• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (Studi Kasus: Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (Studi Kasus: Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

MANFAAT EKONOMI SISTEM PENGELOLAAN HUTAN

RAKYAT DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BATANG GADIS

(Studi Kasus: Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu

Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal)

SYARIFULLAH UMAR LUBIS

041201011

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

MANFAAT EKONOMI SISTEM PENGELOLAAN HUTAN

RAKYAT DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BATANG GADIS

(Studi Kasus: Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu

Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal)

SKRIPSI

Oleh:

SYARIFULLAH UMAR LUBIS

041201011

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

MANFAAT EKONOMI SISTEM PENGELOLAAN HUTAN

RAKYAT DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BATANG GADIS

(Studi Kasus: Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu

Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal)

SKRIPSI

Oleh:

SYARIFULLAH UMAR LUBIS

041201011/Manajemen Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul : Manfaat ekonomi sistem pengelolaan hutan rakyat di sekitar Taman Nasional Batang Gadis (Studi Kasus: Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal)

Nama : Syarifullah Umar Lubis

NIM : 041201011

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Oding Affandi, S.Hut., MP Bejo Slamet, S.Hut., M.Si.

Ketua Anggota

Mengetahui,

(5)

ABSTRAK

SYARIFULLAH UMAR LUBIS: Manfaat ekonomi sistem pengelolaan hutan

rakyat di sekitar Taman Nasional Batang Gadis (Studi Kasus: Desa Hutarimbaru

dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal),

dibimbing oleh ODING AFFANDI dan BEJO SLAMET.

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan, yaitu

berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan apabila hutan tersebut terjamin

eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Hutan Rakyat mempunyai

peranan yang sangat penting jika dikaji dari manfaat langsung dan manfaat tidak

langsung bagi masyarakat sekitar hutan.

Pembuatan hutan rakyat di Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang Kecamatan

Ulu Pungkut telah melewati sejarah yang cukup panjang dimulai dari tahun 1970

an dan berlangsung sampai dengan sekarang. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat

di Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang ini dimulai dengan tahap persiapan, tahap

penanaman, tahap pemeliharaan ,tahap pemanenan hasil dan yang terakhir analisa

hasil.

Adapun nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan rakyat ini

adalah Rp 32.635.000 atau berkisar 15,70% dari keseluruhan pendapatan petani

baik itu dari sektor pertanian, sektor perkebunan, dan sumber pendapatan lainnya.

Mengingat bahwa manfaat hutan rakyat sangat cukup penting bagi

masyarakat sekitar hutan dan petani pengelola hutan rakyat, untuk itu Hutan

Rakyat harus senantiasa dijaga dan dimanfaatkan secara berkesinambungan.

(6)

ABSTRACT

SYARIFULLAH UMAR LUBIS: The Economic advantage of Populance Forest Management System in around Batang Gadis National Park (Case Study in Hutarimbaru Village and Tolang Village, Ulu Pungkut District, Mandailing Natal Regency), supervised by ODING AFFANDI and BEJO SLAMET.

Forest is having a very important role for our living in directly advantages and indirectly advantages. The advantages can be felt when it gives contribution of its existancy directly and indirectly for the population around forest.

The production of populance forest in Hutarimbaru Village and Tolang Village, Ulu Pungkut District is started with some steps like preparition, planting, maintenance, harvesting until the last step is result analize.

The economic value that get from the advantages of populance forest product is Rp 32.635.000 or about 15,70% from the total of farmer income come from the section in agriculture, plantation and from others income.

Because of the advantages of populance Forest is very important for the population around forest and the farmer, so that populance forest must be in protected and useful for all the time.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Sidempuan pada tanggal 14 November 1985

dari ayah Muhammad Nasir Lubis dan ibu Rosdewi Siregar. Penulis merupakan

putra pertama dari lima bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 1, Panyabungan dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Panduan Minat

dan Prestasi (PMP). Penulis memilih program studi Manajemen Hutan,

Departemen Kehutanan.

Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan di

Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera

Utara pada tanggal 12 Juni sampai dengan 1 Juli 2006 dan melaksanakan Praktik

Kerja Lapang di PT. Suka Jaya Makmur, Kab. Ketapang, Kalimantan Barat pada

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Manfaat ekonomi sistem pengelolaan hutan rakyat di sekitar

Taman Nasional Batang Gadis (Studi Kasus: Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang,

Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal)”.

Penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada

kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik

penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak

Oding Affandi, S.Hut., MP dan Bejo Slamet, S.Hut., M.Si. selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai

masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan

penelitian, sampai pada ujian akhir.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan

pegawai di Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tidak

dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Mei 2010

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN

Konsepsi Kehutanan Masyarakat di Indonesia... 5

Hutan Rakyat ... 6

Hutan Kemasyarakatan ... 9

Perhutanan Sosial... 10

Konsepsi Hutan Rakyat dan Penyebaran Hutan Rakyat ... 10

Pola Hutan Rakyat ... 11

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 12

Kondisi Fisik Lingkungan ... 12

Topografi, Keadaan Tanah dan Iklim ... 12

Aksesibilitas ... 12

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 13

Kependudukan ... 13

Mata Pencaharian ... 13

Sarana dan Prasarana ... 13

Keadaan Umum Desa Tolang ... 14

Keadaan Umum Desa Hutarimbaru ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Objek dan Data Kegiatan ... 15

Metode Pengumpulan Data ... 15

Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Hutan Rakyat ... 19

(10)

Pola Hutan Rakyat ... 31

Pola Penggunaan Lahan ... 31

Potensi Tegakan Hutan Rakyat ... 32

Manfaat Ekonomi yang Diperoleh dari Hutan Rakyat ... 34

Penambahan Pendapatan Petani ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Pola penggunaan lahan di Desa Hutaarimbaru dan Desa Tolang,

Kecamatan Ulu Pungkut ... 32 2.Taksiran potensi tegakan tanaman hutan rakyat

pada setiap lahan responden ... 33 3. Pendapatan masyarakat rata-rata pertahun dari sumber pertanian,

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Hutan rakyat di Kecamatan Ulu Pungkut ... 19

2. Saluran pemasaran hasil hutan rakyat di Desa Hutarimbaru ... 24

3. Saluran pemasaran hasil hutan rakyat di Desa Tolang... 25

4. Tanaman kulit manis di lahan hutan rakyat ... 25

5. Jalur pemasaran kulit manis ... 26

6. Tanaman kemiri di lahan hutan rakyat ... 26

7. Jalur pemasaran kemiri... 27

8. Tanaman durian di lahan hutan rakyat ... 27

9. Jalur pemasaran buah durian ... 28

10. Jalur pemasaran coklat ... 29

11. Jalur pemasaran manggis ... 30

12. Kegiatan inventarisasi yang dilakukan di hutan rakyat Kecamatan Ulu Pungkut ………... 33

13. Persentase potensi tegakan hutan rakyat ... 34

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data pengukuran potensi plot contoh tanaman hutan rakyat ... 45

2. Sumber-sumber pendapatan petani tahun 2009-2010 di Desa Hutarimbaru dan desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut ……… 69

3. Potensi tegakan tanaman hutan rakyat pada setiap lahan ... 70

4. Data responden petani hutan rakyat ... 71

5. Peta lokasi penelitian ... 72

(14)

ABSTRAK

SYARIFULLAH UMAR LUBIS: Manfaat ekonomi sistem pengelolaan hutan

rakyat di sekitar Taman Nasional Batang Gadis (Studi Kasus: Desa Hutarimbaru

dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal),

dibimbing oleh ODING AFFANDI dan BEJO SLAMET.

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan, yaitu

berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan apabila hutan tersebut terjamin

eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Hutan Rakyat mempunyai

peranan yang sangat penting jika dikaji dari manfaat langsung dan manfaat tidak

langsung bagi masyarakat sekitar hutan.

Pembuatan hutan rakyat di Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang Kecamatan

Ulu Pungkut telah melewati sejarah yang cukup panjang dimulai dari tahun 1970

an dan berlangsung sampai dengan sekarang. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat

di Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang ini dimulai dengan tahap persiapan, tahap

penanaman, tahap pemeliharaan ,tahap pemanenan hasil dan yang terakhir analisa

hasil.

Adapun nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan rakyat ini

adalah Rp 32.635.000 atau berkisar 15,70% dari keseluruhan pendapatan petani

baik itu dari sektor pertanian, sektor perkebunan, dan sumber pendapatan lainnya.

Mengingat bahwa manfaat hutan rakyat sangat cukup penting bagi

masyarakat sekitar hutan dan petani pengelola hutan rakyat, untuk itu Hutan

Rakyat harus senantiasa dijaga dan dimanfaatkan secara berkesinambungan.

(15)

ABSTRACT

SYARIFULLAH UMAR LUBIS: The Economic advantage of Populance Forest Management System in around Batang Gadis National Park (Case Study in Hutarimbaru Village and Tolang Village, Ulu Pungkut District, Mandailing Natal Regency), supervised by ODING AFFANDI and BEJO SLAMET.

Forest is having a very important role for our living in directly advantages and indirectly advantages. The advantages can be felt when it gives contribution of its existancy directly and indirectly for the population around forest.

The production of populance forest in Hutarimbaru Village and Tolang Village, Ulu Pungkut District is started with some steps like preparition, planting, maintenance, harvesting until the last step is result analize.

The economic value that get from the advantages of populance forest product is Rp 32.635.000 or about 15,70% from the total of farmer income come from the section in agriculture, plantation and from others income.

Because of the advantages of populance Forest is very important for the population around forest and the farmer, so that populance forest must be in protected and useful for all the time.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan,yaitu

berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya,

sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan

sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber

daya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan

pembangunan nasional berkelanjutan.

Menurut Reksohadiprojo (1994), pentingnya hutan bagi kehidupan sosial

ekonomi suatu masyarakat kini dirasakan semakin meningkat, hal ini menuntut

kesadaran untuk mengelola sumber daya hutan tidak hanya dari segi finansial saja

namun diperluas menjadi pengelolaan sumber daya hutan secara utuh.

Hutan rakyat merupakan salah satu model pengelolaan sumberdaya alam

yang berdasarkan inisiatif masyarakat. Yang mana hutan rakyat ini dibangun

secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau

komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat di lihat dari adanya hutan

rakyat tradisional yang di usahakan masyarakat sendiri tanpa campur tangan

pemerintah (swadaya murni), baik berupa tanaman satu jenis (hutan rakyat mini),

maupun dengan pola tanaman campuran (agroforestri) (Awang, 2005).

Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem

(17)

seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-cirinya seperti

komposisi jenis, struktur, klas umur, dan proses-proses yang terkait, dan

umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, dan satwa liar.

Pengertian Hutan Rakyat menurut UU No. 41/1999 tentang kehutanan,

hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik.

Definisi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang

tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam

pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat

berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan

masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat).

Keberadaan hutan rakyat memberi manfaat baik secara ekologis maupun

ekonomis bagi masyarakat. Manfaat secara ekologis antara lain perbaikan tata air

Daerah Aliran Sungai (DAS), konservasi tanah dan perbaikan mutu lingkungan.

Sedangkan manfaat ekonomis dari keberadaan hutan rakyat dapat dilihat dari

peningkatan pendapatan petani dari hutan rakyat dan penyediaan kayu rakyat.

Hutan rakyat merupakan sumber bahan baku bagi industri pengolahan kayu di

wilayah tersebut (Indrawati, 2009).

Hutan rakyat di Kecamatan Ulu Pungkut lebih dominan ke dalam bentuk

hutan agraoforestri yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi

kehutanan dengan usaha tani lainnya, seperti perkebunan, pertanian, peternakan

dan lain-lain secara terpadu pada satu lokasi. Tanaman yang mendominasi di

hutan rakyat Kecamatan Ulu Pungkut adalah tanamnan perkebunan dan pertanian

dimana jenis tanaman tersebut adalah karet dan kayu manis.

(18)

Perumusan Masalah

Permasalahan yang dikemukakan disini adalah apakah pengelolaan hutan

rakyat yang dilakukan oleh para petani di Kecamatan Ulu Pungkut telah

memperhatikan aspek kelestarian hutan dan kelestarian hasil, seberapa besar

kontribusi hutan rakyat tersebut terhadap peningkatan pendapatan para petani, dan

apa saja manfaat ekonomis yang didapatkan masyarakat pada umumnya dan

petani hutan rakyat pada khususnya dengan keberadaan hutan rakyat di Dua desa

Kecamatan Ulu Pungkut. Aspek produksi , khususnya tentang sruktur tegakan dan

potensi produksi, Menurut Hardjosoediro (1980) bahwa disatu sisi struktur

tegakan kayu rakyat menunjukkan struktur hutan normal, namun disisi lain

ternyata pohon-pohon yang dijual mengalami penurunan kelas diameter. Hal ini

berarti akan mengancam kelestarian tegakan hutan rakyat dan sekaligus berarti

mengancam pula kelestarian usahanya. Aspek pengolahan dimaksud disini adalah

semua jenis tindakan yang merubah bahan baku (kayu bulat) menjadi barang

setengah jadi. Masalah terbesar saat ini adalah dilihat pada aspek pengolahan

yaitu masalah jumlah dan kontinuitas sediaan bahan baku. Sementara itu

permasalahan pada aspek pemasaran meliputi beberapa hal diantaranya : sistem

distribusi, sruktur pasar, penentuan harga, prilaku pasar, dan keragaan pasar.

Kelembagaan yang mendukung pada setiap sub sistem juga masih perlu

disempurnakan agar kinerja usaha hutan rakyat secara keseluruhan menjadi lebih

baik.

Pengusahaan hutan rakyat juga secara kumulatif menunjukkan berbagai

(19)

meletakkan posisi dan kedudukan hukum hutan rakyat ini kedalam status legal

dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, antara lain:

a. Belum semua data potensi dan kepemilikan hutan rakyat teridentifikasi

dengan baik.

b. Secara umum areal hutan rakyat belum diukur dan dipetakan sebagaimana

dilakukan terhadap hutan negara.

c. Belum diterbitkannya aturan-aturan teknis pembinaan administrasi dan tata

cara pengelolaan hutan rakyat sebagai payung untuk dipedomani secara

seragam disetiap wilayah.

d. Tidak adanya aturan hukum yang jelas tentang kepemilikan hutan rakyat

secara yuridis formal, terkait erat dengan kebijakan hukum pertanahan

yang masih terus dibebani dewasa ini.

Tujuan

Bedasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian dapat di rumuskan

sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Ulu

Pungkut Kabupaten Mandailing Natal.

2. Mengetahui potensi hutan rakyat di Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten

Mandailing Natal.

3. Mengetahui maafaat ekonomis hutan rakyat berupa tambahan pendapatan

(20)

Manfaat

1. Bagi Departemen Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal,

bahwa hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alat kontrol dan

masukan atas dampak yang terjadi dengan adanya kegiatan pengelolaan hutan

rakyat.

2. Untuk memperkaya dan melengkapi kajian tentang kegiatan pengelolaan

hutan rakyat dalam hubungannya dengan pemberdayaan masyarakat dan

perubahan pendapatan masyarakat yang bersangkutan.

3. Sebagai bahan informasi bagi instansi-instansi terkait serta pihak lainnya

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan

Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan

peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber daya alam yang banyak berpengaruh

terhadap kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang Kehutanan No.41 tahun

1999 tentang kehutanan menyatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan

ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan

yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Awang,2002).

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya

baik segi ekonomi maupun segi sosial yang sangat penting bagi kehidupan yaitu

berupa manfaat langsung yang di rasakan dan manfaat tidak langsung. Manfaat

hutan tersebut dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat

berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, dan social dari hutan

akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumberdaya alam berupa

hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional

berkelanjutan. (Zain, 1998).

Konsepsi kehutanan masyarakat di Indonesia

Konsepsi kehutanan masyarakat (community forestry) sebenarnya relatif

baru karena community forestry (CF) muncul sebagai tanggapan dari kegagalan

(22)

terlibat dalam inisiatif industrialisasi kehutanan. Orang itu bernama Jack Westoby

(Munggoro, 1998). Ia kemudian tercatat sebagai salah seorang yang banyak

terlibat dalam gagasan tema pokok Kongres Kehutanan Dunia VIII yang

diselenggarakan pada tahun 1978 di Jakarta : Forest for People. Kristalisasi

pikiran-pikirannya tentang CF ini kemudian banyak dipublikasikan FAO. Dan

kemudian pada tahun 1983, secara resmi FAO mendefinisikan CF sebagai :

“konsep radikal kehutanan yang berintikan partisipasi rakyat, artinya rakyat

diberi wewenang merencanakan dan memutuskan sendiri apa yang mereka kehendaki”. Hal ini berarti memfasilitasi mereka dengan saran dan masukan yang

diperlukan untuk menumbuhkan bibit, menanam, mengelola dan melindungi

sumber daya hutan milik mereka dan memperoleh keuntungan maksimal dari

sumber daya itu dan memanennya secara maksimum. CF didedikasikan sebagai

gagasan untuk meningkatkan keuntungan langsung sumber daya hutan kepada

masyarakat pedesaan yang miskin (Awang, dkk, 2001).

Beberapa tahun terakhir ini, konsepsi kehutanan masyarakat (CF) sering

dikonfrontasikan dengan konsep perhutanan sosial yang merupakan terjemahan

dari social forestry (SF). Konsepsi SF lebih dikonotasikan sebagai bentuk

pengusahaan kehutanan yang dimodifikasi supaya keuntungan yang diperoleh dari

pembalakan kayu didistribusikan kepada masyarakat lokal. Dan kemudian di

Indonesia Perum Perhutani sebagai salah satu pelopor SF di Indonesia

mendefinisikan bahwa SF adalah : “Suatu sistem dimana masyarakat lokal

berpartisipasi dalam manajemen hutan dengan tekanan pada pembuatan hutan

(23)

meningkatkan fungsi hutan, dan pada saat yang bersamaan meningkatkan

kesejahteraan sosial (Awang, dkk, 2001).

Hutan Rakyat

Secara formal ditegaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibangun

di atas lahan milik. Pengertian semacam itu kurang mempertimbangkan

kemungkinan adanya hutan di atas tanah milik yang tidak dikelola rakyat,

melainkan oleh perusahaan swasta. Penekanan pada kata ‘rakyat’ kiranya lebuh

ditujukan kepada pengelola yaitu ‘rakyat kebanyakan’, bukan pada status pemilik

tanhnya. Dengan menekankan pada kata ‘rakyat’ membuka peluang bagi rakyat

sekitar hutan untuk mengelola hutan di lahan negara. Apabila istilah hutan rakyat

yang berlaku saat ini akan dibakukan, maka diperlukan penegasan kebijakan yang

menutup peluang perusahaan swasta (menengah dan dasar) menguasai tanah milik

untuk mengusahakan hutan (Suharjito dan Darusman, 1998). Hardjosoediro

(1980) menyebutkan hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada

di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, hutan

yang dimiliki oleh rakyat. Proses terjadinya hutan rakyat bisa dibuat oleh

manusia, bisa juga terjadi secara alami, tetapi proses hutan rakyat terjadi

adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah-tanah kritis. Jadi hutan

rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik rakyat, dengan jenis tanaman

kayu-kayuan, yang pengelolaanya dilakukan oleh pemiliknya atau oleh suatu

badan usaha, dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang telah

(24)

Banyak sudut pandang yang dapat digunakan untuk mengenal dan

mengerti hutan rakyat. Sudut pandang yang sering digunakan adalah sudut

pragmatisme, geografis, dan sistem tenurial (kepemilikan). Pandangan

pragmatisme melihat hutan yang dikelola rakyat hanya dari pertimbangan

kepentingan pemerintah saja. Semua pohon-pohonan atau tanaman keras yang

tumbuh di luar kawasan hutan negara langsung diklaim sebagai hutan rakyat.

Pandangan geografis menggambarkan aneka ragam bentuk dan pola serta sistem

hutan rakyat tersebut, berbeda satu sama lain tergantung letak geografis, ada yang

di dataran rendah, medium, dan dataran tinggi, dan jenis penyusunnya berbeda

menurut tempat tumbuh, dan sesuai dengan keadaan iklim mikro. Pandangan

sistem tenurial berkaitan dengan status misalnya statusnya hutan negara yang

dikelola masyarakat, hutan adat, hutan keluarga, dan lain-lain (Awang, dkk, 2001).

Istilah hutan rakyat sudah lebih lama digunakan dalam program-program

pembangunan kehutanan dan disebut dalam Undang-Undang Pokok Kehutanan

(UUPK) tahun 1967 dengan terminologi ‘hutan milik”. Di Jawa, hutan rakyat

dikembangkan pada tahun 1930-an oleh pemerintah kolonial. Setelah merdeka,

pemerintah Indonesia melanjutkan pada tahun 1952 melalui gerakan “Karang

Kitri”. Secara nasional, pengembangan hutan rakyat selanjutnya berada di bawah

payung program penghijauan yang diselenggarakan pada tahun 1960-an dimana

Pekan Raya Penghijauan I diadakan pada tahun 1961. Sampai saat ini hutan rakyat

telah diusahakan di tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat). Di

dalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka

ragam. Untuk hasil kayu misalnya, sengon (Paraserianthes falcataria), jati

(25)

sebagainya. Sedang yang hasil utamanya getah antara lain kemenyan (Styrax

benzoin), damar (Shorea javanica). Sementara itu yang hasil utamanya berupa

buah antara lain kemiri, durian, kelapa dan bambu (Suharjito dan Darusman,

1998).

Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 menyebutkan bahwa

hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya

alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alamlingkungannya,

yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Menurut statusnya (sesuai

dengan Undang-Undang Kehutanan), hutan dapat dibagi 2 kelompok besar, yaitu:

1. Hutan Negara, hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas

tanah

2. Hutan hak adalah hutan yang dibebani hak atas tanah yang biasanya disebut

sebagai hutan rakyat (Koesmono S, 2000).

Dari materi dan penjelasan Pasal 2 Undang-undang Pokok Kehutanan,

unsur-unsur hutan rakyat dicirikan antara lain:

a. Hutan yang diusahakan sendiri, bersam orang lain atau badan hukum.

b. Berada diatas tanah milik atau hak lain berdasarkan aturan

perundang-undangan.

c. Dapat dimiliki berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan.

Sebagian besar penulis artikel dan peneliti tentang hutan rakyat sepakat

bahwa secara fisik hutan rakyat itu tumbuh dan berkembang di atas lahan milik

pribadi, dikelola dan dimanfaatkan oleh keluarga, untuk meningkatkan kualitas

(26)

lingkungan. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari

tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan usaha tani semusim,

peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam. Bentuk dan pola hutan rakyat di

Indonesia sebagai inisiatif masyarakat adalah antara lain : hutan rakyat sengon,

hutan rakyat jati, hutan rakyat campuran, hutan rakyat suren di Bukit Tinggi

(disebut Parak), dan hutan adat campuran (Awang, 2001).

Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah lahan milik dengan kriteria :

(Jaffar, 1993) :

1. areal kritis dengan keadaan lapangan berjurang dan bertebing yang

mempunyai kelerengan lebih dari 30%;

2. areal kritis yang telah diterlantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan

pertanian tanaman pangan semusim;

3. areal kritis yang karena pertimbangan-pertimbangan khusus seperti untuk

perlindungan mata air dan bangunan pengairan perlu dijadikan areal tertutup

dengan tanaman tahunan;

4. lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan

bila dijadikan hutan rakyat daripada untuk tanaman semusim.

Sedangkan tujuan pembangunan hutan rakyat adalah (Jaffar, 1993) :

1. meningkatkan poduktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara

optimal dan lestarai;

2. membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat;

3. membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku

(27)

4. menigkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaigus meningkatkan

kesejahteraannya;

5. memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang

berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS.

Pengelompkan jenis-jenis tanaman di suatu hamparan lahan ditentukn oleh

kemampuan jenis tersebut untuk berasosiasi dengan jenis lainnya. Perubahan

komposisi jenis dalam suatu hamparan lahan tergantung pada kompetisi diantara

jenis-jenis yang ada perbedaan kemampuan jenis-jenis untuk berkembang

menjadi pohon yang masak pada keadaan tertentu (Brower dan Zar, 1977).

Hutan Kemasyarakatan

Istilah hutan kemasyarakatan mulai diperbincangkan dalam seminar

PERSAKI pada tahun 1985 dan pola pengembangannya dijabarkan oleh

Direktorat Penghijauan dan Pengendalian Perladangan tahun 1986. Hutan

kemasyarakatan mulai dikembangkan dalam Repelita Kelima (1989/1990 s/d

1993/1994). Dalam dokumen Repelita Kelima disebutkan bahwa untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu diusahkan agar kawasan hutan

mampu memberikan manfaat kepada masyarakat sekitarnya dalam jumlah yang

lebih banyak dan mutu yang lebih baik melalui hutan kemasyarakatan atau hutan

sosial yang dikembangkan di sekitar desa-desa dan dikelola oleh organisasi sosial

(28)

Perhutanan sosial

Istilah perhutanan sosial pertama kali digunakan dalam penyelenggaraan

program oleh Perum Pehutani di Jawa pada tahun 1986 dan proyek percontohan

oleh Kantor Wilayah Departemen Kehutanan, yaitu di Belangian, Kalaan dan

Selaru Kalimantan Selatan; Enggelam dan Karya Baru Kalimantan Timur,

Dormena, Ormu, dan Parieri Irian Jaya. Semua kegiatan tersebut memperoleh

dukungan dari The Ford Foundation. Pengembangannya oleh Perum Perhutani di

Jawa merupakan penyempurnaan program-program prosperity approach, yaitu

intensifikasi tumpangsari dan PMDH (Pembangunan Masyarakat Desa Hutan).

Pada awal perkembangannya oleh Perhutani kegiatan Perhutanan Sosial meliputi

kegiatan di dalam kawasan hutan yaitu pengembangan agroforestry dan diluar

kawasan hutan yaitu kegiatan pengembangan Kelompok Tani Hutan (KTH) dan

berbagai usaha produktif seperti perdagangan, industri rumah tangga dan

peternakan. Pengembangan agroforestry merupakan pengembangan pola-pola

tanam yang lebih intensif sehingga masyarakat bisa memperoleh manfaat lebih

besar. Upaya yang dilakukan antara lain dengan melebarkan jarak tanam dan

mengembangkan tanaman buah-buahan tahunan seperti srikaya, mangga, jambu,

apokat, di samping tanaman pangan yang sudah biasa ditanam dalam program

tumpangsari (Awang dkk, 2001).

Konsepsi Hutan Rakyat dan Penyebaran Hutan Rakyat

Istilah ‘Hutan Rakyat’ merupakan fenomena yang relative baru untuk

Indonesia. Oleh karena itu dalam UUPK No.5 Tahun 1967 tentang Ketentuan

(29)

proporsional. Di dalam undang-undang tersebut istilah yang digunakan adalah

hutan milik, yaitu lahan milik rakyat yang ditanami dengan pepohonan (Simon,

1998). Sementara itu Departemen Kehutanan mendefinisikan bahwa hutan rakyat

adalah Suatu lapangan di luar hutan Negara yang didominasi oleh

pohon-pohonan, sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan

hidup alam hayati beserta lingkungannya (Dephutbun, 1998).

Definisi ini sesungguhnya hanyalah untuk membedakan hutan yang

tumbuh di lahan negara dan lahan milik rakyat. Sedangkan menurut Kamus

Kehutanan (1990), hutan rakyat adalah Lahan milik rakyat atau milik adat atau

ulayat yang secara terus menerus diusahakan untuk usaha perhutanan yaitu jenis

kayu-kayuan, baik tumbuh secara alami maupun hasil tanaman.

Pola Hutan Rakyat

Berdasarkan kepemilikan jenis lahan, usahatani yang dilakukan oleh petani

hutan rakyat secara fisik memiliki pola tanam yang sangat beragam. Akan tetapi

sebagian besar hutan rakyat pada umumnya menggunakan pola tanam campuran

(wanatani), yatu campuran tanaman pangan dengan tanaman kayu-kayuan.

Menurut Munawar (1986 dalam Awang, 2001), Berdasarkan pola tanam, hutan

rakyat diklasifikasikam menjadi 3 macam yaitu :

a. penanaman di sepanjang batas milik

b. penanaman pohon di teras bangku

(30)

Pola-pola tersebut secara arif dikembangkan masyarakat sesuai dengan

tingkat kesuburan lahan dan ketersedian tenaga kerja. Tujuan pengembangan pola

seperti yang telah di sebutkan diatas adalah dalam rangka meningkatkan produksi

lahan secara optimal, baik di lihat dari nilai ekologi maupun ekonomi. Sementara

itu berdasarkan Rencana Pengembangan Hutan Rakyat yang disusun oleh Kanwil

Daerah Istimewa Yogyakarta, pla-pola hutan rakyat meliputi kayu-kayuan,

buah-buahan, HMT (Hijauan Makanan Ternak) dan campuran, kebun, pangan, dan

(31)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai

dengan Januari 2010 di Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal,

Provinsi Sumatera Utara.

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Keadaan fisik lingkungan

Kecamatan Ulu Pungkut terletak di Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi

Sumatera Utara yang tediri dari 1 Kelurahan dan 12 Desa, dengan luas 29,519 ha.

Secara geografis Kecamatan Ulu Pungkut ini berbatasan dengan :

Sebelah Timur : Kecamatan Muara Sipongi

Sebelah Barat : Kecamatan Kotanopan, Prov.Sumatera Barat

Sebelah Utara : Kecamatan Kotanopan

Sebelah Selatan : Prov.Sumatera Barat

Topografi, Keadaan Tanah dan Iklim

Kecamatan Ulu Pungkut berada pada ketinggian 600 - 800 mdpl, dengan

topografi berbukit sampai dengan pegunungan. Pada umumnya tanah di daerah ini

dikategorikan subur sampai sedang. Iklim di daerah ini dikategorikan sebagai

(32)

Aksesibilitas

Kecamatan ulu Pungkut bisa dicapai dengan menggunakan mobil ataupun

kendaraan bermotor. Jarak Kecamatan Ulu Pungkut dengan Kota Panyabungan

ibu kota Kabupaten Mandailing Natal ± 68 km.

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Ulu Pungkut adalah sebanyak 5.606 jiwa, yang

terdiri dari laki-laki 2.706 jiwa dan Perempuan 2.900 jiwa, dengan jumlah kepala

keluarga (KK) sebanyak 1.165 KK, dengan kriteria dari 0 sampai dengan 9 tahun

sebanyak 1.773 orang, 10 sampai dengan 29 tahun sebanyak 2.238 orang, 30

sampai dengan 49 tahun sebanyak 1.085 orang, 50 sampai dengan 74 tahun

sebanyak 485 orang, 75 tahun keatas ada sebanyak 26 orang. Suku yang ada di

dalam Kecamatan Ulu Pungkut mayoritas adalah Suku Batak Mandailing.

Mata pencaharian

Sebagian besar penduduk di Kecamatan Ulu Pungkut, mata

pencahariannya hidup sebagai petani yang memanfaatkan lahan kosong, untuk

dijadikan ladang ataupun sawah darat, hanya sebagian kecil saja yang bermata

pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pengusaha ataupun wiraswasta.

Sarana dan prasarana

Beberapa sarana dan prasarana umum yang terdapat di Kecamatan Ulu

(33)

perbaikan, di mana peranannya sangat penting bagi kelancaran perekonomian

masyarakat Kecamatan Ulu Pungkut. Sarana jalan ini digunakan untuk

mengangkut hasil-hasil pertanian dan perkebunan penduduk. Sarana lain seperti

sarana pendidikan, sarana ibadah, sarana kesehatan dan pasar.

Kecamatan Ulu Pungkut juga mempunyai sarana ibadah seperti masjid,

sedangkan sarana pendidikan yang tersedia berupa sekolah dasar dan pendidikan

tingkat SLTP. Untuk sarana pendidikan tingkat SLTA, bank, kantor pos, jasa

telekomunikasi belum ada tapi tersedia di kecamatan sebelahnya yaitu Kecamatan

Kotanopan, Kecamatan Ulu Pungkut merupakan pemekaran dari kecamatan

Kotanopan. Kecamatan Ulu Pungkut juga sudah dimasuki jaringan listrik dari

perusahaan listrik negara.

Keadaan umum Desa Tolang

Desa tolang merupakan salah satu desa yang masuk ke dalam wilayah

Kecamatan Ulu Pungkut. Luas Desa Tolang adalah 3.052,80 ha atau seluas

10,34% dari total luas kecamatan. Desa ini merupakan desa yang berada di

punggung bukit dengan batas-batas yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa

Hutarimbaru, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Patahajang, sebelah barat

berbatasan dengan Desa Simpang Duhu Lombang dan sebelah timur berbatasan

dengan Kecamatan Kotanopan. Jenis tanaman yang banyak dijumpai di desa ini

adalah karet, kulit manis dan coklat. Jumlah total penduduk Desa Tolang adalah

944 jiwa dengan jumlah pria sebanyak 454 jiwa dan wanita 490 jiwa, dengan

kritera penduduk berumah tangga 189 jiwa dengan rata-rata jumlah anggota

(34)

Keadaan umum Desa Hutarimbaru

Desa Hutarimbaru merupakan salah satu desa yang masuk ke dalam

wilayah Kecamatan Ulu Pungkut. Luas Desa Hutarimbaru adalah 656,57 ha atau

seluas 2,22% dari total kecamatan. Desa ini merupakan desa yang berada di lereng

atau punggung bukit dengan batas-batas yaitu sebelah utara berbatasan dengan

Kecamatan Kotanopan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tolang, sebelah

barat berbatasan dengan Desa Simpang Duhu Lombang dan sebelah timur

berbatasan dengan Kecamatan Kotanopan. Jenis tanaman yang banyak dijumpai

di desa ini adalah karet dan kulit manis. Jumlah total penduduk Desa Hutarimbaru

adalah 202 jiwa dengan jumlah pria sebanyak 99 jiwa dan wanita 103 jiwa,

dengan kritera penduduk berumah tangga 51 jiwa dan rata-rata jumlah anggota

rumah tangga 4 orang.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Peta wilayah kabupaten dan data kabupaten/kecamatan dalam angka.

2. Kuesioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun primer.

3. Laporan – laporan hasil penelitian (individu dan lembaga) terdahulu dan

berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi

pengamatan langsung di lapangan.

4. Kamera untuk dokumentasi dan visualisasi obyek kegiatan guna kelengkapan

(35)

5. Alat inventarisasi hutan (pita ukur, tambang, alat pengukur tinggi pohon, dan

tally sheet).

Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data

Sampel desa

Pendekatan yang digunakan dalam menentukan lokasi penelitian adalah

metode purposive sampling (penarikan contoh secara bertujuan) yaitu disesuaikan

dengan keperluan dan tujuan penelitian, yang mana dalam hal ini desa yang

diambil adalah Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut,

Kabupaten Mandailing Natal. Dasar pemilihan ke dua desa ini yaitu berdasarkan

hasil survei yang telah dilakukan. Di mana, di Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang

terdapat hutan rakyat yang masih dikelola oleh masyarakat, sedangkan di desa

yang lain hanya ada perkebunan dan pertanian.

Responden

Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 9 KK

karena dari hasil penelitian yang dilakukan di lokasi hanya terdapat 9 KK yang

mempunyai hutan rakyat.

Teknik dan tahapan pengambilan data

Pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan sebagai berikut :

a. Identifikasi jenis dan inventarisasi tanaman hutan yang dibudidayakan

(36)

b. Melakukan observasi dan analisis pengelolaan tanaman hutan rakyat yang

ada di lapangan untuk memperoleh informasi mengenai proses

pengelolaannya.

c. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuesioner terhadap para

pelaku (aktor utama) yang mewakili dan para pihak pemangku

kepentingan dalam pengelolaan tanaman hutan rakyat.

d. Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder selanjutnya diedit dan

ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan

analisis data. Data primer yang bersifat kualitatif dianalisis secara

deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta dilakukan analisis para

pihak untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan

hutan rakyat. Sedangkan data yang bersifat kuantitatif diolah secara

tabulasi.

Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan

dengan wawancara dan pengukuran langsung di lapangan. Informasi yang

diperoleh dari setiap responden meliputi :

a. Identifikasi diri responden.

b. Luas lahan yang digunakan untuk tanaman hutan rakyat.

c. Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan tanaman hutan rakyat atau

teknis budidayanya (penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan

pemanenan) serta waktu kegiatan tersebut dilakukan.

d. Kebutuhan input untuk kegiatan budidaya hutan rakyat dan harga input yang

(37)

e. Metode penjualan hasil kayu yang dilakukan petani dan harga jualnya.

f. Potensi tanaman hutan rakyat yang dibudidayakan yang meliputi jenis,

sebaran diameter, tinggi pohon, luas bidang dasar, dan volume tegakan.

Analisis Data

Potensi tanaman hutan rakyat

Data potensi tegakan diukur dengan membuat 3 petak ukur contoh berbentuk

lingkaran dengan luas 0,1ha dan jari-jari 17,8meter pada masing-masing lahan

responden. Lalu dihitung jumlah pohon yang ada dalam plot dan diukur diameter

setinggi dada dan tinggi bebas cabang pohonnya. Alat yang digunakan adalah pita

ukur, christenmeter, tali rafia dan galah. Penaksiran potensi kayu tanaman hutan

rakyat dimulai dengan perhitungan potensi tanaman hutan rakyat yang dimiliki

oleh setiap responden pada desa kajian. Data hasil inventarisasi kayu yang

ditanam kemudian dapat dihitung parameter-parameter tegakannya yang meliputi

jenis pohon, jumlah pohon, luas bidang dasar (lbds), dan volume per satuan luas.

Lbds dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Lbds = 0,25 x π x Di2

Dimana :

Lbds : luas bidang dasar tegakan (m2)

Di : diameter batang (tinggi pengukuran 1,3 m) untuk pohon jenis i (m)

(38)

Penghitungan volume tegakan berdiri tanaman hutan rakyat dapat dihitung

dengan rumus berikut:

Vi = Lbds x ti x fi

Dimana :

Vi : Volume pohon jenis i (m3)

ti : Tinggi total pohon jenis i (m)

fi : Bilangan bentuk pohon i (jati : 0,6 dan jenis lainnya : 0,7)

Data yang diperoleh disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi dan grafik.

Analisa data dilakukan secara deskriptif berdasarkan tabulasi dan grafik yang

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan Hutan Rakyat

Pembuatan hutan rakyat di Kecamatan Ulu Pungkut ini telah melewati

sejarah yang cukup panjang dimulai dari tahun 1970-an dan berlangsung sampai

dengan sekarang. Penanaman di lahan kritis yang merupakan cikal bakal hutan

rakyat yang ada sekarang ini pertama kali dirintis oleh para orang tua terdahulu

yang punya kesepakatan untuk menanami lahan dari warisan leluhur mereka

secara turun temurun. Juga hutan rakyat yang ditanami nanti dapat meningkatkan

produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman hutan rakyat.

Gambar 1. Hutan Rakyat di Kecamatan Ulu Pungkut.

Pengelolaan hutan rakyat yang ada di Kecamatan Ulu Pungkut ini tidak

mengenal sistem silvikultur yang intensif. Pada umumnya masyarakat ataupun

petani hutan rakyat ini mengelola hutannya secara sederhana, tidak menggunakan

sistem teknologi, tapi sudah turun temurun dari cara leluhur yang dahulu. Namun

(40)

sistem silvikultur pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Ulu Pungkut ini

dikategorikan dalam sistem tebang pilih dengan permudaan alam (TPPA). Sistem

silvikultur tebang pilih dengan permudaan alam dilakukan pada areal hutan rakyat

campuran dan wanatani. Sejumlah pohon tertentu yang dianggap sudah cukup

umur ditebang dan sebagai pohon penggantinya adalah anakan yang tumbuh

alami. Dimana petani hutan rakyat akan menebang bila tanaman benar-benar telah

siap tebang dengan beberapa kriteria (tebang pilih) yaitu batangnya telah cukup

untuk membuat tiang rumah atau diperkirakan berdiameter sekitar 30 cm dan

petani menebang jika benar-benar membutuhkan. Setelah menebang, petani tidak

menanami areal bekas tebangan, cukup mengandalkan permudaan alam yang

memang jumlahnya cukup berlimpah, sehingga tidak membuat bibit tanaman

buatan.

Kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Ulu Pungkut dimulai

dengan kegiatan persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan

pemasaran.

1. Persiapan lahan

Sebelum penanaman dilakukan, pemilik lahan terlebih dahulu melakukan

persiapan lahan di lokasi penanaman diantaranya pembuatan larikan, kemudian

pembuatan piringan tanaman dengan diameter 1 meter. Setelah itu dilakukan

pembuatan lubang tanaman, lalu dibiarkan selama 1-2 minggu dengan tujuan

supaya tanahnya gembur, selain itu ada sebagian masyarakat khususnya pemilik

hutan rakyat yang tidak melakukan kegiatan tersebut melainkan langsung

melakukan kegiatan penanaman. Untuk kegiatan persiapan lahan ini,

(41)

2. Penanaman

Penanaman merupakan faktor penting dalam pembuatan hutan rakyat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain memilih jenis tanaman yang dapat

menghasilkan kayu produktif, kesesuaian agroklimat, pemintaan pasar serta

bersifat menguntungkan. Beberapa jenis tanaman yang dipilih dalam pengelolaan

hutan rakyat ini yakni kemiri dan jati. Namun, dalam pengelolaan hutan rakyat ini

juga dilakukan pengkombinasian dengan tanaman pertanian dan perkebunan

sebagai tanaman penyela. Jenis tanaman penyela ini antara lain; kulit manis, karet,

langsat, nangka , rambutan, manggis, kueni, durian, pinang dan coklat.

Penanaman dilakukan ke dalam lubang-lubang yang telah dibuat dengan

jarak tanam yang bervariasi sesuai dengan jenis dan peruntukan tanaman. Jenis

tanaman yang dijumpai adalah jenis jati, yang pada umunya menggunakan jarak

tanam 5 x 5 meter. Teknik penanaman jati dapat dilaksanakan dengan cara

bumbung. Dimana pada waktu menanam hendaknya bumbung dilepas/disobek

supaya tidak mengganggu pertumbuhan selanjutnya.

3. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi :

a. Penyiangan, pendangiran, dan pemangkasan.

Kegiatan penyiangan, pendangiran dan pemangkasan dilakukan para

pemilik lahan secara perseorangan pada lahan mereka masing-masing. Pada

kegiatan penyiangan dan pendangiran ini, para pemilik lahan mengeluarkan biaya

(42)

b.Pemberantasan hama penyakit

Kegiatan pemberantasan hama dilakukan pada saat tanaman tersebut

mengalami serangan hama atau penyakit. Pemberantasan ini dilakukan oleh

pemilik lahan dengan cara tersendiri dan menurut pengelola lahan lebih praktis

agar pertumbuhan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Cara mengatasi hama dan

penyakit adalah dengan melakukan penyemprotan pestisida pada bagian batang

tanaman yang mengalami sakit untuk mengatasi terjadinya kerusakan pada

tanaman tersebut. Hal ini dilakukan agar mutu dan kualitas serta harga jual kayu

tersebut tidak berkurang. Karena semakin baik kualitas kayu maka semakin tinggi

nilai jualnya.

4. Pemanenan

Para pemilik maupun sekaligus pengelola hutan rakyat akan memanen atau

menjual kayu tersebut di lahan miliknya masing-masing disaat mereka memang

benar-benar membutuhkannya (untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak).

Salah satu kebutuhan yang mendesak itu adalah keperluan sehari-hari dan untuk

biaya pendidikan/sekolah anak-anaknya.

Sistem penebangan dilakukan dengan sistem tebang pilih. Biasanya petani

menjual kayu langsung kepada pembeli (pengusaha) dalam keadaan pohon berdiri

dan diborongkan. Pemanenan kayu gelondongan ini biasanya dilakukan oleh

pembeli, karena mereka telah mempunyai modal dan peralatan yang lebih

memadai seperti gergaji mesin (chain saw) dan sarana pengangkutan. Untuk biaya

penebangan sampai pengangkutan ini ditanggung oleh pembeli atau pemborong.

Sementara pembeli kayu menerima hasil bersih penjualan tanpa mengeluarkan

(43)

5. Pemasaran

a. Tanaman Kehutanan

Pemasaran kayu dilakukan oleh petani biasanya dalam bentuk pohon

berdiri dan bukan dalam volume kayu yang rebah. Kayu yang dijual oleh

masyarakat/pemilik hutan rakyat di dua desa di kecamatan Ulu Pungkut, biasanya

melalui agen kayu yang datang dan berminat membeli kayu kepada si pemilik

kayu. Kemudian agen kayu akan memperkirakan berapa kira–kira kubikasi kayu

yang dapat dihasilkan dari kayu tersebut, biasanya agen kayu hanya melakukan

taksiran saja atas kayu yang akan dibeli ataupun diborongkan. Pembeli kayu atau

agen kayu akan membeli kayu tersebut dalam keadaan pohon berdiri lalu dihitung

jumlahnya dan dikalikan dengan harga per pohonnya sesuai dengan kesepakatan

antara pembeli dan pemilik. Kemudian transaksipun dilakukan antara pembeli

kayu dengan pemilik kayu. Cara penjualan seperti ini banyak dilakukan petani

hutan rakyat karena keuntungannya dianggap mudah dan praktis, sehingga tidak

menyusahkan petani dalam menghitung kubikasi, volume ataupun diameter kayu

tersebut. Setelah adanya kesepakatan antara agen dan pemilik kayu, maka

pemanenan pun segera dilaksanakan. Petani hutan rakyat hanya tinggal terima

bersih, yang berarti si pembeli yang mengurus semua kegiatan operasional dan

mengeluarkan biaya yang diperlukan.

Pengusaha kayu rakyat menjual kayu dari hasil hutan rakyat ke panglong

(usaha dagang kayu) maupun industri pengolahan kayu skala kecil dan menengah,

seperti dalam industri kayu gergajian, industri meubel lokal, dan lain-lain.

Kayu dari hutan rakyat diolah untuk berbagai kegunaan seperti bahan

(44)

Harga kayu yang dijual oleh pengusaha kayu rakyat di pabrik/industri pengolahan

kayu adalah Rp 850.000 per meter kubik. Industri kayu gergajian misalnya, akan

mengolah kayu itu menjadi menjadi kayu–kayu gergajian, kemudian kayu-kayu

gergajian ini akan dibeli oleh industri–industri meubel lokal sebagai bahan baku.

Tata niaga hasil hutan rakyat di dua desa Kecamatan Ulu Pungkut dapat digambarkan melalui ilustrasi Gambar 2 dan 3.

(45)

b. Tanaman Pertanian

1) Kulit Manis (Cinnamomum javanicum)

Gambar 4. Tanaman Kulit Manis di Lahan Hutan rakyat

Kulit manis yang dijual merupakan kulit manis yang sudah dikeringkan.

Pengeringan dilakukan dengan menjemur di halaman rumah. Kulit manis kering

dijual petani ke pedagang pengumpul di desa. Kulit manis kering biasa dijual

petani dengan harga Rp 4.500 per kg, dan biasanya petani mengemasnya dalam

bentuk ikatan. Untuk lebih jelas jalur pemasaran kulit manis disajikan pada

Gambar 5.

Gambar 5. Tata niaga kulit manis Petani kulit

manis

Pedagang pengumpul

di desa

Pedagang pengumpul di

kecamatan

(46)

2) Kemiri (Aleurites moluccana)

Gambar 6. Tanaman Kemiri di Lahan Hutan rakyat

Sistem pemasaran kemiri oleh petani sama dengan kulit manis. Petani

menjual kemiri kepada pedagang pengumpul (penadah). Sebagian petani ada

yang menjual kemiri tersebut dengan ampasnya tanpa di buka dan biasanya

dengan harga Rp 2.500 /kg dan ada juga sebagian petani yang menjual kemiri

setelah di keringkan dengan membuka ampasnya dengan harga harga Rp.8000

/kg. Untuk lebih jelas jalur pemasaran kulit manis disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Tata niaga kulit manis

Petani Kemiri Pedagang

pengumpul di desa

Pedagang pengumpul tingkat Kecamatan

(47)

3) Durian (Durio zhibetinus)

Gambar 8. Tanaman Durian di Lahan Hutan rakyat

Tata niaga Pemasaran durian tidak terlalu rumit, durian yang telah jatuh

kemudian dikumpulkan oleh petani pada pondok-pondok kecil di lahan tersebut.

Hasil yang terkumpul kemudian dijual pada pedagang pengumpul atau ada juga

yang dibeli langsung oleh konsumen. Durian dijual dengan harga Rp. 2.500,-

sampai Rp. 7.000,- per buah. Pembeli secara langsung menyediakan alat angkut

untuk membawa durian. Durian selain dijual juga dikonsumsi oleh masyarakat

sendiri. Jalur pemasaran buah durian disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Tata niaga buah durian

Petani durian Pedagang

pungumpul

Konsumen

(48)

4) Coklat (Theobrema cacao)

Coklat yang dijual merupakan coklat yang sudah dikeringkan. Pengeringan

dilakukan dengan menjemur di halaman rumah. Harga coklat yang dijual ke pasar

sekitar Rp 20.000/kg. Pemasaran coklat kering ada dua bagian, pertama petani

yang langsung menjual ke pasar sedangkan yang kedua dijual kepada pedagang

pengumpul yang membeli coklat kepada petani. Pada pemasaran coklat, jika

rantai pemasaran diperpendek harga jual coklat hanya naik Rp 1000/kg.

Hasil wawancara dengan responden (pemilik atau pengelola lahan), volume

maksimal dari tanaman coklat yang diperoleh petani setiap kali panen adalah 30

sampai 50 kg. Sehingga ketika petani yang memasarkan sendiri, hasilnya juga

tidak terlalu jauh perbedaannya dengan menjual kepada pedagang pengumpul.

Resiko yang dimiliki petani cukup besar karena menjual sendiri, hal ini

dikarenakan keterbatasan waktu untuk bahan mentah dan secara kuantitas juga

hasilnya tidak begitu besar, sehingga kebanyakan petani memutuskan untuk

menjual pada pedagang pengumpul. Untuk mengetahui tata niaga coklat

selengkapnya disajikan pada Gambar 10.

(49)

5) Manggis (Garcinia mangostana)

Pemasaran manggis tidak terlalu rumit, pada setiap panen biasanya

penadah (pengumpul) membeli manggis langsung ke petani dengan sistem

borongan, dan harganya tergantung dari jumlah manggis per pohon. Kemudian

penadah yang nantinya menjual langsung ke pasar. Harga manggis yang dibeli

penadah biasanya berkisar Rp 300/buah. Tata niaga manggis dapat kita lihat pada

Gambar 11.

Gambar 11. Tata niaga manggis

6) Pinang (Areca catechu)

Pemasaran pinang memiliki jalur yang sama dengan coklat dan pisang,

Harga pinang ditingkat pengumpul lebih rendah dibandingkan bila pinang dijual

sendiri ke pasar. Jika dijual pada pedagang harganya Rp 3.000/kg. Sementara di

pasar harganya mencapai Rp 5.000/kg.

a. Tanaman Perkebunan

Karet

Hasil dari komoditas karet yang dijual berupa getah yang sudah padat atau

menggumpal. Harga getah karet di pasar mencapai Rp 8.500/kg. Pemasaran karet

sama dengan pemasaran coklat, pertama petani yang langsung menjual ke pasar.

Pengangkutan karet dikenakan biaya dengan harga berkisar rata-rata

Rp 1.500/ember. Sedangkan yang kedua dijual kepada pedagang pengumpul yang

membeli getah karet kepada petani. Harga jual di pasaran adalah Rp 9.000/kg. Petani

manggis

Pedagang pengumpul

(50)

Karakteristik Hutan Rakyat

Pola hutan rakyat

Berdasarkan Kepemilikan jenis lahan, usahatani yang dilakukan oleh

petani hutan rakyat secara fisik memiliki pola tanam yang sangat beragam. Hutan

rakyat pada umumnya menggunakan pola tanam campuran (wanatani), yaitu

campuran tanaman pangan dengan tanaman kayu-kayuan. Pola tanam campuran

merupakan hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohon yang

ditanam secara campuran, dimana pola pengelolaannya berdasarkan inisiatif/pola

pikir masyarakat selaku pemilik lahan tanpa ada bantuan dari pemerintah (Pola

Swadaya).

Pola subsidi tidak ditemukan di lokasi penelitian. Pola ini dilakukan pada

saat melakukan program penghijauan dari pemerintah dijalankan. Pola subsidi ini

pengelolaannya mengupayakan bantuan dari pemerintah berupa bibit dan pupuk

akan tetapi dikelola di tanah milik masyarakat.

Pola penggunaan lahan

Pola penggunaan lahan pada hutan rakyat di Dua Desa kecamatan Ulu

Pungkut ini dilakukan dengan penanaman tanaman kehutanan (berkayu) dengan

tanaman pertanian (Agroforestri) dilakukan secara intensif dan tidak intensif. Pola

penggunaan lahan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa bentuk

pengelolaan lahan ada yang intensif dan ada juga yang tidak intensif. Persentase

pengelolaan lahan yang intensif berkisar 66,67 % sedangkan yang tidak intensif

(51)

Tabel 1. Pola penggunaan lahan di Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut

No Pola penggunaan lahan Jumlah Keterangan

1 Intensif 6 Adanya kegiatan yang memerlukan

banyak perlakuan pada tanaman seperti pemeliharaan intensif mulai dari persiapan lahan, pemupukan, pendangiran/penyiangan dan sampai dengan pemanenan hasil.

2 Tidak Intensif 3 Tidak adanya kegiatan pemeliharaan

yang intensif karena tanaman yang ditanam merupakan tanaman tahunan/tanaman keras, yang tidak memerlukan banyak perlakuan, sebagian besar tanaman tersebut jarang terserang penyakit/hama, akan tetapi pemeliharaannya hanya diutamakan pada saat penanaman sampai tanaman berumur 6 bulan. Setelah itu dibiarkan saja.

Pola penggunaan lahan intensif dipengaruhi dengan adanya rutinitas

kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan lahan dan juga dengan tanaman pertanian

yang bersifat musiman atau adanya pemeliharaan. Hal ini bertujuan agar

mendapatkan keuntungan yang maksimal dari pemungutan hasil tanaman

pertanian tersebut. Hutan rakyat lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi dari pemilik lahan tersebut.

Potensi Tegakan Hutan Rakyat

Taksiran potensi tegakan hutan rakyat pada setiap lahan milik responden

(52)

.

Gambar 12. Kegiatan inventarisasi yang dilakukan di hutan rakyat Kecamatan Ulu Pungkut

Tabel 2. Taksiran potensi tegakan tanaman hutan rakyat pada setiap lahan responden

Berdasarkan Tabel 2 diperoleh potensi tegakan tanaman hutan rakyat di

Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut adalah 116 m3

dengan luas lahan 9,9 ha. Dengan potensi volume per ha adalah 11,74 m³. Total

luas lahan hutan rakyat di dua desa ini dapat dikatakan kecil, demikian juga luas

lahan masing-masing responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luasan

(53)

kepada pemilik lahan hal yang menjadi penyebabnya adalah sebagian besar

masyarakat pemilik hutan rakyat di desa ini sudah memanen kayunya.

Manfaat Ekonomis yang Diperoleh dari Hutan Rakyat

Hutan rakyat mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

masyarakat. Banyak manfaat yang telah mereka rasakan atas keberadaan hutan

adat ini, baik itu manfaat tangible ataupun intangible. Manfaat intangible adalah

manfaat hutan yang tidak berwujud tetapi hanya dapat dirasakan oleh masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa manfaat

intangible yang dirasakan oleh masyarakat di Desa Hutarimbaru dan Desa Tolang,

Kecamatan Ulu Pungkut ini adalah hutan rakyat sebagai penahan erosi atau banjir,

tempat menyimpan air dan hutan rakyat sebagai kawasan perladangan.

Manfaat tangible adalah manfaat hutan berupa hasil hutan yang dapat

dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan

masyarakat diketahui bahwa manfaat tangible yang dirasakan oleh masyarakat

dari hutan rakyat adalah sebagai sebagai sumber bahan makanan dan tanaman

obat.

Menurut Jaffar (1993) tujuan pembangunan hutan rakyat adalah :

1. Meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara

optimal dan lestari.

2. Membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat.

3. Membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku

(54)

4. Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus

meningkatkan kesejahteraannya.

5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang

berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS.

Wawancara yang dilakukan dengan masyarakat di dua desa tersebut,

diketahui bahwa fungsi hidrologis dari hutan dapat merupakan salah satu fungsi

yang paling utama yang dirasakan oleh masyarakat di Desa Hutarimbaru dan

Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut tersebut. Hal ini disebabkan oleh sebagian

besar dari masyarakat desa bermata pencariaan sebagai petani. Mereka

membutuhkan sumber air untuk kebutuahan hidup mereka, baik itu untuk minum,

untuk mencuci, mandi, bahkan banyak lagi yang dirasakan masyarakat sangat

penting. Di samping itu dengan adanya hutan rakyat, lahan persawahan mereka

selalu memberikan hasil yang optimal. Panen padi di daerah ini 2 kali dalam satu

tahun.

Penambahan pendapatan masyarakat

Hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di Desa Hutarimbaru dan

Desa Tolang, Kecamatan Ulu Pungkut terhadap 9 KK yang memiliki hutan rakyat

(petani hutan rakyat), menunjukkan bahwa kontribusi penambahan pendapatan

petani dari hutan rakyat (hasil hutan kayu dan non kayu) pada tahun 2009 adalah

sebesar Rp 32.635.000 atau berkisar 15.70 % dari seluruh sumber-sumber

pendapatan petani. Untuk pertanian adalah sebesar Rp 41.029.000 atau berkisar

(55)

Gambar 14. Kegiatan wawancara dengan masyarakat pemilik hutan rakyat

Hutan rakyat dapat memberikan manfaat ganda dan dampak yang cukup

besar dalam menambah pendapatan petani baik itu berupa kayu maupun non

kayunya. Kontribusi yang diberikan hutan rakyat di desa ini disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga petani tahun 2009 – 2010

HutanRakyat Pertanian Perkebunan Gaji Jumlah (Rp/th) (Rp/th) (Rp/th) (Rp/th) (Rp/th)

32.635.000 41.029.000 128.776.000 5.400.000 207.840.000 (15,70%) (19,74%) (61,96%) (2,59%) (100%)

Kontribusi hutan rakyat berdasarkan Tabel 3 diatas terhadap pendapatan petani

sebesar 15,70%. Kontribusi terbesar adalah yang diberikan oleh sektor

perkebunan kepada pendapatan petani yaitu sekitar 61,96%, sedangkan dari sektor

pertanian sebagai kontributor kedua paling besar yaitu sebesar 19,74%,

sedangkan dari gaji ada sekitar 2,59%. Hal ini jelas menunjukkkan bahwa petani

(56)

menggantungkan kehidupannya pada sektor kehutanan dalam hal ini hutan rakyat.

Sektor kehutanan (hutan rakyat ) ini belum dijadikan sebagai sumber pendapatan

utama oleh petani pemilik hutan rakyat. Dari Tabel 3 juga menunjukkan bahwa

hutan rakyat memiliki peringkat ke-3 setelah sektor pertanian. Faktor yang

menyebabkan sehingga mereka lebih memilih sektor pertanian dan perkebunan

sebagai prioritas, tetapi hutan rakyat belum sepenuhnya menjadi proritas,

penyebabnya adalah :

a. Pengusahaan kayu yang sangat lama

Tanaman kehutanan misalnya baru dapat dipanen ataupun ditebang apabila

umurnya sudah mencapai 15-20 tahun. Oleh sebab itu petani lebih cenderung

untuk mengusahakan jenis tanaman yang tidak membutuhkan waktu lama untuk

menghasilkan seperti: coklat, langsat, padi, pisang, rambutan dan sebagainya.

Karena tanaman Agroforestry ini memiliki masa panen lebih dari dua kali dalam

setahun.

Tanaman padi misalnya, biasanya dapat menghasilkan 2 kali dalam setahun,

jagung 2-3 kali dalam setahun, dan sebagainya. Dengan demikian, selama dalam

jangka waktu 15-20 tahun ini secara ekonomis sektor pertanian dapat menjadi

sumbangsih yang terbesar.

b. Luas Lahan yang Semakin Sedikit.

Hutan rakyat yang dilakukan oleh masing-masing petani tidak dapat

menjamin hasil yang optimum serta memuaskan, karena sistem penjualan tegakan

sering dilakukan secara borongan dan penebangannya dilakukan secara tebang

habis. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi petani yang sangat minim

(57)

sehingga yang terjadi adalah luas hutan rakyat semakin berkurang dan akhirnya

kontribusi yang diberikan hutan rakyat pun semakin menurun.

Dilakukannya sistem tebang habis juga dapat menimbulkan dampak

berupa terbukanya lahan yang rawan terhadap banjir, longsor, dan ditambah lagi

di lapangan banyak dijumpai lahan hutan rakyat berada pada lokasi yang

mempunyai topografi curam. Sehingga yang menjadi ancaman bagi keberadaan

hutan rakyat di masa mendatang adalah adanya kecenderungan petani untuk tidak

menanam lahannya kembali ataupun adanya replanting(melakukan penanaman

kembali) dengan jenis kayu lainnya.

c. Akses terhadap pasar lemah

Petani hutan rakyat biasanya menjual hasil kayunya dalam bentuk pohon berdiri

dengan sistem borongan. Pengusaha yang berminat membeli mendatangi lokasi

hutan rakyat, kemudian melakukan inventarisasi untuk menentukan volume kayu.

Sistem penjualan seperti ini banyak dilakukan oleh petani karena dianggap lebih

praktis. Harga borongan ditentukan dengan memperhatikan beberapa faktor

diantaranya adalah volume/kubikasi, kualitas kayu, aksesibilitas, topografi, dan

sebagainya yang sangat menentukan biaya penebangan. Petani hutan rakyat sangat

sulit dalam menentukan harga kayunya dan biasanya pengusaha ataupun agen

kayulah yang menentukan harga pasarnya, sehingga terkadang bisa saja agen kayu

tersebut membuat harga sesukanya, tanpa melihat harga kayu yang setara dengan

harga pasar lokal atau luar daerah.

Petani akan mendapat nilai ekonomi yang lebih besar jika mampu mengolah

sendiri kayu tersebut karena produksi kayu dari hutan rakyat cukup besar.

(58)

modal, dan keterampilan yang memadai yang pada dasarnya hal tersebut masih

bisa diusahakan jika ada kemauan dari semua pihak. Selain itu, petani hutan

rakyat memiliki ketergantungan kepada pengusaha lokal. Hal ini berkaitan dengan

lemahnya akses pasar dimana petani tidak mempunyai posisi tawar yang tinggi

dalam memasarkan hasil kayunya, terbatasnya pengusaha sebagai pembeli, serta

kemudahan dan kepraktisan yang diperoleh petani dengan sistem pemasaran yang

ada sehingga petani tidak bisa memasarkan kayu langsung kepada konsumen.

Tabel 3 menunjukkan bahwa sektor perkebunan mempunyai kontribusi

terbesar terhadap pendapatan petani yaitu sebesar Rp 128.776.000 (61,96%).

Pertanian mempunyai kontribusi ke dua terhadap pendapatan petani sebesar

Rp 41.029.000 atau berkisar 19,74%, Adapun komoditi-komoditi yang dihasilkan

dari sektor pertanian sebagai sumber-sumber pendapatan petani adalah coklat

(4,66%), manggis (0,57%), pinang (0,63%), lansat (0,64%) dan padi (13,45%).

Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi sumber-sumber pendapatan petani

dapat dilihat pada lampiran 2.

Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab sektor pertanian merupakan

kontributor ke dua bagi pendapatan petani di desa ini adalah :

a. jenis komoditi pertanian yang beragam (banyak)

Dengan beragamnya jenis komoditi pertanian ini, maka tidak tertutup

kemungkinan bahwa komoditi-komoditi ini dapat menjadi sumbangsih dan

penyokong terbesar bagi penghasilan rumah tangga petani. Apalagi selain untuk

dijual dapat digunakan untuk kebutuhan sendiri sehari-hari.

Gambar

Gambar 1. Hutan Rakyat di Kecamatan Ulu Pungkut.
Gambar 4. Tanaman Kulit Manis di Lahan Hutan rakyat
Gambar 6. Tanaman Kemiri di Lahan Hutan rakyat
Gambar 8. Tanaman Durian di Lahan Hutan rakyat
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah stress kerja berpengaruh signifikan terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep rancangan combination tool yang merupakan alat bantu pembuatan produk menggunakan bahan dasar lembaran pelat

Pembangunan manusia Indonesia di bidang kesehatan dapat terlaksana dengan baik jika Indonesia bisa mewujudkan target sustainable development goals (SDG’s) seperti

Dalam cerita yang terdapat dalam kidung Sunda tersebut dapat dilihat bahwa perang Bubat terjadi karena kesalahan yang dilakukan oleh patih Gajah Mada.. Gajah Mada merasa bahwa

Studipustakayaitupengumpulan data dansumberdengancaramembacabuku, internet, jurnaldanartikel-artikel yang terkaitdenganproyekini

Dimana nanti prosesnya ketika Pada RFID reader ini akan membaca RFID tag yang ada pada ID CARD SISWA, diharapkan ID yang di baca akan di simpan di Eprom dan akan di bandingkan

mengurangkan masalah dalam hubungan manusia dan untuk memperbaiki kehidupan melalui interaksi manusia yang lebih baik.Selain itu,terdapat ramai pekerja dalam profesion bantuan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran Ganda Perempuan Pedagang di Pasar Jalan Trem Pangkalpinang menunjukkan sudah terjadi begitu saja dan tanpa ada