• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh salep ekstrak daun binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi epidermis pada luka bakar tikus sprague dawley: studi pendahuluan lama paparan 10 detik dengan plat besi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh salep ekstrak daun binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi epidermis pada luka bakar tikus sprague dawley: studi pendahuluan lama paparan 10 detik dengan plat besi"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

(Tenore) Steenis)

Terhadap Re-epitelisasi Epidermis Pada

Luka Bakar Tikus Sprague dawley

(Studi Pendahuluan Lama Paparan 10 Detik Dengan Plat Besi)

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh

SEFLAN SYAHIR AHLIADI

NIM : 1111103000086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 8 September 2014

(3)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pengaruh Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore)

Steenis)Terhadap Re-epitelisasi Epidermis Pada Luka Bakar Tikus Sprague

dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan 10 Detik Dengan Plat Besi)

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh Seflan Syahir Ahliadi NIM : 1111103000086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H / 2014 M Pembimbing I

Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed

Pembimbing II

(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian berjudul Pengaruh Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Re-epitelisasi Epidermis Pada Luka Bakar Tikus Sprague dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan 10 Detik Dengan Plat Besi) yang diajukan oleh Seflan Syahir Ahliadi (NIM: 1111103000086) diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 8 September 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 8 September 2014

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed

Pembimbing I

Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed

Pembimbing II

dr. Dyah Ayu Woro, M.Biomed

Penguji I

dr. Devy Ariany, M.Biomed

Penguji II

dr. Achmad Luthfi SpB-KBD

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN

Prof. Dr. (hc) dr. MK. Tadjudin, Sp.And

Kaprodi PSPD

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah

memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu

terselesaikan tepat pada waktunya karea adanya dukungan, bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah,

DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan

dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh

pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

3. Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed selaku pembimbing 1 yang telah banyak

meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam

menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.

4. dr. Dyah Ayu Woro, M. Biomed selaku pembimbing 2 yang telah

memberikan masukan judul penelitian dan banyak mencurahkan waktu,

pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun dan

menyelesaikan laporan penelitian ini.

5. dr. Flori Ratnasari, PhD selaku penanggung jawab modul riset yang selalu

memberikan arahan dan mengingatkan penulis untuk segera

menyelesaikan penelitian ini.

6. Pusat Konservasi Tumbuhan–Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah bersedia memberikan surat

determinasi

7. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang telah memberikan beasiswa

kepada penulis untuk menyelesaikan studi di FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

8. Ayah dan Ibu, Ismed Rosyidin dan Kasmawati, atas limpahan kasih

(6)

vi

selalu dipanjatkan, dan dorongan semangat kepada penulis selama

melaksanakan penelitian.

9. Kedua kakak tercinta, Mohd. Aprikansyah dan Dwi Nova Yuriska, terima

kasih untuk doa dan dukungan yang selalu diberikan.

10.Ibu Rr. Ayu Hapsari, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Histologi, Ibu

Nurlaely, PhD selaku PJ Laboratorium Animal House, dr. Ahmad Azwar

Habibie, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Anatomi dan dr. Nurul

Hiedayati, PhD selaku PJ Laboratorium Farmakologi yang telah

memberikan izin penggunaan laboratorium.

11.Mbak Dina, Mas Rachmadi, Mas Pandji, Mas Manaf dan laboran laboran

yang lain telah memberikan bantuan kepada penulis dalam pengabilan data

12.Teman-teman satu kelompok penelitian, Syifa, Asmie, Farah dan Audi.

Terima kasih atas kerja sama dan dukungannya selama melakukan

penelitian ini

13.Teman-teman “Santri Jadi Dokter Angkatan 2011” yang telah memberikan

bantuan, doa, dan sarannya.

14.Teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik di PSPD dan teman-teman lain

yang penulis kenal namun tidak sempat tersebutkan

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari

berbagai pihak. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat

bermanfaaat dengan baik.

Ciputat, 15 April 2014

(7)

vii

ABSTRAK

Seflan Syahir Ahliadi. Program Studi Pendidikan Dokter. Pengaruh Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)Terhadap Re-epitelisasi Epidermis Pada Luka Bakar Tikus Sprague dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan 10 Detik Dengan Plat Besi)

Latar belakang: Angka kejadian luka bakar banyak terjadi pada negara berpendapatan menengah kebawah, tertinggi pada kawasan Asia Tenggara. Masyarakat dibeberapa daerah menggunakan daun binahong sebagai obat tradisional untuk menangani kasus luka bakar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun binahong terhadap penyembuhan luka bakar. Re-epitelisasi epidermis pada luka bakar dibandingkan, antara pemberian silver sulfatiazin, basis salep, dan salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia

(Tenore) steenis). Metode: Penelitian ini berjenis eksperimental deskriptif analitik yang menggunakan 25 ekor tikus diberikan lima perlakuan berbeda. Perlakuan dibagi atas kelompok kontrol positif (silver sulfatiazin), kontrol negatif (basis salep), salep ekstrak binahong 10% (P1), salep ekstrak binahong 20% (P2) dan salep ekstrak binahong 40% (P3). Setelah lima hari, dilakukan pengambilan jaringan kulit dan kemudian dijadikan preparat dengan pewarnaan HE. Hasil: Pada hasil pengamatan mikroskopik didapatkan rata-rata re-epitelisasi pada kontrol positif: 45,04 µm; kontrol negatif: 11,14 µm; P1: 28,01 µm; P2: 57,54 µm dan P3: 88,39 µm. Simpulan: Pemberian salep ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) steenis) dengan konsentrasi 10%, 20% dan 40%, membantu proses re-epitelisasi. rata-rata re-epitelisasi pada P2 dan P3 lebih baik dibandingkan kontrol positif.

(8)

viii ABSTRACT

Seflan Syahir Ahliadi. Medical Education Study Program. Effect of Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) steenis) leaf extract ointment Against the Epidermal Re-epithelialization in Rats Sprague dawley with Burn Wound (preliminary study of long exposure 10 seconds with iron plate)

Background: The incidence of burn wound occured in many middle to lower income countries, highest in the South East Asia region. Peoples in some region used binahong leaf as a traditional medicine to handle cases of burn wound.The aim of this research is to determine the effect of binahong leaves extract on healing burn wound. Epidermal re-epithalialized on burn wound is compared between Silver Sulphatiazine, ointment based and binahong (Anredera cordifolia (Tenore) steenis) leaf extract ointment. Method: This research was a descriptive analitic experimental which used 25 rats, each given five different treatments. The treatment consists of a control positive, control negative, binahong extract ointment with concentrated 10% (P1), binahong extract ointment with concentrated 20% (P2) and binahong extract ointment with concentrated 40% (P3). After five days, the skin tissue is taken and then made preparation with HE staining. Result: On Microcopic examination, the average re-epithalialization of control positive: 45,04 µm ;control negative: 11,14 µm; P1: 28,01 µm; P2: 57,54 µm and P3: 88,39 µm. Conclution: Giving Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) steenis) leaf extract ointment with 10%, 20% and 40% concentration, are assisted process of re-epithalialization. P2 and P3 groups are better then control positive on average re-epithalialization.

(9)

ix

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bagi peneliti ... 3

2.1.1 Sistem Integumen ... 6

2.1.2 Luka Bakar ... 11

2.1.3 Anredera cordifolia (Tenore) steenis ... 16

2.1.4 Ekstraksi ... 18

2.1.5 Sediaan Obat ... 19

2.1.6 Tikus Sprague dawley ... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 22

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

3.3 Bahan Uji ... 22

3.4 Populasis dan Besar Sampel Percobaan ... 22

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 23

3.4.2 Kriteria Eksklusi... 23

3.5 Sampel Penelitian ... 23

3.6 Identifikasi Variabel ... 23

3.6.1 Variabel Bebas ... 23

3.6.2 Variabel Terikat ... 24

(10)

x

3.8 Alat dan Bahan Penelitian ... 25

3.8.1 Alat Penelitian ... 25

3.8.2 Bahan Penelitian ... 26

3.9 Cara Kerja Penelitian ... 26

3.9.1 Tahap Persiapan ... 26

3.9.1.1 Determinasi Anredera cordifolia (Tenore) steenis ... 26

3.9.1.2 Ekstraksi daun Anredera cordifolia (Tenore) steenis ... 26

3.9.1.3 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak ... 27

3.9.1.4 Aklimatisasi Hewan Uji ... 28

3.9.1.5 Pembuatan Alat Luka Bakar ... 28

3.9.2 Tahap Pengujian ... 28

3.9.2.1 Pembuatan Luka Bakar ... 28

3.9.2.2 Pemberian Terapi ... 28

3.9.2.3 Pengambilan Jaringan ... 28

3.9.2.4 Pembuatan Preparat ... 29

4.1.1 Re-Epitelisasi Epidermis ... 33

4.1.2 Pembahasan ... 36

4.2 Keterbatasan Penelitian ... 38

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(11)

xi

DAFTAR TABEL

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Teori ... 4

Gambar 1.2 Kerangka Konsep ... 5

Gambar 2.1 Kedalaman Luka Bakar ... 12

Gambar 2.2 Rule of Nine ... 13

Gambar 2.3 Tahap Penyembuhan Primer dan Sekunder ... 15

Gambar 2.4 Daun Binahong ... 17

Gambar 2.5 Keadaan Fisiologi Tikus... 20

Gambar 2.6 Perbandingan Usia tikus dan Manusia ... 21

Gambar 4.1 Hasil Makroskopik ... 33

Gamabr 4.2 Hasil Pengambilan Gambar Preparat HE Perbesaran 100x ... 34

Gambar 4.3 Hasil Penghitungan Re-epitelisasi Epidermis ... 35

Gambar 6.1 Keterangan Determinasi Tanaman ... 43

Gambar 6.2 Keterangan Ekstraksi... 44

Gambar 6.3 Surat Keterangan Sehat Tikus Sprague Dawley ... 45

Gambar 6.4 Daun Binahong ... 46

Gambar 6.5 Daun Binahong Kering ... 46

Gambar 6.6 Hasil Ekstraksi Kental ... 46

Gambar 6.7 Vaseline Album ... 46

Gambar 6.8 Adaps Lanae ... 46

Gambar 6.9 Hard Colar ... 46

Gambar 6.10 Aklimatisasi ... 47

Gambar 6.11 Tikus Yang Sudah Dicukur ... 47

Gambar 6.12 Pencairan Bahan Dasar... 47

Gambar 6.13 Pencampuran Bahan Dasar... 47

Gambar 6.14 Pencampuran Ekstrak dan Bahan Dasar... 47

Gambar 6.15 Kontrol positif, negatif dan salep ekstrak... 47

Gambar 6.16 Alat Pembuat Luka Sedang Dipanaskan ... 48

Gambar 6.17 Perlakuan Luka ... 48

Gambar 6.18 Tikus Yang Menggunakan Hard Colar ... 48

Gambar 6.19 Pemberian Perlakuan Salep ... 48

Gambar 6.20 Pengambilan Jaringan ... 48

Gambar 6.21 Jaringan Yang Akan Dijadikan Preparat ... 48

Gambar 6.22 Program Mikroskop... 49

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Identifikasi/Determinasi Bahan Uji... 43

Lampiran 2 Surat Keterangan Ekstraksi ... 44

Lampiran 3 Surat Keterangan Sehat Tikus Sprague Dawley ... 45

Lampiran 4 Alat, Bahan, dan Proses ... 46

(14)

1

BAB 1

Pendahuluan

1.1Latar Belakang

Luka bakar merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi

didunia. Menurut data dari WHO menunjukkan sekitar 195.000 orang

meninggal akibat kejadian ini setiap tahunnya. Terutama terjadi dinegara yang

mempunyai pendapatan yang rendah sampai menengah. Pada negara yang

mempunyai pendapatan tinggi angka kejadian luka bakar menurun, rata-rata

angka kematian akibat luka bakar ini tujuh kali lebih tinggi pada negara

pendapatan rendah sampai menengah dibanding negara berpendapatan tinggi.

Hampir dari setengah angka kejadian tersebut terjadi di daerah Asia Tenggara

berdasarkan data yang dimiliki WHO.1

Luka bakar yang tidak menyebabkan kematian merupakan penyebab

utama dari terjadinya morbiditas, rawat inap di rumah sakit yang lama, dan

disabilitas. Pada negara berpendapatan rendah sampai menengah penyebab

utama dari disability-adjusted life-years (DALYs). Pada tahun 2004 , hampir

11 juta orang didunia mengalami luka bakar yang membutuhkan perawatan

dirumah sakit. Sekitar 80% kasus luka bakar terjadi di rumah.1,2

Luka merupakan diskontinuitas dari suatu jaringan, termasuk pada

jaringan kulit. Luka tersebut dapat diperoleh dari hal yang tidak diinginkan,

misalnya luka akibat kecelakaan ataupun didapat dari hal yang disengaja

seperti luka bekas operasi. Penyembuhan luka adalah salah satu dari respon

tubuh terhadap cedera. Pada proses penyembuhan luka bakar prinsipnya sama

seperti prinsip umum penyembuhan luka dapat dibagi menjadi beberapa tahap,

yakni: inflamasi, migrasi-proliferasi (termasuk deposisi kolagen) dan

remodelling. 3,4

Penanganan kasus luka bakar prinsip umumnya dengan membersihkan

luka dari debris, melakukan debridement untuk membuang jaringan nekrosis,

(15)

mencegah dan menangani infeksi sekunder. Setelah dilakukan

penanganan awal, dilanjutkan dengan pemberian silver sulfatiazin sebagai

profilaksis mencegah infeksi sekunder dan membantu proses penyembuhan.5

Salah satu tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat untuk

membantu penyembuhan luka bakar adalah tanaman binahong yang memiliki

nama ilmiah Anredera cordifolia (Tenore) steenis. Tanaman binahong juga

pernah digunakan untuk membantu penyembuhan, seperti penyakit diabetes

militus dan demam tifoid. Pada beberapa penelitian setelah dilakukan analisis

fitofarmaka, didapatkan pada daun binahong mengandung banyak kandungan

seperti saponin, alkaloid dan flavonoid. Zat-zat tersebut mempunyai

kemampuan untuk membantu proses penyembuhan luka. Sehingga, tumbuhan

binahong terutama bagian daunnya ini sering digunakan oleh beberapa

masyarakat untuk menangani kasus luka bakar.3

Pada penelitian Hidayati (2009) telah ditemukan bahwa dalam kandungan

daun binahong ini mengandung beberapa senyawa sebagai antibakteri seperti

alkaloid, polifenol dan saponin. Selain itu juga pada penelitian yang

dilakukan oleh Widya (2013), ditemukan kandungan antioksidan dan

flavonoid dalam ekstrak daun binahong yang mungkin membantu dalam

proses penyembuhan luka. Pada penelitian yang dilakukan oleh Isnatin (2012)

ekstrak daun binahong yang menggunakan pelarut etanol mampu membantu

proses penyembuhan pada luka eksisi dibandingkan dengan povidone iodine

pada marmut. Konsentrasi 20% dan 40% ekstrak daun binahong yang

mempunyai nilai bermakna terhadap proses penyembuhan luka eksisi.3,6,7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah bagaimana efek salep ekstrak daun Anredera cordifolia (Tenore)

steenis dengan konsentrasi 10%, 20% dan 40% terhadap re-epitelisasi

epidermis luka bakar tikus Sprague dawley dengan paparan plat besi selama

(16)

1.3Hipotesis

Semakin besar konsentrasi ekstrak daun Anredera cordifolia (Tenore)

steenis semakin besar pengaruh terhadap re-epitelisasi epidermis luka bakar

tikus Sprague dawley dengan paparan plat besi selama 10 detik.

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak daun Anredera cordifolia

(Tenore) steenis dengan konsentrasi 10%, 20% dan 40% terhadap

re-epitelisasi epidermis pada luka bakar dengan paparan plat besi selama 10

detik.

1.4.2 Tujuan Khusus

Mengetahui konsentrasi dari ekstrak daun Anredera cordifolia (Tenore)

steenis yang berpengaruh pada re-epitelisasi epidermis luka bakar dengan plat

besi lama paparan 10 detik .

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

1. Menambah pengalaman dalam penelitian eksperimental

2. Menambah pengetahuan manfaat penggunaan salep ekstrak daun

Anredera cordifolia (Tenore) steenis dalam re-epitelisasi epidermis

luka bakar dengan menggunakan ilmu kedokteran yang telah

dipelajari.

3. Menambah pengetahuan kadar dari ekstrak daun Anredera cordifolia

(Tenore) steenis yang mampu membantu dalam re-epitelisasi

(17)

1.5.2 Bagi Institusi

1. Memajukan FKIK UIN dalam bidang penelitian.

2. Memberikan informasi tentang kasus luka bakar.

1.5.3 Bagi Keilmuan

1. Memberikan informasi manfaat dari ekstrak daun Anredera cordifolia

(Tenore) steenis dalam re-epitelisasi epidermis luka bakar.

2. Dijadikan bahan referensi bagi yang mau melakukan penelitian tentang

obat herbal yang mampu membantu penyembuhan luka bakar.

1.5.4 Bagi Sosial

1. Dikembangkan menjadi obat herbal topikal untuk penyembuhan luka

(18)

1.7Kerangka Konsep

Gambar 1.2 Kerangka Konsep

Peningkatan Re-epitelisasi epidermis Salep ekstraksi daun binahong

dengan berbagai konsentrasi

(19)

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Sistem Integumen

Sistem integumen tersusun atas kulit dan derivatnya seperti kuku, rambut,

kelenjar sebasea dan kelenjar keringat lainnya. Dalam sistem integumen,

komponen penyusun yang paling banyak adalah kulit, selain itu juga kulit

merupakan organ yang paling berat di tubuh. Jumlah total kulit sebagai penyusun

tubuh sekitar 15-20% berat pada orang dewasa.8,9

Kulit merupakan lapisan pada tubuh manusia yang paling luar sehingga

mempunyai peran cukup banyak, terutama dalam hal protektif. Namun kulit juga

mempunyai fungsi-fungsi yang lain. Berikut ini fungsi-fungsi yang lebih spesifik:

 Protektif (perlindungan)

Kulit merupakan pelindung utama tubuh dari serangan patogen dari luar.

Kulit memiliki epitel yang berlapis ini membantu melindungi dari abrasi mekanik,

seperti gesekkan. Selain itu juga, terdapat lapisan glikolipid yang menyebabkan

epidermis bersifat non permiabel terhadap air sehingga berperan dalam mencegah

keluarnya cairan tubuh. Adanya sel melanosit yang menghasilkan pigmen

melindungi kulit dari radiasi sinar ultraviolet

 Persepsi Sensorik

Kulit memiliki peran sebagai indera peraba. Dalam berinteraksi dengan

objek fisik kita mampu merasakan sifat suatu bentuk baik itu dari bentuk dan

suhu, sehingga kita mampu mengenali benda tersebut tanpa harus melihat secara

langsung. Pada kulit terdapat banyak sekali ujung-ujung saraf sensorik yang

(20)

 Regulasi Suhu (Termoregulator)

Aktifitas fisik ataupun keadaan lingkungan di luar tubuh yang panas

mengakibatkan tubuh akan meningkatan proses berkeringat. Mekanisme ini

bertujuan agar suhu tubuh menjadi turun melalui proses penguapan keringat dari

permukaan kulit. Selain itu juga, ada juga proses dilatasi pembuluh darah untuk

memungkinkan aliran darah maksimum ke kulit. Namun dalam keadaan

lingkungan dengan suhu rendah, suhu tubuh dijaga agar tetap hangat melalui

proses vasokonstriksi dan penurunan aliran darah ke kulit.

 Metabolik (pembentukan vitamin D)

Sel-sel yang ada di kulit berperan dalam sintesis vitamin D yang didapat

dari sinar UV. Prekursor vitamin D berada pada lapisan epidermis. Vitamin D

diperlukan untuk metabolisme kalsium didalam usus pada proses absorbsi

sehingga membantu proses pembentukkan tulang. Selain itu juga, kulit berperan

dalam penyimpanan energi yang belum terpakai melalui lemak yang tersimpan

dilapisan subkutan.

 Ekskresi

Melalui proses pembentukkan keringat yang dilakukan oleh kelenjar

keringat, produk-produk sisa seperti: air, natrium dan urea dapat diekskresikan

melalui kulit.8,9,10

Kulit terdiri dari epidermis dan dermis. Epidermis merupakan bagian

permukaan dari kulit. Lapisan epitel epidermis berasal dari ektoderm sedangkan

untuk dermis merupakan jaringan ikat yang berasal dari endoderm. Lapisan

epidermis mengalami regenerasi setiap 15-30 hari, bergantung pada usia, bagian

tubuh dan faktor-faktor pendukung lainnya.9,11

A. Epidermis

Epidermis ini terdiri dari lapisan-lapisan sel epitel. Lapisan epidermis yang

bagian luar ini, epitelnya berbentuk gepeng. Sedangkan pada lapisan epidermis

(21)

jenis sel yang bisa ditemukan, yakni: keratinosit, sel Langerhans, melanosit dan

sel Merkel.8,10

Epidermis memiliki beberapa lapisan yakni: stratum basal, stratum

spinosum, strtum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. Dibawah

ini akan dijelakan lapisan-lapisan tersebut.

 Stratum Basal (Germinativum)

Lapisan ini merupakan lapisan yang paling dalam atau lapisan dasar di

epidermis. Lapisan ini terdiri dari satu lapisan sel kuboid atau kolumnar basofilik

yang terletak pada membran basal yang menjadi perbatasan antara lapisan

epidermis dan dermis. Hemidesmosom yang terdapat pada plasmalema basal

membantu dalam mengikat sel-sel pada lamina basal dan desmosom membantu

dalam mengikat sel-sel yang ada pada lapisan dipermukaan atas dan lateralnya.

Sel yang ada pada stratum basal ini sebagai sel induk bagi epidermis karena pada

lapisan ini banyak terjadi mitosis. Sel yang mengalami pembelahan dan

pematangan bermigrasi ke lapisan yang lebih superfisial. Sel-sel yang ada pada

stratum basal menghasilkan filamen keratin intermediet ketebalannya sekitar 10

nm yang mengandung keratin.

 Stratum Spinosum (Spinosa)

Lapisan kedua ini merupakan bagian dari epidermis yang paling tebal,

terdiri dari empat sampai enam tumpukan sel. Lapisan ini tersusun atas sel-sel

kuboid atau agak gepeng dengan inti ditengah dan sitoplasma yang aktif

menghasilkan filamen keratin. Dilanjutkan pembentukkan berkas tonofilamen dan

berkonvergensi pada sejumlah desmosom yang saling membantu dalam

memperkuat ikatan antar sel apabila terjadi gesekkan, sehingga tonofilamen ini

mempunyai fungsi mempertahankan kohesi diantara sel dan menghasilkan

resistensi terhadap abrasi yag terjadi pada epidermis. Lokasi epidermis yang

mengalami gaya gesek dan tekanan secara terus-menrus, seperti pada telapak kaki

mempunyai lapisan spinosum lebih tebal dibandingkan dengan yang lain karena

(22)

 Stratum Granulosum (Granular)

Lapisan ini tersusun oleh tiga sampai lima lapis sel poligonal gepeng yang

mengalami deferensiasi terminal. Sitoplasmanya mengandung massa basofilik

intens yang disebut granul keratohialin. Granula ini tidak dibungkus oleh

membran dan berkaitan dengan berkas tonofilamen keratin. Kemudian terjadi,

berupa kombinasi antara tonofilamen keratin dengan granula keratohialin yang

akan menghasilkan keratin. Proses ini merupakan keratinisasi. keratin yang

dihasilkan berupa keratin lunak kulit. Gambaran khas lainnya dapat kita temukan

granula lamela yang berselubung membran, struktur banyak mengandung lamel

yang tersusun oleh berbagai lemak. Granula lamela ini mengeluarkan material

lemak secara eksositosis ke dalam ruang antar sel distratum granulosum dan

menutupi kulit. Lapisan selubung lipid ini merupakan komponen utama dari sawar

epidermis terhadap hilangnya air dari kulit. Oleh karena proses ini, menyebabkan

kulit relatif impermeabel terhadap air.

 Stratum lusidum

Lapisan ini hanya dapat ditemukan pada kulit tebal. Stratum lusidum

terdiri atas lapisan tipis transulen sel eosinofilik yang sangat pipih. Lapisan ini

terletak diatas stratum granulosum dan dibawah stratum korneum. Sel-selnya

tersusun rapat karena sitoplasma hampir sepenuhnya terdiri dari filamen keratin

yang padat. Selain itu juga organel dan inti telah menghilang.

 Stratum korneum

Lapisan paling luar ini mempunyai 15 sampai 20 lapis sel gepeng

berkeratin tanpa inti. Semua nukleus dan organel sel menghilang dari selnya

akibat dari enzim-enzim hidrolitik yang merusaknya. Filamen keratin

mengandung enam macam polipeptida dengan massa molekul antara 40 kDa

sampai 70 kDa. Sel ini terus mengalami keratinisasi. Apabila proses keratinisasi

telah selesai, sel-sel hanya memiliki protein amorf dan fibrilar serta membran

plasma yang semakin menebal, disebut dengan sel tanduk. Sel-sel terutama pada

bagian yang paling superfisial pada stratum korneum mengalami deskuamasi

(23)

B. Dermis

Dermis merupakan jaringan ikat yang menunjang epidermis dan

mengikatnya pada jaringan subkutan (hipodermis). Bentuknya yang tidak rata,

berbentuk tonjolan ini membentuk ikatan antara lapisan epidermis dan dermis,

Lapisan epidermis dan dermis dipisahkan oleh membrana basalis. Ketebalan

dermis ini bermacam-macam tergantung lokasinya pada tubuh. Pada daerah

punggung mempunyai ketebalan maksimum 4 mm. Selain itu juga di dermis juga

terdapat derifat epidermis, seperti kelenjar sebasea, kelenjar keringat dan folikel

rambut.8,9,10,11

Lapisan dermis dapat dibagi menjadi dua , yakni : stratum papillare dan

stratum reticulare. Berikut penjelasannya:

Stratum Papillare

Stratum papillare merupakan lapisan yang paing luar pada dermis.

Lapisan yang tipis ini terdiri atas jaringan ikat longgar tidak teratur. Jaringan

ikatnya tersusun atas serat, sel dan pembuluh darah. Kita dapat temukan juga

fibroblas dan sel-sel jaringan ikat lainnya, seperti sel mast dan makrofag.

Papillare dan cristae cutis (epidermal ridges) membentuk evaginasi dan

interdigitasi. Pada papillare dapat ditemukkan reseptor sensorik corpusculum

tactile atau biasanya yang disebut badan Meissner.

Stratum Reticulare

Stratum reticulare merupakan lapisan terakhir pada dermis. Lapisan yang

paling bawah ini paling tebal pada lapisan dermis. Berbeda pada stratum

papillare, lapisan ini tersusun oleh jaringan ikat padat yang tidak teratur. Namun,

perbatasan antara stratum papillare dan stratum reticulare tidak ada batas yang

jelas. Pada lapisan ini jumlah selnya sedikit dan kolagennya terutama untuk

kolagen tipe 1. Stratum reticulare langsung berbatas inferior dengan hipodermis

atau lapisan subkutis fasia superfasial. Lapisan ini juga mengandung anastomosis

arteriovenosa dan reseptor sensorik corpusculum lamellosum (Pacinian

(24)

2.1.2 Luka Bakar

2.1.2.1 Klasifikasi luka

Luka merupakan rusaknya jaringan sehingga sebagian substansi jaringan

ada yang rusak atau pun hilang. Secara umum luka dapat dibagi menjadi dua,

yaitu:

 Luka terbuka adalah luka yang bisa mengakibatkan terjadi kontak antara

lingkungan luar tubuh dan dalam tubuh, seperti: luka lecet, luka tusuk, luka

bakar, luka potong, luka robek dan luka tembak.

 Luka tertutup adalah luka dimana yang tidak mengakibatkan adanya kontak

antara lingkungan luar tubuh dan dalam tubuh, seperti: luka memar

Berdasarkan lama penyembuhan, dapat dibagi menjadi:

 Luka akut adalah lamanya penyembuhan luka sesuai dengan lama

penyembuhan jaringan secara normal.

 Luka kronik adalah luka yang mengalami kegagalan dalam melakukan

penyembuhan akibat faktor eksogen dan endogen.

Namun untuk luka bakar sendiri mempunyai klasifikasi tersendiri. Berdasarkan

kedalaman jaringan yang mengalami cedera, luka bakar dapat dibagi menjadi

derajat I, II, III, dan IV.2, 12,13

 Derajat I (superficial), hanya terjadi di permukaan kulit. Manifestasinya

berupa kulit tampak kemerahan, tidak ada bulla dan nyeri serta tidak

meniimbulkan jaringan parut saat remodeling.

 Derajat II (superficial dermal) melibatkan semua lapisan epidermis dan

sebagian dermis. Kulit akan diteemukan bulla, sedikit edem dan nyeri berat.

 Derajat III (deep dermal) kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit diserta

nekrosis. Luka tampak putih dan sensasi rasa menghilang.

 Derajat IV (full thickness) kulit tampak seperti arang akibat jarigan yang

(25)

Gambar 2.1 Kedalaman luka bakar

Sumber: Management of Burns in the Community 2009

Sedangkan berdasarkan luas lesi dapat diklasifikasikan menjadi 3 yakni:

 Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat II

seluas <2%.

 Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat 1 seluas 10-15% atau derajat II

seluas 5-10%

 Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III

seluas >10%

Untuk menilai luas luka menggunakan metode “Rule of Nine”

berdasarkan LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total). Luas luka bakar ditentukan

untuk menentukan kebutuhan cairan, dosis obat dan prognosis. Persentase pada

orang dewasa dan anak-anak berbeda. Pada dewasa, kepala memiliki nilai 9%

untuk ektremitas atas memiliki nilai masing-masing 9%. Untuk bagian tubuh

anterior dan posterior serta ekstremitas bawah memiliki nilai masing-masing 18%,

yang termasuk adalah toraks, abdomen dan punggung. Serta alat genital 1%.

Sedangkan pada anak-anak persentasenya berbeda pada kepala memiliki nilai

(26)

Gambar 2.2 Rule of Nine

Sumber: Management of Burns in the Community 2009

2.1.2.2 Penyembuhan luka

Sel-sel didalam tubuh kita dapat beregenerasi sendiri, namun

kemampuannya dalam beregenasi berbeda-beda tergantung jenis selnya. Sel-sel

dapat dengan cepat melakukan regenerasi karena termasuk dalam siklus

normalnya seperti sel pada epitel, sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sementara

itu, sel-sel ada juga yang dapat beregenerasi namun hanya mampu

mempertahankan bentuk dari sel-sel dasarnya, contohnya sel-sel hati, epitel

tubulus ginjal dan tulang. Sedangkan sel-sel permanen tidak mempunyai

kemampuan untuk melakukan regenerasi, seperti sel pada neuron-neurom sistem

saraf pusat, glomerulus ginjal dan otot jantung, sehingga dalam melakukan

perbaikan dengan cara pembentukan jaringan parut.14, 15

Selain itu juga peningkatan aliran darah ke daerah yang mengalami

kerusakan, membantu untuk membersihkan sel dan benda asing yang mungkin

ada didaerah luka, ini merupakan tahap awal dari proses penyembuhan. Proses

penyembuhan luka ini dapat dibantu dengan perawatan, seperti melindungi area

luka tersebut dan menjaga kebersihannya.14,15

Berdasarkan Wound Healing Society (WHS), penyembuhan luka adalah

(27)

dan fungsi anatomi. Berdasarkan WHS ini kriteria ideal dari penyembuhan luka

adalah kembali normalnya struktur, fungsi dan anatomi kulit. Lamanya

penyembuhan tergantung dari tipe luka, luas luka, faktor eksogen dan endogen.

Dalam penyembuhan ada dua tipe, yaitu :

 Penyembuhan primer atau healing by first intention yakni penyembuhan luka

insisi yang tepi dari lukanya dapat didekatkan. Tepi luka awalnya ditahan

oleh bekuan darah atau dengan jahitan. Terjadi respon peradangan akut

dibentuk pada jaringan di sebelahnya yang menimbulkan pertumbuhan

jaringan granulasi ke darah dalam beberapa hari. Pada stadium ini terjadi

terjadi regenerasi epidermis. Kemudian terjadi regenerasi epidermis sempurna

dan parut dermis yang padat.

 Penyembuhan dengan granulasi atau healing by second intention yakni kulit

yang mengalami luka, bagian tepinya tidak bisa saling direkatkan selama

proses penyembuhan. Prosesnya hampir sama terjadi pada penyembuhan

primer namun melibatkan regenerasi epitel yang lebih luas dan pembentukkan

jaringan parut yang lebih banyak. Penyembuhan dapat berlansung dibawah

keropeng atau tidak. Hasilnya terjadi sebuah parut besar dan bagian epidermis

baru yang tidak berambut dan apendiks kulit yang lain.14

Setelah terjadi suatu cedera maka akan terjadi berbagai macam proses.

Berikut ini yang terjadi selama proses penyembuhan:

 Luka insisi

 Perdarahan, hemostasis, pembentukkan bekuan- permukaan menjadi kering,

membentuk keropeng

 Respon peradangan akut

 Kontraksi tepi luka

 Debridemen – pembersihan darah dan debris oleh fagosit

 Stadium organisasi atau proliferasi, membentuk jaringan granulasi untuk mengisi luka (pembentukkan pucuk kapiler dari angioblas, kolagen dari

fibroblas, dan migrasi sel-sel epitel dari tepi luka dibawah keropeng menuju

(28)

 Maturasi kolagen dan kontaksi parut

 Remodeling parut14

Gambar 2.3 Tahap penyembuhan luka primer dan sekunder

Sumber: Buku ajar patologi Robbins 2012

Dalam penyembuhan primer dan sekunder memiliki berbagai macam

perbedaan dalam hal:

 Jaringan granulasi akan terbentuk lebih besar dan dalam jumah yang banyak

pada proses penyembuhan sekunder. Terbentuknya jaringan granulasi ini

(29)

 Pada penyembuhan sekunder terjadi proses atau fenomena kontraksi luka.

Proses ini berasal dari miofibroblas yaitu fibroblas yang berubah menjadi

berbagai gambaran ultra struktural dan fungsional sel otot polos kontraktil

 Terjadi kerusakan jaringan yang luas sehingga terdapat dalam jumlah yang banyak dari debris, eksudat dan fibrin. Faktor ini akan mengakibatkan reaksi

peradangan menjadi hebat sehingga bisa menjadi cedera sekunder. Proses ini

terjadi secara intrinsik15

2.1.2.3 Epitelisasi

Seluruh tubuh manusia ditutupi oleh epitel yang berguna untuk melindungi

paparan dari lingkungan. Lapisan yang terluar pada kulit merupakan epitel gepeng

berlapis dengan lapisan tanduk yang mempunyai banyak fungsi, seperti:

melindungi kulit dari invasi bakteri, trauma dan kehilangan cairan. Jika terjadi

trauma yang tidak terlalu signifikan, maka epitel akan sembuh sendiri melalui

proses epitelisasi. Ada 2 hal yang terpenting, yaitu: migrasi dan mitosis. Migrasi

sel epitel mengawali proses perbaikan dengan cara sel-sel bergerak dari tepi luka.

Jika tidak sampai membran basalis, maka prosesnya akan berlangsung dengan

cepat. Setelah bermigrasi sel-sel akan berubah bentuknya menjadi

tonjolan-tonjolan ke jaringan sekitar dan mulai membelah diri. Faktor yang membantu

migrasi ini adalah fibronektin dan vitronektin, sedangkan yang mempengaruhi

mitosis antara lain FGF, PDGF, TNF-alfa, dan EGF.13

2.1.3 Anredera cordifolia (Tenore) steenis

Anredera cordifolia (Tenore) steenis di Indonesia disebut dengan daun

binahong. Selain itu ada juga nama lainnya seperti Boussingaultia gracilis Miers;

Boussingaultia cordifolia; dan Boussingaultia basselloides. Tanaman ini

merupakan tanaman menjalar, bisa mencapai panjang lebih dari 6 m. Tanaman

yang berumur panjang ini mempunyai batang yang lunak berwarna merah dan

berbentuk silindris saling membelit melekat terkadang seperti umbi di ketiak daun

dengan bentuk tak beraturan serta bertekstur kasar. Daunnya tunggal bertangkai

pendek, berwarna hijau bentuknya seperti hati sehingga dalam bahasa Inggris

(30)

yang tipis mempunyai ujung yang runcing namun pada pangkalnya berlekuk

dengan tepi rata serta permukaan yang licin. Untuk bunganya jenis majemuk

berbentuk tandan, bertangkai pnjang bisanya muncul di ketiak daun dengan

mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai dengan ukuran

0,5-1 cm serta mempunyai bau harum.17

Gambar 2.4 Daun binahong

Sumber: Badan POM RI 2008

Berikut ini klasifikasi dari Anredera cordifolia (Tenore) steenis17

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Caryophyllales

Suku : Basellaceae

Marga : Anredera

Jenis : Anredera cordifolia (Tenore) steenis

2.1.4.1 Kandungan Daun Binahong

Dalam beberapa penelitian daun binahong mempunyai kemampuan untuk

membantu proses pemulihan luka bakar. Di dalam ekstrak daun binahong

mempunyai efek sebagai antiinflamasi, antioksidan, antibakteri dan sebagai

analgesik. Semua efek itu kemungkinan disebabkan oleh saponin, alkaloid, dan

flavonoid yang ada pada daun binahong. Dalam beberapa penelitian juga

(31)

glikosida pada berbagai tanaman mempunyai efek dalam membantu

penyembuhan luka bakar.3,6

Untuk saponin mempunyai mekanisme pada penyembuhan luka dengan

menstimulasi untuk memproduksi kolagen tipe 1 yang sangat penting dalam

penutupan luka dan meningkatkan re-epitelisasi jaringan kulit. Sedangkan

flavonoid berkerja responsif terhadap radikal bebas dengan demikian mencegah

dan memperlambat neksrosis sel dan meningkatkan vaskularisasi pada daerah

luka. Glikosida, flavonoid dan tannin mempunyai efek sebagai antibakteri.

Polifenol juga mempunyai efek seperti flavonoid, serta mempunyai kandungan

antioksidan yang berfungsi meningkatkan proliferasi sel, menekan proses

inflamasi dan menghambat kontraksi pada jaringan kolagen.3

2.1.5 Ekstraksi

Untuk membuat suatu ekstraksi, kita harus menentukkan terlebih dahulu

simpislia (bahan alamiah yang dimanfaatkan sebagai obat) yang belum pernah

mengalami pengolahan kecuali pengeringan. 18

Tujuan ekstraksi ini untuk memisahkan suatu bahan dari campurannya

menggunakan pelarut sehingga memperoleh ekstrak yang diinginkan. Ekstrak ini

merupakan kandungan senyawa aktif dari suatu tumbuhan. Pada saat melakukan

ekstraksi perlu menjadi perhatian:

1. Dingin, ada dua metode seperti:

a. Maserasi

(32)

2. Panas, ada beberapa metode seperti:

a. Refluks

b. Soxhlet

c. Digesti

d. Infus

e. Dekok18,19

Dalam penelitian ini menggunakan cara yang dingin metode maserasi.

Metode ini yang paling mudah dan cocok untuk simplisia yang tidak tahan

panas.20

2.1.5 Sediaan Obat

Dalam penatalaksanaan luka bakar tergantung dari derajat luka dan luas

dari luka tersebut. Terapi dapat diberikan secara topikal ataupun secara sistemik.

Sediaan obat yang digunakan secara topikal seperti salep, gel, solution dan

lain-lain. Sediaan tersebut tergantung dari vehikulumnya yang ditentukan berdasarkan

kelarutan zat aktif.22

Ektraksi yang digunakan dijadikan salep dengan zat pembawanya adeps

lanae dan vaselin album, karena perlakuan secara topikal. Fungsi dari zat

pembawa ini untuk membantu bahan ektraksi dapat kontak lebih lama dengan

bagian kulit yang mengalami luka.3,21

2.1.6 Tikus Sprague dawley

Sprague dawley dipilih sebagai hewan coba berbagai penelitian biomedik

karena hewan ini merupakan contoh yang paling menunjukkan sistem pada hewan

mamalia atau manusia dilihat dari berbagai aspek memiliki berbagai kesamaan.

Sehingga berbagai penelitian yang menggunakan manusia sebagai bahan uji

digantikan oleh tikus ini. Hampir 80% penelitian yang dilakukan menggunakan

(33)

Gambar 2.5 Keadaan fisiologi tikus Sprague dawley

Sumber: International Journal of Preventive Medicine 2013

Selain itu dalam pemilihan jenis kelamin pada hewan uji sangat

diperhatikan. Paling banyak penggunaan jenis kelamin jantan karena pada tikus

ini tidak dipengaruhi dari proses metabolisme pada tikus. Pada tikus betina

memilik sistem metabolisme yang fluktuatif ehingga bisa mempengaruhi dalam

(34)

Begitu juga dalam pemilihan usia hewan uji, terutama tikus ini, yang

dibutuhkan usia yang dewasa. Karena pada usia yang sudah dewasa semua sistem

dalam tubuh telah matur. Berikut ini perbandingan usia tikus dengan usia

manusia.

Gambar 2.6 Perbandingan usia manusia dan tikus Sprague dawley

Sumber: International Journal of Preventive Medicine 2013

Sehingga yang kita pakai sebagai hewan uji tikus dengan usia 6 bulan. Usia

tersebut dibandingkan dengan usia yang biasanya dicapai manusia dibandingkan

dengan usia tikus paling tua yang biasa ditemukan. Sehingga kita dapat

menentukan usia tikus yang dapat digunakan sebagai hewan uji dalam suatu

(35)

22

BAB III

Metode Penelitian

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental deskriptif analitik untuk

melihat pengaruh ekstrak daun Anredera cordifolia (Tenore) steenis terhadap

re-epitelisasi epidermis pada kasus luka bakar.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari-Agustus 2014. Penelitian

ini dilakukan di laboratorium farmakologi, laboratorium histologi dan

laboratorium animal house Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3.3 Bahan Uji

Daun Anredera cordifolia (Tenore) steenis didapatkan dari toko tanaman

obat herbal binahong Jakarta sebanyak 4 Kg daun basah . Alamat jalan Palmerah

Utara 2 Jakarta Barat Indonesia yang dijadikan ekstrak dengan metode maserasi di

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO), kemudian dijadikan

sediaan salep.

3.4 Populasi dan Besar Sampel Percobaan

Pada penelitian ini hewan percobaan yang digunakan sebagai objek

penelitian adalah tikus jantan jenis Sparague dawley umur 2-3 bulan yang

didapatkan dari Departemen Patologi Institut Pertanian bogor disertai surat

keterangan sehat dari Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Hewan pecobaan dibagi kedalam lima kelompok. Yaitu kelompok I hewan

uji diterapi salep dengan konsentrasi ekstrak 10%, kelompok II hewan uji diterapi

salep dengan konsentrasi ekstrak 20%, kelompok III hewan uji diterapi salep

dengan konsentrasi ekstrak 40% kelompok IV kontrol positif dan kelompok V

kontrol negatif. Kelompok kontrol negatif adalah tikus normal dengan luka bakar

diberikan basis salep. Kelompok kontrol positif adalah tikus yang normal dengan

(36)

Jumlah sampel hewan percobaan pada penelitian ini diambil dari

perhitungan rumus Federer sebagai berikut:

Dari perhitungan rumus Federer didapatkan jumlah sampel 5 tikus untuk setiap

kelompok.25

3.4.1 Kriteria Inklusi

Tikus Sprague dawley sehat, jantan, usia 2-3 bulan dan berat 300-400

gram.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Tikus Sprague dawley yang mempunyai kecacatan pada kulit punggung

3.5 Sampel penelitian

Pertumbuhan epitel epidermis dalam penyembuhan luka bakar pada tikus

Sprague dawley.

3.6 Identifikasi Variabel

3.6.1 Variabel bebas

Salep ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 40%,

(37)

3.6.2 Variabel Terikat

Ketebalan lapisan re-epitelisasi epidermis yang terjadi setelah hari kelima

perlakuan yang diamati secara mikroskopis

3.7 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Defenisi

Operasional

Tidak ada Tidak ada Kategorik

3 Salep Kontrol

Tidak ada Tidak ada Kategorik

4 Silver

Sulfatiazine

Salep untuk luka

bakar

(38)

3.8 Alat dan Bahan Penelitian

3.8.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini (lampiran 4), sebagai berikut:

 kandang tikus

 kawat (untuk pembatas dan alas kandang)

 hard colar buat tikus terbuat dari kertas rontgen

 tempat makan dan minum tikus

 sarung tangan

 alat pembersih kandang tikus (sabun dan sikat)

 penangas air

 plat besi pembuat luka bakar

 benang

 lumpang dan alu

 timbangan

 sendok

 hot plate stirrer

 tempat sampel jaringan

 serbuk kayu

 alat bedah minor

 mikroskop cahaya

 pencukur bulu

 komputer/laptop

 kotak tempat preparat

 termometer

(39)

3.8.2 Bahan penelitian

Bahan-bahan penelitian yang diperlukan:

 Daun Anredera cordifolia (Tenore) steenis

 tikus jantan jenis Sprague dawley  formalin 10%

3.9.1.1 Determinasi Anredera cordifolia (Tenore) steenis

Dilakukan dengan cara memberikan sampel daun berserta tangkainya

kepada pihak Institus Pertanian Bogor bagian bidang konservasi ex-situ PKT

kebun Raya Bogor – LIPI. Bertujuan untuk menentukan jenis dari sampel yang

kita berikan apakah sesuai dengan ekstrak yang akan kita pakai saat penelitian.

Determinasi dilakukan selama 3 hari.

3.9.1.2 Ektraksi Daun Anredera cordifolia (Tenore) steenis

Daun binahong yang basah kemudian dicuci dan dipotong kecil-kecil.

Daun binahong yang basah digunakan pada penelitian ini sebanyak 4 Kg.

Dikeringkan dibawah matahari selama 3 hari, ini masih tergantung dengan cuaca.

Setalah dilakukan penjemuran, daun yang sudah kering dilakukan penimbangan.

Didapatkan daun binahong yang sudah kering seberat 535 gr. Daun binahong ini

diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% pada suhu

27oC

Dari semua proses ekstraksi didapatkan ekstrak kental daun binahong

sebanyak 26,2 g. Setelah itu ekstrak kental itu dibagi menjadi berbagai

(40)

vaseline album. Dibagi menjadi 0% sebagai kontrol negatif, 10% untuk perlakuan

1, 20% untuk perlakuan 2, 40% untuk perlakuan 3 dan sebagai kontrol positif

menggunakan silver sulfatiazin yang merupakan terapi dari guideline WHO

tentang penatalaksanaan luka bakar.

3.9.1.3 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak

Basis salep menggunakan adeps lanae dan vaselin album. Lumpang

dipanaskan beserta alu didalam oven dengan suhu 500 C sehingga panas.

Kemudian keluarkan dari oven. Masukkan adaps lanae terlebih dahulu kemudian

aduk hingga lebur , ditambahkan vaselin album dan diaduk secara konstan hingga

homogen. Tambahkan ekstrak daun sesuai konsentrasi yang dibutuhkan dan

diaduk hingga homogen.

Formula standar dasar salep menurut Agoes Goeswin (2006) ialah:

R/ Adeps Lanae 15 g

Vaselin Album 85 g

m.f salep 100 g

Sediaan salep yang digunakan pada penelitian ini menggunakan konsentrasi daun

binahong 10%, 20% dan 40% dibuat sebanyak 30 g

a. salep ekstrak daun binahong 10 %

R/ Ekstrak daun binahong 3 g

Dasar salep 27 g

m.f salep 30 g

b. salep ekstrak daun binahong 20%

R/ Ekstrak daun binahong 6 g

Dasar salep 24 g

m.f salep 30 g

c. salep ekstrak daun binahong 40%

R/ Ekstrak daun binahong 12 g

Dasar salep 18 g

(41)

3.9.1.4 Aklimatisasi Hewan Uji

Sebelum dilakukan percobaan, dilakukan aklimatisasi dahulu pada semua

hewan sampel di laboratorium Animal House Fakultas Ilmu Kesehatan dan

Kedokteran selama satu minggu. Hewan diadaptasikan dengan lingkungan

barunya, makanan dan minumannya. Pemberian makanannya dengan pakan

standar secara ad libitum.

3.9.1.5 Pembuatan Alat Luka Bakar

Menggunakan plat besi yang mempunyai luas penampang 4x2 cm disertai

gagang yang mempermudah kita dalam membuat luka bakar pada tikus Sparague

dawley.

3.9.2 Tahap Pengujian

3.9.2.1 Pembuatan Luka Bakar Derajat II

Sebelum melakukan perlakukan, bulu disekitar punggung dicukur dan saat

melakukan pencukuran diberikan gel khusus pencukur bulu, bertujuan untuk

meminimalkan cedera yang terjadi pada kulit tikus. Berikan terlebih dahulu

anastesi eter secara inhalasi sebelum perlakuan. Alat pembuat luka yang terbuat

dari plat berukuran 4x2 cm dicelupkan ke air panas 980 C selama 5 menit ,

kemudian ditempelkan pada kulit tikus yang telah dianastesi selama 10 detik.31

3.9.2.3 Pemberian Terapi

Setelah dilakukan perlukaan, langsung diberikan perlakuan dengan sesuai

kelompok yang sudah ditentukan. Perlakuan dilakuan 2 kali sehari (pagi dan sore

hari). Perlakuan dilakukan selama 5 hari. Terapi yang dilakukan secara topikal

sesuai dengan luas dari luka.

3.9.2.3 Pengambilan Jaringan

Setelah dilakukan selama 5 hari, hewan uji dianatesi dengan cara

memasukkannya kedalam toples yang mengandung larutan eter. Setelah itu

(42)

Kemudian dimasukkan ke dalam pot sampel yang berisi formalin 10%.

Dikirimkan ke tempat pembuatan preparat dibagian Departemen Histologi

Universitas Indonesia.

3.9.2.4 Pembuatan Preparat

Pembuatan preparat dilakukan di Departemen Patologi Anatomi

Universitas Indonesia. Preparat dibuat menggunakan pewarnaan Hematoxylin

Eosin.

3.9.2.5Pengambilan Gambar Histopatologi

Preparat diamati pada tepi luka dalam proses penyembuhan luka

menggunakan mikroskop cahaya Olympus BX41 menggunakan perbesaran 100x.

Kemudian diambil gambar menggunakan kamera mikroskop Olympus DP25

dengan disertai penggunaan software Olympus DP2-BSW. Foto diambil dengan

perbesaran 100x. Hasil foto ini yang menjadi perhitungan re-epitelisasi epidermis.

Sehingga satu preparat mempunyai dua foto sisi re-epitelisasi yang kemudian

kedua nilai dirata-ratakan. Untuk menghitung ketebalan re-epitelisasi

menggunakan software ImageJ.

3.9.2.6 Cara Penghitungan Ketebalan Re-epitelisasi Epidermis

Tahap penggunaan aplikasi ImageJ untuk menghitung re-epitelisasi yang

dilakukan sebanyak 5 kali setiap foto preparat.

1. Setelah komputer dinyalakan, buka aplikasi ImageJ

2. Klik file pada menu kemudian open lalu pilih foto yang akan dilakukan

perhitungan

3. Setelah foto tersaji, kemudian klik straight pada menu toolbar

4. Buatlah garis sepanjang garis yang ada pada pojok kanan bawah pada hasil

foto preparat.

5. Klik Analyze pada menu kemudian set scale

6. ukuran panjang yang kita ketahui yang tertera pada pojok kanan bawah,

(43)

Distance dan untuk kolom Unit of Length dimasukkan satuan µm

(micrometer). Kemudian klik Ok

7. Buatlah garis kembali pada ketebalan re-epitelisasi yang telah kita

tentukan

8. Kik Analyze pada menu dan kemudian klik Measure

9. Selanjutnya akan muncul Result, pada penghitungan re-epitelisasi yang

digunakan data pada kolom Length

10.Jika akan melakukan kembali ikuti langkah-langkah dari 1-9 dan apabila

akan menyimpan data tersebut, langsung klik file kemudian save.

Pada penelitian ini melakukan pengukuran ketebalan re-epitelisasi

(44)

3.9.3 Alur Penelitian

Determinasi Pengumpulan daun Anredera

(45)

3.10 Managemen Data

Data dari hasil penelitian efek pemberian salep ekstrak daun Anredera

cordifolia (Tenore) steenis terhadap re-epitelisasi epidermis pada luka bakar

Sprague dawley dianalisis menggunakan program SPSS 16.0 untuk melihat

efektifitas yang bermakna pada setiap bahan uji yang terdiri dari kontrol positif,

kontrol negatif dan salep dengan berbagai konsentrasi ekstrak

Dari penelitian ini data didapatkan berupa variabel numerik-numerik yang

lebih dari dua kelompok tidak berpasangan dan dengan distribusi data normal

menggunakan uji one way ANOVA.23 Jika data tidak terdistribusi dengan normal,

maka dilakukan transformasi dengan log 10. Jika data tetap tidak normal, maka

dilakukan uji non parametrik tes.

3.11 Etika Penelitian

Hewan coba sebanyak 25 ekor tikus Sprague dawley diberikan makanan

dan minuman secara ad libitum. Hewan ditempatkan di kandang yang nyaman.

Satu kandang hanya untuk satu tikus. Setelah diberikan perlakuan selama 5 hari,

pada hari ke–6 dilakukan terminasi dengan menggunakan anestesi eter.

Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel jaringan kulit bagian dorsal. Sampel

jaringan kemudian dibawa ke Laboratorium Patologi Anatomi FKUI. Bagian

(46)

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Re-epitelisasi Epidermis

Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan luka bakar pada bagian

punggung. Tikus diberikan perlakuan selama lima hari kemudian dibuat preparat

setiap jaringan kulit. Berikut gambar hasil pembuatan luka bakar.

Gambar 4.1 Hasil makroskopik hari ke lima A: kontrol positif; B: kontrol negatif;

C: P1 (konsentrasi 10%); D: P2 (konsentrasi 20%) dan E: P3 (konsentrasi

40%)Hasil pembuatan luka bakar; tanda panah: luka bakar paparan plat besi

selama 10 detik

A B

C D

(47)

Re-epitelisasi epidermis luka bakar dihitung rata–ratanya setelah diberikan

perlakuan. Dari hasil penghitungan, salep ekstrak daun binahong mempunyai

pengaruh dalam proses re-epitelisasi. Hal ini dapat kita lihat dari ketebalan

epidermis yang sudah terbentuk pada penilaian secara mikroskopik.

Gambar 4.2 Hasil pengambilan gambar preparat HE dengan perbesaran 100x. A: kontrol positif; B: kontrol negatif; C: P1 (konsentrasi 10%); D: P2 (konsentrasi 20%) dan E: P3 (konsentrasi 40%); tanda panah: tepi luka

A

E

D C

(48)

0

Gambar 4.3 Hasil penghitungan re-epitelisasi epidermis

Re-epitelisasi epidermis yang terjadi dihitung menggunakan aplikasi

ImageJ. Re-epitelisasi epidermis yang tertinggi terdapat pada pemberian salep

ekstrak daun binahong konsentrasi 40% (P3) dengan rata-rata 88,39 µm,

sedangkan yang terendah adalah kontrol negatif dengan rata-rata 11,14 µm. Dapat

dilihat hasil pengambilan gambar preparat HE dengan perbesaran 100x.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran re-epitelisasi epidermis

(49)

Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun

binahong, maka re-epitelisasi epidermis akan semakin meningkat. Bahkan dalam

penelitian ini, pemberian salep ekstrak daun binahong konsentrasi 20% (P2)

re-epitelisasi melebihi kontrol positif.

Data yang telah didapatkan pertama kali dilakukan uji normalitas.

Didapatkan data distribusinya normal dengan nilai P value 0,075 (>0,05).

Kemudian dilakukan uji homogenitas dan didapatkan P value 0,216 (>0,05). Nilai

ini menujukkan data tersebut homogen.

Setelah data dinyatakan normal dan homogen, kemudian dilakukan uji

One-way ANOVA. P value didapatkan nilai 0,000 (<0,05). Nilai tersebut

menunjukkan hubungan pemberian salep ekstrak daun binahong terhadap

re-epitelisasi epidermis luka bakar.

4.1.2 Pembahasan

Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa konsentrasi ekstrak daun

binahong 20 % dan 40% yang terjadi re-epitelisasi lebih besar dibanding dengan

re-epitelisasi kontrol positif yang menggunakan silver sulfatiazin. Hal ni

membuktikan daun binahong mempunyai peran dalam membantu proses

re-epitelisasi pada epidermis kulit bahkan efektifitasnya lebih tinggi dibandingkan

dengan silver sulfatiazin.

Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Isnatin Miladiayah (2012),

tentang efek ekstrak daun binahong pada penyembuhan luka sayat di marmut.

Menggunakan ekstrak etanol daun binahong dengan konsentrasi mulai dari 20%

mampu membantu dalam proses penyembuhan luka bila dibandingkan kontrol

positifnya (povidone iodine). Hasil penelitian Isnatin sesuai dengan hasil

penelitian. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Syuhar, Windarti dan

Kurniawati (2012) melakukan uji daun binahong yang hanya ditumbuk lalu

ditempel pada luka bakar derajat II, ternyata hasilnya tidak efektif. Luka dinilai

dari secara mikroskopik tidak ada perbedaaan bermakna antara pemberian daun

binahong dengan kontrol. Hal tersebut mungkin disebabkan daun binahong tidak

(50)

sehingga mampu meningkatkan efektifitas dari senyawa pada daun binahong

tersebut. 3, 26

Daun binahong memiliki kandungan beberapa senyawa seperti saponin,

terpenoid, steroid, glycoside dan alkaloid. Dalam suatu penelitian yang dilakukan

oleh Sri Murni Astuti DKK (2011), seluruh bagian dari tumbuhan binahong

memiliki kandungan saponin baik itu dalam keadaan sampel kering ataupun

segar.3 Selain itu juga dalam penelitian Isnatin (2012), terdapat juga beberapa

senyawa lain yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka, seperti

flavonoid, tanin, dan polifenol.

Selain itu juga pada penelitian Sri Murni Astuti DKK (2011) didapatkan

bahwa pada daun binahong memiliki kandungan saponin 28,14 ± 0,22 persen

untuk setiap 20 mg sampel kering. Sedangkan untuk tangkai tanaman binahong

hanya mengandung 3, 65 ± 0,11 persen. Namun, untuk bagian akar mengandung

paling banyak saponin yakni 43,15 ± 0,10 persen dari setiap 20 mg sampel kering.

Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah daun walaupun kandungan

saponan paling tinggi pada akar. Namun di masyarakat paling banyak

menggunakan daun binahong sebagai obat tradisional luka bakar.27

Saponin berperan dalam mekanisme pada penyembuhan luka dengan cara

menstimulasi produksi kolagen tipe I yang mana akan berperan penting dalam

penutupan luka dan peningkatan re-epitelisasi jaringan.3 Kim YS (2011)

melakukan penelitian, mendapatkan pada kelompok yang diberikan saponin

kecepatan migrasi sel-sel keratinosit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Disimpulkan dari hasil penelitian tersebut bahwa saponin meningkatkan

kecepatan migrasi sel keratinosit yang berpengaruh pada re-epitelisasi

epidermis.30

Sedangkan flavonoid beraksi dalam respon terhadap radikal bebas yang

mencegahan dan memperlambat proses nekrosis sel serta meningkatkan

vaskularisasi pada darah yang mengalami luka. Sedangkan untuk tannin, glikosida

dan flavonoid berperan sebagai antibakteri. Kegunaan dari antioksidan pada

proses penyembuhan dalam proliferasi sel, menekan proses inflamasi dan

kontraksi pada jaringan kolagen dengan cara menghambat adanya radikal bebas.

(51)

askorbat mampu meningkatkan daya tahan terhadap infeksi sekunder, memelihara

mebran mukosa dan mempersingkat proses penyembuhan luka. Sedangkan asam

oleanolik mempunyai manfaat sebagai anti inflamasi dan mampu mengurangi rasa

nyeri pada luka.29

Pada daerah luka, tingkat kelembaban sangat berpengaruh karena dapat

mempercepat pembentukkan growth factor pada re-epitelisasi yang membentuk

stratum korneum dan angiogenesis. Proses tersebut semakin meningkat jika,

keadaan lingkungan yang lembab. Proses re-epitelisai pada luka terbuka

menyebabkan reduksi dari ukuran luka. Pada tahap inflamasi, proses ini semakin

lama jika terjadi infeksi sekunder. Oleh karena itu, pada kasus luka diberikan

antibiotik sehingga menurunkan risiko terjadinya infeksi sekunder.29

Dalam penelitian ini proses untuk mengubah daun binahong menjadi

ekstrak kental menggunakan metode maserasi alasan pemilihan metode ini karena

pengerjaannya mudah dan sederhana. Metode maserasi hanya mampu mengambil

semua senyawa aktif dalam sampel, namun tidak bisa memisahkan senyawa aktif

satu persatu. Sehingga pada penelitian ini tidak dapat ditentukan kadar senyawa

aktif. Namun dapat kita asumsikan bahwa senyawa saponin, alkaloid dan

flavonoid mempunyai peran besar dalam proses re-epitelisasi epidermis. Selain

itu juga ekstrak daun binahong dijadikan sediaan salep dengan tujuan dapat

membantu proses penyerapan dari zat aktif yang terkandung pada daun binahong

ke kulit.

4.2 Keterbatasan Penelitian

1. Tidak melakukan pengambilan gambar makroskopik setelah melakukan

paparan dengan plat besi.

2. Tidak melakukan pembuatan preparat untuk melihat secara mikroskopik

(52)

39

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Salep ekstrak daun Binahong dengan konsentrasi 10%, 20% dan 40%

mempunyai efek dalam re-epitelisasi epidermis pada luka bakar dengan

paparan plat besi selama 10 detik.

2. Konsentrasi salep ekstrak daun binahong 20% dan 40% melebihi kontrol

positif (silver sulfatiazin) dalam membantu proses re-epitelisasi. Semakin

tinggi konsentrasinya ekstrak daun binahong maka efektifitasnya semakin

tinggi dalam membantu proses re-epitelisasi epidermis.

5.2 Saran

1. Melakukan pengambilan gambar makroskopik setelah perlakukan

paparan plat besi.

2. Melakukan pembuatan preparat untuk melihat secara mikroskopik setelah

paparan plat besi.

3. Penggunaan simplisia untuk pembuatan ekstrak bisa menggunakan

akarnya karena ada dibeberapa penelitian lainnya menyatakan kandungan

saponin paling tinggi.

4. Diharapkan dapat menentukkan zat aktif spesifik mana dan berapa

banyak yang paling berperan dalam membantu prosesreepitelisasi.

5. Diharapkan dapat mengetahui lebih lanjut mekanisme zat-zat aktif yang

terkandung pada tumbuhan binahong yang mampu membantu proses

penyembuhan berbagai macam luka.

6. Diharapkan dapat memberikan ekstraksi dengan cara peroral agar dapat

dilihat pengaruh zat-zat aktif binahong secara sistemik.

7. Menggali lagi potensi lain dari zat-zat aktif yang terkandung ditumbuhan

(53)

Daftar Pustaka

1. Krug, Etienne. Burn prevention and care. Geneva, Switzerland: World

Health Organization; 2008. p. 2-3

2. Sabiston, David C. Buku ajar bedah bagian 1. Jakarta: EGC; 1995. h.

155-156

3. Miladiyah, Isnatin. Ethanolic extract of Andredera cordifolia (Ten.)

Steenis leaves improved wound healing in guinea pigs. Jogjakarta:

Departemen Farmakologi Universitas Islam Indonesia; 2012. p. 4-9

4. Cameron, Alex et. al. Burn wound management: a surgical perspective. South Australia: Women’s and Childrens’ Health Research Institute; 2010. p. 35-40

5. Connolly, Siobhan. Clinical practice guidelines: burn patient management.

Russia: Agency for Clinical Innovation; 2011. p. 34

6. Paju, Niswah. Dkk. Uji efektivitas salep ekstrak daun binahong

(Andredera cordidolia (ten.) Steenis) pada kelinci (Oryctolagus cuniculus)

yang terinfeksi bakteri staphylococcus aureus. Manado : Universitas

Samratulangi; 2013. h. 51-59

7. Astuti, Sri Murni Et al. Determination of saponin compound from

Anredera cordifolia (ten.) Steenis (Binahong) to potential treatment for

several disease. Pahang, Malaysia: Universiti Malaysia Pahang; 2011. p.

224-228

8. Eroschenko, Victor P. Atlas histologi di Fiore: dengan korelasi fungsional.

Ed. 11. Jakarta: EGC; 2010. h. 223-230

9. Mescher, Anthony L. Histologi dasar Junqueira : teks dan atlas. Ed. 12.

Jakarta: EGC; 2011. h. 309-321

10.Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Ed. 6. Jakarta:

EGC; 2011. h. 485-487

11.Wonodirekso, Sugito. Penuntun praktikum histologi universitas indonesia.

Jakarta : bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2003. h. 151-155

12.Yapa, Kshemendra Senarath. Wounds. Vol. 5 : Management of burns in

Gambar

Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................
Gambar 1.1 Kerangka Teori
Gambar 1.2 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Rule of Nine
+7

Referensi

Dokumen terkait

sampel. 4) Pada kelompok sampel diberi jus daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis ) mulai dari hari ke-1 sampai hari ke-12, dan pada kelompok kontrol negatif diberi

Untuk mengetahui apakah terdapat efek proteksi dari ekstrak binahong ( Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) terhadap kerusakan hati tikus putih ( Sprague dawley ) yang

Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian salep ekstrak daun binahong konsentrasi 40% tetap berpengaruh positif dalam meningkatkan ketebalan rata-rata

2014, ‘Pengaruh Salep Ekstra Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Pembentukan JaringanGranulasi Pada Luka Bakar Tikus Sprague

Mengetahui potensi ekstrak daun binahong ( Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan jumlah neutrofil pada jaringan luka tikus wistar yang diinfeksi

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti ilmiah bahwa ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang dibuat dalam bentuk sediaan salep dengan

sampel. 4) Pada kelompok sampel diberi jus daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) mulai dari hari ke-1 sampai hari ke-12, dan pada kelompok kontrol negatif diberi air

Uji Aktivitas Salep Extract Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Sebagai Penyembuhan luka Bakar Pada Kulit Punggung Kelinci.. Universitas Muhammadiyah