ABSTRAK
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODELPROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
MATEMATIS DANSELF CONCEPTSISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014-2015)
Oleh Dian Maharani
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model problem based learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self conceptsiswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 yang terdistribusi dalam lima belas kelas. Sampel penelitian ini ditentukan dengan teknikpurposive sampling. Desain penelitian ini adalah one group pretest posttes design. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa model problem based learning efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, namun tidak efektif untuk meningkatkan self concept siswa. Selain itu, persentase siswa tuntas belajar setelah mengikuti modelproblem based learningsama dengan 60% jumlah siswa.
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODELPROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
MATEMATIS DANSELF CONCEPTSISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014-2015)
Oleh Dian Maharani
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODELPROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
MATEMATIS DANSELF CONCEPTSISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014-2015)
(Skripsi)
Oleh
DIAN MAHARANI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
i DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 10
A. Tinjauan Pustaka ... 10
1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 10
2. Self ConceptSiswa... 14
3. ModelProblem Based Learning... 18
3.1 Pengertian ModelProblem Based Learning... 18
3.2 Karakteristik ModelProblem Based Learning ... 19
3.3 Tahapan Pembelajaran ModelProblem Based Learning ... 21
3.4 Kelemahan dan Kelebihan ModelProblem Based Learning... 23
4. Efektivitas Pembelajaran... 24
B. Kerangka Pikir ... ... 25
C. Anggapan Dasar ... 28
ii
III. METODE PENELITIAN... 30
A. Populasi dan Sampel ... 30
B. Desain Penelitian ... 30
C. Data Penelitian ... 31
D. Teknik Pengumpulan Data ... 31
E. Instrumen Penelitian ... 32
F. Prosedur Penelitian... 42
G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 44
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50
A. Hasil Penelitian ... 50
B. Pembahasan... 57
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 64
A. Simpulan... 64
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 66
iv DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran ... 73
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 77
Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 102
Lampiran B.1 Soal Tes Kemampuan Awal BKM Siswa... 126
Lampiran B.2 Soal Tes Kemampuan Akhir BKM Siswa ... 132
Lampiran B.3 Form Validasi Soal Tes Kemampuan Awal BKM Siswa... 143
Lampiran B.4 Form Validasi Soal Tes Kemampuan Akhir BKM Siswa ...144
Lampiran B.5 Instrumen Non Tes (SkalaSelf ConceptSiswa) ... 145
Lampiran C.1 Perhitungan Reliabilitas Tes Hasil Uji Coba ... 152
Lampiran C.2 Perhitungan Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 158
Lampiran C.3 Nilai Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 161
Lampiran C.4 Normalitas Data Kemampuan Awal BKM Siswa ... 162
Lampiran C.5 Normalitas Data Kemampuan Akhir BKM Siswa... 166
Lampiran C.6 Homogenitas Varians Populasi Kemampuan BKM Siswa... 170
Lampiran C.7 Uji Kesamaan Dua Rata-rata BKM Siswa... 173
Lampiran C.8 Uji Proporsi Kemampuan Akhir BKM Siswa ... 175
Lampiran C.9 Skor Per indikator Kemampuan Awal BKM Siswa ... 177
Lampiran C.10 Skor Per Indikator Kemampuan Akhir BKM Siswa ... 179
v
Lampiran C.12 Normalitas Data Skor AwalSelf Concept Siswa ... 182
Lampiran C.13 Normalitas Data Skor AkhirSelf Concept Siswa ... 186
Lampiran C.14 Homogenitas Varians Populasi Self ConceptSiswa ... 190
Lampiran C.15 Uji Kesamaan Self Concept Siswa... 192
Lampiran C.16 Data Skor AwalSelf Concept Siswa... 194
Lampiran C.17 Data Skor AkhirSelf Concept Siswa ... 195
Lampiran D.1 Surat Izin Penelitian... 196
i DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Indikator Self Concept Matematis Siswa ... 18
Tabel 2.2 Tahapan ModelProblem Based Learning... 22
Tabel 3.1 Desain Penelitian... 31
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan BKM Siswa ... 34
Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas ... 36
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda... 37
Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 38
Tabel 3.6 Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Awal BKM Siswa ... 39
Tabel 3.7 Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Akhir BKM Siswa... 40
Tabel 3.8 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ... 45
Tabel 3.9 Hasil Uji Homogenitas Varians Populasi... 47
Tabel 4.1 Data Nilai Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ... 50
Tabel 4.2 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-Rata BKM Siswa ... 52
Tabel 4.3 Hasil Uji Proporsi Data Kemampuan Akhir BKM Siswa... 53
Tabel 4.4 Pencapaian Indikatos Berpikir Kreatif Matematis Siswa... 53
Tabel 4.5 Data SkorSelf ConceptMatematis Siswa ... 54
MOTO
BISMILLAH....
Amalkan dan Terbarkanlah Ilmu yang Kau
Miliki maka Kau Akan Merasakan Kebahagiaan
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, dengan kerendahan hati dan ucapan syukur kehadirat Allah SWT serta dengan penuh rasa cinta, kupersembahkan karya sederhana ini
kepada:
Bapak dan Ibu Tercinta, yang senantiasa mendoakanku dan tidak pernah letih memberikan semangat, kasih sayang, serta melakukan yang terbaik demi
kesuksesanku.
Kakek dan Nenek Tercinta, yang senantiasa mendoakan keberhasilanku. Om Santo dan Mbak Endang Tersayang yang senantiasa mendo akan dan
mendukungku.
Adik-adikku Tersayang: Chindy Aulia Pratiwi, Muhammad Rizky Ramadhani, dan Maulidya Andini yang senantiasa memberi semangat saat aku
jatuh dan mengingatkanku untuk menjadi teladan bagi mereka. Semangat ya sayang, kamu juga akan berhasil.
Para Pendidik Terhebat yang telah mendidikku dengan ketulusan dan kesabaranya, serta menjadi inspirasi untukku.
Sahabat-Sahabatku Tersayang yang senantiasa mengingatkan kesalahanku,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mulyaasri, Kecamatan Tulang Bawang
Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung,
pada 23 September 1993. Penulis adalah anak pertama dari
pasangan Bapak Harun dan Ibu Jumini. Penulis memiliki tiga
orang adik bernama Chindy Aulia Pratiwi, Muhammad Rizky Rhamadani, dan
Maulidya Andini.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal Taman Kanak-kanak (TK)
Bustanul Atfal pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah
Dasar (SD) Negeri 3 Mulyaasri, Tulang Bawang Tengah dan lulus pada tahun
2006. Tahun 2009, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di
SMPN 1 Tulang Bawang Tengah dan menyelesaikan pendidikan menengah atas
pada tahun 2011 di SMA Negeri 1 Tumijajar, Tulang Bawang Barat.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika,
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan melalui jalur Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru
(SNMPTN) Undangan Universitas Lampung tahun 2011. Selama menjadi
Matematika. Selain itu, penulis juga dipercaya untuk menjadi asisten mata kuliah
kalkulus 1 program studi pendidikan matematika.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT)
di Desa Tangkit Serdang, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, sekaligus
melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 3 Pugung,
Tanggamus tahun 2014.
Selama kuliah, penulis pernah bergabung menjadi Eksakta Muda Himasakta dan
Forum Pembinaan Pengembangan Islam (FPPI) Unila periode 2011-2012,
Anggota Keluarga Muda Birohmah Unila Tahun 2011-2012, Anggota Divisi
Penelitian dan Pengembangan Himasakta dan Anggota Bidang Kaderisasi FPPI
periode 2012-2013, Anggota Panitia Khusus Pemira FKIP XIII Tahun 2012,
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa FKIP Tahun
2013-2014, dan Sekretaris Komisi Hubungan Luar Dewan Perwakilan Mahasiswa
Universitas Lampung Tahun 2014-2015. Selain aktif di organisasi internal
kampus, penulis juga aktif di organisasi eksternal kampus seperti Ikatan
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penerapan Model Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Self Concept Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 19
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015).”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua Orang tuaku tersayang dan adik-adikku tercinta atas do’a, semangat,
dan kasih sayang yang tak pernah berhenti mengalir.
2. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi akademik, memberikan
perhatian, dan memotivasi penulis selama menempuh pendidikan di perguruan
tinggi.
3. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk konsultasi, bimbingan, memberikan wawasan,
perhatian, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.
4. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang
motivasi, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini
selesai dan menjadi lebih baik.
5. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan
masukan, kritik, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan
menjadi lebih baik.
6. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung beserta Wakil Dekan dan staffnya.
7. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA.
8. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika.
9. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
dan menjadi inspirasi bagi penulis dalam menuntut ilmu.
10. Ibu Siti Chaeratini, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 19 Bandar Lampung
yang telah memberikan izin penelitian.
11. Ibu Dewiyani, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak memberikan arahan
dan masukan penelitian.
12. Keluarga Besar Bapak Wardhani di Kos Tidar yang telah memberikan do’a,
semangat, dan dukungan selama menyelesaikan pendidikan.
13. Keluarga Besar Tidar: Marsiyamsih, Mbak Shinta, Jemme, Mbak Reti, Mbak
Vera, Susi, Fifi, Vitri, Dewi, Tia, dan Lia yang telah memberikan do’a,
nasihat, dan semangat selama menyelesaikan skripsi ini.
14. Seluruh masyarakat Pekon Tangkit Serdang Tanggamus, yang telah
15. Sahabat-sahabatku tercinta: Eni Kartika, Winda Anggraini, Suci Rohani, Indah
Damayanti, Desy Rahmawati (Rumbingers), Rifky Amalia, Ahmad Maghfuri,
dan Panjiatas kebersamaan terindah, semangat, kasih sayang dan do’a.
16. Sahabat-sahabat KKN Pekon Tangkit Serdang: Wulandari, Nuraini, Meiysi
Ardhina, Ika Nurul Sannah, Indri, Ratih Novitasari, Ratih Yunitasari,
Suhanda, dan Parlin, yang telah mengabdikan ilmu bersama-sama.
17. Keluarga besar MEDFU, FPPI FKIP Unila, HIMASAKTA Unila, PANSUS
XIII FKIP Unila, DPM FKIP Unila, BIROHMAH dan DPM U KBM Unila
yang telah memberikan banyak sekali pengalaman berorganisasi.
18. Teman-teman seperjuangan, pendidikan Matematika 2011 Kelas A dan B:
Ansori, Aulia, Selvy, Ikhwan, Abi, Heizlan, Panji, Gilang, Ade, Ayu Anindra,
Sekar, Tiara, Citra, Lidia, Rizka, Novi, Emilda, Dina Eka, Shela, Siti, Yola,
Florensia, Desy, Eni, Winda, Indah, Suci, Muti’ah, Istasari, Niluh, Agung,
Agus, Aliza, Anita, Ayu Febriyanti, Ayu Tamyah, Bayu, Citra, Enggar,
Desrina, Dewi, Didi, Dina Eka, Hani, Emi, Enggar, Fitri, Fuji, Ismi, Latifah,
Hasbi, Yusuf, Yulisa, Ratna, Niluh, Nourma, Pobby, Ria, Rizka, Rosalia,
Siska, Iwan, I Gede, Titi, Veni, Venti, Wulan, Yulisa, atas kebersamaannya
dalam menuntut ilmu dan menggapai impian.
19. Kakak-kakak angkatan 2009-2010 dan adik-adik angkatan 2012-2014 yang
telah menemani perjuanganku.
20. Siswa-siswi SMPN Negeri 3 Pugung dan SMPN 19 Bandarlampung.
Semoga dengan kebaikan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada
penulis mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini
bermanfaat. Amin.
Bandarlampung, Juni 2015 Penulis,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan disiplin ilmu yang sifatnya terstruktur dan terorganisasi
dengan baik, mulai dari konsep atau ide yang tidak terdefinisi sampai dengan yang
terdefinisi dengan jelas. Selain itu, kebenaran dari konsep atau ide matematika
diperoleh berdasarkan penalaran deduktif, sehingga harus dibuktikan secara logis
dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)
yang menyatakan bahwa unsur utama matematika adalah penalaran deduktif yang
berdasarkan pada asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh
sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya.
Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama
untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini karena
melalui belajar matematika siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir
logis, analitis, kritis, dan kreatif secara cermat dan objektif dalam menyelesaikan
masalah. Selain itu, dalam pembelajaran matematika siswa akan mengenal
hubungan dan pola generalisasi pengalaman, sehingga mereka dapat
meningkatkan kreativitas dan kesadarannya terhadap perkembangan sosial budaya
masyarakat. Dengan demikian, siswa mampu menghadapi berbagai perubahan di
2
Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan siswa untuk
menuangkan ide atau gagasan yang kreatif dalam menemukan pemecahan
masalah matematis yang bervariasi. Menurut Rahman (2012) kemampuan berpikir
kreatif dapat dilihat dari kelancaran siswa dalam menyelesaikan masalah dengan
tepat, melalui cara yang tidak baku atau luwes. Selain itu, siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kreatif akan memerinci dan memperluas jawaban dengan
menggunakan bahasa, cara, atau idenya sendiri. Dalam pembelajaran matematika,
siswa sering dihadapkan pada suatu masalah rutin maupun non rutin. Oleh karena
itu, kemampuan berpikir kreatif matematis sangat dibutuhkan untuk merangsang
siswa dalam menemukan solusi yang beragam.
Berdasarkan uraian di atas, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir
kreatif matematis. Namun kenyataannya, kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa masih lemah. Berdasarkan hasil The Trend International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011, Indonesia menduduki peringkat ke-38
dari 42 negara dengan nilai rata-rata 386 (Kompas: 14 Desember 2012). Demikian
juga dengan hasil Programme for International Student Assesment (PISA) tahun
2012, Indonesia hanya menduduki rangking 64 dari 65 negara peserta (OECD:
2013). Menurut Wardhani dan Rumiati (2011: 23-24), soal-soal pada TIMSS dan
PISA substansinya kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi, dan kreativitas
dalam menyelesaikanya. Soal matematika dalam TIMSS mengukur tingkatan
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah yang sederhana sampai masalah
yang membutuhkan penalaran tingkat tinggi, sedangkan soal-soal matematika
dalam PISA mengukur kemampuan menalar, berargumentasi dan menggunakan
3
Selain kemampuan berpikir kreatif, terdapat aspek psikologi yaitu self concept
yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah matematika.
Self concept merupakan penilaian seseorang mengenai kemampuan dirinya sendiri
dalam bidang tertentu. Menurut Douglas (2000: 6), mathematics self-concept yaitu penilaian seseorang mengenai kemampuannya belajar matematika. Self concept merupakan hasil dari pengalaman siswa berinteraksi di dalam kelas. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Brooks dalam Rakhmat (2012: 98) yang
menyatakan bahwa self concept adalah persepsi tentang diri seseorang yang
bersifat fisik, psikologi, maupun sosial sebagai hasil dari pengalaman dan
interaksi dengan orang lain. Siswa yang memiliki self concept positif terhadap
matematika maka ia akan menunjukkan sikap percaya diri dan tidak mudah
menyerah dalam memecahkan masalah matematika.
Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, siswa seharusnya memiliki self concept positif terhadap matematika. Namun kenyataannya, sebagian besar siswa
menganggap matematika itu sulit. Hal ini dapat diketahui dari penelitian Coster
dalam Salamor (2013) yang menyatakan bahwa sebagian besar siswa merasa
cemas jika mempelajari matematika. Kecemasan tersebut menyebabkan siswa
tidak percaya diri dalam menghadapi masalah matematika. Selain itu, siswa
merasa tidak mampu dan menyerah atau bahkan menolak untuk mengerjakan soal
matematika di depan kelas.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan berpikir kreatif dan
self concept siswa yaitu mayoritas pembelajaran di Indonesia masih berpusat pada
4
sangat terbatas. Hal ini menyebabkan self concept siswa tidak dapat berkembang
dengan baik. Dalam kegiatan pembelajaran, guru terbiasa memberikan soal-soal
rutin yang mengakibatkan siswa hanya dapat menyelesaikannya dengan cara yang
telah dicontohkan oleh guru. Selain itu, materi pembelajaran hanya bersifat
konvergen sehingga kreativitas siswa untuk menggali ide-ide, memunculkan
kemungkinan, dan mencari jawaban benar daripada satu jawaban dianggap
bukanlah sesuatu hal yang penting. Hal tersebut karena guru lebih mengutamakan
keterampilan analisis dan logika serta komputasi siswanya daripada kemampuan
berpikir kreatif matematis.
Dengan demikian, agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai dengan
baik maka diperlukan perbaikan proses pembelajaran. Salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran matematika yaitu guru harus lebih selektif
dalam memilih model pembelajaran yang efektif. Dengan model pembelajaran
matematika yang efektif maka diharapkan siswa memiliki kemampuan berpikir
kreatif matematis dan self concept yang positif. Sutikno (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan
siswa untuk belajar dan mengembangkan kemampuan berpikir aktif, kreatif, dan
kritis dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan.
Model problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan
suatu model pembelajaran yang menggunakan permasalahan nyata untuk
membentuk siswa belajar mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, kritis,
5
learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya
nyata, artefak atau peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan, kemudian didemonstrasikan kepada
teman-temannya (Arends, 2008: 42).
Problem based learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir divergen dalam menyelesaikan masalah matematika. Oleh karena itu, siswa dapat
menuangkan ide-ide kreatif dalam menemukan berbagai kemungkinan solusi
pemecahan masalah matematis. Selain itu, siswa akan lebih sering berinteraksi
dengan teman-temannya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan saat
berdiskusi kelompok. Siswa juga akan mengevaluasi dan merefleksi proses
pemecahan masalah yang telah mereka lakukan. Dengan demikian, siswa dapat
mengetahui dan menilai kemampuan matematika yang dimilikinya.
Berdasarkan karakteristik model problem based learning di atas, maka diduga model pembelajaran tersebut efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis dan self concept siswa. Dalam penelitian ini, problem based
learning efektif diterapkan jika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa. Selain itu, problem based learning efektif jika
jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) lebih dari 60%
jumlah siswa dalam satu kelas. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mitra
diketahui bahwa pembelajaran matematika di SMPN 19 Bandarlampung
dikatakan efektif jika siswa tuntas belajar dengan KKM lebih dari atau sama
6
Berdasarkan hasil wawancara dengan dewan guru bidang studi matematika di
SMPN 19 Bandarlampung, dapat diketahui bahwa mayoritas siswa mengalami
kesulitan untuk menyelesaikan masalah yang disajikan dalam bentuk soal cerita
dan soal-soal non rutin. Meskipun guru sudah sering memberikan soal cerita
setiap di akhir kegiatan belajar mengajar, namun siswa belum mampu memahami
maksud soal yang disajikan. Akibatnya, siswa tidak dapat memilih prosedur
penyelesaian yang tepat dan hanya dapat mengerjakan soal-soal rutin yang
diberikan oleh guru. Hal tersebut menjadi indikator bahwa kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa di SMPN 19 Bandarlampung masih rendah.
Selain kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang masih rendah, self concept siswa SMPN 19 Bandarlampung juga masih tergolong negatif terhadap
pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil angket yang telah disebarkan di
kelas, dapat diketahui bahwa banyak siswa yang tidak yakin dengan
kemampuannya di bidang matematika, sehingga mereka mengalami kesulitan
untuk menuangkan ide-ide yang dimiliki dengan bahasa matematika. Siswa
seringkali menyerah jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal
matematika. Selain itu, siswa tidak berani mempresentasikan hasil diskusinya di
depan kelas jika mereka tidak yakin dengan jawaban yang telah mereka dapatkan.
Sikap siswa yang demikian menunjukan bahwa self concept siswa terhadap
matematika masih negatif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa siswa SMPN 19
Bandarlampung memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis yang rendah.
7
pembelajaran matematika. Oleh karena itu, peneliti melakukan studi eksperimen
mengenai efektivitas model problem based learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa di SMP Negeri 19
Bandarlampung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah penerapan model problem based
learning efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa?”
Dari rumusan masalah di atas, dapat diuraikan pertanyaan penelitian sebagai
berikut.
1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah penerapan model
problem based learning lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa sebelum penerapan problem based learning?
2. Apakah persentase siswa tuntas belajar pada kelas yang menggunakan problem
based learning lebih dari 60% dari jumlah siswa?
3. Apakah self concept siswa setelah penerapan problem based learning lebih tinggi daripada self concept siswa sebelum penerapan problem based learning?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
8
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perkembangan pembelajaran matematika yang berkaitan dengan efektivitas
penerapan model problem based learning serta keterkaitannya dengan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa terhadap pembelajaran matematika.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi guru dalam memilih model pembelajaran yang efektif untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru kepada
siswa dalam belajar matematika dan sebagai referensi pada penelitian serupa di
masa yang akan datang.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas pembelajaran adalah suatu tingkatan atau ukuran keberhasilan siswa
yang didapat setelah mengikuti proses pembelajaran. Dalam penelitian ini,
pembelajaran yang efektif yaitu pembelajaran yang dapat meningkatkan
9
melalui pembelajaran yang efektif maka lebih dari 60% siswa dalam satu kelas
tuntas belajar dengan KKM lebih dari atau sama dengan 70.
2. Model problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang berpusat
pada siswa dan menekankan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika
yang diberikan. Problem based learning dimulai dengan memberikan masalah
autentik kepada siswa, mengorganisasikan siswa untuk belajar, melakukan
penyelidikan secara individual maupun kelompok, mengembangkan dan
mempresentasikan karyanya di depan kelas, serta melakukan evaluasi dan
refleksi terhadap proses pemecahan masalah matematis.
3. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan siswa untuk
menuangkan ide-ide atau gagasan yang bervariasi dalam menyelesaikan
masalah matematika. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat
dilihat dari kemampuan siswa memahami makna soal, menentukan prosedur
penyelesaian masalah yang tepat, serta memberikan berbagai solusi pemecahan
masalah matematis secara lancar.
4. Self concept siswa terhadap matematika merupakan penilaian siswa mengenai
kemampuannya dalam belajar matematika. Self concept matematis siswa tersebut meliputi pandangan siswa mengenai kemampuannya belajar
matematika, pandangan siswa mengenai kemampuan matematika ideal yang
ingin dimilikinya, serta pandangan siswa tentang bagaimana orang lain
memandang kemampuan matematika yang dimilikinya. Self concept matematis
siswa diperoleh dari pengalamannya berinteraksi dengan teman-temannya
10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A.Tinjauan Pustaka
1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan salah satu kemampuan
berpikir matematis tingkat tinggi (higher order thinking), yang diharapkan dapat
dimiliki oleh siswa setelah belajar matematika selain kemampuan berpikir kritis,
analitis, dan pemecahan masalah matematis. Munandar (2009: 37) menyatakan
bahwa berpikir kreatif disebut juga berpikir divergen. Berpikir divergen yaitu
proses berpikir untuk memberikan macam-macam kemungkinan jawaban atau
cara penyelesaian yang baik dan benar terhadap suatu masalah. Sedangkan
berpikir konvergen yaitu proses berpikir untuk memberikan satu jawaban terhadap
suatu masalah berdasarkan informasi yang diberikan.
Beberapa ahli yang mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif diantaranya yaitu
Sukmadinata (2012) yang mengemukakan bahwa berpikir kreatif adalah suatu
kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality) dan ketajaman
pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu yang relatif baru. Sementara
menurut Moma (2014) kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan
seseorang untuk menemukan cara, strategi, ide, atau gagasan baru dalam
11
bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan suatu kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan, keaslian dalam berpikir serta kemampuan
untuk mengelaborasi suatu gagasan. Di lain pihak, Martin (2009) menyatakan
bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan seseorang untuk
mengungkapkan ide atau cara baru dalam menghasilkan suatu produk.
Kemampuan berpikir kreatif ini terdiri dari tiga aspek, yaitu produktivitas,
keaslian dan keluwesan. Dari pengertian beberapa ahli tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan aktivitas mental
yang menghasilkan ide, gagasan, dan konsep baru yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi dalam berpikir. Dengan
kemampuan tersebut maka seseorang dapat menghasilkan karya baru yang kreatif,
dan dapat menemukan pemecahan masalah yang bervariasi.
Berpikir kreatif merupakan karakteristik terpenting bagi siswa, karena dengan
berpikir kreatif siswa dapat mengembangkan potensi dirinya serta memandang
suatu masalah dari berbagai perspektif (Nadeem, 2012: 1). Dalam pembelajaran
matematika siswa sering dihadapkan pada masalah yang rumit dan tidak rutin.
Oleh karena itu, kemampuan berpikir kreatif matematis sangat dibutuhkan untuk
memecahkan masalah matematika.
Ervynck (2002) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis
merupakan kemampuan siswa mengembangkan struktur berpikir dan membangun
konsep yang terintegrasi dalam matematika untuk meyelesaikan masalah dengan
cara yang baru. Sedangkan menurut Livne (2008) berpikir kreatif matematis
12
masalah matematika yang bersifat terbuka. Selain itu, Krutetski dalam Park
(2004) mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif matematis sebagai
kemampuan menemukan solusi masalah matematika secara mudah dan fleksibel.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan
berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan siswa memecahkan masalah
matematika secara mudah dan fleksibel dengan cara penyelesaian dan
kemungkinan jawaban yang bervariasi.
Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dibatasi pada
rumpun materi aljabar pada pokok bahasan operasi hitung bentuk aljabar,
persamaan linear dan pertidaksamaan linear satu variabel, perbandingan serta
sistem persamaan linear dua variabel. Pokok bahasan operasi hitung aljabar,
persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dipelajari oleh siswa di kelas
VII, sedangkan sistem persamaan linear dua variabel dipelajari siswa di kelas
VIII. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada materi aljabar sangatlah
penting untuk dikembangkan. Hal ini karena untuk menyelesaikan masalah
sehari-hari yang berkaitan dengan aljabar, siswa membutuhkan keterampilan berpikir
kreatif.
Siswono (2008: 5) merumuskan berpikir kreatif matematis kedalam lima
tingkatan. Pada tingkatan keempat siswa mampu menyelesaikan masalah dengan
lebih dari satu alternatif jawaban dan membuat masalah yang berbeda-beda
dengan lancar dan fleksibel. Pada tingkatan ketiga siswa mampu membuat
alternatif jawaban lain dengan fasih, tetapi tidak dapat menyusun cara berbeda
13
membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih). Pada tingkatan kedua siswa
mampu membuat satu jawaban atau membuat masalah yang berbeda dari
kebiasaan umum meskipun tidak dengan fleksibel ataupun fasih. Pada tingkatan
pertama siswa mampu menjawab atau membuat masalah yang beragam (fasih),
tetapi tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda dan
tidak dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda-beda (fleksibel).
Sedangkan pada tingkatan nol siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban
maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar
(fasih) dan fleksibel.
Holland dalam Mann (2005) menjelaskan bahwa aspek-aspek kemampuan
berpikir kreatif matematis yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan
sensitivitas. Sedangkan Munandar (2009: 43) menjelaskan bahwa kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa dapat diukur berdasarkan empat indikator yakni
kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan
penguraian (elaboration).
Dalam penelitian ini, peneliti mengadopsi empat indikator yang terdapat dalam
Noer (2009) untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu
kepekaan (sensitivity), kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan elaborasi
(elaboration). Kepekaan berpikir merupakan kemampuan siswa memahami
makna soal yang diberikan, sehingga dapat memilih prosedur yang tepat untuk
menyelesaikannya. Munandar (2009: 192) menjelaskan bahwa kelancaran berpikir
merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide-idenya secara lancar
14
merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan jawaban, atau pertanyaan
yang bervariasi, mampu mengubah cara atau pendekatan, dan dapat melihat
masalah dari berbagai sudut pandang. Elaborasi merupakan kemampuan
seseorang untuk memperkaya atau mengembangkan suatu gagasan atau produk
dan kemampuan untuk menambahkan atau memerinci detail-detail dari suatu
objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik.
2. Self Concept Siswa
Self concept merupakan persepsi individu mengenai dirinya sendiri serta persepsi individu tentang penilaian orang lain terhadap dirinya. Self concept merupakan
gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri yang meliputi fisik, psikologis,
sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi yang telah dicapainya. Segi fisik meliputi
penampilan fisik, daya tarik, dan kelayakan. Sedangkan segi psikologis meliputi
pikiran, perasaan, penyesuaian keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan
serta aspirasi (Hurlock, 1978: 6-7)
Burns (1979: 39) menyatakan bahwa self-concept merupakan suatu bentuk atau susunan yang teratur tentang persepsi-persepsi diri. Self-concept mengandung
unsur-unsur seperti persepsi seseorang mengenai karakteristik-karakteristik serta
kemampuannya; persepsi seseorang tentang dirinya dalam kaitannya dengan
orang lain dan lingkungannya; persepsi seseorang tentang kualitas nilai yang
berkaitan dengan pengalaman-pengalaman dirinya dan objek yang dihadapi; dan
tujuan-tujuan serta cita-cita yang dipersepsi sebagai sesuatu yang memiliki nilai
15
Menurut Calhoun dan Accocela (1995) self concept (konsep diri) dapat dibedakan
menjadi dua yaitu;
1. Self concept (konsep diri) positif merupakan bentuk penerimaan diri individu
mengenai sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya. Konsep diri
yang positif bersifat labil dan bervariasi, tetapi lebih mengarah pada
kerendahan hati daripada keegoisan.
2. Self concept (konsep diri) negatif dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pandangan seseorang tentang dirinya sendiri tidak memiliki kestabilan
perasaaan dan keutuhan diri. Seseorang tidak tahu siapa dirinya, apa
kekurangan dan kelebihannya, atau apa yang dirinya hargai dalam hidupnya.
Selain itu, konsep diri negatif terlalu stabil bahkan kaku sehingga individu
tersebut tidak menghendaki adanya perubahan karena merasa bahwa cara
hidupnya selama ini adalah tepat.
Rahman dalam Saputra (2012) mengatakan bahwa self concept merupakan hasil
interaksi individu dengan lingkunganya yang bersifat positif maupun negatif.
Kharakteristik self concept yang positif diantaranya yaitu bangga terhadap yang diperbuatnya, menunjukkan tingkah laku mandiri, bertanggung jawab,
mempunyai toleransi terhadap frustasi, antusias terhadap tugas-tugas yang
menantang, dan merasa mampu mempengaruhi orang lain. Sedangkan
karakteristik self concept negatif diantaranya menghindar dari situasi yang menimbulkan kecemasan, merendahkan kemampuan sendiri, merasa bahwa orang
lain tidak menghargainya, menyalahkan orang lain karena kelemahannya, mudah
16
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa self
concept atau konsep diri merupakan penilaian individu tentang dirinya maupun penilaian individu tentang bagaimana orang lain menilai dirinya. Penilaian
individu tersebut berkaitan dengan fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi,
dan prestasi yang telah dicapainya. Self concept sebagai hasil dari pengalaman individu dan interaksinya dengan lingkungan memiliki nilai positif dan negatif.
Dalam hal ini, self concept positif akan membentuk kepribadian positif, sebaliknya self concept negatif akan membentuk kepribadian negatif dalam diri
seseorang.
Dalam penelitian ini, self concept yang akan diteliti yaitu self concept siswa terhadap matematika. Douglas (2000: 6) mengemukakan bahwa mathematics self
concept merupakan persepsi seseorang mengenai kemampuanya untuk belajar matematika. Menurut Gomez-Chacon dalam Noer (2012), self concept merupakan
gambaran seseorang terhadap dirinya tentang bagaimana ia merasa dihargai dalam
konteks pembelajaran matematika.
Self concept atau konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang. Fitts dalam Agustiani (2006) mengemukakan bahwa self concept penting karena
merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Hurlock
(1978: 8) juga mengemukakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki banyak
self, diantaranya “real self”, “ideal self”, dan social self”. Akan tetapi, self concept
sebagai inti kepribadian merupakan aspek yang paling penting karena terfokus
pada pembentukan dan penentuan pengembangan kepribadian seseorang. Oleh
17
matematis siswa harus dikembangkan. Leonard dan Supardi (2010)
mengungkapkan bahwa siswa yang memiliki kepercayaan diri dan persepsi yang
positif tentang dirinya sendiri akan mampu memperbaiki sikapnya terhadap
matematika. Selain itu, Salamor (2013) juga mengungkapkan bahwa self concept siswa yang positif terhadap matematika akan meningkatkan prestasi matematika
siswa tersebut.
Calhoun dan Acocella (1995) menjelaskan bahwa self concept terdiri dari tiga dimensi yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian. Dimensi pengetahuan adalah
apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu di dalam benaknya
menggambarkan dirinya yang mencakup kelengkapan atau kekurangan fisik, usia,
jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini,
kualitas yang dimilikinya hanya bersifat sementara dan suatu saat bisa berubah
sejalan dengan perubahan yang terjadi pada kelompok sosial dalam
lingkungannya. Dimensi harapan merupakan seperangkat pandangan individu
tentang kemungkinan akan menjadi apa dirinya di masa yang akan datang dan
pengharapan gambaran diri ideal yang ingin dimilikinya. Dimensi penilaian
merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Individu berkedudukan
sebagai penilai tentang dirinya dalam hal pencapaian pengharapan, pertentangan
dalam dirinya, maupun standar kehidupan yang sesuai dengan dirinya. Dalam hal
ini, penilaian individu sebagai bentuk pencapaian harga diri pada dasarnya
merupakan perwujudan dari seberapa besar individu menyukai dirinya sendiri.
18
Tabel 2.1 Indikator Self Concept Matematis Siswa
No DIMENSI INDIKATOR
1 Pengetahuan Pandangan siswa terhadap kemampuan matematika yang dimilikinya.
2 Harapan Pandangan siswa tentang gambaran diri ideal atau kemampuan matematika yang ideal yang ingin dimiliki siswa
3 Penilaian Pandangan siswa tentang hubungan antara kemampuan yang dimilikinya (dimensi
pengetahuan) dengan kemampuan matematika ideal yang dimiliki.
Pandangan siswa tentang bagaimana orang lain memandang dirinya
Penilaian siswa terhadap dirinya apakah ia termasuk sebagai orang yang relatif sukses atau relatif gagal dalam belajar matematika
(Diadaptasi dari Calhoun dan Accocella , 1995)
3. Model Problem Based Learning
3.1 Pengertian Model Problem Based Learning
Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi permasalahan yang autentik dan bermakna kepada
siswa. Problem based learning berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi atau penyelidikan. Pembelajaran menggunakan model problem based learning
akan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif
dalam menyelesaikan masalah matematika (Arends, 2008: 41).
Beberapa ahli yang mendefinisikan problem based learning diantaranya Trianto
(2009: 90), menyatakan bahwa problem based learning merupakan suatu model pembelajaran yang berdasarkan pada banyaknya permasalahan yang
membutuhkan penyelidikan autentik. Penyelidikan autentik yaitu penyelidikan
19
menurut Nurhadi (2004: 56), problem based learning adalah pembelajaran yang
menggunakan masalah yang ada di dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berpikir kritis, kreatif dan terampil memecahkan
masalah.
Berdasarkan pengertian model pembelajaran problem based learning dari
beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa problem based learning
merupakan model pembelajaran yang memusatkan siswa pada suatu masalah
nyata yang autentik dan bermakna untuk ditentukan pemecahan masalahnya. Oleh
karena itu, siswa akan belajar menganalisis masalah secara logis, kreatif, dan
kritis serta dapat menentukan pemecahan masalah yang bervariasi.
3.2 Karakteristik Model Problem Based Learning
Problem based learning memiliki beberapa karakteristik. Menurut Shahram (2002) karakteristik problem based learning yaitu pembelajaran berpusat pada
siswa, dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Selain itu,
siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan dirinya selama menyelesaikan masalah. Sedangkan menurut Herman
(2007: 49) , problem based learning mempunyai 5 karakteristik yaitu;
a. Memposisikan siswa sebagai self directed problem solver (pemecah masalah)
melalui kegiatan kolaboratif.
b. Mendorong siswa untuk memecahkan masalah dan mengkolaborasinya dengan
mengajukan dugaan-dugaan dan merencanakan penyelesaian
c. Menfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian dan
20
d. Melatih siswa untuk terampil menyajikan temuan
e. Membiasakan siswa untuk merefleksi efektivitas cara berpikir mereka dalam
menyelesaikan masalah.
Menurut Arends (2008: 42), problem based learning memiliki karakteristik
sebagai berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Problem based learning mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial yang penting bagi siswa. Siswa dihadapkan pada situasi kehidupan
nyata, mencoba membuat pertanyaan terkait suatu permasalahan dan
memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikannya.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Problem based learning melatih siswa untuk memecahkan masalah nyata yang diberikan dari berbagai disiplin ilmu
c. Penyelidikan autentik
Problem based learning mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik, menemukan solusi nyata dengan cara menganalisis dan menetapkan
masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melaksanakan percobaan, kemudian menarik kesimpulan.
d. Menghasilkan produk dan mempublikasikan
Problem based learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian
21
e. Kolaborasi
Problem based learning mengembangkan keterampilan sosial siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dengan tujuan memotivasi
siswa secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih kompleks.
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik problem based learning yaitu pembelajaran berpusat pada siswa dan
menekankan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika yang diberikan.
Dengan demikian, siswa lebih aktif untuk berpikir kreatif dan kritis dalam
menganalisis suatu permasalahan, mengumpulkan data yang akurat untuk dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dan menghasilkan suatu produk
tertentu yang mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan untuk
selanjutnya dipublikasikan.
3.3 Tahapan Model Problem Based Learning
Menurut Riyanto (2009: 288), tahapan pembelajaran model problem based learning yaitu :
a. Guru memberikan permasalahan kepada siswa
b. Guru mengorganisasikan siswa menjadi kelompok-kelompok kecil, kemudian
masing-masing kelompok mendiskusikan masalah yang diberikan dengan
pengetahuan dan keterampilan dasar yang mereka miliki. Selain itu, siswa juga
membuat rumusan masalah serta hipotesisnya.
c. Siswa aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan masalah
yang telah dirumuskan.
22
yang diberikan dengan melaporkan data-data yang telah diperoleh.
e. Kegiatan penutup dilakukan apabila siswa sudah memperoleh solusi yang tepat
untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.
Menurut Trianto (2009: 98), tahapan untuk model problem based learning dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tahapan Model Problem Based Learning
Tahapan Perilaku Guru
1. Orientasi siswa pada masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk hal-hal yang dianggap perlu, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam melakukan kegiatan pemecahan masalah.
Membagi siswa dalam kelompok dan membantu siswa dalam dan mempersiapakan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka menjelaskan berbagai tugas kepada
Dalam penelitian ini, peneliti mengadopsi tahapan model problem based learning
23
secara jelas. Pada prinsipnya problem based learning diawali dengan pengenalan
masalah kepada siswa, kemudian siswa diorganisasikan dalam beberapa
kelompok untuk berdiskusi dan memecahkan masalah yang diberikan, selanjutnya
hasil diskusi yang diperoleh dipresentasikan kepada kelompok lain dan guru
sebagai fasilitator melakukan klarifikasi mengenai hasil diskusi yang diperoleh
oleh setiap siswa.
3.4 Kelemahan dan Kelebihan Model Problem Based Learning
Menurut Herman (2007) problem based learning mempunyai beberapa kelebihan
diantaranya:
a. Problem based learning menyajikan masalah terbuka melalui penggunaan media pembelajaran interaktif akan berpengaruh signifikan pada peningkatan
kemampuan matematis siswa.
b. Problem based learning merupakan pembelajaran kooperatif yang memudahkan siswa untuk menemukan dan memahami konsep-konsep yang
sulit bersama temannya melalui kegiatan diskusi kelompok.
c. Problem based learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya sendiri, bertukar pikiran dengan temannya dalam
menentukan pemecahan masalah yang diberikan, sehingga siswa dapat
mengembangkan kemampuan komunikasi dan kreativitasnya dalam kegiatan
belajar mengajar.
Menurut Amir (2010: 27) , penerapan problem based learning memiliki beberapa
kelebihan yaitu meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif, fokus pada
24
kelompok, mengembangkan self motivated dan self concept siswa, serta
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan siswa untuk memecahkan
masalah.
Selain mempunyai kelebihan, model problem based learning ini juga mempunyai
kelemahan. Menurut Sanjaya (2008), kelemahan model problem based learning yaitu manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa
enggan untuk mencobanya. Selain itu, sebagian siswa yang beranggapan bahwa
tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
4. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya berdaya guna atau bermanfaat.
Selain itu, efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan atau harapan yang ingin dicapai. Hamalik (2001: 171)
menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
memberikan kesempatan siswa untuk belajar sendiri atau melakukan aktivitas
seluas-luasnya kepada siswa agar dapat memahami konsep materi yang sedang
dipelajari.
Sutikno (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah,
25
diharapkan. Menurut Simanjuntak (1993: 80) pembelajaran dikatakan efektif
apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain itu,
Wicaksono (2011) mengemukakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila
lebih dari atau sama dengan 60% dari jumlah siswa memperoleh nilai minimal 65
dalam peningkatan hasil belajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang efektif
merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara mandiri, aktif dan kreatif dengan bimbingan dari guru dalam
memahami konsep matematis sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan
dapat tercapai. Sedangkan efektivitas pembelajaran adalah suatu tingkatan atau
ukuran keberhasilan siswa yang didapat setelah mengikuti proses pembelajaran.
Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila jumlah siswa yang
tuntas belajar dan dapat berpikir kreatif matematis lebih dari 60% dari jumlah
seluruh siswa, dengan nilai ketuntasan lebih dari atau sama dengan 70 serta terjadi
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa
sebelum dan setelah mengikuti problem based learning.
B. Kerangka Pikir
Penelitian tentang efektivitas penerapan model problem based learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa terdiri dari satu
variabel bebas dan dua variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi
variabel bebas adalah model problem based learning, sedangkan variabel
26
Problem based learning merupakan pembelajaran yang memusatkan siswa pada
permasalahan dunia nyata yang autentik dan bermakna untuk ditentukan
pemecahan masalahnya. Pelaksanaan problem based learning terdiri dari lima
tahapan yaitu memberikan orientasi masalah pada siswa, mengorganisasikan
siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok,
mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya dan memamerkanya serta
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pada tahapan orientasi siswa pada masalah guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Pada kesempatan ini guru memotivasi siswa untuk
terlibat aktif dalam mengatasi masalah dengan mengajukan pertanyaan dan
meminta siswa untuk mengemukakan ide atau pendapatnya. Pada tahapan ini
dimensi harapan self concept siswa akan berkembang. Hal tersebut karena siswa
dapat mengetahui tujuan yang ingin dicapai setelah mengikuti pembelajaran
matematika serta memiliki gambaran kemampuan ideal matematika seperti apa
yang ingin dimilikinya. Selain itu, dengan mengorientasikan siswa pada masalah
maka siswa akan berusaha untuk memahami permasalahan yang diberikan dan
menentukan prosedur yang tepat untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu,
kemampuan sensitivity siswa dalam berpikir dapat berkembang dengan baik.
Pada tahapan kedua guru mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan
membentuk kelompok diskusi. Dalam kegiatan diskusi kelompok tersebut, setiap
siswa akan belajar menganalisis permasalahan-permasalahan yang terdapat pada
Lembar Kerja Siswa (LKS) dan menuangkan berbagai ide, gagasan, ataupun
27
melalui kegiatan tersebut siswa dapat mengembangkan aspek kelancaran dan
keluwesan dalam berpikir kreatif matematis. Selain itu, siswa akan lebih sering
berinteraksi, bertukar pendapat atau pikiran dengan teman sekelompoknya. Hal
tersebut tentunya akan mempengaruhi dimensi pengetahuan self concept siswa terhadap matematika.
Pada tahapan ketiga guru membimbing penyelidikan individu ataupun kelompok
siswa untuk mendapatkan informasi yang sesuai dan menentukan langkah-langkah
yang tepat dalam menentukan solusi permasalahan yang diberikan pada Lembar
Kerja Siswa (LKS). Dalam hal ini, siswa akan bekerja sama dengan kelompoknya,
mencari informasi penting untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan
dengan berbagai kemungkinan solusi pemecahan masalah. Hal tersebut berkaitan
dengan dimensi penilaian self concept siswa dan kemampuan berpikir kreatif matematis pada aspek kepekaan dan keluwesan berpikir siswa.
Pada tahapan selanjutnya siswa mengembangkan, menyajikan dan memamerkan
hasil karyanya. Dalam hal ini siswa akan mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya di depan kelas, sedangkan siswa lain menanggapi dan terlibat aktif
untuk berpendapat. Aktivitas ini dapat mempengaruhi dimensi penilaian self concept siswa terhadap matematika, karena ketika siswa dapat saling
memamerkan hasil diskusinya maka siswa akan lebih mudah menilai
kemampuanya dengan membandingkan apakah pemecahan masalah yang
dirumuskanya lebih baik atau tidak dengan teman-temanya.
Pada tahapan terakhir guru menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
28
telah dilakukan oleh siswa. Pada fase ini, siswa akan menilai dirinya sendiri,
apakah hasil yang telah diperolehnya sesuai dengan harapan dan tujuan
pembelajaran, apakah ia termasuk orang yang relatif gagal atau relatif sukses
dalam belajar matematika.
Dalam penelitian ini, pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa.
Selain itu, melalui pembelajaran yang efektif maka lebih dari 60% siswa dalam
satu kelas tuntas belajar dengan KKM lebih dari atau sama dengan 70.
Berdasarkan uraian di atas, maka diharapkan penerapan model problem based learning efektif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept
siswa melalui lima tahapan pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menuangkan ide, gagasan, kemungkinan pemecahan masalah
atau cara penyelesaian yang bervariasi serta interaksi aktif antar siswa maupun
siswa dengan guru di dalam kelas yang akan berpengaruh terhadap dimensi self concept siswa terhadap matematika.
C. Anggapan Dasar
Penelitian ini bertolak pada anggapan dasar sebagai berikut.
a. Semua siswa kelas VIII semester genap SMPN 19 Bandarlampung tahun
pelajaran 2014/2015 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
b. Model pembelajaran yang diterapkan sebelum penelitian bukan merupakan
29
c. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif matematis
dan self concept siswa selain model pembelajaran diabaikan.
D.Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir dan anggapan dasar di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis umum dan hipotesis khusus dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Hipotesis Umum
Penerapan model problem based learning efektif untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis dan self concept siswa di SMPN 19 Bandarlampung.
2. Hipotesis Khusus
a. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah penerapan problem based learning lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum penerapan problem based learning.
b. Persentase siswa tuntas belajar pada kelas yang menggunakan model
problem based learning lebih dari 60% dari jumlah siswa.
c. Self concept siswa setelah penerapan problem based learning lebih tinggi
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 19 Bandarlampung yang terletak di Jl.
Soekarno Hatta Gg. Turi Raya No. 1 Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandarlampung yang terdiri
dari lima belas kelas mulai dari VIII A hingga VIII O kecuali kelas VIII K. Dari
lima belas kelas tersebut, dipilih satu kelas sebagai sampel penelitian.
Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik random
sampling berdasarkan kelas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
sampel yang dipilih memiliki karakteristik siswa yang kemampuannya homogen
dan dapat mewakili seluruh kelas lainnya. Oleh karena itu, kelas VIII K yang
merupakan kelas unggulan tidak dimasukan dalam populasi. Setelah dilakukan
pengambilan sampel secara acak, terpilih kelas VIII J sebagai kelas eksperimen
dengan jumlah siswa 27 orang.
B. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian quasi-eksperimen dengan menggunakan one group pretest-posttest design yang diadaptasi dari Fraenkel dan
31
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelas Perlakuan
E O1 X O2
Keterangan:
E : kelas eksperimen
X : model problem based learning
O1 : tes kemampuan awal (pretest) berpikir kreatif matematis dan skala (non
tes) self concept siswa setelah pretest
O2 : tes kemampuan akhir (posttest) berpikir kreatif matematis dan skala (non
tes) self concept siswa setelah posttest
C.Data Penelitian
Data dalam penelitian ini yaitu data kemampuan awal berpikir kreatif matematis
dan self concept siswa sebelum penerapan model problem based learning dan data
kemampuan akhir berpikir kreatif matematis dan self concept siswa setelah
penerapan model problem based learning. Data penelitian tersebut berupa data kuantitatif.
D.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan non
tes. Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan awal dan akhir
berpikir kreatif matematis siswa yang dilakukan dengan menggunakan indikator
yang sama tetapi dengan materi yang berbeda. Materi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah materi dalam satu rumpun aljabar yaitu operasi hitung
aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, perbandingan dan
sistem persamaan linear dua variabel. Sedangkan teknik non tes digunakan untuk
mengambil data self concept siswa terhadap pembelajaran matematika. Dalam hal
32
penerapan model problem based learning menggunakan skala pengukuran self
concept yang sama
E.Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian ini, digunakan
dua jenis instrumen yaitu tes dan non tes. Instrumen tes digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, sedangkan instrumen non
tes digunakan untuk mengukur tingkat self concept siswa terhadap pembelajaran matematika.
1. Instrumen tes
Dalam penelitian ini, instrumen tes berupa soal-soal uraian yang digunakan untuk
mengukur peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat diketahui dengan
membandingkan nilai tes kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif matematis
siswa. Dalam hal ini, instrumen tes kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif
matematis memiliki indikator yang sama tetapi dengan materi yang berbeda.
Soal-soal tes kemampuan awal berkaitan dengan materi operasi hitung aljabar,
persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan yang telah
dipelajari siswa sebelum mengikuti pembelajaran menggunakan model problem based learning. Sedangkan soal-soal tes kemampuan akhir berkaitan dengan
materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) yang dipelajari selama
33
Tes yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik
agar data yang diperoleh akurat. Prosedur yang ditempuh dalam penyusunan
intrumen tes ini, yaitu:
a. Menentukan tipe soal yang akan diujikan
b. Melakukan batasan materi
c. Menentukan jumlah butir soal yang diujikan
d. Menentukan alokasi waktu pengerjaan soal
e. Membuat kisi-kisi soal tes kemampuan awal yang sesuai dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran pada materi operasi
hitung aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan
perbandingan, serta indikator kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
f. Membuat kisi-kisi soal tes kemampuan akhir yang sesuai dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran pada materi sistem
persamaan linear dua variabel (SPLDV), serta indikator kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa
g. Menyesuaikan setiap indikator berpikir kreatif matematis pada kisi-kisi soal tes
kemampuan awal dengan kisi-kisi soal tes kemampuan akhir
h. Menyusun butir soal tes kemampuan awal berpikir kreatif matematis beserta
kunci jawabannya berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
i. Menyusun butir soal tes kemampuan akhir berpikir kreatif matematis beserta
kunci jawabannya berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
j. Melakukan penilaian terhadap butir soal berdasarkan kepada pedoman
penyekoran. Adapun pedoman penyekoran setiap butir soal kemampuan
34
Tabel 3.2. Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Indikator Berpikir
Kreatif Reaksi Terhadap Masalah Skor
Sensitivity (Kepekaan)
Tidak Memberikan Jawaban 0
Tidak menggambarkan kepekaan dalam menjawab dan melakukan kesalahan operasi dan perhitungan
1
Tidak menggambarkan kepekaan dalam menjawab namun sudah benar melakukan operasi dan
perhitungan
2
Menggambarkan kepekaan dalam menjawab tetapi terdapat kesalahan dalam operasi atau perhitungan
3
Menggambarkan kepekaan dalam menjawab dan melakukan operasi, perhitungan, serta hasil yang benar
4
Fluency (Kelancaran)
Tidak memberikan jawaban 0
Memberikan ide yang tidak relevan dan mengarah kepada jawaban salah
1
Memberikan ide yang tidak relevan dan mengarah kepada jawaban benar
2
Memberikan ide yang relevan dan mengarah kepada jawaban yang salah
3
Memberikan ide yang relevan dan mengararah kepada jawaban yang benar
4
Flexibility (Keluwesan)
Tidak memberikan jawaban 0
Tidak memberi jawaban beragam dan hasil akhir perhitungan salah
1
Tidak memberi jawaban beragam dan hasil akhir perhitungan benar
2
Memberi jawaban beragam dan hasil akhir perhitungan salah
3
Memberi jawaban beragam dan hasil akhir perhitungan benar
4
Elaboration(Elaborasi)
Tidak memberikan jawaban 0
Memberi jawaban yang tidak diperinci dengan hasil akhir salah
1
Memberi jawaban yang tidak diperinci dan hasil akhir benar
2
Memberi jawaban dengan diperinci namun melakukan kesalahan perhitungan atau operasi
3
Memberi jawaban dengan diperinci dan memperoleh hasil akhir yang benar
4
(Noer, 2007)
Dalam upaya memperoleh data penelitian yang akurat maka tes yang digunakan
harus merupakan tes yang baik. Suatu tes yang baik adalah tes yang paling tidak