ABSTRAK
STUDI PERBANDINGAN KUAT TEKAN BEBAS ( UCS ) TANAH LEMPUNG BERPASIR PADA KONDISI
KEPADATAN STANDARD DAN MODIFIED
Oleh
REZA ADE PUTRA
Suatu konstruksi bangunan sipil membutuhkan pondasi yang kuat dan kokoh sebagai pendukung konstruksi di atasnya, untuk mewujudkannya dibutuhkan kekuatan tanah dasar yang baik. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua tanah memiliki sifat-sifat dan mekanis yang baik dan diinginkan dalam kondisi aslinya. Pada penelitian ini membandingkan nilai kuat tekan bebas ( UCS ) yang didapat dengan pemadatan menggunakan kadar air optimum standard proctor dan
modified proctor.
Sampel tanah yang di uji pada penelitian ini adalah tanah lempung berpasir yang berasal dari daerah Kampung Baru, Bandar Lampung. Tanah yang digunakan ada enam sampel untuk pengujian UCS. Masing-masing untuk pengujian pemadatan secara standard dan secara modified. Berdasarkan pemeriksaan sifat fisik tanah asli, AASHTO mengklasifikasikan sampel tanah pada kelompok A-6 (tanah berlempung) sedangkan USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah lempung berpasir dan termasuk ke dalam kelompok CL.
Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa lapisan tanah sangat berpengaruh pada pengujian tanah, dan dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah lempung berpasir. Pada pengujian mekanik pemadatan secara Standard dan
Modified dapat meningkatkan nilai Kuat Tekan Bebas tanah tersebut.
THE COMPARISON STUDY OF UNCONFINED COMPRESSION
STRESS OF CLAY WITH SAND BETWEEN STANDARD AND
MODIFIED COMPACTIONS
By
REZA ADE PUTRA
A construction needs a strong and stable foundation to support construction above the foundation. A proper basic soil strength is required to realize the strong foundation. In facts, not all soils have good mechanical and desired properties. This research was to compare unconfined compression stress (UCS) obtained with compaction using optimal water content with standard proctor and modified proctor.
Soil sample to test in this research was clay sand soil from Kampung Baru area, Bandar Lampung. There were six soil samples for UCS testing. Each testing used two samples for standard and modified compaction testing. The original soil physic property test result showed that AASHTO classified the soil sample into A-6 group (clay soil), while USCS classified soil sample into clay sand soil and belonged to CL group.
Results of analysis in laboratory showed that soil layer significantly influenced the soil testing and was able to improve physical and mechanical properties of clay sand soil. Both standard and modified compaction were able to improve values of unconfined compression stress of the soil.
Keywords : clay sand soil, standard and modified compaction, Unconfined Compression Stress (UCS)
iv
D. Indetifikasi Tanah Lempung... 19
E. Stabilisasi Tanah ... 19
F. Stabilisasi Tanah Lempung... 20
G. Daya Dukung Tanah ... 22
H. Batas-batas Atterberg... 23
I. Dasar Teori Pemadatan... 25
v
C. Perbandingan Nilai UCS dengan Perendaman Pada Bahan Stabilisasi Yang Sama Terhadap Pemakaian Jenis Tanah dan variasi campuran yang berbeda ... 59 LAMPIRAN B HASIL UJI PENELITIAN LAMPIRAN C FOTO ALAT PENELITIAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan pembangunan instratruktur, manusia membutuhkan sarana dan prasarana yang baik. Dengan perkembangan jaman, pembangunan suatu konstruksi dalam teknik sipil sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik dan mekanis tanah, hal ini disebabkan karena tanah merupakan salah satu material yang memegang peranan penting dalam mendukung suatu konstruksi sipil tersebut.
Kondisi tanah pada suatu daerah tidak akan memiliki sifat tanah yang sama dengan daerah lainnya, ada yang mempunyai daya dukung sangat baik dan adapula mempunyai daya dukung sangat buruk. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh jenis tanahnya, sehingga dalam suatu pekerjaan Teknik Sipil perlu adanya penguasaan yang lebih mendalam mengenai masalah Mekanika Tanah, baik itu secara analitis mengenai perilaku tanah, sifat fisik dan mekanis tanah.
Stabilisasi daya dukung tanah biasanya dipilih sebagai salah satu alternative
dalam perbaikan tanah. Perbaikan tanah dengan cara stabilisasi bisa meningkatkan kepadatan dan daya dukung tanah. Stabilisasi ada banyak macamnya, diantaranya menggunakan bahan campuran dan melakukan pemadatan dengan cara mekanis.
Daya dukung tanah adalah besarnya tekanan atau kemampuan tanah untuk menerima beban dari luar sehingga menjadi labil. Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, kondisi drainase, dan lain-lain.
Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Strength) adalah besarnya gaya aksial per satuan luas pada saat sampel tanah mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial telah mencapai 20% (pilih yang lebih dahulu tercapai saat pengujian).
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah mengenai bagaimana perbandingan kuat tekan bebas tanah lempung berpasir pada kondisi kepadatan standard dan modified.
C. Pembatasan Masalah
Adapun ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah lempung berpasir berasal
dari Desa Kampung Baru Yang Berada Di Kota Bandar Lampung. 2. Pengujian-pengujian yang dilakukan di laboratorium antara lain, sebagai
berikut :
1) Uji Analisis Saringan 2) Uji Berat Jenis 3) Uji Kadar Air
4) Uji Batas-batas Atterberg
5) Uji Pemadatan Tanah
6) Uji Kuat Tekan Bebas (UCS)
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui peningkatan daya dukung tanah lempung berpasir ditinjau dari nilai UCS.
2. Mengetahui kadar air optimum dari uji proctor standard dan uji proctor modified.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Tanah merupakan kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain, diantaranya mungkin material organik rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef,1994). Sedangkan Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran. (Hendarsin, 2000).
dari batuan. Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori yang berisi air dan udara. Ikatan yang lemah antara partikel-partikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa diantara partikel-partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organik bila hasil dari pelapukan tersebut di atas tetap berada pada tempat semula maka bagian ini disebut tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkutan tanah berupa gravitasi, angin, air dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk partikel-partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran.
Tanah menurut Bowles (1989) adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :
1. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).
2. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm. 3. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm,
berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).
5. Lempung (clay), partikel mineral berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.
6. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.
Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dapat digunakan mencakup semua bahan seperti lempung, pasir, kerikil dan batu-batu besar. Metode yang dipakai dalam teknik sipil untuk membedakan dan menyatakan berbagai tanah, sebenarnya sangat berbeda dibandingkan dengan metode yang dipakai dalam bidang geologi atau ilmu tanah. Sistem klasifikasi yang digunakan dalam mekanika tanah dimaksudkan untuk memberikan keterangan mengenai sifat-sifat teknis dari bahan-bahan itu dengan cara yang sama, seperti halnya pernyataan-pernyataan secara geologis dimaksudkan untuk memberi keterangan mengenai asal geologis dari tanah.
B. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).
tanah adalah untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data dasar. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).
Jenis dan sifat tanah yang sangat bervariasi ditentukan oleh perbandingan banyak fraksi-fraksi (kerikil, pasir, lanau dan lempung), sifat plastisitas butir halus. Klasifikasi bermaksud membagi tanah menjadi beberapa golongan tanah dengan kondisi dan sifat yang serupa diberi simbol nama yang sama. Ada dua cara klasifikasi yang umum yang digunakan :
1. Sistem Klasifikasi AASTHO
Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway
and Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan
mengalami beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang, yang diajukan oleh Commite on Classification of
Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research
Board (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem
Sistem ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut : a. Ukuran butir
Kerikil : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 75 mm dan tertahan pada saringan diameter 2 mm (No.10).
Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,0075 mm (No.200).
Lanau & lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter 0,0075 mm (No.200).
b. Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas (PI) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.
c. Apabila ditemukan batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) dalam contoh tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentasi dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.
kelompok A-4, A-5 A-6, dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung.
Gambar 1. Menunjukkan rentang dari batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) untuk tanah data kelompok A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7.
Gambar 1. Nilai-nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah. (Hary Christady, 1992)
2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (USCS)
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System
(USCS) diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan
United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American
Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS sebagai
Sistem klasifikasi USCS mengklasifikasikan tanah ke dalam dua kategori utama yaitu :
a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200. Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil dan S untuk tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah bergradasi buruk.
b. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk plastisitas rendah dan H untuk plastisitas tinggi.
Tabel 1. Sistem klasifikasi tanah unified (Bowles, 1991)
Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks
Kerikil G Gradasi baik W
Gradasi buruk P
Pasir S Berlanau M
Berlempung C
Lanau M
Lempung C wL < 50 % L
Organik O wL > 50 % H
Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Ta
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
GM Kerikil berlanau, campuran
kerikil-pasir-lanau
GC Kerikil berlempung, campuran
kerikil-pasir-lempung
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran
pasir-lanau
SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,
kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
Sumber : Hary Christady, 1996.
C. Tanah Lempung
1. Definisi Tanah Lempung
Merupakan tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika bagian barat, untuk lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan wujudnya yang
bersabun atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”. Sedangkan pada
keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. (Terzaghi 1987). Merupakan tanah yang terdiri dari partikel-partikel tertentu yang menghasilkan sifat plastis apabila dalam kondisi basah. (DAS 1988). Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari 50 %. (Bowles 1991). Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat. Dengan adanya pengetahuan mengenai mineral tanah tersebut, pemahaman mengenai perilaku tanah lempung dapat diamati. (Hardiyatmo 1992).
0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung hanya berdasarkan ukuran saja, namun belum tentu tanah dengan ukuran partikel lempung tersebut juga mengandung mineral- mineral lempung. Jadi, dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel-partikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis). Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan kristal berukuran mikro, yaitu < 1 µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan karbondioksida.
2. Sifat Tanah Lempung.
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai
berikut:
a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
b. Permeabilitas rendah
c. Kenaikan air kapiler tinggi
d. Bersifat sangat kohesif
e. Kadar kembang susut yang tinggi
f. Proses konsolidasi lambat.
maupun pasir dan mungkin juga terdapat campuran bahan organik. Guna
menunjang pengkajian dan penelitian terhadap ”Pengaruh Penambahan
Abu Cangkang sawit Terhadap Daya Dukung dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau Dari Uji UCT dan CBR Laboratorium“, maka dibutuhkan pengetahuan serta pemahaman yang baik tentang sifat-sifat tanah berdasarkan teori yang ada terdiri dari sifat fisik (Index Properties) dan sifat keteknikan (Enginering Properties), pemahaman kedua sifat ini sangatlah penting untuk diketahui sebagai dasar dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan perekayasaan pondasi (jalan, jembatan, bendungan dan lainnya).
Sifat fisik dan sifat keteknikan tanah, lebih ditentukan oleh jenis dari klasifikasi tanah itu sendiri. Pengklasifikasian tanah dimaksudkan untuk mempermudah pengelompokkan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok tanah yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Pengelompokkan tanah menempatkan tanah dalam 3 kelompok, tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan tanah organis.
Berdasarkan USCS tanah berbutir kasar adalah yang mempunyai persentase lolos saringan nomor 200<50%, dan tanah berbutir halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Tanah ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok kerikil dan tanah kerikil serta pasir dan tanah kepasiran.
Konsistensi dari tanah lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi oleh kadar air. Indeks plastisitas dan batas cair dapat digunakan untuk menentukan karateristik pengembangan. Karakteristik pengembangan hanya dapat diperkirakan dengan menggunakan indeks plastisitas, ( Holtz dan Gibbs, 1962 ).
Dikarenakan sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air yang terserap disekeliling permukaan partikel lempung, maka dapat diharapkan bahwa tipe dan jumlah mineral lempung yang dikandung didalam suatu tanah akan mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan.
3. Tanah Lempung mempunyai beberapa jenis, antara lain : a. Tanah Lempung Berlanau
Lanau adalah tanah atau butiran penyusun tanah/batuan yang berukuran di antara pasir dan lempung. Sebagian besar lanautersusun dari butiran-butiran quartz yang sangat halus dan sejumlah partikel berbentuk lempengan-lempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral-mineral mika. Sifat-sifat yang dimiliki tanah lanau adalah sebagai berikut (Das, 1991) :
1. Ukuran butir halus, antara 0,002 – 0,05 mm. 2. Bersifat kohesif.
3. Kenaikan air kapiler yang cukup tinggi, antara 0,76 – 7,6 m.
4. Permeabilitas rendah.
5. Potensikembangsusutrendah sampai sedang.
Lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan
material utamanya adalah lempung. Tanah lempung berlanau merupakan
tanah yang memiliki sifat plastisitas sedang dengan Indeks Plastisitas 7-17
dan kohesif.
b. Tanah Lempung Plastisitas Rendah.
Plastisitas merupakan kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan
bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak/remuk. Sifat dari
plastisitas tanah lempung sangat di pengaruhi oleh besarnya kandungan
air yang berada di dalamnyadan juga disebabkan adanya partikel mineral
lempung dalam tanah.
Sifat dari plastisitas tanah lempung sangat di pengaruhi oleh besarnya
kandungan air yang berada di dalamnya. Atas dasar air yang terkandung
didalamnya (konsistensinya) tanah dibedakan atau dipisahkan menjadi 4
keadaan dasar yaitu padat, semi padat, plastis, cair.
Gambar 2. Batas Konsistensi
terus menjadi kering hingga titik R, tanah yang dibentuk mulai mengalami retak-retak yang mana kadar air pada batas ini disebut dengan batas plastis (plastic limit), PL.Rentang kadar air dimana tanah berada dalam kondisi plastis, antara titik Q dan R, disebut dengan indek plastisitas (plasticity index), PI, yang dirumuskan :
PI = LL - PL
LL = Batas Cair (Liquid Limit) PL = Batas Plastis (Liquid Plastic)
Dari Nilai PI yang dihitung dengan persamaan diatas akan ditentukan berdasarkan Atterberg (1911). Adapun batasan mengenai indeks plastisitas tanah ditinjau dari; sifat, dan kohesi. Seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Nilai indeks plastisitas dan sifat tanah (Hardiyatmo, 2002)
PI % Sifat Tanah Kohesi
0 Non Plastis Non Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Kohesi Sebagian 7 - 17 Plastisitas Sedang Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Kohesif
halus 50% atau lebih, lolos ayakan No. 200 dan memiliki batas cair
(LL) ≤ 50 %.
c. Tanah Lempung Berpasir
Pasir merupakan partikel penyusun tanah yang sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar. Sifat-sifat yang dimiliki tanah pasir adalah sebagai berikut (Das, 1991):
1. Ukuran butiran antara 2 mm – 0,075 mm. 2. Bersifat non kohesif.
3. Kenaikan air kapiler yang rendah, antara 0,12 – 1,2 m. 4. Proses penurunan sedang sampai cepat.
Klasifikasi tanah tergantung pada analisis ukuran butiran, distribusi ukuran butiran dan batas konsistensi tanah. Perubahan klasifikasi utama dengan penambahan ataupun pengurangan persentase yang lolos saringan no.4 atau no.200 adalah alasan diperlukannya mengikutsertakan deskripsi verbal beserta simbol-simbolnya, seperti pasir berlempung, lempung berlanau, lempung berpasir dan sebagainya.
lainnya akan berbeda tergantung jenis dan jumlah mineral lempung yang terkandung di dalamnya.
Suatu tanah dapat dikatakan lempung berpasir bila lebih dari 50% mengandung butiran lebih kecil dari 0,002 mm dan sebagian besar lainnya mengandung butiran antara 2 – 0,075 mm. Pada Sistim Klasifikasi Unified (ASTM D 2487- 66T) tanah lempung berpasir digolongkan pada tanah dengan simbol CL yang artinya tanah lempung berpasir memiliki sifat kohesi sebagian karena nilai plastisitasnya rendah ( PI < 7).
Untuk tanah urugkan dan tanah pondasi, Sistim Klasifikasi Unified
mengklasifikasikan tanah lempung berpasir sebagai (Sosrodarsono dan Nakazawa, 1988):
a. Stabil atau cocok untuk inti dan selimut kedap air.
b. Memiliki koefisien permeabilitas antara 10-6– 10-8 cm/det.
c. Efektif menggunakan penggilas kaki domba dan penggilas dengan ban bertekanan untuk pemadatan di lapangan.
d. Berat volume kering 1,52-1,92 t/m3. e. Daya dukung tanah baik sampai buruk.
Penggunaan untuk saluran dan jalan, Sistim Klasifikasi Unified
mengklasifikasikan tanah lempung berpasir sebagai (Sosrodarsono dan Nakazawa, 1988) :
c. Sedang sampai tinggi kemungkinan terjadi pembekuan.
d. Memiliki tingkat kompresibilitas dan pengembangan yang sedang. e. Sifat drainase kedap air.
f. Alat pemadatan lapangan yang cocok digunakan penggilas kaki domba dan penggilas dengan ban bertekanan.
g. Berat volume kering antara 1,6 – 2 t/m3.
h. Memiliki nilai CBR lapangan antara 5-15 %. i. Koefisien reaksi permukaan bawah 2,8 – 5,5 kg/cm3.
D. Identifikasi Tanah Lempung
Terdapat dua sistem penggolongan utama yang dilakukan, yakni sistem penggolongan AASHTO (metode AASHTO M 145 atau penandaan (ASTM D-3282) dan sistem penggolongan tanah bersatu (penandaan ASTM D-2487). Dalam metode AASHTO, tidak tercantum untuk gambut dan tanah yang lempung, sehingga ASTM D-2487 harus digunakan sebagai langkah pertama pada pengidentifikasian gambut.
E. Stabilisasi Tanah
mengarah untuk perbaikan sifat-sifat teknis tanah, misalnya mereduksi plastisitas, mempertinggi kemudahan dikerjakan dan mengurangi potensi pengembangan.
F. Stabilisasi Tanah Lempung
Maksud dari stabilisasi tanah adalah untuk menambah kapasitas dukung tanah dan kenaikan kekuatan yang akan diperhitungkan pada proses perancangan tebal perkerasan. Karena itu, stabilisasi tanah membutuhkan metode perancangan dan pelaksanaan yang lebih teliti dibandingkan dengan modifikasi tanah.
Banyak material tanah di lapangan tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pengerjaan konstruksi. Kondisi material tanah yang tidak memenuhi syarat ini dapat diperbaiki sifat teknisnya sehingga kekuatannya meningkat. Memperbaiki sifatsifat tanah dapat dilakukan dengan cara, yaitu cara pemadatan (secara teknis), mencampur dengan tanah lain, mencampur dengan semen, kapur atau belerang (secara kimiawi), pemanasan dengan temperatur tinggi, dan lain sebagainya.
Usaha-usaha stabilisasi tanah telah lama dilakukan penelitian dan pelaksanaan baik secara tradisional maupun dengan beberapa teknologi. Stabilisasi tanah biasanya dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah lantai kerja, badan jalan, bendungan, konstruksi timbunan dan sebagainya.
kekuatan/daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan/keawetan. Dan menurut Ingles dan Metcalf (1972) stabilisasi kapur dapat mengubah tanah menjadi gumpalan-gumpalan partikel.
Banyaknya kapur yang digunakan berkisar antara 5-10%, yang menghasilkan konsentrasi ion kalsium lebih besar dari yang diperlukan sebenarnya.
Sedangkan pada penelitian ini pada abu cangkang sawit terdapat unsur CaO yang kadar kapurnya sebesar 1,54%, sedangkan pencampuran lempung dan abu cangkang sawit memiliki kadar CaO sebesar 1,74% ini menunjukkan kenaikan yang hanya sedikit sekitar 20%.
Metode atau cara memperbaiki sifat-sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat-sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam aditif untuk bereaksi. Pada penelitian ini peneliti mencoba melakukan stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan aditif yaitu abu cangkang sawit dimana komposisi kimia yang terkandung dalam abu cangkang sawit salah satunya silika (SiO2) yang merupakan unsure pembentuk utama dalam pembuatan semen. Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dapat dilihat pada Tabel 4.
G. Daya Dukung Tanah
Daya dukung tanah adalah besarnya tekanan atau kemampuan tanah untuk menerima beban dari luar sehingga menjadi labil. Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, kondisi drainase, dan lain-lain. Tingkat kepadatan dinyatakan dengan persentase berat volume
kering (γk) tanah terhadap berat volume kering maksimum (γk maks).
Daya dukung tanah bisa kita dapat dengan cara mekanis seperti dengan bantuan alat berat. Ada beberapa cara seperti melakukan penggilasan dengan alat penggilas, menjatuhkan benda berat, ledakan, melakukan tekanan stastis, melakukan proses pembekuan, pemanasan dan sebagainya.
Tanah yang memiliki daya dukung yang baik memiliki tingkat kerapatan yang besar. Tanah pada kondisi ini memiliki penurunan tanah yang sangat kecil dan dalam jangka waktu yang sangat lama. Penurunan muka air tanah juga sangat besar sehingga pada drainase tanah kondisinya tidak terlalu tergenang air.
Rumus daya dukung tanah :
qu = Cu x Nc + γ x D dimana :
Cu : Kuat geser undrained (undrained shear strength) Nc : Faktor daya dukung yang tergantung pada sudut geser
γ : Berat isi tanah D : Kedalaman tanah
Menurut Bowless (1989), ada beberapa keuntungan pemadatan :
1. Berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence) yaitu gaya vertikal pada massa tanah akibat berkurangnya angka pori.
2. Bertambahnya kekuatan tanah.
3. Berkurangnya penyusutan, berkurangnya volume akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan.
Kerugian utamanya adalah bahwa pemuaian (bertambahnya kadar air dari nilai patokannya) dan kemungkinan pembekuan tanah itu akan membesar.
H. Batas-Batas Atterberg
Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg (yang mana diambil dari nama peneliti pertamanya yaitu Atterberg pada tahun (1911). Pada kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis.
Padat SemiPadat Plastis Cair
berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat (4) keadaan dasar, yaitu : padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic), dan cair (liquid), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Batas-batas Atterberg
Adapun yang termasuk ke dalam batas-batas Atterberg antara lain : 1. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.
2. Batas Plastis (Plastic Limit)
3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (SL) adalah kadar air yang didefinisikan pada derajat kejenuhan 100%, dimana untuk nilai-nilai dibawahnya tidak akan terdapat perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Harus diketahui bahwa batas susut makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume.
4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis.
I. Dasar Teori Pemadatan
1. Prinsip-prinsip pemadatan
Pada awal proses pemadatan, berat volume tanah kering(γd) bertambah
seiring dengan ditambahnya kadar air. Pada kadar air nol(w=0), berat
volume tanah basah(γb) sama dengan berat volume tanah kering(γd).
Ketika kadar air berangsur-angsur ditambah(dengan usaha pemadatan
yang sama), berat butiran tanah padat per volume satuan(γd) juga
bertambah. Pada kadar air lebih besar dari kadar air tertentu, yaitu saat kadar air optimum, kenaikan kadar air justru mengurangi berat volume keringnya. Hal ini karena, air mengisi rongga pori yang sebelumnya diisi oleh butiran padat. Kadar air pada saat berat volume kering mencapai
2. Pengujian pemadatan
Untuk menentukan hubungan kadar air dan berat volume, dan untuk mengevaluasi tanah agar memenuhi persyaratan kepadatan, maka umumnya dilakukan pengujian pemadatan.
Proctor (1933) telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan berat volume kering tanah padat. Untuk berbagai jenis tanah pada umumnya, terdapat satu nilai kadar air optimum tertentu untuk mencapai berat volume kering maksimumnya (gdmaks).
Hubungan berat volume kering (gd) dengan berat volume basah (gb) dan kadar air (w), dinyatakan dalam persamaan :
Berat volume kering setelah pemadatan bergantung pada jenis tanah, kadar air, dan usaha yang diberikan oleh alat penumbuknya. Karakteristik kepadatan tanah dapat dinilai dari pengujian standar laboratorium yang disebut uji Proctor.
Prinsip pengujiannya diterangkan dibawah ini.
Alat pemadat berupa silinder (mould) yang mempunyai volume 9,44 x 10-4 m3. Tanah di dalam mould dipadatkan dengan penumbuk yang beratnya 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm (1 ft). Tanah dipadatkan dalam 3 (tiga) lapisan dengan tiap lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali pukulan.
a. Uji Pemadatan Standar Proctor
cetakan silinder berukuran tertentu dengan menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dan tinggi jatuh 30 cm.
b. Uji Pemadatan Modified Proctor
Di dalam uji Proctor dimodifikasi (Modified Proctor), mould yang digunakan masih tetap sama, hanya berat penumbuknya diganti dengan yang 4,54 kg dengan tinggi jatuh penumbuk 45,72 cm. Pada pengujian ini, tanah di dalam mould ditumbuk dalam 5 (lima) lapisan. (Novianto:2012 ).
Dalam uji pemadatan, percobaan diulang paling sedikit 5 (lima) kali dengan kadar air tiap percobaan divariasikan. Kemudian, digambarkan sebuah grafik hubungan kadar air dan berat volume keringnya. Kurva yang dihasilkan dari pengujian memperlihatkan nilai kadar air yang terbaik (wopt) untuk mencapai berat volume kering terbesar atau
kepadatan maksimum (gdmaks). Pada nilai kadar air rendah, untuk kebanyakan tanah, tanah cenderung bersifat kaku dan sulit dipadatkan. Setelah kadar air ditambah, tanah menjadi lebih lunak. Pada kadar air yang tinggi, berat volume kering berkurang. Bila seluruh udara di dalam tanah dapat dipaksa keluar pada waktu pemadatan, tanah akan berada dalam kedudukan jenuh dan nilai berat volume kering akan menjadi maksimum. Akan tetapi, dalam praktek, kondisi ini sulit dicapai. (Novianto:2012 )
Jadi, berat volume kering maksimum (teoritis) pada suatu kadar air
tertentu dengan kondisi “zero air voids”, gzav (pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali), dapat dihitung dari persamaan :
Karena saat tanah jenuh 100 % (S = 1) dan e = w Gs, maka : dimana :
gzav = berat volume pada kondisi zero air voids gw = berat volume air
e = angka pori
Gs = berat spesifik butiran padat tanah
Berat volume kering (gd) setelah pemadatan pada kadar air (w) dengan kadar udara (air content), A (A = Va/V = volume udara/volume total) dapat dihitung dengan persamaan :
Hubungan berat volume kering pada kadar udara tertentu dengan kadar air, dari hasil uji Standar Proctor dan Proctor dimodifikasi untuk tanah dengan berat jenis Gs = 2,65.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemadatan
Menurut Hardiyatmo(2004) faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan antara lain :
a. Pengaruh macam tanah
merupakan akibat dari pengaruh hilangnya tekanan kapiler saat kadar air bertambah. Pada kadar air rendah, tekanan kapiler dalam tanah yang berada di dalam rongga pori menghalangi kecenderungan partikel tanah untuk bergerak sehingga butiran cenderung merapat(padat).
b. Pengaruh usaha pemadatan
Jika energi pemadatan ditambah, maka berat volume kering tanah juga bertambah. Jika energy pemadatan ditambah, kadar air optimum berkurang. Kedua hal tersebut berlaku untuk hamper semua jenis tanah. Namun, harus diperhatikan bahwa derajat kepadatan tidak secara langsung proposional dengan energi pemadatan.
Keuntungan yang diperoleh dari tes pemadatan diantarannya : 1. Meningkatkan kekuatan tanah.
2. Berkurangnya penyusutan akibat berkurang kadar air dari nilai patoakan pada saat pengeringan.
3. Berkurangnya penurunan permulaan tanah (subsidence), yaitu gerakan vertikal di dalam massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori.
4. Kekuatan geser dan daya dukung meningkat. 5. Pemampatan (compressibility) tanah berkurang.
Ada dua macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk pemadatan tanah, yaitu:
a. Percobaan pemadatan standar (standard compaction test).
Tabel 5. Elemen-Elemen Pemadatan Standard dan Modified
tumbukan/lapisan 25 25
Volume cetakan 1/30 ft3
Tanah saringan (-) No. 4
Energi pemadatan 595 kJ/m3 2698 kJ/m3 Sumber : Joseph E Bowles, 1979:199
Percobaan pemadatan standar masih banyak dipakai untuk pembuatan jalan dan bendungan tanah. Tetapi untuk pembuatan landasan lapangan terbang atau jalan raya kepadatan yang tercapai dengan standar belum cukup, dalam hal ini dipakai modified compaction test.
J. Uji Kuat Tekan Bebas
Kuat tekan bebas adalah tekanan aksial benda uji pada saat mengalami keruntuhan pada saat regangan aksial mencapai 20%. Pengujian kuat tekan bebas termasuk hal khusus dari pengujian Triaksial Unconsolidated
Undrained. Pengujian Unconfined Compression pada tanah lempung
1. Maksud dan tujuan
Pemeriksaan dimaksudkan agar praktikan dapat mengetahui kekuatan tekan bebas tanah kohesi dalam keadaan asli (undisturbed) maupun keadaan buatan (remoulded).tujuan pemeriksaan ini adalah menentukan dan mengetahui nilai kuat tekan bebas (qu) dari suatu tanah.
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Pengambilan Sampel
Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa Kampung Baru Bandar Lampung. Pengambilan sampel tanah menggunakan karung dan cangkul dengan berat 25 kg. Tanah di gali sampai kedalaman 20 cm untuk membuang kotoran atau sampah, kemudian tanah diambil sebanyak 25 kg. Sampel yang sudah diambil ini selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk pengujian awal.
B. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk analisis saringan, uji berat jenis, uji kadar air, uji batas-batas konsistensi dan peralatan lainya yang ada di Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Lampung yang telah sesuai dengan standarisasi
American Society for Testing Material (ASTM).
C. Benda Uji
Adapun benda uji yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu :
D. Pelaksanaan Pengujian
Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian untuk tanah lempung berpasir.
Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :
Pengujian Sampel Tanah.
a. Pengujian Analisis Saringan b. Pengujian Berat Jenis c. Pengujian Kadar Air d. Pengujian Batas Atterberg
e. Pengujian Pemadatan Tanah
f. Pengujian Kuat Tekan Bebas (UCS)
1. Uji Analisis Saringan
Analisis saringan adalah mengayak atau menggetarkan sampel tanah melalui satu set ayakan di mana lubang-lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui presentase ukuran butir sampel tanah yang dipakai. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-422, AASHTO T88 (Bowles, 1991).
Langkah Kerja :
a. Mengambil sampel tanah sebanyak 2500 gram, memeriksa kadar airnya.
c. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin penggetar selama kira-kira 15 menit.
d.Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atasnya.
Perhitungan :
a. Berat masing-masing saringan (Wc)
b.Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atas saringan (Wcs)
c. Berat tanah yang tertahan (Ws) = Wcs – Wc
d.Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Ws Wtot)
e. Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing saringan (Pi)
f. Presentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) : qi 100% pi% dengan menggunakan botol piknometer. Tanah yang diuji harus lolos
saringan No.4. Bila nilai berat jenis dan uji ini hendak digunakan dalam perhitungan untuk uji hydrometer, maka tanah harus lolos saringan # 200 (diameter = 0,074 mm). Uji berat jenis ini menggunakan standar ASTM D-854.
Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-854, antara lain :
a. Menyiapkan benda uji secukupnya dan mengoven pada suhu 60oC sampai dapat digemburkan atau dengan pengeringan matahari.
b.Mendinginkan tanah dengan Desikator lalu menyaring dengan saringan No.4 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih dahulu.
c. Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya. d.Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong.
e. Mengambil sampel tanah.
f. Memasukkan sampel tanah kedalam labu ukur dan menambahkan air suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.
g. Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum.
W3 = Berat picnometer, tanah, dan air (gram)
W4 = Berat picnometer dan air bersih (gram)
3. Uji Kadar Air
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-2216.
Bahan : Sampel tanah asli seberat 30-50 gram sebanyak 2 sampel. Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-2216, yaitu :
a. Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan benda uji kedalam cawan dan menimbangnya.
b.Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.
c. Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan menghitung prosentase kadar air.
Perhitungan :
a) Berat cawan + berat tanah basah = W1 (gr) b) Berat cawan + berat tanah kering = W2 (gr) c) Berat air = W1 – W2 (gr)
d) Berat cawan = Wc (gr)
e) Berat tanah kering = W2 – Wc (gr) f) Kadar air (ω) = W1 – W2 x (100%)
4. Uji Batas Atterberg
a. Batas Cair (Liquid Limit)
Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-4318.
Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-4318, antara lain :
1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan No.40
2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk cassagrande setinggi 10 mm.
3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No.40, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga merata, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk cassagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.
4. Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda uji dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan menggunakan
grooving tool.
5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10-40 kali.
berbeda yaitu 2 buah dibawah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.
Perhitungan :
1) Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai jumlah pukulan.
2) Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.
3) Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar. 4) Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke 25.
b. Batas Plastis (Plastic limit)
Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat. Nilai batas plastis adalah nilai dari kadar air rata-rata sampel. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-4318.
Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-4318 :
1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan No. 40
2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.
Perhitungan :
1) Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji.
2) Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel tanah yang diuji, dengan rumus :
PI = LL - PL Dimana :
PI = Indeks Plastisitas LL = Nilai Batas Cair PL = Nilai Batas Plastis
5. Uji Pemadatan Tanah (ProctorModified)
Tujuannya adalah untuk menentukan kepadatan maksimum tanah dengan cara tumbukan yaitu dengan mengetahui hubungan antara kadar air dengan kepadatan tanah. Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-1557.
Adapun langkah kerja pengujian pemadatan tanah, antara lain : a.Penambahan Air
1) Mengambil tanah sebanyak 15 kg dengan menggunakan karung goni lalu dijemur.
2) Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan tangan.
4) Butiran tanah yang lolos saringan No.4 dipindahkan atas 6 bagian, masing-masing 2,5 kg, masukkan masing-masing bagian kedalam plastik dan ikat rapat-rapat.
5) Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah untuk menentukan kadar air awal.
6) Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket ditangan.
Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah.
7) Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat dihitung dengan rumus :
Wwb = wb . W 1 + wb W = Berat tanah
Wb = Kadar air yang dibutuhkan Penambahan air : Ww = Wwb – Wwa
8) Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5 kg sampel diatas pan dan mengaduknya sampai rata dengan tembok pengaduk.
b.Pemadatan tanah
1) Menimbang mold standar beserta alas.
3) Mengambil salah satu sampel yang telah ditambahkan air sesuai dengan penambahannya.
4) Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 3 bagian. Bagian pertama dimasukkan kedalam mold, ditumbuk 25 kali sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua dan ketiga. Sehingga bagian ketiga mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian mold).
5) Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold
dengan menggunakan pisau pemotong.
6) Menimbang mold berikut alas dan tanah didalamnya.
7) Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container untuk pemeriksaan kadar air (w).
8) Mengulangi langkah kerja b.2 sampai b.7 untuk sampel tanah lainnya, maka akan didapatkan 6 data pemadatan tanah.
Perhitungan : Kadar air :
a) Berat cawan + berat tanah basah = Wcs (gr) b) Berat cawan + berat tanah kering = Wcd (gr) c) Berat air = W1 – W2 (gr)
d) Berat cawan = Wc (gr)
e) Berat tanah kering = Wcd – Wc (gr) f) Kadar air (ω) = Wcs – Wcd (%)
6. Kuat Tekan Bebas
Sesuai dengan ASTM D-2166, pengujian ini bertujuan untuk menentukan kekuatan tekan bebas suatu jenis tanah yang bersifat kohesif, baik dalam keadaan asli (undisturbed), buatan (remoulded) maupun tanah yang dipadatkan (compacted).
Adapun langkah kerjanya adalah sebagai berikut :
Setelah sampel tanah yang telah distabilisasi dipadatkan, maka sampel untuk pengujian kuat tekan bebas dicetak pada cetakan tabung penuh dan kemudian mengeluarkan sampel tersebut menggunakan extruder. Sampel kemudian ditimbang sehingga didapatkan beratnya (W). Lalu sampel tanah diletakkan pada unconfined strength machine secara sentris. Mengatur dial beban dan dial deformasi pada posisi nol. Kemudian mengoperasikan alat dengan pembacaan dimulai dari regangan 0,5% ; 1% ; 2% dan seterusnya sampai tanah mengalami keruntuhan. Jika regangan sudah mencapai 20% tetapi sampel tanah belum runtuh maka percobaan dapat dihentikan.
E. Urutan Prosedur Penelitian
1. Hasil pengujian analisis saringan dan batas atterberg untuk tanah asli akan digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO dan USCS.
3. Menyiapkan sempel tanah yang akan distabilisasi dan sampel tanah yang digunakan merupakan sampel yang lolos saringan No.4.
F. Analisis Hasil Penelitian
Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari : 1. Hasil dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam bentuk tabel dan
digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah AASHTO dan USCS. 2. Dari hasil pengujian sampel tanah asli terhadap masing-masing pengujian
seperti uji analisis saringan, uji berat jenis, uji kadar air, uji batas-batas
atterberg dan uji pemadatan tanah, akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik yang nantinya akan didapatkan kadar air kondisi optimum. 3. Dari seluruh analisis hasil penelitian tersebut, maka akan dapat ditarik
Gambar 4. Bagan Alir Penelitian Analisa Saringan
Mulai
Pengambilan Sampel Tanah Asli
Pengujian Uji Kuat Tekan Bebas UCS
Analisis Hasil Berat Jenis Batas Atterberg
Kadar Air
Pemadatan Tanah
Kesimpulan
Selesai
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sampel tanah yang digunakan berasal dari daerah Kampung Baru, Bandar Lampung, menurut sistem klasifikasi AASHTO digolongkan pada kelompok tanah A-6 (tanah berlempung). Tanah golongan ini termasuk golongan tanah kurang baik digunakan sebagai tanah dasar. Berdasarkan klasifikasi USCS tanah tersebut digolongkan kedalam kelompok CL yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang. 2. Perbandingan kuat tekan bebas (UCS) tanah lempung berpasir memperlihatkan bahwa grafik UCS dengan Pemadatan Tanah terlihat adanya kecenderungan peningkatan nilai UCS seiring dengan Penelitian tanah Standard dan tanah Modified. Terutama pada grafik UCS untuk pemadatan tanah Modified mempunyai nilai Extrim
3. Kadar air optimum antara pemadatan tanah standard dengan pemadatan tanah modified tidak begitu jauh dengan selisih angka. antara pemadatan tanah standard dengan nilai 18,52% dan pemadatan tanah modified dengan nilai 16,25%
tegangan tersebut dikarenakan tanah semakin padat akibatnya nilai tegangan semakin besar. Kemudiaan terjadi penurunan pada titik regangan 11, Penurunan nilai tegangan tersebut di karena kondisi tanah sudah terlalu padat dan tanah menjadi getas sehingga mudah retak.
5. Melihat dari hasil persentase nilai UCS pada pengujian pemadatan
Standard dan Modified akan tetapi ada perbandingan nilai UCS pada sampel ke-3 dititikt 9 dan 10 terjadi peningkatan yang cukup Extrim di pemadatan tanah Modified. Di karenakan pada pengeujian tanah Modified
terjadi perbedaan lapisan tanah dan berat tumbukkan.
B. Saran
Untuk penelitian selanjutnya mengenai perbandingan kuat tekan bebas (UCS) tanah lempung berpasir pada kondisi kepadatan Standard dan Modified, disarankan beberapa hal dibawah ini untuk dipertimbangkan :
1. Diperlukan ketelitian pada waktu pengovenan dalam pengujian kadar air, agar didapatkan hasil yang lebih akurat. Ketelitian dalam pengujian sering terganggu karena listrik sering padam.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui nilai optimumnya dan pada saat pengujiannya.
3. Sebaiknya dilakukan pengecekan kondisi alat atau mesin sebelum melakukan pengujian-pengujian di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Karl Therzaghi.1991. Mekanika Tanah. Erlangga. Jakarta.
Craig, B. M. 1991. Mekanika Tanah. Erlangga. Jakarta.
Das, B. M. 1988. Mekanika Tanah I. Erlangga. Jakarta.
Bowles, J. E. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. Erlangga. Jakarta.
Bowles, E.J. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika
Tanah). PT. Erlangga. Jakarta.
Hardiyatmo, Hary Chirstady. 1992. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hardiyatmo, Hary Chirstady. 1992. Mekanika Tanah II. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
L. Hendarsin Shirley. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung Jurusan Teknik Sipil. Bandung.
Verhoef, P. N. W. 1994. Geologi untuk Teknik Sipil. Erlanngga. Jakarta.
Sukirman, S. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova. Bandung.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2004. Mekanika Tanah 1. Jakarta:GRAMEDIA
Lampung. Lampung