ABSTRACT
COCOA FARMERS’ PERCEPTION TOWARD SL-PHT PROGRAM IN INCREASING COCOA FARMING PRODUCTIVITY AND INCOME
(Acase of cocoa farmers in Sukoharjo 1 Village Sukoharjo Sub-district Pringsewu Regency)
By Rendi Robiyan
The objectives of this research are to find out: (1) level of cocoa farmers’ perception toward cocoa farming Integrated Pest Management Field School (SL-PHT) program in increaseing cocoa productivity and farm income, and (2) factors related to cocoa
farmers’ perception toward SL-PHT program in increaseing cocoa productivity and farm income. This research was conducted in Sukoharjo 1 Village as one of villages where the cocoa SL-PHT program took place. This study was held in August until October 2013. Twenty-six farmers as respondents were selected by using a census method. Analysis methods used in this research are descriptive and Rank
Spearman’s correlation. The results showed that: (1) the level of cocoa farmers’ perception toward SL-PHT program was in a good classification, and cocoa SL-PHT program was beneficial in increasing productivity, income, and pest disease control of cocoa plants, (2) the level of farming experience, level of farming knowledge, and level of farmers’ social interaction had a correlation to the level of cocoa farmers’ perception toward SL-PHT program in increasing cocoa productivity and farm income. Whereas, level of farmers’ living need fulfillment had no correlation to the level of cocoa farmers’ perception toward SL-PHT program.
ABSTRAK
PERSEPSI PETANI TERHADAP PROGRAM SL-PHT
DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI KAKAO
(Kasus Petani Kakao di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu)
Oleh Rendi Robiyan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) tingkat persepsi petani kakao terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao, (2) faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani kakao terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao. Penelitian ini dilakukan di Desa Sukoharjo 1 sebagai salah satu desa yang mendapatkan program SL-PHT kakao. Waktu penelitian pada bulan agustus sampai oktober 2013. Responden berjumlah 26 petani dengan menggunakan metode sensus. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tingkat persepsi petani kakao yang mengikuti program SL-PHT kakao dalam klasifikasi baik, dan program SL-PHT kakao bermanfaat bagi masyarakat petani kakao dalam meningkatkan produktivitas, pendapatan usahatani kakao, dan pengendalian hama penyakit tanaman kakao, (2) tingkat pengalaman berusahatani, tingkat pengetahuan usahatani dan tingkat interaksi sosial petani berhubungan nyata dengan tingkat persepsi petani kakao terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao, sedangkan tingkat pemenuhan kebutuhan hidup petani tidak berhubungan dengan tingkat persepsi petani kakao terhadap SL-PHT kakao dalam peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Limau pada tanggal 23 Oktober 1991 dari pasangan Bapak
Ismail dan Murniasih. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 2 Antar Brak pada tahun 2003, SMP
Tamansiswa Teluk Betung pada tahun 2006, dan SMA Tamansiswa Teluk Betung
tahun 2009. Penulis diterima di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Lampung pada tahun 2009 melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan
Bakat (PKAB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti “Orientasi Lingkungan
Pertanian dan Masyarakat Pedesaan” yang diadakan oleh Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 di Desa Bandar
Agung Kecamatan Sribhawono Kabupaten Lampung Timur. Penulis pernah
melakukan Praktik Umum (PU) di Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong
Cianjur pada bulan Januari 2012 dengan judul ”Manajemen Mutu Sayuran Bayam,
Caisim dan Kangkung di Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong Kecamatan
Pacet Kabupaten Cianjur”. Pada tahun 2012 penulis pernah melakukan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Desa Pura Mekar Kecamatan Gedung Surian Kabupaten Lampung
Universitas Lampung menjadi anggota bidang 4 yaitu pendanaan dan dana usaha
periode 2010/2011, menjadi sekretaris bidang 4 periode 2011/2012 dan menjadi ketua
SANWACANA
Assalamu`alaikum Wr.Wb
Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah
memberikan cahaya dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda
Rasulullah Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap
kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.
Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Persepsi Petani Terhadap Program SL-PHT Kakao Dalam Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan
Usahatani Kakao (Theobroma Cacao L) Di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena
itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
nilainya kepada:
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Tubagus Hasanuddin, M.S., selaku pembimbing pertama atas
2. Helvi Yanfika, S.P., M.E.P., selaku pembimbing kedua atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi setra
nasehat–nasehat kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Sumaryo GS, M.Si., selaku pembahas atas kritik, saran, dan
bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Ir. Hurip Santoso, M.S., selaku pembimbing akademik atas arahan dan
bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada Penulis selama kuliah di kampus
tercinta Universitas Lampung.
8. Staf administrasi Jurusan Agribisnis (Mba Ayi, Mba Iin, Mas Boim, Mas
Kardi, Mas Bukhori) terima kasih atas bantuannya.
9. Seluruh anggota kelompok tani di Desa Sukoharjo 1, Kecamatan Sukoharjo,
Kabupaten Pringsewu, atas bantuan kepada penulis selama melakukan
penelitian.
10. Keluargaku tercinta, Ayahanda Ismail, Ibunda Murniasih, saudaraku
tersayang, adikku Ryan Wahyudi dan Rista Destiana, mbak Setyorini, S.Pd.,
dan dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Retno Nur Ramadhani, S.Si., yang memiliki banyak kontribusi dalam
penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas kebersamaan, dukungan, doa, dan
semangat yang selalu diberikan.
12. Sahabat seperjuangan penulis di AGB 09 Ganjil : Firjen Ansoni, Syani
Ahmad, Revina M, Wirda E, S.P., Anita N, S.P., Yesica V, S.P., Mutiara P,
Khairunisa N, Peni R, S.P., Yunica Safitri, S.P., Feby L, Quen T M, S.P., Dwi
A, S.P, Atika K, S.P., Dedeh K, S.P., Erzia E, S.P., Tika Leoni, S.P., C N
Diach M, S.P., Febrianti, Meyka Y, S.P., Melia A, S.P., Uli K S , S.P.,
Amalia K, Denisa R B, Maftuhatul H, Inke K W, S.P., Novi K, S.P., Ongki F
, S.P., Edy Suyanto, M. Adriez, Rinaldi Prasetya, Saida Ahmad, Fitriansyah
Bakti, Saut M Togatorop, Wayan Pastike, Firham Rama, Hilman Budiyanto,
M. Malik Adam.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan, semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 27 Juni 2014
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BRPIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 10
1. Pengertian persepsi ... 10
2. Proses terbentuknya persepsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ...
7. Sekolah Pengendalian Hama Pertanian Terpadu (SL-PHT) ... 26
B. Penelitian Sebelumnya ... 31
C. Kerangka Berpikir ... 33
D. Hipotesis ... 39
III.METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 40
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43
C. Metode Pengambilan Sampel ... 43
D. Metode Pengumpulan Data ... 44
B. Keadaan Penduduk ... 48
1. Keadaan penduduk menurut umur ... 48
2. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian ... 49
3. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan ... 50
4. Keadaan penduduk menurut agama ... 52
B. Deskripsi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Petani Terhadap Program Sl-PHT Kakao dalam Meningkatkan Produtivitas Dan Pendapatan Usahatani Kakao ... 62
1. Tingkat Pengalaman berusahatani kakao ... 62
2. Tingkat pengetahuan petani ... ... 64
3. Tingkat interaksi sosial ... 66
4. Tingkat pemenuhan kebutuhan hidup petani ... 68
C. Deskripsi Variabel Y (Persepsi Petani Terhadap Program Sl-PHT Kakao dalam Meningkatkan Produtivitas dan Pendapatan Usahatani Kakao) ... 70
D. Produktivitas Dan Pendapatan Usahatani Kakao Responden .... 74
1. Produktivitas usahatani kakao ... 74
2. Pendapatan petani kakao ... 76
E. Pengujian Hipotesis ... 78
VI.SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
i
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas kakao di
Provinsi Lampung tahun 2007-2011 . ... 3
2. Luas areal dan produksi tanaman kakao di Kabupaten Pringsewu
tahun 2010 ... 4
3. Luas wilayah berdasarkan potensi penggunaan lahan di Desa
Sukaharjo 1 Kecamatan Sukoharjo ... 48
4. Sebaran penduduk Desa Sukoharjo 1 berdasarkan tingkat umur ... 49
5. Jumlah penduduk Desa Sukoharjo 1 menurut mata pencaharian ... 50
6. Jumlah penduduk Desa Sukoharjo 1 berdasarkan tinggkat
pendidikan ... 51
7. Jumlah penduduk Desa Sukoharjo 1 berdasarkan agama ... 52
8. Sarana dan prasarana penunjang di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan
Sukoharjo Kabupaten Pringsewu tahun 2012 ... 54
9. Sebaran kelompok umur petani kakao responden berdasarkan umur
produktif secara ekonomi di Desa Sukoharjo 1 ... 56
10.Klasifikasi jumlah petani responden berdasarkan tingkat pendidikan
formal ... 58
11.Sebaran jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggung petani
responden ... 59
12.Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan garapan ... 61
13.Klasifikasi petani SL-PHT kako berdasarkan tingkat pengalaman
berusahatani kakao ... 62
14.Klasifikasi petani responden SL-PHT kakao berdasarkan
tingkat pengetahuan petani ... 65
15.Klasifikasi petani responden SL-PHT kakao berdasarkan tingkat
interaksi sosial petani ... 67
16.Klasifikasi petani responden SL-PHT kakao berdasarkan tingkat
pemenuhan kebutuhan hidup petani ... 68
ii
18.Sebaran tingkat produktivitas kakao petani responden yang
mengikuti SL-PHT kakao ... 75
19.Sebaran klasifikasi petani responden berdasarkan tingkat
pendapatan ha/tahun ... 77
20.Hasil analisis hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel
terikat (Y) pada petani responden SL-PHT kakao ... 79
21.Tabulasi silang antara persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan
usahatani kakao dengan tingkat pemenuhan kebutuhan hidup
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Proses terjadinya persepsi ... 12
2. Proses terbentuk persepsi . ... 14
3. Kerangka pikir faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi
petani ... 38
4. Garis kontinum rerata umur produktif petani responden SL-PHT... 57
5. Garis kontinum berdasarkan rerata jumlah tanggungan keluarga petani responden ... 60
6. Garis kontinum rerata berdasarkan luas lahan garapan petani responden SL-PHT kakao ... 61
7. Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat
pengalaman berusahatani kakao ... 63
8. Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat
pengetahuan SL-PHT kakao ... 65
9. Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat
interaksi sosial petani SL-PHT kakao ... 67
10.Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat
pemenuhan kebutuhan hidup petani ... 69
11.Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat
persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao ... 71
12.Garis kontinum rerata tingkat produktivitas usahatani kakao petani
responden SL-PHT kakao ... 75
13.Garis kontinum rerata pendapatan usahatani kakao petani
responden SL-PHT kakao ... 77
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rekapitulasi identitas petani responden SL-PHT kakao ... 91
2. Rekapitulasi rincian variabel tingkat persepsi petani kakao terhadap
program SL-PHT kakao ... 92
3. Rekapitulasi penggunaan pupuk petani responden SL-PHT kakao ... 94
4. Rekapitulasi penggunaan pestisida petani responden
SL-PHT kakao ... 95
5. Rekapitulasi biaya tenaga kerja petani responden SL-PHT
kakao ... 97
6. Rekapitulasi biaya penyusutan peralatan petani responden
SL-PHT kakao ... 103
7. Rekapitulasi pendapatan usahatani kakao petani responden
SL-PHT kakao ... 107
8. Hasil korelasi Rank Spearman (rs) antara tingkat persepsi petani SL-PHT kakao dengan tingkat pengalaman petani, tingkat pengetahuan
petani, tingkat interaksi petani dan tingkat kebutuhan hidup petani ... 108
9. Perhitungan Modus pada Variabel Bebas (X) yang Mempengaruhi Persepsi Petani Terhadap Program SL-PHT Kakao dalam
Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Kakao ... 109
10.Perhitungan Modus pada Variabel Y (Tingkat Persepsi Petani Terhadap Program Sl-PHT Kakao Dalam Peningkatan Produtivitas
dan Pendapatan Usahatani Kakao) ... 110
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan.
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional.
Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,
menyumbang devisa, serta menyediakan kesempatan kerja dan bahan baku
bagi industri. Pembangunan di sektor pertanian menjadi syarat mutlak bagi
pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan
merupakan strategi pembangunan jangka panjang yang bertujuan untuk
menjadikan pertanian yang maju, efisien dan tangguh. Pertanian memiliki
cakupan yang sangat luas, dimana termasuk didalamnya adalah subsektor
perkebunan.
Subsektor perkebunan sebagai bagian dari sektor pertanian yang
diharapkan tetap berkontribusi dalam PDB (Produk Domestik Bruto),
penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan,
dan pembangunan wilayah. Subsektor perkebunan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (1) ditinjau dari cakupan komoditasnya, agar
ditinjau dari hasil produksinya, merupakan bahan baku industri atau ekspor,
sehingga pada dasarnya melekat adanya kebutuhan keterkaitan kegiatan
usaha dengan berbagai sektor dan sub-sektor lainnya; dan (3) ditinjau dari
pengusahaannya, sekitar 85% merupakan usaha perkebunan rakyat yang
terbesar di berbagai daerah (Dinas Perkebunan, 2010).
Pembangunan pertanian yang perlu ditingkatkan, mengingat perkebunan
berperan penting dalam memberikan sumbangan devisa negara. Beberapa
komoditas perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kakao, teh, kopi, dan tebu
memegang peranan penting dalam menunjang perkembangan industri
pengolahan khususnya sebagai penyedia bahan baku. Tujuan pembangunan
pertanian yaitu: (1) menghasilkan produk-produk unggulan berdaya saing
tinggi; (2) menyediakan bahan baku bagi keperluan industri secara saling
menguntungkan; (3) memperluas lapangan kerja; (4) kesempatan berusaha
yang berbasis agroekosistem menuju terwujudnya agroindustri dan
agrobisnis yang tangguh (Departemen Pertanian, 2002).
Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia, khususnya sebagai
penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara.
Disamping itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan
wilayah dan pengembangan agroindustri. Perkebunan kakao di Indonesia
perkebunan kakao tercatat seluas 1.745.789 ha, sebagian besar (94,0%)
negara serta 2,9% dikelola oleh perkebunan besar swasta (Dirjen
Perkebunan, 2010)
Pengembangan kakao di Indonesia tersebar dibeberapa wilayah, dan yang
termasuk provinsi sentra produksi kakao adalah Provinsi Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Lampung dan Provinsi Bali.
Meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman perkebunan
merupakan upaya pemerintah untuk membangun pertanian yang
berkelanjutan. Permintaan kakao yang semakin meningkat menjadikan
banyak wilayah di Indonesia membudidayakan perkebunan kakao. Hal ini
juga terjadi di Provinsi Lampung yang menunjukan perkembangan luas area
tanam kakao sendiri meningkat, luas lahan produksi, dan produktivitas
perkebunan kakao dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas kakao di Provinsi Lampung tahun 2007-2011
Tahun Luas Lahan
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012
Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi kakao di Provinsi Lampung meningkat
dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 diikuti dengan meningkatkan
lahan usahatani kakao. Apabila jika dilihat dari aspek produktivitas maka
bahwa akibat dari kurangnya pengendalian hama dan penyakit, sehingga
menyebabkan panen yang menurun.
Perkembangan wilayah Provinsi Lampung yang memiliki potensi untuk
usahatani kakao adalah Kabupaten Pringsewu. Pengelolaan usahatani kakao
di Kabupaten Pringsewu cukup baik dengan luas lahan tanaman kakao
6.474,2 ha dengan produksi 4.753,2 ton dan produktivitas 875,6 kg/ha,
sehingga pada tahun 2011 diadakan pelatihan petani atau sekolah lapangan
pengendalian hama terpadu untuk meningkatkan potensi kakao di wilayah
Kabupaten Pringsewu. Wilayah yang menjadi sentra produksi kakao di
Kabupaten Pringsewu adalah Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan
Banyumas. Sebaran luas panen, produksi, dan produktivitas kakao per
kecamatan di Kabupaten Pringsewu tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas areal dan produksi tanaman kakao di Kabupaten Pringsewu tahun 2010
No Kecamatan Luas Areal (ha) Produksi (ton) Sumber : BPS Kabupaten Pringsewu, 2011
Pada Tabel 2 dapat dilihat kecamatan yang memiliki luas panen kakao
terbesar adalah Kecamatan Sukoharjo, yaitu 1.776,0 ha dengan jumlah
produksi 1.475,3 ha, walaupun produktivitas lebih rendah dibandingkan
kakao perlu dilakukan penanganan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang baik di Kecamatan
Sukoharjo.
Tanaman kakao merupakan salah satu komoditi unggulan di Kecamatan
Sukoharjo sedang digalakan usaha perluasan, peremajaan rehabilitasi dan
intensifikasi untuk meningkatkan produksi serta perbaikan mutu hasil
kakao. Produktivitas kakao di Kecamatan Sukoharjo yang rendah jika
dibandingkat dengan Kecamatan Banyumas. Hal ini disebabkan masih
rendahnya pengetahuan petani tentang cara melakukan budidaya tanaman
kakao yang baik yaitu dalam cara pembudidayaan tanaman kakao sampai
dengan pasca panen kokao. Petani dalam melakukan budidaya tanaman
kakao masih berdasarkan pengalaman dan kebiasaan saja, belum melakukan
pemupukan dan pemeliharaan dengan baik. Petani masih sering melakukan
pemanenan pada buah kakao belum cukup umur panen sehingga
menurunkan mutu dan kualitas kakao. Oleh sebab itu harga kakao tersebut
lebih rendah yang mengakibatkan pendapatan petani dan keluarganya
berkurang.
Pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit harus ditingkatkan untuk
menjada hasil produksi usahatani kakao khususnya di Kecamatan Sukoharjo
diadakan di Desa Sukoharjo I. Pengendalian yang dilakukan dengan bekerja
sama dengan kelompok tani dengan memanfaatkan program yang diberikan
oleh pemerintah yaitu Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu
tanaman yang erat kaitannya dengan usaha pengamanan produksi mulai dari
pra-tanam, pertanaman, sampai pasca panen, seperti pengolahan lahan,
penentuan benih unggul, penentuan waktu tanam, pemupukan berimbang
yang tepat, pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), dan
teknis budidaya lainnya. Penerapan PHT (Pengendalian Hama Terpadu)
merupakan pengelolaan agroekosistem secara keseluruhan, sehingga
dinamika dan variasi keadaan agroekosistem sangat mempengaruhi
komposisi pengendalian OPT yang harus dilakukan.
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu merupakan salah satu
metode penerapan PHT yang dipilih untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan petani dalam memahami OPT khususnya pada tanaman kakao.
Program SL-PHT kakao dipilih karena mempunyai karakteristik yang cocok
dengan masyarakat petani. Karakteristik tersebut antara lain; (1)
Perencanaan bersama oleh kelompok tani, (2) perencanaan bersama dari
anggota kelompok tani, (3) cara belajar lewat pengalaman, (4) melakukan
sendiri, mengalami sendiri dan menentukan sendiri, (5) materi pelatihan dan
praktek terpadu dilapangan, (6) pelatihan selama satu siklus perkembangan
tanaman (7) kurikulum yang terpadu ( Direktorat Perlindungan Tanaman
Pangan, 2013).
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu merupakan sekolah yang
berada di lapangan, di dalamnya terdapat peserta, Pemandu Lapangan (PL),
kurikulum, serta ujian dan sertifikat tanda lulus. Kegiatan SL-PHT kakao
masyarakat sehingga SL-PHT kakao yang pada awalnya hanya bersifat lokal
akan terus berkembang dengan dukungan para petugas lapangan. Kegiatan
ini masyarakat atau kelompok tani mempunya kesempatan untuk
mengembangkan pengetahuan dan keahliannya melalui proses pelatihan
selama 16 pertemuan di tempat yang telah ditentukan oleh peserta SL-PHT
kakao. Peserta kelompok SL-PHT kakao juga akan belajar menganalisis
agroekosistem di lahan serta membuat rencana untuk bekerjasama.
Suhendi (2004) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya
produktivitas kakao selain serangan hama dan penyakit, anomali iklim, tajuk
tanaman rusak, populasi tanaman berkurang, teknologi budidaya oleh petani
yang masih sederhana, penggunaan bahan tanam yang mutunya kurang baik
jugakarena umur tanaman yang sudah cukup tua sehingga kurang produktif
lagi. Oleh karena itu program SL-PHT kakao di perlukan di Kecamatan
Sukoharjo Desa Sukoharjo 1 karena dengan kondisi tanaman yang sudah
mulai tua dan dengan produktivitas yang menurun jika dibandingkan di
Kecamatan Banyumas (Tabel 2).
Menurut Gibson (1989), persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan
oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.
Persepsi merupakan proses pemberian arti terahadap lingkungan oleh
seseorang individu karena setiap orang memberi arti kepada stimulus, maka
individu yang berbeda akan memberikan arti yang berbeda pula untuk objek
Masalah tingginya penyebaran hama penyakit dan minimnya pengendalian
hama penyakit tanaman kakao menyebabkan penurunan hasil usahatani
kakao, sehingga SL-PHT kakao dibutuhkan oleh petani untuk menekan
penyebaran hama dan pennyakit tanaman kakao. Salah satu desa yang saat
ini sedang melaksanakan program SL-PHT kakao adalah Desa Sukoharjo 1
pada Kelompok Tani Mekar IV. Tingkat persepsi petani terhadap SL-PHT
kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao
merupakan bentuk dari bagaimana pandangan petani terhadap program
tersebut dapat bermanfaat bagi petani atau tidak. Oleh sebab itu tingkat
persepsi petani terhadap SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas
tanaman kakao berhubungan erat dengan pengembangan komoditi tersebut.
Pengkajian mengenai bagaimana tingkat persepsi petani terhadap SL-PHT
kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan berusahatani
kakao.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai
berikut:
1) Bagaimanakah tingkat persepsi pertani terhadap SL-PHT kakao dalam
meningkatkan produktivitas dan pendapatan berusahatani kakao?
2) Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan tingkat persepsi
petani kakao terhadap SL-PHT kakao dalam meningkatkan
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
1) Tingkat persepsi petani kakao terhadap SL-PHT kakao dalam
meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao.
2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat persepsi petani kakao
terhadap SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan
pendapatan usahatani kakao.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :
1) Sebagai informasi bagi pemerintah dan dinas terkait dalam mengambil
keputusan dan pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan SL-PHT
kakao dalam meningkatkan produktifitas dan pendapatan berusahatani
kakao, khususnya kakao di Provinsi Lampung.
2) Sebagai bahan informasi dan masukan kepada petani dan penyuluh
lapangan dalam hal pertimbangan untuk penerapan program SL-PHT
II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A.Tinjauan Pustaka
1. Pengertian persepsi
Manusia merupakan mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan
lingkungan sekitarnya, untuk dapat memahami lingkungan sekitarnya
manusia melakukan pengamatan terhadap lingkungan tersebut. Pengamatan
yang dilakukan bukan hanya pada lingkungan luar dirinya, segala hal yang
ada dalam diri pun tidak terlepas dari proses pengamatan. Pengamatan
menjadi suatu hal penting, karena semua tingkah laku yang ditampilkan oleh
individu merupakan hasil dari pengamatan yaitu berupa respon yang
dikeluarkan oleh individu akibat adanya suatu stimulus tertentu.
Walgito (2010) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang
didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses persepsi tidak berhenti
begitu saja, stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan
proses persepsi. Proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan,
dimana proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses
individu menerima stimulus melalui indera. Stimulus yang diindera itu
kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterprestasikan, sehingga
individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera dan proses ini
disebut persepsi.
Menurut Mar’at (1982) dalam Walgito (2004), persepsi merupakan proses
pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognitif. Persepsi
dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman proses belajar, cakrawala dan
pengetahuan. Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi
memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat dan pengetahuan,
cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologi tersebut. Melalui
komponen kognitif akan menimbulkan ide baru kemudian konsep dari apa
yang dilihat.
Walgito (2010) menyatakan bahwa beberapa faktor yang berperan, yang
merupakan syarat agar terjadi persepsi, yaitu (1) stimulus yang dipersepsi,
(2) alat indra dan syaraf yang merupakan syarat psikologis, dan (3)
perhatian, yang merupakan syarat psikologis. Walaupun stimulus
personnya sama, tetapi kalau situasi sosial yang melatar belakangi stimulus
person berbeda, akan berbeda hasil persepsinya.
Persepsi diawali dengan diterimanya stimulus atau rangsangan oleh indra
kita, kemudian stimulus diorganisasikan dalam proses persepsi, yang
diawali dengan pengamatan stimulus lebih dahulu karena adanya
faktor-faktor dari dalam diri seseorang, seperti meniru, memilih, gambar diri
data untuk memilih atau menafsirkan stimulus akan menghasilkan sikap dan
prilaku atau tindakan stimulus. Lebih lanjut Gibson melukiskan terjadinya
persepsi individu sebagaimana terlihat dalam Gambar 1.
Kenyataan dalam organisasi kerja Proses kerja Hasil
Gambar 1. Proses terjadinya persepsi (Gibson, 1989)
Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan proses terjadinya persepsi. Persepsi
merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan
merupakan suatu proses diterimanya suatu stimulus oleh individu melalui
alat penerima yaitu alat indera. Stimulus diteruskan oleh saraf ke otak
sebagai pusat susunan saraf dan proses selanjutnya merupakan proses
persepsi. Proses penginderaan setiap saat, yaitu pada waktu individu
menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera.
2. Proses terbentuknya persepsi dan fator-faktor yang berhubungan dengan persepsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain (Robbins, 2003):
a) Fator pada persepsi yaitu, kebutuhan, kepentingan, pengalaman, dan
dinilai memiliki wawasan yang lebih luas daripada seseorang yang
berpendidikan rendah. Wawasan yang luas membantu seseorang untuk
tanggap dalam menerima objek baru. Kebutuhan atau motif yang tidak
terpuaskan merangsang seseorang menggunakan suatu pengaruh yang
kuat pada persepsinya. Kebutuhan dapat mempengaruhi terbentuknya
persepsi yang tinggi sehingga cepat menerima konsep. Pengalaman
cenderung mempersepsikan seseorang terhadap hal-hal dimana ia dapat
berkaitan atau berkepentingan. Kepentingan seseorang cukup berbeda
sehingga apa yang dicatat seseorang dalam situasi tertentu dapat
berbeda dengan apa yang dipersepsikan oleh orang lain.
b) Faktor pada situasi yaitu waktu, keadaan, ataupun tempat berusaha di
sekitar keadaan sosial. Unsur-unsur dalam lingkungan sekitar
mempengaruhi persepsi-persepsi seseorang. Waktu adalah dimana
suatu objek atau peristiwa dilihat tidak dapat mempengaruhi perhatian
seperti juga lokasi dan setiap jumlah faktor situasional.
c) Faktor pada target yaitu hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang
dan kedekatan. Karakteristik-karakteristik yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Hal-hal baru lebih mungkin
diperhatikan daripada yang lama. Objek-objek yang berdekatan
cenderung dipersepsikan bersama-sama bukan secara terpisah.
Adapun beberapa faktor yang berhubungan dengan persepsi individu
diantaranya yaitu keyakinan, proses belajar, cakrawala, pengalaman,
persepsi setiap individu. Oleh karena itu untuk mengetahui proses persepsi
terbentuk dapat dilihat pada Gambar 2.
Keyakinan proses belajar cakrawala pengalaman pengetahuan
Gambar 2.Proses terbentuk persepsi (Mar’at 1982 dalam Walgito 2004))
Menurut Gibson (1989), persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan
oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.
Persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh
seseorang individu karena setiap orang memberi arti kepada stimulus, maka
individu yang berbeda akan memberikan arti yang berbeda pula untuk objek
yang sama.
3. Karakterisrik Petani
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian
atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti luas yang
meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan dan pemungutan hasil
laut. Peranan petani sebagai pengelola usahatani berfungsi mengambil Persepsi
Objek Sikap
afeksi
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
konasi
keputusan dalam mengorganisir faktor-faktor produksi yang diketahui
(Hernanto, 1993).
Secara umum pengertian petani adalah seseorang yang bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan usaha pertanian, baik berupa
usaha pertanian dibidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan, dan perikanan. Menurut Sajogyo (1999), ciri-ciri masyarakat
petani sebagai berikut: (1) satuan keluarga (rumah tangga) petani adalah
satuan dasar dalam masyarakat desa yang berdimensi ganda, (2) petani
hidup dari usahatani, dengan mengolah tanah (lahan), (3) pola kebudayaan
petani berciri tradisional dan khas, dan (4) petani menduduki posisi rendah
dalam masyarakat, mereka adalah orang kecil terhadap masyarakat di atas
desa. Pengelompokan luas lahan yang dimiliki dibagi menjadi tiga yaitu
petani gurem (0,10-0,50 hektar) petani kecil (0,51-1,00 hektar), dan petani
besar (lebih dari 1,00 hektar) menurut Sastraatmadja (2010).
Soekartawi (2006) menyatakan bahwa ciri-ciri petani kecil sebagai berikut:
(1) berusahatani dalam tekanan penduduk lokal yang meningkat, (2)
mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang
rendah, (3) bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang
subsisten, dan (4) kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
pelayanan lainnya.
Petani sebagai sosok individu memiliki karakteristik tersendiri secara
kegiatan usahatani. Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi yang
melekat pada diri seseorang.
4. Produktivitas
Produktivitas merupakan suatu perbandingan antara hasil dari suatu
kegiatan dengan segala pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh petani.
Apabila hasil yang diperoleh suatu petani tidak sesuai dengan harapan yang
diinginkan disebut dengan produktivitas rendah. Secara sederhana
produktivitas merupakan perbandingan antara hasil kerja yang berupa
barang ataupun jasa dengan sumber-sumber atau tenaga yang terpakai dalam
produksi. Menurut Hasibuan (2003), produktivitas adalah perbandingan
antara keluaran (output) dan masukan (input).
Mubyarto (1997) menyatakan bahwa dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa
petani membandingkan antara hasil yang diharapkan diterima pada hasil
panen (penerimaan/revenue) dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkan. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi dan biaya
yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Usahatani yang produktif berarti
memiliki produktivitas tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya
merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan
kapasitas tanah. Efisiensi mengukur banyaknya hasil produksi (output)
yang dapat diperoleh dari suatu kesatuan input. Secara teknis produktivitas
merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah). Oleh
karena itu jika dua usahatani mempunyai produktivitas fisik yang sama,
karena produktivitas ekonominya lebih besar. Menurut Badan Pusat
Statistik (2013), produktivitas kakao Provinsi Lampung sebesar 1,548
ton/ha, sedangkan untuk produktivitas kakao Kabupaten Pringsewu sebesar
0,875 ton/ha
5. Tanaman Kakao
Siregar (2006) menyatakan bahwa tanaman kakao (Theobroma cacao, L.) termasuk suku Sterculiaceae. Tanaman kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Oleh karena itu tanaman
kakao digolongkan ke dalam kelompok tanaman caulifloris. Klasifikasi tanaman kakao adalah sebagai berikut;
Divisi : Spermatophyta Anak Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledon Anak Kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Jenis : Thebroma cacao
Siregar (2006) menyatakan bahwa sistem perakaran tanaman kakao adalah
akar tunggang (radix primaria). Tanaman kakao bersifat kauliflori, bunga berkembang dari ketiak daun dan dari bekas ketiak daun pada batang dan
cabang-cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut lama kelamaan menebal
dan membesar disebut dengan bantalan bunga (cushion). Bunga kakao terdiri dari 5 daun kelompok, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun
fertile dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao putih – ungu atau
kemerahan. Hampir 75% penyerbukan bunga kakao dibantu oleh serangga
Forcipomyia spp, sedangkan 25% dilakukan oleh serangga-serangga lainya seperti thrip, semut merah dan aphid. Tanaman kakao dapat diperbanyak
dengan cara generatif ataupun vegetatif. Kakao lindak umumnya
diperbanyak dengan benih dari klon-klon induk yang terpilih. Sedangkan
kakao mulia umumnya diperbanyak dengan cara vegetatif.
Kakao merupakan tanaman tahunan yang mulai berbunga dan berbuah umur
3-4 tahun setelah ditanam. Pengelolaan tanaman kakao dilakukan secara
tepat, maka masa produksinya dapat bertahan lebih dari 25 tahun, selain itu
untuk keberhasilan budidaya kakao perlu memperhatikan kesesuaian lahan
dan faktor bahan tanam. Penggunaan bahan tanam kakao yang tidak unggul
mengakibatkan pencapaian produktivitas dan mutu biji kakao yang rendah,
oleh karena itu sebaiknya digunakan bahan tanam yang unggul dan bermutu
tinggi menurut. Tanaman kakao mampu menghasilkan produksi hingga 3
ton per hektar, dengan asumsi bahwa dalam dalam 1 pohon mampu
menghasilkan 90 buah basah, jika luas tanaman mencapai 1 ha ditanami
1.000 pohon, maka dapat dihasilkan berat kakao kering hingga 3.000 kg
(Pusat Penelitian Kopi dan Kokao Indonesia, 2004).
Benih unggul adalah benih yang memiliki potensi yang tinggi. Ciri benih
unggul diantaranya memiliki pertumbuhan tanaman yang kuat dan cepat,
produktivitas yang tinggi, dan relatif tahan terhadap beberapa jenis hama
tanaman kakao yang diperbanyak dengan menggunakan bahan tanaman
benih kakao hibrida adalah jenis kakao lindak (Pusat Penelitian Kopi dan
Kokao Indonesia, 2004).
6. Budidaya Kakao
Budidaya kakao berdasarkan Departemen Pertanian (2013), pedoman teknis
budidaya kakao adalah sebagai berikut:
a. Persiapan Lahan
Kegiatan persiapan lahan meliputi pembukaan lahan (land clearing), pencegahan erosi, dan penanaman penaung. Pembukaan lahan yang
akan digunakan merupakan areal bekas tanaman lain harus dilakukan
penebangan semua pohon kemudian tanah diolah sehingga dipastikan
tidak ada sisa akar tanaman lama. Pencegahan erosi dilakukan jika
areal kebun tropografinya miring maka perlu dibuat teras, pembuatan
saluran drainase, pembuatan ajir jarak tanam kakao 4 x 2 m atau 3 x 3
m, pembuatan jarak tanam penaung 3 x 3. Pembuatan lubang tanam
kakao dilaksanakan 6 bulan sebelum tanam dengan ukuran lubang
tanam 60 x 60 x 60 cm. Lubang tanam ditutup 3 bulan sebelum tanam
dan diberi pupuk organik atau kompos dengan dosis 10 kg/lubang.
Penanaman penaung kakao terdiri atas penaung sementara dan penaung
tetap. Tujuan penanaman penaung agar penyinaran matahari pada
tanaman yang baru dipindah dilapangan sekitar 25-35%, sedangkan
b. Pembenihan
Pembenihan dilaksanakan satu tahun sebelum tanam dan jenis benih
yang diperbanyak yaitu klonal sesuai jenis klon-klon yang akan ditanam
dalam komposisi kebun benih. Lokasi pembenihan harus dekat dengan
sumber air dan lokasi penanaman. Tata cara pembenihan mengacu
pada pedoman teknis budidaya kakao. Benih tanaman klonal dapat
dihasilkan melalui okulasi, sambung pucuk dan kultur jaringan.
Pembenihan kakao sebelum dikecambahkan benih harus dibersihkan
lebih dulu daging buahnya dengan abu gosok, karena biji kakao tidak
punya masa istirahat (dormansi). Biji kakao untuk benih diambil dari
buah bagian tengah yang masak dan sehat dari tanaman yang telah
cukup umur. Pengecambahan dengan karung goni dalam ruangan,
dilakukan penyiraman 3 kali sehari kemudian siapkan poiibag ukuran
30 x 210 cm tebal 0,8 emi dan tempat pembibitan. Campurkan tanah
dengan pupuk kandang, masukkan dalam polibag, sebelum kecambah
dimasukkan tambahkan l gram pupuk TSP. Benih dapat digunakan
untuk bibit jika 2-3 hari berkecambah lebih 50%Jarak antar polibag 20
x 20 cm lebar barisan 100 cm. Tinggi naungan buatan disesuaikan
dengan kebutuhan sehingga sinar masuk tidak terlalu banyak.
Penyirarnan bibit dilakukan 1-2 kali sehari, penyiangan gulma melihat
keadaan areal pembibitan dan pemupukan dengan NPK dosis sesuai
dengan umur bibit dan selanjutnya penjarangan atap naungan mulai
c. Penanaman dan Penyulaman
Kriteria benih siap tanaman berumur sekitar 8 - 9 bulan, tinggi ± 40 - 50
cm, jumlah daun minimal 12 lembar, diameter tunas baru ± 0,7 cm.
Penanaman dilakukan saat awal musim hujan dengan cara penanaman
yaitu: 1) lubang tanam digali sebesar polybag yang berisi benih yang
ditanam, 2) benih bersama polybag diletakkan pada lubang tanam
kemudian polybag dilepas, 3) arah tunas mata okulasi sebaiknya sama
(utara atau selatan), 4) tanah di sekitar benih dipadatkan, 5) benih yang
baru ditanam bisa diberi ajir penyangga supaya tidak mudah roboh dan
pertumbuhannya tegak (bila bahan tanam berasal dari plagiotrop), 6)
setelah benih dipindah ke lapangan maka perlu dilakukan evaluasi daya
tumbuh tanaman dan dilakukan sampai umur 6 bulan. 7) setiap tanaman
yang mati segera disulam, penyulaman sebaiknya dilakukan sampai
umur tanaman tidak lebih dari 1 tahun.
d. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiangan, pemupukan, dan
pemangkasan. Penyiangan didaerah antar baris tanaman (gawangan)
harus bebas dari gulma dan piringan tanaman ditutup mulsa.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis maupun kimiawi.
Pemupukan dilakukan menggunakan jenis pupuk yaitu Urea, SP-36,
KCL dan Kieserit, atau jenis pupuk lengkap. Pemupukan dilakukan 2
Kegiatan pemangkasan pohon kakao dilakukan dengan beberapa tahap
pemangkasan yaitu: 1) pemangkasan bentuk (okulasi ortotrop)
dilakukan pada saat tanaman berumur 1 tahun di lapangan,
pemangkasan bentuk dilakukan dengan cara memangkas cabang primer
yang tumbuh, 2) pemangkasan bentuk bertujuan untuk membentuk
frame tanaman kakao agar lebih kuat dan seimbang. Pemangkasan
bentuk menyisakan 3 (tiga) cabang utama yang seimbang dan simetri,
3) sampai jarak 60 cm dari permukaan tanah diharapkan tidak ada
cabang yang tumbuh dan tunas-tunas air, 4) selanjutnya dilakukan
penjarangan cabang-cabang lateral berikutnya, yang dilakukan secara
bertahap sesuai perkembangan cabang utama, 5) pemangkasan
pemeliharaan dilakukan terhadap cabang-cabang sekunder yang tumbuh
dari cabang primer, jarak dari titik cabang tersebut 40-60 cm harus
bebas dari cabang sekunder, 6) bila tajuk sudah menutup dilakukan
pangkasan produksi. Ranting-ranting pada bagian tajuk yang terlalu
rimbun dikurangi agar lebih banyak sinar matahari yang masuk ke
dalam tajuk. Pemangkasan produksi secara rutin 2 atau 3 bulan sekali.
e. Pengendalian Hama dan Penyakit
Saat kondisi Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) permasalahan
hama/penyakit utama kakao antara lain serangan hama ulat kilan
dengan memadukan berbagai komponen, antara lain kultur teknis,
mekanis, kimiawi, dan biologis.
(1). Ulat kilan, Hyposidra falaea Walker (Lepioptera, Geometridae) Gejala serangan dan kerusakan ulat kilan (ulat jengkal) terutama
menyerang daun yang masih muda. Serangan dimulai sejak larva
keluar dari dalam telur. Daun-daun muda yang diserang tampak
berlubang dan pada serangan yang berat daun-daun yang lebih tua
juga diserang sehingga tanaman akan gundul. Kerugian yang sangat
berarti terjadi apabila ulat kilan menyerang kakao pada stadium bibit
atau tanaman muda.
(2). Penggerek batang/cabang
Larva mulai menggerek dari bagian samping batang/cabang yang
bergaris tengah 3 - 5 cm, dengan panjang liang gerekan 40 - 50 cm.
Akibat gerekan batang/cabang menjadi berlubang dan pada
permukaan lubang sering terdapat campuran kotoran larva dan
serpihan jaringan. Akibat gerekan larva tersebut, bagian tanaman
di atas lubang gerekan menjadi layu, kering dan mati terutama pada
batang/cabang yang berukuran kecil. Oleh karena itu apabila
serangan terjadi pada tanaman kakao yang belum menghasilkan
(TBM) maka akan menimbulkan kerugian yang besar.
(3). Ulat api (Darnatrima Moore)
Serangan larva instar awal menimbulkan bintik-bintik tembus
cahaya pada daun, kemudian timbul bercak-bercak cokelat yang
permukaan daun sehingga daun mati dan gugur. Larva instar lanjut
mulai memakan tepi helaian daun atau bagian tengah daun
sehingga menimbulkan Iubang-lubang besar. Jika dilihat pada
tingkat serangan berat, daun muda dan tua juga mengalami
kerusakan dan gugur. Kerugian terjadi karena menurunnya proses
fotosintesa sehingga pembentukan karbohidrat berkurang, dan
secara tidak langsung dapat menurunkan produksi buah.
(4). Penyakit Vascular Streak Dieback(Oncobasidium theobromae) Apabila terjadi serangan penyakit VSD maka tindakan
pengendalian yang dapat dilakukan yaitu melakukan pemangkasan
sanitasi, perlindungan tunas-tunas baru yang muncul terhadap
infeksi VSD melalui aplikasi fungisida berbahan aktif Azocystrobin dan Difenoconazole dosis 0,1% frekuensi aplikasi 1 minggu sekali dengan 2 kali aplikasi.
(5). Penyakit busuk buah kakao
Penyakit busuk buah Phytophthora palmivora (Butl.). Buah kakao yang terserang berbecak cokelat kehitaman biasanya dimulai dari
pangkal, tengah atau ujung buah. Semua ukuran buah kakao dapat
terserang dari buah muda sampai buah tua. Pengendalian
dilakukan secara terpadu dengan cara sebagai berikut:
a) sanitasi kebun yaitu memetik semua buah busuk, kemudian
b) kultur teknis yaitu dengan pengaturan pohon pelindung dan
pangkasan tanaman kakao, sehingga kelembaban di dalam
kebun tidak terlalu tinggi.
c) kimiawi yaitu penyemprotan buah-buah sehat secara preventif
dengan fungisida berbahan aktif tembaga (Nordox, Cupravit,
Vitigran Blue, Cobox dll) konsentrasi formulasi 0,3%, selang
waktu 2 minggu.
f. Panen dan Pasca Panen
Saat petik persiapkan rorak-rorak dan koordinasi pemetikan. Pemetikan
dilakukan terhadap buah yang masak tetapi jangan terlalu masak.
Potong tangkai buah dengan menyisakan 1/3 bagian tangkai buah.
Pemetikan sampai pangkal buah akan merusak bantalan bunga sehingga
pembentukan bunga terganggu dan jika hal ini dilakukan terus menerus,
maka produksi buah akan menurun. Buah yang dipetik umur 5,5 - 6
bulan dari berbunga,wama kuning atau merah. Buah yang telah dipetik
dimasukkan dalam karungdan dikumpulkan dekat rorak. Pemetikan
dilakukan pada pagi hari dan pemecahan siang hari. Pemecahan buah
dengan memukulkan pada batu hingga pecah. Kemudian biji
dikeluarkan dan dimasukkan dalam karung,sedang kulit dimasukkan
dalam rorak yang tersedia.
g. Pengolahan Hasil
Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan
merubah warna biji dan mendapatkan aroma dan cita rasa yang enak.
Pengeringan biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak
terserang jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan
kompor pemanas suhu 60-70°C dan kadar air yang baik kurang dari
6%. Sortasi, untuk mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai
permintaan. Syarat mutu biji kakao adalah tidak terfermentasi
maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%. Serangan hama penyakit
maksimal 3 % dan bebas kotoran.
7. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT)
Sekolah Lapangan (SL) pertama kali digunakan dalam program nasional
pengendalian hama terpadu sebagai sebuah pendekatan yang saat itu
terkenal disebut dengan SL-PHT kakao. Sekolah lapangan merupakan
sebuah sekolah tanpa dinding, sehingga ruang kelas sekaligus
perpustakaannya adalah kebun itu sendiri. Kegiatan ini mendalami berbagai
prinsip yang terkait dengan perkembangan tanaman seperti dinamika
populasi serangga, fisiologi dan kompensasi tanaman, pemeliharaan
kesuburan tanah, pengaruh iklim dan cuaca, pemilihan varietas, dan
lain-lain, melalui eksperimen-eksperimen yang mereka lakukan sendiri. Selain
kegiatan pokok, serangkaian kegiatan (topik khusus) dilakukan sesuai
dengan masalah khusus yang dihadapi di setiap tempat. Kegiatan yang
selalu nampak pada sekolah lapangan adalah peran aktif petani sebagai
pelaku, peneliti, pemandu, dan manajer lahan yang ahli. Materi
penyelenggaraan sekolah lapangan (Direktorat Perlidungan Tanaman
Pangan, 2013).
Lahirnya pola pendekatan sekolah lapangan didasari oleh dua tantangan
pokok yang saling terkait, yaitu keanekaragaman ekologi lokal dan peranan
petani yang harus menjadi ahli di lahannya sendiri. Oleh karena itu dari
awal sekolah lapangan bukan sekedar metodologi baru, melainkan kembali
ke arti sekolah yang sebenarnya sebagai suatu tempat bagi peserta secara
aktif menguasai dan mempraktekkan proses penciptaan ilmu pengetahuan.
Proses belajar dalam sekolah lapangan erat kaitannya dengan pandangan
terhadap sifat dasar manusia sebagai mahluk hidup yang aktif dan kreatif
yang senantiasa haus akan pengertian tentang arti dan maksud hidup.
Pola sekolah lapangan dirancang untuk memberikan kesempatan belajar
petani terbuka selebar-lebarnya agar para petani berinteraksi dengan realita
mereka secara langsung, serta menemukan sendiri ilmu dan prinsip yang
terkandung di dalamnya. Pola pendidikan sekolah lapangan bukan sekedar
belajar dari pengalaman, melainkan suatu proses sehingga peserta didik
yang kesemuanya adalah orang dewasa, dapat menguasai suatu proses
penemuan ilmu yang dinamis dan dapat diterapkan dalam manajemen lahan
pertaniannya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini penting, karena
jaman ini sarat dengan unsur perubahan. Diharapkan agar proses sekolah
lapangan dapat menyiapkan petani tangguh yang mampu menghadapi
Kegiatan SL-PHT kakao memiliki tujuan yaitu; (1) meningkatkan Sumber
Daya Manusia (SDM) petani agar dapat menambah pengetahuan dan
keterampilan petani, (2) meningkatkan produksi dan pendapatan petani
kakao, (3) meningkatkan eskpor kakao sehingga dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) setempat, (4) adanya perubahan sikap dan
prilaku petani agar mau dan mampu menerapkan PHT dikebun sendiri, (5)
menumbuhkan kerjasama yang sinergis antara kelompok tani dan
anggotanya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi secara
kelembagaan/kelompok (Dinas Perkebunan Kehutanan Tanaman Pangan
dan Hortikultura, 2011).
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu merupakan metode
penyuluhan untuk mengimplementasikan PHT. Prinsip dasar Sekolah
Lapangan, adalah (1) mempunyai peserta dan pemandu lapangan, (2)
merupakan sekolah di lapangan dan peserta mempraktekkan/menerapkan
secara langsung apa yang dipelajari, (3) mempunyai kurikulum, evaluasi
dan sertifikat tanda lulus, dan (4) dimulai dengan pre-test/ballot box, kontak
belajar, pertemuan pekanan, post-test/ballot box, field day/hari lapangan dan penyerahan sertifikat kelulusan (Dinas Perkebunan Kehutanan Tanaman
Pangan dan Hortikultura, 2011).
Kegiatan pendidikan sekolah lapangan haruslah berkenaan dengan semua
hal yang penting bagi orang yang bersangkutan, tidak hanya sekedar
ketrampilan. Oleh karena itu setiap orang terdapat tiga bidang yang penting,
1) Bidang teknik: ketrampilan dan pengetahuan.
Sekolah lapangan para peserta belajar ketrampilan dan pengetahuan yang
mereka butuhkan untuk menjadi seorang manajer atas lahannya sendiri,
seperti: melakukan pengamatan, menghitung populasi hama dan musuh
alami, dan sebagainya.
2) Bidang hubungan antara sesama: interaksi, komunikasi, dan sebagainya.
Sekolah lapangan para peserta melakukan kerjasama, diskusi,
menganalisis masalah bersama-sama, dan berkomunikasi.
3) Bidang pengelolaan: menjadi manajer atas lahannya sendiri.
Sekolah lapangan para peserta menganalisis masalah dan membuat
keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah
yang dihadapi.
Kegiatan belajar seseorang dihargai harkat kemanusiaannya, dia akan lebih
tertarik dengan proses belajarnya, akan lebih terdorong kemauan belajarnya,
dan akan menerapkan hasil belajarnya dengan baik. Hal ini tidak hanya
disebabkan oleh meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya, tetapi juga
karena meningkatnya kepercayaan dirinya.
Pengendalian Hama Terpadu merupakan sistem perlindungan tanaman yang
erat kaitannya dengan usaha pengamanan produksi mulai dari pra-tanam,
pertanaman, sampai pasca panen, seperti pengolahan lahan, penentuan
varietas, penggunaan benih unggul, penentuan waktu tanam, pemupukan
berimbang yang tepat, pengaturan pengairan, dan teknis budidaya lainnya.
agroekosistem secara keseluruhan, sehingga dinamika dan variasi keadaan
agroekosistem sangat mempengaruhi komposisi pengendalian OPT yang
harus dilakukan (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2013).
Metode penyuluhan sekolah lapangan lahir berdasarkan atas dua tantangan
pokok, yaitu keanekaragaman ekologi dan peran petani sebagai manager
(ahli PHT) di lahannya sendiri. Pengendalian Hama Terpadu sulit
dituangkan melalui model penyuluhan biasa (poster, ceramah, dan lainnya),
antara lain karena keanekaragaman ekologi daerah tropik. Oleh karena itu
PHT mutlak bersifat lokal dan memberikan solusi kepada masyarakat petani
kakao. Pengendalian hama terpadu adalah pengelolaan agroekosistem
dalam memanipulasi alam agar tidak menguntungkan bagi perkembangan
OPT, sehingga kehilangan hasil akibat OPT dapat ditekan. Oleh sebab itu
mengubah petani agar menjadi manajer lahannya/ahli PHT pada dasarnya
merupakan pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber
daya manusia menuju pertanian berkelanjutan petani merupakan sumber
daya masyarakat tani itu sendiri yang mampu mengelola budidaya tanaman
sehat secara berkesinambungan.
Kegiatan sekolah lapangan dilaksanakan dengan pola pertemuan mingguan
sebanyak 16 kali pertemuan, setiap pertemuan sebanyak 8 jam pelajaran.
Tempat kegiatan pembelajaran teori di ruang pertemuan kelompok tani,
sedangkan praktek lapangan dilaksanakan di kebun prektek yang telah
ditunjuk kelompok yaitu kebun peserta pelatihan. Pertemuan awal selama 3
kelompok SL-PHT kakao ke-1 sampai dengan ke-10 ialah menggunakan
dana APBD dan pertemuan SL-PHT kakao ke-11 hingga ke-16 ialah
menggunakan dana swadaya kelompok (Dinas Perkebunan Kehutanan
Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2011).
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu merupakan salah satu
kegiatan pendidikan non formal yang berupaya untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan petani guna mewujudkan petani sebagai ahli
PHT, yaitu petani yang mampu mengatasi segala permasalahan di wilayah
kerja/lahan usahataninya secara mandiri. Penerapan PHT melalui metode
Sekolah Lapangan merupakan untuk mampu menjadi manajer di lahan
usahataninya (Dinas Perkebunan Kehutanan Tanaman Pangan dan
Hortikultura, 2011).
B.Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian Indra (2010) meneliti tentang keunggulan kompetitif dan
komparatif dalam berusahatani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif usahatani kakao di
Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: 1) Usahatani kakao di Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus
memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dengan nilai
PCR (Private Cost Ratio) sebesar 0,24139 dan nilai DRC (Domestic
Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus peka terhadap perubahan harga
output pada harga privat dan pada harga sosial. Kenaikan ataupun penurunan dari harga kakao akan mempengaruhi keunggulan kompetitif
dan keunggulan komparatif usahatani kakao di Kecamatan Limau
Kabupaten Tanggamus. Penerimaan usahatani kakao mulai diperoleh pada
saat tanaman berumur 3 tahun dengan harga jual rata-rata yang diterima
petani adalah Rp 21.167,00 per kg dan penerimaan tertinggi didapat pada
saat tanaman kakao berumur 13 tahun sebesar Rp 22.061.664,00 per kg.
Asiah (2011),meneliti tentang persepsi petani terhadap padi organik di
kecamatan pagelaran kabupaten Pringsewu. Hasil peneliitian menunjukkan
bahwa persepsi petani terhadap padi organik di Kecamatan Pagelaran
Kabupaten Pringsewu cukup baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
persepsi petani terhadap padi organik adalah pengetahuan petani mengenai
padi organik, interaksi sosial petani, dan motivasi petani, sedangkan
faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan persepsi petani adalah pengalaman
berusahatani dan kebutuhan petani. Faktor-faktor yang paling berhubungan
dengan persepsi petani adalah pengetahuan petani mengenai padi organik,
dan terdapat perbedaan persepsi antara padi organik dan padi non organik.
Persepsi petani padi organik terhadap padi organik adalah pemasaran cukup
mudah, cukup unggul, produktivitas cukup tinggi dan cukup
menguntungkan, sedangkan persepsi petani padi non organik terhadap padi
organik adalah pemasaran sulit, kurang unggul, produktivitas rendah, dan
Damayanti W (2010), meneliti tentang persepsi petani terhadap budidaya
wijen di Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persepsi terhadap budidaya wijen adalah baik. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan persepsi terhadap budidaya wijen adalah pendidikan
non formal, pengalaman, lingkungan sosial, kedekatan, dan intensitas
stimuli, sedangkan hubungan yang tidak tidak signifikan diperoleh antara
usia, pendidikan formal, serta pendapatan petani dengan persepsi petani
terhadap budidaya wijen.
C.Kerangka Berpikir
Menurut Desinderato (1976) dalam Rakhmat (2004), persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus. Menurut Krech (1962)
dalam Thoha(1983), persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek
dan menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang berbeda.
Walgito (2010) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang
didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses persepsi tidak berhenti
begitu saja, stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan
proses persepsi. Proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan,
dimana proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses
individu menerima stimulus melalui indera. Stimulus yang diindera itu
kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterprestasikan, sehingga
individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera dan proses ini
disebut persepsi.
Menurut Mar’at (1982) dalam Walgito (2004), persepsi merupakan proses
pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognitif. Persepsi
dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman proses belajar, cakrawala dan
pengetahuannya. Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi
memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat dan pengetahuan,
cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologik tersebut. Melalui
komponen kognitif ini akan timbul ide baru kemudian konsep dari apa yang
dilihat. Karakteristik individual yang turut berpengaruh dalam motivasi
adalah kebutuhan dan pengetahuan.
Tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam
meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao. oleh karena
itu bagaimana tingkat persepsi dalam SL-PHT kakao jika dilihat dari
pengendalian hama dan penyakit untuk meningkatkan produktivitas dan
pendapatan usahatani kakao. Tingkat persepsi petani terhadap program
SL-PHT kakao dalam peningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani
kakao mempunyai beberapa indikator meliputi manfaat, persyaratan,
pelaksanaan, dan pendanaan program SL-PHT dalam budidaya kakao.
Penerapan program SL-PHT dalam budidaya kakao agar dapat memenuhi
yang di terima petani dapat diterapkan diusahatani kakao yang mereka
usahakan dan mempengaruhi pendapatan petani. Persyaratan SL-PHT
kakao adalah alat penyaring bagi peserta SL-PHT kakao untuk dapat
mengikuti dan menerapkan program SL-PHT kakao. Pelaksanaan SL-PHT
kakao akan mempengaruhi penerimaan materi yang akan di berikan kepada
peserta SL-PHT kakao. Pendanaan program SL-PHT kakao di dapat dari
kelompok maupun APBD kabupaten.
Persepsi petani SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan
pendapatan dalam usahatani kakao akan berpengaruh positif terhadap
program pemerintah. Semakin baik penafsiran petani terhadap program
SL-PHT kakao dalam pemeliharaan ataupun budidaya kakao, maka akan
semakin baik pula persepsi petani dalam menerapkan program SL-PHT
kakao. Tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam
budidaya kakao dilihat dari petani dalam manfaat SL-PHT kakao,
persyaratan PHT kakao, pelaksanaan PHT kakao dan pendanaan
SL-PHT kakao dalam penerapan SL-SL-PHT kakao pada usahatani kakao. Tingkat
persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan
produktivitas kakao dan pendapatan berusahatani di identifikasi sebagai
variabel Y.
Hasibuan (2003) menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan
antara keluaran (output) dan masukan (input). Produktivitas adalah tingkat
efektifnya serangkaian atau satu faktor produksi yang digunakan untuk
satuan kuantitas per faktor produksi. Oleh karena itu produktivitas
usahatani kakao adalah tingkat produksi yang dihasulkan petani persatuan
ha yang di ukur dalam ton/ha per tahun.
Menurut Rakhmat (2004), pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi.
Pengalaman tidak hanya lewat proses belajar formal namun juga melalui
rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. Pengalaman petani kakao akan
dapat mempengaruhi budidaya kakao yang di usahakan petani kakao.
Tingkat pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga (Soekidjo dan Notoadmodjo, 2003).
Tingkat interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau
lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya (Bonner, 1994
dalam Ahmadi, 2002). Tingkat interaksi sosial petani dalam hal ini
informasi pengendalian hama dan penyakit tanaman dalam budidaya kakao
berdampak kepada meningkatkan produksi usahatani kakao yang
dibudidayakan. Oleh sebab itu semakin banyak informasi yang didapat,
maka diduga tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT dalam
Tingkat pemenuhan kebutuhan adalah merupakan suatu hal yang sangat
penting, bermanfaat, atau diperlukan untuk menjaga homeostasis dan
kehidupan itu sendiri (Mubarak dan Chayatin, 2008). kebutuhan hidup
petani anggota kelompok tani diduga akan berhubungan dengan tingkat
persepsi anggota kelompok terhadap penerapan pengendalian hama terpadu
dalam budidaya kakao.
Berdasarkan uraian tersebut, maka faktor-faktor yang diduga berhubungan
dengan tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT dalam
meningkatkan produktivitas dan pendapatan berusahatani kakao
diidentifikasi sebagai variabel X yaitu X1 (tingkat pengalaman petani
berusahatani kakao), X2 (tingkat pengetahuan petani), X3 (tingkat interaksi
sosial petani), X4 (tingkat pemenuhan kebutuhan hidup petani). Untuk
lebih jelasnya, maka hubungan antara faktor-faktor yang diduga
berhubungan dengan tingkat persepsi petani terhadap program
SL-PHTdalam meningkatkan produktivitasdan pendapatan berusahatani kakao
(Variabel Y), sehingga mempengaruhi produktivitas usahatani kakao dapat
Gambar 3.Kerangka pikir faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani faktor-faktor yang diduga berhubungan
dengan persepsi petani terhadap (X)
Tingkat Pengalaman Petani
berusahatani kakao(X1) Tingkat persepsi petani terhadap
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1) Diduga terdapat hubungan antara tingkat pengalaman petani
berusahatani kakao dengan tingkat persepsi petani terhadap program
SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan
usahatani kakao.
2) Diduga terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan petani dengan
tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam
meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao.
3) Diduga terdapat hubungan antara tingkat interaksi sosial petani dengan
tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam
meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao.
4) Diduga terdapat hubungan antara tingkat pemenuhan kebutuhan hidup
petani dengan tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao
III METODE PENELITIAN
A.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang diteliti dalam
penelitian ini meliputi faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat
persepsi terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas
dan pendapatan usahatani kakao yaitu: 1) tingkat pengalaman berusahatani
petani kakao (X1), 2) tingkat pengetahuan petani (X2), 3) tingkat interaksi
sosial petani (X3),dan 4) tingkat pemenuhan kebutuhan hidup petani
(X4),dengan tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam
meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao (Y), sehingga
mempengaruhi produktivitas dan pendapatan usahatani kakao dengan asumsi
harga akan mempengaruhi.
1) Tingkat pengalaman berusahatani kakao (X1) adalah lamanya petani dalam
berusahatani kakao. Tingkat pengalaman petani berusahatani kakao dilihat
berdasarkan indikator a) lama berusahatani kakao , b) cara budidaya
tanaman kakao, (c) pengalaman petani dalam HPT (Hama Penyakit