• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan pada Tn.I dengan Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Mobilisasi di RSUD. Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Asuhan Keperawatan pada Tn.I dengan Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Mobilisasi di RSUD. Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Asuhan Keperawatan pada Tn. I dengan

Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Mobilisasi

di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Karya Tulis Ilmiah

Disusun Dalam Rangka Menyelesaikan

Program Studi DIII Keperawatan

OLEH

Jefri Joy Marbun

112500009

Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan saya ucapkan terlebih dahulu, karena hanya dengan izin-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan

pada Tn.I dengan Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Mobilisasi di RSUD.

Dr. Pirngadi Medan

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwasannya makalah ini jauh

dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua

pihak demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Adapun maksud dan tujuan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk

memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan di

Fakultas Keperarwatan USU.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan,

baik isi dan makna maupun tata bahasa tata cara penulisan oleh karena itu penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi

kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing dalam pembuatan

Karya Tulis Ilmiah ini dimana beliau telah meluangkan waktunya dan kesempatanya

untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan kepada penulis dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan

dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, M.Kep selaku Pembantu Dekan II

4. Bapak Ikhsannudin A Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III

5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku ketua Prodi DIII Keperawatan Fakultas

Keperawatan USU.

6. Ibu Nurbaiti, S.Kep, NS, M.BioMed selaku dosen penguji karya tulis ilmiah ini.

7. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Keperawatan USU

8. Staf Pegawai khususnya di ruang XV Dahlia 1 RSUD Dr. Pirngadi Medan

Dalam kesempatan ini juga, penulis secara khusus ingin memberikan penghargaan

yang sebesar-besarnya beserta ucapan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya

(4)

1. Terutama sekali sembah sujud ananda serta ucapan terima kasih yang sangat

mendalam ananda persembahkan kepada kedua orang tua (Bpk.A.Marbun dan Ibu

L.Tamba) dan yang telah mendidik dan membesarkan ananda dengan penuh

kesabaran dan kasih sayang dan juga do’a yang tak pernah henti-hentinya serta

dukungan baik moril maupun materil serta do’a tulusnya sehingga ananda sukses

dalam menempuh perkuliahan ini, ananda berjanji tidak akan menyia-nyiakan

pengorbanan kedua orangtua saya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu

memudahkan rezeki, dan selalu melindungi Ayah dan Ibu saya, Amiin.

2. Kepada seluruh Abang dan Adek saya yang terus memberikan motivasi bagiku dan

memberikan bantuan baik secara materil maupun moril, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Kepada Khususnya Muhammad Ikhsan Jambak, Zulhamly Purba, Muhammad

Abduh, Muhammad Faisal Dalimunthe, Ahmad Husein, Andy Hakim Harahap,

Hussein Arif NST, Chalida Irawan, Ribka HPW Aritonang, dan seluruh

rekan-rekan mahasiswa/i DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan USU stambuk 2011.

Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita

semua dan semoga karya tulis ilmiah ini berguna dan bermanfaat khususnya bagi

penulis dan umumnya bagi kita semua. Amin

Medan, Juni 2014

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 4

BAB II PENGELOLAAN KASUS ... 5

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Mobilisasi .. 5

1. Pengkajian ... 7

2. Analisa Data ... 9

3. Rumusan Masalah ... 12

4. Perencanaan ... 11

B. Asuhan Keperawatan Kasus Mobilisasi ... 14

1. Pengkajian ... 14

2. Analisa Data ... 22

3. Rumusan Masalah ... 23

4. Perencanaan ... 24

5. Evaluasi ... 27

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

A. Kesimpulan ... 30

B. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Combustio atau luka bakar merupakan suatu kejadian yang paling sering terjadi di

Indonesia dan negara lainnya. Luka bakar yang terjadi dapat disebabkan oleh panas,

listrik ataupun kimia. Dan kecelakaan luka bakar ini dapat terjadi dimana-mana seperti

di rumah, kantor ataupun tempat umum yang lainnya (mal, terminal). 80% kecelakaan

yang menyebabkan luka bakar terjadi di rumah dan korban yang terbanyak ternyata

anak-anak, entah terkena air panas, tumpahan kuah sayur, api dan lain sebagainya.

(Smeltzer, 2001)

Cedera luka bakar terutama pada luka bakar yang dalam dan luas masih

merupakan penyebab utama kematian. Oleh sebab itu penderita luka bakar memerlukan

perawatan secara khusus, karena luka bakar berbeda dengan luka tubuh lain (seperti

tusuk, tembak atau sayatan). Ini disebabkan karena luka bakar terdapat keadaan seperti

mengeluarkan banyak air, serum, darah, terbuka untuk waktu yang lama dan ditempati

kuman dengan patogenitas tinggi (mudah terinfeksi) (Smeltzer, 2001).

Oleh sebab itu, pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius dimana

dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan

yang komprehensif. Selain itu, diperlukan kerjasama dengan tim medis yang lainnya

seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi dan bahkan psikiater. (Tarwoto & Wartonah, 2006)

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka yang lainnya,

karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada

pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami

oleh bakteri patogen; mengalami edukasi dengan pembesaran sejumlah besar air,

protein, serta elektrolit; dan kerapkali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian

tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen (Smeltzer, 2001).

Metode lund dan browder. Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas

permukaan tubuh yang terbakar adalah Metode Lund dan Browder yang mengakui

bahwa presentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomic, khususnya kepala dan

tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi tubuh menjadi

daerah-daerah yang sangat kecil dan memberikan etimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk

bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh etimasi luas permukaan tubuh yang

(7)

Evaluasi pendahuluan dibuat ketika pasien tiba di rumah sakit dan kemudian

direvisi pada hari kedua serta ketiga pasca-luka bakar karena garis dermakasi biasanya

baru tampak jelas setelah periode tersebut (Smeltzer, 2001).

Menurut Lund dan Browder. Metode yang digunakan untuk menghitung luas

permukaan tubuh luka bakar sesuai dengan golongan usia(Smeltzer, 2001).

Area luka

bakar

Lahir 1 tahun 5 tahun 10 tahun 15 tahun Dewasa

Setengah kepala 9 ½ % 8 ½ % 6 ½ % 5 ½ % 3 ½ % 3 ½ %

Setengah paha 2 ¾ % 3 ¼ % 4 % 4 ¼ % 4 ½ % 4 ¾ %

Setengah

tungkai bawah

2 ½ % 2 ½ % 2 ¾ % 3 % 3 ¼ % 3 ½ %

Metode Rule of Nine untuk menentukan persentase luas permukaan tubuh yang

mengalami cedera luka bakar (Smeltzer, 2001) :

Area luka bakar %

Kepala 9 %

Ekstremitas atas kanan 9 %

Ekstremitas atas kiri 9 %

Torso 36 %

Perenium 1 %

Ekstremitas bawah kanan 18 %

Ekstremitas bawah kiri 18 %

Total 100 %

Meningkatkan mobilitas fisik pada luka bakar

Prioritas dini adalah mencegah komplikasi akibat imobilitas. Bernafas dalam,

membalikkan tubuh dan mengatur posisi yang benar merupakan praktik keperawatan

yang esensial untuk mencegah etelektasis serta pneumonia, untuk mengendalikan

edema dan untuk mencegah dekubitus srta kontraktur. Intervensi ini dapat di modifikasi

untuk memenuhi kebutuhan individual pasien. Tempat tidur khusus (air fluideized bed

and rotation bed) mungkin berguna dan upaya duduk serta ambulasi yang dini perlu

(8)

Apabila ekstremitas bawah turut terbakar, verban tekan elastis harus sudah

dipasang sebelum pasien diletakkan dalam posisi tegak. Verban ini akan mempermudah

aliran darah balik vena dan mengurangi pembengkakkan. (Smeltzer, 2001).

Luka bakar dalam keadaan dinamis selama satu tahu atau lebih sebelum lukanya

menutup. Selama periode waktu ini harus diusahakan berbagai upaya yang agresif untuk

mencegah kontraktur dan pembentukan parut yang hipertrofik. Latihan gerak yang aktif

maupun pasif dapat dimulai sejak awal masuk rumah sakit dan kemudian dilanjutkan

dengan pembatasan yang ditentukan oleh dokter setelah dilakukan pencangkokkan kulit.

Bidai atau alat-alat fungsional lainnya dapat digunakan pada ekstremitas untuk

mengendalikan kontraktur. Perawat harus memantau bagian tubuh yang dibidai untuk

mendeteksi tanda-tanda insufisiensi vaskuler dan kompresi saraf (Smeltzer, 2001).

1.2. TUJUAN

Dalam Karya Tulis Ilmiah ini penulis telah merumuskan beberapa tujuan, antara

lain :

1. Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Tn.I dengan kasus luka bakar.

b. Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja bagi perawatan

pasien selama fase darurat-resusitasi, fase akut dan fase rehabilitasi luka

bakar.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan tahap pengkajian asuhan keperawatan pada Tn. I dengan

prioritas masalah gangguan mobilisasi.

b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. I dengan prioritas

masalah gangguan mobilisasi

c. Mampu menetapkan rencana intervensi asuhan keperawatan pada Tn. I

dengan prioritas masalah gangguan mobilisasi.

d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn. I dengan

prioritas masalah gangguan mobilisasi.

e. Mampu melakukan evaluasi pada Tn. I dengan prioritas masalah gangguan

(9)

1.3.MANFAAT

1. Sebagai salah satu cara untuk menambah wawasan serta pengetahuan bagi

penulis dalam menangani kasus Imobilisasi.

2. Sebagai bahan masukan kepada Tn. I mengenai penjelasan dan penanganan

Imobilisasi.

3. Untuk menambah wawasan para pembaca karya tulis ilmiah tentang prilaku

kekerasan.

4. Untuk meningkatkan iptek dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien

dengan masalah Imobilisasi.

(10)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

2.1. Konsep Dasar Mobilisasi

2.1.1. Defenisi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah,

dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh

untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan

dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi dibutuhkan untuk

meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses

penyakit- khususnya penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan

citra tubuh) (Mubarak, 2008).

Imobilisasi merupakan suatu kondisi yang relatif. Maksudnya, individu tidak

saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan

aktivitas dari kebiasaan normalnya. Menurut (Mubarak, 2008) ada beberapa alasan

dilakukan imobilisasi:

1. Pembatasan gerak yang ditujukan untuk pengobatan atau terapi. Misalnya pada

klien yang menjalani pembedahan atau yang mengalami cedera pada tungkai

dan lengan.

2. Keharusan (tidak terelakkan). Ini biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan

primer, seperti penderita paralisis.

3. Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.

2.1.2. Jenis Imobilitas

Menurut (Mubarak, 2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas

antara lain:

1. Imobilitas Fisik

Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh

faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.

2. Imobilitas Intelektual

Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi

sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak.

3. Imobilitas Emosional

Kondisi ini dapat terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang

(11)

4. Imobilitas Sosial

Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi

akibat penyakit. (Mubarak, 2008)

2.1.3. Dampak Fisik dan Psikologi Imobilitas

Masalah imobilitas dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik

maupun psikologis. Secara psikologis, imobilitas dapat menyebabkan penurunan

motivasi, kemunduran kemampuan dalalm memecahkan masalah dan perubahan konsep

diri (Mubarak, 2008).

Sedangkan masalah fisik (Mubarak, 2008) dapat terjadi adalah sebagai berikut:

1. Sistem musculoskeletal

Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti

osteoporosis, atrofi otot, kontraktur dan kekakuan serta nyeri pada sendi.

2. Elliminasi urin

Masalah yang umum ditemui pada sistem perkemihan akibat imobilisasi adalah

stasis urin, batu ginjal, retensi urin, infeksi perkemihan.

3. Gastrointestinal

Kondisi imobilisasi mempengaruhi tiga sistem pencernaan, yaitu fungsi ingesti,

digesti dan eleminasi.

4. Respirasi

Masalah yang umum ditemui yaitu penurunan gerak pernafasan, penumpukan

sekret, atelektasis.

5. Sistem kardiovaskular

Masalah yang umum ditemui yaitu Hipotensi ortostatik, pembentukan thrombus,

edema dependen.

6. Metabolisme dan nutrisi

Masalah yang umum ditemui yaitu penurunan laju metabolisme, balans nitrogen

negatif, anoreksia.

7. Sistem integument

Masalah yang umum ditemui yaitu turgor kulit menurun, kerusakan kulit.

8. Sistem neurosensorik

Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik,

menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak realistis dan mudah bingung

(12)

2.1.4. Tingkatan Imobilitas

Tingkatan imobilitas bervariasi, diantaranya adalah:

1. Imobilitas komplit

Imobilitas ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat

kesadaran.

2. Imobilitas parsial

Imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami fraktur, misalnya fraktur

ekstremitas bawah (kaki).

3. Imobilitas karena alasan pengobatan

Imobilitas ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernafasan

(misalkan sesak nafas) atau pada penderita penyakit jantung. Pada kondisi tirah

baring (bedrest) total, klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak

boleh berjalan ke kamar mandi atau duduk dikursi. Akan tetapi, pada tirah

baring bukan total, klien masih diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur dan

berjalan kekamar mandi atau duduk dikursi. Keuntungan dari tirah baring antara

lain mengurangi kebutuhan oksigen sel-sel tubuh, menyalurkan sumber energi

untuk proses penyembuhan, dan dapat mengurangi respon nyeri.

2.2. Proses Keperawatan

2.2.1. Pengkajian

Saat mengkaji data tentang masalah imobilitas, perawat menggunakan metode

pengkajian inspeksi, palpasi dan auskultasi. Selain itu perawat juga memeriksa hasil tes

laboratorium serta mengukur berat badan, asupan cairan dan haluaran cairan klien

(Tarwoto & Wartonah, 2006).

Karena tujuan intervensi keperawatan adalah untuk mencegah komplikasi

imobilitas, maka perawat perlu mengidentifikasi klien yang berisiko mengalami

komplikasi. Ini termasuk klien yang mengalami (a) gizi buruk; (b) penurunan

sensitivitas terhadap nyeri, temperatur atau tekanan; (c) masalah kardiovaskuler, paru,

dan neuromuscular; serta (d) perubahan tingkat kesadaran (Mubarak, 2008).

Perawat mengkaji klien mobilisasi dengan melakukan pemeriksaan fisik dari

ujung kepala sampai keujung kaki. Selain itu pengkajian keperawatan harus berfokus

pada area fsikologis, sama seperti aspek psikososial dan perkembangan klien (Mubarak,

(13)

Sistem metabolic. Ketika mengkaji sistem metabolic, perawat menggunakan

pengukuran antropometrik untuk mengevaluasi atrofi otot, menggunakan pencatat

asupan dan haluaran saerta data laboratorium untuk mengevaluasi status cairan,

elektrolit maupun kadar serum protein, mengkaji penyembuhan luka untuk

mengevaluasi perubahan transport nutrein, mengkaji asupan makanan dan pola

eliminasi klien untuk menentukan perubahan fungsi gastrointestinal (Potter & Perry,

2005).

Pengukuran asupan dan haluaran membantu perawat untuk menentukan apakah

terjadi ketidakseimbangan cairan. Dehidrasi dan edema dapat meningkatkan laju

kerusakan kulit pada klien imobilisasi. Pengukuran laboratorium terhadap kadar

elektrolit darah juga mengindikasikan ketidakseimbangan elektrolit (Potter & Perry,

2005).

Apabila klien imobilisasi mempunyai luka, maka kecepatan penyembuhan

menunjukan indikasi nutrein yang di bawa kejaringan. Kemajuan penyembuhan yang

normal mengindikasikan kebutuhan metabolic jaringan luka terpenuhi (Potter & Perry,

2005).

Sistem respiratori. Pengkajian sistem respiratori harus dilakukan minimal

setiap 2 jam pada klien yang mengalami keterbatasan aktivitas. Perawat menginspeksi

pergerakan dinding dada selama siklus inspirasi-ekspirasi penuh. Jika klien yang

mengalami etelektasis, gerakan dadanya menjadi asimetris. Selain itu, perawat

mengauskultasi seluruh area paru-paru untuk mengidentifikasi gangguan suara nafas,

crackles atau mengi. Auskultasi harus berfokus pada area paru-paru yang tergantung

pada sekresi paru cenderung menumpuk di area bagian bawah. Pengkajian sistem

respiratori lengkap mengidentifikasi adanya sekresi dan menentukan tindakan

keperawatan yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan fungsi respiratori (Potter & Perry,

2005).

Sistem kardiovaskuler. Pengkajian keperawatan kardiovaskuler pada klien

imobilisasi termasuk memantau tekanan darah, mengevaluasi nadi apeks maupun

perifer, mengobservasi tanda-tanda adanya stasis vena (mis. edema dan penyembuuhan

luka yang buruk). Tekanan darah klien harus di ukur, terutama jika berubah dari

berbaring ke duduk atau berdiri akibat risiko terjadi hipotensi ortostatik. Dengan cara

ini, kemampuan mentoleransi perubahan posisi dapat dikaji sebelum klien

(14)

Sistem musculoskeletal. Kelainan musculoskeletal utama dapat diidentifikasi

selama pengkajian keperawatan meliputi penurunan tonus otot, kehilangan masa otot,

dan kontraktur. Gambaran pengukuran antropometrik sebelumnya mengidentifikasikan

kehilangan tonus dan masa otot (Potter & Perry, 2005).

Pengkajian rentang gerak adalah penting sebagai data dasar yang mana hasil

pengukuran nantinya dibandingkan untuk mengevaluasi terjadi kehilangan mobilisasi

sendi. Rentang gerak di ukur dengan goniometri (Potter & Perry, 2005).

Sistem integument. Perawat harus terus menerus mengkaji kulit klien terhadap

tanda-tanda kerusakan. Kulit harus diobservasi ketika klien bergerak, diperhatikan

higienisnya atau dipenuhi kebutuhan eliminasinya. Pengkajian minimal harus dilakukan

minimal 2 jam (Potter & Perry, 2005).

Sistem eliminasi. Status eliminnasi klien harus dievaluasi setiap 24 jam.

Perawat harus menentukan bahwa klien menerima jumlah dan jenis cairan melalui oral

atau parenteral dengan benar. Tidak adekuat asupan dan haluaran atau

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit meningkatkan risiko yang gangguan sistem

ginjal, bergeser dari infeksi berulang menjadi gagal ginjal. Dehidrasi juga meningkatkan

risiko kerusakan kulit, pembentukan thrombus, infeksi pernafasan, konstipasi.

Komplikasi fisik dapat menurunkan keseluruhan tingkat mobilisasi dan meningkatkan

lama dan biaya perawatan (Potter & Perry, 2005).

2.2.2 Analisa data

Diagnosa keperawatan mengidentifikasi perubahan kesejajaran tubuh dan

mobilisasi yang aktual dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama

pengkajian. Analisa menampilkan kelompok data yang mengidentifikasikan ada atau

(15)

Contoh Diagnosa keperawatan NANDA untuk Ketidaktepatan Mekanika Tubuh

dan Hambatan Mobilisasi

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan :

- Kesejajaran tubuh yang buruk

- Penurunan mobilisasi

Risiko cedera yang berhubungan dengan :

- Ketidaktepatan mekanika tubuh

- Ketidaktepatan posisi

- Ketidak tepatan tekhnik pemindahan

Hambatan mobilisasi fisik yang berhubungan dengan :

- Penurunan rentang gerak

- Tirah baring

- Penurunan kekuatan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan :

- Stasis sekresi paru

- Ketidaktetapan posisi tubuh

Ketidakefektiifan pola nafas yang berhubungan dengan :

- Penurunan pengembangan paru

- Penumpukan sekresi paru

- Ketidaktepatan posisi tubuh

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan :

- Pola nafas ridak simetris

- Penurunan pengembangan paru

- Penumpukan sekresi paru

Gangguan intergritas kulit atau risiko gangguan integritas kulit yang

berhubungan dengan :

- Keterbatasan mobilisasi

- Tekanan permukaan kulit

- Gaya gesek

Gangguan eliminasi urin yang berhubungan dengan :

- Risiko infeksi

- Keterbatasan mobilisasi

(16)

Inkontinensia total yang berhubungan dengan :

- Perubahan pola eliminasi

- Keterbatasan mobilisasi

Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan :

- Penurunan asupan cairan

Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan :

- Pengurangan tingkat aktivitas

- Isolasi sosial

Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan :

- Keterbatasan mobilisasi

- Ketidaknyamanan

Perubahan kesejajaran tubuh diakibatkan perbuhan perkembangan, kelainan

postur, kelainan pembentukan tulang, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem

muskuluskeletal. Pengkajian data harus berisi karakteristik yang bermakna dan tepat

untuk mendukung penamaan diagnostik (Potter & Perry, 2005).

Kesejajaran tubuh dan mobilisasi saliang berhubungan. Seseorang yang

menpuyai kesejajaran tubuh buruk mengurangi mobilisasi. Saat mengidentifikasi

diagnosa keperawatan, perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau

mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan

mobilisasi (Potter & Perry, 2005).

Aspek fisiologis sering hanya berfokus pada asuhan keperawatan klien gangguan

mobilisasi. Sedangkan aspek psikososial dan perkembangan diabaikan. Padahal aspek

psikososial tersebut penting untuk kesehatan. Contoh, selama imobilisasi, interaksi

sosial dan stimulus dikurangi. Sehingga klien terisolasi, menarik diri dan bosan. Klien

seperti itu sering menggunakan bel pemanggil perawat untuk meminta sedikit perhatian,

apabila kebutuh an sosialisasi mereka lebih besar (Potter & Perry, 2005).

2.2.3 Rumusan Masalah

Selain bisa ditetapkan sebagai label diagnosis, masalah mobilisasi bisa pula

dijadikan etiologi untuk diagnosis keperawatan yang lain. Menurut NANDA, label

diagnosis untuk masalah mobilisasi meliputi Hambatan Mobilitas Fisik atau Risiko

Dissuse Syndrome. Sedangkan label diagnosis dengan masalah mobilisasi sebagai

etiologi bergantung pada area fungsi atau sistem yang dipengaruhi (Nanda

(17)

2.2.4 Perencanaan

Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami

gangguan mobilisasi bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristik

masing-masing individu. Menurut Koizier (2004) dalam Mubarak (2008), beberapa

tujuan umumm untuk klien yang mengalami, atau berpotensi mengalami, masalah

mobilisasi adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan toleransi klien untuk melakukan aktivitas fisik.

2. Mengembalikan atau memulihkan kemampuannya untuk bergerak/atau

berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari.

3. Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh atau akibat penggunaan mekanika

tubuh yang salah.

4. Meningkatkan kebugaran fisik.

5. Mencegah terjadinya komplikasi akibat imobilitas.

6. Meningkatkan kesejahteraan sosial, emosional dan intelektual (Mubarak, 2008).

Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap klien yang

bermasalah kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual maupun beresiko. Perawat

merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko klien, dan perencanaan bersifat

individu disesuaikan perkembangan klien, tingkat kesehatan dan gaya hidup (Mubarak,

2008).

Lingkungan rumah klien merupakan hal yang penting dipertimbangkan dalam

merencanakan terapi dalam mempertahankan atau meningkatkan kesejajaran tubuh dan

mobilisasi. Perencanaan perawatan juga termasuk pemahaman kebutuhan klien untuk

mempertahankan fungssi motorik dan kemandirian. Perawat dan klien untuk

mempertahankan keterlibatan klien dalam asuhan keperawatan dan mencapai

kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang optimal dimana klien berbeda di rumah sakit

ataupun di rumah (Mubarak, 2008).

Klien berisiko bahaya dikaitkan ketidaktepatan kesejajaran tubuh dan gangguan

mobilisasi, membutuhkan rencana keperawatan langsung melalui pemberian posisi

secara aktual atau potensial serta kebutuhan mobilisasi. Ahli terapi fisik merupakan

sumber paling tepat bagi perawat dalam memilih jenis latihan rentang gerak (Potter &

(18)

Rencana keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan berikut ini:

1. Mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat.

2. Mencapai kembali kesejajaran tubuh yang tepat ataupun pada tingkat optimal.

3. Mengurangi cedera pada sistem kulit dan musculoskeletal dari ketidaktepatan

mekanika atau kesejajaran.

4. Mencapai ROM penuh atau optimal.

5. Mencegah kontraktur.

6. Mempertahankan kepatenan jalan nafas.

7. Mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal.

8. Memobilisasi sekresi jalan nafas.

9. Mempertahankan pola tidur normal.

10. Meningkatkan toleransi aktivitas.

11. Mencapai pola eliminasi normal.

12. Mempertahankan pola tidur normal.

13. Mencapai sosialisasi.

14. Mencapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri.

15. Mencapai stimulasi fisik dan mental.

Mempertahankan kesejajaran tubuh merupakan hal penting khususnya pada

klien yang mengalami keterbatasan mobilisasi aktual maupun potensial. Misalnya pada

klien koma, harus diposisikan dengan penggunaan bantaldan diubah posisinya sesering

untukk mengurangi risiko kesejajaran buruk dan cedera sistem kulit maupun

musculoskeletal. Frekuensi perubahan berdasarkan pengkajian klien terhadap risiko

perkembangan dekubitus. (Potter & Perry, 2006).

Sasaran. Tujuan utama bagi pasien dapat mencakup pemulihan keseimbangan

cairan yang normal: tidak adanya ifeksi: tercapainya status anabolic dan berat badan

yang normal: membaiknya integritas kulit; pengurangan rasa nyeri serta

ketidaknyamanan; mobilitas fisik yang optimal; kemampuan koping pasien serta

keluarga yang adekuat; pengetahuan pasien serta keluarga yang adekuat tentang

penanganan luka bakar; dan tidak adanya komplikasi. Pencapaian semua tujuan ini

memerlukan pendekatan kolaboratif antardisiplin dalam penatalaksanaan pasien.

(19)

2.3 Asuhan Keperawatan Kasus

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN USU

1. Pengkajian

BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. I

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 21 tahun

Statur Perkawinan : Belum menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Telaga No. 24 Medan

Tanggal Masuk RS : 23 Mei 2014

No. Register : 2

Ruangan/Kamar : R.XV/DAHLIA 1

Golongan darah : -

Tanggal pengkajian : 02 Juni 2014

Tanggal operasi : -

Diagnosa Medis : Electrical Burn 27 %

I. KELUHAN UTAMA :

Tn. I mengeluh sulit melakukan aktivitas karena luka bakar yang terdapat pada

tangan dan kaki kanannya.

II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya

Tn. I mengatakan penyebabnya dikarenakan tersetrum saat memperbaiki

(20)

2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan

Tn. I mengatakan hal yang memperbaiki keadaan adalah saat diberikan obat

dan istirahat.

B. Quantity/quality

1. Bagaimana dirasakan

Tn. I mengatakan nyeri pada daerah luka seperti rasa terbakar disertai

dengan gatal pada daerah luka tersebut dan oleh sebab itu pasien sulit untuk

melakukan aktifitas.

2. Bagaimana dilihat

Tn. I terlihat cemas dengan keadaannya dilihat dari raut wajah dan

konsentrasi menjawab pertanyaan dan terlihat lemah di atas tempat tidur.

C. Region

1. Dimana lokasinya

Luka berada di bagian paha dan tangan sebelah kanan.

2. Apakah menyebar

Tidak adanya penyebaran luka bakar yang dialami.

D. Severity

Tn.I mengatakan keadaan yang sekarang sangat mengganggu kebiasaannya

sehari-hari. Kerena sulit untuk melakukan aktifitas.

E. Time

Saat ingin melakukan pergerakan / aktifitas.

III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami

Demam, diare.

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

Tn. I mengatakan jika sakit Tn.I pergi ke puskesmas di sekitar rumah.

C. Pernah dirawat/dioperasi

Tn. I mengatakan tidak pernah dirawat maupun dioperasi.

D. Lama dirawat

Tn. I mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit.

E. Alergi

(21)

F. Imunisasi

Menurut dari keterangan keluarga Tn. I (ibu) Tn. I mendapatkan imunisasi

lengkap.

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Orang Tua

Orang tua Tn. I tidak ada mengalami penyakit yg berarti

B. Saudara Kandung

Saudara kandung Tn. I tidak ada mengalami penyakit yg berarti

C. Penyakit keturunan yang ada

Tidak ada penyakit keturunan dari keluarga Tn. I

D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Jika ada, hubungan keluarga : tidak ada

Gejala : tidak ada

Riwayat pengobatan/perawatan : tidak ada

E. Anggota keluarga yang meninggal

Tidak ada anggota keluarga yg meninggal.

F. Penyebab meninggal

Tidak ada anggota keluarga yg meninggal.

V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOLOGI

A. Persepsi Pasien tentang penyakitnya

Pasien mengatakan keadaan sekarang yang dialami adalah akibat

kelalaiannya.

B. Konsep Diri

− Gambaran Diri : pasien mengatakan sedih dengan keadaan tubuhnya yang sekarang

− Ideal Diri : pasien mengatakan tamat SMA langsung berkerja

− Harga Diri : pasien merasa dirinya diterima oleh orang disekelilingnya

− Peran Diri : pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara − Identitas : pasien ingin cepat sembuh dan segera pulang C. Keadaan Emosi

(22)

D. Hubungan Sosial − Orang yang berarti :

Tn. I mengatakan orang yang berarti adalah keluarganya. − Hubungan dengan keluarga :

Tn. I menjalin hubungan baik dengan keluarga − Hubungan dengan orang lain :

Tn. I dapat berinteraksi dengan orang yang ada di sekitarnya − Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :

Tidak ada hambatan dalam berhubungan.

E. Spiritual

Nilai dan keyakinan

Tn. I memeluk agama Islam dan percaya dengan Tuhannya. − Kegiatan ibadah

Tn. I beribadah sesuai ketentuan agamanya, dan sering melakukan

sholat berjamaah di dekat rumahnya

VI. STATUS MENTAL

− Tingkat Kesadaran : Compos Mentis

− Penampilan : Rapi

− Pembicaraan : Sesuai

− Alam kesadaran : Lesu

− Afek : Sesuai

− Interaksi selama wawancara : Kooperatif dan Kontak mata ada

− Persepsi : Tidak ada

− Proses piker : Sesuai pembicaraan

(23)

VII. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum

Baik, luka yang di alami masih tertutup perban

B. Tanda-tanda vital

− Suhu tubuh : 37,5oC

− Tekanan darah : 110/70 mmHg

− Nadi : 84x/menit

− Pernafasan : 20x/menit

− Skala nyeri : 5

− TB : 168 cm

− BB : 54 kg

C. Pemeriksaan Head to toe

Kepala dan rambut

− Bentuk : Simetris

− Ubun-ubun : Simetris

− Kulit kepala : Bersih

Rambut

− Penebaran dan keadaan rambut : rambut bersih dan rapi

− Bau : tidak ada bau

− Warna kulit : hitam

Wajah

− Warna kulit : sawo matang

− Struktur wajah : lengkap

Mata

− Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap dan simetris

− Palpebra : normal

− Konjungtiva dan sclera : konjungtiva tidak pucat dan skelra berwarna

− Pupil : ukuran pupil kiri +/- 3 mm,

ukuran pupil kanan : +/- 3 mm − Kornea dan iris : transparan,halus, bersih dan

(24)

− Visus : pasien dapat membaca buku dalam jarak +/- 3 meter

− Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan Hidung

− Tulang hidung dan posisi septum nasi : simetris dan tidak ada kelainan − Lubang hidung cuping hidung : ukuran normal

− Cuping hidung : tidak ada tanda kelainan Telinga

− Bentuk telinga : Normal, simetris

− Ukuran telinga : Normal

− Lubang telinga : bersih, tidak ada kotoran − Ketajaman pendengaran : normal

Mulut dan faring

− Keadaan bibir : Kering

− Keadaan gusi dan gigi : Bersih

− Keadaan lidah : berwarna merah muda

Leher

− Posisi trachea/thyroid : normal, teraba pada kedua sisi

− Suara : normal

− Kelenjar limfa : tidak dilakukan pemeriksaan − Vena jugularis : tampak ketika berbicara − Denyut nadi karotis : tidak dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan integument

− Kebersihan : kulit bersih

− Kehangatan : 37,50C

− Warna : sawo matang

− Turgor : kembali cepat < 2 detik

− Kelembaban : keadaan kulit lembab

− Kelainan pada kulit : tidak ada kelainan kecuali luka bakar pada bagian tangan dan

(25)

Pemeriksaan thoraks/dada

− Inspeksi thoraks (normal, burrel chest, funnel chest, pigeon chest, flail chest, kifos koliasis): normal

− Pernafasan (frekwensi, irama): frekwensi 24x/menit, irama vesikuler − Tanda kesulitan bernafas: tidak ada tanda kelainan

Pemeriksaan abdomen

− Inspeksi (bentuk, benjolan): bentuk normal dan tidak ada terlihat kelainan

− Auskultasi: peristaltic normal

− Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien): terdapat lubang anus dan tidak ada kelainan

− Perkusi (suara abdomen): suara tympani Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya − Genitalia (rambut pubis, lubang uretra) :

Tidak dilakukan pemeriksaan

− Anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus, perineum): Tidak dilakukan pemeriksaan

VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

I. Pola makan dan minum

Frekuensi makan/hari: 3 kali / hari

− Nafsu/selera makan : pasien mengatakan selera makan seperti biasa

− Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri uluu hati

− Alergi : tidak ada alergi makanan

− mual dan muntah : tidak ada mual dan muntah − Waktu pemberian makanan : 08.00 wib, 14.00 wib, 19.00 wib − Jumlah dan jenis makanan : nasi, sayur, lauk, buah

− Waktu pemberian cairan/minuman : pasien terpasang cairan infuse RL 20 tetes / menit, minum apabila haus Masalah makan dan minum (kesulitan menelan, mengunyah):

(26)

II. Perawatan diri/personal hygiene

− Kebersihan tubuh : pasien selama mengalami luka bakar hanya di lap oleh orang tua

− Kebersihan gigi dan mulut : bersih Kebersihan kuku kaki dan tangan : bersih III. Pola kegiatan/aktivitas

− Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian atau total :

Saat ini pasien dalam melakukan kegiatan membutuhkan bantuan seperti

mandi, ganti pakaian, serta makan.

− Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit : Untuk saat ini pasien tidak ada melakukan kegiatan ibadah.

IV. Pola eliminasi

1. BAB

− Pola BAB : 1-2 kali / hari − Karakter feses : normal

Riwayat perdarahan : tidak ada pendarahan − BAB terakhir : sore

− Diare : tidak ada diare

Penggunaan laksatif : tidak ada penggunaan laksatif 2. BAK

Pola BAK: 2-3 kali / hari Karakter urin: normal

nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : tidak ada kesulitan BAK Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada

(27)

2. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah

1 DS:

Klien mengatakan tidak mampu

memenuhi kebutuhan aktivitas

secara mandiri

DO :

- klien bedrest di atas tempat

tidur

- Klien terlihat lemah

- Aktivitas di Bantu oleh

keluarga dan perawat

Luka bakar / sengatan

listrik

Kerusakan jaringan kulit

Gangguan

Klien mengatakan panas, kebas, dan

bau di daerah luka bakar

DO:

- Luka di kaki dan tangan tampak

merah, masih ber air dan kotor

- Skala nyeri 4-6

Pertahanan primer tidak

adekuat

Resiko terjadi infeksi

Risiko tinggi

(28)

3. DS:

Klien mengatakan nyeri di daerah

luka bakar dan berdenyut.

DO :

- Klien terlihat gelisah

- Klien meringis kesakitan,

- TD 110/70 mmHg

- Team 370c

- HR: 85 kali / menit

- RR : 20 kali / menit

- Skala nyeri 4-6

Luas luka 27 %.

Luka bakar/sengatan

listrik

Kerusakan jaringan kulit

/ saraf

Nyeri

Meringis dan gelisah

Gangguan

rasa nyaman

nyeri

3. Rumusan Masalah

MASALAH KEPERAWATAN

1. Gangguan mobilisasi

2. Risiko tinggi infeksi

3. Gangguan rasa nyaman nyeri

DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)

1. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan luka bakar di tandai dengan pasien

(29)

4. Perencanaan Keperawatan dan Rasional

Hari/

Tanggal No.

Dx Perencanaan Tindakan

Senin/

Tujuan dan kriteria hasil:

a. Mencapai mobilisasi di tempat tidur.

b. Mendemonstrasikan mobilitas.

c. Menunjukan tekhnik / perilaku yang memampukan

melakukan aktivitas.

d. Mempertahankan posisi fungsi di buktikan oleh tidak

adanya kontraktur.

a. Faktor risiko infeksi akan hilang.

b. Pasien akan memperlihatkan pengendalian resiko.

c. Mencapai penyembuhan luka tepat waktu. Bebas

eksudatpurulen dan tidak demam.

a. Memperlihatkan pengendalian nyeri.

b. Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol.

c. Menunjukan ekspresi wajah / postur tubuh rileks.

d. Berpartisipasi dalamm aktivitas dan tidur / istirahat dengan

tepat.

Rencana Tindakan Rasional

1 1. Pengaturan posisi.

2. Perawatan tirah

baring.

1. Mengatur penempatan pasien

atau bagian tubuh pasien

secara hati-hati untuk

meningkatkan kesejahteraan

fisiologis dan psikologis.

2. Meningkatkan kenyamanan

dan keamanan serta

pencegahan komplikasi untuk

pasien yang tidak mampu

(30)

2.

3. Dorong dukungan dan

bantuan keluarga /

orang terdekat pada

pelatihan rentang

gerak.

4. Lakukan latihan

rentang gerak secara

konsisten, diawali

dengan pasif

kemudian aktif.

5. Dorong partisipasi

pasien dalam semmua

aktifitas sesuai

kemampuan

individual.

1. Tekankan pentingnya

cuci tangan yang baik

untuk semua individu

yang dating kontak

dengan pasien.

2. Gunakan tekhnik

steril dalam

perawatan luka.

3. Observasi vital sign

3. Mengajak orang terdekat untuk

aktif dalam perawatan pasien

dan memberikaan terapi lebih

konstan / konsisten

4. Mencegah secara progresif

mengencangkan jaringan parut

dan kontraktur, meningkatkan

pemeliharaan fungsi otot /

sendi dan menurunkan

kehilangan kalsium dari

tulang.

5. Meningkatkan kemandirian.

Meningkatkan arga diri, dan

membantu proses perbaikan.

1. Mencegah kontaminasi silang :

menurunkan risiko infeksi

2. Mencegah agar luka tidak

terinfeksi lebih.

3. Indikator sepsis sering terjadi

(31)

3.

4. Observasi luka bakar,

perhatikan perubahan

luka.

1. Tinngkatkan periode

tidur tanpa gangguan.

2. Melakukan tinndakan

manajemen nyeri.

3. Lakukan penggantian

balutan dan

debridemen setelah

pasien diberi obat.

4. Dorong ekspresi

perasaan tentang

nyeri.

5. Kolaborasikan dalam

pemberian analgetik

4. Mengetahui perkembangan

penyembuhan luka.

1. Kekurangan tidur dapat

miningkatkan nyeri /

kemampuan koping menurun

2. Meringankan atau mengurangi

nyeri sampai pada tingkat

kenyamanan yang dapat di

terima oleh pasien.

3. Menurunkan terjadinya

distress fisik dan emosi

sehubungan dengan

penggantian baluutan dan

debridement

4. Pernyataan memungkinkan

pengungkapan emosidan dapat

meningkatkan mekanisme

koping.

5. Untuk menghilangkan/

(32)

5. Pelaksanaan Keperawatan

Hari/

Tanggal No.

Dx Implementasi keperawatan

Evaluasi

- Mempertahankan posisi tubuh

tepat khususnya untuk luka

bakar di atas sendi

- Mendorong parstisipasi pada

dalam semua aktivitas sesuai

kemampuan

- Mendorong dukungan dan

bantuan keluarga pada latihan

rentang gerak Aktif atau pun

Pasif

- Mengajarkan dan mengingatkan

pentingnya cuci tangan

- Melakukan tekhnik steril dalam

perawatan luka

- Melakukan vital sign:

TD : 120 / 70 mmHg

HR : 86kali / menit

RR :24 kali / menit

TEMP : 37,60C

- Mengkaji luka, apakah ada

tanda-tanda infeksi

S: Klien mengatakan

masih nyeri bila

dilakukan pergerakan

O : klien terlihat tidur

terlentang dan semua

kebutuhan dibantu

oleh keluarga dan

perawat

P : intervensi dilanjutkan

- Kaji kemampuan

mobilitas fisik

S: klien mengatakan

merasa nyeri dengan skala

6-8

O: luas luka bakar 27%

dan luka masih tampak

kemerahan

A: masalah belum teratasi

P: rencana tindakan

dilanjutkan

- Observasi

(33)

3. - Mengkaji skala nyeri 4-6

- Merubah posisi semi fowler

- Mengajarkan tekhnik nafas

dalam

S: klien mengatakan nyeri

pada daerah luka dan jika

dilakukan pergerakan

O: klien tampak meringis

dengan skala nyeri 4-6,

A: masalah belum teratasi

sebagian

P: rencana tindakan

dilanjutkan

- Lakukan ROM pasif

aktif

Selasa/03

Juni

2014

1. - Mempertahankan posisi tubuh

tepat khususnya untuk luka

bakar di atas sendi

- Melakukan latihan rentang gerak

secara konsisten di awali dengan

pasif kemudian aktif .

- Mendorong dukungan dan

bantuan keluarga pada latihan

rentang gerak

S: Klien mengatakan

nyeri sudah

berkurang dan sudah

mulai melakukan

pergerakan sedikit

demi sedikit

O : klien terlihat tidur

terlentang dan semua

kebutuhan dibantu

oleh keluarga dan

perawat

A : Masalah belum

teratasi

- Klien mengatakan

bahwa nyeri sudah

mulai berkurang

P : intervensi dilanjutkan

- Lakukan latihan

(34)

2.

3.

- Mengajarkan dan mengingatkan

pentingnya cuci tangan

- Melakukan tekhnik steril dalam

perawatan luka

- Melakukan vital sign:

TD : 120 / 90 mmHg

HR : 82 kali / menit

RR : 22 kali / menit

TEMP : 360C

- Mengkaji luka, apakah ada

tanda-tanda infeksi

- Mengkaji skala nyeri 4-6

- Mengukur vital sign :

TD : 120 / 90 mmHg

HR : 82 kali / menit

RR : 22 kali / menit

TEMP : 360C

- Merubah posisi semi fowler

- Mengajarkan tekhnik nafas

dalam

- Melakukan kolaborasi dalam

pemberian analgetik :

injeksi ketorolac 30mg/8 jam

ranitidine 50mg/12 jam

ceftriaxone 1gr/12 jam

S: klien mengatakan

merasa nyeri dengan skala

4-6

O: luas luka bakar 27%

dan luka masih tampak

kemerahan

A: masalah belum teratasi

P: rencana tindakan

dilanjutkan

- Observasi

perkembangan luka

S: klien mengatakan

nyeri pada daerah luka

dan jika dilakukan

pergerakan

O: klien tampak

meringis dengan skala

nyeri 4-6,

A: masalah belum

teratasi sebagian

P: rencana tindakan

dilanjutkan

- Lakukan ROM pasif

aktif

- Lanjutkan terapi

(35)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. I dengan gangguan kebutuhan

dasar Imobilisasi dengan melakukan pembahasan kesenjangan antara teoritis dengan

kasus, maka pada kesempatan ini penulis menarik beberapa kesimpulan dan

memberikan beberapa saran sesuai dengan penerapan proses keperawatan yang penulis

lakukan pada klien sebagai berikut:

3.1 Kesimpulan

1. Pada tahap pengkajian data yang ditemukan pada klien Tn.I dengan gangguan

kebutuhan dasar Imobilisasi, klien mengatakan nyeri di daerah luka bakar, klien

terlihat gelisah, klien meringis kesakitan, TD 110/70, temp 37,50c, HR 84 x/menit, RR 20 x/menit, klien mengatakan sulit melakukan aktivitas dan apabila

melakukan aktivitas tangannya terasa nyeri dan kakinya terasa panas, kebas, dan

berdenyut, klien tampak gelisah, klien tampak cemas.

2. Setiap masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn.I dibuat suatu

perencanaan untuk memecahkan masalah yang disusun sesuai dengan

perencanaan dan prioritas masalah serta dengan sarana dan fasilitas yang

tersedia dirumah sakit.

3. Implementasi yang dilakukan penulis pada Tn.I sesuai dengan rencana tindakan

yang sudah disusun sebelumnya dan disesuaikan dengan sarana dan fasilitas

yang ada dirumah sakit.

3.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis simpulkan adalah sebagai berikut :

1. Bagi rumah sakit

Diharapkan lebih mengutamakan dan menjaga kesterilan alat serta lebih

mengutamakan kepentingan pribadi.

2. Bagi Perawat

a. Pada saat melakukan pengkajian pada klien, perawat berperan aktif,

menanyakan kepada klien tentang apa yang dirasakan klien dan keluarga

selama menderita penyakit ini agar perawat menegakkan diagnosa

keperawatan yang aktif.

b. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan hendaknya diberitahukan kepada

(36)

c. Dalam merencanakan pemecahan masalah hendaknya klien dan keluarga di

ikutsertakan, sehingga terjalin kerja sama yang baik untuk mempermudah

pemecahan masalah

d. Diharapkan kepada perawat memberikan healths education, kepada klien

dan keluarga agar rutin minum obat secara teratur, dosis tepat, waktu tepat

dan kepada keluarga mengawasi pemakaian obat selama 3 bulan untuk

mencegah kekambuhan (infeksi sekunder), mengurangi aktivitas dan

menganjurkan pada klien untuk cukup istirahat.

e. Menilai tingkat kebersihan terhadap pemecahan masalah, diharapkan

kepada perawat untuk melakukan implementasi yang jelas direncakan sesuai

dengan prioritas masalah kesehatan klien, untuk mencapai hasil yang

maksimal sehingga masalah teratasi

3. Bagi klien dan keluarga

a. Perlu memperhatikan pola istirahat tidur klien agar klien dapat tidur dengan

tenang dan jam istirihat tidur klien terpenuhi,

b. Dan disaran untuk membatasi aktivitas yang akan mengganggu keadaan

luka, istirahat cukup sering yang dapat menghilangkan rasa nyeri.

Bagi pihak keluarga pasien disarankan bila ada terjadi kecelakaan luka bakar

segera di bawa kerumah sakit atau dokter-dokter terdekat untuk menghindari

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9, Jakarta: EGC.

Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Mubarak, W. I. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Cetakan pertama,

Jakarta: EGC.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2006). Buku Ajar : Fundamental Keperawatan Konsep,

Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.

Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar : Fundamental Keperawatan Konsep,

Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S.C. (2001). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta :

EGC.

Wilkonson, J.M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC.

(38)

Lampiran

CATATAN PERKEMBANGAN

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No.

Dx

Hari /

Tanggal pukul Tindakan keperawatan Evaluasi 1. Senin

- Mengatur posisi ½ duduk dengan

kedua tangan di atas bantal yang

berada diperut

- Mengobservasi gerakan kedua

tangan

- Melakukan latihan rentang gerak di

awali dengan pasif sesuai toleransi

- Mengukur tanda-tanda vital

TD : 120/70 mmHg

- Lakukan latihan

(39)

2. 18.00

18.30

18.45

19.00

- Melibatkan keluarga untuk

mengetahui cara membantu

perawatan klien

- Mengajarkan dan mengingatkan

pentingnya cuci tangan

- Melakukan tekhnik steril dalam

perawatan luka

- Mengkaji luka, apakah ada

tanda-tanda infeksi

S:Klien

mengatakan nyeri,

kebas pada derah

luka

O:Luas luka bakar

27 % luka pada

kaki kiri tampak

merah dan kotor

A:Masalah belum

teratasi

- klien masi

merasa nyeri

dan kebas pada

daerah luka dan

(40)

3

.

19.25

19.30

- Mengkaji tingkat nyeri, skala nyeri 4-6

- Memberikan tehnik relaksasi

- Memberi injeksi ketorolac 1 amp /8 jam dan injeksi ranitidine 1 amp/8 jam

S:Klien

mengatakan

sakit pada

daerah luka

bakar dan

amputasi

O:Klien tampak

meringis

kesakitan, skala

nyeri 4-6

(sedang)

A:Masalah belum

teratasi

- Klien

mengatkan

masih terasa

nyeri

P:Rencana

tindakan

dilanjutkan

- kaji tingkat

nyeri

- Berikan tehnik

relaksasi

- Pantau vital

sign

- Pantau masukan

(41)

1. selasa/

- Mengkaji kemampuan mobilitas

fisik

- Mengubah posisi tidur , tidur

terlentang bahu diganjal 1 bantal

- Membantu mengelap pasien dengan

menggunakan air hangat

- Membantu memberi diet MB habis

1 porsi

- Lakukan latihan

(42)

2 18.45

19.00

19.25 20.00

- Mengkaji skala nyeri 4-6

- Mengukur vital sign :

TD : 120 / 90 mmHg

HR : 82 kali / menit

RR : 22 kali / menit

TEMP : 360C

- Merubah posisi semi fowler

- Mengajarkan tekhnik nafas dalam

- Melakukan injeksi ketorolac

30mg/8 jam

S:Klien

mengatakan

nyeri sedikit

berkurang

- Berikan tehnik

relaksasi

- Pantau vital

sign

- Pantau masukan

Referensi

Dokumen terkait

Bourne, Pathogenesis of acy- clovir-resistant herpes simplex type 2 isolates in animal models of genital herpes: models for antiviral evalua- tions 47 , 159.. Bernstein, D.I.,

Jika jumlah ini lebih rendah dari nilai wajar aset bersih entitas yang diakuisisi, dan pengukuran atas seluruh jumlah tersebut telah ditelaah, dalam kasus pembelian dengan

Interesting path and interesting spatio-temporal region discovery are important filtering steps in many domains such as earth and atmospheric sciences, GIS, public safety, public

Saham-saham yang ditawarkan dalam Penawaran Umum ini, direncanakan akan dicatatkan di BEI sesuai dengan Perjanjian Pendahuluan Pencatatan Efek yang telah dibuat

II.1 Evaluasi Pelaksanaan Renja SKPD Tahun Lalu dan Capaian Renstra SKPD ……… 7.. 2.2 Analisis Kinerja Pelayanan SKPD

In first approach, researchers were used Sketch based modeling, second method is Procedural grammar based modeling, third approach is Close range photogrammetry

Dalam rangka itu, Pemerintah Kecamatan Bantimurung telah menetapkan Rencana Kerja Tahun 2016 yang ingin mewujudkan tata pemerintahan yang baik dalam

From a practical point of view even in this, higher altitude, case study, some operational difficulties arose: in particular, the presence of high buildings (up to 35 m) and