• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas dan Karakteristik Karkas Kerbau yang Diberi Pakan Jerami Padi dengan atau Tanpa Fermentasi Selama Penggemukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas dan Karakteristik Karkas Kerbau yang Diberi Pakan Jerami Padi dengan atau Tanpa Fermentasi Selama Penggemukan"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIFITAS DAN KARAKTERISTIK KARKAS

KERBAU YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI

DENGAN ATAU TANPA FERMENTASI

SELAMA PENGGEMUKAN

SKRIPSI ENCA HATA

(2)

PRODUKTIFITAS DAN KARAKTERISTIK KARKAS

KERBAU YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI

DENGAN ATAU TANPA FERMENTASI

SELAMA PENGGEMUKAN

ENCA HATA D14201044

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(3)

PRODUKTIFITAS DAN KARAKTERISTIK KARKAS

KERBAU YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI

DENGAN ATAU TANPA FERMENTASI

SELAMA PENGGEMUKAN

Oleh : ENCA HATA

D14201044

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 19 April 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Hj. Komariah, MSi. Dr. Budi Haryanto

NIP. 131 841 729

NIP. 080 030 671

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(4)

RINGKASAN

ENCA HATA. D14201044. 2006. Produktifitas dan Karakteristik Karkas Kerbau yang Diberi Pakan Jerami Padi dengan atau Tanpa Fermentasi Selama Penggemukan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Hj. Komariah, MSi. Pembimbing Anggota : Dr. Budi Haryanto

Kerbau merupakan salah satu ternak yang dapat diandalkan dalam menghasilkan daging dan tenaga kerja. Namun, secara umum pemeliharaan ternak kerbau di Indonesia belum ditujukan untuk ternak potong, karena fungsi utamanya untuk mengolah lahan pertanian, sumber pupuk, dan tabungan hidup. Salah satu keunggulan ternak kerbau adalah dapat memanfaatkan hijauan yang berkualitas rendah seperti jerami padi. Usaha peningkatan produksi daging kerbau sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Strategi pemberian pakan yang disesua ikan dengan pencernaannya akan membantu meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi (nutrien) untuk pembentukan jaringan otot (daging). Salah satu usaha untuk mengefisiensikan penggunaan pakan jerami padi adalah dengan menambahkan probiotik dalam jerami padi fermentasi. Penggunaan probiotik diharapkan dapat meningkatkan kecernaan di rumen dan absorpsi protein di usus halus sehingga dapat meningkatkan produktifitas ternak tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan produktifitas dan karakteristik karkas kerbau yang diberi pakan jerami padi dengan jerami padi fermentasi selama periode penggemukan. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan.

Penelitian ini diawali dengan pembuatan jerami padi fermentasi dan seleksi ternak. Ternak kerbau sebanyak 60 ekor dibagi secara acak menjadi empat kelompok untuk memperoleh perlakuan pakan yang berbeda. Masing- masing perlakuan pakan adalah : (A) 2 kg jerami padi + 8 kg konsentrat (sebagai kontrol), (B) 4 kg jerami padi + 7 kg konsentrat, (C) 2 kg jerami padi fermentasi + 8 kg konsentrat, (D) 4 kg jerami padi fermentasi + 7 kg konsentrat. Ternak ditimbang setiap bulan, kemudian 20 ekor dipotong untuk mendapatkan data karakteristik karkas.

Pengolahan data dilakukan berdasarkan rancangan acak lengkap. Pengaruh perlakua n terhadap peubah yang diamati dipelajari dengan analisis sidik peragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan jerami padi fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan, bobot potong, luas urat daging mata rusuk, bobot karkas, persentase karkas, dan konformasi butt shape, tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) mengurangi ketebalan lemak subkutan.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pemberian pakan jerami padi fermentasi dapat mengurangi produksi lemak karkas dengan ketebalan lemak punggung yang lebih rendah meskipun tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan kerbau.

(5)

ABSTRACT

Productivity and Carcass Characteristic of Buffalo Fed with Fermented or Unfermented Rice Straw During Fattening

Hata E., Komariah, B. Haryanto

Buffalo is one of the livestock that can yield labour and meat. However, buffalo in Indonesia has not yet been addressed for slaughter livestock, because of its primary functions in agriculture are for land preparation, source of manure, and alive saving. One of the efforts to increase the efficiency of diet utilization is by adding probiotic in the diet. The aim of this experiment was to compare the productivity and carcass characteristic of buffalo which is given fermented or unfermented rice straw during fattening. Sixty buffalo es were divided randomly into four groups to receive one of four different dietary treatments. The dietary treatments were: (A) 2 kg rice straw + 8 kg concentrate (as control), (B) 4 kg rice straw + 7 kg concentrate, (C) 2 kg fermented rice straw + 8 kg concentrate, (D) 4 kg ferment ed rice straw + 7 kg concentrate. The buffaloes were weighed monthly, then 20 buffaloes were slaughtered to get the carcass characteristic data. Data is analyzed statistically in a completely randomized design. The effect of treatment to parameter was studied by analysis of covariance (ANCOVA). Results of experiment indicated that fermented rice straw did not give significant effect (P>0.05) on body weight gain, slaughtered weight, loin eye area, carcass weight, dressing percentage, and conformation of butt shape, but significantly affect (P<0.05) thickness of subcutan fat. Conclusion of this experiment was that fermented rice straw could reduce carcass fat, though did not influence the rate of body weight gain.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 September 1982 di Kabupaten Cirebon

Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan

Bapak Muhamad dan Ibu Uningsih.

Pendidikan dasar (SD) ditempuh dari tahun 1989 sampai dengan tahun 1995

di SDN Pabuaran Lor IV, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada

tahun 1998 di SLTPN 1 Ciledug, Kabupaten Cirebon, dan pendidikan lanjutan

menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 1 Babakan, Kabupaten

Cirebon.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil

Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa

(UKM) Aikido periode 2001/2002 sebagai anggota, Koperasi Mahasiswa Institut

Pertanian Bogor (KOPMA IPB) periode 2002/2003 sebagai staf Bidang Humas,

Forum Studi Ilmu dan Telaah Agama Islam (FORSITA) Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor periode 2003/2004 sebagai Kepala Biro Administrasi dan

Keuangan, Lembaga Dakwah Kampus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa Institut

Pertanian Bogor (LDK BKIM IPB) periode 2002/2003 sebagai staf Departemen

Dana dan Usaha, dan Bendahara Umum LDK BKIM IPB periode 2003/2004, serta

menjadi panitia pelaksana pada beberapa kegiatan didalam dan diluar kampus.

Pada tahun 2004, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah

Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak (S1),

asisten praktikum mata kuliah Penanganan Hasil Ternak Unggas tahun 2005 pada

Program Studi Teknisi Usaha Ternak Unggas (D3), dan pada tahun yang sama

menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu dan Teknik Pengolahan Daging dan

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Produktifitas dan

Karakteristik Karkas Kerbau yang Diberi Pakan Jerami Padi dengan atau Tanpa

Fermentasi Selama Penggemukan”.

Skripsi ini merupakan laporan dari kegiatan penelitian mengenai pemberian

probiotik sebagai suplemen pakan jerami padi fermentasi yang dilaksanakan sebagai

salah satu usaha untuk memperbaiki produktifitas dan karakteristik dari karkas

kerbau hasil penggemukan. Penelitian ini terlaksana atas hasil kerjasama Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor dengan PT Kariyana Gita Utama,

Cicurug - Sukabumi.

Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, segala persiapan sampai

penyelesaiannya juga dimungkinkan karena adanya uluran tangan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bantuannya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, namun

penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, April 2006

(8)

DAFTAR ISI

Karkas dan Indikator Produktifitas Karkas ……… 7

Bobot Karkas ………. 7

Tebal Lemak Punggung (Subkutan) ……….. 8

Luas Urat Daging Mata Rusuk ……….. 8

Persentase Lemak Ginjal, Pelvis dan Jantung ………... 8

Konformasi Butt Shape ………. 8

Cara Pemeliharaan ………. 14

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 15

Pertambahan Bobot Badan ……… 15

Karakteristik Karkas ……….. 17

Konformasi Butt Shape ……….. 20

KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 22

Kesimpulan ……… 22

Saran ……….. 22

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. 23

DAFTAR PUSTAKA ……… 24

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Nutrien Pakan Perlakuan ………... 11

2. Rataan Konsumsi Pakan, Bobot Badan, dan Pertambahan Bobot

Badan Kerbau ... 15

3. Karakteristik Karkas Kerbau Menurut Perlakuan Pakan yang

Diberikan ………. 17

4. Nilai Tengah Skor dan Rataan Rank Konformasi Butt Shape Karkas

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rataan Bobot Badan Bulanan Kerbau (kg/ekor) ……... 28

2. Hasil Analisa Peragam Konsumsi Pakan Kerbau ... 28

3. Hasil Analisa Peragam Pertambahan Bobot Badan Kerbau………... 30

4. Hasil Analisa Peragam Karakteristik Karkas Kerbau ………. 31

5. Hasil Analisa Korelasi Ketebalan Lemak Subkutan dengan Luas Urat Daging Mata Rusuk ... 33

6. Hasil Uji Statistik Non Parametrik Skor Konformasi Butt Shape Karkas Kerbau …………... 33

7. Posisi Pengukuran Tebal Lemak Punggung pada Rusuk 12/13 …….. 34

8. Pengukuran Luas Urat Daging Mata Rusuk dengan Plastic Grid …... 34

(12)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

waktu. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produktifitas

ternak di Indonesia termasuk ternak kerbau. Kerbau merupakan salah satu ternak

yang dapat diandalkan dalam menghasilkan daging dan tenaga kerja. Namun, secara

umum pemeliharaan ternak kerbau di Indonesia belum ditujukan untuk ternak

potong, karena fungsi utamanya untuk mengolah lahan pertanian, sumber pupuk, dan

tabungan hidup.

Secara umum ternak kerbau lebih efisien dalam menggunakan zat makanan

dibandingkan ternak sapi, khususnya bila bahan makanan yang diberikan bermutu

rendah. Selain itu kapasitasnya sebagai tenaga kerja merupakan potensi bagi

petani-peternak kerbau, disamping dagingnya yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi.

Jerami padi merupakan limbah pertanian yang terbesar jumlahnya

dibandingkan limbah pertanian lainnya dan hampir tersedia di seluruh daerah sesuai

dengan pola penyebaran tanaman padi. Kekurangan hijauan makanan ternak

ruminansia diharapkan dapat dipenuhi dari jerami padi terutama di daerah padat

ternak dan musim kemarau. Rendahnya kandungan protein dan tingginya kadar serat

kasar mengakibatkan daya cerna dan konsumsi jerami padi rendah. Telah banyak

usaha untuk meningkatkan daya guna jerami padi secara fisik, kimia, maupun secara

biologis, namun belum dapat memenuhi kebutuhan ternak tanpa pemberian

suplemen. Penggunaan jerami padi dengan atau tanpa fermentasi akan dicobakan

pada kerbau penelitian ini.

Salah satu usaha untuk meningkatkan produktifitas ternak kerbau terutama

sebagai penghasil daging yang berkuantitas dan berkualitas baik ialah melalui

perbaikan makanan dalam suatu sistem pemeliharaan yang intensif. Penggemukan

kerbau secara feedlot merupakan suatu cara pemeliharaan kerbau dengan menerapkan pemberian pakan secara intensif, agar kerbau tersebut dapat

menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi dan efisien sehingga dapat

mencapai target bobot potong dalam waktu yang relatif singkat. Kerbau dengan laju

(13)

Peningkatan produksi daging kerbau sangat ditentukan oleh kuantitas dan

kualitas pakan yang diberikan. Strategi pemberian pakan yang disesuaikan dengan

pencernaannya akan membantu meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi

(nutrien) untuk pembentukan jaringan otot (daging).

Salah satu usaha untuk mengefisiensikan penggunaan pakan adalah dengan

menambahkan probiotik dalam pakan. Penggunaan probiotik diharapkan dapat

meningkatkan kecernaan di rumen dan absorpsi protein di usus halus sehingga dapat

meningkatkan produktifitas ternak tersebut.

Perumusan Masalah

Ransum utama ternak kerbau adalah pakan hijauan yang memiliki komponen

utama serat kasar. Ternak kerbau dapat memanfaatkan pakan berserat menjadi

produk yang bergizi tinggi. Serat, khususnya selulosa dan hemiselulosa merupakan

komponen potensial sebagai sumber energi ternak kerbau. Ternak kerbau dalam

memecah serat sangat bergantung pada mikroflora yang terdapat dalam saluran

pencernaannya. Mikroorganisme yang terlibat dalam perombakan serat pakan

tersebut adalah bakteri selulolitik dan fungi fibrolitik. Tingkat kemampuan ternak

untuk merombak serat sangat bergantung pada konsentrasi dan jumlah enzim yang

dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Penambahan mikroorganisme penghasil

enzim pemecah serat dalam bentuk probiotik akan sangat membantu kelancaran

proses pemecahan serat sehingga mampu meningkatkan kecernaan dan menyediakan

sumber energi berupa volatile fatty acid (asam lemak mudah terbang) lebih awal yang selanjutnya akan mempercepat pertambahan bobot badan ternak dan akan

mempengaruhi kualitas karkas.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan produktifitas dan karakteristik

karkas kerbau yang diberi pakan jerami padi dengan jerami padi fermentasi selama

(14)

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau

Kerbau adalah binatang bertulang besar, agak kompak (masif) dengan badan

tergantung rendah pada kaki-kaki yang kuat dengan kuku-kuku besar, tidak

mempunyai gelambir atau punuk. Ternak kerbau termasuk spesies Bubalus bubalis

yang diduga berevolusi dari Bubalis arnee, kerbau liar dari India yang dijumpai pada hutan-hutan di daerah Assam (Bhattacharya, 1993).

Kerbau berdasarkan habitatnya digolongkan dalam dua tipe yaitu kerbau tipe

sungai (water buffalo ) dan kerbau tipe rawa (swamp buffalo). Kerbau tipe sungai

menyenangi air yang mengalir dan bersih, sedangkan kerbau tipe rawa suka

berkubang dalam lumpur, rawa-rawa dan air yang menggenang

(Bhattacharya, 1993). Kerbau rawa dapat beradaptasi secara luas terhadap

lingkungan rawa yang banyak ditumbuhi semak dan rumput. Kerbau juga dijumpai

di daerah yang banyak air yaitu di daerah lembah- lembah sungai dan dataran rendah

sampai pegunungan dengan ketinggian 230 mdpl (Toelihere, 1978).

Kerbau merupakan hewan tropik yang memilki daya tahan rendah terhadap

panas karena kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang rendah. Zona nyaman

untuk kerbau berkisar 15,5-21 oC dengan curah hujan 500–2000 mm/tahun. Kerbau

akan mengalami stress pada suhu di atas 24oC (Fahimuddin, 1975). Untuk

mempertahankan kelangsungan hidup akibat lingkungan panas, ternak kerbau

melakukan adaptasi fisiologi melalui perubahan tingkah laku seperti panting, berkubang atau berbaring di tempat yang dingin (Joseph, 1996).

Ternak kerbau yang mengalami cekaman akan menyebabkan laju respirasi

dan denyut jantung meningkat sehingga energi yang digunakan tidak efisien dan

terjadi penurunan pada produktifitasnya (Hafez dan Dyer, 1969). Salah satu cara

untuk memperbaiki produktifitas adalah dengan memperbaiki sistem pemeliharaan

dan kualitas pakan (Joseph, 1996).

Rajhan dan Pathak (1979) menyatakan bahwa kerbau memiliki kemampuan

istimewa untuk tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang jelek serta

(15)

Jerami Padi

Jerami padi adalah bagian batang yang telah diambil gabahnya, bersama atau

tidak dengan tangkainya, dikurangi dengan akar dan bagian batang yang tertinggal

setelah disabit. Potensi jerami padi yang begitu besar tidak sebanding dengan nutrisi

zat makanan yang dikandungnya. Rendahnya kandungan nutrisi dan kecernaannya

menyebabkan penggunaan jerami padi dalam ransum ternak ruminansia terbatas.

Rendahnya kecernaan jerami padi disebabkan tanaman padi dipanen pada umur tua

dengan kandungan dinding sel yang tinggi dan tingkat lignifikasi yang sudah

sempurna sehingga sulit dirombak oleh mikroba rumen (Wais et al., 1972).

Dinding sel jerami padi sebagian besar tersusun dari lignin, selulosa, dan

hemiselulosa. Sebagian besar selulosa dan hemiselulosa mudah dicerna oleh mikroba

rumen, tetapi komponen tersebut dalam jerami padi terdapat dalam ikatan senyawa

komplek lignoselulosa dan lignohemiselulosa sehingga sulit dicerna. Ikatan lignin

dengan komponen selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel bertindak sebagai

penghalang kerja enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroba rumen

(Akhirany, 1998).

Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi ternak

ruminansia, namun penggunaan jerami padi sebagai pakan menyebabkan penampilan

produk ternak kurang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh adanya bahan

lignoselulosa yang tinggi sehingga sulit dicerna (Laconi, 1992).

Pertumbuhan

Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai perubahan ukuran tubuh

yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh

termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ

serta jaringan-jaringan kimia. Perubahan organ-organ dan jaringan berlangsung

secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing- masing organ

dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998). Alasan penting digunakannya ukuran tubuh

untuk mengetahui pertumbuhan adalah karena parameter ini merupakan kesatuan

sifat yang bernilai tinggi untuk mengidentifikasi pola atau tingkat kedewasaan

fisiologis (maturity) dari ternak pada kurva pertumbuhan (Minish dan Fox, 1979).

Pertumbuhan dapat diukur sebagai pertambahan massa tubuh per satuan

(16)

penting dan berguna dalam pertumbuhan, yaitu untuk meramalkan produk-produk

yang dihasilkan dan layak untuk dikonsumsi. Perkembangan adalah perubahan

bentuk dan komposisi tubuh sebagai akibat adanya perbedaan kecepatan

pertumbuhan relatif dari komponen tubuh (Berg dan Butterfield, 1976).

Wello dan Garantjang (1983) menyatakan bahwa perbedaan pertumbuhan

hewan ditentukan oleh perbedaan jumlah dan kualitas makanan yang dimakan atau

efisiensi penggunaan makanan untuk menghasilkan pertumbuhan jaringan tubuh.

Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot, perubahan bentuk dan fungsi.

Besarnya perubahan ini ditentukan oleh faktor lingkungan dan genetis.

Soeparno (1998) menyatakan bahwa faktor nutrisi, jenis kelamin dan bangsa

dapat mempengaruhi laju pertumbuhan. Jenis, komposisi kimia dan konsumsi pakan

mempunyai pengaruh yang besar tehadap pertumbuhan. Konsumsi protein dan energi

yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi. Pengaruh

nutrisi akan lebih besar bila perlakuannya dimulai sejak awal periode pertumbuhan.

Jadi pertumbuhan dapat dimanipulasi dengan perlakuan nutrisi yang berbeda.

Pertumbuhan bagian-bagian tubuh hewan tidak terjadi pada saat yang

bersamaan tetapi berlangsung dengan laju pertumbuhan yang berbeda. Dengan

meningkatnya bobot hidup, perkembangan proporsi organ dan jaringan seperti

tulang, otot, dan lemak berbeda-beda. Pertumbuha n jaringan tulang, otot, dan lemak

dipengaruhi oleh umur, bangsa, bobot tubuh, jenis kelamin dan makanan (Berg dan

Butterfield, 1976).

Komposisi utama karkas meliputi otot, lemak dan tulang. Komposisi karkas

bervariasi pada karkas-karkas yang beratnya berbeda. Perubahan komposisi dengan

meningkatnya berat karkas disebabkan pertumbuhan diferensial jaringan karkas. Otot

dan tulang mempunyai kecepatan pertumbuhan yang konstan. Sejalan dengan

meningkatnya berat karkas, pertumbuhan tulang berjalan dengan kecepatan yang

lambat sementara otot tumbuh dengan lebih cepat. Hal ini menyebabkan rasio otot

terhadap tulang meningkat dengan meningkatnya berat karkas. Lemak mempunyai

pola pertumbuhan yang berbeda, awalnya pertumbuhan lemak sangat lambat tetapi

pada saat memasuki fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dengan cepat.

Koefisien pertumbuhan tulang, otot dan lemak menunjukkan bahwa tulang tumbuh

lebih cepat, otot diantaranya dan lemak lebih lambat. Tulang mempunyai persentase

(17)

lebih tinggi pada saat hewan lahir, tumbuh secara lambat tetapi terus meningkat

secara lambat dan tergantung pada umur hewan, sedangkan untuk otot meningkat

lebih cepat (Berg dan Butterfield, 1976).

Jaringan tubuh seperti tulang, otot dan lemak mempunyai kecepatan tumbuh

yang berlainan. Selama hewan tumbuh sampai dewasa, tulang berkembang lebih

dulu dari otot dan lemak, sementara itu otot tumbuh lebih cepat dari lemak. Lemak

mengalami pertumbuhan yang cepat setelah hewan mendekati usia dewasa

(Wello dan Garantjang, 1983).

Otot merupakan jaringan terbanyak pada karkas yang menjadi target utama

dalam produksi daging, sehingga pertumbuhan dan distribusi otot dalam karkas

menjadi sangat penting untuk efisiensi produksi daging. Perbedaan pertumbuhan otot

dalam daging menyebabkan perbedaan distribusinya sehingga tingkat kematangan

otot dalam daging tercapai pada waktu yang berbeda-beda (Priyanto et al., 1993). Selama fase penggemukan, persentase lemak dalam jaringan akan bertambah

besar. Lemak merupakan jaringan yang jumlah dan penyebarannya berubah-ubah,

karena itu lemak mempunyai pengaruh besar terhadap nilai karkas. Deposisi lemak

yang berlebihan akan menurunkan jumlah daging yang dihasilkan. Proporsi urat

daging yang tinggi dan tingkat perlemakan optimal akan lebih disukai dan

menunjukkan bahwa karkas yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik (Berg

dan Butterfield, 1976). Soeparno (1998) menambahkan bahwa deposisi lemak terjadi

setelah melewati fase penggemukan, dimana dalam fase tersebut laju pertumbuhan

otot dan tulang mulai lambat. Pembagian lemak dijelaskan sebagai pemisahan dari

jaringan lemak ke dalam depot-depot lemak dalam karkas yang terdiri atas lemak

subkutan, lemak intramuskular, lemak intermuskular, dan lemak ginjal dan pelvis.

Seiring dengan meningkatnya persentase lemak karkas, proporsi lemak subkutan

akan meningkat sedangkan proporsi lemak intermuskular menurun dan proporsi

lemak ginjal dan pelvis relatif konstan (Kempster et al., 1976).

Penggemukan

Tujuan usaha penggemukan antara lain untuk memperoleh pertambahan

bobot badan yang relatif tinggi dengan memperhitungkan nilai konversi pakan dalam

pembentukan jaringan tubuh termasuk otot daging dan lemak serta menghasilkan

(18)

Nutrisi pakan yang diberikan perlu diperhatikan karena merupakan faktor

essensial untuk hidup pokok dan menentukan tingkat produktifitas ternak. Pakan

yang dikonsumsi sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

ternak. Energi tersebut digunakan untuk pertumbuhan jaringan tubuh, sedangkan

kelebihan energi pakan disimpan sebagai lemak tubuh. Protein ransum yang

dikonsumsi oleh ternak ruminansia sebagian besar dirombak oleh mikroba rumen

menjadi bentuk amonia dan akan digunakan oleh mikroba tersebut untuk

berkembangbiak dan sebagian kecil dari protein dapat lolos dari proses degradasi.

Selanjutnya, mikroba tersebut akan menjadi sumber protein bagi ternak ruminansia

(Lawrie, 1995).

Karkas dan Indikator Produktifitas Karkas

Karkas adalah bagian tubuh ternak hasil pemotongan yang dikurangi dengan

kepala, kulit, darah, organ-organ internal (jantung, hati, paru-paru, limpa, saluran

pencernaan dan saluran reproduksi), kaki (mulai dari sendi carpal dan tarsal ke bawah) (Soeparno, 1998). Karkas merupakan bagian yang memiliki nilai komersial

dari ternak pedaging, sehingga harganya akan sangat ditentukan oleh nilai karkas

yang dihasilkan. Sifat karkas yang disukai oleh konsumen yaitu karkas yang

memiliki proporsi lemak optimum, proporsi daging maksimum, dan proporsi tulang

yang minimum (Berg dan Butterfield, 1976).

Karkas merupakan komponen tubuh yang mempunyai nilai ekonomis tinggi

dan dapat digunakan sebagai satuan prediksi untuk menilai kriteria keberhasilan

produksi ternak, yang dinyatakan dalam persentase karkas dan bobot karkas.

Soeparno (1998) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perkiraan jumlah

daging yang dihasilkan karkas adalah ketebalan lemak subkutan, persentase lemak

penyelubung ginjal dan pelvis terhadap karkas dan skor konformasi paha.

Produktifitas karkas dapat ditentukan dengan memperhitungkan indikator- indikator

kualitas karkas yang meliputi berat karkas, ketebalan lemak punggung (subkutan),

luas urat daging mata rusuk (Longissimus dorsi), persentase lemak visceral, yaitu lemak penyelubung ginjal, pelvis, dan jantung terhadap karkas (Swatland, 1984).

Bobot Karkas

Bobot karkas merupakan salah satu parameter yang penting dalam sistem

evaluasi karkas. Sebagai indikator, bobot karkas bukanlah merupakan prediktor

(19)

produktifitas karkas yang baik karena adanya variasi pada tipe, bangsa, nutrisi dan

jenis pertumbuhan jaringan sehingga mengakibatkan penurunan tingkat akurasi. Oleh

karena itu indikator bobot karkas perlu dikombinasikan dengan indikator lainnya

(Priyanto et al., 1993).

Tebal Lemak Punggung (Subkutan)

Pengukuran ketebalan lemak subkutan berdasarkan United States Department of Agriculture (USDA) yaitu diukur secara subyektif antara rusuk 12 dan 13 pada permukaan area otot Longissimus dorsi (LD), tegak lurus permukaan lemak pada posisi pemisahan seperempat depan dan seperempat belakang dari karkas

(Swatland, 1984). Pada sapi, ketebalan lemak punggung berperan penting sebagai

indikator produktifitas karkas karena memberikan hasil pendugaan yang akurat, juga

dapat digunakan untuk mengestimasi persentase daging tanpa lemak (lean) dan

persentase lemak karkas (Priyanto et al., 1993). Meskipun demikian tebal lemak punggung sebagai indikator persentase lean dan persentase lemak karkas dipengaruhi oleh variasi bangsa, nutrisi, dan jenis kelamin (Johnson et al., 1992).

Luas Urat Daging Mata Rusuk

Luas urat daging mata rusuk merupakan salah satu indikator pelengkap dalam

estimasi produktifitas karkas. Luas urat daging mata rusuk dipengaruhi oleh bobot

hidup dan berkorelasi positif dengan bobot karkas, semakin tinggi bobot hidup ternak

maka luas urat daging mata rusuknya semakin besar (Field dan Schoonover, 1967).

Persentase Lemak Ginjal, Pelvis, dan Jantung

Perlemakan yang berlebihan akan menurunkan proporsi daging yang

dihasilkan. Banyaknya lemak pelvis, ginjal, dan jantung bervariasi antara spesies dan

merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas (Minish dan Fox, 1979).

Konformasi Butt Shape

Konformasi adalah keseimbangan dari perkembangan bagian-bagian karkas

atau perbandingan antara daging dengan tulang. Jadi konformasi adalah suatu ukuran

untuk menilai kualitas daging secara langsung dengan membandingkan antara

bagian-bagian karkas yang bernilai tinggi dengan yang bernilai rendah, serta

perbandingan antara bagian-bagian yang dapat dimakan dengan yang tidak dapat

(20)

padat, leher pendek; (b) apakah antara tulang rusuk penuh dengan daging;

(c) punggung licin dengan perdagingan secara menyeluruh; (d) perbandingan

ketebalan otot antara leher, badan dan kaki, serta (e) bentuk paha bulat dan padat

yang menunjukkan perdagingan yang baik (Wello dan Garantjang, 1983).

Skor shape digunakan pada banyak sistem deskripsi karkas sapi potong di seluruh dunia (Kempster et al., 1982). Thornton (1991) menyimpulkan bahwa tidak ada indikasi peran bermanfaat dari butt shape dalam estimasi hasil daging yang dipasarkan walaupun butt shape adalah pilihan saat ini dan digunakan secara luas dalam pemasaran karkas karena berpengaruh secara ekonomis. Skor shape A, B dan C mempunyai harga daging yang lebih mahal dari skor D dan E.

Taylor et al. (1996) menemukan bahwa pada studi pertumbuhan karkas, butt shape erat hubungannya dengan lemak dibandingkan otot. Studi tersebut menggunakan karkas yang berat (heavy weight) dan lemak penutup karkas dalam

kisaran yang luas.

(21)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di PT Kariyana Gita Utama, Cicurug - Sukabumi,

RPH Cibadak dan RPH Bojongkokosan, Parung Kuda - Sukabumi. Penelitian

dilaksanakan selama empat bulan, yaitu dari bulan September hingga bulan

Desember 2005.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 60 ekor kerbau jantan untuk pemeliharaan yang

berumur sekitar dua tahun dengan bobot badan berkisar 234-360 kg dengan rataan

295,9 ± 31,1 kg. Kerbau tersebut ditempatkan secara acak ke dalam empat kandang

pedok dengan tiap-tiap pedok berisi 15 ekor kerbau, dilengkapi dengan tempat pakan

dan tempat minum. Sedangkan untuk pemotongan sekaligus pengambilan sampel

karakteristik karkas digunakan kerbau sebanyak 20 ekor.

Peralatan

Peralatan yang digunakan terdiri atas timbangan ternak, timbangan pakan,

ember, kantong plastik, marker hitam permanen, tambang, dan tali. Alat-alat yang

digunakan untuk pengkarkasan adalah pisau, timbangan, plastik, millimeter block, dan jangka sorong.

Rancangan Perlakuan

Ternak kerbau sebanyak 60 ekor dibagi secara acak menjadi empat kelompok

untuk memperoleh perlakuan pakan yang berbeda. Masing- masing perlakuan pakan

adalah : (A) 2 kg jerami padi + 8 kg konsentrat (sebagai kontrol), (B) 4 kg jerami

padi + 7 kg konsentrat, (C) 2 kg jerami padi fermentasi + 8 kg konsentrat, dan

(D) 4 kg jerami padi fermentasi + 7 kg konsentrat. Perlakuan pakan kontrol

disesuaikan dengan pola pemberian pakan yang diterapkan oleh PT Kariyana Gita

Utama.

(22)

bungkil sawit, onggok, tepung biji kedelai, vitamin/mineral, sodium, molases, CaCO3

dan garam. Kandungan nutrisi konsentrat yaitu : serat kasar (SK) 16%, energi 2650

kkal, ether extract (EE) 4,5% dan total digestible nutrient (TDN) 73%. Kandungan nilai gizi pada masing- masing perlakuan pakan yang digunakan berdasarkan analisa

proksimat dapat dilihat pada Tabel 1. Ternak kerbau diberi kesempatan beradaptasi

terhadap perlakuan pakan. Bobot badan setelah masa adaptasi tersebut digunakan

sebagai bobot badan awal dan digunakan sebagai kovarian dalam analisis statistik.

Tabel 1. Komposisi Nutrien Pakan Perlakuan

Uraian Jerami Padi Jerami Padi Fermentasi Konsentrat

Bahan Kering (%) 91,90 91,32 92,68

Protein Kasar (% BK) 5,36 6,78 12,76

Lemak Kasar (% BK) 0,91 0,66 5,92

Abu (% BK) 21,51 24,68 8,20

Neutral Detergent Fibre (NDF) 74,86 66,03 42,68

Acid Detergent Fibre (ADF) 68,50 63,91 38,89

Ca 0,26 0,25 0,56

P 0,02 0,01 0,31

Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Balitnak (2005)

Model

Model linear analisis peragam dalam rancangan acak lengkap menurut Steel

dan Torrie (1995), adalah sebagai berikut :

Yij = µ + ai + ß (Xij – X) + eij

i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3, 4, 5

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan perlakuan ke- i pada ulangan ke-j µ = nilai rata-rata parameter diamati yang sesungguhnya ai = pengaruh aditif dari perlakuan ke- i

ß = koefisien regresi yang menunjukkan ketergantungan Yij pada Xij X = nilai rata-rata faktor yang disamakan

Xij = nilai yang dihasilkan oleh faktor yang disamakan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j yang berkaitan dengan Yij

eij = komponen galat yang timbul pada ulangan ke-j dari perlakuan ke-i

(23)

Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah pertambahan bobot badan dan

karakteristik karkas kerbau yang meliputi bobot dan persentase karkas, tebal lemak

punggung, luas urat daging mata rusuk, dan konformasi butt shape.

Pertambahan Bobot Badan (PBB). Pengukuran pertambahan bobot badan dilakukan dengan menimbang ternak satu bulan sekali selama tiga bulan.

Pertambahan bobot badan per hari (kg) dihitung dengan mengurangi berat akhir

dengan berat awal dibagi waktu pengamatan.

Bobot dan Persentase Karkas. Setelah proses penyembelihan maka kepala, kaki, kulit, ekor, darah, dan jeroan berikut hati, jantung, ginjal dan paru-paru dipisahkan,

bagian bersih yang tertinggal disebut karkas. Karkas ditimbang untuk mengetahui

bobot karkas. Persentase karkas adalah :

% Karkas =

Bobot potong merupakan bobot akhir kerbau sebelum dipotong.

Tebal Lemak Punggung (Swatland, 1984). Pengukuran tebal lemak punggung dilakukan pada separuh karkas kanan pada posisi ¾ dari medial ke arah lateral di atas

rusuk ke-12 dengan memakai jangka sorong.

Luas Urat Daging Mata Rusuk (Swatland, 1984). Pengukuran ini dilakukan pada separuh karkas kanan dengan membuat irisan melintang pada otot Longissimus dorsi

(LD) antara tulang-tulang rusuk ke 12 dan 13 pada tempat pengukuran tebal lemak

punggung. Kemudian penampang melintang tersebut ditempel dengan selembar

plastik transparan (polyethylene) yang agak tebal sehingga penampang lintang otot

LD dapat dengan mudah digambar dengan cara melacak garis atau bentuk luarnya

dengan marker hitam yang permanen. Selanjutnya luas otot LD dapat diukur dengan

mengukur luas gambar penampang lintang lacakannya dengan millimeter block

dalam satuan cm2.

Konformasi Butt Shape (Aus-meat, 1995). Butt shape dinilai berdasarkan bentuk skor butt shape yang diukur secara visual berdasarkan kemontokan paha (plumpness of leg). Standar skor butt shape berkisar antara A sampai E, skor “A” menunjukkan

(24)

menunjukkan skor penampakan kemontokan paha dengan perdagingan minimum.

Data skor hasil penilaian butt shape kemudian dikonversikan menjadi angka: A=1; B=2; C=3, D=4, dan E=5 untuk memudahkan dalam analisa statistik. Standar skor

butt shape dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Standar Penilaian Konformasi Butt Shape (Aus- meat, 1995)

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data yang

diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis peragam (ANCOVA) dengan

bobot badan awal digunakan sebagai faktor koreksi untuk menghilangkan pengaruh

keragaman bobot badan awal. Analisa data dilakukan dengan prosedur GLM

(General Linear Models) dan untuk data non parametrik dianalisa dengan Wilcoxon

Scores. Least Square Means (LSM) digunakan untuk menguji perbedaan diantara

perlakuan (SAS, 1987).

Prosedur Tahap Pendahuluan

Sebelum dilakukan penelitian atau pemberian perlakuan, dilakukan

fermentasi jerami padi dengan menggunakan probiotik (probion) ditambah urea

dengan perbandingan 1 ton jerami padi : 2,5 kg probion : 2,5 kg urea. Probion dan

urea diaduk hingga merata lalu ditaburkan di atas tumpukan jerami padi per

ketinggian 20 cm, dengan ketinggian tumpukan minimal 1 meter. Jerami padi

difermentasi selama 21 hari sebelum diberikan kepada ternak. Probiotik (probion)

diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Probiotik

yang digunakan berasal dari cairan rumen sapi dan kompos yang diinkubasikan.

Jenis dan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam probiotik ini belum spesifik.

(25)

Persiapan Ternak

Kerbau sebanyak 60 ekor ditimbang, diberi nomor telinga, dan dimandikan,

kemudian kerbau tersebut diberi obat cacing, suntikan vaksinasi dan antibiotik,

setelah itu kerbau ditempatkan dan dipelihara di dalam pedok.

Cara Pemeliharaan

Ternak kerbau diberi pakan dua kali dalam sehari, yakni pagi hari (pukul

07.00-09.00 WIB) dan siang hari (pukul 14.00-16.00 WIB). Pakan yang tersisa

ditimbang pada pagi hari sebelum pemberia n pakan berikutnya. Pemberian minum

dilakukan secara ad libitum dan setiap hari diganti.

Pemotongan

Pemotongan kerbau sebanyak 20 ekor dilakukan selama dua minggu, yang

mewakili setiap perlakuan. Kerbau dipotong tanpa pembiusan (stunning), memotong

vena jugularis, oesophagus, dan trachea, sampai darah keluar semua, lalu dilakukan pemisahan kepala pada persendian occipitoatlastis, bagian kaki depan dipotong pada persendian carpo metacarpal, dan bagian kaki belakang dipotong pada persendian

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Bobot Badan

Jerami padi merupakan limbah pertanian yang memiliki kualitas rendah,

namun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dengan diolah terlebih dahulu untuk

pengayaan nutrisi pakan. Teknologi fermentasi cukup tepat untuk dilakukan, karena

mampu meningkatkan kandungan protein kasar dan energinya, serta produk ini dapat

disimpan dalam waktu yang cukup lama sehingga mampu mengatasi kesulitan pakan

di musim- musim tertentu.

Tingkat konsumsi kerbau dari masing- masing perlakuan dalam penelitian ini

berbeda. Bogart et al. (1963) menyatakan bahwa banyaknya bahan makanan yang dapat dikonsumsi oleh seekor hewan berhubungan erat dengan bobot badannya.

Semakin tinggi bobot badan, kemampuan seekor hewan untuk mengkonsumsi bahan

makanan semakin meningkat, baik pada hewan jantan maupun betina. Data konsumsi

pakan dan bobot badan kerbau dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Konsumsi Pakan, Bobot Badan, dan Pertambahan Bobot Badan Kerbau Konsentrat (kg/hr/ekor) Total (kg/hr/ekor)

Keterangan : superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

A = 2 kg jerami padi + 8 kg konsentrat (sebagai kontrol) B = 4 kg jerami padi + 7 kg konsentrat

C = 2 kg jerami padi fermentasi + 8 kg konsentrat D = 4 kg jerami padi fermentasi + 7 kg konsentrat

Pemberian pakan jerami padi fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

(27)

yang dapat dimanfaatkan lebih tinggi dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi.

Hal ini dilihat dari konsumsi jerami padi fermentasi yang relatif lebih sedikit

dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi, karena kerbau akan berhenti

mengkonsumsi pakan apabila kebutuhan energinya sudah terpenuhi. Suharto dan

Rosanto (1993) menyatakan bahwa pada sapi, salah satu kegunaan dari probiotik

dalam pakan adalah sebagai zat pengurai selulosa, lemak, lignin, dan protein

sehingga dapat meningkatkan daya cerna nutrisi ternak. Hal ini dimungkinkan pada

kandungan serat yang lebih rendah peranan bakteri pemecah serat (fibrolitik) lebih

optimal sehingga daya cerna ternak terhadap pakan menjadi lebih baik. Konsumsi

jerami padi pada penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil

penelitian Zulbardi et al. (1983) yang melaporkan bahwa konsumsi jerami padi pada kerbau yang diberi pakan jerami padi dengan jagung dan dedak padi adalah

7,64 kg/ekor/hari dan hasil penelitian Sitorus (1989), yang melaporkan bahwa

konsumsi jerami padi pada kerbau yang diberi pakan jerami padi dengan dan tanpa

perlakuan urea dengan suplementasi ampas kecap dan molasse adalah

5,38 kg/ekor/hari.

Pemberian pakan jerami padi fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap pertambahan bobot badan kerbau. Rataan pertambahan bobot badan kerbau

sebesar 0,77 kg/ekor/hari. Hal ini berarti bahwa respon pertumbuhan ternak belum

dapat ditingkatkan dalam penelitian ini oleh penambahan probiotik saja di dalam

pakan jerami padi fermentasi. Namun pertambahan bobot badan kerbau pada

penelitian ini masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian

Zulbardi et al. (1983) dan Sitorus (1989), yaitu masing- masing sebesar 0,22 dan 0,30 kg/ekor/hari.

Rataan pertambahan bobot badan kerbau dalam penelitian ini dapat dikatakan

sama besar. Namun jika dilihat dari rataan konsumsi pakan, kerbau yang mendapat

perlakuan C dan D mengkonsumsi pakan lebih sedikit (8,18 dan 8,15 kg/ekor/hari)

dibanding kerbau yang mendapat perlakuan A dan B (9,48 dan 9,83 kg/ekor/hari).

Nilai konversi pakan kerbau yang mendapat perlakuan C dan D lebih rendah (11,7

dan 10,2) dibanding kerbau yang mendapat perlakuan A dan B (12,3 dan 12,0). Nilai

konversi pakan ini juga menggambarkan nilai efisiensi penggunaan pakan sebesar

(28)

dan B. Hal ini menunjukkan bahwa kerbau yang mendapat perlakuan C dan D lebih

efisien dalam penggunaan pakan dibanding kerbau yang mendapat perlakuan A dan

B karena menghasilkan pertambahan bobot badan yang relatif sama.

Karakteristik Karkas

Karkas merupakan bagian yang memiliki nilai komersial dari ternak

pedaging, sehingga harganya akan sangat ditentukan oleh nilai karkas yang

dihasilkan. Sifat karkas yang disukai oleh konsumen yaitu karkas yang memiliki

proporsi lemak optimum, proporsi daging maksimum, dan proporsi tulang yang

minimum (Berg dan Butterfield, 1976). Menurut Kempster et al. (1982), nilai komersial karkas sapi pada umumnya tergantung pada ukuran, struktur dan

komposisinya, dimana sifat-sifat struktural karkas yang utama untuk kepentingan

komersil tersebut meliputi bobot, proporsi jaringan-jaringan karkas, ketebalan lemak,

komposisi kimia serta penampilan luar dari jaringan tersebut serta kualitas

dagingnya. Tabel 3 menyajikan rataan karakteristik karkas kerbau yang meliputi

bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, tebal lemak punggung, dan luas urat

daging mata rusuk.

Tabel 3. Karakteristik Karkas Kerbau Menurut Perlakuan Pakan yang Diberikan *)

Keterangan : *) dikoreksi terhadap rataan bobot badan awal 324,1 ± 32,4 kg; superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) A = 2 kg jerami padi + 8 kg konsentrat (sebagai kontrol)

B = 4 kg jerami padi + 7 kg konsentrat

C = 2 kg jerami padi fermentasi + 8 kg konsentrat D = 4 kg jerami padi fermentasi + 7 kg konsentrat

(29)

Pemberian pakan jerami padi fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap karakteristik karkas yang meliputi bobot potong, bobot karkas, persentase

karkas, dan luas urat daging mata rusuk. Yoon dan Stern (1995) menyatakan bahwa

karakteristik karkas tidak dipengaruhi oleh pemberian pakan yang mengandung

probiotik dari kultur Aspergillus oryzae.

Pemberian pakan jerami padi fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap bobot potong kerbau. Rataan bobot potong kerbau pada penelitian ini

adalah 383,84 kg/ekor. Rataan bobot potong tersebut masih lebih tinggi jika

dibandingkan dengan hasil penelitian Dahlan (1996), yang melaporkan bahwa rataan

bobot potong ternak kerbau dan sapi yang dipelihara secara feedlot dan pasture

masing- masing sebesar 364 dan 231,5 kg/ekor, dan hasil penelitian

Uriyapongson et al. (1996), yang melaporkan bahwa rataan bobot potong ternak kerbau dan sapi ya ng dipotong pada umur potong 2-4 tahun masing- masing sebesar

369,5 dan 351 kg/ekor.

Pemberian pakan jerami padi fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap bobot karkas kerbau. Rataan bobot karkas kerbau pada penelitian ini adalah

166,05 kg/ekor. Rataan bobot karkas tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan

hasil penelitian Uriyapongson et al., (1996), yaitu rataan bobot karkas ternak kerbau dan sapi masing- masing adalah 181,25 dan 191,73 kg/ekor. Hal ini berarti bobot

karkas belum bisa ditingkatkan dengan pemberian probiotik dalam pakan jerami padi

fermentasi. Tidak adanya respon dari pemberian probiotik ini diduga karena

kandungan nutrisi pakan yang relatif sama antar perlakuan. Menurut Lawrie (1995),

hewan dengan tingkat nutrisi yang berbeda, walaupun pada bobot dan bangsa yang

sama akan sangat berbeda dalam bentuk dan komposisi karkas.

Pemberian pakan jerami padi fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap persentase karkas kerbau. Keseragaman respon ternak dalam hal persentase

karkas kerbau tersebut diduga karena probiotik yang digunakan untuk membantu

pemecahan serat dapat menyebabkan deposisi nutrien di dalam tubuh yang relatif

sama. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Berg dan Butterfield (1976), yang

menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah jumlah

pakan dan minum yang diberikan sebelum penimbangan, jarak pengangkutan, bobot

(30)

43,30%. Rataan persentase karkas tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan

hasil penelitian Dahlan (1996), yang melaporkan bahwa rataan persentase karkas

kerbau dan sapi masing- masing adalah 50,15 dan 54,7 %, dan hasil penelitian

Uriyapongson et al. (1996), yang melaporkan bahwa rataan persentase karkas kerbau dan sapi masing- masing adalah 48,82 dan 54,8 %.

Pemberian pakan jerami padi fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap ketebalan lemak subkutan. Pemberian pakan dengan jerami padi fermentasi

(perlakuan C dan D) menghasilkan karkas dengan ketebalan lemak punggung yang

lebih rendah dibanding pakan jerami padi tanpa fermentasi (perlakuan A dan B).

Dengan demikian terjadi penurunan kandungan lemak dalam karkas dengan adanya

pemberian probiotik di dalam pakannya. Hal ini dikarenakan konsumsi pakan kerbau

yang mendapat perlakuan C dan D lebih rendah dibanding kerbau perlakuan A dan B

sehingga energi yang diperoleh masih dimanfaatkan untuk pembentukan otot di

dalam jaringan tubuhnya dan belum dimanfaatkan untuk penimbunan lemak.

Peningkatan ketebalan lemak punggung terjadi apabila produksi daging sudah

mencapai derajat finish, dan pada penelitian ini kerbau-kerbau yang dipotong belum mencapai bobot potong yang optimal untuk menghasilkan lemak. Kurniawan (2005)

menyatakan bahwa pada sapi Brahman Cross, persentase karkas, tebal lemak

punggung, luas urat daging mata rusuk, persentase lean dan persentase lemak karkas tidak dipengaruhi oleh bobot potong yang berkisar antara 301-500 kg. Ditambahkan

juga bahwa bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, luas urat daging mata

rusuk, dan berat lean tidak dipengaruhi oleh perbedaan tebal lemak punggung yang berkisar antara 2,5-9,5 mm.

Luas urat daging mata rusuk tidak dipengaruhi secara nyata (P>0,05) oleh

perlakuan pemberian pakan jerami padi fermentasi. Hal ini berarti pemberian pakan

jerami padi fermentasi tidak dapat meningkatkan perdagingan karkas yang

dihasilkan. Rataan luas urat daging mata rusuk dari karkas kerbau pada penelitian ini

adalah 47,46 cm2. Luas urat daging mata rusuk dapat dijadikan indikator untuk

memprediksi atau menentukan nilai perdagingan, sehingga dengan melihat

perubahan luas urat daging mata rusuk ini menunjukkan perdagingan karkas yang

dihasilkan selama fase penggemukan. Romans dan Ziegler (1977) menyatakan

bahwa luas urat daging mata rusuk berhubungan dengan proporsi daging yang

(31)

dihasilkan, makin luas urat daging mata rusuk akan semakin besar proporsi daging

yang dihasilkan. Luas urat daging mata rusuk merupakan salah satu indikator untuk

memprediksi atau menentukan nilai perdagingan, tetapi luas urat daging mata rusuk

tidak dapat digunakan sebagai indikator tunggal, melainkan sebagai indikator

pelengkap (Johnson et al., 1992).

Natasasmita dan Kooswardhono (1980) menyatakan bahwa pada sapi,

perlemakan yang terjadi di depot-depot lemak biasanya memiliki korelasi dengan

banyaknya daging yang dibentuk di bagian-bagian tubuh tertentu. Lemak yang

sedikit berakibat jumlah daging yang diproduksi banyak atau sebaliknya, lemak yang

terlalu banyak mengakibatkan produksi daging sedikit. Ketebalan lemak subkutan

berkorelasi negatif (r=-0.505) dan berbeda nyata (P=0.027) dengan luas urat daging

mata rusuk, semakin rendah tebal lemak subkutan maka luas urat daging mata rusuk

akan semakin besar atau sebaliknya, semakin tebal lemak punggung akan

mengakibatkan luas urat daging mata rusuk yang semakin kecil.

Konformasi Butt Shape

Konformasi butt shape adalah suatu ukuran kemontokan paha untuk menilai kualitas perdagingan karkas secara langsung dengan membandingkan proporsi antara

bagian-bagian daging, tulang, dan lemak antara karkas yang bernilai tinggi dengan

yang bernilai rendah. Data nilai tengah skor dan rataan rank konformasi butt shape

karkas kerbau dari masing- masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Semakin

rendah nilai tengah skor dan rataan rank, maka nilai tersebut semakin baik.

Tabel 4. Nilai Tengah Skor dan Rataan Rank Konformasi Butt Shape Karkas Kerbau

Konformasi Butt Shape

Perlakuan

Nilai Tengah Skor Rataan Rank

(32)

Perlakuan pemberian pakan jerami padi fermentasi tidak berpengaruh nyata

(P>0,05) terhadap konformasi butt shape. Hal ini berarti perbedaan komposisi pakan tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi otot, tulang dan jaringan ikat. Kandungan

nutrisi dalam setiap pakan perlakuan yang diberikan pada penelitian ini relatif sama,

hal ini menunjukkan bahwa walaupun diberikan ransum yang berbeda, tingkat nutrisi

yang dikandung tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi otot, karena yang

dibutuhkan adalah waktu yang harus lebih lama untuk dapat meningkatkan distribusi

otot dan jaringan ikat pada karkas ternak. Tidak terjadinya perubahan konformasi

butt shape kemungkinan karena periode lama penggemukan yang dilakukan belum cukup untuk me ngubah secara nyata distribusi jaringan ikat.

Thornton (1991) menyatakan bahwa tidak ada indikasi peran bermanfaat dari

butt shape dalam estimasi hasil daging yang dipasarkan walaupun butt shape adalah pilihan saat ini dan digunakan secara luas dalam pemasaran karkas karena

berpengaruh secara ekonomis. Skor shape A, B dan C mempunyai harga daging yang lebih mahal dari skor D dan E.

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pemberian pakan jerami padi fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap pertambahan bobot badan dan karakteristik karkas kerbau yang meliputi

bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan luas urat daging mata rusuk, akan

tetapi pemberian pakan jerami padi fermentasi dapat meningkatkan efisiensi

penggunaan pakan dan mengurangi ketebalan lemak punggung karkas kerbau.

Saran

Untuk mengefektifkan pengaruh pemberian probiotik dalam pakan jerami

padi fermentasi terhadap produktifitas dan karakteristik karkas kerbau, perlu

dilakukan pengamatan lebih lanjut terhadap penambahan probiotik pada jerami padi

(34)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Rabb semesta alam

atas segala karunia, rahmat, dan hidayah-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak

terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari akan keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang

dimiliki sehingga bantuan dari berbagai pihak sangat mendukung dalam penyelesaian

skripsi ini. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada kedua orang tua

tercinta yang banyak membantu dalam doa, materi, motivasi, dan perhatian serta

kasih sayang yang tiada henti diberikannya, serta adik-adik tersayang Erlina dan Elis,

semoga Allah membalas segala kesabaran, kebaikan, dan kasih sayang mereka.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Hj. Komariah, MSi. dan Dr. Budi

Haryanto selaku Dosen Pembimbing yang dengan kesabaran dan kebijaksanaannya

telah membimbing, mengarahkan, dan membantu penyusunan skripsi. Kepada Irma

Isnafia Arief, SPt., MSi. dan Dr. Ir. I Komang Gede Wiryawan, selaku Dosen

Penguji Sidang, atas kritikan dan masukan untuk perbaikan skripsi. Selain itu kepada

Ir. Hanafi dan Dewan Direksi serta seluruh staff PT Kariyana Gita Utama, Ibu Atien,

Ibu Tri, dan Pak Sumanto atas bantuan dan kerjasamanya selama pelaksanaan

penelitian. Kepada Cahyo Budiman, SPt, Sholichin, SP, Lina Marlinah, SAg, Anggi

Ariesta, Retna Adiwati, Feni Sulistyawati, Emil A.A., CHK Karyadinata, Ramces,

Ade Hermansyah, Andi Sawali, Agus Lahmudin, keluarga besar LDK BKIM IPB

dan FORSITA Fapet, mahasiswa THT angkatan 38 dan 39, serta semua pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungan dan bantuannya selama

kuliah dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga

kepada Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Perhimpunan Orang Tua Mahasiswa

(POM), Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA-IPB), dan Yayasan Women

International Club (WIC) yang telah memberikan bantuan Beasiswa pendidikan.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika

Fakultas Peternakan IPB. Harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi semua pembaca sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2006

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Akhirany, N. 1998. Nilai nutrisi ransum pelet komplit berbasis jerami padi dengan berbagai level energi dan protein untuk pertumbuhan kambing kacang. Tesis. Pascasarjana IPB, Bogor.

Aus- meat. 1995. Aus-Meat for Indonesia Workshop. Work Book 1. Australian Meat and Livestock Corporation. Perth, Western Australia.

Berg, R.T. and R.M. Butterfield. 1976. New Concept of Cattle Growth. Sydney University Press, Sydney.

Bhattacharya, R. 1993. Kerbau. Dalam: G. Williamson dan W.J.A Payne. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bogart, R., F.R. Ampi, A.F. Englemier, and W.K. Johnston, Jr. 1963. Some physiological studies on growth and feed efficiency of beef cattle. J. Anim. Sci. 22 : 993-999.

Dahlan, I. 1996. Effect of diets and productions systems on carcass characteristics and meat quality of buffalo and cattle. Proceedings of the 2nd Asian Buffalo Association Congress. Manila, Philippines.

Dyer, I.A. and C.C. O’mary. 1977. The Feedlot. 2nd Edition. Lea and Febiger, Philadelphia.

Fahimuddin, M. 1975. Domestic Water Buffalo. Gulab Primlani, Oxford & IBH Publishing Co., New Delhi.

Field, R.A. and C.O. Schoonover. 1967. Equation for comparing Longissimus dorsi

areas in bulls of different weights. J. Anim. Sci. 26 : 709-712.

Hafez, E.S.E. and I.A. Dyer. 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea and Febiger, Philadelphia.

Johnson E.R., Taylor D.G. and R. Priyanto. 1992. The contribution eye muscle area to the objective measurement of carcass muscle. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. Volume 19. Melbourne.

Joseph, G. 1996. Status asam-basa dan metabolisme mineral pada ternak kerbau lumpur yang diberi pakan jerami padi dan konsentrat dengan penambahan natrium. Tesis. Pascasarjana IPB, Bogor.

(36)

Kempster, A.J., A. Cuthbertson, and G. Harrington. 1982. Carcass Evaluation in Livestock Breeding, Production, and Marketing. Granada Publishing Ltd., London.

Kurniawan, D. 2005. Produktifitas karkas dan kualitas daging sapi Brahman Cross pada beberapa kategori bobot potong dan ketebalan lemak punggung untuk kebutuhan pasar tradisional. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Laconi, E.B. 1992. Pemanfaatan manur ayam sebagai suplemen non protein nitrogen (NPN) dalam pembuatan silase jerami padi untuk ternak kerbau. Tesis. Pascasarjana IPB, Bogor.

Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan: A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Minish G.L and D.G. Fox. 1979. Beef Production and Management. Reston Publishing Co., Inc. A Prentice-Hall Co., Reston, Virginia.

Natasasmita, A. dan M. Kooswardhono. 1980. Beternak Sapi Daging. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Priyanto R., Johnson E.R. and D.G. Taylor. 1993. Prediction of carcass composition in heavy-weight grass- fed and grain- fed beef cattle. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 57 : 65-72.

Rajhan, S.K. and N.N. Pathak. 1979. Management and Feeding Buffaloes. Vikas Publishing House PVT Ltd., New Delhi.

Romans J.R. and P.T. Ziegler. 1977. The Meat We Eat. 10th Edition. The Interstate Printers and Publishers, Inc., Danville, Illinois.

SAS, 1987. SAS User’s Guide : Statistic for Personal Computer, Version 6.12 Edition. Statistical Analysis System Institute Inc., Cary, NC, USA.

Sitorus, S.S. 1989. Pemberian jerami padi dengan dan tanpa perlakuan urea pada kerbau yang diberi suplementasi ampas kecap dan molasse. Proceedings : Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Jilid 1. Departemen Pertanian, Bogor.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jilid 2. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suharto, W. dan Rosanto. 1993. Starbio untuk Penggemukan Ternak Sapi. Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.

(37)

Swatland, H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prenticehall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Taylor, D.G., E.R. Johnson, and L. Knoff. 1996. The accuracy of rump P8 fat thickness and twelfth rib fat thickness in predicting beef carcass fat content in three breed types. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 21 : 193-195.

Thornton, S. 1991. Text Book of Meat Inspection. 5th Edition. Bailliere Tindal and Co. Ltd., London.

Toelihere, M.R. 1978. Peternakan Kerbau dan Reproduksinya di Indonesia. Veteriner. 1 (3) : 1-5.

Uriyapongson, S., M. Wanapat, and T. Rojanakorn. 1996. Comparative study on body composition, carcass composition, and processing quality of meat from buffalo and cattle. Proceedings of the 2nd Asian Buffalo Association Congress. Manila, Philippines.

Wais, J.A.C., J. Guggolz, G.D. Kohler, H.G. Walher, and W.N. Harvet. 1972. Improving digestibility of straw for ruminant by agueus amonia. J. of Anim. Sci. 35 : 119-112.

Wello, A.B. dan S. Garantjang. 1983. Ternak Sapi Daging (Beef Cattle). Bagian 1. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanudin. Ujungpandang.

Yoon, J.K. and M.D. Stern. 1995. Influence of direct- fed microbial on ruminal microbial fermentation and performance of ruminants. (Review). AJAS. Volume 8 : 533-555.

(38)
(39)

Lampiran 1. Rataan Bobot Badan Bulanan Kerbau (kg/ekor) D = 4 kg jerami padi fermentasi + 7 kg konsentrat

Lampiran 2. Hasil Analisa Peragam Konsumsi Pakan Kerbau

Jerami Padi

SK db JK KT F hitung P > F

Perlakuan 3 171,3695 57,1232 171,15 0,0001 **

Galat 364 121,4883 0,3338

Total 367 292,8577

Keterangan : ** = berbeda sangat nyata (P<0,001)

Least Squares Means

(40)

Least Squares Means

Keterangan : ** = berbeda sangat nyata (P<0,001)

Least Squares Means

Jerami Padi Konsentrat Total Konsumsi Pakan

(41)

Lampiran 3. Hasil Analisa Peragam Pertambahan Bobot Badan Kerbau

Bobot Badan Awal

SK db JK KT F hitung P > F

Perlakuan 3 7279,5870 2426,5290 2,49 0,0699

Galat 54 52587,3095 973,8391

Total 57 59866,8965

Bobot Badan Akhir

SK db JK KT F hitung P > F

Perlakuan 3 9956,3314 3318,7771 2,32 0,0857

Galat 54 77297,8238 1431,4412

Total 57 87254,1552

Pertambahan Bobot Badan

SK db JK KT F hitung P > F

Perlakuan 3 0,1269 0,0423 0,31 0,8200

Galat 54 7,4368 0,1377

Total 57 7,5637

Bobot Awal Bobot Akhir PBB

Perlakuan N

Rataan SD Rataan SD Rataan SD

A 14 340,4286 35,2108 388,5000 38,3802 0,7753 0,3694

B 14 324,6429 25,1812 375,7143 28,9520 0,8237 0,2026

C 15 308,7333 24,8724 352,1333 35,5304 0,7000 0,4994

(42)

Lampiran 4. Hasil Analisa Peragam Karakteristik Karkas Kerbau

Bobot Potong

SK db JK KT F hitung P > F

Perlakuan 3 387,5543 129,1848 1,44 0,2725

Bobot Awal 1 15924,5128 15924,5128 177,89 0,0001

Galat 14 1253,2872 89,5205

Total 18 17565,3543

Bobot Karkas

SK db JK KT F hitung P > F

Perlakuan 3 189,9541 63,3180 1,37 0,2926

Bobot Awal 1 2017,3666 2017,3666 43,65 0.0001

Galat 14 647,0334 46,2167

Total 18 2854,3541

Persentase Karkas

SK db JK KT F hitung P > F

Perlakuan 3 4,5065 1,5022 0,54 0,6656

Bobot Awal 1 5,4566 5,4566 1,94 0,1849

Galat 14 39,2824 2,8059

Total 18 49,2455

Tebal Lemak Subkutan

SK db JK KT F hitung P > F

Perlakuan 3 16,5476 5,5159 5,47 0,0107 *

Bobot Awal 1 2,6886 2,6886 2,66 0.1249

Galat 14 14,1274 1,0091

Total 18 33,3636

Keterangan : * = Berbeda nyata (P<0,05)

(43)

Least Squares Means

Keterangan : ** = berbeda sangat nyata

Luas Urat Daging Mata rusuk

SK db JK KT F hitung P > F

Perlakuan 3 72,1689 24,0563 0,79 0,5180

Bobot Awal 1 5,7990 5,7990 0,19 0,6687

Galat 14 424,8279 30,3449

Total 18 502,7958

Subkutan Udamaru Bobot Potong

Perlakuan N

Berat Karkas Persentase Karkas Bobot Awal

(44)

Lampiran 5. Hasil Analisa Korelasi Ketebalan Lemak Subkutan dengan Luas Urat Daging Mata Rusuk

Variabel N Rataan Standar Deviasi Jumlah Minimum Maksimum

Subkutan 19 5,2263 1,3531 99,3000 2,8000 8,0000 Analysis of Variance for Variable KONFOR

Classified by Variable PRLK

(45)

Lampiran 7. Posisi Pengukuran Tebal Lemak Punggung pada Rusuk 12/13

Lampiran 8. Pengukuran Luas Urat Daging Mata Rusuk dengan Plastic Grid

(46)

PRODUKTIFITAS DAN KARAKTERISTIK KARKAS

KERBAU YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI

DENGAN ATAU TANPA FERMENTASI

SELAMA PENGGEMUKAN

SKRIPSI ENCA HATA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(47)

PRODUKTIFITAS DAN KARAKTERISTIK KARKAS

KERBAU YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI

DENGAN ATAU TANPA FERMENTASI

SELAMA PENGGEMUKAN

ENCA HATA D14201044

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(48)

PRODUKTIFITAS DAN KARAKTERISTIK KARKAS

KERBAU YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI

DENGAN ATAU TANPA FERMENTASI

SELAMA PENGGEMUKAN

Oleh : ENCA HATA

D14201044

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 19 April 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Hj. Komariah, MSi. Dr. Budi Haryanto

NIP. 131 841 729

NIP. 080 030 671

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(49)

RINGKASAN

ENCA HATA. D14201044. 2006. Produktifitas dan Karakteristik Karkas Kerbau yang Diberi Pakan Jerami Padi dengan atau Tanpa Fermentasi Selama Penggemukan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Hj. Komariah, MSi. Pembimbing Anggota : Dr. Budi Haryanto

Kerbau merupakan salah satu ternak yang dapat diandalkan dalam menghasilkan daging dan tenaga kerja. Namun, secara umum pemeliharaan ternak kerbau di Indonesia belum ditujukan untuk ternak potong, karena fungsi utamanya untuk mengolah lahan pertanian, sumber pupuk, dan tabungan hidup. Salah satu keunggulan ternak kerbau adalah dapat memanfaatkan hijauan yang berkualitas rendah seperti jerami padi. Usaha peningkatan produksi daging kerbau sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Strategi pemberian pakan yang disesua ikan dengan pencernaannya akan membantu meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi (nutrien) untuk pembentukan jaringan otot (daging). Salah satu usaha untuk mengefisiensikan penggunaan pakan jerami padi adalah dengan menambahkan probiotik dalam jerami padi fermentasi. Penggunaan probiotik diharapkan dapat meningkatkan kecernaan di rumen dan absorpsi protein di usus halus sehingga dapat meningkatkan produktifitas ternak tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan produktifitas dan karakteristik karkas kerbau yang diberi pakan jerami padi dengan jerami padi fermentasi selama periode penggemukan. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan.

Penelitian ini diawali dengan pembuatan jerami padi fermentasi dan seleksi ternak. Ternak kerbau sebanyak 60 ekor dibagi secara acak menjadi empat kelompok untuk memperoleh perlakuan pakan yang berbeda. Masing- masing perlakuan pakan adalah : (A) 2 kg jerami padi + 8 kg konsentrat (sebagai kontrol), (B) 4 kg jerami padi + 7 kg konsentrat, (C) 2 kg jerami padi fermentasi + 8 kg konsentrat, (D) 4 kg jerami padi fermentasi + 7 kg konsentrat. Ternak ditimbang setiap bulan, kemudian 20 ekor dipotong untuk mendapatkan data karakteristik karkas.

Pengolahan data dilakukan berdasarkan rancangan acak lengkap. Pengaruh perlakua n terhadap peubah yang diamati dipelajari dengan analisis sidik peragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan jerami padi fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan, bobot potong, luas urat daging mata rusuk, bobot karkas, persentase karkas, dan konformasi butt shape, tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) mengurangi ketebalan lemak subkutan.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pemberian pakan jerami padi fermentasi dapat mengurangi produksi lemak karkas dengan ketebalan lemak punggung yang lebih rendah meskipun tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan kerbau.

(50)

ABSTRACT

Productivity and Carcass Characteristic of Buffalo Fed with Fermented or Unfermented Rice Straw During Fattening

Hata E., Komariah, B. Haryanto

Buffalo is one of the livestock that can yield labour and meat. However, buffalo in Indonesia has not yet been addressed for slaughter livestock, because of its primary functions in agriculture are for land preparation, source of manure, and alive saving. One of the efforts to increase the efficiency of diet utilization is by adding probiotic in the diet. The aim of this experiment was to compare the productivity and carcass characteristic of buffalo which is given fermented or unfermented rice straw during fattening. Sixty buffalo es were divided randomly into four groups to receive one of four different dietary treatments. The dietary treatments were: (A) 2 kg rice straw + 8 kg concentrate (as control), (B) 4 kg rice straw + 7 kg concentrate, (C) 2 kg fermented rice straw + 8 kg concentrate, (D) 4 kg ferment ed rice straw + 7 kg concentrate. The buffaloes were weighed monthly, then 20 buffaloes were slaughtered to get the carcass characteristic data. Data is analyzed statistically in a completely randomized design. The effect of treatment to parameter was studied by analysis of covariance (ANCOVA). Results of experiment indicated that fermented rice straw did not give significant effect (P>0.05) on body weight gain, slaughtered weight, loin eye area, carcass weight, dressing percentage, and conformation of butt shape, but significantly affect (P<0.05) thickness of subcutan fat. Conclusion of this experiment was that fermented rice straw could reduce carcass fat, though did not influence the rate of body weight gain.

Gambar

Tabel 1.  Komposisi Nutrien Pakan Perlakuan
Gambar 1.  Standar Penilaian Konformasi Butt Shape (Aus-meat, 1995)
Tabel 2.   Rataan Konsumsi Pakan, Bobot Badan, dan Pertambahan Bobot        Badan Kerbau
Tabel 3.  Karakteristik Karkas Kerbau Menurut Perlakuan Pakan yang Diberikan *)
+2

Referensi

Dokumen terkait

bassiana dengan tambahan tepung ebi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa kitin, pada perlakuan jangkrik terjadi kematian yang lebih tinggi namun tidak me- nunjukkan perbedaan

Selain itu juga, wisata masjid bersejarah pun akan mampu meningkatkan kekuatan sosial; dan hal tersebut sejalan dengan temuan Azmi &amp; Ismail yang menunjukkan

Beberapa masalah yang sering muncul dalam pemuliaan secara konvensional seperti yang dicantumkan dalam jurnal Azrai, (2005) adalah: (1) Memerlukan waktu yang cukup lama , ( 2)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas perangkat pembelajaran inovatif sub tema Bermain di Lingkungan Rumah mengacu kurikulum 2013 untuk siswa kelas II

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh urin sapi sebagai pupuk cair terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun tanaman seledri dan mengetahui dosis pupuk

---, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008 tanggal 19 Juni 2008 tentang Tata Cara Penyampaian, Pengadministrasian, serta Penghapusan Sanksi Administrasi

Para ahli sependapat bahwa teori dan praktek kependidikan haruslah berdasarkan konsepsi dasar tentang manusia termasuk peran ekonomi didalamnya. Pendidikan merupakan gejala

Pada indikator ke 6 yaitu menarik kesimpulan suatu prosedur/ konsep mendapat persentase sebesar 12,5 %. Dari persentase tersebut dapat diartikan bahwa dalam proses