TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING OLEH WAJIB PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA
TUGAS AKHIR O
L E H
NAMA : AFFAN RINANDA NIM : 092600072
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan kesehatan dan kemampuan kepada saya untuk dapat menyelesaikan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri dan sekaligus menyelesaikan laporan Tugas Akhir.
Tugas Akhir ini merupakan sebuah karya ilmiah yang disusun dalam rangka
memenuhi tugas-tugas dan melengkapi syarat-syarat dalam pelaksanaan PKLM
Administrasi Perpajakan. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan data-data yang
diperoleh dari sumber-sumber yang diperlukan.
Dalam menyelesaikan laporan ini banyak bantuan yang diterima baik moral
maupun material, untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin M.Sp, selaku Dekan FISIP USU
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara M,Si, selaku ketua Program Studi
D-III Administrasi Perpajakan FISIP USU
3. Seluruh staff pengajar Program Studi D-III Administrasi Perpajakan FISIP
USU
4. Ibu Ir.Rospita Marpaung, MM, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingannya dalam penyelesaian Tugas Akhir untuk
menyelesaikan studi di Program Studi D-III Administrasi Perpajakan
5. Orang tua yang sudah memberikan semangat untuk tercapainya
penyelesaian studi, khususnya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
6. Kepada seluruh teman, khususnya teman kelas B dan
teman-teman sejawat yang telah memberikan motivasi, informasi, dukungan,
serta kerja samanya selama tiga tahun terakhir saat melaksanakan studi di
program studi D-III Administrasi Perpajakan FISIP USU
Dalam penyusunan laporan ini , saya menyadari adanya kelemahan, baik dari
segi isi maupun penyajiannya. Namun demikian, saya sebagai penulis berusaha
secara maksimal untuk memperbaiki proposal ini agar menjadi lebih baik lagi, saya
juga memohon maaf apabila terjadi kesalahan kata-kata dalam penulisan proposal ini.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan sebagai penulis saya juga
mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang telah memberikan dukungan
kepada saya dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini, dan saya berharap agar
laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan , Oktober 2012
Penulis ,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar... i
Daftar Isi...iii
BABI PENDAHULUAN...1
A.Latar belakang PKLM... 1
B.Tujuan dan Manfaat PKLM... 4
C.Ruang Lingkup PKLM... 6
D.Uraian Teoritis... 7
E. Metode PKLM... 13
F. Metode Pengumpulan Data... 14
G.Sistematika Penulisan...15
BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA... 18
A.Sejarah Umum Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota 18 B.Struktur Organisasi... 25
C.Uraian Tugas dan Fungsi...27
D.Perbedaan Struktur Organisasi Lama dengan Struktur Organisasi Baru... 30
BAB III GAMBARAN DATA...……...33
A.Pengertian Pajak...33
B.Fungsi Pajak...35
C.Pajak Sebagai Kewajiban Masyrakat...36
D.Hak Memungut Pajak dan Kewajiban Penyetoran...37
E. Hak dan Kewajiban Masyarakat di Bidang Perpajakan...38
F. Hak Mengajukan Keberatan...40
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI...42
A.Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Banding Oleh Wajib Pajak...42
B.Syarat-syarat Dalam Pengajuan Keberatan Sampai Dilaksanakannya Banding...44
C.Hak Wajib Pajak Dalam Pengajuan Keberatan...57
D.Sebab-sebab Wajib Pajak Mengajukan Keberatan dan Banding...57
E. Faktor-faktor Penyebab Keberatan Diterima atau Ditolak...60
F. Tata Cara Penyelesaian Keberatan dan Banding...63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...67
A.Kesimpulan...67
B.Saran...68
DAFTAR PUSTAKA...69
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Pajak merupakan sumber penerimaan yang utama bagi negara disamping
sumber-sumber lainnya. Akan tetapi pemungutan pajak pada saat ini dirasakan oleh
masyrakat sebagai beban yang berat, sebab dari penetapan jumlah pajak, jenis pajak
maupun tata cara pemungutannya dilaksanakan diluar rasa keadilan tanpa
menghiraukan kemampuan serta menambah beban penderitaan. Menurut masyarakat
pajak hanyalah sebuah kewajiban yang semata-mata harus dilaksanakan masyarakat
secara patuh kepada negara.
Banyak masyrakat yang belum menyadari akan pentingnya pajak dan pada
kenyataannya masih banyak Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sampai
pada jatuh tempo pembayaran. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk membayar
pajak sebagai kewajiban warga negara perlu diimbangi dengan peningkatan
pelayanan aparatur negara pada pembayar pajak, disertai penerapan sanksi sesuai
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Untuk menghindari hal tersebut Wajib
Pajak dapat mengajukan keberatan dan banding berdasarkan Undang-undang No. 28
Dalam pelaksanaan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan
kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak merasa kurang/tidak puas atas suatu
ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atas pemotongan/pemungutan oleh pihak
ketiga. Ketidakpuasan Wajib Pajak atas ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya
tersebut ada yang disebabkan karena kesalahan hitung oleh fiskus atau Wajib Pajak
sendiri.
Direktorat Jenderal Pajak berwenang menetapkan pajak secara jabatan jika
dari hasil pemeriksaan terbukti bahwa pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah
tidak benar atau tidak lengkap. Pada umumnya penetapan pajak secara jabatan adalah
jauh lebih besar jumlah perkiraan Wajib Pajak pada waktu mengajukan Surat
Pemberitahuan (SPT). Oleh karena itu Wajib Pajak merasa keberatan atas pajak yang
dikenakan terhadapnya. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak memberikan
kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengajukan keberatannya berdasarkan pasal
25 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
perpajakan.
Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah pajak dan atau pemungutan
pajak tidak sebagaimana mestinya maka Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan
hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pengajuan tersebut Wajib Pajak
hanya boleh mengajukan satu keberatan untuk setiap satu jenis pajak dan satu tahun
pajak dalam jangka waktu tiga bulan sejak diterimanya Surat Pemberitahuan
Terutang dan Surat Ketetapan Pajak oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak
diluar kekuasaannya. Apabila surat tersebut memenuhi syarat sebagai Surat
Keberatan Wajib Pajak akan menerima tanda penerimaan surat oleh Pejabat
Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pos, apabila Surat Keberatan Wajib Pajak tidak
memenuhi syarat, maka Wajib Pajak diberi waktu untuk memperbaikinya dihitung
sejak diterimanya surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai Surat Keberatan.
Dalam hal Wajib Pajak merasa kurang puas terhadap keputusan keberatan
yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak, maka Wajib Pajak diberi kesempatan untuk
mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
keputusan keberatan diterima. Pengajuan permohonan banding tidak menunda
kewajiban membayar pajak dan penagihan pajak.
Dari uraian diatas penulis ingin mengetahui tata cara pengajuan keberatan
sampai dilakukannya banding oleh Wajib Pajak. Sebagai salah satu syarat dalam
rangka penyusunan tugas akhir, Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah
suatu metode untuk mempraktikkan teori yang selama ini diperoleh di bangku
perkuliahan pada kondisi dilapangan yang sebenarnya. Diharapkan PKLM ini dapat
memberikan pengetahuan yang praktis mengenai lingkungan kerja beserta
aspek-aspek perpajakan yang terdapat didalamnya khususnya tentang keberatan dan
banding, maka penulis ingin mencoba menulis laporan Tugas Akhir dengan judul
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM) ini adalah :
1.1Untuk mengetahui tata cara pengajuan keberatan dan banding oleh Wajib
Pajak
1.2Untuk mengetahui syarat-syarat dalam pengajuan keberatan sampai
dilakukannya banding
1.3Untuk mengetahui hak Wajib Pajak dalam pengajuan keberatan
1.4Untuk mengetahui sebab-sebab Wajib Pajak mengajukan keberatan dan
banding
1.5Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab keberatan diterima atau ditolak
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri bermanfaat bagi semua pihak,
diantaranya adalah :
2.1Bagi Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan penulis dibidang perpajakan khususnya
b. Mengaplikasikan teori dan ilmu yang didapat dibangku perkuliahan
melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri
2.2Bagi Universitas Sumatera Utara
a. Mendapat masukan berupa ide, saran, dan gagasan untuk evaluasi
kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik bagi penyempurnaan dan revisi kurikulum
b. Mempromosikan sumber daya yang dimiliki oleh Universitas Sumatera
Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
2.3Bagi Kantor Pelayanan Pajak
a. Membina hubungan baik dengan Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
b. Mendapat masukan berupa ide, saran, dan gagasan dari Perguruan
Tinggi menyangkut penanganan masalah perpajakan
C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Dalam laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang
lingkup penulisan adalah dalam hal pembahasan untuk lebih mengatahui tentang :
1. Tata cara pengajuan keberatan dan banding oleh Wajib Pajak
3. Hak wajib pajak dalam pengajuan keberatan dan banding
4. Keputusan atas surat keberatan
D. Uraian Teoritis
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan andalan Pemerintah untuk
menghasilkan devisa negara. Oleh karena itu, dituntut adanya partisipasi masyrakat
yang dapat diwujudkan dalam kesadaran untuk membayar pajak.
Berikut ini ada beberapa defenisi pajak menurut beberapa ahli perpajakan
yang merumuskan pajak, antara lain :
1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang
(dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik yang
langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran Pemerintah.
2. Prof. Dr. M. J. H. Smeet
Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui
norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi
yang dapat ditunjuk dalam hal yang individual yang bertujuan untuk
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Fungsi budgetair merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiskal yaitu suatu
fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara
optimal ke kas negara berdasarkan Undang-undang perpajakan yang berlaku
segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang. Fungsi
budgetair ini berlaku baik untuk penerimaan pajak yang telah ditetapkan
maupun untuk penerimaan pajak daerah dalam APBD.
2. Fungsi Reguler
Fungsi reguler (fungsi mengatur) adalah fungsi pajak yang dipergunakan oleh
pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Fungsi reguler adalah
sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi
utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat
kebijakan, contohnya :
2.1 Tarif pajak untuk ekspor dikenakan 0% untuk mendorong ekspor produk
Indonesia dipasaran dunia
2.2.Pajak yang tinggi dikenakan untuk barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
Negara berhak untuk memungut pajak kepada masyarakat dan masyarakat
wajib membayar pajak karena adanya alasan sebagai berikut :
1. Masyarakat mempunyai kepentingan kepada negara, yaitu untuk
memperoleh perlindungan atas jiwa dan harta bendanya, serta memperoleh
kepentingan tersebut diperlukan biaya yang cukup besar, dan selayaknya
biaya tersebut dibayar masyarakat dalam bentuk pajak
2. Pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban adalah untuk membuktikan
adanya tanda bakti kita kepada negara. Pembayaran pajak merupakan
suatu perwujudan dari pengabdian dan peran serta masyarakat yang secara
aktif dan langsung serta bersama-sama untuk melaksanakan pembangunan
Kewajiban Wajib Pajak meliputi :
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak) sebagai identitas diri Wajib Pajak. Dengan diperolehnya NPWP,
berarti Wajib Pajak telah terdaftar.
2. Mengambil sendiri, mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT)
ke Direktorat Jenderal Pajak tepat pada waktunya.
3. Menghitung dan membayar pajaknya sendiri dengan benar.
4. Menyelenggarakan pembukuan dengan benar
5. Jika diperiksa harus :
5.1Memberikan keterangan yang diperlukan
5.2Memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan
5.3Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran
pemeriksaan
6. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau
kewajiban untuk merahasiakan, itu ditiadakan oleh permintaan untuk
keperluaan pemeriksaan
Hak Wajib Pajak secara khusus adalah :
a. Mengajukan Surat Keberatan dan Surat Banding
b. Menerima tanda bukti pemasukkan Surat Pemberitahuan (SPT)
c. Melakukan pembetulan terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) yang
dimasukkan
d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukkan Surat Pembeitahuan
(SPT)
e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran
pajak
f. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak
g. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan Surat Ketetapan Pajak yang salah
h. Memberikan kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban
perpajakan
i. Apabila Wajib Pajak dipotong oleh pemberi kerja, Wajib Pajak berhak
meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 pada pemotong, mengajukan
atas pemotongan tersebut
Dalam pelaksanaan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan
kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak merasa kurang/tidak puas atas suatu
pihak ketiga. Dalam hal ini Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan. Hal keberatan
diatur dalam pasal 25 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.
Adapun Pihak yang dapat mengajukan keberatan, antara lain :
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan
2. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus
3. Bagi pihak yang dipotong/dipungut oleh pihak ketiga
4. Bagi kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada nomor 1 sampai dengan
nomor 3 diatas dengan surat kuasa khusus untuk surat keberatan
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Untuk memperoleh dan mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan
metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan dimulai pengajuan
judul, penentuan tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, mencari bahan
untuk pembuatan proposal, serta melakukan konsultasi dengan pihak
dosen
2. Studi Literatur
Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber
pustaka, seperti Undang-undang perpajakan, buku-buku, dan peraturan
3. Observasi Lapangan
Pada tahap ini penulis melakukan observasi langsung di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
4. Pengumpulan Data
Pada tahap ini penulis menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu
metode pengumpulan data primer dan data sekunder.
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber yang
berkompeten memahami permasalahan
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku yang
berhubungan dengan keberatan dan banding dibidang perpajakan
5. Analisis dan Evaluasi
Setelah data yang diperlukan telah terkumpul secara lengkap, penulis
melakukan analisa dan evaluasi sehingga mencapai suatu tujuan
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), terdapat
beberpa cara utnuk mengumpulkan data yaitu :
Yaitu membuat daftar pertanyaan yang dapat diajukan pada Supervisor
yang membimbing mengenai keberatan dan banding pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
2. Observasi (observation guide)
Yaitu metode penelitian dengan pengamatan langsung terhadap kegiatan
yang berhubungan dengan penelitian dengan maksud untuk mengetahui
keadaan sesungguhnya dan memperoleh data yang lebih akurat dan jelas
3. Dokumentasi
Yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan meminta dokumen-dokumen
yang berhubungan dengan objek penelitian
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Dalam laporan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini penulis
membuat uraian-uraian garis besar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yaitu:
Bab I : Pendahuluan
Berisikan tentang latar belakang, tujuan dan manfaat, ruang lingkup,
metode yang dipergunakan, metode pengumpulan data, serta
sistematika penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
Memuat gambaran umum tentang sejarah berdirinya Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, Struktur organisasi,
uraian-uraian tugas pokok , dan fungsi dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri
mengenai tata cara pengajuan keberatan dan banding, serta gambaran
pegawai/karyawan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Bab III : Gambaran Data tentang Keberatan dan Banding
Berisikan tentang data yang diperoleh mengenai ketentuan-ketentuan
tentang tata cara pengajuan keberatan dan banding, atau hal-hal
lainnya yang berhubungan
Bab IV : Analisa dan Evaluasi
Berisikan mengenai tata cara keberatan oleh Wajib Pajak dan
pembahasan mengenai keberatan sampai dilaksanakannya banding
oleh Direktorat Jenderal Pajak
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Berisikan rangkuman tentang hal-hal yang telah dibahas mengenai
masalah-masalah yang timbul dan telah disimpulkan dengan jelas,
juga saran yang penulis sajikan berdasarkan data dan informasi yang
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM
A. Sejarah Umum Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan
belanda, kantor pelayanan pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah
kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi
menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jendral Pajak
Keuangan Replubik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga
Kantor Inspeksi Pajak, yaitu:
a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan
b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara
c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar
Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua
yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk
memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan
ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah kantor Inspeksi Pajak Medan Timur
(sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan
Kota). Dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat di dalam
pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989, diadakanlah perubahan secara
inspeksi pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak, yang sekaligus
dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur merupakan pecahan dari tiga kantor
pelayanan pajak, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
Dan terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4
wilayah kerja, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai
Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Replubik Indonesia Nomor
443/KMK.01/2001 tentang “Organisasi dan tata kerja kantor wilayah Direktorat
Jendral Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota Medan menjadi enam wilayah
kerja, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1.1.Kecamatan Medan Timur
1.2.Kecamatan Medan Area
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang Lingkup meliputi wilayah :
2.1. Kecamatan Medan Barat
2.2. Kecamatan Medan Sunggal
2.3. Kecamatan Medan Petisah
2.4. Kecamatan Medan Helvetia
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
3.1. Kecamatan Medan Kota
3.2. Kecamatan Medan Denai
3.3. Kecamatan Medan Johor
3.4. Kecamatan Medan Amplas
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia, dengan ruang lingkup meliputi wilayah :
4.1. Kecamatan Medan Polonia
4.2. Kecamatan Medan Maimun
4.3. Kecamatan Medan Baru
4.4. Kecamatan Medan Tuntungan
4.5. Kecamatan Medan Selayang
5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
5.1.Kecamatan Medan Belawan
5.2.Kecamatan Medan Marelan
5.3.Kecamatan Medan Labuhan
5.4.Kecamatan Medan Deli
6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
6.2. Kecamatan Hamparan Perak
6.3. Kecamatan Sunggal
6.4. Kecamatan Sibolangit
6.5. Kecamatan Pancur Batu
6.6. Kecamatan Labuhan Deli
Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang
mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan . Karena pajak
merupakan kontribusi wajib kepada negara yang berhutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Gedung Keuangan Negara 1
lantai IV dan beralamat di jalan Diponegoro Nomor 30 A Medan . Adapun sejarah
singkat dari Kantor Pelayanan Medan Kota adalah sebagai berikut :
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari Kantor
Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :
a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001
b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
58/KMK.01/2002 tanggal 26 Februari 2002
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
2. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral
Pajak, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diseluruh jajaran Direktorat Jendral
Pajak terdiri dari 3(tiga) jenis, yaitu :
2.1.KPP Wajib Pajak Besar yang terdiri dari KPP Wajib Pajak Besar Dua
dan KPP Usaha Milik Negara.
2.2. KPP Madya yang terdiri dari KPP Penanaman Modal Asing, KPP
Perusahaan Masuk Bursa, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Madya.
KPP Madya Medan, KPP Madya Palembang, KPP Madya Pekan Baru,
KPP Madya Batam, KPP Madya Tangerang, KPP Madya Bekasi, KPP
Madya Jakarta Pusat, KPP Madya Jakarta Barat, KPP Madya Jakarta
Selatan, KPP Madya Jakarta Timur, KPP Madya Jakarta Utara, KPP Madya
Bandung, KPP Mdaya Semarang, KPP Madya Surabaya, KPP Madya
Sidoarjo, KPP Malang, KPP Madya Balik Papan, KPP Madya
2.3. KPP Pratama
Beberapa karakteristik untuk setiap jenis KPP, Diantaranya dapat
dijelaskan dalam pernyataan berikut ini :
a. Skala Wajib Pajak BUMN & WP
b. Besar Nasional
c. WP Besar
d. Kanwil (Regional)
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.01/2007 dan
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008.
Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan sistem administrasi
perpajakan modern, KPP Pratama juga memiliki karakteristik-karakteristik :
Organisasi berdasarkan fungsi, Sistem Informasi yang terintegrasi, Sumber Daya
Manusia yang kompeten, sarana kantor yang memadai, tata kerja yang
transparan, Penggabungan KPP, KPPBB, Prinsip Utama Penggabungan KPP,
KPPBB dan Karikpa adalah tidak menghilangkan tugas dan fungsi yang
sebelumnya ada di masing-masing kantor tersebut tetapi membagi hasil seluruh
tugas yang ada ke masing-masing seksi pada KPP Pratama sesuai dengan
fungsinya . Seksi-seksi yang memiliki tugas dan fungsi yang sama digabung
menjadi seksi yang ada di KPP Pratama.
Fungsi keberatan (terdapat pada Pasal 25 UU KUP dan Pasal 16 UU PBB),
Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi dan pembatalan ketetapan pajak
(Psl.36 UU KUP) dan penghapusan PBB (Psl. 19 UU PBB) yang sebelumnya ada
di KPP dan KPPBB, seluruhnya dialihkan ke Kanwil.
dan Kanwil, dilaksanakan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksaan di KPP Pratama
dan Kanwil, sedangkan fungsi bukti permulaan dan penyidikan yang semula
dilaksanakan oleh Karikpa dan Kanwil, dilaksanakan oleh pejabat Fungsional dan
Penyidikan di Kanwil.
B. Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap
dari hubungan hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan
kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dalam sistem kerja sama. Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa
seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi. Struktur
Organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah
struktur organisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seseorang Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara, dimana seluruh pegawai adalah
Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan Negara Republik
Indonesia. Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Medan Kota membawahi 1 (satu) subbagian dan 6 (enam) seksi, ditambah
kelompok jabatan fungsional.
Adapun bidang-bidang yang ada di KPP Pratama Medan Kota antara lain
adalah sebagai berikut :
2. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
4. Seksi Pelayanan
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I, II, III,IV )
6. Seksi Pemeriksaan
7. Seksi Penagihan
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Adapun kegunaan dari struktur organisasi tersebut adalah:
a. Memudahkan pelaksanaan kerja
b. Mempermudah pengawasan oleh pimpinan
c. Membagi kegiatan kerja khusus pada tiap bagian
d. Mencegah adanya penumpukan kerja pada staff bagian saja
e. Mempermudah kerjasama dalam menuelesaikan suatu pekerjaan sesuai
dengan rencana
C. Uraian Tugas dan Fungsi
Secara umum tugas Kepala Kantor dan masing-masing Kepala Seksi KPP
Pratama Medan Kota adalah sebagai berikut:
1. Kepala Kantor
Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan
Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas
Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah
wewenangnya berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.
2. Subbagian Umum
Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan
tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan
kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta
perlengkapan.
3. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahakan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek
pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan,
pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen
perpajakn, urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pelayanan dukungan
teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan penyiapan
laporan kinerja.
5. Seksi Pelayanan
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan
lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama
perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
6. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)
Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan
Wajib pajak (PPh, PPN, dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada
Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak,
analisis kinerja wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan
melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam
satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan
Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah
(territorial tertentu).
7. Seksi Pemeriksaan
Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan
perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan,
penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi
pemeriksaan perpajakan lainnya.
8. Seksi Penagihan
Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran
tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan
dokumen-dokumen penagihan.
Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat
Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala
KPP Pratama.Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional
Pemeriksaan berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan. Selain itu, teknologi informatika dan sistem
informasi dimanfaatkan secara optimal.
D. Perbedaan Struktur Organisasi Lama dengan Struktur Organisasi Baru
Pada Struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
sebelumnya untuk masing-masing pajak dibuat secara terpisah, baik itu PPh, PPN,
PPnBM, BPHTB, dan lain-lain. Sedangkan struktur organisasi KPP Pratama Medan
Kota yang sekarang dibentuk dengan cara menggabungkan bagian-bagian pajak yang
terpisah tersebut ke dalam setiap bagian, misalnya terdapat masalah pajak baik itu
PPh, PPN, PBB, PPnBM, dan lain-lain, maka untuk menyelesaikan masalah yang ada
tidak lagi di bagian pajak yang bersangkutan melainkan dapat konsultasi di bagian
pengawasan dan konsultasi, begitu juga dengan bagian lainnya, sehingga pekerjaan
E. Jumlah WP Terdaftar s.d. Bulan 01 tahun 2011
Jumlah WP Terdaftar s.d Bulan 01 Tahun 2011
No
Status Record
Wajib Pajak
0 (ID) (UP) (UI) (PE) (PB) (PL) (NE) (DE)
Jumlah Normal . Update .
Pendaftaran Baru
Pindah Baru
Pindah Lama
Non
Efektif Delete
1 WP Badan 0 0 8.603
2 WP OP 0 0 100.124
3 WP
Bendahara 0 0 0 583
JUMLAH 11.262 0 4.873 0 78.691 599 802 5.711 7.372 109.310
BAB III
GAMBARAN DATA
A. Pengertian Pajak
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan andalan Pemerintah untuk
menghasilkan devisa negara. Oleh karena itu, dituntut adanya partisipasi masyrakat
yang dapat diwujudkan dalam kesadaran untuk membayar pajak.
Berikut ini ada beberapa defenisi pajak menurut beberapa ahli perpajakan
yang merumuskan pajak, antara lain :
1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang
(dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik yang langsung dapat
ditunjuk dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran Pemerintah.
2. Prof. Dr. M. J. H. Smeet
Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui norma-norma
umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjuk
dalam hal yang individual yang bertujuan untuk membiayai pengeluaran negara.
Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh
Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa dalam mencapai kesejahteraan umum.
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur sebagai berikut :
a. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah
negara, iuran tersebut berupa uang bukan barang.
b. Berdasarkan Undang-undang atau dengan kekuatan Undang-undang serta
aturan pelaksanaannya
c. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi langsung dari negara yang
secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual atau Pemerintah
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyrakat luas
B. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Fungsi budgetair merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiskal yaitu suatu
fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara
optimal ke kas negara berdasarkan Undang-undang perpajakan yang berlaku
budgetair ini berlaku baik untuk penerimaan pajak yang telah ditetapkan
maupun untuk penerimaan pajak daerah dalam APBD.
2. Fungsi Reguler
Fungsi reguler (fungsi mengatur) adalah fungsi pajak yang dipergunakan oleh
pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Fungsi reguler adalah
sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi
utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat
kebijakan, contohnya :
2.1Tarif pajak untuk ekspor dikenakan 0% untuk mendorong ekspor produk
Indonesia dipasaran dunia
2.2Pajak yang tinggi dikenakan untuk barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif
C. Pajak Sebagai Kewajiban Masyarakat
Negara berhak untuk memungut pajak kepada masyarakat dan masyarakat
wajib membayar pajak karena adanya alasan sebagai berikut :
a. Masyarakat mempunyai kepentingan kepada negara, yaitu untuk
memperoleh perlindungan atas jiwa dan harta bendanya, serta memperoleh
pelayanan dan fasilitas yang bersifat umum. Untuk menyelenggarakan
kepentingan tersebut diperlukan biaya yang cukup besar, dan selayaknya
b. Pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban adalah untuk membuktikan
adanya tanda bakti kita kepada negara. Pembayaran pajak merupakan suatu
perwujudan dari pengabdian dan peran serta masyarakat yang secara aktif
dan langsung serta bersama-sama untuk melaksanakan pembangunan
D. Hak Memungut Pajak dan Kewajiban Penyetoran
Berdasarkan prinsip atau asas yang tercantum dalam Undang-undang
perpajakan, hanya penguasa masyarakat/pemerintah yang berwenang memungut
pajak. Orang swasta atau badan-badan swasta tidak dapat memungut pajak, kecuali
apabila kepadanya diberi wewenang atau kewajiban untuk memungut pajak oleh
Undang-undang karena hak memungut pajak adalah hak publik yang tidak ada pada
subjek swasta. Tidak semua penguasa publik berhak memungut pajak, yang berhak
hanya instansi dan pejabat-pejabat tertentu yang ditunjuk oleh Undang-undang.
Hak untuk menghitung dan memotong pajak dari jumlah-jumlah yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga, disertai dengan kewajiban untuk menyetorkan
jumlah pajak itu dalam kas negara. Tidak memotongkan dan tidak menyetorkan
jumlah pajak (yang merupakan uang negara) merupakan pelanggaran Undang-undang
yang diancam dengan sanksi.
Pada Wajib Pajak, disamping hak untuk menetapkan sendiri besar pajaknya,
terkait dengan kewajiban untuk membayar jumlah pajak itu dalam kas negara, dalam
jangka waktu tertentu, tanpa ikut campur tangan pihak Direktorat Jenderal Pajak.
Kewajiban Wajib Pajak meliputi :
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak) sebagai identitas diri Wajib Pajak. Dengan diperolehnya NPWP,
berarti Wajib Pajak telah terdaftar.
2. Mengambil sendiri, mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT)
ke Direktorat Jenderal Pajak tepat pada waktunya.
3. Menghitung dan membayar pajaknya sendiri dengan benar.
4. Menyelenggarakan pembukuan dengan benar
5. Jika diperiksa harus :
5.1Memberikan keterangan yang diperlukan
5.2Memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan
5.3Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran
pemeriksaan
6. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau
dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu
kewajiban untuk merahasiakan, itu ditiadakan oleh permintaan untuk
keperluaan pemeriksaan
Hak Wajib Pajak secara khusus adalah :
a. Mengajukan Surat Keberatan dan Surat Banding
b. Menerima tanda bukti pemasukkan Surat Pemberitahuan (SPT)
c. Melakukan pembetulan terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) yang
d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukkan Surat Pembeitahuan
(SPT)
e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran
pajak
f. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak
g. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan Surat Ketetapan Pajak yang salah
h. Memberikan kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban
perpajakan
i. Apabila Wajib Pajak dipotong oleh pemberi kerja, Wajib Pajak berhak
meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 pada pemotong, mengajukan
atas pemotongan tersebut
F. Hak Mengajukan Keberatan
Dalam pelaksanaan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan
kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak merasa kurang/tidak puas atas suatu
ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oelh
pihak ketiga. Dalam hal ini Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan. Hal keberatan
diatur dalam pasal 25 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.
Adapun Pihak yang dapat mengajukan keberatan, antara lain :
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan
2. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus
4. Bagi kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada nomor 1 sampai dengan
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
A. Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Banding Oleh Wajib Pajak
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa
tidak/kurang puas atas suatu ketetapn pajak yang dikenakan kepadanya atau atas
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa
jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan Wajib Pajak tidak
sebagaimana mestinya, maka Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada
Direktorat Jenderal Pajak. Sebelum mengajukan keberatan Wajib Pajak dapat
meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak,
penghitungan laba/rugi, pemotongan atau pemungutan pajak kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak.
Surat keberatan dapat diajukan secara tertulis oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan yang tidak dapat menyetujui jumlah utang yang telah ditetapkan oleh
administrasi. Utang pajak itu ditetapkan secara jabatan (pasal 2 ayat 4
undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).
Jumlah utang yang telah ditetapkan tersebut harus diberitahukan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya dengan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) itu
secara lengkap, misalnya bagi badab usaha yang menjadi Wajib Pajak diwajibkan
melengkapi Surat Pemberitahuan (SPT) itu dengan laporan keuangan berupa neraca
menghitung penghasilan kena pajak (PKP), akan tetapi hal itu tidak selalu dilakukan
demikian oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Ada yang disebabkan karena
ketidakjujuran Wajib Pajak, yang dengan sengaja ingin menyembunyikan beberapa
bagian dari penghasilannya atau kekayaan dengan cara pengisian yang tidak
sebenarnya.
Dari hasil pemeriksaan terbukti bahwa pengisian Surat Pemberitahuan (SPT)
itu adalah tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak
benar, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan pajak secara jabatan.
Pada umumnya penetapan secara jabatan ini adalah jauh lebih besar dari jumlah
perkiraan dari Wajib Pajak sendiri waktu mengajukan Surat Pemberitahuannya.
Oleh karena penetapan pajak secara jabatan dianggap tidak adil karena
pajaknya terlalu tinggi, maka Wajib Pajak dapat mengajukan “keberatan” pada
Direktur Jenderal Pajak sebagai bukti bahwa Wajib Pajak tidak setuju dengan
penetapan pajak tersebut.
B. Syarat-syarat Dalam Pengajuan Keberatan Sampai Dilaksanakannya Banding
Surat Keberatan dapat diterima untuk dipertimbangkan apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Satu Surat Keberatan untuk satu ketetapan pajak atau satu bukti
pemotongan/pemungutan pajak
3. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong/dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak
4. Disertai dengan alasan-alasan yang jelas
5. Diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak
atau tanggal pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali karena keadaan
diluar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur) yang harus disertai bukti
pendukung adanya keadaan diluar kekuasaan tersebut
6. Dilampiri dengan surat kuasa khusus dalam hal surat keberatan
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam pasal 32
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Surat Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan seperti yang dimaksud
diatas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan. Apabila Surat Keberatan Wajib Pajak
tidak memenuhi persyaratan tetapi masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, maka
dalam rangka pelayanan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat meminta Wajib Pajak
untuk memenuhi persyaratan tersebut.
Kepada Wajib Pajak yang mengajukan Surat Keberatan yang tidak memenuhi
persyaratan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan jawaban secara tertulis
dengan surat biasa (bukan surat keputusan penolakan) selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sejak jangka waktu pengajuan Surat Keberatan tersebut diterima.
Isi dari Surat Keberatn misalnya berbunyi “...Saya merasa keberatan
terhadap Surat Ketetapan Pajak (SKP) Pajak Penghasilan Saya
NO.00120/.../.../188/2009 yang dibubuhi tanda tangan oleh Wajib Pajak yang
Pajak dapat juga dianggap sebagai Surat Keberatan yang sah, dengan syarat pada
Surat Keberatan tersebut dilampirkan Surat Kuasa yang sah. Surat Keberatan yang
tidak disertai alasan adalah lemah, karena itu besar kemungkinannya bahwa keberatan
itu ditolak.
Menurut analisis penulis, Undang-undang pajak tidak menentukan
syarat-syarat apa yang harus dipenuhi tentang isi Surat Keberatan tetapi berdasarkan
kebiasaan praktik. Untuk mengetahui apa yang dipersoalkan, maka sedikitnya Surat
Keberatan harus memuat 5 (lima) hal yang merupakan syarat minimum, yaitu :
1. Pernyataan bahwa Wajib Pajak merasa keberatan terhadap ketetapan pajak
2. Jenis pajaknya
3. Tahun pajak
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
5. Nama dan tanda tangan Wajib Pajak
Bila dalam suatu keberatan tidak disebutkan alasannya maka hal ini akan lebih
menyulitkan pejabat yang berwenang karena pejabat yang bersangkutan tentunya
tidak dapat menebak bagitu saja yang sebenarnya menjadi keberatan Wajib Pajak.
Alasan keberatan, bila tidak dimasukkan secara bersama-sama kedalam Surat
Keberatan dapat diajukan kemudian, sebab mengajukan alasan-alasan itu bukan
menjadi salah satu syarat dan tidak pula terikat pada suatu jangka waktu yang disebut
dalam Undang-undang. Bila seandainya berhubung dengan sempitnya waktu Wajib
Pajak tidak sempat memberikan alasan yang lengkap, dapat menyatakan terlebih
dahulu keberatan yang memenuhi syarat minimum seperti tersebut diatas dan baru
Undang-undang, tetapi dapat diketahui bahwa hal semacam itu tidak boleh disalahgunakan
sehingga penyelesaian Surat Keberatan itu akan menjadi berlarut-larut. Oleh sebab
itu, diberikan batas waktu tertentu utnuk mengusulkan alasan suatu Surat Keberatan.
Jika batas waktu yang telah ditentukan tidak dimasukkan alasan maka maka dianggap
bahwa Surat Keberatan tidak diberi alasan. Batas waktu yang dimaksud untuk
memasukkan alasan-alasannya, menyusul Surat Keberatan yang dimasukkan terlebih
dahulu hanya diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan. Pemberian
alasan-alasan tersebut ini ada hubungannya dengan pembuktian.
a. Tata Cara Pengajuan Surat Keberatan
Surat Keberatan adalah surat yang diajukan oleh Wajib Pajak yang harus
memenuhi syarat-syarat tertentu kepada Direktur Jenderal Pajak untuk satu jenis
pajak dan satu tahun pajak. Batas waktu pengajuan Surat Keberatan ditentukan dalam
waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan
maksud agar Wajib Pajak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk
mempersiapkan Surat Keberatan beserta alasannya. Apabila ternyata batas waktu 3
(tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena diluar kekuasaan
Wajib Pajak (force majeure), maka tenggang waktu selama 3 (tiga) bulan tersebut
masih dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Direktorat Jenderal Pajak
yang disertai dengan bukti pendukung adanya keadaan diluar kekuasaan tersebut.
Pengajuan Surat Keberatan tersebut tidak menghalangi aparatur pajak untuk
melakukan tindakan penagihan. Ketentuan ini perlu dicantumkan dengan maksud
kewajibannya untuk membayar pajak yang telah ditetapkan, atas Wajib Pajak
berusaha melakukan penghindaran pajak pada saat mengajukan keberatan.
Sebelum mengajukan keberatan Wajib Pajak dapat meminta keterangan
secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan laba/rugi,
pemotongan atau pemungutan pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Terhadap permintaan Wajib Pajak tersebut Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib
memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal tersebut paling lama 10
(sepuluh) hari sejak diterimanya surat Wajib Pajak.
b. Penelitian Format, Penatausahaan dan Pengiriman Berkas Keberatan
Penyampaian dan Penerimaan Surat Keberatan adalah :
a. Surat Keberatan Wajib Pajak disampaikan langsung atau melalui pos
tercatat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar
atau ke KP4/KP2KP dalam wilayah Kantor Pelayanan Pajak yang
bersangkutan
b. Dalam hal Surat Keberatan disampaikan melalui KP4 atau KP2KP, maka
melalui surat tersebut harus diteruskan KP4 atau KP2KP kepada Kantor
Pelayanan Pajak terkait melalui faksimili pada hari itu juga, dan
mengirimkan asli surat tersebut dalam jangka waktu 2 (dua) hari sejak
surat tersebut diterima
c. Terhadap Surat Keberatan diberikan Bukti Penerimaan Surat Keberatan
yang dilampiri lembar isian Surat Keberatan oleh petugas PTT atau
1. Penelitian Persyaratan Formal terhadap Surat Keberatan
Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian persyaratan formal terhadap
Surat Keberatan yang diterima dengan ketentuan sebagai berikut :
1.1Membuat pemberitahuan tertulis bahwa Surat Keberatan memenuhi/tidak
memenuhi persyaratan formal
1.2Mencatat Surat Keberatan yang memenuhi persyaratan formal dalam
register Surat Keberatan memenuhi persyaratan formal
1.3Mencatat Surat Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan formal
Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tersebut
diatas disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 5 (lima) hari kerja Surat
Keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. Dalam hal Surat Keberatan
disampaikan melalui pos tercatat, Kantor Pelayanan Pajak tetap melakukan prosedur
sebagaimana huruf a dan b
Tanggal penerimaan surat yang dijadikan dasar untuk memproses Surat
Keberatan adalah :
a. Tanggal terima surat Wajib Pajak, dalam hal disampaikan secara langsung
oleh Wajib Pajak pada petugas PTT atau petugas yang ditunjuk, atau
b. Tanggal stempel pos tercatat, dalam hal Surat Keberatan disampaikan
melalui pos tercatat
2. Tindak lanjut terhadap Surat Keberatan yang memenuhi persyaratan formal
Penelitian di Kantor Pelayanan Pajak terhadap kewenangan memproses Surat
2.1Seksi Pelayanan atau Seksi Penerimaan dan Keberatan melakukan
penelitian terhadap kewenangan memproses Surat Keberatan yang
diterima
2.2Dalam hal kewenangan memproses Surat Keberatan berada pada Kantor
Pelayanan Pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
melaksanakan penelitian keberatan
2.3Dalam hal keberatan merupakan wewenang Direktorat atau Kanwil
ditindaklanjuti sebagai berikut :
a. Dalam hal unit pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah Kantor
Pelayanan Pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
harus mengirimkan berkas keberatan beserta copy Laporan
Pemeriksaan Pajak dan Kertas Pemeriksaan paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak Surat Keberatan diterima kepada Direktorat atau Kanwil
sesuai dengan kewenangannya
b. Dalam hal unit pelaksana pemeriksaan pajak adalah unit lain diluar
Kantor Pelayanan Pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak bersangkutan
mengirimkan berkas keberatan kepada Direktorat atau Kanwil sesuai
wewenang dan mengirimkan surat permintaan copy Laporan
pemeriksaan Pajak dan atau Kertas Kerja Pemeriksaan kepada unit
pelaksana pemeriksaan pajak yang bersangkutan, paling lama 5 (lima)
c. Surat Permintaan tersebut dilampirkan dalam berkas keberatan yang
akan ditindaklanjuti oleh Kantor Pelayanan Pajak maupun yang akan
dikirimkan ke Direktorat atau Kanwil sesuai dengan kewenangan
d. Seksi Pelayanan atau Seksi Penerimaan dan Keberatan di Kantor
Pelayanan Pajak melakukan penelitian kelengkapan berkas yang akan
dikirim ke Direktorat atau Kanwil dengan menggunakan formulir
Lembar Penelitian Kelengkapan berkas dan hasil penelitian tersebut
dilampirkan dalam berkas keberatan
e. Kegiatan sebagaimana tersebut diatas dituangkan dalam Lembar
Pengawasan Penelitian Berkas Keberatan
2.4Berkas Keberatan yang dikirimkan oleh Kantor Pelayanan Pajak ke
Direktorat atau Kanwil meliputi :
a. Asli Surat Keberatan Wajib Pajak
b. Asli Lembar Pengawasan arus Dokumen
c. Lembar Isian Surat Keberatan
d. Pemberitahuan Surat Keberatan memenuhi persyaratan formal
e. Lembar Penelitian Kelengkapan Berkas
f. Lembar Pengawasan Penelitian Berkas Keberatan
g. Copy Laporan Pemeriksaan Pajak lengkap
Pengiriman berkas keberatan sebagaimana dimaksud pada angka 2.4 tersebut
diatas dapat diantar secara langsung, dikirim melalui pos tercatat, atau jasa ekspedisi
3. Penerimaan Berkas Keberatan oleh Direktorat atau Kanwil
Direktorat atau Kanwil melakukan tindak lanjut terhadap berkas keberatan
yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak, sebagai berikut :
3.1Direktorat atau Kanwil selaku unit yang menerima berkas keberatan
membuat pemberitahuan tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
yang mengirimkan berkas keberatan tersebut paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak berkas diterima dengan menggunakan formulir Pemberitahuan
Penerimaan Berkas Keberatan
3.2Dalam hal Kantor Pelayanan Pajak terlambat atau tidak mengirimkan
secara lengkap berkas keberatan, Direktorat atau Kanwil diminta
mencantumkan hal tersebut pada formulir sebagaimana dimaksud pada
angka 3.1 diatas
3.3Direktorat atau Kanwil yang menerima berkas keberatan dari Kantor
Pelayanan Pajak, melakukan penelitian terhadap kewenangan memproses
Surat Keberatan tersebut
3.4Direktorat atau Kanwil yang menerima berkas yang bukan merupakan
kewenangannya harus mengirimkan berkas tersebut ke unti kantor yang
berwenang paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal terima berkas
tersebut, dengan tembusan kepala Kantor Pelayanan Pajak yang
mengirimkan berkas dengan menggunakan formulir Penerusan Berkas
Keberatan
4.1Kantor Pelayanan Pajak membuat laporan pengiriman berkas keberatan
yang diterima, paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada
Direktur atau Kakanwil dengan menggunakan formulir Laporan Bulanan
Pengiriman Berkas Keberatan
4.2Direktorat atau Kanwil melakukan pengecekan daftar nominative
pengiriman berkas dalam laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4.1
dengan berkas yang telah diterima dari Kantor Pelayanan Pajak
4.3Dalam hal ada berkas yang belum diterima, maka Direktorat atau Kanwil
membuat Surat Pemberitahuan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak laporan diterima
4.4Kantor Pelayanan Pajak yang telah dapat melaksanakan pengiriman
laporan secara elektronik cukup mengirimkan laporan secara elektronik
c. Prosedur dan Tata Cara Banding
Wajib Pajak yang merasa tidak puas atas keputusan yang telah ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak diberikan kesempatan untuk mengajukan banding pada
Badan Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2002,
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman
bagi Wajib Pajak atau penanggungjawab pajak yang mencari keadilan terhadap
sengketa pajak. Adapun syarat-syarat dalam mengajukan banding pada pengadilan
pajak adalah sebagai berikut :
1. Permohonan diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa
2. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal keputusan
yang dibanding, kecuali diatur lain dalam Peraturan Perundang-undangan
3. Harus dilengkapi dengan alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan
tanggal terima surat keputusan yang dibanding
4. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat banding
5. Harus melunasi 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak yang terutang
Apabila Pengadilan Pajak telah mengeluarkan putusannya, Wajib Pajak
maupun Fiskus wajib mematuhinya, karena putusan Pengadilan Pajak merupakan
putusan akhir, artinya tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan perselisihan masalah perpajakan yang terjadi antara Wajib Pajak
dengan Fiskus dan putusan tersebut bersifat tetap, artinya dilaksanakan oleh semua
pihak, karena telah mempunyai kekuatan kekuatan hukum yang tetap.
C. Hak Wajib Pajak Dalam Pengajuan Keberatan
Sebelum mengajukan keberatan Wajib Pajak mempunyai hak untuk merintis
keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, perhitungan
laba/rugi, pemotongan atau pemungutan pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak. Terhadap permintaan Wajib Pajak tersebut Kepala Kantor Pelayanan Pajak
wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal tersebut paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat Wajib Pajak.
D. Sebab-sebab Wajib Pajak Mengajukan Keberatan dan Banding
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan pasal 1 angka 16 yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar Direktur Jenderal
Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dalam
hal-hal sebagai berikut :
1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang bayar
2. Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka
waktu sebagaimana ditentukan menurut Undang-undang dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak atas Barang Mewah (PPnBM) ternayata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak, tidak seharusnya
dikenakan tarif 0% (0 persen)
4. Apabila kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak
dipenuhi (pasal 28 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan), sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Surat Ketatapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan apabila :
1. Berdasarkan data baru atau data yang semula belum lengkap,
menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan
Pajak sebelumnya
2. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan
SKPKB. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Direktur Jenderal Pajak setelah
jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak
yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak
terutang dan tidak ada kredit pajak. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak
atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau ada pembayaran pajak.
E. Faktor-faktor Penyebab Keberatan Diterima atau Ditolak
Keputusan yang diambil oleh Pejabat-pejabat dalam Quasi pengadilan
mengenai Surat Keberatan adalah sebagai berikut :
a. Menerima Seluruhnya
Bila keberatan-keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dibenarkan oleh
Hakim Doleansi (Pejabat yang diberi tugas memutuskan Surat Keberatan) ketetapan
pajak akan dikurangkan sesuai dengan itu. Surat Keputusan atau Keberatan Wajib
Pajak harus diberi alasan bila keputusan itu menolak penolakan baik sebagian atau
seluruhnya. Tetapi bila keberatan itu dibenarkan seluruhnya Keputusan Inspektur
Keuangan tidak perlu diberi alasan, cukup dinyatakan didalamnya bahwa keberatan
Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemeriksaan Surat Keberatan
oleh Doleansi dapat diperhatikan segala kesalahan atau ketidakbenaran yang terjadi
pada waktu menetapkan ketetapan.
Kesalahan atau ketidakbenaran dapat dibetulkan walaupun itu merugikan
pihak pajak. Hakim Doleansi pada waktu melakukan pemeriksaan pada suatu
keberatan tidak saja terikat pada soal yang diajukan oleh Wajib Pajak, akan tetapi ia
juga berwenang memperhatikan segala ketidakbenaran yang terjadi pada waktu
penetapan jumlah pajak. Misalnya, pada waktu melakukan pemeriksaan, memutuskan
suatu kebenaran pada penghasilan diketahui bahwa Wajib Pajak tidak
memberitahukan beberapa macam penghasilannya, maka hal ini dapat ditambahkan
walaupun hal ini akan mengakibatkan bertambahnya pajak sehingga melebihi jumlah
pajak yang semula
b. Menerima Seluruhnya
Ada kalanya hanya sebagian keberatan Wajib Pajak ditolak dan sebagian lagi
dapat dibenarkan oleh Fiskus. Dalam hal demikian, akan tertera dalam keputusan
Hakim Doleansi. Keberatan yang ditolak akan disebutkan dan disertai dengan alasan
penolakan
c. Menolak Seluruhnya
Surat keberatan akan ditolak sepenuhnya jika Wajib Pajak tidak dapat
membuktikan kebenaran ketetapan Wajib Pajak sebagaimana ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak yang bersangkutan. Penolakan kebenaran ini dapat berakibat
bahwa jumlah utang pajak kemungkinan bertambah ataupun tetap jumlahnya. Surat
1. Tidak dapat memberikan alasan-alasan yang kuat atau sama sekali tidak
memberi alasan-alasan tentang keberatannya
2. Jika ia tidak memberikan Surat Pemberitahuan, walaupun ia berkewajiban
untuk melakukannya, dan jika ia tidak bersedia memberikan
keterangan-keterangan lebih lanjut mengenai Surat Pemberitahuan yang telah
dimasukkannya atau lebih bersedia melakukan pembukuan atau
pencatatan perusahaannya, disamping itu Wajib Pajak tidak berhasil
membuktikannya bahwa ketetapan yang ditentangnya tidak benar. Jika
Surat keberatan itu ditolak, Wajib Pajak mempunyai kesempatan untuk
menentang Hakim Doleansi dengan jalan mengajukan banding kepada
pengadilan di Jakarta.
d. Menambah Besarnya Jumlah Pajak yang Terutang
Jika dalam Proses pengadilan atas keberatan ditemukan data baru yang belum
terungkap, maka pajaknya akan dapat ditambah.
F. Tata Cara Penyelesaian Keberatan dan Banding
Jalannya proses banding pada Pengadilan Pajak melalui prosedur sebagai
berikut :
a. Pemasukan Surat Minta Banding
Diajukan secara tertulis kepada sekretariat Majelis di Jakarta. Bila keberatan
diajukan secara lisan, diajukan kepada Kepala Pemerintahan Daerah Otonom untuk
dibuatkan Surat Banding.
Sekretariat Majelis meneliti Surat Minta Banding apakah syarat-syarat telah
dipenuhi, misalnya dilampirkan surat salinan keputusan, penolakan Surat Keberatan
dari Hakim Doleansi dan perlu disebutkan dalam surat minta banding mengenai
jumlah yang menurut Wajib Pajak harus dikenakan pajak.
c. Surat Uraian
Dalam waktu 1 (satu) minggu terhitung sejak saat diterima Surat Minta
Banding oleh Sekretariat Majelis, surat tersebut diteruskan kepada Kepala Direktorat
Jenderal Pajak dalam hal mengenai Pajak Negara dan kepada Dewan Pemerintah
Daerah yang bersangkutan dalam hal mengenai Pajak Daerah.
Surat Uraian berisi suatu ikhtisar mengenai jalannya perselisihan, mulai
dengan pemasukan Surat Pemberitahuan (SPT) sampai dengan keputusan dari Hakim
Doleansi.
Apabila Kepala Inspeksi Keuangan menganggap bahwa Surat Minta Banding
itu cukup beralasan, maka Direktur Jenderal Pajak tidak perlu menyusun Surat
Uraian, cukup dengan mengirimkan kembali Surat Minta Banding kepada Majelis
dengan catatan bahwa Surat Minta Banding cukup beralasan dan dapat diterima.
Setelah Surat Uraian diterima oleh Majelis, maka dalam waktu 2 (dua)
minggu selain Surat Uraian dikirimkan kepada pemohon banding dengan cara
menyusun suatu Surat Bantahan.
d. Surat Bantahan
Surat Bantahan merupakan hak daripada Wajib Pajak untuk menguatkan
pendiriannya dengan bukti-bukti dan keterangan lain-lain.
Setelah pemohon banding selesai mengajukan bantahannya, maka diberikan
kesempatan terakhir oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mempertahankan
pendiriannya dengan diajukan secara lisan.
f. Keputusan
Keputusan Pengadilan Pajak dapat berupa
1. Menolak
2. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya
3. Menambah pajak yang harus dibayar
4. Tidak dapat diterima
5. Membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung
6. Membatalkan
Jika Majelis telah mengeluarkan suatu keputusan dan terjadi persengketaan
antara Wajib Pajak dan Fiskus karena keputusan tersebut ditetapkan jumlah pajaknya
dan tidak dapat diubah lagi, maka Fiskus tidak mempunyai hak untuk mengadakan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis membuat
kesimpulan sebagai berikut
1. Keberatan yang diajukan Wajib Pajak untuk satu jenis pajak dan satu
tahun pajak, serta diajukan secara tertulis
2. Batas waktu pengajuan Surat Keberatan ditentukan dalam waktu 3 (tiga)
bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
3. Apabila Wajib Pajak merasa tidak puas atas keputusan yang telah
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatannya, maka
Wajib Pajak dapat mengajukan Banding yang ditujukan kepada Badan
Pengadilan Pajak
4. Keputusan yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak tidak dapat
diubah karena keputusan tersebut bersifat tetap
5. Keberatan diajukan harus disertai alasan-alasan yang jelas dan keterangan
lain-lain
B. Saran
Dari uraian tersebut diatas, penulis memberikan saran-saran yaitu :
1. Sebaiknya diadakan penyuluhan tentang tata cara keberatan dan banding
diselesaikan dengan baik dan benar sesuai dengan keinginan Wajib Pajak
dan Fiskus berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang berlaku
2. Rangkaian reorganisasi Direktur Jenderal Pajak perlu ditingkatkan
sehingga diharapkan organisasi dan tata kerja Lembaga Keberatan
Pajak/Pengadilan pajak dapat memberikan pelayanan yang baik\
3. Pengajuan keberatan dan banding oleh Wajib Pajak adalah salah satu
bentuk fasilitas atau pelayanan yang diberikan oleh Kantor pelayanan
Pajak kepada Wajib Pajak yang merasa penghitungan dan pelaporan
pajaknya tidak sesuai dengan keadaan usaha sebenarnya, sehingga Wajib
Pajak mengajukan keberatan dan banding. Dalam hal ini Fiskus
diharapkan untuk memberikan pelayanan prima dan pelayanan yang
DAFTAR PUSTAKA
Soemitro, Rochmat, 1998, Asas dan Dasar Perpajakan 2, Refika Aditama, Bandung
Suandy, Erly, 2002, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta
Waluyo, 2002, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta
Undang-undang No. 17 Tahun 2008, tentang Pajak Penghasilan
Undang-undang No. 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Media Infokus,