PENGARUH PENYESUAIAN DIRI DALAM LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA PEGAWAI PT. PLN (PERSERO)
UNIT PELAYANAN TRANSMISI MEDAN
SKRIPSI
Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi
OLEH : DESTI NATALINA
041301003
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Bapa di sorga karena atas berkat, kekuatan dan cinta kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Terhadap
Kepuasan Kerja Pada Pegawai PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi
Medan”. Sungguh, jika bukan karena Bapa yang memampukan, saya tidak akan
dapat menyelesaikan skripsi ini sampai selesai. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikolgi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada orangtua (Papa B. Sembiring dan Mama M. br. Tarigan). Terima kasih buat segalanya, curahan kasih sayang, doa, dukungan moril dan materiil, serta semangat yang kalian berikan untuk saya. Buat abangku Andy dan kakak iparku Ruth, terlebih Carlos, yang begitu lucunya. Terimakasih buat doa dan dukungan kalian semua. Saya juga tak lupa mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, dan masukan-masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Untuk itu, izinkanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
2. Bapak Ferry Novlialdi, M.Si selaku dosen pembimbing saya. Terimakasih pak, atas waktu dan kesediaan Bapak dalam menuntun pengerjaan skripsi ini dari awal sampai selesai.
3. Bapak H. Zainal Abidin, selaku manager PT. PLN (Persero) UPT Medan yang telah memberikan izin bagi saya untuk mengadakan penelitian di PT. PLN (Persero) UPT Medan. Terimakasih juga kepada bang Subakir dan Kak Leni, yang telah membantu mencarikan subjek penelitian untuk saya. Terima kasih juga saya ucaan kepada Pak Manurung, yang telah mencarikan subjek penelitian untuk tryout saya. Juga kepada pegawai-pegawai PT. PLN (Persero) UPT yang telah menjadi subjek dalam penelitian ini. Terimakasih banyak, bantuan yang telah anda berikan sangat berarti untuk saya.
4. Ibu Eka Ervika, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberi saran dan masukan kepada saya selama perkuliahan ini.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar Psikologi, yang telah mendidik dan memberikan ilmu selama proses perkuliahan yang saya jalani. Terimakasih juga kepada Pak Is, Pak As, Kak Ari dan Kak Devi atas bantuan yang telah diberikan. 5. Jefry Ugadeba Ketaren, kamulah orang yang menjadi bagian terpenting dalam
hidup saya. Karena kamulah saya tetap semangat untuk hidup dan kesetiaan kamu menemani saya dalam mengerjakan skripsi ini hingga selesai. Saya yakin kamulah kelak yang akan mendampingi saya untuk selamanya. Terimakasih ya Bang.
langsing ya ma, biar nempah kebaya ukuran kecil), Onya (tambah hari tambah mesra aja, semoga lancar seminarnya), Nofri (kapan ke teknik buat penelitian lagi), Uci (jangan sering jurus menghilang ya), Putri (jangan putus asa ya, aku yakin kamu bisa). Keberadaan kalian membuat saya tetap semangat.
7. Nenek Karo, bentar lagi kita makan-makan karo, dan semua saudara-saudaraku yang ada di Medan, Sembahe, terimakasih atas doa dan dukungannya.
8. Terimakasih juga buat teman-teman seperjuangan seminar, Junedi, Kak Mimi, Astari, Dewi yang udah jadi sarjana. Buat Feni, Kak Nela, Kak Ima, Kak Anita, Bang Joni tetap semangat ya.
9. Kak Ade yang selalu cerewet di psycho-lib, Kak Wawa yang bantuin aku hitung skala. Masih banyak teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih buat bantuannya selama ini.
10.Anak Kost Pak Barus, Lia jangan pacaran aja ya dek. Kak Enda yang benar kalo jaga wartel.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Saya menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya membuka kesempatan atas masukan, kritikan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Terimakasih.
Medan, Juni 2008
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR...viii
BAB I. PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...8
C. Tujuan Penelitian...9
D. Manfaat Penelitian...9
E. Sistematika Penulisan...10
BAB II. LANDASAN TEORI...11
A. Kepuasan Kerja...11
1. Pengertian Kepuasan Kerja...11
2. Aspek-aspek Kepuasan Kerja...13
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja...15
4. Ciri-ciri Karyawan yang Memiliki Kepuasan Kerja yang Tinggi...23
B. Penyesuaian Diri...24
1. Pengertian Penyesuaian Diri...24
2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri...27
C. Penyesuaian Diri dalam Lingkungan Kerja...29
D. Pengaruh Penyesuaian Diri dengan Kepuasan Kerja...29
E. Hipotesa...31
BAB III. METODE PENELITIAN...32
A. Identifikasi Variabel Penelitian...32
B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian...33
1. Kepuasan Kerja...33
2. Penyesuaian Diri...34
C. Subjek Penelitian...34
1. Populasi...34
2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel...35
D. Metode Pengumpulan Data...36
1. Skala Penyesuaian Diri...37
2. Skala Kepuasan Kerja...38
3. Uji Coba Alat Ukur...39
4. Daya beda Aitem, Validitas dan Reliabilitas...40
5. Hasil Uji Coba Alat Ukur...42
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian...44
1. Persiapan Penelitian...44
2. Pelaksanaan Penelitian...46
3. Pengolahan Data Penelitian...46
BAB IV. HASIL DAN INTERPRETASI DATA...48
A. Gambaran Subjek Penelitian...48
1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin...48
2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia...49
3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan...49
4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja...50
B. Hasil Penelitian...50
1. Hasil Uji Asumsi...50
2. Hasil Utama Penelitian...53
3. Hasil Tambahan...54
BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN...59
A. Kesimpulan...59
B. Diskusi...60
C. Saran...62
1. Saran Metodologis...62
2. Saran Praktis Bagi Perusahaan...63 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Distribusi aitem-aitem skala penyesuaian diri saat uji coba...38
Tabel 2. Distribusi aitem-aitem skala kepuasan kerja saat uji coba...39
Tabel 3. Distribusi aitem-aitem skala penyesuaian diri setelah uji coba...43
Tabel 4. Distribusi aitem-aitem skala kepuasan kerja setelah uji coba...44
Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin...48
Tabel 6. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia...49
Tabel 7. Gambaran Subjek Berdasarkan Pendidikan...49
Tabel 8. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja...50
Tabel 9. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test...51
Tabel 10. Hasil ANOVA Pada Analisa Regresi...52
Tabel 11. Hasil Model Summary pada Analisa Regresi...53
Tabel 12. Hasil Coefficients pada Analisa Regresi...54
Tabel 13. Deskripsi Data Penelitian Penyesuaian Diri...54
Tabel 14. Kriteria Kategorisasi Jenjang Data Hipotetik Penelitian...55
Tabel 15. Kategorisasi Data Hipotetik Penyesuaian Diri ...55
Tabel 16. Deskripsi Data Penelitian Kepuasan Kerja...56
Tabel 17. Kategorisasi Data Hipotetik Kepuasan Kerja...56
DAFTAR GAMBAR
Pengaruh Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Pada Pegawai PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan
Desti Natalina dan Ferry Novliadi
ABSTRAK
Banyak karyawan yang tidak mampu mencapai kepuasan dalam bekerja, hal ini disebabkan karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri di lingkungan kerjanya (Davidoff, 1991). Kemampuan penyesuaian diri individu terhadap pekerjaannya diindikasikan oleh kepuasan dan kesuksesan.
Penelitian ini berbentuk korelasional yang bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh penyesuaian diri dalam lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja pada pegawai PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan.
Penelitian ini mengambil sampel pegawai PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan sejumlah 60 orang pegawai dengan tingkat pendidikan minimal SMU, telah bekerja minimal 1 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Alat ukur yang digunakan dengan meggunakan skala penyesuaian diri dan kepuasan kerja yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek penyesuian diri oleh Fahmy (dalam Sobur, 2003), dan berdasarkan aspek-aspek kepuasan kerja oleh Robins, (1996), dengan nilai reliabilitas penyesuaian diri (rxy) = 0.883 dan nilai reliabilitas
skala kepuasan kerja (rxy) = 0.929.
Metode analisa data yang digunakan adalah analisa regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) ada pengaruh positif antara penyesuaian diri dengan kepuasan kerja (R = 0.662) dan p=0.000, (2) pengaruh penyesuaian diri terhadap kepuasan kerja adalah sebesar 43.8 % (R-square = 0.438). Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian diri memiliki peran yang cukup tinggi dalam meningkatkan kepuasan kerja. Hal ini ditunjukkan dengan sumbangan efektifnya sebesar 43.8%.
Pengaruh Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Pada Pegawai PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan
Desti Natalina dan Ferry Novliadi
ABSTRAK
Banyak karyawan yang tidak mampu mencapai kepuasan dalam bekerja, hal ini disebabkan karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri di lingkungan kerjanya (Davidoff, 1991). Kemampuan penyesuaian diri individu terhadap pekerjaannya diindikasikan oleh kepuasan dan kesuksesan.
Penelitian ini berbentuk korelasional yang bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh penyesuaian diri dalam lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja pada pegawai PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan.
Penelitian ini mengambil sampel pegawai PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan Transmisi Medan sejumlah 60 orang pegawai dengan tingkat pendidikan minimal SMU, telah bekerja minimal 1 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Alat ukur yang digunakan dengan meggunakan skala penyesuaian diri dan kepuasan kerja yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek penyesuian diri oleh Fahmy (dalam Sobur, 2003), dan berdasarkan aspek-aspek kepuasan kerja oleh Robins, (1996), dengan nilai reliabilitas penyesuaian diri (rxy) = 0.883 dan nilai reliabilitas
skala kepuasan kerja (rxy) = 0.929.
Metode analisa data yang digunakan adalah analisa regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) ada pengaruh positif antara penyesuaian diri dengan kepuasan kerja (R = 0.662) dan p=0.000, (2) pengaruh penyesuaian diri terhadap kepuasan kerja adalah sebesar 43.8 % (R-square = 0.438). Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian diri memiliki peran yang cukup tinggi dalam meningkatkan kepuasan kerja. Hal ini ditunjukkan dengan sumbangan efektifnya sebesar 43.8%.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu
sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia
mempunyai beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana
masing-masing individu memiliki tujuan dan kebutuhan yang berbeda dengan
individu lainnya. Sedangkan sebagai makhluk sosial, individu selalu ingin
berinteraksi dan hidup dinamis bersama orang lain. Saat berinteraksi dan
berhubungan dengan orang lain, individu memiliki tujuan, kepentingan, cara
bergaul, pengetahuan ataupun suatu kebutuhan yang berbeda antara satu dengan
yang lain dan semua itu harus dicapai untuk dapat melangsungkan kehidupan.
Manusia dalam sebuah organisasi memiliki peran utama dalam
menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas organisasi. Mengingat
peran yang cukup dominan tersebut, maka segala upaya akan dilakukan untuk
mengatur kinerja manusia agar lebih efektif dan efisien dalam suatu organisasi.
Belum lagi menghadapi laju modernisasi dan perkembangan teknologi yang
menuntut organisasi harus peka dan responsif terhadap tuntutan zaman. Kualitas
sumber daya manusia mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan
dan kemajuan organisasi. Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat
berguna untuk menunjang keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, agar sebuah
perusahaan harus mencari orang-orang yang bermotivasi tinggi dalam bekerja.
Manusia sebagai sumber daya yang potensial merupakan sumber kekuatan suatu
oranisasi, sebab manusialah yang menggerakkan organisasi. Jufri (dalam Sutan,
2006) menyatakan tinggi atau rendahnya sikap kerja karyawan sangat menentukan
kualitas dan kuantitas performansi kerjanya dalam memacu produkitivas
perusahaan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Rodman (2005) bahwa inti
dari suatu organisasi adalah para personelnya dan kemampuan organisasi
bergabtung pada orang-orang didalamnya.
Dunia kerja memegang peranan penting dalam kehidupan manusia,
sehingga untuk mendapatkan kepuasan dalam bekerja menjadi masalah yang
cukup menarik dan penting baik bagi kepentingan individu, industri, dan
masyarakat. Bagi individu, penelitian tentang sebab-sebab dan sumber-sumber
kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan
hidup mereka. Bagi industri, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam
rangka peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan
tingkah laku karyawannya. Selanjutnya, bagi masyarakat tentu akan menikmati
hasil kapasitas maksimum dari industri serta meningkatnya nilai manusia di dalam
lingkungan kerja (As’ ad, 1998).
Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Robbins (2001) mengenai
pentingnya tingkat kepuasan kerja dalam organisasi adalah kepuasan pada
pekerjaan yang didapatkan akan dibawa ke kehidupan karyawan di luar pekerjaan.
Hal ini didukung oleh penelitian Judge dan Watanabe (dalam Indriawaty dan
balik antara kepuasan kerja dengan kepuasan hidup. Setiap karyawan
mengharapkan adanya kepuasan dalam bekerja, karena kepuasan dalam bekerja
dapat memberikan efek yang positif pada produktivitas, perilaku kooperatif,
kepuasan hidup dan kesehatan.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin banyak aspek-aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat
kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya (As’ ad, 1998). Sejalan dengan hal
diatas Robbins (1996) mengatakan bahwa seseorang dengan tingkat kepuasan
tinggi akan menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan, sedangkan
seorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif
terhadap pekerjaannya itu.
Tiffin (dalam Anoraga, 1992) juga berpendapat bahwa kepuasaan kerja
berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya itu sendiri,
situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama karyawan. Sementara Blum
(dalam Anoraga, 1992) mengemukakan bahwa kepuasaan kerja merupakan sikap
umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor
pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja. Hal ini
didukung dengan penelitian Meglino, Ravlin, dan Adkins (1989) mengatakan
bahwa para karyawan akan merasa lebih puas dalam bekerja dan selalu memegang
teguh komitmennya jika nilai-nilai mereka bersesuaian dengan nilai-nilai
Biasanya seseorang akan merasa puas atas pekerjaan yang telah atau
sedang ia jalankan jika apa yang ia dikerjakan telah memenuhi harapannya, sesuai
dengan tujuan ia bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti ia
memiliki suatu harapan, dan dengan demikian ia akan termotivasi untuk
melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut dan apabila harapannya
terpenuhi, maka ia akan merasa puas (Anoraga, 1992). Dahulu semua orang
beranggapan bahwa satu–satunya insentif untuk bekerja hanyalah uang atau
perasaan takut untuk menganggur. Tetapi sekarang ini, uang bukanlah merupakan
faktor utama yang memotivasi semua orang untuk bekerja. Dengan perkataan lain,
tidak semua orang yang bekerja itu hanya mau bekerja karena membutuhkan
uang.
Brown (1978) memberikan contoh yang dilihatnya di beberapa pabrik di
London. Pada suatu ketika yang tidak bersamaan, ada tiga orang pekerja pabrik
yang secara kebetulan masing–masing memenangkan hadiah yang sangat besar
jumlahnya dari undian sepak bola. Walaupun uang hadiah yang di dapat mereka
itu sangat besar jumlahnya, sehingga jika di investasikan uang itu akan dapat
menjamin biaya hidup mereka bersama keluarganya secara berkecukupan selama
sisa hidup mereka namun akhirnya mereka kembali kepada pekerjaan mereka di
pabrik yang serba rutin itu. Dapat ditarik kesimpulan dari contoh di atas, Brown
mengatakan bahwa pabrik–pabrik itu sesungguhnya mempunyai daya tarik,
karena berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan orang–orang yang sebenarnya
sudah tidak membutuhkan penghasilan berupa uang itu masih mau juga
tersisihkan dari pergaulan sosial masyarakat mereka. Dengan demikian jelaslah
bahwa uang bukan satu–satunya motivator untuk melakukan pekerjaan (Brown
dalam Anoraga, 1992).
Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga
ketika perusahaan merasa sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa
karyawannya sudah puas. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak mutlak
dipengaruhi oleh gaji semata. Sering kali pihak perusahaan melakukan cara-cara
untuk meningkatkan produktivitas karyawannya dengan menaikkan gaji atau upah
kerja. Menurut pihak perusahaan, gaji merupakan faktor utama untuk mencapai
kepuasan kerja. Pendapat tersebut tidak selalu salah sebab dengan menaikkan gaji,
karyawan dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Tetapi kenyataannya
gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja.
Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan terhadap gaji sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan (Hulin dalam As’
ad, 1998).
Karyawan yang merasa puas dengan apa yang diperolehnya dari
perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan akan terus
berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya
rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang membosankan, sehingga ia
bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Dalam hal ini perusahaan berkewajiban
perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, maka produktivitas
pun akan meningkat (As’ ad, 1998).
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan,
faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan pada karyawan
tergantung pada pribadi masing-masing karyawan (As’ ad, 1998). Menurut
penelitian Caugemi dan Claypool (dalam As’ ad, 2000), kepuasan kerja
menyangkut cara kerja seorang karyawan menyesuaikan dirinya dengan kondisi
dan situasi kerja. Namun pada dasarnya Fraser (1993), mengatakan secara genetis
setiap individu mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungan dan pola perilaku tertentu untuk menanggulangi masalah. Namun
demikian, pembentukan lingkungan kerja yang mendukung produktivitas kerja
akan menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja dalam suatu organisasi. Banyak
karyawan yang tidak mampu mencapai kepuasan dalam bekerja, karena
ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri di lingkungan kerjanya (Davidoff, 1991).
Lingkungan mana pun tempat individu berada, ia akan berhadapan dengan
harapan dan tuntutan tertentu dari lingkungan yang harus dipenuhinya. Di
samping itu individu juga memiliki kebutuhan, harapan, dan tuntutan di dalam
dirinya, yang harus diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan. Bila individu
mampu menyelaraskan kedua hal tersebut, maka dikatakan bahwa individu
tersebut mampu menyesuaikan diri. Kartono (1994) menambahkan seseorang
yang berada dalam suatu perusahaan ataupun bagian dari tim kerja harus
mempunyai usaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan perusahaan, baik
maupun iklim lingkungan kerja itu sendiri. Seperti dijelaskan sebelumnya,
Kartono (1994) mengatakan bahwa individu dalam berhubungan dengan
lingkungan sosial maupun dengan lingkungan fisik tentunya mempunyai suatu
gaya individual yang tidak sama dengan individu lain. Hal ini dikarenakan setiap
orang berbeda, baik karakter maupun tujuan hidupnya, maka kita sebagai individu
diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana kita berada,
baik dengan lingkungan fisik, psikis, maupun lingkungan rohaniah.
Secara fisik, individu harus menyesuaikan diri dengan benda-benda
konkret sedangkan secara psikis, individu berhubungan dan bekerja sama dengan
orang lain dalam suatu lingkungan. Menyesuaikan diri dengan lingkungan
rohaniah berarti individu harus mampu memahami keyakinan-keyakinan, ide-ide,
dan filsafat-filsafat yang terdapat di dalam lingkungan individu tersebut, baik
yang dianut oleh orang-orang yang berada dalam suatu lingkungan tersebut
ataupun yang tercantum dalam buku-buku maupun hasil kebudayaan lainnya.
Sementara itu Gerungan (2000) menyatakan bahwa individu adalah manusia yang
senantiasa selalu berubah baik dengan lingkungan fisik maupun dengan
lingkungan sosial, harus mampu menerima segala perubahan yang terjadi dan
diharapkan mampu pula untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
tersebut. Oleh karena itu individu diharapkan mampu menjelaskan dirinya dengan
lingkungan fisik maupun psikis yang senantiasa mengalami suatu perubahan yaitu
dengan menggunakan penyesuaian diri.
Sementara kita hidup dalam masyarakat yang berorientasi pada kerja,
pekerjaan. Saat individu mulai memasuki dunia kerja maka ia harus melakukan
penyesuaian diri terhadap pekerjaannya. Davidoff (1991) mengatakan bahwa
karyawan yang mempunyai penyesuaian diri yang cukup baik akan memperbesar
kemungkinan bahwa ia akan memperoleh kepuasan, baik dalam hidupnya maupun
dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya. Hal yang sama juga dikemukakan dalam
penelitian Dawis (dalam Hesketh dan Adams, 1991) bahwa kemampuan
penyesuaian diri individu terhadap pekerjaannya diindikasikan oleh kepuasan dan
kesuksesan.
Penelitian Wolman (dalam Bruno, 1983) menyebutkan bahwa dalam
penyesuaian diri harus ada perubahan agar kita dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan untuk mencapai keadaan yang harmonis dengan orang lain ataupun
dengan keadaan lingkungan sekitar. Sementara Anoraga & Suyati (1995)
mengatakan bahwa apabila seorang karyawan sulit untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan kerjanya akan mengalami suatu masalah dengan orang lain
ataupun kegagalan dalam bekerja.
Melalui pemikiran diatas, maka penelitI ingin melihat bagaimanakah
pengaruh penyesuaian diri dalam lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja
karyawan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah: apakah ada pengaruh penyesuaian
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh penyesuaian
diri dalam lingkungan kerja dengan kepuasan kerja.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat dilihat dari 2 aspek yaitu:
1. Manfaat secara Teoritis
a. Membuktikan kebenaran teori-teori baik tentang kepuasan kerja
maupun penyesuaian diri.
b. Dapat dijadikan kajian bagi penelitian selanjutnya, yang tertarik
melakukan penelitian di bidang industri dan organisasi baik tentang
penyesuaian diri maupun kepuasan kerja.
2. Manfaat secara Praktis
a. Bagi Karyawan
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi karyawan agar mampu
bekerjasama dengan karyawan lain, saling bertukar pikiran dan dapat
saling mengerti antara karyawan yang satu dengan yang lnya.
b. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
perusahaan untuk lebih memahami keadaan karyawan dan melihat
kebutuhan apa saja yang diperlukan oleh karyawan agar hasil kerja
E. Sistematika Penulisan
Proposal penelitian ini terdiri dari tiga Bab, mulai dari Bab I sampai
dengan Bab V.
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan uraian singkat mengenai latar belakang permasalahan,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini berisikan tentang teori-teori penyusunan variabel yang diteliti,
hubungan antara variabel dan hipotesa penelitian.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini berisikan identifikasi variabel, definisi operasional dari
masing-masing variabel, subjek penelitian, populasi dan sampel, metode
pengambilan data.
Bab IV: Hasil dan Interpretasi Data
Bab ini berisi uraian mengenai gambaran sampel penelitian, uji asumsi
penelitian, dan hasil utama penelitian.
Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Bab ini berisi uraian mengenai kesimpulan penelitian, hasil penelitian
dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kepuasan Kerja
Pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu didahului bahwa kepuasan
kerja bukanlah hal yang sederhana, baik dalam arti konsep maupun dalam analisis,
karena ”kepuasan” merupakan konotasi yang beraneka ragam dan bersifat
individual.
Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting bagi
karyawan, perusahaan dan masyarakat. Robert Kreitner dan Angelo Kinicki
(dalam Robbins, 2003) menyatakan kepuasan kerja adalah suatu efektifitas atau
respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan.
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Robbins (1996) mendefenisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Sementara menurut Berry (1998), kepuasan kerja adalah sikap kerja yang meliputi
elemen kognitif, afektif, dan perilaku, yang diperkirakan memberi pengaruh pada
sejumlah perilaku kerja. Locke (dalam Berry, 1998) mengatakan bahwa kepuasan
kerja sebagai reaksi individual terhadap pengalaman kerja dan diartikan sebagai
Sedangkan Tiffin (dalam Anoraga, 1992) mengatakan kepuasan kerja
berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi
kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama karyawan. Wexley & Yulk (1988)
menyatakan:
”Job Satisfaction is the way an employee feels about his/her job”.
Ini berarti kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Hal sama juga dikatakan Davis dan Newstrom (1995) bahwa:
“Job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their work”.
Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang
dialami karyawan dalam bekerja. Selain itu Wether & Davis (1996)
mendefenisikan kepuasan kerja sebagai perasaan karyawan yang berhubungan
dengan pekerjaannya, yaitu perasaan senang atau tidak senang dalam memandang
dan menjalankan pekerjaannya. Sejalan dengan hal tersebut Handoko (2001)
mengatakan kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan
dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja
mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu
sikap atau perasaan karyawan terhadap aspek-aspek yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan mengenai pekerjaan sesuai dengan penilaian masing-masing
2. Aspek-aspek Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (1996) ada lima aspek kepuasan kerja, yaitu:
1. Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai
betapa baik mereka mengerjakan tugas tersebut. Karakteristik ini membuat
kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang
menciptakan kebosanan, sebaliknya jika terlalu banyak pekerjaan
menantang dapat menciptakan frustrasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai
kesenangan dan kepuasan dalam bekerja.
2. Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan pemberian upah dan kebijakan promosi
yang mereka persepsikan adil dan sesuai dengan harapan mereka. Bila
upah dilihat adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar upah karyawan, kemungkinan besar
akan mengahsilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar
uang. Banyak orang bersedia menerima uang yang lebih kecil untuk
bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang
kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam
upah bukanlah jaminan untuk mencapai kepuasan, namun yang lebih
penting adalah persepsi keadilan. Sama dengan karyawan yang berusaha
mendapatkan kebijakan dan promosi yang lebih banyak, dan status sosial
yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil
kemungkinan besar akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan perduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi
memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai lingkungan kerja yang
tidak berbahaya. Seperti temperatur, cahaya, kebisingan, dan faktor
lingkungan lain harus diperhitungkan dalam pencapaian kepuasan kerja.
4. Rekan kerja yang mendukung
Karyawan akan mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi
yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga
mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu sebaiknya
karyawan mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung. Hal ini
penting dalam mencapai kepuasan kerja. Perilaku atasan juga merupakan
determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa
kepuasan karyawan ditingkatkan bila atasan langsung bersifat ramah dan
dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik,
mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya sama dengan pekerjaan
yang mereka pilih seharusnya mereka mempunyai bakat dan kemampuan
yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan
demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan
tersebut, dan lebih memungkinkan untuk mencapai kepuasan yang tinggi
dari pekerjaan mereka.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja ada banyak, namun secara
umum Greenberg dan Baron (1995) membaginya ke dalam dua kelompok besar,
yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan individu dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Faktor-faktor yang berkaitan dengan individu
Faktor-faktor yang berkaitan dengan individu adalah faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri individu, yang membedakan antara satu individu
dengan individu yang lain, yang menentukan tingkat kepuasan kerja yang
dirasakan. Faktor-faktor dari diri individu yang mempengaruhi tingkat
kepuasan kerja adalah:
1. Kepribadian
Yang termasuk kepribadian di sini adalah cara individu berfikir,
bertingkah laku, dan memiliki perasaan. Kepribadian merupakan
pekerjaannya dan kepuasan kerja yang dirasakan individu. Kepribadian
individu mempengaruhi positif atau negatifnya pikiran individu terhadap
pekerjaannya. Dari beberapa penelitian terdahulu ditemukan adanya
hubungan yang signifikan antara kepribadian dengan tingkat kepuasan
kerja individu. Di samping itu kepribadian merupakan aspek yang paling
sulit untuk diubah oleh organisasi dan manajer dalam waktu yang singkat.
2. Nilai-nilai yang dimiliki individu
Nilai memiliki pengaruh pada kepuasan kerja karena nilai dapat
merefleksikan keyakinan dari pekerja, mengenai keluaran dari pekerjaan
dan bagaimana seseorang bertingkah laku dalam pekerjaannya. Contohnya
adalah individu yang memiliki nilai yang tinggi pada sifat dari pekerjaan
cenderung untuk memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi pula
dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki nilai tersebut.
3. Pengaruh sosial dan kebudayaan
Sikap dan tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya, termasuk pengaruh dari orang lain dan kelompok tertentu.
Individu yang berasal dari keluarga yang memiliki tingkat kesejahteraan
hidup yang tinggi cenderung untuk merasa tidak puas terhadap pekerjaan
yang memiliki penghasilan atau gaji yang rendah dan tidak sesuai dengan
standar kehidupannya.
Kebudayaan yang ada di lingkungan dimana individu tinggal juga
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan kerja
menekankan pada kekayaan akan merasa puas dengan pekerjaan yang
memberikan upah/gaji yang tinggi. Sedangkan individu yang tinggal di
lingkungan yang menekankan pada pentingnya membantu orang lain akan
merasa tidak puas pada pekerjaan yang menekankan pada kompetisi dan
prestasi.
4. Minat dan penggunaan keterampilan
Minat sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Artinya bila individu
bekerja pada bidang kerja yang sesuai dengan minatnya maka individu
tersebut akan merasa puas bila dibandingkan dengan individu yang bekerja
pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan minatnya. Fricko dan Behr
(dalam Greenberg dan Baron, 1995) menemukan bahwa kepuasan kerja
individu berhubungan erat dengan kesesuaian antara pekerjaan, minat
pekerja, dan jurusan yang dipilih saat kuliah. Semakin sesuai ketiganya
maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya. Selain itu pekerja
juga akan merasa lebih puas jika mempunyai kesempatan untuk dapat
menggunakan keterampilannya dalam bekerja.
5. Usia dan pengalaman kerja
Hubungan antara kepuasan kerja, pengalaman kerja dan usia biasanya
merupakan hubungan yang paralel. Biasanya, pada awal bekerja para
pekerja cenderung merasa puas dengan pekerjaannya. Hal ini disebabkan
karena para pekerja baru tersebut merasa adanya tantangan dalam bekerja
dan mereka mempelajari keterampilan-keterampilan baru. Namun, setelah
tingkat kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena mereka mengalami
stagnansi, merasa dirinya tidak maju dan berkembang. Namun setelah
enam atau tujuh tahun bekerja biasanya tingkat kepuasan kerja akan
kembali meningkat. Hal tersebut terjadi karena individu merasa sudah
memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan tentang pekerjaannya dan
sudah mampu untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan
lingkungan kerjanya.
Usia memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja. Pekerja
yang lebih tua umumnya merasa lebih puas dibandingkan dengan para
pekerja yang lebih muda usianya. Seorang pekerja yang mencapai usia 30
tahun mempunyai tingkat kepuasan kerja yang meningkat. Hal tersebut
terjadi karena biasanya pekerja pada usia tersebut sudah merasa puas
dengan kondisi keluarganya dan keuangan yang dimilikinya.
6. Jenis kelamin
Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan hubungan antara kepuasan
kerja dengan jenis kelamin, walaupun terdapat perbedaan hasil. Ada yang
menemukan bahwa wanita merasa lebih puas dibandingkan pria, dan ada
juga yang sebaliknya. Terdapat indikasi bahwa wanita cenderung
memusatkan perhatian pada aspek-aspek yang berbeda dengan pria. Selain
itu terdapat perbedaan pria dan wanita, sehingga antara pria dan wanita
terdapat perbedaan arti pentingnya perbedaan. Biasanya pria mempunyai
nilai pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk mengarahkan diri dan
memperoleh sedikit uang dan kesempatan untuk dipromosikan
dibandingkan pria. Sehingga hal ini membuat wanita puas dengan
pekerjaannya.
7. Tingkat Inteligensi
Inteligensi seseorang bukan merupakan faktor utama dan menentukan
kepuasan kerja, namun berhubungan erat dan menjadi faktor yang penting
dalam unjuk kerja. Dalam pekerjaan, terdapat asosiasi antara tingkat
inteligensi (IQ) dengan efisiensi unjuk kerja dan kepuasan kerja. Individu
dengan IQ yang tinggi, di atas 120 skala Weschler, akan mudah
mengalami kebosanan atau frustasi dan juga ketidakpuasan kerja.
Salah satu faktor yang berhubungan dengan inteligensi adalah tingkat
pendidikan. Adanya tingkat kepuasan kerja yang rendah pada pekerja
muda yang berpendidikan biasanya disebabkan karena mereka memiliki
kemampuan yang lebih daripada yang diharapkan pekerjaannya sehingga
merasa bosan dan tidak tertantang. Pekerja yang berpendidikan juga
mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi dibandingkan dengan
pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah. Hal ini
dikarenakan pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi mengerjakan
pekerjaan yang penting dan terlibat di dalamnya.
8. Status dan senioritas
Pada umumnya semakin tinggi posisi seseorang pada tingkatan dalam
organisasi, maka semakin orang tersebut mengalami kepuasan kerja. Hal
pekerjaanya dan imbalan yang didapatnya dibandingkan dengan pekerja
yang memiliki tingkatan yang lebih rendah.
b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi
Yang dimaksud dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi
adalah faktor dari dalam organisasi dan dari lingkungan organisasi yang
mempengaruhi kepuasan kerja individu. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Situasi dan kondisi pekerjaan
Yang dimaksud dengan situasi pekerjaan di sini adalah tugas dari
pekerjaan, interaksi dengan orang-orang tertentu, lingkungan pekerjaan,
dan cara organisasi memperlakukan pekerjanya, serta imbalan atau gaji
yang didapat. Setiap aspek dari pekerjaan merupakan bagian dari situasi
kerja dan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dari hasil
penelitian ditemukan bahwa para pekerja yang bekerja dengan lingkungan
kerja yang tidak teratur, gelap, bising, memiliki temperatur yang ekstrim,
kualitas air yang rendah, akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang
rendah.
2. Sistem imbalan
Sistem ini mengacu pada bagaimana pembayaran, keuntungan, dan
promosi didistribusikan. Kepuasan dapat timbul dengan penggunaan
sistem imbalan yang dipercaya adil, dengan adanya rasa hormat terhadap
apa yang diberikan oleh organisasi dan mekanisme yang digunakan untuk
yang diterima terlalu kecil dibandingkan dengan gaji yang dipersepsikan
akan diterima.
3. Penyelia dan komunikasi
Penelitian terdahulu menemukan hasil bahwa pekerja yang percaya bahwa
penyelia mereka adalah orang yang kompeten, mengetahui minat mereka,
perhatian, tidak mementingkan diri sendiri, memperlakukan mereka
dengan baik dan menghargai mereka, cenderung akan mempunyai tingkat
kepuasan kerja yang tinggi pula. Kualitas penyelia juga mempengaruhi
kepuasan kerja. Kualitas tersebut adalah gaya pengawasan, teknik
pengawasan, kemampuan hubungan interpersonal, dan kemampuan
administrasi.
Komunikasi merupakan aspek lain dari penyelia yang memiliki kualitas
yang baik. Pekerja akan merasa lebih puas dengan pekerjaannya jika
mereka memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan penyelianya.
4. Pekerjaan
Pekerja akan merasa lebih puas bila dipekerjakan pada jenis pekerjaan
yang menarik, memberikan kesempatan belajar, dan pemberian tanggung
jawab. Selain itu para pekerja akan merasa lebih puas dengan pekerjaan
yang bervariasi, tidak lambat yang dapat membuat mereka menjadi bosan
dan tidak tertantang. Faktor-faktor ini terdapat pada individu yang melihat
pekerjaan sebagai karir, berlawanan dengan pekerja yang melihat
5. Keamanan
Faktor keamanan berhubungan dengan kestabilan dari pekerjaan dan
perasaan yang dimiliki individu berkaitan dengan kesempatan untuk
bekerja di bawah kondisi organisasi yang stabil. Keamanan menimbulkan
kepuasan kerja karena dengan adanya rasa aman individu dapat
menggunakan kemampuannya dan memperoleh kesempatan untuk tetap
bertahan pada pekerjaannya.
6. Kebijaksanaan perusahaan
Kebijaksanaan perusahaan sangat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawannya karena perusahaan memiliki prosedur dan peraturan yang
memungkinkan individu untuk memperoleh imbalan. Selain itu individu
yang mempunyai konflik peran atau peran yang ambigu dalam
pekerjaannya karena keijaksanaan perusahaan cenderung untuk merasa
tidak puas.
7. Aspek sosial dari pekerjaan
Aspek sosial dari pekerjaan terbukti memberikan kontribusi terhadap
kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Aspek ini adalah kebutuhan-kebutuhan
untuk kebersamaan dan penerimaan sosial. Karyawan yang bekerja dalam
kelompok kerja yang kohesif dan merasa apa yang mereka kerjakan
memberikan kontribusi terhadap organisasi akan merasa puas. Tapi bila
karyawan merasa tidak cocok dengan kelompok kerjanya dan tidak dapat
Rekan kerja juga memberikan kontribusi terhadap perasaan puas atau tidak
puas. Rekan kerja yang memberikan perasaan puas adalah rekan kerja
yang ramah dan bersahabat, kompeten, memberikan dukungan, serta
bersedia untuk membantu dan bekerja sama.
8. Kesempatan untuk pertumbuhan dan promosi
Kesempatan untuk pertumbuhan dan promosi berbeda-beda dalam setiap
tingkatan ekonomi dan tingkat sosial. Seorang profesional dan eksekutif
pada perusahaan melihat faktor ini sebagai faktor yang sangat penting.
Demikian pula bagi karyawan pada posisi manajemen tingkat menengah
faktor ini cukup mendapat perhatian. Kesempatan untuk dipromosikan ini
berhubungan dengan terdapatnya kesempatan untuk maju dan yang
menjadi dasar dari promosi tersebut.
4. Ciri-ciri karyawan yang memiliki kepuasan kerja tinggi
Beberapa ciri-ciri karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi
menurut Munandar, Sjabahni dan Wutun (2004) antara lain:
1. Adanya kepercayaan bahwa organisasi akan memuaskan dalam jangka
waktu yang lama
2. Memperhatikan kualitas kerjanya
3. Lebih mempunyai komitmen organisasi
B. Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian
yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang
terkenal dengan teori evolusinya. Mutadin (2002) mengatakan:
"Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".
Calhoun dan Acocella (1995), mendefenisikan penyesuaian diri sebagai
interaksi terus menerus dengan diri sendiri, orang lain, dan dunianya. Ketiga
faktor tersebut secara terus menerus bereaksi dan saling mempengaruhi. Selain itu
terdapat juga sifat timbal balik, karena manusia juga bereaksi terhadap ketiga
faktor tersebut. Sementara Tidjan (1990) mengatakan bahwa penyesuaian diri
merupakan usaha individu untuk mengubah tingkah laku, agar terjadi hubungan
yang lebih sesuai antara dirinya dengan lingkungan. Sejalan dengan hal tersebut
Fahmi (dalam Sobur, 2003) berpendapat bahwa penyesuaian diri adalah suatu
proses dinamis yang terus-menerus dan bertujuan untuk mengubah kelakuan guna
mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan.
Davidoff (1991) menambahkan banyak karyawan yang tidak mampu
mencapai kepuasan dalam bekerja, karena ketidak-mampuannya dalam
menyesuaikan diri dalam lingkungan kerja. Menurut Davidoff (1991) penyesuaian
diri erat kaitannya dengan interaksi dengan atasan, karyawan baik itu karyawan
yang mempunyai pekerjaan yang sama ataupun yang berbeda jenis pekerjaan.
mengadakan interaksi dengan lingkungan, dimana individu dapat mengubah diri
sesuai dengan lingkungan ataupun mengubah lingkungan sesuai dengan
keadaannya sendiri. Dengan demikian penyesuaian diri ada yang berarti pasif
maupun yang aktif. Pasif berarti semua kegiatan yang dilakukan individu
ditentukan oleh lingkungan, sementara yang aktif berarti individu mempengaruhi
lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya. Sejalan dengan hal tersebut Gunarsa
(2003) mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam
dunia kerja.
Seorang karyawan harus berusaha menyesuaikan diri terhadap berbagai
situasi agar dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi dan mampu berhubungan
dengan orang lain. Penyesuaian diri yang baik sangat dibutuhkan untuk
mendapatkan kepuasan dalam pekerjaan. Gerungan (1988) menambahkan bahwa
manusia itu senantiasa berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya. Menyesuaikan diri dapat berarti mengubah diri sesuai dengan
keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau
keinginan diri. Sementara Haber dan Runyon (1984) berpendapat bahwa
penyesuaian diri merupakan proses yang terus berlanjut sepanjang kehidupan
seseorang. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan situasi hidup yang
menuntut seseorang untuk berubah.
Hurlock (dalam Gunarsa & Gunarsa, 2000) menyatakan bahwa seseorang
yang mampu menyesuaikan diri kepada umum atau kelompoknya dan orang
tersebut memperlihatkan sikap dan perilaku yang menyenangkan, berarti orang
(dalam Suryabrata, 1998) kepribadian merupakan hal yang mendasari seseorang
dalam berperilaku. Kepribadian sebagai suatu organisasi dinamis dalam diri
individu yakni suatu sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Mowen dan Minor (1999) yang menyebutkan kepribadian merupakan pola
tingkah laku yang berbeda termasuk pemikiran dan emosi yang menjadi karakter
khusus seorang individu dalam beradaptasi terhadap situasi yang ada dalam
kehidupannya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk
(1994) dimana mereka menyatakan kepribadian merupakan karakteristik yang
terdalam yang menentukan dan merefleksikan bagaimana seseorang merespon
lingkungannya. Sedangkan menurut Cattel (dalam Chaplin, 2001) kepribadian
merupakan segala sesuatu yang memungkinkan suatu peramalan dari apa yang
akan dilakukan seseorang dalam satu situasi tertentu dalam pekerjaannya.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah
suatu proses yang dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang
2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Gunarsa (1992) berpendapat bahwa secara umum ada dua macam bentuk
penyesuaian diri yang bisa dilakukan individu dalam menyesuaikan dirinya
dengan situasi atau lingkungan baru, yaitu:
1. Adaptasi
Adaptasi adalah bentuk penyesuian diri dari suatu makhluk atau individu
secara aktif terhadap lingkungan baik secara fisik maupun sosial.
Penyesuaian disini lebih difokuskan pada sesuatu hal dan bisa sesaat.
2. Penyesuaian
Penyesuaian adalah suatu bentuk penyesuaian diri terhadap suatu
lingkungan yang baru dengan cara membuat penyesuaian diri secara
psikologis. Penyesuaian disini terus menerus berkesinambungan dalam
berbagai hal dan cenderung menetap.
3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Menurut Fahmy (dalam Sobur, 2003) penyesuaian diri mempunyai dua
aspek, yaitu:
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya
sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan
lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya,
apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai
ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggung
jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.
Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau
kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa
kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
2. Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk
menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap
kelompoknya pada khususnya. Biasanya orang yang berhasil melakukan
penyesuaian sosial dengan baik, akan dapat mengembangkan sikap sosial
yang menyenangkan.
Penyesuaian sosial berarti kemampuan untuk memberi reaksi yang positif
dan efektif terhadap situasi-situasi sosial, sehingga kebutuhan-kebutuhan
C. Penyesuaian Diri dalam Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor luar bagi manusia, baik bersifat fisik
maupun nonfisik dalam suatu organisasi. Fieldman (1983) menyatakan bahwa
antara lingkungan kerja dengan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif,
dan lingkungan kerja mempengaruhi produktivitas kerja suatu organisasi.
Pembentukan lingkungan kerja sangat terkait dengan kemampuan individu yang
ada didalammya dan produktivitas kerja sangat dipengaruhi oleh faktor fisik,
biologis, fisiologis, mental, dan sosial ekonomi dari seorang individu yang bekerja
(Sumamur, 1986).
Jika terdapat kesesuaian dengan lingkungan kerja maka individu akan
berusaha untuk mempertahankannya. Jika tidak, individu akan berusaha untuk
melakukan penyesuaian diri. Bila individu mengalami kegagalan, maka individu
tersebut akan meninggalkan lingkungan kerjanya. Proses inilah yang disebut
sebagai penyesuaian diri dalam lingkungan kerja.
D. Pengaruh Penyesuaian Diri dengan Kepuasan Kerja
Individu adalah manusia yang senantiasa berubah baik dengan lingkungan
fisik maupun dengan lingkungan sosial. Mereka harus mampu menerima segala
perubahan yang terjadi, dan diharapkan mampu pula untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan tersebut. Maka, individu diharapkan mampu menjelaskan
dirinya dengan lingkungan fisik maupun psikis yang senantiasa mengalami suatu
Dalam teori penyesuaian diri dalam lingkungan keja yang dikemukakan
oleh Dawis, Lofquist dan Weiss (dalam Dawis & Lofquist, 1984) memandang
bahwa kepuasan kerja sebagai bagian dari penyesuaian diri terhadap pekerjaan,
dimana pekerja yang dapat menyesuaikan diri dengan baik akan merasakan
kepuasan terhadap pekerjaanya. Pekerja yang menganggap bahwa aspek-aspek
dalam pekerjaannya menyenangkan, akan memiliki penilaian positif terhadap
pekerjaannya sehingga mengarah pada kepuasan kerja. Pekerja yang mengalami
kepuasan kerja akan menampilkan kemampuan melalui produktivitas, dimana
produktivitas dan kepuasan kerja merupakan dua hal yang saling mempengaruhi
(Luthans, 1998).
Para karyawan yang merasa puas dalam suatu pekerjaannya, akan
memegang teguh komitmenya terhadap perusahaan bila nilai-nilai yang mereka
pegang mempunyai kesesuaian dengan nilai-nilai perusahaan tempat ia bekerja.
Perusahaan sendiri dapat menjadi tekanan bagi karyawan bila keadaan menuntut
diri mereka untuk bertindak berlawanan dengan apa yang dianggapnya sebagai
kepentingannya sendiri. Agar karyawan bertingkah laku sesuai dengan tuntutan
perusahaan, maka harus ada kesesuaian antara kebutuhan mereka sendiri dan
permintaan perusahaan. Untuk mencapai kepuasan kerja karyawan dan
kesuksesan perusahaan maka harus ada kesesuaian antara karyawan dan pihak
perusahaan (Anoraga & Suyanti, 1995).
Kepuasan kerja memiliki pengaruh yang penting terhadap kesuksesan
suatu organisasi, sebab pekerja yang merasa puas akan lebih betah dalam
(Jewell, 1985; Berry, 1998). Pekerjaan yang diberikan pada karyawan sangat
berhubungan dengan kepribadian mereka, hal ini demi kesuksesan dan kepuasan
dalam bekerja. Bagi karyawan yang penyesuaian kepribadiannya tidak baik, akan
mengalami kesukaran penyesuaian diri di dalam situasi kerja (Anoraga & Suyati,
1995).
E. Hipotesa
Ada pengaruh penyesuaian diri dalam lingkungan kerja terhadap kepuasan
kerja. Semakin baik penyesuaian dirinya maka semakin tinggi kepuasan kerja
BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut Suryabrata (2002), penelitian adalah suatu proses yaitu suatu
rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna
mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan itu harus serasi
dan saling mendukung satu sama lain, agar penelitian yang dilakukan itu
mempunyai bobot yang cukup memadai dan memberikan kesimpulan-kesimpulan
yang tidak meragukan.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini akan
diuraikan pada bab ini yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi operasional
variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data dan metode
analisis data.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa
penelitian. Identifikasi variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Variabel Tergantung : Kepuasan kerja
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Defenisi operasional perlu dalam penelitian karena defenisi operasional
akan menunjukkan alat pengambilan data mana yang cocok digunakan. Defenisi
operasional adalah defenisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefenisikan
yang dapat diamati atau diobservasi (Suryabrata, 2002).
1. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah suatu sikap atau perasaan karyawan terhadap
aspek-aspek pekerjaan sesuai dengan penilaian masing-masing pekerja.
Skala kepuasan kerja dibuat berdasarkan aspek-aspek kepuasan kerja yang
dikemukakan oleh Robbins (1996) yaitu
1. Kerja yang secara mental menantang
2. Ganjaran yang pantas
3. Kondisi kerja yang mendukung
4. Rekan kerja yang mendukung
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Skor total dari skala kepuasan kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja
seseorang yang disesuaikan dengan penilaian dari masing-masing. Skor yang
tinggi mengidentifikasikan seseorang memiliki kepuasan kerja yang tinggi, dan
skor yang rendah mengidentifikasikan seseorang memiliki kepuasan kerja yang
2. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang dinamis yang bertujuan untuk
mengubah perilaku seseorang agar terjadi hubungan yang lebih baik antara
individu dengan lingkugannya.
Skala penyesuaian diri dibuat berdasarkan aspek-aspek penyesuaian diri
yang dikemukakan oleh Fahmy (dalam Sobur, 2003), yaitu
1. Penyesuaian pribadi
2. Penyesuaian sosial
Skor total dari skala penyesuaian diri menunjukkan tingkat penyesuaian
diri seseorang. Skor yang tinggi mengidentifikasi seseorang memiliki kemampuan
melakukan penyesuaian diri dengan baik, dan skor yang rendah
mengidentifikasikan seseorang sulit dalam melakukan penyesuaian diri.
C. Subjek Penelitian 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian
(Nawawi, 1998). Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai PT. PLN (Persero)
Adapun kriteria populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan terakhir minimal SMU
Untuk kriteria tingkat pendidikan terakhir minimal SMU karena ada
anggapan bahwa tingkat pendidikan formal akan mempengaruhi
perkembangan kognitif yang lebih kompleks dan tinggi, sehingga hal ini
memungkinkan individu mempunyai keyakinan diri, pemikiran rasional,
penyesuaian diri yang lebih efektif pada lingkungan yang selalu berubah
(Billngs & Mores dalam Rahayu, 1997).
2. Telah bekerja minimal 2 tahun
Karyawan yang dipilih adalah mereka yang telah memiliki pengalaman
kerja minimal 2 tahun dengan asumsi bahwa karyawan tersebut telah
cukup memiliki pemahaman tentang nilai-nilai, tujuan dan aturan
perusahaan (Shane & Glinew, 2000).
2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi. Artinya, sampel merupakan
sekelompok individu yang dipilih dari populasi yang dimaksudkan sebagai wakil
populasi dari suatu penelitian. Sampel harus memiliki sedikitnya satu sifat yang
sama agar dapat dilakukan generalisasi (Kaplan & Saccuzo, 2005).
Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel diambil dengan
menggunakan probability technique sampling, yaitu dengan teknik simple random
Dalam simple random sampling, semua individu dalam populasi, baik secara
sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, diberi kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel penelitian (Hadi, 2000).
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan
data dengan skala atau disebut dengan Metode Skala.
Metode skala adalah metode pengumpulan data yang memberikan suatu
daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis (Devellis, 2003).
Skala merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek. Skala
merupakan suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal individu yang
cenderung dimunculkan dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu
yang sedang dihadapi (Azwar, 2000).
Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian
berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek dalam penelitian adalah benar dan
dapat dipercaya.
3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan
kepadanya sama dengan yang dimaksudkan peneliti.
Dalam penelitian ini menggunakan dua buah skala yaitu skala kepuasan
1. Skala Penyesuaian Diri
Alat ukur yang digunakan dalam penyesuaian diri adalah skala
penyesuaian diri yang dirancang oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek
penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Fahmy (dalam Sobur, 2003) yaitu
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.
Penilaian skala penyesuaian diri ini adalah berdasarkan format skala
Likert. Setiap aspek diuraikan kedalam butir pernyataan yang mengungkap
penyesuaian diri yang dimiliki oleh karyawan. Skala ini disajikan dalam bentuk
pernyataan yang favorable dan unfavorable dengan empat alternatif jawaban yang
terdiri dari: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak
Sesuai).
Selanjutnya subjek diminta untuk memilih alternatif jawaban pernyataan
yang sesuai dengan keadaan dirinya, dengan cara memilih salah satu dari
alternatif jawaban yang ada. Bobot nilai untuk setiap pernyataan yang bersifat
favorable bergerak dari 4 sampai 1 dimana pilihan Sangat Sesuai diberi nilai 4,
Sesuai diberi nilai 3, Tidak Sesuai diberi nilai 2, Sangat Tidak Sesuai diberi nilai
1. Sedangkan nilai untuk setiap pernyataan yang bersifat unfavorable bergerak
dari 1 sampai 4 dimana pilihan Sangat Sesuai diberi nilai 1, Sesuai diberi nilai 2,
Blueprint skala penyesuaian diri dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1
Blueprint skala penyesuaian diri saat uji coba No Aspek-aspek
Penyesuaian Diri
Aitem Jumlah Favorable Unfavorable
1 Penyesuaian pribadi 2,6,13,18,22,
25,28,30
4,9,12,16, 20,24,29
15
2 Penyesuaian sosial 3,7,10,15,
17,21,26
1,5,8,11,14, 19,23,27
15
Jumlah 15 15 30
2. Skala kepuasan kerja
Alat ukur yang digunakan dalam kepuasan kerja adalah skala kepuasan
kerja yang dirancang oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek menurut
Robbins (1996), yaitu kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas,
kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, dan kesesuaian
kepribadian dengan pekerjaan.
Penilaian skala kepuasan kerja ini adalah berdasarkan format skala Likert.
Setiap aspek diuraikan kedalam butir pernyataan yang mengungkap tingkat
kepuasan kerja yang dimiliki oleh karyawan. Skala ini disajikan dalam bentuk
pernyataan yang favorable dan unfavorable dengan empat alternatif jawaban yang
terdiri dari: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak
Sesuai).
Selanjutnya subjek diminta untuk memilih alternatif jawaban pernyataan
yang sesuai dengan keadaan dirinya, dengan cara memilih salah satu dari
alternatif jawaban yang ada. Bobot nilai untuk setiap pernyataan yang bersifat
favorable bergerak dari 4 sampai 1 dimana pilihan Sangat Sesuai diberi nilai 4,
1. Sedangkan nilai untuk setiap pernyataan yang bersifat unfavorable bergerak
dari 1 sampai 4 dimana pilihan Sangat Sesuai diberi nilai 1, Sesuai diberi nilai 2,
Tidak Sesuai diberi nilai 3, Sangat Tidak Sesuai diberi nilai 4.
Blueprint skala Kepuasan Kerja dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2
Blueprint skala kepuasan kerja saat uji coba
No Aspek-aspek kepuasan
kerja
Aitem
Jumlah Favorable Unfavorable
1. Kerja yang secara mental
menantang
2. Ganjaran yang pantas 1,12,20,31,40,
56,57
5. Kesesuaian kepribadian
dengan pekerjaan
Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang
tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis
aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau
sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih aitem yang
mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan
Tahap uji coba alat ukur ini meliputi pengujian validitas dan reliabilitas
alat ukur agar hasil dapat dipertanggungjawabkan.
1. Uji daya diskriminasi aitem.
Daya diskriminasi aitem adalah sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan
yang tidak memiliki atribut yang diukur. Pengujian daya diskriminasi
aitem dilakukan dengan perhitungan koefisien korelasi antara distribusi
skor aitem dengan distribusi skor total skala itu sendiri (Azwar, 2000).
Pengujian daya diskriminasi aitem ini dilakukan dengan
mengkolerasikan antara skor tiap aitem dengan skor total, dengan
menggunakan tehnik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan
program komputer SPSS 12 versi. Parameter daya diskriminasi aitem yang
berupa koefisien korelasi aitem total memperlihatkan kesesuaian fungsi
aitem dengan fungsi skala dalam mengungkap perbedaan individu.
Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total, biasanya
digunakan batasan rix ≥ 0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien
korelasi minimal 0.30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Namun
apabila jumlah aitem yang lolos ternyata masih tidak mencukupi jumlah
yang diinginkan, kita dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit
batas kriteria sehingga jumlah aitem yang diinginkan dapat tercapai.
2. Validitas alat ukur
Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen
pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2000).
Adapun teknik yang digunakan untuk menguji validitas alat ukur
dalam penelitian ini adalah : validitas isi. Validitas isi merupakan validitas
yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional
melalui professional judgement dalam hal ini adalah dosen pembimbing.
3. Reliabilitas alat ukur
Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau
konsistensi alat ukur yang bersangkutan, bila diterapkan beberapa kali
pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang
dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi
atau alat kepecayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan
pengukuran (Azwar, 2001).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi
internal (Cronbach’s alpha coefficient) yaitu bentuk tes yang hanya
memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu
sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar aitem atau
bagian dalam skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar,
penyesuaian diri dan skala kepuasan kerja. Koefisien alpha cronbach
formula yang dipakai dalam penelitian ini adalah 0.7–0.8, karena koefisien
alpha cronbach yang mencapai 0.7–0.8 dapat dinyatakan bahwa alat ukur
tersebut memiliki nilai relibilitas yang baik (Devellis, 2003).
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Uji coba skala penyesuaian diri dan skala kepuasan kerja terhadap 80
orang pegawai PT. PLN (Persero) UPT Medan.
1. Hasil Uji Coba Skala Penyesuaian Diri
Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan
menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 12, kemudian nilai
corrected item total correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson
Product Moment dengan interval kepercayaan 95 % yang memiliki harga kritik
0.3. Jumlah aitem yang diuji cobakan adalah 30 aitem dan dari 30 aitem tersebut
diperoleh 18 aitem yang sahih dan 12 aitem yang gugur. 18 aitem yang sahih
inilah yang akan digunakan dalam penelitian, dengan kisaran koefisien korelasi rxx
= 0.349 sampai dengan rxx = 0.708 dan reliabilitas sebesar 0.883. Distribusi aitem
Tabel 3
Blueprint skala penyesuaian diri setelah uji coba No Aspek-aspek
Penyesuaian Diri
Aitem Jumlah Favorable Unfavorable
1 Penyesuaian pribadi 6(1),13(7),18(12)
25(17)
9(4),12(6), 24(16)
7
2 Penyesuaian sosial 7(2),15(9),17(11), 21(14),26(18)
Nomor yang di dalam kurung /( ) = penomoran baru saat melakukan penelitian
2. Hasil Uji coba Skala Kepuasan Kerja
Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan
menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 12, kemudian nilai
Corrected Item Total Correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson
Product Moment dengan interval kepercayaan 95 % yang memiliki harga kritik
0.3. Jumlah aitem yang diuji cobakan adalah 75 aitem dan dari 75 aitem diperoleh 41 aitem yang sahih dan 34 aitem yang gugur. 41 aitem yang sahih inilah yang
akan digunakan dalam penelitian, dengan kisaran koefisien korelasi rxx = 0.331
sampai dengan rxx = 0.640 dan reliabilitas sebesar 0.929. Distribusi aitem yang