• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI OLEH ETANOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI OLEH ETANOL"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG

(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP GAMBARAN

HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH

YANG DIINDUKSI OLEH ETANOL

Oleh

MUHAMAD DWI NUGROHO

Skripsi

Sebagai Salah Satu untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

PROTECTIVE EFFECT OF ETHANOLIC EXTRACT OF BINAHONG LEAVES (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) IN HISTOPATOLOGICAL

VIEW OF LIVER DAMAGE INDUCED BY ETHANOL

By

MUHAMAD DWI NUGROHO

In this modern era, free radical spreads everywhere. This is happen in every occurrence of combustion like smoking, cooking, fuel combustion in engines and vehicles. Prolonged ultraviolet exposure, pesticides and other contaminants in our food, even due to excessive exercise, make us no choice but perform protective actions. Therefore this study is conducted to determine the protective effect of binahong leave ethanol extract against liver damage caused by free radicals.

(3)

Result show that avarage skor of liver damage on K1 : 0,12 ± 0,11 ; K2 : 1,76 ± 1,77 ; K3 : 1,36 ± 0,17 ; K4 : 1,2 ± 0,2 ; K5 : 0,28 ± 0,11. Results of Mann-Whitney test between all treatment groups and positive control group show p <0.05. But between the K3 and K4 and K1 and K2 obtained p> 0.05. In conclusion, the leaf extract binahong have protective effects at doses of 50 mg / kgBW, 100 mg /kgBW and 200 mg/kgBW.

Keywords: free radicals, binahong, experimental studies, Anredera cordifolia

(4)

ABSTRAK

EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI

HATI TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI OLEH ETANOL

Oleh

MUHAMAD DWI NUGROHO

Di zaman yang modern sekarang ini radikal bebas tersebar di mana-mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olah raga yang berlebihan, menyebabkan tidak adanya pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif. Untuk itu dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui efek protektif ekstrak etanol daun binahong terhadap kerusakan hati yang terjadi akibat radikal bebas .

(5)

binahong 100mg/kgBB/hari dan etanol 10ml/kgBB/hari) dan K5 (diberi ekstrak etanol daun binahong 200mg/kgBB/hari dan etanol 10ml/kgBB/hari).

Hasil analisis penelitian bahwa skor rata-rata gambaran kerusakan pada kelompok perlakuan : K1 : 0,12 ± 0,11 ; K2 : 1,76 ± 1,77 ; K3 : 1,36 ± 0,17 ; K4 : 1,2 ± 0,2 ; K5 : 0,28 ± 0,11. Hasil uji Mann-Whitney antara semua kelompok perlakuan dan kelompok kontrol positif didapatka p<0,05. Namun antara kelompok K3 dan K4 serta K1 dan K2 didapatkan p>0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun binahong memiliki efek protektif pada dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB.

(6)
(7)
(8)

DAFTAR ISI

A. Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ... 9

1. Deskripsi Tanaman ... 9

D. Pengaruh Alkohol terhadap Hati ... 24

(9)

ii

2. Stress Oksidatif Akibat Etanol ... 25

3. Penyakit Akibat Etanol (Alkoholik) ... 29

III. METODE PENELITIAN ... 35

A. Rancangan Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu ... 34

C. Variabel Penelitian ... 34

D. Populasi dan Sample ... 35

E. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 36

F. Alat dan Bahan ... 36

G. Prosedur Penelitian ... 37

1. Prosedur Pembuatan Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia)... 37

2. Prosedur Pemberian Etanol ... 38

3. Prosedur Pemberian Ekstrak Daun Binahong ... 39

4. Prosedur Perlakuan pada Tikus ... 39

5. Prosedur Pengambilan Sampel Organ Hati... 41

6. Prosedur Pembuatan Preparat ... 41

7. Defiisi Oprasional ... 46

H. Analisi Data ... 47

I. Ethical Clearance... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Hasil ... 49

1. Kerusakan Hati Tikus ... 49

2. Analisis Mikroskopis Kerusakan Hati Tikus ... 54

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Kerangka teori ...7

2. Kerangka konsep ...8

3. Daun binahong ... 10

4. Anatomi sel hati ... 15

5. Histologi sel hati ... 17

6. Diagram alur penelitian ... 45

7. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida ... 57

8. Struktur dasar senyawa flavonoid ... 59

9. Kelompok kontrol normal ... 50

10.Kelompok kontrol patologis ... 50

11.Kelompok perlakuan satu ... 51

12.Kelompok perlakuan dua ... 52

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis senyawa fitokimia pada tanaman binahong ... 12

2. Definisi Operasional ... 46

3. Skor kerusakan hati ... 54

4. Hasil rata – rata kerusakan sel pada kelompok uji ... 55

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman yang modern sekarang ini radikal bebas tersebar di mana‒mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olah raga yang berlebihan menyebabkan tidak adanya pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif (Sauriasari, 2006).

Pada konsentrasi tinggi radikal bebas dan bahan sejenisnya berbahaya bagi makhluk hidup dan merusak semua bagian pokok sel. Radikal bebas juga mengganggu produksi normal DNA (Asam deoksiribonukleat) dan merusak lipid pada membran sel (Arief, 2012).

(13)

2 Senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan, menahan efek radikal disebut antioksidan (Arief, 2012). Keanekaragaman hayati Indonesia sangat berpotensi dalam penemuan senyawa baru sebagai antioksidan (Selawa dkk., 2013). Salah satu tumbuhan yang menarik untuk diteliti sebagai komponen aktif antioksidan adalah binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Binahong merupakan tanaman rambat yang tersebar luas dan banyak di temukan di Indonesia. Secara empiris beragam khasiat binahong telah diakui, untuk mengatasi beberapa penyakit seperti luka bakar, kanker dan jantung (Selawa dkk., 2013).

Menurut penelitian Selawa dkk. (2013), Pada sampel segar daun binahong mengandung konsentrasi antioksidan sebanyak 4,2 mmol/100gr. Dan pada sampel kering binahong mengadung konsentrasi antioksidan sebesar 3,68 mmol/ 100gr. Berdasarkan penelitian Djamil dkk. (2012), juga menunjukan bahwa kandungan antioksidan tumbuhan binahong paling banyak terdapat pada ekstrak metanol daunnya, yang bisa dilihat dari kadar IC50 nya.

(14)

3 Penelitian–penelitan lainya juga berhasil mengidenitifikasi kandungan zat aktif bermanfaat yang terdapat pada binahong. Seperti asam oleanolik, sapogenin, triterpenoid, flavonol, tryhidroxyflavone, betanidin, trapenoid, asam askorbatdan asam p-kumarat.

Oleh karena itu manfaat binahong tidak hanya dikenal secara empiris, tetapi juga telah di buktikan melalui penelitian–penelitian yang telah dilakukan. Namun masih diperlukan penelitian–penelitian lebih lanjut untuk membuktikan manfaat tumbuhan ini. Seperti melihat manfaat binahong secara langsung terhadap gambaran organ hati. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian ini untuk melihat maanfat langsung ekstrak binahong terhadap gambaran histopatolgi organ hati yang telah di induksi oleh etanol sebagai radikal bebas dan zat hepatotoksik.

B. Rumusan Masalah

Alkohol dalam dosis besar menciptakan efek metabolik bertingkat, menyebabkan kerusakan pada hati (Masters, 2007). Ekstrak daun binahong sudah dapat di buktikan khasiatnya sebagai anti-inflamasi, antioksidan, dan anti hepatotoksik. Sehingga dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak etanol daun binahong (Andredera codofolia (Ten.) Teenis)

(15)

4 2. Apakah peningkatan dosis ekstrak etanol daun binahong (Andredera codofolia (Ten.) Teenis) dapat meningkatkan efek protektif terhadap kerusakan hati tikus (Sprague dawley) yang diinduksi olek etanol?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah terdapat efek proteksi dari ekstrak binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) terhadap kerusakan hati tikus putih (Sprague dawley) yang telah di induksi oleh etanol

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan dosis ekstak binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) dapat meningkatkan efek protektif terhadap kerusakan hati tikus (Sprague dawley) yang diinduksi oleh etanol?

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, diharap peneliti dapat menambah pengalaman dan pengetahuan dalam tata cara penulisan karya ilmiah, dapat menerapkan displin ilmunya di lapangan.

(16)

5 3. Seterusnya bagi masyarakat umum, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengetahuan dan pemahaman mengenai efek dari tanaman binahong yang selama ini dikenal masyarkat sebagai terapi empiris.

E. Kerangka Teori

(17)

6 konsentrasi Ca2+ menyebabkan kerusakan sitoskelet dan menurunnya ATP meningkatkan keracunan etanol sehingga meningkatnya blebs (Pospos, 2005).

(18)

7 Keterangan : : Menyebabkan : Mencegah

Gambar 1. Kerangka Teori Inflamasi , steatosis,

nekrosis dan kerusakan jaringan hepar sitokrom P-450 ↑

TNF alfa ↑

Chemokines ↑

lipid peroxidase

Asetaldehid ↑

Endotoksin ↑

ROS (stress Oksidative) ↑ HEPAR

Pemberian etanol

(19)

8 F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

1. Ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) memiliki efek protektif sehingga dapat mencegah kerusakan pada hati tikus putih galur Sprague dawley yang di induksi oleh etanol.

2. Peningkatan dosis ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Stennis) meningkatkan efek protektif terhadap kerusakan hepar tikus putih galur Sprague dawley oleh etanol.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

1. Deskripsi Tanaman

(21)

10 Gambar 3. Daun Binahong (Deane, 2012)

Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) termasuk dalam famili Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat yang mempunyai potensi besar ke depan untuk diteliti, karena dari tanaman ini masih banyak yang perlu digali sebagai bahan fitofarmaka. Tanaman ini sebenarnya berasal dari Cina dan menyebar ke Asia Tenggara. Di negara Eropa maupun Amerika, tanaman ini cukup dikenal, tetapi para ahli di sana belum tertarik untuk meneliti serius dan mendalam, padahal beragam khasiat sebagai obat telah diakui (Manoi, 2009).

2. Manfaat dan Kandungan

(22)

11 yang dapat disembuhkan dengan menggunakan tanaman ini adalah: kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, stroke wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Manoi, 2009).

Menurut Tshikalange (2005). ekstrak air akar binahong dengan dosis 50 mg/ml memiliki daya hambat terhadap bakteri gram‒positif (B.pumilus,B.subtilis dan S.aureus) serta pada bakteri gram‒negatif (Enterobacter cloacae, E.coli, Klebsiella pneumonia, Serratia marcescens,

dan Enterobacteraerogenes) pada dosis 60 mg/ml, tetapi tidak pada bakteri B.sereus. Rachmawati (2007) telah melakukan skrining fitokimia daun binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis) dengan melakukan maserasi terhadap serbuk kering daun dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol didapatkan kandungan kimia berupa saponin triterpenoid, flavanoiod dan minyak atsiri.

(23)

12 alkaloid, saponin dan flavonoid. Setiaji (2009) telah melakukan ekstraksi pada rhizome binahong dengan pelarut etil asetat, petroleum eter, dan etanol 70% di dapatkan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol. Pada ekstrak dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 2 % dapat membunuh bakteri Staphylococcus aureus. Selain itu juga dijelaskan Uchida (2003) bahwa di dalam daun binahong terdapat aktifitas antioksidan, asam askorbat dan total fenol yang cukup tinggi.

Tabel 1. Analisis senyawa fitokimia pada tanaman binahong

Sumber: Astuti, 2013

a. Flavonoid

Senyawa‒senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuhan tinggi,

(24)

13 larut dalam pelarut-pelarut organik seperti eter, benzene, klorofom dan aseton (Waji et al., 2009).

Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon) (10, 11). Keberadaan cincin aromatik menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang UV-vis (Sriningsih dkk., 2012).

(25)

14 b. Saponin

Berdasarkan struktur kimianya, saponin dikelompokkan menjadi tiga kelas utama yaitu kelas streroid, kelas steroid alkaloid, dan kelas triterpenoid (Wallace et al., 2002).

Saponin sebagian besar terkandung dalam tanaman, namun saponin juga terkandung dalam beberapa jenis hewan seperti sea cucumber. Saponin yang terkandung dalam tanaman banyak ditemukan pada bagian akar, umbi, kulit pohon, biji dan buah. Mayoritas saponin yang terdapat di alam terutama pada tumbuhan jenis saponin triterpen. Saponin terdapat pada berbagai spesies tanaman, baik tanaman liar maupun tanaman budidaya. Saponin juga banyak ditemukan dalam tanaman yang digunakan sebagai hijauan pakan ternak ruminansia dan jenis tanaman lain yang berpotensi sebagai macam spesies Sapindus (Wina et al., 2005).

Berdasarkan penelitian Astuti (2013), kandungan senyawa saponin secara kuantitaitf dalam tanaman binahong menunjuka hasil presentase saponin dari tiap 20 mg sampel kering terdapat pada daun dan akar tanaman yaitu dengan jumlah sebesar (28,14 ± 0,22) untuk daun, Batang (3,65 ± 011) dan akar (43,15 ± 0,10).

B. Hati

1. Anatomi Hati

(26)

15 jantung dan jantung. Permukaan posterior‒inferiornya (atau visceral) berbatasan terhadap perut kerongkongan, lambung, duodenum, hepatic flexure of colon, ginjal kanan, kelenjar suprarenal serta memiliki kandung empedu. Hati dibagi menjadi lobus kiri kanan dan kecil yang lebih besar, bagian superiornya dipisahkan oleh ligamentum falciform (Elis, 2006).

Hati terdiri dari lobulus, masing‒masing dengan vena sentral soliter yang merupakan cabang dari vena hepatika yang pada gilirannya mengalir ke vena cava inferior. Dalam ruang antara lobulus disebut kanal portal, terdiri dari cabang arteri hepatika (membawa darah sistemik) dan vena portal, yang keduanya mengalir ke vena sentral melalui sinusoid yang melintasi lobulus tersebut. Cabang‒cabang duktus hepatika juga terdapat pada kanal portal

dan menerima kapiler empedu dari lobulus hati (Elis, 2006).

Gambar 4. Anatomi sel hati (Encyclopedia, 2010)

2. Histologi Hati

(27)

16 hati, yaitu hepatosit dan sinusoid secara radial. Jaringan ikat disini membentuk triad porta atau daerah porta, tempat cabang arteri hepatika, cabang vena porta dan cabang duktus biliaris. Darah arteri dan darah vena mula–mula bercampur di sinusoid hepar saat mengalir ke vena sentral. Dari sini darah memasuki sirkulasi umum melalui vena hepatica (Eroschenko, 2003).

Sel–sel hati jika dipulas dengan perwarnaan hematoksilin dan eosin, sitoplasma hepatosit bersifat eosinofilik, terutama karena banyaknya mitokondria dan retikulum edndoplasma yang licin dan konjugasi dari bilirubin toksik hidrofobik oleh glukoronil-transferase untuk membentuk bilirubin glukorinuda non-toksik yang larut dalam air. Retikulum endoplasma kasar membentuk kelompokan tersebar dalam sitoplasma, disebut badan basofilik. Beberapa protein seperti albumin fibrinogen pada polisum dalam struktur ini (Junqueira et al., 2007).

Sinusoid hepar adalah saluran darah yang berliku–liku dan melebar, dengan diameter tidak teratur, dilapisi oleh sel endotel bertingkat tidak utuh, yang dipisahkan dari hepatosit di bawahnya oleh ruang perisinusoidal (Eroschenko, 2003).

(28)

17 merupakan cabang terminal dari arteri hepatik. Dan yang ketiga adalah duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain struktur itu, ditemukan juga struktur limfatik (Junqueira et al., 2007).

Gambar 5. Histologi sel hati (Slomianka, 2009)

3. Fisiologi Hati

Menurut Guyton & Hall (2006), hati mempunyai bebrapa fungsi yaitu : a. Metabolisme karbohidrat

Fungsi hati dalam metabolisme karbohirat adalah menyimpan glikogen, mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.

b. Metabolisme lemak

(29)

18 pembentukan sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid, serta pengubahan karbohidrat dan protein menjadi lemak.

c. Metabolisme protein

Fungsi hati dalam memetabolisme protein adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amoia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma dan membentuk asam amino esensial dan asam amino non esensial.

d. Fungsi hati dalam proses pembekuan darah

Hati membentuk sebagian besar zat–zat darah yang di pakai dalam koagulasi. Zat–zat tersebut adalah fibrinogen, protrombin, globulin akselator dan faktor VII, IX, dan X.

e. Penyimpanan vitamin, zat besi dan detoksikasi sekresi obat–obatan, hormon atau zat lain dalam tubuh serta sebagai fagositosis dan imunitas.

C. Alkohol

1. Definisi

Alkohol (etanol) adalah satu dari senyawa organik yang dibentuk dari hidrokarbon‒hidrokarbon oleh pertukaran satu atau lebih gugus hidroksil

(30)

19 2. Absorbsi

Alkohol (etanol) adalah molekul kecil larut dalam air yang diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal (Masters, 2007). Alkohol tidak membutuhkan pencernaan, dapat langsung di absorbsi melalui usus halus, hanya sekitar 20% yang di absorbsi di lambung, dan dapat mencapai otak dalam waktu satu menit. Gas CO2 atau lambung yang kosong mempercepat absorbsi alkohol (Jones, 2002; Keel, 2003).

Menurut Darmono (2009), beberapa faktor yang mempengaruhi proses absorbsi etanol, yaitu :

a. Kondisi lambung dalam keadaan kosong atau berisi.

Hal ini sangat penting dalam pengaturan absorbsi alkohol. Pada lambung keadaan kosong, absorbsi sempurna terjadi dalam waktu 1 atau 2 jam, tetapi pada lambung keadaan berisi penuh makanan absorbsi terjadi sampai 6 jam.

b. Komposisi larutan etanol yang diminum

Bir lebih lambat diabsorbsi daripada anggur (wine) dan anggur lebih lambat daripada spiritus. Hal ini karena minuman keras yang mengandung karbon diabsorbsi lebih cepat, karena senyawa karbon dioksida (CO2) dapat ambil alih isi lambung.

3. Distribusi

(31)

20 dari etanol mendekati volume cairan tubuh total (0,5-0,7 l/Kg). Pada sistem saraf pusat, konsentrasi etanol meningkat dengan cepat. Hal ini dikarenakan otak menampung sebagian besar aliran darah dan etanol melewati membran biologi dengan cepat, sehingga etanol sangat mudah menembus jaringan otak dan plasenta. Selain itu, distribusi alkohol antara aveolar paru dengan darah sangat bergantung pada kecpatan difusi, tekanan gas dan konsentrasi alkohol kapiler paru (Darmono, 2009; Masters, 2007).

4. Metabolisme

Lebih dari 90% alkohol yang digunakan di oksidasi di dalam hati. Pada kadar etanol yang biasanya di capai dalam darah, kecepatan oksidasinya mengikuti kinetika orde nol (zero order kinetic), yaitu tidak bergantung pada waktu dan konsentrasi obat. Orang dewasa dapat memetabolisme 7–10 g (150‒220 mmol alkohol perjam, yang ekivalen dengan kira‒kira 10000 oz

bir, 3,5 oz anggur, atau 1 oz minuman keras yang disuling dengan kadar murni 80 (Masters, 2007).

Metabolisme alkohol menjadi acetaldehyde mempunyai tiga jalur metabolisme dan proses metabolik ke empat, dimana terjadi pengoksidasian acetalde yang telah terbentuk. Adapun proses metabolisme alkohol , yaitu :

a. Jalur sitosol/ lintasan Alcohol Dehydrogenase (ADH)

(32)

21 oleh aldehid dehidrogenase dan akhirnya menjadi CO2 dan air melalui siklus asam sitrat. Beberapa efek metabolik alkohol secara langsung berhubungan dengan produksi NADH dan asetildehide yang berlebihan. Berikut ini adalah rumus reaksi kimianya :

CH3CH2OH + NAD+  CH3C=OH+NADH+H+ (Ophardt, 2003).

Jalur alkohol dehydrogenase 9ADH) terletak pada sitosol. Dalam keadaan fisiologik, ADH memetabolisir alkohol yang berasal dari fermentasi dalam saluran cerna dan juga untuk proses dehidergenase steroid dan omega oksidasi asam lemak (Darmono, 2009).

b. Jalur mikrosom/ sistem oksidasi etanol di mikrosom melalui jalur microsomal ethanol oxidizing system (MEOS)

Sistem oksidasi etanol melalui microsomal ethanol oxydizing system (MEOS) terletak didalam retikulum endoplasma. Sistem ini bekerja dengan pertolongan tiga komponen mikrosom yaitu sitokrom P450, reduktase dan lesitin. Alkohol diuraikan menjadi asetaldehide (Darmono, 2009). Sistem enzim ini merupakan sistem oksidasi campuran NADPH sebagai kofaktor dalam memetabolisme etanol pada fase I. Reaksinya berupa :

(33)

22 Pada fase II sistem ini terjadi proses konjugasi dengan antioksidan glutathion yang terdapat pada hepar sehingga asetaldehide berubah manjadi asetat yang lebih polar sehingga larut dalam air, akan tetapi karena antioksidan glutathion terdeplesi akibat pemberian alkohol, maka fase II ini biasanya tidak akan terjadi. Akibatnya tertumpuklah asetaldehide yang bersifat reaktif dalam sel hepar (Murray et al., 2003).

c. Jalur peroksisom/ sistem katalase

Sistem ini berlangsung di dalam peroksisom dengan menggunakan katalse. Pada jalur ini terjadi perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O oleh enzim katalase. Sistem ini diperlukan ketika kadar alkohol dalam tubuh kita meningkat (Zakhari, 2006).

Menurut Darmono (2009), hidrogen yang dihasilkan dari metabolisme alkohol dapat mengubah keadaan redoks, dimana pada pemakaian alkohol yang lama dapat mengurangi keadaan redoks tersebut. Perubahan ini dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat, sehingga dapat menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat sintesa protein. Perubahan redoks menimbulkan perubahan dari piruvat ke laktat yang menyebabkan terjadinya hiperlaktatsidemia.

(34)

23 akumulasi trigliserida dengan menangkap asam lemak di dalam hati. Lemak dalam hati berasal dari tiga sumber yaaitu : makanan, jaringan lemak yang di angkut ke hati sebagai Free Fatty Acid (FFA) dan hasil sintesis oleh hati sendiri. Oksidasi alkohol dalah hati menyebabkan berkurangnya oksidasi lemak dan meningkatnya lipogenesis hati (Darmono, 2009).

d. Metabolisme acetaldehyde

Sebagian besar acetaldehyde yang dibentuk dari alkohol di oksidasi di dalam hati. Sementara itu, beberapa sistem enzim mungkin bertanggung jawab atas reaksi ini, seperti mitochondrial NAD+-dependent aldehyde dehydrogenase. Sistem enzim ini merupakan jalur utama bagi oksidasi acetaldehyde. Produk reaksi ini adalah asetat. Selanjutnya asetat mengalami peruabahan metabolisme menjadi CO2 dan air (Masters, 2007).

Pada pemberian berulang alkohol terjadi deplesi dari enzim antioksidan alami tubuh tersebut diatas sehingga perubahan asetildehid menjadi asetat yang bersifat polar tidak terjadi. Hal ini berakibat menumpuknya asetaldehide yang merupakan radikal hidroksil dalam hepar. Penumpukan oksidan itu amat berbahaya karena dapat berikatan dengan molekul lain seperti, protein, asam nukleat, lipid, dan lain‒lain.

5. Ekskresi

(35)

24 menjadi asetat yang bersifat polar. Biasanya sekitar 2‒10% di eksresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru maupn ginjal. Sebagian kecil dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu, cairan lambung dan air liur (Fleming et al., 2008; Darmono 2009).

D. Pengaruh Alkohol terhadap Hati

Alkohol dalam dosis besar menciptakan efek metabolik bertingkat, menyebabkan kerusakan pada hati dan sistem pencernaan. Hal ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk pengurangan glukoneogenesis, hipeglikemia dan ketoasidosis, serta penimbunan lemak di hati. Faktor lain seperti keturunan, penyakit yang menyertai, jumlah dan lamanya minum alkohol menentukan beratnya kerusakan hati (Masters, 2007).

Ingesti jangka pendek hingga 80g etanol per hari umumnya menyebabkan kelainan hati yang ringan dan reversible, misalnya perlemakan hati. Ingesti 160g atau lebih etanol setiap hari selama 10 sampai 20 tahun dilaporkan secara konsisten menimbulkan cedera yang lebih parah. Asupan etanol 80 – 160g per hari dianggap sebagai ambang risiko (Borderline risk) terjadinya kerusakan hati yang lebih parah. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit‒penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana (steatosis), ke

hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatosis hepatitis atau alkoholik hepatitis), ke sirosis (Robbins et al., 2007).

(36)

25 pada hati. Pada hewan percobaaan, digunakan etanol dengan dosis 5g/kgBB, menimbulkan kerusakan hati (Chen, 2010).

1. Kerusakan Jaringan Hati oleh Etanol

Kerusakan sel akibat etanol disebabkan interaksinya dengan membran yang akan menyebabkan terpengaruhnya fungsi membran dalam menyampaikan signal antar sel. Diduga etanol merangsang terbentuknya asetaldehide serta menurunnya rasio NAD+/NADH. Meningkatnya konsentrasi Ca2+ menyebabkan kerusakan sitoskelet dan menurunnya ATP meningkatkan keracunan etanol sehingga meningkatnya blebs (Pospos, 2005). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian pada tikus obese yang diberikan alkohol akut. Pada penelitian tersebut terjadi apoptosis dan kerusakan jaringan hepar, karena terjadi stress oksidatif dan nitrosative damage. Pada penelitian dengan tikus tersebut diberikan etanol 4 gram/kg dengan gavage setiap 12 jam selama 3 hari. Pemberian etanol menurunkan kadar antioksidan dan menurunkan aktivitas glutathione peroxidase dan meningkatkan cytochrom P-450 2E1 (Carmiel et al., 2003).

2. Stress Oksidatif Akibat Etanol

(37)

26 Pada konsentrasi tinggi radikal bebas dan bahan sejenisnya berbahaya bagi mahluk hidup dan merusak semua bagian pokok sel. Radikal bebas juga mengganggu produksi normal DNA, dan merusak lipid pada membran sel. (Arief, 2012).

Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yangsangat reaktif, dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari reactive oxygen species (ROS), satu bentuk radikal bebas. Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik (Sauriasari, 2006).

Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah ROS eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap rokok, dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS, contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hidrogen peroksida, singlet oksigen dan lain sebagainya (Sauriasari, 2006).

(38)

4-hidroksi-2-27 nonenal (HNE), yang keduanya dapat membentuk adduct dengan protein. Selain itu, asetaldehida dan MDA bersama‒sama dapat bereaksi dengan protein untuk menghasilkan MDA‒asetaldehida-protein adduct (MAA).

Semua adduct ini dapat menginduksi respon imun (misalnya, pembentukan antibodi). Selain itu, MAA adduct dapat menginduksi proses inflamasi dalam beberapa jenis sel hati (misalnya, sel‒sel stellata dan sel endotel). Temuan lainya menunjukkan hubungan antara MDA, HNE, dan adduct MAA dan pengembangan selanjutnya dari penyakit hati (Zakhari, 2006).

(39)

28 Dalam kebanyakan sel, sebagian besar ROS dihasilkan dalam hubungan dengan sistem transpor elektron mitokondria. Selain itu, ROS diproduksi oleh CYP2E1 dan oleh sel Kupffer aktif di hati. Kedua konsumsi alkohol akut dan kronis dapat meningkatkan produksi ROS dan menyebabkan stres oksidatif melalui berbagai jalur, antara lain sebagai berikut (Wu dan Cederbaum 2003) :

 Perubahan keadaan redoks sel '(yaitu, dalam rasio NADH ke NAD +)

sebagai hasil metabolisme etanol oleh ADH dan ALDH, yang menghasilkan produksi lebih NADH.

 Pembentukan asetaldehida.

 Induksi CYP2E1 pada tingkat alkohol tinggi.

 Hipoksia yang berhubungan dengan metabolisme alkohol.

 Kerusakan pada mitokondria akibat alkohol.

 Aktivasi sel Kupffer.

 Pengurangan kadar antioksidan tertentu (misalnya, mitokondria dan

glutathione sitosol).

 Pembentukan 1‒hidroksi radikal yang disebutkan di atas.

Kontribusi relatif dari faktor‒faktor ini dengan peningkatan kadar ROS

(40)

29 protein dan DNA dalam proses yang disebut peroksidasi, yang dapat memiliki konsekuensi yang berbahaya. Misalnya, seperti yang dijelaskan dalam bagian sebelumnya, peroksidasi lipid mengarah ke generasi MDA dan HNE. Peroksidasi membran mitokondria mengubah sifat membran (misalnya, membran permeabilitas) sehingga molekul tertentu yang biasanya terkandung dalam mitokondria dapat keluar dari mitokondria ke sitosol. Pelepasan senyawa yang disebut sitokrom c ke sitosol misalnya, menyebabkan rantai reaksi biokimia yang pada akhirnya menyebabkan jenis tertentu kematian sel (yaitu bunuh diri sel atau apoptosis). Selain itu, peroksidasi molekul dalam membran mitokondria mengubah distribusi muatan listrik melintasi membran yang menghasilkan penurunan tingkat ATP dalam sel dan mempromosikan jenis lain dari kematian sel disebut nekrosis. Kedua apoptosis dan nekrosis berkontribusi terhadap kerusakan hati yang berhubungan dengan alkohol (Zakhari, 2006).

3. Penyakit Hati Akibat Etanol (Alkoholik)

(41)

30 a. Steatosis Hati (perlemakan hati)

Steatosis hati adalah penimbunan atau akumulasi lemak di hepatosit. Hati akan menjadi kuning dan membesar karena akumulasi lemak yang berlebihan. Patogenesis perlemakan hati kurang diketahui dan dapat tergantung dari jumlah konsumsi alkohol, diet lemak, penyimpanan lemak dalam tubuh, status hormonal dan faktor lainya (Carol & Kathryne, 2003).

Secara mikroskopis, hati yang mengalami perlemakan akibat alkoholisme kronis tampak sebesar (hingga 4 sampai 6 kg), lunak, kuning dan berminyak. Sedangkan secara mikroskopis, pada permulaan terjadianya steatosis hati tidak ada atau sedikit fibrosis. Namun seiring dengan berlanjutnya asupan alkohol, maka terbentuklah jaringan fibrosa disekitar vena sentral dan meluas ke dalam sinusoid didekatnya. Apabila asupan alkohol dihentikan, maka jaringan hati akan mengalami perbaikan sempurna (Robbins et al., 2007).

b. Peroksidasi Lipid

Lipid merupakan komponen penting pada membran sel yang mengelilingi sel seperti halnya struktur sel lain, antara lain mitokondria dan inti sel. Kerusakan pada lipid pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan sel. Degradasi total yang disebut dengan peroksidasi merupakan tanda kerusakan oksudatif (Wu et al., 2003).

(42)

31 sering oleh radikal bebas (Rajjnessh, 2009). Peroksidasi Lipid juga melibatkan inaktivasi enzim penting dalam sel (Verma et al., 2007).

Dengan mencegah oksidasi pada lipid membran, permeabilitas sel akan terjaga dan metabolisme sel tidak akan terganggu (Stoilova et al., 2007)

c. Hepatitis alkoholik

Hepatitis alkoholik adalah tingkat pertengahan di antara perlemakan hati dan sirosis. Ini sering terlihat pada seseorang yang menambah intake alkoholnya. Hepatitis alkoholik ditandai dengan inflammasi dan nekrosis dari sel hati. Kondisi ini biasanya bersifat serius dan fatal. Pada seseorang yang bertahan hidup dan terus mengkonsumsi alkohol, fase akut biasanya diikuti dengan hepatitis alkoholik presisten dengan progresivitas menuju sirosis sekitar 1‒2 tahun kemudian (Carol & Kathryn, 2003).

Secara makroskopis, hati tampak bercak merah disertai daerah yang tercemar empedu. Ukuran hati normal atau membesar, sering terlihat adanya nodus‒nodus dan fibrosis yang menunjukan evolusi sirosis (Robbins

et al., 2007), yaitu :

1) Adanya pembengkakan dan nekrosis hepatosit

Satu atau beberapa sel mengalami degenerasi balon dan nekrosis. Pembengkakan terjadi akibat akumulasi lemak, air dan protein

2) Badan mallory

(43)

32 bersifat khas, tetapi tidak spesifik untuk penyakit hati alkoholik karena juga ditemukan pada sirosis bilier primer, penyakit Wilson, sindrom kolestatik kronis dan tumor hepatoselular.

3) Reaksi neutrofilik

Neutrofil menembus lobus dan berkumpul di sekitar hepatosit yang mengalami degenerasi, terutama yang mengandung badan mallory. Limfosit dan makrofag juga masuk ke saluran porta dan berkumpul di dalam parenkim.

4) Fibrosis

Hepatits alkoholik hampir selalu disertai fibrosis sinusoid dan perivenula. Kadang‒kadang fibrosis mendominasi, terutama pada

asupan alkohol beruang dengan dosis besar. Pada sebagian kasus terjadi kolestasis dan pengandapan ringan hemosiderin di hepatosit dan sel kuffer.

d. Sirosis hepatis alkoholik

Sirosis hepatis alkoholik adalah penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi seluruh pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan fibrosis disekitar parenkim hati mengalami regenerasi (Maryani, 2003).

(44)

33 Menurut Robbins et al. (2007), gambaran sirosis alkoholik sacara mikroskopis yakni awalnya terbentuk septum fibrosis yang halus dan berjalan melalui sinusoid dari vena sentralis menuju regio porta serta dari saluran porta ke saluran porta. Aktivitas regeneratif hepatosit parenkim yang terperangkap menghasilkan nodus dengan ukuran cukup seragam. Nodus ini cenderung bergaris tengah kurang dari 0,3cm maka pola sirosis ini disebut sirosis mikronodular. Seiring dengan berlalunya waktu, nodularitas semakin mencolok. Nodus besar menyebar menciptakan suatu gambaran seperti paku dalam permukaan hati.

(45)

III.METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan metode acak terkontrol menggunakan post test only controlled group design (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini 25 ekor tikus putih galur Sprague Dawley berumur 2‒3 bulan yang dipilih secara random yang dibagi menjadi 5 kelompok .

B. Tempat dan Waktu

Pengambilan tanaman uji dilakukan di Bandar Lampung. Sedangkan pengolahan tanaman dilaksanakan di Laboraturium Kimia Organik FMIPA Universitas Lampung. Dan pengelolaan tikus putih dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (independent variable) adalah ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia).

(46)

35 D. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah mencit galur Sprague dawley berumur 2–3 bulan yang diperoleh dari laboraturium Patologi Fakultas Kedokteraan Hewan IPB. Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi kedalam 5 kelompok dengan pegulangan sebanyak 5 kali.

Menurut Supranto (2000), rumus penentuan sample untuk uji eksperimental, yakni (t-1) (n-1) ≥ 15. Dimana t merupakan jumlah kelompok perlakuan, dan n adalah jumlah pengulangan atau sample setiap kelompok, niai n sama dengan 5 kali.

Cara pengambilan sampel untuk penelitian eksperimental, dengan menggunakan Supranto (2000) :

(t-1) (n-1) ≥ 15 t : jumlah kelompok n : jumlah sampel

Pada penelitian kali ini terdapat 4 kelompok, sehingga (t-1) (n-1) ≥ 15

(5-1) (n-1) ≥ 15 (n-1) ≥ 3,75 n ≥ 3,75 +1 n ≥ 4,75

(47)

36 E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Sampel yang di ambil harus memiliki kriteria inklusi sebagai berikut : 1. Memiliki berat badan antar 180–220gr

2. Jenis kelamin jantan 3. Berusia sekitar 2‒3 bulan

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memiliki penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif.

2. Keluarnya eksudat yang tidak normal darimata, mulut, anus, genital setelah masa adaptasi.

3. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % setelah masa adaptasi di laboratorium

F. Alat dan Bahan

Untuk mendukung terlaksananya penelitian ini, penulis menggunakan alat dan bahan, sebagai berikut :

1. Bahan Penelitian

(48)

37 xylol, paraffin dengan titik cair 50‒55 derajat celcius, pewarnaan Haematoxylin dan eosin Y, akuades, Meyer’s albumin, enthelen.

2. Alat penelitian

1) Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g untuk menimbang berat tikus

2) Spuit oral 1 cc 3) Mikropipet

4) Gunting minor set, untuk membedah perut mencit (laparotomi) 5) Kapas dan alkohol

3. Alat pembuat preparat histologi

Adapun alat pembuat preparat histologi adalah mikrotom, waterbath, embedding cassette, cover glass dan kaca preparat.

G. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Pembuatan Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia)

(49)

38 Buat ekstrak dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan pelarut yang sesuai yang dapat menyaring sebagian besar metabolit skunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak dinyatakan lain gunakan etanol 70% (Depkes, 2009).

Masukan satu bagian serbuk simplisia ke dalam maserator, tambahkan 10 bagian pelarut. Rendam selama 6 jam pertama sambil sesekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat dengan cara pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi. Ulangi proses penyaringan sekurang‒kurangnya duua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama

(Depkes, 2009).

Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental (Depkes, 2009).

2. Prosedur Pemberian Etanol

Dosis etanol yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan dari hasil penelitian Chen (2010) yang telah membuktikan bahwa pemberian etanol 5g/kgBB selama 10 hari meyebabakan efek kerusakan yang signifikan pada hati.

Perhitungan volume pemberian etanol yaitu 1 gram etanol sama dengan 1 mL alkohol 100% . Jadi jika konsentrasi etanol dibuat 50% maka dalam 50% v/v 100 ml terdapat 50 gram etanol.

(50)

39 3. Prosedur Pemberian Ekstrak Daun Binahong

Dosis pada penelitian ini di daasarkan atas penelitian sebelumnya yaitu penelitian-penelitian Sukandar dkk. pada tahun 2010, 2011, dan 2013. Hasil dari penelitian-penelitian menunjukan bahwa ekstrak binahong pada dosis 50mg/kgBB, 100mg/kgBB, dan 200mg/kgBB memiliki efek terapeutik yang signifikan pada tubuh manusia, yaitu dapat menurunkan kadar glukosa darah, menurunkan kadar kreatinin darah yang diakibatkan kerusakan ginjal, memperbaiki gambaran histopatologi kerusakan pankreas dan juga memperbaiki gambaran histopatologis kerusakaan ginjal.

Untuk itu digunakan pada penelitian ini digunakan ekstrak daun binahong dengan dosis 50mg/kgBB, 100mg/kgBB, dan 200mg/kgBB tikus. Penentuan dosis untuk perlakuan ditetapkan atas rata‒rata berat badan hewan uji.

4. Prosedur Perlakuan pada Tikus

a. Tikus sebanyak 20 ekor, dikelompokkan dalam 5 kelompok.

b. Selama satu minggu tiap‒tiap kelompok tikus diadaptasikan sebelum diberi perlakuan.

c. Mengukur berat badan tikus sebelum perlakuan. d. Melakukan perlakuan pada masing-masing kelompok :

 Kelompok 1 sebagai kontrol normal, diberikan aquades (minum) dan

pakan standar.

 Kelompok 2 sebagai kontrol negatif, diberikan aquades (minum) dan

(51)

40  Kelompok 3 sebagai perlakuan coba, diberikan aquades (minum) dan

pakan standar ditambah ekstrak daun binahong dosis 50 mg/kgBB kemudian selang 2 jam (hal ini dikarenakan 2 jam adalah waktu untuk pengosongan lambung) diinduksi etanol dosis 10 ml/kgBB. Masing‒masing diberikan peroral selama 10 hari.

 Kelompok 4 sebagai perlakuan coba, diberikan aquades (minum) dan

pakan standar ditambah ekstrak daun binahong dosis 100 mg/kgBB kemudian selang 2 jam diinduksi etanol dosis 10 ml/kgBB. Masing‒masing diberikan peroral selama 10 hari.

 Kelompok 5 sebagai perlakuan coba, diberikan aquades (minum) dan

pakan standar ditambah ekstrak daun binahong dosis 200 mg/kgBB kemudian selang 2 jam diinduksi etanol dosis 10 ml/kgBB. Masing‒masing diberikan peroral selama 10 hari.

e. Setelah 14 hari , perlakuan diberhentikan. f. Lima tikus jantan dari tiap kelompok dinarkosis.

g. Dilakukan laparotomi, hati tikus diambil untuk sediaan mikroskopis. Pembuatan sediaan mikroskopis dengan metode paraffin dan pewarnaan Hematoksilin eosin.

h. Sampel hepar difiksasi dengan formalin 10%.

(52)

41 5. Prosedur Pengambilan Sampel Organ Hati

Tikus dikeluarkan dari kandang dan ditempat terpisah dengan tikus lainnya kemudian ditunggu beberapa saat untuk mengurangi penderitaan pada tikus akibat aktivitas antara lain, pemindahan, penanganan, gangguan antar kelompok, dan penghapusan berbagai tanda yang pernah diberikan. Setelah itu, tikus dianestesi dengan Ketamine-xylazine 75-100 mg/kgBB + 5-10 mg/kgBB secara IP kemudian tikus di euthanasiaberdasarkan Institusional Animal Care and Use Committee (IACUC) menggunakan metode cervical dislocation dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher di dasar tengkorak atau batang ditekan ke dasar tengkorak. Dengan tangan lainnya, pada pangkal ekor atau kaki belakang dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang leher dan tengkorak (AVMA, 2013). Setalah itu dilakukan laparotomi, hati tikus diambil untuk sediaan mikroskopis.

6. Prosedur Pembuatan Preparat

a. Fixation

1) Menfiksasi spesimen berupa potongan organ lambung yang telah dipilih segera dengan larutan pengawet formalin 10%

2) Mencuci dengan air mengalir

b. Trimming/sampling

1) Membuat irisan potongan lambung dengan ketebalan sebesar 3-5mm. 2) Memasukkan potongan organ lambung tersebut ke dalam embedding

(53)

42 3) Menuntaskan air dengan meletakkan embedding cassette pada kertas tisu.

c. Dehidrasi

Berturut-turut melakukan perendaman organ lambung dalam alkohol bertingkat 80% selama 2 jam, 90% selama 2 jam, 95% selama 1 jam, alkohol absolut I selama 2 jam, alkohol absolut II selama 1 jam.

d. Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I, II, III masing-masing selama 30 menit.

e. Impregnasi

Impregnasi dengan menggunakan paraffin I dan II masing-masing selama 1 jam di dalam inkubator dengan suhu 65,10C.

f. Embedding

1) Menuangkan paraffin cair dalam pan

2) Memindahkan satu persatu dari embedding cassette ke dasar pan

3) Melepaskan paraffin yang berisi potongan lambung dari pan dengan memasukkan ke dalam suhu 4-60 C beberapa saat.

4) Memotong paraffin sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan scapel/pisau hangat

5) Meletakkan pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya sedikit meruncing

(54)

43 g. Cutting

1) Sebelum memotong, mendinginkan blok terlebih dahulu

2) Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4‒5 mikron.

3) Memilih lembaran potongan yang paling baik, mengapungkan pada air dan menghilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunakan kuas runcing.

4) Memindahkan lembaran jaringan ke dalam waterbath selama beberapa detik sampai mengembang sempurna

5) Dengan gerakan menyendok mengambil lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan menempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah, mencegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan.

6) Mengeringkan slide. Jika sudah kering, slide dipanaskan untuk merekatkan jaringan dan sisa paraffin mencair sebelum pewarnaan.

h. Staining (pewarnaan) dengan harris Hematoxylin Eosin

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut :

Untuk pewarnaan, zat kimia yang pertama digunakan xilol I, II, III masing‒masing selama 5 menit. Zat kimia yang ketiga aquadest selama 1

(55)

44 Kemudian memasukkan potongan organ dalam fosin selama 2 menit. Kesembilan, secara berurutan memasukkan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 96%, alcohol absolute III dan IV masing selama 3 menit. Terakhir, memasukkan dalam xilol IV dan V masing-masing 5 menit.

i. Mounting

(56)

45 Timbang Berat Badan Tikus

Gambar 8. Diagram Alur Penelitian

K KN P1 P2

Tikus di adaptasikan selama 7 hari

diet Tikus di berikan perlakuan selama 10 hari

Tikus di narkosis dengan kloroform

Lakukan pembedahan dan pengambilan hati tikus

(57)

46 7. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:

Tabel 3. Definisi Operasional

NO VARIABEL DEFINISI SKALA

1 Daun

binahong

Daun binahong merupakan daun tunggal, helaian daun memiliki ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi rata, permukaan licin, serta daging daun tipis lunak Tiap preparat jaringan hati dibaca dalam lima lapangan pandang yaitu pada keempat sudut dan bagian tengah preparat dengan pembesaran 400x.

(58)

47 H. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan histopatologi di bawah mikroskop diuji analisis statistik menggunakan program analisis data. Hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji normalitas data akan dilakukan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel<50. Jika varian data berdistribusi normal serta homogen, maka dilanjukan dengan metode statistik one way ANOVA jika tidak dilakukan uji Krukal-aillis. Hipotesis akan dianggap bermakna bila p<0,05 selanjutnya dilakukan uji post hoc LSD atau uji Mann Whitney.

I. Ethical Clearance

Penelitian ini telah diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu:

1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.

(59)

48 dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.

3. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi.

a. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan coba diberikan pakan standar dan minum secara ad libitum.

b. Bebas dari ketidak-nyamanan, pada penelitian hewan coba ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga 20-25°C, kemudian hewan coba terbagi menjadi 3-4 ekor tiap kandang. Animal houseberada jauh dari gangguan bising dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya sehingga, mengurangi stress pada hewan coba.

c. Bebas dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan percobaan jika diperlukan, pada penelitian hewan coba diberikan perlakuan dengan menggunakan nasogastric tube dilakukan dengan mengurangi rasa nyeri sesedikit mungkin, dosis perlakuan diberikan berdasarkan pengalaman terdahulu maupun literatur yang telah ada.

(60)
(61)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordofolia (Ten.) Steenis ) dengan dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB memiliki efek protektif yang bermakna terhadap kerusakan hati tikus yang diinduksi oleh etanol.

2. Ekstrak etanol dengan dosis 200 mg/kgBB menunjukan efektifitas terbaik dalam penurunan kerusakan hati tikus putih yang diinduksi oleh etanol

B. Saran

1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut toksisitas dan efektivitas pada tanaman binahong baik secara utuh maupun perbagian tanaman.

2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut tentang potensi zat-zat aktif dalam tanaman binahong sebagai fitofarmaka.

(62)
(63)

DAFTAR PUSTAKA

Atmosukarto K, Mitri R. 2003. Mencegah penyakit degeneratif dengan makanan. Cermin Dunia Kedokteran 140: 41-48.

Ardo, S. 2003. Pemanfaatan flavonoid di bidang kedokteran gigi. Dental Journal Edisi khusus Temu Ilmiah Nasional III. Surabaya. Hal: 81-84.

Arief, S. 2012. Radikal bebas. Bulletin pediatrik Unair. Surabaya. 1 : 1-9

Astuti, S.M. 2013. Determination of ssaponin compound from anredera cordifolia (ten.) steenis plant (binahong) to potential treatment for several diseases. Journal of Agricultural Science. 3(4).

Astuti, S.M. 2013. Skrining fitokimia dan uji aktifitas antibiotika ekstrak etanol daun, batang, bunga, dan umbi tanaman binahong (andredera cordofolia (ten.) steenis). Bulletin Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH). 19 : 1-13

Blumert, M and Liu J. 2003. Jiaogulan (Gynostemma pentaphyllum), China’s. Immortality Herb 3rd ed. Torchlight.

Carmiel, H.M., Cederbaum, A.I., Nieto N. 2003. Binge etanol exposure increases liver injury in obese rats. Gastroenterology. 125(6) :1818‒33

Carol, P and Kathryn, G.J. 2003. Essentials of Pathophysiology. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

(64)

66 Darmono. 2009. Toksikologi Narkoba dan Alkohol. UIP. Jakarta. Hal : 2-17

Deane, G. Madeira Vine, Lamb’s Tail, Mignonette Vine. 2012. http://www.eattheweeds.com/anredera-cordifolia-pest-or-food-crop-2/.

Diakses pada 30 September 2013.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Jakarta. Hal : 174-175

Djamil, R., Wahyudi, P.S., Wahono, S., Hanafi, M. 2012. Antioxidant activity of flavonoid andredera cordofolia. Jakarta: Faculty of Pharmacy Pancasila University. Hal : 1-3

Dorlans. 2002. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29. EGC. Jakarta.

Ellis, H. 2006. Clinical Anatomy Arevision and Applied Anatomy for Clinical Students. Blackwell Publishing Ltd. Australia. Pp : 93-98

Enclycopedia Britannica. 2003.

http://global.britannica.com/EBchecked/media/68633/Anterior-and-posterior-views-of-the-liver?topicId=1081754. Diakses pada tangga 2 Oktober 2013.

Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore Dengan Korelasi Fungsional. EGC. Jakarta.

Fleming, M., John, M., Adron, H. 2008. Etanol. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10. EGC. Jakarta.

Glostein, P., Kromer, G. 2008 Cell death by necrosis : towards a molecular definition. Biochemical Science. 32(1) : 38‒42

Gordon, M. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. Food Antioxidant. Elsevier. London. 1 : 1-18

(65)

67 Hernawati. 2011. Gambaran Efek Toksik Etanol pada Sel Hati. Karya tulis ilmiah.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Hoek, J.B., Pastorino, J.G. 2002. Ethanol, oxidative stress and cytokine-induced liver injury. Alcohol. 27(1) : 63‒68.

Jones, P. Alcohol Addiction : A Phsycohobical Apporoach. Psychiatry dan Wellness Behavioral Medicine Associates. 2002. http://bma-wellness.com/addictions/Alcohol.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Junqueira, L., Carneiro, J., Kelley, O. 2007. Histologi Dasar. EGC : Jakarta. Hal : 318-325

Keel, R.O. Alcohol. 2003. http://www.umsl.edu/~keelr/180/alcohol2.html. diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Kumalaningsih. 2007. Antioksidan alami penangkal radikal bebas. Trubus Agrisarana. Surabaya. 1 : 50 - 56

Kumar, S., Gupta, P., Sharma, S., and Kumar, D., 2011, A Review on Immunostimulatory Plants, Review. Journal of Chinese Integrative Medicine. 9(2) : 117-128.

Guha, G., Rajkumar, V., Mathew, L., Ashok, R., Kumar, A. 2011. The antioxidant and DNA protection potential of Indian tribal medicinal plants Turk J Biol. 35 : 233-242

Manoi, F. 2009. Binahong (anredera cordifolia (ten.) steenis) sebagai obat. Jurnal Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri. 15(1:3).

Marks, D. B., Marks, A. D., Smith, C. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. EGC. Jakarta. 25 : 576.

Maryani, S. 2003. Sirosis hepatik. Bagian ilmu penyakit dalam USU. Medan.

(66)

68 Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. EGC.

Jakarta.

Mus. Informasi Spesies Binahong. 2008.

http://www.plantamor.com/species/anredera-cordifolia. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Nanji A.A. 2003. Curcumin prevents alcohol-induced liver disease in rats by inhibiting the expresion of NF- kB-dependent genes. AJP-Gastrointestinal and Liver Physiology. 284 : G321‒G327.

Nanji A.A., Jokelainen K., Fotouhinia M., 2001. Increase Severity of Alcohol Liver Injury in Rats : Role of Oxidative Stress, Endotoxin, and Chemokines. Am. J. Phsiol Gastrointerst Liver Physiol. 281(6) : 1348‒1356.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Hal : 115-130

Ophardt, C.E. 2003. Virtual Chembook. Depertment of Chemistry Elmhurst IL. Elmhurst College.

Orbaniyah, S., Kartyanto, A. 2008 Efikasi binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap kadar alkaline phosphatase. Jurnal Medika Planta. (4) : 1. Pink, A, 2004. Gardening for the Million. Project Gutenberg literary archive

foundation.

Pospos, N.S. 2005. L-Ornitin-L-Aspartat (LOLA) menghindari blebbing akibat keracunan e-tanol pada hepatosit . Cermin Dunia Kedoktean. (149) : 57‒60.

Rachmawati, S. 2007. Studi makroskopi, dan skrining fitokimia daun anredera cordifolia (ten.) steenis. (Skripsi). Fakultas Farmasi UNAIR. Surabaya.

Ratna. Alkohol dan Eter. 2010. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/alkohol-dan-eter/. Diakses pada 2 Oktober 2013.

(67)

69 Rochani, N. 2009. Uji Aktivitas antijamur ekstrak daun binahong (anredera cordifolia (tenore) Steenis) terhadap candida albicans serta skrining fitokimianya. (Skripsi). Fakultas Farmasi UMS. Surakarta.

Sauriasari, R. Mengenal dan menangkal radikal bebas. 2006. www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/mengenal-dan-menangkal-radikal-bebas/. Diakses pada 2 Oktober 2013.

Selawa, W., Runtuwene, M.R.J., Citraningtyas, G. 2013. Kandungan flavonoid dan kapasitas antioksidan total ekstrak etanol daun binahong [anredera cordifolia(ten.)steenis]. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2(1).

Setiaji, A. 2009. Uji aktivitas antibakteri ekstrak petroleum eter, etil asetat dan etanol 70% rhizoma binahong (anredera cordifolia (tenore) Steenis) terhadap staphylococcus aureus ATCC 25923 dan escherichia coli ATCC 11229 serta skrining fitokimianya. (Skripsi). Fakultas Farmasi UMS. Surakarta. Diakses dari http://etd.eprints. ums.ac.id/5253/1/K100050288.pdf. Pada tanggal 2 Oktober 2013.

Skrzydlewska E., Roszkowska A., Kozusko B. 2002. Influence of etanol on oxidative stress in the liver. Przegl Lek. 59(10) : 848‒53

Slomaniaka, L. Blue histology - accessory digestive glands. 2009. Diakses dari http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/CorePages/Liver/liver.htm

Sriningsih, Adji, H.A., Sumaryono, W., Wibowo, A.E., Caidir, Firdayani, Kusumaningrum, S., Kartakusuma, P. 2012. Analisa senyawa golongan flavonoid herba tempuyung (Sonchua arvensis L.). Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Jakarta. Hal : 1-4

Stoilova, Krastanov, A., Denev, P., Gargov, S. 2007. Antioxidant activity of extract ginger (Zingiber officinale). Food Chemistry. 102 pp : 764-770.

(68)

70 Sukandar, E.Y., Qowiyyah, A., Larasari, L. 2011. Effect of methanol extract hearleaf madeiravine (Anredera cordofolia (Ten.) Steenis) leaves on blood sugar in diabetes mellitus mode mice. Jurnal Medika Planta. 1(4).

Sukandar, E.Y., Qowiyyah, A., Minah., N. 2010. Influence of ethanol extract binahong (Anredera codrofolia (Ten. Steenis) ) leaves on renal failure rat model. Jurnal Medika Planta. 1(2)

Supranto J, 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Rineka Cipta. Jakarta.

Suyanto, D (2009). Khasiat Binahong. http://carahidup.um.ac.id/2009/10/khasiat-binahong/. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Tshikalange, T.E. 2007. In Vitro anti-HIV-1 properties of ethnobotanically selected south african plants used in the treatment of sexually transmitted diseases. University Of Pretoria. Journal Of Ethnopharmacology. 96 pp: 515-519.

Uchida, S. 2003. Production of a digital map of the hazardous conditions of soil erosion for the sloping lands of West Java, Indonesia using geographic information systems (GIS). JIRCAS.

Verma, R., Asnani V. 2007. Ginger extract ameliorates paraben induced biochemical changes in liver and kidney of mice. Acta Polaniae Pharmaceutical and Drug Research. 3(64) : 217‒220.

Vrba, J. M and M. Mordiansky, 2002. Oxidative burst of kuffer cll : Target to liver injury treatment. Biomed, Paper, 146 : 15‒20.

.

Waji, R.A., Sugrani, A. 2009. Makalah kimia organik bahan alam flavonoid ( Quarcetin). Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Hassanudin. Makkasar. Hal : 4-12

Wallace, R.J., McEwan, N.R., McIntosh, F.M., Teferedegne, B., Newbold, C.J., 2002. Natural products as manipulators of rumen fermentation. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences. 15(10) : 1458–1468.

(69)

71 Wina, E., Muetzel, S., Becker, K. Effects of daily and interval feeding of sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in Sheep. University of Hohenheim. Germany. Asian-Aust. Journal Animal Science. 19(11) : 1580–1587.

Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta. Hal : 189-192

Wu, D., Cederbaum, A. 2003. Alcohol, oxidative stress, and free radical damage. Alcohol Research and Health. 27(4).

Zakhari, S. 2006. Overview: how is alcohol metabolized by the body ?. National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA) 5635, Fisher Lane. MSC 9304 Bethesda.

Gambar

Gambar
Tabel
Gambar 2. Kerangka Konsep
Gambar 3. Daun Binahong (Deane, 2012)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan data panel yaitu penggabungan deret berkala (time series) dengan jangka waktu lima tahun (2006-2010) dan deret lintang (cross

The frequency of cultural items with source culture (SC), targer culture (TC), international culture (IC), and neutral culture (NC) in reading passages, cultural activities,

Setelah simulasi berjalan sesuai dengan yang direncanakan maka tahap selanjutnya yaitu menyambungkan blok simulink Analog in dan Digital out serta menentukan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peroses penyelesaian pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anggota TNI dan bagaimana peran dan tugas

Participant 4: X sing ngandani (X told me) Participant 3: Ahhh podo wae (That’s the same) Participant 2: Padahal X soko koe (X knew from you). Participant 4: Hee padahal X soko

Perbedaan pengaruh basil bela jar IP A an tara kelompok siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran keterampilan proses menggunakan KIT IPA dengan menggunakan Media

Pada komunitas indorunners Surabaya para anggota wanitanya memiliki makna kenapa mereka memilih untuk mengikuti kegiatan pada komunitas indorunners, selain

Sebab itu, ruas kanan lebih besar daripada ruas kiri, menandakan bahwa nilai mutlak perubahan harga sebagai akibat dari peningkatan dan penurunan dengan besaran