Konsep Perbaikan Kinerja Supply Chain Management dengan Pendekatan
SCOR Model
Ajeng Pratiwi dan Haryadi Sarjono
School of Business Management (SoBM), Bina Nusantara of University Jl. KH. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat 11480, Indonesia
Telp. (62-21) 5345830 ext 2345, Fax (62-21) 5300244 E-mail: ajengissaputrii@yahoo.com dan haryadi_s@binus.edu;
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi kinerja supply chain management produk teh herbal sirsak dengan pendekatan SCOR (Supply Chain Operations Reference) model dan memberikan alternatif pemecahan masalah strategis dalam mengevaluasi kinerja rantai pasokannya yang berupa usulan perbaikan kinerja proses produksinya. Penelitian ini dilakukan di PT. Mahkota Indonesia yang memproduksi obat herbal dengan merk sendiri. Metode penelitian adalah metode deskriptif. Berdasarkan metric yang diukur nantinya, akan dapat disimpulkan apakah kinerja SCM produk teh herbal sirsak sudah efisien atau belum, hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran kinerja metrik dari Perfect Order Fulfillment (POF), Order Fulfillment Cycle Time (OFCT), Cost of Goods Sold (COGS), dan Cash to Cash Cycle Time (CTCCT).
Kata kunci: SCOR model, pengukuran kinerja, teh herbal sirsak Abstract
The purpose of this study was to evaluate the performance of supply chain management products herbal tea with soursop approach SCOR (Supply Chain Operations Reference) Model and provide alternative solutions to strategic problems in evaluating the performance of its supply chain performance improvement proposals in the form of the production process. This research was conducted in PT. Indonesian crown that produces its own brand of herbal medicine. The research method is descriptive method. Based on the metrics that will be measured, will be able to conclude whether the performance of SCM products soursop already efficient herbal tea or not, it can be seen from the results of measuring the performance metrics of the Perfect Order Fulfillment (POF), Order Fulfillment Cycle Time (OFCT), Cost of Goods Sold (COGS), and Cash to Cash Cycle Time (CTCCT). Keywords: SCOR model, performance measurement, soursop herbal tea.
1. Pendahuluan
Pelaku industri manufaktur mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk murah, berkualitas, dan cepat di dalam sebuah perusahaan tidaklah cukup. Ketiga aspek tersebut memerlukan peran serta semua pihak mulai dari pemasok yang mengolah bahan baku menjadi produk jadi, perusahaan transportasi yang mengirimkan bahan baku dari pemasok ke pabrik, serta jaringan distribusi yang akan menyampaikan produk ke tangan pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas dan cepat inilah yang kemudian melahirkan konsep baru yaitu Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management = SCM). Semangat kolaborasi, integrasi, dan koordinasi untuk mewujudkan sinergisme dalam rangka memuaskan konsumen akhir yang merupakan tujuan dari SCM sehingga rantai pasok tersebut mampu bersaing dan mendapatkan keuntungan.
Kekuatan supply chain sangat penting untuk memenangkan keunggulan bersaing. Saat ini persaingan terjadi bukan antara perusahaan dengan perusahaan lainnya. SCM yang baik pada supply chain perusahaan membuat perusahaan mampu menyajikan produk yang dikehendaki atau sesuai dengan kemauan konsumen akhir, serta dapat memasok barang ke pasar dengan cepat dan tepat waktu sehingga lebih unggul dari para pesaingnya.
Pasar farmasi di Indonesia dan Asia Pasifik berkembang dengan pesat. Di Indonesia pasar farmasi bertambah sekitar 12-14% per tahunnya. Kenaikan tersebut karena meningkatnya jumlah konsumsi obat yang disebabkan peningkatan daya beli masyarakat, juga diakibatkan karena bertambahnya penduduk usia 65 tahun keatas yang turut menggerakkan konsumsi obat lebih banyak. Demikian pula dengan perkembangan pasar obat herbal di Indonesia, terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Berikut ini adalah data pertumbuhan pasar obat herbal di Indonesia. Mengutip data dari Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, pada tahun 2007 pasar obat herbal di Indonesia mencapai 6 triliun. Dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 9,2 triliun. Sehingga sampai pada tahun 2013 pasar obat herbal terus mengalami peningkatan menjadi 13,5 triliun. Fenomena ini melahirkan keyakinan bahwa bisnis obat herbal di Indonesia mempunyai prospek yang menggembirakan di masa mendatang.
Saat ini, kecenderungan masyarakat yang mengkonsumsi obat herbal terus meningkat. Hal ini seharusnya dimanfaatkan untuk mengolah serta memproduksi kekayaan alam di Indonesia yang memproduksi tanaman obat yang digunakan sebagai bahan baku obat herbal. Mengingat hingga saat ini bahan baku obat tradisional di Indonesia sekitar 60 persen masih diimpor dari berbagai negara, padahal potensi Indonesia disektor bahan baku obat herbal sangat besar. Ini merupakan tantangan yang harus dihadapi produsen obat herbal di Indonesia untuk mampu menyediakan kebutuhan konsumen dengan baik tetapi sekaligus tetap kompetitif.
Oleh karena itu, PT. Mahkotadewa Indonesia yang memproduksi obat herbal dengan merk sendiri, harus membuat langkah-langkah strategis yang tepat dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat. Salah satu langkah strategis yang dapat diambil adalah dengan mengevaluasi kinerja supply chain, dengan demikian dapat diketahui pada tahap mana dalam proses pemenuhan kebutuhan konsumen yang mengalami masalah sehingga permintaan tidak dapat dilayani dengan baik, dalam hal jumlah maupun waktu. Untuk mengukur kinerja supply chain di PT. Mahkotadewa Indonesia, maka diperlukan suatu pengukuran melalui pendekatan yaitu Supply Chain Operation Reference (SCOR). Penerapan metode SCOR pada supply chain management menyediakan pengamatan dan pengukuran proses supply chain secara menyeluruh. Supply Chain Operations Reference (SCOR) model yaitu suatu model yang dirancang oleh Supply Chain Council (SCC). Dalam hal ini terdapat beberapa versi pada SCOR. Saat ini SCC telah mengeluarkan model SCOR versi 10.0 [1]. Model SCOR adalah salah satu model dari operasi supply chain, yang pada dasarnya merupakan model berdasarkan proses. Model ini mengintegrasikan tiga unsur utama dalam manajemen, yaitu business process reengineering (BPR), benchmarking, dan best practice analysis (BPA) kedalam kerangka lintas fungsi supply chain. SCOR membagi proses-proses supply chain menjadi lima proses inti yaitu plan, source, make, deliver, return. SCOR memiliki tiga level proses dari yang umum hingga ke yang detail.
2.
Kajian Literatur
2.1. Pengertian Supply Chain Management
Supply chain management adalah aktivitas yang terintegrasi mulai dari pembelian (pemasok) bahan baku dan pelayanan, mengubah (produksi) menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman (distributor) ke pelanggan [2]. SCM adalah bagaimana cara mengelola aset rantai pasokan informasi produk dan aliran dana untuk memaksimalkan proses produksi [3].
SCM adalah suatu pendekatan dalam mengintegrasikan berbagai supplier, manufacturer, warehouse, dan stores sehingga bahan baku dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah, lokasi dan waktu yang tepat dan juga biaya yang seminimal mungkin [4]. SCM adalah akitivitas yang berfokus pada mengintegrasikan dan mengelola aliran barang dan jasa dan informasi melalui rantai pasok untuk membuatnya responsif terhadap kebutuhan pelanggan dengan tujuan menurunkan total biaya [5]. Supply chain management adalah metode, alat, atau pendekatan integratif untuk mengelola aliran produk, informasi dan dana secara terintegrasi yang melibatkan pihak-pihak mulai dari hulu ke hilir [6].
2.2. Kaitan dengan penelitian sebelumnya
Model referensi operasi rantai suplai (SCOR) adalah alat manajemen yang digunakan untuk mengatasi, memperbaiki, dan berkomunikasi rantai pasokan keputusan manajemen antara perusahaan dengan pemasok dan pelanggan [7]. Studi kasus ini adalah tentang menentukan keterbatasan model SCOR diperusahaan industri manufaktur di Turki, sedangkan hasil penerapan dari model scor untuk menganalisis rantai pasokan dari IOC dan menggunakan metode topsis untuk memprioritaskan proyek-proyek yang diusulkan sesuai dengan metrik scor sebagai criteria [8] dan penelitian ini menyajikan analisis akhir pada proses karakteristik rantai pasokan untuk Biodiesel Castor [10]. SCOR model menunjukkan kekuatan dan kelemahan dalam rencana desain strategis dan logistik sebagai aspek penting dalam mencari alternatif.
2.3. Supply Chain Operation Reference (SCOR) model versi 10.0
Supply Chain Operation Reference (SCOR) model merupakan suatu model konseptual yang dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCC), sebuah organisasi non-profit independent dengan kerangka kerja, perbaikan metodologi, dan benchmarking tools untuk membantu anggota organisasi dan melakukan perbaikan dalam kinerja rantai pasok. Keanggotaan terbuka untuk semua perusahaan dan organisasi yang tertarik untuk mendaftar dan memajukan sistem SCM. Model SCOR menyediakan kerangka kerja unik yang menghubungkan proses bisnis, metrik, praktik terbaik dan fitur teknologi menjadi sebuah kesatuan struktur untuk mendukung komunikasi di antara mitra rantai pasok untuk meningkatkan efektivitas manajemen rantai pasokan yang terkait dalam kegiatan perbaikan rantai pasokan [1].
SCC didirikan pada tahun 1996 dan diprakarsai oleh beberapa organisasi/perusahaan seperti Bayer, Compaq, Procter & Gamble, Lockheed Martin, Nortel, Rockwell Semiconductor, Texas Instruments, 3M, Cargill, Pittglio, Rabin, Todd & McGrath (PRTM), dan AMR (Advanced Manufacturing Research) yang beranggotakan 69 orang sukarelawan yang terdiri dari para praktisi dunia industri dan para peneliti [9]. Kelebihan dari SCOR model sebagai Process Reference Model (PRM) adalah kemampuannya untuk mengintegrasikan Business Process Reengineering (BPR), benchmarking dan Best Practice Analyze (BPA) kedalam kerangka kerja supply chain.
Terdapat 4 level tahapan pemetaan SCOR version 10.0 [1], yaitu:
a) Level 1, mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR model. Selain itu, pada tahap ini juga ditetapkan target-target performance perusahaan untuk bersaing.
b) Level 2, merupakan tahap konfigurasi dimana supply chain perusahaan bisa dikonfigurasikan berdasarkan sekitar 30 proses inti. Perusahaan bisa membentuk konfigurasi saat ini (as-is) maupun yang diinginkan (to-be).
c) Level 3, merupakan tahap dekomposisi proses-proses yang ada pada rantai pasok menjadi elemen-elemen yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi elemen-elemen proses, input dan output dari informasi mengenai proses elemen, metrik-metrik dari kinerja proses, best practices dan kapabilitas sistem yang diperlukan untuk mendukung best practices.
d) Level 4, merupakan tahap implementasi yang memetakan program-program penerapan secara spesifik serta mendefinisikan perilaku-perilaku untuk mencapai competitive advantage dan beradaptasi terhadap perubahan kondisi bisnis. Didalam penelitian ini level 4 tidak dihitung, karena ini adalah level tahap implementasi di perusahaan.
Level
# Description Schematic Comments
1.
Top Level (Process Types)
Level 1 defines the scope and content for the Supply Chin Operations Reference Model. Here the basis of competition performance targets are set.
2.
Configuration Level (Process
Categories)
A company’s supply chain can be “configured-to-order” at Level 2 from core “process categories”. Companies implement their operations strategy through the configurations they choose for their supply chain. 3. Process Element Level (Decompose Processes) Level 3 defines a company’s ability to compete successfully in its chosen markets, and consists of :
Process element definitions Process element
information inputs, and ouputs
Process performance metrics
Best practices, where applicable
System capabilities required to support best practices Systems/tools 4. Implementatio n Level (Decompose Process Elements) Companies implement specific supply-chain management practices at this level. Level 4 defines practices to achieve competitive advantage and to adapt to changing business conditions. Gambar 1. Tahap-tahap proses pemetaan supply chain dengan SCOR
Plan deliver make source Return Return P1.1 Identify Prioritize, and aggregate supply chain P1.2 Identify,As sets, Aggregate supply chain resources P1.3 Balance supply chain resource with supply chain requiremen ts P1.4 Establish and Communica te supply chain plans Not in Scope
S
u
pp
ly
-C
h
ai
n
O
p
er
at
io
n
s
R
ef
er
en
ce
M
od
el
Gambar 2. Model pemetaan Level 1 supply chain dengan SCOR
Berdasarkan Supply Chain Operations Reference Model, SCOR version 10.0 overview, komponen-komponen yang tercakup dalam Process Reference Model adalah :
a. Performance Metrics, standar metrik untuk mengukur proses kinerja.
b. Processes, deskripsi standar proses manajemen dan kerangka proses hubungan. c. Best Practices, management practices yang dapat menghasilkan kinerja terbaik dalam
industri sejenis.
d. People, pelatihan dan keterampilan yang sesuai dengan persyaratan proses, best practices dan metrics.
Pada kasus manajemen rantai pasok yang kompleks, pemetaan dalam processreference model dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Implementasi dilakukan sesuai dengan fungsinya, ini ditujukan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan.
b. Digambarkan secara jelas dan komunikatif. c. Diukur, dikelola dan dikontrol.
d. Dilakukan langkah penyesuaian untuk kepentingan spesifik.
Dalam Supply Chain Operations Reference Model, SCOR version 10.0 overview disebutkan bidang-bidang yang termasuk dalam SCOR adalah:
a. Seluruh interaksi yang terdapat dalam rantai pasok perusahaan, baik itu interaksi dengan pemasok maupun dengan konsumen., mulai dari proses pemesanan produk hingga proses pembayaran oleh konsumen.
b. Seluruh transaksi produk yang berupa barang dan jasa, yaitu semua aliran transaksi mulai dari supplier’s supplier sampai aliran transaksi material ke customer’s customer, termasuk peralatan, supplies, spare parts, bulk product, software dan lain sebagainya.
c. Keseluruhan interaksi dengan pasar, yaitu dari pemahaman mengenai aggregate demand sampai dengan proses pemenuhan setiap order yang ada.
SCOR tidak mencakup hal-hal berikut ini:
a. Proses-proses administrasi penjualan (demand generation) b. Proses-proses riset dan pengembangan teknologi
c. Perancangan dan pengembangan produk
Gambar 3. Model pemetaan Level 2 supply chain dengan SCOR
C
u
st
om
er
s
S
u
p
p
li
er
s
Source S1 Source Stocked Product S2 Source Make-to-Order Product S3 Source Engineer-to-Order Product Make M1 Make-to-Stock M2 Make-to-Order M3 Engineer-to-Order Deliver D1 Deliver Stocked Product D2 Deliver Made-to-Order Product D3 Deliver Engineered-to-Order Product D4 Deliver Retail ProductSource Return
SR1 Return Defective Product SR2 Return MRO Product SR3 Return Excess Product
Deliver Return
DR1 Return Defective Product DR2 Return MRO Product DR3 Return Excess Product
Enable Plan Source Make Deliver Return
1) Establish and Manage Rules 2) Assess performance 3) Manage Data 4) Manage Inventory 5) Manage Capital Assets 6) Manage Transportation
7) Manage Supply Chain Management
8) Manage Regulatory Compliance Align SC/Financials Supplier Agreements 9) Manage Supply Chain Risk Process
10) Specific Elements
Plan P1 Plan Supply Chain
S1. Source Stocked Product
Gambar 4. Contoh model pemetaan Level 3 supply chain dengan SCOR
S1.5 Authorize Supplier Payment S1.4 Transfer Product S1.3 Verify Product S1.2 Receive Product S1.1 Schedule Product Deliveries Supplier
From DR1.4: Transfer Defective Product in DR 1 Deliver Return Defective
From DR2.4: Transfer MRO Product in DR2 Deliver Return MRO Product
From DR3.4: Transfer Excess Product in DR3 Deliver Return Excess Product
P ro du ct D efe cti ve P ro du cts M R O P ro du cts Exces s P ro du cts R ec eip t v eri fic ati on
To ES.2: Assess Supplier Performance in ES Enable Source
R ec eip t v eri fic ati on
To ES.1: Manage Sourcing Business Rules in ES Enable
R ec eip t v eri fic ati on
To ES.6: Manage Incoming Product in ES Enable Source R ec eip t v eri fic ati on
To ES.8: Manage Import/Export Requirements in ES Enable Source
R ec eip t v erf ic ati on
To ED.8: Manage Import/Export Requirements in ED Enable Deliver Scheduled
Receipts
Receipt
Verification VerificationReceipt
Transferred Product
SCOR Model Structure
A set of standard notation is used throughout the Model. P depicts Plan elements, S depicts Source elements, M depicts Make elements, D depicts Deliver elements, and R depicts Return elements. SR=Source Return and DR = Deliver Return. An E preceding any of the others (e.g., EP) indicates that the process element is an Enable element associated with the Planning or Execution element (in this case, EP would be an Enable Plan element). Every Level 1 Process has Enable Processes associated with it.
As indicated in the chart showing the Three Levels of Process Detail, the Model is hierarchical with three levels. Here is a sample of the detailed workflow for S1.2. S1.2 is a notation that indicates a third level process element. In this case, it is a Source (S= Level 1 Source) element that is concerned with sourcing stocked product (S1= Level 2 Source Stocked Product) and is specific to receiving product (S1.2= Level 3 Source Stocked Product
3. Metodologi
Gambar 5. Kerangka Pikiran
Gambar 5. Kerangka Pikiran (lanjutan) Metode yang digunakan:
Tabel 1. Desain penelitian Tujuan Jenis dan metode
penelitian Unit analisis Time horizon
T-1 Deskriptif Bagian produksi PT.
Mahkotadewa Indonesia Cross sectional
T-2 Deskriptif Bagian produksi PT.
Mahkotadewa Indonesia Cross sectional
Keterangan:
T-1 : Mengevaluasi kinerja manajemen supply chain untuk produk teh herbal sirsak di PT. Mahkotadewa Indonesia dengan pendekatan SCOR model versi 10.0.
T-2 : Memberikan alternatif – alternatif pemecahan atas masalah, setelah diketahui dari kegiatan pengukuran kinerja terhadap manajemen supply chain teh herbal sirsak.
Penelitian deskriptif adalah suatu penilaian yang berusaha mendeskripsikan suatu fenomena atau peristiwa secara sistematis sesuai dengan apa adanya [11]. Time horizon atau dimensi waktu yang digunakan dalam penelitian adalah cross-sectional, dimana cross-sectional merupakan penelitian yang datanya dikumpulkan hanya sekali dalam kurun waktu tertentu (selama periode, misalnya hari, minggu, atau bulan) untuk menjawab pertanyaan penelitian [12].
Kinerja PT. Mahkotadewa Indonesia terukur
Solusi atas masalah setelah diketahui pengukuran beserta saran dari kegiatan pengukuran kinerja dan analisis terhadap
manajemen supply chain.
Level 1 - Proses SCOR - Pengukuran Metrik Level 2 - Planning - Excecution - Enable Level 3 - Input - Process Element - Output Kinerja Supply Chain Management PT. MAHKOTADEWA INDONESIA
Pengukuran kinerja supply chain menggunakan SCOR Model versi 10.0
Operasional variabel:
Tabel 2. Operational variabel
Variabel Konsep Sub variabel Indikator
Proses SCOR: Plan Source Make Deliver Return Kinerja SCM
Model SCOR adalah salah satu model dari operasi rantai pasok yang pada dasarnya merupakan model
berdasarkan proses.
Model SCOR menyediakan kerangka kerja unik yang menghubungkan proses bisnis, metrik, praktik terbaik dan fitur teknologi menjadi sebuah kesatuan struktur untuk mendukung komunikasi di antara mitra rantai pasok
Pemetaan Level 1 Pengukuran metrik: POF OFCT COGS CTCCT Pemetaan Level 2 Proses konfigurasi: Planning Excecution Enable Pemetaan Level 3 Proses elemen: Input Process element Output
Konsep perhitungan di PT. Mahkota Dewa Indonesia:
Tabel 3. Metrik SCOR model Performance
attribute Level 1 metrik
Data aktual (a) Superior (b) Advantage (c) Parity (d) Supply Chain Reliability Perfect Order Fulfillment (POF) xx % xx % xx % xx % Supply Chain Responsiveness Order Fulfillment Cycle Time (OFCT)
xx hari xx hari xx hari xx hari
Supply Chain Cost Cost of Goods Sold (COGS) xx % xx % xx % xx % Supply Chain Asset Management Cash-to-cash cycle time (CTCCT).
xx hari xx hari xx hari xx hari
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa untuk tujuan bisnis pertama yaitu memberikan tingkatan pelayanan yang terbaik, metrik POF (Perfect Order Fulfillment) dari data aktual perusahaan diharapkan berada di antara kolom Superrior, untuk metrik OFCT (Order Fulfillment Cycle Time) juga harus berada di kolom Superior. Perusahaan harus menetapkan kinerja target (data actual) untuk POF dan OFCT pada posisi superior karena keduanya sejalan dengan tujuan bisnis yang utama yaitu memberikan tingkat pelayanan yang terbaik.
Metrik untuk tujuan bisnis kedua, yaitu meningkatkan keuntungan perusahaan, ada pada baris COGS (Cost of Goods Sold). Pada data aktual perusahaan juga diusahakan untuk berada di kolom Superior, begitu pula dengan baris CTCCT (Cash-to-cash cycle time), pada data aktual perusahaan harus berada di kolom Superior. Data aktual COGS dan CTCCT tidak dapat diperoleh dalam satu angka yang pasti, karena data tersebut biasanya bersifat rahasia perusahaan. Dalam mengolah data
COGS dan CTCCT, data tersebut umumnya diperoleh dari wawancara bagian produksi perusahaan dengan memberikan asumsi pendekatan angka dengan data real. Setelah menetapkan kinerja target, langkah selanjutnya adalah melakukan gap analysis yang bertujuan untuk menghitung besarnya perbedaan antara kondisi aktual dengan yang ditargetkan. Besaran perbedaan tersebut akan diterjemahkan dalam besarnya peningkatan pendapatan apabila kinerja ditingkatkan sampai mencapai target [9].
4. Hasil dan Diskusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan system kinerja supply chain yang lebih optimal sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik dan mendapatkan keuntungan. Rancangan pemecahan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini ada 3 level yaitu:
a) Level 1, membuat proses SCOR yaitu plan, source, make, deliver dan return dan mengukur metrik kinerja. Hasil pengukuran metrik kinerja yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan target perusahaan untuk mengetahui apakah kinerja supply chain sudah mencapai target atau belum. Pemetaan level 1 terdapat ruang lingkup unsur – unsur proses SCOR pada rantai pasok PT. Mahkotadewa Indonesia
Tabel 4. Ruang Lingkup Unsur-Unsur Proses SCOR (Level 1) No. Unsur Proses Mata Rantai 1 (Supplier) Mata Rantai 2 ( PT. Mahkotadewa Indonesia) Mata Rantai 3 ( Distributor / Toko / End-user)
1 Plan Perencanaan supply
bahan baku seperti buah mahkotadewa, daun sirsak, teh hijau, daun angelica dan daun pegagan.
Perencanaan kebutuhan raw material, perencanan persediaan teh herbal sirsak, persiapan peralatan,
perencanaan produksi, perencanaan financial dan perencanaan delivery.
Perencanaan
pembelian teh herbal sirsak, perencanaan persediaan teh herbal sirsak.
2 Source Pengadaan bahan baku
untuk memasok bahan baku ke PT.
Mahkotadewa
Indonesia dan membuat kesepakatan dengan partner.
Pemesanan, pengiriman, pemeriksaan dan
pengeluaran yang berkaitan dengan pemrolehan bahan baku dari pemasok, memilih pemasok dan membuat kesepakatan dengan pemasok.
Pembelian teh herbal melalui
PT.Mahkotadewa Indonesia.
3 Make Tidak ada proses
membuat, karena bahan baku tersedia dari alam langsung diangkut ke PT. Mahkotadewa Indonesia.
Mengolah, memproduksi, dan melakukan packaging teh herbal sirsak.
Tidak ada proses membuat oleh toko / end-user. Toko sebagai penjual teh herbal, sedangkan end user sebagai pemakai akhir. 4 Deliver Melakukan pengangkutan bahan baku ke PT.Mahkotadewa Indonesia Melakukan packaging / pengemasan sesuai prosedur PT. Mahkotadewa
Indonesia, melakukan pengiriman dengan transportasi yang tepat dan tepat waktu, mengelola proses pesanan dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan.
Toko melakukan pengiriman kepada end-user setiap ada pembelian. End-user tidak melakukan proses pengiriman karena dipakai sendiri.
5 Return Mengelola
pengembalian bahan baku yang tidak sesuai permintaan dari PT. Mahkotadewa Indonesia dan menyediakan transportasi untuk pengiriman bahan baku pengganti.
Pembuatan klaim atas bahan baku yang tidak sesuai permintaan ke pemasok dan mengelola klaim atas teh herbal yang rusak.
Pembuatan klaim atas teh herbal yang rusak ke PT.Mahkotadewa Indonesia.
b) Level 2, yaitu setiap proses inti dalam SCOR akan ditampilkan lebih rinci dari proses-proses rantai pasok perusahaan. Ada tiga tipe proses SCOR dalam level 2, yaitu planning (perencanaan), excecution (pelaksanaan) dan enable (pengaturan antara perencanaan dan pelaksanaan). Pada level 2 akan ditampilkan gambaran rinci dari proses-proses yang ada dalam supply chain perusahaan, mulai dari proses yang berkaitan dengan pemasok, aktivitas produksi dan distribusi sampai produk diterima oleh konsumen.
c) Level 3, merupakan tahap dekomposisi proses-proses yang ada pada supply chain menjadi elemen-elemen yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi input, elemen-elemen proses, dan output dari informasi mengenai proses elemen, metrik-metrik dari kinerja proses, best practices dan kapabilitas sistem yang diperlukan untuk mendukung best practices. Setelah melakukan pengukuran kinerja manajemen supply chain, peneliti akan memberikan solusi alternatif pemecahan atas masalah yang ada di perusahaan. Hal ini dilakukan agar evaluasi kinerja supply chain yang akan dilakukan sejalan dengan strategi perusahaan dan fokus pada tujuan utama yang ingin dicapai perusahaan.
Gambar 4. Rencana Pemetaan Level 2 SCOR Model Rantai Pasok Produk Teh Herbal Sirsak
Gambar 6. Rencana Pemetaan Level 2 SCOR Model Rantai Pasok Produk Teh Herbal Sirsak
P1 - Plan supply chain:
Identify, prioritize, and calculate the aggregate needs of the supply chain P2-Plan Source: Kesempatan jangka panjang dengan pemasok P3-Plan Make : 1.Perencanaan mesin / peralatan fasilitas 2.Perencanaan bahan P4-Plan Deliver : Pengadaan manajemen transportasi P5-Plan Return : Otorisasi pengembalian
S2-Source make-
To-order product 1.Rasionalisasi item 2.Kolaborasi pemasok 3.Manajemen pemasaran dan pembelian pembelianerials Enable :
1.Make and manage
Rules for each process Plan Source Make Deliver Return
2. Conducting an assessment
Performance of each process
3. Managing the data 4. Managing inventory 5. Managing capital assets 6. managing transportation
7. Managing the supply chain configuration 8. managing regulatory
9. Managing risk in the supply chain process 10.Identifying elements of the process
M2-Make-to-order
1.Production 2.Packaging
D2-Deliver
made-to-order product
1.Pemberian nomor seri pada product 2.Evaluasi kinerja
pengiriman 3. Bar coding
DR1-Return defective product
1.Lot tracking
2.Penyerahan klaim jaminan jaminan layanan sendiri 3.Penyurangan inventory pengembalian
S
u
p
p
li
er
s
C
u
st
om
er
s
SR1-Return defective product
1.Akses informasi dari jarak jauh 2.Kebijaksanaan pengembalian
termasuk dokumen pengiriman
Gambar 7. Rencana Pemetaan Level 3 Produk Teh Herbal Sirsak 5. Kesimpulan
Untuk menghitung perbaikan kinerja supply chain management dengan pendekatan SCOR model versi 10,00 ini, ada 4 level tahapan yang harus dilalui, yaitu level 1, membuat proses SCOR yaitu plan, source, make, deliver dan return dan mengukur metrik kinerjanya. Level 2, yaitu setiap proses inti dalam SCOR akan ditampilkan lebih rinci dari proses-proses supply chain perusahaan. Level 3 merupakan tahap dekomposisi proses-proses yang ada pada supply chain menjadi
elemen-Inputs Process Elements S2.1 PO material sent S2.2 Receiving material S2.3 Checking material S2.5 Material payments (M2.1) Pengisian bahan (S2.4) Verifikasi penerimaan (D2.4) Tranfer barang (P1.2, P2.2, P3.2) Ketersediaan inventori (D2.8, D3.8) Pengeluaran produk jadi S2.4 Transfer of Materials to Warehouse (M1.1) Verifikasi penerimaan (M1.1) Jadwal penerimaan Output
(M1.1) Product dalam pesanan
S2 Source Make-to-Order Product
(P2.4) Rencana pengadaan
(D1.13; D2.13; D3.13) Product
(M2.2; M3.3; D2.3; D3.3) Pengisian Bahan
elemen yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk berkompetisi, sedangkan level 4, dalam penelitian ini belum dilakukan mengingat level ini adalah tahap implementasi di perusahaan. Untuk menentukan apakah dari hasil perhitungan level tersebut, kinerja SCM produk teh herbal sirsak sudah efisien atau belum, hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran kinerja metrik dari Perfect Order Fulfillment (POF), Order Fulfillment Cycle Time (OFCT), Cost of Goods Sold (COGS), dan Cash to Cash Cycle Time (CTCCT), yang kesemuanya harus dalam posisi kolom Superior, sehingga posisi perusahaan dalam keadaan efisien.
Penyebab utama kinerja rantai pasok kurang efisien terletak pada rendahnya kinerja pada proses pengelolaan material (source). Rendahnya kinerja proses source disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: Forecast yang kurang teliti, perencanaan pasokan tidak terintegrasi, lemahnya koordinasi antar bagian dalam perusahaan, kinerja pemasok kurang memadai, manajemen persediaan kurang baik, dan tidak ada pengecekan persediaan di warehouse. Dalam menerapkan SCOR Model diharapkan partisipasi secara nyata dari semua komponen dalam perusahaan, terutama level top management. Seperti dalam penelitian sebelumnya, manajemen rantai pasok melibatkan banyak pihak dan fungsi dalam perusahaan (internal) atau luar perusahaan (eksternal). Pihak yang terlibat tidak hanya yang berada dalam lingkup kerja operasi dan produksi tetapi juga bagian pemasaran, keuangan dan bagian-bagian lainnya.
6. Daftar rujukan
[1] Http://www.supply-chain.org., (2010), “Supply Chain Operations Reference Model SCOR version 10.0”, Washington DC.
[2] Heizer J. dan Render B., (2010), “Manajemen Operasi”, Jakarta: Salemba Empat.
[3] Chopra, Sunil dan Meindl P., (2013), “Supply Chain Management: Strategy, Planning and Operations”, Inggris: Pearson Education Limited.
[4] Simchi D., Kaminsky, Philip dan Simchi L., (2004), “Managing the Supply Chain”, New York: The McGraw-Hill.
[5] Russel R. dan Taylor B., (2011), “Operations Management”, New Jersey: Wiley.
[6] Pujawan N. dan Mahendrawati, (2010), “Supply Chain Management”, Surabaya: Guna Widya. [7] Erkan, Turan E. dan Bac U., (2011), “Supply Chain Performance Measurement: A Case Study
About Applicability of SCOR Model in a Manufacturing Industry Firm”, International Journal of Business and Management Studies, Vol. 3, No. 1, 2011, ISSN: 1309-8047.
[8] Golparvar, Maziyar and Seifbarghy M., (2009), Application of SCOR Model in an Oil – Producing Company, Journal of Industrial Engineering 4, 2009, pp. 59-60.
[9] Bolstorff, Peter dan Rosenbaum R., (2003), “Supply Chain Excellence: A Handbook for Dramatic Improvement Using The SCOR Model”, New York: Amacom.
[10] Salazar, Fernando dan Cavazos J., (2012), “Final Review of the Application of the SCOR Model: Supply Chain for Biodiesel Castor-Colombia Case”, Journal of Technology Innovations in Renewable Energy, 1, pp. 39-47.
[11] Dantes N., (2012), “Metode Penelitian”, Yogyakarta: CV Andi Ofsset.