• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI GAS DEGRADASI BAHAN KERING DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PRODUKSI GAS DEGRADASI BAHAN KERING DAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

PRODUKSI GAS, DEGRADASI BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK

SECARA

IN VITRO

SILASE PAKAN LENGKAP BERBASIS PUCUK TEBU

(

Saccharum officinarum

) DAN JENIS LEGUMINOSA BERBEDA

Ika Nurjanah1, Mashudi2 dan Herni Sudarwati2 1Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

2Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Email: ikanurjanah.fapetub@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this research was to find the effect of different legumes added into complete feed silage based on sugarcane top on in vitro gas production, dry matter and organic matter degradability. This research was carried out at Feed and Nutrition Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University and Sumber Sekar Field Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University from November 2015 to February 2016. This research used a randomized complete block design with 4 treatments and 3 groups as replicates, if there was significant different would be tested by Duncan’s Multiple Range Test Methode. Complete feed silage treatments were T1 (40% concentrate + 42,8% sugarcane top + 17,2% Calliandra calothyrsus), T2 (40% concentrate + 45,7% sugarcane top + 14,3% Leucaena leucocephala), T3 (40% concentrate + 45,5% sugarcane top + 14,5% Gliricidia sepium) and T4 (40% concentrate + 44,8% sugarcane top + 15,2% Moringa oleifera). Cumulative gas production was recorded at 2, 4, 6, 8, 12, 24 and 48 hours of incubation. The result showed that the values of gas production during 48 hours of incubation show significant different (P<0.05) to the treatments with the highest values in T4 but not different with T3. The potential gas production and rate of gas production show not significantly different (P>0.05) to the treatments. The

in vitro dry matter degradability and organic matter degradability show significantly different (P<0.01) to the treatments, with highest outcomes in T4 but not different with T3. The conclusion of this research is Gliricidia sepium is the best addition in complete feed silage based on sugarcane top.

Keywords: complete feed silage, legumes, in vitro

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis leguminosa yang berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu terhadap produksi gas, degradasi bahan kering dan bahan organik secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Lapang Sumber Sekar, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya yang dilakukan pada November 2015 sampai Februari 2016. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 kelompok sebagai ulangan, jika terdapat perbedaan maka akan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Perlakuan silase pakan lengkap dalam penelitian ini adalah P1 (40% konsentrat + 42,8% pucuk tebu dan 17,2%

(2)

2 tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3. Penggunaan jenis leguminosa yang berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap potensi produksi gas (b) dan laju produksi gas (c). Nilai degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik antar perlakuan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). P4 menghasilkan degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik tertinggi tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3. Kesimpulan penelitian yang telah dilakukan adalah silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dengan penggunaan

Gliricidia sepium merupakan perlakuan yang terbaik. Kata kunci: silase pakan lengkap, leguminosa, in vitro

PENDAHULUAN

Keberhasilan usaha peternakan ruminansia ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu pakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan pakan adalah ketersediaan pakan yang cukup dan kontinyu sepanjang tahun. Kendala yang sering dihadapi oleh peternak dalam penyediaan pakan yaitu kurangnya ketersediaan pakan hijauan terutama pada musim kemarau dimana hijauan sulit untuk diperoleh, sehingga peternak harus mengeluarkan tambahan biaya untuk membeli hijauan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan penyediaan hijauan adalah preservasi hijauan dengan memanfaatkan limbah pertanian atau perkebunan sebagai alternatif pakan untuk ternak. Limbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu pucuk tebu.

Pucuk tebu merupakan limbah perkebunan yang diperoleh dari sisa pemanenan tebu yang potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak karena jumlahnya yang melimpah. Data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2014) menunjukkan bahwa luas areal lahan perkebunan tebu di Indonesia tahun 2014 mencapai 477.881 Ha dengan jumlah produksi sebesar 2.632.242 ton. Luas areal tanam perkebunan tebu di Jawa Timur yaitu 212.139 Ha dengan jumlah produksi sebesar 1.262.473 ton. Pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan ternak seringkali terkendala oleh tingginya kadar air dan rendahnya kualitas nutrisi dari pucuk tebu. Potensi pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan ternak dapat dioptimalkan dengan menerapkan teknologi pengolahan

lebih lanjut, salah satunya dengan pembuatan silase pakan lengkap.

Silase pakan lengkap yaitu silase yang dibuat dari campuran antara bahan pakan berupa hijauan dan konsentrat. Pembuatan silase pakan lengkap memiliki kelebihan diantaranya adalah mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak dan dari segi penyimpanan lebih tahan lama. Silase pakan lengkap lebih efektif dan efisien karena pemberiannya tidak perlu dicampur dengan bahan pakan lain dan mudah diberikan kepada ternak. Yusmadi dkk. (2008) menyatakan bahwa pembuatan silase lebih menghemat waktu dan biaya pakan karena tidak perlu mengeringkan, dapat dijadikan sebagai sumber probiotik dan asam organik, karena bakteri-bakteri pembusuk tidak tahan terhadap pH rendah akan terhambat pertumbuhannya sehingga ketersediaan, kualitas dan harga pakan dapat terjamin.

Hijauan yang digunakan untuk silase pakan lengkap dapat terdiri dari rumput, leguminosa, limbah perkebunan dan atau limbah pertanian. Penggunaan hijauan untuk silase pakan lengkap yang berupa rumput atau limbah perkebunan terkadang masih belum dapat memenuhi kebutuhan ternak, sehingga diperlukan kombinasi penggunaan hijauan yang memiliki kandungan protein yang tinggi seperti leguminosa agar kualitas silase dapat lebih optimal. Jenis leguminosa pohon seperti kaliandra (Calliandra calothyrsus), lamtoro (Leucaena leucocephala), gamal (Gliricidia sepium) dan kelor (Moringa oleifera) dapat digunakan untuk silase pakan lengkap karena mudah diperoleh dan dibudidayakan.

(3)

3 penggunaan jenis leguminosa yang berbeda

pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu terhadap produksi gas, degradasi bahan kering dan bahan organik secara in vitro.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Lapang Sumber Sekar, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya yang dilakukan pada November 2015 sampai Februari 2016.

Materi penelitian yang digunakan adalah cairan rumen, konsentrat dan hijauan yang terdiri dari pucuk tebu, Gliricida sepium,

Moringa oleifera, Leucaena leucocephala,

Calliandra calothyrsus, bahan kimia untuk pengukuran produksi gas dan seperangkat alat untuk analisis produksi gas, degradasi bahan kering dan bahan organik.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sesuai petunjuk Steel

and Torrie (1995) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 kelompok. Jika terdapat perbedaan perlakuan maka akan dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan. Perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

P1= 40% konsentrat + 42,8% pucuk tebu + 17,2% Calliandra calothyrsus

P2= 40% konsentrat + 45,7% pucuk tebu + 14,3% Leucaena leucocephala

P3= 40% konsentrat + 45,5% pucuk tebu + 14,5% Gliricidia sepium

P4= 40% konsentrat + 44,8% pucuk tebu + 15,2% Moringa oleifera

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah produksi gas, degradasi bahan kering dan bahan organik secara in vitro.

Tahapan pertama pelaksanaan penelitian ini adalah pembuatan silase pakan lengkap yang dimulai dari menyusun formulasi menggunakan Microsoft Excel, dimana kandungan protein pada setiap perlakuan disamakan (iso protein) yaitu sebesar 13%. Kemudian pucuk tebu dipotong-potong dengan ukuran 2-3 cm lalu dicampur dengan konsentrat dan leguminosa sesuai perlakuan yang dibuat, Setelah itu dimasukkan ke dalam kantong plastik warna hitam dan dipadatkan. Udara

yang tersisa di kantong plastik dikeluarkan dengan pompa vakum, lalu diikat secara rapat dengan tali rafia. Selanjutnya simpul ikatan ditutup menggunakan lakban. Proses ensilase berlangsung selama 3 minggu, setelah itu silase dibuka dan diuji secara in vitro.

Analisis produksi gas silase pakan lengkap sesuai prosedur Makkar et al. (1995), masing-masing perlakuan dibuat duplo. Volume gas dicatat setelah inkubasi 0, 2, 4, 6, 8, 12, 24, dan 48 jam. Perhitungan produksi gas yaitu:

Hasil pengukuran produksi gas pada inkubasi 2–48 jam selanjutnya dianalisis nilai potensi dan laju produksi gas menggunakan program SPSS. Persamaan potensi dan laju produksi gas ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Ørskov, 2002):

y = b (1-e-ct) Keterangan:

y = produksi gas pada masa inkubasi t jam (ml/500 mg BK)

b = potensi produksi gas dari bagian pakan yang tidak larut tetapi berpotensi terfermentasi (ml/500 mg BK) saat t jam c = laju produksi gas selama masa inkubasi

(ml/jam)

t = masa inkubasi (jam) e = eksponensia

(4)

4 BK blanko = (berat cawan + residu blanko

setelah dioven 105oC) – (berat cawan + kertas saring)

BO residu = BK residu – residu ditanur 600oC BO blanko = BK blanko – residu blanko setelah

ditanur 600oC

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrisi Bahan Pakan dan Silase Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu dan Jenis Leguminosa Berbeda

Hasil analisis kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan untuk silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan leguminosa yang berbeda tersaji pada Tabel 1.

Bahan pakan yang digunakan terdiri dari konsentrat, pucuk tebu (Saccharum

officinarum), kaliandra (Calliandra

calothyrsus), lamtoro (Leucaena

leucocephala), gamal (Gliricidia sepium) dan kelor (Moringa oleifera).

Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan dalam pembuatan silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda*

Bahan Pakan Kandungan Zat Makanan

BK (%) Abu*(%) PK*(%) SK*(%) LK*(%)

Konsentrat 85,30 12,68 10,50 24,38 4,45

Pucuk tebu 18,69 7,37 9,22 49,19 2,44

Calliandra calothyrsus 19,23 6,56 28,35 12,45 3,13

Leucaena leucocephala 24,55 7,65 32,25 11,22 3,63

Gliricidia sepium 17,30 9,59 31,91 12,34 3,94

Moringa oleifera 22,29 10,73 30,79 11,83 4,61

Keterangan : - Hasil analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (2015)

- *Berdasarkan 100% BK Tabel 1 menunjukkan bahwa pucuk tebu memiliki kandungan protein kasar sebesar 9,22% sedangkan leguminosa yang digunakan dalam penelitian ini mengandung protein kasar berkisar 28,35-32,25%. Kandungan protein kasar pucuk tebu yang digunakan lebih tinggi daripada hasil analisis Hernaman dkk. (2005) yaitu 7,66%. Calliandra calothyrsus

mempunyai protein kasar sebesar 28,35%, hasil analisis ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Susanti dan Marhaeniyanto (2014) yakni sebesar 23,67%. Kandungan protein kasar Leucaena leucocephala berbeda dengan yang dilaporkan oleh Askar (1997) yaitu 29,82% dan kandungan protein kasar

Gliricidia sepium lebih tinggi daripada hasil analisis Kikelomo (2014) yakni 24,59%. Protein kasar Moringa oleifera lebih rendah daripada hasil analisis Marhaeniyanto dan Susanti (2014) yaitu 36,55%.

Perbedaan kandungan nutrisi dari hijauan diduga disebabkan oleh perbedaan

jenis hijauan yang digunakan, tingkat kesuburan tanah yang berkaitan dengan kandungan unsur hara tanah dan fase pertumbuhan tanaman ketika dipanen dimana hijauan yang dipanen pada fase vegetatif mempunyai kandungan nutrisi yang lebih optimal daripada fase generatif. Perbedaan kandungan nutrisi hijauan diduga juga disebabkan oleh faktor lingkungan yang meliputi suhu, kelembaban udara, dan curah hujan. Hal ini didukung oleh Jayanegara dkk. (2009) yang menyatakan bahwa perbedaan kandungan nutrien hijauan dapat bervariasi dikarenakan perbedaan varietas, kondisi lingkungan tumbuh dan umur panen hijauan. Mathius (1991) menambahkan bahwa perbedaan kandungan nutrisi hijauan disebabkan oleh jenis tanah, iklim dan perbandingan bagian tanaman yang digunakan dalam pengamatan.

(5)

5 Konsentrat tersebut bukan merupakan

konsentrat komersil, melainkan konsentrat yang diproduksi secara terbatas oleh kelompok peternak sapi perah di Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Fungsi konsentrat pada pembuatan silase pakan lengkap yakni untuk meningkatkan kualitas nutrisi silase dan sebagai substrat bagi bakteri asam laktat selama ensilase berlangsung. Menurut Yitbarek and Tamir (2014), substrat

silase yang berupa karbohidrat mudah terfermentasi berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri asam laktat. Santi dkk. (2012) menambahkan bahwa karbohidrat mudah larut akan merangsang pembentukan asam laktat yang tinggi dan akan menghambat aktivitas fermentatif oleh mikroorganisme anaerobik merugikan seperti Entrobacteria

dan Clostridia selama ensilase.

Tabel 2. Kandungan nutrisi silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda masing-masing perlakuan*

Perlakuan Kandungan Zat Makanan

BK (%) BO*(%) PK*(%) SK*(%)

P1 28,99 88,67 13,34 32,61

P2 26,92 87,72 13,49 30,53

P3 27,36 87,03 12,96 33,07

P4 27,78 86,81 13,70 30,09

Keterangan : - Hasil analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya oleh Restuningsih (2016)

- *Berdasarkan 100% BK

Hasil analisis kandungan nutrisi silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan leguminosa yang berbeda pada masing-masing perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein kasar silase pakan lengkap yang dihasilkan masih sesuai dengan target awal formulasi yang kandungan proteinnya dibuat sama (iso protein) yakni sebesar 13%. Penyusunan kandungan protein kasar silase pakan lengkap didasarkan pada kebutuhan protein kasar sapi perah yang termasuk dalam kategori small breed cows (bobot badan = 454 kg) sesuai petunjuk National Research Council (2001). Formulasi silase pakan lengkap juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sumihati dkk. (2011) dimana pakan sapi perah yang diberikan mempunyai kandungan protein kasar sebesar 13,88%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan protein kasar silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda yaitu berkisar 12,96-13,70%. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa kandungan protein kasar silase pakan lengkap masing-masing perlakuan sedikit berbeda dengan formulasi awal yang telah dibuat. Sebelum ensilase berlangsung tidak

dilakukan analisis kandungan protein kasar sehingga tidak diketahui perbedaan kandungan protein kasar sebelum dan sesudah ensilase, namun adanya proses ensilase dapat menyebabkan perubahan kandungan nutrisi sebagai akibat adanya fermentasi oleh bakteri asam laktat seperti yang dijelaskan oleh Hapsari dkk. (2014), senyawa organik seperti protein kasar dapat mengalami perubahan secara kimiawi selama proses fermentasi oleh bakteri sehingga akan mempengaruhi proporsi protein kasar pada akhir silase.

Proses fermentasi yang terjadi selama ensilase memungkinkan terjadinya penurunan kandungan protein kasar seperti yang diungkapkan oleh Lendrawati dkk. (2008), penurunan protein disebabkan terjadinya reaksi proteolisis oleh enzim tanaman pada saat pelayuan sebelum ensilase. Santoso dan Hariadi (2008) menambahkan bahwa penurunan protein kasar pada pengawetan silase dapat disebabkan degradasi protein kasar oleh enzim protease dari hijauan maupun

(6)

6 Tabel 2 memperlihatkan bahwa

kandungan serat kasar silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda masing-masing perlakuan berkisar antara 30,09-33,07%. Pucuk tebu yang digunakan dalam pembuatan silase pakan lengkap mempunyai kandungan serat kasar yakni 49,19% dan proporsi penggunaannya cukup tinggi yaitu berkisar 42,8-45,7% sehingga porsi serat kasar pada masing-masing perlakuan yang berasal dari pucuk tebu juga cenderung tinggi. Konsentrat yang digunakan mempunyai kandungan serat kasar sebesar 24,38% sedangkan leguminosa yang digunakan mempunyai kandungan serat kasar yang relatif rendah yakni berkisar 11,22-12,45% dan proporsi penggunaannya dalam perlakuan yaitu 14,3-17,2%. Suprapto dkk. (2013) menjelaskan bahwa serat kasar merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Menurut Hapsari dkk. (2014), pada proses ensilase bakteri yang tumbuh adalah bakteri asam laktat, sedangkan bakteri pemecah serat tidak tumbuh sehingga tidak

terjadi perubahan kandungan serat kasar pada

complete feed yang dibuat silase.

Kandungan Nutrisi Bahan Pakan dan Silase Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu dan Jenis Leguminosa Berbeda

Hasil analisis statistik produksi gas silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda selama inkubasi 48 jam ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan jenis leguminosa yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi gas inkubasi 48 jam. Produksi gas setelah inkubasi 48 jam pada perlakuan P1 dengan penggunaan Calliandra calothyrsus menunjukkan hasil yang terendah yaitu 76,73 ml/500 mg BK, sedangkan hasil yang tertinggi pada perlakuan P4 dengan penggunaan Moringa oleifera yaitu 89,57 ml/500 mg BK akan tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan perlakuan P3 yaitu silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dengan penggunaan Gliricidia sepium yaitu sebesar 83,46 ml/500 mg BK.

Tabel 3. Rata-rata produksi gas inkubasi 48 jam, nilai potensi produksi gas (b) dan laju produksi gas (c) silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa berbeda

Perlakuan Produksi Gas inkubasi 48 jam (ml/500 mg BK)

Potensi Produksi Gas (ml/500 mg BK)

Laju Produksi Gas (ml/jam)

P1 76,73a±5,86 97,90±6,22 0,0337±0,0051

P2 80,33ab±3,28 96,06±6,15 0,0397±0,0042

P3 83,46ab±4,94 99,15±9,19 0,0407±0,0032

P4 89,57b±4,58 101,63±9,25 0,0483±0,0075

Keterangan : - Superskripa-b yang berbeda pada kolom nilai rataan produksi gas inkubasi 48 jam menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

- Berbagai perlakuan yang diujikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap potensi produksi gas dan laju produksi gas (P>0,05)

Perbedaan produksi gas silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa berbeda yang dihasilkan masing-masing perlakuan diduga disebabkan oleh perbedaan kandungan serat kasar perlakuan yang berkisar antara 30,09-33,07%. P4 mempunyai kandungan serat kasar terendah yaitu sebesar 30,09% dan P3 mempunyai kandungan serat kasar yang tertinggi yaitu 33,07%. Tingginya produksi gas pada P4 mengindikasikan pengaruh serat kasar yang relatif rendah daripada perlakuan lainnya. Hal

ini didukung oleh Wahyuni dkk. (2014) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya produksi gas dipengaruhi oleh komponen serat yang terdiri dari selulosa dan lignin sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk mendegradasinya. Menurut Edwards et al. (2012) yang menyatakan bahwa komponen serat dan lignin mempunyai kemampuan untuk menghambat fermentasi secara in vitro.

(7)

7

Gambar 1. Produksi gas silase pakan lengkap masing-masing perlakuan

Tingginya produksi gas yang dihasilkan oleh P4 diduga juga disebabkan kandungan tanin yang cenderung rendah pada silase pakan lengkap dengan penggunaan

Moringa oleifera. Kandungan tanin yang redah pada perlakuan berdampak positif bagi aktivitas mikroorganisme rumen dalam mendegradasi komponen pakan. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Smith et al. (2005) yang menyatakan bahwa pengaruh dari tanin yang berikatan dengan protein dan senyawa lain menyebabkan terhambatnya aktivitas enzim dan tidak tersedianya substrat untuk dicerna mikroba rumen. Aktivitas mikroba rumen dapat dihambat secara langsung oleh tanin yang berinteraksi dengan membran dan dinding sel.

Produksi gas yang dihasilkan P1 terendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan serat kasar pada P1 yang cenderung tinggi yaitu 32,61%. Pernyataan ini diperkuat oleh Suprapto dkk. (2013), tingginya serat kasar dalam pakan menjadi faktor pembatas lamanya degradasi pakan oleh mikroba rumen. P3 mempunyai kandungan serat kasar yang tertinggi (33,07%), tetapi produksi gas yang dihasilkan tidak menunjukkan hasil yang seharusnya terendah dibanding perlakuan lainnya. Hal ini diduga terjadi karena produksi gas yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh adanya faktor lain yaitu anti nutrisi pada leguminosa yang digunakan. Proporsi

penggunaan Calliandra calothyrsus pada P1 yang lebih tinggi (17,2%) daripada proporsi penggunaan leguminosa pada perlakuan yang lain diduga menyebabkan kandungan anti nutrisi dalam perlakuan tinggi sehingga produksi gas yang dihasilkan lebih rendah. Hal ini didukung oleh Babayemi et al. (2004) yang menyatakan bahwa produksi gas yang dihasilkan selama fermentasi dipengaruhi oleh adanya senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman.

Rendahnya produksi gas yang dihasilkan P1 diduga juga disebabkan oleh tingginya kandungan anti nutrisi yaitu tanin pada silase pakan lengkap dengan penggunaan

Calliandra calothyrsus sehingga menghambat aktivitas mikroorganisme rumen dalam mendegradasi pakan yang nantinya akan berdampak pada rendahnya produksi gas. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ridwan et al. (2014) kandungan total tanin yang tinggi pada perlakuan menghambat aktivitas mikroorganisme rumen untuk mendegradasi substrat yang nantinya akan menurunkan produksi gas. Bertambahnya level silase (50%

Pennisetum purpureum : 50% Calliandra calothyrus) dan menurunnya level konsentrat dalam perlakuan menghasilkan total tanin yang semakin tinggi. Menurut Makkar (2003), tanin merupakan senyawa polyphenolic yang mampu mengikat protein dan membentuk ikatan kompleks dengan seyawa lain seperti 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

4 8 1 2 1 6 2 0 2 4 2 8 3 2 3 6 4 0 4 4 4 8

P

roduk

si gas (

ml

/500 m

g

B

K)

Waktu inkubasi (jam)

P1 P2 P3 P4

y = 95,681 (1-e-0,040t)

y = 98,905 (1-e-0,041t)

y = 101,199 (1-e-0,048t) y = 97,304 (1-e-0,034t)

(8)

8 mineral dan polisakarida. Tanin

diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu tanin terhidrolisa dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisa yaitu tanin yang dapat didegradasi oleh mikroba rumen, sedangkan tanin terkondensasi yaitu tanin yang tidak dapat didegradasi oleh mikroba rumen.

Rata-rata nilai potensi produksi gas (b) dan laju produksi gas (c) silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan jenis leguminosa yang berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap potensi produksi gas dan laju produksi gas. Masing-masing perlakuan silase pakan lengkap mempunyai kandungan nutrisi yang cenderung hampir sama (Tabel 2), sehingga diduga menyebabkan potensi produksi gas dan laju produksi gas tidak memberikan perbedaan yang nyata pada perlakuan. Selain hal tersebut, diduga juga disebabkan oleh adanya senyawa sekunder pada leguminosa yang dapat berikatan dengan nutrien sehingga hal ini menyebabkan degradasi nutrien pakan oleh mikroba rumen menjadi terhambat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa P4 yaitu silase pakan lengkap dengan penggunaan Moringa oleifera mempunyai nilai b dan c tertinggi dibandingkan perlakuan yang lain masing-masing berurutan yaitu 101,63 ml/500 mg BK dan 0,0483 ml/jam. Potensi produksi gas dan laju produksi gas pada P4 yang lebih tinggi diduga disebabkan oleh kandungan serat kasar pada P4 yang cenderung lebih rendah daripada perlakuan lainnya (30,09%) sehingga mikroba rumen dapat lebih mudah mendegradasi komponen serat dalam pakan. Hal ini didukung oleh Kurnianingtyas dkk. (2012) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya kandungan serat kasar pada silase akan mempengaruhi kemampuan mikroba rumen dalam mencerna serat kasar.

Tabel 3 menunjukkan bahwa P2 yaitu silase pakan lengkap dengan penggunaan

Leucaena leucocephala mempunyai potensi produksi gas terendah yaitu 96,06 ml/500 mg BK dan P1 yaitu silase pakan lengkap dengan

penggunaan Calliandra calothyrsus

mempunyai laju produksi gas terendah yaitu 0,0337 ml/jam. Kandungan serat kasar pada P1 cenderung tinggi (32,61%) diduga menyebabkan mikroba rumen sulit mendegradasi fraksi serat sehingga laju produksi gas yang dihasilkan lebih rendah. Menurut Babayemi et al. (2004) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi produksi gas selama fermentasi yaitu kandungan serat kasar dalam pakan.

Tinggi rendahnya potensi produksi gas dan laju produksi gas dalam penelitian ini diduga juga disebabkan oleh perbedaan kandungan tanin yang terdapat pada leguminosa yang digunakan. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan diketahui bahwa kandungan tanin pada Calliandra calothyrsus

sebesar 11% (Mannetje dan Jones, 2000),

Leucaena leucocephala 8,9%, Gliricidia sepium 8,3% (Foroughbakhch et al., 2012) dan

Moringa oleifera 3,39% (Marhaeniyanto dan Susanti, 2014). Potensi produksi gas dan laju produksi gas pada P4 yang lebih tinggi daripada perlakuan yang lainnya diduga karena

Moringa oleifera mempunyai kandungan tanin yang cenderung rendah sehingga mikroba rumen dapat lebih mudah dalam mendegradasi pakan. Menurut Sugoro (2004), tanin akan berikatan dengan protein yang secara langsung akan berpengaruh pada produksi gas dan kompleks tanin-protein juga sulit untuk didegradasi sehingga berpengaruh pada produksi gasnya.

(9)

9 dampak negatif terhadap produktifitas ternak,

ketersediaan nutrien menurun karena adanya ikatan kompleks antara tanin dan beberapa jenis makromolekul seperti protein, serta konsumsi pakan dan kecernaan pakan menjadi menurun.

Degradasi Bahan Kering dan Degradasi Bahan Organik Silase Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu dan Jenis Leguminosa Berbeda

Hasil analisis statistik degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda selama inkubasi 48 jam ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa penggunaan jenis leguminosa yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap degradasi bahan kering dan bahan organik silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin

tinggi produksi gas, potensi produksi gas dan laju produksi gas (Tabel 3) semakin tinggi pula degradasi bahan kering dan bahan organik yang dihasilkan (Tabel 4).

Degradasi bahan kering dan bahan organik pada P1 yaitu silase pakan lengkap dengan penggunaan Calliandra calothyrsus

menunjukkan hasil yang terendah daripada perlakuan lainnya yaitu 66,50%, sedangkan degradasi bahan kering dan bahan organik pada perlakuan P4 dengan penggunaan

Moringa oleifera menunjukkan hasil tertinggi yaitu 89,82% akan tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3 yaitu silase pakan lengkap dengan penggunaan Gliricidia sepium yakni sebesar 82,99%. Degradasi bahan organik yang terendah dihasilkan oleh P1 yaitu 54,18%, sedangkan degradasi bahan organik yang tertinggi dihasilkan oleh P4 yaitu 79,48% akan tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3 yaitu sebesar 73,18%.

Tabel 4. Nilai degradasi BK dan BO pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa berbeda secara in vitro selama inkubasi 48 jam

Perlakuan Degradasi BK (%) Degradasi BO (%)

P1 66,50a±6,62 54,18a±5,83

P2 77,32b±3,50 67,51b±6,64

P3 82,99bc±1,97 73,18bc±6,97

P4 89,82c±1,78 79,48c±9,43

Keterangan : Superskripa-c yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa degradasi bahan organik pada masing-masing perlakuan silase pakan lengkap berbanding lurus dengan degradasi bahan kering yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga jika degradasi bahan kering tinggi maka degradasi bahan organik juga tinggi begitu pula sebaliknya. Pernyataan ini diperkuat oleh Suardin dkk. (2014) yang menyatakan bahwa tingginya kecernaan bahan organik sejalan dengan kecernaan bahan kering yang tinggi atau sebaliknya. Menurut Tillman dkk. (1998) yang menyatakan bahwa sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering, jika koefisien bahan kering sama maka koefisien cerna bahan organik juga sama.

(10)

10 Gambar 2. Degradasi bahan kering dan bahan organik antar perlakuan

Degradasi bahan kering dan bahan organik silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda antar perlakuan diperlihatkan pada Gambar 2. Degradasi bahan kering pada P4 menunjukkan hasil yang tertinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan serat kasar pada P4 yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 30,09%. Pernyataan ini didukung oleh Muhtarudin (2007) yang menyatakan bahwa menurunnya kadar serat kasar berdampak positif terhadap nilai degradasi bahan kering. Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa P1 mempunyai degradasi bahan kering terendah. Hal ini diduga erat kaitannya dengan kandungan serat kasar pada P1 yang cenderung tinggi (32,61%). Pernyataan ini didukung oleh Longo

et al. (2012) yang menyatakan bahwa fermentasi pakan dalam rumen dipengaruhi oleh kandungan fraksi serat. Despal (2000) menambahkan bahwa serat kasar mempunyai hubungan yang negatif dengan kecernaan, semakin rendah serat kasar maka semakin tinggi kecernaan pakan.

Degradasi bahan kering dan bahan organik dalam penelitian ini diduga juga dipengaruhi oleh adanya tanin pada leguminosa yang digunakan. Degradasi bahan kering dan bahan organik yang dihasilkan P4 menunjukkan hasil yang tertinggi. Hal ini diduga karena kandungan tanin pada silase pakan lengkap dengan penggunaan Moringa oleifera yang cenderung rendah sehingga

mikroba rumen dapat lebih mudah mendegradasi pakan. Menurut McSweeney et al. (2001) yang menyatakan bahwa tanin mampu membentuk ikatan dengan protein,

polymer seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin serta mineral sehingga dapat memperlambat kecernaan. Jayanegara dan Sofyan (2008) menambahkan bahwa keberadaan tanin di sisi lain berdampak positif jika ditambahkan pada pakan yang tinggi akan protein baik secara kuantitas maupun kualitas karena protein yang berkualitas tinggi dapat terlindungi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pencernaan pasca rumen. Kompleks ikatan tanin-protein kemudian dapat lepas pada pH rendah di abomasum dan protein dapat didegradasi oleh enzim pepsin sehingga asam-asam amino yang dikandungnya tersedia bagi ternak.

Degradasi bahan kering dan bahan organik yang dihasilkan P1 menunjukkan hasil yang terendah. Hal ini diduga erat kaitannya dengan tingginya kandungan tanin pada silase pakan lengkap dengan penggunaan Calliandra calothyrsus. Kandungan tanin yang cenderung tinggi menyebabkan aktivitas mikroorganisme rumen dalam mendegradasi pakan menjadi terhambat sehingga degradasi bahan kering dan bahan organik yang dihasilkan lebih rendah daripada perlakuan lainnya. Hal ini didukung oleh Aoetpah dkk. (2010) yang menyatakan bahwa protein Calliandra calothyrsus sulit dicerna karena kandungan 66,5

77,32 82,99

89,82

54,18

67,51 73,18

79,48

0 20 40 60 80 100

P1 P2 P3 P4

(11)

11 tanin cukup tinggi mengikat protein dalam

daun tersebut ketika ternak mulai mengunyahnya. Ikatan yang cukup kuat ini menyebabkan protein tidak dapat dipecahkan oleh mikroba rumen atau enzim pencernaan. Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan et al. (2014) menunjukkan bahwa meningkatnya level silase yang mengandung Calliandra calothyrsus dan menurunnya level konsentrat meningkatkan total tanin dalam perlakuan yang diujikan. Kandungan tanin yang tinggi dalam perlakuan menghambat aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi substrat sehingga menurunkan kecernaan bahan organik secara in vitro.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan Gliricidia sepium pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu merupakan perlakuan yang cenderung lebih baik dengan produksi gas yang dihasilkan selama inkubasi 48 jam yaitu 83,46 ml/500 mg BK, potensi produksi gas sebesar 99,15 ml/500 mg BK, laju produksi gas 0,0407 ml/jam, degradasi bahan kering 82,99% dan degradasi bahan organik 73,18%. Penggunaan Gliricidia sepium pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu lebih mudah diterapkan di lapang karena harganya yang lebih murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

SARAN

Sebaiknya dilakukan penelitian dengan cara pemberian silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dengan penggunaan Gliricidia sepium secara langsung ke ternak (in vivo).

DAFTAR PUSTAKA

Aoetpah, A., S. Ghunu dan T.O.D. Dato. 2010. Retensi Kambing Kacang yang diberikan ransum rumput lapang dan daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) pada level berbeda. Media Exacta. 9 (1): 1-7.

Askar, S. 1997. Nilai Gizi Daun Lamtoro dan Pemanfatannya sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Bogor.

Babayemi, O.J., D. Demeyer and V. Flevez. 2004. In vitro fermentation of tropical browse seeds in relation to their content of secondary metabolites. J. Anim. Feed Sci. 13 (1): 31-34. Despal. 2000. Kemampuan komposisi kimia

dan kecernaan in vitro dalam mengestimasi kecernaan in vivo. Media Peternakan. 23 (3): 84-88. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014.

Statistik Perkebunan Indonesia 2013-2015: Tebu (Sugar Cane). Jakarta. Edwards, E., V. Malmbo, C.H.O. Lallo, G.W.

Garcia and M.D. Diptee. 2012. In vitro ruminal fermentation of leaves from three tree forages in response to incremental levels of polyethylene glycol. Journal of Animal Sciences. 2 (3): 142-149.

Foroughbakhch, P.R., A.C. Parra, A.R. Estrada, M.A.A. Vazquez and M.L.C. Avila. 2012. Nutrient content and in vitro dry matter digestibility of

Gliricidia sepium (Jacq.) Walp. and

Leucaena leucocephala (Lam. De Wit.). Journal of Animal and Veterinary Advances. 11 (10): 1708-1712.

Frutos, P., G. Hervas, F.J. Giraldez and A.R. Mantecon. 2004. Review tannins and ruminant nutrition. Spanish Journal of Agricultural Research. 2 (2): 191-202.

Hapsari, Y.T., Suryapratama, N. Hidayat dan E. Susanti. 2014. Pengaruh lama pemeraman terhadap kandungan lemak kasar dan serat kasar silase

complete feed limbah rami. Jurnal Ilmiah Peternakan. 2 (1): 102-109. Hernaman, I., R. Hidayat dan Mansyur. 2005.

Pengaruh penggunaan molases dalam pembuatan silase campuran ampas tahu dan pucuk tebu kering terhadap nilai pH dan komposisi zat-zat makanannya. Jurnal Ilmu Ternak. 5(2): 94-99.

Jayanegara, A. dan A. Sofyan. 2008. Penentuan aktivitas biologis tanin beberapa hijauan secara in vitro

(12)

12 dengan polietilen glikol sebagai

determinan. Media Peternakan. 31 (1): 44-52.

Jayanegara, A., A. Sofyan, H.P.S. Makkar dan K. Becker. 2009. Kinetika produksi gas, kecernaan bahan organik dan produkci gas metana in vitro pada hay dan jerami yang disuplementasi hijauan mengandung tanin. Media Peternakan. 32 (2): 120-129.

Lendrawati, M. Ridla dan N. Ramli. 2008. Kualitas Fermentasi dan Nutrisi Silase Ransum Komplit Berbasis Jagung, Sawit dan Ubi Kayu in vitro. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Longo, C., J. Hummel, J. Liebich, I.C.S Bueno,

P. Burauel, E.J. Ambrosano, A.L. Abdalla, U.Y. Anele and K.H. Sudekum. 2012. Chemical characterization and in vitro

biological activity of four tropical legumes, Styzolobium aterrimum L.,

Leucaena leucocephala and Mimosa caesalpiniaefolia as compared with tropical grass, Cynodon spp. for the use in ruminant diets. Czech J. Anim. Sci. 6: 255-264.

Kikelomo, A.M. 2014. Voluntary feed intake and nutrient utilization of West African Dwarf Sheep feed supplements of Moringa oleifera and

Gliricidia sepium fodders. American Journal of Agriculture and Foresty. 2 (3): 94-99.

Kurnianingtyas, I.B., P.R. Pandansari, I. Astuti, S.D. Widyawati dan W.P.S. Suprayogi. 2012. Pengaruh macam akselerator terhadap kualitas fisik, kimiawi dan biologis silase rumput kolonjono. Tropical Animal Husbandry. 1 (1): 7-14.

Makkar, H.P.S. 2003. Effects and fate of tannins in ruminant animals, adaption to tannins and strategies to overcome detrimental effects of feeding tannin-rich feeds. Small Ruminant Research. 49 (241-256).

Makkar, H.P.S., M. Blummel and K. Becker. 1995. Formation of complexes

between polyvinyl pyrrolidones or polyethylene glycols and tannins and their implication in gas production and true digestibility in in vitro

techniques. British Journal of Nutrition. 73: 897-913.

Mannetje, L.’t. dan R.M. Jones. 2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara No. 4 Pakan. Balai Pustaka. Jakarta.

Marhaeniyanto, E. dan Susanti, S. 2014. Produk fermentasi dan produksi gas secara in vitro dari ransum yang mengandung daun kelor (Moringa oleifera, Lamm). Buana Sains. 14(2): 19-28.

Mathius, I.W. 1991. Tanaman gliricidia sebagai bank pakan hijauan untuk makanan kambing-domba. Wartazoa. 2 (1) : 1-10.

McSweeney, C.S., B. Palmer, D.M. McNeill and D.O. Krause. 2001. Microbial interactions with tannins: nutritional consequences for ruminants. Animal Feed Science and Technology. 91: 83-93.

Muhtarudin. 2007. Kecernaan pucuk tebu terolah secara in vitro. J. Indon. Trop. Agric. 32 (3): 146-150.

NRC. 2001. Nutrient Requirements of Dairy Cattle Seventh Revised Edition. National Academy Press. Washington, D.C.

Ørskov, E.R. 2002. Trails and Trials in Livestock Research. Andi Offset. Yogyakarta.

Restuningsih, R. 2016. Pengaruh Pemberian Jenis Leguminosa Berbeda pada Pembuatan Silase Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu terhadap Karakteristik Fisik, pH dan Kandungan Nutrisi (Skripsi). Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.

Ridwan, R., S. Ratnakomala, G. Kartina dan Y. Widyastuti. 2005. Pengaruh penambahan dedak padi dan

Lactobacillus plantarum IBL-2

dalam pembuatan silase rumput gajah

(Pennisetum purpureum). Media

(13)

13 Santoso, B. dan B. Tj. Hariadi. 2008.

Komposisi kimia, degradasi nutrien dan produksi gas metana in vitro

rumput tropik yang diawetkan dengan metode silase dan hay. Media Peternakan. 31 (2): 128-137.

Santi, R.K., D. Fatmasari, S.D. Widyawati dan W.P.S. Suprayogi. 2012. Kualitas dan nilai kecernaan in vitro silase batang pisang (Musa paradisiaca) dengan penambahan beberapa akselerator. Tropical Animal Husbandry. 1 (1): 15-23.

Smith, A.H., E. Zoetendal and R.I. Mackie. 2005. Bacterial mechanisms to overcome inhibitory effects of dietary tannins. Microbial Ecology. 50 (2): 197-205.

Steel, G.D. and J.H. Torrie. 1995. Principles and Procedures of Statistics. Terjemahan oleh Sumantri, B. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suardin, N. Sandiah dan R. Aka. 2014. Kecernaan bahan kering dan bahan organik campuran rumput mulato (Brachiaria hybridcvmulato) dengan jenis legum berbeda menggunakan cairan rumen sapi. JITRO. 1 (1): 16-22.

Sugoro. 2004. Pengaruh Tanin dan Penambahan PEG terhadap Produksi Gas secara in vitro. Risalah Seminar Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta. Sumihati, M. Isroli dan Widiyanto. 2011.

Utilitas protein pada sapi perah

Friesian Holstein yang mendapatkan ransum kulit kopi sebagai sumber

serat yang diolah dengan teknologi amoniasi fermentasi (AMOFER). 15 (1): 1-7. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.

Susanti, S. dan Marhaeniyanto, E. 2014. Kadar saponin daun tanaman yang berpotensi menekan gas metana secara in-vitro. Buana Sains. 14 (1): 29-38.

Suprapto, H., F.M. Suhartati dan T. Widiyastuti. 2013. Kecernaan serat kasar dan lemak kasar complete feed

limbah rami dengan sumber protein berbeda pada Kambing Peranakan Etawa lepas sapih. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (3): 938-946.

Yusmadi, Nahrowi dan M. Ridla. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit berbasis sampah organik primer pada Kambing Peranakan Etawah. Agripet. 8 (1): 31-38.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahyuni, I.M.D., A. Muktiani dan M. Christiyanto. 2014. Kecernaan bahan kering dan bahan organik dan degradabilitas serat pada pakan yang disuplementasi tanin dan saponin. Agripet. 2 (2): 115-125.

Gambar

Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan dalam pembuatan silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda* Bahan Pakan Kandungan Zat Makanan
Tabel 2.  Kandungan nutrisi silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda masing-masing perlakuan* Perlakuan Kandungan Zat Makanan
Gambar 1. Produksi gas silase pakan lengkap masing-masing perlakuan
Gambar 2. Degradasi bahan kering dan bahan organik antar perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa hubungan antara kadar flavonoid total dan daya reduksi dari ekstrak etanol daun ungu ini menunjukkan

Untuk membuat soal bertipe pilihan ganda, Anda harus memilih “Multiple Choice” pada pilihan yang sudah disediakan dan akan muncul halaman seperti pada Gambar 10.. Anda

- Pasal 196: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi/ mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan/ persyaratan

Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan soal serupa TIMSS pada konten data dan peluang yang valid dan praktis serta menguji efek potensial soal dalam mengukur

Misbahul Munir, LC., M.Ei Kata kunci : MOWN, INST, DER, dan PBV Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan,

Universiti Teknologi Malaysia, Universitas PGRI Semarang, Universitas Negeri Makassar, Indonesia, Regional Association for Vocational Teacher Education (RAVTE), Persatuan

skor rata- rata untuk masing- masing aspek yang diamati baik aktivitas siswa maupun guru dalam pembelajaran adalah baik bahka untuk pengamatan guru sudah sangat

Alhamdulillahirabbil’alamin , penulis memanjatkan puji syukur pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis