemen rantai pasokan menekankan perlunya koordinasi dan kolaborasi baik antar fungsi di dalam sebuah organisasi maupun lintas organisasi pada suatu rantai pasokan. Hal ini menyiratkan pentingnya sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi, bukan hanya di dalam suatu organisasi, tetapi juga antar pemain organisasi pada suatu rantai pasokan. Artinya, sistem pengukuran kinerja harus memiliki alat ukur yang dapat digunakan untuk memonitor kinerja secara bersama-sama antara satu organisasi dengan organisasi lainnya pada sebuah rantai pasokan.

2.3. Supply Chain Operations Reference

(21)

1. Plan (Proses Perencanaan)

Plan yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman. Plan mencakup proses menaksir, kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaan produksi, perencanaan material, perencanaan kapasitas, dan melakukan penyesuaian rencana rantai pasokan dan rencana keuangan.

2. Source (Proses Pengadaan)

Source yaitu proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses source mencakup penjadwalan pengiriman dari pemasok, menerima, mengecek, dan memberi otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim pemasok, memilih pemasok, dan mengevaluasi kinerja pemasok. 3. Make (Proses Produksi)

Make yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Proses make mencakup penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi, dan memelihara fasilitas produksi.

4. Deliver (Proses Pengiriman)

Deliver yaitu proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa yang meliputi manajemen pesanan, transportasi, dan distribusi. Proses

deliver mencakup menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan.

5. Return (Proses Pengembalian)

Return yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan. Kegiatan return antara lain identifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian.

(22)

Gambar 2. Struktur model SCOR (Supply Chain Council, 2006)

2.4. Green Supply Chain Management dan Green Supply Chain Operations Reference

Green Supply Chain Management (GSCM) merupakan kata kunci untuk meyakinkan bahwa semua faktor atau semua elemen dalam rantai pasokan memperhatikan lingkungannya atau tidak menimbulkan dampak berbahaya bagi lingkungan (Hutchison dalam Setiawan dkk, 2011). Narasimhan dan Carter dalam

Setiawan dkk (2011) mendefinisikan GSCM sebagai fungsi pembelian termasuk pengurangan, daur ulang, penggunaan kembali, dan substitusi bahan baku. Sedangkan menurut Walker et al dalam Setiawan dkk (2011), konsep GSCM mencakup seluruh tahapan dalam siklus hidup produk, mulai dari penyedian bahan baku, produksi, distribusi, dan penggunaan produk oleh konsumen sampai kepada bagian akhir dari produk tersebut yaitu pembuangan (limbah yang dihasilkan).

(23)

GSCM bertujuan untuk membatasi limbah yang dihasilkan dalam sistem industri sehingga dapat menghemat energi dan mencegah pembuangan bahan berbahaya ke lingkungan. Desain pengukuran kinerja GSCM harus dimulai dengan mendefinisikan tujuan sistem rantai pasok secara keseluruhan. Pengukuran kinerja GSCM harus sesuai dengan prinsip sistem manajemen lingkungan, seperti ISO 14000 (Setiawan dkk, 2011).

Menurut LMI (2003), konsep dari Green Supply Chain Operations Reference (GSCOR) cukup sederhana karena merupakan modifikasi dari model

Supply Chain Operations Reference (SCOR) dan manajemen rantai pasokan yang dibangun dengan memasukkan unsur-unsur sistem manajemen lingkungan. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu alat analisis yang memberikan gambaran tentang hubungan antara fungsi rantai pasokan dengan aspek lingkungan agar tercipta peningkatan kinerja manajemen diantara keduanya. Sebagai dasar untuk membangun GSCM maka digunakanlah pendekatan SCOR, yang kini alat pengukurannya disebut dengan GSCOR. Keuntungan dalam menggunakan pendekatan GSCM, antara lain adalah (1) meningkatkan kinerja manajemen lingkungan, (2) meningkatkan kinerja manajemen rantai pasokan, dan (3) meningkatkan inisiatif terhadap GSCM. Gambar struktur model GSCOR dapat dilihat pada Gambar 3.

(24)

Gambar 3. Struktur model GSCOR (LMI, 2003)

2.5. Analytical Hierarchy Process

Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty 1983 dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010). Suatu persoalan akan diselesaikan dengan menggunakan AHP dalam suatu kerangka pemikiran yang terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya (Marimin dan Maghfiroh, 2010).

Saaty (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip di dalam metode AHP, yaitu:

1. Penyusunan hirarki, yaitu menguraikan permasalahan yang kompleks menjadi elemen pokoknya.

2. Penentuan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut kepentingannya.

(25)

AHP dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur maupun yang memerlukan suatu pendapat. Penggunaan pendapat dalam memecahkan masalah dilakukan dengan membandingkan elemen-elemen secara berpasangan (pairwise comparison). Penilaian dilakukan dengan cara memberikan bobot dan membandingkan antara satu elemen dengan elemen lain berdasarkan skala komparasi yang telah ditetapkan. Tahap berikutnya adalah melakukan sintesis terhadap hasil penilaian yang dilakukan untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah. Skala banding secara berpasangan dapat dilihat pada Tabel 1.

AHP menguraikan sistem yang komplek menjadi elemen-elemen yang lebih sederhana. Menurut Fewidarto (1996), hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem dimana fungsi hirarki antar komponen dan dampak-dampaknya pada sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Abstraksi mempunyai bentuk yang saling berkaitan yang menggambarkan sistem secara keseluruhan.

Keuntungan dari penerapan hirarki menurut Fewidarto (1996) adalah: 1. Hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan

prioritas pada level yang lebih tinggi dapat mempengaruhi prioritas pada level bawahnya.

2. Hirarki memberikan informasi yang lengkap mengenai struktur dan fungsi suatu sistem pada level yang lebih rendah dan memberikan gambaran mengenai aktor dan tujuan pada level yang lebih tinggi.

(26)

4. Hirarki bersifat stabil dan fleksibel. Stabil dalam arti bahwa perubahan yang kecil mempunyai efek yang kecil dan fleksibel dalam arti penambahan elemen pada struktur yang telah tersusun baik tidak akan mengganggu kinerjanya. 2.6. Penelitian Terdahulu

Asril (2009), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kondisi dan Desain Indikator Kinerja Rantai Pasokan Brokoli (Brassica Olerecea) di Sentra Hortikultura Cipanas – Cianjur, Jawa Barat”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis kondisi rantai pasokan brokoli, menganalisis nilai tambah rantai pasokan brokoli, dan merancang indikator kinerja rantai pasokan brokoli. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu analisis deskriptif, metode Hayami, Supply Chain Operations Reference (SCOR), dan Analythical Hierarchy Process (AHP). Desain indikator kinerja dibangun dengan model SCOR, terdiri dari tingkat 1 yaitu proses bisnis yang terdiri dari perencanaan, pengadaan, budidaya, pengolahan, dan pengiriman. Tingkat 2 yaitu parameter kinerja industri sayuran yang terdiri dari nilai tambah, kualitas, dan resiko. Tingkat 3 yaitu atribut kinerja yang terdiri dari reliability, responsiveness, flexibility/quality, biaya, dan

asset. Tingkat 4 yaitu indikator kinerja yang terdiri dari kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan sempurna, siklus pemenuhan pesanan, lead time pemenuhan pesanan, fleksibilitas pemenuhan pesanan, kesesuaian standar mutu, biaya transportasi optimal, cash to cash cycle, dan inventory days of supply. Sedangkan berdasarkan penghitunagn AHP, indikator yang menjadi pilihan berdasarkan atribut kinerja adalah kesesuaian standar mutu, kinerja pengiriman, biaya transportasi optimal, cash to cash cycle time, dan lead time pemenuhan pesanan.

(27)
(28)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Minyak akar wangi atau dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan

java vetiver oil merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang sangat potensial dikembangkan di Kabupaten Garut. Industri minyak akar wangi Kabupaten Garut tersebar di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, Leles, dan mulia dikembangkan di Kecamatan Pasirwangi. Adanya permintaan minyak akar wangi dunia yang terus meningkat sebesar 250-300 ton, mengharuskan para pelaku usaha minyak akar wangi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas minyak akar wangi. Konsumen yang merupakan pengumpul minyak akar wangi ataupun eksportir menginginkan minyak akar wangi yang berkualitas premium, yaitu minyak akar wangi yang menurut standar nasional mempunyai kualitas yang bagus, jernih, tidak ada campuran bahan lain dan berwarna kuning muda sampai coklat kemerahan.

Penerapan manajemen rantai pasokan dalam industri minyak akar wangi bertujuan agar minyak akar wangi yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas, kualitas, tempat, dan waktu yang tepat. Anggota rantai pasok minyak akar wangi (petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir) harus lebih proaktif dalam merespon peubahan harga dan permintaan minyak akar wangi.

(29)

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kualitas minyak akar wangi bukan hanya dari kinerja rantai pasokannya. Faktor tersebut juga harus didukung oleh kinerja aspek lingkungan yang baik. Salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan GSCOR sebagai indikator pengukur kinerjanya. Pengukuran kinerja dengan pendekatan GSCOR akan menghasilkan desain pengukuran kinerja dan indikator kinerja prioritas rantai pasokan minyak akar wangi. Setelah diketahui indikator prioritas dari pengukuran kinerja tersebut, permasalahan akan dievaluasi dan hasilnya disarankan kepada para pelaku usaha minyak akar wangi agar kinerja rantai pasokan minyak akar wangi dapat lebih baik. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian

Permintaan minyak akar wangi meningkat

Peningkatan kuantitas dan kualitas minyak akar wangi

Desain pengukuran kinerja rantai pasokan Manajemen rantai pasokan yang memperhatikan aspek

lingkungan

Pengukuran kinerja rantai pasokan dengan menggunakan pendekatan GSCOR

Hasil pengukuran menjadi evaluasi dan solusi bagi para pelaku industri minyak akar wangi dalam

mengoptimalkan kinerja rantai pasokan Adanya pencemaran lingkungan yang berasal dari

(30)

3.2. Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai dari tahap studi pustaka yang berkaitan dengan topik penelitian sampai didapatkannya kesimpulan penelitian. Penelitian ini terbagi atas tiga tahap, yaitu:

1. Tahap pertama

Tahap pertama adalah tahap pra penelitian yang diawali dengan studi pustaka untuk mendukung dan menambah pengetahuan tentang aspek kajian yang akan diteliti. Selanjutnya, dilakukan penyusunan proposal penelitian yang mencakup pemilihan judul penelitian, perumusan masalah dan tujuan penelitian, membuat rancangan pengumpulan data berupa identifikasi data yang dibutuhkan, metode pengumpulan data, dan pemilihan teknik analisis data, serta menyusun rancangan struktur hirarki pemilihan indikator kinerja.

2. Tahap kedua

Tahapan kedua adalah pengumpulan data, input data, pengolahan data, dan analisis data. Pengumpulan data diperoleh dari data primer yang dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan pengisian kuesioner. Data sekunder didapat dari studi pustaka, internet, jurnal, dokumen-dokumen dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Perkoperasian Kabupaten Garut, serta hasil penelitian terdahulu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0 dan Microsoft Excel

2007. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mengidentifikasi rantai pasokan serta menggunakan pendekatan GSCOR dan metode AHP untuk merancang tingkat kepentingan dari kinerja rantai pasokan minyak akar wangi.

3. Tahap ketiga

Tahap ketiga adalah tahap akhir yaitu pembuatan pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan dari keseluruhan proses penelitian ini.

(31)

Tahap Pertama

Tahap Kedua

Tahap Ketiga

Gambar 5. Tahapan penelitian

Perumusan Masalah :

1. Bagaimana kondisi rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut?

2. Bagaimana desain pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut?

Tujuan Penelitian :

1. Menganalisis kondisi rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut.

2. Merancang desain pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut Studi Pustaka

Penentuan Judul Penelitian :

Rancangan Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi di Kabupaten Garut dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference

Rancangan Pengumpulan Data :

Identifikasi kebutuhan data, pengumpulan data, pemilihan alat analisis, rancangan struktur hirarki pemilihan indikator kinerja

Pengumpulan Data : 1. Data Primer : Observasi, wawancara, kuesioner

2. Data sekunder : studi pustaka, internet, jurnal, dokumen-dokumen dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Garut, serta hasil penelitian terdahulu

Input Data

Pengolahan dan Analisis Data : 1. Kondisi Rantai Pasokan : Analisis deskriptif

2. Rancangan Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan : Pendekatan GSCOR dan metode AHP

Hasil dan Pembahasan

(32)

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lokasi penelitian di fokuskan pada daerah sentra industri minyak akar wangi di Garut, yaitu di Kecamatan Samarang, Kecamatan Bayongbong, Kecamatan Cilawu, dan Kecamatan Leles. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Juli 2011. 3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, pengisian kuesioner, dan wawancara dengan anggota rantai pasokan minyak akar wangi (petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wnagi, pengumpul minyak akar wangi), pihak dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Perkoperasian Kabupaten Garut. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, internet, jurnal, dokumen-dokumen dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Perkoperasian Kabupaten Garut, serta hasil penelitian terdahulu. Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi yaitu pengamatan langsung obyek penelitian dengan tujuan untuk

memahami kondisi rantai pasokan yang sebenarnya. Observasi dilakukan untuk mengidentifikasi anggota rantai pasokan dan kinerja rantai pasokan minyak akar wangi. Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung ke lokasi penanaman akar wangi dan ke lokasi penyulingan untuk mengetahui proses produksi minyak akar wangi.

2. Wawancara dilakukan kepada petani akar wangi, pengumpul akar wangi. penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Garut, dan akademisi. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi rantai pasokan dan kinerja rantai pasokan minyak akar wangi.

(33)

wangi. penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Garut, dan akademisi. Kuesioner dibagi menjadi dua jenis yaitu i) kuesioner untuk mengetahui identifikasi rantai pasokan minyak akar wangi dan ii) kuesioner rancangan pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wangi dengan pendekatan GSCOR menggunakan metode AHP.

i) Kuesioner Identifikasi Rantai Pasokan

Kuesioner untuk petani berisi daftar pertanyaan mengenai identitas usaha, aspek budidaya dan pasca panen, aspek pemasaran, aspek keuangan, dan aspek kemitraan.

Identitas usaha petani bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dari petani yaitu status usaha petani, kegiatan petani, jumlah produksi, kepemilikan lahan, dan awal mulai usaha bertani akar wangi. Aspek budidaya dan pasca panen berisi daftar pertanyaan mengenai pola tanam akar wangi, proses budidaya akar wangi yang sesuai Good Agricultural Process (GAP) dari pembibitan sampai panen, masa tanam, kebutuhan input pertanian dan pemasok, permasalahan dan kendala budidaya akar wangi serta solusi yang diterapkan.

Aspek pemasaran pada petani akar wangi berisi pertanyaan mengenai cara penjualan, kerjasama penjualan yang dilakukan, wilayah penjualan, harga jual, mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya. Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam budidaya akar wangi, investasi yang dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya. Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan pihak-pihak yang menjadi mitra usaha petani.

(34)

wangi, proses penyulingan akar wangi, dan output yang dihasilkan. Jenis kendala dan permasalahan selama proses penyulingan akar wangi serta solusi yang diterapkan.

Aspek pemasaran pada penyuling berisi pertanyaan mengenai cara penjualan minyak akar wangi, kerjasama penjualan yang dilakukan, wilayah penjualan minyak akar wangi, harga jual minyak akar wangi, mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya. Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam proses penyulingan akar wangi, investasi yang dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya. Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan pihak-pihak yang menjadi mitra usaha penyuling.

Kuesioner untuk pengumpul akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi berisi garis besar pertanyaan yang sama yaitu identitas usaha, aspek pemasaran, aspek keuangan, dan aspek kemitraan. Idetitas usaha untuk pengumpul akar wangi/minyak akar wangi berisis pertanyaan mengenai karakteristik pengumpul akar wangi/ minyak akar wangi, status usaha, bentuk usaha, sistem pemesanan, mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya. Aspek Pemasaran berisi pertanyaan mengenai cara penjualan akar wangi/minyak akar wangi, kerjasama penjualan yang dilakukan, wilayah penjualan akar wangi/minyak akar wangi, harga jual akar wangi/minyak akar wangi, dan permasalahan serta solusinya.

(35)

ii)Kuesioner rancangan pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wangi dengan pendekatan GSCOR menggunakan metode AHP

Kuesioner AHP terdiri dari pertanyaan-pertanyaan untuk pakar yang membandingkan antara proses rantai pasokan, atribut kinerja, dan indikator kinerja berdasarkan pendekatan GSCOR. Proses rantai pasok merupakan proses-proses yang ada untuk menjalankan industri minyak akar wangi di seluruh mata rantai. Kriteria yang digunakan dalam pengukuran kinerja rantai pasokan disebut dengna atribut kinerja. Atribut kinerja masing-masing memiliki indikator kinerja yang didefinisikan terhadap titik acuan (reference point) yaitu proses rantai pasok (metrik level 1 GSCOR).

Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data No Tujuan Penelitian Jenis Data Metode

Pengumpulan Data

(36)

probability sampling yang digunakan adalah stratified random sampling. Stratified random sampling adalah pengambilan sampel dengan membagi populasi menjadi subpopulasi. Stratified random sampling didasarkan pada populasi yaitu pelaku industri minyak akar wangi yang terdiri dari petani akar wangi, pengumpul akar wangi. penyuling akar wangi, dan pengumpul minyak akar wangi. Sedangkan non probability sampling menggunakan purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu dan karena penelitian ini mempunyai tujuan tertentu, yaitu mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel yang awalnya jumlahnya kecil kemudian membesar, dari responden pertama yang ditemui, selanjutnya dicari lagi responden lain yang direkomendasikan dari responden pertama.

Sampel dipilih disesuaikan dengan kriteria antara lain mempertimbangkan lokasi usaha, status usaha, dan keberlanjutan usaha para pelaku industri minyak akar wangi. Jumlah responden untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah responden untuk mengidentifikasi rantai pasokan No. Kecamatan Petani Penyuling Pengumpul

Akar

(37)

orang pakar dari pihak dari Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, dan dua orang dari akademisi.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0 yaitu program komputer yang dipakai untuk analisa data statistika dan MicrosoftExcel 2007. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Analisis deskriptif.

Analisis deskriptif merupakan metode statistik yang digunakan untuk menggambarkan data yang telah terkumpul. Analisis data secara deskriptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik responden, dan keadaan umum rantai pasok minyak akar wangi. Data disajikan dalam bentuk charts.

2. Desain pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan GSCOR menggunakan metode AHP.

Rancangan pengukuran kinerja dibuat berdasarkan model GSCOR dengan mengidentifikasi metrik level 1 yaitu berupa proses rantai pasok dan mempertimbangkan atribut serta indikator kinerja yang ada pada GSCOR. Selanjutnya struktur hirarki rancangan pengukuran kinerja dibuat dengan pertimbangan pakar-pakar yang terlibat dalam anggota rantai pasok minyak akar wangi yaitu petani, penyuling, dan pengumpul minyak akar wangi, serta pakar dari Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, dan akademisi. Hasil dari desain pengukuran tersebut, berbentuk struktur hirarki pemilihan indikator kinerja rantai pasokan minyak akar wangi. Model GSCOR memiliki berbagai dimensi untuk pengukuran kinerja yaitu :

a. Reliabilitas Rantai Pasokan

Reliabilitas rantai pasokan adalah kinerja rantai pasokan dalam mengirim minyak akar wangi, ke tempat pelanggan dengan waktu dan kualitas yang tepat sesuai pesanan.

b. Responsivitas Rantai Pasokan

(38)

c. Fleksibilitas Rantai Pasokan

Fleksibilitas rantai pasokan adalah kemampuan rantai pasokan minyak akar wangi dalam merespon perubahan pasar untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.

d. Biaya Rantai Pasokan

Biaya rantai pasokan merupakan biaya operasional rantai pasokan minyak akar wangi.

e. Asset Rantai Pasokan

Asset rantai pasokan merupakan keefektifan industri minyak akar wangi dalam mengatur assetnya untuk memenuhi permintaan. Asset dalam industri minyak akar wangi yaitu permodalan antara lain lahan akar wangi dan alat suling.

f. Aspek Lingkungan

Dimensi pengukuran kinerja dalam penelitian ini ditambahkan dengan aspek lingkungan dikarenakan menggunakan pendekatan SCOR yang berbasisi “green”. Pendekatan GSCOR digunakan untuk merancang pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wnagi dikarenakan selama ini pengukuran kinerja belum memperhatikan aspek lingkungan.

(39)

Gambar 6. Hirarki pemilihan indikator prioritas kinerja rantai pasokan minyak akar wangi Kabupaten Garut

Indikator kinerja Atribut kinerja

Pemilihan Indikator Prioritas Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Kabupaten Garut dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference

(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi

Rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktifitas nilai yang satu dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai pasokan minyak akar wangi di Indonesia berakhir sampai dengan eksportir. Selanjutnya eksportir mengekspor minyak ke negara-negara Asia dan Eropa, seperti Jepang, Singapura, Inggris, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, India, Perancis dan Amerika Serikat. Anggota utama rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi sebagai pemasok bahan baku, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir minyak akar wangi. Setiap anggota rantai pasokan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan minyak akar wangi yang berkualitas. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi disajikan pada Gambar 7.

Penyuling akar wangi

(41)

Aliran rantai pasokan minyak akar wangi dimulai dari petani sebagai penghasil akar wangi atau pemasok bahan baku minyak akar wangi. Hasil panen dari petani akan dibeli oleh pengumpul dan penyuling akar wangi. Pengumpul akar wangi menjual akar wangi ke penyuling. Harga akar wangi dari petani berkisar antara Rp 2.000,00 sampai Rp 3.000,00. Ketika panen raya harga akar wangi di tingkat petani cenderung turun. Selain itu, kualitas akar wangi juga dipengaruhi oleh cuaca. Jika kondisi cuaca buruk, harga akar wangi yang dijual dapat mencapai di bawah harga standar yaitu Rp 1.200,00 per kg.

Mekanisme pembelian akar wangi dilakukan dengan cara: (1) petani langsung mengantarkan akar wangi ke pengumpul atau penyuling, (2) pengumpul atau penyuling langsung membeli akar wangi yang masih berada di lahan atau dengan sistem ijon. Alat transportasi yang digunakan oleh petani untuk mengantarkan akar wangi kepada penyuling adalah dengan menggunakan truk.

Minyak akar wangi yang dihasilkan oleh penyuling dijual langsung ke pengumpul minyak akar wangi atau eksportir yang berada di luar wilayah Kabupaten Garut. Eksportir minyak akar wangi paling banyak berada di wilayah Bogor dan Jakarta. Minyak akar wangi diekspor ke beberapa negara yaitu Jepang, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India. Harga beli minyak akar wangi oleh pengumpul atau eksportir berkisar antara Rp 1.000.000,00 sampai Rp 1.400.000,00 bergantung pada kualitas yang dihasilkan. Semakin baik kualitas minyak akar wangi, maka semakin mahal harga minyak akar wangi tersebut.

(42)

wangi. Setelah panen, petani tersebut harus menjual akar wangi ke penyuling tersebut dan dibeli dengan harga yang berlaku dan disepakati oleh kedua belah pihak.

Sistem komunikasi yang terjalin antara anggota primer dalam rantai pasokan akar wangi sudah terintegrasi dengan baik. Aliran informasi terjadi pada pengekspor minyak akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke penyuling akar wangi. Selanjutnya dari penyuling ke pengumpul akar wangi atau langsung ke petani. Komunikasi antara pengekspor dengan penyuling menggunakan telepon untuk mengetahui harga yang berlaku dan tanggal pengiriman minyak akar wangi. Komunikasi antara penyuling dengan petani akar wangi berupa informasi tentang harga akar wangi, tanggal panen, dan kapasitas pengiriman akar wangi kepada penyuling.

Komunikasi yang dilakukan antara petani dan penyuling biasanya dilakukan dengan mengadakan rapat atau musyawarah. Petani dan penyuling tersebut merupakan anggota koperasi dan kelompok tani yang ada di masing-masing kecamatan dan seluruh Garut. Hal yang dibahas dalam rapat atau musyawarah tersebut membahas tentang perijinan pemakaian bahan bakar berupa oli bekas, penggunaaan pupuk, bantuan modal, dan pemilihan bibit. Komunikasi antara petani dan penyuling dilakukan secara informal seperti penyuling mengunjungi langsung lahan akar wangi petani.

4.1.1 Aktivitas Petani Akar Wangi

(43)

sendiri dan sewa (8 persen). Hasil rata-rata produksi dari lahan tersebut adalah 10 sampai 21 ton per hektar. Produktivitas dan hasil tanaman ditentukan oleh varietas tanaman, teknik budidaya dan perawatan tanaman akar wangi. Faktor cuaca sangat berpengaruh terhadap kualitas akar wangi. Hal tersebut sangat mempengaruhi rendemen yang dihasilkan saat penyulingan.

Gambar 8. Lama usaha petani akar wangi

Gambar 9. Luas lahan budidaya akar wangi

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides) termasuk famili Graminieae

atau rumput-rumputan. Tanaman akar wangi memiliki bau yang sangat wangi, berumpun lebat, akar tinggal bercabang banyak berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua. Tangkai daun tersembul dari akar tinggal yang dapat mencapai 2 meter. Daun akar wangi berwarna kelabu, tampak kaku, panjangnya mencapai 100 cm dan tidak mengandung minyak. Daun akar wangi banyak digunakan sebagai bahan baku kerajinan. Bunganya berwarna hijau atau ungu

12%

40% 32%

12% 4%

< 10 tahun

10 - 20 tahun

20 - 30 tahun

30 - 40 tahun

> 40 tahun

40%

36% 24%

<5 Ha

5 - 10 Ha

(44)

pada pucuk tangkai daun. Cara memperbanyak dengan biji, memisahkan anak rumpun atau memecah akar tinggal yang telah bertunas (www.ditjenbun.deptan.go.id, 2009).

Budidaya tanaman akar wangi yang diterapkan para petani dilakukan dengan sistem monokultur (16 persen) dan tumpang sari (84 persen). Petani melakukan sistem budidaya tumpang sari dengan tanaman hortikultura seperti kol, tomat, kentang, kubis, dan cabai.

Tanaman akar wangi tumbuh baik pada ketinggian antara 700‐1600 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang cocok berkisar antara 1500-2500 mm setiap tahun, dengan suhu lingkungan 17-27°C, dengan derajat keasaman tanah (pH) sekitar 6-7.

Budidaya akar wangi dimulai dengan pembibitan, pencangkulan, penanaman, penyiangan, pemberian pupuk dan panen. Bibit akar wangi diperoleh dengan cara memisahkan daun dan akar. Setelah itu diambil bonggol akarnya untuk ditanam. Permasalahan yang sering muncul dalam penyediaan bibit akar wangi adalah ketersediaan bibit yang tidak konsisten dan mutu bibit tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang tidak padat (gembur) atau tanah yang berpasir seperti tanah yang mengandung abu vulkanik. Hal tersebut menyebabkan akar wangi tumbuh dengan baik dan mudah dicabut pada waktu panen sehingga tidak ada akar yang tertinggal di dalam tanah. Akar wangi tumbuh dengan baik jika dilakukan pemangkasan daun pada bulan ke lima penanaman. Pemangkasan dapat meningkatkan hasil sampai sekitar 10 persen.

(45)

Pemupukan dilakukan hanya sekali dalam musim tanam. Namun, ada petani yang tidak melakukan pemupukan. Hal tersebut dikarenakan tidak sesuainya harga beli dan biaya operasional yang dikeluarkan. Pada sistem tanam monokultur, petani berpendapat jika tanaman akar wangi akan lebih bagus walaupun tidak diberi pupuk. Pemupukan pada sistem tanam tumpang sari diutamakan untuk tanaman tumpangnya daripada tanaman akar wangi. Pupuk yang digunakan petani adalah pupuk organik dan anorganik. Jenis pupuk anorganik yang digunakan adalah ZA, TSP, NPK, KCL, kecuali pupuk urea. Sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang.

Pemanenan akar wangi dapat dilakukan setelah tanaman berumur 8 bulan pada musim kemarau. Namun sebagian besar petani akar wangi memanen setelah tanaman berumur 12 bulan. Hasil akar yang optimum dengan mutu minyak yang baik dihasilkan oleh akar wangi yang berumur lebih dari 15 bulan. Cara panen akar wangi adalah dengan mencangkul tanah di sekeliling rumpun tanaman agar longgar sehingga semua akar bisa diambil dan tidak ada yang putus. Oleh karena itu dibutuhkan traktor yang dapat mencangkul lebih dalam, sehingga memudahkan pekerja dalam memanen akar wangi.

Petani yang tidak memiliki alat suling menjual akar wangi yang telah dipanen langsung kepada penyuling atau kepada pengumpul akar wangi. Jika petani tersebut merupakan petani-penyuling, maka akar wangi yang telah dipanennya akan langsung disuling sendiri. Petani umumnya menyuling akar wangi di tempat penyulingan milik penyuling dengan ketentuan bahwa produk yang dihasilkan dijual ke pemilik alat suling. Selain itu, ada pula petani yang melakukan penyulingan dengan sistem sewa alat suling kepada penyuling. Biaya sewa penyulingan dikenakan sebesar Rp. 1.500.000,00 per sekali suling. Namun minyak akar wangi yang dihasilkan tidak dijual kepada penyuling melainkan langsung dijual ke pengumpul minyak akar wangi yang berskala usaha besar.

(46)

tidak sebagus musim kemarau. Sebagian besar petani menjual akar wangi dengan harga Rp 2.000,00 per kilogram.

Modal petani dalam usaha budidaya akar wangi ini sebagian besar adalah modal sendiri atau mendapat modal pinjaman dari saudara. Bagi petani yang tergabung dalam kelompok tani biasanya mendapat pinjaman modal dari ketua kelompoknya. Modal dalam budidaya akar wangi per hektar selama satu periode penanaman kurang dari Rp 25.000.000,00. Kendala modal sering dihadapi oleh petani karena lamanya masa tanam. Oleh karena itu, terkadang petani menjual akar wangi dengan sistem ijon saat tanaman berumur 8 bulan dan siap dipanen setelah berumur 12 bulan. Sebagian besar petani tidak memanfaatkan fasilitas kredit lembaga keuangan karena persyaratan yang dirasa terlalu memberatkan, seperti bunga pinjaman yang dikenakan terlalu besar.

4.1.2 Aktivitas Pengumpul Tanaman Akar Wangi

Pengumpul akar wangi membeli akar wangi langsung dari petani setelah panen atau membeli dengan sistem ijon saat akar wangi masih di lahan. Pengumpul akan menjual akar wangi kepada penyuling atau pengumpul lain yang melakukan penyulingan. Pengumpul biasanya mendapat modal dari penyuling untuk mencari akar wangi. Pengumpul akar wangi terkadang juga melakukan penyulingan sendiri dengan menyewa alat suling kepada penyuling dan membayarnya dengan minyak akar wangi kasar.

Pengumpul akar wangi dalam sehari mampu mengumpulkan 4-5 ton akar wangi dengan harga berkisar antara Rp 2.000,00 - Rp 3.000,00 per kilogram. Sistem pemesanan dilakukan secara langsung dengan mekanisme pembayaran

cash and carry. Jumlah pengumpul tidak banyak untuk setiap wilayah, hanya ada satu atau dua pengumpul dalam satu wilayah desa atau kecamatan. Pengumpul bekerja sendiri karena tidak adanya kelompok pengumpul dan cenderung bersaing antar pengumpul. Kendala yang dialami pengumpul adalah ketersediaan akar wangi yang tidak konsisten dan mutu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. 4.1.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi

(47)

Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Para penyuling tersebut sebanyak 75 persen bergabung dalam koperasi Usaha Rakyat (USAR) yang diketuai oleh Bapak H.Ede Kadarusman. Para penyuling juga bertindak sebagai petani yang disebut petani-penyuling. Penyuling yang tidak menanam akar wangi memenuhi kebutuhan akar wangi dengan membeli langsung dari petani/kelompok tani dan pengumpul akar wangi. Penyuling yang diberi pinjaman modal dari pengumpul minyak atau eksportir, membayar pinjaman tersebut dengan memberikan minyak hasil sulingan mereka. Pengiriman minyak dilakukan setelah minyak terkumpul selama 10 hari dengan jumlah rata-rata sebanyak 40 kg. Namun, pada musim kemarau penyuling dapat memproduksi minyak lebih banyak dengan jumlah 50 kg selama satu minggu. Pada saat penelitian, rendemen menurun menjadi berkisar 0,4-0,5 persen karena cuaca yang tidak mendukung.

Penyulingan (50%) dilakukan dengan menggunakan ketel stainless steel

dengan sistem kukus. Penyuling melakukan penyulingan dengan menggunakan sistem boiler atau sistem uap terpisah sebesar 33 persen. Sisanya sebesar 17 persen penyuling masih menggunakan sistem rebus. Bahan bakar yang digunakan saat ini didominasi oleh minyak solar dan oli bekas, namun masih ada juga yang menggunakan kayu bakar.

Berdasarkan survey, pemakaian solar lebih ramah lingkungan, namun lebih mahal jika dibandingkan dengan oli bekas. Harga solar adalah Rp. 4.500,00 sedangkan harga oli bekas berkisar Rp. 2.500,00 per liter. Kelangkaan bahan bakar memperburuk kondisi penyulingan. Banyak usaha penyulingan yang tidak berproduksi karena biaya operasional tidak tertutup oleh harga jual minyak akar wangi.

(48)

Penyuling umumnya tidak menerapkan penyulingan dengan ketentuan yang baku (good manufacturing process). Pencucian akar wangi hanya dilakukan apabila musim hujan dan terdapat banyak tanah yang menempel. Penjemuran hanya dilakukan pada pagi hari dan tidak ada proses perajangan. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat proses produksi dan menghemat biaya operasional. Kesadaran dan kemauan yang rendah untuk memproses dengan ketentuan yang baku membuat mutu dan rendemen minyak tidak optimal dan tidak sesuai standar. Proses penyiapan penyulingan akar wangi dimulai dengan pembersihan dan pencucian akar wangi untuk menghilangkan tanah yang menempel pada akar wangi. Jika ada tanah yang menempel pada akar dan ikut dalam proses penyulingan maka dapat menurunkan rendemen dan mutu minyak akar wangi. Setelah itu dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Pengeringan akar wangi sebaiknya dilakukan selama 12 jam di bawah sinar matahari langsung. Sebelum penyulingan sebaiknya akar wangi dirajang terlebih dahulu untuk memudahkan penguapan akar wangi. Akar wangi yang sudah dikeringkan dan dirajang dimasukkan dalam ketel yang tertutup rapat.

Penyuling membutuhkan waktu 12 jam dalam satu kali proses penyulingan yaitu 10 jam untuk pengukusan dan 2 (dua) jam untuk memasukkan dan membongkar akar wangi dalam tungku. Alat suling hanya mampu melakukan penyulingan maksimal sebanyak dua kali sehari. Kapasitas tungku per penyulingan sebesar 1,2 sampai dengan 2 (dua) ton. Minyak akar wangi yang dihasilkan sebesar 4-8 kg per satu suling dengan catatan kondisi akar wangi yang digunakan tersebut bagus.

(49)

Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah harga beli minyak akar wangi relatif lebih murah dari harga yang berlaku.

Permasalahan yang sering dihadapi oleh penyuling adalah ketersediaan bahan baku yang tidak konsisten, mutu bahan baku, modal dan alat suling yang tidak sesuai standar. Alat pemisah air dan minyak yang masih sederhana, sehingga membuat mutu minyak kurang bagus dan rendahnya rendemen akibat tingginya penyusutan. Selain itu, mutu oli bekas pun rendah sehingga tidak optimal dalam pembakaran karena terlalu banyaknya bahan campuran lain pada oli bekas tersebut.

4.1.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi

Pengumpul minyak di daerah Garut tidak banyak, salah satu dari mereka merupakan perwakilan eksportir dari PT. Djasula Wangi Jakarta. Saat panen raya pengumpul minyak mampu mengumpulkan 100 kg – 400 kg minyak akar wangi dalam satu minggu. Sedangkan saat musim paceklik hanya mampu mengumpulkan 200 kg dalam waktu 10 hari. Minyak yang telah terkumpul langsung dikirim ke eksportir yang berada di Jakarta dan Bogor. Harga ekspor minyak tidak diketahui secara pasti oleh para pengumpul minyak, mereka hanya menerima harga yang sudah ditetapkan eksportir. Risiko yang dihadapi oleh pengumpul minyak sangatlah tinggi. Jika mutu tidak sesuai standar, maka minyak tidak akan diterima oleh eksportir. Oleh karena itu, dibutuhkan pembelajaran dan pengalaman dalam menguji standar mutu minyak akar wangi sebelum diuji di laboratorium milik eksportir.

4.1.5 Sumber Daya Rantai Pasokan

Sumber daya rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari sumber daya fisik, sumber daya teknologi, sumber daya manusia dan sumber daya permodalan. 1. Sumber daya fisik

(50)

2. Sumber daya teknologi

Penyulingan akar wangi masih menggunakan sisitem kukus, masih sangat sedikit yang menggunkan sistem uap terpisah (boiler). Meskipun ada bantuan peralatan dari pemerintah, namun masih ada kendala operasional, yaitu kapasitas mesin yang masih kurang, belum ada operator yang ahli tentang mesin tersebut, dan mesin masih banyak kendala teknis. Keuntungan yang diperoleh dari proses penyulingan uap terpisah dengan sistem kukus berbeda sangat tipis. Hal tersebut merupakan penyebab penyuling masih tetap menggunakan sistem kukus.

3. Sumber daya manusia

Proses penyulingan melibatkan 2 (dua) orang tenaga kerja dalam 1 (satu) kali proses penyulingan yang bertindak sebagai operator. Proses pencucian akar wangi melibatkan pekerja borongan.

4. Sumber daya permodalan

Pembiayaan pada pertanian akar wangi cukup sulit didapat dari perbankan. Syarat yang rumit dan adanya agunan membuat petani menggunakan modal sendiri atau pinjam ke saudara, pengumpul atau penyuling. Petani merasa lebih nyaman membayar pinjaman dengan hasil panen mereka. Hal serupa juga terjadi pada penyuling, syarat perbankan menuntut kepastian hasil dari penyuling sedangkan rendemen tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh karena itu penyuling juga lebih memilih modal pinjaman dari pengumpul minyak atau eksportir dan membayar pinjaman tersebut dengan minyak hasil sulingan mereka.

4.2. Rancangan Indikator Kinerja Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi dengan Pendekatan GSCOR

(51)

pengumpul akar wangi, penyuling, pengumpul minyak akar wangi dan eksportir. Sedangkan para pelaku pembuat rancangan pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wangi adalah masing-masing dari para pelaku usaha tersebut dan dari pihak pemerintah, yaitu Dinas Perkebunan serta Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Garut.

Proses rancangan pengukuran kinerja rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut terdiri dari tiga tahap, yaitu mendefinisikan pekerjaan, menilai kinerja, dan memberikan umpan balik. Pendefinisian pekerjaan berarti memastikan bahwa pelaku usaha minyak akar wangi (petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, eksportir) melakukan kewajiban serta pekerjaannya masing-masing sesuai profesi mereka. Para pelaku usaha minyak akar wangi bekerja sama dalam menentukan tujuan, membangun komitmen dan merencanakan langkah-langkah berikutnya untuk memajukan industri minyak akar wangi. Penilaian kinerja dilakukan untuk membandingkan kinerja sesungguhnya dari masing-masing pelaku usaha minyak akar wangi dengan standar yang telah ditetapkan secara nasional maupun internasional. Penilaian kinerja membutuhkan umpan balik dari masing-masing anggota rantai pasokan minyak akar wangi agar terciptanya kinerja yang lebih baik. Pengukuran kinerja dapat dilakukan setiap bulan, setiap semester, atau setiap tahun tergantung waktu yang telah disepakati oleh para pelaku usaha minyak akar wangi yang merumuskannya.

(52)

Gambar 10. Hirarki dan pembobotan pemilihan indikator prioritas kinerja rantai pasokan minyak akar wangi Kabupaten Garut

Indikator kinerja Atribut

kinerja

Pemilihan Indikator Prioritas Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Kabupaten Garut dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference

Gambar

Gambar 1. Struktur manajemen rantai pasokan (Siagian, 2005)
Gambar 2. Struktur model SCOR (Supply Chain Council, 2006)
gambaran tentang hubungan antara fungsi rantai pasokan dengan aspek
Gambar 3. Struktur model GSCOR (LMI, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi Jiwasarya (Persero) Surakarta Branch Office2014/2015.Sampel diambil 75 orang,dengan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik angket dan dokumentasi. Teknik

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin,

 1: Ada kelainan pada mata akibat kusta tetapi tidak kelihatan dan visus sedikit berkurang Ada anesthesia tetapi tidak ada cacat atau kerusakan yang kelihatan  2: Ada

The Effect of Using Games on the Eighth Grade Students’ Tenses Achievement at SMP Negeri 2 Cluring in the 2012/2013 Academic Year; Maretta Hangga Putri, 080210491050; 2013: 45

Apakah bapak kepala sekolah sebelum pelaksanaan supervisi akademik melaksanakan pertemuan awal dengan dewan guru atau guru yang mau disuvervisi?. Apa saja yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi, faktor risiko dan tingkat parasitemia parasit darah berdasarkan kategori umur dan jenis kelamin pada sapi

Tata Cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak mineral bukan logam merupakan prosedur yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk memperoleh pengembalian kembali

Berdasarkan hasil dan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa (1) faktor penentu anak untuk bekerja dan bersekolah adalah jenis kelamin anak, usia anak, lokasi