"$ ().)"
--,"$" ,%",%"+'
"/1&+$*& 2 2 3 " !3 !3 "$& ) "&+("2 3 "
()& +''-(&
+' (& )"
!3 !3 4 ! & )$,&!" "+2 ()& !-'!&, ()/"
"
"
&
' & ( ! )
" ( *+ ,++ ,-+
") . ( ) " / ,)
0 ')
& "
0 .)
& " 1
" &
" "
% " & " "
" 2 3 !
" "! & "
" " ( )
(" ) "
" " &
,-+ " "
! 4
" . *5 ( 4 ) . 6' ( 4 ) . 7* ( 4 ) . 7, (
4 ) . 8' ( 4 )
! !
! ! ! !
! ! $ ! !
! ! % & &
! ! ! ! % * ! +$
! * ,-$ .--$ ./- ! +
.+ ! ! 0 1+ !
! $ & !
! % ! 0 2+ !
& & & 3 & ! ! !
% !
! ! ! % !
& !
% ! &
% & & 3 &
% !
* + % * + ! !
& &
! ! ! % & ./- ! !
% $ % $ $ $ 2$,4
* ! +$ 2$51 * ! +$ 2$6, * ! +$ 2$6. * !
+$ 2$71 * ! + % &
" ; " " 2 3" !
; " ! " 2 3" ! ;
3" ! ; " '+,, "
< & < <
" &
; " ! ( ; ) < <
& = ; " 4; " 4< <
3 " " '+,.4'+,8
9 ; #>
' " '+,' < < ;
" '+,' / ?
; 9 < 4
4 @ . ! A =
: ( A:) , , ( ) "
'+,8 !
< &
" 3 ( 3) "
! ; < 5 $
'+,-& ?
@
'+,8 $ '+,8 3
< < "
& ?
@
% " /
, "
? %" ! @
' ! " ; "
&
. # $ ;
" ! "
- " ; D
" "
8 !
" "
7 " ; " "
" "
&
6 3 " "
,+ 4 '+,, "
" B < <
%
& :
E C 1 <
#29 2 &
&
#3 >
9 ; >
3 ; 2 >
#2 1<3< 2 ,
3 ,
; " .
-1 8
2$ < 2 < 7
7
F ,+
; " ,,
,'
" " ,.
,.
9
,-; ,8
F ,7
" ,7
,5
1 2 2 ;# G ,6
E ,6
" ,6
,6 ,6
; '+
&
'.
'-'8 '8
" '7
'7 '5 '5 '6 .+
2 3 ! .,
.' .'
: .'
F ..
E ..
< ! "
.-1 3 2 #; 1 2 .*
.*
F < ; " -'
F < ; " -.
-. -7
: -5
F < ; " -*
F -*
: 8+
F < ; " 8,
E 8,
8' 8-88
>
< 7+
>
' F " " 3 ,+
. & ! ,,
- & " ,'
8 " 4 " '.
7 " " ! .8
5 " .8
>
' !
.-.
.7
- .5
8 " & " " 3 !
-'
7 1 &
-.
5 1 "
-8
* " & " "
-7
6 1 &
-5
,+ 1 " " &
-6
,, " & " "
( )
8+
,' 1 " " " !
8'
,. " & " " "
8.
,- 1 " " "
8-,8 1 & " "
>
>
' & 5+
. & 5,
-5'
8 3 " & "
" 3 ! 5.
7 < 3 " & " " 3
!
5-5 3 " & "
"
58
* 3 " " "
57
6 3 " "
& " "
55
,+ 3 " & "
5*
,, 3 " " "
&
56
,' ( ! )
*+
,. 3 " "
& " " ( )
> &
,8 3 " "
& " " "
*.
,7 3 " " "
"
*-,5 3 " & "
" "
*8
,* 3 " " "
*7
,6 1 *5
'+ 9
& (F) (F,) ! (F') "
"
"
&
' & ( ! )
" ( *+ ,++ ,-+
") . ( ) " / ,)
0 ')
& "
0 .)
& " 1
" &
" "
% " & " "
" 2 3 !
" "! & "
" " ( )
(" ) "
" " &
,-+ " "
! 4
" . *5 ( 4 ) . 6' ( 4 ) . 7* ( 4 ) . 7, (
4 ) . 8' ( 4 )
! !
! ! ! !
! ! $ ! !
! ! % & &
! ! ! ! % * ! +$
! * ,-$ .--$ ./- ! +
.+ ! ! 0 1+ !
! $ & !
! % ! 0 2+ !
& & & 3 & ! ! !
% !
! ! ! % !
& !
% ! &
% & & 3 &
% !
* + % * + ! !
& &
! ! ! % & ./- ! !
% $ % $ $ $ 2$,4
* ! +$ 2$51 * ! +$ 2$6, * ! +$ 2$6. * !
+$ 2$71 * ! + % &
1
Sponge cake merupakan jenis cake yang dibuat dari adonan kental yang
dengan ciri khasnya yaitu memiliki tekstur yang agak kasar, kurang lentur, dan
cenderung beremah apabila dipotong. Sponge cake sudah populer di kalangan
lapisan masyarakat Indonesia karena pada umumnya sebagai cake dasar dalam
pembuatan decorating cake (kue tart yang dihias). Berdasarkan metode
pembuatannya, sponge cake termasuk pada cake metode foam karena pada tahap
awal pembuatannya dilakukan pengocokan gula dan telur terlebih dahulu sehingga
membentuk busa yang banyak. Cake tergolong produk bakery dengan komposisi
bahan utamanya yaitu terigu, gula, lemak, dan telur (Sunaryo, 1985) yang mana
penggunaan terigu masih diprioritaskan sebagai bahan baku utama.
Bila terjadi peningkatan laju permintaan terhadap produk"produk cake
tentu dapat menimbulkan resiko kerawanan yang terkait dengan stabilitas
ekonomi, sosial, dan politik sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara yang
rapuh akan kemandirian pangan baik di tingkat rumah tangga maupun nasional
karena tepung terigu harus diimpor. Hal ini berkaitan dengan tidak dapat
tumbuhnya gandum secara optimal yang merupakan bahan dasar terigu di iklim
tropis. Tanaman ini hanya tumbuh secara optimal pada iklim sub"tropis.
Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2014),
impor gandum pada tahun 2014 mencapai 1,510,025 ton dengan nilai US$
497,510 sedangkan impor terigu mencapai 44,560 ton dengan nilai US$ 16,467.
2
ini dapat terus berfluktuasi sehingga perlu dilakukan pemanfaatan komoditi"
komoditi lokal dan perlu diimplementasikan secara serius.
Indonesia merupakan negara tropis yang dikenal memiliki komoditi"
komoditi unggulan salah satunya yaitu sorgum. Keunggulan yang dimiliki oleh
sorgum yaitu dapat tumbuh pada lahan sub optimal seperti lahan kering, rawa, dan
lahan masam yang ketersediaannya cukup luas di Indonesia yaitu sekitar 38,7 juta
hektar (Ristek Dikti, 2012) dengan nilai produktivitas sorgum dapat mencapai
7 ton/ha (Subagio dan Suryawati, 2013). Selain itu, komoditi ini juga mudah
tumbuh pada semua agroekologi lahan pertanian di Indonesia.
Keunggulan sorgum juga terdapat pada kandungan nutrisinya dengan
kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan beras dan jagung
(PUSLITBANGTAN, 2010) sehingga di Amerika sorgum diurutkan sebagai
serealia ketiga terpenting. Sorgum tidak menimbulkan alergi pada sebagian orang
karena sorgum tidak mengandung gluten. Konsumsi gluten akan menyebabkan
alergi pada beberapa orang seperti penderita penyakit seliak (celiac disease) yaitu
suatu penyakit menurun pada seseorang akibat tubuh tidak toleran terhadap
gluten. Penderita seliak mengalami gangguan penyerapan nutrisi di dalam tubuh
karena adanya perubahan usus halus sehingga timbul berbagai gangguan pada
fungsi tubuh manusia (Nirmala, 2011). Penderita penyakit ini membutuhkan
produk yang bebas gluten sehingga perlu dilakukan produksi produk pangan yang
menggunakan tepung lokal bebas gluten.
Sorgum selain memiliki keunggulan juga memiliki beberapa kelemahan
yaitu tingginya kandungan tanin dan asam fitat yang merupakan antinutrisi karena
3
antara tanin dengan protein. Selain itu, tanin dapat menimbulkan rasa sepat, pahit,
dan warna produk menjadi gelap (Anglani, 1998). Perlakuan sorgum dengan
proses perendaman dan perkecambahan (germinasi) efektif menurunkan
kandungan tanin dan asam fitat sehingga telah dapat diaplikasikan ke dalam
berbagai produk pangan (Narsih, dkk., 2008).
Pada penelitian ini, sorgum yang digunakan yaitu sorgum lokal varietas
numbu dan kawali. Sorgum yang telah digerminasi digiling, dikeringkan, dan
diayak dengan ayakan 80, 100, dan 140 mesh. Perbedaan ukuran partikel
dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap produk sponge cake yang
dihasilkan karena menurut Choi dan Byung"Kee (2013) ukuran partikel menjadi
salah satu faktor terpenting dalam menentukan volume sponge cake dan
pembentukan struktur crumb. Harapannya produk sponge cake dari tepung biji
sorgum yang digerminasi dapat diterima seperti di kalangan lapisan masyarakat.
Perubahan transformasi sosio"kultural turut berpengaruh terhadap pola
konsumsi masyarakat Indonesia. Adanya keragaman inovasi terhadap produk"
produk baru yang masih memprioritaskan penggunaan tepung terigu sebagai
bahan baku utama tentu akan mengancam ketahanan nasional, sehingga perlu
beralih terhadap pemberdayaan komoditi lokal demi memajukan nilai kearifan
lokal. Hal ini harus didukung dengan penelitian terhadap pemanfaatan komoditi
lokal sebagai substitusi tepung terigu. Penggunaan tepung sorgum dalam
pembuatan sponge cake diharapkan mampu mensubstitusikan tepung terigu
sehingga dapat menekan besarnya jumlah tepung terigu yang diimpor. Sponge
4
tambahan seperti mentega, telur, gula, dan vanili diharapkan dapat menjadi
pengganti produk sponge cake yang ada di pasaran saat ini yang menggunakan
100% tepung terigu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia biji sorgum
dan biji sorgum yang digerminasi dari dua varietas, sifat fisik dan fungsional
tepung biji sorgum yang digerminasi dari dua varietas dengan ukuran mesh yang
berbeda, mengkaji pembuatan sponge cake dengan menggunakan tepung dari biji
sorgum yang digerminasi dan mengevaluasi mutu fisik dan sensori sponge cake
yang dihasilkan.
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Selain itu juga berguna sebagai
solusi alternatif dalam upaya mengurangi jumlah impor tepung terigu,
menciptakan ketahanan pangan nasional berbasiskan pemberdayaan komoditi
lokal, meningkatkan nilai tambah dari komoditi sorgum, sebagai sumber
informasi ilmiah dan rekomendasi bagi pengusaha dalam menentukan bahan baku
5
" Varietas sorgum dan ukuran partikel tepung dari biji sorgum yang
digerminasi serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh
terhadap karakteristik fisik dan fungsional tepung.
" Varietas sorgum dan ukuran partikel tepung dari biji sorgum yang
digerminasi serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh
6
Sorgum (Sorghum sp.) tergolong tanaman serealia yang berdasarkan
taksonomi, sorgum termasuk sub famili panicoideae dan tanaman rumput"
rumputan (graminae) (Syarief dan Irawati, 1988) yang merupakan tanaman asli
dari wilayah tropis dan subtropis di bagian Pasifik Tenggara dan Australia"Asia.
Beberapa sumber menyebutkan tanaman sorgum berasal dari Afrika (Nedumaran,
dkk., 2013). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sorgum dikenal dengan sebutan
nama cantel sedangkan di Jawa Barat dikenal sebagai jagung cantrik dan di
Sulawesi Selatan dikenal sebagai batara tojeng. Perkembangan sorgum mulai
tahun 1973, terutama di Demak, Kudus, Grobogan, Purwodadi, Lamongan dan
Bojonegoro (Mudjisihono dan Suprapto, 1987).
Sorgum dikenal sebagai tanaman serealia yang memiliki keunggulan
karena sifatnya yang tahan terhadap kekeringan. Hal ini disebabkan sorgum
mempunyai lapisan lilin baik pada batang dan daun sehingga mengurangi
penguapan air dari dalam sorgum serta mempunyai ketahanan yang tinggi
terhadap burung dan hama karena kandungan taninnya (Nurmala, 1998).
Keunggulan lain yang dimiliki sorgum adalah kandungan proteinnya yang
lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Di dunia, sorgum menduduki urutan
kelima sebagai bahan baku pangan setelah beras, gandum, jagung, dan barley dan
di Amerika, sorgum termasuk serealia ketiga terpenting setelah gandum dan
7
sebagai pangan (Supriyanto, 2010). Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan
dan serealia lain disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan dan serealia lain
Komoditi Kalori
(kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Serat (%) (mg) Ca Vitamin B1 (mg)
Beras 360 78,9 6,8 0,7 " 6 0,12
Jagung 361 72,4 8,7 4,5 " 9,9 0,27
Sorgum 332 73,0 11,0 3,3 10,34* 28 0,38
Sumber: PUSTLITBANGTAN (2010) *Yanuar (2009)
Pemanfaatan sorgum sebetulnya tidak hanya terbatas sebagai bahan
diversifikasi pangan, ransum pakan ternak, dan sebagai sumber karbohidrat
(Suarni, 2004) namun sorgum juga memiliki kandungan serat pangan (dietary
fiber) dengan jumlah yang cukup tinggi sehingga sangat dibutuhkan tubuh yang
berfungsi mencegah penyakit jantung, obesitas, penurunan hipertensi, menjaga
kadar gula darah, kanker usus, dan menurunkan kadar kolesterol darah karena
dapat mengikat asam empedu pada penderita penyakit kardiovaskuler (penyakit
jantung koroner) (Suarni dan Firmansyah, 2013).
Disamping keunggulannya, sorgum sebagai tanaman serealia juga
mempunyai beberapa kelemahan yaitu tingginya kandungan tanin dan asam fitat.
Senyawa ini tergolong antinutrisi yang merugikan karena dapat mengganggu
sistem pencernaan manusia (Towo, dkk., 2006). Tanin termasuk senyawa
golongan polifenol yang dapat mengikat protein alkaloid dan gelatin. Ciri"ciri
dari golongan fenol sendiri yaitu bercincin aromatik dengan satu atau dua gugus
hidroksil dan tanin memiliki berat molekul yang cukup tinggi yaitu lebih dari
1.000 (Harbone, 1996). Pada biji sorgum kandungan tanin sebesar 2"4%
sedangkan pada tepung sorgum sebesar 0,6"1,0% (Badan Penelitian dan
8
lapisan zat warna yang disebut testa yang terletak di bawah endokarp dan
di sekeliling permukan endosperm (Hoseney, 1998).
Asam fitat dianggap sebagai zat antinutrisi karena dapat mengikat mineral
dalam bentuk ion akibatnya menurunnya ketersediaan mineral sehingga
mengakibatkan defisiensi mineral, terutama zat besi. Asam fitat merupakan
bentuk penyimpanan fosfor pada biji sorgum yang terdapat dalam sel aleuron
yaitu berada antara kisaran 0,3" 1,0% (Hurrell dan Reddy, 2003). Menurut
Hernaman, dkk., (2011), kandungan asam fitat pada biji"bijian bervariasi yaitu
antara 1 " 6% karena tergantung oleh jenis, varietas, dan kadar fospor dalam
tanah.
Penurunan kadar tanin dan asam fitat dapat dilakukan dengan metode
perendaman dan perkecambahan. Menurut Marthen, dkk., (2013) perkecambahan
adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula dari biji dan ini dapat
terlihat secara visual. Perkecambahan dapat berlangsung bila biji telah menyerap
air disebut imbibisi karena air sangat dibutuhkan untuk proses perekahan biji,
pengembangan pada embrio, pembesaran sel"sel pada titik tumbuh, aktivitas
enzim, mengatur keseimbangan zat pengatur tumbuh dan penggunaan cadangan
makanan sehingga perlu dilakukan proses perendaman sebagai tahap awal proses
perkecambahan.
Tanin bersifat larut dalam air, saat proses perkecambahan berlangsung
terjadi degradasi komponen bahan sehingga terjadi perubahan struktur molekul
asam fitat, tanin, protein dan senyawa lain (Sukamto, 1992). Perkecambahan juga
dapat meningkatkan aktivitas enzim fitase sehingga selama perkecambahan
9
Asam fitat ini dijadikan sebagai sumber energi pada proses perkecambahan selain
itu garam fitat yaitu kalsium"magnesium ataupun natrium"kalsium"fitat berperan
sebagai sumber kation selama kecambah (Manulang dan Suratno, 1996).
Perkecambahan menyebabkan terjadinya pengurangan fenolik sebesar 40%
(Marero, dkk., 1989). Perkecambahan yang melebihi 7 hari juga dapat
menurunkan aktivitas enzim fitase. Perolehan dari data penelitian Azeke, dkk.,
(2011) perkecambahan sorgum selama 7 hari mampu meningkatkan aktivitas
enzim fitase secara maksimal yaitu 0,59 µ/g dan perkecambahan 8 hari
menghasilkan aktivitas enzim fitase yaitu 0,42 µ/g. Penurunan ini menurut Houde,
dkk., (1990) karena enzim fitase didegradasi oleh enzim protease dan faktor lain
menurut Sung, dkk., (2005) karena dihambat oleh pembentukan fosfat.
Budidaya tanaman sorgum sebetulnya telah lama dilakukan di Indonesia
namun dengan penanaman secara tumpang sari dengan tanaman pangan lainnya
(dianggap kelas rendah) sehingga produksi sorgum rendah dan secara umum
belum tersedia di pasar"pasar (Soeranto, 2012). Berdasarkan data Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan terjadi kecenderungan penurunan dari waktu ke waktu
yang mana pada tahun 1990 menunjukkan luas tanam sorgum di Indonesia di atas
18.000 ha dan tahun 2011 luas tanam sorgum menurun menjadi 3.607 ha
(Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012). Penurunan luas lahan ini berkaitan
dengan tidak masuknya perluasan areal tanam sorgum ke dalam rencana strategis
dan belum ada anggaran khusus (Direktorat Serealia, 2013) sehingga data
perluasan areal tanam sorgum pada tahun 2014 belum diperoleh secara konkrit.
Penyebaran sorgum di tahun 2013 meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi,
10
15.414 ha di tahun 2013. Sementara luas panen sorgum di Jawa hingga tahun
2012 mencapai 3.462 ha yang digunakan sebagai keperluan pakan, industri gula
dan bahan baku industri (tepung) oleh PT Indofood Tbk (Subagio dan Aqil, 2013).
Pengolahan sorgum menjadi tepung sorgum merupakan nilai tambah
tersendiri karena dapat mensubstitusi penggunaan tepung terigu (Ahza, 1998).
Kelebihan tepung sorgum tidak mengandung gluten sehingga orang yang
mengonsumsi dapat terhindar dari alergi gluten (Schober, dkk., 2007).
!
Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan
berdasarkan sifatnya seperti morfologi, fisiologi, sitologi, dan kimia yang
dibudidayakan untuk usaha pertanian dan bila ditanam kembali akan
menghasilkan sifat yang dapat dibedakan dari yang lain (Mangoendidjojo, 2003).
Beberapa varietas sorgum yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian dapat
dilihat pada Tabel 2 dan deskripsi sorgum varietas Numbu dan Kawali dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Varietas sorgum yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian
Varietas TT
(cm) Umur (hari) (Ton/ha) Hasil Warna Biji No.6c (1970) 65"238 96"106 4,6"6,0 Coklat UPCA"S2(1972) 180"210 105"110 4,0"4,9 Coklat KD4 (1973) 40"180 90"100 +/"4,0 Putih kapur Keris (1983) 80"125 70"80 2,5 Putih kotor UPCA"S1 (1985) 140"160 90"100 +/"4,0 Putih kapur Badik (1986) 145 80"85 3,0"3,5 Putih kapur
Mandau (1991) 153 91 4,5"5,0 Coklat muda
11
Tabel 3. Deskripsi sorgum varietas numbu dan kawali
Sumber : Sukmadi (2010)
Mesh merupakan ukuran ayakan yaitu banyaknya lubang dalam ukuran 1
inch linier sehingga bila menggunakan 80 mesh maka dalam jarak 1 inch terdapat
80 lubang pada posisi vertikal dan 80 lubang pada posisi horizontal. Ayakan ini
Numbu Kawali
Asal India India
Umur berbunga 50% ± 69 hari ± 70 hari
Panen ± 100"105 hari ± 100"110 hari
Tinggi tanaman ± 187 cm ± 135 cm
Sifat tanaman Tidak beranak Tidak beranak
Kedudukan tangkai Di pucuk Di pucuk
Bentuk daun Pita Pita
Jumlah daun 14 helai 13 helai
Sifat malai Kompak Kompak
Bentuk malai Ellips Ellips
Panjang malai 22"23 cm 28"29 cm
Sifat sekam Menutup sepertiga bagian biji
Menutup sepertiga bagian biji
Warna sekam Coklat muda Krem
Bentuk /sifat biji Bulat lonjong, mudah
dirontok Bulat, mudah dirontok
Ukuran biji 4,2; 4,8; 4,4 mm 3,2; 3,0; 3,4 mm
Warna biji Krem Krem
Bobot 1000 biji 36"37 g 30 g
Rata"rata hasil 3,11 t/ha 2,96 t/ha
Potensi hasil 4,0"5,0 t/ha 4,0"5,0 t/ha
Kerebahan Tahan rebah Tahan rebah
Ketahanan Tahan hama aphis, tahan penyakit karat dan bercak daun
Agak tahan hama aphids, tahan penyakit karat dan bercak daun
Kadar protein 9,12% 8,81%
Kadar lemak 3,94% 1,97%
Kadar karbohidrat 84,58% 87,87%
Daerah sebaran Dapat ditanam di lahan sawah dan tegalan
Dapat ditanam di lahan sawah dan tegalan
Pemulia Sumarny singgih,
muslimah hamdani, marsum dahlan, roslina amir, syahrir mas'ud
Sumarny singgih, muslimah hamdani, marsum dahlan, roslina amir, syahrir mas'ud
Tanggal dilepas 22 oktober 2001 22 oktober 2001
12
dibuat dari logam yang umumnya baja tahan karat atau mengunakan nilon
(Sarifilindonesia, 2011).
Ayakan yang dilengkapi mesh efektif memisahkan berbagai jenis ukuran
partikel dari suatu campuran berdasarkan ukuran dari lubang kawat yang terdapat
pada ayakan sehingga partikel yang ukurannya lebih kecil dari ukuran lubang
mesh akan masuk sedangkan yang berukuran besar akan tertahan pada permukaan
kawat ayakan. Hasil ukuran partikel tepung yang lolos menjadi lebih seragam
dibandingkan dengan campuran awal (Fellows, 1990). Ukuran partikel tepung
yang lolos pada ayakan 80 mesh yaitu <177 µm, ayakan 100 mesh yaitu <149
µm, dan ayakan 140 mesh yaitu <105 µm. Landasan ini berdasarkan konversi
[image:31.612.133.505.391.446.2]mesh ke mikron yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Konversi mesh ke mikron
Mesh Mikron Inchi Millimeter
80 177 0.0070 0.177
100 149 0.0059 0.149
140 105 0.0041 0.105
Sumber : Netafim (2010)
Cake dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan teknik pembuatannya yaitu
chiffon cake, pound cake atau butter cake, dan sponge cake. Chiffon cake
merupakan cake bertekstur sangat lembut dan ringan dengan teknik pembuatannya
yaitu putih telur dan kuning telur dikocok terpisah, kemudian keduanya
dicampurkan dan ditambahkan bahan lain. Pound cake atau butter cake dibuat
dengan mengocok mentega dan gula hingga lembut, selanjutnya dilakukan
13
dikocok hingga kental dan mengembang, selanjutnya dimasukkan bahan
tambahan lainnya (Hoseney, 1998).
Sponge cake merupakan kue yang bertekstur lembut dan ringan dengan
bahan dasar yaitu tepung, gula, dan telur. Teknik pembuatan sponge cake yaitu
dilakukan pengocokan telur dan gula terlebih dahulu dengan kecepatan tinggi
hingga tampak warna pada telur pucat, ringan, kental dan apabila mixer diangkat
akan terbentuk pita pada adonan (disebut juga ribbon stage peak). Kemudian
dituangkan tepung dengan teknik folding yaitu penuangan secara perlahan"lahan
sambil dilakukan pengadukan secara manual agar tercampur merata. Setelah
adonan tercampur rata dimasukkan ke dalam oven yang telah dipanaskan pada
suhu 180 oC lalu dipanggang selama kurang lebih 30 menit (Wibowo, 2012).
Umumnya sponge cake yang disukai yaitu ringan, berongga kecil, lembut,
dan mengembang (Ida, dkk., 2011). Faktor yang mempengaruhi mutu sponge cake
yang dihasilkan yaitu kecocokan bahan yang digunakan, keseimbangan bahan
dalam formula yang dipakai, dan tahapan proses pengolahan, baik dalam
pengadukan maupun saat pemanggangan (Setiadi, 2013).
" #
Telur berperan sebagai kerangka dalam membentuk struktur cake,
memberikan aroma, dan warna cake. Adanya kandungan lesitin pada kuning telur
berperan sebagai daya pengemulsi dan lutein berperan untuk membangkitkan
warna produk (Penfield dan Campbell, 1990). Selain itu, telur juga dimanfaatkan
untuk meningkatkan nilai gizi dan flavor pada produk. Sifat fungsional yang ada
14
dimanfaatkan secara luas seperti pada pembuatan produk cake, puding, biskuit, es
krim, dan lain"lain (Almunifah, 2013).
Pemanasan pada cake membantu mengembangnya cake secara maksimal
karena buih yang terbentuk saat pengocokan telur menyebabkan bersatunya udara
dengan adonan sehingga saat pemanasan, udara yang berada dalam sel akan
memuai dan putih telur yang menyelubungi akan meregang dengan begitu
bertambah volume dan mengubah struktur cake. Cake dengan struktur dan tekstur
yang bagus diperoleh jika volume dan kestabilan buih dapat dipertahankan
(Campbell, dkk., 2005). Pembentukan buih yang kurang stabil menyebabkan cake
tidak mengembang secara maksimal (Akesowan, 2007).
Ovalbumin dan globulin merupakan protein yang berperan sebagai
pembentuk buih. Kedua protein ini terdapat pada putih telur, sedangkan ovomucin
berperan agar telur lebih stabil setelah terbentuknya buih. Pembentukan buih
terjadi karena ikatan dalam molekul protein terbuka sehingga rantai protein
menjadi lebih panjang. Udara yang masuk akan menempati di antara molekul"
molekul protein yang terbuka dan bertahan menyebabkan volume menjadi
membesar (Cherry dan McWatters, 1981). Adanya pemanasan pada kondisi
volume mengembang akan menyebabkan terjadinya denaturasi protein pada buih
yang terbentuk, sehingga buih tersebut menjadi lebih stabil dan selanjutnya
adonan mengembang (Suhardi, 1988).
$
Jenis gula yang ditambahkan pada pembuatan sponge cake yaitu gula pasir
dengan butiran halus karena gula mudah larut dalam adonan, sehingga susunan
15
dalam pembuatan sponge cake yaitu memberi rasa manis, mempengaruhi
pembentukan struktur sponge cake, dapat memperbaiki tekstur dan keempukan,
dapat mengikat kadar air sehingga memperpanjang kesegaran, merangsang
pembentukan warna yang baik dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(Astawan, 2009).
Penggunaan jumlah gula turut mempengaruhi hasil akhir sponge cake.
Penggunaan konsentrasi gula yang tinggi menyebabkan produk menjadi lebih
remah sehingga cake akan jatuh karena terlalu empuk/struktur cake tidak kuat di
bagian tengahnya (Faridah, dkk., 2008). Selain itu, menurut Subagjo (2007)
bahwa produk akan menjadi semakin keras dan waktu pembakaran menjadi
singkat karena gula yang konsentrasi tinggi dapat mempercepat proses
pembentukan warna.
Lemak dalam pembuatan sponge cake berfungsi meningkatkan citarasa
dan nilai gizi, produk menjadi tidak cepat keras serta produk menjadi lebih
empuk. Lemak yang umumnya digunakan dalam pembuatan cake yaitu mentega
(butter) dan margarin. Mentega merupakan lemak hewani dari hasil separasi
antara fraksi lemak dan non lemak dari susu. Sedangkan margarin merupakan
lemak plastis dari hasil proses hidrogenasi parsial minyak nabati. Dalam
pembuatan sponge cake, yang umum digunakan adalah margarin karena harganya
yang lebih terjangkau dibanding mentega (Astawan, 2009). Penggunan margarin
tidak mengubah terhadap hasil akhir sponge cake. Hal ini sesuai pernyataan
Ketaren (2005) bahwa margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau
16
!
Vanili diperoleh dari biji polong pada tanaman vanili (Vanilla planifolia))
yang digunakan sebagai pemberi aroma pada makanan (Sindo, 2011). Aroma
vanili 98% berasal dari komponen senyawa fenolik vanillin dari total komponen
aromatik vanili. Vanilin memiliki nama IUPAC yaitu 4"hidroksi"3"
metoksibenzaldehid dengan rumus molekul C8H8O3. Penggunaan vanili dalam
industri makanan dan minuman saat ini yaitu sebesar 60%, untuk industri parfum
dan kosmetik yaitu sebesar 20"25%, dan industri obat"obatan dan farmasi yaitu
5"10% (Towaha dan Heryana, 2012). Di industri makanan vanili umumnya
digunakan untuk menambah aroma pada produk es krim, gula"gula, cokelat, kue,
dan lain"lain (Yuliani, 2008).
Menurut Aini (2013) vanili yang beredar di pasaran saat ini ada 4 jenis
yaitu vanili batang, diperoleh dari biji vanili asli utuh yang dikeringkan dengan
cara penggunaannya yaitu isi dari biji diambil dan dicampur ke dalam makanan.
Vanili ekstrak, paling banyak digunakan untuk meningkatkan rasa dan aroma kue
dan di buat dengan cara vanili kering direndam dalam alkohol. Vanili esens
(artifical vanili extract) dibuat dari senyawa kimia dan penggunaan vanili esens
yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa pahit pada makanan. Vanili bubuk,
dibuat dengan cara sintetis dengan karakteristik yang hampir sama dengan vanili
esens.
#
Pada proses pemanggangan terjadi reaksi Maillard yang disebabkan oleh
gugus karbonil dari gula reduksi bereaksi dengan gugus amino dari asam amino
17
monosakarida yaitu glukosa atau fruktosa dan disakarida yaitu maltosa atau
laktosa (Kusuma, dkk., 2007). Mekanisme reaksi Maillard dapat dilihat pada
Gambar 1. Selain itu, selama pemanggangan terjadi penguraian pada senyawa
kompleks menjadi senyawa yang sederhana. Protein akan terdegradasi
membentuk asam"asam amino, lemak terdegradasi membentuk asam"asam lemak
dan gliserol, dan karbohidrat terdegradasi membentuk gula"gula sederhana. Hasil
uraian tersebut akan saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga membentuk
[image:36.612.161.467.290.492.2]senyawa"senyawa yang memberikan aroma (Haryadi, 2006).
Gambar 1. Mekanisme reaksi Maillard (Tranggono dan Sutardi, 1990)
# "
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sponge cake yang dibuat dari tepung
komposit dengan terdiri dari tepung beras ketan, ubi kayu, pati kentang, dan
kedelai dengan perbandingan 30%:40%:15%:15% dan penambahan xanthan gum
sebanyak 1,5% menghasilkan sponge cake dengan mutu yang baik ditinjau dari
volume, tekstur, kadar protein, dan nilai organoleptik rasa sponge cake
18
Pembuatan sponge cake yang ditambah tepung bekatul rendah lemak
dengan perbandingan 0%; 10%; 20%; 30%; dan 40% (b/b) dari tepung terigu
menunjukkan bahwa penambahan tepung bekatul rendah lemak pada taraf 30%
disukai sebagian besar oleh panelis baik dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur
sponge cake (Aftasari, 2003).
Dari hasil penelitian Choi dan Byung"Kee (2013) menunjukkan bahwa
penggunaan tepung terigu dengan ukuran partikel kecil (<55 µp) dapat
meningkatkan pengembangan volume sponge cake sebesar 1,353"1,450 ml dan
pembentukan struktur crumb yang kompak. Hal ini berbeda dengan tepung terigu
yang ukuran partikel intermediate (55"88 µp), dan ukuran besar (>88 µp) yaitu
1,040"1,195 ml dan 955"1,130 ml. Meningkatnya volume berhubungan dengan
partikel tepung yang berukuran kecil ini lebih banyak menjerap gelembung udara
19
%
& '
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2015 di
Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Laboratorium Teknologi Pangan dan
Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian protein dan asam fitat
dilakukan di Laboratorium Chem"mix Pratama, Yogyakarta.
Bahan yang digunakan adalah sorgum varietas numbu dan kawali yang
diperoleh dari Desa Paya Robah Kecamatan Binjai Barat, biji sorgum selanjutnya
digerminasi dan dijadikan tepung sebagai bahan baku pembuatan sponge cake.
Bahan lain adalah bahan"bahan untuk pembuatan sponge cake berupa telur,
mentega, gula, dan vanili.
(
Bahan"bahan kimia yang digunakan adalah bahan"bahan untuk analisa
sifat kimia bahan baku sorgum.
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung dari biji sorgum yang
digerminasi yaitu ember, baskom, karung goni, blender (mesin giling), loyang,
plastik kajang, oven pengeringan, ayakan 80 mesh, 100 mesh, dan 140 mesh.
Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia bahan baku tepung sorgum dan
20
alumunium, cawan porselin, tanur Carbolite Furnaces (tipe EML 11/2), oven
Memmert (tipe BWV 30), pemanas listrik Maspion, sentrifus Denley (tipe
BS400), spektrofotometer (Genesys 20), Arwana pump (ISO 9001), soxhlet,
autoclave, desikator, erlenmeyer dan peralatan gelas lainnya. Peralatan yang
digunakan untuk pembuatan sponge cake yaitu timbangan, sendok stainless steel,
piring, mixer, dan oven listrik Haneda untuk pemanggang cake. Peralatan yang
digunakan untuk analisa sifat fisik sponge cake adalah timbangan dan kromameter
Konica Minolta (tipe CR"400, jepang).
'
Penelitian terdiri dari 3 tahap yaitu :
Tahap I : Pengamatan karakteristik kimia biji sorgum.
Tahap II : Pembuatan tepung dan pengujian karakteristik kimia, fisik, dan
fungsional tepung dari biji sorgum yang digerminasi.
Tahap III : Pembuatan serta pengujian mutu fisik dan sensori sponge cake dari
tepung biji sorgum yang digerminasi.
Penelitian tahap II dan III dilakukan dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor.
Faktor I : Varietas sorgum, terdiri dari 2 taraf yaitu :
V1 : Numbu
V2 : Kawali
Faktor II : Ukuran mesh tepung sorgum terdiri dari 3 taraf yaitu :
M1 : 80 mesh
M2 : 100 mesh
21
Banyaknya kombinasi perlakuan yang dilakukan adalah 6 dan setiap
kombinasi perlakuan pada analisa sifat fungsional tepung dibuat dalam 4 ulangan
sedangkan karakteristik fisik dan sensori sponge cake adalah 3 ulangan.
' ( )
Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua
faktor dengan model sebagai berikut :
Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dimana :
Ŷijk = Hasil pengamatan dari faktor V pada taraf ke"i dan faktor M pada taraf
ke"j dalam ulangan ke"k
S = Efek nilai tengah
αi = Efek faktor V pada taraf ke"i
βj = Efek faktor M pada taraf ke"j
(αβ)ij = Efek interaksi faktor V pada taraf ke"i dan faktor M pada taraf ke"j
εijk = Efek galat dari faktor V pada taraf ke"i dan faktor M pada taraf ke"j
dalam ulangan ke"k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka
dilanjutkan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).
#
Biji sorgum yang diamati sifat kimianya yaitu varietas numbu dan kawali.
Adapun karakteristik kimia meliputi analisa kadar air (AOAC, 1995), kadar abu
(Nielsen, 1998), kadar protein (Apriyantono, dkk., 1989), kadar lemak (AOAC,
22
tanin (Sudarmadji, 1989) dan kadar asam fitat (Makower (1970), Wheeler dan
Ferrel (1971)).
# ' * + * ' +
' # " '
Biji sorgum direndam dengan menggunakan akuades selama 24 jam pada
suhu kamar. Lalu setelah perendaman selesai air rendaman dibuang (ditiriskan)
kemudian dilanjutkan dengan proses perkecambahan selama 12 jam. Proses
perkecambahan yang dilakukan yaitu dengan cara menyebarkan biji sorgum di
atas goni yang lembab. Setelah perkecambahan selesai biji sorgum dicuci untuk
mengurangi rasa asam dan dilanjutkan proses penepungan dengan menggunakan
blender (mesin penggiling) (Narsih, dkk., 2008) dan dikeringkan pada suhu 50oC
selama 5 jam. Pembuatan tepung dari biji sorgum yang digerminasi dapat dilihat
pada Gambar 3. Tepung sorgum yang dihasilkan dianalisis sifat kimia meliputi
kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (Nielsen, 1998), kadar protein (Apriyantono,
dkk., 1989), kadar lemak (AOAC, 1995), kadar karbohidrat (by difference), kadar
serat kasar (AOAC, 1995), kadar tanin (Sudarmadji, 1989), kadar asam fitat
((Makower (1970), Wheeler dan Ferrel (1971)), kadar amilosa (Apriyantono,
dkk., 1989), dan kadar pati (Apriyantono, dkk., 1989).
Pengujian karakteristik fisik dan fungsionalnya, tepung sorgum
digerminasi dipisahkan terlebih dahulu ukuran partikelnya dengan tiga perlakuan
yaitu 80 mesh, 100 mesh, dan 140 mesh. Lalu dianalisa sifat fisik dan fungsional
tepung dari biji sorgum yang digerminasi. Sifat fisik yang dimati yaitu nilai L
warna dengan kromameter Konica Minolta dan sifat fumgsional yang diamati
meliputi daya serap air dan minyak (Sathe dan Salunke, 1981), swelling power
23
# + ' '
# " '
Pembuatan sponge cake menggunakan tepung dari biji sorgum yang
digerminasi dan bahan tambahan yang meliputi margarin, telur, gula, dan vanili.
Formulasi bahan"bahan yang digunakan dalam pembuatan sponge cake dapat
[image:42.612.134.506.239.324.2]dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Formulasi bahan"bahan pembuatan sponge cake
Bahan Jumlah
Tepung dari biji sorgum yang digerminasi 100 g
Telur 3 butir
Gula 50 g
Margarin 125 g
Vanili 2 g
Cara pembuatan sponge cake yaitu telur dan gula diaduk dengan
menggunakan mixer berkecepatan tinggi (skala 4) selama 15 menit. Ditambahkan
tepung dari biji sorgum yang digerminasi dan vanili ke dalam campuran telur
sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan mixer berkecepatan rendah (skala 1)
selama 7 menit, lalu ditambahkan margarin yang telah dicairkan dan diaduk
hingga rata. Adonan kemudian dituang ke cetakan cake yang telah diolesi
margarin dan dipanggang di dalam oven yang telah dipanaskan terlebih dahulu
pada suhu 180 oC selama 35 menit. Cake didinginkan pada suhu ruangan selama
20 menit. Skema pembuatan sponge cake dapat dilihat pada Gambar 4.
Sponge cake yang dihasilkan dilakukan pengamatan dan pengukuran data
meliputi karakteristik fisik yaitu volume spesifik cake (Yananta, 2003) dan warna
dengan kromameter Konica Minolta serta karakteristik sensori berupa uji
organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan uji hedonik skala
1"5 (sangat tidak suka"suka"sangat suka) dan uji skor tekstur dengan skala 1"5
24
' , % -* .//01
Penentuan kadar air dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 5 g,
lalu dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu
jam pada suhu 105 oC dan telah diketahui beratnya. Sampel dimasukkan ke oven
pada suhu 105 oC selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama
15 menit kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang
sampai diperoleh berat sampel konstan.
Kadar air (% bb) = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100% Berat sampel awal
Kadar air (% bk) = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100% Berat sampel akhir
' # , * .//21
Penentuan kadar abu dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 5 g
yang telah dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui
beratnya (terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator).
Selanjutnya sampel dipijarkan hingga sempurna di atas hotplate hingga hilangnya
asap pembakaran, kemudian cawan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan
dengan suhunya hingga 500 oC dan dihitung selama 5 jam, kemudian suhu
diturunkan hingga dibawah 200 oC, kemudian di desikator selama 15 menit dan
ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung dengan formula sebagai berikut.
25
' , " * ' 3* ./2/1
Penentuan kadar protein menggunakan metode mikro kjedhal. Ditimbang
sampel 0,2 g yang telah yang telah dihaluskan dan dimasukkan ke dalam labu
kjedhal. Selanjutnya ditambahkan 0,7 g katalis N ( 250 g Na2SO4 + 5 g CuSO4 +
0,7 g Selenium/TiO2 ) dengan 4 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi dalam almari
asam sampai warna berubah menjadi hijau jernih. Setelah warna menjadi hijau
jernih didinginkan lalu dibilas dengan 10 ml akuades. Kemudian didestilasi
dengan menambahkan 20 ml NaOH – Tio(NaOH 40% + Na2S2O3 5% ) dan
destilat ditampung menggunakan H3BO3 4% yang sudah diberi indikator Mr"
BCG. Dilakukan destilasi hingga volume destilat mencapai 60 ml (warna berubah
dari merah menjadi biru). Setelah volume mencapai 60 ml destilasi dihentikan lalu
destilat dititrasi menggunakan larutan standar HCl 0,02 N sampai titik akhir titrasi
(warna berubah dari biru menjadi merah muda). Dicatat volume titrasi yang
diperoleh kemudian dihitung kadar protein menggunakan rumus.
Kadar nitrogen ( % ) = Volume Titrasi x Normalitas HCL (0,02 N) x Berat Atom Nitrogen (14,008) x 100% Berat Sampel (mg)
Kadar protein (%) = Kadar nitrogen x faktor konversi
Faktor konversi = 6,25
' , % -* .//01
Penentuan kadar lemak menggunakan metode soxhlet. Sampel sebanyak
5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi
Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut
lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux
selama ±6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih.
26
labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 70
oC hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam desikator.
Labu beserta lemaknya ditimbang.
Kadar
(g) sampel Berat
(g) lemak Berat (%)
lemak x 100 %
' # ' ,#" 1
Kadar karbohidrat (%) = 100% – (kadar abu + kadar protein + kadar air +
kadar lemak)
' , % -* .//01
Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukan ke dalam erlenmeyer
250 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan
autoclave selama 15 menit pada suhu 105 oC. setelah didinginkan sampel
ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis kembali
selama 15 menit. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang
telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut"
turut dengan akuades panas lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian dengan akuades
panas lalu 25 ml etanol 95% dan terakhir dengan akuades panas. Kertas saring
dikeringkan dalam oven bersuhu 70 oC selama setengah jam, selanjutnya
dinaikkan menjadi suhu 105 oC selama setengah jam, lalu didesikator dan
ditimbang, pengeringan ke suhu 105 oC dilanjutkan sampai diperoleh berat sampel
konstan.
27
' , ' + ' ' ,./2/1 ' ,455/11
Sampel ditimbang sebanyak 1,5 g, lalu dimasukkan ke erlenmeyer 100 ml
dan ditambahkan akuades 50 ml. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 50 oC selama
30 menit. Setelah dingin larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml, lalu
ditambahkan dengan akuades sampai tanda garis. Selanjutnya dari larutan tersebut
diambil 25 ml dan dimasukan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 20 ml
larutan indigocarmin kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N (sudah
distandarisasi), tiap kali penambahan sebanyak 1 ml KMnO4 warna akan berubah
dari biru menjadi hijau selanjutnya titrasi dilakukan tetes demi tetes hingga warna
hijau menjadi warna kuning emas. Misalnya diperlukan volume titran A ml.
Dilakukan penetapan blanko dengan cara memipet 20 ml larutan indigocarmin ke
erlemneyer dan ditambahkan akuades lalu dititrasi seperti contoh di atas. Misalnya
diperlukan volume titran B ml.
Kadar tanin dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar tanin (%) = 10 (A " B) x N x 0,00416 x 100% Berat sampel (g)
Keterangan: A; volume titrasi tanin (ml), B; volume titrasi blanko (ml),
N; normalitas KMnO4 standar (N), 10; faktor pengeceran , 1 ml KMnO4 0,1 N
setara 0,00416 gram tanin.
' + , 6 * ./75 8 & ' 9 * ./7.1
Ditimbang sampel sebanyak 2 g yang telah halus ke dalam erlenmeyer
100 ml. Selanjutnya ditambahkan 25 ml TCA 3%, lalu digerus menggunakan
lumpang porcelen. Kemudian disentrifugasi larutan dan disaring, selanjutnya
28
Ditambahkan 5 ml larutan FeCl3 1 N kemudian dipanaskan dengan waterbath
suhu 100 oC selama 1 jam. Selanjutnya larutan dinginkan kemudian larutan
disentrifugasi selama 10"15 menit, supernatan dibuang dan endapan dicuci dengan
10 ml TCA 3% kemudian disentrifugasi lagi selama 10"15 menit lalu dibuang
kembali supernatannya.
Pencucian diulangi dengan menambahkan akuades kemudian di
sentrifugasi lagi selama 10"15 menit, kemudian dibuang supernatannya.
Selanjutnya ditambahkan 5 ml akuades dan 5 ml NaOH 0,6 N, kemudian
dipanaskan dalam waterbath selama 45 menit dengan suhu 100 oC. Selanjutnya
didinginkan dan disentrifugasi larutan selama 10"15 menit supernatan yang
terbentuk dibuang. Dilakukan pencucian dengan menggunakan akuades dan
disentrifugasi kembali larutan selama 10"15 menit lalu supernatan dibuang.
Selanjutnya endapan dilarutkan dalam HCL 0,5 N kemudian dipanaskan
menggunakan waterbath selama 10"15 menit dengan suhu 100 oC sampai warna
jernih kekuningan tercapai. Dituang pada labu ukur 100 ml kemudian dilakukan
pengenceran sampai tanda tera menggunakan HCL 0,1 N. Selanjutnya dianalisa
kadar besinya dengan cara diambil 5 ml larutan kemudian ditambahkan 2 ml
larutan ammonium thiocyanat 1,5 M (terbentuk warna merah) lalu ditambahkan
akuades sampai volume 10 ml kemudian dibaca absorbansi sampel menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm. Kurva standar Fe dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Kadar asam fitat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Berat Fe(X) x Faktor pengenceran x BM fitat (660)
29 X = –
Y = Absorbansi sampel
' , " * ' 3* ./2/1
Ditimbang sampel sebanyak 0,1 g lalu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Selanjutnya ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran
tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit hingga semua terlarut
kemudian didinginkan. Selanjutnya campuran tersebut dipindahkan ke dalam labu
takar 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera. Kemudian dipipet 5 ml
larutan ke dalam labu takar 100 ml dan tambahkan 1 ml asam asetat 1 N, 2 ml
larutan iod dan akuades hingga tanda tera. Lalu dikocok dan didiamkan selama 20
menit. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang
625 nm. Konsentrasi kandungan amilosa ditentukan dengan menggunakan kurva
standar, melalui persamaan linier yang diperoleh.
Penetapan kurva standar amilosa dilakukan dengan cara menimbang
40 mg amilosa murni (amilosa kentang), kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi lalu ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran tersebut
dipanaskan ke dalam air mendidih selama 10 menit sampai semua bahan terlarut,
kemudian didinginkan. Dipindahkan campuran tersebut ke dalam labu takar
100 ml dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Dipipet larutan campuran ke
dalam labu takar 100 ml masing"masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml. Lalu ke
dalam labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N berturut"turut 0,2 ml,
0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 ml, 1 ml serta masing"masing 2 ml larutan iod. Kemudian
ditambahkan akuades sampai tanda tera. Dihomogenkan dengan menggunakan
30
spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm yaitu hubungan panjang
gelombang yang memberikan absorbansi maksimum untuk warna biru. Kurva
standar amilosa terhadap absorbansinya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kadar amilosa (%) = Konsentrasi amilosa (mg/ml) x FP x 0,001 x 100% Berat sampel (g)
' , " * ' ./2/1
Dibuat pereaksi DNS terlebih dahulu dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5"
dinitrosalisilat, 19,8 g NaOH, 306 g NaK"tartarat, 7,6 ml fenol (dicairkan pada
suhu 50ºC) dan 8,3 Na"metabisulfit dalam 1416 ml akuades (pH netral).
Ditimbang sampel sebanyak 2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke
dalam beaker glass 250 ml, lalu ditambahkan 50 ml akuades dan diaduk
menggunakan magnetik stirer selama 1 jam. Kemudian suspensi tersebut disaring
dengan kertas saring dan dicuci dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml.
Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu pati
dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer 500 ml
dengan cara pencucian 200 ml akuades dan ditambahkan 20 ml HCl 25%.
Kemudian ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air
sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 100 oC. Dibiarkan dingin dan
dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml
sampai ± pH 7. Kemudian disaring kembali campuran di atas pada kertas saring,
selanjutnya ditentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat
yang diperoleh dengan menggunakan DNS.
Pengujian gula pereduksi dilakukan dengan menggunakan kurva standar
31
tabung reaksi bertutup, ditambahkan 10 ml akuades lalu di vorteks. Selanjutnya
diambil 1 ml sampel yang telah divorteks dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
bertutup, ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Ditempatkan dalam air mendidih
selama 15 menit. Dibiarkan dingin sampai suhu ruang.
Penetapan kurva standar menggunakan larutan glukosa standart dengan
konsentrasi 0,05"0,25 mg/ml dilakukan dengan cara menimbang 50 mg glukosa
standar atau 0,05 g, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Diencerkan
dengan akuades sampai tanda tera dan diaduk dengan menggunakan magnetik
stirer. Selanjutnya masing"masing dipipet sebanyak 1, 2, 3, 4 dan 5 ml dari
larutan stok dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, masing"masing ditambahkan
akuades 9, 8, 7, 6, dan 5 ml lalu dihomogenkan dengan menggunakan vorteks.
Masing"masing dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke tabung
reaksi, lalu ditambahkan 3 ml DNS kemudian divorteks dan dipanaskan selama 5
menit. Didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya intensitas warna yang terbentuk
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
550 nm. Kurva standar dibuat dengan memplot konsentrasi glukosa terhadap
absorbansinya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kadar pati (%)= Kadar gula pereduksi (mg/ml) x Faktor pengenceran x0,9x 100% Berat sampel (g) x 1000
6
Nilai L warna sampel diukur dengan menggunakan kromameter Minolta
(tipe CR 200, Jepang). Sampel ditempatkan pada wadah yang datar. Pengukuran
menghasilkan nilai L, a, b, dan nilai L warna ditentukan dari nilai L yang
32
" ' " , ' * ./2.1
Ditimbang berat tabung dan tutup sentrifugasi, lalu ditimbang sampel
sebanyak 1 g di dalam tabung sentrifugasi. Kemudian ditambahkan 10 ml akuades
atau minyak dan dikocok sampai homogen. Lalu di sentrifugasi selama 30 menit
dengan kecepatan 3000 rpm. Selanjutnya dituang air sisa, lalu ditimbang berat
tabung dan supernatannya.
DSA/DSM (g/g) = ((berat tabung+supernatan)"(berat tabung+tutup))"berat sampel Berat sampel (g)
Keterangan : DSA : daya serap air ; DSM : daya serap minyak
, ) * ' 3* ./0/1
Ditimbang sampel sebanyak 1 g lalu ditambahkan 10 ml akuades dan
dipanaskan pada suhu 90 oC selama 30 menit sambil diaduk. Selanjutnya
campuran disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 2200 rpm untuk
memisahkan antara padatan dengan cairannya. Selanjutnya dibuang airnya lalu
ditimbang berat supernatan. Swelling power dihitung dengan rumus :
Swelling power (%) = Berat supernatan (g) Berat sampel (g)
, * ' 3* 45551
Ditimbang sampel 3 g lalu ditambahkan 6 ml akuades, lalu digelatinisasi.
Selanjutnya adonan dioven pada suhu 200 oC selama 25 menit. Hasil panggangan
kemudian didinginkan dan ditimbang. Selanjutnya adonan dilapisi permukaannya
dengan pencelupan dalam parafin. Penentuan volume hasil panggangan dengan
mencelupkan sampel ke dalam gelas ukur berisi akuades, hingga seluruh bagian
33
dalam volume spesifik, dengan membagi volume air yang bertambah dengan
massa hasil panggangan (ml/g).
! + ,: * 455;1
Terlebih dahulu dilakukan pengukuran terhadap volume wadah dengan
cara mengisi air ke dalam wadah kemudian dituangkan ke dalam gelas ukur dan
diukur jumlah airnya. Diisi wijen ke dalam wadah hingga penuh, lalu ditimbang
berat wijen yang mengisi wadah tersebut. Dikosongkan wadah dan diisi separuh
dari wijen tersebut, kemudian cake dimasukkan ke dalam wadah. Diisi penuh
dengan wijen yang masih ada, lalu wijen yang tumpah/tersisa ditimbang beratnya.
Volume cake dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Volume cake = Berat wijen tumpah (g) x Volume wadah (ml) Berat wijen seluruhnya (g)
Cake ditimbang 20 menit setelah pemanggangan dengan menggunakan
timbangan analitik dan dinyatakan dalam g.
Volume spesifik cake (ml/g) = Volume cake (ml) Berat cake (g)
&
Warna cake diukur dengan menggunakan kromameter Minolta (tipe CR
200, Jepang). Nilai warna dinyatakan dengan browning index (BI). Pengukuran
browning index (crust) dilakukan dengan mengukur permukaan atas cake dan
browning index (crumb) dilakukan dengan mengukur bagian dalam cake hal ini
34
Gambar 2. Bagian crust dan crumb pada cake
Pengukuran dilakukan dengan menempatkan sampel pada wadah yang
datar. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan L menyatakan parameter
kecerahan. Notasi a menunjukkan warna kromatik campuran merah"hijau dan
nilai a(+) berkisar antara 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a (")
berkisar antara 0 sampai "80 untuk warna hijau. Notasi b menunjukkan warna
kromatik campuran biru"kuning dan nilai b (+) berkisar 0 sampai +70 untuk warna
kuning dan nilai b (") berkisar 0 sampai "70 untuk warna biru (Andarwulan, dkk.,
2001) dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Maskan, 2001 dalam
Eduardo, dkk., 2013) :
BI = [100 ( x – 0,31)] 0,17
dimana x dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
x = a + 1,75 L 5,645 L + a" 3,01 b
6 * * ' ' ' '
, * ./201
Uji organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih yang
merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Parameter
yang diuji meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan uji hedonik serta
tekstur dengan uji skor. Masing"masing panelis diminta untuk menilai setiap
sampel berupa spongecake yang telah disediakan secara acak. Skala nilai hedonik
Crust Crumb
35
terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 6 dan skala nilai
[image:54.612.131.506.159.249.2]skor terhadap tekstur dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6. Skala nilai hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur
Skala hedonik Skala numerik
Sangat suka 5
Suka 4
Agak suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1
Tabel 7. Skala nilai skor terhadap tekstur
Skala skor tekstur Skala numerik
Sangat lembut 5
Lembut 4
Agak lembut 3
Tidak lembut 2
[image:54.612.143.506.284.365.2]36
Gambar 3. Skema penelitian karakteristik biji sorgum dan pembuatan tepung dari biji sorgum yang digerminasi
Sortasi dan perendaman selama ± 24 jam
Ditiriskan
Perkecambahan selama ± 12 jam
Pencucian
Penghalusan Biji sorgum
Tepung biji sorgum yang digerminasi
Pengeringan suhu 50 oC selama ± 5 jam
Varietas : " Numbu " Kawali Analisa : "Analisa Proksimat "Kadar serat kasar " Kadar tanin " Kadar asam fitat
Analisa : " Analisa
Proksimat " Kadar serat
kasar " Kadar tanin " Kadar asam fitat
" Kadar amilosa " Kadar pati
Pengayakan
Ukuran Mesh: " 80 mesh " 100 mesh " 140 mesh
Analisis mutu
" Daya serap air dan minyak
" Swelling power
" Baking expansion
37
Gambar 4. Skema pembuatan sponge cake Pengadukan dengan mixer
kecepatan tinggi (skala 4), 15 menit
Pengadukan dengan mixer kecepatan rendah (skala 1), 7 menit
Penuangan ke dalam cetakan
Pemanggangan dalam oven 180oC, 35 menit
Sponge cake
Pendinginan
Analisa :
" Volume spesifik cake
" Warna cake
" Uji hedonik (warna, aroma, rasa, dan tekstur) " Tekstur (skor)
Margarin 125 g Adonan
Telur 3 butir
Gula 50 g
Tepung biji sorgum yang digerminasi
100 g Pencampuran
Vanili 2 g
Ukuran mesh : "80
"100 "140 Varietas :
"Numbu "Kawali
38
' "
Karakteristik kimia biji sorgum dan biji sorgum yang digerminasi dapat
dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan kadar air sorgum varietas numbu dan
kawali masih memenuhi syarat mutu biji sorgum yaitu berada pada kisaran
10"12% kadar air sehingga aman disimpan dalam jangka waktu tertentu (Aqil,
2013). Hal ini perlu diamati karena kadar air merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kerusakan selama penyimpanan karena kapang mudah tumbuh
[image:57.612.133.511.364.555.2](Dharmaputra, dkk., 2012).
Tabel 8. Karakteristik kimia biji sorgum dan biji sorgum yang digerminasi
Varietas
Parameter Biji sorgum Biji sorgum germinasi
Numbu Kawali Numbu Kawali
Kadar air 11,35±0,13 10,64±0,01 8,77±0,10 8,93±0,04
Kadar abu 2,30±0,09 2,15±0,00 0,65±0,01 0,55±0,05
Kadar protein 12,07±0,04 12,41±0,38 8,43±0,03 8,61±0,26
Kadar lemak 2,77±0,03 2,41±0,01 2,28±0,05 2,04±0,04
Kadar karbohidrat 82,86±0,16 83,04±0,40 88,64±0,01 88,80±0,34 Kadar serat kasar 6,60±0,16 5,64±0,25 3,21±0,29 4,50±0,11
Kadar tanin 1,97±0,00 1,94±0,04 1,30±0,06 1,66±0,02
Kadar asam fitat 2,25±0,17 2,44±0,12 2,38±0,28 2,64±0,29 Kadar amilosa " " 26,83±0,64 20,12±1,39
Kadar pati " " 38,43±1,81 41,81±0,64
Keterangan : Data terdiri dari 2 ulangan ± standar deviasi
Nilai kadar abu yang diperoleh pada biji sorgum tidak terlalu jauh dengan
penelitian Etuk dan Ukaejiofo (2007) yaitu 2,59% dan nilai kadar protein yang
diperoleh pada biji sorgum sedikit lebih tinggi dari data PUSTLITBANGTAN
(2010) yaitu 11%. Hal ini disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal
39
kandungan dan komposisi zat gizi pada hasil tanaman disebabkan oleh faktor
internal dan faktor eksternal (lingkungan) seperti perbedaan genetik antar spesies
atau varietas yang sama, fase perkembangan organ hasil saat panen yang mana
fase perkembangan yang berbeda menyebabkan kandungan dan komposisi gizi
pada organ"organ dapat berbeda walaupun dari satu individu tanaman yang sama.
Selain itu faktor lingkungan seperti iklim, sifat fisika dan kimia tanah dan juga
ketersediaan unsur"unsur hara esensial dalam tanah mempengaruhi sintesis
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Penelitian Dicko, dkk., (2006)
menunujukkan biji sorgum mengandung kadar protein yang bervariasi antara
7"15%.
Nilai kadar lemak dan karbohidrat yang diperoleh pada biji sorgum lebih
rendah dari data Pustlitbangtan (2010) yaitu 3,3% nilai kadar lemak dan 73%
karbohidrat. Perbedaan komponen ini berkaitan erat dengan faktor internal dan
faktor eksternal (lingkungan). Sedangkan nilai kadar serat yang diperoleh lebih
rendah dari hasil penelitian Yanuar (2009) yaitu 10,34%. Menurut Feliana, dkk.,
(2014) perbedaan kandungan serat kasar dipengaruhi oleh perbedaan varietas,
lingkungan tempat tumbuh (tanah, iklim), umur panen dan penanganan pasca
panen.
Nilai kadar tanin yang diperoleh pada biji sorgum tidak berbeda dengan
data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2010) yaitu 2"4% dan nilai
kadar asam fitat yang diperoleh lebih rendah dari penelitian Azeke, dkk., (2011)
yaitu 6,2 mg/g. Perbedaan komponen ini menurut Hernaman, dkk., (2011)
tergantung oleh jenis, varietas, dan kadar P tanah sehingga kandungan asam fitat
40
Pada biji sorgum germinasi menunjukkan terjadi penurunan terhadap nilai
kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar tanin dan
terjadi sedikit peningkatan terhadap kadar asam fitat dari biji sorgum sebelum
digerminasi dan setelah digerminasi. Penurunan kandungan kadar abu disebabkan
oleh selama perendaman terjadi pelarutan pada beberapa senyawa mineral yang
mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air (Yulianto, dkk., 2013). Sanetto (1996)
menyatakan bahwa mineral yang terdapat dalam biji sorgum terdapat dalam
bentuk bebas.
Penurunan kadar protein disebabkan oleh terlepasnya ikatan struktur
protein selama perendaman sehingga komponen protein menjadi larut dalam air,
komponen"komponen tersebut yaitu proteosa, prolamin, dan albumin (Nafi, dkk.,
2013). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hidayat, dkk., (2006)
bahwa selama proses perendaman terjadi penurunan protein.
Penurunan kadar lemak disebabkan oleh peningkatan aktivitas enzim
lipolitik selama perkecambahan sehingga asam lemak dan gliserol yang dihasilkan
akan digunakan oleh sel untuk metabolisme (Inyang dan Zakaria, 2008)
sedangkan kadar karbohidrat mengalami peningkatan dikarenakan terjadi
penurunan pada beberapa parameter setelah germinasi sehingga persentase
karbohidrat yang diperoleh besar. Penurunan kadar serat kasar selama
perkecambahan terjadi karena peningkatan aktivitas enzim β amylase yang akan
mendegradasi dinding sel sehingga karbohidrat terhidrolisis pada dinding sel
(Mamoudou, dkk., 2006).
Penurunan kadar tanin disebabkan larutnya tanin ke dalam air selama
41
polifenol selama periode perendaman menuju proses perkecambahan (Rusydi dan
Azrina, 2012). Secara umum proses germinasi dapat menurunkan kadar asam fitat,
namun dari hasil penelitian terjadi sedikit peningkatan terhadap kadar asam fitat
hal ini disebabkan oleh waktu untuk perkecambahan yang kurang sehingga belum
ada terjadi aktivitas enzim fitase. Hal ini sesuai dengan penelitian Azeke, dkk.,
(2011) yang menunjukkan dihasilkan nilai aktivitas fitase yang sama pada biji
sorgum sebelum germinasi dan setelah germinasi 0 hari yaitu 0,21 U/g, aktivitas
enzim fitase terus meningkat setelah proses germinasi 2"7 hari yaitu 0,32 U/g –
0,59 U/g.
Pengujian kadar amilosa dilakukan untuk mengetahui jumlah amilosa
dalam biji sorgum yang digerminasi yang akan digunakan sebagai bahan baku
utama produk s