• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN FARASA DALAM KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 TANGERANG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN FARASA DALAM KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 TANGERANG SELATAN"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN FRASA DALAM KARANGAN NARASI PADA

SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Hadiyati Wulan Dani

1111013000040

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PENGGUNAAN FRASA DALAM KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI4 TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana pendidikan (s.pd.)

pada Fakultas Iimu Tarbiyah dan Keguruan uIN Syarif Hidayatuilah

Oleh:

Hadivati Wulan Dani

NIM. 1111013000040

Di bawah bimbingan,

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2075

(3)

Kelas

X

SMA Negeri

4

Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2014-2015" disusun oleh Hadiyati Wulan Dani, Nomor Induk Mahasiswa 1111013000040, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah

pada, 15 Oktober 20i5 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak

memperoleh gelar sarjana SI (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia.

I

"akarta, 29 Oktober 20 1 5 Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panita (Ketua Jurusan/Prodi)

Makyun Subuki, M.Hum. NIP. 19800305 200901 1 01s Sekretaris Jurusan

Dona Aji Karunia Putra, M.A.

NrP. 19840409201101 1 015

Tanda Tangan T

o

3

anggal

/ lts

Ito,t

go/to

/aors

Penguji I

Dra: Mahmudah FitriyahZA,

M.Pd. o /

t

-NIp. 196402121gg703 2

001

a/to/il/r

Penguji II

Dr. Nuryani, MA.

NrP. 19820628 200912 2 003

n:/'oNl

,.", .

.

. \ Dekafr Fakultas
(4)

Alamat

:Jl.

Karang Tengah Rt.007 Rw.008 No.27 Kelurahan Rorotan

Kecamatan Cilincing Jakarta Utaru 14140.

MBNYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Penggunaan Frasa dalam

*u.urgu,

Narasi pada

Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2014-2015

adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama

NIM Jurusan

Nama Pembimbing NIP

Jurusan Program Studi

: Hadiyati Wulan Dam

:11110i30000040

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

:Makyun Subuki, M.Hum.

: 19800305 200901 1 015

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsenkuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil

karya sendiri.

I akarta, 8 September 201 5

Hadiyati Wulan Dani

(5)

i

ABSTRAK

Hadiyati Wulan Dani. Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi pada Siswa

Kelas X SMA Negeri 4 Tangerang Selatan. Skripsi, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang penggunakan frasa (eksosentris dan endosentris) dalam karangan narasi pada siswa kelas X SMA Negeri 4 Tangerang Selatan. Metode penelitian ini adalah metode desktiptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah karangan narasi siswa kelas X SMA Negeri 4 Tangerang Selatan sebanyak 25 karangan. Data dalam penelitian ini adalah penggunaan frasa, baik frasa eksosentris maupun frasa endosentris. Teknik analisis penelitian ini menggunakan teknik studi dokumentasi, dilakukan dengan memberikan tugas mengarang narasi berdasarkan judul yang telah ditentukan, memeriksa karangan, menganalisis penggunaan frasa, dan menghitung jumlah penggunaan frasa. Instrumen penelitian ini adalah seperangkat teori dengan dibantu oleh tabel kerja.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan frasa dalam karangan

narasi siswa kelas X SMA Negeri 4 Tangerang Selatan sebanyak 738 frasa dari 25 karangan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mampu menggunakan frasa dalam karanganya dengan baik. Frasa endosentris lebih banyak digunakan oleh siswa dibandingkan frasa eksosentris. Frasa endosentris sebanyak 443, sedangkan frasa eksosentris sebanyak 295. Ini berarti frasa endosentris banyak digunakan oleh siswa dalam menggunakan ide atau gagasannya, karena frasa ini dalam kalimat menduduki semua fungsi (subjek, predikat, objek, maupun keterangan) maka peluang frasa ini sangat besar pada setiap kalimat dalam karangan, sedangkan frasa eksosentris dalam kalimat hanya menduduki fungsi keterangan atau preposisi. Oleh sebab itu, munculnya frasa ini pada setiap kalimat dalam karangan belum tentu ada.

(6)

ii

ABSTRACT

Hadiyati Wulan Dani.The use of the Phrase in a Narrative Essay on Grade X

SMA Negeri 4 South Tangerang. Thesis,Department of Education language and

literature Indonesia, Faculty of Tarbiyah and Teaching, the Islamic State

University Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2015.

This research aims toobtain information about the use of (the eksosentris

and endosentris phrase) in the bouquet narrative in students of class X SMA

Negeri 4 South Tangerang. This research Method is the method desktiptif

qualitative. This data source is narrative essay research studentsof class X SMA

Negeri 4 South Tangerang as many as 25 wreath. The data in this studywas the

use of the phrase, either the phrase or phrases eksosentris endosentris. Analytical techniques this research uses techniques of study documentation, performed by giving the task of composing a narrative based on the title, check out the essay, analyze the use of the phrase, and count the number of uses of the phrase. This is a set of research instruments theory assisted by the working table.

The results of this study indicate that the use of the phrase in a narrative essay grade X SMA Negeri 4 South Tangerang 738 phrases from as many as 25 wreath. This shows that students are able to use the phrase in their essay properly. The endosentris phrase is used more by the students compared the phrase eksosentris. The endosentris phrase as much as 443, while as many as 295

eksosentris phrases.This means the endosentris phrase is widely used by students

in using the concept or the idea,because this phrase in the sentence occupies all the functions (subject, predicate, object, or explanation) then the chances of the phrase is very big on every sentence in the essay, while the eksosentris phrase in a sentence just to occupy the function of the explanation or a preposition. Therefore, the appearance of this phrase in every sentence in the essay is not necessarily there.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis sanjungkan ke hadirat Allah SWT. Karena beliau

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi

pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Tangerang Selatan Tahun Pelajaran

2014/2015.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd). Selain itu, juga untuk melatih keterampilan menulis

penulis.

Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini juga karena bantuan dan

dorongan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

mempermudah penyelesaian skripsi ini.

2. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia dan dosen pembimbing yang telah sabar, teliti,

dan meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingannya

kepada penulis, serta melancarkan penyelesaikan skripsi ini.

3. Segenap dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang juga

memberikan masukan berharga bagi penulis.

4. Seluruh dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan serta

bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

5. Suhermin, S.Pd., M.Si., selaku kepala SMA Negeri 4 Tangerang

Selatan yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di

sekolah binaannya.

6. Dra. Halimah Sa‟diah, selaku guru mata pelajaran bahasa Indonesia,

(8)

iv

Tangerang Selatan yang telah memberikan arahan, informasi, dan

membantu penulis melakukan dan menyelesaikan penelitian di

sekolahnya.

7. Teristimewa untuk Ibunda Hj. Yayah Khoiriyah, yang tiada hentinya

berdoa kepada Allah SWT dan memberikan dukungan materil, moril,

dan semangat sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu.

8. Adik-adikku Aisyatu Ridha dan Muhammad Tajlis Syarif,

tante-tanteku Linda Maftuha, Wardatul Fadliyah, dan Lulu Alfiyah, serta

nenek dan kakekku yang selalu mendoakan dan memotifasiku.

9. Para sahabatku Hanifah, Farhana, Lulu, Mughits, Sudarkashy,

Noviana, Sona, Sari, dan Hardiyani, terima kasih karena kalian selalu

memberikan motivasi, saran, dan masukan untuk menyelesaikan

skripsi ini.

10.Teman-Teman di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

bersama-sama berjuang demi meraih cita-cita yang kita banggakan.

Tanpa kalian hambar rasanya perjuangan ini.

11.Semua orang yang berjasa dalam pembuatan skripsi ini terlebih bagi

yang teristimewa dan yang tak bisa disebutkan satu persatu. Hal

sekecil yang kalian bertikan kepadaku. Semoga Allah membalasnya

dengan berlipat-lipat.

Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Namun, Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum

sempurna, karena pengetahuan penulis belum seberapa. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 8 September 2015

(9)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Frasa ... 5

B. Jenis-jenis Frasa ... 8

C. Hakikat Karangan ... 13

D. Karangan Narasi ... 16

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

B. Metode Penelitian ... 21

C. Data dan Sumber Data ... 23

D. Teknik Pengumpulan dan Pengelolahan Data ... 23

E. Instrumen Penelitian ... 25

(10)

vi

BAB IVHASIL PENELITIAN

A. Profil Sekolah ... 27

B. Deskripsi Data ... 29

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75

D. Keterbatasan Penelitian ... 83

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 84

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (1) ... 30

Tabel 2 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (2) ... 32

Tabel 3 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (3) ... 34

Tabel 4 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (4) ... 36

Tabel 5 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (5) ... 37

Tabel 6 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (6) ... 39

Tabel 7 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (7) ... 41

Tabel 8 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (8) ... 42

Tabel 9 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (9) ... 44

Tabel 10 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (10) ... 45

Tabel 11 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (11) ... 47

Tabel 12 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (12) ... 49

Tabel 13 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (13) ... 51

Tabel 14 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (14) ... 52

Tabel 15 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (15) ... 55

Tabel 16 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (16) ... 56

Tabel 17 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (17) ... 58

Tabel 18 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (18) ... 61

Tabel 19 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (19) ... 63

Tabel 20 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (20) ... 64

Tabel 21 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (21) ... 66

Tabel 22 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (22) ... 68

Tabel 23 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (23) ... 70

Tabel 24 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (24) ... 72

Tabel 25 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (25) ... 73

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Karangan Narasi Siswa

Lampiran 2 : Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 4 : Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah

Lampiran 5 : Lembar Uji Referensi

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran bahasa Indonesia di Indonesia difokuskan ke dalam empat

keterampilan, yaitu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keterampilan

berbicara dan keterampilan menulis termasuk dalam keterampilan produktif.

Keterampilan menulis dianggap sebagai keterampilan berbahasa yang paling sulit.

Hal ini disebabkan keterampilan menulis dianggap sebagai keterampilan

mendengarkan, berbicara, dan membaca. Selain itu, dalam keterampilan menulis

juga harus menguasai keterampilan menyusun gagasan atau ide yang akan

disampaikan kepada pembaca dengan menggunakan kata-kata dalam susunan

yang tepat berdasarkan penggunaan kata, pemilihan kata, dan struktur kalimat.

Keterampilan menyusun kata-kata dan kalimat membentuk kesatuan isi dalam

paragraf juga diperlukan dalam keterampilan menulis. Itulah sebabnya

keterampilan menulis merupakan kegiatan utama dalam pembelajaran bahasa di

sekolah. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam

mengajarkan keterampilan menulis di sekolah adalah karangan.

Karangan sebagai hasil proses berpikir dan bernalar, mungkin merupakan

proses bernalar induktif atau deduktif. Untuk memahami kedua proses ini siswa

masih mengalami kesulitan. Siswa belum mampu menggeneralisasi atau

menyatakan hubungan sebab akibat tentang yang ditulisnya sebagai proses

induktif. Begitu pula halnya dengan proses deduktif siswa pun belum bisa

memulai karangannya dengan pernyataan umum yang selanjutnya dikembangkan

dengan rincian-rincian yang bersifat khusus. Hal ini terjadi karena siswa sangat

kurang pengetahuan tentang tema yang ditulisnya.

Ketidakmampuan siswa dalam proses bernalar akan berpengaruh pada isi

karangannya. Karangan siswa kadang sulit dipahami, karena ceritanya sudah

(14)

Memadukan kalimat dengan kalimat dalam paragraf merupakan kendala

bagi siswa. Mereka tidak bisa membentuk paragraf yang dibangun oleh

kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan timbal-balik, sehingga kalimat-kalimat-kalimat-kalimat itu

bukan merupakan satu-kesatuan. Karangan siswa merupakan kumpulan

kalimat-kalimat yang masing-masing berdiri sendiri, di dalam kalimat-kalimat tersebut terbentuk

dari satuan-satuan kata yang dirangkaikan, dapat juga berwujud dua buah kata

atau lebih yang merupakan satu-kesatuan. Penggabungan dua buah kata atau lebih

yang menjadi satu-kesatuan dan tidak memiliki unsur predikatif disebut frasa.

Penggabungan tersebut untuk menampung konsep makna yang lebih khas atau

lebih tertentu yang tidak dapat diwujudkan dengan sebuah kata. Istilah frasa

digunakan sebagai satuan sintaksis yang satu tingkat berada di bawah klausa, atau

satu tingkat berada di atas satuan kata. Karena frasa itu mengisi salah satu fungsi

sintaksis, maka salah satu unsur frasa itu tidak dapat dipindahkan secara

kesuluhan sebagai satu-kesatuan. Frasa berperan penting untuk memperkaya

kosakata sebuah kalimat. Pemilihan frasa dalam sebuah kalimat dapat

memperjelas kata secara spesifik dan memperkecil ruang lingkup makna yang

muncul. Frasa yang memiliki sifat nonpredikatif dapat membantu memperjelas

maksud penyampaian cerita.

Dalam pembelajaran bahasa di SMA, frasa menjadi bagian penting dalam

peningkatan kemampuan berbahasa, karena frasa sebagai salah satu satuan

sintaksis yang memberikan dasar tentang pemahaman seluk beluk kalimat. Hanya

saja, menurut pengamatan penulis, pembelajaran frasa di sekolah belum

mendapatkan porsi yang cukup. Beberapa siswa masih belum mengetahui

pengertian frasa dan jenis-jenis frasa. Buku teks pegangan siswa memuat meteri

frasa yang sangat terbatas dan bersifat umum. Pengenalan jenis frasa yang

disajikan buku teks baru berkisar pada frasa endosentris dan frasa eksosentris

secara global. Oleh sebab itu frasa perlu diajarkan dengan benar agar siswa dapat

membuat kalimat yang benar pula atau kalimat yang efektif. Juga, perlu

memperoleh informasi untuk mengetahui tentang penggunaan frasa dalam

(15)

karena siswa lebih banyak mengetahui dan menggunakan kedua jenis frasa

tersebut.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik menganalisis penggunaan frasa

dalam karangan siswa sehingga dapat memperoleh data sampai sejauh mana siswa

menggunakan jenis frasa endosentris dan frasa eksosentris dalam karangannya.

Penulis memilih frasa sebagai bahan penelitian karena mengingat begitu

pentingnya penggunaan frasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah

untuk mendukung gagasan atau ide yang ingin diungkapkan oleh penulis dalam

menulis sebuah karangan. Selain itu, penggunaan frasa yang tepat dapat

memudahkan pembaca memahami sebuh kalimat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

akan mengidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Ketidakmampuan siswa dalam proses bernalar akan berpengaruh pada

isi karangannya.

2. Kurangnya pengetahuan siswa tentang pengertian dan jenis-jenis frasa.

3. Secara keseluruhan, siswa hanya mengetahui frasa endosentris dan

frasa eksosentris di sekolah.

4. Kurangnya kemampuan siswa dalam menggunakan frasa pada

karanganya.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu luas, maka permasalahan

harus dibatasi. Penulis hanya akan membahas mengenai penggunaan frasa dalam

kalimat pada karangan narasi siswa, khususnya frasa endosentris dan frasa

eksosentris. Unit analisis penelitian ini adalah siswa kelas X semester genap tahun

(16)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah penelitian ini adalah

“Bagaimana Penggunaan frasa (endosentris dan eksosentris) pada karangan narasi

siswa kelas X SMA Negeri 4 Tangerang Selatan?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa kelas X

SMA Negeri 4 Tangerang Selatan dalam menggunakan frasa (eksosentris dan

endosentris) pada karangan narasi, dari informasi tersebut diharapkan hasil

penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi gambaran bagi peneliti, guru, dan

siswa:

1. manfaat bagi peneliti sebagai uji coba dan menambah wawasan tentang

penggunaan frasa sebagai dasar dalam meneliti lebih lanjut dan

mengaplikasikannya ke dalam pembelajaran menulis;

2. manfaat bagi guru bahasa Indonesia untuk menerapkan cara-cara

pembentukan frasa dalam kalimat atau karangan siswa, sehingga prestasi

belajar siswa meningkat;

3. manfaat bagi calon-calon guru bahasa Indonesia, agar dapat menerapkan

penggunaan frasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia;

4. manfaat bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat memahami cara

pembentukan frasa dan dapat menggunakan frasa dengan baik dan benar,

sehingga frasa dalam karangan tersebut mempunyai konsep makna yang

(17)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Frasa

Berkomunikasi secara lisan, pembicara harus mahir mengintonasikan

kalimat dengan tepat agar yang dimaksud mencapai sasarannya. Begitu pula

berkomunikasi secara tertulis, penguasaan satuan bentuk kata, akan menghasilkan

penggunaan kata dan mofrem yang tepat. Penguasaan sintaksis yang

membicarakan tentang wacana, kalimat, klausa, dan frasa harus mahir pula agar

menghasilkan kalimat yang efektif dan logis.

Dalam bahasa Indonesia, istilah frasa diserap dari kata phrase. Istilah frasa

kadang-kadang disebut pula dengan frase. Menurut Blomfield dalam Heny Sulistyowati konsep frasa “A free which consistsentirely of two or more less free

forms, … is a phrase. Bentuk bebas yang tetap terdiri dari atas dua atau lebih

adalah frasa.1 Hal ini sejalan dengan Ramlan bahwa frasa adalah satuan gramatik

yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi unsur

klausa.2

Menurut J.D. Parera, Frasa adalah suatu konstruksi yang dapat dibentuk

oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun

tidak.3 Frasa merupakan satuan sintaksis yang paling kecil, biasanya dibangun

oleh konstruksi yang lebih dari dua kata, namun dalam satu kesatuan gabungan

dua kata atau lebih itulah yang menjadi unsur pembentuk frasa dalam bahasa

Indonesia.

Dua kata atau lebih yang membentuk frasa masing-masing kata

mempertahankan makna kata dasarnya, sementara gabungan kedua kata tersebut

menunjukkan relasi tertentu. “Frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria

1

Heny Sulistyowati, Mengenal Struktur Atribut Frasa, (Malang: Madani, 2012), h. 11.

2

M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia, Sintaksis, (Yogyakarta: Karyono, 1985), h. 138.

3

(18)

berikut, yakni hubungan unsur dalam struktur dan jenis kata yang menjadi unsur intinya”.4

Chaer memberikan batasan tentang frasa adalah satuan gramatikal yang

berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau gabungan kata yang

mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.5 Dari batasan itu tentu frasa

terdiri atas dua kata atau lebih. Dan konstruksi nonpredikatif, artinya hubungan

antara unsur yang membentuk frasa itu tidak berstruktur subjek, predikat atau

objek. Sementara itu menurut Kentjono frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri

atas dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan yang pada

umumnya menjadi pembentuk klausa.6

Menurut Verhaar frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian

fungsional dari tutran yang lebih panjang.7 Frasa adalah fungsional artinya

menyatakan bahwa bagian berfungsi sebagai konstitusi di dalam konstituen yang

lebih panjang, misalnya dapat dilihat pada kalimat berikut:

- Secara lebih mendalam kita akan membahas kemampuan menilai

prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran yang lebih baik.

Frasa secara lebih mendalam adalah konstitusi keterangan yang

memodifikasi verba membahas. Sebaliknya kata mendalam kita atau pengajaran

yang, tidak merupakan frasa karena tidak menyatakan fungsional di dalam

konstituen yang lebih panjang.

Satuan gramatik seperti rumah sakit, kolom renang, dan lomba tari bukan

frasa, melainkan kata majemuk. Ciri-ciri kata mejemuk, yaitu salah satu atau

semua unsurnya berupa pokok kata dan unsur-unsurnya tidak dapat dipisahkan.8

Satuan rumah sakit terdiri dari dua unsur yang berupa kata, yaitu kata rumah dan

4

Abdul Muis Ba‟dulu dan Herman, Morfosintaksis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 58.

5

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), cet. 3, h. 222.

6

Djoko Kentjono, Dasar-dasar Linguistik umum, (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1984), h. 57.

7

J.W.M. Verhaar, Asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), cet. 7, h. 219.

8

(19)

sakit. Namun demikian, berdasarkan ciri bahwa unsur-unsurnya tidak dapat

dipisahkan atau tidak dapat diubah strukturnya, satuan itu tidak termasuk

golongan frasa, melainkan termasuk kata, yaitu kata majemuk.

Ciri-ciri frasa dalam Imam Baehaqie, yaitu sebagai berikut.9

1) Frasa merupakan satuan gramatikal (satuan bentuk yang bermakna)

yang dapat berdiri sendiri, yang berada pada tataran di atas kata dan

di bawah klausa.

2) Frasa pada umumnya terdiri atas dua kata atau lebih dari dua kata;

dalam hal ini unsur-unsur frasa berupa kata atau minimal salah

satunya berupa klitika dan bukan morfem-morfem terikat karena jika

salah satunya berupa morfem terikat, bisa termasuk dalam kelompok

kata berimbuhan atau kata mejemuk bukan frasa.

3) Frasa merupakan konstruksi nonpredikatif, artinya hubungan antar

unsur yang membentuk frasa tidak berstruktur subjek-redikat atau

berstruktur predikat-objek.

4) Ada kecendrungan urutan kata dalam frasa bersifat kaku, sehingga

apabila posisinya dipindah, frasa itu akan berpindah secaa utuh,

dengan uturan kata yang tetap.

5) Frasa dapat diperluas.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa frasa

adalah satuan gramatikal yang merupakan gabungam dua kata atau lebih yang

lebih kecil dari klausa, dan bagian fungsional sebagai pengisi salah satu fungsi

kalimat dengan tidak melebihi batas fungsinya dan bersifat non predikatif. Frasa

terbentuk dari dua kata atau lebih yang masing-masing kata mempertahankan

makna dasar katanya, sementara gabungan keduanya menunjukan relasi tertentu.

Kedudukan kata dalam suatu frasa dapat berbentuk setara, bertingkat atau terpadu.

9

(20)

B. Jenis-jenis Frasa

Frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria berikut: (1) distribusinya

(2) susunan unsur pembentuknya (3) maknanya dan (4) kategorinya. Bersadarkan

distribusinya, frasa dibedakan atas frasa endosentris dan frasa eksosentris.

Berdasarkan susunan unsur pembentuknya, frasa dibagi menjadi frasa tunggal dan

frasa majemuk. Dilihat dari segi maknanya, frasa dikelompokan menjadi frasa

lugas dan frasa idiomatis. Dan dipandang dari kategorinya, frasa dibedakan

menjadi sebelas, yaitu frasa nominal, frasa pronominal, frasa verbal, frasa

numeral, frasa adjektifal, frasa adverbial, frasa preposisional, frasa penunjuk, frasa

tannya.10 Berbeda dengan Ramlan, mengelompokkan frasa berdasarkan kategori

kata hanya empat golongan, yaitu frasa nominal, frasa verbal, frasa bilangan, dan

frase keterangan.11

Dalam penelitian ini, penulis hanya meneliti dan membahas tentang

penggunaan frasa berdasarkan distribusinya, yaitu frasa endosentris dan frasa

eksosentris.

1. Frasa Endosentris

Frasa endosentris adalah frasa yang salah satu unsurnya atau

komponennya memiliki prilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.

Artinya salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan

keseluruhannya.12 Menurut Ramlan, frasa endosentrik adalah frasa yang

mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun

salah satu dari unsurnya.13 Misalnya frase sedang membaca dalam kalimat Nenek

sedang membaca komik di kamar, komponen keduanya yaitu membaca dapat

menggantikan kedudukan frasa tersebut, sehingga menjadi kalimat Nenek

membaca komik di kamar. Contoh lain, frasa mahal sekali dalam kalimat Harga

10

Ibid., h. 25.

11

M. Ramlan, op. cit., h. 144. 12

Abdul Chaer,op. cit., h. 226.

13

(21)

buku itu mahal sekali, dapat digantikan oleh komponen pertamannya, yaitu

mahal, sehingga kalimatnya menjadi Harga buku itu mahal.

Frasa endosentris masih dapat dipilah-pilih menjadi tiga kategori, yaitu:

frasa endosentris koordinatif, frasa endosentris atributif, dan frasa endosentris

apositif.14 Hal ini tampak pada bagan:

a. Frasa Endosentris Koordinatif

Frasa ini terdiri dari unsur-unsur yang setara. Kesetaraannya itu dapat

dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata

penghubung dan atau atau. Imam Baehaqie menjelaskan lagi bahwa unsur-unsur

yang setara itu merupakan unsur-unsur utama atau unsur inti; jadi, tidak ada unsur

yang bukan inti.15 Contohnya:

- suami istri

- pembinaan dan pengembangan

- belajar atau bekerja

Henry Guntur Tarigan membagi frasa endosentris koordinatif menjadi

frasa koordinatif nominal, verbal, adjektival, dan adverbial.16

a) Frasa koordinatif nominal adalah gabungan dua atau lebih frasa yang

bertipe nominal. Contoh: Paman saya memelihara kerbau, sapi, dan

domba. Kakek dan nenek saya sudah berusia 80 tahun.

b) Frasa koordinatif verbal adalah gabungan dua atau lebih frasa atau kata

yang bertipe verba (kata kerja). Contoh: Para remaja itu bernyanyi dan

bernyanyi sampai pagi.

14

Ibid., h. 142.

15

Imam Baehaqie, op. cit., h. 32.

16

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Sintaksis, (Bandung: Penerbit ANGKASA, 2009), h. 102.

Frasa endosentris

(22)

c) Frasa koordinatif adjektival adalah gabungan dua atau lebih frasa atau kata

yang bertipe adjektif (kata sifat). Contoh: Gadis itu cantik, ramah, dan

sopan.

d) Frasa koordinatif adverbial adalah gabungan dua atau lebih frasa atau kata

yang bertipe adverbial (kata keterangan). Contoh: Saya berjalan

pelan-pelan dan diam-diam agar ayah tidak terbangun.

b. Frasa Endosentris Atributif

Berbeda dengan frasa endosentris koordinatif, frasa golongan ini terdiri

dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin

dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau. Menurut Heny Sulistiyowati

frasa endosentris atributif memiliki anggoata yang kedudukannya tidak sama

yakni ada anggota atau unsur yang menduduki inti dan ada anggota atau unsur

yang menduduki atribut atau penjelas.17 Contohnya:

- Pembangunan lima tahun

- Buku baru

- Orang itu

- Malam ini

- Sedang belajar

- Sangat bangga

- Pintu kayu jati

- Pedagang kaki lima

- Dosen sintaksis

- Bahasa Saya

Kata-kata atau unsur-unsur yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atas,

yaitu kata pembangunan, buku, orang, malam, belajar, pintu, pedagang, dosen,

dan bahasa merupakan unsur inti atau unsur pusat (UP), yaitu unsur yang secara

distribusional sama dengan seluruh frasa dan secara semantik merupakan unsur

yang terpenting, sedangkan unsur lainnya adalah merupakan atribut.

17

(23)

Ada juga frasa endosentris atributif klitikal yaitu frasa endosentris yang

unsur atributnya berupa klitik. Klitik adalah bentuk terikat yang secara fonologis

tidak mempunyai tekanan sendiri dan yang dapat dianggap morfem terikat karena

dapat mengisi gatra pada tingkat frasa atau klausa, tetapi tidak mempunyai

ciri-ciri kata karena tidak dapat berlaku sebagai bentuk bebas.18 Contoh-contoh frasa

endosentris atribut klitikal adalah sebagai berikut:

- majalahku

- tabloidmu

- artiklelnya

- kaubaca

c. Frasa Endosentris Apositif

Frasa ini memiliki sifat yang berbeda dengan frasa endosentris koordinatif

dan atributif. Dalam frasa endosentris yang koordinatif unsur-unsurnya dapat

dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau, dan dalam frasa endosentris

yang atributif unsur-unsurnya tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung

dan atau atau dan secara semantik ada unsur terpenting, yang lebih penting dari

unsur lainnya. Dalam frasa Ahmad, anak Pak Sastro unsur-unsurnya tidak dapat

dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau dan secara semantik unsur

yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Sastro, sama dengan unsur lainnya, yaitu

sama dengan unsur Ahmad. Karena sama, maka unsur anak Pak Sastro dapat

menggantikan unsur Ahmad:

- Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar

- Ahmad __ sedang belajar

- __anak Pak Sastro sedang belajar

Unsur Ahmad merupakan unsur pusat atau inti, sedangkan unsur anak Pak

Sastro merupakan aposisi (Ap). Menurut Kridalaksana dalam Imam Baehaqie

menjelaskan bahwa frasa endosentris yang apositif mempunyai unsur-unsur (1)

dihubungkan dengan konjungsi yang (2) hanya dirangkai oleh tanda koma, atau

18

(24)

(3) dipisahkan dengan tanda pisah (--) yang diikuti ungkapan pengukuhan atau

perbaikan/peralatan.19 Misalnya:

- Imielda yang ketua Hima Bahasa dan Sastra Indonesia

- Barik, adiku

- Jokowi, Presiden RI

- Goblok –eh maaf, bodoh

2. Frasa Eksosentris

Menurut Ramlan, frasa eksosentrik adalah frasa yang tidak mempunyai

distribusi yang sama dengan semua unsurnya.20 Berbeda dengan pendapat Alwi

dalam Heny Sulistyowati bahwa konstruksi eksosentris tidak mempunyai

konstituen inti karena tidak ada konstituen yang dapat mewakil seluruh konstruksi

itu.21 Frasa eksosentris mempunyai dua komponen. Komponen yang pertama

berupa perangkai dan perangkai itu berwujud preposisi partikel dan komponen

kedua berupa sumbu. Frasa yang berperangkai preposisi disebut frasa

preposisional atau frasa eksosentris direktif seperti di, ke, dari, oleh, sebagai, dan

untuk. Frasa yang berperangkai lain disebut frasa eksosentris nondirektif.22 Frasa

eksosentris nondirektif yang berperangkai lain yaitu berupa artikula, sedangkan

unsur sumbunya berupa kata atau kelompok kata yang berkategori nomina,

adjektiva, atau verba. Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina.

Dalam bahasa Indonesia ada beberapa kelompok artikula, yaitu (1) yang bersifat

gelar, seperti sang, sri, hang, dan dang (2) yang mengacu ke makna kelompok,

seperti para, kaum, dan umat, serta (3) yang menominalkan. Artikula jenis ini

dapat mengacu pada makna tunggal maupun generik, bergantung kepada konteks

kalimatnya. Contoh artikula jenis ini adalah si dan yang.23

Adapun contoh frasa eksosentris direktif adalah sebagai berikut:

19

Ibid., h. 33 20

M. Ramlan, op. cit., h. 142.

21

Heny Sulistyowati, op. cit., h. 19. 22

E. Zaenal Arifin dan Junaiyah, Sintaksis, (Jakarta: PT. Grasindo, anggota IKapi, 2008), h.19.

23

(25)

- Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan

*dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di-

*dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru - perpustakaan

- Lulu ingin bekerja sebagai dokter

*Lulu ingin bekerja sebagai –

*Lulu ingin bekerja –dokter

- Roti itu dimakan oleh Ajeng

Roti itu dimakan Ajeng

*Roti dimakan oleh –

- Ayah pergi ke sawah

*Ayah pergi ke-

*Ayah pergi – sawah

Contoh frasa eksosentris nondirektif:

- Sang suami sudah datang

- Para tamu sudah datang

- Si miskin perlu diperhatikan

- Kaum marginal perlu diperhatikan

- Umat Islam cinta kebersihan

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dalam bahasa Indonesia

konteks verbal tertentu dapat pengecualian berkaitan dengan penggunaan

preposisi oleh, yang tidak wajib hadir dalam kalimat pasif. Hal inilah yang

menyebabkan kontruksi frasa eksosentris berperangkai oleh menjadi unik.

C. Hakikat Karangan

Kita dapat menggunakan bahasa secara lisan maupun tulisan. Baik secara

lisan maupun tulisan diharapkan bahasa itu digunakan dengan terpilih dan

tersusun. Lamudin Finoza memberi batasan mengarang adalah pekerjaan

merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan dan atau mengulas topik

(26)

pengertian karangan adalah hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan

teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan.24 Bahasa merupakan alat

komunikasi yang memiliki prinsip-prinsip umum dari semua bentuk komunikasi.

Komunikasi dengan bahasa tulis berarti menghubungkan antara penulis dengan

pembaca. Dengan demikian segala pikiran, gagasan, dan perasaan penulis dapat

dituangkan melalui bahasa tulis. Jadi secara tidak langsung penulis menceritakan

segala perasaannya kepada pembaca.

Karangan menurut pendapat Widyamartaya adalah hasil dari suatu proses

kegiatan berfikir manusia yang hendak mengungkapkan kandungan jiwanya

kepada orang lain atau kepada diri sendiri dalam tulisan. Kegiatan mengarang ini

adalah suatu kegiatan manusiawi yang sadar dan berarah, mempunyai mekanika

yang perlu diperhatikan agar karangan berhasil baik.25 Karangan dihasilkan dari

penerapan aturan-aturan dan kaidah-kaidah tertentu dengan menarik informasi

yang didapat penulis, atau dengan mencari informasi dari ingatan yang kuat.

Karangan juga dihasilkan dari proses menyusun, mencatat, dan

mengkomunikasikan makna yang bersifat interaktif antara penulis dengan

pembaca.

Selanjutnya Marwoto menjelaskan, karangan merupakan media

komunikasi antara penulis dan pembaca. Penguasaan bahasa adalah modal utama

seorang pengarang atau penulis, fiksi maupun ilmiah. Seseorang dapat berbahasa

secara teratur, tertib, dan konsisten terhadap kaidah-kaidah kebahasaan yang

hidup dalam bahasa yang bersangkutan.26 Seorang dapat mempelajari teknik

dalam membuat kalimat-kalimat bukan hanya harus benar secara kaidah, tetapi

juga mengikat, jelas, tegas dan menarik. Dengan melatih dan mempraktikkan

secara terus-menerus, akan meluaskan gaya bahasanya. Semuanya itu merupakan

aktivitas yang dapat dikerjakan berdasarkan kaidah-kaidah bahasa, sehingga

penulis dapat menghasilkan karangan yang baik.

24

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Untuk Mahasiswa Non Jurusan

Bahasa), (Jakarta: Diksi Insan Media, 2005), h. 192.

25

A. Widyamartaya. Kreatif Mengarang, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1978), h. 9. 26

(27)

H. Guntur Tarigan menjekaskan bahwa, menulis merupakan keterampilan

berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis

merupakan kegiatan yang produktif dan ekspersif. Oleh karena itu harus dilatih

dan dipraktekkan yang banyak dan teratur.27 Yang paling penting bagi seorang

penulis adalah menguasai prinsip-prinsip menulis dan berfikir yang akan

membantunya dalam mencapai tujuan penulisannya, karena untuk menghasilkan

karangan yang terpadu adanya suatu peraturan dan penyusunan secara sistematis.

Peraturan penyusunan di sini maksudnya adalah proses pencarian dan peratuan

prinsip-prinsip sehingga penulis dapat mengorganisasikan gagasan sedemikian

rupa agar gagasan itu dimengerti dan dipercaya oleh pembaca.

Pendapat lain diungkapkan oleh Nurudin bahwa menulis adalah segenap

rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan

menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami.28

M. Yunus mengemukakan bahwa menulis merupakan bentuk komunikasi

berbahasa (verbal) yang menggunakan simbol-simbol tulis sebagai mediumnya.

Sebagai sebuah ragam komunikasi, menulis melibatkan empat unsur, yaitu penulis

sebagai penyampaian pesan, pesan atau suatu yang disampaikan penulis, saluran

atau medium berupa lambang-lambang bahasa tulis seperti huruf dan tanda baca,

serta pembaca sebagai penerima pesan.29

Keterampilan berkomunikasi dengan bahasa tulis yang baik dan benar

merupakan nilai materi yang sangat besar. Kekurangan atau ketidakterampilan

dalam menyatakan diri akan menjadi hambatan untuk mendukung pikiran,

maksud, keinginan, pengalaman, dan perasaan. Oleh sebab itu penulis hendaknya

dapat mengatur, menyusun, merangkai, dan menyampaikan bahan-bahannya

dengan cara yang logis. Semuanya itu merupakan materi pengetahuan dan

keterampilan yang sangat penting untuk dapat menghasilkan bentuk dan cara

27

Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Ketermpilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1994), h. 3.

28

Nurudin, Dasar-Dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), h. 4. 29

(28)

komunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, khususnya dalam

bahasa tulis.

Dari pendapat-pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa karangan

adalah keterampilan menggunakan bahasa secara tertulis untuk mengutamakan

segala pikiran, gagasan dan perasaan yang dikomunikasikan kepada orang lain.

Agar dapat menghasilkan bentuk dan cara berkomunikasi dengan bahasa

Indonesia yang baik dan benar, bahasa itu hendaknya tersusun berdasarkan

kaidah-kaidah kebahasaan.

D. Karangan Narasi

Karangan narasi (berasal dari Narration artinya bercerita) adalah suatu

bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan

tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang

berlangsung dalam suatu kesatuan waktu.30 Menurut Gorys Keraf, narasi

merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau

peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri

peristiwa itu. Dengan kata lain narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis

dalam suatu rangkaian waktu.31

Nurdin berpendapat bahwa melalui narasi seorang penulis memberi tahu

orang lain dengan sebuah cerita. Sebab, narasi sering diartikan juga dengan cerita.

Sebuah cerita adalah sebuah penulisan yang mempunyai karakter, setting, waktu,

masalah, mencoba untuk memecahkan masalah dan memberikan solusi dari

masalah itu. Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Namun

demikian, narasi yang ditulis juga bisa ditulis berdasarkan pengalaman pribadi

penulis, pengamaran atau wawancara. Narasi pada umumnya merupakan

himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian.

Dalam tulisan narasi, selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau

30

Lamuddin Finoza, op. cit., h. 202. 31

(29)

berbagai peristiwa yang diceritakan. Meskipun berdasarkan fakta, imajinasi

penulis dalam bercerita tetap terkesan kuat sekali.32

Dengan kata lain, narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan,

mengisahkan, merangkaikan, tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah

peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu

tertentu.

Menurut Lamuddin Finoza, karangan narasi memiliki dua macam sifat,

yaitu (1) narasi ekspositoris/narasi faktual, dan (2) narasi sugestif/narasi berplot.

Narasi yang hanya bertujuan untuk memberi informasi kepada pembaca agar

pengetahuannya bertambah luas disebut narasi ekspositoris, sedangkan narasi

yang mampu menimbulkan daya khayal pembaca, mampu menyampaikan makna

kepada pembaca melalui daya khayal, disebut narasi sugestif. Contoh narasi

sugestif adalah novel dan cerpen, sedangkan contoh narasi ekspositoris adalah

kisah perjalanan, autobiografi, kisah perampokan, dan cerita tentang pembuhunan,

dll.

Menurut Nurdin, narasi ekspositoris dibagi menjadi dua yakni bersifat

generalisai dan khusus, narasi ekspositoris bersifat generalisasi adalah narasi yang

menyampaikan satu proses umum dan dapat dilakukan oleh siapa saja dan dapat

dilakukan berulang-ulang. Kemahiran menjadi tujuan utama narasi sifat ini.

Misalnya adalah narasi yang menceritakan bagaimana membuat pisang goreng.

Narasi ini memberikan tahap-tahap pembuatan pisang goreng sampai menjadi

pisang goreng siap makan. Bukanlah semua orang bisa melakukannya asal

dilakukan sesuai petunjuk dan berulang-ulang dipraktikan? Sementara itu, narasi

bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang

khas, yang hanya terjadi satu kali saja. Peristiwa tersebut tentu saja tidak bisa

diulang-ulang, karena merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu

tertentu saja. Misalnya, pengalaman seseorang yang baru saja pergi ke luar negeri,

pengalaman nikah, pengalaman mempunyai anak pertama kali yang tidak

32

(30)

mungkin diulang karena dikisahkan dalam sebuah narasi yang bersifat khusus.

Masuk dalam kelompok ini adalah autobiografi dan biografi, anekdot dan insiden,

sketsa, dan profil.

Maka analisis penggnaan frasa dalam menulis karangan narasi ini berfokus

kepada narasi ekspositoris yang bersifat khusus, yaitu menceritakan pengalaman

pribadi para siswa. Dan analisisnya berfokus pada penggunaan frasa eksosentris

dan endosentris.

E. Hasil Penelitian yang Relevan

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah menelususri beberapa

hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang

penulis lakukan ini. Penelitian terdahulu akan dipaparkan sebagai berikut:

Abdul Razak Arsyad (2001) dengan penelitiannya “Analisis Penggunaan

Frasa dalam Kalimat pada Karangan Deskripsi Siswa Kelas III SLTP Negeri 27

Jakarta Timur dan Implikasinya dalam pembelajaran Bahasa di SLTP”. Penelitian

ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang penggunaan frasa dalam

kalimat pada karangan siswa kelas III SLTP Negeri 27 Jakarta Timur. Penelitian

ini dilaksanakan pada caturwulan kedua tahun pelajaran 1999/2000. Fokus

penelitian ini adalah penggunaan frasa dalam karangan siswa, sedangkan objek

penelitian ini adalah karangan siswa sebanyak 2 kelas atau 70 karangan. Metode

penelitian ini adalah deskriptif analisis isi. Instrumen penelitian ini adalah

seperangkat teori dengan dibantu tabel kerja. Teknik analisis data penelitian ini

dilakukan dengan cara pengumpulan karangan, memeriksa, menganalisis

penggunaan frasa dalam kalimat, menghitung jumlah atau frekuensi penggunaan

frasa dalam kalimat, dan melalukan interpretasi. Hasil penelitian ini menunjukan

bahwa dari 70 karangan terdapat 2061 penggunaan frasa, berdasarkan distribusi

dalam kalimat terdapat frasa endosentrik sebanyak 1922 (93,26%) dan frasa

eksosentris sebanyak 139 (6,78%). Hal ini berarti frasa endosentrik lebih banyak

(31)

berdasarkan ketegori frasa diperoleh penggunaan frasa nominal sebanyak 911

(44,20%), frasa verbal sebanyak 783 (37,99%), frasa depan sebanyak 133

(6,45%), frasa bilangan sebanyak 15 (0,73%), frasa keterangan sebanyak 125

(6,07%), dan frasa adjektival sebanyak 94 (4,56%). Ini berarti frasa nominal

banyak digunakan oleh siswa untuk mengungkapkan idea tau gagasannya.

Devi Budiani Mistitta Sari (2012) dengan penelitiannya “ Struktur, Makna, dan Fungsi Frase Eksosentris Direktif dalam Novel Negeri 5 Menara Karangan A.

Fuadi dan implikasinya bagi pembelajaran Menulis Bahasa Indonesia di SMA.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang struktur makna dan fungsi

frasa eksosentris direktif pada wacana novel tersebut. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pelaksanaan penelitian ini

dilakukan di semester genap tahun 2011/2012. Penelitian ini difokuskan pada

struktur, makna, dan fungsi frase eksosentris direktif dalam wacana novel Negeri

5 Menara. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dibantu dengan tabel

analisis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat frase eksosentris direktif

sebanyak 1280 data dalam novel Negeri 5 Menara yang dikaji berdasarkan pola

struktur dan maknanya. Hasil penelitian ini diimplikasikan ke dalam pembelajaran

kebahasan bagi siswa kelas X SMA yaitu pada pembelajaran menulis paragraph

naratif.

Lintang Akhlakulkharomah (2014) dengan penelitiannya “Penggunaan

Konjungsi dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas X di MA Darul Ma‟arif Jakarta

Tahun Pelajaran 2013/2014”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

penggunaan konjungsi dalam karangan deskripsi. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Setelah data terkumpul dari hasil

pengamatan, data dideskripsikan dalam bentuk tabel dan kata-kata. Objek penelitian ini adalah karangan deskripsi yang ditulis oleh siswa MA Darul Ma‟arif Jakarta Kelas X. Data yang diteliti sebanyak 10 karangan. Dari semua karangan

deskripsi yang dianalisis tersebut, dapat dikatakan bahwa konjungsi yang paling

banyak muncul yaitu konjungsi koordinatif yang menyatakan penjumlahan.

(32)

uturan ketiga adalah konjungsi subordinatif yang menunjukkan makna hubungan

sasaran atau tujuan. Konjungsi yang tidak digunakan adalah konjungsi koordinatif

yang menyatakan memilih, mempertentangkan, menegaskan, mengurutkan,

menyimpulkan, konjungsi subordinatif menyatakan syarat, akibat, tempat, dan

konjungsi korelatif.

Berdasarkan beberapa penelitian yang relevan yang penulis paparkan di

atas, maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul Penggunaan

Frasa dalam Karangan Narasi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Tangerang

Selatan. Peneliti berharap melalui penelitian ini setiap siswa yang menulis

karangan, khususnya karangan narasi dengan menggunakan frasa yang baik dan

benar atau tidak melakukan kesalahan sehingga menghasilkan karangan yang baik

dengan menggunakan kalimat yang efektif.

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekolah SMA Negeri 4 Tanggerang Selatan

yang terletak di jalan WR. Supratman Komp. Pertamina Pondok Ranji,

Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Pengambilan data

penelitian dilakukan di Sekolah tersebut, khususnya pada kelas X6 semester

genap tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini berlangsung sejak bulan

Desember tahun 2014 sampai bulan Agustus 2015.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan

menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan,

persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.1

Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1990) dalam Imam

Gunawan adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan berperilaku yang

dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh).2

Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke

dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari

suatu keutuhan.

Menurut Kirk dan Miller (1986) dalam Lexy J. Moleong mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. David Wiliam (1995) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 60.

2

(34)

menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Penulis buku penelitian kualitatif lainnya (Dezin dan Lincoln, 1987) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, para penulis masih tetap mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian. Metode yang biasanya dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan

dokumen.3

Menurut Anselm dan Juliet mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai

jenis penelitian yang temuan-temuanya tidak diperoleh melalui prosedur

statistik atau bentuk hitungan lainnya.4 Dipertegas lagi oleh Lexy J. Moleong

bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur

analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara

kuantifikasi lainnya. Jelas bahwa pengertian ini mempertentangkan penelitian

kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan

menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada

penelititan kualitatif.5 Jadi, peneliti tidak perlu mentransformasi data menjadi

angka untuk menghindari hilangnya informasi yang telah diperoleh.

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami tentang

masalah-masalah manusia dan sosial secara mendalam, dan memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Peneliti menginterpretasikan

bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan

bagaimana makna tersebut memengaruhi perilaku mereka. Penelitian

dilakukan dalam latar yang alamiah bukan hasil perlakuan atau manulipasi

variable yang dilibatkan.

3

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011),

h. 4-5. 4

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Tata langkah dan

Teknik-teknik Teoritisasi Data), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. 3, h, 4.

5

(35)

Penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif, artinya data dan hasil

analisisnya berbentuk deskripsi fenomena, tidak berupa angka-angka atau

koefisien tentang hubungan antar-variabel. “Deskripsi mengharuskan si

peneliti menggambarkan secara rinci dan mendalam, harus bisa membuat

orang yang membacanya seperti melihat peristiwa itu terjadi.”6

C. Data dan Sumber Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun

angka.7 Menurut Emzir data adalah bagian-bagian khusus yang membentuk

dasar-dasar analisis.8 Data dalam penelitian ini adalah karangan yang di

dalamnya terdapat Frasa, baik frasa eksosentris maupun frasa endosentris.

Menururt Lofland dan Lofland sumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain.9 Data lain yang dimaksud berupa sumber

tertulis, foto, dan data statistik. Pada penelitian ini sumber data yang peneliti

peroleh adalah sumber tertulis berupa karangan narasi siswa kelas X SMA

Negeri 4 Tangerang Selatan yang berjumlah 25 karangan dari 25 siswa.

D. Teknik Pengumpulan dan Pengelolahan Data

“Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.”10

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yang harus dilakukan

adalah teknik dokumentasi. Dokumentasi merupakan suatu teknik

6

Nusa Putra, Metode penelitian Kualitaitf pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h.71.

7

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2010), cet. 14, h. 161.

8

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), cet. 2, h. 64.

9

Lexy J. Moelong, op. cit., h. 157. 10

(36)

pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen,

baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. “Dokumen ialah setiap

bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena

adanya permintaan seorang penyidik.”11 Dokumen yang telah diperoleh

kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan kemudian

membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu, dan utuh. Kegunaan utama

dari dokumen adalah untuk memperoleh data siswa yang akan dijadikan

sasaran penelitian. Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi dan

dokumen resmi. Dalam penelitian ini sumber data tersebut berupa dokumen

pribadi yaitu berupa karangan. Menurut Lexy J. Moleong, “Dokumen Pribadi

adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan,

pengalaman, dan kepercayaannya. Maksud mengumpulkan dokumen pribadi

ialah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai

faktor di sekitar subjek penelitian. Jika guru atau peneliti meminta siswa atau

subjek untuk menuliskan pengalaman berkesan mereka, hal itu dipandang juga sebagai dokumen pribadi.”12

Pengelolahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan

dengan pengumpulan data. Dalam pengumpulan dan pengelolahan data

digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memberikan tugas kepada siswa kelas X SMA untuk membuat

karangan narasi dengan diberikan batasan tema yaitu „Liburan‟ dan „Pergi ke Taman Mini Indonesia Indah‟.

2. Data yang berjumlah 25 karangan disatukan.

3. Memberikan nomor pada karangan siswa satu persatu.

4. Memberikan nomor pada setiap kalimat-kalimat dalam setiap karangan

siswa.

5. Membaca, memeriksa, dan menggarisbawahi frasa yang digunakan

dalam karangan narasi.

6. Menganalisis penggunaan frasa dalam karangan.

11 Lexy J. Moleong,

op. cit., h. 216. 12

(37)

7. Menghitung jumlah penggunaan frasa dalam karangan.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini digunakan penulis untuk menganalisis data yaitu

dengan menggunakan tabel analisis sebagai berikut:

*No. Kalimat

Penggunaan Frasa

Eksosentris Endosentris

Koordinatif Atributif Apositif

Keterangan: No. adalah nomor kalimat dalam setiap karangan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bodgan & Biklen (1982) dalam Lexy J.

Moleong adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mensintetiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting yang dapat diceritakan kepada orang lain.13 Menurut Sugiyono,

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam

unit-unit, melakukan sintesa, meyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.14

Dapat disimpulkan bahwa analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis, data yang diperoleh dari wawancara, catatan

lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

13

Ibid., h. 248. 14

(38)

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa. Menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun

orang lain.

Setelah karangan siswa terkumpul, peneliti membaca, memahami dan

menganalisis data penggunaan frasa eksosentris dan frasa endosentris pada

tiap-tiap kalimat. Peneliti menguraikan secara rinci dan mendalam mengenai

temuan-temuan penggunaan frasa dalam karangan narasi setiap

masing-masing siswa, kemudian menjumlahkan penggunaan frase tersebut. “Langkah

melengkapi merupakan kegiatan menyempurnakan hasil analisis data dan

menyusun cara menyajikannya. Analisis data dimulai dengan menyusun

fakta-fakta hasil temuan lapangan. Kemudian penelitian membuat diagram-diagram,

tabel, gambar-gambar dan bentuk-bentuk pemaduan fakta lainnya, hasil

analisis data, diagram tabel, dll, dinterpretasikan, dikembangkan menjadi

proporsi dan prinsip-prinsip.”15

15

[image:38.595.122.512.214.632.2]
(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Profil Sekolah

1. Gambaran Sekolah

SMA Negeri 4 Kota Tangerang Selatan pada awalnya bernama SMA

Negeri 2 Ciputat, berlokasi di jalan WR. Supratman Komp. PERTAMINA

Pondok Ranji Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten 15412.

Luas tanah sekolah tersebut sekitar 8000 m2, sekolah tersebut dipimpin oleh

seorang kepala sekolah yang bernama Bapak Suhermin, beliau menjabat

sebagai kepala sekolah sejak tahun 2012.

Tenaga pendidik yang ada di sekolah tersebut berjumlah 74 orang.

Rata-rata dari mereka memiliki jenjang pendidikan S1. Jumlah peserta didik

Tahun pelajaran 2014-2015 seluruhnya berjumlah 1011 orang. Persebaran

jumlah peserta didik antar kelas merata. Sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangannya, SMAN 4 Tangerang Selatan pada tahun pelajaran

2014/2015 ini memiliki 28 rombongan belajar yang terdiri dari 9 rombongan

kelas XII yaitu 5 kelas jurusan IPA (1 kelas Inovasi dan 4 kelas reguler) dan 4

kelas jurusan IPS, 9 rombongan kelas XI yaitu 5 kelas jurusan IPA (1 kelas

Inovasi dan 4 kelas reguler) dan 4 kelas jurusan IPS, dan 10 rombongan kelas

X yaitu 1 kelas Inovasi dan 9 kelas reguler.

Kegiatan Belajar Mengajar pada sekolah tersebut pun harus memiliki

pedoman pengajaran, yaitu menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dengan berbagai mata pelajaran di antaranya; Pendidikan

Agama Islam, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Sosiologi, Ekonomi, Geografi,

Sejarah, Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, Bahasa Indonesia, Bahasa

(40)

2. Visi dan misi sekolah

Visi Sekolah:

“SMA Negeri 4 Kota Tangerang Selatan menguasai IPTEK, unggul,

religius, inovatif, demokratis, dan berwawasan lingkungan.”

Misi Sekolah:

1) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan.

2) Mengembangkan kemampuan penguasaan bahasa Inggris.

3) Menjunjung tinggi persamaan hak, kejujuran, demokratis, efektif dan

efisien.

4) Menciptakan gagasan yang cemerlang.

5) Meningkatkan prestasi yang unggul di tingkat nasional dan

internasional.

6) Mengembangkan kegiatan pendidikan yang berbasis teknologi

informasi dan komunikasi (TIK).

7) Meningkatkan perilaku yang berwawasan lingkungan.

8) Membiasakan berprilaku hemat energi pada warga sekolah.

3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah SMA Negeri 4

Tangerang Selatan antara lain; terdapat 28 ruang kelas, 1 ruang kepala

sekolah, 1 ruang wakil kepala sekolah, 2 ruang guru dan tata usaha, 1 ruang

bendahara, 5 ruang laboratorium, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang seni dengan

dengan alat-alat kesenian dan keterampilan, 1 ruang multi media, 1 ruang

UKS, 2 lapangan olahraga atau upacara, 1 masjid, 1 ruang BP/BK, 2 ruang

OSIS dan Pramuka, 1 ruang piket, 2 ruang koperasi, 1 kantin, 5 gudang, 2

ruang rohis atau penjaga sekolah, dan 9 WC.

Adapun kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat di sekolah tersebut

antara lain; kegiatan pramuka, Palang Merah Remaja, pengajian siswa atau

lembaga dakwah, bulletin atau majalan sekolah, seni musik, seni lukis atau

kaligrafi, olahraga termasuk bela diri, paskibra, KIR, teater dan tari, English

(41)

B. Deskripsi Data

Dalam deskripsi infromasi penelitian ini akan disajikan data penggunaan

frasa berdasarkan distribusinya dalam karangan narasi siswa kelas X SMA Negeri

4 Tangerang Selatan sebagai landasan untuk mengkaji penggunaan frasa yang

dibuat oleh siswa. Data penggunaan frasa tersebut diperoleh melalui analisis

karangan narasi yang dibuat siswa, yang meliputi aspek frasa eksosentris dan

endosentris. Dengan demikian penulis tidak memberikan penilaian terhadap

karangan narasi siswa, namun melakukan analisis terhadap frasa-frasa yang

digunakan dalam karangan narasi sebagai indikator untuk mengetahui

kemampuan siswa dalam menggunakan frasa eksosentris dan endosentris.

Sebagai bidang kajian ilmu linguistik, sintaksis membahas kalimat dalam

hubungannya dengan kalimat lain. Sintaksis sebagai suatu ujaran memiliki

unsur-unsur bahasa yang membentuknya, baik pada tingkat kata, frasa, maupun klausa.

Dalam penelitian ini, aspek sintaksis yang menjadi fokus penelitian adalah frasa

yang dianalisis berdasarkan distribusinya yaitu frasa eksosentris dan frasa

endosentris. Frasa eksosentris adalah frasa yang seluruh komponennya tidak

memiliki prilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhan komponennya, atau

frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya,

sedangkan frasa endosentris adalah frasa yang keseluruhan komponennya

memiliki prilaku sintaksis yang sama dengan unsurnya baik semua unsurnya

maupun salah satu dari unsurnya. Penggunaan frasa tersebut dapat diketahui dari

sumber data yang diteliti yaitu kalimat-kalimat yang diperoleh dari karangan

narasi siswa yang berjumlah 25 karangan. Jumlah rangkaian kalimat dalam bentuk

karangan narasi tersebut terdiri atas 384 kalimat.

Sumber data pada penelitian yang diambil dari karangan narasi siswa kelas

X SMA Negeri 4 Tangerang Selatan ini dilakukan dengan teknik studi

dokumentasi. Jadi, penelitian ini tidak melakukan teknik wawancara ataupun

observasi, tetapi hanya mengambil karangan narasi dari siswa kelas X. Seluruh

(42)

siswa yang mengikuti mata pelajaran bahasa Indonesia pada tahun 2014/2015

tidak dibedakan dari segi jenis kelamin, agama, dan usia.

Berikut ini deskripsi data mengenai penggunaan frasa pada setiap

[image:42.595.75.547.206.768.2] <

Gambar

tabel, gambar-gambar dan bentuk-bentuk pemaduan fakta lainnya, hasil
Tabel 1 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (1)
Tabel 2 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (2)
Tabel 3 Penggunaan Frasa dalam Karangan Narasi (3)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan yang lulus dan masuk dalam daftar pendek (short list) adalah sebagai berikut: No Perusahaan / Alamat / NPWP..

Pada saat ini Indonesia telah memiliki Perangkat Peraturan Perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang cukup memadai dan tidak bertentangan dengan

Perbedaan diakritik, yang tidak termasuk pada wilayah kajian rasm, pada ketiga mushaf tersebut terjadi karena adanya perbedaan landasan berfikir yang digunakan. Mushaf Magribi

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan keefektifan model pengajaran advance organizer dalam meningkatkan

Sistem pengendalian jarak jauh tersebut sangat efisien digunakan untuk mengatasi gangguan pada jaringan distribusi listrik tegangan menengah 20 kV yang menggunakan jaringan

Setelah konselor menetapkan masalah klien, langkah selanjutnya yaitu prognosa. Langkah ini untuk menetapkan jenis bantuan apa yang akan dilaksanakan untuk

cara yang dilakukan pengasuh dalam mengimplementasikan paham salafi di Pondok Pesantren Darul Atsar al-Islamy, berisi tentang pokok ajaran yang ditekankan, cara

atau faktor-faktor itu berbentuk pasangan- pasangan, dimana dalam satu pasangan dua elemennya mempunyai pengaruh yang berbeda, salah satu elemen mendominasi elemen