• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Penggunaan Ekstrak Angkak dalam Pembuatan Low Fat Fruity Yogurt Sebagai Pangan Fungsional.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Penggunaan Ekstrak Angkak dalam Pembuatan Low Fat Fruity Yogurt Sebagai Pangan Fungsional."

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

ii

KAJIAN PENGGUNAAN EKSTRAK ANGKAK DALAM PEMBUATAN

LOW FAT FRUITY

YOGURT SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL

(

STUDY OF USING ANGKAK EXTRACT IN PRODUCTION OF LOW FAT

FRUITY YOGHURT AS FUNCTIONAL FOOD)

Andreas Romulo, Nurheni Sri Palupi, Suliantari

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone +62 81808260771, email: andreas_romulo@yahoo.com

ABSTRACT

Angkak or red fermented rice is a product produced from the fermentation of rice substrates by

Monascus sp. For centuries, angkak has been consumed extensively in Asia as a natural food coloring of fish, Chinese cheese, red wine and sausages. Angkak has been used as dietary supplement because of its chemical compound that give advantages to human’s health. Therefore, angkak can be developed as functional food. Utilization of angkak extract is implemented to make low fat fruity yoghurt. The purpose of this study is to produce low fat fruity yoghurt with angkak extract that consumers like. This study also determines the effect of angkak extract to lactic acid bacteria, nutrition facts and antioxidant capacity of low fat fruity yoghurt. The result show that until 30% concentration of angkak exctract, there is no effect to the growth of lactic acid bacteria. The most favourite of low fat fruity yoghurt is yoghurt with 2.5% concentration of angkak extract and 20% of added fresh fruit. The chemical analysis results show that low fat fruity yoghurt contains 4.07 pH, 14.9 oBrix total soluble solid content and 1.26% titratable acid. The physical analysis result show that low fat fruity yogurt has 2500 mPas viscosity. The proximate analysis results show that low fat fruity yoghurt contains 85.59% water, 0.73% ash, 3.12% protein, 0.11% fat, and 10.45% carbohydrates. The microbial analysis results show that low fat fruity yoghurt contains 8.93 log CFU/ml total microbe, < 0.48 log CFU/ml total coliform, 9.65 log CFU/ml total lactic acid bacteria,and < 2 log CFU/ml total mold and yeast. The low fat fruity yoghurt has antioxidant capacity of 23.02 mgAEq/100ml, which means 100 ml low fat fruity yoghurt has equivalent antioxidant activity to 23.02 mg ascorbic acid.

(2)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Angkak merupakan produk hasil fermentasi beras oleh kapang Monascus sp. melalui sistem fermentasi padat. Jenis spesies kapang Monascus yang umum digunakan dalam pembuatan angkak adalah Monascus purpureus dan Monascus ruber. Angkak banyak tersedia di pasaran dalam bentuk bulir beras hasil fermentasi ataupun dalam bentuk powder (tepung). Saat ini, angkak banyak digunakan secara luas oleh masyarakat di Asia sebagai pewarna alami untuk minuman beralkohol, keju, daging dan ikan.

Proses fermentasi angkak menghasilkan metabolit-metabolit yang bermanfaat seperti monaskin dan ankaflavin (pigmen kuning), monaskorubin dan rubropunctatin (pigmen jingga), dan monaskorubramin dan rubropunctamin (pigmen merah) yang memiliki aktivitas antimikroba.

Selain pigmen warna, proses fermentasi angkak juga menghasilkan metabolit-metabolit sekunder yang diketahui memiliki komponen bioaktif yang bermanfaat untuk kesehatan seperti lovastatin yang dikenal sebagai senyawa mampu menurunkan kadar kolesterol. Senyawa lain yang dihasilkan adalah asam γ-aminobutirat (GABA) yang berperan sebagai agen hipotensi, asam dimerumat dan dihidromonakolin-MV yang berperan sebagai anti inflamasi dan memiliki aktivitas antioksidan.

Berbagai penelitian yang mengulas manfaat angkak hingga saat ini menunjukkan bahwa angkak memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi suatu produk pangan fungsional. Penelitian mengenai angkak dilakukan mengingat masih banyaknya potensi penggunaan angkak yang tidak teraplikasikan dalam produk pangan.

Saat ini, pemanfaatan angkak di Indonesia kurang optimal dikarenakan ketidaktahuan masyarakat tentang angkak dan kurangnya sosialisasi mengenai manfaat angkak bagi kesehatan. Oleh karena itu, dilakukanlah diversifikasi (penganekaragaman) produk pangan sehingga masyarakat Indonesia akan semakin mengenal potensi angkak. Dalam penelitian ini, penggunaan angkak diaplikasikan dalam pembuatan yogurt, yaitu dengan memformulasikan angkak dengan susu skim dan buah segar menjadi low fat fruity yogurt. Aplikasi dalam pembuatan yogurt dipilih mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mengenal yogurt sehingga mempermudah untuk mengenalkan potensi angkak kepada masyarakat Indonesia.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah (1) Menentukan konsentrasi ekstrak angkak yang tidak menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat (Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus dan Bifidobacterium bifidum), (2) Menentukan formula low fat fruity yogurt dengan konsentrasi ekstrak angkak dan buah segar yang dapat diterima oleh konsumen serta, (3) Mengevaluasi kapasitas antioksidan dan kandungan gizi untuk pemenuhan persyaratan SNI dari

(3)

2

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

ANGKAK

Angkak (Gambar 1) merupakan produk hasil fermentasi beras oleh kapang Monascus sp. melalui sistem fermentasi padat. Jenis spesies kapang Monascus yang umum digunakan dalam pembuatan angkak adalah Monascus purpureus dan Monascus ruber (Tisnadjaja 2006). Angkak banyak tersedia di pasaran dalam bentuk bulir beras hasil fermentasi ataupun dalam bentuk

powder (tepung). Angkak banyak digunakan secara luas oleh masyarakat di Asia sebagai pewarna alami untuk minuman beralkohol, keju, daging dan ikan (Pinthong dan Patanagul 2004).

Gambar 1. Angkak (Anonim 2011)

Proses fermentasi angkak yang dilakukan kapang Monascus akan menghasilkan metabolit-metabolit, salah satunya adalah metabolit primer berupa pigmen warna yang terdiri atas monaskin dan ankaflavin (pigmen kuning), monaskorubin dan rubropunctatin (pigmen jingga), dan monaskorubramin dan rubropunctamin (pigmen merah) yang merupakan senyawa-senyawa poliketida (Chulyoung et al. 2006). Senyawa ini dapat larut dalam metanol, etanol, kloroform, benzena, asam asetat, dan aseton, tapi sedikit larut dalam air dan petroleum eter. Monoaskorubin dibedakan dari angkaflavin berdasarkan kelarutannya dalam eter. Kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan nonionik.

Pigmen angkak kurang stabil terhadap pengaruh fisik dan kimia seperti panas, sinar UV, oksidator dan reduktor. Yamaguchi et al. (1973) melaporkan bahwa pigmen angkak dapat dibuat menjadi mudah larut air dengan cara mereaksikan pigmen tersebut dengan protein larut air, peptida larut air, asam amino atau campurannya. Reaksi ini terjadi pada pH 5.0 - 8.5. Kelarutan pigmen dalam air bervariasi tergantung dari tipe protein, peptida dan asam amino yang digunakan. Selain itu, pigmen yang mudah larut dalam air dapat dihasilkan secara langsung dengan menumbuhkan Monascus purpureus pada medium yang mengandung protein larut dalam air, peptida atau asam amino pada pH 7.0–9.0 di bawah kondisi aerobik dan suhu sekitar 27oC selama 48–72 jam fermentasi.

(4)

3 air dan stabilitas, pigmen angkak dapat dimodifikasi dengan p-amino benzoat, asam glutamat atau gelatin.

Angkak memiliki kemampuan sebagai antimikroba, khususnya untuk mikroba patogen. Pigmen angkak mempunyai sifat membunuh (bakterisidal) terhadap Bacillus cereus. Konsentrasi angkak sebesar 0.5% (b/v) mulai dapat menghambat laju pertumbuhan Bacillus cereus setelah diinkubasi selama 24 jam. Pigmen angkak menunjukkan sifat menghambat pertumbuhan (bakteriostatik) terhadap Pseudomonas sp. pada konsentrasi 1.5% (b/v) dengan waktu efektif 48 jam. Angkak tidak efektif terhadap Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus,

Saccharomyces cerevisiae dan Candida utilis (Kuswanto 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Fink-Gremmels et al. (1991) menyebutkan pigmen angkak tidak mempengaruhi pertumbuhan

Lactobacillus.

Selain pigmen warna, proses fermentasi yang dilakukan kapang Monascus menghasilkan metabolit-metabolit sekunder yang diketahui memiliki komponen bioaktif seperti senyawa statin alami (dikenal sebagai lovastatin, monacolin K, mevinolin). Senyawa ini dikenal sebagai senyawa yang mampu menurunkan kadar kolesterol darah yaitu dengan cara menghambat sintesis 3-hidroxi-3-metilglutaril-koenzim A (HMG-CoA) reduktase yang berperan dalam biosintesis kolesterol (Chen dan Hu 2004 diacu dalam Patanagul et al. 2008). Lovastatin bersifat lipofilik dan hidrofilik, namun cenderung lipofilik (Dalimartha 2001).

Lovastatin juga memiliki kemampuan untuk menghambat pelekatan molekul Lymphocyte Function Associated-Antigen 1 (LFA-1) terhadap molekul perekat intraseluler sehingga akan lebih banyak terdapat molekul LFA-1. Kadar lovastatin pada angkak umumnya sekitar 0.2%. Senyawa ini telah diuji untuk menghambat VLDL (Very Low Density Lipoprotein) di hati. Mengingat VLDL adalah prekursor LDL (Low Density Lipoprotein), penghambatan sintesis VLDL secara otomatis akan menurunkan jumlah LDL. Dengan terhambatnya kerja enzim HMG-KoA reduktase, laju sintesis kolesterol di dalam tubuh dihambat sehingga secara nyata dapat menurunkan kadar kolesterol tubuh (Suharso 2008). Selain menghabat pembentukan VLDL, lovastatin juga dapat mengoksidasi LDL. LDL yang teroksidasi mampu merangsang kinetika monosit dan trombosit aktif. Oleh karena itu, senyawa pada angkak sangat berguna untuk pembentukan sel darah merah. Ketika lovastatin merangsang trombosit untuk lebih aktif, maka sel darah merah yang diproduksi akan semakin banyak.

Senyawa lain yang dihasilkan dari proses fermentasi adalah asam γ-aminobutirat (GABA) yang berperan sebagai agen hipotensi, asam dimerumat dan dihidromonakolin-MV. Metabolit sekunder yang dihasilkan diidentifikasi dapat berperan sebagai anti inflamasi dan memiliki aktivitas antioksidan (Chi et al. 2011). Angkak juga mengandung sterol (β-sterol, campesterol, stigmasterol), sapogenin, isoflavon glikosida, dan asam lemak tak jenuh (Heber et al. 1999). Asam dimerumat (Gambar 2) memiliki kemampuan antioksidan dan radical scavenging action

terhadap -OH dan O2-. Asam dimerumat yang terdapat dalam angkak dapat menghambat pelepasan ROS akibat adanya stress oksidatif pada proses inflamasi (Aniya et al. 2000).

(5)

4

B.

SUSU

Menurut BSN (1998), susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Buckle et al.

(1987) menyebutkan bahwa komposisi susu sangat beragam dan tergantung pada beberapa faktor, tetapi angka rata-rata untuk semua jenis dan kondisi susu adalah lemak 3.90%, protein 3.40%, laktosa 4.80%, abu 0.72%, dan air 87.10%.

Susu adalah emulsi dari globular lemak dalam air. Di dalam lemak susu terdapat vitamin larut lemak A, D, E, K. Masing-masing globula dikelilingi membran fosfolipid yang mempertahankan butiran lemak susu dan untuk melindungi pemecahan globula oleh enzim-enzim lipid yang ada dalam susu.

Susu merupakan sumber makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia. Selain itu, susu juga digunakan sebagai substrat yang baik bagi beberapa mikroorganisme untuk tumbuh. Secara alamiah, susu telah ditumbuhi oleh Lactobacillus dan Streptococcus yang dapat menyebabkan susu menjadi asam. Reaksi yang mendasari fermentasi ini adalah perubahan laktosa pada susu menjadi asam laktat yang menyebabkan penurunan pH susu.

1.

Susu Segar

Menurut BSN (1998), susu segar didefinisikan sebagai susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Komposisi susu segar sangat beragam tergantung dari beberapa faktor seperti jenis ternak, waktu pemerahan, umur ternak, dan makanan ternak. Selain itu, faktor luar seperti penambahan air atau bahan lain dan aktivitas mikroba juga dapat mempengaruhi komposisi susu (Buckle et al. 1987).

2.

Susu Skim

Susu skim adalah susu yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua komponen gizi dari susu yang tidak dipisahkan, kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et al. 1987). Susu skim mengandung lemak kurang dari 0.1% sebagai hasil pemisahan fisik terhadap sebagian besar lemak dari susu full cream (Hefelrich dan Westhoff 1980). Selain itu juga dikenal “susu rendah lemak” yang kandungan lemaknya sekitar 2.0% dan merupakan susu skim sebagian. Keuntungan penggunaan susu skim adalah mudah dicerna dan dapat dicampur dengan makanan padat atau semi padat. Karena lemaknya sudah dipisahkan, umur simpan susu krim lebih lama daripada susu murni.

3.

Susu

Full Cream

(6)

5 Komposisi susu full cream dengan susu skim perlu diketahui dalam pembuatan yogurt

sehingga dihasilkan yogurt yang “thick and smooth”.

Tabel 1. Komposisi susu skim dan susu full cream

Komponen (%) Susu Skim Susu Full Cream

Air 4.00 4.00

Protein 37.40 27.20

Lemak 1.00 26.00

Laktosa 49.20 36.80

Air 8.40 6.00

Sumber: Buckle et al. (1987)

C.

YOGURT

Yogurt berasal dari bahasa Turki, yaitu “jugurt” yang berarti susu asam. Menurut BSN

(2009), yogurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Yogurt dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti berdasarkan kandungan lemak, cara pembuatan, flavor, dan proses yang dilakukan terhadap yogurt pasca inkubasi (Rahman et al. 1992).

Berdasarkan kandungan lemaknya, BSN (2009) membagi yogurt ke dalam tiga jenis, yaitu: yogurt berkadar lemak lebih dari 3.0 %, yogurt rendah lemak dengan kandungan lemak antara 0.6 – 2.9%, dan yogurt tanpa lemak dengan kandungan lemak kurang dari 0.5%.

Berdasarkan cara pembuatannya, yogurt dibagi menjadi dua tipe, yaitu set yogurt dan

stirred yogurt. Set yogurt merupakan yogurt yang diinkubasi dengan kultur dalam kemasan-kemasan kecil yang siap jual sehingga gel atau koagulum yang terbentuk berasal dari aktivitas kultur starter itu sendiri. Stirred yogurt merupakan yogurt yang difermentasi dengan kultur pada wadah besar yang kemudian diaduk sehingga koagulum pecah dan dapat dialirkan ke dalam kemasan-kemasan kecil. Gel atau koagulum yang terbentuk dalam kemasan kecil bukan merupakan hasil aktivitas kultur starter, melainkan penambahan stabiliser seperti gelatin (Hefelrich dan Westhoff 1980).

Berdasarkan flavornya, yogurt dibedakan menjadi dua tipe, yaitu plain yogurt dan flavored

yogurt. Plain yogurt merupakan yogurt dengan cita rasa alami yang tidak ditambahkan flavor dari luar, sedangkan flavored yogurt merupakan yogurt yang ditambahkan flavor. Penambahan flavor biasanya dilakukan dengan menambahkan buah-buahan asli dalam bentuk yang diawetkan seperti buah dalam kaleng, buah kering atau puree.

(7)

6

1.

Cara Pembuatan Yogurt

Pada pembuatan yogurt, susu yang akan difermentasi dipanaskan sampai 90oC selama 15-30 menit kemudian didinginkan sampai 43oC, diinokulasikan dengan kultur campuran dan dipertahankan pada suhu ini selama kira-kira 3 jam sampai tercapai keasaman yang dikehendaki yaitu kurang lebih 1% dan pH 4.0 – 4.5. Produk didinginkan segera sampai 5oC untuk selanjutnya dikemas (Buckle et al. 1987).

Pembuatan yogurt pada prinsipnya meliputi pemanasan (pasteurisasi) susu, pendinginan, inokulasi, dan inkubasi. Pemanasan susu dalam pembuatan yogurt sangat bervariasi, baik dalam penggunaan suhu maupun lama pemanasan. Pada dasarnya variasi suhu dan lama pemanasan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menurunkan populasi mikroba dalam susu dan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan biakan yogurt. Selain itu juga bertujuan untuk mengurangi kandungan air susu sehingga diperoleh yogurt dengan tekstur yang kompak (Bramayadi 1986).

Penambahan bahan penstabil pada yogurt perlu dilakukan agar tidak terjadi sineresis. Penggunaan bahan penstabil menurut Orihara et al (1992), memungkinkan terjadinya koagulasi dengan sedikit wheying off (sineresis). Menurut Tamime dan Robinson (1980), tujuan penambahan bahan penstabil adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan karakteristik yogurt seperti tekstur, viskositas, konsistensi, penampakan, dan mouthfeel. Pada pembuatan stirred yogurt umumnya ditambahkan bahan pengental sehingga diperoleh konsistensi yang baik. Bahan penstabil yang dapat digunakan antara lain agar-agar, maizena, CMC, gum arab, gelatin, karagenan, dan xanthan gum.

Maizena merupakan salah satu jenis bahan penstabil karena kemampuannya untuk mengikat air. Maizena terbuat dari jagung yang telah mengalami tahap-tahap proses pembersihan dalam air 50 oC selama 30-36 jam, pemisahan lembaga, pengembangan, penggilingan halus, penyaringan, sentrifugasi, pencucian, dan pengeringan pati. Maizena mempunyai granula-granula yang berbentuk poligonal dan bulat. Diameter maizena berkisar antara 5-25 mikron. Kandungan zat gizi tepung maizena per 100 gram bahan adalah sebagai berikut: kadar air 14%, kadar abu 0.8%, protein 0.3%, lemak 0% dan karbohidrat 98.8%.

Maizena mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi di dalam air panas dapat membentuk sol atau gel bersifat kental. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Kandungan amilosa maizena adalah 24%, sedangkan kandungan amilopektin maizena sebesar 76%. Perbandingan kandungan antara amilosa dan amilopektin berperan dalam pembentukan adonan. Semakin besar kandungan amilopektin, semakin lekat produk olahannya (Winarno 1997).

(8)

7 Setelah pemanasan selesai, susu didinginkan sampai suhu sekitar 45°C, untuk kemudian diinokulasikan dengan kultur starter. Tujuan pendinginan susu sebelum inokulasi adalah menurunkan suhu susu setelah pemanasan sampai kondisi optimum bagi pertumbuhan starter yogurt. Inokulasi dilakukan dengan menambahkan kultur starter bakteri sebanyak 2% dari jumlah susu (Buckle et al. 1987). Helferich dan Westhoff (1980) menyarankan konsentrasi kultur sebesar 3% dari jumlah susu yang akan dibuat yogurt. Selama inkubasi, dihasilkan senyawa-senyawa yang mudah menguap yang memberikan citarasa khas pada yogurt sebagai hasil proses fermentasi yang terjadi.

Buckle et al. (1987) menyebutkan bahwa pada saat biakan diinokulasikan ke dalam susu, bakteri S. thermophilus mula-mula tumbuh dengan cepat, kemudian pada saat pH turun karena terbentuknya asam format, L.bulgaricus tumbuh dengan baik. Menurut Walstra et al. (1999), kultur campuran S.thermophilus dan L.bulgaricus menghasilkan lebih banyak asam daripada dalam kultur murni. Karena kedua bakteri ini hidup bersimbios maka sangat penting untuk mempertahankan rasio 1:1 di antara keduanya agar asam-asam terbentuk dengan cepat. Perbandingan S.thermophilus dan L.bulgaricus dapat berkisar antara 1 : 1 sampai 1 : 3. Rasio ini perlu diawasi agar dihasilkan bentuk dan citarasa yang baik.

Citarasa dan konsistensi yogurt bervariasi sesuai dengan daerah dan serta konsumennya. Citarasa yogurt ditentukan oleh terbentuknya asam laktat, asetaldehida, asam asetat, diasetil dan asetil. Susu yang digunakan untuk pembuatan yogurt umumnya susu murni, susu skim, susu bubuk tanpa lemak, susu skim kondensat, susu yang sebagian lemaknya telah dihilangkan maupun kombinasi dari berbagai macam susu tersebut.

Kultur starter memegang peranan penting dalam pembuatan yogurt. Beberapa hal yang patut diperhatikan pada kultur starter yang digunakan adalah bebas dari kontaminasi, pertumbuhan yang cepat, menghasilkan flavor yang khas, tekstur dan bemtuk yang bagus, tahan terhadap bakteriofage dan juga tahan terhadap antibiotik (Tamime dan Robinson 2000). Kultur starter yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan seperti: (a) harus mengandung jumlah sel maksimum, (b) bebas dari cemaran mikroba lain, dan (c) harus aktif di bawah kondisi fermentasi.

Kultur starter dapat ditemukan dalam bentuk cair (Gambar 3) dan bentuk kering. Kultur starter dalam bentuk kering mempunyai daya tahan yang lebih lama bila dibandingkan dengan starter dalam bentuk cair. Dalam pembuatan kultur cair, mikroba dibiakkan dalam medium cair, misalnya susu. Agar aktivitasnya tidak menurun, kultur starter harus disegarkan secara berkala. Rahman et al. (1992) menyebutkan bawa kultur starter cair pada umumnya mengandung 109/ml starter.

(9)

8 Kultur starter yang umum digunakan dalam pembuatan yogurt adalah Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang jika ditumbuhkan bersama-sama akan memproduksi asam lebih banyak dibandingkan jika tumbuh secara terpisah.

Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri asam laktat homofermentatif yang mampu mengubah laktosa menjadi asam laktat. Pada mulanya

Lactobacillus tumbuh dominan dan menghasilkan asam amino glisin dan histidin. Asam-asam amino ini merangsang pertumbuhan Streptococcus (Tamime dan Robinson 2000).

Lactobacillus bulgaricus (Gambar 4) merupakan bakteri Gram positif, anaerob fakultatif, homofermentatif, berbentuk batang, tidak berspora dan bersifat katalase negatif. Golongan bakteri heterofermentatif menghasilkan sekitar 90% asam laktat dengan cara mengubah heksosa menjadi asam laktat.

Gambar 4. Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus

(Lactina 2007)

Lactobacillus bulgaricus bersifat toleran terhadap asam, dapat melakukan metabolisme terhadap laktosa, fruktosa, glukosa, dan beberapa strain tertentu dapat melakukan metabolisme galaktosa. Lactobacillus bulgaricus menghasilkan asetaldehid, aseton, asetoin dan diasetil dalam jumlah yang cukup rendah. Lactobacillus bulgaricus

membebaskan asam-asam amino antara lain: valin, histidin dan glisin yang diperlukan

Streptococcus thermophilus.

Streptococcus thermophilus (Gambar 5) merupakan bakteri Gram positif, berbentuk bulat yang membentuk rantai, katalase negatif, tidak menghasilkan spora, bersifat termofilik, tidak dapat tumbuh pada suhu 10oC dan pH pertumbuhan optimum adalah 6.5 (Helferich dan Westhoff 1980). Suhu optimum pertumbuhannya berkisar antara 42 - 45oC, namun masih dapat tumbuh pada suhu maksimal 50 – 52 oC.

(10)

9

Streptococcus thermophilus bukan merupakan bakteri alami yang terdapat dalam usus manusia dan tidak tergolong sebagai bakteri probiotik karena hanya mampu bertahan selama sekitar 2 jam setelah masuk ke dalam usus bersama dengan yogurt yang diminum (Tirtasujana 1998). Bakteri ini bersimbiosis mutualisme dengan Lactobacillus bulgaricus. Keberadaan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus secara bersamaan di dalam susu dapat menyebabkan pertumbuhan keduanya menjadi lebih cepat (Helferich dan Westhoff 1980). Streptococcus thermophilus merupakan bakteri homofermentatif yang memproduksi sebagian besar asam laktat yang dapat menurunkan pH sehingga dapat menstimulir pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus.

2.

Manfaat Yogurt untuk Kesehatan

Kontribusi zat gizi utama dari yogurt adalah protein, kalsium, dan vitamin B kompleks (Hefelrich dan Westhoff 1980). Yogurt secara umum memiliki kandungan nutrisi yang tidak berbeda jauh dengan kandungan nutrisi susu sebagai bahan bakunya. Namun, karena proses pemanasan susu dan aktivitas kultur yogurt selama fermentasi mengubah komponen gizi yogurt menjadi bentuk yang lebih sederhana, daya cerna yogurt menjadi tiga kali lebih tinggi daripada daya cerna susu.

Yogurt dikenal sebagai sumber protein yang sangat baik karena kemudahannya untuk dicerna dan kualitas protein yang tinggi sehingga dapat dijadikan komplemen bahan pangan yang kandungan proteinnya rendah. Selama fermentasi, protein susu akan dipecah oleh bakteri yogurt menjadi asam-asam amino bebas yang siap diserap oleh usus kecil tanpa harus dicerna lagi. Asam-asam amino yang dihasilkan yogurt merupakan asam amino esensial yang tidak disintesis oleh tubuh seperti lisin dan histidin.

Kandungan kalsium dalam yogurt cukup tinggi, dapat mencapai 10 kali lipat lebih banyak daripada kalsium daging dan ikan berdasarkan berat. Yogurt juga memiliki kandungan vitamin B yang lebih tinggi daripada susu. Selama proses fermentasi terjadi sintesis vitamin B1 (tiamin) dan vitamin B2 (riboflavin).

Selain kandungan zat gizi, yogurt juga memiliki manfaat untuk kesehatan karena keberadaan bakteri-bakteri hidup yang menguntungkan bagi kesehatan pencernaan yang dikenal sebagai probiotik. Probiotik berasal dari bahasa Yunani yang berarti “untuk hidup”. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Lilley & Stillwell pada tahun 1965 untuk menjelaskan substansi yang disekresikan oleh mikroorganisme yang mampu merangsang pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Fuller (1992) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk meningkatkan keseimbangan populasi mikroba dalam usus.

Menurut Hoier (1991), kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan strain mikroba probiotik, yaitu: 1) Mampu melakukan aktivitas dalam memfermentasikan susu dalam waktu yang relatif cepat; 2) Mampu menggandakan diri; 3) Tahan terhadap susasana asam sehingga mampu bertahan dalam saluran pencernaan; 4) Menghasilkan produk akhir yang dapat diterima konsumen; dan 5) Mempunyai stabilitas yang tinggi selama proses fermentasi, penyimpanan, dan distribusi. Salah satu jenis probiotik yang menguntungkan bagi kesehatan pencernaan adalah Bifidobacterium sp.

Bifidobacterium memiliki bentuk batang, bersifat anaerob strict, Gram positif, tidak berspora, heterofermentatif dan mempunyai suhu optimal pertumbuhan 36–37 oC.

(11)

10 merupakan famili Lactobacillus sp.. Genus ini termasuk golongan Eubacteria yang memiliki penampilan seperti tangkai (rod). Bifidobacterium tergolong sebagai bakteri probiotik karena bakteri ini mampu tetap bertahan melewati keasaman lambung sehingga sampai ke usus besar.

Bifidobacterium dapat diisolasi dari feses manusia, terutama pada feses bayi berumur 2-3 hari. Beberapa spesies Bifidobacterium yang diisolasi dari feses manusia diantaranya adalah Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium brevis, Bifidobacterium infatis, Bifidobacterium adolescentis. Beberapa dari spesies ini telah digunakan pada produk susu untuk menyuplai sel-sel hidup dalam jumlah besar untuk mengembalikan dan menjaga kesehatan usus manusia (Ray 2004).

Bifidobacterium bifidum (Gambar 6) merupakan spesies bakteri asam laktat dari genus

bifidobakteria. Pada awalnya dikenal dengan nama Bacillus bifidus, kemudian menjadi

Lacbacillus bifidus, dan akhirnya diubah menjadi Bifidobacterium bifidum oleh Tissier pada tahun 1899 (Yuguchi et al. 1992). Bifidobacterium bifidum bersama dengan spesies

Bifidobacteria yang lain merupakan organism yang predominan pada usus besar bayi yang masih mengkonsumsi ASI (Air Susu Ibu), yaitu sekitar 99% dari total mikroflora.

Beberapa efek positif dari Bifidobacterium bifidum, yaitu: 1) mencegah kolonisasi bakteri pathogen pada saluran pencernaan; 2) memproduksi asam laktat dan asam asetat (2:3) yang akan menurunkan pH saluran pencernaan; 3) peningkatan berat badan bayi; dan 4) memproduksi vitamin B. Fungsi lain dari bakteri ini adalah untuk pengobatan diare karena virus dan menciptakan keseimbangan mikroflora intestinal (Prangdimurti 2001).

Gambar 6. Bifidobacterium bifidum (Science Photo Library 2012)

3.

Parameter Mutu Yogurt (SNI)

Dalam pembuatan yogurt, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. BSN (2009) mencantumkan syarat mutu pembuatan yogurt dalam SNI 2981-2009 (Tabel 2).

Tabel 2. Syarat mutu yogurt berdasarkan SNI 2981-2009

No Kriteria Uji Satuan Jenis

Yogurt Yogurt Rendah

Lemak

Yogurt Tanpa

Lemak

1 Keadaan

1.1 Penampakan - Cairan kental/padat

1.2 Bau - Asam/khas

(12)

11 Tabel 2. Syarat mutu yogurt berdasarkan SNI 2981-2009 (lanjutan)

No Kriteria Uji Satuan Jenis

Yogurt Yogurt Rendah

Lemak

Yogurt Tanpa

Lemak

1.4 Konsistensi - Homogen

2 Kadar lemak (b/b) % Min.3,0 0,6-2,9 maks 0,5

3 Total padatan susu

bukan lemak (b/b)

% Min. 8,2

4 Protein (b/b) % Min. 2,7

5 Kadar abu (b/b) % Maks. 1,0

6 Keasaman (b/b) % 0,5-2,0

Maks. 0,3

Maks. 20,0 7 Cemaran Logam

7.1 Timbal (Pb) mg/kg

7.2 Tembaga (Cu) mg/kg

7.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0

7.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

8 Arsen mg/kg Maks. 0,1

9 Cemaran Mikroba

9.1 Bakteri koliform APM/g

atau

Koloni/g

Maks. 10

9.2 Salmonella - Negatif/25 g

9.3 Listeria monocytogenes

- Negatif/25 g

10 Jumlah bakteri starter Koloni/g Min. 107

(13)

12

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan low fat fruity yogurt adalah adalah susu skim bubuk, angkak komersial dari Pasar Petak Sembilan Jakarta, gula pasir, tepung maizena, buah strawberi, kultur starter Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus, dan

Bifidobacterium bifidum. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis antara lain: APDA (Acidified Potato Dextrose Agar), BGLBB (Brilliant Green Lactose Bile Broth), larutan pengencer KH2PO4, MRSA (deMan Rogosa Sharpe Agar), dan media deMan Rogosa Sharpe Broth (MRSB), PCA (Plate Count Agar), air destilata, K2SO4, HgO, Na2S2O3, H2SO4, H3BO3, NaOH, HCl, kristal kaliumhidrogenftalat (KHP), kristal kalium dihidrogenfosfat (KH2PO4), asam tartarat, indikator fenolftalein, indikator campuran metil merah dan metilen biru dalam etanol, DPPH, metanol proanalysis, dan larutan standar asam askorbat.

Alat-alat pendukung yang digunakan dalam pembuatan low fat fruity yogurt adalah cup

plastik, gelas pengaduk, gelas piala, inkubator, hot plate, labu Erlenmeyer, pipet Mohr, ose, kain saring dan termometer. Instrumen yang digunakan dalam analisis adalah cawan petri, buret, cawan alumunium, cawan porselin, labu lemak, labu Kjeldahl, desikator, gegep, pinset, pembakar bunsen, kuvet, hand refraktometer, autoklaf NX-20, neraca analitik Zeta SA-120, pH-meter Toledo RS-23, viskometer Brookfield, tanur listrik SE-1092, oven pengering Memert A230, destilator XM-50, dan spektrofotometer UV-VIS Spectronic 20 D+.

B.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) Penentuan konsentrasi maksimum ekstrak angkak yang tidak menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat, (2) Formulasi low fat fruity yogurt dengan ekstrak angkak dan buah segar dan, (3) Pengkuran kapasitas antioksidan dan evaluasi kandungan gizi untuk pemenuhan persyaratan SNI low fat fruity yogurt. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

1.

Konsentrasi Maksimum Ekstrak Angkak yang Tidak Menghambat

Pertumbuhan Mikroba

a.

Ekstraksi Zat Pigmen Angkak (modifikasi Jenie

et al

. 1994)

(14)

13

---Angkak

Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Angkak

Konsentrasi Ekstrak Angkak yang Tidak Menghambat Pertumbuhan BAL

Pencampuran Susu skim

Pasteurisasi

Kultur Starter

Low fat yogurt Pendinginan

Fermentasi

Penentuan Formula Konsentrasi Angkak

Uji Organoleptik (Rating dan Rangking)

Low FatYogurt dengan formula konsentrasi ekstrak angkak terpilih

Penentuan Formula Penambahan Buah Segar

Low Fat Fruity Yogurt probiotik yang disukai oleh konsumen

Analisis Kimia, Fisik dan Mikrobiologi

Low Fat Fruity Yogurt yang memenuhi SNI dan memiliki kapasitas antioksidan

Uji Organoleptik (Rating dan Rangking)

Tahap III Tahap II Tahap I

Ekstrak Angkak Ekstraksi

(15)

14

b.

Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Angkak

(Kusumaning-rum

et al

. 2009)

Uji aktivitas antimikroba ekstrak angkak terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur. Pada cawan petri berisi media MRSA dengan kultur bakteri asam laktat dibuat lima lubang. Di setiap lubang diteteskan larutan ekstrak angkak dengan berbagai macam konsentrasi. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak angkak steril yang dibuat dengan cara melakukan filtrasi ekstrak angkak pada membran milipore dengan ketebalan 0.2 µm. Filtrasi dilakukan dengan menghubungkan pada alat rotovapour. Konsentrasi ekstrak angkak steril yang diujikan adalah 0 (kontrol negatif), 5, 10, 20 dan 30%. Kemudian diinkubasi selama 1 hari. Dan diamati apakah terbentuk zona penghambatan di sekitar sumur.

2.

Formulasi

Low Fat Fruity

Yogurt dengan Ekstrak Angkak dan Buah

Se-gar

a.

Pemeliharaan Kultur (Hariyadi

et al

. 2001)

Pemeliharaan kultur dilakukan dengan metode pendinginan. Pemeliharaan kultur tersebut dapat dilakukan dengan cara menusukkan kultur pada media agar chalk

semisolid MRSA lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 hari. Kultur dapat ditumbuhkan kembali dengan menginokulasikan 1 ose kultur dari agar chalk semisolid pada MRSB dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 hari. Diagram alir pemeliharaan kultur dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram alir pemeliharaan kultur Diambil 1 loop dan diinokulasikan ke dalam

MRSA Chalk Semisolid

Diinkubasi 37 oC selama 1 hari

Disimpan dalam refrigerator

Diambil 1 loop untuk penyegaran

Diinokulasikan pada MRSB

Diinkubasi 37 oC selama 1 hari

(16)

15

b.

Pembuatan Kultur Induk dan Kultur Kerja (Hariyadi

et al

. 2001)

Pembuatan kultur induk dilakukan dengan menggunakan kultur murni pada MRSB. Sebanyak 5% kultur murni ditambahkan ke dalam susu skim 10% sebanyak 100 mldan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 hari. Kultur induk siap digunakan untuk membuat kultur kerja.

Pembuatan kultur kerja Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus,

Bifidobacterium bifidum dilakukam dengan cara menginokulasikan masing-masing 5% kultur induk ke dalam susu skim 12% sebanyak 100 ml. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 hari. Kultur kerja ini siap untuk digunakan dalam pembuatan yogurt. Apabila tidak langsung digunakan, kultur kerja dapat disimpan dalam refrigerator. Diagram alir pembuatan kultur induk dan kultur kerja dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir pembuatan kultur induk dan kultur kerja

c.

Penetapan Konsentrasi Ekstrak Angkak

Untuk mendapatkan formula ekstrak angkak, maka dilakukan uji organoleptik secara subjektif dengan panelis terbatas. Konsentrasi ekstrak angkak yang diujikan dimulai dari 1.0, 2.5, 5.0, 7.5, 8.0, 9.0 dan 10%. Tiga konsentrasi ekstrak angkak yang paling disukai akan dipilih untuk formulasi lebih lanjut.

d.

Formulasi Konsentrasi Ekstrak Angkak

Setelah mendapatkan tiga konsentrasi ekstrak angkak terpilih, tahap selanjutnya adalah melakukan uji organoleptik untuk mendapatkan formula yogurt dengan konsentrasi ekstrak angkak yang paling disukai oleh panelis. Uji organoleptik dilakukan

Ditambahkan ke dalam 50 ml susu skim 10% steril

Diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 hari

5 % Kultur induk ditambahkan ke dalam 100 ml susu skim 10% steril

Diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 hari Kultur induk

(17)

16 dengan menggunakan uji rating dan rangking hedonik. Skala penerimaan uji rating berkisar antara 1-7.

e.

Formulasi Konsentrasi Penambahan Buah Segar

Setelah mendapatkan formula dari ekstrak angkak yang paling disukai, tahap selanjutnya adalah melakukan penambahan buah segar dalam bentuk potongan buah. Buah segar yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah strawberi. Penambahan buah segar dilakukan untuk meningkatkan penerimaan panelis terhadap yogurt yang telah dihasilkan sebelumnya. Penambahan buah segar dilakukan pada tiga macam konsentrasi, yaitu 10%, 20%, dan 30%. Kemudian dilakukan uji organoleptik dengan menggunakan uji rangking dan rating hedonik untuk menentukan konsentrasi penambahan buah segar yang paling disukai oleh panelis. Penyajian sampel pada uji organoleptik dilakukan dalam keadaan dingin. Skala penerimaan uji rating berkisar antara 1-7.

f.

Uji Organoleptik (Adawiyah dan Waysima 2009)

a.

Uji

Rating

Hedonik

Uji rating digunakan bila uji sensori bertujuan menentukan dalam cara bagaimana suatu atribut sensori tertentu bervariasi di antara sejumlah contoh (jumlah contoh bervariasi dari tiga hingga enam contoh). Pada uji rating hedonik, panelis diminta untuk menilai atribut sensori dari yogurt (rasa, warna, aroma, tekstur) dan keseluruhan sifat sensori yogurt berdasarkan tingkat kesukaannya. Skala pengukuran yang digunakan dapat berupa skala kategori atau skala garis. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance). Persyaratan jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik menurut American Srandard Testing Material (ASTM) adalah 70 panelis tidak terlatih. Dalam penelitian ini, digunakan panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala kategori 7-point dengan deskripsi sebagai berikut:

1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak tidak suka 4 = netral

5 = agak suka 6 = suka 7= sangat suka

b.

Uji Rangking Hedonik

(18)

17 dan diminta untuk mengurutkan dari yang paling disukai hingga yang paling sedikit disukai atau kurang disukai. Contoh disajikan secara bersamaan agar panelis dapat membandingkan antarcontoh. Panelis diminta memberi skor 3 bagi contoh yang paling disukai, skor 2 bagi contoh yang lebih kurang disukai daripada contoh 3, skor 1 bagi contoh yang tidak disukai daripada contoh 2, demikian seterusnya hingga semua contoh diberi skor. Data yang diperoleh dianalisis dengan Friedman Test. Persyaratan jumlah minimum panelis untuk uji ranking hedonik menurut ASTM adalah 50 panelis tidak terlatih. Dalam penelitian ini, digunakan panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang. Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%.

3.

Evaluasi Kandungan Gizi untuk Pemenuhan Persyaratan SNI

a.

Analisis Kimia

1.

Nilai pH (Faridah

et al.

2009)

Sebelum dilakukan pengukuran, pH-meter dinyalakan dan distabilkan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Selanjutnya pH-meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengering. Sebanyak 20 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml. Elektroda pH-meter dibilas dengan air destilata, dikeringkan, dan dicelupkan ke dalam sampel. Angka yang tertera pada layar menunjukkan nilai pH yogurt. Sealanjutnya, elektroda kembali dibilas dengan air destilata, dikeringkan, dan dapat digunakan kembali untuk pengukuran pH sampel.

2.

Total Asam Tertitrasi (Latimer dan Horwitz 2007)

Pengukuran total asam tertitrasi menggunakan prinsip asam basa dengan metode titrimetri. Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein 1%. Sampel dititrasidengan larutan NaOH 0.1 N yang telah distandardisasi sampai terbentuk warna merah muda. Persen total asam tertitrasi terhitung sebagai asam laktat.

TAT (%) asam laktat =

100

%

1000

90

x

Wx

xFP

VxNx





(19)

18

3.

Total Padatan Terlarut (Latimer dan Horwitz 2007)

Pengukuran TPT menggunakan Hand Refractometer (0-39 °Brix). Sebelum digunakan alat dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol dan dilap hingga kering. Sampel yang akan diukur kemudian diletakkan secukupnya pada tempat pembacaan. Kemudian nilai TPT ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih.

4.

Kadar Air (Latimer dan Horwitz 2007)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit,didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (A). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan. Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven 100oC selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan, kemudian ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot konstan (C). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar Air (% bb) =

(

)

x

100

%

B

A

C

B





Ket: bb = basis basah

5.

Kadar Abu (Latimer dan Horwitz 2007)

Cawan yang dipersiapkan untuk pengabuan contoh dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar Abu (% bb) = − � 100%

Kadar Abu (% bk) = � (% )

100−� � (% )

Ket: bk = basis kering

6.

Kadar Lemak (Latimer dan Horwitz 2007)

(20)

19 dengan bobot atau volume tertentu (B) diteteskan pada kapas bebas lemak yang dimasukkan dalam kertas saring. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya dan dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai mencapai bobot tetap dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak ditimbang (C). Kadar lemak contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar Lemak (% bb) = − � 100%

Kadar Lemak (% bk) =� (% )

100−� � (% )

7.

Kadar Protein (Latimer dan Horwitz 2007)

Sampel sebanyak ± 100-250 mg dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambah dengan 1 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama 30 menit hingga cairan menjadi jernih. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas 5-6 kali dengan air destilata sebanyak 1-2 ml, kemudian ditambahkan 8-10 ml campuran larutan 60 % NaOH-5%Na2S2O3. Labu tersebut disambungkan dengan alat destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung yang berisi larutan H3BO3. Destilasi dilakukan sampai diperoleh volume destilat sebanyak 15 ml, kemudian destilat dititrasi dengan HCl 0.02Nsampai larutan berubah warna dari hijau menjadi abu-abu (titik akhir). Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah campuran dua bagian 0.2% metil merah dalam etanol dan satu bagian 0.2% metilen biru dalam etanol. Sebelum digunakan, HCl terlebih dahulu distandarisasi menggunakan NaOH dengan indikator fenolftalein. NaOH sebelumnya distandarisasi menggunakan larutan kaliumhidrogenftalat (KHP) dengan indikator fenolftalein. Kadar protein contoh dapat dihitung dengan persamaan:

Kadar Nitrogen (%) = � ℎ− � � � � 14.007� 100%

Kadar Protein (% bb) = Total Nitrogen (%) x faktor konversi Ket : faktor konversi = 6.38 (untuk yogurt)

Kadar Protein (% bk) = � � (% )

100−� � (% )

8.

Kadar Karbohidrat (

by difference

)

Kadar karbohidrat dihitung secara by difference dengan menggunakan persamaan :

Kadar Karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A + Ab +L)

Kadar Karbohidrat (% bk) = � ℎ� (% )

(21)

20 Ket : P= kadar protein (% bb)

A= kadar air (% bb) Ab= kadar abu (% bb) L= kadar lemak (% bb)

9.

Kapasitas Antioksidan Metode DPPH (Molyneux 2002)

Analisis kapasitas antioksidan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode spektrofotometri, yaitu metode reduksi DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Larutan-larutan yang dibutuhkan adalah larutan DPPH 1 mM dalam metanol proanalysis, metanol, larutan standar asam askorbat, dan sampel. Analisis kapasitas antioksidan terdiri atas dua tahap, yaitu a) pembuatan kurva standar asam askorbat dan b) penentuan kapasitas antioksidan sampel.

a.

Pembuatan Kurva Standar Asam Askorbat

Seri larutan standar asam askorbat dibuat dengan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 500 ppm. Larutan blanko dibuat dengan mencampurkan 8 ml metanol dengan 2 ml larutan DPPH. Larutan standar dibuat dengan mencampurkan 7 ml metanol dan 2 ml larutan DPPH dengan 1 ml standar asam askorbat pada masing-masing konsentrasi. Larutan didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit untuk selanjutnya diukur absorbansinya (A) menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 520 nm. Pengukuran dilakukan secara duplo dengan dua kali ulangan. Selanjutnya dibuat kurva standar asam askorbat dengan memplotkan hubungan antara konsentrasi asam askorbat dan (A blanko – A sampel).

b.

Penentuan Kapasitas Antioksidan Sampel

(22)

21

b.

Analisis Fisik

1.

Viskositas

Salah satu parameter sifat fisik yang menentukan mutu yogurt adalah viskositas. Pengukuran nilai viskositas dengan menggunakan Brookfield viskometer. Sebanyak 100 ml sampel dimasukkan dalam wadah sampel. Dengan menggunakan

spindle 3 dan speed 12, dilakukan pengukuran viskositas sampel. Pengukuran dilakukan selama 2 menit hingga diperoleh pembacaan jarum pada posisi yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai diperoleh nilai viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil.

c.

Analisis Mikrobiologi (Fardiaz 1988)

1.

Total Mikroba

Sampel sebanyak 10 ml ditambahkan 90 ml larutan pengencer. Kemudian sampel diencerkan sampai dengan pengenceran 10-7. Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan (pengenceran 10-5, 10-6, 10-7) dimasukkan ke dalam masing-masing dua cawan petri steril (duplo). Selanjutnyam dituangkan 15 ml media PCA yang telah didinginkan suhunya hingga 45-50 oC dan digoyangkan secara mendatar diatas meja membentuk angka delapan supaya sampel menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30 oC selama 2 hari. Total mikroba ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count). Koloni yang dihitung berkisar antara 25 – 250 koloni dan dinyatakan dalam CFU/ml.

2.

Uji Koliform

Sampel sebanyak 10 ml ditambahkan 90 ml larutan pengencer. Kemudian sampel diencerkan sampai dengan pengenceran 10-4 dengan menggunakan medium BGLBB dan tabung Durham didalam masing-masing media BGLBB. Setelah seluruh sampel diencerkan pada empat tingkat pengenceran maka tabung diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 2 hari. Dihitung jumlah tabung positif yang ditandai dengan adanya pembentukan gas pada tabung Durham. Kemudian hasil pengamatan dicocokkan dengan tabel APM kombinasi 3 seri, dihitung dan dinyatakan dalam APM/ml.

3.

Total Bakteri Asam Laktat

(23)

22 bakteri ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count). Koloni yang dihitung berkisar antara 25 – 250 koloni dan dinyatakan dalam CFU/ml.

4.

Total Kapang Khamir

(24)

23

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ANGKAK

Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak angkak menunjukkan bahwa ekstrak angkak hingga konsentrasi 30% tidak menghambat pertumbuhan ketiga bakteri asam laktat yang digunakan dalam pembuatan yogurt. Pada masing-masing cawan yang ditumbuhi masing-masing bakteri asam laktat (Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus, dan Bifidobacterium bifidum) tidak terbentuk zona penghambatan di sekeliling sumur yang diisi dengan ekstrak angkak. Oleh karena tidak terdapat aktivitas penghambatan terhadap bakteri asam laktat, maka pembuatan yogurt dengan menggunakan ekstrak angkak dapat dilakukan. Salah satu contoh hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak angkak dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Aktivitas antimikroba ekstrak angkak

Ekstrak angkak dengan pelarut air tidak menghambat pertumbuhan BAL. Hal ini disebabkan senyawa antimikroba pada angkak berupa pigmen merah, pigmen jingga, dan pigmen kuning merupakan senyawa yang kelarutannya rendah dalam air (Tisnadjaja 2006). Karena kelarutannya yang rendah maka tidak semua komponen yang berperan sebagai antimikroba terekstrak sempurna.

Selain itu, aktivitas antimikroba pada angkak hanya spesifik untuk menghambat beberapa jenis bakteri patogen seperti Bacillus dengan menggunakan pelarut non polar dan tidak diketahui efek penghambatan terhadap bakteri non patogen seperti bakteri asam laktat. Fink-Gemmels (1991) hanya menyebutkan bahwa ekstrak angkak tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan Lactobacillus, tidak secara spesifik menyebutkan jenis bakteri yang diuji dan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi. Oleh karena itu, dapat diduga ekstrak angkak dengan pelarut air tidak menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat, khususnya ketiga bakteri yang digunakan untuk pembuatan yogurt.

B.

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGI KULTUR STARTER

Kultur bakteri yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kultur murni bakteri asam laktat (BAL) yang telah ditumbuhkan pada media MRSA chalk semi solid. Ada tiga macam kultur bakteri yang digunakan, yaitu Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus, dan

Bifidobacterium bifidum. Agar dapat dipergunakan berulang kali, kultur murni harus selalu disegarkan pada periode tertentu, minimal sekali dalam seminggu.

10%

30% 0

%

20%

5%

(25)

24 Menurut Tamime and Robinson (2000), ada tiga metode pembuatan starter, yaitu: (1)

liquid starter; (2) dried starter; dan (3) frozen starter. Pada penelitian ini digunakan metode

liquid starter dalam pembuatan kultur starter. Penggunaan metode liquid starter didasarkan atas kemudahannya untuk diaplikasikan dan tidak membutuhkan peralatan yang rumit. Selain itu, kultur cair (liquid starter) merupakan tipe starter yang paling aktif, ditandai dengan pendeknya periode lag kemudian diikuti oleh peningkatan jumlah asam yang sangat cepat.

Penelitian ini menggunakan kultur starter sebanyak 5% (v/v). Penambahan kultur starter pada susu skim dilakukan dengan perbandingan 1:1:1. Tamime dan Robinson (2000) menyebutkan bahwa semakin banyak kultur starter yang ditambahkan akan mengakibatkan jumlah asam yang dihasilkan akan lebih banyak dan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk gumpalan atau koagulum akan semakin pendek dan sebaliknya.

Kultur starter yang dihasilkan perlu diuji aktivitasnya sebelum digunakan untuk membuat yogurt. Agar dihasilkan yogurt dengan jumlah bakteri starter > 7 log CFU/ml, maka jumlah bakteri pada kultur starter diharapkan minimal sebesar 7 logCFU/ml (BSN 2009). Hasil uji total bakteri kultur starter yang digunakan dalam pembuatan yogurt masing-masing sebesar 9.90 log CFU/ml untuk S.thermophilus, 9.56 log CFU/ml untuk L.bulgaricus dan 9.72 log CFU/ml untuk

B.bifidum. Kultur starter yang digunakan sudah memenuhi persyaratan SNI (minimal 7 log CFU/ml) untuk digunakan dalam pembuatan yogurt.

C.

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ANGKAK TERHADAP

PARA-METER MUTU SENSORI YOGURT

Penentuan formula konsentrasi ekstrak angkak untuk pembuatan yogurt dilakukan dengan uji organoleptik pendahuluan secara subjektif dengan panelis terbatas. Kisaran konsentrasi ekstrak angkak yang diujikan dimulai dari 1.0, 2.5, 5.0, 7.5, 8.0, 9.0 dan 10%.

Hasil uji organoleptik secara subjektif menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak angkak dengan konsentrasi lebih dari 7.5% tidak disukai. Hal ini disebabkan adanya after taste pahit yang berlebihan yang membuat rasa dari yogurt tidak disukai. Selain itu, panelis tidak menyukai warna dari yogurt yang terlalu merah pekat karena menurut panelis warna yang terlalu gelap tidak lazim ada dalam produk yogurt.

Gambar 11. Yogurt dengan berbagai konsentrasi angkak

Tiga konsentrasi ekstrak angkak yang paling disukai adalah 2.5%, 5.0% dan 7.5%. Ketiga konsentrasi ini akan digunakan dalam pembuatan yogurt. Yogurt yang dihasilkan selanjutnya dilakukan uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan (overall)

(26)

25 dengan menggunakan uji rating hedonik dan rangking hedonik (overall) untuk menentukan konsentrasi ekstrak angkak yang paling disukai. Produk yogurt yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.

1.

Warna

Warna merupakan parameter pertama yang terlihat oleh konsumen, sehingga parameter ini dapat menjadi acuan pertama yang digunakan konsumen dalam menilai mutu suatu produk pangan. Apabila suatu produk pangan kurang menarik, konsumen mungkin tidak berminat lagi untuk menilai parameter kesukaan lainnya (Francis 1977).

Yogurt dengan konsentrasi angkak 7.5% memiliki skor kesukaan yang paling rendah, yaitu 3.7 (agak tidak suka), sedangkan yogurt dengan konsentrasi angkak 2.5% memiliki skor kesukaan yang paling tinggi, yaitu 5.1 (agak suka). Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi angkak mempengaruhi respon kesukaan panelis terhadap warna. Peningkatan konsentrasi ekstrak angkak yang ditambahkan ke dalam yogurt dapat menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna dari yogurt (Gambar 11). Menurut panelis, warna yogurt yang terlalu merah tidak lazim ada di dalam produk yogurt.

Hasil analisis sidik ragam dari ketiga sampel yogurt yang diuji menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap parameter warna pada taraf signifikansi 5%. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan yang ada di antara ketiga sampel yogurt yang diuji maka perlu dilakukan uji lanjut, yaitu dengan menggunakan uji Duncan (Lampiran 1b). Hasil uji Duncan terhadap warna yogurt menunjukkan perbedaan yang nyata.

Gambar 12. Respon penerimaan panelis terhadap warna yogurt dengan berbagai konsentrasi ekstrak angkak

2.

Aroma

Aroma suatu bahan pangan disebabkan oleh adanya komponen yang mempunyai sifat volatil. Aroma merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan mutu suatu bahan pangan karena sebelum mencicip rasa suatu produk, kebanyakan konsumen akan mencium produk tersebut terlebih dahulu. Senyawa-senyawa yang berperan dalam pembentukan aroma pada yogurt antara lain asetaldehid, diasetil dan asam asetat. Senyawa-senyawa ini dihasilkan oleh kultur starter yang digunakan. Yogurt yang dibuat dengan menggunakan kultur starter

0 1 2 3 4 5 6

2,5 5 7,5

5.1a

4.5b

3.7c

Sk

o

r

Wa

rna

Konsentrasi Ekstrak Angkak (%)

(27)

26 campuran akan menghasilkan aroma yang lebih kuat dibandingkan dengan produk fermentasi yang dibuat dengan menggunakan kultur tunggal (Tamime dan Robinson 2000).

Peningkatan konsentrasi ekstrak angkak tidak mempengaruhi aroma yogurt meskipun ekstrak angkak memiliki komponen-komponen volatil (Gambar 13). Hal ini disebabkan jumlah komponen volatil yang terdapat pada ekstrak angkak lebih rendah daripada komponen volatil yang dihasilkan oleh kultur starter sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma yogurt secara keseluruhan. Menurut panelis, aroma ketiga yogurt yang dihasilkan memiliki kekhasan yang lazim seperti aroma yogurt plain yang ada di pasaran.

Gambar 13. Respon penerimaan panelis terhadap aroma yogurt dengan berbagai konsentrasi ekstrak angkak

Hasil pengolahan data sidik ragam dari ketiga sampel yogurt yang diuji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap parameter warna pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 1c). Oleh karena itu, uji lanjut berupa uji Duncan tidak perlu dilakukan.

3.

Rasa

Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap yang meliputi rasa asin, manis, asam, dan pahit yang diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut (Meilgaard et al. 1999). Rasa merupakan atribut sensori yang tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan citarasa produk pangan. Rasa memegang peranan sangat penting dalam penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Yogurt pada umumnya mempunyai rasa yang asam. Menurut Winarno (2002), rasa asam pada yogurt disebabkan oleh donor proton yang intensitsnya tergantung pada jumlah ion H+ yang dihasilkan oleh hidrolisis asam. Menurut De Man (1989), beberapa faktor yang mempengaruhi keasaman yogurt dalam mulut antara lain sifat gugus asam, pH, keasaman yang tertitrasi, dan keberadaan senyawa lain seperti gula.

Yogurt dengan konsentrasi angkak 7.5% memiliki skor kesukaan yang paling rendah, yaitu 3.0 (agak tidak suka) dan berbeda dengan kedua sampel lainnya, sedangkan yogurt dengan konsentrasi angkak 2.5% memiliki skor kesukaan yang paling tinggi, yaitu 3.9 (agak tidak suka) dan tidak berbeda dengan yogurt konsentrasi angkak 5.0% yang memiliki skor 3.7 (agak tidak suka). Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi angkak mempengaruhi respon kesukaan panelis terhadap rasa. Peningkatan konsentrasi ekstrak angkak yang

0 1 2 3 4 5 6

2,5 5 7,5

4.0a

4.2a

4.0a

Sk

o

r

Aro

m

a

Konsentrasi Ekstrak Angkak (%)

(28)

27 ditambahkan ke dalam yogurt dapat menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa dari yogurt (Gambar 14).

Gambar 14. Respon penerimaan panelis terhadap rasa yogurt dengan berbagai konsentrasi ekstrak angkak

Hasil analisis sidik ragam dari ketiga sampel yogurt yang diuji menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap parameter rasa pada taraf signifikansi 5%. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan rasa yang ada di antara ketiga sampel yogurt yang diuji maka perlu dilakukan uji lanjut, yaitu dengan menggunakan uji Duncan (Lampiran 1d). Hasil uji Duncan terhadap rasa yogurt menunjukkan perbedaan yang nyata diantara ketiga sampel yang diuji.

4.

Tekstur

Tekstur merupakan cara bagaimana berbagai unsur komponen dan unsur struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan makrostruktur, serta bagaimana struktur keluar dalam segi aliran deformasi. Ciri tekstur yang berkaitan dengan yogurt, yaitu viskositas atau konsistensi dan kelembutan (De Man 1989). Menurut Winarno (2002), tekstur dan konsistensi dalam suatu bahan pangan ikut mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel olfaktori dan kelenjar air liur. Bahan yang bersifat kental cenderung mengurangi penerimaan terhadap intensitas dan aroma.

Tekstur ketiga yogurt yang diuji tidak berbeda (Gambar 15). Hal ini disebakan karena kesamaan formula bahan baku dalam pembuatan yogurt dimana jumlah susu skim yang digunakan pada ketiga yogurt adalah 12% dan penambahan maizena pada ketiga yogurt dengan konsentrasi yang sama, yaitu 1.75% sehingga kandungan total padatan yang berperan dalam pembentukan tekstur yogurt adalah sama.

Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter tekstur dapat dilihat pada Lampiran 1e. Hasil analisis sidik ragam dari ketiga sampel yogurt yang diuji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap parameter tekstur pada taraf signifikansi 5%. Oleh karena itu, uji lanjut berupa uji Duncan tidak perlu dilakukan.

0 1 2 3 4

2,5 5 7,5

3.9b

3.7b

3.0a

Sk

o

r

Ra

sa

Konsentrasi Ekstrak Angkak (%)

(29)

28 Gambar 15. Respon penerimaan panelis terhadap tekstur yogurt dengan

berbagai konsentrasi ekstrak angkak

5.

Kesukaan Secara Keseluruhan (

Overall

)

Uji rating hedonik dan rangking hedonik dilakukan untuk mengetahui respon panelis terhadap parameter yogurt secara keseluruhan.

Yogurt dengan konsentrasi angkak 7.5% memiliki skor kesukaan yang paling rendah, yaitu 3.3 (agak tidak suka). Yogurt dengan konsentrasi ekstrak angkak 7.5% berbeda dari kedua sampel yogurt yang lain. Yogurt dengan konsentrasi angkak 2.5% memiliki skor kesukaan yang paling tinggi, yaitu 3.9 (agak tidak suka). Sampel ini tidak berbeda dengan sampel yogurt dengan konsentrasi ekstrak angkak 5.0%. Namun, skor kesukaan yogurt dengan konsentrasi ekstrak angkak 2.5% masih lebih tinggi dibandingkan dengan skor kesukaan yogurt dengan konsentrasi ekstrak angkak 5.0% (3.8).

Hasil uji rating hedonik (Gambar 16) menunjukkan bahwa penerimaan panelis secara keseluruhan terhadap yogurt masih rendah. Faktor yang menyebabkan skor penerimaan cukup rendah adalah adanya after taste pahit yang timbul. Rasa pahit yang timbul disebabkan karena ekstrak angkak memiliki rasa sehingga dapat mempengaruhi yogurt yang dihasilkan. Kombinasi rasa asam dan after taste pahit yang timbul menyebabkan panelis kurang menyukai sampel yang disajikan.

Gambar 16. Respon penerimaan panelis terhadap keseluruhan yogurt dengan berbagai konsentrasi ekstrak angkak

0 1 2 3 4 5 6

2,5 5 7,5

4.4a 4.5a 4.2a Sk o r T ek st ur

Konsentrasi Ekstrak Angkak (%)

3 3,2 3,4 3,6 3,8 4

2,5 5 7,5

3.9b 3.8b 3.3a Sk o r K eseluruh a n

Konsentrasi Ekstrak Angkak (%)

2.5 5.0 7.5

(30)

29 Hasil analisis sidik ragam pada uji rating hedonik dari ketiga sampel yogurt yang diuji menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap parameter keseluruhan pada taraf signifikansi 5%. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan keseluruhan yang ada di antara ketiga sampel yogurt yang diuji maka perlu dilakukan uji lanjut, yaitu dengan menggunakan uji Duncan (Lampiran 1f). Hasil uji Duncan terhadap keseluruhan yogurt menunjukkan perbedaan yang nyata.

Hasil analisis Friedman pada uji rangking hedonik juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata di antara ketiga sampel yogurt yang diuji terhadap parameter keseluruhan pada taraf signifikansi 5%. Hal ini disebabkan nilai signifikansi asimtotik sampel (0.000) lebih kecil daripada nilai taraf signifikansi 5% (0.05). Urutan sampel yang memiliki rangking dari paling tinggi adalah yogurt dengan konsentrasi ekstrak angkak 2.5% (2.39), yogurt dengan konsentrasi ekstrak angkak 5.0% (1.84), dan yogurt dengan konsentrasi ekstrak angkak 7.5% (1.77). Hasil analisis Friedman dapat dilihat pada Lampiran 1g.

Berdasarkan hasil uji rating dan rangking hedonik diperoleh bahwa formula konsentrasi ekstrak angkak yang paling disukai dalam yogurt adalah konsentrasi ekstrak angkak 2.5%. Pada konsentrasi ini, skor penerimaan panelis terhadap yogurt paling tinggi. Namun, skor yang didapatkan masih cukup rendah dari batas skor kesukaan yaitu pada skala 5.00 (agak suka). Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai penerimaan dari yogurt maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah penambahan buah strawberi.

D.

PENGARUH KONSENTRASI BUAH SEGAR (STRAWBERI)

TERHA-DAP PARAMETER MUTU SENSORI YOGURT

Penambahan buah segar dilakukan untuk meningkatkan penerimaan panelis terhadap yogurt. Menurut Tamime dan Robinson (2000), penambahan buah segar bertujuan untuk menurunkan cita rasa asam dari yogurt. Penambahan buah segar juga bertujuan untuk menutupi

after taste pahit dari ekstrak angkak. Pada penelitian ini, buah segar yang digunakan adalah buah strawberi.

Buah strawberi ditambahkan ke dalam yogurt dalam bentuk potongan buah. Buah strawberi yang akan digunakan, dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran-kotoran. Kemudian direndam dalam larutan 0.3% CaCO3 selama satu jam. Selanjutnya, dilakukan blansir selama tiga menit. Potongan buah yang sudah diblansir, direndam dalam larutan gula 50% selama satu jam. Setelah direndam, secara aseptis dimasukkan ke dalam yogurt yang telah melewati tahap fermentasi. Penentuan konsentrasi buah segar yang ditambahkan dilakukan pada tiga jenis konsentrasi, yaitu 10%, 20% dan 30%. Buah segar ditambahkan ke dalam yogurt, kemudian setiap yogurt dengan konsentrasi buah segar berbeda diuji organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan (overall) dengan menggunakan uji rating hedonik dan rangking hedonik (overall) untuk menentukan penambahan buah segar yang paling disukai. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program statistik SPSS 13.0.

1.

Warna

(31)

30 strawberi tidak mempengaruhi warna dari yogurt. Hasil analisis sidik ragam dari ketiga sampel yogurt yang diuji menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap parameter warna pada taraf signifikansi 5%. Karena tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara ketiga sampel yogurt yang diuji maka uji lanjut berupa uji Duncan tidak perlu dilakukan. Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter warna dapat dilihat pada Lampiran 2b.

Gambar 17. Respon penerimaan panelis terhadap warna yogurt dengan berbagai konsentrasi buah strawberi

2.

Aroma

Respon penerimaan panelis terhadap aroma yogurt dengan berbagai konsentrasi buah strawberi dapat dilihat pada Gambar 18. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan buah strawberi tidak mempengaruhi aroma dari yogurt. Hal ini disebabkan buah strawberi bukan merupakan buah yang memiliki aroma yang kuat.

Gambar 18. Respon penerimaan panelis terhadap aroma yogurt dengan berbagai konsentrasi buah strawberi

Hasil analisis sidik ragam dari ketiga sampel yogurt yang diuji menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap parameter aroma pada taraf signifikansi 5%. Karena tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara ketiga sampel yogurt yang diuji maka uji lanjut

0 1 2 3 4 5 6

10 20 30

5.3a 5.4a 5.4a

Sk

o

r

P

a

nelis

Konsentrasi Buah Strawberi (%)

4,4 4,5 4,6 4,7 4,8 4,9 5

10 20 30

4.6a

4.9a

4.8a

Sk

o

r

P

a

nelis

Konsentrasi Buah Strawberi (%)

(32)

31 berupa uji Duncan tidak perlu dilakukan. Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter warna dapat dilihat pada Lampiran 2c.

3.

Rasa

[image:32.595.212.490.292.458.2]

Yogurt dengan konsentrasi buah segar 10% memiliki skor kesukaan yang paling rendah, yaitu 4.0 (netral) dan berbeda dengan kedua sampel lainnya, sedangkan yogurt dengan konsentrasi buah segar 20% memiliki skor kesukaan yang paling tinggi, yaitu 4.9 (netral) dan tidak berbeda dengan yogurt dengan konsentrasi buah segar 30% dengan skor kesukaan 4.9. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan buah segar mempengaruhi respon kesukaan panelis terhadap rasa dari yogurt (Gambar 19). Penambahan buah segar ke dalam yogurt dapat meningkatkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa dari yogurt dimana rasa yogurt yang terlalu asam dapat dikurangi dan menutupi after taste pahit dari ekstrak angkak.

Gambar 19. Respon penerimaan panelis terhadap rasa yogurt dengan berbagai konsentrasi buah strawberi

Hasil analisis sidik ragam dari ketiga sampel yogurt yang diuji menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap parameter rasa pada taraf signifikansi 5%. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan rasa yang ada di antara ketiga sampel yogurt yang diuji maka perlu dilakukan uji lanjut, yaitu dengan menggunakan uji Duncan. Hasil uji Duncan terhadap rasa yogurt menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 2d).

4.

Tekstur

Yogurt dengan konsentrasi buah segar 10% memiliki skor kesukaan yang paling rendah, yaitu 4.7 (netral) dan berbeda dari kedua sampel lainnya, sedangkan yogurt dengan konsentrasi buah segar 30% memiliki skor kesukaan yang paling tinggi, yaitu 5.1 (agak suka) dan tidak berbeda dengan yogurt dengan konsentrasi buah segar 20% yang memiliki skor 5.0. Hasil ini menunj

Gambar

Gambar 19. Respon penerimaan panelis terhadap rasa yogurt dengan  berbagai konsentrasi buah strawberi
Gambar 20. Respon penerimaan panelis terhadap tekstur yogurt dengan  berbagai konsentrasi buah strawberi
Tabel 3. Kandungan gizi low fat fruity yogurt buah strawberi terpilih (per 100 ml)
Tabel 5. Evaluasi Pemenuhan Persyaratan SNI untuk Low Fat Fruity Yogurt
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jangka waktu untuk mengkonversi piutang usaha yang pendek atau singkat dapat mengindikasikan pengelolaan komponen modal kerja yang berbentuk piutang usaha telah

Hipotesis yang menyatakan Diduga faktor Pengawasan secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap Semangat Kerja paramedis Rumah Sakit Nusalima pekanbaru

(2) Maksud tindak tutur ekspresif yang ada dalam naskah drama berjudul Sacuwiling Ati lan Wengi karya Suliyanto ada 21, yaitu berterima kasih, memuji, meminta maaf,

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui efek ekstrak etanol 96% anggur merah ( Vitis Vinifera ) Terhadap penurunan kadar trigliserida darah pada

Apakah kualitas produk, desain produk, dan harga secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan pembelian Laptop Lenovo di wilayah Duri Kosambi Jakarta Barat?...

Jumlah kelompok kontrol ditentukan berdasarkan jumlah anak yang tidak terinfestasi kutu kepala ( Pediculosis capitis ) dengan perbandingan 1:1 terhadap jumlah

Dalam masa-masa yang paling dini, umat Islam sudah sudah terlibat konflik yang besar sehingga dikenal dengan al-fitnah al-kubra (fitnah besar). Ada empat fitnah

organisasi yang dibentuk oleh pedagang buku bekas pada tahun 2004 sebagai. paguyuban untuk menampung eks pedagang Titi