IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR
UTAMA PENYEBAB TANAH LONGSOR
DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
SUBHAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
SUBHAN. Identifikasi dan Penentuan Faktor-faktor Utama Penyebab Tanah Longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan BABA BARUS.
Berdasarkan data kejadian bencana gerakan tanah di Indonesia tahun 1990 hingga 2002 Pro vinsi Jawa Barat (termasuk Provinsi Banten) paling sering mengalami bencana tanah longsor. Peta Gerakan Tanah Kabupaten Garut yang dikeluarkan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMG), memperlihatkan terdapat banyak wilayah dalam kabupaten Garut yang tergolong dalam zona kerentanan gerakan tanah tinggi, antara lain : Kecamatan Banjarwangi, Singajaya dan Peundeuy.
Penelitian ini bertujuan 1) Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik longsor di Kabupaten Garut, khususnya di 3 kecamatan, yaitu : Kecamatan Banjarwangi, Singajaya dan Peundeuy, dan 2) Membangun model hubungan berbagai faktor penyebab tanah longsor dengan keadaan longsor.
Tahap awal penelitian ini adalah melakukan studi literatur terhadap berbagai faktor penyebab tanah longsor dilanjutkan membuat daftar isian sebagai pedoman di lapangan. Identifikasi tanah longsor dilakukan secara deskriptif. Berbagai faktor yang diduga menjadi penyebab tanah longsor diidentifikasi dan dianalisis. Berdasarkan hasil analisis seluruh data selanjutnya dilakukan analisis komponen utama (PCA) serta analisis gerombol dan analisis regresi untuk membangun model faktor penyebab tanah longsor.
Berdasarkan hasil pengamatan pada 32 titik longsor yang terjadi di wilayah penelitian, terdapat 2 karakteristik longsor yang ditemui, yaitu 1) gelinciran tanah (earth flow) (30 kasus atau 94%), dan 2) penurunan muka tanah/amblesan (subsidence) (2 kasus atau 6%). Longsor yang ditemukan tertinggi terjadi pada lahan sawah sebanyak 25 titik, diikuti kebun campuran (talun) sebanyak 4 titik, pada pemukiman/infrastruktur ditemukan 2 titik dan kebun tanaman semusim sebanyak 1 titik. Analisis PCA (Principal Component Analisis) menghasilkan 5 kelompok (cluster) dengan derajat similaritas > 40 %. Selanjutnya dengan tehnik multiple regression dihasilkan persamaan berikut :
Y = 1.55 + 0.00186 v1 - 0.061 v3 + 0.038 v4 + 0.0216 v9 - 0.100 v13
di mana : Y : keadaan zona longsor, v1 : tebal tanah, v3 : keadaan erosi,
v4 : tekstur tanah v9 : slope, dan v13 : landuse (sawah).
ABSTRACT
SUBHAN. Identification and Determination of Landslide Major Factors In Garut District, West Java, Under advicy of KUKUH MURT ILAKSONO and BABA BARUS.
According to the data of mass movement disaster in Indonesia from 1990 to 2002, West Java Province (including Banten Province) frequentcy experienced landslide disaster. The map of mass movement of Garut District (Peta Gerakan Tanah Kabupaten Garut) made by Directorate of Vulcanology and Geological Disaster Mitigation (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi – DVMG), showed that there were several areas in Garut District classified in Susceptible Zones of high mass move ment such as Banjarwangi District, Singajaya and Peundeuy.
This study aims to 1) identify and analyze the characteristics of landslide in Garut District particularly in 3 municipals (Banjarwangi, Singajaya, and Peundeuy), 2) develop a model of relationsh ip between various causes of landslide and its conditions.
In the preliminary stage of the study, literatures study on various factors of landslide were conducted and it is established in check list form as the field manual. The factors of landslide were then identified and analyzed. Based on analyzed data Principal Component Analysis (PCA) was conducted as well as cluster analysis and regression analysis to develop model of the landslide.
Based on the observation, there were 32 spots of landslides occurred in the study area. There were 2 (two) characteristics of landslide found : 1) earth flow (30 cases or 94%), and 2) subsidence (2 cases or 60%). The high landslide as found in rice field area (25 spots) and followed by mixture garden/agroforestry (4 spots), 2 spots in housing area and 1 spot in the annual crops planted area. Analysis of PCA resulted 5 cluster with >40% similarity index. The multiple regression has generated an equation as followed:
Y = 1.55 + 0.00186 v1 - 0.061 v3 + 0.038 v4 + 0.0216 v9 - 0.100 v13
where; Y : conditions of landslide zones, v1: soil thickness, v3: erosion conditions,
v4: soil texture, v9: slope, and v13 : landuse (rice field).
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi dan Penentuan
Faktor-faktor Utama Penyebab Tanah Longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 24 September 2006
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2006
Hak cipta dilindungi
IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR
UTAMA PENYEBAB TANAH LONGSOR
DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
SUBHAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis : Identifikasi dan Penentuan Faktor-faktor Utama Penyebab Tanah Longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat
Nama : Subhan
NIM : A252020011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. Dr.Ir. Baba Barus, M.Sc. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Daerah Aliran Sungai
Prof.Dr.Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,M.Sc.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
hidayah -Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilakukan terkait dengan upaya identifikasi dan analisis faktor-faktor utama
penyebab tanah longsor, dalam hal ini lokasi yang dipilih adalah 3 kecamatan di
Kabupaten Garut yaitu Kecamatan Banjarwangi, Peundeuy dan Singajaya.
Pemilihan lokasi ini berkenaan dengan semakin tingginya intensitas longsor di
Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan sejak Oktober 2004 - Desember 2005.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan kepada Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. dan
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan,
dorongan dan saran hingga tesis ini dapat diselesai dengan baik. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Budi Tjahjono selaku dosen penguji
2. Balai Pengelolaan DAS Cimanuk – Citanduy dan tim Geologi Universitas
Padjajaran, Bapak Prof. Dr. H. R. Febri Hirnawan dan Dr. Dicky Muslim, M.Sc
yang telah mengizinkan penulis berpartisipasi dalam kegiatan survei potensi
bencana gerakan tanah di Kabupaten Garut.
3. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc, rekan-rekan Fordas dan Ir Diah Retno
Panuju, M.Si yang membantu analisis statistik dan analisis multivariate.
4. Aa Supriyatna dan keluarga yang menyediakan berbagai fasilitas selama
penulis melakukan penelitian di Kabupaten Garut.
5. Ibunda Hj. Fatimah Umar dan Ayahanda M. Bakri K.S (Alm) dan keluarga
besar, Kakanda : Sufriyan, Suwarni, Suhaimi, Suwarni, Sumiati, Suryani,
Sukmawati, Sulaiman, Sutami dan Sukartini, serta Adinda : Sufriyadi dan
Suhada atas segala bantuan, dorongan dan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi S2 di IPB.
6. Istri dan Anandaku tercinta : Cut Sri Haswirna, M.Si dan Muhammad Aziz
Wirhan yang senantiasa menjadi motivasi dan pelita dalam hidupku.
Akhirnya, Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Meulaboh, Aceh Barat tanggal 22 Nopember
1974 dari Ayah (alm) Muhammad Bakri K.S dan Ibu Hj. Fatimah Umar. Penulis
merupakan putra ke sepuluh dari dua belas bersaudara.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Meulaboh, Aceh Barat dan
pada tahun yang sama diterima masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan dan lulus S1 tahun 1999.
Tahun 2000 penulis diterima sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu
Kehutanan (STIK) Chik Pantee Kulu Banda Aceh. Tahun 2002 mendapat tugas
belajar untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) IPB. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh
dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui jalur Bantuan Pendidikan
Pascasarjana (BPPS).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan... 3
TINJAUAN PUSTAKA Longsor... 4
Kelerengan (slope )... 5
Karakteristik Tanah ... 7
Keadaan Geologis... 10
Vegetasi/Penggunaa Lahan... 12
Curah Hujan ... 12
Aktivitas Manusia ... 13
Jenis dan Ciri Daerah Rawan Longsor... 14
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian... 15
Bahan dan Alat... 15
Jenis dan Sumber Data... 15
Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 16
Metode Analisis ... 18
Analisis Komponen Utama... 21
Uji Statistika... 22
TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi... 23
Topografi ... 23
Karakteristik Tanah ... 24
Tata Guna Lahan ... 25
Iklim dan Curah Hujan... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Longsor pada Wilayah Penelitian... 32
Landform dan Karakteristik Fisik Tanah... 38
Penggunaan Lahan (landuse) dan Aktivitas Manusia ... 45
Analisis Komponen Utama (PCA)... 48
Uji Statistika... 53
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 58
IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR
UTAMA PENYEBAB TANAH LONGSOR
DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
SUBHAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
SUBHAN. Identifikasi dan Penentuan Faktor-faktor Utama Penyebab Tanah Longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan BABA BARUS.
Berdasarkan data kejadian bencana gerakan tanah di Indonesia tahun 1990 hingga 2002 Pro vinsi Jawa Barat (termasuk Provinsi Banten) paling sering mengalami bencana tanah longsor. Peta Gerakan Tanah Kabupaten Garut yang dikeluarkan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMG), memperlihatkan terdapat banyak wilayah dalam kabupaten Garut yang tergolong dalam zona kerentanan gerakan tanah tinggi, antara lain : Kecamatan Banjarwangi, Singajaya dan Peundeuy.
Penelitian ini bertujuan 1) Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik longsor di Kabupaten Garut, khususnya di 3 kecamatan, yaitu : Kecamatan Banjarwangi, Singajaya dan Peundeuy, dan 2) Membangun model hubungan berbagai faktor penyebab tanah longsor dengan keadaan longsor.
Tahap awal penelitian ini adalah melakukan studi literatur terhadap berbagai faktor penyebab tanah longsor dilanjutkan membuat daftar isian sebagai pedoman di lapangan. Identifikasi tanah longsor dilakukan secara deskriptif. Berbagai faktor yang diduga menjadi penyebab tanah longsor diidentifikasi dan dianalisis. Berdasarkan hasil analisis seluruh data selanjutnya dilakukan analisis komponen utama (PCA) serta analisis gerombol dan analisis regresi untuk membangun model faktor penyebab tanah longsor.
Berdasarkan hasil pengamatan pada 32 titik longsor yang terjadi di wilayah penelitian, terdapat 2 karakteristik longsor yang ditemui, yaitu 1) gelinciran tanah (earth flow) (30 kasus atau 94%), dan 2) penurunan muka tanah/amblesan (subsidence) (2 kasus atau 6%). Longsor yang ditemukan tertinggi terjadi pada lahan sawah sebanyak 25 titik, diikuti kebun campuran (talun) sebanyak 4 titik, pada pemukiman/infrastruktur ditemukan 2 titik dan kebun tanaman semusim sebanyak 1 titik. Analisis PCA (Principal Component Analisis) menghasilkan 5 kelompok (cluster) dengan derajat similaritas > 40 %. Selanjutnya dengan tehnik multiple regression dihasilkan persamaan berikut :
Y = 1.55 + 0.00186 v1 - 0.061 v3 + 0.038 v4 + 0.0216 v9 - 0.100 v13
di mana : Y : keadaan zona longsor, v1 : tebal tanah, v3 : keadaan erosi,
v4 : tekstur tanah v9 : slope, dan v13 : landuse (sawah).
ABSTRACT
SUBHAN. Identification and Determination of Landslide Major Factors In Garut District, West Java, Under advicy of KUKUH MURT ILAKSONO and BABA BARUS.
According to the data of mass movement disaster in Indonesia from 1990 to 2002, West Java Province (including Banten Province) frequentcy experienced landslide disaster. The map of mass movement of Garut District (Peta Gerakan Tanah Kabupaten Garut) made by Directorate of Vulcanology and Geological Disaster Mitigation (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi – DVMG), showed that there were several areas in Garut District classified in Susceptible Zones of high mass move ment such as Banjarwangi District, Singajaya and Peundeuy.
This study aims to 1) identify and analyze the characteristics of landslide in Garut District particularly in 3 municipals (Banjarwangi, Singajaya, and Peundeuy), 2) develop a model of relationsh ip between various causes of landslide and its conditions.
In the preliminary stage of the study, literatures study on various factors of landslide were conducted and it is established in check list form as the field manual. The factors of landslide were then identified and analyzed. Based on analyzed data Principal Component Analysis (PCA) was conducted as well as cluster analysis and regression analysis to develop model of the landslide.
Based on the observation, there were 32 spots of landslides occurred in the study area. There were 2 (two) characteristics of landslide found : 1) earth flow (30 cases or 94%), and 2) subsidence (2 cases or 60%). The high landslide as found in rice field area (25 spots) and followed by mixture garden/agroforestry (4 spots), 2 spots in housing area and 1 spot in the annual crops planted area. Analysis of PCA resulted 5 cluster with >40% similarity index. The multiple regression has generated an equation as followed:
Y = 1.55 + 0.00186 v1 - 0.061 v3 + 0.038 v4 + 0.0216 v9 - 0.100 v13
where; Y : conditions of landslide zones, v1: soil thickness, v3: erosion conditions,
v4: soil texture, v9: slope, and v13 : landuse (rice field).
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi dan Penentuan
Faktor-faktor Utama Penyebab Tanah Longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 24 September 2006
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2006
Hak cipta dilindungi
IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR
UTAMA PENYEBAB TANAH LONGSOR
DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
SUBHAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis : Identifikasi dan Penentuan Faktor-faktor Utama Penyebab Tanah Longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat
Nama : Subhan
NIM : A252020011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. Dr.Ir. Baba Barus, M.Sc. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Daerah Aliran Sungai
Prof.Dr.Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,M.Sc.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
hidayah -Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilakukan terkait dengan upaya identifikasi dan analisis faktor-faktor utama
penyebab tanah longsor, dalam hal ini lokasi yang dipilih adalah 3 kecamatan di
Kabupaten Garut yaitu Kecamatan Banjarwangi, Peundeuy dan Singajaya.
Pemilihan lokasi ini berkenaan dengan semakin tingginya intensitas longsor di
Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan sejak Oktober 2004 - Desember 2005.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan kepada Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. dan
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan,
dorongan dan saran hingga tesis ini dapat diselesai dengan baik. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Budi Tjahjono selaku dosen penguji
2. Balai Pengelolaan DAS Cimanuk – Citanduy dan tim Geologi Universitas
Padjajaran, Bapak Prof. Dr. H. R. Febri Hirnawan dan Dr. Dicky Muslim, M.Sc
yang telah mengizinkan penulis berpartisipasi dalam kegiatan survei potensi
bencana gerakan tanah di Kabupaten Garut.
3. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc, rekan-rekan Fordas dan Ir Diah Retno
Panuju, M.Si yang membantu analisis statistik dan analisis multivariate.
4. Aa Supriyatna dan keluarga yang menyediakan berbagai fasilitas selama
penulis melakukan penelitian di Kabupaten Garut.
5. Ibunda Hj. Fatimah Umar dan Ayahanda M. Bakri K.S (Alm) dan keluarga
besar, Kakanda : Sufriyan, Suwarni, Suhaimi, Suwarni, Sumiati, Suryani,
Sukmawati, Sulaiman, Sutami dan Sukartini, serta Adinda : Sufriyadi dan
Suhada atas segala bantuan, dorongan dan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi S2 di IPB.
6. Istri dan Anandaku tercinta : Cut Sri Haswirna, M.Si dan Muhammad Aziz
Wirhan yang senantiasa menjadi motivasi dan pelita dalam hidupku.
Akhirnya, Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Meulaboh, Aceh Barat tanggal 22 Nopember
1974 dari Ayah (alm) Muhammad Bakri K.S dan Ibu Hj. Fatimah Umar. Penulis
merupakan putra ke sepuluh dari dua belas bersaudara.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Meulaboh, Aceh Barat dan
pada tahun yang sama diterima masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan dan lulus S1 tahun 1999.
Tahun 2000 penulis diterima sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu
Kehutanan (STIK) Chik Pantee Kulu Banda Aceh. Tahun 2002 mendapat tugas
belajar untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) IPB. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh
dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui jalur Bantuan Pendidikan
Pascasarjana (BPPS).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan... 3
TINJAUAN PUSTAKA Longsor... 4
Kelerengan (slope )... 5
Karakteristik Tanah ... 7
Keadaan Geologis... 10
Vegetasi/Penggunaa Lahan... 12
Curah Hujan ... 12
Aktivitas Manusia ... 13
Jenis dan Ciri Daerah Rawan Longsor... 14
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian... 15
Bahan dan Alat... 15
Jenis dan Sumber Data... 15
Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 16
Metode Analisis ... 18
Analisis Komponen Utama... 21
Uji Statistika... 22
TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi... 23
Topografi ... 23
Karakteristik Tanah ... 24
Tata Guna Lahan ... 25
Iklim dan Curah Hujan... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Longsor pada Wilayah Penelitian... 32
Landform dan Karakteristik Fisik Tanah... 38
Penggunaan Lahan (landuse) dan Aktivitas Manusia ... 45
Analisis Komponen Utama (PCA)... 48
Uji Statistika... 53
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 58
DAFTAR PUSTAKA... 60
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Faktor-faktor Utama Penyebab Gerakan Tanah... 11
2. Variabel yang Digunakan Dalam Penelitian Tanah Longsor ... 20
3. Jenis Tanah di Kabupaten Garut... 25
4. Sebaran Kedalaman Efektif Tanah di Wilayah Studi... 25
5. Luas Penggunaan Lahan d i Kabupaten Garut... 26
6. Penggunaan Lahan di 3 Kecamatan Wilayah Studi... 27
7. Curah Hujan Bulanan di Stasiun Garut Kota ... 29
8. Curah Hujan Bulanan di Stasiun Tarogong ... 30
9. Lokasi dan Tipe Tanah Longsor di Wilayah Penelitian ... 33
10. Karakteristik Zona Longsor di Lokasi Penelitian ... 35
11. Kondisi Zona Longsor pada Lokasi Penelitian ... 36
12. Frekuensi Kejadian Longsor pada Berbagai Kemiringan Lereng 39
13. Ketebalan Tanah di Lokasi Tanah Longsor... 41
14. Kenampakan Erosi di Lokasi Tanah Longsor... 44
15. Kejadian Tanah Longsor pada Berbagai Penggunaan Lahan.... 47
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bentuk Longsor pada Lereng... 7
2. Komponen Dalam Siklus Pembentukan Batuan ... 8
3. Proses Pelapukan dan Pergerakan Tanah... 8
4. Tahapan Penelitian Analisis Faktor Tanah Longsor... 18
5. Persawahan di Desa Sukawangi Kec. Banjarwangi... 27
6. Kondisi Perbukitan yang Tidak Berhutan ... 28
7. Distribusi Hujan Bulanan... 31
8. Hasil Pengamatan Longsor di 3 Ke camatan di Kab. Garut ... 32
9. Longsor Tipe Gelinciran Tanah di Kec. Banja rwangi... 33
10. Kondisi Zona Longsor di Lokasi Penelitian... 34
11. Kejadian Longsor Sejak Tahun 2001 di Lokasi Penelitian... 38
12. Hubungan Sudut Kelerengan (slope)dan Frekuensi Longsor... 39 13. Hubungan Ketebalan Tanah dan Frekuensi Tanah Longsor... 41
14. Frekuensi Kenampakan Erosi di 3 Kecamatan di Kab. Garut... 44
15. Tipe Penggunaan Lahan (Landuse) di Lokasi Penelitian... 46 16. Jumlah Kejadian Longsor pada Berbagai Penggunaan Lahan. 47
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian ... 63
2. Daftar Pertanyaan (Tallyshet) Analsis Faktor Longsor... 64 3. Peta Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian... 68
4. Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan Lapangan... 69
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Jawa Barat bagian selatan adalah kawasan yang rawan bencana
gerakan tanah. Berdasarkan data kejadian bencana gerakan tanah tahun 1990
hingga 2002 Provinsi Jawa Barat (termasuk Provinsi Banten) paling sering
mengalami bencana, yaitu 563 kejadian, disusul Provinsi Jawa Tengah 249
kejadian dan Provinsi Jawa Timur 25 kejadian. Korban jiwa (meninggal dunia)
akibat bencana gerakan tanah di Provinsi Jawa Barat tercatat sebanyak 389 jiwa,
Jawa Tengah 217 jiwa dan Jawa Timur 70 jiwa (Surono, 2003).
Wilayah selatan Jawa Barat, terutama wilayah Kabupaten Garut yang
berada di hulu Sungai Cimanuk, dikelilingi oleh gunung -gunung berapi yang
masih aktif, kondisi topografi lahan umumnya bergelombang, berbukit, dan
bergunung, tanah hasil pelapukan tebal, ditunjang curah hujan yang tinggi secara
akumulatif menjadikan wilayah ini potensial terhadap bencana gerakan tanah
(longsor). Menurut Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS)
Cimanuk-Citanduy, sebagian besar wilayah yang sering mengalami longsor terletak pada
Sub DAS Cimanuk Hulu dan sebagian besar berada di wilayah administratif
Kabupaten Garut. Secara administratif, potensi longsor yang terjadi di Sub DAS
Cimanuk Hulu, meliputi 21 Kecamatan dan tersebar pada 121 desa/lokasi
dengan luas total mencapai 5.361 ha, sedangkan konsentrasi longsor terbesar
terjadi di Kabupaten Garut (61%) dan Kabupaten Sumedang.
Bencana alam yang melanda wilayah Kabupaten Garut akhir-akhir ini
telah menimbulkan dampak fisik, sosial, ekonomi dan psikologis yang
mengganggu tatanan kehidupan masyarakat. Longsor yang terjadi di Kabupaten
Garut dapat menjadi trauma massa bagi masyarakat dalam menjalankan aktifitas
potensial hidup di tengah ancaman bencana (living with disasters) yang seringkali muncul seca ra tiba -tiba diluar jangkauan kemampuan manusia untuk
menghindarinya (force majeur). Potensi Kabupaten Garut sebagai daerah rawan bencana akan meningkat intensitasnya ketika kualitas kondisi lingkungan
hidupnya semakin rusak akibat degradasi sumberdaya alam yang terus berlanjut.
Gerakan material longsor ini dapat berlangsung secara cepat maupun
lambat. Namun, apapun mekanisme dan jenis materialnya, gerakan material
longsor diantaranya merupakan akibat terganggunya kestabilan lereng (Surono,
2003). Berdasarkan Peta Gerakan Tanah Kabupaten Garut yang dikeluarkan
oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMG), terdapat
banyak wilayah dalam kabupaten ini yang tergolong dalam Zona Kerentanan
Gerakan Tanah Tinggi, antara lain : Kecamatan Banjarwangi, Singajaya dan
Peundeuy. Penetapan wilayah tersebut sebagai kawasan rawan bencana
longsor melalui pemetaan belum dapat menjawab pertanyaan secara lebih
spesifik yaitu faktor-faktor apa yang paling berperan terhadap gerakan
tanah/longsor, hal ini penting diketahui untuk mencegah terjadinya longsor yang
lebih besar dimasa yang akan datang.
Upaya pemetaan yang telah dilakukan dapat dijadikan sebagai dasar
untuk menentukan dan memberikan gambaran umum wilayah yang rawan
longsor. Namun untuk menjawab fenomena longsor secara lebih akurat,
diperlukan investigasi dan identifikasi secara kasus per kasus sehingga
faktor-faktor penyebab longsor di suatu wilayah dapat diketahui. Identifikasi dan
penentuan faktor utama penyebab terjadinya longsor perlu dilakukan sebagai
salah satu upaya mencari akar permasalahan dan menemukan pemecahan
terhadap semakin tingginya kejadian longsor di wilayah Kabupaten Garut.
Kejadian longsor di suatu wilayah dapat disebabkan lebih dari 1 faktor yang
tersebut, demikian pula penyebab longsor di wilayah lainnya. Dengan melakukan
investigasi secara kasus per kasus untuk mengetahui faktor penyebab longsor
maka diharapkan akan ditemukan suatu kesimpulan yang mampu memberikan
informasi secara tepat penyebab longsor di Kabupaten Garut.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik longsor yang sering terjadi
pada lahan pertanian di Kabupaten Garut, khususnya di 3 kecamatan, yaitu :
Kecamatan Banjarwang i, Singajaya dan Peundeuy.
2. Membangun model hubungan faktor-faktor penyebab tanah longsor dengan
TINJAUAN PUSTAKA
Longsor
Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah
suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan
bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah. Gaya yang
menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik
tanah, dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang lereng.
Pe rubahan gaya -gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam
maupun tindakan manusia. Perubahan kondisi alam dapat diakibatkan oleh
gempa bumi, erosi, kelembaban lere ng karena penyerapan air hujan dan
perubahan aliran permukaan. Pengaruh manusia terhadap perubahan gaya-gaya
antara lain adalah penambahan beban pada lereng dan tepi lereng, penggalian
tanah di tepi lereng dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah penduduk
yang banyak menempati tanah -tanah berlereng sangat berpengaruh terhadap
peningkatan resiko longsor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan
tanah antara lain: tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi,
keadaan vegetasi, curah hujan/hidrologi dan aktivitas manusia di wilayah
tersebut (Sutikno, 1997).
Darsoatmodjo dan Soedrajat (2002), menyebutkan bahwa terdapat
beberapa ciri/karakteristik daerah rawan akan gerakan tanah, yaitu :
a. Adanya gunung api yang menghasilkan endapan batuan volkanik yang
umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan
akan melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat
sarang, gembur dan mudah meresapkan air.
b. Adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah
dapat berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang
kompak dan bidang luncuran tersebut miring kearah lereng yang terjal.
c. Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada
daerah jalur patahan /sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan
dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan
sehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat.
d. Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan lereng
menjadi terjal, akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila daerah
tersebut disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan yang
bersifat lembek dan tebal maka mudah untuk longsor.
e. Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah Iongsor, yaitu bila di
lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok,
persawahan, kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau bila
turun hujan air permukaan tersebut meresap ke dalam tanah akan
mengakibatkan kandungan air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat
massa tanah bertambah dan tahanan geser tanah menurun serta daya ikat
tanah menurun sehingga gaya pendorong pada lereng bertambah yang dapat
mengakibatkan lereng tersebut goyah dan bergerak menjadi longsor.
Kelerengan (slope)
Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat
penting dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan
sangat terkait dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih
15o perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan
tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada
dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan
atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu lereng atau
pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lerengnya,
struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada
lereng tersebut.
Lebih jauh Karnawati (2001), menyebutkan terdapat 3 tipologi lereng yang
rentan untuk bergerak/ longsor, yaitu:
- Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau
tanah yang lebih kompak.
- Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng.
- Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.
Kemantapan suatu lereng tergantung kepada gaya penggerak dan gaya
penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya
yang berusahan untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan
adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya
penahan ini lebih besar dari pada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak
akan mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap (Das, 1993;
Notosiswojo dan Projosumarto, 1984, dalam Mustafril, 2003).
Faktor-faktor yang menyebabkan Iongsor secara umum diklasifikasikan
sebagai berikut (Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003): 1). Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan geser, yaitu : naiknya
berat unit tanah karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal
seperti bangunan, bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau
karena penggalian, dan bekerjanya beban goncangan.
2). Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan geser, yaitu : adanya
absorbsi air, kenaikan tekanan pori, beban goncangan atau beban berulang,
Pengaruh pembekuan dan pencairan, hilangnya sementasi material, proses
pelapukan, dan hilangnya kekuatan karena regangan berlebihan pada
Secara umum bentuk penampang keruntuhan lereng dibedakan atas :
(1) berbentuk rotasi lingkaran (circular rotational slips) untuk kondisi tanah homogen, (2) tidak berbentuk lingkaran (non-circular) untuk kondisi tanah tidak homogen (3) bentuk translasi (translational slip) untuk kondisi tanah yang mempunyai perbedaan kekuatan antara lapisan permukaan dengan lapisan
dasar longsoran dan pada umumnya terletak pada lapisan tanah dangkal
(shallow depth) serta longsoran yang terjadi berupa bidang datar dan sejajar dengan lereng, dan (4) bentuk kombinasi (compound slip) biasanya terjadi pada lapisan tanah dalam yang besar (greater depth) dan bentuk keruntuhan penampangnya terdiri dari lengkung dan datar (Peck dan Terzaghi, 1987;
McKyes, 1989; Craig, 1992; Bhandari, 1995, dalam Mustafril, 2003). Bentuk penampang keruntuhan tersebut tertera pada Gambar 1.
Gambar 1. Bentuk Longsor pada Lereng (Craig, 1992, dalam Mustafril, 2003) Karakteristik Tanah
Menurut Crozier (1986), pergerakan lereng (slope movement) merupakan suatu bagian dari proses pelapukan , dimana pelapukan itu sendiri merupakan
satu bagian dari empat komponen utama siklus pembentukan batuan seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 2. Pelapukan sebagai suatu konsep merujuk
rentang waktu. Lebih jauh Crozier (1986), menyebutkan bahwa pergerakan
massa tanah merupakan bagian dari erosi seperti terlihat pada Gambar 3.
Pelapukan
Sedimentasi
Pembentukan Batuan singkapan
[image:32.612.126.520.284.553.2](exposure)
Gambar 2. Komponen dalam Siklus Pembentukan Batuan (Crozier, 1986)
Gamba r 3. Proses Pelapukan dan Pergerakan Tanah (Crozier, 1986)
Dari Gambar 3 terlihat bahwa erosi merupakan bagian dari suatu proses
pelapukan/penghancuran batuan dan proses pengangkutan/pemindahan
material hasil penghancuran salah satunya melalui mekanisme pergerakan tanah
sebagai proses eksogenik. Pergerakan massa tanah (mass movement) dibedakan dari bentuk pergerakan yang dipengaruhi oleh gravitasi tanpa bantuan
air sebagai media transportasi. Dalam hal ini, air menjadi bagian dari proses
yang menyebabkan bertambahnya beban pada lereng dan melemahkan ikatan
antar partikel tanah sehingga material tanah se makin berpeluang untuk bergerak.
Bentuk erosi lainnya adalah proses aliran dimana air menjadi agent utama yang menyebabkan berpindahnya material tanah. Menurut Arsyad (2000),
berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda.
Kepekaan erosi tanah merupakan fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan
kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1)
sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas
menahan air dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur
tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan
aliran permukaan.
Selanjutnya Arsyad (2000), menyebutkan beberapa karakteristik fisik
tanah yang berkaitan dengan kerentanan erosi adalah (a) tekstur, (b) struktur,
(c) kedalaman dan (d) sifat lapisan tanah.
Tekstur. Tekstur adalah ukuran dan proporsi kelompok ukuran butir-butir primer bagian mineral tanah. Butir-butir primer tanah terbagi dalam liat (clay), debu (silt) dan pasir (sand). Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir berkerikil mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, dan jika tanah tersebut dalam, maka
erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas
infiltrasi cukup tinggi, akan teta pi jika terjadi aliran permukaan maka butir-butir
halus akan mudah terangkut. Tanah-tanah yang mengandung liat dalam jumlah
yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan
pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir liat. Hal ini
demikian ini mempunyai struktur yang mantap yaitu tidak mudah terdispersi
maka infiltrasi masih cukup besar sehingga aliran permukaan dan erosi tidak
begitu hebat.
Struktur. Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau agregat. Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur. Tanah
berstruktur kersai atau granular lebih terbuka dan lebih sarang dan akan
menyerap air lebih cepat daripada yang berstruktur dengan susunan butir-butir
primernya lebih rapat. Terdapat dua aspek struktur yang penting dalam
hubungannya dengan erosi. Pertama adalah sifat-sifat fisika -kimia liat yang
menyebabkan terjadinya flokulasi, dan kedua adalah adanya bahan pengikat
butir-butir primer sehingga terbentuk agregat yang mantap. Liat mengembang
jika basah seperti montmorillonit menyebabkan agregat tidak stabil.
Kedalaman tanah. Tanah -tanah yang dalam dan permeabel kurang peka terhadap erosi dari pada tanah yang permeabel tetapi dangkal. Kedalaman tanah
sampai lapisan kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah
dan dengan demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan.
Terkait dengan warna tanah (sebagai salah satu penciri sifat fisik tanah),
Olson (1981), berpendapat bahwa warna tanah penting untuk diperikan karena
kemampuannya memberi sejumlah gambaran mengenai a) tingkat peluruhan
bahan tanah, b) kandungan bahan organik tanah dan c) gejolak musiman air
tanah.
Keadaan Geologis
Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah
struktur geologi, sifat bawaan batuan, hilangnya perekat tanah karena proses
alami (pelarutan), dan gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya
gerakan tanah adalah kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan,
zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga
menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap (Surono, 2003).
Gempa bumi adalah getaran pada kulit bumi yang disebabkan oleh
pelepasan energi akibat aktivitas lempeng -lempeng kerak bumi ataupun kegiatan
patahan di darat atau dasar laut. Dampak dari gempa bumi dapat berupa
goncangan permukaan tanah (ground shaking), pergeseran permukaan tanah (ground faulting) dan tsunami. Goncangan permukaan tanah dapat mengakibatkan : tanah longsor/gerakan tanah dan penurunan muka tanah.
Gerakan tanah disebabkan oleh faktor penahan lateral yang hilang,
kelebihan beban, getaran, tahanan bagian bawah hilang dan tekanan lateral .
Faktor-faktor utama penyebab gerakan tanah terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Faktor-faktor Utama Penyebab Gerakan Tanah
No Faktor Penyebab Mekanisme Utama
1. Hilangnya penahan lateral a. Aktivitas erosi b. Pelapukan
c. Kemiringan bertambah akibat gerakan d. Pemotongan bagian bawah
2. Kelebihan beban tanah a. Air hujan yang meresap pada tanah b. Penimbunan bangunan
c. Adanya genangan air di lereng bagian atas
3. Getaran a. Gempa bumi
b. Getaran karena ulah manusia 4. Hilangnya tahanan bagian bawah a. Pengikisan oleh air bawah
b. Pemotongan lereng bagian bawah c. Erosi
d. Penambangan/pembuatan terowongan. 5. Tekanan lateral a. Pengisian air di pori-pori antar butir tanah
b. Pengembangan tanah Sumber: Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung, 2000 .
Lebih jauh Surono (2003), menyebutkan bahwa gerakan tanah terjadi
apabila gaya -gaya yang menahan (resisting forces) massa tanah di lereng lebih kecil daripada gaya yang mendorong atau meluncurkan tanah sepanjang lereng.
Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng dipengaruhi kedudukan
muka air tanah, sifat fisik/mekanisme tanah terutama daya ikat tanah dan sudut
pendorong tersebut dipengaruhi diantaranya oleh kandungan air, beban
bangunan, dan berat massa tanah.
Vegetasi/Penggunaan Lahan
Faktor penyebab terjadinya bencana longsor selain karena karakteristik
alam, juga akibat pemanfaatan lahan yang tidak kondusif terhadap pencegahan
tanah longsor. Bencana longsor yang terjadi di lahan pertanian penduduk berada
pada ketinggian lebih rendah (kurang dari 1000 m dpl) dan dengan kemiringan
lereng yang juga lebih landai dibandingkan dengan tanah longsor di kawasan
hutan lindung. Secara prinsip tanah longsor di lahan pertanian terjadi karena
kelembaban tanah sangat tinggi pada tanah latosol (kedalaman tanah sekitar
3 m) dengan kemiringan lereng relatif besar. Dua kondisi rentan longsor ini
diperparah dengan kenyataan bahwa pada lahan pertanian ini tidak disertai
tanaman keras (pohon) sehingga tidak ada mekanisme pengikatan agregat tanah
oleh sistem perakaran pohon (Asdak, 2003).
Vegetasi merupakan faktor yang penting dalam menjaga kemantapan
lereng. Hilangnya tumbuhan atau pohon -pohon di daerah pegunungan akan
mempengaruhi terhadap proses longsor. Akar tumbuhan berfungsi mengikat
butir-butir tanah sekaligus menjaga pori-pori tanah dibawahnya, sehingga
infiltrasi air hujan berjalan lancar (Naryanto, 2001).
Menurut Hirnawan (1997), vegetasi berpengaruh positif terhadap
ketahanan massa tanah melalui penstabilan agregat tanah, kandungan fraksi
pasir meningkat, sehingga pada musim hujan penurunan kohesi maupun sudut
geser dalam diperkecil (penurunannya berkurang).
Curah Hujan
Pada dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsoran, yaitu
hujan deras yang mencapa i 70 mm hingga 100 mm per hari (Heath dan Sarosa,
beberapa jam hingga beberapa hari yang kemudian disusul dengan hu jan deras
sesaat. Seluruh kejadian bencana alam gerakan tanah di tahun 2001 ini
umumnya terjadi setelah hujan turun selama beberapa jam hingga beberapa hari
yang kemudian disusul hujan deras sesaat (1 - 2 jam) (Karnawati, 2001).
Lebih jauh Karnawati (2001), menyatakan bahwa faktor curah hujan yang
mempengaruhi terjadinya tanah longsor mencakup terjadinya peningkatan curah
hujan yang menyebabkan tekanan air pori bertambah besar, kandungan air
dalam tanah naik dan terjadi pengembangan lempung dan mengurangi tegangan
geser, lapisan tanah jenuh air. Disamping itu, curah hujan yang tinggi
menyebabkan rembesan air masuk dalam retakan tanah serta menyebabkan
terjadinya genangan air. Di Indonesia umumnya curah hujan maksimum akan
terjadi pada bulan Oktober sampai Januari, sehingga bila dihubungkan dengan
kejadian gerakan tanah yang selalu terjadi pada musim hujan, maka sebagai
pemicu penyebab terjadinya gerakan tanah adalah adanya curah hujan yang
tinggi.
Aktivitas Manusia
Manusia dalam aktivitasnya dapat mempercepat terjadinya tanah longsor.
Longsor yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia semakin lama semakin
bertambah akibat bertambahnya jumlah populasi, penambahan beban
(bangunan, timbunan tanah, kebocoran pipa air, reservoir), pemotongan lereng,
penggalian/penerowongan dan terjadinya getaran (Naryanto, 2001).
Disamping itu, pola sebaran permukiman bersifat horizontal, sehingga
banyak dijumpai pemukiman berada di daerah rawan bencana. Konsentrasi
penduduk yang tidak merata (sekitar 60% bermukim di Pulau Jawa, sisanya di
pulau lainnya), sehingga menimbulkan ketidak seimbangan lingkungan sehingga
Jenis dan Ciri Daerah Rawan Gerakan Tanah
Menurut Naryanto (2001 ), jenis tanah longsor berdasarkan kecepatan
gerakannya dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis, yaitu:
a. Aliran; longsoran bergerak serentak/mendadak dengan kecepatan tinggi. b. Longsoran; material longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran
berbentuk tapal kuda.
c. Runtuhan; umumnya material longsoran baik berupa batu maupun tanah bergerak cepat sampai sangat cepat pada suatu tebing.
d. Majemuk; longsoran yang berkembang dari runtuhan atau longsoran dan berkembang lebih lanjut menjadi aliran.
e. Amblesan, terjadi pada penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pengikisan tanah serta pada daerah yang dilakukan
proses pemadatan tanah. Proses pengikisan tanah ini biasanya disebabkan
oleh adanya aliran air di bawah permukaan tanah yang menyebabkan tanah
di lapisan bawah tergerus oleh aliran air. Keadaan ini menyebabkan lapisan
bawah tanah menjadi kosong sehingga jika beban di permukaan tanah
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah
longsor merupakan suatu studi kasus terhadap berbagai kasus longsor yang
terjadi di Kabupaten Garut terutama di 3 kecamatan yaitu Kecamatan
Banjarwangi, Kecamatan Singajaya dan Kecamatan Peundeuy. Peta lokasi
penelitian terdapat pada Lampiran 1.
Penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah
longsor dilaksanakan pada Bulan Oktober 2004 – Desember 2005.
Bahan dan Alat
Bahan dan peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian
identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah longsor, terdiri
dari:
- Tallyshet (daftar isian) yang digunakan sebagai pedoman dalam
menentukan jenis data yang dikumpulkan untuk menjawab analisis
faktor-faktor utama penyebab terjadinya longsor.
- Laporan Identifikasi Potensi Bencana dan Sumber Air oleh Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Cimanuk-Citanduy Tahun
2003.
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
seperangkat Personal Computer, Scanner, dan Software Statistica 6.0. Jenis dan Sumber Data
Untuk menjawab tujuan penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor
utama penyebab tanah longsor digunakan data primer dan sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan pengamatan
yang telah disiapkan. Data sekunder merupakan berbagai data pendukung yang
diperoleh dari berbagai sumber, antara lain : Balai Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (BP DAS) Cimanuk-Citanduy, Pemerintah Daerah Kabupaten Garut,
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Singajaya dan berbagai referensi
penunjang lainnya.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan peta kerawanan
longsor untuk Kabupaten Garut yang dikeluarkan oleh Direktorat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Tahun 1998 dan Laporan Inventarisasi
Potensi Bencana dan Sumber Air oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BP DAS) Cimanuk-Citanduy Tahun 2003 . Laporan ini menyebutkan 3
kecamatan di Kabupaten Garut ini termasuk wilayah kecamatan dengan tingkat
kerawanan longsor tinggi.
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan dan pengumpulan data lapangan dilakukan setelah
faktor-faktor penyebab terjadinya tanah longsor dapat teridentifikasi. Proses identifikasi
dan pemilihan parameter yang akan diamati berdasarkan atas kondisi wilayah
penelitian dan hasil kajian pustaka. Dalam hal ini pertimbangan teoritis (hasil
studi pustaka) dan faktor kondisi fisik wilayah penelitian menjadi acuan dalam
menetapkan berbagai faktor penyebab tanah longsor. Kondisi wilayah yang
menjadi pertimbangan untuk menetapkan suatu parameter antara lain :
1. Keadaan longsor (landslide), yaitu : tipe longsor, kondisi zona (wilayah) di sekitar lokasi/titik longsor, keadaan pergerakan longsor (aktif/pasif) dan
volume timbunan material longsor. Selanjutnya parameter ini menjadi
independent factor (Y) untuk diidentifikasi dan membangun model hubungan faktor-faktor penyebab tanah longsor.
3. Karakteristik fisik tanah, yaitu : ketebalan tanah (solum), warna tanah,
intensitas/tingkat erosi yang terjadi pada lokasi longsor, tekstur tanah, dan
klasifikasi tanah berdasarkan SCS (Soil Conservation Service). 4. Kelerengan, yaitu : panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S).
5. Bentang lahan (landform), yaitu : kejadian longsor terakhir, material longsor, bentang lahan (perbukitan), bentuk lembah sungai.
6. Penggunaan lahan (landuse), yaitu : kebun campuran, tanaman semusim (kebun sayuran) dan sawah.
7. Usaha konservasi, yaitu upaya yang dilakukan dalam rangka mencegah
terjadinya bahaya longsor : pembuatan teras, bronjong penahan tebing dan
pembuatan saluran pengairan.
Data yang diperlukan dalam penelitian identifikasi dan penentuan
faktor-faktor utama penyebab tanah longsor dalam tallyshet terdapat pada Lampiran 2. Pemilihan berbagai variabel tersebut di atas merupakan upaya untuk
mencari korelasi/keterkaitan terhadap longsor di lokasi penelitian. Pada tahap
awal, seluruh faktor tersebut diasumsikan memiliki kontribusi sama terhadap
kejadian longsor (tipe longsor, keadaan zona longsor dan volume longsor).
Secara garis besar tahapan penelitian identifikasi dan penentuan
faktor-faktor utama penyebab tanah longsor terdapat pada Gambar 4. Daftar isian
(tallyshet) yang digunakan sebagai pedoman untuk pengamatan lapangan disusun berdasarkan hasil studi literatur dan identifikasi faktor-faktor utama
penyebab tanah longsor. Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap
data hasil pengamatan dalam penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor
Gambar 4. Tahapan Penelitian Analisis Faktor Tanah Longsor
Metode Analisis
Secara empiris, untuk menjawab tujuan penelitian dilakukan
2 pendekatan, yaitu 1) untuk mengidentifikasi karakteristik longsor yang terjadi di
lokasi kajian dilakukan melalui analisis deskriptif, dan 2) penentuan/analisis faktor
utama penyebab tanah longsor dilakukan dengan metode Analisis Komponen
Utama (Principal Componen Analysis-PCA) dilanjutkan dengan analisis regresi untuk menguji keberartian model yang dibangun.
Studi Literatur
Identifikasi Faktor Penyebab Longsor
Karakteristik
Fisik Tanah Vegetasi Kelerengan Landform Landuse
Usaha Konservasi
Pengamatan lapangan Tallyshet
Analisis Data: PCA (Principal Component Analysis)
& Cluster Analysis
Analisis Regresi dan Korelasi
Nyata
Ya Tidak
Untuk menjawab tujuan pertama, maka dilakukan analisis secara
deskriptif. Identifikasi karakteristik tanah longsor di Kabupaten Garut, terutama
Kecamatan Banjarwangi, Singajaya dan Peundeuy diawali dengan
menginventarisasi jenis longsor yang terjadi dengan memperhatikan berbagai
kondisi lingkungan yang terdapat di sekitar lokasi kejadian (zona longsor).
Berbagai faktor yang diduga menjadi penyebab tanah longsor diidentifikasi dan
dianalisis. Selain dari hasil investigasi tersebut, wawancara dengan penduduk
setempat dilakukan untuk mendapatkan informasi guna mendeskriptifkan tipologi
tanah longsor yang terjadi di wilayah kajian.
Tujuan kedua adalah menentukan faktor-faktor utama penyebab tanah
longsor. Analisis dilakukan terhadap seluruh set data hasil pengamatan dan
pengumpulan data lapangan. Secara keseluruhan data yang terkumpul dapat
dikatagorikan dalam 2 (dua) bentuk data, yaitu data kuantitatif dan kualitatif.
Selanjutnya keseluruhan data yang berkatagori kualitatif diberi skor seperti yang
terdapat pada Tabel 2. Dari keseluruhan data yang telah terkumpul selanjutnya
ditentukan faktor yang paling berpengaruh dan menghilangkan faktor yang saling
berkorelasi menggunakan metode analisis komponen utama (PCA).
Pemilihan variabel yang diamati didasarkan pada kondisi lokasi penelitian
yang sering mengalami kejadian tanah longsor. Penentuan nilai (skor) tiap
variabel yang digunakan dalam identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama
penyebab tanah longsor menunjukkan jumlah suatu variabel ditemukan dalam
kejadian longsor. Nilai masing-masing variabel penjelas ditentukan kemudian
setelah seluruh data rekapitulasi hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan
diolah. Artinya semakin besar nilai (skor) yang diberikan pada variabel tertentu
semakin sering ditemukan variabel tersebut dalam kejadian longsor.
Variabel yang langsung diukur, antara lain volume longsor, tebal tanah,
pengukuran dimasukkan langsung (tanpa perlu pengkelasa n) dalam rekapitulasi
hasil pengukuran. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sebaran data secara apa
adanya dan faktor-faktor tersebut dapat memberikan gambaran kondisi
lingkungan dimana tanah longsor tersebut ditemukan.
Tabel 2. Variabel yang Digunakan dalam Penelitian Tanah Longsor
Variabel Variabel Penjelas Skor Kate gori
Respon (Y) :
y1 Tipe longsor 1
2
penurunan muka tanah gelinciran tanah y2 Kondisi zona longsor 1
2 3 stabil potensial rawan Keadaan Longsor
y3 Volume longsor pengukuran lapangan
Prediktor (X)
v1 Ketebalan tanah pengukuran lapangan
v2 Warna tanah 1
2 3
coklat
coklat kemerahan coklat kekuningan
v3 Erosi 1
2 3
tidak intensif rendah Intensif Karakteristik Fisik Tanah (X1)
v4 Tekstur tanah 1
2
liat berat lempung liat
v5 Jenis tanaman 1
2 3
belukar
kebun campuran semusim
v6 Kerapatan 1
2
jarang terbuka Keadaan vegetasi (X2)
v7 Diameter batang pengukuran lapangan
v8 Panjang pengukuran lapangan
Lereng (X3)
v9 Slope pengukuran lapangan
v10 Kejadian longsor 1
2
belum pernah pernah v11 Kondisi perbukitan 1
2 3
landai agak curam curam
Landform (X4)
v12 Bentuk lembah sungai 1
2 V U
v13 Sawah 1
2 3
tidak produktif bera
intensif
v14 Kebun campuran 1
2
dominan tan. keras campuran
Landuse (X5)
v15 Infrastruktur 1
2
pemukiman jalan Usaha Konservasi (X6) v16 Usaha konservasi 1
Analisis Komponen Utama
Analisis komponen utama (Principal Component Analysis) merupakan salah satu teknik analisis multivariabel yang dilakukan untuk tujuan ortogonalisasi
dan penyederhanaan variabel. Analisis komponen utama merupakan teknik
statistik yang mentransformasikan secara linier satu set variabel kedalam
variabel baru dengan ukuran yang lebih kecil namun representatif dan tidak
saling berkorelasi. Dengan analisis PCA kita dapat mereduksi variabel yang
dalam hal ini adalah faktor-faktor penyebab tanah longsor dari 16 variabel
menjadi 5 komponen (faktor) utama yang saling orthogonal. Untuk
mempermudah dalam menginterpretasi hasil analisis faktor (memberi penamaan
terhadap faktor) dilakukan rotasi dengan metode rotasi varimax. Melalui analisis faktor akan diperoleh factor loading dan factor score. Jumlah faktor tersebut dibatasi pada akar ciri (eigenvalue) = 1.
Factor loading dimaksudkan untuk mengetahui dimensi pola hubungan antar kategori dalam suatu peubah. Oleh karena itu, factor loading terdiri dari kumpulan kategori-kategori dari peubah -peubah yang diamati. Selanjutnya hasil
factor loading ini digunakan untuk mendukung interpretasi hasil analisis korelasi (correlation analysis) dan analisis cluster (cluster analysis) terhadap factor score. Cluster analysis adalah teknik klasifikasi/identifikasi yang merupakan suatu proses pengelompokan observasi ke dalam kelompok yang benar dalam
satu set kategori yang disusun. Dalam prosesnya, elemen/observasi yang
Cluster Analysis dikondisikan oleh 3 elemen penting : Konteks masalah, pengetahuan analis terhadap konteks, dan tujuan penelitian .
Untuk lebih mempermudah pengelompokan variabel tersebut, dilakukan
analisis dengan metode hierarki. Metode ini dilakukan dengan mengklasifikasikan
dari jumlah kelompok yang besar, kemudian proses penggabungan sehingga
menjadi sejumlah kecil kelompok disebut juga dengan Nested atau hierarchical classification dilakukan dengan metode tetangga terdekat (nearest neighbor method), atau sering disebut sebagai single linkage method, dimana jarak antar kelompok didasarkan pada jarak terdekat dari anggota kelompok.
Uji Statistik
Setelah melalukan analisis komponen utama, tahap selanjutnya
melakukan validasi terhadap set variabel terpilih, dalam hal ini dilakukan analisis
regresi berganda (multiple regression). Analisis ini digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai dari parameter-parameter (variabel penjelas).
Syarat analisis regresi berganda adalah tidak terdapat multikolinearitas antar variabel.
Dalam regresi berganda, dianggap mempunyai peubah tak bebas Y yang
tergantung pada sejumlah peubah bebas x1, x2, ..., xp. Model persamaan regresi
ganda yang umum digunakan untuk menggambarkan respon variabel Y oleh
pengaruh perubahan beberapa variabel bebas x : Y = a0+ a1x1 + a2x2 + ...anxn
dimana :
Y = variabel tidak bebas/respon (longsor)
x1...n = variabel bebas
a0...n = koefisien regresi
Lebih lanjut uraian uji statistik ini akan dibahas lebih rinci pada bab hasil dan
TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Lokasi
Wilayah studi Kabupaten Garut terletak di bagian selatan Provinsi Jawa
Barat. Daerah ini meliputi areal seluas kira-kira 150.000 hektar, terbentang
antara 6°55’ - 7°25’ LS dan 107°42’ - 108° 11’ BT, dengan batas-batas :
- Bagian selatan daerah ini dibatasi oleh punggung perbukitan yang
menghubungkan puncak Gunung Cikurai, Mandalawangi, dan Papandayan;
- Bagian timurnya dibatasi oleh punggung perbukitan yang menghubungkan
puncak-puncak Gunung Cikurai, Kracak, Telagabodas dan Cakrabuana;
- Bagian barat dibatasi oleh perbukitan yang menghubungkan puncak-puncak
Gunung Papandayan, Kendang, Guntur, Haruman dan Calancang;
- Bagian utara dibatasi oleh punggung perbukitan di wilayah Kecamatan
Cadasngampar, Kabupaten Sumedang.
Secara administratif sub DAS Cimanuk Hulu ini meliputi 3 wilayah
kabupaten, yaitu: wilayah Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, dan
Kabupaten Bandung. Bagian terluas terdapat di Kabupaten Garut, mencakup 21
kecamatan atau 292 desa. Sebagian lainnya merupakan bagian dari Kabupaten
Sumedang, tercakup dalam 5 kecamatan atau 54 desa. Sedangkan sisanya
merupakan bagian dan Kabupaten Bandung, yaitu bagian dari Kecamatan
Cicalengka.
Topografi
Ibuko ta Kabupaten Garut berada pada ketinggian 717 mdpl dikelilingi oleh
Gunung Karacak (1838 m), Gunung Cikuray (2821 m), Gunung Papandayan
(2622 m), dan Gunung Guntur (2249 m).
Karakteristik topografi Kabupaten Garut sebelah Utara terdiri dari dataran
permukaannya memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan di beberapa tempat
kondisinya cukup labil. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang
bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar dengan permukaan
laut hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang berada pada di
daratan rendah dengan ketinggian kurang dari 100 mdpl terdapat di Kecamatan
Cibalong dan Pameungpeuk. Wilayah yang terletak pada ketinggian 100 -500
mdpl terdapat di Kecamatan Cisompet, Cikelet, Pakenjeng, Pamulihan dan
Bungbulang. Sedangkan wilayah yang berada pada ketinggian lebih dari 500
mdpl terdapat di Kecamatan Cikajang, sebagian Pakenjeng -Pamulihan,
Cisurupan dan Cisewu.
Berdasarkan arah alirannya, sungai-sungai di wilayah Kabupaten Garut
dibagi menjadi dua daerah aliran sungai (DAS) yaitu daerah aliran utara yang
bermuara di Laut Jawa dan daerah aliran selatan yang bermuara di Samudera
Hindia. Daerah aliran selatan pada umumnya relatif pendek, semp it dan
berlembah -lembah dibandingkan dengan daerah aliran utara. Daerah aliran utara
merupakan DAS Cimanuk Bagian Utara, sedangkan daerah aliran selatan
merupakan DAS Cikaengan dan Sungai Cilaki. Wilayah Kabupaten Garut
terdapat 33 buah sungai dan 101 anak sungai dengan panjang sungai
seluruhnya 1.397,34 Km; dimana sepanjang 92 Km diantaranya merupakan
panjang aliran Sungai Cimanuk dengan 58 buah anak sungai.
Karakteristik Tanah
Berdasarkan data Badan Perencanaan Kabupaten (BAPEKA) Garut
tahun 2001, terdapat beberapa jenis tanah di Kabupaten Garut yang tersebar
mulai dari wilayah sepanjang pantai timur, bagian selatan hingga bagian tengah
dan pegunungan seperti yang terlihat pada Tabel 3. Kedalam tanah
di wilayah studi memiliki variasi antara kurang dari 30 cm sampai lebih dari 90 cm
Tabel 3. Jenis Tanah di Kabupaten Garut
No. Jenis tanah Luas (ha)
Persentase
(%) Sebaran
1 Alluvial 17.816 5,94 S. Cimanuk dan pantai bagian timur
2 Asosiasi podsolik 130.128 42,45 Wilayah bagian selatan
3 Asosiasi andosol 97.707 31,88 Wilayah bagian utara dan sebelah timur S. Cimanuk
4 Asosiasi latosol 33.781 11,02 Wilayah bagian tengah sebelah barat S. Cimanuk
5 Asosiasi mediteran 5.031 1,64 Sebelah barat daerah muara S. Cikaengan
6 Asosiasi regosol 21.656 7,07 Wilayah bagian tengah dan pegunungan
Jumlah 306.519 100,00
Sumber: BAPEKA Garut (2001)
Tabel 4. Sebaran Kedalaman Efektif Tanah di Wilayah Studi
No. Kedalaman efektif (cm) Luas (ha) (%)
1 < 30 15.839 5,16
2 30 – 60 88.327 28,82
3 60 – 90 95.356 31,11
4 > 90 106.997 34,91
Jumlah 306.519 100,00
Sumber: BAPEKA Garut (2001)
Tata Guna Lahan
Data Penggunaan lahan tahun 2000 di Kabupaten Garut menunjukkan
bahwa kawasan hutan merupakan bentuk penggunaan lahan yang terluas, yaitu
meliputi luasan 83.188 ha atau 27,1 % dari luas total wilayah. Penggunaan
lahan lain yang relatif luas adalah kebun campuran (22,2 %), sawah (15,8 %)
dan tanah kering/tegalan (14,7 %).
Ditinjau dari penyebaran penggunaan lahan, kawasan hutan tersebar di
bagian atas perbukitan dan pegunungan. Sedangkan daerah persawahan, kebun
Tabel 5 memperlihatkan data penggunaan lahan di Kabupaten Garut dari tahun
[image:50.612.127.510.150.386.2]1995 sampai dengan tahun 2000.
Tabel 5. Luas Pengggunaan Lahan di Kabupaten Garut tahun 1996 – 2000 (ha)
No. Penggunaan Lahan 1995 1996 1997 1998 1999 2000
1 Sawah tadah hujan (1x tanam)
10.353 10.304 10.281 10.281 11.391 11.325
2 Sawah irigasi (2x tanam) 38.701 38.698 38.700 38.214 37.203 37.203
3 Situ/waduk 139 139 139 249 249 176
4 Perikanan kolam 1.202 1.202 1.202 1.654 1.690 1.705
5 Perumahan/pemukiman 11.123 11.202 11.298 11.291 11.338 11.438
6 Industri 20 20 20 34 42 39
7 Tanah kering/tegalan 45.7 72 46.216 46.239 44.906 44.945 44.945
8 Kebun campur 63.212 62.867 62.995 63.074 67.978 67.978
9 Perkebunan 26.869 26.908 26.908 26.535 29.042 28.812
10 Padang rumput 6.546 7.188 7.190 7.110 6.784 6.784
11 Tanah khusus jasa 51 43
12 Hutan 98.561 83.188
13 Jalan/saluran/sungai/kawah 2.294 2.209
Jumlah 306.519 306.519 306.519 306.519 306.519 306.513
Sumber: BAPEKA Garut (2001)
Kondisi penggunaan lahan di 3 kecamatan daerah penelitian dapat dilihat
pada Tabel 6. Lahan tegalan umumnya ditanami dengan berbagai tanaman
sayuran seperti kentang dan kol, palawija seperti ketela pohon dan ketela
rambat, buah-buahan seperti pisang, mangga dan kelapa maupun tanaman
tahunan lainnya seperti albasia dan cengkeh. Peta penggunaan lahan di lokasi
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Tindakan konservasi pada lahan
tegalan terlihat sangat kurang diperhatikan, yaitu hanya berupa teras yang
sangat sederhana. Bahkan di lahan sayuran (Kecamatan Banjarwangi) tidak
terlihat adanya tindakan konservasi. Bedengan atau barisan sayuran dibuat
searah dengan lereng. Lahan sawah di wilayah ini, baik sawah tadah hujan
maupun sawah beririgasi teknis, umumnya terletak di daerah miring di sekitar
sungai. Lahan sawah dibuat bertingkat-tingkat (teras) dengan beda ketinggian
Tabel 6. Penggunaan Lahan di tiga Kecamatan Wilayah Studi
Kec. Banjarwangi Kec. Singajaya Kec. Peundey
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%)
Perkampungan 187 2 152 2 157 3
Industri - - - -
Pertambangan - - - -
Persawahan 1.687 14 1.507 22 852 15
Tegalan 1.788 14 1.574 23 1.549 27
Kebun Campuran 2.861 23 1.597 24 729 13
Perkebunan 1.599 13 105 2 - -
Semak Belukar 93 1 866 13 737 13
Hutan 4.096 33 928 14 1.628 29
Perairan Darat 37 0 - - - -
Tanah Terbuka Rusak - - - -
Lain-lain 34 0 47 1 27 1
Jumlah 12.382 100 6.769 100 5.679 100
Sumber : Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Garut Tahun 2001.
Gambar 5. Persawahan di Desa Sukawangi Kecamatan Banjarwangi
Kawasan hutan, yang umumnya berada di bagian atas perbukitan atau
pegunungan, di beberapa tempat terlihat telah berubah menjadi lahan semak
dan kebun sayuran. Pohon -pohon yang mampu memberikan perlindungan
[image:51.612.153.485.360.570.2]sengon (jeuning). Akibat dari keadaan tersebut sangat mempermudah terjadinya berbagai gangguan keseimbangan lingkungan. Perubahan kondisi lahan seperti
ini ditunjukkan pada Gambar 6. Kondisi perbukitan seperti ini terlihat hampir di
[image:52.612.151.488.169.373.2]sebagian besar lokasi studi.
Gambar 6. Kondisi Perbukitan yang Tidak Berhutan
Iklim dan Curah Hujan
Analisis kondisi hujan di Kabupaten Garut dilakukan berdasarkan data
dari 2 stasiun pengamat hujan yang berlokasi dekat dengan lokasi penelitian.
Stasiun-stasiun tersebut adalah : 1) Garut Kota, dan 2) Tarogong. Hujan di
wilayah ini dicirikan oleh hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi dalam waktu
singkat. Hasil analisis hujan pada 2 stasiun terpilih menunjukka n rata-rata hujan
tahunan di daerah studi selama periode 1991 – 2000 bervariasi dari 1.003 mm –
2.307 mm. Dari pengamatan hari hujan dan curah hujan bulanan di Stasiun
Tarogong didapatkan sebaran hujan seperti pada Tabel 7. Pemilihan data di
Statsiun Tarogong disebabkan karena lokasi stasiun ini lebih dekat dengan ke 3
lokasi penelitian, yaitu Kecamatan Banjarwangi, Singajaya dan Peundeuy.
Musim hujan di daerah studi secara umum berlangsung pada periode
sampai Januari. Musim kemarau terjadi selama periode Mei sampai Oktober
[image:53.612.131.528.152.483.2]dengan bulan terkering terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September.
Tabel 7. Curah Hujan Bulanan di Stasiun Garut Kota (1991- 2000)
Curah Hujan (mm) Bulan
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Rata2
Januari 636 298 296 458 221 201 282 319 445 445 360
Februari 136 239 147 2 321 255 217 491 262 262 233
Maret 321 351 370 409 372 223 119 483 437 437 352
April 232 253 356 303 313 124 158 288 199 199 242
Mei 47 104 234 22 192 88 115 93 270 270 143
Juni 0 85 199 0 146 23 0 128 145 145 87
Juli 0 0 13 0 22 16 0 214 12 12 29
Agustus 0 244 300 0 0 58 0 289 0 48 94
September 0 55 0 0 177 10 0 145 0 40 43
Oktober 3 210 597 28 131 275 0 166 231 231 187
November 254 277 244 301 340 356 100 183 305 305 266
Desember 205 286 358 331 170 213 221 167 460 289 240
Jumlah 1834 2402 3114 1854 2405 1842 1212 2882 2766 2683 2276
Rata-rata 153 200 259 154 200 153 101 240 230 224 191
Sumber: Dinas Pengairan Garut dalam Mustafril, 2003
Tipe iklim Kabupaten Garut berdasarkan klasifikasi Smith dan Ferguson
adalah tipe iklim C dan D. Tipe iklim C menunjukkan kondisi iklim sebagian
Kabupaten Garut tergolong agak basah dengan jumlah bulan kering (BK) 3 – 4.5
bulan dan nilai kelembaban nisbi (Q) 0.33 – 0.6. Sedangkan tipe iklim D
menunjukkan keadaan iklim sedang dengan jumlah bulan kering (BK) 4.5 – 6
dengan