PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI
PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN
OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA
DI PT. XYZ
TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh
DEA DARA DAFIKA SIAGIAN
NIM. 090403079
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI
PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN
OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA
DI PT. XYZ
TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
oleh
DEA DARA DAFIKA SIAGIAN
090403079
Disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
(Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc) (Khalida Syahputri, ST, MT)
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul untuk Tugas Akhir ini adalah, “Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan dengan Pendekatan SCOR (Supply Chain Operations Reference) dan Lean Six Sigma di PT. XYZ”.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan Tugas Akhir ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, November 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv
ABSTRAK ... xxv
I PENDAHULUAN ... I-1
1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Batasan dan Asumsi Masalah ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-6
II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Fasilitas-fasilitas Perusahaan ... II-3 2.5. Daerah Pemasaran ... II-4 2.6. Dampak Sosial terhadap Lingkungan ... II-6 2.7. Organisasi, Tugas, dan Tanggung Jawab ... II-7 2.7.1. Struktur Organisasi ... II-7 2.7.2. Tugas dan Tanggung Jawab ... II-9 2.8. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-12 2.8.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-12 2.8.2. Jam Kerja ... II-12
2.9. Sistem Penggajian Karyawan dan Fasilitas... II-13 2.9.1. Sistem Penggajian Karyawan ... II-13 2.9.2. Fasilitas Tenaga Kerja ... II-16
III LANDASAN TEORI ... III-1
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
3.3.2. Beberapa Contoh Perhitungan... III-11 3.3.2.1.Inventory Days of Supply ... III-11 3.3.2.2.Cash to Cash Cycle Time ... III-12 3.4. Konsep Dasar Lean ... III-13 3.5. Konsep Dasar Six Sigma ... III-13 3.6. Konsep Dasar Lean Six Sigma ... III-15 3.7. Lean Six Sigma Supply Chain Management ... III-16 3.7.1. Apa itu Lean Six Sigma Supply Chain Management? III-16 3.7.2. Pengukuran Kinerja Lean Supply Chain
Management ... III-16 3.7.3. Langkah-langkah Solusi Masalah dalam Lean Six
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
3.13.1. Tahapan FMEA ... III-37 3.14. Metode Kaizen (5W+1H) ... III-42
IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian ... IV-1 4.3. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.4. Objek Penelitian ... IV-6 4.5. Variabel Penelitian ... IV-7 4.5.1. Variabel Independen ... IV-7 4.5.2. Variabel Dependen ... IV-8 4.6. Instrumen Penelitian ... IV-9 4.7. Pelaksanaan Penelitian ... IV-9 4.8. Pengolahan Data ... IV-14 4.8.1. Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan dengan
Pendekatan SCOR ... IV-16 4.8.2. Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan dengan
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1
5.1. Define ... V-1 5.1.1. Penggambaran Proses Rantai Pasokan Perusahaan .... V-1 5.1.1.1.Penggambaran Proses Bisnis dengan
Geography Map ... V-1 5.1.1.2.Penggambaran Proses Bisnis dengan
SCOR Thread Diagram ... V-8 5.1.2. Aliran Informasi dan Aliran Fisik ... V-10 5.1.2.1.Aliran Informasi Proses Bisnis ... V-10 5.1.2.2.Aliran Fisik Proses Produksi ... V-16 5.1.3. Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan dengan
Pendekatan SCOR ... V-20 5.1.3.1.Pengukuran Atribut Kinerja Reliability ... V-21 5.1.3.2.Pengukuran Atribut Kinerja Responsiveness . V-24 5.1.3.3.Pengukuran Atribut Kinerja Flexibility ... V-25 5.1.4. Penentuan Objek Peningkatan Kinerja Rantai
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
5.2. Measure ... V-58 5.2.1. Pengukuran Waste Berdasarkan Frekuensi Kejadian . V-58 5.2.2. Penentuan Waste yang Berpengaruh Signifikan
terhadap Lead Time Produksi Kertas ... V-71 5.2.3. Identifikasi Critical to Quality (CTQ) ... V-72 5.2.3.1.Critical to Quality (CTQ) Excess Processing V-73 5.2.3.2.Critical to Quality (CTQ) Waiting ... V-74 5.2.3.3.Critical to Quality (CTQ) Inventories ... V-74 5.2.3.4.Critical to Quality (CTQ) Motion ... V-76 5.2.4. Pengukuran Kapabilitas Proses Produksi Kertas ... V-76 5.2.4.1.Pengukuran Kapabilitas Excess Processing ... V-77 5.2.4.2.Pengukuran Kapabilitas Waiting ... V-78 5.2.4.3.Pengukuran Kapabilitas Inventories ... V-80 5.2.4.4.Pengukuran Kapabilitas Motion ... V-82 5.3. Analyze ... V-84 5.3.1. Root Cause Analysis (RCA) ... V-84
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
5.3.2. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... V-86 5.3.2.1.Pendefinisian Nilai Severity, Occurance,
dan Detection (SOD) ... V-86 5.3.2.2.Perhitungan Risk Priority Number (RPN) ... V-87 5.4. Improve ... V-95 5.4.1. Tindakan Perbaikan untuk Excess Processing ... V-95 5.4.2. Tindakan Perbaikan untuk Waiting ... V-99 5.4.3. Tindakan Perbaikan untuk Inventories... V-102 5.4.3.1.Penentuan Trend yang Sesuai ... V-105 5.4.4. Tindakan Perbaikan untuk Motion ... V-109
VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1
6.1. Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan dengan Pendekatan
SCOR ... VI-1 6.2. Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan dengan Lean Six
Sigma ... VI-3 6.2.1. Define ... VI-4
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
6.2.2.1.Pengukuran Waste Berdasarkan Frekuensi
Kejadian ... VI-6 6.2.2.2.Identifikasi Critical to Quality (CTQ) ... VI-7
6.2.2.3.Pengukuran Kapabilitas Proses Produksi
Kertas ... VI-8 6.2.3. Analyze ... VI-9 6.2.3.1.Root Cause Analysis (RCA) ... VI-10 6.2.3.2.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... VI-11 6.2.4. Improve ... VI-12
VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1
7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
1.1. Data Pemenuhan Order Pelanggan ... I-2 2.1. Jam Kerja Non-Shift ... II-12 2.2. Jam Kerja Shift ... II-13 3.1. Pengukuran Kinerja Mengikuti Model SCOR ... III-7 3.2. Performance Metrics Level 1 ... III-9 3.3. Beberapa Penjelasan Metrik Supply Chain serta Benchmark
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL HALAMAN
5.8. Data Produksi Aktual Berdasarkan Grade Kertas ... V-26 5.9. Due Date untuk Order AA ... V-28 5.10. Waktu Perencanaan ... V-28 5.11. Lead Time Supplier ... V-29 5.12. Rata-rata Waktu Pengiriman Order ... V-31 5.13. Rekapitulasi Response Time Ideal ... V-32 5.14. Hasil Perhitungan Response Time Aktual per Due Date ... V-33 5.15. Perbandingan antara Response Time Aktual dengan Response
Time Ideal ... V-33 5.16. Hasil Perhitungan Total Hari untuk Scheduled dan
Unscheduled Delay ... V-35 5.17. Jumlah Sisa Hari Tersedia ... V-35 5.18. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Production Flexibility ... V-37 5.19. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Production Flexibility dengan
Proses Produksi Ideal ... V-38 5.20. Rekapitulasi Perhitungan Kinerja Rantai Pasokan dengan
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL HALAMAN
5.24. Hasil Pengukuran Waste Jenis Waiting ... V-61 5.25. Hasil Pengukuran Waste Jenis NUEKSA ... V-62 5.26. Hasil Pengukuran Waste Jenis Transportation ... V-63 5.27. Inventory Optimum untuk Bahan Baku dan Bahan Penolong ... V-65 5.28. Data Pembelian Bahan Baku dan Bahan Penolong... V-66 5.29. Data Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penolong ... V-67 5.30. Data Persediaan Akhir Bahan Baku dan Bahan Penolong ... V-67 5.31. Hasil Pengukuran Waste Jenis Inventories ... V-68 5.32. Hasil Pengukuran Waste Jenis Motion ... V-69 5.33. Hasil Pengukuran Waste Jenis Excess Processing ... V-70 5.34. Rekapitulasi Pengukuran Waste ... V-71 5.35. Perbandingan Jumlah Sumber Waste Jenis Excess Processing .. V-73 5.36. Perbandingan Jumlah Sumber Waste Jenis Waiting ... V-74 5.37. Perbandingan Persentase Sumber Waste Jenis Inventories ... V-75 5.38. Perbandingan Persentase Sumber Waste Jenis Motion ... V-76 5.39. Input Pengukuran Kapabilitas Excess Processing ... V-77 5.40. Konversi Waste Jenis Waiting Menjadi Jumlah Produksi yang
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL HALAMAN
5.43. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Kapabilitas Inventories ... V-82 5.44. Input Pengukuran Kapabilitas Motion ... V-82 5.45. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Kapabilitas Motion ... V-83 5.46. RCA untuk Excess Processing ... V-84 5.47. RCA untuk Waiting ... V-85 5.48. RCA untuk Inventories ... V-85 5.49. RCA untuk Motion ... V-85 5.50. Perhitungan RPN untuk Excess Processing ... V-88 5.51. Perhitungan RPN untuk Waiting ... V-90 5.52. Perhitungan RPN untuk Inventories... V-92 5.53. Perhitungan RPN untuk Motion ... V-94 5.54. Tindakan Perbaikan untuk Excess Processing ... V-97 5.55. Waktu Tindakan Perbaikan untuk Excess Processing ... V-97 5.56. Tempat atau Stasiun Tindakan Perbaikan untuk Excess
Processing ... V-98 5.57. Pelaku Tindakan Perbaikan untuk Excess Processing ... V-98 5.58. Alasan Tindakan Perbaikan untuk Excess Processing ... V-98 5.59. Bagaimana Melakukan Tindakan Perbaikan untuk Excess
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL HALAMAN
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
TABEL HALAMAN
6.1. Rekapitulasi Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan dengan
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi PT. XYZ ... II-8 3.1. Lima Proses Inti Supply Chain pada Model SCOR ... III-4 3.2. Diagram Pareto ... III-30 3.3. Tampilan Diagram Pareto dengan Software MINITAB 15 .... III-31 3.4. Cause and Effect Diagram ... III-38 3.5. Konsep Payung Kaizen ... III-43 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-4 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-13 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ... IV-15 5.1. Geography Map PT. XYZ ... V-3 5.2. SCOR Thread Diagram PT. XYZ ... V-9 5.3. Flowchart Aliran Informasi ... V-11 5.4. Blok Diagram Proses Produksi Kertas ... V-18 5.5. Value Stream Mapping untuk Satu Siklus Proses Produksi
Kertas ... V-19 5.6. Diagram Pareto Perbandingan Jumlah Sumber Waste Jenis
Excess Processing ... V-73 5.7. Diagram Pareto Perbandingan Persentase Sumber Waste
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)
GAMBAR HALAMAN
5.8. Hasil Pengukuran Kapabilitas Excess Processing dengan
Sigma Calculator ... V-78 5.9. Hasil Pengukuran Kapabilitas Waiting dengan Sigma
Calculator ... V-80 5.10. Hasil Pengukuran Kapabilitas Inventory Bahan Baku dengan
Sigma Calculator ... V-81 5.11. Hasil Pengukuran Kapabilitas Motion pada Proses
Pembentukan Lembaran (Sheet) dengan Sigma Calculator ... V-83 5.12. Analisis Trend Penggunaan Bahan Baku dengan Pola Linier V-106 5.13. Analisis Trend Penggunaan Bahan Baku dengan Pola
Kuadratis ... V-107 5.14. Analisis Trend Penggunaan Bahan Baku dengan Pola
ABSTRAK
PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha produksi cigarette paper. Data pemenuhan order pelanggan menunjukkan adanya permasalahan pada PT. XYZ yang berkaitan dengan rantai pasokan perusahaan, dimana selalu terjadi keterlambatan pemenuhan order pada pelanggan. Berdasarkan data perusahaan, diketahui selama bulan Januari hingga Juni 2013 terjadi 43 kali keterlambatan pemenuhan order dari total 327 order dengan rata-rata persentase on time delivery sebesar 86,78%. Hal ini menimbulkan kekecewaan pada pelanggan dan menurunkan citra perusahaan dimata konsumennya. Upaya yang dilakukan sebagai solusi atas permasalahan ini adalah dengan mengukur dan meningkatkan kinerja rantai pasokan perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah action research. Penyelesaian masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan SCOR (Supply Chain Operations Reference) dan Lean Six Sigma. Hasil pengukuran kinerja rantai pasokan menunjukkan metrik kinerja yang belum mencapai target perusahaan dan benchmark dari Supply Chain Council adalah delivery performance, perfect order fulfillment, order fulfillment lead time, dan supply chain response time. Hasil perhitungan non value added activity pada kegiatan produksi adalah sebesar 53,61% yang menunjukkan banyaknya waste didalam kegiatan produksi. Waste yang berpengaruh signifikan terhadap lead time produksi adalah excess processing, waiting, inventories, dan motion. Pengukuran kapabilitas menunjukkan adanya proses yang belum mencapai standar nilai sigma untuk perusahaan di Indonesia. Prioritas perbaikan dilakukan berdasarkan nilai risk priority number tertinggi dari metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Usulan tindakan perbaikan diperoleh melalui metode Kaizen, yaitu melakukan modifikasi mesin bobbin slitter, melakukan preventive maintenance, melakukan peramalan jumlah penggunaan bahan dengan pola atau trend yang sesuai, dan memberi pekerjaan tambahan pada operator.
ABSTRAK
PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha produksi cigarette paper. Data pemenuhan order pelanggan menunjukkan adanya permasalahan pada PT. XYZ yang berkaitan dengan rantai pasokan perusahaan, dimana selalu terjadi keterlambatan pemenuhan order pada pelanggan. Berdasarkan data perusahaan, diketahui selama bulan Januari hingga Juni 2013 terjadi 43 kali keterlambatan pemenuhan order dari total 327 order dengan rata-rata persentase on time delivery sebesar 86,78%. Hal ini menimbulkan kekecewaan pada pelanggan dan menurunkan citra perusahaan dimata konsumennya. Upaya yang dilakukan sebagai solusi atas permasalahan ini adalah dengan mengukur dan meningkatkan kinerja rantai pasokan perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah action research. Penyelesaian masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan SCOR (Supply Chain Operations Reference) dan Lean Six Sigma. Hasil pengukuran kinerja rantai pasokan menunjukkan metrik kinerja yang belum mencapai target perusahaan dan benchmark dari Supply Chain Council adalah delivery performance, perfect order fulfillment, order fulfillment lead time, dan supply chain response time. Hasil perhitungan non value added activity pada kegiatan produksi adalah sebesar 53,61% yang menunjukkan banyaknya waste didalam kegiatan produksi. Waste yang berpengaruh signifikan terhadap lead time produksi adalah excess processing, waiting, inventories, dan motion. Pengukuran kapabilitas menunjukkan adanya proses yang belum mencapai standar nilai sigma untuk perusahaan di Indonesia. Prioritas perbaikan dilakukan berdasarkan nilai risk priority number tertinggi dari metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Usulan tindakan perbaikan diperoleh melalui metode Kaizen, yaitu melakukan modifikasi mesin bobbin slitter, melakukan preventive maintenance, melakukan peramalan jumlah penggunaan bahan dengan pola atau trend yang sesuai, dan memberi pekerjaan tambahan pada operator.
BAB I
PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan ini membahas dasar-dasar penelitian tugas akhir yang meliputi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan tugas akhir.
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Persaingan yang sengit dalam pasar global, pengenalan produk dengan daur hidup yang semakin pendek, dan meningkatnya harapan pelanggan telah memaksa perusahaan-perusahaan bisnis untuk menginvestasikan dan memusatkan perhatian pada rantai pasokan (Simch-Levi dkk, 2003). Kesuksesan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan didalam rantai pasokan, sehingga harus terjalin hubungan yang baik didalam rantai pasokan tersebut. Pengukuran kinerja rantai pasokan penting dilakukan untuk mengetahui pencapaian kinerja saat ini dan sejauh mana keberhasilan manajemen rantai pasokan yang telah dijalankan.
2013, diketahui selalu terjadi keterlambatan pemenuhan order pada pelanggan. Data pemenuhan order pelanggan dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Data Pemenuhan Order Pelanggan
Bulan Jumlah
Menurut Beamon (1999), on time delivery adalah salah satu parameter kinerja rantai pasokan. Data pada Tabel 1.1 menunjukkan adanya permasalahan pada PT. XYZ yang berkaitan dengan rantai pasokan perusahaan. Hal ini dapat menimbulkan kekecewaan pada pelanggan dan dapat menurunkan kualitas perusahaan dibandingkan dengan para pesaingnya. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan ini adalah dengan mengukur dan meningkatkan kinerja rantai pasokan tersebut. Selama ini, pihak perusahaan belum pernah melakukan evaluasi terhadap kinerja rantai pasokannya. Peningkatan kinerja memerlukan adanya pengukuran kinerja rantai pasokan terlebih dahulu (Ari Primantara, 2010).
sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan kinerja rantai pasokan perusahaan yang sebenarnya. Selain itu, SCOR juga merupakan suatu model acuan dari Supply Chain Council, yaitu organisasi nirlaba yang mengembangkan standard supply chain process reference model.
Peningkatan kinerja rantai pasokan dilakukan dengan menggunakan Lean Six Sigma. Metodologi Lean Six Sigma dapat diaplikasikan pada manajemen
rantai pasokan untuk meningkatkan efisiensi operasional manajemen rantai pasokan (Sixthsigma, 2010). Langkah awal dalam penggabungan Lean
Manufacturing, Six Sigma, dan SCOR Model adalah penerapan SCOR untuk
mengembangkan inisiatif dan penentuan proyek perbaikan, kemudian Lean Six
Sigma akan mengembangkan proyek perbaikan tersebut secara efektif
(Smartwood, 2003).
Dengan konsep Lean, aktivitas-aktivitas non value added akan dapat teridentifikasi, serta pemborosan (waste) yang terjadi akan dapat diminimalisasi, bahkan dieliminasi. Sedangkan, konsep Six Sigma digunakan untuk meminimasi variasi produk dan meningkatkan kapabilitas proses sepanjang value stream yang ada, serta mengusahakan zero defect (Gaspersz, 2007).
1.2. Perumusan Masalah
dapat menurunkan kualitas perusahaan dibandingkan dengan para pesaingnya. Menurut Beamon (1999), on time delivery adalah salah satu parameter kinerja rantai pasokan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan perbaikan terhadap kinerja rantai pasokan untuk dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan keterlambatan pemenuhan order pelanggan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengukur dan meningkatkan kinerja rantai pasokan perusahaan. Sedangkan, tujuan khusus penelitian adalah dapat melakukan pengukuran kinerja rantai pasokan perusahaan dengan pendekatan SCOR (Supply Chain Operations Reference) sebagai acuan yang mendasari tindakan perbaikan atau peningkatan dan melakukan peningkatan kinerja rantai pasokan perusahaan dengan menggunakan Lean Six Sigma, sehingga dapat diketahui solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi oleh PT. XYZ saat ini.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bermanfaat untuk memberikan informasi pada perusahaan terkait dengan
kinerja rantai pasokan yang telah dicapai saat ini.
c. Bermanfaat sebagai referensi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian yang sama dan lebih lanjut mengenai pengukuran kinerja rantai pasokan menggunakan pendekatan SCOR (Supply Chain Operations Reference) yang diintegrasikan dengan peningkatan kinerja rantai pasokan menggunakan Lean Six Sigma.
1.5. Batasan dan Asumsi Masalah
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Ruang lingkup pengukuran kinerja rantai pasokan di PT. XYZ adalah internal
perusahaan dan tidak mengukur kinerja pihak eksternal.
b. Data yang digunakan adalah data pada bulan Januari sampai Juni tahun 2013. c. Atribut kinerja pendekatan SCOR yang digunakan dalam penelitian adalah
reliability, responsiveness, dan flexibility. Atribut kinerja cost dan asset
management efficiency tidak digunakan karena keterbatasan data yang dapat
diberikan oleh pihak perusahaan.
d. Metrik kinerja dalam pendekatan SCOR yang digunakan dalam penelitian adalah metrik kinerja level 1, karena level ini mencakup keseluruhan bagian dari rantai pasokan dan merupakan key performance indicators (KPIs). Selain itu, level ini memiliki nilai benchmark yang dapat dijadikan sebagai target realistis bagi perusahaan terkait dengan kinerja rantai pasokan.
e. Penelitian ini tidak memperhatikan faktor biaya.
b. Metode kerja tidak mengalami perubahan selama penelitian.
c. Manajemen perusahaan tidak mengalami perubahan selama penelitian.
d. Mesin tidak mengalami gangguan atau kerusakan selama pengukuran waktu operator.
e. Pekerja telah menguasai pekerjaannya dengan baik.
f. Kegiatan didalam rantai pasokan tidak mengalami perubahan selama penelitian.
1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir
Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I (Pendahuluan), berisikan uraian tentang latar belakang timbulnya masalah pada perusahaan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah serta sistematika penulisan tugas sarjana.
BAB II (Gambaran Umum Perusahaan), berisikan tentang gambaran umum perusahaan secara keseluruhan.
BAB III (Landasan Teori), berisikan penguraian mengenai tinjauan pustaka yang berisi teori-teori mengenai pengukuran kinerja rantai pasokan dengan menggunakan pendekatan SCOR (Supply Chain Operations Reference) dan peningkatan kinerja rantai pasokan dengan menggunakan Lean Six Sigma sebagai landasan utama dalam melakukan analisis pemecahan masalah.
BAB V (Pengumpulan dan Pengolahan Data), berisikan data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah.
BAB VI (Analisis Pemecahan Masalah), berisikan hasil pengolahan data yang digunakan sebagai dasar dalam pemecahan masalah.
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Bab ini menjelaskan beberapa hal mengenai perusahaan yang menjadi tempat penelitian, yaitu PT. XYZ. Beberapa hal tersebut adalah sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, lokasi perusahaan, fasilitas-fasilitas perusahaan, daerah pemasaran, dampak sosial terhadap lingkungan, organisasi, tugas, dan tanggungjawab, jumlah tenaga kerja dan jam kerja, serta sistem penggajian karyawan dan fasilitas.
2.1. Sejarah Perusahaan
PT. XYZ merupakan perusahaan swasta. PT. XYZ bergerak dalam bidang usaha produksi kertas rokok yang didistribusikan ke dalam dan luar negeri. Pada awalnya, perusahaan ini bernama PT. XXX.
PT. XXX juga bukan perusahaan yang baru. PT. XXX berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang didirikan pada tahun 1984 dan mulai beroperasi pada tahun 1985.
produk yang selalu dilakukan dan bertambahnya jumlah produksi serta permintaan dari pelanggan.
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
Ruang lingkup bidang usaha PT. XYZ terdiri atas satu jenis usaha, yaitu kertas rokok (cigarette paper). Kertas rokok tersebut diproduksi dalam dua bentuk, yaitu bobbin dan ream. Spesifikasi ukuran kedua bentuk tersebut tergantung dari permintaan setiap pelanggan.
2.3. Lokasi Perusahaan
PT. XYZ berlokasi di wilayah Sumatera Utara, Indonesia. PT. XYZ menempati daerah seluas 49.997 m2. Daerah tersebut terbagi atas wilayah pabrik dan perkantoran. Luas lantai yang digunakan untuk wilayah pabrik dan perkantoran adalah sebesar 12.291 m2, sedangkan sisanya digunakan untuk wilayah parkir, taman, jalan, dan lainnya. Adapun beberapa pertimbangan atas pemilihan lokasi perusahaan, yaitu sebagai berikut:
a. Wilayah strategis, mudah dicapai oleh transportasi darat dan udara.
b. Fasilitas operasional tersedia dengan mudah, seperti listrik, air, dan telekomunikasi.
2.4. Fasilitas-fasilitas Perusahaan
Fasilitas yang diberikan oleh perusahaan bertujuan untuk memperlancar proses produksi dan memberikan kenyamanan serta kesejahteraan bagi para pekerja.Adapun fasilitas-fasilitas yang diberikan perusahaan kepada para pekerja adalah sebagai berikut:
a. Seluruh ruangan kantor dilengkapi dengan pendingin ruangan (Air Conditioner).
b. Alat cetak atau printer diruangan kantor.
c. Musholla atau ruang sholat untuk para pekerja muslim. d. Kamar mandi diwilayah kantor, pabrik, dan pos satpam. e. Ruangan makan dan makan siang untuk para pekerja.
f. Minuman yang selalu disediakan, termasuk penyediaan teh setiap pagi untuk para pekerja kantor dan penyediaan susu setiap hari untuk para pekerja pabrik. g. Mesin fotokopi yang dapat digunakan oleh para pekerja.
h. Fasilitas telepon dan free internet service, seperti LAN (Local Area Network). i. Lahan parkir yang luas untuk kendaraan para pekerja dan tamu.
j. Mobil perusahaan yang disediakan untuk pekerja yang melaksanakan tugas atau pekerjaan lapangan.
k. Ruang khusus untuk tamu yang datang ke perusahaan.
2.5. Daerah Pemasaran
didalam negeri memiliki kuantitas yang lebih besar daripada pemasaran diluar negeri, dimana daerah pemasaran perusahaan didominasi oleh pulau Jawa dan sekitarnya. Selain itu, wilayah Sumatera dan sekitarnya juga menjadi target pemasaran PT. XYZ. Pemasaran ke luar negeri umumnya dilakukan di Malaysia.
Perbandingan kuantitas pemasaran terhadap dua daerah tersebut adalah sekitar 75% untuk pulau Jawa dan 25% untuk pulau Sumatera, hal ini disebabkan pabrik rokok yang ada di Indonesia lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Perusahaan juga selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dengan tetap menjaga kualitas produk dan selalu berusaha untuk memenuhi permintaan konsumen tepat pada waktu yang diinginkan. Pengiriman dilakukan dengan menggunakan alat angkutan truk untuk pengiriman ke wilayah Sumatera dan sekitarnya, sedangkan pengiriman ke wilayah pulau Jawa dan sekitarnya dilakukan dengan menggunakan kapal (container), begitu juga untuk pengiriman ke luar negeri.
2.6. Dampak Sosial terhadap Lingkungan
a. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat sebagai pemenuhan fungsi ekonomis dan merupakan pembangunan pada sektor industri Indonesia.
b. Meningkatkan dan memanfaatkan sumber daya manusia untuk kebutuhan dalam negeri.
c. Meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat sekitar perusahaan. Hubungan baik yang dibina oleh perusahaan dengan lingkungan sosial masyarakat disekitarnya telah menjadikan perusahaan ini sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Hal ini merupakan salah satu pusat perhatian perusahaan untuk menimbulkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antar pihak perusahaan dengan masyarakat.
2.7. Organisasi, Tugas, dan Tanggung Jawab
2.7.1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan suatu bagan yang menunjukkan aspek hubungan langsung maupun tidak langsung antar bagian, aspek pengawasan, aspek tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian atau departemen. Oleh karena itu, dalam suatu perusahaan sangat perlu dilakukan kerja sama dan koordinasi yang baik dari setiap elemen pada organisasi perusahaan yang membentuk satu unit kesatuan perusahaan dari berbagai departemen dan fungsi yang berbeda, sehingga dapat menciptakan tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan demi kemajuan perusahaan.
a. Bentuk organisasi garis b. Bentuk organisasi staf
c. Bentuk organisasi garis dan staf d. Bentuk organisasi fungsional
e. Bentuk organisasi garis dan fungsional f. Bentuk organisasi fungsional dan staf g. Bentuk organisasi garis, fungsional, dan staf
Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. XYZ
Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. XYZ adalah struktur organisasi lini dan fungsional, yaitu merupakan perpaduan antara organisasi lini dan organisasi fungsional. Sruktur lini merupakan struktur dimana didalamnya terdapat garis wewenang yang menghubungkan langsung secara vertikal antara atasan dan bawahan. Struktur fungsional merupakan struktur organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan oleh pekerja dengan keahlian khusus.
.
2.7.2. Tugas dan Tanggung Jawab
Adapun tugas dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan yang terdapat dalam struktur organisasi PT. XYZ adalah sebagai berikut:
a. Manajer Umum (General Manager)
1) Memimpin dan mengawasi kegiatan perusahaan setiap hari.
2) Bertindak sebagai decision making untuk kepentingan dan kelangsungan perusahaan sehingga tujuan utama perusahaan dapat tercapai.
3) Melakukan hubungan kerja dengan pihak pemerintah dan swasta. b. Manajer Keuangan (Finance Manager)
1) Memeriksa dan menganalisa data, laporan aliran dana dan biaya perusahaan.
c. Manajer Operasi (Mill Operation Manager)
1) Bertanggung jawab penuh terhadap jalannya proses produksi.
2) Merencanakan produksi sesuai dengan spesifikasi standar mutu untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
3) Mengawasi dan mengevaluasi setiap kegiatan produksi dengan mendeteksi kesalahan dan penyimpangan sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan.
d. Supervisor Quality Assurance
1) Bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan pengendalian kualitas. 2) Melakukan kerjasama dengan pihak produksi untuk meningkatkan mutu
dari produk.
e. Manajer Keteknikan (Engineering Manager)
1) Mengawasi setiap operasi mesin-mesin produksi yang ada di lantai pabrik.
2) Mengawasi pelaksanaan perawatan mesin, peralatan atau fasilitas pendukungnya agar produksi dapat berjalan dengan baik.
3) Melakukan koordinir untuk memperbaiki mesin-mesin atau peralatan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
f. Manajer Pembelian (Strategic Procurement Manager)
a. Melakukan hubungan dengan pihak supplier untuk pembelian bahan baku dan bahan penolong.
c. Melakukan persetujuan terhadap kontrak pembelian bahan baku dan bahan penolong dari pihak supplier.
g. Manajer Personalia (Human Resources & General Affairs Manager)
1) Mengatur seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kepegawaian dan pengembangan sumber daya manusia.
2) Membimbing dan mengarahkan bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan. 3) Menjalin dan membina kerjasama dengan pihak luar, baik dengan
perusahaan lain maupun pejabat yang menangani ketenagakerjaan. h. Manajer MIS (Management Information System)
1) Merencanakan sistem informasi yang ada di perusahaan agar berjalan dengan baik.
2) Mengawasi kegiatan perusahaan dalam hal penyaluran informasi.
3) Membuat saluran LAN (Local Area Network) yang menghubungkan setiap bagian didalam perusahaan.
i. Financial Analyst
1) Melakukan pemeriksaan kegiatan internal perusahaan baik di kantor maupun di pabrik agar sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
2) Menangani perencanaan budget perusahaan.
3) Merencanakan dan mengontrol rencana pengeluaran biaya perusahaan. j. Bagian Administrasi Penjualan dan Pemasaran
2.8. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja
2.8.1. Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja pada PT. XYZ adalah sebanyak 201 orang yang terdiri atas 178 orang laki-laki dan 23 orang wanita yang digolongkan atas staf dan karyawan. Golongan staf adalah pekerja pada tingkat manajer, kepala bagian, dan pekerja yang tidak bekerja pada bagian produksi. Sedangkan, golongan karyawan adalah pekerja yang bekerja pada bagian produksi, termasuk satpam.
2.8.2. Jam Kerja
Jam kerja di PT. XYZ terdiri atas dua pembagian jam kerja, yaitu: a. Jam Kerja Non-Shift (Regular)
Jam kerja Non-Shift merupakan jam kerja efektif staf pada hari Senin sampai Jumat selama 7 jam dalam sehari. Jadwal kerja golongan Staf dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jam Kerja Non-Shift
Hari Waktu Kerja Waktu Istirahat
Senin – Jumat 08.30 – 17.00 WIB 12.00 – 13.30 WIB
Sabtu – Minggu Libur
Sumber: PT. XYZ b. Jam Kerja Shift
Tabel 2.2. Jam Kerja Shift
Shift Kerja Waktu Kerja Waktu Istirahat
Shift I 07.00 – 15.00 WIB 12.00 – 13.00 WIB Shift II 15.00 – 23.00 WIB 18.00 – 19.00 WIB Shift III 23.00 – 07.00 WIB 02.00 – 03.00 WIB
Sumber: PT. XYZ
2.9. Sistem Penggajian Karyawan dan Fasilitas
2.9.1. Sistem Penggajian Karyawan
PT. XYZ memiliki 3 sistem pengupahan, yaitu sebagai berikut: a. Upah Bulanan
Upah bulanan diberikan kepada karyawan yang sudah tetap, dimana jumlahnya ditentukan berdasarkan kebijakan pemerintah. Karyawan tetap pada perusahaan ini berjumlah 186 orang yang terdiri dari seluruh anggota Staf.
b. Upah Borongan
Upah borongan diberikan kepada pekerja yang bekerja pada masa tertentu, dimana jumlahnya disesuaikan dengan perjanjian antara perusahaan dengan pekerja tersebut. Jumlah pekerja pada bagian ini ada 8 orang, termasuk supir yang bertugas mengirim hasil produksi ke pabrik rokok yang ada di Sumatera maupun pulau Jawa.
Upah harian diberikan kepada pekerja harian lepas dan pembayarannya dilakukan per hari. Jumlah pekerja lepas ini berjumlah 7 orang, yang terdiri atas cleaning service atau helper.
PT. XYZ memiliki sistem laporan penilaian kinerja yang digunakan untuk menentukan prestasi kerja serta kenaikan gaji atau upah pekerja. Adapun sistem laporan penilaian kinerja tersebut terdiri atas:
a. Kualitas Kerja atau Mutu Kerja
Pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai prosedur kerja yang ada di perusahaan dan mencapai hasil yang memuaskan.
b. Kuantitas Kerja
Pekerja mampu melaksanakan pekerjaannya lebih banyak dari rata-rata yang biasa dilakukan oleh pekerja lainnya.
c. Pengetahuan Kerja
Pekerja mampu menguasai seluk beluk pekerjaannya dengan baik. d. Kepatuhan Kerja
Pekerja melaksanakan tugas tepat waktu sesuai dengan instruksi atasannya. e. Kerjasama
Pekerja dapat bekerjasama dan membina hubungan baik dengan seluruh rekan kerja, sehingga dapat menciptakan suasana kerja yang kondusif.
f. Inisiatif
Pekerja mampu mengemukakan ide-ide dan saran yang membangun untuk kebaikan perusahaan.
Pekerja mampu menjaga nama baik perusahaan dengan sikap teladan.
h. Kehadiran
Pekerja selalu datang tepat waktu sesuai dengan jadwal kerja yang telah ditetapkan.
i. Keselamatan Kerja
Pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai prosedur dan peraturan keselamatan kerja yang berlaku.
Selain pemberian kompensasi/upah, perusahaan juga memberikan berbagai insentif bagi pekerja, yaitu sebagai berikut:
a. Memberikan THR (Tunjangan Hari Raya) b. Memperhatikan kebutuhan rohani karyawan
c. Adanya jaminan kesehatan dan kesejahteraan karyawan d. Jaminan sosial untuk tenaga kerja (Jamsostek)
e. Jaminan kesehatan, antara lain: 1) Cuti sakit
2) Cuti khusus, karena perkawinan atau musibah 3) Tunjangan proyek
4) Tunjangan kemalangan 5) Tunjangan keluarga
Perusahaan juga memberikan fasilitas kerja kepada seluruh karyawan, seperti:
a. Memberikan pakaian kerja kepada setiap tenaga kerja.
b. Memberikan fasilitas pengobatan ke Rumah Sakit tertentu secara cuma-cuma pada setiap tenaga kerja dengan menjalin hubungan kerjasama pada Rumah Sakit tersebut.
BAB III
LANDASAN TEORI
Teori adalah sebuah atau serangkaian konsep yang saling berhubungan yang berfungsi untuk menjelaskan secara ilmiah hubungan spesifik antar sejumlah variabel penelitian, menerangkan fenomena atau gejala yang berkenaan dengan masalah penelitian, dan memprediksi fenomena tersebut.1 Teori yang digunakan merupakan teori yang berkaitan dan mendukung proses pengumpulan dan pengolahan data dengan topik inti penelitian mengenai supply chain atau rantai pasokan dan Lean Six Sigma.
3.1. Pengertian Supply Chain2
Istilah supply chain pertama kali digunakan oleh beberapa konsultan logistik pada sekitar tahun 1980-an, yang kemudian oleh para akademisi dianalisis lebih lanjut pada tahun 1990-an. Supply chain atau dapat diterjemahkan “rantai pasokan” adalah rangkaian hubungan antar perusahaan atau aktivitas yang melaksanakan penyaluran pasokan barang atau jasa dari
1
Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian, Edisi Pertama, Cetakan Pertama (Medan: USU Press, 2011), h. 71.
2
tempat asal sampai ke pembeli atau pelanggan. Supply chain menyangkut hubungan yang terus-menerus mengenai barang, uang, dan informasi. Barang umumnya mengalir dari hulu ke hilir, uang mengalir dari hilir ke hulu, sedangkan informasi mengalir baik dari hulu ke hilir maupun dari hilir ke hulu. Dilihat secara horizontal, ada lima komponen utama atau pelaku dalam supply
chain, yaitu supplier (pemasok), manufacturer (pabrik pembuat barang),
distributor (pedagang besar), retailer (pengecer), dan customer (pelanggan). Secara vertikal ada beberapa komponen utama supply chain, yaitu buyer (pembeli), transporter (pengangkut), warehouse (penyimpan), seller (penjual), dan sebagainya.
Dengan demikian, manajemen supply chain pada hakikatnya adalah perluasan, pengembangan konsep, dan arti dari manajemen logistik. Kalau manajemen logistik mengurusi arus barang, termasuk pembelian, pengendalian tingkat persediaan, pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi dalam satu perusahaan, maka manajemen supply chain mengurusi hal yang sama, tetapi meliputi antar perusahaan yang berhubungan dengan arus barang, mulai dari bahan mentah sampai barang jadi yang dibeli dan digunakan oleh pelanggan.
biaya, dan lebih meningkatkan layanan lain yang diperlukan oleh pelanggan akhir.
3.2. Pengukuran Kinerja Supply Chain Output3
Beberapa parameter pengukuran kinerja supply chain output adalah sebagai berikut:
a. Penjualan, yaitu total pendapatan.
b. Keuntungan, yaitu total pendapatan dikurangi dengan pengeluaran.
c. Tingkat pemenuhan, yaitu jumlah order yang dapat dipenuhi atau selesai dengan segera.
d. Pengiriman tepat waktu (on time deliveries), yaitu mengukur kinerja item, order, atau pengiriman produk.
e. Backorder/stockout, yaitu mengukur kinerja item, order, atau ketersediaan produk.
f. Waktu respon pelanggan (customer response time), yaitu jumlah waktu antara pemesanan hingga pengiriman order.
g. Manufacturing lead time, yaitu total jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
memproduksi satu item atau batch.
h. Kesalahan pengiriman, yaitu jumlah kesalahan pengiriman yang terjadi.
3
i. Keluhan pelanggan (customer complaints), yaitu jumlah keluhan yang disampaikan oleh pelanggan.
3.3. Model SCOR (Supply Chain Operations Reference)4
SCOR adalah suatu model acuan dari operasi supply chain. Seperti halnya kerangka yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, SCOR pada dasarnya juga merupakan model yang berdasarkan proses. Model ini mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen yaitu business process reengineering, benchmarking, dan process measurement kedalam kerangka lintas fungsi dalam
supply chain. Ketiga elemen tersebut memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Business process reengineering pada hakekatnya menangkap proses
kompleks yang terjadi saat ini (as is) dan mendefinisikan proses yang diinginkan (to be).
b. Benchmarking adalah kegiatan untuk mendapatkan data kinerja operasional dari perusahaan sejenis. Target internal kemudian ditentukan berdasarkan kinerja best in class yang diperoleh.
c. Process measurement berfungsi untuk mengukur, mengendalikan, dan
memperbaiki proses-proses supply chain.
4
c. Make, yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku/komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Kegiatan make atau produksi bisa dilakukan atas dasar ramalan untuk memenuhi target stok (make to stock), atas dasar pesanan (make to order), atau engineer to order. Proses yang terlibat disini antara lain adalah penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi (work in process), memelihara fasilitas produksi, dan sebagainya.
d. Deliver, yang merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap
barang maupun jasa. Biasanya meliputi order management, transportasi, dan distribusi. Proses yang terlibat diantaranya adalah menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan.
e. Return, yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk
karena berbagai alasan. Kegiatan yang terlibat antara lain identifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian. Post-delivery customer support juga merupakan bagian dari proses return.
SCOR memiliki tiga hierarki proses. Tiga hierarki tersebut menunjukkan bahwa SCOR melakukan dekomposisi proses dari yang umum ke yang detail seperti halnya model Chan & Li. Tiga level tersebut adalah:
b. Level 2 dikatakan sebagai configuration level dimana supply chain perusahaan bisa dikonfigurasi berdasarkan sekitar 30 proses inti. Perusahaan bisa membentuk konfigurasi saat ini (as is) maupun yang diinginkan (to be). c. Level 3 dinamakan process element level, mengandung definisi elemen
proses, input, output, metrik masing-masing elemen proses.
Dengan melakukan analisis dan dekomposisi proses, SCOR bisa mengukur kinerja supply chain secara obyektif berdasarkan data yang ada serta bisa mengidentifikasikan dimana perbaikan perlu dilakukan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Implementasi SCOR tentu saja membutuhkan usaha yang tidak sedikit untuk menggambarkan proses bisnis saat ini maupun mendefinisikan proses yang diinginkan.
5
Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) menetapkan dua kategori utama, yaitu: (1) Customer Facing, berkaitan dengan evaluasi kinerja pelanggan, dan (2) Internal Facing, berkaitan dengan evaluasi kinerja internal perusahaan. Kategori Customer Facing terdiri dari tiga atribut kinerja (performance attribute), yaitu: (1) Supply chain delivery reliability, (2) Supply chain responsiveness, dan (3) Supply chain flexibility. Kategori Internal Facing
terdiri dari dua atribut kinerja (performance attribute), yaitu: (1) Supply chain cost, dan (2) Supply chain asset management efficiency. Kedua kategori utama itu ditunjukkan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pengukuran Kinerja Mengikuti Model SCOR
Kategori 1: Customer Facing
5
Atribut Kinerja Metrik Kinerja Definisi
Supply chain delivery reliability
Delivery performance Persentase order terkirim sesuai jadwal
dan sepenuhnya pada pelanggan
Fill rate Persentase jumlah permintaan dikirim
dalam 24 jam dari menerima pesanan Perfect order fulfillment
Persentase order yang terkirim tepat waktu dan sepenuhnya, sesuai dengan pesanan secara sempurna tanpa ada kesalahan
Supply chain responsiveness
Order fulfillment lead time
Jumlah hari dari menerima pesanan sampai pengiriman pada pelanggan
Supply chain flexibility
Supply chain response time
Jumlah hari rantai pasokan untuk merespon perubahan permintaan signifikan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti
Tabel 3.1. Pengukuran Kinerja Mengikuti Model SCOR (Lanjutan)
Kategori 1: Customer Facing
Atribut Kinerja Metrik Kinerja Definisi
Supply chain
flexibility Production flexibility
Jumlah hari untuk meraih 20% perubahan pesanan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti
Kategori 2: Internal Facing
Atribut Kinerja Metrik Kinerja Definisi
Supply chain cost
Supply chain management cost
Biaya langsung dan tidak langsung untuk perencanaan, sumber, dan pengiriman produk dan jasa
Cost of goods sold
Biaya langsung dari material dan tenaga kerja untuk memproduksi sebuah produk atau jasa
Value-added productivity
Biaya material langsung dikurangi dari pendapatan dan dibagi dengan jumlah pekerja, seperti penjualan per pekerja
Supply chain cost Warranty/returns
processing cost
Biaya langsung dan tidak langsung terkait dengan pengembalian karena cacat, pemeliharaan yang direncanakan, dan kelebihan persediaan
Supply chain Asset Management
Efficiency
Cash to cash cycle time Jumlah hari terkait kas sebagai modal
kerja
Inventory days of supply Jumlah hari terkait kas sebagai
simpanan
Asset turns Pendapatan dibagi dengan total aset
3.3.1. Metrik pada Model SCOR6
Seperti halnya model Chan & Li yang memiliki berbagai dimensi untuk pengukuran kinerja, SCOR juga menggunakan beberapa dimensi umum, yaitu: a. Reliability
b. Responsiveness c. Flexibility d. Costs e. Assets
Tabel 3.2. Performance Metrics Level 1
Performance Attribute Customer Facing
Internal Facing Reliability Responsiveness Flexibility Costs Assets
Delivery performance √
Fill rate by line item √
Perfect order fulfillment √
Order fulfillment lead time √
Supply chain response time √
Production flexibility √
Supply chain management
costs √
Costs of goods sold √
Value added productivity √
Warranty cost or return
processing cost √
Cash to cash cycle time √
Inventory days of supply √
Asset turns √
Sumber: Supply Chain Council
Tabel 3.2 menunjukkan 13 metrik level 1 yang ada pada model SCOR. Metrik-metrik tersebut ada yang customer facing, artinya penting bagi
6
pelanggan, dan ada juga internal facing, yang berarti penting untuk monitoring internal tetapi tidak langsung menjadi perhatian pelanggan. Sebagai contoh, pelanggan sangat berkepentingan terhadap kinerja pengiriman. Keterlambatan dan kerusakan sewaktu proses pengiriman menjadi perhatian penting bagi pelanggan sehingga delivery performance adalah metrik yang customer facing. Sebaliknya, pelanggan tidak perlu repot memonitor jumlah persediaan yang dimiliki perusahaan, tetapi secara internal perusahaan sangat berkepentingan untuk memiliki jumlah persediaan yang cukup tetapi tidak berlebihan. Oleh karena itu, inventory days of supply, yang merupakan ukuran tingkat persediaan, merupakan metrik yang internal facing.
Perusahaan-perusahaan yang tergolong best in class memiliki kinerja supply chain yang secara signifikan lebih bagus dibandingkan dengan
perusahaan rata-rata. Tabel 3.3 menunjukkan perbedaan kinerja supply chain antara perusahaan-perusahaan bagus dengan mereka yang berada pada tingkat rata-rata. Sebagai contoh, perusahaan best in class mampu mengirim 93% dari pesanan pelanggan sesuai jadwal, sementara perusahaan rata-rata hanya mampu mencapai angka 69%.
Tabel 3.3. Beberapa Penjelasan Metrik Supply Chain serta Benchmark
Kinerja
Metrik Penjelasan Best in
class
Rata-rata
Delivery performance Persentase order terkirim sesuai jadwal 93% 69%
Fill rate by line item
Persentase jumlah permintaan dipenuhi tanpa menunggu, diukur tiap jenis produk (line items)
97% 88% Perfect order
fulfillment
Persentase order yang terkirim komplit dan
Order fulfillment lead time
Waktu antara pelanggan memesan sampai
pesanan tersebut mereka terima 135 hari 225 hari Warranty cost or
return processing cost
Persentase pengeluaran untuk warranty
terhadap nilai penjualan 1,2% 2,4% Inventory days of
supply
Lamanya persediaan cukup untuk memenuhi kebutuhan kalau tidak ada pasokan lebih lanjut
55 hari 84 hari
Cash to cash cycle time
Waktun antara perusahaan membayar material ke supplier dan menerima pembayaran dari pelanggan untuk produk yang dibuat dari material tersebut
35,6 hari 99,4 hari
Asset turns Berapa kali suatu asset bisa digunakan untuk
memperoleh revenue dan profit 4,7 kali 1,7 kali Sumber: Supply Chain Council, seperti dikutip Vollmann et all, 2005, p.105
3.3.2. Beberapa Contoh Perhitungan
Untuk memberikan gambaran lebih jelas, berikut akan didefinisikan beberapa metrik tersebut dan contoh perhitungannya.
3.3.2.1.Inventory Days of Supply
Metrik ini mengukur kecukupan persediaan dengan satuan waktu (hari). Jadi, inventory days of supply adalah lamanya rata-rata (dalam hari) suatu perusahaan bisa bertahan dengan jumlah persediaan yang dimiliki (apabila tidak ada pasokan lebih lanjut). Metrik ini berada pada klasifikasi asset. Kinerja supply chain dikatakan bagus apabila mampu memutar asset dengan cepat
(dengan kata lain memiliki asset turn over yang tinggi). Dengan demikian, maka semakin pendek inventory days of supply, semakin bagus kinerja asset suatu supply chain. Contoh perhitungan inventory days of supply:
adalah 4000 / 250 unit = 16 unit sehingga jumlah hari rata-rata yang bisa ditutupi oleh persediaan yang dimiliki adalah 150 / 16 = 9,375 hari. Perhitungan inventory days of supply ini bisa dilakukan per jenis barang atau secara agregat
untuk sekelompok atau keseluruhan persediaan yang dimiliki perusahaan. Apabila perhitungan dilakukan secara agregat, rata persediaan maupun rata-rata kebutuhan (konsumsi) sama-sama diwujudkan dalam satuan uang (nilai persediaan dalam rupiah).
3.3.2.2.Cash to Cash Cycle Time
Metrik ini mengukur kecepatan supply chain mengubah persediaan menjadi uang. Semakin pendek waktu yang dibutuhkan, semakin bagus bagi supply chain. Perusahaan yang bagus biasanya memiliki siklus cash to cash
pendek. Dell Computers, yang menjual produk langsung ke pelanggan akhir tanpa menyimpan produk akhir, memiliki cash to cash cycle time negatif, sekitar -10 sampai -20 hari (Vollmann et all, 2005, p.108). Ada tiga komponen dalam perhitungan cash to cash cycle time, yaitu:
a. Rata-rata account receivable (dalam hari) yang merupakan ukuran seberapa cepat pelanggan membayar barang yang sudah diterima.
b. Rata-rata account payable (dalam hari) yang mengukur kecepatan perusahaan membayar ke pemasok untuk material/komponen yang sudah diterima.
c. Rata-rata persediaan (dalam hari, yaitu inventory days of supply).
Cash to cash cycle time = inventory days of supply + average days of account
receivable - average days of account payable
Metrik ini pada dasarnya mengukur kesehatan finansial suatu supply chain. Untuk memperpendek cash to cash cycle time, perusahaan bisa
melakukan salah satu atau kombinasi dari tiga cara berikut:
Menurunkan tingkat persediaan, melakukan negosiasi term pembayaran ke supplier (supaya lebih lama), dan melakukan negosiasi dengan pelanggan
(supaya mereka membayar lebih cepat). Menurut Vollmann et al. (2005), cash to cash cycle time mengintegrasikan siklus yang terjadi di tiga fungsi yaitu
pengadaan (purchasing), produksi (manufacturing), dan penjualan/distribusi (sales/distribution).
3.4. Konsep Dasar Lean7
Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi akitivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain
management yang berkaitan langsung dengan pelanggan. Lean dapat
didefenisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) melalui peningkatan terus menerus secara radikal dengan cara mengalirkan produk (material, work in
7
process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari
pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar kesempurnaan.
3.5. Konsep Dasar Six Sigma8
Six Sigma adalah suatu upaya terus-menerus (continuous improvement
efforts) untuk:
a. Menurunkan variasi dari proses, agar b. Meningkatkan kapabilitas proses, dalam
c. Menghasilkan produk (barang dan atau jasa) yang bebas kesalahan (zero defects-target minimum 3,4 DPMO (Defects per Million Opportunities),
d. Untuk memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Catatan Penting:
Apabila produk (barang dan atau jasa) diproses pada tingkat kinerja kualitas (kapabilitas proses) Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan oleh pelanggan akan ada dalam produk (barang dan atau jasa) itu.
APICS dictionary (2005) mendefinisikan Kualitas Six Sigma sebagai sekumpulan konsep dan praktik terbaik dalam bisnis yang bertujuan:
a. Menurunkan variabilitas dalam proses dan mengurangi cacat dalam produk. b. Hanya memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi
(3,4 DPMO).
8
c. Melakukan inisiatif-inisiatif peningkatan proses untuk mencapai target kinerja six sigma.
d. Meningkatkan kinerja bottom-line.
e. Menciptakan dan memonitor aktivitas-aktivitas bisnis agar mengurangi pemborosan (waste) dan kebutuhan sumber-sumber daya.
f. Meningkatkan kepuasan pelanggan.
3.6. Konsep Dasar Lean Six Sigma9
Lean Six Sigma yang merupakan kombinasi antara Lean dan Six Sigma
dapat didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemis dan sistematis:
a. Untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activities). b. Melalui peningkatan terus-menerus radikal (radical continuous
improvement) untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma (kapabilitas
proses 6 sigma).
c. Dengan cara mengalirkan produk (material, work in process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal.
d. Untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan hanya dengan memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi (3,4 DPMO).
9
Fokus Lean dan fokus Six Sigma ditunjukkan dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Fokus Lean dan Six Sigma
Fokus Lean Fokus Six Sigma
Pemborosan material, waktu, aktivitas, dll Variasi proses Menyeimbangkan aliran dalam proses
(value stream)
Identifikasi akar-akar penyebab dari masalah
Reduksi Cycle Time Menciptakan output proses yang seragam bebas cacat
Sangat penting untuk meningkatkan produktivitas
Sangat penting untuk meningkatkan kapabilitas proses dan kualitas produk
Sumber: Gaspersz, 2008
3.7. Lean Six Sigma Supply Chain Management10
3.7.1. Apa itu Lean Six Sigma Supply Chain Management?
Menurut APICS dictionary (2010), supply chain adalah jaringan kerja (network) global yang digunakan untuk menyerahkan produk (barang dan atau jasa) mulai dari bahan baku sampai ke pelanggan akhir melalui suatu aliran informasi, distribusi fisik, dan kas (cashflow).
Supply Chain Management adalah desain, perencanaan, eksekusi,
pengendalian dan pemantauan (monitoring) aktivitas-aktivitas supply chain yang bertujuan menciptakan nilai bersih (net value), membangun infrastruktur yang kompetitif, mengefektifkan worldwide logistics, mensinkronkan penawaran (supply) dengan permintaan (demand), dan mengukur kinerja secara global.
Lean Six Sigma Supply Chain Management adalah pendekatan sistematik
untuk mengidentifikasi dan menghilangkan waste atau pemborosan
10
aktivitas tidak bernilai tambah) serta variasi-variasi sepanjang proses-proses supply chain (SIPOC), melalui peningkatan terus-menerus (continuous
improvement), yang mengalirkan produk melalui menarik (pull) produk dari
pelanggan akhir, untuk mengejar keunggulan dalam semua proses supply chain. Catatan: SIPOC = Supplier, Input, Process, Output, Customer.
3.7.2. Pengukuran Kinerja Lean Supply Chain Management
Karakteristik dari indikator kinerja kunci (key performance indicators = KPIs) yang baik harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
a. Sederhana (Simple) b. Praktis (Practical) c. Spesifik (Specific)
d. Dapat diukur (Measurable)
e. Dapat dicapai tetapi menantang (Attainable but challenging) f. Relevan dengan tujuan strategik bisnis (Relevant)
g. Berbatas waktu (Time-bounded) h. Dinamik (Dynamic)
Pengukuran indikator kinerja kunci harus dilakukan sepanjang proses-proses supply chain (SIPOC = Supplier, Input, Process, Output, Customer). Ukuran-ukuran kinerja utama dalam lean supply chain management dapat diadopsi dari model SCOR (Supply Chain Operations Reference).
The Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model dikembangkan
membership organization) yang beranggotakan perusahaan-perusahaan yang
tertarik, organisasi-organisasi nirlaba, agen-agen pemerintah dan militer, konsultan, tenaga akademik, dll. Model SCOR dapat diterapkan pada akivitas-aktivitas berikut:
a. Semua interaksi dengan pelanggan sejak pemasukan pesanan (order entry) sampai pembayaran.
b. Semua transaksi produk (bahan baku, barang jadi, dan atau jasa), termasuk peralatan, suku cadang, software, dll.
c. Semua interaksi dengan pasar sejak memahami permintaan agregat sampai pemenuhan pesanan.
Model SCOR tidak diterapkan pada proses-proses berikut: a. Penjualan dan pemasaran.
b. Riset dan pengembangan teknologi. c. Pengembangan produk.
d. Beberapa elemen dari post-delivery customer support (tetapi itu diterapkan dalam proses pengembalian produk).
3.7.3. Langkah-langkah Solusi Masalah dalam Lean Six Sigma Supply
Chain Management
Delapan langkah dan tujuh alat dalam solusi masalah kualitas yang telah umum diketahui sangat bermanfaat bagi pemula yang terlibat dalam proses peningkatan kinerja lean supply chain management.
Langkah 1: Mendefinisikan masalah dan menentukan tema perbaikan proses-proses suppy chain (SIPOC).
Langkah 2: Mencari semua penyebab yang mungkin. Langkah 3: Menganalisis akar penyebab masalah. Langkah 4: Merencanakan tindakan perbaikan. Langkah 5: Melaksanakan perbaikan.
Langkah 6: Mempelajari hasil-hasil perbaikan.
Langkah 7: Menstandardisasikan solusi dan praktek-praktek terbaik.
Langkah 8: Membuat laporan akhir dan menentukan rencana perbaikan proses-proses supply chain (SIPOC) berikutnya.
Ke-8 langkah yang dikemukakan diatas dapat diorganisasikan kedalam siklus Deming (PDSA-Plan, Do, Study, Act) atau kedalam siklus DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and Control) yang merupakan metodologi pendekatan solusi masalah dalam proyek-proyek Lean Six Sigma.
Delapan langkah dalam siklus PDSA terdiri dari: Plan (Merencanakan):
Langkah 1: Mendefinisikan masalah dan menentukan tema perbaikan kinerja. Langkah 2: Mencari semua penyebab yang mungkin.
Langkah 3: Menganalisis akar penyebab masalah. Langkah 4: Merencanakan tindakan perbaikan. Do (Melaksanakan):
Langkah 6: Mempelajari hasil-hasil perbaikan. Act (Menindaklanjuti):
Langkah 7: Menstandardisasikan solusi dan praktek-praktek terbaik.
Langkah 8: Membuat laporan akhir dan menentukan rencana perbaikan kinerja berikutnya.
Delapan langkah dalam siklus PDSA diatas apabila dikaitkan dengan metodologi Lean Six Sigma DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and Control), maka akan menjadi sebagai berikut:
Define (D)-Mendefinisikan:
Langkah 1: Mendefinisikan masalah dan menentukan tema perbaikan kinerja supply chain.
Measure (M)-Mengukur:
Langkah 2: Verifikasi pengukuran dan mencari semua penyebab yang mungkin.
Analyze (A)-Menganalisis:
Langkah 3: Menganalisis akar penyebab masalah. Langkah 4: Merencanakan tindakan perbaikan. Improve (I)-Meningkatkan:
Langkah 5: Melaksanakan perbaikan.
Langkah 6: Mempelajari hasil-hasil perbaikan. Control (C)-Mengendalikan:
Langkah 8: Membuat laporan akhir dan menentukan (mendefinisikan) rencana perbaikan kualitas berikutnya.
Delapan langkah yang dikemukakan diatas, baik dalam siklus Deming (PDSA) maupun siklus DMAIC, metodologi Lean Six Sigma membutuhkan alat-alat perbaikan kualitas sederhana, yang disebut sebagai tujuh alat-alat, sehingga umum dikenal sebagai: Delapan Langkah Tujuh Alat (DELTA).
Tujuh alat yang sering dipergunakan oleh Tim Peningkatan Kinerja adalah:
a. Lembar periksa (check sheet) b. Stratifikasi
c. Diagram Pareto
d. Diagram sebab-akibat (cause and effect diagram) atau diagram tulang ikan (fish bone diagram)
e. Histogram
f. Diagram tebar (korelasi)
g. Peta-peta kontrol (control charts) dan analisis kapabilitas (capability analysis)
Catatan:
*
*
) Yang diperlukan dalam memahami implementasi statistika untuk solusi masalah kinerja dalam proses-proses supply chain adalah 80% berkaitan dengan Statistical Thinking (memahami bagaimana perilaku proses statistikal yang ditimbulkan oleh variasi penyebab khusus dan variasi penyebab umum) dan hanya 20% berkaitan dengan aplikasi Statistical Tools (penerapan alat-alat statistika yang sekarang ini analisisnya telah banyak menggunakan bantuan paket-paket software computer, seperti: Minitab, dll).
3.8. Tiga Jenis Aktivitas11
Salah satu proses penting dalam pendekatan lean adalah identifikasi aktivitas-aktivitas mana yang memberikan nilai tambah dan mana yang tidak. Seyogyanya aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dikurangi atau bahkan dihilangkan. Namun, sering kali kita bisa jumpai di lapangan ada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya tidak memberikan nilai tambah namun tidak bisa dihilangkan. Dalam konteks ini kita akan membedakan aktivitas-aktivitas menjadi tiga, yaitu:
a. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (non-value adding) dan bisa direduksi atau dihilangkan.
11
b. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah tapi perlu dilakukan (necessary but non value adding).
c. Aktivitas yang memang memberikan nilai tambah (value adding).
Aktivitas produksi, yaitu mengubah bahan baku menjadi produk setengah jadi atau produk jadi adalah kegiatan yang memberikan nilai tambah. Nilai tambah tersebut harus dikaitkan dengan perspektif pelanggan. Artinya, perubahan bahan baku menjadi produk jadi adalah sesuatu yang punya nilai bagi pelanggan karena produk tersebut punya fungsi atau bisa dimanfaatkan oleh pelanggan. Kegiatan memindahkan material tidak memberikan nilai tambah, namun seringkali tidak bisa dihilangkan, kecuali dengan melakukan perombakan dramatis pada tata letak fasilitas produksi. Demikian juga halnya dengan kegiatan transportasi dan penyimpanan. Kedua kegiatan ini tidak memberikan nilai tambah, namun sering kali harus dilakukan.
Pada lingkungan manufaktur atau logistik dimana yang dominan adalah aktivitas fisik, aktivitas non value adding biasanya dominan. Secara umum, menurut Hines dan Taylor (2000), rasio ketiga jenis aktivitas diatas adalah sebagai berikut:
a. 5% aktivitas yang memberikan nilai tambah.
b. 60% aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (dan mungkin bisa dikurangi).