• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Manajemen Pemeliharaan Anjing Terhadap Kejadian Infeksi Dirofilaria immitis di Wilayah Pulau Jawa dan Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Risiko Manajemen Pemeliharaan Anjing Terhadap Kejadian Infeksi Dirofilaria immitis di Wilayah Pulau Jawa dan Bali"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING

TERHADAP KEJADIAN INFEKSI

Dirofilaria immitis

DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI

RITA MARLINAWATY MANALU

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

RITA MARLINAWATY MANALU. B04104173. 2008. The Risk Factor of

Dirofilariasis Related with Management of The Dog Care at Some Locations

in Java and Bali Area. Under the supervision of YUSUF RIDWAN and FADJAR

SATRIJA. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

The aim of this study were to know the prevalence and risk factor of dirofilariasis related with management of the dog care in Java and Bali area. Blood samples were collected from 235 dogs at the veterinary clinics, the animal hospitals, and houses in Jakarta, West Java, Central Java, and Bali between July and November 2007. Blood samples were tested with antigen detecting ELISA kits. The informations about the management of the dog care were gotten from questionary. Questionary were filled by the dog owners. The result were analyzed with Chi-square and logistic regression test. The positive dogs of D. immitis were

18 of 235 dogs surveyed. The prevalence of D. immitis was 7.7%. Chi-square

test showed that frequency of visiting the veterinarian had association with prevalence of Dirofilaria. The dogs were never brought to veterinarian had risk

3.806 times to get Dirofilaria infection than the dogs which were brought to

veterinarian routinely. The significant association were not found for place at outdoor or indoor, utilization, and frequency of the dogs were taken walking.

(3)

ABSTRAK

RITA MARLINAWATY MANALU. B04104173. 2008. Faktor Risiko Manajemen

Pemeliharaan Anjing Terhadap Kejadian Infeksi Dirofilaria immitis di

Wilayah Pulau Jawa dan Bali. Dibimbing oleh YUSUF RIDWAN dan FADJAR

SATRIJA. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko dirofilariasis yang terkait dengan manajemen pemeliharaan anjing di wilayah pulau Jawa dan Bali. Sampel darah diambil dari 235 ekor anjing yang ada di klinik dokter hewan, rumah sakit hewan, dan rumah masyarakat di daerah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali dari bulan Juli sampai November 2007. Sampel darah diperiksa menggunakan uji ELISA deteksi antigen. Informasi mengenai manajemen pemeliharaan anjing diperoleh dari kuisioner yang diisi oleh pemilik anjing. Hasil uji dianalisis dengan uji Chi kuadrat dan regresi logistik. Hasil pemeriksaan menunjukkan anjing yang positif D. immitis adalah 18 dari 235

anjing yang diperiksa. Prevalensi D.immitis adalah 7,7%. Berdasarkan uji Chi

kuadrat hanya faktor frekuensi anjing dibawa ke dokter hewan mempengaruhi kejadian dirofilariasis. Anjing yang tidak pernah dibawa ke dokter hewan memiliki risiko 3,806 kali terinfeksi Dirofilaria daripada Anjing yang rutin dibawa ke dokter hewan. Tempat pemeliharaan, tujuan pemeliharaan, dan frekuensi anjing dibawa jalan-jalan ke luar rumah tidak signifikan mempengaruhi kejadian dirofilariasis.

(4)

FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING

TERHADAP KEJADIAN INFEKSI

Dirofilaria immitis

DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI

RITA MARLINAWATY MANALU

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Faktor Risiko Manajemen Pemeliharaan Anjing Terhadap

Kejadian Infeksi Dirofilaria immitis di Wilayah Pulau Jawa dan Bali Nama : Rita Marlinawaty Manalu

NRP : B04104173

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

drh. Yusuf Ridwan, MSi. drh. Fadjar Satrija, MSc, Ph.D

NIP: 132 045 529 NIP: 131 760 864

Diketahui,

Wakil Dekan

Dr. Nastiti Kusumorini

NIP: 131 669 943

(6)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini tentang faktor risiko dari manajemen pemeliharaan anjing

terhadap kejadian infeksi Dirofilaria immitis di wilayah pulau Jawa dan Bali. Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Yusuf Ridwan, MSi

sebagai dosen pembimbing skripsi dan akademik, drh. Fadjar Satrija, MSc, Ph.D

sebagai dosen pembimbing skripsi, drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D sebagai

dosen penguji, Fitriawati dan Laurensius teman sepenelitian, dokter-dokter

hewan dan para medis yang telah membantu dalam pengambilan sampel darah

dan semua anjing dan pemiliknya yang telah bersedia menjadi sampel penelitian

ini, Bapa, Mama, abang-abang (Mawardin, Syamriko, Arthones), Eda Salma,

Gebon, Rocky yang telah membantu mencarikan literatur, dan seluruh keluarga,

serta semua teman-teman angkatan 41 Astroidea FKH IPB.

Manusia tidak ada yang sempurna. Penulis mengharapkan saran dan

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Maret 1985 di Pulogodang, Sumatra

Utara. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan

Bapak Busmen Manalu dan Ibu Herti Simanullang.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SDN Karawaci 4

Tangerang. Pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2000 di

SLTPK Solafide BKKK Tangerang dan pendidikan lanjutan menengah atas

diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Tangerang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada

tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Komisi Pelayanan

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... ii

DAFTAR GAMBAR ………... iii

DAFTAR LAMPIRAN ………. iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ……….. 1

Tujuan ………. 2

TINJAUAN PUSTAKA Dirofilaria immitis ………... 3

Vektor Dirofilaria immitis ………... 7

Gambaran Umum tentang Anjing ………... 8

Manajemen Pemeliharaan Anjing ……….. 9

Gejala Klinis dan Diagnosis ………. 10

ELISA untuk Deteksi Antigen ……….. 11

Penyebaran Dirofilariasis pada Anjing ………... 12

Dirofilariasis pada Manusia ………. 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ………. 14

Metode Penelitian ………... 14

Analisis Statistik ……… 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ………... 17

Pembahasan ………... 19

SIMPULAN DAN SARAN ………... 22

DAFTAR PUSTAKA ……….. 23

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkembangan Dirofilaria immitis ……… 5

2 Hasil uji Chi kuadrat dari faktor-faktor manajemen pemeliharaan……….. 18

3 Tingkat infeksi dan nilai odds ratio dari masing-masing

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Mikrofilaria Dirofilaria immitis dan cacing dewasa di jantung………. 4

2 Siklus hidup Dirofilaria immitis………. 6

3 Culex bitaeniorhyncus……….. 8

4 Culex quiquefaciatus………. 8

5 Contoh beberapa ras anjing………. 9

(11)

FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING

TERHADAP KEJADIAN INFEKSI

Dirofilaria immitis

DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI

RITA MARLINAWATY MANALU

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRACT

RITA MARLINAWATY MANALU. B04104173. 2008. The Risk Factor of

Dirofilariasis Related with Management of The Dog Care at Some Locations

in Java and Bali Area. Under the supervision of YUSUF RIDWAN and FADJAR

SATRIJA. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

The aim of this study were to know the prevalence and risk factor of dirofilariasis related with management of the dog care in Java and Bali area. Blood samples were collected from 235 dogs at the veterinary clinics, the animal hospitals, and houses in Jakarta, West Java, Central Java, and Bali between July and November 2007. Blood samples were tested with antigen detecting ELISA kits. The informations about the management of the dog care were gotten from questionary. Questionary were filled by the dog owners. The result were analyzed with Chi-square and logistic regression test. The positive dogs of D. immitis were

18 of 235 dogs surveyed. The prevalence of D. immitis was 7.7%. Chi-square

test showed that frequency of visiting the veterinarian had association with prevalence of Dirofilaria. The dogs were never brought to veterinarian had risk

3.806 times to get Dirofilaria infection than the dogs which were brought to

veterinarian routinely. The significant association were not found for place at outdoor or indoor, utilization, and frequency of the dogs were taken walking.

(13)

ABSTRAK

RITA MARLINAWATY MANALU. B04104173. 2008. Faktor Risiko Manajemen

Pemeliharaan Anjing Terhadap Kejadian Infeksi Dirofilaria immitis di

Wilayah Pulau Jawa dan Bali. Dibimbing oleh YUSUF RIDWAN dan FADJAR

SATRIJA. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko dirofilariasis yang terkait dengan manajemen pemeliharaan anjing di wilayah pulau Jawa dan Bali. Sampel darah diambil dari 235 ekor anjing yang ada di klinik dokter hewan, rumah sakit hewan, dan rumah masyarakat di daerah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali dari bulan Juli sampai November 2007. Sampel darah diperiksa menggunakan uji ELISA deteksi antigen. Informasi mengenai manajemen pemeliharaan anjing diperoleh dari kuisioner yang diisi oleh pemilik anjing. Hasil uji dianalisis dengan uji Chi kuadrat dan regresi logistik. Hasil pemeriksaan menunjukkan anjing yang positif D. immitis adalah 18 dari 235

anjing yang diperiksa. Prevalensi D.immitis adalah 7,7%. Berdasarkan uji Chi

kuadrat hanya faktor frekuensi anjing dibawa ke dokter hewan mempengaruhi kejadian dirofilariasis. Anjing yang tidak pernah dibawa ke dokter hewan memiliki risiko 3,806 kali terinfeksi Dirofilaria daripada Anjing yang rutin dibawa ke dokter hewan. Tempat pemeliharaan, tujuan pemeliharaan, dan frekuensi anjing dibawa jalan-jalan ke luar rumah tidak signifikan mempengaruhi kejadian dirofilariasis.

(14)

FAKTOR RISIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN ANJING

TERHADAP KEJADIAN INFEKSI

Dirofilaria immitis

DI WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI

RITA MARLINAWATY MANALU

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul : Faktor Risiko Manajemen Pemeliharaan Anjing Terhadap

Kejadian Infeksi Dirofilaria immitis di Wilayah Pulau Jawa dan Bali Nama : Rita Marlinawaty Manalu

NRP : B04104173

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

drh. Yusuf Ridwan, MSi. drh. Fadjar Satrija, MSc, Ph.D

NIP: 132 045 529 NIP: 131 760 864

Diketahui,

Wakil Dekan

Dr. Nastiti Kusumorini

NIP: 131 669 943

(16)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini tentang faktor risiko dari manajemen pemeliharaan anjing

terhadap kejadian infeksi Dirofilaria immitis di wilayah pulau Jawa dan Bali. Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Yusuf Ridwan, MSi

sebagai dosen pembimbing skripsi dan akademik, drh. Fadjar Satrija, MSc, Ph.D

sebagai dosen pembimbing skripsi, drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D sebagai

dosen penguji, Fitriawati dan Laurensius teman sepenelitian, dokter-dokter

hewan dan para medis yang telah membantu dalam pengambilan sampel darah

dan semua anjing dan pemiliknya yang telah bersedia menjadi sampel penelitian

ini, Bapa, Mama, abang-abang (Mawardin, Syamriko, Arthones), Eda Salma,

Gebon, Rocky yang telah membantu mencarikan literatur, dan seluruh keluarga,

serta semua teman-teman angkatan 41 Astroidea FKH IPB.

Manusia tidak ada yang sempurna. Penulis mengharapkan saran dan

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Maret 1985 di Pulogodang, Sumatra

Utara. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan

Bapak Busmen Manalu dan Ibu Herti Simanullang.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SDN Karawaci 4

Tangerang. Pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2000 di

SLTPK Solafide BKKK Tangerang dan pendidikan lanjutan menengah atas

diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Tangerang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada

tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Komisi Pelayanan

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... ii

DAFTAR GAMBAR ………... iii

DAFTAR LAMPIRAN ………. iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ……….. 1

Tujuan ………. 2

TINJAUAN PUSTAKA Dirofilaria immitis ………... 3

Vektor Dirofilaria immitis ………... 7

Gambaran Umum tentang Anjing ………... 8

Manajemen Pemeliharaan Anjing ……….. 9

Gejala Klinis dan Diagnosis ………. 10

ELISA untuk Deteksi Antigen ……….. 11

Penyebaran Dirofilariasis pada Anjing ………... 12

Dirofilariasis pada Manusia ………. 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ………. 14

Metode Penelitian ………... 14

Analisis Statistik ……… 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ………... 17

Pembahasan ………... 19

SIMPULAN DAN SARAN ………... 22

DAFTAR PUSTAKA ……….. 23

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkembangan Dirofilaria immitis ……… 5

2 Hasil uji Chi kuadrat dari faktor-faktor manajemen pemeliharaan……….. 18

3 Tingkat infeksi dan nilai odds ratio dari masing-masing

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Mikrofilaria Dirofilaria immitis dan cacing dewasa di jantung………. 4

2 Siklus hidup Dirofilaria immitis………. 6

3 Culex bitaeniorhyncus……….. 8

4 Culex quiquefaciatus………. 8

5 Contoh beberapa ras anjing………. 9

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuisioner survei dirofilariasis………... 26

2 Prevalensi dirofilariasis tiap daerah……… 27

3 Hasil uji Chi kuadrat dirofilariasis terhadap tempat pemeliharaan………. 28

4 Hasil uji Chi kuadrat dirofilariasis terhadap tujuan pemeliharaan……….. 28

5 Hasil uji Chi kuadrat dirofilariasis terhadap frekuensi

ke dokter hewan ……… 29

6 Hasil uji Chi kuadrat dirofilariasis terhadap frekuensi jalan-jalan……….. 29

7 Hasil analisis regresi logistik dirofilariasis terhadap

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan karnivora domestikasi yang memiliki hubungan

paling erat dengan manusia. Selain menjadi hewan peliharaan, anjing juga

dianggap sebagai teman atau salah satu anggota keluarga. Layaknya anggota

keluarga kesehatan anjing khususnya penyakit juga menjadi perhatian penting

bagi pemilik anjing. Salah satu penyakit yang ditemukan pada anjing adalah

dirofilariasis atau penyakit cacing jantung.

Dirofilariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing nematoda

Dirofilaria immitis yang memilki habitat di dalam ventrikel kanan jantung anjing. Penyebaran penyakit ini sangat luas hampir di seluruh dunia baik di daerah tropis

maupun subtropik. Faktor yang mendukung kejadian tersebut diantaranya

banyaknya spesies nyamuk (± 60 spesies) yang dapat menjadi inang antara

cacing jantung (Lok 1988). Gejala klinis penyakit ini muncul dalam jangka waktu

yang lama setelah anjing terinfeksi. Dirofilariasis dapat menyebabkan kehilangan

berat badan, rambut kering dan kasar, batuk kronis, mudah lelah, dan

memperlihatkan gejala gagal jantung kanan.

Dirofilariasis juga dapat terjadi pada manusia atau bersifat zoonosis.

Dirofilariasis pada manusia berupa dirofilariasis pulmonum dan dirofilariasis

subkutan (Orihel dan Eberhard 1998). Dalam kasus ini manusia bertindak

sebagai accidental host. Manusia yang terinfeksi tidak dapat menularkannya

kepada manusia atau hewan lain (dead end atau cul de sac). Larva infektif yang ada di dalam tubuh manusia tidak dapat mengalami perkembangan lebih lanjut.

Sistem immunitas tubuh manusia mampu mengeleminasi larva tersebut (Genchi

et al. 2005).

Dirofilariasis belum mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah

di Indonesia. Kurangnya pelaporan dan sosialisasi dari dokter hewan serta tidak

adanya pencatatan kejadian dirofilariasis di Indonesia merupakan bukti

kurangnya perhatian terhadap penyakit ini. Perhatian yang kurang dari

pemerintah mungkin disebabkan oleh kurangnya dampak ekonomi yang

ditimbulkan oleh penyakit ini. Studi tentang dirofilariasis yang pernah dilakukan di

Indonesia masih sedikit. Salah satunya adalah Studi Biologis dan Potensi Vektor

Alami Dirofilaria immitis sebagai Landasan Penyiapan Bahan Hayati yang

(23)

sebagai vektor alami di daerah Aceh, Bogor, dan Bali. Walaupun beberapa

peneliti telah melaporkan kejadian dirofilarisis di Indonesia, akan tetapi penelitian

tentang faktor-faktor risiko kejadian dirofilariasis belum ada.

Mengingat potensi D. immitis sebagai agen zoonosis perlu dipelajari

berbagai faktor risiko penyakit yang terkait dengan manajemen pemeliharaan

anjing di Indonesia. Pengetahuan tentang tingkat prevalensi, faktor-faktor risiko

infeksi cacing, dan faktor epidemiologi lainnya sangat dibutuhkan di dalam

menyusun metode pengendalian yang efektif di masa mendatang.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat prevalensi dirofilariasis

serta faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dirofilariasis di wilayah pulau

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Dirofilaria immitis

Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Levine (1995) klasifikasi Dirofilaria immitis adalah sebagai berikut:

Filum : Nemathelmintes

Kelas : Nematoda

Ordo : Spirurorida

Superfamilia : Filariicae

Familia : Filariidae

Genus : Dirofilaria

Spesies : Dirofilaria immitis

Dirofilaria immitis dewasa bentuknya panjang, langsing berwarna putih, dan memiliki kutikula yang sangat tebal (Kelly 1997). Kutikula D. immitis relatif lembut dengan penonjolan longitudinal di daerah kaudoventral. Dua lapis kutikula

berstruktur serabut dengan alur lapisan yang satu tegak lurus terhadap yang lain.

Serabut-serabut kutikula ini tampak seperti jala yang saling menyilang. Lateral

cord tampak menonjol dengan otot yang berkembang baik (Lok 1988).

Cacing betina berukuran panjang 250-300 mm dan diameter 1,0-1,3 mm

dengan ujung kaudal bulat tumpul. Cacing jantan berukuran panjang 120-200

mm dan diameter 0,7-0,9 mm. Ujung kaudal cacing jantan langsing dengan

spikulum yang tidak sama. Panjang spikulum kiri 300-375 µm dan spikulum

kanan 175-229 µm. Cacing jantan tidak dilengkapi gubernakulum (Levine 1995;

Lok 1988; Kelly 1997; Kusumamihardja 1992)

Cacing betina bersifat viviparous. Saluran reproduksi betina biasanya

tampak seperti dua buah pipa dimana pada ujung anterior dan posterior terdapat

vagina dan ovarium (Lok 1988). Dua buah ovarium di posterior terhubung

dengan reseptakulum seminalis melalui oviduk dan kemudian terhubung ke

uterus. Uterus bergabung menjadi satu saluran vagina yang selanjutnya ke vulva

yang terletak 2,7 mm dari ujung esofagus. Saluran reproduksi jantan tampak

seperti sebuah pipa dengan ujung anterior yang melengkung dan terdapat testis,

sedangkan ujung posterior terdapat vesikulum seminalis, vas deferens, duktus

(25)

Saluran pencernaan terdiri dari sebuah pipa yang terbagi menjadi

esofagus di anterior dan usus di posterior. Sel-sel usus sederhana dengan

beberapa mitokondria rudimenter. Cacing dewasa dapat mengabsorbsi nutrisi

melalui kutikula (Abraham 1988).

Mikrofilaria D. immitis berukuran panjang 308 µm dan diameter 7 µm

(Lok 1988). Permukaan kutikula bagian luar dilapisi oleh matriks karbohidrat.

Pada ujung anterior terdapat sebuah kait berbentuk baji dan procesus seperti

bibir, sedangkan di posterior terdapat sebuah cincin saraf yang terdiri dari dua sel

yang berkembang menjadi dua atau lebih akson, yang memanjang ke daerah

anterior dan posterior mikrofilaria. Selain itu di bagian posterior ditemukan juga

alat ekskresi yang terdiri dari sebuah sel dan sebuah kantung. Kantung ini diisi

oleh mikrovili dan terbuka keluar. Sel neurosecretori terlihat bersatu dengan

cincin saraf dan kantung ekskresi dan anus. Mikrofilaria tidak memiliki sistem

pencernaan, seperti esofagus dan usus (Abraham 1988).

1

Gambar 1 Mikrofilaria D. immitis (1)♦ dan Cacing dewasa di jantung (2) ♥

Siklus Hidup

D. immitis betina dewasa menghasilkan larva stadium pertama atau mikrofilaria (Tabel 1 dan Gambar 2). Ketika nyamuk betina yang cocok sebagai

vektor Dirofilaria menghisap darah anjing terinfeksi, maka secara tidak langsung larva stadium pertama termakan oleh nyamuk. Perkembangan lengkap larva

stadium pertama menjadi larva stadium tiga infektif terjadi di dalam nyamuk

(Kelly 1977). Larva stadium pertama tinggal di dalam lambung nyamuk selama

24 jam pertama. Larva bermigrasi ke dalam sel saluran malphigi dimana

http://www.atlas.or.kr/atlas/alphabet_view.php?my_codeName=Dirofilaria%20immitis

(26)

perkembangan embrionik telah lengkap. Larva kemudian menjadi lebih pendek

dan gemuk seperti sosis.

Tabel 1 Perkembangan Dirofilaria immitis (Abraham 1988)

Hari Stadium Panjang (cm) Inang Lokasi

0 Mikrofilaria (Larva 1) 0,03 Anjing Darah

1 Mikrofilaria 0,03 Nyamuk Lambung

5 Stadium sosis 0,015 Nyamuk Sel saluran Malphigi 10 Larva stadium ke-2 0,05 Nyamuk Lumen saluran Malphigi

15 Larva stadium ke-3 0,12 Nyamuk Probiosis

(0)* Larva stadium ke-3 0,12 Anjing Subkutan

(3)* Larva stadium ke-4 0,12 Anjing Subkutan

(70)* Larva stadium ke-5 2,4 Anjing Kepala, thoraks, abdomen

(100)* Cacing muda 5,9 Anjing Jantung

(196)* Cacing dewasa 26,8 Anjing Jantung

(…)* umur saat di dalam anjing

Larva meninggalkan sel saluran malphigi dan masuk ke lumen saluran

malphigi pada hari ke-6 atau 7. Larva stadium pertama (150 µm) menyilih atau

molting menjadi larva stadum kedua (230 µm) kira-kira hari ke-10. Larva stadium kedua menyilih menjadi larva stadium ketiga (800 µm) yang infektif pada hari

ke-13. Kemudian larva infektif bermigrasi ke daerah dada dan kepala dan masuk ke

proboscis nyamuk. Menurut Kelly (1977) perkembangan larva stadium pertama

sampai larva stadium ketiga terjadi selama 14-21 hari. Lamanya waktu

perkembangan larva di dalam nyamuk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

jenis nyamuk dan suhu dalam nyamuk. Suhu dan kelembaban lingkungan juga

mempengaruhi perkembangan larva.

Infeksi pada anjing terjadi saat nyamuk yang mengandung larva stadium

ketiga infektif menghisap darah anjing. Larva stadium ketiga bermigrasi dengan

aktif ke dalam subkutan atau subserosa atau ke dalam otot atau lemak. Larva

stadium ketiga menyilih menjadi larva stadium keempat (18 mm) pada hari ke9

-12 setelah infeksi dan menyilih kembali menjadi larva stadium kelima atau cacing

muda (80 mm) pada hari ke-70 -80 setelah infeksi. Cacing muda bermigrasi ke

ventrikel kanan melalui pembuluh darah vena pada hari ke-90 -120.

Larva stadium pertama atau mikrofilaria telah ada dalam uterus cacing

betina dewasa pada bulan ke-6 setelah infeksi dan muncul dalam pembuluh

(27)

dalam anjing sepanjang 2,5 tahun (Abraham 1988; Levine 1995; Lok 1988; Kelly

1977; Kusumamihardja 1992).

Mikrofilaria (L1)

Perkembangan larva L1 menjadi L3 di nyamuk

N yamuk menghisap darah anjing

C acing dewasa di jantung anjing

Gambar 2 Siklus hidup Dirofilaria immtis

Mikrofilaria dapat ditemukan di pembuluh darah perifer. Mikrofilaria D.

immitis dalam jumlah yang banyak di pembuluh darah perifer terjadi mulai dari petang sampai subuh. Mikrofilaria ditemukan dalam sirkulasi perifer pada

konsentrasi antara 10³ - 105 per ml darah. Menurut Crompton dan Joyner (1980),

pada siang hari mikrofilaria juga ada di pembuluh darah perifer, tetapi tidak

sebanyak pada malam hari. Tipe periodisitas ini diklasifikasikan sebagai

nokturnal subperiodik. Menurut Rhee et al. (1998), periodisitas mikrofilaria D. immitis yaitu diurnal, nokturnal, atau keduanya dipengaruhi oleh lokasi geografi. Periodisitas ini juga berhubungan dengan kebiasaan anjing dan emosi atau

tekanan lingkungan pada anjing. Periodisitas merupakan adaptasi mikrofilaria

terhadap waktu makan nyamuk. Lokasi yang optimal untuk mikrofilaria adalah di

dalam pembuluh darah viseral. Mikrofilaria hanya akan meninggalkan pembuluh

darah viseral menuju pembuluh darah perifer ketika waktu makan nyamuk

sehingga mikrofilaria mudah dan mungkin untuk diisap oleh nyamuk (Abraham

1988).

Aktivitas menggigit vektor memiliki pola yang khas tergantung dari jenis

(28)

Armigeres memiliki aktivitas menggigit pada pagi hingga siang hari. Periodisitas mikrofilaremik pada anjing di Aceh dan Bogor terjadi sepanjang waktu

berdasarkan nyamuk yang menjadi vektor di daerah tersebut yaitu Culex, Aedes, dan Armigeres (Karmil 2002).

Jika mikrofilaria tidak terhisap oleh nyamuk, maka mereka tidak akan

berkembang di dalam anjing tetapi mereka dapat bertahan dalam darah sampai

tiga tahun (Nayar dan Rutledge 1990). Larva D. immitis dan jenis-jenis yang lain kadang-kadang ditemukan di dalam kista di berbagai bagian tubuh manusia

terutama paru-paru. Mereka tidak berkembang normal untuk menjadi dewasa

karena manusia bukan inang definitifnya (Levine 1995).

Vektor

Dirofilaria immitis

Nyamuk adalah inang antara yang sangat berperan dalam siklus hidup

dan transmisi D. immitis. Perkembangan stadium larva pertama atau mikrofilaria menjadi larva stadium ketiga yang infektif terjadi di dalam tubuh nyamuk. Melalui

nyamuk pula terjadi penyebaran larva infektif ke anjing. Seekor nyamuk

biasanya paling sedikit harus dua kali menghisap darah selama waktu hidup

untuk mentransmisi D. immitis, yaitu hisapan pertama untuk memperoleh larva

infektif dan yang kedua untuk menyebarkannya.

Di seluruh dunia telah diidentifikasi ada 60 jenis nyamuk yang potensial

sebagai vektor D. immitis, antara lain Aedes vexans, Ae. trivittatus, Ae.

canadensis, Ae. sticticus, Ae. stimulans, Ae. excrucians, Ae. sollicitans, Ae. cantatas, Ae. taeniorhynchus, Ae. sierrensis, Ae. vigilax, Ae. notoscriptus, Aedes togoi, Ae. pseudoscutellaris, Ae. fijiensis, Ae. scapularis, Anopheles punctipennis, An. annulipes, Culex quinquefasciatus, C. nigripalpus, C. salinarius, dan C. annulirostris. Tiga jenis nyamuk yang menjadi perhatian

adalah Ae. vexans, Ae. togoi, dan C. quinquefasciatus, karena berpotensi

menyebarkan zoonosis kepada manusia (Lok 1989; Labarthe et al. 1998; Nayar

dan Rutledge 1990). Nyamuk yang berperan dalam penularan dan penyebaran

D. immitis di Aceh, Bogor, dan Bali adalah Ae. albopictus, Ae. aegypty,

(29)

Gambar 3 C. bitaeniorhyncus Gambar 4 C. quiquefasciatus

Gambaran Umum tentang Anjing

Anjing adalah mamalia karnivora yang telah mengalami domestikasi dari

serigala. Domestikasi anjing awalnya didorong motif saling menguntungkan oleh

kedua belah pihak yaitu anjing liar memungut sisa-sisa makanan di sekeliling

permukiman manusia, sedangkan manusia purba memanfaatkan anjing untuk

mengusir hewan liar yang mengganggu manusia dan untuk berburu. Zoologis

Charles Darwin menetapkan The Golden Jackal (Canis aureus) dan serigala

(Canis lupus) adalah dua spesies yang menjadi nenek moyang anjing domestik

(Sayer 1994). Penelitian sistematika molekuler menunjukkan anjing (C. lupus

familiaris) merupakan keturunan dari serigala liar (C. lupus). Anjing juga bisa kawin silang dengan serigala.

Perkembangan peradaban manusia mempengaruhi jenis-jenis anjing

yang ada. Jenis-jenis anjing diseleksi menurut keinginan manusia. Anjing telah

berkembang menjadi ratusan ras. Anjing ras sangat bervariasi dalam ukuran,

penampilan dan tingkah laku dibandingkan dengan hewan peliharaan yang lain.

Tinggi badan anjing dapat hanya beberapa puluh cm seperti Chihuahua hingga

lebih dari satu meter seperti Irish Wolfhound. Warna rambut anjing beraneka

ragam, yaitu putih, abu-abu (sering disebut "biru"), merah, keemasan, coklat, dan

hitam. Anjing memiliki panjang rambut yang berbeda-beda, mulai dari yang

sangat pendek hingga yang panjangnya mencapai beberapa puluh sentimeter.

Rambut anjing ada yang lurus atau keriting, dan bertekstur kasar hingga lembut

(30)

A

B

C

D

[image:30.595.114.513.107.217.2]

Gambar 5 Contoh beberapa ras anjing

A) Pug; B) Pomerian; C) German shepherd; D) Labrador retriever

Manajemen Pemeliharaan Anjing

Manajemen pemeliharaan anjing harus memperhatikan kesejahteraan

hewan (animal welfare) dan berlandasan kepada ketentuan lima kebebasan

hewan (five freedoms). Lima kebebasan hewan adalah (1) bebas dari lapar dan

haus, (2) bebas dari rasa tidak nyaman, (3) bebas dari sakit, disakiti, dan

penyakit, (4) bebas dari rasa takut dan tercekam, serta (5) bebas

mengekspresikan tingkah laku alami. Manajemen pemeliharaan anjing terbagi

menjadi manajemen kesehatan, manajemen pakan, manajemen lingkungan

tempat tinggal, dan manajemen tingkah laku.

Manajemen kesehatan meliputi pemeriksaan anjing ke dokter hewan

secara rutin, pemberian vaksin, pengendalan parasit seperti cacing, kutu, dan

caplak, serta pengobatan jika anjing sakit. Manajemen pakan adalah pemberian

jenis pakan sesuai dengan kebutuhan dan umur anjing. Manajemen pakan

berguna untuk menghindari anjing dari obesitas dan masalah kesehatan lainnya

yang berkaitan dengan pakan. Anjing juga membutuhkan air yang cukup.

Manajemen lingkungan tempat tinggal adalah memperhatikan suhu, kelembaban,

dan kebersihan dimana anjing diletakkan. Anjing yang tinggal di dalam rumah

(indoor) perlu diperhatikan suhu dan ventilasi udara ruangan. Anjing yang tinggal

di luar rumah (outdoor) juga membutuhkan perlindungan dari suhu dan cuaca.

Tempat perlindungan seperti rumah anjing harus tersedia. Pengendalian parasit

lebih sulit pada anjing yang tinggal di luar rumah. Tempat defekasi atau litter box

perlu disediakan agar anjing tidak defekasi sembarangan. Manajemen tingkah

(31)

anjing jalan-jalan, dan memberikan kebebasan anjing mengekspresikan sifat

alaminya. Anjing dibawa jalan-jalan paling sedikit dua kali sehari.

Perawatan anjing yang lain adalah grooming. Grooming bertujuan untuk

menyikat rambut yang rontok. Rambut rontok ini dapat menghalangi udara

masuk ke dalam kulit sehingga dapat menimbulkan penyakit kulit. Kuku anjing

perlu dipotong secara berkala. Jika kuku dibiarkan tumbuh panjang, kuku dapat

tumbuh ke dalam bantalan kuku (Minnesotta 1995; UCDAVIS 2008).

Gejala Klinis dan Diagnosis

Dirofilariasis pada anjing dapat menyebabkan kombinasi masalah

kesehatan yang melingkupi disfungsi dari paru-paru, jantung, hati, dan ginjal.

Anjing belum menunjukkan gejala klinis pada infeksi awal. Anjing baru

menunjukkan beberapa gejala klinis seperti batuk pada infeksi D. immitis ringan. Pada infeksi Dirofilaria yang sedang sampai parah, anjing akan kehilangan berat badan, rambut kasar, batuk kronis, mudah lelah, dyspnoe, suara jantung yang

abnormal, hepatomegali, syncope, hydrotoraks, ascites, suara jantung yang

abnormal, dan right-sided congestive heart failure (gagal jantung sebelah kanan). Anjing juga dapat mati secara mendadak.

Dirofilariasis dapat didiagnosis dengan melihat gejala klinis yang muncul

dan melakukan uji laboratorium. Uji-uji laboratorium yang biasa dilakukan adalah

The modified Knott’s test, ELISA deteksi antigen atau antibodi, Radiologi,

Angiografi, dan Ultrasonografi. The modified Knott’s test adalah uji untuk

memeriksa mikrofilaria dengan melakukan sentrifus sehingga didapat endapan

mikrofilaria. Radiologi dilakukan untuk melihat abnormalitas pada jantung dan

paru-paru. Perubahan yang dapat diamati adalah pembesaran arteri pulmonary,

dilatasi ventrikel kanan jantung, hydrotoraks, dan ascites. Angiografi digunakan

untuk melihat pembesaran pembuluh darah dan adanya cacing di pembuluh

darah. Ultrasonografi digunakan untuk melihat dan mengevaluasi pembesaran

bilik dan ventrikel jantung serta untuk melihat keberadaan cacing di ventrikel

kanan jantung atau arteri pulmonary. ELISA deteksi antibodi digunakan untuk

mendeteksi respon antibodi akibat paparan infeksi Dirofilaria. Uji ini memiliki kelemahan yaitu akurasi rendah dan dapat terjadi cross reaction dengan parasit

lain, misalnya Dipetalonema reconditum. ELISA deteksi antigen digunakan untuk

(32)

ini adalah tidak dapat mendeteksi infeksi yang kurang dari enam bulan (American

Heartworm Society 2008; Attwell 1998).

ELISA untuk Deteksi Antigen

Enzyme Linked Immunosorbent Assay atau ELISA telah berkembang sesuai dengan kebutuhan penelitian termasuk ELISA untuk deteksi antigen.

Konfigurasi ini menggunakan antibodi yang terikat pada fase padat untuk

menangkap antigen secara spesifik. Antibodi penangkap dan sistem indikator

dibuat tetap dan yang berubah hanya konsentrasi antigen. Antibodi penangkap

dan sistem indikator yang sering digunakan adalah antibodi monoklonal (Burgess

1995). Antibodi monoklonal dapat meningkatkan spesifitas diagnosis dengan

menghilangkan reaksi silang antara spesies parasit yang berkerabat dekat tanpa

menurunkan sensivitas yang nyata (Patterson 1995). Antibodi monoklonal

diarahkan hanya pada satu epitop dari antigen target dan dapat diseleksi untuk

mengikat epitop dengan spesifisitas yang dikehendaki (Hall 1995).

Antigen adalah senyawa yang mampu menimbulkan respon imun inang.

Bagian permukaan antigen yang berhubungan dengan antibodi disebut epitop.

Jumlah epitop tergantung kepada besar molekul. Antigenitas suatu senyawa

dapat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti ukuran, kompleksitas,

stabilitas, dan keasingan. Suatu organisme terbentuk dari campuran protein,

glikoprotein, polisakarida, lipopolisakarida, asam nukleat, dan lipida yang

kompleks. Banyak nematoda yang mengeluarkan fosforilkolin ke jaringan

sekitarnya. Deteksi fosforilkolin dengan antibodi monoklonal telah dikembangkan

juga untuk deteksi infeksi Dirofilaria (Burgess 1995). Menurut Anonim (1996)

antigen yang berguna dalam penanda infeksi D. immitis harus bersifat spesifik

spesies yang dihasilkan oleh cacing dewasa dan bersifat imunogenik. Salah

satunya adalah 31-33 kDa glycoprotein D. immitis (DiT33). DiT33 merupakan

hasil ekskresi atau sekresi dari cacing dewasa betina maupun jantan.

ELISA deteksi antigen telah dikembangkan untuk membantu diagnosa D.

immitis. Antibodi monoklonal yang dihasilkan oleh Weil et al. (1985) telah mengidentifikasi dua epitop yang diduga sebagai glikoprotein yang dimiliki

bersama oleh dua antigen yang beredar dari cacing dewasa terutama uterus

cacing betina dan telur. Antigenitas kedua epitop tersebut bersifat spesies

(33)

silang dengan Di. reconditum. Antigenemia terdeteksi pertama kali 6 bulan setelah infeksi dan tetap stabil selama 9-21 bulan (Hutchinson 1995).

Keuntungan dari tes ELISA deteksi antigen D. immitis antara lain dapat

memberikan informasi tentang jumlah cacing yang berkorelasi dengan potensi

terjadinya thrombus atau thromboemboli. Keefektivan terapi juga dapat dilihat

dengan membandingkan level antigen setelah terapi dengan sebelum terapi.

Estimasi waktu yang digunakan adalah 8-12 minggu setelah terapi. Tetapi tes ini

tidak dapat mendeteksi jumlah cacing yang rendah atau cacing yang belum

dewasa karena kurangnya kadar antigen yang dapat terdeteksi (Atwell 1988).

Penyebaran Dirofilariasis pada Anjing

Menurut survei WHO/FAO/IOE pada tahun 1983, kejadian dirofilariasis

ditemukan di seluruh belahan bumi. Penyebaran dirofilariasis di setiap negara

bervariasi. Dirofilariasis pada anjing di Canada terjadi secara sporadik. Rata-rata

prevalensi D. immitis pada anjing di Canada berkisar dari 1,31 % pada tahun

1978 sampai 1,79 % pada tahun 1981. Hampir di seluruh negara bagian di USA

ditemukan kejadian dirofilariasis. D. immitis bersifat enzootik di Atlantik dan daerah Gulf Coastal yang terbetang dari Massachusetts sampai Texas timur.

Secara umum prevalensi D. immitis di Australia adalah 4-8 % di Sydney, 30-40

% di Brisbane, 70 % di Townsville, 85 % di Semenanjung Cape York, dan sampai

100 % di Darwin.

Dirofilariasis juga ditemukan di setiap negara di Amerika Selatan kecuali

Chile. Di benua Eropa dirofilariasis hanya ada di UK, Portugal, Italia, Hungaria,

dan Yunani. Dirofilariasi di benua Afrika yaitu terjadi di Moroko, Algeria, Tunisia,

Ghana, Burkina Faso, Nigeria, Kongo, Angola, Afrika Selatan, dan Sudan. Di

Asia penyebaran dirofilariasis terjadi dari Iran sampa India, Burma, Malaysia,

Indonesia, Papua New Guinea, Jepang, dan Korea Selatan. Prevalensi

dirofilariasis di Malaysia berkisar 9,6 % di daerah kota sekitar Kuala Lumpur, 32,4

% di Seremban, dan 70 % di Sabah. Kejadian D. immitis di Jepang bervariasi

berkisar 1,2 % di Okinawa sampai 74 % di Tochigi. Kejadian dirofilariasis di

Korea Selatan rendah dan sporadik (Lok 1988; Kelly 1977). Kejadian dirofilariasis

di Indonesia yang dilaporkan Karmil (2002) adalah 25,03% di Aceh, 35,46 % di

Jakarta, 56,99% di Bogor, dan 29,19% di Bali.

(34)

Dirofilariasis pada Manusia

Penyakit dirofilaria dalam beberapa dekade terakhir merupakan emerging

zoonosis untuk kesehatan masyarakat di seluruh dunia (Aranda 1998). Zoonosis dirofilaria disebabkan oleh D. immitis, D. repens, D. tenuis, dan D. ursi. D. immitis

pada manusia dapat menyebabkan nodul paru-paru seperti “coin lesion” yang

sering dikelirukan dengan neoplasia pulmonary, sedangkan D. repens, D. tenuis,

dan D. ursi dapat membentuk nodule di subkutan dan mata. Manusia terinfeksi ketika nyamuk yang membawa larva infektif (L3) menghisap darah manusia.

Manusia dianggap sebagai inang accidental. Nematoda ini dalam tubuh manusia

tidak mencapai dewasa kelamin secara normal. Hal ini disebabkan karena

manusia bukan inang definitif dan respon imun manusia mampu mengeleminasi

larva infektif sehingga tidak terjadi perkembangan lebih lanjut (Boreham 1988;

Genchi et al. 2005)

Peningkatan terpaparnya manusia oleh D. immitis sejalan dengan

peningkatan populasi anjing dan kurangnya pencegahan penyakit ini pada

anjing. Beberapa kejadian dirofilariasis pada manusia antara lain dilaporkan 11

kasus dirofilariasis subkutan di Moscow, 48 kasus selama 10 tahun di Prancis

(Genchi et al. 2005), 100 kasus dirofilariasis pulmonary manusia selama 40

tahun di Florida (Nayar dan Rutledge 1990), dan 3 kasus dirofilariasis subkutan

(35)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2007.

Pengambilan sampel darah dilakukan di klinik dokter hewan, rumah sakit hewan,

dan rumah masyarakat di wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali.

Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Helmintologi, Bagian Parasitologi

dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Metode Penelitian

Rancangan Studi

Penelitian ini merupakan kegiatan Cross-Sectional Study. Pengambilan

sampel dilakukan secara purposif. Sampel darah diambil dari 235 ekor anjing

yang berumur diatas 6 bulan. Besaran sampel ditentukan dengan dugaan tingkat

prevalensi Dirofilariasis di wilayah pulau Jawa dan Bali sebesar 15%. Martin et al

(1987) menjelaskan bahwa rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah

sampel tersebut adalah

n = 4p(1-p)

L2

Keterangan : n = jumlah sampel

p = prevalensi dugaan

L = tingkat kesalahan (0,05)

Berdasarkan rumus diatas didapat jumlah sampel minimal adalah 204 sampel.

Sampel darah diperiksa terhadap keberadaan antigen D. immitis dengan

menggunakan uji ELISA Deteksi Antigen untuk mengetahui tingkat prevalensi,

sedangkan kuisioner digunakan untuk mendapatkan data mengenai faktor risiko

manajemen pemeliharaan anjing yang berhubungan dengan kejadian infeksi D.

immitis.

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spuit 3 ml melalui

vena cephalica antibrachii (kaki depan) atau vena saphena (kaki belakang)

sebanyak 1-2 ml. Setelah darah diambil, tuas spuit ditarik sampai maksimum lalu

(36)

selama 2 jam. Spuit yang darahnya telah membeku disimpan di dalam lemari

pendingin pada suhu 4º C selama satu malam agar serumnya keluar. Serum

yang telah terbentuk dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung mikro. Tabung

mikro diberi label berwarna oranye. Tabung mikro disimpan di dalam freezer

suhu -20º C sampai sampel diperiksa.

Metode Pemeriksaan Sampel

Pemeriksaan sampel dilakukan dengan uji ELISA untuk mendeteksi

antigen cacing dewasa menggunakan kit DiroCHECK®. Pengujian dilakukan

sesuai prosedur yang diberikan oleh produsen kit. Sumur yang dilapisi Anti-D.

immitis disiapkan di dalam gagang sumur. Sumur pertama diteteskan 1 tetes kontrol positif dan sumur kedua diteteskan 1 tetes kontrol negatif. Serum diambil

sebanyak 0,05 ml dengan mikro pipet kemudian dimasukkan ke sumur

berikutnya setelah kontrol.

Setiap sumur diteteskan 1 tetes Reagent 1-Conjugate lalu dicampurkan

dengan cara gagang sumur digoyang selama 15 detik. Kemudian didiamkan

selama 10 menit. Cairan dari sumur dibuang ke dalam bak cuci lalu

diketuk-ketukan ke tissue agar benar-benar tidak ada cairan lagi. Sumur-sumur

dibersihkan dengan aquades lalu dikocok-kocok kemudian dibuang. Pencucian

dengan aquades diulangi sebanyak 5 kali. Sumur-sumur dikeringkan dengan

diketuk-ketukan ke atas tissue.

Kemudian setiap sumur ditambahkan 2 tetes Reagent 2-Chromogenic

Substrate Buffer lalu dicampurkan dengan cara gagang sumur digoyang selama 15 detik. Kemudian didiamkan selama 5 menit. Lalu diamati perubahan warna

yang terjadi pada sampel. Sampel yang positif akan berwarna biru sedangkan

sampel yang negatif akan berwarna bening. Intensitas warna akan bervariasi

sesuai dengan jumlah antigen D. immitis yang ada.

Kuisioner

Informasi tentang aspek manajemen pemeliharaan yang dapat menjadi

faktor risiko infeksi D. immitis yaitu (1) tempat pemeliharaan, (2) tujuan

pemeliharaan, (3) frekuensi anjing dibawa ke dokter hewan, dan (4) frekuensi

anjing dibawa jalan-jalan ke luar rumah diperoleh dari kuisioner yang diisi oleh

(37)

Analisis Statistik

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, serta

dilakukan pendugaan tingkat prevalensi.

Prevalensi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

P = Jumlah anjing yang positif D. immitis

Populasi berisiko terinfeksi D. immitis

Untuk melihat asosiasi antara kejadian dirofilariasis terhadap tempat

pemeliharaan, tujuan pemeliharaan, frekuensi anjing dibawa ke dokter hewan,

dan frekuensi anjing dibawa jalan-jalan ke luar rumah digunakan statistik uji Chi

kuadrat (X2) dengan persamaan :

X2 = (oi – ei)2

℮i

Keterangan : i = nilai harapan ke-i

oi = nilai observasi ke-i

Untuk mengetahui hubungan dan besarnya pengaruh dari beberapa peubah

penjelas yaitu tempat pemeliharaan, tujuan pemeliharaan, frekuensi anjing

dibawa ke dokter hewan, dan frekuensi anjing dibawa jalan-jalan ke luar rumah

terhadap peubah respon yang berskala biner yaitu hasil ELISA maka digunakan

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jumlah total sampel yang diperiksa adalah 235 buah yang terdiri atas 93

sampel di Jakarta dan Tangerang, 63 sampel di Jawa Barat, 22 sampel di Jawa

Tengah, dan 57 sampel di Bali. Hasil tes ELISA diperoleh 18 ekor positif yang

terdiri dari 2 ekor dari Jakarta-Tangerang, 10 ekor dari Jawa Barat, 1 ekor dari

Jawa Tengah, dan 5 ekor dari Bali. Prevalensi infeksi D. immitis pada anjing di daerah tersebut adalah 7,7 %.

negatif 217, 92,3%

[image:38.595.220.403.280.412.2]

positif 18, 7,7%

Gambar 6 Jumlah anjing yang positif dan negatif terhadap dirofilariasis

Berdasarkan 235 kuisioner yang telah diterima, jumlah anjing menurut

tempat pemeliharaan yaitu indoor sebanyak 94 ekor (40%) dan outdoor

sebanyak 141 ekor (60%). Menurut tujuan pemeliharaan, sebanyak 125 ekor

(53%) anjing dijadikan sebagai hewan kesayangan, 103 ekor (44%) sebagai

penjaga rumah, dan sisanya 7 ekor (3%) untuk tujuan yang lain-lain. Menurut

frekuensi anjing dibawa ke dokter hewan, sebanyak 57 ekor (24%) rutin , 92 ekor

(39%) jika sakit saja, dan sisanya 86 ekor (37%) tidak pernah. Menurut frekuensi

anjing dibawa jalan-jalan keluar rumah, sebanyak 117 ekor (49%) setiap hari, 30

ekor (13%) setiap minggu, 19 ekor (8%) setiap bulan, dan sisanya 69 ekor (30%)

tidak pernah.

Hasil uji Chi kuadrat menunjukkan bahwa tempat pemeliharaan, tujuan

pemeliharaan, dan frekuensi jalan-jalan ke luar rumah tidak memiliki pengaruh

yang nyata terhadap infeksi D. immitis pada anjing (Tabel 2). Frekuensi ke dokter

hewan memiliki pengaruh yang nyata terhadap infeksi D. immitis pada anjing.

Faktor risiko yang signifikan berpengaruh nyata dapat dilihat dari nilai-P yang

(39)
[image:39.595.112.513.105.194.2]

Tabel 2 Hasil uji Chi kuadrat dari faktor-faktor manajemen pemeliharaan

Manajemen Chi-square (X2) hitung Nilai-P

Tempat pemeliharaan 2,567 0,109

Tujuan pemeliharaan 2,659 0,265

Frekuensi ke dokter hewan 7,796 0,020*

Frekuensi jalan keluar rumah 6,227 0,101

Keterangan : * signifikan pada taraf 5%

Analisis regresi logistik merupakan kelanjutan uji chi kuadrat untuk

melihat seberapa besar pengaruh faktor risiko terhadap kejadian dirofilariasis.

Hasil analisis regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 3. Frekuensi anjing dibawa

ke dokter hewan memiliki pengaruh nyata terhadap kejadian dirofilariasis pada

anjing. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik dapat dilihat bahwa anjing yang

tidak pernah dibawa ke dokter hewan memiliki risiko terinfeksi D. immitis 3,806 kali lebih tinggi dibandingkan anjing yang rutin dibawa ke dokter hewan.

Tabel 3 Tingkat infeksi dan nilai odds ratio dari masing-masing faktor

manajemen pemeliharaan

Faktor risiko

Anjing yang positif

Anjing yang

negatif Odds 95% CI

Jumlah % Jumlah % ratio

Tempat pemeliharaan

Indoor 4 4,3 90 95,7

Outdoor 14 9,9 127 90,1 1,440 0,364-5,702

Tujuan pemeliharaan

Hewan kesayangan 7 5,6 118 94,4

Komersil 0 0,0 7 100,0 2,66x10-8 2,66x10-8

Penjaga rumah 11 10,7 92 89,3 0,476 0,090-2,513

Frekuensi ke dokter hewan

Rutin 3 3,3 89 96,7

Kalau sakit 3 5,3 54 94,7 0,951 0,171-5,287

Tidak pernah 12 14,0 74 86,0 3,806* 0,501-28,888

Frekuensi jalan-jalan

Tidak pernah 2 2,9 67 97,1

Setiap bulan 1 5,3 18 94,7 2,358 0,180-30,825

Setiap minggu 1 3,3 29 96,7 1,233 0,101-15,030

Setiap hari 14 12,0 103 88,0 3,169 0,628-15,987

[image:39.595.113.519.420.668.2]
(40)

Pembahasan

Tingkat prevalensi infeksi D. immitis di wilayah Jawa dan Bali adalah

7,7%. Nilai prevalensi ini lebih rendah dari nilai prevalensi yang dilaporkan oleh

Karmil pada tahun 2002. Nilai prevalensi infeksi D. immitis di beberapa lokasi di Aceh, Jakarta, Bogor, dan Bali adalah 28,8%. Perbedaan nilai prevalensi ini

disebabkan oleh uji yang digunakan berbeda. Karmil menggunakan The modified

Knott’s test dan uji serologis deteksi antibodi. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kejadian dirofilariasis adalah populasi anjing reservoir, potensi

nyamuk sebagai vektor, serta kondisi daerah yang mendukung kejadian

dirofilariasis (Karmil 2002).

Hasil analisis diatas menyatakan bahwa frekuensi anjing dibawa ke

dokter hewan berhubungan nyata terhadap infeksi D. immitis pada anjing. Anjing yang rutin atau jika sakit dibawa ke dokter hewan memiliki risiko lebih kecil

terinfeksi D. immitis daripada anjing yang tidak pernah dibawa ke dokter hewan. Fenomena yang sama juga dilaporkan oleh Aranda (1998) pada anjing-anjing

peliharaan di kota Barcelona Spanyol. Biasanya anjing yang dibawa ke dokter

hewan akan diberi vaksinasi dan obat cacing secara teratur. Anjing yang rutin

atau kalau sakit dibawa ke dokter hewan diasumsikan bahwa kesehatan dan

perawatan terhadap anjing tersebut sangat diperhatikan oleh pemiliknya.

Anjing yang memiliki kesehatan yang baik akan memiliki sistem imun

yang baik pula untuk menghadapi infeksi D. immitis. Menurut Sadun (1972),

semua infeksi filarial berhubungan dengan eosinofil. Selain itu, IgE juga bereaksi

spesifik untuk infeksi D. immitis (Yamagata et al. 1992). IgE dan eosinofil saling

terkait dalam proses resisten D. immitis. IgE mempunyai peranan dalam

mengurangi jumlah cacing pada hewan dengan cara memperantrai makrofag

untuk berikatan dengan larva cacing. Makrofag berfungsi untuk memakan dan

menghancurkan larva. IgE dan sel mast merangsang pelepasan faktor

anafilaksis kemotaktik eosinofil (FAKE) sehingga memobilisasi cadangan

eosinofil tubuh ke dalam sirkulasi. Eosinofil memiliki peranan yaitu menetralkan

bahan vasoaktif yang dikeluarkan oleh sel mast dan membunuh beberapa larva

cacing bersama antibodi dan komplemen. Walaupun tanggap anticacing yang

diperantarai IgE-eosinofil merupakan mekanisme terpenting resistensi terhadap

cacing, immunoglobulin yang lain seperti IgG juga mempunyai peranan dalam

proteksi. Mekanisme yang terlibat meliputi penetralisasian oleh antibodi terhadap

(41)

penyumbatan lubang anus dan mulut larva oleh kompleks kebal karena antibodi

berikatan dengan produk ekskresi dan sekresi dari larva, penghambatan

perkembangan larva, dan penghalangan jalur enzim pada cacing dewasa oleh

antibodi sehingga menyebabkan kemungkinan terhentinya reproduksi atau

terganggunya perkembangan struktur tubuh cacing (Tizard 1982).

Dalam penelitian ini tempat pemeliharaan, tujuan pemeliharaan, dan

frekuensi anjing dibawa ke luar rumah tidak berpengaruh nyata terhadap infeksi

D. immitis pada anjing di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Tempat pemeliharaan dan frekuensi anjing dibawa ke luar rumah berhubungan dengan

peluang anjing untuk berkontak dengan vektor yaitu nyamuk. Nyamuk memiliki

distribusi yang meliputi seluruh dunia, tetapi mereka tidak ada di Kutub Selatan .

Perbedaan spesies terbesar terjadi di hutan hujan tropis tetapi kepadatan yang

tinggi biasanya terdapat di tundra. Nyamuk dapat berkembangbiak di tundra

Kutub Utara sama baiknya seperti di hutan hujan tropis (Foster dan Walker

2002).

Beberapa nyamuk yang merupakan vektor D. immitis masuk ke dalam

rumah untuk makan (endophagic), tetapi sebagian besar lebih memilih

menghisap di luar rumah (exophagic). Setelah makan, nyamuk betina mencari

tempat untuk beristirahat selama beberapa hari agar darah yang dihisap dapat

dicerna dan ovum menjadi matang. Banyak nyamuk beristirahat di luar rumah

(exophilic) seperti di tumbuh-tumbuhan, di dalam lubang rodensia, dan di celah atau retakan tanah, tetapi beberapa nyamuk beristirahat di dalam rumah

(endophilic) seperti di gantungan baju atau dinding rumah (Yuliarsih 2002; Service 1986). Oleh karena sifat nyamuk yang makan di dalam dan di luar

rumah, maka anjing yang dipelihara baik di dalam maupun di luar rumah memiliki

peluang yang sama untuk terinfeksi D. immitis. Hasil penelitian menunjukkan

anjing yang tinggal di luar rumah (outdoor) lebih banyak yang positif. Menurut Song et al. (2003), di luar rumah kondisi lingkungan lebih baik untuk nyamuk.

Menurut kuisioner daerah tempat anjing dibawa ke luar rumah baik yang

dengan frekuensi setiap hari, seminggu sekali, atau sebulan sekali adalah daerah

sekitar rumah dan taman. Oleh karena daerah dimana anjing dibawa jalan-jalan

tidak terlalu jauh dari rumah dan kemampuan terbang nyamuk yang dapat

mencapai beberapa ratus meter (Service 1986), maka anjing yang tidak pernah

dibawa ke luar rumah maupun anjing yang dibawa ke luar rumah memiliki risiko

(42)

tempat yang banyak tanaman seperti taman memiliki risiko tinggi terinfeksi D. immitis karena tanaman adalah salah satu habitat yang paling disukai nyamuk .

Tujuan pemeliharaan berhubungan dengan perawatan terhadap anjing

sehingga mempengaruhi terhadap pemerhatian kesehatan oleh pemilik.

Biasanya anjing yang dipelihara sebagai hewan kesayangan dirawat lebih baik

daripada anjing yang dipelihara sebagai penjaga rumah sehingga keadaan

kesehatannya lebih baik. Namun pada masyarakat Indonesia anjing kesayangan

juga dijadikan sebagai anjing penjaga rumah begitu juga sebaliknya dan hewan

kesayangan juga terkadang ditempatkan di luar rumah, sehingga pembedaan

dari tujuan pemeliharaan menjadi hewan kesayangan atau penjaga rumah tidak

terlalu berpengaruh terhadap kejadian dirofilariasis pada anjing di Indonesia.

(43)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tingkat prevalensi kejadian Dirofilaria immitis pada anjing di wilayah

pulau Jawa dan Bali adalah 7,7%. Faktor risiko terinfeksi D. immitis adalah

frekuensi anjing dibawa ke dokter hewan. Adapun tempat pemeliharaan, tujuan

pemeliharaan, dan frekuensi anjing dibawa ke luar rumah tidak mempengaruhi

kejadian D. immitis.

Saran

1. Pencegahan dan penurunan kejadian Dirofilasiasis yang dapat dilakukan

adalah memperhatikan kesehatan anjing dengan membawanya rutin ke

dokter hewan, mengurangi kontak anjing dengan nyamuk, mengontrol

populasi nyamuk.

2. Perlunya pencatatan kejadian dirofilariasis tiap tahun sebagai data

epidemiologi.

3.

Perlunya penelitian lanjut untuk mengetahui faktor risiko lain yang

mempengaruhi kejadian dirofilariasis di Indonesia seperti suhu, cuaca, iklim,

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Abraham D. 1988. Biology of Dirofilaria immitis. Dalam Dirofilariasis. Boreham PFL dan Atwell RB, editor. Florida: CRC Press.

[American Heartworm Society]. 2008. Canine Heartworm Disease. http://www.heartwormsociety.org/ [09 September 2008].

[Anonim]. 1996. Novel Protein from Dirofilaria immitis and Method for

Immunodiagnosis of heartworm in Mammals. http://www.wipo.int/pctdb/en/wo.jsp?WO=1996%2F32641&IA=WO1996%

2F32641&DISPLAY=DESC [09 Februari 2008].

Aranda C. 1998. Canine Filariasis Importance and Transmission in The Baix Llobregat area, Barcelona (Spain). Veterinary Parasitology 77: 267-275.

Atwell RB. 1988. Clinical Signs and Diagnosis of Canine Dirofilariasis. Dalam

Dirofilariasis. Boreham PFL dan Atwell RB, editor. Florida: CRC Press.

Boreham PFL. 1988. Dirofilariasis in Man. Dalam Dirofilariasis. Boreham PFL dan Atwell RB, editor. Florida: CRC Press.

Burgess GW. 1995. Prinsip Dasar ELISA dan Variasi Konfigurasinya. Dalam

Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Burgess GW, editor. Artama, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: ELISA Technology in Diagnosis and Research.

Crompton DWT dan Joyner SM. 1980. Parasitic Worms. London: Wykeham

Publications Ltd.

Foster WA dan Walker ED. 2002. Mosquitoes (Culicudae). Dalam Medical and

Veterinary Entomology. Mullen G dan Durden L, editor. USA: Elsevier Science.

Genchi C, Fernando S, Laura K. 2005. Dirofilariosis in Human: Is it a Real

Zoonotic Concern? Dalam World Small Animal Veterinary Association

World Congress Proceedings 2005.

http://www.vin.com/proceedings/proceedings.plx?CID=WSAVA2005&Cat egory=1554&O=Generic [23 Januari 2008].

Grieve RB. 1987. Serodiagnosis of Heartworm Infection. http://www.freepatentsonline.com/4657850.html [09 Februari 2008].

Hall RA. 1995. Penggunaan Antibodi Monoklonal dalam ELISA. Dalam Teknologi

ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Burgess GW, editor. Artama, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: ELISA Technology in Diagnosis and Research.

Hutchinson GW. 1995. Beberapa Masalah Diagnosis Menggunakan ELISA pada Penyakit Parasit Terpilih, Penyakit Cacing Jantung pada Anjing. Dalam

(45)

Artama, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Terjemahan dari: ELISA Technology in Diagnosis and Research.

Karmil TF. 2002. Studi Biologis dan Potensi Vektor Alami Dirofilaria immitis

sebagai Landasan Penyiapan Bahan Hayati [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kelly JD. 1977. Canine Parasitology. Sydney: The University of Sydney

Kusumamihardja S. 1992 . Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan

Hewan Peliharaan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas, Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Labarthe N, Serrao ML, Melo YF, Oliveira SJ, Oliveira RL. 1998. Potential Vector of Dirofilaria immitis (Leidy, 1856) in Itacoatiara, Oceanic Region of Niteroi

Municipality, State of Rio de Janeiro, Brazil. Mem Inst Oswaldo Cruz

93:425-432.

Levine ND. 1995. Parasitologi Veteriner. Soekardono, penerjemah. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Textbook of Veterinary

Parasitology.

Lok JB. 1988. Dirofilaria sp.: Taxonomy and Distribution. Dalam Dirofilariasis. Boreham PFL dan Atwell RB, editor. Florida: CRC Press.

Maraghi S, Rahdar M, Akbari H, Radmanesh M, Saberi AA. 2006. Human Dirofilariasis due to Dirofilaria repens in Ahvaz-Iran: A Report of Three Cases. Pak J Med Sci 22(2): 211-213.

Martin SW, Meek AH, Willeberg P. 1987. Veterinary Epidemiology. USA: Iowa

State University Press.

[Minnesota Departement of Agriculture]. 1995. Dogs and Cats-Best Management

Standards/Care. http://www.mda.state.mn.us/animals/animals/dogcat.htm

[06Agustus 2008].

Nayar JK dan Rutledge CR. 1990. Mosquito-borne Dog Heartworm Disease. http://edis.ifas.ufl.edu [24 Januari 2008].

Orihel TC dan Eberhard ML. 1998. Zoonotic Filariasis. Clinical Microbiology

Reviews 11(2):366-381.

Patterson RM. 1995. Respon Imun Terhadap Parasit Cacing. Dalam Teknologi

ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Burgess GW, editor. Artama, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: ELISA Technology in Diagnosis and Research.

Petrie A dan Watson P. 2006. Statistics for Veterinary and Animal Science.

London: Blackwell Publishing.

(46)

Rhee JK, Yang S, Kim HC. 1998. Periodicity exhibited by Dirofilaria immitis

microfilariae identified in dogs of Korea. The Korean Journal of

Parasitology 36(4): 235-239.

Rusell RC. 1999. http://www.arbovirus.health.nsw.gov.au/areas/arbovirus/ Mosqiut/mosqphotos/ [10 Agustus 2008].

Sadun EH. 1972. Homocytotropic Antibody Respon to Parasitic Infections. Dalam

Immunity to Animal Parasites. Soulsby EJL, editor. USA: Academic Press INC.

Sayer A. 1994. The Complete Dog. UK: Multimedia Books Limited.

Service MW. 1986. Blood-Sucking Insect: Vectors of Disease. London: Edward

Arnold.

Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito

Song KH et al. 2003. Seroprevalence of Canine Dirofilariosis in South Korea.

Veterinary Parasitology 114: 231-236.

Tizard I. 1982. Pengantar Imunologi Veteriner. Philadelphia: WB Saunders

Company.

[UCDAVIS]. 2005. Provide Basic Care such as Food, Water, and Shelter. http://www.vetmed.ucdavis.edu/CCAB/provide.htm [06 Agustus 2008].

Weil GJ, Malane MS, Power KG. 1985. Monoclonal antibodies to parasite

antigens found in the serum of D. immitis-infected dogs. Journal

Immunology 134: 1185-1187.

Yamagata GR, Gershwin LJ, Wong MM. 1992. Immunoglobulin E recognition of

Dirofilaria immitis antigens is more specific than immunoglobulin G.

Veterinary Parasitology 44: 223-245.

(47)
(48)

Lampiran 1 Formulir kuisioner survei dirofilarasis

KUISIONER SURVEI DIROFILARIASIS

Pewawancara :

Tanggal :

No. kuisioner/sample :

DAFTAR ISIAN UNTUK RESPONDEN A. Informasi Pemilik Hewan

1. Nama : ………..

2. Alamat : ………..

………..

3. Pekerjaan : ………..

B. Informasi Hewan Peliharaan

1. Nama hewan : ………..

2. Ras/breed : ………..

3. Warna bulu : ………..

4. Janis kelamin : Jantan/Betina (coret yang tidak perlu)

5. Umur : ………...

6. Berat badan : ………..

C. Manajemen Pemeliharaan Hewan

1. Berapa jumlah anjing yang Anda pelihara?

a. 1 ekor c. >2

b. 2 ekor

2. Tujuan Anda memelihara anjing adalah…

a. hewan kesayangan c. komersial/untuk dijual

b. penjaga rumah d. lain-lain

3. Berapa lama Anda sudah memelihara anjing?

a. 6 bulan c. >1 tahun-2 tahun

b. >6 bulan-1 tahun d. >2 tahun

4. Bagaimana cara Anda memelihara anjing? a. siang dikandangkan malam dilepas b. dilepas keluar rumah

c. dilepas di dalam rumah d. lainnya, sebutkan………….

5. Berapa kali anjing Anda dibawa ke dokter hewan?

a. kalau anjing sakit c. rutin setiap tahun

b. rutin setiap 6 bulan d.tidak pernah

6. Apakah anjing sering dibawa jalan-jalan keluar rumah?

a. tidak pernah c. sekali sebulan

b. sekali seminggu d. lainnya, sebutkan…

7. Jika dibawa keluar rumah, kemana?

a. taman c. luar kota

b. daerah sekitar rumah d. lain-lain,……..

8. Pemberian obat cacing pada anjing Anda

a. tidak pernah d. rutin setiap 6 bulan

b. apabila ada gejala kecacingan e. rutin setiap tahun

c. rutin setiap 3 bulan f. lainnya, sebutkan……

(49)

Lampiran 2 Prevalensi dirofilariasis tiap daerah

Daerah Jumlah

Sampel

Sampel

Positif

Prevalensi

(%)

Jakarta-Tangerang

Jakarta Pusat

7

-

-

Jakarta

Barat

17

-

-

Jakarta

Timur

15

1

6,67

Jakarta

Selatan

23

-

-

Jakarta

Utara

14

-

-

Tangerang

17

1

5,88

Total 93

2

2,15

Jawa Barat

Bogor

22

2

9,09

Nagrak

14

2

14,28

Cikidang

10

2

20,00

Palabuhan

Ratu

11

1

9,09

Warung

Kiara

10

3

30,00

Total 63

10

15,87

Jawa Tengah

Boyolali

1

-

-

Sleman

5

-

-

Yogyakarta

2

-

-

Surakarta

9

-

-

Sukoharjo

2

1

50,00

Karanganyar

3

-

-

Total 22

1

4,54

Bali Amlapura 3

-

-

Badung

2

-

-

Denpasar

18

3

16,67

Gianyar

22

1

4,54

karangasem

12

1

8,33

(50)

Lampiran 3 Hasil uji Chi kuadrat dirofilariasis terhadap tempat pemeliharaan

Crosstab

Count

14 4 18

127 90 217

141 94 235

0 1 elisa Total 1 2 tempat Total Chi-Square Tests

2.567b 1 .109

1.827 1 .176

2.760 1 .097

.136 .085

2.556 1 .110

.c

235 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association McNemar Test N of Valid Cases

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7. 20.

b.

Both variables must have identical values of categories. c.

Lampiran 4 Hasil uji Chi kuadrat dirofilariasis terhadap tujuan pemeliharaan

Crosstab

Count

11 0 7 18

92 7 118 217

103 7 125 235

0 1 elisa

Total

1 2 3

tujuan

Total

Chi-Square Tests

2.659a 2 .265

3.131 2 .209

2.014 1 .156

. . .b

235 Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association McNemar-Bowker Test N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .54.

a.

Computed only for a PxP table, where P must be greater than 1.

(51)

Lampiran 5 Hasil uji Chi kuadrat dirofilariasis terhadap frekuensi ke dokter hewan

Crosstab

Count

12 3 3 18

74 89 54 217

86 92 57 235

0 1 elisa

Total

1 2 3

drh

Total

Chi-Square Tests

7.796a 2 .020

7.622 2 .022

4.640 1 .031

. . .b

235 Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association McNemar-Bowker Test N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.37.

a.

Computed only for a PxP table, where P must be greater than 1.

b.

Lampiran 6 Hasil uji Chi kuadrat dirofilariasis terhadap frekuensi jalan-jalan

Crosstab

Count

14 1 1 2 18

103 29 18 67 217

117 30 19 69 235

0 1 elisa

Total

1 2 3 4

jalan

Total

Chi-Square Tests

6.227a 3 .101

6.666 3 .083

5.057 1 .025

. . .b

235 Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association McNemar-Bowker Test N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.46.

a.

Computed only for a PxP table, where P must be greater than 1.

(52)

Lampiran 7 Hasil analisis regresi logistik dari faktor-faktor manajemen pemeliharaan anjing

Parameter Estimates

-3.817 .974 15.361 1 .000

.365 .702 .270 1 .604 1.440 .364 5.702

0b . . 0 . . . .

-.742 .849 .764 1 .382 .476 .090 2.513

-17.442 .000 . 1 . 2.66E-008 2.66E-008 2.66E-008

0b . . 0 . . . .

1.337 1.034 1.670 1 .196 3.806 .501 28.888

-.050 .875 .003 1 .954 .951 .171 5.287

0b . . 0 . . . .

1.153 .826 1.950 1 .163 3.169 .628 15.987

.210 1.276 .027 1 .869 1.233 .101 15.030

.858 1.312 .

Gambar

Gambar 1 Mikrofilaria D. immitis (1)♦ dan Cacing dewasa di jantung (2) ♥
Tabel 1 Perkembangan Dirofilaria immitis (Abraham 1988)
Gambaran Umum tentang Anjing
Gambar 5 Contoh beberapa ras anjing
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam gabungan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara naungan dengan genotipe terhadap beberapa karakter morfologi (jumlah helai daun, luas

Patel dan Patel (2014) menguji efisiensi pasar modal India menggunakan GARCH dan terbukti bahwa pasar modal India efisien dalam bentuk lemah.Selanjutnya, Al Jafari menggunakan

Angka kumulatif survivor (hidup) diperoleh dari menjumlahkan hewan uji yang tetap hidup pada dosis terkecil yang tidak menyebabkan kematian (100% hewan uji tetap hidup) dengan jumlah

Perusahaan Gas Negara saat ini telah melakukan kerjasama dengan pihak bank untuk mempermudah pembayaran gas kepada pelanggan kecil dan rumah tangga.Layanan ini dilakukan

Perusahaan dapat menggunakan sistem penggajian dan pengupahan yang terintegrasi dimana pencatatan berbagai transaksi HRD serta perhitungan gaji dan upah sudah

Propertis pada kepala Gigi bisa pada ular dialiri oleh racun yang berasal dari kelenjar racun. MORFOLOGI DAN ANATOMI

Pada bagian artikel tersebut dibahas tentang masuknya orang-orang dari negara muslim ke Jepang, lahirnya organisasi Islam pertama di Jepang, negara-negara timur tengah yang

Setiap awal kata dalam judul tabel menggunakan huruf besar kecuali untuk kata-kata pendek seperti yang tercantum pada Bagian III-D, dan ditulis menggunakan Small Caps..