• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Juru Pemantau Jentik Dan Kesehatan Lingkungan Terhadap Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Langsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Juru Pemantau Jentik Dan Kesehatan Lingkungan Terhadap Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Langsa"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK JURU PEMANTAU JENTIK DAN KESEHATAN LINGKUNGAN TERHADAP KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA LANGSA

TESIS

Oleh

K A S A D 077023005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK JURU PEMANTAU JENTIK DAN KESEHATAN LINGKUNGAN TERHADAP KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA LANGSA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

K A S A D 077023005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK JURU PEMANTAU JENTIK DAN KESEHATAN LINGKUNGAN TERHADAP KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA LANGSA Nama Mahasiswa : Kasad

Nomor Induk Mahasiswa : 077023005

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si) (drh. Hiswani, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S) (Dr.Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 15 November 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si Anggota : 1. drh. Hiswani, M.Kes

(5)

SURAT PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK JURU PEMANTAU JENTIK DAN KESEHATAN LINGKUNGAN TERHADAP KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernahg ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2010

(6)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan nyamuk Aedes aegypti. Kota Langsa merupakan salah satu daerah endemis DBD dengan Insidens Rate (IR) 2006, (6,89 per 100.000, penduduk) sedangkan untuk Case Fatality Rate (CFR) 1,20 %. Kota Langsa berada di posisi nomor urut 7 (tujuh) daerah endemis DBD dari 23 (dua puluh tiga) kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional, bertujuan untuk

menganalisis pengaruh karakteristik juru pemantau jentik dan kesehatan lingkungan terhadap kasus demam berdarah Dengue (DBD) di Kota Langsa. Populasi seluruh juru pemantau jentik, dengan jumlah sampel sebanyak 121 orang. Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan Regresi Logistik.

Berdasarkan hasil penelitian, variabel yang berpengaruh terhadap kasus demam berdarah Dengue di Kota Langsa adalah: pendidikan (p=0,022), pekerjaan (p=0,131), pengetahuan (p=0,021), sikap (p=0,001), kesempatan (p=0,008), kemauan

(p=0,018), kemampuan (p=0,000), tempat penampungan air (p=0,003), dan

keberadaan jentik (p=0,000).

Dinas Kesehatan Kota Langsa diharapkan dapat meningkatkan upaya

pencegahan dan penanggulangan kasus demam berdarah Dengue, melakukan

kerjasama dan koordinasi dengan dinas terkait (dinas kebersihan, dinas tata kota). Kepada puskesmas dalam wilayah Kota Langsa (puskesmas Langsa Kota, Langsa Timur, Langsa Barat, Langsa Lama, dan Langsa Baro), agar meningkatkan intensitas penyuluhan, pelatihan tentang PSN-DBD, penyediaan media informasi tentang pencegahan dan penanggulangan DBD. Masyarakat juga diharapkan ikut serta dalam menjaga kebersihan rumah dan lingkungan dari sampah/wadah barang-barang bekas yang bisa menjadi media untuk tempat nyamuk berkembang biak.

(7)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhage Fever (DHF) is a contagious disease caused by the Dengue virus and spread by Aedes aegypti. The City of Langsa is one of the DHF endemic areas with the Incidence Rate (IR) in 2006 of 6.89 per 100.000 population and Case Fatality Rate (CFR) of 1.20%. The City of Langsa is on the seventh position of the DHF endemic areas in 23 districts/cities of the Province of Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

The purpose of this study with cross-sectional design is to analyze the influence of the characteristics of mosquito larva monitor and environmental health on the cases of Dengue Hemorrhage Fever (DHF) in the City of Langsa. The population of this study were 121 mosquito larva monitors and all of them were selected to be samples of this study through total sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the variables which influenced the cases of Dengue Hemorrhage Fever (DHF) in the City of Langsa were: education (p= 0.022), occupation (p= 0.131), knowledge (p=0.021), attitude (p=0.001), opportunity (p= 0.008), determination (p= 0.018), ability (p= 0.000), water container (p= 0.003), and the existence of mosquito larva (p= 0.000).

It is expected that Langsa City Health Office increase the attempt to prevent and manage the cases of Dengue Hemorrhage Fever (DHF), to cooperate and make coordination with related agencies (Sanitary Service, Town Planning Service). Health Centers which located in the City area of Langsa (Health Centre Langsa Kota, Langsa Timur, Langsa Barat, Langsa Lama, and Langsa Baro) should increase the intensity of extension, training on Mosquito's Breeding place Control Dengue Hemorrhage Fever, provision of media of information on the prevention and coping with Dengue Hemorrhage Fever. The members of community are also expected to participate in maintaining home and environmental sanitary by keeping them away from garbage and used stuff that can be the media for the mosquitoes to multiply.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat

dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal tesis

dengan judul “Pengaruh Karakteristik Juru Pemantau Jentik dan Kesehatan

Lingkungan terhadap Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Langsa “.

Proses penulisan Tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar – sebesarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara (USU) dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si selaku Ketua Komisi pembimbing dalam

penulisan Tesis ini.

4. drh. Hiswani, M. Kes selaku anggota Pembimbing dalam penulisan Tesis ini.

5. Junaidi, S.K.M. M.Kes. selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Langsa Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalm (NAD).

6. Rekan-rekan mahasiswa Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

(9)

7. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Alm.

Ayahanda Tgk. H. Ading, Ibunda Hj. Siti Halimah, Istri tercinta, Adinda Sri

Media Utama, buah hati yang tercinta; Ananda Hambali Lutfi Dafiqiin, Abyan

Daffa Hawary, dan Khadijah Talita Shaci yang sangat berarti dalam hidup

penulis, atas pengorbanan, dukungan dan kasih sayangnya mereka sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulisan menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari

segi bahasa maupun isinya, sehingga saran dan masukan sangat diharapkan untuk

kesempurnaan tesis ini.

Medan , Desember 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Kasad, lahir di Mesir pada tanggal 15 Desember 1975, anak keenam dari

Alm. Ayahanda Tgk. H. Ading dan Ibunda Hj. Siti Halimah yang saat ini bertempat

tinggal di Jalan Lokop Peunaron Kecamatan Serbajadi Kabupaten Aceh Timur

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1984 Sekolah Dasar Negri Bunin

Kecamatan Serbajadi tamat tahun 1989, Sekolah menengah Pertama di SMP Negri 1

Serbajdi Lokop tamat tahun 1992, Sekolah Perawat Kesehatan DepKes RI Kota

Langsa tamat tahun 1995, D-III Keperawatan Pemda Lhokseumawe tamat tahun

2001, dan S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh tamat tahun

2006, dan Penulis mengikuti Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2007.

Penulis menikah tahun 1998 dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Penulis

bekerja sebagai Pegawai Negri Sipil dari tahun 1997 sampai 2001, staf Puskesmas

Serbajadi Lokop, tahun 2002 sampai 2003, Kepala Puskesmas Serbajadi Lokop,

tahun 2004, staf Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur, tahun 2005 sampai tahun

2007 staf Dinas Kesehatan Kota Langsa, tahun 2008 sampai 2009 sebagai Kepala

Panti Asuhan Taman Harapan Kota Langsa, tahun 2010 sampai saat ini berkerja

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP...v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR...x

BAB 1. PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Permasalahan ...8

1.3. Tujuan Penelitian ...8

1.4. Hipotesis...8

1.5. Manfaat Penelitian ...9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...10

2.1. Demam Berdarah Dengue...10

2.1.1. Epidemiologi Penyakit DBD...12

2.1.2. Etiologi...15

2.1.3. Patogenesis dan Patofisiologi...15

2.1.4. Tanda dan Gejala Klinik ...17

2.1.5. Manipestasi Penularan ...20

2.1.6. Nyamuk Penular DBD ...21

2.1.7. Ekologi Vektor ...25

2.1.8. Lingkungan ...26

2.1.9. Morfologi dan Siklus Hidup ...26

2.2. Penanggulangan dan Pencegahan DBD...29

2.3. Landasan Teori...32

2.3.1.Agent...33

2.3.2.Host (Penjamu) ...33

2.3.3.Environment (Lingkungan) ...33

2.4. Kerangka Konsep ...35

BAB 3. METODE PENELITIAN...36

3.1. Jenis Penelitian...36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...36

3.3. Populasi dan Sampel ...36

(12)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ...39

3.6. Metode Pengukuran ... 41

3.7. Metode Analisis Data...43

3.6.1. Analisis Univariat...43

3.6.2. Analisis Bivariat...44

3.6.3. Analisis Multivariat...44

BAB 4. HASIL PENELITIAN...45

4.1. Gambaran Umum dan Keadaan Wilayah Kota Langsa ...45

5.1.9. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kasus DBD...75

5.2. Faktor Yang Paling Dominan Hubungan dengan Kasus DBD ...79

5.3. Keterbatasan Penelitian...80

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN...81

6.1. Kesimpulan ...81

6.2. Saran... 81

DAFTAR PUSTAKA ...83

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.3. Definisi Operasional Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan

Hasil Ukur...42

4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

di Kota Langsa...47

4.2. Distribusi Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Berdasarkan

Jenis Kelamin Pada Tiap Kecamatan di Kota Langsa ...47

4.3. Distribusi Karakteristik Juru Pemantau Jentik (Umur, Jenis

Kelamin, Pendidikan, dan Pekerjaan di Kota Langsa ...48

4.4. Distribusi Karakteristik Juru Pemantau Jentik (Pengetahuan,

Sikap, Kesempatan, Kemauan, Kemampuan, Jarak Rumah, Tata Rumah, Tempat Penampungan Air, dan Keberadaan Jentik) Dalam Pencegahan

dan Penanggulangan Kasus DBD di Kota Langsa ...50

4.5. Distribusi Responden Menurut Kasus Demam Berdarah

Dengue di Kita Langsa...52

4.6. Rekapitulasi Hasil Uji Chi Square Pengaruh Karakteristik Juru Pemantau Jentik (Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan, Sikap, Kesempatan, Kemauan, Kemampuan, Jarak Rumah, Tata Rumah, Tempat Penampungan Air, dan Keberadaan Jentik) Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kasus DBD di Kota Langsa ... 53

4.7. Hasil Analisis Uji Bivariat Untuk Identifikasi Variabel

Independen Yang Dimasukkan Kedalam Uji Multivariat...58

4.8. Hasil analisis Multivariat Regresi Logistik Pengaruh Karakteristik Juru Pemantau Jentik (Pengetahuan, Sikap, Kemampuan, dan Keberadaan Jentik) Dalam Pencegahan dan Penanggulan Kasus DBD di Kota Langsa ...59

4.9. Hasil analisis Multivariat Regresi Logistik Pengaruh Karakteristik Juru Pemantau Jentik (Sikap, Kemampuan, dan Keberadaan Jentik)

(14)

4.10. Hasil analisis Multivariat Regresi Logistik Untuk Identifikasi Variabel Independen Paling Berpengaruh Terhadap Kasus DBD

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti... 28

2.2. Model Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi ... 33

2.3. Kerangka Teori Modifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Terjadinya Dengue... 35

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ...86

2. Master Hasil Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian...98

3. Hasil Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian...99

4. Master Tabel Data Penelitian ...110

5. Master Tabel ...112

6. Hasil Uji Univariat, Bivariat ...131

7. Hasil Uji Multivariat ...151

(17)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan nyamuk Aedes aegypti. Kota Langsa merupakan salah satu daerah endemis DBD dengan Insidens Rate (IR) 2006, (6,89 per 100.000, penduduk) sedangkan untuk Case Fatality Rate (CFR) 1,20 %. Kota Langsa berada di posisi nomor urut 7 (tujuh) daerah endemis DBD dari 23 (dua puluh tiga) kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional, bertujuan untuk

menganalisis pengaruh karakteristik juru pemantau jentik dan kesehatan lingkungan terhadap kasus demam berdarah Dengue (DBD) di Kota Langsa. Populasi seluruh juru pemantau jentik, dengan jumlah sampel sebanyak 121 orang. Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan Regresi Logistik.

Berdasarkan hasil penelitian, variabel yang berpengaruh terhadap kasus demam berdarah Dengue di Kota Langsa adalah: pendidikan (p=0,022), pekerjaan (p=0,131), pengetahuan (p=0,021), sikap (p=0,001), kesempatan (p=0,008), kemauan

(p=0,018), kemampuan (p=0,000), tempat penampungan air (p=0,003), dan

keberadaan jentik (p=0,000).

Dinas Kesehatan Kota Langsa diharapkan dapat meningkatkan upaya

pencegahan dan penanggulangan kasus demam berdarah Dengue, melakukan

kerjasama dan koordinasi dengan dinas terkait (dinas kebersihan, dinas tata kota). Kepada puskesmas dalam wilayah Kota Langsa (puskesmas Langsa Kota, Langsa Timur, Langsa Barat, Langsa Lama, dan Langsa Baro), agar meningkatkan intensitas penyuluhan, pelatihan tentang PSN-DBD, penyediaan media informasi tentang pencegahan dan penanggulangan DBD. Masyarakat juga diharapkan ikut serta dalam menjaga kebersihan rumah dan lingkungan dari sampah/wadah barang-barang bekas yang bisa menjadi media untuk tempat nyamuk berkembang biak.

(18)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhage Fever (DHF) is a contagious disease caused by the Dengue virus and spread by Aedes aegypti. The City of Langsa is one of the DHF endemic areas with the Incidence Rate (IR) in 2006 of 6.89 per 100.000 population and Case Fatality Rate (CFR) of 1.20%. The City of Langsa is on the seventh position of the DHF endemic areas in 23 districts/cities of the Province of Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

The purpose of this study with cross-sectional design is to analyze the influence of the characteristics of mosquito larva monitor and environmental health on the cases of Dengue Hemorrhage Fever (DHF) in the City of Langsa. The population of this study were 121 mosquito larva monitors and all of them were selected to be samples of this study through total sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the variables which influenced the cases of Dengue Hemorrhage Fever (DHF) in the City of Langsa were: education (p= 0.022), occupation (p= 0.131), knowledge (p=0.021), attitude (p=0.001), opportunity (p= 0.008), determination (p= 0.018), ability (p= 0.000), water container (p= 0.003), and the existence of mosquito larva (p= 0.000).

It is expected that Langsa City Health Office increase the attempt to prevent and manage the cases of Dengue Hemorrhage Fever (DHF), to cooperate and make coordination with related agencies (Sanitary Service, Town Planning Service). Health Centers which located in the City area of Langsa (Health Centre Langsa Kota, Langsa Timur, Langsa Barat, Langsa Lama, and Langsa Baro) should increase the intensity of extension, training on Mosquito's Breeding place Control Dengue Hemorrhage Fever, provision of media of information on the prevention and coping with Dengue Hemorrhage Fever. The members of community are also expected to participate in maintaining home and environmental sanitary by keeping them away from garbage and used stuff that can be the media for the mosquitoes to multiply.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa

mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian pemberantasan

penyakit menular merupakan program yang penting, dalam pembangunan untuk

meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup bagi setiap orang, agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya. Peningkatan kesehatan yang

ditandai dengan penduduknya yang berperilaku, lingkungan sehat, serta memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

merata. Untuk meningkatkan derajat kesehatan salah satunya dengan pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian

(Depkes RI, 2004).

Sepanjang perjalanan, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi

masalah kesehatan masyarakat di wilayah Asia Tenggara. Terdapat peningkatan besar

- besaran frekuensi dan jumlah kejadian luar biasa. Demam Berdarah Dengue (DBD)

dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Secara umum dapat disebutkan bahwa sekitar 2,5

sampai 3 milyar orang diperkirakan berisiko terkena infeksi virus Dengue. Virus ini

dapat terinfeksi pada semua kelompok umur terutama anak-anak, dengan kematian

(20)

muncul pertama kali pada tahun 1953 di Filiphina dan selanjutnya mulai menyebar ke

banyak negara yang tercakup di wilayah WHO SEA (WHO South East Asia) dan

wilayah WHO Western Pacific (WP). Demam Berdarah Dengue (DBD), dapat

menimbulkan wabah. Penyakit ini berkembang sangat cepat dan bahkan dapat

menyebabkan kematian bagi penderitanya. Pada saat ini belum ditemukan obat atau

vaksin bagi pengobatan penyakit DBD (Depkes RI, 2003).

Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue

ditularkan nyamuk Aedes aegypti. Sampai saat ini DBD masih merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi serta

berkaitan dengan perilaku masyarakat. Penyakit DBD ini muncul pertama kali pada

tahun 1953 di Filiphina dan selanjutnya menyebar kebanyak Negara di dunia,

termasuk di Indonesia (Depkes RI, 2005).

Di Asia Tenggara tahun 2003 diperkirakan bahwa terdapat sekurang –

kurangnya 100.000.000 kasus demam berdarah Dengue pertahun dan 500.000 kasus

yang memerlukan rawat inap di Rumah Sakit, dimana 90% penderita adalah anak –

anak dibawah usia 15 tahun. Angka kematian (CFR) rata – rata sekitar 5%, terjadi

tiap tahunnya (Depkes RI, 2003).

Kasus DBD semakin menyebar luas karena virus Dengue dan nyamuk

penularnya Aedes aegypti tersebar luas baik dirumah maupun di tempat – tempat

umum diseluruh pelosok tanah air, kecuali yang ketinggiannya melebihi 1000 meter

dipermukaan laut. Dewasa ini penyebaran penyakit DBD sudah menjangkit di seluruh

(21)

Penyebaran nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya

terutama keadaan lingkungan fisik, seperti kebersihan halaman rumah, jenis

kontainer, perilaku dan sosial ekonomi masyarakat. Nyamuk ini dapat hidup dan

berkembang biak sampai ketinggian daerah kurang lebih 1000 meter, nyamuk ini

tidak dapat berkembang biak pada ketinggian tersebut, suhu udara terlalu rendah

sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk untuk berkembang biak

(Depkes RI, 2003).

Secara epidemiologi dapat dilihat bahwa, kasus DBD dapat menyerang semua

golongan umur, jenis kelamin, terutama anak – anak. Tetapi dalam dekade terakhir ini

terlihat ada kecenderungan peningkatan porsi penderita DBD pada golongan dewasa.

Ksus DBD menunjukkan fluktuasi musiman, biasanya meningkat pada musim

penghujan atau bebarapa minggu setelah musim hujan, maka kasus DBD

memperlihatkan siklus 5 (lima) tahun sekali (Depkes RI, 2004).

Peningkatan kasus diprediksikan akibat lemahnya surveilans epidemiologi dan

upaya pemberdayaan masyarakat untuk memantau jentik sebagai upaya pencegahan

kurang terlaksana secara optimal. Demikian juga dengan angka kematian meningkat

akibat keterlambatan mendapat pertolongan, perilaku masyarakat membersihkan

sarang nyamuk masih kurang (Depkes RI, 2003).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan angka incidence kasus

DBD sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hasil penelitian Isnuwadani (2000)

banyak terdapat tempat penampungan air, baik kaleng bekas, ban bekas dan tempat

(22)

Aedes aegypti. Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar kemungkinan

terjadi DBD dibandingkan tempat penampungan air yang tidak berjentik. (Nur

Hamidah dkk, 2003).

Kasus DBD di Indonesia pertama kali dilaporkan KLB di Jakarta dan

Surabaya pada tahun 1968, dimana tercatat 54 kasus dengan 24 kematian Case

Fatality Rate (CFR) 41,5%, pada tahun berikutnya kasus DBD menyebar ke lain kota

yang berada di wilayah Indonesia dan dilaporkan meningkat setiap tahunnya.

Kejadian luar biasa kasus DBD terjadi disebagaian besar daerah perkotaan dan

beberapa daerah pedesaan (Soegijanto, 2003).

Komfermasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970 di Jakarta kasus

pertama dilaporkan pada tahun 1969, dan pada tahun 1994 DBD telah menyebar

keseluruh Indonesia. Pada saat ini DBD sudah menjadi endemis di banyak kota

besar, bahkan sejak tahun 1975 telah terjangkit di daerah pedesaan (Soedarmo, 2005).

Awal kejadian luar biasa kasus DBD setiap lima tahun selanjutnya mengalami

perubahan menjadi tiga tahun, dua tahun dan akhirnya setiap tahun diikuti dengan

adanya kecendrungan peningkatan infeksi virus Dengue pada bulan - bulan tertentu.

Hal ini terjadi, kemungkinan berhubungan erat dengan 1) perubahan iklim dan

kelembabapan nisbi; 2) terjadinya migrasi penduduk dari daerah yang belum

ditemukan infeksi virus Dengue ke daerah endemis, kasus DBD dari pedesaan ke

perkotaan; 3) meningkatnya kantong - kantong jentik nyamuk Aedes aegypti di

(23)

Kasus DBD telah menyebar luas keseluruh wilayah provinsi dengan jumlah

kabupaten/ kota terjangkit sampai dengan tahun 2005 sebanyak 330 kabupaten/ kota

(75% dari seluruh kab/ kota). Insidens Rate (IR) DBD secara nasional berfluktuasi

dari tahun ketahun. Awalnya pola endemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam

kurun waktu lima belas tahun terkhir mengalami perubahan dengan priode antara 2–5

tahunan, sedangkan Case Fatality Rate (CFR) cendrung menurun. Perkembangan IR

dan CFR DBD dari tahun 2000 – 2005 terjadi peningkatan. Tahun 2000 IR 10,17 per

100.000 penduduk dengan CFR 2% dan sampai dengan tahun 2005, IR 43,42 per

100.000 penduduk dengan CFR 1,36% (Profil Kesehatan Depkes RI, 2007).

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri dari 23 kabupaten/ kota,

Insidens Rate (IR) DBD 12,4 per 100.000 penduduk dengan CFR 1,90% dari jumlah

kabupaten/ kota tersebut empat diantaranya yaitu Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh

Besar, Kabupaten Bireun, Kota Lhokseumawe, , Kabupaten Aceh Utara, Aceh Barat

Daya, Kota Langsa merupakan daerah endemis dan setiap tahun terjadi peningkatan

kasus. Kota Langsa merupakan Kabupaten/ kota dengan jumlah kasus DBD berada di

pringkat 7 (tujuh) dari 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(Profil Dinkes Provinsi NAD, 2007)

Selain itu penyebaran kasus DBD disebabkan oleh meningkatnya mobilitas

penduduk antar daerah, sehingga mempengaruhi Herd immunity penduduk, dan

berpotensi terhadap penularan virus Dengue di kota Langsa, yang tinggi angka

insiden DBD dari beberapa kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(24)

banyak kasus yang berulang. Sebagian besar penduduk yang tinggal di kota Langsa

merupakan pekerja swasta, sehingga mempunyai mobilitas tinggi karena lokasi

kerjanya sebagian besar di luar Kota Langsa yaitu; di Medan, dan kota Lhokseumawe

dimana kota tersebut merupakan daerah endemis DBD. Disamping itu rata – rata

jumlah anggota keluarganya sebanyak 5 orang, hal ini menjadi salah satu faktor

resiko tertularnya penyakit DBD dalam keluarga tersebut (Propil Dinkes Kota

Langsa, 2008).

Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di kota Langsa dalam kurun waktu

tahun 2005–2009 terjadi peningkatan secara fluktuatif, merupakan daerah endemis

DBD, dengan jumlah kasus pada tahun 2009 mencapai 127 orang. Pemutusan mata

rantai penularan penyakit DBD dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk

DBD (PSN-DBD), abatesasi selektif, Fogging atau pengasapan massal pada semua

desa tampa kecuali lokasi kasus terjangkit dan penyuluhan pegerakan masyarakat,

(Profil Dinkes Kota Langsa, 2008)

Insiden Rate (IR) kasus DBD tahun 2005 sebesar 5,76 per 100.000 penduduk,

meningkat menjadi 6,89 per 100.000 tahun 2006. Daerah yang termasuk daerah KLB

adalah kota Banda Aceh dan kota Lhokseumawe, dimana kematian (Case Fatality

Rate) sebesar 1,20 %, hal ini mengindikasikan CFR tersebut melebihi dari indikasi

Nasional, yaitu 1 %. Di kota Langsa, tahun 2005 jumlah kasus DBD sebanyak 58

kasus dan tahun 2006 meningkat menjadi 99 kasus yang tersebar dibeberapa

kecamatan, kemudian tahun 2007 meningkat menjadi 108 kasus, dan pada tahun 2008

(25)

kesehatan kota Langsa mencapai 127 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah

kasus DBD di Kota Langsa masih tinggi, dan membutuhkan upaya pencegahan dan

penaggulangan yang lebih intensif, (Laporan Dinkes Kota Langsa, 2009).

Upaya penaggulangan kasus DBD juga dilakukan di Kota Langsa. Dalam

pelaksanaannya berdasarkan prosedur tetap penanggulangan mordibitas DBD dan

KLB DBD, yang dimulai dengan pelacakan kasus, penyelidikan epidemiologi,

penanganan kasus/penderita (diobati/dirujuk), melakukan kegiatan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN-DBD) dengan 3 M plus (menguras, menutup dan menimbun)

tempat penampungan air, abatesasi selektif ke daerah endemis dan melakukan

fogging fokus sesuai dengan indikasi. (Profil Dinkes Kota Langsa, 2009).

Hasil evaluasi penanggulangan DBD di Kota Langsa. Diketahui tahun 2005

jumlah desa yang dilakukan penyelidikan epidemiologi sebanyak 36 desa. Abatisasi

terhadap 1000 rumah. Kelemahan yang ada adalah pelaksanaan PSN-DBD masih

belum optimal dan kontinue, hal ini terlihat dari rendahnya Angka Bebas Jentik

(ABJ). Tahun 2005 yakni 75%, ini menunjukkan masih berada dibawah indikator

Nasional (95%) untuk daerah endemis (Profil Dinkes Kota Langsa, 2009).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik Juru

Pemantau Jentik seperti umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap,

kesempatan, kemauan, kemampuan, jarak rumah, tata rumah, tempat penampungan

(26)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh karakteristik juru pemantau jentik

(umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, kesempatan, kemauan,

kemampuan dan lingkungan) terhadap kasus demam berdarah Dengue di kota langsa.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh karakteristik juru pemantau jentik (umur,

pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, kesempatan, kemauan, kemampuan dan

lingkungan) terhadap adanya kasus DBD di Kota Langsa.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh karakteristik juru

pemantau jentik dan Kesehatan lingkungan berpengaruh terhadap adanya kasus DBD

di Kota Langsa.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Sebagai bahan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa dalam rangka

melakukan evaluasi cakupan penanggulangan kasus Demam Berdarah Dengue

(DBD), sebagai masukan untuk kebijakan operasional program

penanggulangan kasus DBD secara efesian, efektif dan komprehensif di kota

(27)

1.5.2 Sebagai informasi tambahan mengenai faktor risiko penyakit DBD di Kota

Langsa bagi peneliti lain, dapat diketahuinya variabel apa saja yang dapat

mempengaruhi tingginya kasus DBD di Kota Langsa.

1.5.3 Bagi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat , hasil penelitian ini dapat

berguna sebagai rujukan dan dapat dikembangkan dalam penelitian-penelitian

lebih lanjut, khususnya tentang pengaruh karakteristik juru pemantau jentik

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai

dengan manifestasi perdarahan bertendensi menimbulkan syok dan dapat

menyebabkan kematian, umumnya menyerang anak < 15 tahun, namun tidak tertutup

kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit ini adalah demam

mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu, gelisah,

nyeri ulu hati, disertai tanda-tanda perdarahan di kulit (petechiae), lebam (echymosis)

atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau

renjatan (shock) (Depkes RI, 2003).

Menurut WHO tahun 1997 dikenal penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD), yaitu penyakit akut yang disebkan oleh virus dengan gejala seperti sakit

kepala, sakit pada sendi, tulang dan otot. Sedangkan DBD ditunjukkan oleh 4

(empat) manifestasi klinis yang utama, demam tinggi, fenomena perdarahan, sering

dengan hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah (Depkes RI, 2005).

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

dan disebarkan oleh nyamuk Aedes. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

adalah penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk, yang ditandai dengan panas

mendadak yang disertai dengan pendarahan aegypti dan Aides albopictus yang

(29)

pertolongan, dapat menyebabkan kematian penderita dalam waktu beberapa hari.

(Depkes RI, 1995).

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang ditandai dengan : (1) demam

tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari,

(2) manifestasi perdarahan, perdarahan kunjungtiva, epitaksis, perdarahan mukosa,

perdarahan gusi, melena, hematuri termasuk uji Torniquet (remple Leede) positif, (3)

jumlah trombosit ≤ 100.000/µl, (4) peningkatan hemotokrit ≥ 20%, (5) disertai

pembesaran hati (Depkes RI, 2005).

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DengueHaemorhagic Fever (DHF) di

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 581/

MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue

diidentifikasikan sebgai berikut : “adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan

demam mendadak 2 - 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu

hati, disertai tanda pendarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam

(ecchymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaran

menurun atau renjatan (shock). Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah

mengeluarkan Keputusan No. 581/MenKes/SK/VII/1992 tanggal 27 Juli 1992 tentang

Pemberantasan penyakit DBD sebagai pedoman yang telah dijabarkan dalam

petunjuk teknis yang ditetapkan melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No.

(30)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai

dengan manifastasi pendarahan dan bertendensi menimbulkan syok dan dapat

menyebabkan kematian, dapat terjadi pada semua golongan umur. Penyakit ini pada

umumnya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti namun dapat juga ditularkan oleh

nyamuk Aedes albopictus yang peranannya dalam penyebaran penyakit ini sangat

kecil, ini biasanya hidup di kebun-kebun (Depkes RI, 2003).

2.1.1. Epidemiologi Penyakit DBD

2.1.1.1 Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes

aegypti yang sering menimbulkan wabah dan kematian. Menemukan kasus DBD

secara dini bukanlah hal yang mudah, karena pada awal perjalanan penyakit gejala

dan tandanya tidak spesifik, sehingga sulit dibedakan dengan penyakit infeksi

lainnya. Penegakan diagnosis DBD (secara klinis) sesuai dengan kriteria World

Health Organization (WHO), sekurang-kurangnya memerlukan pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan yang di harapkan adalah trombosit dan hematokrit secara

berkala, (Depkes RI, 2010).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat menyerang semua umur,

walaupun sampai saat ini lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade

(31)

dengan perkembangan transportasi yang lancar, dan pesatnya pertumbuhan penduduk

sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus Dengue lebih besar (WHO, 1998).

Jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata antara laki-laki dan

perempuan. Beberapa negara melaporkan bahwa banyak kelompok wanita dengan

Dengue Shock Syndrome (DSS), menunjukkan dimana angka kematian yang tinggi

adalah laki-laki. Singapore dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka

kejadian infeksi di antara kelompok etnik. Kelompok penduduk Cina banyak

terserang DBD dari pada yang lain, dijumpai pada awal epidemi (Soegijanto, 2003).

2.1.1.2 Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat

dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi

dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypti tidak sempurna

(Depkes RI, 2007).

Sejak kurun waktu 30 tahun ditemukan virus Dengue di Surabaya dan Jakarta,

baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat.

Saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah

melaporkan adanya kejadian luar biasa dengan insiden rate meningkat dari 0,005 per

100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-7 per 100.000

penduduk pada tahun 2004 (Depkes RI, 2005).

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit

(32)

pemukiman baru, dan adanya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air

serta ada empat tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Depkes RI, 2003).

2.1.1.3. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu

Menurut Depkes RI (2003), pola berjangkitnya infeksi virus Dengue

dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32ºC)

dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup

untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak

sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap

tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus Dengue terjadi mulai awal Januari,

meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei

setiap tahun.

2.1.1.4. Pola Epidemiologi Penyakit DBD

Memahami situasi yang muncul terhadap infeksi virus (penjamu), perlu

mengenali beberapa aspek intraksi virus penjamu. Aspek-aspek tersebut meliputi : (a)

Infeksi Dengue jarang menimbulkan kasus ringan pada anak; (b) Infeksi Dengue pada

seorang dewasa sering menimbulkan gejala, akan tetapi beberapa starain virus

mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada anak maupun orang dewasa yang

sering tidak di kenali sebagai kasus Dengue dan menyebar tanpa terlihat didalam

masyarakat; (c) Infeksi primer maupun skunder Dengue pada orang dewasa mungkin

menimbulkan perdarahan gastrointestinal dan peningkatan permeabilitas pembuluh

(33)

2.1.2 Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue yang termasuk kelompok B

anthropida borne virus (Arboviruses). Dikenal sebagai genus Flavivirus, famili

Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu : DEN–1, DEN–2, DEN–3 dan

DEN–4. Salah satu infeksi serotype akan menimbulkan antibodi terhadap serotype

yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotype lain dan

sangat kekurangan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotype

yang lain. Keempat serotype virus Dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia. Serotype DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan

banyak yang menunjukkan manifestasi klinis berat. Serotype DEN–3 berasal dari

Asia, ditemukan pada populasi dengan tingkat imunitas rendah dengan tingkat

penyebaran yang tinggi, sudah diketahui sejak 300 tahun yang lalu

penanggulangannya belum juga tuntas (Depkes RI, 2004).

2.1.3. Patogenesis dan Patofisiologi

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan

demam berdarah Dengue, dengan klasik tingginya permabilitas dinding pembuluh

darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia.

Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan

bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler

melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan

(34)

patogenesis demam berdarah Dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi

sebagian besar menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang

mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi Dengue

pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus Dengue yang berlainan dalam

jangka waktu tertentu yang diperkirakan antara 6 (enam) bulan sampai 5 (lima) tahun.

Virus Dengue masuk kedalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti

atau Aedes albopictus (Depkes RI, 2003).

Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.

Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai

penjamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan

tersebut sangat tergantung pada daya tahan penjamu, bila daya tahan baik maka akan

terjadi perlawanan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka

perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian

(Depkes RI, 2001).

Organ yang menjadi sasaran dari virus adalah organ hepar, nodus limfatikus,

sumsum tulang, serta paru-paru. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel

monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran

darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer (Soegijanto, 2003).

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi didalam sel

tersebut. Infeksi virus Dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk

ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk

(35)

Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses

perkembangan virus DEN terjadi disitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotype virus

DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotype virus tersebut, tapi tidak ada

”cross protective” terhadap serotype virus yang lain (Soegijanto, 2003).

Patogenesis Demam Berdarah Dengue (DBD) terhadap dua perubahan

patofisiologi yang menyolok yaitu : meningkatnya permeabilitas kapiler yang

mengakibatkan bocornya plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal yang

terjadi singkat (24-48 jam), hipovolemia dan terjadi syok. Hemostasis abnormal yang

disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia dan koagulopati, mendahului terjadinya

manisfestasi perdarahan (Depkes RI, 2003).

2.1.4 Tanda dan Gejala Klinik

Menurut Depkes RI (2003), secara klinis ditemukan demam, suhu pada

umumnya antara 39o-40o C, pada fase awal demam terdapat ruam yang tampak di

muka, leher dan dada. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul

petekia yang menyeluruh pada tangan dan kaki. Pendarahan pada kulit pada DBD

terbanyak adalah uji tornique positif. Penyakit DBD pada umumnya menyerang

anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan

proporsi pada kelompok dewasa. Sedangkan masa inkubasi DBD biasanya berkisar

antara 4-7 hari. Prognosis DBD sulit di ramalkan dan pengobatan yang spsifik untuk

(36)

pengobatan penderita DBD adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena

kebocoran plasma (Depkes RI, 2005).

Pencegahan dan penanggulangan infeksi Dengue diutamakan pada

pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia.

Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan pembasmian

jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi pembersihan tempat penampungan air

bersih yang merupakan sarana utama perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan

sampah yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih

perlu dilindungi dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui

kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di

kolam-kolam (Soegijanto S, 2004).

Menurut Soegijanto (2003) gejala klinik utama pada penyakit DBD adalah

demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah

uji torniquet. Adapun gejala klinik DBD antara lain : 1) Mendadak panas tinggi

selama 2-7 hari, tampak lemah lesu suhu badan antara 38°C - 40°C atau lebih; 2)

Tampak binti-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu

tidak hilang; 3) Kadang-kadang perdarahan di hidung ( mimisan); 4) Mungkin terjadi

muntah darah atau berak darah; 5) Tes Torniquet positif ; 6) Adanya perdarahan,

akimosis atau purpura; 7) Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di

lumbung bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin,

berkeringat perdarahan selaput lendir mukosa, alat pencernaan gastrointestinal,

(37)

Trombositopenia (=100.000/mm3); 10) Pembesaran plasma yang erat hubungannya

dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan

munculnya satu atau lebih dari: a) Kenaikan nilai 20% hematokrit atau lebih

tergantung umur dan jenis kelamin; b) Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar

20 % atau lebih sesudah pengobatan; c) Tanda-tanda pembesaran plasma yaitu efusi

pleura, asites, hipo-proteinaemia; d) Nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang

biak diselokan/got atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah; e)

Biasanya menggigit manusia pada pagi atau sore hari; f) Mampu terbang sampai 100

meter.

Diagnosa penyakit DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosa WHO

tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis, ini dimaksudkan untuk mengurangi daiagnosa

yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD (over diagnosa). Kriteria klinis

tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas yang berlangsung 2-7 hari.

Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan uji tornique positif, petekia,

purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematimesis dan melena

perbesaran hati. Adanya syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta

penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan

penderita tampak gelisah. Kirteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 / ul

atau kurang dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat peningkatan hemotokrit 20%

atau lebih. Dua Kriteria klinis ditambah hematokrit cukup untuk menegakkaan

(38)

Menurut WHO (2002) membagi derajat DBD dalam 4 (empat) derajat, yaitu

sebagai berikut :

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi

perdahan ialah uji tourniquet positif.

Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.

Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,

tekanan jadi menurun ( < 20 mmHg ) atau hipotensi disertai kulit yang

dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.

Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah

yang tidak dapat diukur.

2.1.5. Manipestasi Penularan

Seseorang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber

penularan penyakit DBD. Virus Dengue berada dalam darah selama 4 hari sampai

dengan 7 hari mulai 1 sampai 2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit

nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk dalam lambung

nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan

tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya (Depkes RI, 2004).

Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap

untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap

berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes

(39)

sepanjang hidupnya. Penularan terjadi setiap nyamuk menusuk (menggigit), sebelum

menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya

(proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus

Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes RI, 2004).

2.1.6. Nyamuk Penular DBD

Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang

disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes

albopictus. Yang paling berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Aedes

aegypti karena hidupnya didalam rumah, sedangkan Aedes albopictus hidupnya di

kebun-kebun sehingga lebih jarang kontak dengan manusia. Kedua jenis nyamuk ini

terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan

ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut, karena pada ketinggian

tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk

hidup dan berkembangbiak (Depkes RI, 2004).

Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti: 1) Berwarna hitam dan belang-belang

(loreng) putih pada seluruh tubuh; 2) Berkembangbiak di Tempat Penampungan Air

(TPA) dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti: bak mandi,

tempayan, drum, vas bunga, ban bekas, dan lain-lain; 3) Nyamuk Aedes aegypti tidak

dapat berkembangbiak diselokan/got atau kolam yang airnya langsung berhubungan

dengan tanah; 4) Biasanya menggigit manusia pada pagi atau sore hari; 5) Mampu

(40)

2.1.6.1. Nyamuk Penular

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan

dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik-

bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan

mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan

yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari

pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari.

Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari

(16.00-17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk

memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif

sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat)

didalam atau diluar rumah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang

tergantung seperti baju, biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Nyamuk

betina akan meletakkan telurnya didinding bak penampungan air dan sedikit di atas

permukaan air. Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah

terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk

dewasa (Depkes RI, 2005).

Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan

sumber penularan penyakit demam berdarah Dengue. Virus Dengue berada dalam

darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit

nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung

(41)

tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1(satu) minggu setelah

mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain

(masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk

sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap

virus Dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi

karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan

mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang dihisap tidak

membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang

lain (Depkes RI, 2004).

2.1.6.2. Akibat Penularan Virus Dengue.

Orang yang kemasukan virus Dengue, maka dalam tubuhnya akan terbentuk

zat anti yang spesifik sesuai dengan type virus Dengue yang masuk. Tanda atau

gejala yang timbul ditentukan oleh reaksi antara zat anti yang ada dalam tubuh

dengan antigen yang ada dalarn virus Dengue yang baru masuk (Depkes RI, 2004).

Orang yang kemasukkan virus Dengue untuk pertama kali, umumnya hanya

menderita sakit demam Dengue atau demam yang ringan dengan tanda/gejala yang

tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali

(asymptomatis). Penderita demam Dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam

waktu 5 hari tanpa pengobatan. Tanda-tanda demam berdarah Dengue ialah demam

mendadak selama 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 (tiga) yang kemudian

(42)

sebelumnya sudah pernah kemasukkan virus Dengue kemudian memasukkan virus

Dengue dengan tipe lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam

berdarah Dengue (teori infeksi skunder) (Depkes RI, 2003).

2.1.6.3. Tempat Potensial Bagi Penularan DBD

Penularan demam berdarah Dengue dapat terjadi disemua tempat yang

terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial untuk terjadinya

penularan DBD adalah : 1) Wilayah yang banyak kasus DBD (Endemis); 2)

Tempat-tempat umum merupakan Tempat-tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari

berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus

Dengue cukup besar di tempat-tempat umum antara lain: a) Sekolah; b) Rumah Sakit

atau Puskesmas dan Sarana pelayanan kesehatan lainnya; c) Tempat umum lainnya

seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain. 3) Pemukiman

baru dipinggir kota. Karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai

wilayah dimana kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau karier (Depkes RI,

2004).

Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia, biasanya nyamuk betina

mencari mangsanya pada pagi hari. Aktivitas menggigit biasanya (pukul 9.00-10.00

wib) dan petang hari (16.00-17.00 wib). Aedes aegypti mempunyai kebiasan

mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah (Depkes

(43)

Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit.

Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) didalam atau diluar rumah.

Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya

ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan

telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat

perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas

menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air, kemudian jentik lalu menjadi

kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Depkes RI, 2003).

2.1.7. Ekologi Vektor

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antar vektor

dengan lingkungannya. Eksistensi nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh

lingkungan fisik maupun lingkungan biologik. Lingkungan merupakan tempat

interaksi vektor penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan

terjadinya penyakit DBD. Lingkungan fisik mempengaruhi eksistensi nyamuk antara

ketinggian tempat, curah hujan, temperature dan kecepatan angina. Ketinggian 1000

meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti pada ketinggian

tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk

(44)

2.1.8. Lingkungan

Lingkungan ada bermacam-macam misalnya tata rumah, macam kontainer,

ketinggian tempat dan iklim (Depkes RI, 1998). (1) Jarak antara rumah

mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah kerumah lain, semakin dekat

jarak antara rumah semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah sebelah.

Bahan-bahan pembuat rumah, kontruksi rumah, warna dinding dan pengaturan

barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi

oleh nyamuk. (2) Macam kontainer, disini adalah jenis/bahan kontainer, letak

kontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi nyamuk

dalam pemilihan tempat bertelur. (3) Ketinggian tempat, pengaruh variasi ketinggian

terhadap syarat-syarat ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit di Indonesia

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopiktus dapat hidup pada daerah dengan

ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut (Depkes RI, 1998)

Lingkungan yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya

tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban,

pencahayaan didalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk

hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2003).

2.1.9. Morfologi dan Siklus Hidup 2.1.9.1. Morfologi nyamuk Aedes aegypti

Telurnya berwarna hitam berukuran 0,80 mm bentuk oval mengapung satu

(45)

air. Larva (jentik), ada 4 (empat) tingkat larva sesuai dengan pertumbuhan larva

tersebut. Larva 1 berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm, larva II berukuran agak besar

mencapai 5 mm. Pupa (kepompong) berbentuk seperti koma dengan ukuran badannya

lebih kecil dibandingkan dengan nyamuk lain. Nyamuk Aedes aegypti dewasa ukuran

badannya lebih kecil dibandingkan nyamuk lain, warna dasar hitam dengan

bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki (Depkes RI, 2004).

2.1.9.2. Siklus Hidup

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu dari telur

jentik, kepompong sampai menjadi nyamuk. Stadium telur, jentik, kepompong hidup

didalam air. Telur akan menetas menjadi jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan

stadium pupa (kepompong) berlangsung 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi

nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan

(Depkes RI, 2004).

Nyamuk Dewasa

Telur Nyamuk

Pupa (Kepompong)

Jentik

(46)

2.1.9.3.Pengamatan Aedes aegypti

Pengamatan nyamuk sangat diperlukan untuk mengetahui keadaan nyamuk

dan menyusun program pengendalian maupun untuk mengevaluasi keberhasilan dari

program tersebut. Pengamatan Aedes aegypti diasa dikenal dengan nama survei Aedes

aegypti, yaitu: penyelidikan-penyelidikan terhadap kehidupan nyamuk termasuk

kepadatan populasinya.

Untuk mengetahui keadaan populasi nyamuk Aedes aegypti disuatu daerah

dapat melalui survey terhadap stadium jentik – jentik atau dewasa, sebagai hasil

survey tersebut didapat indeks–indeks Aedes aegypti (indeks jentik, indeks ovitrap,

bitting rate), dalam hal ini pengamatan yang dimaksud adalah mengenai indeks jentik

yang diukur dari :

1. House Indeks

Jumlah rumah yang ditemukan jentik Aedes aegypti

HI = X100 %

Jumlah rumah yang diperiksa

2. Container Indeks

Jumlah Kontainer yang positif jentik Aedes aegypti

CI = X 100 %

Jumlah Kontainer yang diperiksa

1. Breatu Indeks

BI = Jumlah Kontainer yang menjadi sarang Aedes aegypti per 100

rumah disuatu daerah.

Dari hasil survei jentik didapat data-data mengenai House Indeks (HI),

(47)

daerah-daerah pelabuhan. Cara yang tapat untuk menentukan indeks-indeks jentik

adalah dengan memakai cara single larvae survey yaitu semua kontainer menjadi

sarang nyamuk diteliti, bila ditemukan jentik nyamuk maka diambil seekor dari setiap

kontainer untuk diperiksa.

Bila ditemukan sarang nyamuk dengan investasi campuran, misalnya terdapat

jentik Aedes aegypti maka dipilih jentik dari nyamuk yang sesuai dengan ciri-cirinya

yaitu berwarna putih keabu-abuan, bergerak lamban dengan gerakan membentuk

huruf S dan apabila terkena cahaya senter akan bergerak aktif (Depkes RI, 2003).

2.2. Penanggulangan dan Pencegahan DBD

Menurut Depkes RI (2003) dalam petunjuk Teknis P2 DBD, bahwa upaya

penanggulangan DBD dibagi atas: 1) Penemuan dan Pelaporan Penderita. Penyakit

DBD termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah sesuai

dengan UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Permenkes RI

No. 560 tahun 1989 tentang tempat tinggal penderita; 2) Penyelidikan Epidemiologi

adalah kegiatan pencarian penderita DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk

penular DBD disekirar rumah penderita dengan jarak lebih kurang 100 meter keliling,

serta tempat-tempat umum yang diperkirakan sumber penularan penyakit lebih lanjut;

3) Kegiatan Penanganan adalah kegiatan untuk mencegah atau membatasi penularan

penyakit DBD dirumah penderita DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan dapat

(48)

Jenis kegiatan yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan adalah sebagai

berikut: a) Bila ditemukan penderita DBD lainnya atau ditemukan satu atau lebih

penderita panas atau demam tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik, dilakukan

penyemprotan (fogging fokus) di rumah penderita dan sekitarnya dalam diameter 200

meter, 2 (dua) siklus dengan interval 1 (satu) minggu, penyuluhan dan pergerakan

masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN-DBD). b) Bila tidak

ditemukan penderita tapi ditemukan jentik, dilakukan gerakan masyarakat PSN dan

penyuluhan. c) Bila tidak ditemukan penderita dan tidak ditemukan jentik dilakukan

penyuluhan kepada masyarakat; 4) Penanggulangan lain dilakukan di desa/kelurahan

rawan oleh petugas kesehatan dibantu masyarakatt untuk mencegah terjadinya KLB

dan membatasi penyebaran penyakit wilayah lain.

Jenis kegiatan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan sebagai berikut: a)

Desa/kelurahan rawan I (endemis) yaitu bila dalam tiga tahun terakhir setiap

tahunnya terjangkit DBD; b) Penyemprotan massal sebelum musim penularan yaitu

penyemprotan yang dilakukan diseluruh wilayah desa/kelurahan rawan 1 sebelum

masa penularan, untuk membatasi penularan dan mencegah KLB; c) Pemeriksaan

jentik berkala di rumah dan tempat-tempat umum yaitu pemeriksaan tempat-tempat

penampungan air dan tempat berkembang biakan nyamuk Aedes aegypti yang

dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya 3 (tiga)

bulan sekali untuk mengetahui populasi jentik nyamuk penular DBD dengan

menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ). (d) Penyuluhan kepada

(49)

terakhir terjangkit DBD tetapi tidak setiap tahun; f) Pemeriksaan jentik berkala di

rumah dan ditempat umum; g) Penyuluhan kepada masyarakat; h) Desa/kelurahan

rawan III (potensial) yaitu apabila dalam 3 (tiga) tahun terakhir tidak terdapat kasus

DBD tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi yang ramai

dengan wilayah lain presentase jentik yang ditemukan 15 %; i) Pemeriksaaan jentik

berkala di rumah dan ditempat umum; j) Penyuluhan kepada masyarakat; k)

Pemberantasan Nyamuk Penular DBD Pemberantasan nyamuk penular DBD

merupakan cara utama mengatasi penyakit DBD, karena belum ada vaksin dan obat

untuk mencegah dan membasmi virusnya. Maka pemberantasan dilakukan terhadap

nyamuk dan jentiknya. Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan melalui pengapasan

(fogging) mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda tergantung.

Penyemprotan (fogging) dilakukan dengan 2 (dua) siklus dengan interval 1(satu)

minggu untuk membasmi penularan Dengue.

Pemberantasan jentik Aedes aegypti yang merupakan bagian dari

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dapat dilakukan dengan cara kimia, biologi

dan fisik. Secara kimia pemberantasan jentik dapat dilakukan dengan insektisida

(larvasida) ini dikenal dengan abatisasi. Secara biologi dilakukan dengan memelihara

ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah dan ikan gupi. Secara fisik

pemberantasan jentik dilakukan dengan kegiatan menguras, menutup, mengubur

tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak

(50)

2.3. Karakteristik Juru Pemantau Jentik 2.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan objek

yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka (overt behavior). Perilaku

yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002)

Menurut Notoadmodjo (2005), Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini

terjadi setelah seorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang

tercakup dalam domain kognitif adalah :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

termasuk dalam pemgetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

(51)

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

bentuk konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen,tetapi masih dalam suatu stuktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan,

memisahkan dan mengelompokkan.

5) Sintesis ( Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru

(52)

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kreteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada.

Menurut Triutomo (2007), di Indonesia, masih banyak penduduk yang

menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Pada umumnya mereka

percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah

diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat

perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah-langkah

pencegahan atau penanggulangannya.

Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok

rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa

kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum

memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006).

Riset yang dilakukan di New Zealand memperlihatkan bahwa perasaan bisa

mencegah bahaya gempa bumi dapat ditingkatkan dengan intervensi melalui

pengisian kuesioner pengetahuan tentang gempa bumi yang di-follow up dengan

penjelasan-penjelasan yang ditujukan untuk menghilangkan gap atau miskonsepsi

pengetahuan tentang gempa bumi. Hasil riset menunjukkan bahwa pengetahun

partisipan mengenai gempa bumi berhubungan dengan tingkat kesiapannya

Gambar

Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Gambar 2.2.  Model Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi
Gambar 2.3. Kerangka Teori : Modifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi       terjadinya Dengue
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Analisis Persebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2013 bertujuan untuk 1) menganalisis pola

Penelitian Analisis Persebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2013 bertujuan untuk 1) menganalisis pola

KAJIAN PEMERIKSAAN JENTIK BERKALA (PJB) OLEH KADER KESEHATAN PADA DAERAH ENDEMIS DAN NONENDEMIS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KABUPATEN

Setio Saputro, D0111077, Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen Dalam Penanggulangan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen,

Penderita demam berdarah dengue lebih banyak ditemukan pada infeksi sekunder yang terjadi oleh virus dengue tipe 2 atau 3.. Selain itu telah pula dilaporkan adanya

Setio Saputro, D0111077, Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen Dalam Penanggulangan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen,

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue

Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) yang datang dengan kategori usia remaja (12–25 tahun) merupakan jumlah tertinggi pasien yang terjangkit Demam Berdarah Dengue