TESIS
OLEH:
dr. FERDINAND A CHANDRA
NIM: 087114006
PERBANDINGAN EFEK AKUPUNKTUR PADA TITIK
PERICARDIUM 6 (PC6) DENGAN ONDANSETRON 4MG
INTRAVENA UNTUK MENCEGAH MUAL MUNTAH PASKA
OPERASI PADA PASIEN YANG DILAKUKAN ANESTESI
UMUM INTUBASI DENGAN SKOR APFEL 3-4
PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS
DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
Menyetujui,
Judul : Perbandingan Efek Akupunktur pada Titik
Pericardium 6 (PC6) dengan Ondansetron 4mg Intravena untuk Mencegah Mual Muntah Paska Operasi Pada Pasien yang Dilakukan Anestesi Umum Intubasi dengan Skor APFEL 3-4
Nama : dr. Ferdinand A Chandra Program Megister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Anestesiologi dan Terapi Intensif
Pembimbing III
(Prof.dr. Amri Amir,Sp.F(K),DFM,SH,Sp.AK) NIP: 130 318 045
Pembimbing I
(Prof.dr.Achsanuddin Hanafie,Sp.An.KIC) NIP: 19520826 198102 1 001
Pembimbing II
(dr.Chairul M Mursin, Sp.An) NIP: 130 605 510
Ketua Program Megister
(dr. Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC) NIP: 19510423 197902 1 003
Ketua TKP – PPDS
Telah diuji pada Tanggal : 27 Maret 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
1. dr. Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC NIP: 19510423 197902 1 003
2. dr. Asmin Lubis, DAF, Sp.An, KAP, KMN NIP: 19530121 197902 1 001
TESIS
OLEH
dr. FERDINAND A CHANDRA
Pembimbing : Prof.dr.ACHSANUDDIN HANAFIE, Sp.An, KIC Pembimbing II : dr. CHAIRUL M MURSIN, Sp.An
Pembimbing III : Prof. dr. AMRI AMIR, Sp.F(K),DFM,SH,Sp.AK
PERBANDINGAN EFEK AKUPUNKTUR PADA TITIK
PERICARDIUM 6 (PC6) DENGAN ONDANSETRON 4MG
INTRAVENA UNTUK MENCEGAH MUAL MUNTAH PASKA
OPERASI PADA PASIEN YANG DILAKUKAN ANESTESI
UMUM INTUBASI DENGAN SKOR APFEL 3-4
Tesis Ini Diajukan untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik di
Bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS
DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
RSUP. HAJI ADAM MALIK
KATA PENGANTAR Bismillahirrah manir rahim,
Assalamu’Alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT karena atas ridho, rahmat dan
karunia– Nya sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta
menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian
pendidikan keahlian dibidang Anestesiologi dan Terapi Intensif . Shalawat dan salam saya
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-nya
Radhiallahu’anhum ajma’in yang telah membawa perubahan dari zaman kejahiliyahan ke
zaman berilmu pengetahuan seperti saat ini.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada:
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti Program
Pendidkan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Terapi Intensif di Universitas ini. Bapak
Direktur RSUP.H. Adam Malik Medan, Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Medan, Direktur
RUMKIT Tk II Putri Hijau, serta Direktur RS. Haji Medan yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas untuk belajar dan bekerja di lingkungan rumah sakit ini.
Dengan penuh rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Prof.dr.Achsanuddin Hanafie, SpAn KIC sebagai ketua Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif FK USU/RSUP H Adam Malik Medan. Terima kasih yang
sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada dr.Hasanul Arifin, SpAn, KAP, KIC sebagai Ketua
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif. Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn KNA
sebagai sekretaris Departemen, dr. Akhyar H. Nasution, SpAn, KAKV sebagai sekretaris
Program Studi, serta dr.Ade Vernica HY, SpAn, KIC sebagai Kepala Instalasi
Terima kasih saya sampaikan kepada Prof.dr.Achsanuddin Hanafie, SpAn KIC
sebagai pembimbing I, dr. Chairul M. Mursin, SpAn sebagai pembimbing II, Prof.dr.Amri
Amir, SpF(K), DFM, SH, SpAK sebagai pembimbing III, Dr. Ir. Erna M, MKes sebagai
pembimbing statistik yang banyak membantu dalam penelitian ini khususnya dalam hal
metodologi penelitian dan analisa statistik.
Rasa hormat dan terima kasih kepada semua guru-guru kami, dr. A. Sani P.
Nasution, SpAn KIC, dr. Chairul M. Mursin, SpAn, Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn
KIC, dr. Hasanul Arifin, SpAn, KAP, KIC, Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn, KNA, dr.
Asmin Lubis, DAF, SpAn, KAP, KMN, dr. Akhyar H. Nasution, SpAn KAKV, dr. Yutu
Solihat, SpAn KAKV, dr. Nadi Zaini, SpAn, Dr. Soejat Harto, SpAn, KAP, dr.
Muhammad AR, SpAn, dr. Syamsul Bahri, SpAn, dr. Walman Sitohang, SpAn, dr.
Tumbur, SpAn, dr. Ade Veronica HY, SpAn KIC, dr Tjahaya Indra Utama, dr. Nugroho
K.S, SpAn, SpAn, dr. Dadik Wahyu Wijaya, SpAn, dr. M. Ihsan, SpAn, dr. Guido M.
Solihin, SpAn, dr. Qodri FT, SpAn, KAKV, dr. Romy F Nadeak, SpAn, dr.RR Shinta I,
SpAn. dr.Cut Meliza Z, SpAn, dr. Andriamuri P L, SpAn.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman residen Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUSU, terutama kepada: dr. M Jalaluddin AC, dr. Andri Faizal Lubis, dr.
Chrismas G Bangun, dr. T M Puteh, dr. Raka JP atas kerja sama dan bantuan serta
dorongannya selama ini. Terima kasih kepada teman-teman residen Ilmu Bedah, Ilmu
Kebidanan dan Kandungan, THT, Penyakit Mata dan bidang ilmu kedokteran lainnya yang
banyak berhubungan dengan bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif. Terima kasih
kepada rekan-rekan kerja perawat dan penata Anestesiologi, perawat ICU dan perawat
lainnya yang banyak berhubungan dengan kami. Terima kasih juga kepada seluruh pasien
dan keluarganya sebagai “guru” kedua kami dalam menempuh pendidikan spesialis ini.
Terima kasih yang tak terhingga kepada keempat orang tua saya, ayahanda Henri
Chandra,Basc – Hj.Dra. Farida Iriani, H. Syaiful Bahar – Hj. Zul Elly atas doa’-doa’ yang
telah dipanjatkan kehadirat Allah demi keberhasilan, keselamatan dan kemudahan saya
dalam menjalani pendidikan ini, atas kasih saying yang tidak berkesudahan, pengorbanan
yang tidak terkira, jerih payah yang tidak terbalaskan. Semoga Allah memberikan mereka
kasihku jua teruntuk istriku tercinta, dr. Fitry Adelia Sy dan anakku tersayang Feyla
Fetrina Chandra atas pengorbanan, kesabaran, kesetiaannya kepadaku selama pendidikan
ini. Semoga Allah menganugrahkan anak-anak yang sholeh kepada kami. Demikian juga
kepada abang dan adik-adikku: Henny M Chandra, Lenny H Chandra, Ricky A Chandra,
Bng Sanidef S, Kak Lisa S, dan Apridel S yang telah banyak memberikan bantuan moril
maupun materil selama saya mengikuti program pendidikan ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, kita berserah diri
dan memohon rahmat dan pengampunan. Mudah-mudahan ilmu yang didapat, bermanfaat
sebanyak-banyaknya untuk masyarakat, agama,bangsa dan negara.
Wassalamua’laikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Medan, 27 Maret 2012
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAK ... 1
1.4. TUJUAN PENELITIAN ... 5
1.5. MANFAAT PENELITIAN ... 6
BAB II ... 7
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. MUAL MUNTAH PASKA OPERASI ... 7
2.2. SKORING SYSTEM ... 13
2.3. AKUPUNKTUR ... 14
2.4. ONDANSETRON ... 18
BAB III... 23
METODE PENELITIAN ... 23
3.1. DESAIN ... 23
3.2. TEMPAT DAN WAKTU ... 23
3.3. POPULASI DAN SAMPEL ... 23
3.4. CARA PEMILIHAN SAMPEL ... 23
3.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI ... 23
4.6. BESAR SAMPEL ... 24
4.7. CARA KERJA ... 25
4.8. IDENTIFIKASI VARIABEL ... 26
4.9. RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISA DATA ... 26
4.11. MASALAH ETIKA ... 27
BAB IV ... 29
HASIL PENELITIAN ... 29
4.1. Karakteristik umum sampel penelitian pada kedua kelompok ... 29
4.2. Jenis pekerjaan pada kedua kelompok penelitian ... 30
4.3. Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian ... 31
4.4. Perbandingan berdasarkan lama tindakan anestesi... 32
4.5. Perbandingan berdasarkan skor APFEL ... 33
4.6. Angka kejadian mual muntah pada kedua kelompok ... 33
4.7. Efek samping tindakan dan obat 24 jam setelah operasi pada kedua kelompok ... 36
4.8. Total angka kejadian mual muntah 24 jam setelah operasi ... 36
BAB V ... 38
PEMBAHASAN ... 38
BAB VI ... 42
KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
6.1. KESIMPULAN ... 42
6.2. SARAN ... 42
Daftar Pustaka ... 43
DAFTAR TABEL
Tabel 4.10-1 Skor Apfel ... 27
Tabel 4.1-1 Karakteristik umum ... 29
Tabel 4.2-1 Jenis pekerjaan sampel penelitian ... 30
Tabel 4.3-1 Jenis operasi sampel penelitian ... 31
Tabel 4.4-1 Lama tindakan anestesi ... 32
Tabel 4.5-1 Skor APFEL ... 33
Tabel 4.6-1 Angka kejadian mual muntah 0 jam setelah operasi ... 33
Tabel 4.6-2 Angka kejadian mual muntah 2 jam setelah operasi ... 34
Tabel 4.6-3 Angka kejadian mual muntah 4 jam setelah operasi ... 35
Tabel 4.6-4 Angka kejadian mual muntah 24 jam setelah operasi ... 35
Tabel 4.7-1 Efek samping nyeri kepala setelah 24 jam setelah operasi ... 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1-1 Patofisiologi muntah dan obat yang biasa digunakan ... 13
Gambar 2.4-1 Rumus Bangun Ondansetron ... 18
Gambar 2.4-2 Kerangka Teori ... 20
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 46
LAMPIRAN 2. JADWAL TAHAPAN PENELITIAN ... 47
LAMPIRAN 3. PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN ... 48
LAMPIRAN 4. FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN ... 50
LAMPIRAN 5. LEMBARAN OBSERVASI PERIOPERATIF SUBJEK PENELITIAN . 51 LAMPIRAN 6. RENCANA ANGGARAN PENELITIAN ... 53
LAMPIRAN 7 : RANDOMISASI BLOK SAMPEL DAN DAFTAR SAMPEL ... 54
LAMPIRAN 8 : SURAT PERSETUJUAN KOMISI ETIK ... 55
ABSTRAK
Latar Belakang. Mual muntah merupakan efek samping yang sering terjadi setelah tindakan
anestesi umum intubasi. Mual muntah paska operasi dapat menyebabkan morbiditas seperti dehidrasi, gangguan elektrolit, jahitan menjadi tegang dan terbuka, perdarahan, rupture esophagus dan keadaan yang membahayakan jiwa pada jalan nafas.
Tujuan . Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan terapi alternative dalam upaya
pencegahan terjadinya mual muntah paska operasi.
Metode. Setelah mendapat persetujuan dari komite etik penelitian bidang kesehatan Fakultas
Kedokteran USU, penelitian dilakukan dengan desain uji klinis open trial terhadap 72 pasien bedah elektif dengan anestesi umum intubasi, berusia antara 18-60 tahun, skor APFEL 3 atau 4, ASA 1 atau 2, lama operasi kurang dari 4 jam. Pasien dibagi menjadi dalam 2 kelompok (A dan B), masing- masing 36 orang. Kelompok A diberikan tindakan akupunktur pada titik pericardium 6 30 menit sebelum tindakan anestesi, sedangkan kelompok B diberikan ondansetron 4mg intravena pada akhir pembedahan. Pengukuran mual muntah diukur pada jam ke 0,2,4 dan 24 paska operasi. Mual muntah dinilai dengan skala 3 point yaitu 0(tidak mual muntah), 1(mual), 2(muntah), 3(mual dalam 30 menit atau muntah lebih dari 2 kali). Uji hipotesis dilakukan dengan Fischer exact test.
Hasil. Data karakteristik pasien tidak didapatkan perbedaan yang bermakna diantara kedua
kelompok penelitian. Pada kelompok A maupun B didapatkan penurunan angka kejadian mual muntah paska operasi. Namun secara statistic tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian (P>0,005).
Kesimpulan. Kedua tindakan ataupun pemberian obat intravena ini mempunyai kemampuan yang
sama dalam mencegah mual muntah paska operasi akibat tindakan anestesi umum intubasi.
ABSTRACT
Background. Nausea vomiting is a side effect that often occurs after a general anesthetic with
intubation. Post operative nausea and vomiting (PONV) can cause morbidity such as dehydration, electrolyte disturbances, strained stiches, bleeding, esophagus rupture and other circumstances endangering the airway.
Aim. The purpose of this research is to get alternative therapy in efforts to prevent post operative nausea and vomiting.
Method. After obtaining approval from the Ethics Committee of the Faculty of medicine USU
research done by design open clinical trials of 72 patients with elective surgery with general anesthesia with intubation, aged between 18-60 years old, APFEL score 3 or 4, ASA 1 or 2, duration of operation in less than 4 hours. The patients were divided into two groups (A and B), each of the 36 people. Group A was given of acupuncture on point pericardium 6, 30 minutes before anesthesia, while group B was given intravenous ondansetron 4mg at the end of surgery. Measurement of nausea vomiting is measured in hours 0, 2, 4 and 24 post surgery. Nausea vomiting is rated with 3-point scale: 1 (not nausea vomiting), 1 (nausea), 2 (vomiting), 3 (nausea within 30 minutes or vomitting more than 2 times). Hypothesis test is performed with the Fischer exact tests.
Results. Patient characteristics data showed no differences between two groups. Between the two
research groups was found a decrease in incidence of post operative nausea and vomitting. However showed no statistical difference wa found between the two groups.
Conclusion. Both actions or intravenous drug delivery has the same capabilities in preventing post
operative nausea and vomitting caused by general anesthesia with intubation.
ABSTRAK
Latar Belakang. Mual muntah merupakan efek samping yang sering terjadi setelah tindakan
anestesi umum intubasi. Mual muntah paska operasi dapat menyebabkan morbiditas seperti dehidrasi, gangguan elektrolit, jahitan menjadi tegang dan terbuka, perdarahan, rupture esophagus dan keadaan yang membahayakan jiwa pada jalan nafas.
Tujuan . Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan terapi alternative dalam upaya
pencegahan terjadinya mual muntah paska operasi.
Metode. Setelah mendapat persetujuan dari komite etik penelitian bidang kesehatan Fakultas
Kedokteran USU, penelitian dilakukan dengan desain uji klinis open trial terhadap 72 pasien bedah elektif dengan anestesi umum intubasi, berusia antara 18-60 tahun, skor APFEL 3 atau 4, ASA 1 atau 2, lama operasi kurang dari 4 jam. Pasien dibagi menjadi dalam 2 kelompok (A dan B), masing- masing 36 orang. Kelompok A diberikan tindakan akupunktur pada titik pericardium 6 30 menit sebelum tindakan anestesi, sedangkan kelompok B diberikan ondansetron 4mg intravena pada akhir pembedahan. Pengukuran mual muntah diukur pada jam ke 0,2,4 dan 24 paska operasi. Mual muntah dinilai dengan skala 3 point yaitu 0(tidak mual muntah), 1(mual), 2(muntah), 3(mual dalam 30 menit atau muntah lebih dari 2 kali). Uji hipotesis dilakukan dengan Fischer exact test.
Hasil. Data karakteristik pasien tidak didapatkan perbedaan yang bermakna diantara kedua
kelompok penelitian. Pada kelompok A maupun B didapatkan penurunan angka kejadian mual muntah paska operasi. Namun secara statistic tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian (P>0,005).
Kesimpulan. Kedua tindakan ataupun pemberian obat intravena ini mempunyai kemampuan yang
sama dalam mencegah mual muntah paska operasi akibat tindakan anestesi umum intubasi.
ABSTRACT
Background. Nausea vomiting is a side effect that often occurs after a general anesthetic with
intubation. Post operative nausea and vomiting (PONV) can cause morbidity such as dehydration, electrolyte disturbances, strained stiches, bleeding, esophagus rupture and other circumstances endangering the airway.
Aim. The purpose of this research is to get alternative therapy in efforts to prevent post operative nausea and vomiting.
Method. After obtaining approval from the Ethics Committee of the Faculty of medicine USU
research done by design open clinical trials of 72 patients with elective surgery with general anesthesia with intubation, aged between 18-60 years old, APFEL score 3 or 4, ASA 1 or 2, duration of operation in less than 4 hours. The patients were divided into two groups (A and B), each of the 36 people. Group A was given of acupuncture on point pericardium 6, 30 minutes before anesthesia, while group B was given intravenous ondansetron 4mg at the end of surgery. Measurement of nausea vomiting is measured in hours 0, 2, 4 and 24 post surgery. Nausea vomiting is rated with 3-point scale: 1 (not nausea vomiting), 1 (nausea), 2 (vomiting), 3 (nausea within 30 minutes or vomitting more than 2 times). Hypothesis test is performed with the Fischer exact tests.
Results. Patient characteristics data showed no differences between two groups. Between the two
research groups was found a decrease in incidence of post operative nausea and vomitting. However showed no statistical difference wa found between the two groups.
Conclusion. Both actions or intravenous drug delivery has the same capabilities in preventing post
operative nausea and vomitting caused by general anesthesia with intubation.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Mual muntah pasca operasi atau Post operative nausea and vomiting (PONV)
adalah efek samping yang sering terjadi setelah tindakan anestesi, angka kejadiannya lebih
kurang 1/3 dari seluruh pasien yang menjalani operasi atau terjadi pada 30% pasien rawat
inap dan sampai 70% pada pasien rawat inap yang timbul dalam 24 jam pertama. 1,2 Angka
ini memang telah menurun bila dibandingkan dengan masa anestesi dengan menggunakan
ether yaitu 75%.3 Saqda dan kawan-kawan, menjumpai angka PONV 30% dan wanita
mengalaminya dua kali lipat dibandingkan dengan pria.4 Di Korea dilakukan penelitian
pada 5272 pasien dijumpai 39% mengalami PONV. 5 Cut meliza dari FK USU (2011) telah
meneliti bahwa insiden PONV di RSUP H adam Malik Medan 40% dan untuk scoringnya,
score APFEL lebih efektif dalam memprediksi kemungkinan PONV.6 Reinhart dkk
meneliti bahwa terdapat insiden PONV 62%-80% pada pasien yang akan dilakukan operasi
telinga tengah. PONV dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, termasuk dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, jahitan menjadi tegang dan terbuka, hipertensi vena dan
perdarahan, ruptur esofageal, dan keadaan yang membahayakan jiwa pada jalan nafas,
walaupun komplikasi yang lebih berat lebih jarang.Setiap muntah akan memperlama
keluarnya pasien dari ruang pemulihan lebih lama 20 menit dan memperpanjang masa
rawat di rumah sakit.
Menghindari PONV adalah salah satu gejala yang tidak menyenangkan untuk
sebagian besar pasien dan anestesiologis. Belakangan ini skor resiko untuk prediksi PONV
telah digunakan sebagai cara untuk mengklasifikasi pasien sesuai dengan prediksi resiko
dan memberikan profilaksis sesuai dengan klasifikasi ini. Untuk tujuan klinis sehari – hari,
skor resiko sederhana mudah dilakukan dan menunjukkan korelasi antara prediksi dengan
kejadian PONV pada pasien rawat inap.
Ada beberapa pendekatan dilakukan untuk mencegah PONV, diantaranya
farmakologi dan non farmakologi. Untuk nonfarmakologi seperti akupunktur, jahe, dan
daun papermint. Akupunktur telah diakui sebagai bagian dari multimodal therapy.
7
Titik
yang dipakai terutama Pericardium 6 (PC6). 8,9 Mahendar dkk dari department Anesthesia
Allahabad India(2005) ,meneliti bahwa Acustimulation pada titik PC6 dibandingkan
ondansetron 4mg intravena mempunyai efek yang sama dalam menurunkan angka kejadian
PONV, pada pasien yang akan dilakukan operasi telinga tangah.9 Streiberger dkk dari
department Anesthesia universitas Heidelberg German(2003), meneliti bahwa terdapat
penurunan insiden PONV pada pasien gynecology laparascopy yang dilakukan tindakan
akupunktur pada titik PC6.Anggarda K U dari Surakarta meneliti Perbandingan efektivitas
antara akupuntur PC-6 dan ondansetron dalam mencegah insiden post operative nausea and
vomiting pada bedah ortopedi yang dilakukan regional anesthesia dengan hasil tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian akupuntur PC-6 dan ondansetron
dalam mencegah insiden PONV.10 K Streitberger, dkk meneliti perbandingan akupunktur
dan placebo dalam mencegah PONV dengan hasil akupunktur lebih efektif.11 Madalli dkk
meneliti efektifitas penanganan PONV dengan membandingkan ondansetron,
metoclopramid dan dexamethason dan hasilnya ondansetron lebih efektif dalam
menurunkan insiden PONV. 12 P.Honkavaara(1995) meneliti kefektivan ondansetron 4mg
dan 8 mg dalam mencegah PONV, dengan hasil tidak ada perbedaan.
Berdasarkan alasan diatas peneliti berniat membandingkan efek titik Pericardium 6
dan Ondansetron 4mg dalam mencegah PONV pada pasien dengan skor Apfel 3-4 yang
dilakukan general anesthesia intubasi. Disamping itu penelitian tentang akupunktur pada
anesthesia masih sangat sedikit di dalam atau luar negeri, sedangakan ilmu akupunktur
terus berkembang dan memiliki kaitan yang erat dengan anesthesia.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Apakah ada perbedaan efek akupunktur pada titik Pericardium 6 (PC6) dengan
Ondansetron 4mg intravena untuk mencegah mual muntah paska operasi pada pasien yang
dilakukan anestesi umum intubasi dengan skor Apfel 3-4 ?
1.3. HIPOTESIS
Ada perbedaan efek akupunktur pada titik Pericardium 6 (PC6) dengan Ondansetron 4mg
intravena untuk mencegah mual muntah paska operasi pada pasien yang dilakukan anestesi
umum intubasi dengan skor Apfel 3-4.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1. Tujuan Umum : Untuk mendapatkan terapi alternative non farmakologi dalam mencegah mual muntah pasca operasi.
1.4.2. Tujuan Khusus:
1. Untuk mengetahui efek akupunktur pada titik pericardium 6 (PC6) dalam
mencegah mual muntah paska operasi akibat tindakan anestesi umum intubasi.
2. Untuk mengetahui efek ondansetron 4mg intravena dalam mencegah mual
muntah pasca operasi akibat tindakan anestesi umum intubasi.
3. Untuk mengetahui perbandingan efek akupunktur pada titik Pericardium 6 (PC6)
dengan ondansetron 4mg intravena dalam mencegah mual muntah paska operasi
1.5. MANFAAT PENELITIAN 1.5.1. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai terapi alternatif dalam pencegahan
mual muntah pasca operasi akibat tindakan anestesi umum intubasi.
1.5.2. Manfaat akademik
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan tambahan untuk
melakukan penelitian tentang penanganan mual muntah pasca operasi akibat anestesi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MUAL MUNTAH PASKA OPERASI
Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV)
tidak mengenakkan bagi pasien dan potensial mengganggu penyembuhan paska operatif.
Kapur mendeskripsikan PONV sebagai ‘the big little problem’ pada pembedahan
ambulatori.
Mual adalah suatu sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang berhubungan
dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi
gaster.
14
15
Retching adalah ketika tidak ada isi lambung yang keluar walaupun dengan
kekuatan otot untuk mengeluarkannya. 16 Hal ini merupakan mekanisme pertahanan yang
penting untuk mencegah penimbunan toksin. Stimulus yang bisa mecetuskan mual dan
muntah berasal dari olfaktori, visual, vestibular dan psikogenik. Kemoreseptor pada CTZ
memonitor level substansi di darah dan cairan serebrospial dan dan faktor – faktor lainnya
juga bisa mencetuskan terjadinya PONV.
Muntah diawali dengan bernafas yang dalam, penutupan glotis dan naiknya langit –
langit lunak. Diafrahma lalu berkontraksi dengan kuat dan otot – otot abdominal
berkontraksi untuk meningkatkan tekanan intra-gastrik. Hal ini menyebabkan isi lambung
keluar dengan penuh tenaga ke esofagus dan keluar dari mulut.
15
Jalur alamiah dari muntah belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa
mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui.
Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla
oblongata. Saraf –saraf ini menerima input dari :
• Chemoreceptor trigger zone (CTZ) di area postrema
• Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena
penyakit telinga tengah)
• Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
• Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan
cedera fisik)
• Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari
usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.
a) Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan
distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi.
b) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap
stimulus kimia.
Pada area CTZ kaya akan reseptor dopamine dan 5-hydroxytryptamine,
khususnya D
15
2 dan 5HT3. CTZ tidak dilindungi oleh sawar darah otak, oleh karena itu bisa
terpapar oleh stimulus – stimulus (mis: obat – obatan dan toksin). Bisa juga dipengaruhi
oleh agen anestesi, opioid dan faktor humoral (cth 5HT) yang terlepas pada saat operasi.
Sistem vestibular bisa menstimulasi PONV sebagai akibat dari operasi yang berhubungan
dengan telinga tengah, atau gerakan post operatif. Gerakan tiba – tiba dari kepala pasien
setelah bangun menyebabkan gangguan vestibular telinga tengah, dan menambah insiden
PONV. Acetilkoline dan histamin berhubungan dengan transmisi sinyal dari sistem
vestibular ke pusat muntah. Pusat kortikal yang lebih tinggi (cth sistem limbik) juga
yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, bau, memori yang tidak enak dan rasa takut.
Pusat muntah adalah medulla oblongata yang letaknya sangat dekat dengan pusat viseral
lainnya seperti pusat pernafasan dan vasomotor.
Etiologi muntah pada PONV merupakan multifaktorial. Faktor – faktornya bisa
diklasifikasi berdasarkan sikuensi keterpaparan pasien yaitu :
7
1. Faktor – faktor pasien
a. Umur : insidensi PONV 5% pada bayi, 25% pada usia dibawah 5 tahun, 42
– 51% pada umur 6 – 16 tahun dan 14 – 40% pada dewasa.
b. Gender : wanita dewasa akan mengalami PONV 2 – 4 kali lebih mungkin
dibandingkan laki – laki, kemungkinan karena hormin perempuan.
c. Obesitas : dilaporkan bahwa pada pasien tersebut lebih mudah terjadi
PONV baik karena adipos yang berlebihan sehingga penyimpanan obat
– obat anestesi atau produksi estrogen yang berlebihan oleh jaringan
adipos.
d. Motion sickness : pasien yang mengalami motion sickness lebih mungkin
terkena PONV
e. Perpanjangan waktu pengosongan lambung : pasien dengan kondisi ini akan
menambah resiko terjadinya PONV
f. Perokok : bukan perokok akan lebih cenderung mengalami PONV
2. Faktor – faktor preoperatif
a. Makanan : waktu puasa yang panjang atau baru saja makan akan
meningkatkan insiden PONV
c. Penyebab operasi : operasi dengan peningkatan tekanan intra kranial,
obstruksi saluran pencernaan, kehamilan, aborsi atau pasien dengan
kemoterapi.
d. Pre medikasi : atropine memperpanjang pengosongan lambung dan
mengurangi tonus esofageal, opioid meningkatkan sekresi gaster, dan
menurunkan motilitas pencernaan. Hal ini menstimulasi CTZ dan
menambah keluarnya 5-HT dari sel – sel chromaffin dan terlepasnya
ADH.
3. Faktor – faktor intraoperatif
a. Faktor anestesi
i. Intubasi : stimulasi mekanoreseptor faringeal bisa menyebabkan
muntah
ii. Anestetik : kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat
ventilasi dengan masker bisa menyebabkan muntah
iii. Anestesia : perubahan posisi kepala setelah bangun akan
merangsang vestibular
iv. Obat – obat anestesi : opioid adalah opat penting yang
berhubungan dengan PONV. Etomidate dan methohexital juga
berhubungan dengan kejadian PONV yang tinggi.
v. Agen inhalasi : eter dan cyclopropane menyebabkan insiden
PONV yang tinggi karena katekolamin. Pada sevoflurane,
enflurane, desflurane dan halothane dijumpai angka kejadian
PONV yang lebih rendah. N2O mempunyai peranan yang dalam
karena kerjanya pada reseptor opioid pusat, perubahan pada
tekanan telinga tengah, stimulasi saraf simpatis dan distensi
gaster.
b. Tehnik anestesi
Insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan spinal anestesi
bila dibandingkan dengan general anestesi. Pada regional
anestesi dijumpai insiden yang lebih rendah pada emesis intra
dan postoperatif.
c. Faktor pembedahan :
i. Kejadian PONV juga berhubungan dengan tingginya insiden dan
keparahan PONV. Seperti pada laparaskopi, bedah payudara,
laparatomi, bedah plastik, bedah optalmik, bedah THT, bedah
ginekologi.
ii. Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko
PONV meningkat sampai 60%).
2
4. Faktor – faktor post operatif
2
Nyeri, pusing, ambulasi, makan yang terlalu cepat.
Mekanisme terjadinya PONV sangat kompleks tapi faktor – faktor tertentu
diketahui meningkatkan insiden. Faktor – faktor preoperatif yang berhubungan dengan
pasien seperti umur, gender, keseimbangan hormonal, berat badan, isi lambung, riwayat
sebelumnnya, kecemasan dan riwayat mual muntah. Faktor – faktor post operatif adalah
tekhnik atau obat yang berhubungan dengan hipotensi, nyeri, analgesia opioid, intake oral
yang cepat dan pergerakan. Thomson juga menegaskan bahwa penggunaan opioid
menstimulasi pusat muntah melalui CTZ tanpa pengaruh dari jalur maupun waktu
pemberiannya.
Intervensi untuk mencegah PONV tidaklah perlu untuk semua populasi pasien,
bahkan tanpa profilaksis pasien belum tentu mengalami simptom tersebut. Terlebih lagi
intervensi yang dilakukan kurang efikasinya, terutama yang monoterapi. Oleh karena itu,
penting untuk memberikan intervensi pada pasien yang mungkin mengalami PONV.
Bagaimanapun, pengertian mengenai faktor resiko PONV belumlah lengkap, untuk
mengerti tentang patofisiologi dan faktor resiko PONV dipersulit oleh banyaknya faktor
karena banyaknya reseptor dan stimulus. Setidaknya ada 7 neurotransmiter yang diketahui,
serotonin, dopamine, muscarine, acetylcholine, neurokinin – 1, histamine dan opioid.
Pengertian mengenai faktor resiko PONV mengalami peningkatan sejak awal 1990an
dengan analisa stastistik yang lebih baik dan adanya stratifikasi. Perkembangan dan
prediksi dengan sistem skoring berdasarkan penelitian dan publikasi penelitian yang
menggunakan sistem skoring untuk menentukan profilaksis, menuntun kita untuk
mengaplikasikan faktor resiko tersebut sehari – hari.
16
Gambar 2.1-1 Patofisiologi muntah dan obat yang biasa digunakan
2.2. SKORING SYSTEM
Untuk dewasa, Apfel dan Koivuranta telah membuat sistem skoring sederhana
dengan 4 dan 5 faktor resiko. Menurut mereka bahwa penambahan lebih dari beberapa
faktor resiko hanya sedikit atau tidak sama sekali menambah akurasi. Dengan sistem
skoring yang sederhana menyingkirkan perhitungan yang sulit dan mengurangi perlunya
anamnese yang lebih rinci namun menunjukkan kekuatan yang lebih atau sama bila
dibandingkan dengan formula yang lebih kompleks. 6
Skor Apfel mempunyai spesivisitas yang lebih tinggi dari skor Koivuranta dalam
memprediksi PONV pada pasien dengan anestesi umum. Hal ini menunjukkan Apfel lebih
baik dalam menentukan pasien mana yang akan mengalami PONV, maksudnya pasien
dengan skor tinggi masih mungkin mengalami PONV.
2.3. AKUPUNKTUR
6
Ilmu Akupunktur adalah bagian dari ilmu pengobatan cina. Menurut buku Huang
Ti Nei Cing ( The Yellow Emperor’s Classic of Internal Medicine), yaitu buku
ensiklopedia cina yang diterbitkan sekitar 770-221 sebelum masehi, Ilmu ini digunakan
sejak jaman batu dimana pada awalnya digunakan jarum dari batu. Dalam buku itu
disebutkan salah satu kasus yaitu penyembuhan abses dengan penusukan jarum melalui
jalur meridian.
Akupunktur berasal dari kata Latin yaitu acus yang berarti jarum dan punktura
yang berarti menusuk.
17,19
Pertengahan abad XX ilmu akupunktur tidak lagi hanya dilakukan oleh para ahli
pengobatan cina tetapi juga dokter lulusan Fakultas Kedokteran di seluruh Cina.
18
250 tahun sebelum masehi, akupunktur telah mulai berkembang di Jepang berkat
seorang ahli pengobatan cina bernama Jofku, ini dtandai dengan didirikannya sekolah
Akupunktur di Tokyo,Osaka,Kyoto dan Yokohama
17
Di Korea tahun 1963 Prof Kim Bong Han, seorang ahli biologi mendemonstrasikan
elektrobiologis tentang meridian dan titik akupunktur dengan Teori Kyung Rak, yang
menyatakan bahwa titik akupunktur terletak di dalam sel DNA yang berfungsi penting
dalam metabolisme.
17
Akupunktur pun menyebar luas ke eropa, di London dikembangkan oleh dr.
Wilhelem ten Rhyne dengan pengobatan Rheumatik dengan akupunktur pada tahun 1683.
Di Jerman oleh Engelbert Kampfer pada tahun 1712. Di Prancis oleh Louise Berlioz pada
tahun 1863. Para dokter di Amerika, khususnya di Michigan’s Northville State Hospital
mulai mengembangkan anesthesia dengan akupunktur pada pembedahan hernia,
pencabutan gigi, dan tonsilektomi dengan hasil yang memuaskan.
Perkembangan akupunktur di Negara dimulai dengan adanya perantau cina yang
datang ke Indonesia. Mereka kebanyakan terbatas berpraktek dalam lingkungan mereka
saja. Pada tahun 1963Departemen Kesehatan, yang saat itu MenKes adalah Prof dr Satrio,
membentuk sebuah team riset ilmu pengobatan tradisional timur. Maka mulai saat itu
praktek akupunktur medis dibuka secara medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
yang pada akhirnya juga menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan dokter ahli
akupunktur baru.
17
Dasar ilmu pengobatan Akupunktur adalah YinYang, yaitu falsafah alamiah
berdasarkan penelitian keadaan alam semesta yng mendasari segala aspek dasar pemikiran
dan dasar cara penggunaan pikiran yang dinilai dari keadaan lingkungan, fisiologi organ
tubuh manusia, patologi penyakit, cara pemeriksaan, penegakkan diagnosis, cara therapy
dan penilaian prognosis
17
Tahun 1968 mulai diadakan riset penggunaan Ilmu akupunktur dalam pembedahan
dan anesthesia, baik sebagai primer maupun adjuvant,walaupun belum banyak.
. 17
Ada 12 meridian dasar (Umum) di dalam akupunktur yaitu
1. Meridian Paru- Paru
2. Meridian Usus Besar
3. Meridian Lambung
4. Meridian Limpa
5. Meridian Jantung
6. Meridian Usus Kecil
7. Meridian Kandung Kemih
8. Meridian Ginjal
9. Meridian Pericardium
10. Meridian San Ciao
11. Meridian Kandung Empedu
12. Meridian Hati
Titik yang kita pergunakan pada penelitian ini ada pada jalur Meridian Percardium.
Terdapat 9 titik akupunktur pada Meridian ini, titik yang ke Sembilan adalah Nei Kuan
yang berarti gerbang. Menurut pengobatan tradisional Cina, titik ini memberi ketenangan
jiwa, memberi harmonisasi lambung dan menjaga keseimbangan organ- organ dalam.
Letak titik ini adalah 2 cun dibawah pergelangan tangan diantara tendon M.Palmaris
longus dan tendon M. Flexor karpiradialis. Jarum ditusukkan tagak lurus lebih kurang
Untuk ukuran dari jarum dan identifikasi titik akupunktur digunakan satuan cun,
yaitu satu cun merupakan lebar kuku ibu jari pasien, 2 cun yaitu lebar 3 jari pasien lebih
kurang 3cm
Pada saat ini telah diketahui bahwa akupunktur bekerja melalui tiga mekanisme
yaitu local, segmental, dan sentral.
. 17
a. Mekanisme lokal
18
Penusukkan titik akupunktur merupakan micro trauma yang menyebabkan
pelepasan substance P, CGRP dan β- endorphin. Substance P akan mengaktivasi mast cell dan kemudian macrophage. Melalui regulasi NO, mast
cell akan melepaskan serotonin, histamine dan cytokine. Selain ini penusukan
titik akupunktur akan mengaktivasi interaksi system koagulasi darah dan
system komplemen imun.
b. Mekanisme segmental
Penusukkan titik akupunktur merangsang serabut saraf bermyelin. Rangsang ini
akan dihantarkan ke sel marginal di medulla spinalis yang kemudian diteruskan
melalui serabut serotonergik (5-HT), sel ini menghambat mencegah rangsang
nyeri.
c. Mekanisme sentral
Rangsangan penusukan diproyeksikan ke korteks yang akan mengaktivasi
2.4. ONDANSETRON
Gambar 2.4-1 Rumus Bangun Ondansetron
Ondansetron merupakan derivate carbazolone yang merupakan obat selective
memblock serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT3) receptor. 5- hydroxytryptamine(5-HT)
terdapat dalam jumlah besar di trombosit dan saluran gastrointestinal( enterchromaffin sel
dan plexus myenteric). 5-HT juga berperan penting dalam neurotransmitter di Central
nervous system, retina, system limbic, hypothalamus, cerebellum dan spinal cord. Banyak
type dari 5-HT ini, antara lain 5-HT2A adalah reseptor yang berpengaruh pada kontraksi
otot dan agregasi trombosit. 5-HT3 adalah reseptor yang memediasi terjadinya mual
muntah yang terdapat saluran pencernaan dan area postrema di otak. 5-HT4 adalah
reseptor untuk sekresi dan peristaltic. 5-HT6 dan 5-HT7 adalah reseptor utama pada
system limbic yang berperan penting untuk terjadinya depresi.
Ondansetron selektif memblock reseptor serotonin 5-HT3. Reseptor 5-HT3
berlokasi perifer( abdominal vagal afferent) dan sentral(chemoreseptot trigger zone di area
postrema dan tractus nucleus solitaries) yang berperan penting dalam terjadinya mual
muntah. Serotonin dilepaskan dari sel enterocromaffin di usus kecil yang menstimulasi
vagal afferent melalui 5-HT3 dan menstimulasi terjadinya muntah. Obat ini tidak
mengganggu motilitas gastrointestinal dan sphingter oesophagus.
Ondansetron telah tebukti sebagai antiemetic yang efektif untuk mencegah PONV,
chemotherapy dan radiasi yang menyebabkan mual muntah. Tetapi tidak mempunyai efek
pada mual muntah yang diakibatkan oleh gangguan vestibular. Prophylaksis ini harus kita
berikan terutama kepada pasien dengan resiko tinggi terjadinya PONV untuk mengurangi
efek yang tidak diinginkan akibat mual muntah tersebut.
22,21,23
5-HT3 reseptor antagonis mempunyai efek samping yang lebih minimal
dibandingkan obat lain. Ondansetron tidak menyebabkan sedasi, gangguan extrapyramidal
ataupun depresi pernafasan. Efek samping yang paling banyak dilaporkan adalah sakit
kepala. Pada beberapa kasus didapatkan gangguan irama jantung(prolong QT interval)
terutama pada dolasetron.
20
Kontraindikasi Ondansetron adalah selain pada pasien yang hipersensitivitas
terhadap obat ini, juga pada ibu hamil ataupun yang sedang menyusui karena mungkin
disekresi dalam asi. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada
pasien yang mempunyai kelainan ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman.
23
Dosis yang dianjurkan untuk mencegah PONV adalah 4 mg pada akhir
pembedahan, dapat diulang setiap 4-8jam. waktu paruhnya adalah 3-4 jam pada orang
dewasa sedangkan pada anak-anak dibawah 15 tahun antara 2-3 jam, oleh karena itu
ondansetron baik diberikan pada akhir pembedahan. Ondansetron di metabolisme di hati
melalui proses hydroxylasi dan konjugasi oleh enzyme cythocrome P-450.
22,23
Kerangka konsep
Gambar 2.4-3 Kerangka Konsep
Anestesi Umum
Titik PC6
Ondansetron 4mg
ALUR PENELITIAN
Kelompok A Kelompok B
Ondansetron 4mg intravena Randomisasi
Ekstubasi
Penilaian PONV 0,2,4,24 jam paska operasi (relawan)
Reversal SA danprostigmin
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. DESAIN
Desain pada penelitian ini adalah penelitian uji klinis open trial dan dilakukan
randomisasi.
3.2. TEMPAT DAN WAKTU
Tempat : RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
Waktu : February- Maret 2012
3.3. POPULASI DAN SAMPEL a. Populasi
Populasi adalah seluruh pasien pasien dewasa yang menjalani pembedahan
elektif di kamar bedah sentral dengan general anestesi intubasi di RSUP Haji
Adam Malik Medan.
b. Sampel
Populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4. CARA PEMILIHAN SAMPEL
Sampel dipilih dengan cara consecutive sampling.
3.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Kriteria inklusi
1. Pasien laki-laki dan wanita yang akan dilakukan ansestesi umum intubasi
2. Pasien dengan skor APFEL 3-4.
3. ASA 1 – 2.
4. Lama operasi kurang dari 4 jam.
Kriteria eksklusi
1. Pasien yang menggunakan obat – obat anti emetik selama perioperatif.
2. Pasien dengan tekanan intrakranial yang meningkat.
3. Pasien dengan kehamilan.
4. Pasien dengan riwayat alergi chrome dan ondansetron.
4.6. BESAR SAMPEL
Estimasi besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut:
P2 = Proporsi PONV untuk kelompok Akupunktur = 51%
(24)
P
(11)
1 – P2
Dari perhitungan dengan rumus diatas, maka diperoleh besar sampel: n = pernbedaan proporsi yang diinginkan
4.7. CARA KERJA
a. Setelah mendapat informed consent dan disetujui komite etik semua sampel yang
akan menjalani operasi dimasukkan dalam kriteria inklusi dan eksklusi.
b. Semua pasien yang diambil secara consecutive sampling dimasukkan sebagai
sampel penelitian di wawancara, untuk menilai skor prediksi PONV dengan skor
Apfel.
c. Pada kelompok pasien yang akan dilakukan tindakan akupunktur, 30 menit
sebelum induksi, pasien diakupunktur pada titik PC6 pada kedua lengan bawah
oleh peneliti dan dilakukan stimulasi tiap 5 menit selama 30 menit dengan cara
memelintir jarum akupunktur beberapa detik.
d. Semua pasien yang menjadi sampel penelitian menerima regimen anestesi yang
sama. Dengan premedikasi midazolam 0,1mg/kgbb dan pethidine 1mg/kgbb,
induksi menggunakan propofol 2 – 2,5 mg/kg. Intubasi difasilitasi rocuronium 0,6 –
1,2 mg/kg. Rumatan anestesi dengan isoflurane, N2O dan O2
e. Pada kelompok pasien yang akan diberikan ondansetron 4mg intravena pada saat
akhir pembedahan, yaitu pada saat jahit kulit.
. Blokade
neuromuskular di reverse dengan kombinasi neostigmine 0,04 – 0,08 mg/kg dan
atropine 0,02 – 0,04 mg/kg.
f. Setelah pasien sadar penuh, mual dinilai dengan skala 3 point dari 0 (tidak mual), 1
(mual), 2(Muntah), 3(Mual dalam 30 menit atau muntah lebih dari 2 kali). Pasien
diklasifikasikan PONV jika ada mual, retching atau muntah pada jam ke 0,2,4,24.
Penilaian dimulai dari pasien masuk ke recovery room atau paska bedah oleh
g. Tindakan rescue antiemetic pada kedua group dengan ondansetron 4mg diberikan
pada pasien yang mengalami mual muntah yang terus menerus berlangsung lebih
dari 5 menit atau pasien yang mengalami mual muntah kurang dari 5 menit tetapi
clebih dari dua kali gejala mual muntah.
4.8. IDENTIFIKASI VARIABEL
Penelitian ini memiliki 2 variabel penelitian :
a) Variabel Dependen : PONV.
b) Variabel independen : Titik akupunktur PC 6 dan ondansetron 4mg.
4.9. RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISA DATA
a. Data yang akan terkumpul dianalisa dengan program software SPSS versi 15.
b. Pengujian kenormalan dilakukan dengan Kolmogorov-Siminov.
c. Analisis data PONV bila distribusinya normal dengan t test tidak berpasangan
dan bila distribusinya tidak normal dengan uji chi-square.
d. Batas kemaknaan yang ditetapkan 5%.
e. Interval kepercayaan yang dipakai 95%.
4.10. DEFINISI OPERASIONAL
a. Mual didefinisikan sebagai sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang
berhubungan dengan keinginan untuk muntah.
b. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi gaster.
c. Skor Apfel adalah skor untuk prediksi PONV yang dikembangkan oleh Apfel
dengan faktor resikonya berupa wanita, tidak merokok, riwayat PONV atau
Tabel 4.10-1 Skor Apfel
d. Motion sickness adalah penyakit yang disebabkan oleh goncangan yang dialami
dalam berbagai perjalanan seperti mabuk laut, mabuk kereta, mabuk mobil, dan
mabuk udara.
e. PONV adalah mual atau muntah yang dialami pasien dalam 24 jam paska
operasi. Dinilai dengan mual dinilai dengan skala 3 point dari 0 (tidak
mual,tidak muntah), 1 (mual), 2 (muntah), 3 (Mual dalam 30 menit atau muntah
lebih dari 2 kali).
f. Opioid paska operasi adalah pemberian golongan opioid pada paska operasi.
4.11. MASALAH ETIKA
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komite etik penelitian bidang
kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pasien ataupun keluarga
pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta resiko dari hal yang
terkait dengan penelitian. Kemudian diminta mengisi formulir kesediaan menjadi subjek
penelitian (informed consent).
Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan yang dikerjakan
pada pemeriksaan pasien dan dikerjakan sesuai standar. Bila terjadi kegawat daruratan
selama proses tindakan, baik yang berhubungan langsung akibat tindakan ataupun suatu
teknik, alat dan obat standar seperti yang telah disiapkan sesuai standarisasi penanganan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Maret tahun 2012, dan diperoleh 72
pasien yang bersedia mengikuti penelitian dengan status fisik ASA I dan II yang menjalani
tindakan pembedahan dengan anestesi umum intubasi. Dari 72 pasien yang menjadi subjek
penelitian dibagi secara random dalam 2 kelompok dengan menggunakan tindakan dan
obat anti mual muntah yang berbeda, yakni kelompok A menggunakan akupunktur titik
PC6 dan kelompok B menggunakan Ondansetron 4mg intravena.
4.1. Karakteristik umum sampel penelitian pada kedua kelompok
Karakteristik umum subjek penelitian dinilai dari umur, jenis kelamin, berat badan,
tinggi badan dan indeks massa tubuh. Hasil penelitian terlihat pada tabel 4.1. di bawah ini.
Tabel 4.1-1 Karakteristik umum
Karakteristik umum Kelompok A Kelompok B p
Umur (tahun) 33,31(SD 10,78) 32,56 (SD 10,22) 0,763*
Jenis kelamin (Lk/Pr) 7(19,4%)/ 29(80,6%) 7(19,4%)/ 29(80,6%) 1,00
BB (kg)
#
61,44(SD 8,79) 59,14(SD 8,50) 0,262
TB (cm)
*
161,94(SD 7,44) 162,03(SD 6,41) 0,960
Umur (tahun) sampel penelitian mulai dari 18 sampai 60 dengan nilai rerata
33,31(SD 10,78) pada kelompok A dan 32,56 (SD 10,22) pada kelompok B. Dari hasil
analisa dengan uji T independent didapatkan p=0,763 dianggap berbeda tidak bermakna
pada umur sampel diantara kedua kelompok.
Jenis kelamin (Lk/Pr) diantara kedua kelompok dianalisa menggunakan chi-square
(x2
Rerata berat badan (kg) sampel penelitian pada kelompok A adalah 61,44(SD 8,79)
sedangkan kelompok B adalah 59,14(SD 8,50) dengan uji T independent didapatkan nilai
p=0,262 dianggap berat badan diantara kedua kelompok berbeda tidak bermakna.
) didapatkan nilai p=1,00 dianggap prevalensi jenis kelamin diantara kedua kelompok
berbeda tidak bermakna.
Rerata indeks massa tubuh (BMI) (kg/m2
4.2. Jenis pekerjaan pada kedua kelompok penelitian
) pada kelompok A adalah 23,35(SD 2,42)
sedangkan kelompok B adalah 22,50(SD 2,81) dengan uji T independent didapatkan nilai
p=0,175 dianggap BMI diantara kedua kelompok berbeda tidak bermakna.
Karakteristik sosial ekonomi sampel penelitian dinilai dari pekerjaan pada kedua
kelompok. Hasil penelitian terlihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2-1 Jenis pekerjaan sampel penelitian
Jenis pekerjaan Kelompok A (n=36) Kelompok B (n=36) p
Buruh 0 (0%) 2 (5,7%)
Karyawan 6 (16,7%) 7 (19,4%)
Mahasiswa 2 (5,6%) 8 (22,2%) 0,209
Pelajar
#
5 (13,9%) 4 (11,1%)
Petani 5 (13,9%) 3 (8,3%)
Wiraswasta 3 (8,3%) 4 (11,1%)
#Uji Chi-square
Jenis pekerjaan terbanyak dalam penelitian ini adalah IRT, karyawan, pelajar dan
petani pada kelompok A sedangkan pada kelompok B adalah IRT, mahasiswa dan
karyawan. Jenis pekerjaan pada sampel penelitian dianalisa menggunakan uji chi-square
(x2
4.3. Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian
) didapatkan p = 0,209 dianggap jenis pekerjaan diantara kedua kelompok berbeda tidak
bermakna.
Jenis operasi pada kedua kelompok tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 4.3-1 Jenis operasi sampel penelitian
Jenis operasi Kelompok A (n=36) Kelompok B (n=36) p
Bedah Digestif 5 (13,9%) 3 (8,3%)
Bedah Mata 2(5,6%) 3(8,3%)
Bedah Obgyn 5(13,9%) 3(8,3%)
Bedah Orthopaedi 9(25%) 5(13,9%)
Bedah Plastik 2(5,6%) 3(8,3%)
Bedah Syaraf 0(0%) 1(2,8%)
Bedah THT 6(16,7%) 6(16,7%)
#Uji Chi-square
Pada kelompok A jenis operasi terbanyak adalah bedah Orthopedi, bedah Onkologi dan
bedah THT dan pada kelompok B jenis operasi terbanyak adalah bedah Onkologi, bedah
Orthopedi dan bedah THT. Setelah dianalisa dengan uji chi-square didapatkan p = 0,716
kedua kelompok dianggap berbeda tidak bermakna dalam hal jenis operasi.
4.4. Perbandingan berdasarkan lama tindakan anestesi Perbandingan lama tindakan anestesi tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 4.4-1 Lama tindakan anestesi
Kelompok A (n=36) Kelompok B (n=36) p
Lama anestesi 117,31 (SD 17,07) 116,36 (SD 24,00) 0,870*
*Uji Mann Whitney
Lama tindakan anestesi (menit) didapatkan pada kelompok A adalah 117,31 (SD 17,07)
sedangkan pada kelompok B adalah 116,36 (SD 24,00). Dari hasil analisa dengan uji Mann
whitney didapatkan p = 0,870 dimana lama tindakan anestesi pada kedua kelompok
4.5. Perbandingan berdasarkan skor APFEL
Skor APFEL pada kedua kelompok pada hasil penelitian terlihat pada tabel 4.5. di
bawah ini.
Tabel 4.5-1 Skor APFEL
Karakteristik umum Kelompok A (n=36) Kelompok B (n=36) p
Skor 3 26(72,2%) 26(72,2%) 1,000*
Skor 4 10(27,8%) 10(27,8%)
# uji chi square
Skor APFEL (3/4) diantara kedua kelompok dianalisa menggunakan chi-square (x2
4.6. Angka kejadian mual muntah pada kedua kelompok
)
didapatkan nilai p=1,000 dianggap prevalensi skor APFEL diantara kedua kelompok
berbeda tidak bermakna.
Angka kejadian mual muntah 0 jam setelah operasi pada kelompok A dan
kelompok B (tabel 4.6.1).
Tabel 4.6-1 Angka kejadian mual muntah 0 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B P
T0 Tidak mual/muntah(0) 35 (97,2%) 34 (94,4%) 1,000#
Mual(1) 1(2,8%) 2(5,6%)
#
Hasil kejadian mual muntah 0 jam setelah operasi pada kelompok A adalah
1(2,8%) dan kelompok B adalah 2(5,6%) dengan nilai p = 1,000, dianggap kejadian mual
muntah 0 jam diantara kedua kelompok berbeda tidak bermakna.
Angka kejadian mual muntah 2 jam setelah operasi pada kelompok A dan kelompok B
(tabel 4.6.2).
Tabel 4.6-2 Angka kejadian mual muntah 2 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B P
T2 Tidak mual/muntah(0) 32 (88,9%) 34 (94,4%) 0,804#
Mual(1) 3(8,3%) 1(2,8%)
Muntah(2) 1(2,8%) 1(2,8%)
#
Hasil kejadian mual 2 jam setelah operasi pada kelompok A adalah 3(8,3%) dan kelompok
B adalah 1(2,8%). Angka kejadian muntah 2 jam setelah operasi pada kelompok A adalah
1(2,8%) dan kelompok B adalah 1(2,8%) dengan nilai p = 0,804 dianggap kejadian mual
muntah 2 jam diantara kedua kelompok berbeda tidak bermakna. Uji Fischer exact test
Angka kejadian mual muntah 4 jam setelah operasi pada kelompok A dan kelompok B
Tabel 4.6-3 Angka kejadian mual muntah 4 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B P
T4 Tidak mual/muntah(0) 35 (97,2%) 33 (91,7%) 0,614#
Mual(1) 1(2,8%) 2(5,6%)
Muntah(2) 0(0%) 1(2,8%)
#
Hasil kejadian mual 4 jam setelah operasi pada kelompok A adalah 1(2,8%) dan kelompok
B adalah 2(5,6%). Angka kejadian muntah 2 jam setelah operasi pada kelompok A adalah
0(0%) dan kelompok B adalah 1(2,8%) dengan nilai p = 0,614 dianggap kejadian mual
muntah 4 jam diantara kedua kelompok berbeda tidak bermakna. Uji Fischer exact test
Angka kejadian mual muntah 24 jam setelah operasi pada kelompok A dan kelompok B
(tabel 4.6.4).
Tabel 4.6-4 Angka kejadian mual muntah 24 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B P
T24 Tidak mual/muntah(0) 33 (91,7%) 32 (88,9%) 0,674#
Mual(1) 3(8,3%) 2(5,6%)
Muntah(2) 0(0%) 2(5,6%)
#
Hasil kejadian mual 24 jam setelah operasi pada kelompok A adalah 3(8,3%) dan
kelompok A adalah 0(0%) dan kelompok B adalah 2(5,6%) dengan nilai p = 0,674
dianggap kejadian mual muntah 24 jam diantara kedua kelompok berbeda tidak bermakna.
4.7. Efek samping tindakan dan obat 24 jam setelah operasi pada kedua kelompok Efek samping pemberian tindakan dan obat 24 jam setelah operasi pada kedua kelompok
(table 4.7.1).
Tabel 4.7-1 Efek samping nyeri kepala setelah 24 jam setelah operasi
Kelompok A Kelompok B P
Nyeri kepala 0 (0%) 6 (16,7%) 0,025#
#
Hasil kejadian efek samping pemberian tindakan dan obat 24 jam setelah operasi pada
kelompok A adalah 0(0%) dan kelompok B adalah 6(16,7%), dengan nilai p = 0,025
dianggap efek samping pemberian tindakan dan obat 24 jam setelah operasi pada kedua
kelompok berbeda bermakna. Uji Fischer exact test
4.8. Total angka kejadian mual muntah 24 jam setelah operasi
Total angka kejadia mual muntah 24 jam setelah operasi (Tabel 4.8.1).
Tabel 4.8-1 Angka kejadian mual muntah 24 jam setelah operasi pada kelompok A dan kelompok B
Kelompok A Kelompok B P
24
jam
Mual/muntah 7(19,4%) 7(19,4%)
#
Hasil keseluruhan kejadian tidak mual atau muntah 24 jam setelah operasi pada kelompok
A adalah 29(80,6%) dan kelompok B adalah 29(80,6%). Angka kejadian keseluruhan
muntah atau muntah 24 jam setelah operasi pada kelompok A adalah 7(19,4%) dan
kelompok B adalah 7(19,4%) dengan nilai p = 1,000 dianggap kejadian keseluruhan mual
BAB V PEMBAHASAN
Dari data karakteristik umum sampel penelitian terlihat bahwa umur, jenis kelamin,
berat bedan, tinggi badan, indeks massa tubuh pada kedua kelompok tidak terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik yang berarti sampel yang diambil relative
homogen dan layak dibandingkan dengan p>0,005.
Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan bermakna secara statistik antara kedua
kelompok pada jam ke 0,2,4, ataupun 24 jam post operasi untuk angka kejadian mual
muntah setelah pemberian perlakuan titik akupunktur PC6 maupun ondansetron 4mg
intravena sebelum operasi p>0,005. Namun pada kejadian efek samping pemberian
tindakan dan obat 24 jam setelah operasi pada kedua kelompok terdapat perbedaan
bermakna secara statistic dengan p<0,05. Dari hasil tersebut dapat difahami bahwa titik
akupunktur PC6 atau ondansetron 4mg intravena memiliki kemampuan yang sama dalam
menurunkan dan mencegah mual muntah pasca operasi, walaupun efek samping yang
dihasilkan berbeda pada kedua kelompok.
Mual muntah pasca operasi dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan,
termasuk dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, jahitan menjadi tegang dan terbuka,
hipertensi vena dan perdarahan, ruptur esofageal, dan keadaan yang membahayakan jiwa
pada jalan nafas, walaupun komplikasi yang lebih berat lebih jarang.Setiap muntah akan
memperlama keluarnya pasien dari ruang pemulihan lebih lama 20 menit dan
memperpanjang masa rawat di rumah sakit. Morbiditas yang berhubungan dengan PONV
termasuk wound dehiscence, dehidrasi, gangguan elektrolit, dll. Mual dan muntah adalah
pencernaan ) namun bisa juga terjadi karena respon olfaktori, visual, vestibular, dan
stimulus psikogenik. Kejadian mual tidak begitu dimengerti. Hal ini berhubungan dengan
relaksasi gastrointestinal, retroperistaltik di duodenum, salivasi yang meningkat, pucat dan
takikardi. Vomiting dan retching adalah respon dari batang otak; mual berasal dari pusat
yang lebih tinggi. Muntah dimulai dengan nafas dalam, tertutupnya glotis dan naikknya
soft palate. Lalu diafrahma kontraksi dengan kuat dan otot – otot abdomen kontraksi untuk
meningkatkan tekanan intra abdominal. Hal ini menyebabkan ejeksi yang kuat isi lambung
ke esofagus lalu keluar dari mulut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agarwal et al
pada penelitiannya ia menggunakan teknik akupunktur pada titik PC6 dan ondansetron
4mg intravena dengan hasil tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok
dalam mencegah mual muntah paska operasi pada pasien yang dilakukan tindakan operasi
laparascopy cholesistectomi.
1,27
Honkavaara et al meneliti tentang efek mual muntah paska operasi dengan membandingkan ondansetron 4mg, 8mg dan placebo. Dengan hasil antara dosis 4mg dan
8mg tidak ada perbedaan bermakna secara statistic yaitu angka kejadian mual muntah
pasca operasi pada kelompok ondansetron 4mg dan 8mg sama yaitu 16% dan pada
kelompok placebo didapat angka kejadian mual muntahnya 53%. Hal ini hampir sama
dengan hasil penelitian ini yang di dapat yaitu angka kejadian mual muntah pasca operasi
yang diberi ondansetron 4mg sebesar 19,4%.
30
Penelitian lain oleh McKenzie et al juga mendapat hasil yang tidak jauh berbeda
dengan Honkavaara et al, yaitu membandingkan ondansetron 1mg, 4mg dan 8mg. Hasil
yang didapat pada kelompok 1mg,4mg dan 8mg angka kejadian mual muntah paska
operasi 48%,24% dan 23%. McKenzie et al juga meneliti angka kejadian sakit kepala pada
tiga kelompok tersebut dengan hasil 15%, 14% dan 12%. Hasil hampir sama dengan
penelitian ini yaitu 16,7%.
Chin-Fu et al melakukan perangsangan pada titik akupunktur PC6 dibandingkan dengan placebo untuk mencegah mual muntah paska operasi . Hasil yang didapat titik
akupunktur efektif sebesar 23% dibanding placebo 41% dalam menurunkan angka kejadian
mual muntah paska operasi. Hal ini juga hampir sama dengan penelitian ini yang didapat
angkakejadian mual muntahnya pasca operasi yang dilakukan tindakan akupunktur
sebanyak 19,4%.
31
Streitberger et al meneliti penggunaan titik akupunktur PC6 dibandingkan placebo dalam hal mencegah mual muntah pasca operasi. Hasil yang didapat berbeda dengan hasil
dari penelitian ini, yaitu angka kejadian mual muntah paska operasi pada pasien yang
dilakukan akupunktur sebesar 43,7% dan pada placebo 50,9%. Hal ini berbeda dengan
hasil penelitian yang lain. Peneliti ini juga mengakui ini mungkin bisa disebabkan tidak
adanya stimulasi secara manual ataupun elektrikstimulator yang dilakukannya sepanjang
dilakukan tindakan akupunktur, tetapi hal ini juga masih harus dibuktikan lebih lanjut.
28
Pada penelitian Margarita Coloma et al mempunyai hasil yang lebih kurang sama,
pada penelitiannya ia menggunakan 3 kelompok pasien yang akan dinilai mual muntahnya.
Kelompok 1 diberi ondansetron 4mg dan Relief Band palsu, kelompok kedua diberi injeksi
normalsaline 2ml dan Relief Band asli dan kelompok 3 diberi ondansetron 4mg dan Relief
Band asli. Hasil yang didapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik
pada kelompok 1 dan 2, tetapi ada perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan
kelompok 3.
13
Pada penelitian Shu-Ming Wang et al mereka membandingkan antara penggunaan
titik akupunktur PC6 dibandingkan dengan droperidol untuk mencegah mual muntah pasca
operasi dengan hasil tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kelompok yang diteliti.
Sebagaimana disebut oleh Domino et al yaitu melakukan meta- analisis pada 54 artikel
yang menunjukkan bahwa droperidol sama efektifnya dengan ondansetron dalam
mencegah mual muntah pasca operasi pada orang dewasa.
Berdasarkan hasil penelitian ini didapat angka kejadian mual muntah paska operasi
menurun yaitu 19,4% dibandingkan dengan angka kejadian mual muntah paska operasi
yang diteliti oleh Zainumi C M di rumah sakit Adam Malik yaitu sebesar 40%. Dengan
penurunan ini tentu sangat dianjurkan untuk menggunakan titik akupunktur PC6 ataupun
ondansetron 4mg intravena sebagai standart dalam pengelolaan pasien dengan resiko tinggi
mual muntah paska operasi. Untuk menurunkan angka kejadian mual muntah paska operasi
perlu juga dipertimbangkan multimodal therapy untuk lebih menurunkan angka
kejadiannya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
1. Terdapat kesamaan efektifitas antara titik akupunktur PC6 dan ondansetron 4mg intravena pada pasien resiko tinggi terjadi mual muntah yang menjalani tindakan
operasi dengan anestesi umum.
2. Dengan sekali tindakan akupunktur Pericardium 6 (PC6) ataupun dengan pemberian Ondansetron 4mg, angka kejadian mual muntah paska operasi di RS
Haji Adam Malik didapat sebesar 19,4%.
6.2. SARAN
1. Dari hasil penelitian ini disarankan untuk menggunakan titik akupunktur PC 6
atau ondansetron 4mg intravena untuk mencegah mual muntah paska operasi.
Untuk akupunktur diperlukan keterampilan yang khusus, untuk itu disarankan
menambah keterampilan ini pada PPDS anestesi mengingat makin luasnya
penggunaan akupunktur di bagian anestesi dalam berbagai bidang.
2. Penelitian ini merupakan dasar dan perlu penelitian lebih lanjut untuk
menurunkan angka mual muntah paska operasi, dengan cara penggabungan
multimodal therapy dikombinasikan dengan akupunktur, ataupun dengan
Daftar Pustaka
1. Gan, TJ. Risk Factors for post operative nausea and vomiting, Anesth & Analg, 2006, Vol. 102, hal. 1884-98.
2. Ho K Y. Evidence based management of post operative nausea and vomiting, Canadian Journal, 2003, Vol. 50, hal. 6.
3. S Pierre, G COrno, H Benais, C Apfel. Risk score dependent antiemetic approach effectively reduce post operative nausea and vomiting,Canadian Anesth, 2004, Vol. 51, hal. 320-5.
4. Watcha MF, White PF. Post Operative Nausea and Vomiting, its etiologi, treatment, and prevention, Anesthesiology, 1992, Vol. 77, hal. 162-184.
5. Choi DH, Ko JS, Ahn HJ, Kim JA. A Korean predictive model for post operative nausea and vomiting, J korean Med Sci, 2005, Vol. 20, hal. 811-5.
6. Zainumi C M. Perbandingan antara skor APFEL dengan skor Koivuranta terhadap prediksi terjadinya post operative nausea and vomiting pada anestesi umum. Tesis akhir penelitian Medan, 2009.
7. VY, Deane. An audit of nausea and vomiting in a post anesthetic care unit , British journal, 2005, Vol. 6, hal. 64-6.
8. Sadqa A, Khau BA, Zae RA. The assessment of risk factors for postoperative nausea and vomiting, Journal of the college of physician and surgeons pakistan, 2008, Vol. 3, hal. 137-141.
9. MF watcha, PF White. Postoperative Nausea and Vomiting, Anesthesiology, 1992, Vol. 77, hal. 162-184.
10. Mahendar. effect of ondansetron 4mg and accustimulation PC6 on prevent nausea and vomiting after middle ear surgery. Hal 480-489. 2005.
11. NH, Mahendar. Prevention of PONV by acustimulation with capsium plaster is comparable to ondansetron after middle ear surgery, Can j Anesth, 2005. hal. 485- 489. Vol. 52.
12. Utomo, Anggarda Kristianti. Perbandingan efektivitas antara akupuntur PC-6 dan ondansetron dalam mencegah insiden post operative nausea and vomiting, FK UNS
14. Maddali MM, Mathew J. Comparison of the efficacy dexamethason, ondansetron, methoclopramid, Med, 2003. hal. 302-6. Vol. 49.
15. Honkavaara, P. Effect of ondansetron on nausea and vomiting after middle ear surgery during general anaesthesia, British Journal, 1995. hal. 316-318. Vol. 76.
16. Rush D, Eberhart LHJ, Roos A, Roewer N. Comparison of predictive models for post operative nausea and vomiting, Can J Anesth, 2005, hal. 478-84.
17. Pierre S, Benais H, Pouymayou J. Apfel's simplified score may favourably predict the risk of postoperative nausea and vomiting, Can J Anesth, 2002, Vol. 49, hal. 237-42.
18. ASPAN. ASPAN evidence based clinical practice guidline for the prevention management of PONV, Journal peri Anesthesia Nursing, 2001, Vol. 4, hal. 230-50.
19. Setiabudy R, , Farmakologi dan terapi, Edisi IV. 1995.
20. RSCM, KSMF Akupunktur. Ilmu Akupunktur. Jakarta ,2000, hal. 1-5.
21. Indonesia, Kolegium Akupunktur. Akupunktur Medik dan Perkembangannya. Jakarta ,2009, hal. 1.
22. Yin G, Liu Z. Advanced Modern Chinnase Acupuncture Therapy, New World Press, 2000, hal. 126-316.
23. Stoelting R, Hillier S. Pharmacology and Physiology in Anesthesia, Phyladelphia Lipincot Williams and Wilkins, 2006.
24. Lobato E, Gravenstein N, Kirby R. Complication in Anesthesiology, Lippincott Wiliams & Wilkins, 2008.
25. Morgan Jr GE, Michail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. new york : Mcgraw- Hill Companies, 2006, Vol. 4.
26. Rahman MH, Beattie J. Post Operative Nausea and vomiting, The Pharmaceutical Journal, 2004, Vol. 273.
27. Ray MC, Kovac A, O connor. Comparison of ondansetron Versus plasebo to prevent Postoperative Nausea and Vomiting in women undergoing ambulatory gynecology surgery, Anesthesiology, 1994, Vol. 78.hal.21-28
29. Margarita C, Paul FW. Lippincott Williams & Wilkins, 2002, Comparison of Acustimulation and Ondansetron for the Treatment of Established Postoperative Nausea and Vomiting.hal.1387-92
30. Agarwal A, Bose N, Gaur A. Can J Anesth, 2002, Acupressure and Ondansetron for postoperative Nausea and Vomiting after Laparoscopy cholesistectomy, Vol. 49.hal.554-60
31. McKenzie R, Anthoni Kovac. Lippincott Company, 1993, Comparison of Ondansetron versus Placebo to Prevent Postoperative Nausea and Vomiting in Women Undergoing Ambulatory Gynecologic Surgery, Vol. 78.hal.21-28
32. Shu M W, Zeen N K. Lippincott Wiliams and Wilkins, 2002, P6 Acupoint Injections Are as Effective as Droperidol in Controlling Early Postoperative Nausea and Vomiting , Vol. 97. Hal.359-66
33. Domino K B, Anderson E A, Polissar N L. Anest Analg, 1999, Comparative efficacy and safety of ondansetron, droperidol, and metoclopramide for preventing postoperative nause and vomiting: a meta analysis, Vol. 88. Hal.1370-9