• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perilaku dan Peramalan Harga Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali Kasus Pengendalian Harga Ayam pada Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian Republik Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perilaku dan Peramalan Harga Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali Kasus Pengendalian Harga Ayam pada Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian Republik Indonesia."

Copied!
251
0
0

Teks penuh

(1)

JAWA-BALI

(Kasus Pengendalian Harga Ayam Pada Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian Republik Indonesia)

OLEH

IPUR DIAN ARIYANTO A 14104570

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

IPUR DIAN ARIYANTO. Analisis Perilaku dan Peramalan Harga Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali Kasus Pengendalian Harga Ayam pada Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian Republik Indonesia. (Dibawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS).

Salah satu sumber protein hewani adalah daging ayam. Tingkat konsumsi daging ayam yang tidak seimbang bila dibandingkan dengan jumlah produksinya, dapat menyebabkan adanya fluktuasi harga yang cukup besar. Harga daging ayam sendiri akhir-akhir ini mengalami fluktuasi besar-besaran akibat adanya wabah flu burung (avian Influenza) yang menyerang unggas terutama ayam. Untuk mengurangi risiko ketidakpastian harga ayam tersebut diperlukan suatu peramalan. Peramalan berguna untuk mengantisipasi ketidakpastian pada periode mendatang, dengan memperhitungkan faktor- faktor yang mempengaruhi harga.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku harga ayam di enam kota besar Jawa-Bali dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain itu, untuk mendapatkan metode peramalan time series yang paling akurat, serta meramalkan harga ayam beberapa periode ke depan menggunakan metode tersebut.

Data yang digunakan adalah data sekunder harga bulanan ayam selama kurun waktu 58 Bulan (Januari 2002 – Oktober 2006) pada enam kota besar di Jawa-Bali yang merupakan data mea n (rata-rata) harga mingguan. Kota–kota tersebut adalah DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yoyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Data diperoleh dari Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian RI. Data sekunder yang diperoleh diolah dengan menggunakan program microsoft excel dan Minitab 13.20 dan QSB.

Model yang digunakan adalah model time series yang terdiri dari metode naïve, rata-rata sederhana, rata-rata bergerak sederhana, rata-rata bergerak ganda, pelicinan eksponensial tunggal, Holt, dekomposisi aditif, dekomposisi multiplikatif, winters, Box-Jenkins (ARIMA). Berdasarkan nilai MSE terkecil, metode terbaik yang diperoleh adalah SARIMA (0,1,0)(2,1,1)12, SARIMA (0,1,0)(2,1,0)12, SARIMA (0,1,1)(2,1,1)12, SARIMA (1,1,0)(2,1,1)12, SARIMA (1,0,0)(2,1,0)12, dan SARIMA (0,0,2)(0,1,1)12 untuk masing- masing kota DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar.

(3)

JAWA-BALI

(Kasus Pengendalian Harga Ayam pada Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian Republik Indonesia)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

IPUR DIAN ARIYANTO A 14104570

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian Republik Indonesia)

Nama : Ipur Dian Ariyanto NRP : A14104570

Menyetujui Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, PhD NIP. 132 158 758

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019

(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL ANALISIS PERILAKU DAN PERAMALAN HARGA AYAM PADA ENAM KOTA BESAR DI JAWA-BALI (Kasus Pengendalian Harga

Ayam Pada Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian

Republik Indonesia) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2007

(6)

Penulis dilahirkan di Balikpapan, Kalimantan Timur pada tanggal 18 Mei 1984. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Sudiyono, B.A dan (Alm) Ida Nuryani, B.A.

(7)

Puji dan syuk ur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Sarjana Ekstensi Manajeme n Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode peramalan terbaik dan faktor- faktor yang mempengaruhi harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap agar hasil yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2007

(8)

Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ayahanda Sudiyono dan (almh.) Ibunda Ida Nuryani yang selalu memberikan

dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa.

2. Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan membimbing penulis dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Harmini, MS selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan koreksi dan saran bagi penulis.

4. Bapak Ir. Murdianto, MS selaku dosen penguji sidang dari komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi dan saran bagi penulis.

5. Derry Andhika Wiwaha yang telah bersedia menjadi pembahas seminar. 6. Pihak Badan Ketahanan Pangan (BKP), DEPTAN-RI, khususnya Ibu Inti dan

Pak Edy yang telah memberikan bantuan data dan informasi yang dibutuhkan penulis.

7. Rekan-rekan seperjuangan di DEPTAN: Rony, Alex, Zaky dan Rika. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama selama pengumpulan dan pengolahan data. 8. Wan Aswan atas bantuannya yang selalu siap dalam mempersiapkan alat

presentasi.

9. Special to Desi Lilia Angliana, A.Md. Thank’s for all support and attention.

(9)

12.Rekan-rekan basket ekstensi: Nia, Arief, Yusuf, Derry, Adie, Rury, Nuki, Roy, Jefry, El Hanafy, dan Ian.

13.Rekan-rekan badminton ekstensi: Derry, Agripa, Hello, mas Heru, Fahmi, Ishak, Aris, Abenk.

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan hingga skripsi dapat diselesaikan.

Akhirnya semoga amal baik Bapak/Ibu dan rekan-rekan sekalian memperoleh balasan yang lebih besar dari Allah SWT.

Bogor, Mei 2007

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Ayam Pedaging ... 6

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu ... 7

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 11

3.1.1. Konsep Harga ... 11

3.1.1.1. Konsep Permintaan ... 11

3.1.1.1.1. Permintaan Individu ... 11

3.1.1.1.2. Permintaan Pasar ... 12

3.1.1.2. Konsep Penawaran ... 13

3.1.1.3. Keseimbangan Pasar ... 14

3.1.2. Peramalan ... 15

3.1.2.1.Metode Peramalan Kualitatif ... 16

3.1.2.2.Metode Peramalan Kuantitatif ... 16

3.1.2.2.1. Metode Peramalan Model Kausal ... 17

3.1.2.2.2. Metode Peramalan Model Time Series ... 18

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 23

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 27

4.4. Pengolahan dan Analisis Data ... 28

4.5. Metode Peramala n Kuantitatif ... 29

4.5.1. Metode Peramalan Time Series ... 29

4.5.1.1. Metode Naïve ... 29

4.5.1.2. Metode Rata-rata Sederhana ... 29

4.5.1.3. Metode Rata-rata Bergerak Sederhana ... 30

4.5.1.4. Metode Rata-rata Bergerak Ganda ... 30

(11)

4.5.1.6. Metode Holt ... 31

4.5.1.7. Metode Dekomposisi Aditif ... 32

4.5.1.8. Metode Dekomposisi Multiplikatif ... 32

4.5.1.9. Metode Winters ... 32

4.5.1.10. Metode Box-Jenkins (ARIMA) ... 34

4.5.2. Pemilihan Model Peramalan Time Series ... 39

4.5.3. Peramalan Harga Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali ... 40

4.6. Analisis Perilaku dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam di Indonesia ... 41

4.7. Asumsi- Asumsi ... 47

BAB V. PERAMALAN HARGA AYAM ENAM KOTA BESAR DI JAWA-BALI ... 48

5.1. Peramalan Harga Ayam di DKI Jakarta ... 48

5.1.1. Identifikasi Pola Data Harga Ayam di DKI Jakarta ... 48

5.1.2. Model Peramalan Harga Ayam di DKI Jakarta ... 49

5.1.3. Peramalan Harga Ayam di DKI Jakarta dengan Metode Peramalan Terbaik ... 52

5.2. Peramalan Harga Ayam di Bandung ... 53

5.2.1. Identifikasi Pola Data Harga Ayam di Bandung ... 53

5.2.2. Model Peramalan Harga Ayam di Bandung ... 54

5.2.3. Peramalan Harga Ayam di Bandung dengan Metode Peramalan Terbaik ... 56

5.3. Peramalan Harga Ayam di Semarang ... 57

5.3.1. Identifikasi Pola Data Harga Ayam di Semarang ... 57

5.3.2. Model Peramalan Harga Ayam di Semarang ... 58

5.3.3. Peramalan Harga Ayam di Semarang dengan Metode Peramalan Terbaik ... 61

5.4. Peramalan Harga Ayam di Yogyakarta ... 62

5.4.1. Identifikasi Pola Data Harga Ayam di Yogyakarta ... 62

5.4.2. Model Peramalan Harga Ayam di Yogyakarta ... 63

5.4.3. Peramalan Harga Ayam di Yogyakarta dengan Metode Peramalan Terbaik ... 65

5.5. Peramalan Harga Ayam di Surabaya ... 66

5.5.1. Identifikasi Pola Data Harga Ayam di Surabaya ... 66

5.5.2. Model Peramalan Harga Ayam di Surabaya ... 67

5.5.3. Peramalan Harga Ayam di Surabaya dengan Metode Peramalan Terbaik ... 70

5.6. Peramalan Harga Ayam di Denpasar ... 71

5.6.1. Identifikasi Pola Data Harga Ayam di Denpasar ... 71

5.6.2. Model Peramalan Harga Ayam di Denpasar ... 72

(12)

BAB VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA AYAM PADA ENAM

KOTA BESAR DI JAWA-BALI ... 77

6.1. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam di DKI Jakarta ... 77

6.2. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam di Bandung ... 80

6.3. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam di Semarang ... 82

6.4. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam di Yogyakarta ... 85

6.5. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam di Surabaya ... 88

6.6. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam di Denpasar ... 90

6.7. Implikasi Hasil Analisis ... 93

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

7.1. Kesimpulan ... .. 98

7.2. Saran ... .. 99

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

Tabel 1. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi pada

Beberapa Jenis Daging ... 1 Tabel 2. Populasi Ternak Unggas Indonesia Tahun 1995 – 2004

(dalam ribu ekor) ... 2 Tabel 3. Perbandingan Volume Produksi dan Tingkat Konsumsi

Daging Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali

Tahun 2002-2005 (dalam ton) ... 3 Tabel 4. Kandungan Nilai Gizi Daging Ayam ... 7 Tabel 5. Pola ACF dan PACF beserta model ARIMA ... 38 Tabel 6. Nilai MSE Hasil Penerapan Model Time Series untuk

Harga Ayam di DKI Jakarta ... 50 Tabel 7. Nilai MSE Hasil Penerapan Model Time Series untuk

Harga Ayam di Bandung ... 55 Tabel 8. Nilai MSE Hasil Penerapan Model Time Series untuk

Harga Ayam di Semarang ... 59 Tabel 9. Nilai MSE Hasil Penerapan Model Time Series untuk

Harga Ayam di Yogyakarta ... 64 Tabel 10. Nilai MSE Hasil Penerapan Model Time Series untuk

Harga Ayam di Surabaya ... 69 Tabel 11. Nilai MSE Hasil Penerapan Model Time Series untuk

Harga Ayam di Denpasar ... 73 Tabel 12. Hasil Ringkas Uji Variabel Model Penduga (a =5%) ... 93 Tabel 13. Kecenderungan Harga pada Enam Kota Besar di

Jawa-Bali ... 95 Tabel 14. Hasil Peramalan Harga Ayam Menggunakan Metode

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

Gambar 1. Kurva Permintaan Pasar ... 12

Gambar 2. Kurva Penawaran ... 14

Gambar 3. Kurva Keseimbangan Pasar ... 15

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Peramalan Harga Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali ... 26

Gambar 5. Plot Data Harga Ayam di DKI Jakarta ... 48

Gambar 6. Hasil Peramala n Harga Ayam di DKI Jakarta ... 52

Gambar 7. Plot Data Harga Ayam di Bandung ... 53

Gambar 8. Hasil Peramalan Harga Ayam di Bandung ... 57

Gambar 9. Plot Data Harga Ayam di Semarang ... 58

Gambar 10. Hasil Peramalan Harga Ayam di Semarang ... 61

Gambar 11. Plot Data Harga Ayam di Yogyakarta ... 63

Gambar 12. Hasil Peramalan Harga Ayam di Yogyakarta ... 66

Gambar 13. Plot Data Harga Ayam di Surabaya ... 67

Gambar 14. Hasil Peramalan Harga Ayam di Surabaya ... 71

Gambar 15. Plot Data Harga Ayam di Denpasar ... 72

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

Lampiran 1. Plot Autokorelasi Data Harga Ayam pada

Enam Kota Besar di Jawa-Bali ... 102

Lampiran 2. Hasil Output Model Peramalan Terbaik DKI Jakarta ... 105

Lampiran 3. Hasil Output Model Peramalan Terbaik Bandung ... 106

Lampiran 4. Hasil Output Model Peramalan Terbaik Semarang ... 107

Lampiran 5. Hasil Output Model Peramalan Terbaik Yogyakarta ... 108

Lampiran 6. Hasil Output Model Peramalan Terbaik Surabaya ... 109

Lampiran 7. Hasil Output Model Peramalan Terbaik Denpasar ... 110

Lampiran 8. Hasil Output Regresi DKI Jakarta ... 111

Lampiran 9. Hasil Output Regresi Bandung ... 112

Lampiran 10. Hasil Output Regresi Semarang ... 113

Lampiran 11. Hasil Output Regresi Yogyakarta ... 114

Lampiran 12. Hasil Output Regresi Surabaya ... 115

(16)

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai potensi untuk dikembangkan. Pembangunan Indonesia saat ini yang berbasis pada pertanian, telah menyiratkan bahwa pemerintah sadar akan berbagai potensi yang dimiliki. Salah satu sub sektor pendukung pada bidang pertanian adalah sub sektor peternakan sebagai bagian integral dari pembangunan pertanian yang masih diharapkan peranannya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sub sektor peternakan mengalami pertumbuhan 1,30 persen per tahunnya sejak tahun 2003 dan merupakan penyumbang PDB terbesar pada sektor pertanian setelah sub sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan1.

Sub sektor peternakan memiliki peranan yang cukup besar dalam pemenuhan gizi masyarakat terutama protein hewani. Kandungan protein hewani terbesar berasal dari daging ayam bila dibandingkan dengan jenis daging lain. Selain itu, daging ayam juga memiliki kadar air cukup tinggi serta kandungan lemak dan kolesterol yang rendah. Perbandingan komponen nutrisi berbagai jenis ternak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi pada Beberapa Jenis Daging2

Jenis Daging Protein (%) Air (%) Lemak (%) Kolesterol (mg)

Ayam 23,40 70,70 1,90 60

Sapi 21,50 69,50 7,50 70

Kambing 19,50 71,50 7,50 -

Babi 16,3 69,51 9,50 70

Keterangan : (-) data tidak tersedia

1

Nizwar Syafa’at, Sudi Mardianto, dan Pantjar Simatupang. 2003. Kinerja Pertumbuhan PDB Pertanian 2003: Berada Pada Fase Percepatan Pertumbuhan.

(17)

Penyediaan pasokan daging ayam di Indonesia dapat dikatakan cukup baik bila dibandingkan dengan pasokan daging jenis unggas yang lain.Menurut Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan populasi ternak ayam pedaging selama kurun waktu 10 tahun (1995 – 2004) mengalami peningkatan yang cukup tinggi, walaupun sempat mengalami penurunan drastis pada tahun 1998 dan tahun 1999 sebagai imbas dari krisis moneter yang melanda Indonesia. Namun, pada periode tahun 2000 sampai tahun 2004, populasi ayam pedaging terus mengalami peningkatan. Perbandingan populasi berbagai jenis unggas di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Ternak Unggas Indonesia Tahun 1995 – 2004 (dalam ribu ekor)

Tahun Ayam Buras Ayam Petelur Ayam Padaging Itik

1995 250,080 65,897 689,467 29,616

1996 260,713 78,706 755,956 29,959

1997 260,835 70,623 641,374 30,320

1998 253,133 38,861 354,004 25,950

1999 252,653 45,531 324,347 27,552

2000 259,257 69,366 530,874 29,035

2001 267,042 70,210 621,734 32,003

2002 275,292 78,039 865,075 46,001

2003 277,356 79,205 847,743 33,863

2004 271,847 80,633 895,155 35,528

Sumber : - Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan (2003). - Badan Pusat Statistik (2004).

Populasi ayam pedaging yang terus meningkat dapat menggambarkan jumlah produksi atau jumlah daging ayam yang dipasarkan produsen. Namun di sisi lain tingkat konsumsi daging ayam per kapita di Indonesia hanya mencapai 3,9 kg per tahun dan jumlahnya masih jauh di bawah Malaysia sebesar 28 kg per tahun serta Singapura sebesar 37 kg per tahun3.

3

(18)

1.2. Perumusan Masalah

Tingkat konsumsi daging ayam yang tidak seimbang dibandingkan dengan jumlah produksinya (Tabel 3), dapat menyebabkan adanya fluktuasi harga yang cukup besar. Fluktuasi harga yang cukup besar ini terjadi akibat adanya penawaran produsen yang diwakili oleh jumlah produksi daging ayam bertemu dengan permintaan konsumen yang diwakili oleh tingkat konsumsi masyarakat. Pertemuan penawaran dan permintaan ini terjadi di pasar terbuka yang nantinya akan menghasilkan harga keseimbangan atau harga kesepakatan antara produsen dan konsumen.

Tabel 3. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Daging Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali Tahun 2002-2006 (dalam ton)

Tahun DKI

Jakarta Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar 2002 S 72.864 216.632 81.676 20.994 101.520 2.670

C 146.027 247.761 176.658 18.347 - -

2003 S 78.770 242.990 66.947 19.115 142.336 21.377

C 157.446 271.249 108.103 24.758 - 84

2004 S 88.089 263.397 63.592 18.561 162.781 24.623

C 159.670 284.498 109.400 25.006 - 91

2005 S 67.054 259.749 61.683 14.997 128.342 20.530

C 180.038 227.093 200.909 22.194 - 113.223

2006* S 72.000 364.147 61.735 15.147 170.188 23.866

C 188.181 351.780 201.189 22.416 - 140.623

Sumber : DIRJEN Peternakan (2002-2006). Keterangan : (*) Data Sementara

(-) Data Tid ak Tersedia (S) Volume Produksi (C) Tingkat Konsumsi

Harga daging ayam sendiri akhir-akhir ini mengalami fluktuasi besar-besaran akibat adanya wabah flu burung (avian Influenza) yang menyerang unggas terutama ayam. Virus yang mulai menyerang beberapa daerah di Indonesia pada Oktober 20034) dan saat telah positif dapat menular ke manusia melalui kontak langsung dengan unggas, menyebabkan kepercayaan konsumen untuk

(19)

mengkonsumsi daging ayam menjadi menurun dan berimbas pula pada harga jual daging ayam. Dari data yang diperoleh dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DEPPERINDAG) yang diolah oleh Badan Ketahanan Pangan DEPTAN (BKP-DEPTAN), harga daging ayam sempat mengalami penurunan hingga mencapai harga Rp. 8.850,-/kg pada tahun 2004 akibat isu flu burung yang mulai merebak pada waktu itu. Harga daging ayam juga sempat melonjak hingga mencapai Rp. 15.543,-/kg pada tahun 2005 akibat adanya hari raya Idul Fitri.

Ketidakstabilan harga ayam yang terjadi memerlukan tindakan pemerintah untuk mengendalikan fluktuasi harga yang terjadi saat ini dan pencegahan agar fluktuasi harga tersebut tidak memberikan imbas buruk bagi sub sektor peternakan di Indonesia. Sampai saat ini Badan Ketahanan Pangan (BKP) belum memiliki model peramalan yang tepat untuk memperkirakan harga ayam dan hanya mengandalkan analisis harga berdasarkan hasil proyeksi perilaku harga. Proyeksi harga yang dilakukan adalah dengan menyamakan perilaku harga pada bulan tertentu dengan bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya.

Berbagai permasalahan dan uraian diatas memunculkan beberapa pertanyaan yang nantinya akan dianalisa dan dipecahkan dalam karya tulis ini, yaitu :

1. Bagaimana pergerakan harga ayam pada enam kota di Jawa-Bali?

2. Metode peramalan time series apa yang paling akurat untuk meramalkan harga ayam?

(20)

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan harga ayam ke depan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang serta paparan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka karya tulis ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan perilaku harga ayam pada enam kota di Jawa-Bali.

2. Mendapatkan metode peramalan time series harga ayam yang paling akurat pada enam kota di Jawa-Bali.

3. Meramalkan harga ayam pada enam kota di Jawa-Bali beberapa periode ke depan menggunakan metode peramalan time series terbaik.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya harga ayam ke depan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian mengenai peramalan harga ayam ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian Republik Indonesia sebagai bahan masukan serta alternatif metode peramalan harga ayam yang terjadi di pasar.

2. Peneliti la in, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

(21)

2.1. Ayam Pedaging

Menurut Rasyaf (2003), ayam pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur di bawah delapan minggu ketika dijual dengan bobot tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Ayam yang memenuhi kriteria pertumbuhan cepat serta hasil utama berupa daging dengan baik adalah ayam

broiler.

Ayam broiler saat ini sering diidentikkan dengan ayam ras pedaging, karena ayam jenis ini yang paling memenuhi kriteria sebagai ayam ras pedaging. Ayam kampung berusia delapan minggu masih sangat kecil, tidak lebih dari kepalan jari orang dewasa, begitu pula dengan ayam petelur. Hal itu menunjukkan bahwa pertumbuhan ayam kampung dan ayam petelur memang lambat. Mempertimbangkan hal tersebut, maka ayam broiler merupakan jenis yang tepat untuk dijadikan sebagai ayam pedaging. Istilah ayam broiler merupakan istilah asing yang menunjukkan cara memasak ayam di negara-negara barat dan hingga kini belum ada istilah ya ng tepat untuk menggantikannya (Rasyaf, 2003).

Ayam broiler sendiri di Indonesia baru dikenal menjelang tahun 1980. Di Indonesia ayam broiler dipasarkan pada bobot hidup antara 1,3 – 1,6 kg per ekor ayam dan dilakukan pada usia ayam lima sampai enam minggu karena ayam

broiler yang terlalu berat sulit dijual.

(22)

dilihat bahwa daging ayam memiliki protein sebesar 18,20 gram per 100 gram daging ayam, serta memiliki nilai kalori sebesar 404 Kkal per 100 gram daging ayam. Gizi yang cukup lengkap yang terkandung dalam daging ayam menyebabkan masyarakat lebih menyukai daging, selain itu harga daging ayam relatif lebih terjangkau bila dibandingkan dengan harga daging jenis ternak yang lainnya.

Tabel 4. Kandungan Nilai Gizi Daging Ayam

Nilai Gizi per 100 gram Jumlah

Kalori (Kkal) 404.00

Protein (gram) 18.20

Lemak (gram) 25.00

Kolesterol (mg) 60.00

Vitamin A (mcg) 243.00

Vitamin B1 (gram) 0.80

Vitamin B6 (gram) 0.16

Asam Linoleat (mg) 6.20

Kalsium (gram) 14.00

Fosfor (mg) 200.00

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1992) dalam Azmi (2004).

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu

(23)

peramalan ARIMA dianggap paling akurat karena memiliki perhitungan kesalahan (error) yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan metode peramalan yang lainnya. Model peramalan ARIMA yang didapat adalah SARIMA (1,1,1)(0,1,1)51. Kelemahan penelitian ini adalah belum meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya permintaan cabai merah pada Pasar Induk Kramat Jati.

Sukmawati (2006) meneliti tentang faktor- faktor yang mempengaruhi produksi teh hitam serta peramalan harga teh jenis BOPF, PF, dan Dust pada PTPN VIII perkebunan Goalpara. Hasil dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi teh hitam oleh Sukmawati adalah variabel produksi teh basah dan tenaga kerja pengolahan secara simultan berpengaruh nyata terhadap produksi teh hitam. Sedangkan secara parsial, faktor produksi teh basah berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, serta faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi teh hitam pada tingkat kepercayaan 95 persen. Berdasarkan hasil peramalan pada teh hitam jenis BOPF, PF dan Dust, Sukmawati mendapatkan bahwa metode peramalan time series yang paling akurat adalah model ARIMA, yaitu ARIMA (1,0,0)(1,0,0)9 untuk teh hitam jenis BOPF, ARIMA (1,0,1)(0,0,1)36 untuk teh hitam jenis PF, dan ARIMA (0,1,0)(0,0,1)24. Kelemahan penelitian ini adalah belum dilakukan implikasi hasil peramalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi harga teh pada PTPN VIII perkebunan Goalpara.

(24)

penelitian ini adalah ARIMA (1,1,2)(1,1,2)6 merupakan metode peramalan terbaik untuk meramalkan perkembangan produksi TBS. Kelemahan penelitian ini adalah belum dilakukannya analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan volume produksi TBS di kebun percobaan Betung II A.

Peramalan tentang daging ayam telah pula dilakukan oleh Azmi (2004) mengenai peramalan permintaan daging ayam di PT Sierad Produce, Tbk. Dalam penelitiannya Azmi melakukan pemilihan model peramalan kuantitatif yang paling tepat dengan menggunakan metode time series dan kausal (regresi). Pola data yang digunakan adalah data time series mingguan permintaan dan harga daging ayam yang dimiliki PT Sierad Produce, Tbk. mulai minggu pertama bulan Januari 2001 hingga minggu ke empat bulan Mei 2003. Hasil dari penelitian ini adalah metode yang terbaik untuk melakukan peramalan terhadap permintaan daging ayam pada PT. Sierad Produce, Tbk. adalah metode ARIMA (1,1,2). Kelemahan penelitian ini adalah metode kausal dan time series keduanya dibandingkan tingkat akurasi modelnya dan tidak digunakan lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan daging ayam pada PT. Sierad Produce, Tbk.

(25)

dikarenakan data permintaan komoditas cabai merah di pasar induk kramat jati merupakan data time series dan mengandung data musiman. Penggunaan model peramalan kausal sulit dilakukan karena sulit untuk mendapatkan data hitoris yang lengkap. Model ARIMA yang tepat untuk komoditas cabai merah di pasar induk kramat jati adalah ARIMA (2,1,2) untuk cabai merah besar dan ARIMA (1,1,1) untuk cabai merah keriting. Kelemahan penelitian ini adalah belum digunakannya metode peramalan kausal karena kesulitan data historis sehingga tidak dapat dilihat faktor apa saja yang berpengaruh terhadap terbentuknya harga cabai merah di Pasar Induk Kramat Jati.

(26)

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Harga

Harga yang terjadi di pasar merupakan nilai yang harus dibayarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkannya. Keinginan akan barang tertentu yang didukung oleh daya beli merupakan permintaan akan barang yang bersangkutan. Untuk dapat terpenuhinya permintaan tersebut perlu dipertemukan dengan penawaran akan barang yang sama. Pertemuan ini disebut pasar. Di pasar inilah nantinya akan terbentuk harga sebagai titik pertemuan keseimbangan permintaan dan penawaran (Djojodipuro, 1991).

3.1.1.1. Konsep Permintaan

Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu (Putong, 2003).

3.1.1.1.1. Permintaan Individu

Kuantitas/jumlah barang yang diminta oleh seorang konsumen akan sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel. Variabel-variabel ini secara langsung akan mempengaruhi preferensi individu terhadap suatu barang, serta bentuk kendala anggarannya (Nicholson, 2002). Variabel- variabel yang mempengaruhi permintaan individu dapat dilihat secara ringkas dengan menggunakan fungsi permintaan sebagai berikut:

(27)

Nicholson (2002), menjelaskan bahwa fungsi ini mengandung tiga elemen yang menentukan apa yang dapat dibeli individu, yaitu harga barang X, harga barang Y sebagai barang pengganti atau pelengkap barang X , dan pendapatan. Satu hal lagi yang harus diingat adalah pilihan juga dipengaruhi oleh preferensi atas barang tersebut.

3.1.1.1.2. Permintaan Pasar

Permintaan pasar untuk suatu barang adalah kuantitas total permintaan barang tersebut oleh seluruh pembeli potensial (Nicholson, 2002). Kuantitas suatu barang yang diminta oleh pasar sangat dipengaruhi oleh permintaan individu atas barang tersebut. Penjelasan lebih ringkas mengenai permintaan pasar ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Permintaan Pasar

Berdasarkan Gambar 1, untuk setiap harga titik pada kurva permintaan pasar diperoleh dengan menjumlahkan kuantitas yang diminta oleh setiap individu. Bentuk kurva permintaan pasar dan posisinya ditentukan oleh bentuk kurva permintaan setiap individu untuk produk yang diminta. Permintaan pasar tidak lebih merupakan efek kombinasi dari berbagai pilihan ekonomi konsumen (Nicholson, 2002).

(c) Permintaan Pasar (b) Individu 2

(a) Individu 1

D

X* X2*

X1*

Px*

Px

Px

X X2

X1

(28)

3.1.1.2. Konsep Penawaran

Menurut Putong (2003), penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu dan pada tingkat harga tertentu. Perusahaan sebagai pihak yang memproduksi/menjual suatu produk selalu memiliki tujuan untuk memaksimalkan laba. Untuk mencapai laba maksimal perusahaan bertindak sebagai transformator (pengubah) input menjadi output.

Setiap keputusan yang diambil untuk memaksimalkan laba sangat erat hubungannya dengan tingkat output yang dipilih oleh perusahaan untuk diproduksi. Perusahaan menjual suatu tingkat output, dari penjualan tersebut perusahaan menerima pendapatan. Jumlah pendapatan yang diperoleh jelas tergantung pada berapa banyak output yang terjual dan pada tingkat harga berapa output tersebut terjual. Untuk memutuskan berapa banyak output akan diproduksi, perusahaan akan memilih kuantitas produksi dengan laba yang paling besar (Nicholson, 2002).

(29)

perusahaan akan selalu diasumsikan sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi satu unit output. Berikut akan digambarkan secara ringkas mengenai konsep penawaran.

Gambar 2. Kurva Penawaran Perusahaan

Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat kombinasi harga dan kuantitas yang digunakan perusahaan untuk pencapaian laba maksimum. Pada saat harga di pasar lebih tinggi dari P*, maka perusahaan akan menjual output sebesar Q2. Hal ini

dilakukan perusahaan agar pencapaian laba semakin besar.

3.1.1.3. Keseimbangan Pasar

Harga keseimbangan merupakan harga yang terjadi ketika kuantitas barang yang diminta oleh pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan penjual (Nicholson, 2002). Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3 , perpotongan kurva permintaan dan penawaran terjadi pada titik P*,Q*. Pada titik P* adalah harga keseimbangan (equilibirium price). Pada tingkat harga ini kuantitas/jumlah barang yang ingin dibeli (Q*) secara tepat sama dengan kuantitas yang ditawarkan. Karena pembeli dan penjual merasa puas

Q2

Q1

P2

P1

Q* P*

Penawaran

(30)

pada posisi tersebut, tidak ada satu pihak pun yang memiliki dorongan untuk mengubah perilakunya. Keseimbangan ini akan cenderung bertahan kecuali jika terjadi sesuatu yang dapat mengubahnya.

Gambar 3. Kurva Keseimbangan Pasar

3.1.2. Peramalan

Peramalan merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memprediksi ketidakpastian masa depan sebagai upaya membantu para pelaku bisnis untuk mengambil keputusan yang lebih baik (Hanke, et al., 2003). Peramalan pada saat ini sangat dibutuhkan karena adanya suasana ketidakpastian dalam setiap kegiatan bisnis. Menurut Makridakis (1986) dalam Hanke, et al. (2003) manusia memiliki pengetahuan yang unik dan informasi di dalam yang tidak tersedia pada metode kuantitatif. Akan tetapi, herannya studi empiris dan percobaan laboraturium menunjukkan bahwa ramalan mereka tidak seakurat dari ramalan metode kuantitatif. Manusia cenderung menjadi optimistik dan pesimistik mengenai ketidakpastian masa depan. Selain itu, biaya peramalan dengan metode pendapat pribadi sering kali agak lebih tinggi dibandingkan dengan metode kuantitatif.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode peramalan dapat terbagi menjadi dua macam, yaitu metode peramalan kualitatif

Q* Permintaan

Penawaran

P* Harga

Harga

(31)

yang mengandalkan intuisi pribadi dan metode peramalan kuantitatif yang berpegang teguh pada data masa lalu. Berikut akan dijabarkan mengenai kedua metode peramalan tersebut.

3.1.2.1. Metode Peramalan Kualitatif

Metode Peramalan kualitatif merupakan metode peramalan yang diterapkan dengan mengandalkan intuisi dan hasil analisa pribadi. Metode peramalan ini digunakan apabila data historis maupun data empiris dari variabel yang diramal tidak cukup, tidak ada atau tidak dapat dipercaya karena kurang akurat. Peramalan ini tetap membut uhkan data kuantitatif, tetapi data kuantitatif ini hanya digunakan sebagai informasi kualitatif untuk menganalisa dan meramalkan data tersebut tanpa proses kuantitatif. Proses yang digunakan adalah mencatat kebiasaan variabel lalu meramalk annya menggunakan perasaan peneliti.

Metode peramalan ini terbagi atas metode eksploratoris dan normatif. Metode eksploratoris terdiri dari metode Delphi, kurva-S analogi dan penelitian morfologis, yang dimulai dari masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak secara heuristik dengan melihat semua kemungkinan yang ada. Sedangkan metode normatif terdiri dari matriks keputusan, pohon relevansi dan analisis sistem, dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang, kemudian melihat ke masa lalu apakah hal ini dapat tercapai berdasarkan kendala, sumberdaya dan teknologi yang tersedia (Makridakis, et al., 1999).

3.1.2.2. Metode Peramalan Kuantitatif

(32)

selanjutnya akan melalui tahap penyusunan model, evaluasi model, ektrapolasi model (peramalan aktual) dan evaluasi peramalan (Hanke, et al., 2003).

Metode peramalan kuantitatif sendiri terbagi menjadi dua, yaitu metode

time series dan metode kausal. Metode time series menggunakan data yang

memiliki deret waktu yang dikumpulkan, dicatat, atau diamati dari rangkaian tahapan waktu (Hanke, et al., 2003). Sedangkan metode kausal didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya, metode ini sering disebut pula dengan model regresi (Assauri, 1984 dalam Azmi, 2004).

3.1.2.2.1. Metode Peramalan Model Kausal

Metode kausal didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya, metode ini sering disebut pula dengan model regresi (Assauri, 1984 dalam Azmi, 2004). Variabel yang nilainya ditentukan atau tergantung pada variabel lain disebut sebagai variabel terikat (dependent variabel), sedangkan variabel yang nilainya tidak dipengaruhi oleh apapun disebut sebagai variabel bebas

(independent variabel).

Model regresi menspesifikasi hubungan antara peubah terikat

(dependent, explained variable) dengan peubah bebas (independent, explanatory

variable). Apabila peubah terikatnya hanya satu dan peubah bebasnya berjumlah

(33)

Sedangkan apabila baik peubah terikat maupun peubah bebasnya berjumlah lebih dari satu maka model tersebut disebut multivariate (multiple) regression 5.

3.1.2.2.2. Metode Peramalan Model Time Series

Metode peramalan time series menganalisa pola hubungan data variabel yang akan diramal dengan deret waktu. Menurut Hanke et al. (2003), salah satu aspek terpenting dari pemilihan metode peramalan yang sesuai dari data deret waktu adalah dengan memperhatikan jenis pola data yang berbeda. Pola data tersebut terbagi menjadi empat, yaitu :

1. Pola Horisontal

Pola data horisontal muncul ketika data observasi berefluktuasi disekitar

mean atau tingkatan yang konstan. Jenis deret ini disebut sebagai stasioner terhadap mean.

2. Pola Trend

Trend adalah komponen jangka panjang yang mewakili pertumbuhan atau penururnan pada deret waktu dari suatu periode yang diperluas. Untuk mengilustrasikan pertumbuhan atau penururnan ini maka digunakan garis trend linear.

3. Pola Musiman

Pola musiman muncul apabila observasi data dipengaruhi oleh faktor musiman. Komponen musiman adalah pola perubahan yang berulang sendiri antar periode.

(34)

4. Pola Siklik

Pola siklik muncul ketika data observasi memperlihatkan kenaikan atau penurunan pada periode yang tidak tetap. Komponen siklik adalah fluktusi gelombang data disekitar trend.

Berdasarkan dari pola data yang telah diuraikan diatas, maka metode peramalan model time series terdiri dari beberapa metode peramalan. Beberapa metode peramalan tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

A. Metode Naïve

Metode naïve digunakan untuk mengembangkan model sederhana yang mengasumsikan bahwa periode yang baru berlalu adalah prediktor terbaik masa depan (Hanke, et al., 2003). Karena peramalan naïve mengabaikan pengamatan lainnya, model peramalan ini melacak perubahan sangat cepat. Keuntungan model ini adalah fluktuasi acak dapat dilacak setepatnya sedangkan pada model- model lainnya berubah

Peramalan dengan metode naïve menguntungkan dalam hal kecepatan meramalkan data, tetapi kelemahan utama pada pendekatan ini adalah diabaikannya segala sesuatu yang terjadi sejak periode yang lalu termasuk unsur trend. Metode ini juga memerlukan kemampuan dan kelihaian dari analis.

B. Metode Rata-rata Sederhana

(35)

karena ramalan disusun berdasarkan nilai rataan dari seluruh data yang ada, setiap penyusunan ramalan periode yang baru akan menggunakan data yang semakin banyak. Tetapi, metode ini sangat cocok untuk pola data yang stasioner (berada di sekitar nilai rataan).

C. Metode Rata-Rata Bergerak Sederhana

Metode rata-rata bergerak sederhana digunakan untuk memeprbaiki kesalahan dan kekurangan pada metode rata-rata sederhana. Metode rata-rata bergerak sederhana digunakan dengan merata-ratakan nilai terkini dan nilai periode sebelumnya. Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menangani data dengan pola trend dan musiman dengan baik, walaupun metode ini lebih baik dibandingkan dengan metode rata-rata sederhana (Hanke, et al., 2003).

D. Metode Rata-Rata Begerak Ganda

Metode rata-rata bergerak ganda merupakan suatu cara peramalan data deret waktu dengan trend linear (Hanke, et al., 2003). Pada metode ini perhitungan dilakukan dengan terus menjumlahkan rata-rata bergerak hasil perhitungan periode sebelumnya dengan rata-rata bergerak periode berikutnya. Kelemahan dari metode ini adalah nilai peramalan yang dilakukan masih berada jauh dibawah garis trend, dengan kata lain nilai kesalahan pada metode ini masih relatif lebih besar.

E. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal

(36)

merevisi ramalan dalam hal pengalaman yang lebih terkini (Hanke, et al., 2003). Metode ini berbasis merata-ratakan (pemulusan) nilai lampau deret secara menurun (eksponensial), pengamatan diberi bobot dengan pengamatan terkini memiliki bobot yang lebih besar.

Pembobotan terhadap data digunakan dengan pemberian konstanta pemulusan (a ). Konstanta pemulusan (a) berperan sebagai faktor pembobotan. Nilai aktual dari a menentukan sejauh mana observasi terkini mempengaruhi nilai ramalan. Kelemahan metode ini adalah metode ini tidak mampu digunakan untuk menganalisa data yang memiliki pola data trend.

F. Metode Brown

Menurut Makridakis, et al. (1999), dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linear dari Brown adalah serupa dengan rata-rata bergerak linear. Karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda tertinggal dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend, perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada nilai pemulusan tunggal dan disesuaikan untuk trend. Kelemahan dari metode ini adalah tidak dapat meramalkan data yang memiliki data dengan pola musiman.

G. Metode Dekomposisi Aditif

(37)

Kelebihan metode ini adalah perhitungannya yang mudah (Makridakis, et al., 1999). Hanke, et al. (2003) menjelaskan bahwa metode dekomposisi aditif bekerja sangat baik untuk deret waktu yang memiliki keragaman kurang lebih sama sepanjang deret.

H. Metode Dekomposisi Multiplikatif

Makridakis, et al. (1999), menerangkan bahwa metode ini didasari asumsi bahwa data historis merupakan gabungan atau komposisi dari faktor musiman (St), komponen trend (Tt), komponen siklus (Ct) serta komponen acak (Rt).

metode dekomposisi multiplikatif memisahkan komponen-komponen dari time

series data, kajian terhadap komponen yang telah terpisah tersebut dapat dipakai

sebagai dasar untuk menyusun kebijakan (jangka panjang dan pendek). Komponen ini juga dapat diektrapolasi untuk tujuan peramalan.

I. Metode Winters

(38)

J. Metode Box-Jenkins (ARIMA)

Metode Box-Jenkins merupakan suatu peramalan yang sangat berbeda dengan kebanyakan metode karena metode ini tidak mengasumsikan pola tertentu pada data historis deret yang diramalkan. Model sangat cocok untuk residual yang kecil, berdistribusi normal, dan umumnya tidak berisi informasi berguna. Metode ini mengacu pada himpunan prosedur untuk mengidentifikasikan, mencocokkan dan memeriksa model ARIMA dengan data deret waktu. Peramalan mengikuti langsung dari bentuk model disesuaikan (Hanke, et al., 2003).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Daging ayam sebagai salah satu produk sub sektor peternakan memiliki peranan besar dalam pemenuhan gizi masyarakat terutama protein hewani. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk serta kesadaran gizi masyarakat, maka kebutuhan masyarakat akan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi akan berkembang pula. Dilihat dari sisi harga, daging ayam merupakan produk peternakan yang relatif masih dapat dijangkau oleh masyarakat. Tingkat ketersediaan daging ayam di pasaran juga dapat dikatakan selalu baik.

(39)

faktor- faktor yang mempengaruhi harga ayam juga dapat dijadikan dasar dalam menentukan kebijakan yang tepat.

Peramalan yang dilakukan akan melibatkan metode peramalan kuantitatif. Alasan digunakannya metode peramalan kuantitatif adalah agar prediksi yang dihasilkan lebih bersifat objektif dan memiliki tingkat keakuratan yang baik. Metode peramalan kuantitatif terdiri dari metode time series dan metode kausal. Metode time series sendiri terbagi menjadi metode naïve, metode rata-rata sederhana, metode rata-rata bergerak sederhana, metode rata-rata bergerak ganda, metode pelicinan eksponensial tunggal, metode Holt, metode dekomposisi aditif, metode dekomposisi multiplikatif, metode Winters dan metode Box-Jenkins (ARIMA).

Metode peramalan kausal (regresi) yang digunakan adalah model peramalan kausal (regresi) dengan variabel dummy (boneka). Metode peramalan ini akan digunakan pula untuk mengidantifikasi perilaku harga ayam di Indonesia, selain itu diperlukan pula untuk menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi harga ayam tersebut. Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah harga ayam di Indonesia sebagai dependent variabel, sedangkan yang berfungsi sebagai independent variabel adalah harga ayam periode sebelumnya, jumlah pasokan ayam, dan tingkat konsumsi ayam. Isu flu burung akan digunakan sebagai variabel dummy untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap harga ayam di Indonesia.

Hipotesis yang digunakan dalam menyusun model regresi adalah :

(40)

2. Tingkat konsumsi ayam akan berbanding lurus dengan harga ayam. Bila konsumsi ayam meningkat, maka harga ayam akan meningkat pula.

3. Dummy flu burung akan berbanding terbalik dengan harga ayam. Bila dummy

bernilai satu, maka harga ayam akan turun karena menurunnya minat konsumen untuk mengkonsumsi daging ayam.

Tahapan berikutnya adalah pemilihan metode peramalan yang dianggap paling akurat. Pemilihan metode terakurat didasarkan pada nilai kesalahan peramalan yang paling kecil dari beberapa metode peramalan yang digunakan. Semakin kecil nilai kesalahan, maka metode memiliki nilai peramalan yang paling mendekati nilai aktual agar masing- masing metode dapat semaksimal mungkin melakukan pengujian data.

(41)
[image:41.596.101.515.81.727.2]

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Peramalan Harga Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali

Data historis ha rga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali

Terjadi fluktuasi harga ayam, sehingga perlu dilakukan

kajian mendalam dan tindakan antispasi

Metode Peramalan

Metode Peramalan Time Series

1. Naïve

2. Rata-rata sederhana 3. Rata-rata bergerak

sederhana

4. Rata-rata bergerak ganda 5. Pelicinan eksponensial

tunggal

6. Holt

7. Dekomposisi aditif

8. Dekomposisi multiplikatif

9. Winters

10.Box-Jenkins (ARIMA)

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali dengan harga ayam sebagai variabel terikat dan sebagai variabel bebasnya adalah harga ayam periode sebelumnya, volume produksi, tingkat

konsumsi, serta dummy flu

burung.

Pemilihan metode peramalan

Time Series terbaik

Rekomendasi berupa :

(42)

4.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk menentukan metode terbaik yang dapat digunakan dalam meramalkan harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Metode peramalan yang digunakan adalah metode peramalan kuantitatif yang terdiri dari metode peramalan time series (deret waktu) dan metode peramalan kausal (regresi). Metode peramalan kausal digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Selain itu, penelitian ini juga akan menampilkan data hasil peramalan dengan menggunakan metode peramalan time series yang dianggap paling akurat.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Mei 2007 di Badan Ketahanan Pangan (BKP) bagian Analisis Harga Departemen Pertanian Republik Indonesia (DEPTAN) yang berlokasi di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa data-data yang diperlukan lebih mudah diperoleh serta Departemen Pertanian Republik Indonesia merupakan sumber primer yang menyediakan data sekunder mengenai data historis harga ayam di Jawa- Bali.

4.3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

(43)

lainnya diperoleh penulis melalui studi pustaka pada perpustakaan pusat Institut Pertanian Bogor (IPB), perpustakaan Pusat Analisis Kebijakan dan Survei Sosial Ekonomi (PSE), perpusatakaan Badan Pusat Statistik (BPS), dan internet.

Data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali yang dianalisis adalah data berbentuk bulanan dari bulan Januari 2002 sampai Oktober 2006 dan merupakan data rata-rata (mean) bulanan dari harga mingguan. Enam kota besar yang dimaksud adalah DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Menurut BKP pemilihan keenam kota besar ini karena kota-kota tersebut cukup dapat mewakili perilaku harga ayam yang terjadi di Indonesia.

4.4. Pengolahan dan Analisis Data

Data mengenai harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali yang didapatkan dari DEPTAN kemudian diolah dan dianalisis menggunakan perangkat lunak (software) komputer. Perangkat lunak yang digunakan adalah Microsoft Excel, Minitab versi 13.2 dan QSB (Quantitative Statistic for Bussines).

(44)

4.5. Metode Peramalan Kuantitatif

Metode peramalan kuantitatif yang akan digunakan adalah metode peramalan time series dan metode peramalan kausal. Metode peramalan time

series menganalisa pola hubungan data variabel yang akan diramal dengan deret

waktu. Metode peramalan kausal didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya.

4.5.1. Metode Peramalan Time Series

Metode Peramalan time series yang akan digunakan adalah naïve, rata-rata sederhana, rata-rata bergerak sederhana, rata-rata bergerak ganda, pelicinan eksponensial tunggal, Holt, dekomposisi aditif, dekomposisi multiplikatif, winters, Box-Jenkins (ARIMA).

4.5.1.1. Metode Naïve

Metode naïve adalah teknik peramalan berdasarkan asumsi bahwa periode saat ini merupakan prediktor terbaik dari masa mendatang. Formula yang digunakan:

t

t y

yˆ+1 =

Dimana : yˆt+1 = nilai ramalan untuk periode yang akan datang

t

y = nilai aktual periode t

4.5.2.2. Metode Rata-rata Sederhana

(45)

= + = t i t t Y t Y 1 1 1 ˆ

Dimana : yˆt+1 = nilai ramalan untuk periode t+1 t = periode aktual

= t i t Y 1

= jumlah nilai dari periode 1 sampai periode ke-t

4.5.2.3. Metode Rata-rata Bergerak Sederhana

Metode ini menggunakan mean semua data untuk meramal (Hanke, et al., 2003). Formula untuk metode ini adalah:

(

)

n Y Y Y Y

Yˆt+1 = t + t−1+ t−2 +...+ tn+1

Dimana : yˆt+1 = nilai ramalan untuk periode t+1 t = periode aktual

n = jumlah periode yang akan dirata-ratakan (ordo)

4.5.2.4. Metode Rata-rata Bergerak Ganda

Teknik ini baik untuk data yang mengandung unsur trend (Firdaus, 2006). Formula untuk teknik ini adalah:

(

)

(

)

(

'

)

' 1 3 2 1 ' 1 3 2 1 1 1 2 2 ... ... ˆ t t t t t t n t t t t t t n t t t t t t t M M n b M M a n M M M M M M n Y Y Y Y Y Y M − − = − = + + + + + = + + + + + = = − − − − − + − − − − +

Model yang akan didapat adalah: Yˆt+p =at +bt.p

Dimana : yˆt+1 = nilai ramalan untuk periode t+1

t

y = nilai aktual periode t t = periode aktual

(46)

4.5.2.5. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal

Teknik ini dapat merevisi secara kontinu hasil peramalan dengan informasi terbaru. Metode ini berdasarkan pemulusan yang menurun secara eksponensial (Firdaus, 2006). Metode ini menyediakan rata-rata bergerak tertimbang secara eksponensial semua nilai pengamatan yang lalu (Hanke, et al., 2003). Formula dari metode ini adalah:

( ) (

)

( ) (

)

(

)

t b a Y S S b S S a S S S S Y S t t t t t t t t t t t t t t t . ˆ 1 2 1 1 " " " 1 " 1 + = − − = − = − + = − + = − − α α α α α α

Dimana : St = pelicinan tahap 1

"

t

S = pelicinan tahap 2 Yt = nilai aktual perriode t

a = konstanta pemulusan (0<a <1) at = nilai intersep

bt = nilai slope t

yˆ = nilai peramalan periode t t = periode waktu

4.5.2.6. Metode Holt

Metode pelicinan eksponensial Holt menjelaskan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponensial. Tujuan dari pelicinan kedua adalah untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner dengan model trend yang linear (Makridakis, et al., 1999) . Formulasi untuk metode ini adalah:

(

)(

)

(

1 1

) (

)

1
(47)

Dimana : At = nilai intersep

Tt.P = nilai slope

a = konstanta pemulusan (0<a <1) ß = konstanta pemulusan (0<a <1) t = periode waktu

4.5.2.7. Metode Dekomposisi Aditif

Model ini memperlakukan nilai deret waktu sebagai jumlah dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003). Formulasi dari model ini adalah :

Yt = Tt + Ct + St + ε

Dimana: Tt = komponen trend pada periode t

Ct = komponen siklus pada periode t

St = komponen musiman pada periode t

ε = komponen galat pada periode t

4.5.2.8. Metode Dekomposisi Multiplikatif

Model ini memperlakukan nilai deret waktu sebagai hasil perkalian dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003) Formulasi dari model ini adalah:

Yt = Tt x Ct x St x εt

Dimana: Tt = komponen trend pada periode t

Ct = komponen siklus pada periode t

St = komponen musiman pada periode t

ε = komponen galat pada periode t

4.5.2.9. Metode Winters

(48)

dan kemudian musiman dimasukkan kembali untuk mendapatkan ramalan yang akurat. Formula untuk metode ini adalah:

1. Metode Winters Aditif

(

) (

)(

)

(

) (

)( )

(

) (

)( )

( )

[

t t

]

t L p

p t L t t t t t t t t t t t t t t t t t t S p b a Y S a Y S b a a b b a S Y a t b a T dengan S T Y + − + − − − − − − + + = − + − = − + − = + − + − = + = + + = ˆ 1 1 1 ) ( 1 1 1 1 1 γ γ β β α α ε

Dimana : at = pemulusan terhadap deseasonalized data pada periode t

bt = pemulusan terhadap trend pada periode t

St = pemulusan terhadap variasi musiman pada periode t p

t

Yˆ+ = ramalan p periode ke depan setelah periode t a,ß,? = koefisien pemulusan

L = penjangnya musim 2. Metode Winters Mulktiplikatif

(

1

)(

−1 −1

)

+ −

+

= t t

s t

t

t L T

S Y

L α α

(

− −1

) (

+ 1−

)

−1

= t t t

t L L T

T β β

(

)

t s t

t

t S

L Y

S =γ + 1−γ

(

t t

)

t s p p

t L pT S

Yˆ+ = + +

Dimana : Lt = nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini

a = konstanta pemulusan untuk level (0= a =1) Yt = pengamatan baru atau nilai aktual periode t

ß = konstanta pemulusan untuk estimasi trend (0= ß =1) Tt = estimasi trend

γ = konstanta pemulusan untuk estimasi musiman (0= γ =1) St = estimasi musiman

P = periode yang diramalkan s = panjangnya musim

(49)

4.5.2.10.Metode Box-Jenkins (ARIMA)

Metode ini sangat berbeda dengan kebanyakan metode karena model ini tidak mengasumsikan pola tertentu pada data historis deret yang diramalkan. Model ini menggunakan pendekatan iteratif pada identifikasi suatu model yang mungkin dari model umum (Hanke, et al., 2003). ARIMA adalah singkatan dari

autoregressive integrated moving average. Model Box-Jenkins (ARIMA) secara

umum dinotasikan sebagai berikut: ARIMA (p, d, q)

Dimana: p = Menunjukkan orde/derajat autoregressive (AR) d = Menunjukkan orde/derajat differencing (Pembedaan) q = Menunjukkan orde/derajat moving average (MA)

Pada ARIMA terbagi atas model MA (moving average), AR

(autoregressive), ARMA (autoregressive moving average), dan ARIMA

(autoregressive integrated moving average). Persamaan model tersebut adalah

sebagai berikut: 1. Model MA

Yt = a0 + et - a1 et-1 - a2 et-2 -...- aq et-q

Dimana : Yt = Nilai series yang stasioner

et = Kesalahan peramalan

et-1,et-2 = Kesalahan pada masa lalu

a0, a1 dan a2 = Konstanta dan koefien model

2. Model AR

Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +...+ bq Yt-q + et

Dimana : Yt = Nilai series yang stasioner

Yt-1,Yt-2 = Nilai sebelumnya

b0 dan b1,b2 = Konstanta dan koefisen model

(50)

3. Model ARIMA

Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +...+ bp Ytp + et - a1 et-1 +...+ aq et-q

Dimana : Yt = Nilai series yang stasioner

et-1,et-q = Kesalahan pada masa lalu

b0 dan b1,bp, a1, aq = Konstanta dan koefisen model

et = Kesalahan peramalan

4. Model SAR

Yt = d + ?1L Yt-L + ?2L Yt-2L +...+ ?PL Yt-PL + et Dimana : Yt = nilai series yang stasioner

Yt-1L,Yt-2L = nilai sebelumnya

d dan ?1L, ?2 = konstanta dan koefisien model et = kesalahan peramalan Model AR 5. Model SMA

Yt = µ - F 1L et-L - F 2L et-L -...- F QL et-QL+ et Dimana : Yt = nilai series yang stasioner

et = kesalahan peramalan et-1L, et-2L = kesalahan pada masa lalu µ, F 1L dan F 2L = konstanta dan koefisien model 6. Model SARIMA (p, d , q) (P, D, Q)L

?p (B) F P (BL) (1-B)d (1-BL)D Yt = µ + ?q (B) F Q (BL) et ?p (B) = 1 - ?1B - ?2B2 - ….?pBp

F P (BL) = 1 - F 1BL – F 2B2L - ... F PBPL ?q (B) = 1 - ?1B - ?2B2 - ….?qBq

FQ (BL) = 1 - F1BL – F2B2L - ... F QBQL

Di mana : B = Backward shift operator (BYt = Yt-1, B2Yt= Yt-2 dan seterusnya)

(51)

dan terbaik. Beberapa tahapan pembentukan model ARIMA adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi Model

Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap data deret waktu yang tersedia. Identifikasi yang dilakukan meliputi identifikasi pola data apakah mengandung pola musiman atau tidak, indentifikasi terdap kestasioneran data, dan yang terakhir adalah identifikasi terhadap pola atau perilaku ACF dan PACF.

Hal yang perlu diperhatikan adalah kebanyakan data deret waktu tidak bersifat stasioner. Bila data yang dihadapi bersifat non-stasioner, maka data tersebut harus dikonversikan terlebih dahulu untuk mendapatkan data yang stasioner dengan teknik differencing (pembedaan). Pembedaan pertama pada data diperoleh dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data tersebut dengan menggunakan formulasi berikut.

1

− = ∆

= t t t

t Y Y Y

Z

Apabila setelah dilakukan teknik pembedaan pertama (first differencing) data masih belum stasioner, maka dilakukan pembedaan kedua (second

differencing). Pembedaan kedua dilakukan dengan melakukan pembedaan

kembali pada data hasil pembedaan pertama. Pembedaan kedua dilakukan dengan formula berikut.

(

1

) (

1 2

)

2

− −

− − −

− = ∆

= t t t t t

t Y Y Y Y Y

Z

(52)

(

)(

)

(

)

− − −

= +

2

Z Z

Z Z Z Z r

t k t t

k

Dimana : Zt = data deret waktu stasioner

Zt+k = data k periode waktu ke depan

Z = nilai rataan deret waktu stasioner

rk = koefisien autokorelasi antara dua set data

Koefisien autokorelasi dapat bernilai antara -1 sampai +1 (-1< rk <1). Suatu data

deret waktu dikatakan stasioner jika koefisien korelasinya nol untuk semua tingkatan pembedaan data.

Setelah data deeret waktu dipastikan stasioner, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi perilaku ACF dan PACF. Identifikasi perilaku ACF dan PACF dilakukan untuk proses estimasi model dan mendapatkan model terbaik.

2. Estimasi Model

Pada tahapan ini yang penting dilakukan adalah menganalisis perilaku ACF dan PACF. Perilaku ACF dan PACF akan menentukan model dari data deret waktu yang akan diramalkan. Pola perilaku ACF dan PACF beserta model dapat dilihat pada Tabel 5.

(53)

Tabel 5. Pola ACF dan PACF beserta model ARIMA

ACF PACF Model

Cut off setelah lag 1 atau 2; koefisien korelasi tidak signifikan pada lag-lag musiman

Dying down MA non musiman (q=1 atau 2) Zt = µ - ?1 et-1+ et

Zt = µ - ?1 et-1 - ?2 et-2+ et

Cut off setelah lag musiman L; korelasi tidak signifikan pada lag- lag non musiman

Dying down MA terdapat musiman (Q=1) Zt = µ - ?1Let-L+ et

Cut off setelah lag musiman L; terdapat koefisien korelasi yang signifikan pada lag non musiman ke 1 atau 2

Dying down Non Musiman- musiman MA

Zt = µ - ?1 et-1 - ?1L et-L+ ?1?1L et-L-1+et

Zt = µ - ?1 et-1 - ?2 et-2 - ?1L et-L +

?1?1Let-L+?2?1Let-L-2+et

Dying down Cut off setelah lag 1 atau 2; koefisien korelasi tidak signifikan pada lag-lag

musiman

AR non musiman (p=1 atau 2) Zt = d + ?1Zt-1 + et

Zt = d + ?1Zt-1 + ?2Zt-2 + et

Dying down Cut off setelah lag musiman L; korelasi tidak signifikan pada lag-lag non musiman

AR terdapat musiman (P=1) Zt = d + ?1LZt-L + et

Dying down Cut off setelah lag musiman L; terdapat

koefisien korelasi yang signifikan pada lag non

musiman ke 1 atau 2

Non musiman- musiman AR (p=1 atau 2; P=1)

Zt = d + ?1Zt-1 + ?1LZt-L + ?1?1LZ t-L-1+et

Zt = d + ?1Zt-1 +?2Zt-2 ?1LZt-L +

?1?1LZt-L-1 + ?2?1LZt-L-2 +et

Dying down Dying down Campuran (AR; MA) Non musiman :

Zt = d + ?1Zt-1 - ?1et-1 + et

Musiman :

Zt = d + ?1Zt-L - ?1Let-L + et

(54)

3. Evaluasi Model

Setelah dilakukan estimasi parameter model dengan menggunakan peranti lunak komputer, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap model yang telah didapat. Menurut Firdaus (2006), terdapat enam kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu:

a. Residual peramalan bersifat acak. Hal ini dapat diketahui dari nilai P-value

yang lebih besar dari 0,05. Selain itu dapat dilihat pula dari grafik ACF dan PACF residual yang menunjukkan pola cut-off.

b. Model parsimonious. Artinya adalah model harus dalam bentuk yang paling sederhana.

c. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang harus kurang dari 0,05.

d. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah koefisien MA atau AR yang masing- masing harus kurang dari 1.

e. Proses iterasi harus convergence. Dari hasil output peranti Minitab 13.20 dapat dilihat pada session terdapat pernyataan relative change in each

estimate less than 0,0010.

f. Model harus memiliki nilai MSE (Mean Square Error) yang kecil.

4. Peramalan

(55)

4.5.2. Pemilihan Model Peramalan Time Series

Penggunaan beberapa metode peramalan time series yang telah dilakukan menghasilkan model- model peramalan terbaik dari masing- masing metode tersebut. Namun beberapa model yang telah diperoleh tersebut masing- masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Agar diperoleh tingkat akurasi yang tepat untuk meramalkan pola data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali , maka perlu dilakukan pengujian beberapa model yang telah diperoleh tersebut.

Kriteria pemilihan model yang paling sering digunakan adalah kriteria MSE (Mean Square Error). Metode yang terpilih adalah me tode yang memiliki nilai MSE paling rendah. Selain itu, kriteria kedua adalah memiliki bentuk paling sederhana dan membutuhkan waktu yang paling sedikit dalam proses pengolahannya. Formula yang dapat digunakan untuk menghitung MSE adalah:

(

)

=

= n

t

t

t Y

Y n MSE

1

2

ˆ 1

Dimana :Yt = nilai aktual

Yt = nilai ramalan

(Yt- Yt) = kesalahan peramalan

n = banyaknya data

4.5.3. Peramalan Harga Ayam pada Enam Kota Besar di Jawa-Bali

Pada bagian ini akan dilakukan peramalan data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali untuk beberapa periode ke depan. Hal ini digunakan untuk melihat sejauh mana perilaku harga ayam tersebut dalam beberapa periode ke depan. Peramalan harga ayam dilakukan dengan menggunakan model peramalan terbaik yang telah ditetapkan dengan menguk ur MSE atau tingkat kesalahan

(56)

terkecil yang akan digunakan untuk meramalkan data harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali.

4.6. Analisis Perilaku dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali

Pada penelitian ini digunakan model peramalan kausal (regresi) dengan variabel dummy (boneka), untuk menganalisis perilaku dan faktor- faktor yang mempengaruhi harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Variabel dummy

ini juga berfungsi sebagai variabel bebas (independent variabel) yang akan mempengaruhi variabel terikat (dependent variabel). Variabel dummy digunakan untuk menjelaskan data kualitatif yang menunjukkan keberadaan klasifikasi (kategori) tertent u, sering juga dikategorikan variabel bebas dengan klasifikasi pengukuran nominal dalam persamaan regresi.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga ayam di tingkat konsumen pada enam kota besar Jawa-Bali sebagai dependent variabel, sedangkan yang berfungsi sebagai independent variabel adalah jumlah pasokan ayam, harga ayam pada periode sebelumnya, dan tingkat konsumsi ayam. Harga ayam di tingkat konsumen sebagai dependent variabel akan dikaitkan dengan isu-isu terbaru pada sub sektor peternakan khususnya peternakan ayam ras, yaitu isu-isu flu burung. Isu flu burung digunakan sebagai variabel dummy untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap harga ayam pada enam kota besar di Jawa-Bali. Variabel

dummy nantinya berisi angka 1 atau 0, yang berarti 1 berarti ”ada” isu dan 0

(57)

karena pada bulan tersebut wabah flu burung mulai menyerang peternakan unggas di Indonesia khususnya peternakan ayam pedaging.

Persamaan yang digunakan pada metode peramalan kausal adalah sebagai berikut:

t t

t t

t

P

S

C

D

Y

=

α

+

β

1 1

+

β

2

+

β

3

+

β

4

+

ε

Dimana : Yt = harga ayam periode t di kota X (Rp/kg)

a = intersep model ß1,…,ß4 = slope variabel bebas

Pt-1 = harga ayam periode sebelumnya di kota X (Rp/kg)

St = tingkat produksi pada periode t di kota X (kg)

Ct = tingkat konsumsi pada periode t di kota X (kg)

D = variabel dummy untuk isu flu burung

Untuk mengukur layak atau tidaknya suatu model, maka model tersebut harus memenuhi syarat ekonomi, dan syarat statistik. Syarat ekonomi yang harus dipenuhi adalah bahwa model tersebut harus logis secara ekonomi. Syarat statistik yang harus dipenuhi oleh suatu model dengan model OLS (Ordinary Least

Square) adalah bahwa model tersebut harus memenuhi beberapa asumsi sebagai

berikut:

1. Tidak ada autokorelasi

Asumsi ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan atau korelasi antara variabel dependen dalan deret waktu.

2. Homoskedastisitas yang menyatakan bahwa variasi dari setiap unsur residual adalah sama (konstan) atau menyebar.

3. Tidak terjadi multikolinearitas yang sempurna

(58)

4. Uji Normalitas

Asumsi normalitas mengharuskan data dalam model berasal dari populasi yang menyebar atau terdistribusi secara normal.

1. Uji Keseluruhan Model

Berdasarkan Gujarati (2003), tujuan dari pengujian model secara keseluruhan adalah untuk mengidentifikasi apakah model dapat menjelaskan keragaman Y. Uji statistik yang digunakan adalah uji F dengan menggunakan perhitungan berikut:

dfS RSS

dfR ESS Fhitung

/ / =

Dimana: ESS = Jumlah Kuadrat Regresi TSS = Jumlah Kuadrat Error

dfR = Derajat Bebas Regresi

dfS = Derajat Bebas Error

Hipotesis yang d

Gambar

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Peramalan Harga Ayam
Gambar 5. Plot Data Harga Ayam di DKI Jakarta
Tabel 6.  Nilai MSE Hasil Penerapan Model Time Series untuk Harga Ayam di DKI Jakarta
Gambar 7. Plot Data Harga Ayam di Bandung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang dinamakan fluor albus adalah cairan yang keluar dari vagina yang bersifat Yang dinamakan fluor albus adalah cairan yang keluar dari vagina yang bersifat Yang dinamakan fluor

Alur penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan segmentasi, tahapan pengukuran fitur dan

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Sumber: Majalah Galeri : Media Komunikasi Galeri Nasional Indonesia Hal.. menjadi badan seorang wanita, dimana nada-nadanya berubah menjadi kaleng sarden. Latar yang

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian mengenai perbedaan adversity quotient pada mahasiswa yang mengikuti Objective Structured Clinical Skills (OSCE) berdasarkan motivasi

a) Data sekunder bahan hukum primer, yaitu bahan yang sifatnya mengikat masalah-masalah yang akan diteliti, berupa peraturan perundang-undangan yang berkitan dengan

Ade Mubarok dan Astri Rosmiati (2016) dalam jurnal “Sistem Penunjang Keputusan Prioritas Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process” hasil dari

Jika kita pinjam maka syarat-syarat tertentu akan dikenakan termasuk menghapuskan Dasar Ekonomi Baru, membuka bidang 'banking', perniagaan dan perusahaan kepada penyertaan orang