• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Pemanfaatan Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Asam Jawa dalam Pengikatan Plumbum (Pb) pada Cumi-Cumi di Perairan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Perbandingan Pemanfaatan Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Asam Jawa dalam Pengikatan Plumbum (Pb) pada Cumi-Cumi di Perairan Belawan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN PEMANFAATAN JERUK NIPIS,

ASAM CUKA, DAN ASAM JAWA DALAM PENGIKATAN

PLUMBUM (Pb) PADA CUMI-CUMI

DI PERAIRAN BELAWAN

SKRIPSI

OLEH:

STEPHANIE DEBORA NIM 060804047

FAKULTAS FARMASI

(2)

STUDI PERBANDINGAN PEMANFAATAN JERUK NIPIS,

ASAM CUKA, DAN ASAM JAWA DALAM PENGIKATAN

PLUMBUM (Pb) PADA CUMI-CUMI

DI PERAIRAN BELAWAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

STEPHANIE DEBORA NIM 060804047

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI PERBANDINGAN PEMANFAATAN JERUK NIPIS,

ASAM CUKA, DAN ASAM JAWA DALAM PENGIKATAN

PLUMBUM (Pb) PADA CUMI-CUMI

DI PERAIRAN BELAWAN

OLEH:

STEPHANIE DEBORA NIM 060804047

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Agustus 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt. NIP 195101311976031003 NIP 194907061980021001

Pembimbing II, Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195101311976031003

Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt. Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001 NIP 195401101980032001

Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt. NIP 195001261983031002

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR Salam damai sejahtera,

Puji syukur pada Tuhan Yesus Kristus atas berkat anugerah dan kasih

setia-Nya, hingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian hingga

akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi ini untuk mencapai gelar Sarjana

Farmasi di Fakultas Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus tiada terhingga penulis sampaikan kepada

kedua orangtua tercinta, Ayahanda D.L. Gultom dan Ibunda Dj. R. Sinaga, juga

kepada kakakku Emma Novica Gultom, dan adikku Arian Ardianto Gultom, juga

seseorang yang kukasihi, bang Adolf King Simatupang, beserta seluruh keluarga

besar yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan, perhatian, semangat, dan

doa kepada penulis selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. dan Bapak Drs. Muchlisyam,

M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan

penuh kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan selama melakukan penelitian hingga

selesainya penulisan skripsi ini.

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi USU, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang

telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

2. Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Tuty Roida

Pardede, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt.,

sebagai tim penguji yang sangat banyak memberikan masukan dan saran

(5)

3. Bapak Drs. Salim Usman, M.Si, Apt., selaku dosen wali serta seluruh dosen

staf pengajar Fakultas Farmasi yang telah banyak membimbing dan mendidik

penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

4. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., selaku Kepala Laboratorium Kimia Farmasi

Kualitatif dan Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., selaku Kepala

Laboratorium Kimia Bahan Makanan yang telah membantu dan menyediakan

fasilitas kepada penulis selama melakukan penelitian.

5. Sahabat-sahabat terbaikku, “Christian Pharmacy ’06”, yaitu Lia, Apri, Dina,

Abeth, Ruth, Mastin, Deni, Leli, Wati, Wina, Cyan, Jandri, Roni, Jhon,

Gokman, teman-teman seperjuangan Farmasi ’06, kakak dan abang senior

Farmasi, adik-adik junior Farmasi, serta semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis hingga

selesainya penulisan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yesus memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala

kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna.

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga

skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

khususnya bidang farmasi.

Medan, Agustus 2010

Penulis,

(6)

Studi Perbandingan Pemanfaatan Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Asam Jawa dalam Pengikatan Plumbum (Pb)

pada Cumi-Cumi di Perairan Belawan

Abstrak

Cumi-cumi di perairan Belawan dinyatakan telah tercemar oleh logam

berat plumbum (Pb). Untuk mengatasi dampak toksik dari logam berat ini,

diperlukan upaya untuk menurunkan kadar plumbum (Pb) dalam cumi-cumi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa pengaruh berbagai larutan

perendam sebagai upaya menurunkan kandungan logam berat Pb. Penetapan

kadar dilakukan sebelum dan sesudah perendaman dengan menggunakan jeruk

nipis, asam cuka, dan asam jawa.

Kandungan Pb pada cumi-cumi ditetapkan dengan analisis kualitatif dan

kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pereaksi ditizon 0,005% pada pH

7 dimana akan terbentuk warna merah tua. Sedangkan analisis kuantitatif

dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal pada

panjang gelombang 217, 0 nm.

Hasil analisis menunjukkan kadar Pb setelah dilakukan perendaman

dengan menggunakan jeruk nipis selama 30 menit dan 60 menit mengalami

penurunan masing-masing sebesar 72,06% dan 70,61% untuk metode destruksi

basah dan 74,47% dan 74,04% untuk metode destruksi kering, dengan asam cuka

selama 30 menit dan 60 menit mengalami penurunan masing-masing sebesar

75,00% dan 75,06% untuk metode destruksi basah dan 76,99% dan 77,31% untuk

metode destruksi kering, dan dengan asam jawa selama 30 menit dan 60 menit

mengalami penurunan masing-masing sebesar 71,92 % dan 72,47 % untuk metode

destruksi basah dan 74,71 % dan 74,47 % untuk metode destruksi kering.

Perendaman cumi-cumi dalam jeruk nipis, asam cuka, maupun asam jawa

efektif menurunkan kadar logam timbal (Pb) dalam cumi-cumi yang berasal dari

perairan Belawan.

(7)

Comparative Study of Utilization of Lime, Acetic Acid, and Tamarind for Bind Plumbum (Pb) content

in squids from Belawan Waters

Abstract

Squids in the waters of Belawan obviously have been contaminated by

heavy metals plumbum (Pb). To keep down the toxic effects of this heavy metals,

it’s necessary do the efforts to reduce levels of plumbum (Pb) in squids. The

purpose of this study was to examine the effect of various soaking solution as the

effort to reduce Pb heavy metals content. Assay is carried out before and after

soaking by using lime, acetic acid, and tamarind.

Determination of Pb was done by qualitative and quantitative analysis. The

qualitative analysis by using dithizon 0.005% at pH 7 which will be formed deep

red colour. While the quantitative analysis was done by using Electrothermal

Atomic Absorption Spectrophotometry method at wavelengths of 217, 0 nm.

The results show levels of lead after soaking by using lime for 30 minutes

and 60 minutes respectively decreased by 72.06% and 70.61% for the wet

digestion method and 74.47% and 74.04% for the dry ashing method, with acetic

acid for 30 minutes and 60 minutes respectively decreased by 75.00% and 75.06%

for the wet digestion method and 76.99% and 77.31% for dry ashing method, and

tamarind for 30 minutes and 60 minutes respectively decreased by 71.92% and

72.47% for the wet digestion method and 74.71% and 74.47% for dry ashing

method.

Thus soaking squid in lime, acetic acid, and tamarind are effectively

reduce levels of lead (Pb) in the squid from Belawan waters.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Cumi-cumi ... 5

2.2 Pencemaran laut ... 6

2.3 Timbal (Pb) ... 6

2.4 Uraian Jeruk Nipis ... 7

2.5 Asam Cuka ... 8

(9)

2.7 Pengikatan Logam ... 9

2.8 Metode destruksi ... 10

2.8.1 Destruksi Basah ... 10

2.8.2 Destruksi Kering ... 11

2.9 Spektrofotometri Serapan Atom ... 11

2.10 Validasi Metode Analisis ... 13

2.10.1 Kecermatan (accuracy) ... 13

2.10.2 Keseksamaan (precision) ... 14

2.10.3 Batas Deteksi ... 14

2.10.4 Batas Kuantitasi ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... . 15

3.1 Lokasi Penelitian ... 15

3.2 Bahan-bahan ... 15

3.2.1 Sampel ... 15

3.2.2 Pereaksi ... 15

3.3 Alat-alat ... 16

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 16

3.5 Prosedur Penelitian ... 17

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 17

3.5.2 Penyiapan Sampel ... 17

3.5.3 Proses Destruksi ... 18

3.5.3.1 Proses Destruksi Kering ... 18

3.5.3.2 Proses Destruksi Basah ... 18

(10)

3.5.5 Analisis Kuantitatif ... 19

3.5.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 19

3.5.5.2 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Plumbum (Pb) ... 19

3.5.5.3 Penentuan Kadar Plumbum (Pb) dalam Cumi-cumi ... 20

3.5.5.4 Uji Perolehan Kembali ... 20

3.5.5.4.1 Pembuatan Larutan Standar ... 20

3.5.5.4.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali ... 21

. 3.5.5.5 Analisis Data Secara Statistik ... 21

3.5.5.6 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 22

3.5.6 Bagan Penyiapan Sampel ... 24

3.5.7 Bagan Destruksi Kering ... 26

3.5.8 Bagan Destruksi Basah ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Hasil Uji Kualitatif ... 28

4.2 Hasil Uji Kuantitatif ... 29

4.2.1 Kurva Kalibrasi Logam Plumbum (Pb) ... 29

4.2.2 Analisis Kadar Plumbum (Pb) dalam Cumi-cumi ... 30

4.2.3 Hasil Penurunan Kadar Plumbum (Pb) Setelah Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Larutan Asam Jawa ... 31

(11)

4.2.4.1 Analisis Beda Nilai Rata-rata Penurunan Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi dengan

Perendaman dalam Jeruk Nipis,

Asam Cuka, dan Asam Jawa ... 34

4.2.4.2 Analisis Beda Nilai Rata-rata Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi dengan Perbedaan Waktu Perendaman ... 35

4.2.4.3 Analisis Beda Nilai Rata-rata Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi antara Metode Destruksi Basah dan Metode Destruksi Kering ... 36

4.2.5 Uji Perolehan kembali ... 37

4.2.6 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... . 41

(12)

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 1. Hasil Uji Kualitatif Logam Plumbum (Pb)

dengan Pereaksi Dithizon 0,005%b/v ... 28

Tabel 2. Data Kadar Logam Plumbum (Pb) ... 30

Tabel 3. Persen Penurunan Kadar Plumbum (Pb)

Setelah Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis,

Asam Cuka, dan Larutan Asam Jawa ... 31

Tabel 4. Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi setelah Perendaman dalam Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Asam Jawa

Selama 30 menit dan 60 menit ... 35

Tabel 5. Persen Uji Perolehan Kembali (Recovery)

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar

Plumbum (Pb) ... 44

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Persamaan Regresi Plumbum (Pb) ... 45

Lampiran 3. Hasil Analisis Plumbum (Pb) dalam Cumi-cumi ... 46

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Kadar Plumbum (Pb) dalam Cumi-cumi ... 51

Lampiran 5. Perhitungan Statistik Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi ... 52

Lampiran 6. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi dengan Perendaman dalam Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Asam Jawa ... 68

Lampiran 7. Data Hasil Uji Perolehan Kembali Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi ... 70

Lampiran 8. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Plumbum (Pb) dalam Cumi-cumi ... 71

Lampiran 9. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Plumbum (Pb) ... 72

Lampiran 10. Gambar Hasil Analisa Kualitatif Logam Plumbum (Pb) dengan Pereaksi Ditizon 0,005% b/v ... 73

Lampiran 11. Gambar Perairan Belawan ... 75

Lampiran 12. Gambar Cumi-cumi ... 75

Lampiran 13. Gambar Buah Jeruk Nipis ... 76

Lampiran 14. Gambar Asam Cuka ... 76

Lampiran 15. Gambar Asam Jawa ... 76

Lampiran 16. Gambar Alat Spektrofotometer Serapan Atom Graphite Furnace ... 77

(15)

Lampiran 18. Daftar Nilai Distribusi-t ... 78

Lampiran 19. Daftar Nilai Distribusi F

pada tingkat 5% dengan α= 0,05 ... 78

Lampiran 20. Hasil pengukuran Pb dalam Sampel ... 79

Lampiran 21. Hasil pengukuran Pb dalam Sampel

secara Destruksi Basah ... 82

Lampiran 22. Hasil pengukuran Pb dalam Sampel

secara Destruksi Kering ... 83

Lampiran 23. Hasil pengukuran Pb dalam Sampel Setelah Ditambahkan

(16)

Studi Perbandingan Pemanfaatan Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Asam Jawa dalam Pengikatan Plumbum (Pb)

pada Cumi-Cumi di Perairan Belawan

Abstrak

Cumi-cumi di perairan Belawan dinyatakan telah tercemar oleh logam

berat plumbum (Pb). Untuk mengatasi dampak toksik dari logam berat ini,

diperlukan upaya untuk menurunkan kadar plumbum (Pb) dalam cumi-cumi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa pengaruh berbagai larutan

perendam sebagai upaya menurunkan kandungan logam berat Pb. Penetapan

kadar dilakukan sebelum dan sesudah perendaman dengan menggunakan jeruk

nipis, asam cuka, dan asam jawa.

Kandungan Pb pada cumi-cumi ditetapkan dengan analisis kualitatif dan

kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pereaksi ditizon 0,005% pada pH

7 dimana akan terbentuk warna merah tua. Sedangkan analisis kuantitatif

dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal pada

panjang gelombang 217, 0 nm.

Hasil analisis menunjukkan kadar Pb setelah dilakukan perendaman

dengan menggunakan jeruk nipis selama 30 menit dan 60 menit mengalami

penurunan masing-masing sebesar 72,06% dan 70,61% untuk metode destruksi

basah dan 74,47% dan 74,04% untuk metode destruksi kering, dengan asam cuka

selama 30 menit dan 60 menit mengalami penurunan masing-masing sebesar

75,00% dan 75,06% untuk metode destruksi basah dan 76,99% dan 77,31% untuk

metode destruksi kering, dan dengan asam jawa selama 30 menit dan 60 menit

mengalami penurunan masing-masing sebesar 71,92 % dan 72,47 % untuk metode

destruksi basah dan 74,71 % dan 74,47 % untuk metode destruksi kering.

Perendaman cumi-cumi dalam jeruk nipis, asam cuka, maupun asam jawa

efektif menurunkan kadar logam timbal (Pb) dalam cumi-cumi yang berasal dari

perairan Belawan.

(17)

Comparative Study of Utilization of Lime, Acetic Acid, and Tamarind for Bind Plumbum (Pb) content

in squids from Belawan Waters

Abstract

Squids in the waters of Belawan obviously have been contaminated by

heavy metals plumbum (Pb). To keep down the toxic effects of this heavy metals,

it’s necessary do the efforts to reduce levels of plumbum (Pb) in squids. The

purpose of this study was to examine the effect of various soaking solution as the

effort to reduce Pb heavy metals content. Assay is carried out before and after

soaking by using lime, acetic acid, and tamarind.

Determination of Pb was done by qualitative and quantitative analysis. The

qualitative analysis by using dithizon 0.005% at pH 7 which will be formed deep

red colour. While the quantitative analysis was done by using Electrothermal

Atomic Absorption Spectrophotometry method at wavelengths of 217, 0 nm.

The results show levels of lead after soaking by using lime for 30 minutes

and 60 minutes respectively decreased by 72.06% and 70.61% for the wet

digestion method and 74.47% and 74.04% for the dry ashing method, with acetic

acid for 30 minutes and 60 minutes respectively decreased by 75.00% and 75.06%

for the wet digestion method and 76.99% and 77.31% for dry ashing method, and

tamarind for 30 minutes and 60 minutes respectively decreased by 71.92% and

72.47% for the wet digestion method and 74.71% and 74.47% for dry ashing

method.

Thus soaking squid in lime, acetic acid, and tamarind are effectively

reduce levels of lead (Pb) in the squid from Belawan waters.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perairan laut Belawan dinyatakan telah tercemar oleh logam berat. PT.

Pelabuhan Indonesia I melaporkan bahwa logam Pb, Cd, dan Hg yang merupakan

logam berat yang toksik dalam perairan Belawan telah melewati ambang batas

(Laporan Pemantau Pelindo I, 2004). Pada air laut di lautan lepas kontaminasi

logam biasanya terjadi secara langsung dari atmosfer atau karena tumpahan

minyak dari kapal tanker yang melewatinya, juga berasal dari pertambangan,

peleburan logam, dan jenis industri lainnya (Darmono, 2001).

Cumi-cumi yang termasuk dalam kelas Cephalopoda merupakan

kelompok yang tertinggi tingkat evolusinya di antara mollusca. Tubuh simetri

bilateral, dengan sebuah kaki yang terbagi menjadi lengan-lengan yang dilengkapi

alat penghisap dan sistem saraf yang berkembang baik terpusatkan di kepala.

Cumi-cumi mempunyai pandangan mata yang sangat bagus, berenang dengan

cepat, dan dapat merayap di dasar atau berenang di dekat dasar (Romimohtarto,

2001). Berdasarkan pola hidupnya tersebut, yaitu habitat maupun faktor

makanannya, cumi-cumi dapat dijadikan sebagai salah satu bioindikator yang

digunakan untuk mengetahui besarnya pencemaran yang terjadi dalam lingkungan

habitatnya.

Penelitian sebelumya telah menyatakan bahwa cumi-cumi sebagai salah

satu biota laut yang berasal dari perairan laut Belawan telah tercemar logam

plumbum (Pb) (Mariadi, 2007). Padahal kita ketahui bawa cumi-cumi merupakan

(19)

diperdagangkan di banyak pasar di Indonesia dan mempunyai nilai ekonomi

(Romimohtarto,2001).

Logam Pb merupakan salah satu logam yang banyak dimanfaatkan dalam

kehidupan manusia dibanding logam toksik lainnya dikarenakan logam ini

memiliki sifat-sifat yang khusus, seperti sifatnya yang lunak, tahan terhadap

korosi, titik lebur rendah, serta bahan isolator yang baik (Palar, 2008). Di

antaranya digunakan pada industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, antiletup

pada bensin, zat penyusun solder, dan sebagai formulasi penyambung pipa

(Widowati,2008). Akibatnya buangan (limbah) dari industri tersebut akan jatuh

pada jalur-jalur perairan seperti anak-anak sungai, kemudian akan dibawa terus

menuju lautan, sehingga akan merusak serta mencemari lingkungan perairan yang

dimasukinya (Palar, 2008).

Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini

ternyata menjadi sangat berbahaya karena dapat merusak perkembangan otak pada

anak-anak, menyebabkan penyumbatan sel-sel darah merah, anemia, dan

mempengaruhi anggota tubuh lainnya (Purnomo, 2009). Proses masuknya Pb ke

dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman,

udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit (Palar, 2008).

Logam Pb yang telah masuk ke dalam tubuh dapat mengikat gugus aktif

yang esensial bagi tubuh. Namun dengan adanya suatu senyawa kimia tertentu

yang mampu berikatan dengan suatu logam dan membentuk kompleks, maka

dampak toksik logam dapat dihindarkan (Pudjiadi, 2000). Senyawa kimia ini

(20)

mempunyai gugus karboksilat dan hidroksil sehingga dapat dimanfaatkan sebagai

chelating agent (Manahan, 1977).

Beberapa penelitian mengenai pengikatan logam telah dilakukan antara

lain dengan menggunakan jeruk nipis pada udang windu (Armanda, 2009), asam

jawa pada ikan tongkol (Permata, 2009), serta asam cuka pada kerang bulu

(Pertiwi, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

perbandingan penurunan kadar logam berat Pb pada cumi-cumi dengan

penambahan jeruk nipis, asam cuka dan asam jawa dengan perbedaan waktu

perendaman. Selain itu, pengolahan sampel dilakukan dengan dua metode, yaitu

metode destruksi basah dan destruksi kering. Hal ini dimaksudkan agar diketahui

metode mana yang lebih efisien dalam penetapan kadar logam. Dari penelitian ini

diharapkan dapat ditemukan perlakuan yang paling baik dalam upaya penurunan

kadar Pb dalam cumi-cumi dengan menggunakan jeruk nipis, asam jawa, dan

asam asetat yaitu dengan cara mudah, sederhana dan efektif sehingga dapat

disosialisasikan kepada masyarakat umum khususnya ibu rumah tangga dan

penjual seafood sehingga dampak pemaparan logam berat Pb dapat hindari.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan penurunan kadar plumbum (Pb) pada cumi-cumi

dengan menggunakan jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa ?

2. Apakah proses destruksi mempengaruhi penetapan kadar plumbum (Pb)

pada cumi-cumi ?

3. Apakah perbedaan waktu perendaman memberikan pengaruh yang

(21)

1.3 Hipotesis Ho diterima jika:

1. Penurunan kadar plumbum (Pb) pada cumi-cumi dengan menggunakan

larutan jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa tidak berbeda.

2. Proses destruksi tidak mempengaruhi kadar plumbum (Pb) pada

cumi-cumi.

3. Perbedaan waktu perendaman memberikan pengaruh yang berbeda

terhadap penurunan kadar plumbum (Pb) dalam cumi-cumi.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Melakukan penurunan kadar plumbum (Pb) dalam cumi-cumi dengan

mempergunakan jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa.

2. Melakukan proses destruksi kering dan destruksi basah terhadap sampel

hasil perendaman dengan jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa.

3. Melakukan penurunan kadar plumbum (Pb) setelah perendaman dalam

larutan jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa dengan waktu perendaman

yang berbeda.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

menurunkan kadar logam berat dalam proses pengolahan makanan, terutama

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Cumi-cumi (Anonim, 2005) Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Cephalopoda

Subkelas : Coleoidea

Ordo : Teuthoidea

Famili : Loliginidae

Genus : Loligo

Spesies : Loligo pealii

Nama Daerah : Cumi-cumi

Bentuk cumi-cumi umumnya memanjang dan ditutupi oleh mantel yang

mempunyai dua sirip segitiga, dapat tetap bergerak dalam satu tempat atau

bergerak mundur atau maju hanya dengan mengubah arah sifon. Hewan ini

memiliki delapan lengan dan dua tentakel panjang yang pada bagian ujungnya

dilengkapi dengan mangkuk penghisap yang bertangkai. Alat ini dapat dengan

cepat mengarah ke mangsa untuk dapat ditangkap. Hewan ini pada umumnya

memakan ikan-ikan kecil. Pada bagian bawah kulitnya terdapat sebuah cangkang

yang ringan dan transparan berbentuk pena yang terbuat dari kitin (Castro, 2005).

Ukuran cumi-cumi dewasa bervariasi dari ukuran kecil yaitu sekitar 13 cm

panjangnya, atau yang lebih panjang lagi sekitar 0,5 hingga 1 meter, hingga

(23)

Architeuthis. Hewan ini dapat mencapai panjang hingga 18 m dan berat hingga

4,4 ton. Sedangkan tentakelnya dapat mencapai panjang hingga 10 meter dan

diameter tubuhnya kira-kira 3,5 meter. Biasanya hewan ini hidup pada laut dengan

kedalaman 300-600 meter (Webber, 1991).

2.2 Pencemaran laut

Salah satu kontaminan kimia dari lautan di dunia ini adalah logam,

terutama yang diklasifikasikan sebagai logam berat. Sangat sedikit dari beberapa

logam yang diperlukan sebagai nutrisi penting bagi tubuh makhluk hidup, dan

apabila kelebihan justru dapat bersifat racun (Castro, 2005).

Salah satu logam berat yang sangat mengganggu yang dibawa ke laut

sebagai polutan beracun adalah logam timbal. Timbal adalah salah satu logam

yang paling luas tersebar. Timbal adalah racun bagi manusia, menyebabkan

gangguan saraf dan bahkan kematian. Sumber utama pencemaran laut yang

menghasilkan timbal adalah sisa pembuangan dari kendaraan laut berbahan bakar

timbal. Logam ini dapat sampai ke air melalui hujan dan debu. Timbal juga dapat

ditemukan dari berbagai macam produk, seperti cat dan keramik, yang akhirnya

terbawa ke laut (Castro, 2005).

2.3 Timbal (Pb)

Timbal (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat,

memiliki titik lebur rendah dan mudah dibentuk. Logam ini dapat digunakan

untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal meleleh pada suhu

328o C dan mendidih pada suhu 1740o C (Widowati, 2008). Timbal larut dalam

(24)

Logam Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida,

sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri atau solder, dan sebagai

formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air

rumah tangga dengan Pb (Widowati,2008).

Timbal bersifat toksik pada manusia, intoksikasi terjadi melalui jalur oral,

lewat makanan, minuman, pernafasan, lewat kulit, lewat mata, dan lewat

parenteral. Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15 % dari keseluruhan Pb

yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5 %.

Toksisitas Pb berpengaruh terhadap biosintesa hem, sistem kardiovaskuler,

respirasi, syaraf, gastrointestinal, urinaria, endokrin, reproduksi, dan berperan

sebagai kofaktor dalam proses karsinogenesis (Widowati, 2008).

Sebagian kecil Pb dieksresikan lewat urin atau feses karena sebagian

terikat oleh protein. Sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati,

kuku, jaringan lemak, dan rambut. Tingkat ekskresi Pb melalui sistem urinaria

adalah sebesar 76%, gastrointestinal 16%, dan rambut, kuku, serta keringat

sebesar 8% (Widowati, 2008).

2.4 Uraian Jeruk Nipis (Adina, 2008) Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

(25)

Spesies : Citrus aurantiifolia Swingle

Sinonim : Limonia aurantifolia Christm., Limon spinosum Mill., Citrus

limonia Osbeck, Citrus lima Luman, Citrus spinosissima

G.F.W. Meyer, Citrus acida Roxb., Citrus aurantium

Sekuesteran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion

logam yang ada dalam makanan. Sekuesteran dapat mengikat logam dalam bentuk

ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam

tersebut dalam bahan. Ligan atau sekuesteran dapat berupa senyawa organik

seperti asam sitrat (Meronda, 2008).

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun

dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Ion sitrat dapat bereaksi dengan

banyak ion logam membentuk garam sitrat (Anonim, 2010).

2.5 Asam Cuka

Upaya menghilangkan atau menurunkan kadar logam berat dalam biota

laut yaitu dengan menggunakan chelating agent. Salah satu penelitian

membuktikan bahwa penggunaan chelating agent yaitu asam asetat mampu

menurunkan kadar Pb pada biota laut (Agustini, 2008).

Larutan asam cuka merupakan larutan yang yang digunakan sebagai bahan

tambahan makanan yaitu sebagai pengasam, pengawet, dan juga penyedap

makanan yang mempunyai kemampuan mengikat logam sehingga dapat

menurunkan kadar logam berat pada biota laut sebelum pengolahan menjadi

(26)

2.6 Asam Jawa (Anonim, 2009) Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (Leguminosae)

Genus : Tamarindus

Spesies : Tamarindus indica Linn

Buah polong asam jawa mengandung senyawa kimia antara lain asam

appel, asam sitrat, asam tartrat, asam suksinat, pektin, dan gula invert (Anonim,

2009).

Kegunaan buah asam jawa antara lain digunakan dalam aneka bahan

masakan atau bumbu, memberikan rasa asam atau untuk menghilangkan bau amis

ikan, sebagai bahan sirup, selai, gula-gula, dan jamu. Sedangkan khasiat dari asam

jawa ialah dapat mengobati penyakit seperti asma, batuk, demam, sakit panas,

reumatik, sakit perut, alergi/biduran, sariawan, luka, eksim, bisul, bengkak

disengat lipan/lebah, serta gigitan ular berbisa (Anonim, 2009).

2.7 Pengikatan Logam

Logam-logam pada umumnya dapat membentuk ikatan dengan

bahan-bahan organik alam maupun bahan-bahan-bahan-bahan organik buatan. Proses pembentukan

ikatan tersebut dapat terjadi melalui pembentukan garam organik dengan gugus

karboksilat seperti misalnya asam sitrat, tartrat, dan lain-lain. Di samping itu,

logam dapat berikatan dengan atom-atom yang mempunyai elektron bebas dalam

(27)

Senyawa kimia tertentu yang mampu membentuk ikatan koordinasi

dengan logam melalui dua atau lebih atom disebut chelating agent (chelator).

Senyawa yang dibentuk oleh chelator dan logam disebut khelat (Anonim, 2009).

2.8 Metode destruksi

Untuk menentukan kandungan mineral bahan harus dihancurkan atau

didestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing)

dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada

sifat zat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara

yang digunakan (Apriantono, 1989).

2.8.1 Destruksi Basah

Teknik destruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik

dengan penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran dari asam-asam

mineral tersebut. Penambahan asam mineral pengoksidasi dan pemanasan dapat

mengoksidasi sampel secara sempurna, sehingga menghasilkan ion logam dalam

larutan asam sebagai sampel anorganik untuk dianalisis selanjutnya. Destruksi

basah biasanya menggunakan H2SO4, HNO3, dan HClO4 atau campuran dari

ketiga asam tersebut (Anderson, 1987).

Pengabuan basah memberikan benerapa keuntungan. Suhu yang digunakan

tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat

hancur daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah

pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik

pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat

(28)

2.8.2 Destruksi Kering

Destruksi basah merupakan sebuah prosedur dimana sampel yang telah

diketahui beratnya diletakkan pada sebuah krus, lalu ke sebuah tanur yang

dipanaskan pada suhu tertentu. Krus umumya terbuat dari platinum dan juga

tersedia krus yang terbuat dari perselen, silika, besi, dan nikel (Chapple, 1991).

Perhatian harus diberikan pada saat melakukan destruksi kering karena ada

tiga kemungkinan sumber kehilangan unsur tertentu seperti:

- Kehilangan mekanis pada saat pengeringan sampel, misalnya jika sampel

dikeringkan dengan sangat cepat, tejadi kehilangan zat dari krus. Dengan

demikian untuk mencegah hal ini terjadi, diperlukan proses pengeringan yang

relatif lambat

- Kehilangan zat pada saat penguapan sampel dalam tanur. Logam yang

memiliki titik uap yang rendah seperti Sb, Cr, Mo, Fe, Mg, Al, dll yang mana

akan mudah lepas saat pengabuan pada suhu 550o C.

- Penyerapan zat ke dalam krus dapat saja terjadi, kecuali pada wadah platinum.

Hal terburuk dapat terjadi apabila sampel mengandung logam halida atau

senyawa fospat (Chapple, 1991).

2.9 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom digunakan untuk analisis kuantitatif

unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).

Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan

tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini

cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi,

(29)

Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi energi

cahaya oleh atom- netral pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat

unsurnya. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memeperoleh energi

sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat

eksitasi (Khopkar, 1990).

Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal pertama kali diperkenalkan

pada awal tahun 1970. Secara umum alat ini memiliki tingkat kesensitivan yang

tinggi karena seluruh sampel diatomisasi dalam periode yang singkat. Sensitivitas

dan batas deteksinya ialah 20 hingga 1000 kali lebih baik dibandingkan dengan

metode flame emission spectrophotometry (Berg, 1985). Selain itu volume sampel

yang dibutuhkan relatif sedikit, yaitu biasanya ± 0,5-10 μL. Sedangkan peralatan

yang dibutuhkan pada analisis elektrotermal ini adalah sama dengan peralatan

pada metode absorpsi nyala. Sebagian besar instrumen didesain secara modern

sehingga perubahan tipe atomisasi ke tipe lain merupakan persoalan yang relatif

mudah (Skoog, 1988).

Keuntungan dari penggunaan grafit furnis ini yaitu (Chapple, 1991):

- Sensitivitas yang tinggi

- Hanya membutuhkan volume sampel yang sedikit

- Penggunaan sampel yang efisien (tanpa pembuangan)

- Mencapai batas deteksi yang rendah

- Sebagian besar sampel dapat dianalisis dengan atau tanpa perlakuan.

Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal didasari oleh prinsip yang

sama dengan Spektrofotometri Serapan Atom dengan nyala tetapi dilengkapi alat

(30)

burner. Penetapan kadar yaitu dengan cara pemanasan sampel terbagi dalam tiga

tahap, yaitu (Berg, 1985):

- pertama, pemanasan dengan suhu rendah pada tube untuk mengeringkan

sampel

- kedua, atau disebut dengan tahap pengarangan, menghancurkan bahan organik

dan menguapkan komponen matriks lainnya pada suhu medium

- terakhir, pemanasan dengan suhu tinggi pada tube atau pemijaran dengan

menggunakan gas inert sehingga terjadi atomisasi.

2.10 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa

parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis

diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya (Harmita, 2004).

Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat,

spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis

(Rohman, 2007). Beberapa parameter validasi diuraikan di bawah ini:

2.10.1 Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

(31)

Keterangan:

Cr = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku

Ca = konssentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku

C = konsentrasi larutan baku yg ditambahkan

2.10.2 Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara

hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika

prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

campuran yang homogen (Harmita, 2004).

2.10.3 Batas Deteksi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas ini dapat diperoleh

dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas deteksi dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Batas deteksi =

Keterangan: SB = simpangan baku

2.10.4 Batas Kuantitasi

Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang

masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas ini dapat diperoleh dari

kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas kuantitasi dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Batas kuantitasi =

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium eksperimental dengan

rancangan pre-test dan post-test untuk menganalisis perbedaan penurunan kadar

logam Pb dalam cumi-cumi (Loligo pealii) dengan metode destruksi basah dan

kering, serta dengan perbedaan waktu perendaman menggunakan asam jeruk

nipis, asam cuka, dan asam jawa.

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di empat lokasi yaitu penyiapan preparasi dilakukan

di Laboratorium Kimia Bahan Makanan Fakultas Farmasi dan Laboratorium

Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi, pengabuan sampel dilakukan di

Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA, dan pengukuran kadar dengan

Spektrofotometer Serapan Atom dilakukan di salah satu perusahaan di Kawasan

Industri Medan (KIM).

3.2 Bahan-Bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang diperiksa dalam penelitian ini adalah cumi-cumi (Loligo

pealii) yang berasal dari perairan laut Belawan.

3.2.2 Pereaksi

Bahan yang digunakan semua pro analisis keluaran E. Merck, kecuali

disebutkan lain, yaitu asam nitrat 65%, ditizon 98%, amonium hidroksida 25%,

kristal kalium sianida, larutan standar timbal 1000 ppm, kloroform, dan air suling

(33)

3.3 Alat-alat

Alat- alat yang digunakan yaitu spektrofotometer serapan atom Graphite

Furnace (GBC Avanta G-GF 3000), lemari asam, hot plate (Favorit), neraca

analitik (AND GF-200), tanur (Ney M-525 Series II), pH indikator universal (E.

Merck), krus porselen 100 ml, blender, pisau stainless steel, spatula, botol kaca

100 ml, dan alat- alat gelas.

3.4 Pembuatan Pereaksi 1. Larutan HNO3 5N

Larutan HNO3 65% b/v sebanyak 350 ml diencerkan dengan air suling

hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979).

2. Larutan Ditizon 0,005% b/v

Difeniltiokarbazen (ditizon) sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 100 ml

kloroform (Vogel, 1990).

3. Larutan NH4OH 1N

NH4OH 25% b/b sebanyak 7,4 ml diencerkan dalam 100 ml air suling

(Ditjen POM, 1995).

4. Air perasan Jeruk Nipis

Empat buah jeruk nipis diperas, lalu diencerkan dalam 400 ml air.

5. Larutan Asam Cuka 5 %

Asam cuka 15 % sebanyak 200 ml diencerkan dalam 600 ml air.

6. Larutan Asam Jawa

(34)

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan sampel

Populasi penelitian adalah cumi-cumi yang dijual di daerah Pantai

Belawan. Pengambilan sampel dilakukan di TPI (Tempat Penampungan Ikan)

Bagan Deli-Belawan.

Metode pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposif yang

dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana pengambilan sampel

ditentukan berdasarkan asumsi bahwa semua jenis cumi-cumi yang dijual di

daerah Pantai Belawan adalah homogen tercemar logam berat timbal (Sudjana,

2005).

3.5.2 Penyiapan Sampel

Sampel berupa cumi-cumi segar yang dibuang cangkangnya. Kemudian

dicuci bersih dan ditimbang sebanyak 4 kg dan dibagi menjadi dua bagian. Bagian

pertama sebanyak 1 kg dan bagian kedua sebanyak 3 kg.

Bagian pertama (1 kg) ditiriskan selama 15 menit, kemudian diblender

hingga halus. Bagian kedua (3 kg) dibagi menjadi tiga bagian. Masing-masing

sebanyak 1 kg. Bagian pertama direndam dalam larutan jeruk nipis, bagian kedua

direndam dalam larutan asam cuka, dan bagian ketiga direndam dalam larutan

asam jawa.

Setelah perendaman selama 30 menit, masing-masing sampel yang telah

direndam dengan berbagai larutan asam tadi diambil sebanyak 500 gram, dicuci

bersih, lalu ditiriskan selama 15 menit. Setelah itu diblender hingga halus. Pada

waktu perendaman, setiap 5 menit sampel diaduk-aduk yang bertujuan agar

(35)

yang sama terhadap masing-masing sisa 500 gram setelah perendaman selama 60

menit.

3.5.3 Proses Destruksi

3.5.3.1 Proses Destruksi Kering

Sampel cumi-cumi yang telah dihaluskan untuk setiap perlakuan

ditimbang ± 25 gram di dalam krus porselen, lalu dipanaskan di atas hot plate

untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada cumi-cumi sampai kering

dan mengarang. Diabukan di tanur dengan temperatur awal 25o C dan

perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500o C. Pengabuan dilakukan selama 12 jam.

Tanur dimatikan, dibiarkan menjadi dingin. Krus porselen dikeluarkan dari dalam

tanur.

Hasil pengabuan dilarutkan dalam 10 ml HNO3 5N, kemudian dipanaskan

di atas penangas air selama 30 menit. Lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur

25 ml. Dibilas krus dan corong dengan air suling. Kemudian dicukupkan

volumenya dengan air suling hingga garis tanda. Kemudian disaring

menggunakan kertas saring Whatman no.42 dengan membuang 2 ml larutan

pertama hasil penyaringan. Larutan hasil destruksi ini digunakan untuk uji

kualitatif dan uji kuantitatif logam plumbum (Pb) (Chapple, 1991).

3.5.3.2 Proses Destruksi Basah

Sampel cumi-cumi yang telah dihaluskan untuk setiap perlakuan

ditimbang ± 25 gram di dalam erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan HNO3 pekat

sebanyak 25 ml hingga sampel terendam. Lalu didiamkan selama 24 jam dengan

tujuan agar dapat mempercepat proses destruksi yang dilakukan. Setelah 24 jam,

(36)

kuning muda jernih. Kemudian dipindahkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan

bilas tempat larutan hasil destruksi dengan air suling. Hasil pembilasan disatukan

dengan larutan sebelumnya dalam labu tentukur dan ditepatkan dengan air suling

hingga garis tanda. Kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman

no.42 dengan membuang 2 ml larutan pertama hasil penyaringan. Larutan hasil

destruksi ini digunakan untuk uji kualitatif dan uji kuantitatif logam plumbum

(Pb) (Darmono, 1995).

3.5.4 Analisis Kualitatif

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel hasil destruksi

kering dan destruksi basah, diatur pH 7 dengan penambahan ammonium

hidroksida 1N, dimasukkan kalium sianida, ditambahkan 2 ml larutan dithizon

0,005%, dikocok kuat, dibiarkan larutan memisah. Terbentuk warna merah tua

berarti sampel mengandung Pb (Vogel, 1990).

3.5.5 Analisis Kuantitatif

3.5.5.1 Penentuan Panjang Gelombang maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan berdasarkan penggunaan lampu katoda berongga Pb yaitu super lamp current 5 mA, setelah itu

dilakukan pengaturan dengan komputer sehingga diperoleh panjang gelombang

absorbsi maksimum untuk logam plumbum (Pb) 217 nm (Chapple, 1991).

3.5.5.2 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Plumbum (Pb)

Larutan standar plumbum (Pb) (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3

(37)

Larutan standar plumbum (Pb) (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan air suling (konsentrasi 10 mcg/ml).

Larutan kerja logam plumbum (Pb) dibuat dengan memipet 0; 0,5; 1; 2; 3;

dan 4 ml larutan baku 10 mcg/ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml,

ditambahkan 10 ml HNO3 5N kemudian ditepatkan sampai garis tanda dengan air

suling (larutan kerja ini mengandung 0; 50; 100; 200; 300; 400 mcg/l) dan diukur

pada panjang gelombang 217 nm (hasil dapat dilihat pada Lampiran 1).

3.5.5.3 Penentuan Kadar Plumbum (Pb) dalam Cumi-cumi

Larutan sampel yang telah didestruksi kering maupun yang telah

didestruksi basah diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom

pada panjang gelombang 217 nm.

Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi

larutan baku plumbum (Pb). Konsentrasi plumbum (Pb) dalam sampel dalam unit

ppb (mcg/l) ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva kalibrasi.

Kadar logam plumbum (Pb) dalam sampel dapat dihitung dengan cara

sebagai berikut:

Kadar logam (mg/kg) =

Berat sampel (gr)x 10-3

(

konsentrasi logam (mcg/ml)x 10-3

)

x volume (ml)

Hasil dapat dilihat pada Lampiran 3 dan contoh perhitungan kadar logam

pada Lampiran 4.

3.5.5.4 Uji Perolehan Kembali

3.5.5.4.1 Pembuatan Larutan Standar

Larutan standar plumbum (Pb) (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml,

(38)

HNO3 5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan air suling (konsentrasi 100

mcg/ml).

Larutan standar plumbum (Pb) (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml,

dimasukkan larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml

HNO3 5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan air suling (konsentrasi 10

mcg/ml).

Larutan standar plumbum (Pb) (10 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml,

dimasukkan larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml

HNO3 5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan air suling (konsentrasi 1

mcg/ml).

3.5.5.4.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali

Uji perolehan kembali dilakukan dengan cara menentukan kadar logam

dalam sampel, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel

setelah penambahan larutan standar yang jumlahnya diketahui dengan pasti.

Larutan standar yang ditambahkan yaitu 1 ml larutan standar plumbum (Pb)

(konsentrasi 1 mcg/ml).

Uji perolehan kembali dilakukan terhadap sampel yang sama dan

dianalisis dengan cara yang sama dengan pengerjaan sampel awal (hasil dapat

dilihat pada lampiran 7 dan 8).

Persen recovery dapat dihitung dengan persamaan berikut:

n ditambahka yang

baku am jumlah

awal sampel dalam

am jumlah

sampel dalam

am total

kadar

log

log

log −

x 100%

3.5.5.5 Analisis Data Secara Statistik

(39)

(Pb) dalam cumi-cumi sebelum dan sesudah perendaman (hasil dapat dilihat pada

lampiran 5).

Adapun metode statistik untuk menentukan kandungan logam berat

plumbum (Pb) dalam cumi-cumi dianalisis dengan metode standar deviasi dengan

rumus:

SD =

( )

1 -n

X -Xi 2

Keterangan : Xi = kadar sampel

= kadar rata-rata sampel

n = jumlah perlakuan

Untuk mencari t hitung digunakan rumus (Sudjana, 2005):

t hitung =

n SD

X Xi

/

dan untuk menentukan kadar logam di dalam sampel dengan interval kepercayaan

95%, α = 0,05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar Logam =

µ

= ± (t(α/2, dk) x SD / )

Keterangan : = kadar rata-rata sampel

SD = Standar Deviasi

dk = derajat kebebasan (dk = n-1)

α = interval kepercayaan

n = jumlah perlakuan

3.5.5.6 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

(40)

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama.

Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar

yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali, (hasil dapat dilihat pada lampiran 9) dan

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Batas deteksi = slope

SB x 3

Batas kuantitasi = slope

SB x 10

Keterangan: SB = Simpangan Baku

Simpangan Baku =

(

)

2

2

− −

n Yi

(41)

3.5.6 Bagan Penyiapan Sampel 1000 gram cumi-cumi dicuci bersih direndam dalam 4 buah jeruk nipis yang diencerkan dalam 400 ml air

dicuci bersih

direndam dalam campuran 150 g asam jawa dan 500 ml air setelah 30 menit

ditimbang 500 gram

500 g 500 g Cumi-cumi 4000 g

setelah 30 menit ditimbang 500 gram

dicuci bersih

direndam dalam 200 ml asam cuka 15% yang diencerkan dalam 600 ml air

setelah 30 menit ditimbang 500 gram

(42)

Keterangan:

Ck = Sampel tanpa perendaman

Ca1 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 30 menit

Ca2 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 60 menit

Cb1 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 30 menit

Cb2 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 60 menit

Cc1 = Sampel dengan perendaman dalam larutan asam jawa selama 30 menit

(43)

3.5.7 Bagan Destruksi Kering

Sampel yang telah dihaluskan

dimasukkan ke dalam krus porselen

ditimbang ± 25 gram

dipanaskan di atas hot plate

Sampel yang telah kering dan mengarang

diabukan di tanur selama 12 jam

dibiarkan dingin pada desikator

Abu

dilarutkan dalam HNO3 5N

dipanaskan di atas penangas air

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml

dibilas sisa residu pada krus porselen dengan air suling

ditepatkan volumenya hingga garis tanda dengan air suling

25 ml larutan sampel

Hasil

diukur pada panjang gelombang 217, 0 nm

(44)

3.5.8 Bagan Destruksi Basah

Sampel yang telah dihaluskan

ditimbang ± 25 gram di dalam erlenmeyer

ditambah 25 ml HNO3(p)

didiamkan selama 24 jam

Sampel + HNO3(p)

didestruksi selama 2 jam

disaring dengan kertas saring

Whatman No.42 ke dalam botol didinginkan

ditepatkan dengan air suling

hingga garis tanda

100 ml larutan sampel

diukur pada panjang gelombang 217, 0 nm

Hasil

dipindahkan ke dalam labu tentukur

100 ml

dibilas tempat larutan hasil destruksi

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Kualitatif

Untuk mengidentifikasi bahwa sampel telah tercemar logam berat,

dilakukan reaksi kualitatif dengan menggunakan pereaksi ditizon 0,005% b/v.

[image:45.595.114.514.273.647.2]

Hasil reaksi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Hasil Uji Kualitatif Logam Pb dengan Pereaksi Ditizon 0,005% b/v

No. Metode Destruksi Sampel Reaksi dengan larutan

Dithizon 0,005% b/v Hasil

1 Destruksi Basah Ck Merah Tua +

Ca1 Merah Terang +

Ca2 Merah Terang +

Cb1 Merah Terang +

Cb2 Merah Terang +

Cc1 Merah Terang +

Cc2 Merah Terang +

2 Destruksi Kering Ck Merah Tua +

Ca1 Merah Muda +

Ca2 Merah Muda +

Cb1 Merah Terang +

Cb2 Merah Terang +

Cc1 Merah Terang +

Cc2 Merah Terang +

Keterangan :

+ = mengandung logam Ck = Sampel tanpa perendaman

Ca1 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 30 menit

Ca2 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 60 menit

Cb1 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 30 menit

Cb2 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 60 menit

Cc1 = Sampel dengan perendaman dalam larutan asam jawa selama 30 menit

Cc2 = Sampel dengan perendaman dalam larutan asam jawa selama 60 menit

Tabel di atas menunjukkan adanya logam berat timbal (Pb) yang terdapat

dalam cumi-cumi melalui reaksi dengan ditizon 0,005 % pada pH 7 dengan

memberikan warna merah tua pada larutan sampel tanpa perendaman dan warna

(46)

dalam jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa selama 30 menit dan 60 menit.

Perubahan warna ini menunjukkan bahwa setelah perendaman dalam jeruk nipis,

asam cuka, maupun asam jawa, jumlah logam plumbum (Pb) telah berkurang

dibandingkan dengan sampel tanpa perendaman (Fries, 1977).

4.2 Hasil Uji Kuantitatif

4.2.1 Kurva Kalibrasi Logam Plumbum (Pb)

Kurva kalibrasi logam Pb diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari

larutan standar logam tersebut. Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk logam Pb

diperoleh persamaan garis regresi yaitu: Y = 0,002208X + 0,063104. Data hasil

pengukuran absorbansi larutan standar logam Pb dapat dilihat pada Lampiran 1.

Contoh perhitungan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kurva kalibrasi larutan standar Pb dapat dilihat pada gambar 1 dibawah

[image:46.595.113.489.440.659.2]

ini:

(47)

Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linier antara

konsentrasi dengan serapan (absorbansi) dengan nilai koefisien korelasi (r)

sebesar 0,99942. Nilai r ini menunjukkan hubungan korelasi yang positif antara

konsentrasi dan absorbansi (Rohman, 2007).

4.2.2 Analisis Kadar Plumbum (Pb) dalam Cumi-cumi

Penentuan kadar logam Timbal (Pb) dilakukan secara Spektrofotometri

Serapan Atom. Konsentrasi logam Pb dalam sampel ditentukan berdasarkan

persamaan garis regresi linier kurva kalibrasi larutan standar. Data dan

perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.

Hasil analisa kuantitatif logam Timbal (Pb) dapat dilihat pada Tabel 2.

[image:47.595.113.505.414.656.2]

Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 2. Data Kadar Logam Plumbum (Pb)

No. Sampel

Kadar Logam Pb (mg/kg)

Destruksi Basah Destruksi Kering

1 Ck 0,3437 ± 0,0056 0,2851 ± 0,0034

2 Ca1 0,0960 ± 0,0005 0,0728 ± 0,0007

3 Ca2 0,1010 ± 0,0024 0,0740 ± 0,0014

4 Cb1 0,0859 ± 0,0004 0,0656 ± 0,0019

5 Cb2 0,0857 ± 0,0015 0,0647 ± 0,0006

6 Cc1 0,0965 ± 0,0022 0,0721 ± 0,0007

7 Cc2 0,0946 ± 0,0004 0,0728 ± 0,0006

Keterangan :

Ck = Sampel tanpa perendaman

Ca1 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 30 menit

Ca2 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 60 menit

Cb1 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 30 menit

Cb2 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 60 menit

Cc1 = Sampel dengan perendaman dalam larutan asam jawa selama 30 menit

(48)

4.2.3 Hasil Penurunan Kadar Plumbum (Pb) Setelah Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Larutan Asam Jawa

Dari hasil perhitungan secara statistik diperoleh kadar rata-rata plumbum

dalam cumi-cumi. Berdasarkan kadar rata-rata tersebut diperoleh penurunan kadar

plumbum yang dapat dilihat pada tabel 3. Perhitungan persentase penurunan

dihitung terhadap kadar awal.

Tabel 3. Persen Penurunan Kadar Plumbum (Pb) Setelah Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Larutan Asam Jawa

No. Metode

Destruksi Sampel

Kadar Sebelum

Perendaman

(mg/kg)

Kadar Setelah

Perendaman

(mg/kg)

%

Penurunan

1 Destruksi

Basah

Ca11 0,3436 0,0960 72,06

Ca12 0,3436 0,1010 70,61

Cb11 0,3436 0,0859 75,00

Cb12 0,3436 0,0857 75,06

Cc11 0,3436 0,0965 71,92

Cc12 0,3436 0,0946 72,47

2 Destruksi

Kering

Ca21 0,2851 0,0728 74,47

Ca22 0,2851 0,0740 74,04

Cb21 0,2851 0,0656 76,99

Cb22 0,2851 0,0647 77,31

Cc21 0,2851 0,0721 74,71

Cc22 0,2851 0,0728 74,47

Keterangan :

Ca11 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 30 menit

secara destruksi basah

Ca12 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 60 menit

secara destruksi basah

Cb11 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 30 menit secara

destruksi basah

Cb12 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 60 menit secara

destruksi basah

Cc11 = Sampel dengan perendaman dalam larutan asam jawa selama 30 menit

[image:48.595.119.515.277.711.2]
(49)

Cc12 = Sampel dengan perendaman dalam larutan asam jawa selama 60 menit

secara destruksi basah

Ca21 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 30 menit

secara destruksi kering

Ca22 = Sampel dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 60 menit

secara destruksi kering

Cb21 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 30 menit secara

destruksi kering

Cb22 = Sampel dengan perendaman dalam asam cuka selama 60 menit secara

destruksi kering

Cc21 = Sampel dengan perendaman dalam larutan asam jawa selama 30 menit

secara destruksi kering

Cc22 = Sampel dengan perendaman dalam larutan asam jawa selama 60 menit

secara destruksi kering

Berdasarkan tabel 2 tersebut, kadar rata-rata logam Timbal (Pb) tanpa

perendaman dengan metode destruksi basah adalah 0,3437 ± 0,0056 mg/kg dan

dengan metode destruksi kering adalah 0,2851 ± 0,0034 mg/kg. Jika dikaitkan

dengan ketentuan FAO/WHO yg menyatakan bahwa kadar plumbum yang

diperbolehkan dalam tubuh hewan laut yang dapat dikonsumsi manusia adalah

tidak lebih dari 1 ppm (Agustini, 2008), maka kadar plumbum dalam cumi-cumi

yang berasal dari perairan Belawan belum melebihi batas maksimum yang

diperbolehkan.

Dari perhitungan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terjadi penurunan

kadar timbal (Pb) pada cumi-cumi setelah perendaman dalam larutan jeruk nipis,

asam cuka, maupun asam jawa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa buah jeruk

nipis, asam cuka, dan larutan asam jawa memiliki kemampuan yang cukup efektif

untuk menurunkan kadar logam berat plumbum (Pb). Hal ini disebabkan adanya

berbagai macam senyawa organik yang mengandung gugus karboksilat dan

hidroksil yang terdapat pada jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa yang

(50)

Dengan demikian, ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan oleh

masyarakat untuk menurunkan kadar logam dari makanan yang berasal dari laut

yaitu dengan cara melakukan perendaman terlebih dahulu dalam larutan jeruk

nipis, perendaman dalam asam cuka 5%, atau bisa juga dengan perendaman dalam

larutan asam jawa.

4.2.4 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi dengan Perendaman dalam Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Asam Jawa

Dilakukan uji beda nilai rata-rata secara statistik pada taraf kepercayaan

[image:50.595.116.512.397.609.2]

95%. Uji yang dilakukan adalah uji F dan uji T yang hasilnya dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Dari tabel diperoleh F hitung untuk faktor perendaman adalah 482,328 dan

F tabel sebesar 3,1504, dimana F hitung > F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa

perendaman mempengaruhi penurunan kadar Plumbum (Pb) cumi-cumi.

Tes Pengaruh masing-masing Subjek

Dependent Variable: Persen Penurunan Kadar Pb

268.663a 11 24.424 158.653 .000 395215.324 1 395215.324 2567236 .000 148.505 2 74.252 482.328 .000 .746 1 .746 4.847 .032 109.989 1 109.989 714.467 .000 4.796 2 2.398 15.576 .000 1.990 2 .995 6.463 .003 .110 1 .110 .712 .402 2.528 2 1.264 8.209 .001 9.237 60 .154

395493.223 72 277.900 71 Sumber

Model Koreksi Intersep Perendaman Waktu Metode

Perendaman * Waktu Perendaman * Metode Waktu * Metode

Perendaman * Waktu * Metode Kesalahan

Total Total Koreksi

Jumlah

Kuadrat df

Kuadrat

Rata-rata F Sig.

R Kuadrat = .967 a.

(51)

Selain itu dari tabel diperoleh F hitung untuk faktor perbedaan waktu

adalah 4,847 dan F tabel sebesar 4,0012, dimana F hitung > F tabel. Hal ini

menunjukkan bahwa perendaman dengan waktu 30 menit mempengaruhi

penurunan kadar Plumbum (Pb) cumi-cumi. Hal ini juga dapat dilihat dari

rata-rata kadar timbal pada cumi-cumi sebelum perendaman adalah lebih tinggi

daripada kadar cumi-cumi setelah perendaman selama 30 menit dengan air

perasan jeruk nipis, asam cuka, atau larutan asam jawa.

Kemudian, dari tabel diperoleh F hitung untuk faktor metode destruksi

adalah 714,467 dan F tabel sebesar 4,0012, dimana F hitung > F tabel. Hal ini

menunjukkan bahwa proses destruksi mempengaruhi kadar Plumbum (Pb) dalam

cumi-cumi.

[image:51.595.115.510.453.531.2]

4.2.4.1Analisis Beda Nilai Rata-rata Penurunan Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi dengan Perendaman dalam Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Asam Jawa

Tabel di atas bertujuan untuk mencari atau menguji kelompok mana yang

tidak berbeda atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok

lainnya. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penurunan kadar plumbum (Pb)

pada perendaman cumi-cumi dalam jeruk nipis berbeda dengan perendaman

dalam asam jawa serta berbeda pula dengan perendaman dalam asam cuka.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar plumbum (Pb) pada

Pe rse n Pe nuruna n Kada r Pb

24 72.7908

24 73.3842

24 76.0904

Jenis A sam Jeruk Nipis As am Jawa As am Cuk a Tukey HSDa,b

N 1 2 3

Subset

Jumlah Sampel Rata-rata = 24. 000. a.

(52)

masing-masing perendaman dalam asam jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa

memiliki perbedaan yang signifikan.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa yang paling baik dalam mengikat

plumbum (Pb) pada cumi-cumi adalah asam cuka. Hal ini disebabkan karena asam

cuka merupakan asam organik sintetik yang murni. Sedangkan asam jawa dan

jeruk nipis merupakan asam organik dari bahan alam yang tidak kita ketahui

kandungan pengotornya sehingga dapat mengurangi efektifitas kandungan asam

jawa dan jeruk nipis dalam mengikat plumbum (Pb) pada cumi-cumi.

[image:52.595.118.514.401.489.2]

4.2.4.2 Analisis Beda Nilai Rata-rata Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi dengan Perbedaan Waktu Perendaman

Tabel 4. Perbedaan Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi Setelah Perendaman dalam Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Asam Jawa Selama 30 menit dan 60 menit

No Waktu Perendaman Kadar (mg/ kg)

Jeruk Nipis Asam Cuka Asam Jawa

1 30 Menit 0,0960 0,0859 0,0965

2 60 Menit 0,1010 0,0857 0,0946

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penurunan kadar Pb dengan

perendaman selama 30 menit ternyata tidak berbeda jauh dengan penurunan kadar

Pb dengan perendaman selama 60 menit. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu perendaman 30 menit dan waktu

perendaman 60 menit terhadap penurunan kadar plumbum (Pb) dalam

cumi-cumi. Hal ini berarti bahwa kemampuan pengikatan dari ketiga asam tersebut

hanya maksimal pada menit ke 30. Meskipun waktu perendaman diperpanjang,

(53)

4.2.4.2.1 Analisis Beda Nilai Rata-rata Kadar Plumbum (Pb) pada Cumi-cumi antara Metode Destruksi Basah dan Metode Destruksi Kering

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dengan taraf signifikansi 0,05,

t-hitung yang diperoleh sebesar 13,843 dan nilai t tabel sebesar 2,019541, dimana

t-hitung > t-tabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara metode destruksi basah dan destruksi kering.

Besarnya nilai probabilitas atau signifikansi adalah 0,00 lebih kecil dari

0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara metode destruksi

basah dan destruksi kering.

Secara teknis, bila ditinjau dari metode destruksi, destruksi basah lebih

efektif dalam menentukan kadar logam Pb dibandingkan dengan metode destruksi

kering. Dapat dilihat pada tabel bahwa selisih kadar Pb yang diperoleh antara

destruksi basah dan destruksi kering adalah cukup bermakna yaitu sekitar 23,48

%. Hal ini terjadi karena pada metode destruksi kering lebih banyak terjadi

kehilangan logam Pb pada proses destruksi, diantaranya proses penguapan air dan

pengarangan di atas hot plate, pengabuan dengan menggunakan suhu tinggi

hingga 500o C dan waktu pemanasan yang sangat lama, serta pemanasan larutan

sampel. Sementara diketahui bahwa logam Pb mulai melebur pada suhu

327,46°C. Sedangkan pada metode destruksi basah hanya mengalami satu kali

proses pemanasan larutan sampel pada suhu rendah pada waktu pemanasan yang

relatif singkat.

Hasil Ana lisis pe rbandingan: T-Test (Pa ired Sa mples Test)

.0280190 .0131174 .0020241 .0239314 .0321067 13.843 41 .000 Destruksi Basah

-Destruksi Kering Var 1

Rata-rata Std. Devias i

Std. Error

Rata-rata Lower Upper Perbedaan pada Interval Keperc ayaan

95% Perbedaan Antarvariabel

t df

(54)

Dengan demikian, metode yang lebih baik untuk penetapan kadar logam

pada sampel adalah metode destruksi basah karena menunjukkan hasil

pengukuran logam yang lebih tinggi dibandingkan secara destruksi kering.

Padahal kedua metode tersebut sama-sama mempengaruhi kadar logam Pb yang

terkandung di dalamnya. Jadi, proses destruksi mempengaruhi kadar logam Pb

dalam cumi-cumi yang diperiksa.

4.2.5 Uji Perolehan kembali

Hasil Uji Perolehan kembali logam timbal (Pb) dalam cumi-cumi setelah

penambahan larutan standar timbal (Pb) dapat dilihat pada lampiran 7. Contoh

perhitungan persen recovery logam dalam sampel dapat dilihat pada lampiran 8.

Persen uji perolehan kembali timbal (Pb) dalam cumi-cumi dapat dilihat

pada tabel 9.

Tabel 5. Persen Uji Perolehan Kembali Plumbum (Pb) dalam Cumi-cumi No Logam yang dianalisa Recovery rata-rata(%)

1. Pb 72,05 %

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan

kembali untuk logam timbal (Pb) adalah 72,05 %. Persen recovery tersebut

menunjukkan ketepatan kerja pada saat pemeriksaan kadar Pb dalam sampel

(Ermer, 2005).

4.2.6 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

[image:54.595.120.500.442.488.2]
(55)

dilakukan, maka diperoleh batas deteksi (LOD) untuk logam timbal adalah 0,0176

mcg/ml. Sedangkan untuk batas kuantitasi (LOQ) untuk logam timbal yaitu

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan sebelum dan sesudah perendaman dalam asam

yang berbeda (jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa) dapat disimpulkan bahwa:

- Jeruk nipis, asam cuka, maupun asam jawa memiliki kemampuan untuk

menurunkan kadar plumbum (Pb). Penurunan kadar plumbum (Pb) pada

masing-masing perendaman dalam jeruk nipis, asam cuka, dan asam jawa

memiliki perbedaan yang signifikan. Yang paling baik dalam menurunkan

plumbum (Pb) pada cumi-cumi adalah asam cuka, diikuti dengan asam jawa,

dan jeruk nipis.

- Perbedaan waktu perendaman selama 30 menit dan 60 menit tidak memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap penurunan kadar plumbum (Pb) dalam

cumi-cumi.

- Proses destruksi mempengaruhi kadar plumbum (Pb) pada cumi-cumi.

Destruksi basah lebih efektif digunakan dalam menentukan kadar logam Pb

dibandingkan dengan metode destruksi kering.

5.2Saran

- Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pemeriksaan

penurunan kadar plumbum (Pb) pada cumi-cumi dengan menggunakan jenis

asam lainnya, seperti jeruk purut, jeruk lemon, jeruk bali, dan sebagainya.

- Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melihat perbedaan penurunan

kadar plumbum (Pb) dengan memvariasikan berat asam dengan waktu

(57)

- Disarankan kepada masyarakat agar melakukan perendaman dengan

menggunakan asam cuka 5% sebelum mengolah makanan laut agar dapat

Gambar

Tabel 1. Hasil Uji Kualitatif Logam Pb dengan Pereaksi Ditizon 0,005% b/v
Gambar 1. Kurva Kalibrasi Logam Plumbum (Pb)
Tabel 2. Data Kadar Logam Plumbum (Pb)
Tabel 3.  Persen Penurunan Kadar Plumbum (Pb) Setelah  Perendaman dalam  Air Perasan Jeruk Nipis, Asam Cuka, dan Larutan Asam Jawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui variasi genotip dari kerbau lokal Toraja Utara, media ajar sebagai hasil

menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Evluasi Contextual Teaching and Learning Dalam Manajemen Pembelajaran Seni Musik Pada Kelompok Paduan Suara Quinta

Hasil Penelitian Data yang diperoleh dari hasil penelitian mesin pemroduksi air dari udara yang bekerja dengan menggunakan siklus kompresi uap pada setiap variasi antara lain:

Guru melakukan apersepsi Guru memotivasi siswa dengan menjelaskan manfaat dari materi ayng dipelajari Guru memulai pembelajaran dengan menyajikan masalah kontekstual Guru

Karena pandangan Samkhya sifatnya nirishvara atau tidak memasukkan unsur Brahman dalam pemikirannya, maka ia mengakui kejamakan jumlah Purusha ini, dalam artian setiap tubuh

3) Fitrah sosial; Kecendrungan manusia untuk hidup berkelompok yang di dalamnya terbentuk suatu ciri-ciri yang khas yang disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan ini merupakan

planning , dilakukan perencanaan rinci tentang perangkat pembelajaran yang berupa LKM (Lembar Kerja Mahasiswa) yang berorientasi KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional

Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh pihak-pihak yang memiliki hubungan darah secara langsung serta kerabat dekat terhadap status anak