• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performance and Yield Stability of New Plant Type of Upland Rice Lines Obtained from Anther Culture.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performance and Yield Stability of New Plant Type of Upland Rice Lines Obtained from Anther Culture."

Copied!
253
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI

GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA

PURBOKURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI GOGO TIPE BARU HASIL

KULTUR ANTERA adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(4)
(5)

ABSTRACT

PURBOKURNIAWAN. Performance and Yield Stability of New Plant Type of Upland Rice Lines Obtained from Anther Culture. Under direction of Bambang Sapta Purwoko as chairman, Desta Wirnas, and Iswari Saraswati Dewi as members of the advisory committee.

Breeding of upland rice is now directed towards new plant type (NPT) architecture. NPT rice lines have been obtained from anther culture and need to be evaluated in multilocation trials. The objectives of the research were to obtain information on agronomic characters, genetic parameters, yield potential, adaptability and stability of the lines. Ten lines and two cultivars were planted at seven different location in November 2010 – March 2011. In each location, the experimental design was randomized complete block design with four replications. Observation was done on agronomic characters such as plant height, number of vegetative tiller and productive tiller, panicle length, number of filled grains per panicle, empty grains per panicle, and total grains per panicle, 1000-grain weight, grain weight per plant and yield per hectar. The results showed FM1R-1-3-1 and Fat-4-1-1 rice lines has grain weight per plant 20.3 and 18.2 grams/plant respectively and other agronomic characters that were better than eight other lines. Genotype x environmental interaction factors contributed to variance by 16.6%. The highest productivity was achieved by FM1R-1-3-1 (4.52 ton/ha). FM1R-1-3-1 showed as genotype specifically adapted to favourable environments.

(6)
(7)

RINGKASAN

PURBOKURNIAWAN.

Keragaan dan Stabilitas Galur-galur Padi Gogo

Tipe Baru Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA

PURWOKO, DESTA WIRNAS dan ISWARI SARASWATI DEWI.

Penelitian dan perakitan padi gogo di Indonesia antara lain diarahkan untuk menghasilkan varietas padi gogo tipe baru. Sejumlah galur dihaploid padi gogo tipe baru telah dihasilkan dengan menggunakan metode kultur antera. Galur-galur padi gogo dihaploid yang dihasilkan diharapkan memiliki kemampuan adaptasi dan stabilitas yang baik di berbagai kondisi lingkungan. Untuk mengetahui pola adaptasi dan stabilitas suatu galur perlu dilakukan uji multilokasi. Informasi tentang kemampuan adaptasi dan stabilitas calon varietas merupakan syarat dalam pelepasan suatu varietas di Indonesia.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan agronomis, nilai parameter genetik, potensi hasil, adaptabilitas dan stabilitas galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 – Juni 2011. Tempat Penelitian ialah Bogor, Sukabumi dan Indramayu (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), Wonosari (DI Yogyakarta), serta Natar dan Taman Bogo (Lampung). Galur padi gogo yang digunakan yaitu 10 galur harapan padi gogo tipe baru yaitu 70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, 6-1-2, FG1-65-1-2, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1; dan 2 varietas pembanding yaitu Situ Bagendit dan Towuti. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan perlakuan genotipe padi gogo, berturut-turut diulang sebanyak 4 (empat) kali yang tersarang dalam tiap lokasi. Pengamatan dilakukan terhadap karakter agronomis seperti umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan saat vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, persen gabah isi dan hampa, bobot 1000 biji, hasil gabah per rumpun dan hasil gabah per hektar. Analisis data yang dilakukan adalah anova tiap lokasi, anova gabungan, analisis genetik dan analisis stabilitas hasil. Stabilitas galur-galur yang diuji diketahui dengan menggunakan empat pendekatan analisis stabilitas yaitu analisis Francis dan Kannenberg, analisis Finlay dan Wilkinson, analisis Eberhart dan Russell dan analisis AMMI.

Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa faktor genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh sangat nyata untuk semua karakter yang diamati pada 7 lokasi. Tanaman tertinggi ditunjukkan oleh genotipe FG1-70-2-1 dengan rata-rata 137,5 cm. Genotipe FG1R-36-1-1 sebagai galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera yang memiliki jumlah

anakan vegetatif mencapai 20,0 anakan, walaupun lebih sedikit dibanding 2 varietas pembanding. Genotipe FG1R-36-1-1 juga menunjukkan persen gabah

(8)

FM1R-1-3-1 dan Fat-4-1-1 memiliki kriteria karakter padi gogo tipe baru antara lain hasil gabah kering per rumpun yang tinggi, jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir dan bobot 1000 butir lebih dari 24 gram. Karakter tinggi tanaman 100-120 cm dan persen gabah lebih dari 75% dapat dicapai oleh kedua genotipe tersebut, bila kedua genotipe tersebut ditanam dan tumbuh pada lingkungan yang mendukung. Ragam genetik lebih tinggi dari ragam lingkungan dan ragam interaksi genotipe x lingkungan ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total, dan bobot 1000 biji.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

KERAGAAN DAN STABILITAS GALUR-GALUR PADI

GOGO TIPE BARU HASIL KULTUR ANTERA

PURBOKURNIAWAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Keragaan dan Stabilitas Galur-Galur Padi Gogo Tipe Baru Hasil Kultur Antera

Nama : Purbokurniawan NRP : A253090031

Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Ketua

Dr. Desta Wirnas, SP., M.Si. Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas segala karunia, hikmat, kuasa dan penyertaan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan agronomis, nilai parameter genetik, potensi hasil, adaptabilitas dan stabilitas galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera.

Penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. sebagai ketua Komisi Pembimbing, Dr. Desta Wirnas, SP., M.Si., dan Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi sebagai anggota Komisi Pembimbing. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian serta proses penulisan dan penyelesaian tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Muhamad Syukur, SP., M.Si. sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang memberikan saran-saran dan koreksi konstruktif. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku koordinator Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada DITJEN DIKTI Departemen dan Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Papua dan Dekan Fakultas Pertanian dan Teknologi Petanian UNIPA atas izin dan kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan Pemda Buru atas pembiayaan pelaksanaan penelitian uji multilokasi melalui hibah kepada tim peneliti (Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. sebagai ketua, Dr. Ir. Iswari Saraswati Dewi dan Heni Safitri, SP., M.Si. sebagai anggota).

(16)

Alce Ilona Noya dan Ananda terkasih Daniel Setiawan Noya atas cinta dan kasih sayangnya yang memberikan dorongan dan kekuatan bagi penulis. Bapak Frans Noya dan ibu Lily Siwy sebagai mertua, Chali Noya sekeluarga, Nova Noya, Petrus Ten sekeluarga dan Markus Waran sekeluarga, atas dukungan baik dalam bentuk materil dan moril serta doanya selama penulis menempuh studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah ikut membantu dalam penelitian dan proses penyelesaian tesis ini.

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 23 Februari 1977 dari pasangan Bapak Sutodwihardjo (Alm.) dan Ibu Rismintarti. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

(18)
(19)
(20)
(21)

xvii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Padi ... 3

Pembentukan Varietas Padi Gogo Tipe Baru melalui Kultur Antera ... 4

Pendugaan Nilai Parameter Genetik ... 8

Interaksi Genotipe x Lingkungan ... 9

Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil ... 10

Pelepasan Varietas Tanaman ... 21

BAHAN DAN METODE ... 25

Waktu dan Tempat ... 25

Bahan dan Alat ... 25

Rancangan Penelitian... 25

Pelaksanaan Penelitian... 26

Pengamatan ... 27

Analisis Data ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

Keadaan Umum ... 37

Keragaan Karakter Hasil dan Komponen Hasil... 38

Analisis Genetik... 53

Analisis Stabilitas Hasil ... 55

SIMPULAN DAN SARAN ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(22)
(23)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pengelompokan dan konsep metode analisis stabilitas hasil. ... 13 2. Jumlah unit dan lama pengamatan uji adaptasi (unit) dari dua Permentan

untuk tanaman pangan ... 23 3. Analisis ragam karakter padi gogo pada masing-masing lokasi uji. ... 29 4. Analisis ragam gabungan menggunakan model acak untuk komponen

agronomi dan komponen parameter genetik. ... 30 5. Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap untuk hasil gabah per

hektar. ... 30 6. Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russell (1966). ... 35 7. Hasil analisis ragam gabungan pengaruh genotipe, lingkungan dan

interaksi genotipe x lingkungan terhadap karakter agronomis genotipe padi gogo tipe baru. ... 38

8. Rata-rata tinggi tanaman (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ... 39

9. Rata-rata jumlah anakan vegetatif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ... 41 10. Rata-rata jumlah anakan produktif dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ... 42 11. Rata-rata panjang malai (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ... 43 12. Rata-rata jumlah gabah isi dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ... 44 13. Rata-rata jumlah gabah hampa dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji ... 45 14. Rata-rata jumlah gabah total dari 12 galur pada 7 lokasi uji. ... 46 15. Rata-rata persen gabah isi (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji... 48 16. Rata-rata persen gabah hampa (%) dari 12 galur pada 7 lokasi uji. ... 49 17. Rata-rata bobot 1000 biji (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ... 50 18. Rata-rata hasil gabah per rumpun (gram) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. 51 19. Komponen ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genotipe x

lingkungan, dan ragam fenotipe untuk karakter yang diamati. ... 53 20. Nilai koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipe, dan

(24)

xx

22. Rata-rata hasil gabah (ton/ha) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji. ... 58 23. Rataan hasil gabah per hektar, nilai ragam lingkungan dan koefisien

keragaman. ... 60 24. Rataan hasil, koefisien regresi dan produktivitas pada lingkungan 1 ton/ha

dan 5 ton/ha. ... 61 25. Analisis ragam gabungan untuk menguji stabilitas hasil dengan metode

Eberhart dan Russell (1966). ... 65 26. Rataan hasil gabah per hektar, nilai koefisien regresi dan simpangan

regresi. ... 66 27. Hasil analisis ragam AMMI untuk hasil gabah per hektar. ... 68 28. Kriteria stabil dari 4 metode analisis stabilitas hasil. ... 71

(25)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Perkembangan arsitektur tanaman padi (Khush et al. 2001; Vergara et al.

1991). ... 5 2. Respon hasil terhadap lingkungan untuk dua konsep stabilitas hasil pada

grafik bukan regresi (A) dan grafik regresi (B) (Annicchiarico 2002b). ... 12 3. Interpretasi umum dari pola populasi genotipe yang didapat dari plot nilai

koefisien regresi genotipe terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay & Wilkinson 1963). ... 17 4. Interaksi genotipe x lingkungan terhadap hasil. ... 57 5. Hubungan koefisien keragaman (CVi) dengan nilai ragam lingkungan (Si2). 60 6. Hubungan koefisien regresi dengan produktivitas gabah. ... 62 7. Pola populasi genotipe uji melalui hubungan antara produktivitas gabah

dengan indeks lingkungan. ... 62 8. Hubungan nilai koefisien regresi (bi) dan nilai simpangan regresi ( ). ... 66 9. Biplot interaksi IAKU1 dan IAKU2 untuk data hasil gabah/hektar. ... 69

(26)
(27)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

(28)
(29)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus bertambah sehingga permintaan beras sebagai pangan utama bagi masyarakat Indonesia terus meningkat. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan dengan pengembangan pertanaman padi gogo pada lahan-lahan kering. Lahan kering di Indonesia yang berpotensi untuk pengembangan padi gogo seluas 22,39 juta ha (Badan Litbang Pertanian 2007; BBSDLP 2008). Produktivitas nasional padi gogo sebesar 2,95 ton/ha pada tahun 2008. Produktivitas ini pada tahun yang sama masih lebih rendah bila dibandingkan dengan produktivitas nasional padi sawah yang mencapai 5,08 ton/ha (Deptan 2011).

Penelitian dan perakitan padi gogo di Indonesia antara lain diarahkan untuk menghasilkan varietas padi gogo tipe baru. Perakitan padi tipe baru telah dimulai sejak tahun 1995 oleh Balai Besar Penelitian Padi. Tahun 2003 Balai Besar Penelitian Padi telah melepas varietas padi sawah tipe baru Fatmawati (PTB) yang memiliki produktivitas sebesar 5,9 – 10,5 ton gabah kering giling/ha (Puslitbangtan 2003).

Perakitan padi gogo tipe baru memerlukan sifat-sifat yang dimodifikasi dari padi sawah tipe baru. Sifat-sifat padi tipe baru yang diadopsi pada padi gogo antara lain tinggi tanaman 100-120 cm, jumlah anakan produktif 8-15 batang, jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah lebih dari 75%, tanaman tegak tidak rebah, daun berwarna hijau tua dan perakaran yang dalam (Safitri 2010).

(30)

adaptasi dan stabilitas yang baik di berbagai kondisi lingkungan sehingga pengujian stabilitas harus dilakukan.

Adaptasi tanaman pada suatu lingkungan tumbuh merupakan kemampuan tanaman itu untuk menunjukkan daya hasil tinggi pada lingkungan yang sesuai (Annicchiarico 2002b). Kemampuan beradaptasi terdiri atas kemampuan beradaptasi luas dan kemampuan beradaptasi sempit (Soemartono 1988). Tanaman dengan kemampuan beradaptasi luas memiliki daya hasil yang stabil. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman itu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda. Menurut Becker dan Leon (1988) bahwa suatu genotipe yang memiliki kemampuan yang stabil pada berbagai lingkungan tumbuh menunjukkan stabilitas statis, sedangkan kemampuan yang mengikuti indeks lingkungan menunjukkan stabilitas dinamis.

Informasi kemampuan adaptasi dan stabilitas dari calon varietas merupakan syarat dalam pelepasan suatu varietas di Indonesia (Syukur et al.

2009). Hal ini telah diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tanggal 5 Oktober 2011 tentang pengujian,

penilaian, pelepasan dan penarikan varietas. Untuk mengetahui suatu genotipe memiliki adaptasi dan stabilitas yang luas perlu dilakukan uji multilokasi.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan agronomis dan stabilitas hasil galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomis di antara galur-galur harapan padi gogo tipe baru hasil kultur antera.

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Padi

Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-rumputan. Tanaman padi termasuk ke dalam famili Gramineae (Poaceae) dengan genus Oryza, ordo Poales atau Glumiflorae, kelas Monocotyledonae, subdivisi Angiospermae, divisi Spermathophyta. Genus Oryza terdapat 23 spesies antara lain Oryza sativa, Oryza glaberrima, Oryza rufipogon, Oryza breviligulata, Oryza barthii, Oryza meyeriana, dan Oryza ridleyi. Spesies Oryza sativa dibudidayakan di daerah tropik, daerah sub tropik dan temperat; sedangkan Oryza glaberrima dibudidayakan di wilayah Afrika. Oryza sativa sebagai spesies yang dibudidayakan secara luas di dunia, bila dibandingkan dengan spesies Oryza glaberrima. Spesies Oryza sativa sendiri terdiri atas 3 kelompok subspesies yaitu Indica, Japonica (Temperate Japonica) dan Javanica (Tropical Japonica). Subspesies Indica dominan di Sri Lanka, Cina Selatan dan Tengah, India, Pakistan, Jawa, Filipina, Taiwan dan negara-negara tropis lainnya. Subspesies Japonica banyak ditanam di Cina Utara dan Timur, Jepang dan Korea. Subspesies Javanica terdapat di Indonesia yang merupakan padi bulu dan gundil (Matsuo & Hoshikawa 1993).

Bagian vegetatif pada tubuh tanaman padi terdiri atas akar, batang, anakan dan daun. Akar terdiri atas akar seminal, akar serabut atau adventif dan akar tajuk. Tanaman padi mempunyai batang yang beruas-ruas. Panjang batang tergantung pada jenis dan kondisi lingkungan tumbuh (Matsuo & Hoshikawa 1993).

Anakan tanaman padi tumbuh pada dasar batang yang tumbuh secara bersusun. Anakan padi terdiri atas anakan primer dan sekunder. Anakan primer adalah anakan yang tumbuh pada kedua ketiak daun pada batang utama. Anakan sekunder adalah anakan yang tumbuh pada ketiak anakan primer dan seterusnya dan biasanya bertambah kecil (Manurung & Ismunadji 1988).

(32)

rendemen tanaman padi suatu varietas. Setiap unit bunga dinamakan spikelet yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik dan benang sari serta beberapa organ lain yang bersifat inferior. Tiap bunga memiliki enam benang sari yang menopang kepala sari (antera). Pada pangkal bakal buah (ovary) terdapat lodikula yang mengatur pembukaan lemma dan palea pada saat anthesis. Bunga padi merupakan bunga sempurna dan menyerbuk sendiri dengan kemungkinan terjadi menyerbuk silang <1%. Waktu berbunga berkisar antara 70-75 hari setelah tanam tergantung dari varietasnya. Buah padi merupakan benih ortodoks yang ditutupi oleh palea dan lemma (Chang et al. 1965; Manurung & Ismunadji 1988).

Umur tanaman padi gogo berkisar antara 90-140 hari. Pertumbuhan tanaman padi gogo terdiri atas 3 fase yaitu fase vegetatif, fase reproduktif dan fase pemasakan. Fase vegetatif dimulai saat biji berkecambah sampai saat promordia bunga. Fase ini dibedakan ke dalam fase pertumbuhan aktif, yaitu saat perkecambahan benih sampai pembentukan anakan, dan fase pertumbuhan vegetatif lambat atau fase peka terhadap lama penyinaran dimulai pada masa anakan maksimum sampai saat pembentukan bakal primordia bunga. Fase reproduktif adalah masa saat munculnya primordia bunga hingga waktu keluar bunga. Fase ini terdiri atas inisisasi primordia bunga 52-70 hari setelah tanam; pemanjangan ruas dan bunting 62-75 hari setelah tanam; dan awal munculnya malai dan berbunga 75-100 hari setelah tanam yang ditandai dengan keluarnya malai dari kelopak daun bendera. Fase selanjutnya adalah fase pemasakan, yaitu masa dari mulai keluarnya bunga sampai gabah padi masak. Tahapan fase ini terdiri atas masak susu 92-110 hari setelah tanam, masak padat 102-120 hari setelah tanam dan masak penuh 112-130 hari setelah tanam (Basyr et al. 1983).

Pembentukan Varietas Padi Gogo Tipe Baru melalui Kultur Antera

Produktivitas padi tipe ‘revolusi hijau’ sejak terjadinya revolusi hijau tidak

(33)

5

keragaman genetik yang sempit. Dengan demikian dituntut adanya terobosan perbaikan sifat genetik melalui kegiatan pemuliaan untuk meningkatkan produktivitasnya. Arah pemuliaan padi dunia saat ini dan masa depan, baik padi sawah maupun padi gogo adalah padi hibrida dan padi tipe baru (PTB) (Abdullah et al. 2008).

Gambar 1. Perkembangan arsitektur tanaman padi (Khush et al. 2001; Vergara et al. 1991).

Upaya terobosan dilakukan untuk membentuk arsitektur tanaman yang memungkinkan peningkatan produktivitas tanaman. Padi yang dihasilkan kemudian dikenal dengan padi tipe baru. Arsitektur tanaman padi tipe baru dapat dilihat pada Gambar 1 (bagian ketiga). IRRI mulai mengembangkan padi tipe baru pada tahun 1989 dan pada tahun 2000 hasilnya telah didistribusikan ke berbagai negara untuk dikembangkan lebih lanjut (Khush et al. 2001).

Padi unggul yang tinggi

Padi unggul berdaya hasil tinggi melalui

masukan tinggi

(34)

Menurut Khush (1995), dasar pemikiran dalam pembentukan padi tipe baru adalah peningkatan indeks panen dan produksi biomassa tanaman. Indeks panen adalah perbandingan bobot kering gabah dengan total biomassa tanaman. Indeks panen varietas padi berdaya hasil tinggi berkisar antara 0,45−0,50 diupayakan untuk ditingkatkan menjadi 0,60. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan proporsi distribusi hasil fotosintesis ke sink daripada ke source. Peningkatan indeks panen dan produksi biomassa dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu meningkatkan sink size, masa pengisian gabah dan biomassa tanaman. Sink size dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah gabah per malai dan translokasi asimilat ke gabah. Masa pengisian gabah dapat ditingkatkan dengan cara, antara lain melalui penundaan senescence kanopi, memperpanjang masa pengisian biji, dan pembentukan tanaman tahan rebah. Biomassa tanaman ditingkatkan dengan membentuk arsitektur kanopi tanaman yang seimbang dan efisien sehingga pembentukan kanopi dan penyerapan hara berlangsung cepat serta konsumsi karbon berkurang.

Penelitian dan perakitan padi gogo di Indonesia diarahkan antara lain untuk menghasilkan varietas padi gogo tipe baru. Perakitan padi tipe baru telah dimulai sejak tahun 1995 oleh Balai Besar Penelitian Padi (Balitpa). Pada tahun 2003 Balitpa telah melepas varietas padi sawah tipe baru Fatmawati (PTB) yang memiliki produktivitas sebesar 5,9 – 10,5 ton GKG/ha (Puslitbangtan 2003).

Sifat-sifat padi sawah PTB adalah jumlah anakan sedang, tetapi semua

produktif (12−18 batang), jumlah gabah per malai 150−250 butir, persentase gabah bernas 85−95%, bobot 1.000 gabah bernas 25−26 g, batang kokoh dan pendek (80−90 cm), umur genjah (110−120 hari), daun tegak, sempit, berbentuk huruf V, hijau sampai hijau tua, 2−3 daun terakhir tidak cepat luruh, akar banyak dan menyebar dalam, tahan terhadap hama dan penyakit utama, gabah langsing, serta mutu beras dan nasi baik (Abdullah et al. 2008). Sifat-sifat PTB di atas yang cocok dan sesuai dengan kondisi di Indonesia yang memiliki iklim tropis serta hama dan penyakit sebagai masalah utamanya.

(35)

7

jumlah gabah per malai lebih dari 150 butir, pengisian gabah lebih dari 75%, tanaman tegak tidak rebah, daun berwarna hijau tua dan perakaran yang dalam (Safitri 2010).

Untuk mempercepat pembentukan galur murni padi gogo tipe baru dengan sifat-sifat yang diharapkan dari induknya dapat dilakukan dengan mempergunakan metode kultur antera. Terbentuknya galur murni hasil kultur antera hanya memerlukan waktu kurang dari 30 bulan. Proses ini lebih cepat bila dibandingkan dengan cara konvensional yang membutuhkan waktu yang lama 7-10 tahun atau memerlukan 5-7-10 generasi setelah persilangan. Metode kultur antera akan menghasilkan tanaman dihaploid yang homozigos fertil (Dewi & Purwoko 2001).

Melalui kultur antera didapatkan galur-galur dihaploid padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru. Galur-galur dihaploid tersebut dirakit melalui persilangan antara Fatmawati sebagai padi sawah varietas unggul tipe baru dengan padi gogo varietas Way Rarem, galur padi gogo SGJT-28 dan galur padi gogo SGJT-36. F1 hasil persilangan tersebut dan persilangan resiprokalnya dilakukan kultur antera untuk mendapatkan galur dihaploid homozigos padi gogo tipe baru. Hasil kultur antera tersebut diperoleh 348 galur dihaploid fertile yang siap dievaluasi lebih lanjut (Herawati et al. 2008). Hasil evaluasi lebih lanjut diperoleh 11 galur yang berpotensi sebagai galur padi gogo tipe baru. Untuk karakter jumlah anakan produktif diperoleh 4 galur. Untuk karakter panjang malai, jumlah gabah per malai dan persen gabah hampa diperoleh 3 galur. Untuk karakter bobot gabah/rumpun diperoleh 4 galur (Herawati et al. 2009).

(36)

antara Fatmawati x Fulan Telo Gawa, BP360E-MR-79-2 x Fulan Telo Gawa, Fatmawati x Fulan Telo Mihat dan BP360E-MR-79-2 x Fulan Telo Mihat. F1 selanjutnya dilakukan kultur antera untuk mendapatkan padi gogo tipe baru. Penelitian tersebut menghasilkan 35 genotipe padi gogo dihaploid yang memiliki karakter agronomi dan hasil yang baik. Padi gogo dihaploid yang dihasilkan tersebut belum diuji mengenai adaptasi dan stabilitasnya di berbagai kondisi lingkungan.

Pendugaan Nilai Parameter Genetik

Analisis genetik dilakukan untuk menduga nilai komponen ragam, koefisien keragaman dan heritabilitas. Faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan seleksi adalah keragaman genetik dan heritabilitas. Efektivitas seleksi untuk memperoleh genotipe unggul ditentukan oleh keragaman genetik pada suatu populasi dan seberapa besar sifat unggul yang diinginkan dapat diturunkan pada generasi selanjutnya (Sleper & Poehlman 2006). Keragaman suatu populasi dapat dilihat dari keragaman fenotipe dan keragaman genotipenya. Keragaman fenotipe merupakan keragaman yang dapat diukur atau dilihat langsung pada karakter yang diamati. Keragaman genotipe tidak dapat dilihat atau diukur secara langsung, melainkan dapat diduga melalui analisis ragam. Suatu populasi yang memiliki keragaman fenotipe yang luas belum tentu memiliki keragaman genotipe yang luas karena dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Roy 2000).

(37)

9

pengaruh aditif dari gen sehingga fenotipe tidak tergantung dari adanya interaksi antar alel.

Nilai duga heritabilitas memiliki beberapa kegunaan, diantaranya adalah untuk mengetahui respon karakter yang diinginkan terhadap tekanan seleksi dan untuk mengetahui prediksi respon seleksi. Semakin tinggi nilai heritabilitas, makin tinggi pula respon seleksi yang menunjukkan semakin efektifnya seleksi. Heritabilitas berguna untuk menentukan besarnya suatu populasi yang dibutuhkan agar dapat dilakukan seleksi dan menentukan alternatif jenis seleksi (Roy 2000). Heritabilitas suatu karakter nilainya tidak tetap karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai heritabilitas, yaitu: populasi yang digunakan, metode estimasi, adanya pautan gen, pelaksanaan percobaan, generasi populasi yang diuji, dan kondisi lingkungan.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menduga nilai heritabilitas dan komponen ragam. Heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan perhitungan ragam turunan, regresi parent-offspring, perhitungan komponen ragam dari analisis ragam dan dengan rancangan hibridisasi (Mangoendidjojo 2007; Syukur et al. 2009). Nilai untuk kriteria heritabilitas dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu bila tergolong rendah jika kurang dari 0,20, sedang jika nilai antara 0,20-0,50 dan tinggi jika lebih dari 0,50 (Stanfield 1983). Nilai-nilai tersebut sangat tergantung metode dan populasi yang digunakan (Syukur et al. 2009). Seleksi yang dilakukan terhadap suatu populasi tanaman diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang lebih baik dan stabil.

Interaksi Genotipe x Lingkungan

(38)

musim pada satu lokasi dapat berupa ragam interaksi genotipe x musim. Ragam interaksi untuk beberapa lokasi dan beberapa musim dapat berupa ragam interaksi genotipe x lingkungan, ragam interaksi genotipe x musim, ragam interaksi lingkungan x musim dan ragam interaksi genotipe x lingkungan x musim (Poespodarsono 1988). Pemulia dapat menggunakan ragam interaksi tersebut dalam merakit tanaman unggul yang spesifik lingkungan atau beradaptasi luas (stabil) (Syukur 2008).

Interaksi genotipe dan lingkungan sangat penting dalam seleksi tanaman dan dalam membuat rekomendasi tentang kultivar yang dianjurkan. Interaksi genotipe dan lingkungan terjadi bila keragaan nisbi (relative performance) atau peringkat beberapa genotipe berubah dengan perubahan lingkungan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh kemampuan kultivar-kultivar berdaya hasil tinggi. Kultivar tersebut bila ditanam pada suatu lingkungan yang memiliki ketersediaan hara dan air rendah akan menghasilkan hasil yang lebih rendah dibanding pada lingkungan yang subur. Perbedaan lingkungan yang spesifik memiliki efek lebih besar untuk suatu genotipe dari genotipe yang lain (Falconer & Mackay 1996). Oleh karena itu, pada lingkungan yang berbeda sering diperlukan penyesuaian penanaman kultivar yang lebih sesuai. Hal ini memperlihatkan pertumbuhan tanaman pada suatu lingkungan ditunjukkan oleh keragaan dari fenotipenya sebagai interaksi genotipe terhadap lingkungan tumbuh (Soemartono 1988; Wricke & Weber 1986).

Ada tidaknya pengaruh interaksi dapat dideteksi dari perilaku respon suatu faktor pada berbagai kondisi faktor lain. Jika respon suatu faktor berubah pola dari kondisi tertentu ke kondisi yang lain untuk faktor yang lain maka kedua faktor dikatakan berinteraksi. Jika pola respon dari suatu faktor tidak berubah pada berbagai kondisi faktor yang lain dapat dikatakan kedua faktor tersebut tidak berinteraksi (Mattjik & Sumertajaya 2000).

Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil

(39)

11

individu maupun populasi atau spesies. Kemampuan beradaptasi ini disebabkan oleh kombinasi sifat yang dapat mengatasi perubahan lingkungan sehingga genotipe tanaman tersebut tidak terpengaruh oleh adanya perubahan lingkungan tersebut (Poespodarsono 1988). Respon suatu genotipe terhadap perubahan lingkungan dapat dikelompokkan menjadi homeostatis dan stabilitas perkembangan (Roy 2000). Respon homeostatis adalah kemampuan suatu genotipe yang akan menunjukkan sifat atau karakter yang seragam dan stabil seperti deskripsinya terhadap perubahan lingkungan tumbuh. Respon stabilitas perkembangan (developmental stability) adalah kemampuan suatu genotipe dengan menunjukkan adanya percepatan tahap pertumbuhan baik secara fisiologis maupun morfologis dalam menghadapi perubahan lingkungan dibandingkan dengan genotipe lainnya.

Tanggapan dan kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang berbeda bagi genotipe tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Kelompok pertama adalah kelompok yang menunjukkan kemampuan beradaptasi luas yang ditunjukkan oleh interaksi genotipe x lingkungan yang kecil. Interaksi genotipe x lingkungan yang kecil menunjukkan kemampuan tanaman memberikan hasil yang hampir sama pada lingkungan yang berbeda. Kelompok kedua adalah kelompok yang kemampuan adaptasinya sempit yaitu berkeragaan baik pada suatu lingkungan, namun berkeragaan jelek pada lingkungan yang berbeda yang ditunjukkan interaksi genotipe x lingkungan yang besar. Interaksi genotipe x lingkungan yang besar menunjukkan kemampuan tanaman memberikan hasil berbeda, karena pengaruh lingkungan yang berbeda (Soemartono 1988; Syukur 2008). Menurut Annicchiarico (2002b), adaptasi luas adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh suatu genotipe untuk mempertahankan daya hasil yang baik pada berbagai kondisi lingkungan yang berbeda, sedangkan adaptasi spesifik adalah kemampuan suatu genotipe yang berdaya hasil baik pada lingkungan tertentu yang mendukung.

(40)

menjadi dua kelompok yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis (Becker & Leon 1988). Stabilitas dalam pengertian pemuliaan dikenal dengan istilah stabilitas biologis dan stabilitas agronomis (Romagosa & Fox 1993).

Gambar 2. Respon hasil terhadap lingkungan untuk dua konsep stabilitas hasil pada grafik bukan regresi (A) dan grafik regresi (B) (Annicchiarico 2002b).

Stabilitas statis atau stabilitas biologis sebagai keragaan suatu genotipe yang relatif sama dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan respon homeostatis (Jambormias & Riry 2008). Menurut Annicchiarico (2002b), bahwa suatu genotipe dengan stabilitas tersebut memiliki hasil genotipe sama atau stabil pada indeks lingkungan yang berbeda dengan nilai keragaman lingkungan = 0 pada grafik bukan regresi dan pada grafik regresi dengan nilai koefisien regresi (bi) = 0 (Gambar 2). Tabel 1 menunjukkan bahwa stabilitas statis (biologis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas hasil metode Francis dan Kannenberg (1978) dan Finlay dan Wilkinson (1963) dengan nilai koefisien regresi (bi) = 0 (Becker & Leon 1988).

Genotipe dengan stabilitas statis Genotipe dengan stabilitas dinamis

Keragaman lingkungan = 0

Keragaman stabilitas = 0

Garis hitam = rataan hasil di tiap lingkungan Hasil

genotipe

Hasil genotipe

Indeks lingkungan Indeks lingkungan

(41)

13

Tabel 1. Pengelompokan dan konsep metode analisis stabilitas hasil.

Kelompok Tipe Estimasi analisis stabilitas Penggagas Konsep Stabilitas

A 1 Francis dan

Kannenberg (1978)

Statis

1

B 2

Plaisted dan Peterson

(1959)

Dinamis

2

Plaisted

(1960) Dinamis

2 Wricke

(1962) Dinamis

2

Shukla

(1972) Dinamis

C 2

Finlay dan Wilkinson

(1963)

Statis/Dinamis

2 Perkins dan

Jinks (1968) Dinamis

D 3

Eberhart dan Russell

(1966)

Dinamis

3

Jinks (1968) Perkins dan Dinamis

Sumber: Becker & Leon 1988; Lin et al. 1986.

(42)

Stabilitas dinamis atau stabilitas agronomis sebagai keragaan suatu genotipe dengan nilai berfluktuatif dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan respon developmental stability (Jambormias & Riry 2008). Menurut Annicchiarico (2002b), bahwa suatu genotipe dengan stabilitas tersebut memiliki hasil genotipe yang fluktuatif dengan nilai keragaman stabilitas = 0 pada grafik bukan regresi dan pada grafik regresi suatu genotipe akan memiliki hasil genotipe yang meningkat sejalan dengan peningkatan indeks lingkungan dengan nilai koefisien regresi (bi) = 1 (Gambar 2). Tabel 1 menunjukkan bahwa stabilitas dinamis (agronomis) suatu genotipe dapat diketahui dengan menggunakan estimasi stabilitas hasil metode Plaisted dan Peterson, Plaisted, Wricke, Shukla, Finlay dan Wilkinson dengan nilai koefisien regresi (bi) = 1, Perkins dan Jinks, Eberhart dan Russell (Becker & Leon 1988).

Metode estimasi stabilitas hasil di atas oleh Lin et al. (1986) dikelompokkan ke dalam 4 grup (A, B, C dan D) dengan 3 tipe (1, 2 dan 3) (Tabel 1). Keempat grup tersebut didasarkan pada analisis deviasi pengaruh rata-rata genotipe (A), analisis pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan (B), analisis pengaruh gabungan deviasi rata-rata genotipe dan interaksi genotipe dan lingkungan dengan menggunakan koefisien regresi (C) dan analisis pengaruh gabungan deviasi rata-rata genotipe dan interaksi genotipe dan lingkungan dengan menggunakan nilai parameter deviasi (D). Konsep ketiga tipe didasarkan pada nilai ragam lingkungan yang kecil (1), respon lingkungan atau nilai indeks lingkungan sebanding dengan rata-rata respon daya hasil untuk semua genotipe (2) dan kecilnya nilai perbandingan antara nilai kuadrat tengah sisa dari model regresi terhadap indeks lingkungannya (3).

(43)

15

1. Analisis Francis dan Kannenberg (1978)

Francis dan Kannenberg (1978) menyatakan bahwa kestabilan suatu genotipe ditentukan oleh nilai ragam lingkungan ( ) dan koefisien ragam (CVi). Nilai koefisien ragam (CVi) ditentukan dari nilai simpangan baku rata-rata hasil suatu genotipe yang didasarkan dari rata-rata umumnya. Suatu genotipe dikatakan stabil bila memiliki nilai ragam lingkungan dan koefisien ragam kecil serta memiliki hasil yang optimal.

2. Analisis Wricke (1962)

Wricke (1962) menyatakan bahwa kestabilan setiap genotipe dinyatakan dengan adanya interaksi genotipe x lingkungan yang terukur. Ukuran kestabilan tersebut berupa ecovalence ( ), yang merupakan jumlah kuadrat yang berasal dari sumbangan satu genotipe kepada interaksi genotipe x lingkungan. Ukuran perbedaan kestabilan merupakan nilai konsistensi dari suatu genotipe pada semua lingkungan. Genotipe yang memiliki nilai ecovalence ( ) terkecil merupakan genotipe yang paling stabil.

3. Analisis Shukla (1972)

(44)

4. Analisis Finlay dan Wilkinson (1963)

Ukuran pengaruh lingkungan berasal dari rata-rata produksi masing-masing lingkungan dan musim. Regresi didasarkan pada produksi masing-masing-masing-masing varietas di plotkan terhadap rata-rata populasi.

Rata-rata populasi mempunyai koefisien regresi = 1,0 sebagai genotipe yang stabil. Penambahan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan, dan bila penurunan nilai koefisien terhadap 1,0 berarti meningkatkan ketahanan terhadap lingkungan. Regresi cukup efektif untuk mengetahui respon produksi varietas dalam kisaran lingkungan alami. Batas kisaran lingkungan yang menurun akan mengurangi proporsi komponen keragaman bagi interaksi genotipe x lingkungan yang ditunjukkan oleh ragam pada koefisien regresi secara individu.

Persamaan garis regresi yang digunakan oleh Finlay dan Wilkinson adalah :

gij = biej + sij

dimana: gij = garis koefisien regresi varietas ke-i terhadap lingkungan ke-j bi = koefisien regresi varietas ke-i;

ej = lingkungan ke-j

sij = penyimpangan terhadap garis regresi dari varietas ke-i pada lingkungan ke-j

Gambar 3 menunjukkan suatu gambaran interpretasi secara umum pola populasi yang berasal dari nilai koefisien regresi genotipe yang diplotkan terhadap nilai rata-rata hasil dari suatu genotipe. Berdasarkan gambar tersebut Finlay dan Wilkinson (1963) mengelompokkan kestabilan suatu genotipe menjadi tiga kelompok yang terdiri atas:

(45)

17

lebih rendah dari rata-rata umum maka adaptasinya buruk (poorly adapted) pada semua lingkungan.

Gambar 3. Interpretasi umum dari pola populasi genotipe yang didapat dari plot nilai koefisien regresi genotipe terhadap nilai rata-rata hasil genotipe (Finlay & Wilkinson 1963).

b. Jika koefisien regresi lebih besar dari satu (bi > 1) maka stabilitasnya

berada di bawah rata-rata (below average stability). Genotipe demikian peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus pada lingkungan yang menguntungkan (favorable).

c. Jika koefisien regresi lebih kecil dari satu (bi < 1) maka stabilitasnya

berada di atas rata-rata (above average stability). Genotipe beradaptasi pada lingkungan yang marjinal.

5. Analisis Perkins dan Jinks (1968)

Metode stabilitas Perkins dan Jinks (1968) menunjukkan kemiripan model koefisien regresi dengan metode stabilitas Finlay dan Wilkinson (1963). Metode stabilitas Perkins dan Jinks sebelum estimasi regresi diawali dengan penyesuaian

K

(46)

data yang diamati terhadap pengaruh lingkungan. Metode ini menyatakan suatu genotipe stabil apabila memiliki nilai βi = 0 dan genotipe tersebut tidak memiliki interaksi genotipe x lingkungan. Bila genotipe dengan nilai βi > 0,0 menunjukkan bahwa tidak terlalu sensitif dengan lingkungan. Genotipe tersebut dapat tumbuh baik pada lingkungan yang optimal. Bila genotipe dengan nilai βi < 0,0 atau negatif menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang tidak signifikan antar lingkungan. Genotipe ini dapat tumbuh baik pada semua lokasi terutama lingkungan yang kurang baik.

6. Analisis Eberhart dan Russell (1966)

Eberhart dan Russell (1966) menyatakan bahwa untuk menentukan kestabilan tidak hanya nilai koefisien regresi (bi), tetapi juga menggunakan nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( ). Penentuan kestabilan dilakukan dengan penggabungan jumlah kuadrat dari lingkungan (E) dan interaksi genotipe x lingkungan (GE) serta membaginya ke dalam pengaruh linier antar lingkungan (derajat bebas = 1) dan pengaruh linier dari genotipe x lingkungan (derajat bebas E = 2). Pengaruh residual kuadrat tengah dari model regresi antar lingkungan digunakan sebagai indeks stabilitas. Genotipe stabil bila memiliki nilai koefisien regresi (bi) = 1 dan memiliki nilai deviasi (simpangan) regresi kuadrat tengah ( ) = 0 (Eberhart & Russell 1966; Singh & Chaudhary 1979).

Analisis stabilitas untuk hasil dan komponen hasil mengunakan metode menurut Eberhart dan Russell (1966), dengan model regresi yang digunakan adalah :

Yij = μi + βiIj + ij Dimana:

Yij = hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j

μi = rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua lingkungan

(47)

19

Ij = indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan

Ij =

ij = simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j

Karakter stabilitasnya:

1. Koefisien regresi (bi); bi =

2. Simpangan dari regresi ( );

Dimana = galat gabungan, = Galat pada anova gabungan

= Simpangan Gabungan, - -

= -

7. Analisis AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction).

Analisis Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) adalah suatu teknik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif, sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinear. Model AMMI dapat digunakan untuk menganalisis percobaan lokasi ganda. Pada dasarnya analisis AMMI menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan permodelan bilinear bagi pengaruh interaksi (Mattjik & Sumertajaya 2000). AMMI sangat efektif menjelaskan interaksi genotipe dengan lingkungan. Penguraian interaksi dilakukan dengan model bilinear, sehingga kesesuaian tempat tumbuh bagi genotipe akan dapat dipetakan. Selain itu biplot yang digunakan memperjelas pemetaan genotipe dan lingkungan secara simultan (Sumertajaya 2007).

Model AMMI sebagai berikut:

(48)

Dimana :

Yger = nilai pengamatan genotipe ke-g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r µ = rataan umum

g = pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g

βe = pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e

= nilai singular untuk komponen bilinear ke-n

= pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinear ke-n = pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinear ke-n = simpangan dari pemodelan linear

ger = pengaruh acak pada genotipe ke-g, lokasi ke-e dan kelompok ke-r

Mattjik dan Sumertajaya (2000) mengemukakan tiga manfaat dalam penggunaan analisis AMMI yaitu:

1. Analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model yang lebih tepat. Jika tidak ada satupun komponen yang nyata maka pemodelan cukup dengan aditif saja. Sebaliknya jika hanya pengaruh ganda saja yang nyata maka pemodelan sepenuhnya ganda, berarti analisis yang tepat adalah komponen utama saja. Jika semua komponen interaksi nyata berarti pengaruh interaksi benar-benar sangat kompleks, tidak memungkinkan dilakukannya pereduksian tanpa kehilangan informasi penting.

2. Untuk menjelaskan interaksi genotipe x lingkungan, AMMI dengan biplotnya meringkas pola hubungan antar galur, antar lingkungan dan antar interaksi galur dan lingkungan.

(49)

21

Perkembangan metode AMMI sampai saat ini sudah dapat diterapkan untuk model tetap (AMMI) yaitu jika genotipe dan lingkungan ditentukan secara subyektif oleh peneliti dan kesimpulan yang diharapkan hanya terbatas pada genotipe dan lingkungan yang dicobakan saja. Model campuran (M-AMMI: Mixed AMMI) yang salah satu dari genotipe atau lingkungan bersifat acak dan kesimpulan untuk faktor acak berlaku untuk populasi taraf dari faktor acak. Model kategorik (GLM-AMMI/General Linear Model AMMI) yaitu jika respon yang diamati bersifat kategorik seperti tingkat serangan hama (ringan, sedang dan berat). Di samping itu, AMMI juga telah dikembangkan untuk menangani data hilang yaitu dengan EM-AMMI (Expectation Maximitation AMMI) (Sumertajaya 2007).

Pelepasan Varietas Tanaman

(50)

tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/7/2011 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman.

Permentan baru tersebut menjelaskan ketentuan-ketentuan yang lebih terinci bagi unit-unit pelaksana dan Direktorat Jenderal yang bersangkutan. Pelaksanaan uji adaptasi bagi tanaman semusim atau uji observasi bagi tanaman tahunan yang harus dilakukan telah tertuang dalam Permentan tersebut. Ketentuan itu meliputi musim, lokasi dan jumlah unit pengujian, penetapan jenis tanaman yang dibebaskan dari uji adaptasi atau uji observasi, prosedur baku produksi benih penjenis serta petunjuk teknis pelaksanaan pengujian dalam rangka penilaian dan pelepasan varietas tanaman.

Permentan yang baru menambah dan mengurangi beberapa komoditas yang ditetapkan untuk diuji, serta adanya pengurangan unit pengujian dari beberapa komoditas. Komoditas yang baru dimasukkan ke dalam Permentan baru tersebut adalah komoditas tanaman hijauan pakan ternak. Komoditas ini meliputi jenis rumput tegak, rumput menjalar, leguminosa pohon, leguminosa perdu dan leguminosa menjalar. Komoditas yang sudah tidak tercantum lagi di dalam Permentan yang baru adalah komoditas buah dan sayuran semusim, serta empon-empon. Komoditas yang unit pengujiannya berkurang pada komoditas tanaman pangan adalah padi ladang (padi gogo), jagung pulut, sorgum, gandum, kacang-kacangan dan ubi-ubian.

(51)

23

Tabel 2. Jumlah unit dan lama pengamatan uji adaptasi (unit) dari dua Permentan untuk tanaman pangan surut, 2 kali tanam

(52)
(53)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 – Maret 2011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret – Juni 2011. Tempat Penelitian dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor, Sukabumi dan Indramayu (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), Wonosari (Daerah Istimewa Yogyakarta), serta Natar dan Taman Bogo (Lampung).

Bahan dan Alat

Galur padi gogo yang digunakan adalah 10 galur harapan padi gogo tipe baru yaitu FG1-70-2-1, FG1R-36-1-1, FG1R-30-1-5, FG1R-30-1-4, FG1-6-1-2, FG1-65-1-2, FG1R-30-1-3, FG1R-30-1-1, FM1R-1-3-1, Fat-4-1-1; dan 2 varietas pembanding yaitu Situ Bagendit dan Towuti. Deskripsi varietas disajikan pada Lampiran 1. Sarana produksi pertanian yang digunakan adalah pupuk kandang (10 ton/ha), Urea (200 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha), KCl (100 kg/ha) dan pestisida.

Rancangan Penelitian

Penelitiaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan genotipe padi gogo. Perlakuan genotipe terdiri atas 10 galur padi gogo tipe baru dan 2 varietas nasional padi gogo. Masing-masing genotipe diulang sebanyak 4 (empat) kali yang tersarang dalam tiap lokasi. Setiap lokasi terdapat 48 satuan percobaan. Model linier untuk RAK tiap lokasi sebagai berikut:

Yik = µ + ρk + i + ik Dimana:

Yik = Hasil pengamatan genotipe ke-i dan ulangan ke-k µ = Rataan umum

ρk = Pengaruh ulangan ke-k

i = Pengaruh perlakuan ke-i

(54)

Model linear untuk ragam gabungan antara genotipe dan lingkungan sebagai berikut:

Yijk = µ + βj + ρk(j) + i + (β)ij + ijk Dimana:

Yijk = Hasil pengamatan genotipe ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k µ = Rataan umum

βj = Pengaruh lokasi ke-j

ρk(j) = Pengaruh ulangan ke-k dalam lokasi ke-j

i = Pengaruh genotipe ke-i

(β)ij = Pengaruh interaksi dari genotipe ke-i pada lokasi ke-j

ijk = Pengaruh acak dari genotipe ke-i, lokasi ke-j dan ulangan ke-k yang menyebar normal (0, )

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan lahan meliputi pengukuran luas lahan yang akan digunakan, pembersihan lahan, pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan. Pembersihan dimulai dengan pembabatan dan pembersihan rumput. Setelah lahan bersih, selanjutnya dilakukan pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan. Petak percobaan dibuat berukuran 4 meter x 5 meter sebanyak 48 petakan tiap lokasi. Jarak atar petak dalam ulangan 0,5 meter. Pengacakan dilakukan sesuai kondisi (Lampiran 2).

(55)

27

yang diberikan pada 4 MST, sedangkan pemupukan ketiga diberikan 160 gram/petak Urea yang diberikan pada 7 MST.

Penyulaman dan penjarangan dilakukan bersamaan pada umur 2 MST. Penyulaman dilakukan dengan sistem sulam pindah. Penjarangan dilakukan dengan dengan menyisakan minimal 2 tanaman. Pengendalian gulma dengan cara penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 2-7 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur tiap 2 minggu hingga menjelang panen.

Pemanenan tanaman dilakukan dengan menggunakan kriteria masak fisiologis. Kriteria masak fisiologis ditandai oleh malai yang berwarna kuning hingga mencapai 80% dalam satu plot. Data iklim beberapa lokasi diperoleh dari kantor BMG setempat (Lampiran 3).

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap 5 rumpun tanaman contoh atau populasi tiap plot terhadap karakter sebagai berikut:

1. Umur berbunga (HST), dihitung dari mulai tanam sampai tanaman berbunga

≥ 50% dalam tiap plot.

2. Umur panen (HST), dihitung dari mulai tanam sampai gabah berwarna kuning (masak) telah mencapai 80% dalam tiap plot.

3. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi terhadap 5 tanaman contoh. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan menjelang panen.

4. Jumlah anakan saat vegetatif, dihitung dari jumlah anakan pada saat vegetatif umur 8 MST yang berasal dari 5 rumpun tanaman contoh.

5. Jumlah anakan produktif, dihitung berdasarkan jumlah batang yang menghasilkan malai tiap rumpun yang berasal dari 5 rumpun tanaman contoh. Pengukuran jumlah anakan produktif dilakukan menjelang panen.

6. Panjang malai (cm), diukur dari pangkal malai sampai ujung malai.

(56)

8. Jumlah gabah hampa per malai, dihitung dari jumlah gabah isi dalam tiap malai dari 5 rumpun tanaman contoh, tiap rumpun diamati 5 malai.

9. Jumlah gabah total per malai, dihitung dari jumlah gabah dalam tiap malai dari 5 rumpun tanaman contoh, tiap rumpun diamati 5 malai. Jumlah gabah total per malai berasal dari total gabah isi maupun gabah hampa dalam tiap malai.

10. Persen gabah isi per malai (%), dihitung menggunakan rumus:

11. Persen gabah hampa per malai (%), dihitung menggunakan rumus:

12. Bobot 1000 biji (gram), berat 1000 biji (gabah isi) dari setiap plot dengan kadar air ± 14%.

13. Hasil gabah per rumpun (gram), berasal dari bobot gabah per rumpun. 14. Hasil gabah per hektar (ton), dihitung menggunakan rumus:

Hasil gabah per hektar =

Analisis Data

Uji Normalitas

Salah satu uji formal yang dapat digunakan untuk menguji normalitas suatu sebaran data adalah metode Kolmogorov-Smirnov. Signifikansi uji, nilai |FT– FS| terbesar dibandingkan dengan nilai tabel Kolmogorov Smirnov. Jika nilai

|FT– FS| terbesar kurang dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho diterima;

H1 ditolak. Jika nilai |FT – FS| terbesar lebih besar dari nilai tabel Kolmogorov

Smirnov, maka Ho ditolak; H1 diterima. Statistik ujinya menurut Panneerselvam

(2004) adalah:

(57)

29

Dimana: FT = kumulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi,

dihitung dari luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z.

=

Analisis Ragam di Tiap Lokasi

Pada setiap lokasi dilakukan analisis ragam (Tabel 3) dari hasil pengamatan untuk karakter padi gogo yang diamati. Jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan's multiple range test).

Tabel 3. Analisis ragam karakter padi gogo pada masing-masing lokasi uji. Sumber

Keragaman

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

Nilai Harapan Kuadrat

Tengah F-Hitung

Ulangan (r-1) Mr - Mr/Me

Genotipe (G) g-1 Mg Mg/Me

Galat (r-1) (g-1) Me -

Total rg-1

Sumber dari : Singh dan Chaudhary (1979).

Keterangan : r = banyaknya ulangan, g = banyaknya genotipe, 2 = ragam ulangan, 2 = ragam

genotipe, 2 = ragam galat.

Uji Kehomogenan Ragam

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000), formula untuk pengujian kehomogenan ragam galat adalah uji Bartlett. Hipotesis yang diuji adalah H0 : = = .... = . Prosedur pada uji Bartlett ini menggunakan pendekatan

khi-kuadrat dengan (k-1) derajat bebas. Statistik ujinya adalah:

Dimana:

Nilai dikoreksi sebelum dibandingkan dengan nilai . Nilai terkoreksi adalah (1/FK) , dengan FK adalah:

(58)

Analisis Ragam Gabungan

Analisis ragam gabungan menggunakan model acak (Tabel 4) dilakukan untuk menganalisis komponen agronomi di tujuh lokasi uji yang selanjutnya digunakan untuk analisis genetik. Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap (Tabel 5) dilakukan untuk menganalisis karakter hasil gabah per hektar dari 7 lokasi dan selanjutnya dilakukan analisis stabilitas hasil. Jika berbeda nyata dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan analisis DMRT (Duncan's multiple range test).

Tabel 4. Analisis ragam gabungan menggunakan model acak untuk komponen agronomi dan komponen parameter genetik.

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

Nilai Harapan

Kuadrat Tengah F-Hitung Ulangan/Lingkungan (r-1)l Mr/l 2+ 2/ Mr/l/Me

Lingkungan (L) l-1 Ml 2+ 2+ 2/+ 2 Ml/Mgl

Genotipe (G) g-1 Mg 2+ 2+ 2 Mg/Mgl

G x L (l-1)(g-1) Mgl 2+ 2 Mgl/Me

Galat l(r-1) (g-1) Me 2 -

Total r l g-1

Sumber dari : Annicchiarico (2002b).

Keterangan : r = banyaknya ulangan, l = banyaknya lokasi, g = banyaknya genotipe, 2/ = ragam

ulangan, 2 = ragam lokasi, 2 = ragam genotipe, 2 = ragam interaksi, 2 = ragam galat.

Tabel 5. Analisis ragam gabungan menggunakan model tetap untuk hasil gabah per hektar.

Sumber Keragaman Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

Nilai Harapan

Kuadrat Tengah F-Hitung Ulangan/Lingkungan (r-1)l Mr/l 2+ 2/ Mr/l/Me Lingkungan (L) l-1 Ml 2+ 2+ 2/+ 2 Ml/ Me

Genotipe (G) g-1 Mg 2+ 2+ 2 Mg/ Me

G x L (l-1)(g-1) Mgl 2+ 2 Mgl/Me

Galat l(r-1) (g-1) Me 2 -

Total r l g-1

Sumber dari : Annicchiarico (2002b).

Keterangan : r = banyaknya ulangan, l = banyaknya lokasi, g = banyaknya genotipe, 2/ = ragam

(59)

31

Analisis Genetik

Analisis genetik dilakukan dengan menggunakan data 7 lokasi uji. Analisis genetik bertujuan untuk menduga nilai komponen ragam, koefisien keragaman, dan heritabilitas.

1. Penduga nilai komponen ragam

Nilai komponen ragam yang diperoleh adalah ragam genetik ( 2), ragam lingkungan ( 2), ragam interaksi genotipe x lingkungan ( 2), dan ragam fenotipe ( 2). Analisis tersebut dilakukan berdasarkan pemisahan nilai harapan kuadrat tengah dan hasil analisis ragam gabungan (Tabel 4). Hasil analisis komponen ragam tersebut dapat digunakan untuk menduga nilai heritabilitas dan koefisien keragaman. Pendugaan ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genotipe x lingkungan, ragam fenotipe (Annicchiarico 2002a) sebagai berikut:

a. Ragam genetik (G): 2= ε -ε

b. Ragam lingkungan (L): 2= 2= ε c. Ragam interaksi G x L: 2= ε -ε d. Ragam fenotipe (P): 2= 2+

2

+

2

2. Koefisien keragaman

Pendugaan koefisien keragaman genetik dan fenotipe dilakukan menggunakan ragam dari analisis komponen ragam genetik dan fenotipe. Rumus koefisien keragaman genetik (KKG) dan koefisien keragaman fenotipe (KKP) (Sleper & Poehlman 2006; Singh & Chaudhary 1979) yang digunakan adalah:

a. Koefisien keragaman genetik (KKG) = 2

X x 100%

b. Koefisien keragaman fenotipe (KKP) = p 2

X x 100%

Dimana : 2 = ragam genetik

(60)

3. Heritabilitas

Pendugaan heritabilitas dalam arti luas atau broad sense heritability ( ) dilakukan dengan membandingkan ragam genetik ( 2) dan ragam fenotipe mean basis ( 2) (Singh & Chaudhary 1979, Annicchiarico 2002a). Rumus penduga heritabilitas dalam arti luas adalah:

h2 =

2 2 =

2

2+ 2

+

2

Stanfield (1983) memberikan kriteria atas nilai heritabilitas dalam arti luas sebagai berikut:

a. > 0,5 : heritabilitas tinggi b. 0,2 > > 0,5 : heritabilitas sedang c. < 0,2 : heritabilitas rendah

Analisis stabilitas

Analisis stabilitas dilakukan untuk mengetahui pola stabilitas hasil galur-galur yang diuji di tujuh lokasi. Pendugaan karakter kestabilan dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan analisis stabilitas yaitu analisis Francis dan Kannenberg (1978), analisis Finlay dan Wilkinson (1963), analisis Eberhart dan Russell (1966) dan analisis AMMI (Mattjik & Sumertajaya 2000).

1. Analisis Francis dan Kannenberg

Francis dan Kannenberg (1978) menyatakan bahwa kestabilan suatu genotipe ditentukan oleh nilai ragam lingkungan ( ) dan koefisien keragaman (CVi). Nilai koefisien keragaman (CVi) ditentukan dari nilai simpangan baku rata-rata hasil suatu genotipe yang didasarkan dari rata-rata umumnya.

(61)

33

Dimana:

CVi = koefisien keragaman = ragam lingkungan

= rataan genotipe ke-i pada seluruh lingkungan ke-j

= rataan pada genotipe ke-i dan lingkungan ke-j = rataan lingkungan ke-j untuk seluruh genotipe

q = banyaknya lingkungan ke-i

2. Analisis Finlay dan Wilkinson

Analisis Finlay dan Wilkinson (1963) ditentukan oleh nilai koefisien regresi (bi) sebagai berikut:

Dimana:

= nilai rata-rata produksi berturut-turut genotipe pada berturut-turut

lingkungan

= nilai rata-rata produksi pada lingkungan tertentu = indeks lingkungan

= rata-rata seluruh indeks lingkungan

Persamaan garis regresi stabilitas metode Finlay dan Wilkinson adalah gij = Biej + sij

Dimana:

gij = garis koefisien regresi genotipe ke-i terhadap lingkungan ke-j Bi = koefisien regresi genotipe ke-i

ej = lingkungan ke-j

sij = simpangan terhadap garis regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j Untuk menghitung signifikansi terhadap satu digunakan rumus:

SEbi =

(62)

Dengan kriteria test = 1,0 ± (t0,05 x x SEbi). Apabila bi dalam selang kriteria

test maka dikategorikan sebagai genotipe yang stabil. 3. Analisis Eberhart dan Russell

Analisis stabilitas untuk hasil dan komponen hasil menggunakan metode Eberhart dan Russell (1966) dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 6, dengan model regresi yang digunakan adalah :

Yij = m + βiIj + ij Dimana:

Yij = hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j

m = rataan umum untuk hasil/komponen hasil genotipe ke-i dari semua lingkungan

βi = koefisien regresi, mengukur respon genotipe ke-i pada lingkungan yang berbeda

Ij = indeks lingkungan yaitu rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan

Ij = Y - Y

ij = simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j

Karakter stabilitasnya:

1. Koefisien regresi (bi); bi =

2. Simpangan dari regresi ( 2); 2= -

Dimana = Galat Gabungan, = Galat pada anova gabungan

= Simpangan Gabungan, - -

(63)

35

Tabel 6. Sidik ragam analisis stabilitas Eberhart dan Russell (1966). Sumber

Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat

Total g l – 1 Yij2- K

Sumber dari : Eberhart dan Russell (1966); Singh dan Chaudhary (1979).

Keterangan : g = genotipe, l = lingkungan, r = ulangan, Yij = hasil/komponen hasil rataan dari genotipe ke-i di lingkungan ke-j, FK = Faktor Koreksi, = nilai rata-rata produksi pada lingkungan tertentu, = rata-rata lingkungan, Ij =indeks lingkungan yaitu

rata-rata semua varietas pada lingkungan ke-j dikurangi rata-rata seluruh percobaan,

ij = simpangan regresi dari genotipe ke-i pada lingkungan ke-j.

4. Analisis AMMI

(64)

Pemodelan bilinear pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan sebagai berikut:

 Menyusun pengaruh interaksi dalam bentuk matriks genotipe (baris)* lingkungan (kolom) sehingga matriks berukuran a x b:

= 11

1b

a1 ab

 Menguraikan bilinear terhadap matriks pengaruh interaksi

ge= j

n

j=1

gjρej

Model AMMI secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut: Yger = µ + g + βe + + ger

Dimana :

Yger = nilai pengamatan genotipe ke-g, lingkungan ke-e dan kelompok ke-r µ = rataan umum

g = pengaruh aditif dari pengaruh utama genotipe ke-g

βe = pengaruh aditif dari pengaruh utama lingkungan ke-e

= nilai singular untuk komponen bilinear ke-n

= pengaruh ganda genotipe ke-g melalui komponen bilinear ke-n = pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen bilinear ke-n = simpangan dari pemodelan linear

Gambar

Gambar 1. Perkembangan arsitektur tanaman padi (Khush et al.  2001; Vergara  et
Gambar 2. Respon hasil terhadap lingkungan untuk dua konsep stabilitas hasil
Tabel 1. Pengelompokan dan konsep metode analisis stabilitas hasil.
Tabel 8. Rata-rata tinggi tanaman (cm) dari 12 genotipe pada 7 lokasi uji.
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Untuk mengetahui peran warna dalam membentuk suasana ruang, dari ragam warna yang ditemukan pada masing-masing interior kelas di Taman Kanak-kanak yang

Kami Guru Indonesia adalah insan pendidik Bangsa yang beriman dan taqwa.. pada Tuhan Yang

Untuk menyelesaikan pertidaksamaan nilai mutlak, dapat digunakan sifat berikut ini:.

panggang substitusi tepung koro pedang termodifikasi disebabkan karena koro pedang memiliki kadar sianida yang cukup tinggi, sehingga semakin banyak tepung koro

Dari titik ini, sangat terlihat bahwa kepentingan ideologis Baiquni dalam tafsir ilminya tetap lebih dominan dibanding hanya sekadar kebutuhan pragmatis, atau hanya pada

masyarakat dengan pihak lain, adalah konflik pengelolaan Sumber daya

Akan tetapi, ada atau tidaknya hubungan antara hobi cosplay dengan konsep diri anggota Komunitas Cosplay Medan ini yang menjadi pertanyaan dan menimbulkan rasa ingin tahu

Walaupun demikian, sistem ekonomi Indonesia yang berbasiskan Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab dapat memanfaatkan hikmah-hikmah yang terdapat