• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik fungsional tepung biji sorgum digerminasi dan pemanfaatannya untuk pembuatan sponge cake

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik fungsional tepung biji sorgum digerminasi dan pemanfaatannya untuk pembuatan sponge cake"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

"$ ().)"

--,"$" ,%",%"+'

"/1&+$*& 2 2 3 " !3 !3 "$& ) "&+("2 3 "

()& +''-(&

+' (& )"

!3 !3 4 ! & )$,&!" "+2 ()& !-'!&, ()/"

(4)

"

"

&

' & ( ! )

" ( *+ ,++ ,-+

") . ( ) " / ,)

0 ')

& "

0 .)

& " 1

" &

" "

% " & " "

" 2 3 !

" "! & "

" " ( )

(" ) "

" " &

,-+ " "

! 4

" . *5 ( 4 ) . 6' ( 4 ) . 7* ( 4 ) . 7, (

4 ) . 8' ( 4 )

(5)

! !

! ! ! !

! ! $ ! !

! ! % & &

! ! ! ! % * ! +$

! * ,-$ .--$ ./- ! +

.+ ! ! 0 1+ !

! $ & !

! % ! 0 2+ !

& & & 3 & ! ! !

% !

! ! ! % !

& !

% ! &

% & & 3 &

% !

* + % * + ! !

& &

! ! ! % & ./- ! !

% $ % $ $ $ 2$,4

* ! +$ 2$51 * ! +$ 2$6, * ! +$ 2$6. * !

+$ 2$71 * ! + % &

(6)

" ; " " 2 3" !

; " ! " 2 3" ! ;

3" ! ; " '+,, "

< & < <

" &

; " ! ( ; ) < <

& = ; " 4; " 4< <

3 " " '+,.4'+,8

9 ; #>

' " '+,' < < ;

" '+,' / ?

; 9 < 4

4 @ . ! A =

: ( A:) , , ( ) "

'+,8 !

< &

" 3 ( 3) "

! ; < 5 $

(7)

'+,-& ?

@

'+,8 $ '+,8 3

< < "

(8)

& ?

@

% " /

, "

? %" ! @

' ! " ; "

&

. # $ ;

" ! "

- " ; D

" "

8 !

" "

7 " ; " "

" "

(9)

&

6 3 " "

,+ 4 '+,, "

" B < <

%

(10)

& :

E C 1 <

#29 2 &

&

#3 >

9 ; >

3 ; 2 >

#2 1<3< 2 ,

3 ,

; " .

-1 8

2$ < 2 < 7

7

F ,+

; " ,,

,'

" " ,.

,.

9

,-; ,8

F ,7

" ,7

,5

1 2 2 ;# G ,6

E ,6

" ,6

,6 ,6

; '+

(11)

&

'.

'-'8 '8

" '7

'7 '5 '5 '6 .+

2 3 ! .,

.' .'

: .'

F ..

E ..

< ! "

.-1 3 2 #; 1 2 .*

.*

F < ; " -'

F < ; " -.

-. -7

: -5

F < ; " -*

F -*

: 8+

F < ; " 8,

E 8,

8' 8-88

(12)

>

< 7+

(13)

>

' F " " 3 ,+

. & ! ,,

- & " ,'

8 " 4 " '.

7 " " ! .8

5 " .8

(14)

>

' !

.-.

.7

- .5

8 " & " " 3 !

-'

7 1 &

-.

5 1 "

-8

* " & " "

-7

6 1 &

-5

,+ 1 " " &

-6

,, " & " "

( )

8+

,' 1 " " " !

8'

,. " & " " "

8.

,- 1 " " "

8-,8 1 & " "

(15)

>

(16)

>

' & 5+

. & 5,

-5'

8 3 " & "

" 3 ! 5.

7 < 3 " & " " 3

!

5-5 3 " & "

"

58

* 3 " " "

57

6 3 " "

& " "

55

,+ 3 " & "

5*

,, 3 " " "

&

56

,' ( ! )

*+

,. 3 " "

& " " ( )

(17)

> &

,8 3 " "

& " " "

*.

,7 3 " " "

"

*-,5 3 " & "

" "

*8

,* 3 " " "

*7

,6 1 *5

'+ 9

& (F) (F,) ! (F') "

(18)

"

"

&

' & ( ! )

" ( *+ ,++ ,-+

") . ( ) " / ,)

0 ')

& "

0 .)

& " 1

" &

" "

% " & " "

" 2 3 !

" "! & "

" " ( )

(" ) "

" " &

,-+ " "

! 4

" . *5 ( 4 ) . 6' ( 4 ) . 7* ( 4 ) . 7, (

4 ) . 8' ( 4 )

(19)

! !

! ! ! !

! ! $ ! !

! ! % & &

! ! ! ! % * ! +$

! * ,-$ .--$ ./- ! +

.+ ! ! 0 1+ !

! $ & !

! % ! 0 2+ !

& & & 3 & ! ! !

% !

! ! ! % !

& !

% ! &

% & & 3 &

% !

* + % * + ! !

& &

! ! ! % & ./- ! !

% $ % $ $ $ 2$,4

* ! +$ 2$51 * ! +$ 2$6, * ! +$ 2$6. * !

+$ 2$71 * ! + % &

(20)

1

Sponge cake merupakan jenis cake yang dibuat dari adonan kental yang

dengan ciri khasnya yaitu memiliki tekstur yang agak kasar, kurang lentur, dan

cenderung beremah apabila dipotong. Sponge cake sudah populer di kalangan

lapisan masyarakat Indonesia karena pada umumnya sebagai cake dasar dalam

pembuatan decorating cake (kue tart yang dihias). Berdasarkan metode

pembuatannya, sponge cake termasuk pada cake metode foam karena pada tahap

awal pembuatannya dilakukan pengocokan gula dan telur terlebih dahulu sehingga

membentuk busa yang banyak. Cake tergolong produk bakery dengan komposisi

bahan utamanya yaitu terigu, gula, lemak, dan telur (Sunaryo, 1985) yang mana

penggunaan terigu masih diprioritaskan sebagai bahan baku utama.

Bila terjadi peningkatan laju permintaan terhadap produk"produk cake

tentu dapat menimbulkan resiko kerawanan yang terkait dengan stabilitas

ekonomi, sosial, dan politik sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara yang

rapuh akan kemandirian pangan baik di tingkat rumah tangga maupun nasional

karena tepung terigu harus diimpor. Hal ini berkaitan dengan tidak dapat

tumbuhnya gandum secara optimal yang merupakan bahan dasar terigu di iklim

tropis. Tanaman ini hanya tumbuh secara optimal pada iklim sub"tropis.

Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2014),

impor gandum pada tahun 2014 mencapai 1,510,025 ton dengan nilai US$

497,510 sedangkan impor terigu mencapai 44,560 ton dengan nilai US$ 16,467.

(21)

2

ini dapat terus berfluktuasi sehingga perlu dilakukan pemanfaatan komoditi"

komoditi lokal dan perlu diimplementasikan secara serius.

Indonesia merupakan negara tropis yang dikenal memiliki komoditi"

komoditi unggulan salah satunya yaitu sorgum. Keunggulan yang dimiliki oleh

sorgum yaitu dapat tumbuh pada lahan sub optimal seperti lahan kering, rawa, dan

lahan masam yang ketersediaannya cukup luas di Indonesia yaitu sekitar 38,7 juta

hektar (Ristek Dikti, 2012) dengan nilai produktivitas sorgum dapat mencapai

7 ton/ha (Subagio dan Suryawati, 2013). Selain itu, komoditi ini juga mudah

tumbuh pada semua agroekologi lahan pertanian di Indonesia.

Keunggulan sorgum juga terdapat pada kandungan nutrisinya dengan

kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan beras dan jagung

(PUSLITBANGTAN, 2010) sehingga di Amerika sorgum diurutkan sebagai

serealia ketiga terpenting. Sorgum tidak menimbulkan alergi pada sebagian orang

karena sorgum tidak mengandung gluten. Konsumsi gluten akan menyebabkan

alergi pada beberapa orang seperti penderita penyakit seliak (celiac disease) yaitu

suatu penyakit menurun pada seseorang akibat tubuh tidak toleran terhadap

gluten. Penderita seliak mengalami gangguan penyerapan nutrisi di dalam tubuh

karena adanya perubahan usus halus sehingga timbul berbagai gangguan pada

fungsi tubuh manusia (Nirmala, 2011). Penderita penyakit ini membutuhkan

produk yang bebas gluten sehingga perlu dilakukan produksi produk pangan yang

menggunakan tepung lokal bebas gluten.

Sorgum selain memiliki keunggulan juga memiliki beberapa kelemahan

yaitu tingginya kandungan tanin dan asam fitat yang merupakan antinutrisi karena

(22)

3

antara tanin dengan protein. Selain itu, tanin dapat menimbulkan rasa sepat, pahit,

dan warna produk menjadi gelap (Anglani, 1998). Perlakuan sorgum dengan

proses perendaman dan perkecambahan (germinasi) efektif menurunkan

kandungan tanin dan asam fitat sehingga telah dapat diaplikasikan ke dalam

berbagai produk pangan (Narsih, dkk., 2008).

Pada penelitian ini, sorgum yang digunakan yaitu sorgum lokal varietas

numbu dan kawali. Sorgum yang telah digerminasi digiling, dikeringkan, dan

diayak dengan ayakan 80, 100, dan 140 mesh. Perbedaan ukuran partikel

dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap produk sponge cake yang

dihasilkan karena menurut Choi dan Byung"Kee (2013) ukuran partikel menjadi

salah satu faktor terpenting dalam menentukan volume sponge cake dan

pembentukan struktur crumb. Harapannya produk sponge cake dari tepung biji

sorgum yang digerminasi dapat diterima seperti di kalangan lapisan masyarakat.

Perubahan transformasi sosio"kultural turut berpengaruh terhadap pola

konsumsi masyarakat Indonesia. Adanya keragaman inovasi terhadap produk"

produk baru yang masih memprioritaskan penggunaan tepung terigu sebagai

bahan baku utama tentu akan mengancam ketahanan nasional, sehingga perlu

beralih terhadap pemberdayaan komoditi lokal demi memajukan nilai kearifan

lokal. Hal ini harus didukung dengan penelitian terhadap pemanfaatan komoditi

lokal sebagai substitusi tepung terigu. Penggunaan tepung sorgum dalam

pembuatan sponge cake diharapkan mampu mensubstitusikan tepung terigu

sehingga dapat menekan besarnya jumlah tepung terigu yang diimpor. Sponge

(23)

4

tambahan seperti mentega, telur, gula, dan vanili diharapkan dapat menjadi

pengganti produk sponge cake yang ada di pasaran saat ini yang menggunakan

100% tepung terigu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia biji sorgum

dan biji sorgum yang digerminasi dari dua varietas, sifat fisik dan fungsional

tepung biji sorgum yang digerminasi dari dua varietas dengan ukuran mesh yang

berbeda, mengkaji pembuatan sponge cake dengan menggunakan tepung dari biji

sorgum yang digerminasi dan mengevaluasi mutu fisik dan sensori sponge cake

yang dihasilkan.

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Selain itu juga berguna sebagai

solusi alternatif dalam upaya mengurangi jumlah impor tepung terigu,

menciptakan ketahanan pangan nasional berbasiskan pemberdayaan komoditi

lokal, meningkatkan nilai tambah dari komoditi sorgum, sebagai sumber

informasi ilmiah dan rekomendasi bagi pengusaha dalam menentukan bahan baku

(24)

5

" Varietas sorgum dan ukuran partikel tepung dari biji sorgum yang

digerminasi serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh

terhadap karakteristik fisik dan fungsional tepung.

" Varietas sorgum dan ukuran partikel tepung dari biji sorgum yang

digerminasi serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh

(25)

6

Sorgum (Sorghum sp.) tergolong tanaman serealia yang berdasarkan

taksonomi, sorgum termasuk sub famili panicoideae dan tanaman rumput"

rumputan (graminae) (Syarief dan Irawati, 1988) yang merupakan tanaman asli

dari wilayah tropis dan subtropis di bagian Pasifik Tenggara dan Australia"Asia.

Beberapa sumber menyebutkan tanaman sorgum berasal dari Afrika (Nedumaran,

dkk., 2013). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sorgum dikenal dengan sebutan

nama cantel sedangkan di Jawa Barat dikenal sebagai jagung cantrik dan di

Sulawesi Selatan dikenal sebagai batara tojeng. Perkembangan sorgum mulai

tahun 1973, terutama di Demak, Kudus, Grobogan, Purwodadi, Lamongan dan

Bojonegoro (Mudjisihono dan Suprapto, 1987).

Sorgum dikenal sebagai tanaman serealia yang memiliki keunggulan

karena sifatnya yang tahan terhadap kekeringan. Hal ini disebabkan sorgum

mempunyai lapisan lilin baik pada batang dan daun sehingga mengurangi

penguapan air dari dalam sorgum serta mempunyai ketahanan yang tinggi

terhadap burung dan hama karena kandungan taninnya (Nurmala, 1998).

Keunggulan lain yang dimiliki sorgum adalah kandungan proteinnya yang

lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Di dunia, sorgum menduduki urutan

kelima sebagai bahan baku pangan setelah beras, gandum, jagung, dan barley dan

di Amerika, sorgum termasuk serealia ketiga terpenting setelah gandum dan

(26)

7

sebagai pangan (Supriyanto, 2010). Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan

dan serealia lain disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan dan serealia lain

Komoditi Kalori

(kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Serat (%) (mg) Ca Vitamin B1 (mg)

Beras 360 78,9 6,8 0,7 " 6 0,12

Jagung 361 72,4 8,7 4,5 " 9,9 0,27

Sorgum 332 73,0 11,0 3,3 10,34* 28 0,38

Sumber: PUSTLITBANGTAN (2010) *Yanuar (2009)

Pemanfaatan sorgum sebetulnya tidak hanya terbatas sebagai bahan

diversifikasi pangan, ransum pakan ternak, dan sebagai sumber karbohidrat

(Suarni, 2004) namun sorgum juga memiliki kandungan serat pangan (dietary

fiber) dengan jumlah yang cukup tinggi sehingga sangat dibutuhkan tubuh yang

berfungsi mencegah penyakit jantung, obesitas, penurunan hipertensi, menjaga

kadar gula darah, kanker usus, dan menurunkan kadar kolesterol darah karena

dapat mengikat asam empedu pada penderita penyakit kardiovaskuler (penyakit

jantung koroner) (Suarni dan Firmansyah, 2013).

Disamping keunggulannya, sorgum sebagai tanaman serealia juga

mempunyai beberapa kelemahan yaitu tingginya kandungan tanin dan asam fitat.

Senyawa ini tergolong antinutrisi yang merugikan karena dapat mengganggu

sistem pencernaan manusia (Towo, dkk., 2006). Tanin termasuk senyawa

golongan polifenol yang dapat mengikat protein alkaloid dan gelatin. Ciri"ciri

dari golongan fenol sendiri yaitu bercincin aromatik dengan satu atau dua gugus

hidroksil dan tanin memiliki berat molekul yang cukup tinggi yaitu lebih dari

1.000 (Harbone, 1996). Pada biji sorgum kandungan tanin sebesar 2"4%

sedangkan pada tepung sorgum sebesar 0,6"1,0% (Badan Penelitian dan

(27)

8

lapisan zat warna yang disebut testa yang terletak di bawah endokarp dan

di sekeliling permukan endosperm (Hoseney, 1998).

Asam fitat dianggap sebagai zat antinutrisi karena dapat mengikat mineral

dalam bentuk ion akibatnya menurunnya ketersediaan mineral sehingga

mengakibatkan defisiensi mineral, terutama zat besi. Asam fitat merupakan

bentuk penyimpanan fosfor pada biji sorgum yang terdapat dalam sel aleuron

yaitu berada antara kisaran 0,3" 1,0% (Hurrell dan Reddy, 2003). Menurut

Hernaman, dkk., (2011), kandungan asam fitat pada biji"bijian bervariasi yaitu

antara 1 " 6% karena tergantung oleh jenis, varietas, dan kadar fospor dalam

tanah.

Penurunan kadar tanin dan asam fitat dapat dilakukan dengan metode

perendaman dan perkecambahan. Menurut Marthen, dkk., (2013) perkecambahan

adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula dari biji dan ini dapat

terlihat secara visual. Perkecambahan dapat berlangsung bila biji telah menyerap

air disebut imbibisi karena air sangat dibutuhkan untuk proses perekahan biji,

pengembangan pada embrio, pembesaran sel"sel pada titik tumbuh, aktivitas

enzim, mengatur keseimbangan zat pengatur tumbuh dan penggunaan cadangan

makanan sehingga perlu dilakukan proses perendaman sebagai tahap awal proses

perkecambahan.

Tanin bersifat larut dalam air, saat proses perkecambahan berlangsung

terjadi degradasi komponen bahan sehingga terjadi perubahan struktur molekul

asam fitat, tanin, protein dan senyawa lain (Sukamto, 1992). Perkecambahan juga

dapat meningkatkan aktivitas enzim fitase sehingga selama perkecambahan

(28)

9

Asam fitat ini dijadikan sebagai sumber energi pada proses perkecambahan selain

itu garam fitat yaitu kalsium"magnesium ataupun natrium"kalsium"fitat berperan

sebagai sumber kation selama kecambah (Manulang dan Suratno, 1996).

Perkecambahan menyebabkan terjadinya pengurangan fenolik sebesar 40%

(Marero, dkk., 1989). Perkecambahan yang melebihi 7 hari juga dapat

menurunkan aktivitas enzim fitase. Perolehan dari data penelitian Azeke, dkk.,

(2011) perkecambahan sorgum selama 7 hari mampu meningkatkan aktivitas

enzim fitase secara maksimal yaitu 0,59 µ/g dan perkecambahan 8 hari

menghasilkan aktivitas enzim fitase yaitu 0,42 µ/g. Penurunan ini menurut Houde,

dkk., (1990) karena enzim fitase didegradasi oleh enzim protease dan faktor lain

menurut Sung, dkk., (2005) karena dihambat oleh pembentukan fosfat.

Budidaya tanaman sorgum sebetulnya telah lama dilakukan di Indonesia

namun dengan penanaman secara tumpang sari dengan tanaman pangan lainnya

(dianggap kelas rendah) sehingga produksi sorgum rendah dan secara umum

belum tersedia di pasar"pasar (Soeranto, 2012). Berdasarkan data Direktorat

Jenderal Tanaman Pangan terjadi kecenderungan penurunan dari waktu ke waktu

yang mana pada tahun 1990 menunjukkan luas tanam sorgum di Indonesia di atas

18.000 ha dan tahun 2011 luas tanam sorgum menurun menjadi 3.607 ha

(Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012). Penurunan luas lahan ini berkaitan

dengan tidak masuknya perluasan areal tanam sorgum ke dalam rencana strategis

dan belum ada anggaran khusus (Direktorat Serealia, 2013) sehingga data

perluasan areal tanam sorgum pada tahun 2014 belum diperoleh secara konkrit.

Penyebaran sorgum di tahun 2013 meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi,

(29)

10

15.414 ha di tahun 2013. Sementara luas panen sorgum di Jawa hingga tahun

2012 mencapai 3.462 ha yang digunakan sebagai keperluan pakan, industri gula

dan bahan baku industri (tepung) oleh PT Indofood Tbk (Subagio dan Aqil, 2013).

Pengolahan sorgum menjadi tepung sorgum merupakan nilai tambah

tersendiri karena dapat mensubstitusi penggunaan tepung terigu (Ahza, 1998).

Kelebihan tepung sorgum tidak mengandung gluten sehingga orang yang

mengonsumsi dapat terhindar dari alergi gluten (Schober, dkk., 2007).

!

Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat dibedakan

berdasarkan sifatnya seperti morfologi, fisiologi, sitologi, dan kimia yang

dibudidayakan untuk usaha pertanian dan bila ditanam kembali akan

menghasilkan sifat yang dapat dibedakan dari yang lain (Mangoendidjojo, 2003).

Beberapa varietas sorgum yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian dapat

dilihat pada Tabel 2 dan deskripsi sorgum varietas Numbu dan Kawali dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Varietas sorgum yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian

Varietas TT

(cm) Umur (hari) (Ton/ha) Hasil Warna Biji No.6c (1970) 65"238 96"106 4,6"6,0 Coklat UPCA"S2(1972) 180"210 105"110 4,0"4,9 Coklat KD4 (1973) 40"180 90"100 +/"4,0 Putih kapur Keris (1983) 80"125 70"80 2,5 Putih kotor UPCA"S1 (1985) 140"160 90"100 +/"4,0 Putih kapur Badik (1986) 145 80"85 3,0"3,5 Putih kapur

Mandau (1991) 153 91 4,5"5,0 Coklat muda

(30)
[image:30.612.129.497.99.629.2]

11

Tabel 3. Deskripsi sorgum varietas numbu dan kawali

Sumber : Sukmadi (2010)

Mesh merupakan ukuran ayakan yaitu banyaknya lubang dalam ukuran 1

inch linier sehingga bila menggunakan 80 mesh maka dalam jarak 1 inch terdapat

80 lubang pada posisi vertikal dan 80 lubang pada posisi horizontal. Ayakan ini

Numbu Kawali

Asal India India

Umur berbunga 50% ± 69 hari ± 70 hari

Panen ± 100"105 hari ± 100"110 hari

Tinggi tanaman ± 187 cm ± 135 cm

Sifat tanaman Tidak beranak Tidak beranak

Kedudukan tangkai Di pucuk Di pucuk

Bentuk daun Pita Pita

Jumlah daun 14 helai 13 helai

Sifat malai Kompak Kompak

Bentuk malai Ellips Ellips

Panjang malai 22"23 cm 28"29 cm

Sifat sekam Menutup sepertiga bagian biji

Menutup sepertiga bagian biji

Warna sekam Coklat muda Krem

Bentuk /sifat biji Bulat lonjong, mudah

dirontok Bulat, mudah dirontok

Ukuran biji 4,2; 4,8; 4,4 mm 3,2; 3,0; 3,4 mm

Warna biji Krem Krem

Bobot 1000 biji 36"37 g 30 g

Rata"rata hasil 3,11 t/ha 2,96 t/ha

Potensi hasil 4,0"5,0 t/ha 4,0"5,0 t/ha

Kerebahan Tahan rebah Tahan rebah

Ketahanan Tahan hama aphis, tahan penyakit karat dan bercak daun

Agak tahan hama aphids, tahan penyakit karat dan bercak daun

Kadar protein 9,12% 8,81%

Kadar lemak 3,94% 1,97%

Kadar karbohidrat 84,58% 87,87%

Daerah sebaran Dapat ditanam di lahan sawah dan tegalan

Dapat ditanam di lahan sawah dan tegalan

Pemulia Sumarny singgih,

muslimah hamdani, marsum dahlan, roslina amir, syahrir mas'ud

Sumarny singgih, muslimah hamdani, marsum dahlan, roslina amir, syahrir mas'ud

Tanggal dilepas 22 oktober 2001 22 oktober 2001

(31)

12

dibuat dari logam yang umumnya baja tahan karat atau mengunakan nilon

(Sarifilindonesia, 2011).

Ayakan yang dilengkapi mesh efektif memisahkan berbagai jenis ukuran

partikel dari suatu campuran berdasarkan ukuran dari lubang kawat yang terdapat

pada ayakan sehingga partikel yang ukurannya lebih kecil dari ukuran lubang

mesh akan masuk sedangkan yang berukuran besar akan tertahan pada permukaan

kawat ayakan. Hasil ukuran partikel tepung yang lolos menjadi lebih seragam

dibandingkan dengan campuran awal (Fellows, 1990). Ukuran partikel tepung

yang lolos pada ayakan 80 mesh yaitu <177 µm, ayakan 100 mesh yaitu <149

µm, dan ayakan 140 mesh yaitu <105 µm. Landasan ini berdasarkan konversi

[image:31.612.133.505.391.446.2]

mesh ke mikron yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Konversi mesh ke mikron

Mesh Mikron Inchi Millimeter

80 177 0.0070 0.177

100 149 0.0059 0.149

140 105 0.0041 0.105

Sumber : Netafim (2010)

Cake dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan teknik pembuatannya yaitu

chiffon cake, pound cake atau butter cake, dan sponge cake. Chiffon cake

merupakan cake bertekstur sangat lembut dan ringan dengan teknik pembuatannya

yaitu putih telur dan kuning telur dikocok terpisah, kemudian keduanya

dicampurkan dan ditambahkan bahan lain. Pound cake atau butter cake dibuat

dengan mengocok mentega dan gula hingga lembut, selanjutnya dilakukan

(32)

13

dikocok hingga kental dan mengembang, selanjutnya dimasukkan bahan

tambahan lainnya (Hoseney, 1998).

Sponge cake merupakan kue yang bertekstur lembut dan ringan dengan

bahan dasar yaitu tepung, gula, dan telur. Teknik pembuatan sponge cake yaitu

dilakukan pengocokan telur dan gula terlebih dahulu dengan kecepatan tinggi

hingga tampak warna pada telur pucat, ringan, kental dan apabila mixer diangkat

akan terbentuk pita pada adonan (disebut juga ribbon stage peak). Kemudian

dituangkan tepung dengan teknik folding yaitu penuangan secara perlahan"lahan

sambil dilakukan pengadukan secara manual agar tercampur merata. Setelah

adonan tercampur rata dimasukkan ke dalam oven yang telah dipanaskan pada

suhu 180 oC lalu dipanggang selama kurang lebih 30 menit (Wibowo, 2012).

Umumnya sponge cake yang disukai yaitu ringan, berongga kecil, lembut,

dan mengembang (Ida, dkk., 2011). Faktor yang mempengaruhi mutu sponge cake

yang dihasilkan yaitu kecocokan bahan yang digunakan, keseimbangan bahan

dalam formula yang dipakai, dan tahapan proses pengolahan, baik dalam

pengadukan maupun saat pemanggangan (Setiadi, 2013).

" #

Telur berperan sebagai kerangka dalam membentuk struktur cake,

memberikan aroma, dan warna cake. Adanya kandungan lesitin pada kuning telur

berperan sebagai daya pengemulsi dan lutein berperan untuk membangkitkan

warna produk (Penfield dan Campbell, 1990). Selain itu, telur juga dimanfaatkan

untuk meningkatkan nilai gizi dan flavor pada produk. Sifat fungsional yang ada

(33)

14

dimanfaatkan secara luas seperti pada pembuatan produk cake, puding, biskuit, es

krim, dan lain"lain (Almunifah, 2013).

Pemanasan pada cake membantu mengembangnya cake secara maksimal

karena buih yang terbentuk saat pengocokan telur menyebabkan bersatunya udara

dengan adonan sehingga saat pemanasan, udara yang berada dalam sel akan

memuai dan putih telur yang menyelubungi akan meregang dengan begitu

bertambah volume dan mengubah struktur cake. Cake dengan struktur dan tekstur

yang bagus diperoleh jika volume dan kestabilan buih dapat dipertahankan

(Campbell, dkk., 2005). Pembentukan buih yang kurang stabil menyebabkan cake

tidak mengembang secara maksimal (Akesowan, 2007).

Ovalbumin dan globulin merupakan protein yang berperan sebagai

pembentuk buih. Kedua protein ini terdapat pada putih telur, sedangkan ovomucin

berperan agar telur lebih stabil setelah terbentuknya buih. Pembentukan buih

terjadi karena ikatan dalam molekul protein terbuka sehingga rantai protein

menjadi lebih panjang. Udara yang masuk akan menempati di antara molekul"

molekul protein yang terbuka dan bertahan menyebabkan volume menjadi

membesar (Cherry dan McWatters, 1981). Adanya pemanasan pada kondisi

volume mengembang akan menyebabkan terjadinya denaturasi protein pada buih

yang terbentuk, sehingga buih tersebut menjadi lebih stabil dan selanjutnya

adonan mengembang (Suhardi, 1988).

$

Jenis gula yang ditambahkan pada pembuatan sponge cake yaitu gula pasir

dengan butiran halus karena gula mudah larut dalam adonan, sehingga susunan

(34)

15

dalam pembuatan sponge cake yaitu memberi rasa manis, mempengaruhi

pembentukan struktur sponge cake, dapat memperbaiki tekstur dan keempukan,

dapat mengikat kadar air sehingga memperpanjang kesegaran, merangsang

pembentukan warna yang baik dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme

(Astawan, 2009).

Penggunaan jumlah gula turut mempengaruhi hasil akhir sponge cake.

Penggunaan konsentrasi gula yang tinggi menyebabkan produk menjadi lebih

remah sehingga cake akan jatuh karena terlalu empuk/struktur cake tidak kuat di

bagian tengahnya (Faridah, dkk., 2008). Selain itu, menurut Subagjo (2007)

bahwa produk akan menjadi semakin keras dan waktu pembakaran menjadi

singkat karena gula yang konsentrasi tinggi dapat mempercepat proses

pembentukan warna.

Lemak dalam pembuatan sponge cake berfungsi meningkatkan citarasa

dan nilai gizi, produk menjadi tidak cepat keras serta produk menjadi lebih

empuk. Lemak yang umumnya digunakan dalam pembuatan cake yaitu mentega

(butter) dan margarin. Mentega merupakan lemak hewani dari hasil separasi

antara fraksi lemak dan non lemak dari susu. Sedangkan margarin merupakan

lemak plastis dari hasil proses hidrogenasi parsial minyak nabati. Dalam

pembuatan sponge cake, yang umum digunakan adalah margarin karena harganya

yang lebih terjangkau dibanding mentega (Astawan, 2009). Penggunan margarin

tidak mengubah terhadap hasil akhir sponge cake. Hal ini sesuai pernyataan

Ketaren (2005) bahwa margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau

(35)

16

!

Vanili diperoleh dari biji polong pada tanaman vanili (Vanilla planifolia))

yang digunakan sebagai pemberi aroma pada makanan (Sindo, 2011). Aroma

vanili 98% berasal dari komponen senyawa fenolik vanillin dari total komponen

aromatik vanili. Vanilin memiliki nama IUPAC yaitu 4"hidroksi"3"

metoksibenzaldehid dengan rumus molekul C8H8O3. Penggunaan vanili dalam

industri makanan dan minuman saat ini yaitu sebesar 60%, untuk industri parfum

dan kosmetik yaitu sebesar 20"25%, dan industri obat"obatan dan farmasi yaitu

5"10% (Towaha dan Heryana, 2012). Di industri makanan vanili umumnya

digunakan untuk menambah aroma pada produk es krim, gula"gula, cokelat, kue,

dan lain"lain (Yuliani, 2008).

Menurut Aini (2013) vanili yang beredar di pasaran saat ini ada 4 jenis

yaitu vanili batang, diperoleh dari biji vanili asli utuh yang dikeringkan dengan

cara penggunaannya yaitu isi dari biji diambil dan dicampur ke dalam makanan.

Vanili ekstrak, paling banyak digunakan untuk meningkatkan rasa dan aroma kue

dan di buat dengan cara vanili kering direndam dalam alkohol. Vanili esens

(artifical vanili extract) dibuat dari senyawa kimia dan penggunaan vanili esens

yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa pahit pada makanan. Vanili bubuk,

dibuat dengan cara sintetis dengan karakteristik yang hampir sama dengan vanili

esens.

#

Pada proses pemanggangan terjadi reaksi Maillard yang disebabkan oleh

gugus karbonil dari gula reduksi bereaksi dengan gugus amino dari asam amino

(36)

17

monosakarida yaitu glukosa atau fruktosa dan disakarida yaitu maltosa atau

laktosa (Kusuma, dkk., 2007). Mekanisme reaksi Maillard dapat dilihat pada

Gambar 1. Selain itu, selama pemanggangan terjadi penguraian pada senyawa

kompleks menjadi senyawa yang sederhana. Protein akan terdegradasi

membentuk asam"asam amino, lemak terdegradasi membentuk asam"asam lemak

dan gliserol, dan karbohidrat terdegradasi membentuk gula"gula sederhana. Hasil

uraian tersebut akan saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga membentuk

[image:36.612.161.467.290.492.2]

senyawa"senyawa yang memberikan aroma (Haryadi, 2006).

Gambar 1. Mekanisme reaksi Maillard (Tranggono dan Sutardi, 1990)

# "

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sponge cake yang dibuat dari tepung

komposit dengan terdiri dari tepung beras ketan, ubi kayu, pati kentang, dan

kedelai dengan perbandingan 30%:40%:15%:15% dan penambahan xanthan gum

sebanyak 1,5% menghasilkan sponge cake dengan mutu yang baik ditinjau dari

volume, tekstur, kadar protein, dan nilai organoleptik rasa sponge cake

(37)

18

Pembuatan sponge cake yang ditambah tepung bekatul rendah lemak

dengan perbandingan 0%; 10%; 20%; 30%; dan 40% (b/b) dari tepung terigu

menunjukkan bahwa penambahan tepung bekatul rendah lemak pada taraf 30%

disukai sebagian besar oleh panelis baik dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur

sponge cake (Aftasari, 2003).

Dari hasil penelitian Choi dan Byung"Kee (2013) menunjukkan bahwa

penggunaan tepung terigu dengan ukuran partikel kecil (<55 µp) dapat

meningkatkan pengembangan volume sponge cake sebesar 1,353"1,450 ml dan

pembentukan struktur crumb yang kompak. Hal ini berbeda dengan tepung terigu

yang ukuran partikel intermediate (55"88 µp), dan ukuran besar (>88 µp) yaitu

1,040"1,195 ml dan 955"1,130 ml. Meningkatnya volume berhubungan dengan

partikel tepung yang berukuran kecil ini lebih banyak menjerap gelembung udara

(38)

19

%

& '

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2015 di

Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Laboratorium Teknologi Pangan dan

Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian protein dan asam fitat

dilakukan di Laboratorium Chem"mix Pratama, Yogyakarta.

Bahan yang digunakan adalah sorgum varietas numbu dan kawali yang

diperoleh dari Desa Paya Robah Kecamatan Binjai Barat, biji sorgum selanjutnya

digerminasi dan dijadikan tepung sebagai bahan baku pembuatan sponge cake.

Bahan lain adalah bahan"bahan untuk pembuatan sponge cake berupa telur,

mentega, gula, dan vanili.

(

Bahan"bahan kimia yang digunakan adalah bahan"bahan untuk analisa

sifat kimia bahan baku sorgum.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung dari biji sorgum yang

digerminasi yaitu ember, baskom, karung goni, blender (mesin giling), loyang,

plastik kajang, oven pengeringan, ayakan 80 mesh, 100 mesh, dan 140 mesh.

Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia bahan baku tepung sorgum dan

(39)

20

alumunium, cawan porselin, tanur Carbolite Furnaces (tipe EML 11/2), oven

Memmert (tipe BWV 30), pemanas listrik Maspion, sentrifus Denley (tipe

BS400), spektrofotometer (Genesys 20), Arwana pump (ISO 9001), soxhlet,

autoclave, desikator, erlenmeyer dan peralatan gelas lainnya. Peralatan yang

digunakan untuk pembuatan sponge cake yaitu timbangan, sendok stainless steel,

piring, mixer, dan oven listrik Haneda untuk pemanggang cake. Peralatan yang

digunakan untuk analisa sifat fisik sponge cake adalah timbangan dan kromameter

Konica Minolta (tipe CR"400, jepang).

'

Penelitian terdiri dari 3 tahap yaitu :

Tahap I : Pengamatan karakteristik kimia biji sorgum.

Tahap II : Pembuatan tepung dan pengujian karakteristik kimia, fisik, dan

fungsional tepung dari biji sorgum yang digerminasi.

Tahap III : Pembuatan serta pengujian mutu fisik dan sensori sponge cake dari

tepung biji sorgum yang digerminasi.

Penelitian tahap II dan III dilakukan dengan menggunakan Rancangan

Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor.

Faktor I : Varietas sorgum, terdiri dari 2 taraf yaitu :

V1 : Numbu

V2 : Kawali

Faktor II : Ukuran mesh tepung sorgum terdiri dari 3 taraf yaitu :

M1 : 80 mesh

M2 : 100 mesh

(40)

21

Banyaknya kombinasi perlakuan yang dilakukan adalah 6 dan setiap

kombinasi perlakuan pada analisa sifat fungsional tepung dibuat dalam 4 ulangan

sedangkan karakteristik fisik dan sensori sponge cake adalah 3 ulangan.

' ( )

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua

faktor dengan model sebagai berikut :

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :

Ŷijk = Hasil pengamatan dari faktor V pada taraf ke"i dan faktor M pada taraf

ke"j dalam ulangan ke"k

S = Efek nilai tengah

αi = Efek faktor V pada taraf ke"i

βj = Efek faktor M pada taraf ke"j

(αβ)ij = Efek interaksi faktor V pada taraf ke"i dan faktor M pada taraf ke"j

εijk = Efek galat dari faktor V pada taraf ke"i dan faktor M pada taraf ke"j

dalam ulangan ke"k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka

dilanjutkan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

#

Biji sorgum yang diamati sifat kimianya yaitu varietas numbu dan kawali.

Adapun karakteristik kimia meliputi analisa kadar air (AOAC, 1995), kadar abu

(Nielsen, 1998), kadar protein (Apriyantono, dkk., 1989), kadar lemak (AOAC,

(41)

22

tanin (Sudarmadji, 1989) dan kadar asam fitat (Makower (1970), Wheeler dan

Ferrel (1971)).

# ' * + * ' +

' # " '

Biji sorgum direndam dengan menggunakan akuades selama 24 jam pada

suhu kamar. Lalu setelah perendaman selesai air rendaman dibuang (ditiriskan)

kemudian dilanjutkan dengan proses perkecambahan selama 12 jam. Proses

perkecambahan yang dilakukan yaitu dengan cara menyebarkan biji sorgum di

atas goni yang lembab. Setelah perkecambahan selesai biji sorgum dicuci untuk

mengurangi rasa asam dan dilanjutkan proses penepungan dengan menggunakan

blender (mesin penggiling) (Narsih, dkk., 2008) dan dikeringkan pada suhu 50oC

selama 5 jam. Pembuatan tepung dari biji sorgum yang digerminasi dapat dilihat

pada Gambar 3. Tepung sorgum yang dihasilkan dianalisis sifat kimia meliputi

kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (Nielsen, 1998), kadar protein (Apriyantono,

dkk., 1989), kadar lemak (AOAC, 1995), kadar karbohidrat (by difference), kadar

serat kasar (AOAC, 1995), kadar tanin (Sudarmadji, 1989), kadar asam fitat

((Makower (1970), Wheeler dan Ferrel (1971)), kadar amilosa (Apriyantono,

dkk., 1989), dan kadar pati (Apriyantono, dkk., 1989).

Pengujian karakteristik fisik dan fungsionalnya, tepung sorgum

digerminasi dipisahkan terlebih dahulu ukuran partikelnya dengan tiga perlakuan

yaitu 80 mesh, 100 mesh, dan 140 mesh. Lalu dianalisa sifat fisik dan fungsional

tepung dari biji sorgum yang digerminasi. Sifat fisik yang dimati yaitu nilai L

warna dengan kromameter Konica Minolta dan sifat fumgsional yang diamati

meliputi daya serap air dan minyak (Sathe dan Salunke, 1981), swelling power

(42)

23

# + ' '

# " '

Pembuatan sponge cake menggunakan tepung dari biji sorgum yang

digerminasi dan bahan tambahan yang meliputi margarin, telur, gula, dan vanili.

Formulasi bahan"bahan yang digunakan dalam pembuatan sponge cake dapat

[image:42.612.134.506.239.324.2]

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi bahan"bahan pembuatan sponge cake

Bahan Jumlah

Tepung dari biji sorgum yang digerminasi 100 g

Telur 3 butir

Gula 50 g

Margarin 125 g

Vanili 2 g

Cara pembuatan sponge cake yaitu telur dan gula diaduk dengan

menggunakan mixer berkecepatan tinggi (skala 4) selama 15 menit. Ditambahkan

tepung dari biji sorgum yang digerminasi dan vanili ke dalam campuran telur

sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan mixer berkecepatan rendah (skala 1)

selama 7 menit, lalu ditambahkan margarin yang telah dicairkan dan diaduk

hingga rata. Adonan kemudian dituang ke cetakan cake yang telah diolesi

margarin dan dipanggang di dalam oven yang telah dipanaskan terlebih dahulu

pada suhu 180 oC selama 35 menit. Cake didinginkan pada suhu ruangan selama

20 menit. Skema pembuatan sponge cake dapat dilihat pada Gambar 4.

Sponge cake yang dihasilkan dilakukan pengamatan dan pengukuran data

meliputi karakteristik fisik yaitu volume spesifik cake (Yananta, 2003) dan warna

dengan kromameter Konica Minolta serta karakteristik sensori berupa uji

organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan uji hedonik skala

1"5 (sangat tidak suka"suka"sangat suka) dan uji skor tekstur dengan skala 1"5

(43)

24

' , % -* .//01

Penentuan kadar air dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 5 g,

lalu dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu

jam pada suhu 105 oC dan telah diketahui beratnya. Sampel dimasukkan ke oven

pada suhu 105 oC selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama

15 menit kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang

sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar air (% bb) = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100% Berat sampel awal

Kadar air (% bk) = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100% Berat sampel akhir

' # , * .//21

Penentuan kadar abu dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 5 g

yang telah dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui

beratnya (terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator).

Selanjutnya sampel dipijarkan hingga sempurna di atas hotplate hingga hilangnya

asap pembakaran, kemudian cawan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan

dengan suhunya hingga 500 oC dan dihitung selama 5 jam, kemudian suhu

diturunkan hingga dibawah 200 oC, kemudian di desikator selama 15 menit dan

ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung dengan formula sebagai berikut.

(44)

25

' , " * ' 3* ./2/1

Penentuan kadar protein menggunakan metode mikro kjedhal. Ditimbang

sampel 0,2 g yang telah yang telah dihaluskan dan dimasukkan ke dalam labu

kjedhal. Selanjutnya ditambahkan 0,7 g katalis N ( 250 g Na2SO4 + 5 g CuSO4 +

0,7 g Selenium/TiO2 ) dengan 4 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi dalam almari

asam sampai warna berubah menjadi hijau jernih. Setelah warna menjadi hijau

jernih didinginkan lalu dibilas dengan 10 ml akuades. Kemudian didestilasi

dengan menambahkan 20 ml NaOH – Tio(NaOH 40% + Na2S2O3 5% ) dan

destilat ditampung menggunakan H3BO3 4% yang sudah diberi indikator Mr"

BCG. Dilakukan destilasi hingga volume destilat mencapai 60 ml (warna berubah

dari merah menjadi biru). Setelah volume mencapai 60 ml destilasi dihentikan lalu

destilat dititrasi menggunakan larutan standar HCl 0,02 N sampai titik akhir titrasi

(warna berubah dari biru menjadi merah muda). Dicatat volume titrasi yang

diperoleh kemudian dihitung kadar protein menggunakan rumus.

Kadar nitrogen ( % ) = Volume Titrasi x Normalitas HCL (0,02 N) x Berat Atom Nitrogen (14,008) x 100% Berat Sampel (mg)

Kadar protein (%) = Kadar nitrogen x faktor konversi

Faktor konversi = 6,25

' , % -* .//01

Penentuan kadar lemak menggunakan metode soxhlet. Sampel sebanyak

5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi

Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut

lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux

selama ±6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih.

(45)

26

labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 70

oC hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam desikator.

Labu beserta lemaknya ditimbang.

Kadar

(g) sampel Berat

(g) lemak Berat (%)

lemak x 100 %

' # ' ,#" 1

Kadar karbohidrat (%) = 100% – (kadar abu + kadar protein + kadar air +

kadar lemak)

' , % -* .//01

Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukan ke dalam erlenmeyer

250 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan

autoclave selama 15 menit pada suhu 105 oC. setelah didinginkan sampel

ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis kembali

selama 15 menit. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang

telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut"

turut dengan akuades panas lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian dengan akuades

panas lalu 25 ml etanol 95% dan terakhir dengan akuades panas. Kertas saring

dikeringkan dalam oven bersuhu 70 oC selama setengah jam, selanjutnya

dinaikkan menjadi suhu 105 oC selama setengah jam, lalu didesikator dan

ditimbang, pengeringan ke suhu 105 oC dilanjutkan sampai diperoleh berat sampel

konstan.

(46)

27

' , ' + ' ' ,./2/1 ' ,455/11

Sampel ditimbang sebanyak 1,5 g, lalu dimasukkan ke erlenmeyer 100 ml

dan ditambahkan akuades 50 ml. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 50 oC selama

30 menit. Setelah dingin larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml, lalu

ditambahkan dengan akuades sampai tanda garis. Selanjutnya dari larutan tersebut

diambil 25 ml dan dimasukan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 20 ml

larutan indigocarmin kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N (sudah

distandarisasi), tiap kali penambahan sebanyak 1 ml KMnO4 warna akan berubah

dari biru menjadi hijau selanjutnya titrasi dilakukan tetes demi tetes hingga warna

hijau menjadi warna kuning emas. Misalnya diperlukan volume titran A ml.

Dilakukan penetapan blanko dengan cara memipet 20 ml larutan indigocarmin ke

erlemneyer dan ditambahkan akuades lalu dititrasi seperti contoh di atas. Misalnya

diperlukan volume titran B ml.

Kadar tanin dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar tanin (%) = 10 (A " B) x N x 0,00416 x 100% Berat sampel (g)

Keterangan: A; volume titrasi tanin (ml), B; volume titrasi blanko (ml),

N; normalitas KMnO4 standar (N), 10; faktor pengeceran , 1 ml KMnO4 0,1 N

setara 0,00416 gram tanin.

' + , 6 * ./75 8 & ' 9 * ./7.1

Ditimbang sampel sebanyak 2 g yang telah halus ke dalam erlenmeyer

100 ml. Selanjutnya ditambahkan 25 ml TCA 3%, lalu digerus menggunakan

lumpang porcelen. Kemudian disentrifugasi larutan dan disaring, selanjutnya

(47)

28

Ditambahkan 5 ml larutan FeCl3 1 N kemudian dipanaskan dengan waterbath

suhu 100 oC selama 1 jam. Selanjutnya larutan dinginkan kemudian larutan

disentrifugasi selama 10"15 menit, supernatan dibuang dan endapan dicuci dengan

10 ml TCA 3% kemudian disentrifugasi lagi selama 10"15 menit lalu dibuang

kembali supernatannya.

Pencucian diulangi dengan menambahkan akuades kemudian di

sentrifugasi lagi selama 10"15 menit, kemudian dibuang supernatannya.

Selanjutnya ditambahkan 5 ml akuades dan 5 ml NaOH 0,6 N, kemudian

dipanaskan dalam waterbath selama 45 menit dengan suhu 100 oC. Selanjutnya

didinginkan dan disentrifugasi larutan selama 10"15 menit supernatan yang

terbentuk dibuang. Dilakukan pencucian dengan menggunakan akuades dan

disentrifugasi kembali larutan selama 10"15 menit lalu supernatan dibuang.

Selanjutnya endapan dilarutkan dalam HCL 0,5 N kemudian dipanaskan

menggunakan waterbath selama 10"15 menit dengan suhu 100 oC sampai warna

jernih kekuningan tercapai. Dituang pada labu ukur 100 ml kemudian dilakukan

pengenceran sampai tanda tera menggunakan HCL 0,1 N. Selanjutnya dianalisa

kadar besinya dengan cara diambil 5 ml larutan kemudian ditambahkan 2 ml

larutan ammonium thiocyanat 1,5 M (terbentuk warna merah) lalu ditambahkan

akuades sampai volume 10 ml kemudian dibaca absorbansi sampel menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm. Kurva standar Fe dapat dilihat

pada Lampiran 1.

Kadar asam fitat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Berat Fe(X) x Faktor pengenceran x BM fitat (660)

(48)

29 X = –

Y = Absorbansi sampel

' , " * ' 3* ./2/1

Ditimbang sampel sebanyak 0,1 g lalu dimasukkan ke dalam tabung

reaksi. Selanjutnya ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran

tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit hingga semua terlarut

kemudian didinginkan. Selanjutnya campuran tersebut dipindahkan ke dalam labu

takar 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera. Kemudian dipipet 5 ml

larutan ke dalam labu takar 100 ml dan tambahkan 1 ml asam asetat 1 N, 2 ml

larutan iod dan akuades hingga tanda tera. Lalu dikocok dan didiamkan selama 20

menit. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang

625 nm. Konsentrasi kandungan amilosa ditentukan dengan menggunakan kurva

standar, melalui persamaan linier yang diperoleh.

Penetapan kurva standar amilosa dilakukan dengan cara menimbang

40 mg amilosa murni (amilosa kentang), kemudian dimasukkan ke dalam tabung

reaksi lalu ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran tersebut

dipanaskan ke dalam air mendidih selama 10 menit sampai semua bahan terlarut,

kemudian didinginkan. Dipindahkan campuran tersebut ke dalam labu takar

100 ml dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Dipipet larutan campuran ke

dalam labu takar 100 ml masing"masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml. Lalu ke

dalam labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N berturut"turut 0,2 ml,

0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 ml, 1 ml serta masing"masing 2 ml larutan iod. Kemudian

ditambahkan akuades sampai tanda tera. Dihomogenkan dengan menggunakan

(49)

30

spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm yaitu hubungan panjang

gelombang yang memberikan absorbansi maksimum untuk warna biru. Kurva

standar amilosa terhadap absorbansinya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kadar amilosa (%) = Konsentrasi amilosa (mg/ml) x FP x 0,001 x 100% Berat sampel (g)

' , " * ' ./2/1

Dibuat pereaksi DNS terlebih dahulu dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5"

dinitrosalisilat, 19,8 g NaOH, 306 g NaK"tartarat, 7,6 ml fenol (dicairkan pada

suhu 50ºC) dan 8,3 Na"metabisulfit dalam 1416 ml akuades (pH netral).

Ditimbang sampel sebanyak 2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke

dalam beaker glass 250 ml, lalu ditambahkan 50 ml akuades dan diaduk

menggunakan magnetik stirer selama 1 jam. Kemudian suspensi tersebut disaring

dengan kertas saring dan dicuci dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml.

Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu pati

dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer 500 ml

dengan cara pencucian 200 ml akuades dan ditambahkan 20 ml HCl 25%.

Kemudian ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air

sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 100 oC. Dibiarkan dingin dan

dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml

sampai ± pH 7. Kemudian disaring kembali campuran di atas pada kertas saring,

selanjutnya ditentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat

yang diperoleh dengan menggunakan DNS.

Pengujian gula pereduksi dilakukan dengan menggunakan kurva standar

(50)

31

tabung reaksi bertutup, ditambahkan 10 ml akuades lalu di vorteks. Selanjutnya

diambil 1 ml sampel yang telah divorteks dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi

bertutup, ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Ditempatkan dalam air mendidih

selama 15 menit. Dibiarkan dingin sampai suhu ruang.

Penetapan kurva standar menggunakan larutan glukosa standart dengan

konsentrasi 0,05"0,25 mg/ml dilakukan dengan cara menimbang 50 mg glukosa

standar atau 0,05 g, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Diencerkan

dengan akuades sampai tanda tera dan diaduk dengan menggunakan magnetik

stirer. Selanjutnya masing"masing dipipet sebanyak 1, 2, 3, 4 dan 5 ml dari

larutan stok dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, masing"masing ditambahkan

akuades 9, 8, 7, 6, dan 5 ml lalu dihomogenkan dengan menggunakan vorteks.

Masing"masing dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke tabung

reaksi, lalu ditambahkan 3 ml DNS kemudian divorteks dan dipanaskan selama 5

menit. Didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya intensitas warna yang terbentuk

diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang

550 nm. Kurva standar dibuat dengan memplot konsentrasi glukosa terhadap

absorbansinya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Kadar pati (%)= Kadar gula pereduksi (mg/ml) x Faktor pengenceran x0,9x 100% Berat sampel (g) x 1000

6

Nilai L warna sampel diukur dengan menggunakan kromameter Minolta

(tipe CR 200, Jepang). Sampel ditempatkan pada wadah yang datar. Pengukuran

menghasilkan nilai L, a, b, dan nilai L warna ditentukan dari nilai L yang

(51)

32

" ' " , ' * ./2.1

Ditimbang berat tabung dan tutup sentrifugasi, lalu ditimbang sampel

sebanyak 1 g di dalam tabung sentrifugasi. Kemudian ditambahkan 10 ml akuades

atau minyak dan dikocok sampai homogen. Lalu di sentrifugasi selama 30 menit

dengan kecepatan 3000 rpm. Selanjutnya dituang air sisa, lalu ditimbang berat

tabung dan supernatannya.

DSA/DSM (g/g) = ((berat tabung+supernatan)"(berat tabung+tutup))"berat sampel Berat sampel (g)

Keterangan : DSA : daya serap air ; DSM : daya serap minyak

, ) * ' 3* ./0/1

Ditimbang sampel sebanyak 1 g lalu ditambahkan 10 ml akuades dan

dipanaskan pada suhu 90 oC selama 30 menit sambil diaduk. Selanjutnya

campuran disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan 2200 rpm untuk

memisahkan antara padatan dengan cairannya. Selanjutnya dibuang airnya lalu

ditimbang berat supernatan. Swelling power dihitung dengan rumus :

Swelling power (%) = Berat supernatan (g) Berat sampel (g)

, * ' 3* 45551

Ditimbang sampel 3 g lalu ditambahkan 6 ml akuades, lalu digelatinisasi.

Selanjutnya adonan dioven pada suhu 200 oC selama 25 menit. Hasil panggangan

kemudian didinginkan dan ditimbang. Selanjutnya adonan dilapisi permukaannya

dengan pencelupan dalam parafin. Penentuan volume hasil panggangan dengan

mencelupkan sampel ke dalam gelas ukur berisi akuades, hingga seluruh bagian

(52)

33

dalam volume spesifik, dengan membagi volume air yang bertambah dengan

massa hasil panggangan (ml/g).

! + ,: * 455;1

Terlebih dahulu dilakukan pengukuran terhadap volume wadah dengan

cara mengisi air ke dalam wadah kemudian dituangkan ke dalam gelas ukur dan

diukur jumlah airnya. Diisi wijen ke dalam wadah hingga penuh, lalu ditimbang

berat wijen yang mengisi wadah tersebut. Dikosongkan wadah dan diisi separuh

dari wijen tersebut, kemudian cake dimasukkan ke dalam wadah. Diisi penuh

dengan wijen yang masih ada, lalu wijen yang tumpah/tersisa ditimbang beratnya.

Volume cake dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Volume cake = Berat wijen tumpah (g) x Volume wadah (ml) Berat wijen seluruhnya (g)

Cake ditimbang 20 menit setelah pemanggangan dengan menggunakan

timbangan analitik dan dinyatakan dalam g.

Volume spesifik cake (ml/g) = Volume cake (ml) Berat cake (g)

&

Warna cake diukur dengan menggunakan kromameter Minolta (tipe CR

200, Jepang). Nilai warna dinyatakan dengan browning index (BI). Pengukuran

browning index (crust) dilakukan dengan mengukur permukaan atas cake dan

browning index (crumb) dilakukan dengan mengukur bagian dalam cake hal ini

(53)
[image:53.612.140.500.77.176.2]

34

Gambar 2. Bagian crust dan crumb pada cake

Pengukuran dilakukan dengan menempatkan sampel pada wadah yang

datar. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan L menyatakan parameter

kecerahan. Notasi a menunjukkan warna kromatik campuran merah"hijau dan

nilai a(+) berkisar antara 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a (")

berkisar antara 0 sampai "80 untuk warna hijau. Notasi b menunjukkan warna

kromatik campuran biru"kuning dan nilai b (+) berkisar 0 sampai +70 untuk warna

kuning dan nilai b (") berkisar 0 sampai "70 untuk warna biru (Andarwulan, dkk.,

2001) dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Maskan, 2001 dalam

Eduardo, dkk., 2013) :

BI = [100 ( x – 0,31)] 0,17

dimana x dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

x = a + 1,75 L 5,645 L + a" 3,01 b

6 * * ' ' ' '

, * ./201

Uji organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih yang

merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Parameter

yang diuji meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan uji hedonik serta

tekstur dengan uji skor. Masing"masing panelis diminta untuk menilai setiap

sampel berupa spongecake yang telah disediakan secara acak. Skala nilai hedonik

Crust Crumb

(54)

35

terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 6 dan skala nilai

[image:54.612.131.506.159.249.2]

skor terhadap tekstur dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Skala nilai hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka 2

Sangat tidak suka 1

Tabel 7. Skala nilai skor terhadap tekstur

Skala skor tekstur Skala numerik

Sangat lembut 5

Lembut 4

Agak lembut 3

Tidak lembut 2

[image:54.612.143.506.284.365.2]
(55)
[image:55.612.129.514.76.527.2]

36

Gambar 3. Skema penelitian karakteristik biji sorgum dan pembuatan tepung dari biji sorgum yang digerminasi

Sortasi dan perendaman selama ± 24 jam

Ditiriskan

Perkecambahan selama ± 12 jam

Pencucian

Penghalusan Biji sorgum

Tepung biji sorgum yang digerminasi

Pengeringan suhu 50 oC selama ± 5 jam

Varietas : " Numbu " Kawali Analisa : "Analisa Proksimat "Kadar serat kasar " Kadar tanin " Kadar asam fitat

Analisa : " Analisa

Proksimat " Kadar serat

kasar " Kadar tanin " Kadar asam fitat

" Kadar amilosa " Kadar pati

Pengayakan

Ukuran Mesh: " 80 mesh " 100 mesh " 140 mesh

Analisis mutu

" Daya serap air dan minyak

" Swelling power

" Baking expansion

(56)

37

Gambar 4. Skema pembuatan sponge cake Pengadukan dengan mixer

kecepatan tinggi (skala 4), 15 menit

Pengadukan dengan mixer kecepatan rendah (skala 1), 7 menit

Penuangan ke dalam cetakan

Pemanggangan dalam oven 180oC, 35 menit

Sponge cake

Pendinginan

Analisa :

" Volume spesifik cake

" Warna cake

" Uji hedonik (warna, aroma, rasa, dan tekstur) " Tekstur (skor)

Margarin 125 g Adonan

Telur 3 butir

Gula 50 g

Tepung biji sorgum yang digerminasi

100 g Pencampuran

Vanili 2 g

Ukuran mesh : "80

"100 "140 Varietas :

"Numbu "Kawali

(57)

38

' "

Karakteristik kimia biji sorgum dan biji sorgum yang digerminasi dapat

dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan kadar air sorgum varietas numbu dan

kawali masih memenuhi syarat mutu biji sorgum yaitu berada pada kisaran

10"12% kadar air sehingga aman disimpan dalam jangka waktu tertentu (Aqil,

2013). Hal ini perlu diamati karena kadar air merupakan faktor penting yang

mempengaruhi kerusakan selama penyimpanan karena kapang mudah tumbuh

[image:57.612.133.511.364.555.2]

(Dharmaputra, dkk., 2012).

Tabel 8. Karakteristik kimia biji sorgum dan biji sorgum yang digerminasi

Varietas

Parameter Biji sorgum Biji sorgum germinasi

Numbu Kawali Numbu Kawali

Kadar air 11,35±0,13 10,64±0,01 8,77±0,10 8,93±0,04

Kadar abu 2,30±0,09 2,15±0,00 0,65±0,01 0,55±0,05

Kadar protein 12,07±0,04 12,41±0,38 8,43±0,03 8,61±0,26

Kadar lemak 2,77±0,03 2,41±0,01 2,28±0,05 2,04±0,04

Kadar karbohidrat 82,86±0,16 83,04±0,40 88,64±0,01 88,80±0,34 Kadar serat kasar 6,60±0,16 5,64±0,25 3,21±0,29 4,50±0,11

Kadar tanin 1,97±0,00 1,94±0,04 1,30±0,06 1,66±0,02

Kadar asam fitat 2,25±0,17 2,44±0,12 2,38±0,28 2,64±0,29 Kadar amilosa " " 26,83±0,64 20,12±1,39

Kadar pati " " 38,43±1,81 41,81±0,64

Keterangan : Data terdiri dari 2 ulangan ± standar deviasi

Nilai kadar abu yang diperoleh pada biji sorgum tidak terlalu jauh dengan

penelitian Etuk dan Ukaejiofo (2007) yaitu 2,59% dan nilai kadar protein yang

diperoleh pada biji sorgum sedikit lebih tinggi dari data PUSTLITBANGTAN

(2010) yaitu 11%. Hal ini disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal

(58)

39

kandungan dan komposisi zat gizi pada hasil tanaman disebabkan oleh faktor

internal dan faktor eksternal (lingkungan) seperti perbedaan genetik antar spesies

atau varietas yang sama, fase perkembangan organ hasil saat panen yang mana

fase perkembangan yang berbeda menyebabkan kandungan dan komposisi gizi

pada organ"organ dapat berbeda walaupun dari satu individu tanaman yang sama.

Selain itu faktor lingkungan seperti iklim, sifat fisika dan kimia tanah dan juga

ketersediaan unsur"unsur hara esensial dalam tanah mempengaruhi sintesis

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Penelitian Dicko, dkk., (2006)

menunujukkan biji sorgum mengandung kadar protein yang bervariasi antara

7"15%.

Nilai kadar lemak dan karbohidrat yang diperoleh pada biji sorgum lebih

rendah dari data Pustlitbangtan (2010) yaitu 3,3% nilai kadar lemak dan 73%

karbohidrat. Perbedaan komponen ini berkaitan erat dengan faktor internal dan

faktor eksternal (lingkungan). Sedangkan nilai kadar serat yang diperoleh lebih

rendah dari hasil penelitian Yanuar (2009) yaitu 10,34%. Menurut Feliana, dkk.,

(2014) perbedaan kandungan serat kasar dipengaruhi oleh perbedaan varietas,

lingkungan tempat tumbuh (tanah, iklim), umur panen dan penanganan pasca

panen.

Nilai kadar tanin yang diperoleh pada biji sorgum tidak berbeda dengan

data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2010) yaitu 2"4% dan nilai

kadar asam fitat yang diperoleh lebih rendah dari penelitian Azeke, dkk., (2011)

yaitu 6,2 mg/g. Perbedaan komponen ini menurut Hernaman, dkk., (2011)

tergantung oleh jenis, varietas, dan kadar P tanah sehingga kandungan asam fitat

(59)

40

Pada biji sorgum germinasi menunjukkan terjadi penurunan terhadap nilai

kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar tanin dan

terjadi sedikit peningkatan terhadap kadar asam fitat dari biji sorgum sebelum

digerminasi dan setelah digerminasi. Penurunan kandungan kadar abu disebabkan

oleh selama perendaman terjadi pelarutan pada beberapa senyawa mineral yang

mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air (Yulianto, dkk., 2013). Sanetto (1996)

menyatakan bahwa mineral yang terdapat dalam biji sorgum terdapat dalam

bentuk bebas.

Penurunan kadar protein disebabkan oleh terlepasnya ikatan struktur

protein selama perendaman sehingga komponen protein menjadi larut dalam air,

komponen"komponen tersebut yaitu proteosa, prolamin, dan albumin (Nafi, dkk.,

2013). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hidayat, dkk., (2006)

bahwa selama proses perendaman terjadi penurunan protein.

Penurunan kadar lemak disebabkan oleh peningkatan aktivitas enzim

lipolitik selama perkecambahan sehingga asam lemak dan gliserol yang dihasilkan

akan digunakan oleh sel untuk metabolisme (Inyang dan Zakaria, 2008)

sedangkan kadar karbohidrat mengalami peningkatan dikarenakan terjadi

penurunan pada beberapa parameter setelah germinasi sehingga persentase

karbohidrat yang diperoleh besar. Penurunan kadar serat kasar selama

perkecambahan terjadi karena peningkatan aktivitas enzim β amylase yang akan

mendegradasi dinding sel sehingga karbohidrat terhidrolisis pada dinding sel

(Mamoudou, dkk., 2006).

Penurunan kadar tanin disebabkan larutnya tanin ke dalam air selama

(60)

41

polifenol selama periode perendaman menuju proses perkecambahan (Rusydi dan

Azrina, 2012). Secara umum proses germinasi dapat menurunkan kadar asam fitat,

namun dari hasil penelitian terjadi sedikit peningkatan terhadap kadar asam fitat

hal ini disebabkan oleh waktu untuk perkecambahan yang kurang sehingga belum

ada terjadi aktivitas enzim fitase. Hal ini sesuai dengan penelitian Azeke, dkk.,

(2011) yang menunjukkan dihasilkan nilai aktivitas fitase yang sama pada biji

sorgum sebelum germinasi dan setelah germinasi 0 hari yaitu 0,21 U/g, aktivitas

enzim fitase terus meningkat setelah proses germinasi 2"7 hari yaitu 0,32 U/g –

0,59 U/g.

Pengujian kadar amilosa dilakukan untuk mengetahui jumlah amilosa

dalam biji sorgum yang digerminasi yang akan digunakan sebagai bahan baku

utama produk s

Gambar

Tabel 1.   Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan dan serealia lain
Tabel 2. Varietas sorgum yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian
Tabel 3. Deskripsi  sorgum  varietas  numbu  dan kawali
Tabel 4.  Konversi mesh ke mikron
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui perbandingan kadar karbohidrat cake dari tepung terigu dan cake tepung biji rambutan (Nephelium lappaceum) varietas aceh lebak bulus. Untuk mengetahui

Hasil penelitian diperoleh: 1) Formula yang tepat pada pembuatan butter sponge cake dengan substitusi tepung sukun adalah perbandingan 1:1, formula yang tepat

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung sorgum dengan tepung jagung terhadap karakteristik makaroni, untuk mengetahui pengaruh

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan tepung sorgum dengan tepung ganyong dan ukuran partikel tepung sorgum terhadap karakteristik

Informasi yang diperoleh dari penelitian ini terkait karakteristik amilografi tepung sorgum fermentasi maupun uji organoleptik yang dilakukan terhadap produk cake dan

Uji LSR efek utama pengaruh tepung komposit terhadap nilai hedonik aroma cake.. Daftar analisis ragam nilai hedonik rasa cake Daftar analisa sidik ragam nilai

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengkondisian biji sorgum pada rendemen tepung sorgum serta pengaruh varietas sorgum terhadap karakteristik beras analog berdasarkan

66 Pengaruh Perbandingan Tepung Ketan dan Gel Rumput Laut Eucheuma cottonii Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Sponge cake Comparative Effect of Glutinous Flour and Seaweed