• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai ekonomis satwaliar berdasarkan preferensi masyarakat di sekitar hutan studi kasus di hutan produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai ekonomis satwaliar berdasarkan preferensi masyarakat di sekitar hutan studi kasus di hutan produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI EKONOMI SATWALIAR

BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT

DI SEKITAR HUTAN :

Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma,

Kalimantan Tengah

DINI RAHMANITA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

NILAI EKONOMI SATWALIAR

BERDASARKAN PREFERENSI MASYARAKAT

DI SEKITAR HUTAN :

Studi Kasus di Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma,

Kalimantan Tengah

DINI RAHMANITA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

Judul Penelitian : Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasakan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan : Studi Kasus di Hutan Prodiksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah

Nama Mahasiswa : Dini Rahmanita

NIM : E14101025

Program Studi : Manajemen Hutan Fakultas : Kehutanan

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Ir. Bahruni, MS NIP.131 781 162

Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

(4)

RINGKASAN

Dini Rahmanita (E14101025). Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasarkan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan : Studi Kasus di Hutan Produksi PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah. Di bawah bimbingan Ir. Bahruni, MS.

Keberadaan hutan mampu memberikan manfaat dan peran yang sangat besar bagi kehidupan penduduk Indonesia. Namun demikian kekayaan hutan tropis dan peran penting keberadaan hutan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara luas baru dipandang dan dimanfaatkan sebatas penghasil kayu, sedangkan manfaat selain kayu termasuk satwaliar belum dikembangkan secara optimal.

Satwaliar memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi, namun pemanfaatannya sampai saat ini lebih kecil dibandingkan hasil hutan kayu. Penelitian dan informasi mengenai potensi dan nilai ekonomi satwaliar masih sangat terbatas, sehingga diperlukan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi tersebut guna mendasari upaya pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan satwaliar, sehingga diharapkan akan terjadi keseimbangan antara tujuan produksi dan tujuan perlindungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis dan pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat di sekitar Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma (PT. SBK), Kalimantan Tengah serta menentukan nilai ekonomi satwaliar, berupa nilai kegunaan dan nilai pilihan.

Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara semi terbuka secara langsung kepada masyarakat di tiga desa yaitu desa Tanjung Paku, Tumbang Kaburai dan Nanga Siai. Data yang dikumpulkan berupa data sosial ekonomi masyarakat dan data nilai ekonomi satwaliar yang terdiri dari nilai guna (use value) dan nilai pilihan (option value). Data sekunder tentang data monografi desa, kondisi umum lokasi penelitian dan data hasil inventarisasi satwaliar di hutan produksi PT SBK diperoleh dari dokumen perusahaan. Penentuan nilai ekonomi satwaliar dilakukan dengan menggunakan metode harga pasar dan metode kontingensi.

(5)

satwaliar yang sudah dimanfaatkan masyarakat tersebut terdiri dari babi hutan, kancil, kijang, rusa dan trenggiling. Pemanfaatan terhadap satwaliar ini didukung oleh tingkat preferensi seseorang terhadap suatu jenis satwaliar. Secara umum tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar paling tinggi adalah tingkat preferensi terhadap babi hutan dengan total skor preferensi 135. Berdasarkan pemanfaatan terhadap jenis-jenis tersebut diperoleh nilai guna satwaliar per ekor untuk babi hutan sebesar Rp 454.813/ekor, kancil sebesar Rp 68.335/ekor, kijang sebesar Rp 227.073/ekor, rusa sebesar Rp 795.690/ekor dan trenggiling sebesar Rp 243.750/ekor. Nilai guna satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan PT SBK Unit Seruyan sebesar Rp32.298.547 /tahun/KK dengan kontribusi terbesar berasal dari trenggiling dan babi hutan.

Sebagian besar responden di lokasi penelitian mempunyai perhatian terhadap pelestarian satwaliar disamping pemanfaatannya. Rata-rata nilai kesediaan membayar pelestarian jenis yang sudah dimanfaatkan dan yang belum dimanfaatkan adalah Rp 14.327/jenis/tahun. Nilai ekonomi total satwaliar bagi masyarakat di hutan produksi PT SBK Unit Seruyan yang berasal dari nilai guna dan nilai pilihan adalah sebesar Rp 1.994.249.056/tahun/desa.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 12 Desember 1982 dari pasangan Bapak Tatang Priatna A. dan Ibu Pursita. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Penulis mengawali jenjang pendidikan formal di SD Negeri Cikelet pada tahun 1989 sampai tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Garut dari tahun 1995 sampai tahun 1998 kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tarogong sampai tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis pernah bergabung dengan organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan periode 2002/2003 dan periode 2003/2004, serta BEM KM IPB periode 2004/2005. Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Taman Wisata Alam Kamojang Garut, Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Indramayu dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HPHTI PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk Kalimantan Timur.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dalam upaya menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tema yang diambil dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan September 2005 ini ialah nilai ekonomi satwaliar, dengan judul “Nilai Ekonomi Satwaliar Berdasarkan Preferensi Masyarakat di Sekitar Hutan: Studi Kasus di Hutan Produksi PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah. Skripsi ini membahas tentang potensi nilai ekonomi satwaliar yang ada di kawasan hutan produksi PT Sari Bumi Kusuma, baik yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai ekonomi yang dimaksud berupa nilai guna (use value) dan nilai pilihan (option value).

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada keluarga tercinta atas ketulusan dan keikhlasan doa, kasih sayang dan motivasi, Bapak Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, nasehat, masukan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi, seluruh pimpinan dan karyawan PT. Sari Bumi Kusuma yang telah membantu kelancaran pengambilan data, serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2006

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak dan Mama tercinta...Bapak dan Mama tersayang...Bapak dan Mama

terkasih atas ketulusan cinta dan kasih sayangnya serta keikhlasan doa, pengorbanan dan dukungan yang tiada batas. A Yudi, Teteh Vini, Kiki dan De Visi atas kasih sayang, doa, dan keceriaan yang telah diberikan.

2. Wa Agus dan Wa Wiwi atas doanya dan dukungannya.

3. Bapak Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing atas kesabaran, ketulusan dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan, bantuan, dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak Ir. Bintang CH Simangunsong, MS. Ph D sebagai dosen penguji wakil Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

5. Bapak Ir. Tutut Sunarminto, Msi sebagai dosen penguji wakil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

6. Bapak Supriyanto, Bapak Joko, Mas Heri, Pak Bulian, Mas Bayu, Mas Ridho, Mas Agus, Mas Donal, Pak Edo, serta seluruh pimpinan dan seluruh karyawan PMDH dan BINHUT PT. SBK Kalimantan Tengah yang telah banyak membantu selama penulis melakukan pengambilan data.

7. Seluruh staff pengajar di Fakultas Kehutanan IPB pada umumnya dan Departemen Manajemen Hutan pada khususnya atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

8. Rekan-rekan Fahutan A’38 spesial untuk keluarga besar MNH’38 atas kebersamaan, persahabatan dan keceriaan yang telah terjalin, sungguh suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri telah menjadi bagian dari kalian. Semoga kebersamaan kita akan menjadi sebuah kisah klasik yang akan dikenang di masa depan.

9. Teman–temanku di Rinjani serta teman dan adik-adiku di Mahameru atas semangat dan kebersamaannya.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Nilai dan Penilaian... 3

Hasil Penelitian Penilaian Hasil Hutan Bukan Kayu ... 5

Satwaliar ... 6

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 8

Bahan dan Alat ... 8

Batasan Penelitian ... 8

Pengumpulan Data ... 8

Jenis Data ... 8

Metode Pengumpulan Data ... 9

Metode Pengambilan Contoh... 10

Metode Penilaian Ekonomi Satwaliar... 10

Pengolahan dan Analisa Data... 10

Karakteristik Pemanfaat Satwaliar... 10

Penentuan Jenis Satwaliar dan Kontribusinya ... 10

Metode Skoring Tingkat Preferensi ... 11

Pendugaan Nilai Guna Satwaliar ... 11

(10)

KONDISI UMUM LOKASI

Letak dan Luas Hutan ... 13

Topografi... 13

Geologi dan Tanah ... 14

Iklim ... 14

Hidrologi ... 14

Tipe Hutan... 15

Penggunaan Lahan ... 15

Biologi... 16

Flora ... 16

Fauna dan Biogeografinya ... 17

Sosial Ekonomi Masyarakat... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 22

Umur Responden ... 22

Tingkat Pendidikan ... 23

Jumlah Anggota Rumah Tangga... 24

Mata Pencaharian dan Tingkat Pendapatan ... 24

Nilai Ekonomi Satwaliar di Kawasan Hutan Produksi PT SBK Unit Seruyan ... 26

Potensi Satwaliar Yang Dimanfaatkan Masyarakat... 27

Nilai Guna Satwaliar ... 32

Nilai Pilihan Pelestarian Jenis Satwaliar... 35

Nilai Pilihan Untuk Pelestarian Rusa... 39

Nilai Ekonomi Total Satwaliar ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA... 44

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Skor tingkat preferensi... 11

2. Gambaran kemiringan lapangan areal konsesi hutan PT SBK ... 13

3. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di areal konsesi PT SBK Blok Seruyan... 18

4. Jumlah penduduk berdasarkan mata penceharian di areal konsesi PT. SBK Kalteng.. ... 20

5. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di areal konsesi PT. SBK Kalteng ... 21

6. Kelompok responden ... 22

7. Distribusi responden berdasarkan kelompok usia ... 22

8. Tingkat pendidikan responden... 23

9. Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota rumah tangga ... 24

10. Distribusi responden berdasarkan mata penceharian utama ... 25

11. Distribusi responden berdasarkan mata penceharian utama ... 25

12. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan... 25

13. Jenis-jenis satwaliar yang dimanfaatkan dan jumlah pemanfaat ... 29

14. Bentuk-bentuk pemanfaatan satwa oleh masyarakat di desa-desa sekitar PT SBK dan jumlah pemanfaat... 30

15. Tingkat preferensi responden Desa Tanjung Paku terhadap suatu jenis satwaliar ... 31

16. Tingkat preferensi responden Desa Tumbang Kaburai terhadap suatu jenis satwaliar... 31

17. Tingkat preferensi responden Desa Nanga Siai terhadap suatu jenis satwaliar ... 32

18. Nilai guna satwaliar bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan... 34

19. Perbandingan jumlah populasi antar waktu berdasarkan persepsi masyarakat ... 35

20. Distribusi responden berdasarkan persepsi terhadap pelestarian jenis satwaliar yang sudah dimanfaatkan ... 36

21. Distribusi responden berdasarkan persepsi terhadap pelesatarian jenis satwaliar yang belum dimanfaatkan ... 36

(12)

23. Nilai kesediaan membayar untuk pelestarian jenis rusa ... 40 24. Nilai ekonomi total satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Karakteristik masyarakat di sekitar Hutan Produksi PT SBK

Unit Seruyan ... 47 2. Harga Jual Satwaliar Masyarakat Sekitar Hutan Produksi PT SBK ... 49 3. Nilai kesediaan membayar masyarakat untuk pelestarian satwaliar yang

belum dimanfaatkan ... 51 4. Nilai kesediaan membayar masyarakat untuk pelestarian satwaliar

yang sudah dimanfaatkan... 52 5. Perubahan jumlah populasi satwaliar berdasarkan persepsi

masyarakat ... 53 6. Nilai kesediaan membayar untuk penambahan jumlah rusa ... 55 7. Nilai kesediaan dibayar untuk pengurangan jumlah rusa ... 56 8. Daftar satwaliar yang ditemukan di lokasi virgin foresrt di hutan

produksi PT SBK ... 57 9. Daftar satwaliar yang ditemukan di lokasi TPTJ 2000 di hutan

produksi

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu sumberdaya alam terbesar yang dimiliki Indonesia adalah hutan tropis, dimana sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luasannya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo (dulunya Zaire). Hutan-hutan ini memiliki kekayaan hayati yang unik (Forest Watch Indonesia-GFW, 2001).

Hutan tropis Indonesia menyimpan kekayaaan hayati yang sangat tinggi. Selain memiliki keragaman jenis tumbuhan, hutan tropis Indonesia juga memiliki keragaman jenis fauna (satwa) yang tinggi, dimana sebagian besar habitatnya berstatus hutan produksi. Dengan kekayaan sumberdaya hayati yang dimilikinya, keberadaan hutan mampu memberikan manfaat dan peran yang sangat besar bagi kehidupan penduduk Indonesia. Banyak sumber daya yang tersedia di hutan tropis Indonesia berupa sumberdaya hutan kayu dan sumberdaya hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian kekayaan hutan tropis dan peran penting keberadaan hutan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara luas baru dipandang dan dimanfaatkan sebatas sebagai penghasil kayu, sedangkan manfaat produk-produk salain kayu termasuk satwaliar belum dikembangkan secara optimal.

(15)

sehingga akhirnya diperoleh pendekatan terhadap nilai ekonomi hutan alam dalam menyediakan satwaliar bagi masyarakat sekitar hutan.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengidentifikasi jenis-jenis dan pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat di sekitar Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma (PT SBK), Kalimantan Tengah.

2. Menentukan nilai ekonomi satwaliar, berupa nilai kegunaan dan nilai pilihan.

Hipotesis

Dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

1. Masyarakat pengguna satwaliar memberikan nilai yang cukup tinggi terhadap satwaliar karena manfaat yang dapat mereka rasakan.

2. Preferensi masyarakat terhadap berbagai jenis satwaliar akan berbeda-beda.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah tersedianya data atau informasi jenis-jenis dan pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat di sekitar hutan produksi PT. SBK serta informasi nilai ekonomi dari satwaliar tersebut. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat di sekitar hutan produksi PT. SBK untuk ikut berpartisipasi dalam pelestarian hutan alam. Hal ini didukung oleh adanya manfaat yang mereka peroleh dan rasakan dari hutan alam, dalam hal ini satwaliar sebagai hasil hutan bukan kayu.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Nilai dan Penilaian

Nilai adalah persepsi manusia, tentang makna sesuatu objek (sumberdaya hutan), bagi orang (individu) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antar masyarakat yang berbeda. Keragaman nilai ini mencakup besar nilai maupun macam nilai yang ada (Bahruni, 1999).

Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa (sumberdaya dan lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat ataupun organisasi (Bahruni, 1999).

Menurut Davis dan Johnson (1987), nilai merupakan persepsi atau penghargaan terhadap barang atau jasa, nilai adalah harga sesuatu yang dinilai oleh setiap individu tergantung waktu dan tempat. Sedangkan penilaian diartikan sebagai pendugaan terhadap nilai dari sesuatu kemudian dinyatakan harganya. Jenis nilai yang dimaksud adalah nilai pasar.

Dalam keadaan dimana tidak ada pasar sama sekali untuk komoditi-komoditi jenis-jenis yang akan dinilai digunakan standar lain yaitu dengan subtitusi atau nilai barang pengganti (Duerr, 1960).

(17)

Metode penilaian yang digunakan dilakukan melalui proses pemilihan berdasarkan kriteria yang menggambarkan karakteristik setiap jenis nilai yang diklasifikasikan atas 1) Nilai guna langsung (direct use value), 2) Nilai guna tidak langsung (indirect use value), 3) Nilai pilihan akan datang (option value), 4) Nilai keberadaan (existentce value).

Nilai guna yaitu seluruh nilai manfaat yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya hutan seperti kayu bulat untuk keperluan industri pengolahan kayu, kayu bakar (energi), produksi tanaman pangan seperti perladangan, kebun, produksi air untuk berbagai keperluan seperti kebutuhan air rumah tangga dan pertanian, pembangkit listrik, ekowisata (wisata alam).

Nilai pilihan merupakan nilai harapan masa yang akan datang terhadap komoditas yang saat ini digunakan (konsumsi), maupun yang belum dimanfaatkan. Nilai ini berkaitan dengan adanya ketidakpastian, yang bersumber dari dua hal yaitu preferensi masyarakat konsumen saat ini terhadap komoditas hutan (barang dan jasa) pada masa yang akan datang, maupun preferensi generasi yang akan datang (demand-side option value).

Nilai ekonomi total merupakan konsep yang sesuai untuk memperhitungkan manfaat dari peningkatan kualitas barang publik atau kerusakan yang ditimbulkan oleh banyak proyek pembangunan. Nilai ekonomi total dianggap sebagai instrumen yang tepat untuk menghitung keuntungan dan kerugian bagi kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari pengalokasian sumberdaya hutan (Natural Resources Management Program, 2000 dalam Anggaraspati, 2002).

Menurut Davis dan Johnson (1987), untuk hasil hutan yang dimanfaatkan dapat dilakukan penilaian berdasarkan metode:

1. Metode Nilai Pasar

(18)

2. Metode Nilai Relatif

Metode nilai relatif adalah sebuah metode yang didasarkan pada nilai barang yang ditukar terhadap barang yang telah ada nilai pasarnya. Nilai relatif suatu barang akan lebih diterima apabila dicari pertukarannya dengan barang yang telah ada pasarnya.

Pearce dalam Hufschmidt dkk. (1987), mengemukakan bahwa metode penilaian dapat dikembangkan dari segi manfaat atau permintaan, yaitu:

1. Berdasarkan pada nilai pasar, melalui tiga pendekatan mencakup: pendekatan kehilangan pendapatan, perubahan produktifitas dan nilai produksi.

2. Berdasarkan pada harga barang pengganti mencakup: harga hedonic, harga pengganti (barang substitusi), biaya perjalanan dan nilai relatif.

3. Berdasarkan pendekatan survey dengan metode penilaian kontingensi, mecakup: cara tawar menawar, mencoba menjual dan membeli, membuat simulasi perdagangan serta mengumpulkan pendapat dari para ahli

Hasil Penelitian Penilaian Hasil Hutan Bukan Kayu

(19)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Rofiko (2003) diketahui bahwa nilai guna flora di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun bagi masyarakat lokal sebesar Rp 23.421.423,84/tahun/RT yang mencakup dalam enam lokasi desa. Keenam lokasi desa tersebut merupakan desa yang terletak di dalam kawasan, di perbatasan kawasan dan di luar kawasan TNGH yang masih memiliki intersaksi dengan kawasan TNGH.

Menurut Bismark (1998) dari berbagai data yang dilaporkan MacKinnon et al (1990) di Botswana, lebih dari 50 jenis satwaliar dimanfaatkan oleh penduduk untuk mengonsumsi protein hewani dengan jumlah 90,7 kg/orang/tahun dan bahkan dapat menyumbang 40% dari ransum penduduknya. Di Serawak, penduduk setiap tahun memakan daging satwaliar senilai 50 juta $US dan di Ghana, 80% daging yang dikonsumsi penduduk berasal dari satwaliar.

Pemanfaatan satwaliar di Indonesia sudah ada, baik langsung dari alam atau melalui hasil penangkaran untuk tujuan ekspor. Dalam tahun 1993 nilai ekspor satwaliar mencapai $US 1.700.000 (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Bismark 1998).

Satwaliar

Satwaliar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia ( Departemen Kehutanan, 1990). Satwaliar hidup pada berbagai macam lingkungan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, termasuk daerah perairan. Mereka hidup pada lingkungan yang memenuhi persyaratan, yaitu adanya tempat untuk berlindung dan berkembangbiak, tersedianya pakan dan air, dan dapat bergerak dengan bebas (Alikodra, 2002).

(20)

menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya.

Penebangan hutan telah memberikan dampak yang cukup berarti terhadap keberadaan jenis. Beberapa jenis baru muncul dan juga ada beberapa jenis yamg hilang. Kegiatan penebangan telah merubah struktur vegetasi, komposisi dan keanekaragaman yang menyebabkan berubahnya habitat satwaliar. Hal ini secara langsung dapat mengurangi ketersediaan pakan dan tempat berlindung/cover bagi satwaliar. Perubahan ini menyebabkan berubahnya komposisi satwaliar yang ada pada suatu areal. (Lumme,1994).

Menurut Alikodra (2002), satwaliar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, maupun untuk kepentingan rekreasi dan pariwisata.

Peranan satwaliar dalam kehidupan manusia sangat besar. Manusia memanfaatkannya dari mulai daging, kulit, minyak, tanduk, tulang, maupun bulunya. Bahkan sarang jenis burung walet (Collocalia spp.) merupakan komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Satwaliar Indonesia mempunyai permintaan pasar yang cukup kuat, terutama burung dan reptil. Keadaan ini tentunya mempunyai dampak yang positif bagi kondisi ekonomi dan sosial masyarakat (Alikodra, 2002).

(21)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan September 2005 di desa-desa sekitar Hutan Produksi PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer hasil wawancara dengan masyarakat desa sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan melalui wawancara semi terbuka dengan panduan kuisioner, serta data sekunder mengenai kondisi umum lokasi penelitian, monografi desa dan data inventarisasi satwaliar PT SBK.

Alat yang digunakan dalam analisis data adalah alat tulis, kalkulator, Personal Computer dengan menggunakan software Microsoft Excel.

Batasan Penelitian

1. Wilayah penelitian adalah hutan produksi PT SBK Unit Seruyan dengan mengambil contoh desa-desa yang terletak di sekitar kawasan hutan produksi PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan, Kalimantan Tengah.

2. Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar hutan produksi PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan, Kalimantan Tengah, baik yang berada di dalam kawasan maupun yang berada di luar kawasan yang masih memiliki interaksi terhadap hutan.

3. Nilai ekonomi yang dianalisis adalah nilai guna (use value) dan nilai pilihan (option value).

Pengumpulan Data Jenis Data

Data primer yang dikumpulkan berupa data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara secara langsung dengan masyarakat di lokasi penelitian, meliputi :

(22)

a. Umur responden (kepala keluarga) b. Jumlah anggota keluarga

c. Tingkat pendapatan masyarakat d. Tingkat pendidikan masyarakat

2. Data nilai ekonomi sumberdaya hutan (satwaliar) mencakup :

h Nilai Guna, terdiri dari :

a. Identifikasi jenis satwaliar yang dimanfaatkan b. Periode berburu

c. Volume atau jumlah satwaliar yang dimanfaatkan d. Pemilihan lokasi berburu dan alasannya

e. Bentuk pemanfaatan atau penggunaan satwaliar hasil berburu oleh masyarakat

f. Pengetahuan masyarakat tentang kondisi populasi satwaliar.

g. Tingkat preferensi masyarakat terhadap jenis satwaliar yang mereka manfaatkan.

h Nilai Pilihan

a. Identifikasi jenis satwa yang ingin dilindungi/dilestarikan oleh masyrakat. b. Kesediaan membayar dan kesediaan dibayar untuk pelestarian jenis

satwaliar.

c. Kesediaan membayar dan kesediaan dibayar untuk pelestarian Rusa

Data sekunder yang diperlukan dalam penilaian ekonomi adalah : 1. Data umum lokasi penelitian

2. Monografi desa

3. Data Inventarisasi Satwaliar Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data tersebut, dilakukan dengan cara-cara berikut : 1. Studi literatur untuk mendapatkan data sekunder tentang daerah penelitian. 2. Wawancara yang dilakukan bersifat semi terbuka, untuk mendapatkan data

(23)

Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Pemilihan desa contoh dilakukan secara sengaja (purposive). Desa contoh dipilih berdasarkan pertimbangan kemudahan akses menuju desa dan berdasarkan informasi awal mengenai besarnya interaksi masyarakat desa dengan hutan di sekitarnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut diambil tiga desa contoh yaitu dua desa di dalam kawasan hutan dan satu desa di luar kawasan hutan.

2. Pemilihan contoh rumah tangga sebagai responden dilakukan pada masing-masing desa secara acak. Jumlah contoh responden diambil sebanyak 31 orang dari seluruh desa.

Metode Penilaian Ekonomi Satwaliar

Penilaian ini memerlukan informasi atau data tentang harga atau nilai per unit hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat serta data atau informasi diperoleh melaui wawancara dengan responden.

Dalam penelitian ini, untuk menilai manfaat satwaliar digunakan dua metode sebagai berikut :

1. Metode harga pasar, nilai diperoleh berdasarkan harga jual beli (harga pasar). 2. Metode kontingensi, yaitu teknik wawancara untuk menentukan nilai hipotesis

konsumen tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki harga pasar.

Pengolahan Data dan Analisa Karakteristik Pemanfaat Satwaliar

Pengolahan data dilakukan dengan merekapitulasi hasil wawancara dengan responden yang meliputi umur kepala keluarga, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, mata pencaharian, dan tingkat pendapatan. Hasilnya disajikan dalam bentuk tabulasi. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara deskriptif dan persentase.

Penentuan Jenis Satwaliar dan Kontribusinya

(24)

yang dimanfaatkan serta nilai kontribusi tiap jenis satwaliar terhadap seluruh jenis satwaliar yang dimanfaatkan.

Metode Skoring Tingkat Preferensi

Tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar dibagi kedalam lima tingkat kesukaan kemudian masing-masing tingkat tersebut diberi skor. Pembagian skor tingkat preferensi tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Skor tingkat preferensi

Tingkat Preferensi Skor

1 5 2 4 3 3 4 2 5 1

Untuk menghitung total skor tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

Stot = total skor tingkat preferensi suatu jenis satwaliar

si = skor tingkat preferensi ke i suatu jenis satwaliar

n = jumlah responden yang mempunyai tingkat preferensi ke i terhadap suatu jenis satwaliar

Pendugaan Nilai Guna Satwaliar

Nilai guna satwaliar dapat dihitung menggunakan metode harga pasar dengan menggunakan pendekatan harga jual satwaliar yang berlaku di lokasi penelitian. Dalam menduga nilai guna ini diukur dengan menghitung nilai rata-rata pemanfaatan dan total pemanfaatan satwaliar.

Nilai rata-rata pemanfaatan satwaliar dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

y= nilai rata-rata pemanfaatan per tahun tiap individu pemanfaat satwaliar y = nilai total pemanfaatan seluruh contoh dalam setahun

= (sxn)

(25)

n = banyaknya contoh

Sedangkan nilai total pemanfaatan dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Y = (y/n). N = y. N Keterangan :

Y = nilai total pemanfaatan populasi N = jumlah populasi pemanfaat satwaliar

y = nilai total pemanfaatan seluruh contoh dalam setahun

y = nilai rata-rata pemanfaatan per tahun tiap individu pemanfaat satwaliar n = banyaknya contoh

Pendugaan Nilai Pilihan Satwaliar

(26)

KONDISI UMUM LOKASI

Letak dan Luas Hutan

Secara geografis areal PT Sari Bumi Kusuma (PT SBK Unit Seruyan) berada pada posisi 00°36’-01°10’ Lintang Selatan dan 111°39’-112°25’ Bujur Timur. Berdasarkan administrasi pemerintahan, areal konsesi hutan ini sebagian berada dalam wilayah Kecamatan Katingan Hulu (Kabupaten Katingan) dan sebagian kecil termasuk wilayah Kecamatan Seruyan Hulu (Kabupaten Seruyan), Propinsi Kalimantan Tengah.

Batas-batas areal kerja PT SBK Unit Seruyan dengan wilayah lain adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : HPH Kayu Waja dan TN Bukit Baka-Raya

Sebelah Timur : HPH PT Erna Djuliawati dan HPH PT Meranti Mustika Sebelah Barat : HPH PT Erna Djuliawati

Sebelah Selatan : HPH PT Erna Djuliawati dan HPH PT Meranti Mustika Berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No. 201/Kpts-II/1998 tanggal 28 Februari 1998, luas areal untuk Unit Seruyan adalah ± 147.600 ha. Melalui perhitungan ulang areal menggunakan GIS diperoleh luas 151.020 hektar. Sampai saat ini belum ada penetapan luas definitif areal kerja PT SBK Unit Seruyan.

Topografi

Seluruh areal konsesi hutan PT SBK berupa tanah daratan kering, dengan bentuk lapangan bervariasi dari landai-curam serta memiliki kemiringan 6-45%.dengan ketinggian antara 100-1.550 m dpl. Sebagian besar arealnya (47%) berada pada daerah dengan kemiringan lapangan agak curam (15-25%). Gambaran kemiringan lapangan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Gambaran kemiringan lapangan areal konsesi hutan PT SBK Kondisi Lapangan Persen Lereng Luas (Ha) Persentase (%)

Datar 0-8 % 4.029 1,92

Landai 9-15 % 61.818 29,43

Agak Curam 16-25 % 98.674 46,99

Curam 26-40 % 44.342 21,12

Sangat Curam >= 40 % 1.132 0,54

Jumlah 209.995 100

(27)

Areal yang mempunyai ketinggian tempat di atas 500 m dengan keadaan lapangan bergelombang berat terutama penyebarannya berada di bagian Utara yang berfungsi sebaga Hutan Lindung dan berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Barat.

Geologi Dan Tanah

Jenis tanah di areal konsesi PT SBK Unit Seruyan dibedakan atas 3 satuan peta tanah (SPT) atas dasar perbedaan fisiografi lapangannya. Pada daerah dengan fisiografi perbukitan dan pegunungan instrusi jenis tanah dominan (menurut klasifikasi PPT, 1983) adalah Kambisol Distrik, sedangkan pada daerah dataran berupa tanah Podsolik Kandik. Jenis-jenis diatas (menurut klasifikasi Supraptoharjo, 1976) juga diklasifikasikan sebagai tanah kompleks podsolik. Tanah kompleks podsolik adalah tanah-tanah yang memiliki sifat erodibilitas tinggi. Secara geologi, daerah ini terbentuk pada masa intrusif dan plutonik Basa-Menengah (Peta Geologi skala 1: 2.000.000, Direktorat Geologi Bandung, 1965).

Iklim

Areal konsesi hutan PT SBK termasuk wilyah yang memiliki curah hujan yang tinggi. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt & Ferguson, areal ini termasuk tipe iklim A (sangat basah, Q = 11,11%). Atas dasar data hujan Katingan Kuala/Pagatan (1992-1997), curah hujan tahunan sebesar 2.835 mm/tahun dengan hari hujan 136 hari/tahun, atau intensitas hujannya 21,3 mm/tahun. Hasil pengukuran data hujan selama 1 tahun (September 2001-Agustus 2002) menunjukkan besarnya curah hujan sebesar 3.730 mm/tahun dengan hari hujan 131 hari/tahun atau dengan intensitas hujan 29 hmm/hari (intensitas tinggi). Suhu rata pada waktu pagi hari sebesar 25,2°C, sedangkan kelembaban udara rata-rata sebsar 98% pada pagi hari dan 57% pada sore hari.

Hidrologi

(28)

maka lebih dari dua pertiga wilayahnya berada di DAS Katingan. Sungai Katingan dan Sungai Seruyan adalah dua sungai besar yang keduanya bermuara ke laut Jawa. Sungai-sungai tersebut masih memiliki beberapa anak sungai yang banyak terdapat di dalam areal konsesi ini. Anak-anak sungai Katingan (S. Katingan Hulu, S. Senamang, dll) dan sungai Seruyan (S. Seruyan, S.Kebahau, dll) yang mengalir di dalam areal kerja ini umumnya mempunyai lebar sekitar 20-30 meter dan relatif dangkal. Hanya Sungai Katingan dan Sungai Senamang yang dapat dimanfaatkan untuk sarana transportasi dan pengngkutan kayu, khusunya pada saat musim penghujan.

Tipe Hutan

Vegetasi di kelompok hutan S. Seruyan Hulu belum dirisalah secara menyeluruh, kecuali untuk kepentingan perhitungan kayunya. Kemungkinan sebagian besar termasuk ke dalam tipe hutan dipterokarpa dataran rendah. Ekspedisi Bukit Raya di wilayah Taman Nasional Bukit Raya-Bukit Baka -yang bersebelahan dengan areal konsesi PT SBK- yang dilakukan oleh Noteboom dkk. pada tahun 1982/1983 mencatat bahwa hutan dipterokarpa dataran rendah terdapat hingga ketinggian sekitar 400 m dpl; dimana suku Dipterocarpaceae mendominasi hingga lebih dari 60% pohon-pohon penyusunnya. Diatas ketinggian ini jumlah Dipterocarpaceae semakin berkurang; dan diatas ketinggian 1.600 m dpl terdapat hutan lumut (MacKinnon dkk, 2000 dalam Rusolono, 2002). Seperti diketahui, ketinggian tempat di areal kerja PT SBK berkisar antara 100-1.550 m dpl.

Penggunaan Lahan

(29)

Lahan-lahan tidak berhutan umumnya lokasi peladangan sistem rotasi, yakni lokasinya biasanya berdekatan dengan areal perkampungan, disepanjang wilayah sungai dan beberapa berada di pinggir jalan hutan. Lahan-lahan ini umumnya ditanami dengan tanaman pangan untuk waktu tertentu kemudian ditinggalkan. Dalam periode waktu beberapa tahun kemudian lahan yang telah ditinggalkan tersebut kembali didatangi dan dilakukan pembukaan ulang dengan pembakaran. Hutan alam menempati bagian terluas dari areal hutan PT SBK, dan terdiri dari hutan primer yang masih belum mengalami penebangan dan hutan-hutan bekas tebangan. Hutan primer yang masih ada umumnya berada pada daerah-daerah sempit yang topografi lapangannya berbukit-curam atau berupa sisa hutan primer yang terlewat (tidak terambil) pada saat penebangan sebelumnya. Penyebarannya sebagian besar berada di bagian sisi Timur dan Utara ke arah batas HPH dengan hutan lindung atau Taman Nasional Bukit Raya-Bukit Baka.

Biologi Flora

Hutan primer di areal PT SBK didominasi oleh jenis-jenis dipterokarpa, terutama meranti merah. Dokumen SEL (1992) dalam Rusolono, T et al (2002) menyebutkan bahwa Shorea leprosula (meranti merah) mendominasi tingkat pepohonan dengan INP 46,98; diikuti dengan Eugenia sp. (INP 29,49) dan Eusideroxylon zwageri (INP 22,37).

(30)

(Shorea sp.) dan ulin (Eusideroxylon zwageri). Dibawah diameter 60 cm pohon-pohon tidak boleh ditebang oleh HPH, karena dibeberapa tempat dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat.

Fauna dan Biogeografinya

Satwaliar di areal kerja PT SBK Unit Seruyan belum didata secara lengkap, baik jumlah jenis, agihan maupun kelimpahannya. Meskipun demikian, dari data yang telah terkumpul selama ini, terlihat bahwa kekayaan jenis fauna di PT SBK Unit Seruyan cukup tinggi yang dapat dilihat dengan ditemukannya 19 spesies mamalia dan 34 spesies burung tercatat selama studi dilakukan seperti dikemukakan dalam Dokumen SEL (1992) dalam Rusolono, T et al (2002). Kekayaan jenis yang sesungguhnya diduga jauh lebih tinggi, mengingat bahwa jenis-jenis yang tercatat adalah jenis-jenis mamalia besar.

Areal PT SBK Unit Seruyan juga merupakan tempat hidup bagi banyak jenis satwaliar yang dilindungi. Mulai dari mamalia besar seperti orang utan (Pongo pygmaeus), beruang (Helarctos malayanus), rusa sumbar (Cervus unicolor) dan macan dahan (Neofelis nebulosa); hingga yang kecil seperti kancil (Tragulus javanicus) dan singapuar (Tarsius bancanus) (Vanlie dan Dimus, 1999 dalam Rusolono, T et al 2002). Burung-burung yang dilindungi juga banyak jenisnya seperti elang ular (Spilornis cheela), ulung-ulung (Haliastur indus), ruwai (Argusianus argus), berbagai jenis rangkong (misalnya Buceros rhicinoceros, B. vigil, Anthracoceros malayanus), hingga burung-burung pengisap madu seperti Arachnothera, Anthreptes dan Nectarinia.

Sosial Ekonomi Masyarakat

(31)

Kecamatan Seruyan Hulu yang menjadi bagian Kabupaten Seruyan. Kemudian ada beberapa desa yang yang melingkup areal konsesi, dimana pemukiman penduduk sebagian desa tersebut berada didalam batas konsesi dan sebagian lagi berada di sekitar konsesi. Disamping itu terdapat juga satu desa yang terkait dengan aliran kayu PT SBK Unit Seruyan yakni dengan keberadaan log pond di wilayah propinsi Kalimantan Barat, tepatnya Desa Nanga Siai, Kecamatan Menukung Kabupaten Sintang.

Berdasarkan data monografi desa di PT SBK Unit Seruyan periode 2004 sekitar 3.954 orang penduduk tinggal di desa-desa atau dusun-dusun sekitar kawasan tersebut. Populasi terbesar terletak di bagian wilayah Kalimantan Tengah yaitu sebanyak 2.362 orang.

Penyebaran penduduk di sekitar kawasan hutan PT SBK Unit Seruyan kurang merata antara desa yang satu dengan desa yang lainnya. Jarak antara desa atau kompleks pemukiman terpencar berjauhan dan belum didukung oleh sarana dan prasarana transportasi yang memadai, hanya menggunakan kendaraan milik perusahaan.

Tabel 3. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di areal konsesi PT SBK Unit Seruyan

Jumlah Penduduk (Jiwa) No. Desa/Dusun

Laki-laki Perempuan Total

Sex Ratio II Wilayah Kalteng

(32)

Suku Dayak merupakan etnis asli dan tersebar dari wilayah Kalimantan, yang terbagi atas suku yang lebih kecil tinggal di desa atau dusun. Suku Dayak yang tinggal di desa Nanga Siai (sekitar jalan koridor) terdiri dari suku Dayak Limbai, Kenyilu dan Ransa, sedangkan di Desa Tanjung Paku, Tumbang Teberau (di dalam areal HPH) tinggal masyarakat dari Dayak Pangin, dan di desa Tumbang Kaburai tinggal suku Dayak Dohoi Ot Danum, Melawi, dan Katingan. Sebagian besar dari masyarakat tersebut beragama Kristen dan Hindu Kaharingan.

Mata penceharian penduduk di sekitar kawasan hutan PT SBK sebagian besar adalah bertani atau berladang secara tradisional dengan sekali-kali membuka hutan baru untuk lahan pertanian yang biasa disebut “mahimba” dan yang paling sering adalah berladang pada bekas lahan beberapa tahun sebelumnya yang biasa disebut “ngumo taja” (Dayak Ot Danum).

(33)

Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di areal konsesi PT. SBK Kalteng.

Mata Pencaharian No Desa/Dusun

Petani Peladang Petani &

II Wilayah Kalteng

a. Tanjung Paku 89 71 44 - 191 5 14 414

(34)

21

Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di areal konsesi PT. SBK Kalteng.

Tingkat Pendidikan

No Desa/Dusun Sekolah Blm

(0-13

II Wilayah Kalteng

a. Tanjung Paku 63 83 84 79 20 22 20 6 6 24 2 - 2 411

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden yang diambil berasal dari tiga desa terdiri atas dua desa di dalam kawasan hutan PT SBK Unit Seruyan, yaitu Desa Tanjung Paku dan Desa Tumbang Kaburai, dan satu desa di luar kawasan hutan yaitu Desa Nanga Siai. Distribusi responden berdasarkan kelompok disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan lokasi desa

Lokasi Desa di dalam kawasan hutan

Ds. Tumbang Kaburai 6 19,35

Desa di luar kawasan hutan Ds. Nanga Siai 10 32,26

Total 31 100

Umur Responden

Kisaran umur responden di tiga desa terpilih yaitu 25-65 tahun dengan rata-rata umur responden di Desa Tanjung Paku adalah 46 tahun, di Desa Tumbang Kaburai adalah 43 tahun dan di Desa Nanga Siai adalah 48 tahun. Distribusi jumlah responden berdasarkan umurnya diasajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur Jumlah Responden (%)

No Umur Tanjung Paku Tumbang Kaburai Nanga Siai Rata-rata

1 19-25 0 0 10 3,23

(36)

23

dalam Agussabti (1997) mengemukakan bahwa umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun. Berdasarkan klasifikasi umur tersebut maka dapat dikatakan bahwa komposisi umur responden pada ketiga lokasi tersebut masih dapat digolongkan ke dalam umur produktif kerja. Tingkat Pendidikan

Anggaraspati (2002) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya status seseorang di masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dalam suatu masyarakat maka status sosialnya semakin tinggi. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikannya di ketiga lokasi penelitian disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Tingkat pendidikan responden

Jumlah responden (%) Tingkat Pendidikan

Tanjung Paku Tumbang Kaburai Nanga Siai Rata-rata

Tidak Sekolah 13,33 0 40 19,35

(37)

24

Jumlah Anggota Rumah Tangga

Responden di ketiga desa mempunyai kisaran jumlah anggota rumah tangga yang berbeda-beda. Sebagian besar responden Desa Tanjung Paku (53,33%) dan responden Desa Nanga Siai (50%) mempunyai jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4-6 orang. Sedangkan sebagian besar responden Desa Tumbang Kaburai (50%) responden mempunyai jumlah anggota rumah tangga 7-9 orang. Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota rumah tangga disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota rumah tangga Jumlah responden (%)

Kaburai Nanga Siai Rata-rata

1-3 13,33 16,67 30 19,35

4-6 53,33 33,33 50 48,39

7-9 26,67 50 20 29,03

>9 6,67 0 0 3,23

Total 100 100 100 100

Agussabti (1997) mengemukakan bahwa besarnya jumlah tanggungan akan dapat berakibat jumlah pendapatan petani semakin meningkat atau semakin menurun. Apabila besarnya jumlah tanggungan dapat membantu usaha tani keluarganya atau membantu keluarganya dengan bekerja di sektor lain, maka pendapatan total keluarga tani akan dapat meningkat. Namun, apabila besarnya jumlah tanggungan itu hanya akan menambah angka pengangguran dalam keluarga, sedangkan pendapatan keluarga hanya tertumpu pada satu orang yaitu ayah sebagai kepala keluarga, maka akan menyebabkan konsumsi keluarga sering tidak dapat ditutupi oleh pendapatan yang diterimanya.

Mata Pencaharian dan Tingkat Pendapatan

(38)

25

Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian utama

Mata Pencaharian Utama (%) Desa

Petani Pegawai Buruh tidak bekerja

Total

Tabel 11. Perbandingan responden berdasarkan mata pencaharian tambahan

Mata Pencaharian Tambahan (%) Desa

Petani Pegawai Buruh pedagang pengrajin peternak berburu Total Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan

Jumlah Responden (%) Tingkat

Pendapatan Tanjung Paku Tumbang Kaburai Nanga Siai

Rata-rata

0-500.000 60 66,66 50 58,06

500.001-1.000.000 13,33 16,67 30 19,35

>1.000.000 26,67 16,67 20 22,58

Total 100 100 100 100

Berdasarkan data pada Tabel 10. dapat diketahui bahwa sebagian besar responden bermatapencaharian sebagai petani (70%) baik petani sawah, ladang terutama perladangan berpindah, dan petani kebun dengan jenis tanaman karet, durian, padi, palawija seperti cabe, singkong, jagung, bawang, kacang, dan lain lain. Sedangkan sisanya bekerja sebagai pegawai pemerintahan Desa setempat dan buruh harian di PT SBK. Di Desa Nanga Siai terdapat 1 orang atau 10% responden yang tidak memiliki pekerjaan, biaya hidup sehari-harinya hanya dengan mengandalkan kiriman dari anaknya berupa padi dan bahan-bahan pokok lainnya.

(39)

26

utama. Sebanyak 77,79% responden memiliki mata penceharian tambahan, dimana sebagian besar (25,56%) mata pencaharian tambahan responden adalah berburu satwaliar di hutan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka, sedangkan sisanya bekerja sebagai pegawai Taman Nasional Bukit Raya-Baka, buruh harian di PT SBK, pedagang, pengrajin rotan, dan peternak ayam. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan sulitnya mencari pekerjaan selain bekerja sebagai petani tradisional serta menggantungkan hidupnya dari hasil hutan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka.

Dilihat dari tingkat pendapatan responden di ketiga desa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendapatan yang tergolong rendah yaitu sebanyak 58,06% mempunyai kisaran tingkat pendapatan sebesar Rp 0-500.000 /bulan Besarnya rata-rata pendapatan responden di ketiga desa contoh berbeda- beda yaitu rata-rata tingkat pendapatan responden Desa Tanjung Paku adalah sebesar Rp 1.505.644/bulan/KK, responden Desa Tumbang Kaburai Rp 455.100/bulan/KK, dan Desa Nanga Siai Rp 742.772 /bulan/KK (Lampiran 1). Tingkat pendapatan yang tergolong rendah ini terkait dengan jenis mata pencaharian responden di lokasi penelitian yang sebagian besar sebagai petani.

Nilai Ekonomi Satwaliar di Kawasan Hutan Produksi PT SBK Unit Seruyan Kawasan hutan produksi PT SBK mempunyai kekayaan alam yang sangat beragam termasuk diantaranya kekayaan jenis satwaliar. Berbagai jenis satwaliar hidup di dalam kawasan hutan ini, diantaranya adalah jenis-jenis satwaliar dari kelas mamalia. Jenis-jenis tersebut antara lain babi hutan, beruang madu, kancil atau pelanduk, kelasi atau lutung merah, kijang, klempiau, landak, musang hutan, orang utan, rusa, trenggiling, kucing hutan, dan lain-lain. Sebagian dari jenis-jenis satwaliar tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan sehingga satwaliar tersebut mempunyai nilai ekonomi baik yang sudah memiliki harga pasar maupun yang belum memiliki harga pasar.

(40)

27

Potensi Satwaliar Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat

Potensi satwaliar di Hutan Produksi PT SBK Unit Seruyan yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal diidentifikasi melalui studi kasus di Desa Tanjung Paku, Desa Tumbang Kaburai dan Desa Nanga Siai. Manfaat yang diidentifikasi di masing-masing desa tersebut adalah manfaat sebagai bahan makanan, dijual atau untuk dipelihara.

Sebagian besar masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan sudah memanfaatkan satwaliar dari hutan yang berada tidak jauh dari tempat tinggal mereka dengan cara berburu. Kegiatan berburu satwaliar sudah dilakukan sejak lama oleh masyarakat yang berada di sekitar hutan. Pada awalnya kegiatan berburu ini dilakukan di dalam hutan yang masih utuh atau hutan perawan, namun seiring dengan terjadinya perubahan penutupan lahan hutan akibat adanya kegiatan pengusahaan hutan berupa kegiatan penebangan pohon-pohon di dalam hutan maka kegiatan berburu perlahan-lahan bergeser ke kawasan hutan bekas tebangan dan ladang.

(41)

28

(42)

29

Tabel 13. Jenis-jenis satwaliar yang dimanfaatkan dan jumlah pemanfaat

Jenis Tanjung Paku Tumbang Kaburai Nanga Siai

Rata-rata

Nama Lokal Nama Latin

Jumlah Pemanfaat

(orang)

Persentase (%)

Jumlah Pemanfaat

(orang)

Persentase (%)

Jumlah Pemanfaat

(orang)

Persentase (%)

pemanfaat (orang)

persentase (%)

Babi hutan Sus barbatus 15 100 5 83,33 8 80 28 90,32

Kancil Tragulus javanicus 5 33,33 3 50 6 60 14 45,16

Kijang Muntiacus muntjak 6 40 2 33,33 5 50 13 41,94

Rusa Cervus unicolor 11 73,33 4 66,67 7 70 22 70,97

Trenggiling Manis javanica 0 0 0 0 3 30 3 9,68

(43)

30

Berdasarkan hasil tabulasi diatas dapat diketahui bahwa secara umum satwa yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan adalah babi hutan yang dimanfaatkan oleh 90,32% responden. Hal ini disebabkan oleh mewabahnya babi hutan sebagai hama yang menyerang tanaman yang ada di ladang-ladang masyarakat sehingga dianggap dapat merugikan masyarakat tersebut. Oleh sebab itu masyarakat menganggap perlu untuk memburu babi hutan sebagai upaya untuk memberantas hama yang menyerang tanaman yang ada di ladang untuk menghindari kerugian yang mungkin terjadi.

Bentuk-bentuk pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat lokal sekitar kawasan hutan PT SBK berbeda satu dengan yang lainnya. Diantara masyarakat yang memanfaatkan satwaliar dalam kehidupan sehari-harinya ada yang memanfaatkannya untuk dikonsumsi rumah tangga sendiri dan ada juga yang menjualnya. Akan tetapi tidak ada responden yang memanfaatkan satwa hasil buruannya untuk dipelihara. Bentuk-bentuk pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Bentuk-bentuk pemanfaatan satwa oleh masyarakat di sekitar hutan

produksi PT SBK dan jumlah pemanfaat. Jumlah Responden yang

Memanfaatkan Untuk Lokasi

Jenis Satwa

Dijual Makanan Dipelihara

Besar Pemanfaatan

(44)

31

jenis satwaliar yang paling disukai untuk diburu responden yang didasari oleh beberapa alasan, antara lain karena satwa tersebut bersifat hama bagi tanaman di ladang sehingga responden menganggap perlu untuk memburu jenis satwa tersebut untuk melindungi tanaman yang ada di ladang, atau karena satwa tersebut memiliki daging yang banyak dan rasa daging yang enak sehingga responden menganggap akan sangat menguntungkan jika dijual. Preferensi responden terhadap jenis-jenis satwaliar di tiap-tiap desa disajikan pada Tabel 15, Tabel 16 dan Tabel 17.

Satwa yang mempunyai skor preferensi paling tinggi belum tentu menjadi satwa yang paling sering diperoleh responden pada saat berburu. Adakalanya satwa yang diinginkan untuk diburu merupakan satwa yang sangat susah diperoleh. Biasanya hasil buruan yang bisa diperoleh seseorang dipengaruhi oleh alat dan jumlah orang yang berburu.

Tabel 15. Skor tingkat preferensi responden Desa Tanjung Paku terhadap suatu jenis satwaliar

Skor Tingkat Preferensi Nama Jenis

Tabel 16. Skor tingkat preferensi responden Desa Tumbang Kaburai terhadap suatu jenis satwaliar

(45)

32

Tabel 17. Skor tingkat preferensi responden Desa Nanga Siai terhadap suatu jenis satwaliar

Skor Tingkat Preferensi Nama Jenis

Secara umum urutan tingkat preferensi masyarakat terhadap satwaliar yang paling tinggi adalah preferensi terhadap babi hutan dengan total skor tingkat preferensi sebesar 135, preferensi terhadap rusa dengan total skor tingkat preferensi sebesar 87, preferensi terhadap kijang dengan total skor tingkat preferensi sebesar 44, preferensi terhadap kancil dengan total skor tingkat preferensi sebesar 34, dan preferensi terhadap trenggiling dengan total skor tingkat preferensi sebesar 7. Alasan yang dapat menjadikan suatu jenis satwaliar mempunyai tingkat preferensi tinggi adalah karena jenis tersebut mempunyai daging yang banyak dan rasanya sangat enak, serta adanya kandungan lemak yang sangat enak dan berguna bagi mereka yaitu sebagai pengganti minyak goreng. Alasan lain adalah karena suatu jenis satwaliar dianggap sebagai hama yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap produksi pertanian, hewan ini merusak berbagai tanaman terutama di ladang yang lokasinya berdekatan dengan hutan, sehingga untuk mengendalikannya maka masyarakat berusaha untuk memburunya. Responden cenderung akan kurang menyukai suatu jenis satwa apabila responden menganggap jenis tersebut mempunyai daging yang sedikit atau rasa daging yang kurang enak. Selain itu, jenis yang dianggap susah diperoleh seperti trenggiling akan cenderung kurang disukai oleh responden.

Nilai Guna Satwaliar

(46)

33

(47)

32

Tabel 18. Nilai guna satwaliar bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan

Desa Keterangan Babi Kancil Kijang Rusa Trenggiling Total

(Rp/tahun/KK)

Volume (ekor/tahun/KK) 26,4 16,4 2,67 14,73 0 60,2

Nilai (Rp/ekor) 454.813 68.335 227.073 795.690 1.545.911 Tanjung Paku

Nilai Total (Rp/tahun/KK) 12.007.063 1.120.694 606.285 11.720.514 0 25.454.556

Volume (ekor/tahun/KK) 12,6 17 7 5 0 41,6

Nilai (Rp/ekor) 454.813 68.335 227.073 795.690 1.545.911 Tumbang Kaburai

Nilai Total (Rp/tahun/KK) 5.730.644 1.161.695 1.589.511 3.978.450 0 12.460.300

Volume (ekor/tahun/KK) 25 11,8 15 12,57 45,67 110

Nilai (Rp/ekor) 454.813 68.335 227.073 795.690 243.750 1.789.661 Nanga Siai

Nilai Total (Rp/tahun/KK) 11.370.325 806.353 3.406.095 10.001.823 11.132.063 36.716.659 Rataan Jenis (Rp/tahun/KK) 9.702.677 1.029.581 1.867.297 8.566.929 11.132.063 32.298.547

(48)

35

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai guna satwaliar bagi masyarakat lokal di sekitar hutan produksi PT SBK Unit Seruyan adalah sebesar Rp32.298.547/tahun/KK dengan kontribusi terbesar berasal dari trenggiling dan babi hutan .

Nilai Pilihan Pelestarian Jenis Satwaliar

Menurut pengetahuan responden, jumlah populasi satwaliar yang sudah dimanfaatkan pada saat sekarang sudah mengalami prerubahan karena mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi pada saat 10 tahun dan 5 tahun yang lalu. Semakin menurunnya kondisi populasi satwa-satwa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah terjadinya perubahan penutupan lahan hutan yang disebabkan oleh penebangan yang berpengaruh terhadap terjadinya perubahan kondisi habitat satwaliar tersebut, selain itu juga karena semakin bertambahnya penduduk sehingga jumlah orang yang melakukan perburuan semakin meningkat. Faktor lainnya adalah besarnya pemanfaatan satwaliar yang jauh diatas riap, sehingga lama-kelamaan jumlah satwaliar di alam akan menjadi habis, padahal satwaliar ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Perbandingan kondisi satwaliar antar waktu berdasarkan persepsi masyarakat disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Perbandingan populasi satwaliar antar waktu berdasarkan persepsi masyarakat.

Perbandingan Populasi Antar Waktu (%)

Jenis Satwa 10 tahun lalu 5 tahun lalu sekarang Babi hutan hutan 48,94 (100) 29,97 (61,23) 21,72 (44,38) Rusa 54,96 (100) 27,96 (50,87) 19,71 (35,86) Kijang 56,38 (100) 26,91 (47,73) 16,72 (29,66) Kancil 51,82 (100) 28,79 (55,56) 17,60 (33,96) Rata-rata 53,14 (100) 28,41 (53,46) 18,94 (35,64) Keterangan : angka di dalam kurung menunjukkan angka perbandingan populasi antar waktu

dengan asumsi kondisi pada 10 tahun lalu sebagai tahun dasar.

(49)

36

Terjadinya penurunan kondisi populasi satwaliar tersebut menimbulkan kekhawatiran pada masyarakat sekitar hutan. Sebagian besar responden di lokasi penelitian mempunyai perhatian terhadap pelestarian satwaliar disamping pemanfaatannya. Mereka takut jika satwaliar yang ada di hutan tidak dilestarikan maka anak cucu mereka tidak akan bisa merasakan manfaatnya. Menurut responden ada beberapa jenis satwaliar baik jenis yang sudah dimanfaatkan maupun yang belum dimanfaatkan yang dianggap mempunyai nilai harapan pada masa yang akan datang sehingga perlu untuk dilestarikan. Persepsi masyarakat terhadap pelestarian jenis-jenis satwaliar disajikan pada Tabel 20 dan Tabel 21. Tabel 20. Persepsi masyarakat terhadap pelestarian jenis satwaliar yang sudah

dimanfaatkan

Jumlah Responden (%) Jenis Satwa

Tanjung Paku Tumbang Kaburai Nanga Siai

Rata-rata

Tabel 21. Persepsi masyarakat terhadap pelestarian jenis satwaliar yang belum dimanfaatkan.

Jumlah Responden (%) Jenis Satwa

Tanjung Paku Tumbang Kaburai Nanga Siai

(50)

37

Menurut persepsi masyarakat yang menaruh perhatian terhadap pentingnya pelestarian jenis-jenis satwaliar disamping pemanfaatannya, jenis satwaliar yang memiliki nilai harapan masa yang akan datang untuk jenis yang sudah dimanfaatkan yang cukup signifikan adalah rusa, sedangkan untuk jenis yang belum dimanfaatkan yang cukup signifikan adalah orang utan dan klempiau. Masyarakat Desa Nanga Siai mempunyai persepsi yang lebih tinggi dari kedua desa lainnya terhadap pelestarian jenis satwa yang sudah dimanfaatkan dan memiliki nilai harapan akan datang (35,18%), sedangkan masyarakat yang mempunyai persepsi paling tinggi terhadap pelestarian jenis satwa yang belum dimanfaatkan dan memiliki nilai harapan akan datang adalah masyarakat Desa Tanjung Paku (48,65%).

(51)

38

dipertahankan kelestariannya karena di masa yang akan datang akan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Jenis-jenis tersebut diharapkan akan mempunyai nilai di masa yang akan datang baik untuk digunakan ataupun karena status kelangkaannya memberikan nilai seperti nilai wisata alam.

Adanya kesadaran dari masyarakat sekitar hutan untuk melakukan pelesatrian terhadap jenis-jensi satwaliar yang ada di hutan produksi PT SBK Unit Seruyan menyebabkan jenis-jenis satwaliar tersebut mempunyai nilai pilihan. Nilai pilihan (option value) atau nilai harapan untuk masa yang akan datang terukur dari nilai kesediaan membayar masyarakat untuk pelestarian jenis baik untuk jenis yang sudah dimanfaatkan maupun untuk jenis yang belum dimanfaatkan. Nilai kesediaan membayar masyarakat untuk pelestarian jenis disajikan dalam Tabel 22.

Tabel 22. Nilai kesediaan membayar untuk pelestarian jenis yang sudah dimanfaatkan dan belum dimanfaatkan.

Status

pemanfaatan Desa Nama jenis

WTP/KK (Rp/jenis/tahun)

Tanjung Paku Babi, Rusa, Kijang, Kancil, trenggiling 29.489 Tb. Kaburai Babi, Rusa, Kijang, Kancil, trenggiling 16.200 1. Sudah

dimanfaatkan

Nanga Siai Babi, Rusa, Kijang, Kancil, trenggiling 10.114

Rata-rata WTP1 18.601

Tanjung Paku beruang, burung beo, orang utan, monyet, kera, 15.818

kucing hutan, macan akar, klempiau,

Tb. Kaburai Aji Bulan, macan, orang utan, klempiau 10.909 2. Belum

dimanfaatkan

Nanga Siai orang utan, klempaiu, burung ruai, kelasi, beruang 3.429

Rata-rata WTP2 10.052

Rata-rata WTP 1 dan WTP 2 (Rp/jenis/tahun) 14.327

(52)

39

Hal ini berbeda dengan jenis-jenis yang belum dimanfaatkan dimana responden belum tahu manfaat atau nilai guna dari jenis-jenis tersebut. Rata-rata nilai kesedian membayar setiap kepala keluarga untuk pelestarian jenis yang sudah dimanfaatkan dan yang belum dimanfaatkan adalah sebesar Rp14.327/jenis/tahun. Dengan demikian semakin banyak jenis-jenis satwaliar yang ingin dilestarikan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan produksi PT Sari Bumi Kusuma maka akan semakin besar nilai pilihan satwaliar bagi masyarakat.

Besarnya nilai pilihan satwaliar bagi masyarakat sekitar hutan produksi PT SBK dapat diketahui selain dengan menggunakan pendekatan nilai kesediaan membayar dari responden juga dilakukan pendekatan dengan menggunakan pendekatan nilai kesediaan dibayar (willingness to accept-WTA) atau kesediaan menerima kompensasi untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter. Menurut hasil wawancara dengan menanyakan kesediaan membayar dan kesedian dibayar responden diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa nilai kesediaan dibayar cenderung lebih tinggi daripada nilai kesediaan membayarnya (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Hal ini diduga karena adanya perbedaan persepsi masyarakat tentang konsep nilai kesediaan membayar untuk pelestarian jenis dengan konsep nilai kesediaan dibayar untuk pelestarian jenis. Masyarakat akan cenderung lebih menginginkan mendapatkan kompensasi yang besar untuk pelestarian jenis daripada harus mengeluarkan uang atau membayar untuk pelestarian jenis satwaliar baik untuk jenis yang sudah dimanfaatkan maupun untuk jenis yang belum dimanfaatkan.

Nilai Pilihan Untuk Pelestarian Rusa

(53)

40

Tabel 23. Nilai kesediaan membayar untuk pelestarian jenis rusa.

Desa WTP (Rp/ekor/KK/tahun)

Tanjung Paku 258.286

Tumbang Kaburai 185.886

Nanga Siai 116.114

Rata-rata (Rp/ekor/KK) 186.762

Nilai kesediaan membayar masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan PT SBK untuk pelestarian jenis rusa adalah Rp 186.762/ekor/KK/tahun yang tercakup dalam tiga lokasi desa yaitu Desa Tanjung Paku, Desa Tumbang Kaburai dan Desa Nang Siai. Nilai kesediaan membayar ini jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai kesediaan membayar untuk pelestarian seluruh jenis yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan. Hal ini menunjukan sebuah fenomena dimana preferensi masyarakat terhadap pelestarian satu jenis satwa lebih besar dibandingkan dengan preferensi masyarakat terhadap beberapa jenis satwa.

Nilai Ekonomi Total Satwaliar

Untuk memperoleh Nilai Ekonomi Total (NET) satwaliar di kawasan hutan produksi PT SBK berdasarkan studi kasus di Desa Tanjung Paku, Desa Tumbang Kaburai dan Desa Nanga Siai dapat diperoleh dengan memperoleh rata-rata nilai guna dan nilai pilihan dan jumlah total rumah tangga di masing-masing desa. Nilai ekonomi total pemanfaatan satwaliar di kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan bagi masyarakat sekitar hutan yang berasal dari nilai guna dan nilai pilihan untuk pelestarian jenis satwaliar adalah sebesar Rp 66.4749.685/tahun/desa (Tabel 24).

(54)

41

Tabel 24. Nilai ekonomi total satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan produksi PT SBK

Lokasi Bentuk Nilai Rata-rata nilai

(Rp/KK/tahun) Jumlah jenis

Jumlah keluarga (RT)

Total (Rp/tahun)

Desa Tanjung Paku Nilai Guna Satwaliar 25.454.556 - 94 2.392.728.264 Nilai Pilihan satwaliar yang sudah dimanfaatkan 29.489 5 94 13.859.830

Nilai Pilihan yang belum dimanfaatkan 15.818 8 94 11.895.136

Desa Tumbang Kaburai Nilai Guna Satwaliar 12.460.300 - 64 797.459.200 Nilai Pilihan satwaliar yang sudah dimanfaatkan 16.200 5 64 5.184.000

Nilai Pilihan yang belum dimanfaatkan 10.909 4 64 2.792.704

Nanga Siai Nilai Guna Satwaliar 36.716.659 - 75 2.753.749.410

Nilai Pilihan satwaliar yang sudah dimanfaatkan 10.114 5 75 3.792.750

Nilai Pilihan yang belum dimanfaatkan 3.429 5 75 1.285.875

Rata-rata nilai guna (Rp/tahun/desa) 1.981.312.291 Rata-rata nilai pilihan untuk jenis yang sudah dimanfaatkan (Rp/tahun/desa) 7.612.193 Rata-rata nilai pilihan untuk jenis yang belum dimanfaatkan (Rp/tahun/desa) 5.324.572

Total (Rp/tahun/desa) 1.994.249.056

(55)

46

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hutan Produksi PT SBK Unit Seruyan mempunyai kekayaan jenis satwaliar yang tinggi yang sebagian diantaranya sudah dimanfaatkan oleh masyarakat lokal. Jenis-jenis satwaliar yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar hutan produksi PT SBK Unit Seruyan adalah babi, kancil, kijang, rusa dan trenggiling yang memiliki nilai guna bagi masyarakat sebesar Rp 32.298.547/KK/tahun yang diperoleh berdasarkan harga jual yang berlaku di tempat penelitian. Kontribusi terbesar berasal dari trenggiling dan babi. Pemanfaatan satwaliar oleh masyarakat didukung oleh preferensi seseorang terhadap satwaliar. Secara umum tingkat preferensi paling tinggi adalah terhadap babi dengan total skor tingkat preferensi sebesar 135.

Sebagian besar responden di lokasi penelitian mempunyai perhatian terhadap pelestarian satwaliar disamping pemanfaatannya, baik jenis yang sudah dimanfaatkan maupun yang belum pernah dimanfaatkan. Jenis-jenis satwa yang memiliki nilai harapan akan datang dari jenis yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan produksi PT SBK Unit Seruyan yang cukup signifikan adalah rusa, sedangkan untuk jenis-jenis satwa yang belum dimanfaatkan yang cukup signifikan adalah orang utan dan klempiau. Persepsi yang paling tinggi tentang pelestarian terhadap satwa yang sudah dimanfaatkan dimiliki oleh masyarakat Desa Nanga Siai (35,18%), sedangkan persepsi yang tinggi untuk pelestarian jenis satwa yang belum dimanfaatkan dimiliki oleh masyarakat Desa Tanjung Paku (48,65%).

(56)

47

Saran

1. Diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui nilai ekonomi total satwaliar di hutan produksi PT SBK Unit Seruyan dengan menghitung nilai keberadaan satwaliar bagi masyarakat serta melakukan pendalaman nilai di desa-desa lainnya selain desa contoh dalam penelitian ini untuk meningkatkan ketersediaan informasi tentang potensi sumberdaya alam satwaliar yang terdapat di hutan produksi PT SBK Unit Seruyan secara kuantitatif.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi ekonomi satwaliar di kawasan hutan PT SBK Unit Seruyan dengan menentukan faktor-faktor atau variabel-variabel yang dapat mempengaruhi besarnya nilai ekonomi total satwaliar bagi masyarakat di sekitar hutan PT SBK Unit Seruyan.

(57)

48

DAFTAR PUSTAKA

Agussabti. 1997. Motivasi Petani Dalam Pemanfaatan Lahan Terbuka di Antara Pohon Kelapa di Kabupaten Aceh Timur [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anggaraspati. 2002. Nilai Keberadaan (Existence Value) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Alikodra, HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Bahruni. 1999. Penilaian Sumberdaya Alam. Diktat Kuliah. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bahruni, Nugroho B, Kartodiharjo H, Hendrayanto. 2002. Penyusunan Pengkajian Nilai Intrinsik Hutan Lindung dan Hutan Konservasi. Laporan Utama. Bandung : Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat dan PT.Ushakindo Jaya Konsultan.

Bismark, M. 1998. Konservasi Biodiversitas Satwaliar Di Areal Hutan Tanaman Industri. Di dalam Duta Rimba/Oktober/220/XXIV/Jakarta.

Davis, L.S. and K. N. Johnson. 1987. Forest Management. New York.: Mc. Graw-Hill Book Company.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1990. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Duerr, W. A. 1960. Fundamentals of Forestry Economic. New York: Mc

Graw-Hill Book Company.

FWI/GWF. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia : Forest Watch Indonesia dan Washington D.C. : Global Forest Watch

Hufschmidt, M. M. D. E. James, A. D. Meister, B. T. Bower dan J.A. Dixon. 1987. Lingkungan Sistem Alami, dan Pembangunan, Pedoman Penilaian Ekonomis. (Reksohadiprojo, S. Penerjemah). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

(58)

49

Rofiko. 2003. Nilai Ekonomi Total Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (Studi Kasus di Desa Cisarua dan Desa Malasari) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

.

(59)

50

(60)

46

Lampiran 1. Karakteristik Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan Produksi PT SBK Unit Seruyan. Mata Pencaharian

SBK Berburu 605.425

(61)

47

Lampiran 1. Karakteristik Masyarakat (Lanjutan)

Mata Penceharian

Desa

Nama Responden

Umur (tahun)

Jumlah Anggota

Rumah Tangga

Pendidikan

Pokok Tambahan

Rata-rata Pendapatan (Rp/Bulan)

Tanjung Paku Odok 60 7 SR kls 2 Bertani - 239.167

Nanyan 65 3 SR kls 4 Bertani Berburu 150.000

Agas 52 5 SR kls 4 Bertani - 243.740

Suwardi 35 4 Tamat SMU Buruh Harian SBK Bertani 784.941

Sumberman 40 4 SMP kls 3 Buruh Harian SBK Bertani 687.825

Napa 45 4 Tdk Sekolah Buruh Harian SBK Bertani 4.260.983

Sugianto 50 5 SMP kls 2 Bertani - 373.958

Cahuy 50 5 Tdk Sekolah Bertani Berburu 330.833

Ronde 27 8 SD kls 4 Bertani Berburu 240.500

Rata-rata 45,93 5,67 1.505.644

(62)

48

Lampiran 2. Harga Jual Satwaliar Masyarakat Sekitar Hutan Produksi PT SBK

Harga Jual

Gambar

Tabel 2. Gambaran kemiringan lapangan areal konsesi hutan PT SBK
Tabel 3. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di areal konsesi PT SBK Unit Seruyan
Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di areal konsesi PT. SBK Kalteng
Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di areal konsesi PT. SBK Kalteng
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Perpanjangan Dispensasi Pelayanan Pencatatan

Atas partisipasinya dalam penyelenggaraan Ufian Tulis Penerimaan Mahasiswa Baru ]alu:: Seleksi Mandiri (SM) Universitas Negeri Yogyakarta. Tahun 2072,

14.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan

[r]

Konsep kreatif yang akan dituangkan dalam Pengembangan media informasi dan promosi ini adalah berupa ide-ide kreatif berdasarkan data-data obyek yang diperoleh dari Perguruan

BAB III PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PERUSAKAN OBJEK WISATA DI KABUPATEN BELITUNG DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2015

Pengawasan pasar untuk penerapan regulasi teknis dengan sistem tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan jasa dari lembaga penilaian kesesuaian yang telah diakreditasi oleh

Molekul air, lemak, dan gula dalam makanan akan menyerap energi dari gelombang mikro tersebut dalam sebuah proses yang disebut pemanasan dielektrik.. Kebanyakan molekul adalah dipol