• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI PETANI TERHADAP PROGRAM SL-PHT KAKAO DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI KAKAO (Theobroma cacao L) DI DESA SUKOHARJO 1 KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI PETANI TERHADAP PROGRAM SL-PHT KAKAO DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI KAKAO (Theobroma cacao L) DI DESA SUKOHARJO 1 KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

COCOA FARMERS’ PERCEPTION TOWARD SL-PHT PROGRAM IN INCREASING COCOA FARMING PRODUCTIVITY AND INCOME

(Acase of cocoa farmers in Sukoharjo 1 Village Sukoharjo Sub-district Pringsewu Regency)

By Rendi Robiyan

The objectives of this research are to find out: (1) level of cocoa farmers’ perception toward cocoa farming Integrated Pest Management Field School (SL-PHT) program in increaseing cocoa productivity and farm income, and (2) factors related to cocoa

farmers’ perception toward SL-PHT program in increaseing cocoa productivity and farm income. This research was conducted in Sukoharjo 1 Village as one of villages where the cocoa SL-PHT program took place. This study was held in August until October 2013. Twenty-six farmers as respondents were selected by using a census method. Analysis methods used in this research are descriptive and Rank

Spearman’s correlation. The results showed that: (1) the level of cocoa farmers’ perception toward SL-PHT program was in a good classification, and cocoa SL-PHT program was beneficial in increasing productivity, income, and pest disease control of cocoa plants, (2) the level of farming experience, level of farming knowledge, and level of farmers’ social interaction had a correlation to the level of cocoa farmers’ perception toward SL-PHT program in increasing cocoa productivity and farm income. Whereas, level of farmers’ living need fulfillment had no correlation to the level of cocoa farmers’ perception toward SL-PHT program.

(2)

ABSTRAK

PERSEPSI PETANI TERHADAP PROGRAM SL-PHT

DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI KAKAO

(Kasus Petani Kakao di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu)

Oleh Rendi Robiyan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) tingkat persepsi petani kakao terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao, (2) faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani kakao terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao. Penelitian ini dilakukan di Desa Sukoharjo 1 sebagai salah satu desa yang mendapatkan program SL-PHT kakao. Waktu penelitian pada bulan agustus sampai oktober 2013. Responden berjumlah 26 petani dengan menggunakan metode sensus. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tingkat persepsi petani kakao yang mengikuti program SL-PHT kakao dalam klasifikasi baik, dan program SL-PHT kakao bermanfaat bagi masyarakat petani kakao dalam meningkatkan produktivitas, pendapatan usahatani kakao, dan pengendalian hama penyakit tanaman kakao, (2) tingkat pengalaman berusahatani, tingkat pengetahuan usahatani dan tingkat interaksi sosial petani berhubungan nyata dengan tingkat persepsi petani kakao terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao, sedangkan tingkat pemenuhan kebutuhan hidup petani tidak berhubungan dengan tingkat persepsi petani kakao terhadap SL-PHT kakao dalam peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao.

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Limau pada tanggal 23 Oktober 1991 dari pasangan Bapak

Ismail dan Murniasih. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis

menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 2 Antar Brak pada tahun 2003, SMP

Tamansiswa Teluk Betung pada tahun 2006, dan SMA Tamansiswa Teluk Betung

tahun 2009. Penulis diterima di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lampung pada tahun 2009 melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan

Bakat (PKAB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti “Orientasi Lingkungan

Pertanian dan Masyarakat Pedesaan” yang diadakan oleh Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 di Desa Bandar

Agung Kecamatan Sribhawono Kabupaten Lampung Timur. Penulis pernah

melakukan Praktik Umum (PU) di Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong

Cianjur pada bulan Januari 2012 dengan judul ”Manajemen Mutu Sayuran Bayam,

Caisim dan Kangkung di Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong Kecamatan

Pacet Kabupaten Cianjur”. Pada tahun 2012 penulis pernah melakukan Kuliah Kerja

Nyata (KKN) di Desa Pura Mekar Kecamatan Gedung Surian Kabupaten Lampung

(7)

Universitas Lampung menjadi anggota bidang 4 yaitu pendanaan dan dana usaha

periode 2010/2011, menjadi sekretaris bidang 4 periode 2011/2012 dan menjadi ketua

(8)

SANWACANA

Assalamu`alaikum Wr.Wb

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah

memberikan cahaya dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda

Rasulullah Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap

kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Persepsi Petani Terhadap Program SL-PHT Kakao Dalam Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan

Usahatani Kakao (Theobroma Cacao L) Di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena

itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga

nilainya kepada:

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Tubagus Hasanuddin, M.S., selaku pembimbing pertama atas

(9)

2. Helvi Yanfika, S.P., M.E.P., selaku pembimbing kedua atas kesediaannya

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi setra

nasehat–nasehat kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Sumaryo GS, M.Si., selaku pembahas atas kritik, saran, dan

bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Ir. Hurip Santoso, M.S., selaku pembimbing akademik atas arahan dan

bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat kepada Penulis selama kuliah di kampus

tercinta Universitas Lampung.

8. Staf administrasi Jurusan Agribisnis (Mba Ayi, Mba Iin, Mas Boim, Mas

Kardi, Mas Bukhori) terima kasih atas bantuannya.

9. Seluruh anggota kelompok tani di Desa Sukoharjo 1, Kecamatan Sukoharjo,

Kabupaten Pringsewu, atas bantuan kepada penulis selama melakukan

penelitian.

10. Keluargaku tercinta, Ayahanda Ismail, Ibunda Murniasih, saudaraku

tersayang, adikku Ryan Wahyudi dan Rista Destiana, mbak Setyorini, S.Pd.,

(10)

dan dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Retno Nur Ramadhani, S.Si., yang memiliki banyak kontribusi dalam

penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas kebersamaan, dukungan, doa, dan

semangat yang selalu diberikan.

12. Sahabat seperjuangan penulis di AGB 09 Ganjil : Firjen Ansoni, Syani

Ahmad, Revina M, Wirda E, S.P., Anita N, S.P., Yesica V, S.P., Mutiara P,

Khairunisa N, Peni R, S.P., Yunica Safitri, S.P., Feby L, Quen T M, S.P., Dwi

A, S.P, Atika K, S.P., Dedeh K, S.P., Erzia E, S.P., Tika Leoni, S.P., C N

Diach M, S.P., Febrianti, Meyka Y, S.P., Melia A, S.P., Uli K S , S.P.,

Amalia K, Denisa R B, Maftuhatul H, Inke K W, S.P., Novi K, S.P., Ongki F

, S.P., Edy Suyanto, M. Adriez, Rinaldi Prasetya, Saida Ahmad, Fitriansyah

Bakti, Saut M Togatorop, Wayan Pastike, Firham Rama, Hilman Budiyanto,

M. Malik Adam.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah

diberikan, semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 27 Juni 2014

(11)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BRPIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Pengertian persepsi ... 10

2. Proses terbentuknya persepsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ...

7. Sekolah Pengendalian Hama Pertanian Terpadu (SL-PHT) ... 26

B. Penelitian Sebelumnya ... 31

C. Kerangka Berpikir ... 33

D. Hipotesis ... 39

III.METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 40

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

C. Metode Pengambilan Sampel ... 43

D. Metode Pengumpulan Data ... 44

(12)

B. Keadaan Penduduk ... 48

1. Keadaan penduduk menurut umur ... 48

2. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian ... 49

3. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan ... 50

4. Keadaan penduduk menurut agama ... 52

B. Deskripsi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Petani Terhadap Program Sl-PHT Kakao dalam Meningkatkan Produtivitas Dan Pendapatan Usahatani Kakao ... 62

1. Tingkat Pengalaman berusahatani kakao ... 62

2. Tingkat pengetahuan petani ... ... 64

3. Tingkat interaksi sosial ... 66

4. Tingkat pemenuhan kebutuhan hidup petani ... 68

C. Deskripsi Variabel Y (Persepsi Petani Terhadap Program Sl-PHT Kakao dalam Meningkatkan Produtivitas dan Pendapatan Usahatani Kakao) ... 70

D. Produktivitas Dan Pendapatan Usahatani Kakao Responden .... 74

1. Produktivitas usahatani kakao ... 74

2. Pendapatan petani kakao ... 76

E. Pengujian Hipotesis ... 78

VI.SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

(13)

i

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas kakao di

Provinsi Lampung tahun 2007-2011 . ... 3

2. Luas areal dan produksi tanaman kakao di Kabupaten Pringsewu

tahun 2010 ... 4

3. Luas wilayah berdasarkan potensi penggunaan lahan di Desa

Sukaharjo 1 Kecamatan Sukoharjo ... 48

4. Sebaran penduduk Desa Sukoharjo 1 berdasarkan tingkat umur ... 49

5. Jumlah penduduk Desa Sukoharjo 1 menurut mata pencaharian ... 50

6. Jumlah penduduk Desa Sukoharjo 1 berdasarkan tinggkat

pendidikan ... 51

7. Jumlah penduduk Desa Sukoharjo 1 berdasarkan agama ... 52

8. Sarana dan prasarana penunjang di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan

Sukoharjo Kabupaten Pringsewu tahun 2012 ... 54

9. Sebaran kelompok umur petani kakao responden berdasarkan umur

produktif secara ekonomi di Desa Sukoharjo 1 ... 56

10.Klasifikasi jumlah petani responden berdasarkan tingkat pendidikan

formal ... 58

11.Sebaran jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggung petani

responden ... 59

12.Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan garapan ... 61

13.Klasifikasi petani SL-PHT kako berdasarkan tingkat pengalaman

berusahatani kakao ... 62

14.Klasifikasi petani responden SL-PHT kakao berdasarkan

tingkat pengetahuan petani ... 65

15.Klasifikasi petani responden SL-PHT kakao berdasarkan tingkat

interaksi sosial petani ... 67

16.Klasifikasi petani responden SL-PHT kakao berdasarkan tingkat

pemenuhan kebutuhan hidup petani ... 68

(14)

ii

18.Sebaran tingkat produktivitas kakao petani responden yang

mengikuti SL-PHT kakao ... 75

19.Sebaran klasifikasi petani responden berdasarkan tingkat

pendapatan ha/tahun ... 77

20.Hasil analisis hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel

terikat (Y) pada petani responden SL-PHT kakao ... 79

21.Tabulasi silang antara persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan

usahatani kakao dengan tingkat pemenuhan kebutuhan hidup

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses terjadinya persepsi ... 12

2. Proses terbentuk persepsi . ... 14

3. Kerangka pikir faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi

petani ... 38

4. Garis kontinum rerata umur produktif petani responden SL-PHT... 57

5. Garis kontinum berdasarkan rerata jumlah tanggungan keluarga petani responden ... 60

6. Garis kontinum rerata berdasarkan luas lahan garapan petani responden SL-PHT kakao ... 61

7. Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat

pengalaman berusahatani kakao ... 63

8. Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat

pengetahuan SL-PHT kakao ... 65

9. Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat

interaksi sosial petani SL-PHT kakao ... 67

10.Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat

pemenuhan kebutuhan hidup petani ... 69

11.Garis kontinum rerata petani responden berdasarkan tingkat

persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao ... 71

12.Garis kontinum rerata tingkat produktivitas usahatani kakao petani

responden SL-PHT kakao ... 75

13.Garis kontinum rerata pendapatan usahatani kakao petani

responden SL-PHT kakao ... 77

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rekapitulasi identitas petani responden SL-PHT kakao ... 91

2. Rekapitulasi rincian variabel tingkat persepsi petani kakao terhadap

program SL-PHT kakao ... 92

3. Rekapitulasi penggunaan pupuk petani responden SL-PHT kakao ... 94

4. Rekapitulasi penggunaan pestisida petani responden

SL-PHT kakao ... 95

5. Rekapitulasi biaya tenaga kerja petani responden SL-PHT

kakao ... 97

6. Rekapitulasi biaya penyusutan peralatan petani responden

SL-PHT kakao ... 103

7. Rekapitulasi pendapatan usahatani kakao petani responden

SL-PHT kakao ... 107

8. Hasil korelasi Rank Spearman (rs) antara tingkat persepsi petani SL-PHT kakao dengan tingkat pengalaman petani, tingkat pengetahuan

petani, tingkat interaksi petani dan tingkat kebutuhan hidup petani ... 108

9. Perhitungan Modus pada Variabel Bebas (X) yang Mempengaruhi Persepsi Petani Terhadap Program SL-PHT Kakao dalam

Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Kakao ... 109

10.Perhitungan Modus pada Variabel Y (Tingkat Persepsi Petani Terhadap Program Sl-PHT Kakao Dalam Peningkatan Produtivitas

dan Pendapatan Usahatani Kakao) ... 110

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan.

Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional.

Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

menyumbang devisa, serta menyediakan kesempatan kerja dan bahan baku

bagi industri. Pembangunan di sektor pertanian menjadi syarat mutlak bagi

pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

merupakan strategi pembangunan jangka panjang yang bertujuan untuk

menjadikan pertanian yang maju, efisien dan tangguh. Pertanian memiliki

cakupan yang sangat luas, dimana termasuk didalamnya adalah subsektor

perkebunan.

Subsektor perkebunan sebagai bagian dari sektor pertanian yang

diharapkan tetap berkontribusi dalam PDB (Produk Domestik Bruto),

penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan,

dan pembangunan wilayah. Subsektor perkebunan memiliki ciri-ciri

sebagai berikut: (1) ditinjau dari cakupan komoditasnya, agar

(18)

ditinjau dari hasil produksinya, merupakan bahan baku industri atau ekspor,

sehingga pada dasarnya melekat adanya kebutuhan keterkaitan kegiatan

usaha dengan berbagai sektor dan sub-sektor lainnya; dan (3) ditinjau dari

pengusahaannya, sekitar 85% merupakan usaha perkebunan rakyat yang

terbesar di berbagai daerah (Dinas Perkebunan, 2010).

Pembangunan pertanian yang perlu ditingkatkan, mengingat perkebunan

berperan penting dalam memberikan sumbangan devisa negara. Beberapa

komoditas perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kakao, teh, kopi, dan tebu

memegang peranan penting dalam menunjang perkembangan industri

pengolahan khususnya sebagai penyedia bahan baku. Tujuan pembangunan

pertanian yaitu: (1) menghasilkan produk-produk unggulan berdaya saing

tinggi; (2) menyediakan bahan baku bagi keperluan industri secara saling

menguntungkan; (3) memperluas lapangan kerja; (4) kesempatan berusaha

yang berbasis agroekosistem menuju terwujudnya agroindustri dan

agrobisnis yang tangguh (Departemen Pertanian, 2002).

Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia, khususnya sebagai

penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara.

Disamping itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan

wilayah dan pengembangan agroindustri. Perkebunan kakao di Indonesia

perkebunan kakao tercatat seluas 1.745.789 ha, sebagian besar (94,0%)

(19)

negara serta 2,9% dikelola oleh perkebunan besar swasta (Dirjen

Perkebunan, 2010)

Pengembangan kakao di Indonesia tersebar dibeberapa wilayah, dan yang

termasuk provinsi sentra produksi kakao adalah Provinsi Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Lampung dan Provinsi Bali.

Meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman perkebunan

merupakan upaya pemerintah untuk membangun pertanian yang

berkelanjutan. Permintaan kakao yang semakin meningkat menjadikan

banyak wilayah di Indonesia membudidayakan perkebunan kakao. Hal ini

juga terjadi di Provinsi Lampung yang menunjukan perkembangan luas area

tanam kakao sendiri meningkat, luas lahan produksi, dan produktivitas

perkebunan kakao dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas kakao di Provinsi Lampung tahun 2007-2011

Tahun Luas Lahan

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012

Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi kakao di Provinsi Lampung meningkat

dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 diikuti dengan meningkatkan

lahan usahatani kakao. Apabila jika dilihat dari aspek produktivitas maka

(20)

bahwa akibat dari kurangnya pengendalian hama dan penyakit, sehingga

menyebabkan panen yang menurun.

Perkembangan wilayah Provinsi Lampung yang memiliki potensi untuk

usahatani kakao adalah Kabupaten Pringsewu. Pengelolaan usahatani kakao

di Kabupaten Pringsewu cukup baik dengan luas lahan tanaman kakao

6.474,2 ha dengan produksi 4.753,2 ton dan produktivitas 875,6 kg/ha,

sehingga pada tahun 2011 diadakan pelatihan petani atau sekolah lapangan

pengendalian hama terpadu untuk meningkatkan potensi kakao di wilayah

Kabupaten Pringsewu. Wilayah yang menjadi sentra produksi kakao di

Kabupaten Pringsewu adalah Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan

Banyumas. Sebaran luas panen, produksi, dan produktivitas kakao per

kecamatan di Kabupaten Pringsewu tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas areal dan produksi tanaman kakao di Kabupaten Pringsewu tahun 2010

No Kecamatan Luas Areal (ha) Produksi (ton) Sumber : BPS Kabupaten Pringsewu, 2011

Pada Tabel 2 dapat dilihat kecamatan yang memiliki luas panen kakao

terbesar adalah Kecamatan Sukoharjo, yaitu 1.776,0 ha dengan jumlah

produksi 1.475,3 ha, walaupun produktivitas lebih rendah dibandingkan

(21)

kakao perlu dilakukan penanganan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang baik di Kecamatan

Sukoharjo.

Tanaman kakao merupakan salah satu komoditi unggulan di Kecamatan

Sukoharjo sedang digalakan usaha perluasan, peremajaan rehabilitasi dan

intensifikasi untuk meningkatkan produksi serta perbaikan mutu hasil

kakao. Produktivitas kakao di Kecamatan Sukoharjo yang rendah jika

dibandingkat dengan Kecamatan Banyumas. Hal ini disebabkan masih

rendahnya pengetahuan petani tentang cara melakukan budidaya tanaman

kakao yang baik yaitu dalam cara pembudidayaan tanaman kakao sampai

dengan pasca panen kokao. Petani dalam melakukan budidaya tanaman

kakao masih berdasarkan pengalaman dan kebiasaan saja, belum melakukan

pemupukan dan pemeliharaan dengan baik. Petani masih sering melakukan

pemanenan pada buah kakao belum cukup umur panen sehingga

menurunkan mutu dan kualitas kakao. Oleh sebab itu harga kakao tersebut

lebih rendah yang mengakibatkan pendapatan petani dan keluarganya

berkurang.

Pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit harus ditingkatkan untuk

menjada hasil produksi usahatani kakao khususnya di Kecamatan Sukoharjo

diadakan di Desa Sukoharjo I. Pengendalian yang dilakukan dengan bekerja

sama dengan kelompok tani dengan memanfaatkan program yang diberikan

oleh pemerintah yaitu Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu

(22)

tanaman yang erat kaitannya dengan usaha pengamanan produksi mulai dari

pra-tanam, pertanaman, sampai pasca panen, seperti pengolahan lahan,

penentuan benih unggul, penentuan waktu tanam, pemupukan berimbang

yang tepat, pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), dan

teknis budidaya lainnya. Penerapan PHT (Pengendalian Hama Terpadu)

merupakan pengelolaan agroekosistem secara keseluruhan, sehingga

dinamika dan variasi keadaan agroekosistem sangat mempengaruhi

komposisi pengendalian OPT yang harus dilakukan.

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu merupakan salah satu

metode penerapan PHT yang dipilih untuk meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan petani dalam memahami OPT khususnya pada tanaman kakao.

Program SL-PHT kakao dipilih karena mempunyai karakteristik yang cocok

dengan masyarakat petani. Karakteristik tersebut antara lain; (1)

Perencanaan bersama oleh kelompok tani, (2) perencanaan bersama dari

anggota kelompok tani, (3) cara belajar lewat pengalaman, (4) melakukan

sendiri, mengalami sendiri dan menentukan sendiri, (5) materi pelatihan dan

praktek terpadu dilapangan, (6) pelatihan selama satu siklus perkembangan

tanaman (7) kurikulum yang terpadu ( Direktorat Perlindungan Tanaman

Pangan, 2013).

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu merupakan sekolah yang

berada di lapangan, di dalamnya terdapat peserta, Pemandu Lapangan (PL),

kurikulum, serta ujian dan sertifikat tanda lulus. Kegiatan SL-PHT kakao

(23)

masyarakat sehingga SL-PHT kakao yang pada awalnya hanya bersifat lokal

akan terus berkembang dengan dukungan para petugas lapangan. Kegiatan

ini masyarakat atau kelompok tani mempunya kesempatan untuk

mengembangkan pengetahuan dan keahliannya melalui proses pelatihan

selama 16 pertemuan di tempat yang telah ditentukan oleh peserta SL-PHT

kakao. Peserta kelompok SL-PHT kakao juga akan belajar menganalisis

agroekosistem di lahan serta membuat rencana untuk bekerjasama.

Suhendi (2004) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya

produktivitas kakao selain serangan hama dan penyakit, anomali iklim, tajuk

tanaman rusak, populasi tanaman berkurang, teknologi budidaya oleh petani

yang masih sederhana, penggunaan bahan tanam yang mutunya kurang baik

jugakarena umur tanaman yang sudah cukup tua sehingga kurang produktif

lagi. Oleh karena itu program SL-PHT kakao di perlukan di Kecamatan

Sukoharjo Desa Sukoharjo 1 karena dengan kondisi tanaman yang sudah

mulai tua dan dengan produktivitas yang menurun jika dibandingkan di

Kecamatan Banyumas (Tabel 2).

Menurut Gibson (1989), persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan

oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.

Persepsi merupakan proses pemberian arti terahadap lingkungan oleh

seseorang individu karena setiap orang memberi arti kepada stimulus, maka

individu yang berbeda akan memberikan arti yang berbeda pula untuk objek

(24)

Masalah tingginya penyebaran hama penyakit dan minimnya pengendalian

hama penyakit tanaman kakao menyebabkan penurunan hasil usahatani

kakao, sehingga SL-PHT kakao dibutuhkan oleh petani untuk menekan

penyebaran hama dan pennyakit tanaman kakao. Salah satu desa yang saat

ini sedang melaksanakan program SL-PHT kakao adalah Desa Sukoharjo 1

pada Kelompok Tani Mekar IV. Tingkat persepsi petani terhadap SL-PHT

kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao

merupakan bentuk dari bagaimana pandangan petani terhadap program

tersebut dapat bermanfaat bagi petani atau tidak. Oleh sebab itu tingkat

persepsi petani terhadap SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas

tanaman kakao berhubungan erat dengan pengembangan komoditi tersebut.

Pengkajian mengenai bagaimana tingkat persepsi petani terhadap SL-PHT

kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan berusahatani

kakao.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai

berikut:

1) Bagaimanakah tingkat persepsi pertani terhadap SL-PHT kakao dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan berusahatani kakao?

2) Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan tingkat persepsi

petani kakao terhadap SL-PHT kakao dalam meningkatkan

(25)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

1) Tingkat persepsi petani kakao terhadap SL-PHT kakao dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao.

2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat persepsi petani kakao

terhadap SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan

pendapatan usahatani kakao.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :

1) Sebagai informasi bagi pemerintah dan dinas terkait dalam mengambil

keputusan dan pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan SL-PHT

kakao dalam meningkatkan produktifitas dan pendapatan berusahatani

kakao, khususnya kakao di Provinsi Lampung.

2) Sebagai bahan informasi dan masukan kepada petani dan penyuluh

lapangan dalam hal pertimbangan untuk penerapan program SL-PHT

(26)

II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A.Tinjauan Pustaka

1. Pengertian persepsi

Manusia merupakan mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan

lingkungan sekitarnya, untuk dapat memahami lingkungan sekitarnya

manusia melakukan pengamatan terhadap lingkungan tersebut. Pengamatan

yang dilakukan bukan hanya pada lingkungan luar dirinya, segala hal yang

ada dalam diri pun tidak terlepas dari proses pengamatan. Pengamatan

menjadi suatu hal penting, karena semua tingkah laku yang ditampilkan oleh

individu merupakan hasil dari pengamatan yaitu berupa respon yang

dikeluarkan oleh individu akibat adanya suatu stimulus tertentu.

Walgito (2010) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang

didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya

stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses persepsi tidak berhenti

begitu saja, stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan

proses persepsi. Proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan,

dimana proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses

(27)

individu menerima stimulus melalui indera. Stimulus yang diindera itu

kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterprestasikan, sehingga

individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera dan proses ini

disebut persepsi.

Menurut Mar’at (1982) dalam Walgito (2004), persepsi merupakan proses

pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognitif. Persepsi

dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman proses belajar, cakrawala dan

pengetahuan. Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi

memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat dan pengetahuan,

cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologi tersebut. Melalui

komponen kognitif akan menimbulkan ide baru kemudian konsep dari apa

yang dilihat.

Walgito (2010) menyatakan bahwa beberapa faktor yang berperan, yang

merupakan syarat agar terjadi persepsi, yaitu (1) stimulus yang dipersepsi,

(2) alat indra dan syaraf yang merupakan syarat psikologis, dan (3)

perhatian, yang merupakan syarat psikologis. Walaupun stimulus

personnya sama, tetapi kalau situasi sosial yang melatar belakangi stimulus

person berbeda, akan berbeda hasil persepsinya.

Persepsi diawali dengan diterimanya stimulus atau rangsangan oleh indra

kita, kemudian stimulus diorganisasikan dalam proses persepsi, yang

diawali dengan pengamatan stimulus lebih dahulu karena adanya

faktor-faktor dari dalam diri seseorang, seperti meniru, memilih, gambar diri

(28)

data untuk memilih atau menafsirkan stimulus akan menghasilkan sikap dan

prilaku atau tindakan stimulus. Lebih lanjut Gibson melukiskan terjadinya

persepsi individu sebagaimana terlihat dalam Gambar 1.

Kenyataan dalam organisasi kerja Proses kerja Hasil

Gambar 1. Proses terjadinya persepsi (Gibson, 1989)

Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan proses terjadinya persepsi. Persepsi

merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan

merupakan suatu proses diterimanya suatu stimulus oleh individu melalui

alat penerima yaitu alat indera. Stimulus diteruskan oleh saraf ke otak

sebagai pusat susunan saraf dan proses selanjutnya merupakan proses

persepsi. Proses penginderaan setiap saat, yaitu pada waktu individu

menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera.

2. Proses terbentuknya persepsi dan fator-faktor yang berhubungan dengan persepsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain (Robbins, 2003):

a) Fator pada persepsi yaitu, kebutuhan, kepentingan, pengalaman, dan

(29)

dinilai memiliki wawasan yang lebih luas daripada seseorang yang

berpendidikan rendah. Wawasan yang luas membantu seseorang untuk

tanggap dalam menerima objek baru. Kebutuhan atau motif yang tidak

terpuaskan merangsang seseorang menggunakan suatu pengaruh yang

kuat pada persepsinya. Kebutuhan dapat mempengaruhi terbentuknya

persepsi yang tinggi sehingga cepat menerima konsep. Pengalaman

cenderung mempersepsikan seseorang terhadap hal-hal dimana ia dapat

berkaitan atau berkepentingan. Kepentingan seseorang cukup berbeda

sehingga apa yang dicatat seseorang dalam situasi tertentu dapat

berbeda dengan apa yang dipersepsikan oleh orang lain.

b) Faktor pada situasi yaitu waktu, keadaan, ataupun tempat berusaha di

sekitar keadaan sosial. Unsur-unsur dalam lingkungan sekitar

mempengaruhi persepsi-persepsi seseorang. Waktu adalah dimana

suatu objek atau peristiwa dilihat tidak dapat mempengaruhi perhatian

seperti juga lokasi dan setiap jumlah faktor situasional.

c) Faktor pada target yaitu hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang

dan kedekatan. Karakteristik-karakteristik yang akan diamati dapat

mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Hal-hal baru lebih mungkin

diperhatikan daripada yang lama. Objek-objek yang berdekatan

cenderung dipersepsikan bersama-sama bukan secara terpisah.

Adapun beberapa faktor yang berhubungan dengan persepsi individu

diantaranya yaitu keyakinan, proses belajar, cakrawala, pengalaman,

(30)

persepsi setiap individu. Oleh karena itu untuk mengetahui proses persepsi

terbentuk dapat dilihat pada Gambar 2.

Keyakinan proses belajar cakrawala pengalaman pengetahuan

Gambar 2.Proses terbentuk persepsi (Mar’at 1982 dalam Walgito 2004))

Menurut Gibson (1989), persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan

oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.

Persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh

seseorang individu karena setiap orang memberi arti kepada stimulus, maka

individu yang berbeda akan memberikan arti yang berbeda pula untuk objek

yang sama.

3. Karakterisrik Petani

Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian

atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti luas yang

meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan dan pemungutan hasil

laut. Peranan petani sebagai pengelola usahatani berfungsi mengambil Persepsi

Objek Sikap

afeksi

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh

konasi

(31)

keputusan dalam mengorganisir faktor-faktor produksi yang diketahui

(Hernanto, 1993).

Secara umum pengertian petani adalah seseorang yang bekerja untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan usaha pertanian, baik berupa

usaha pertanian dibidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

peternakan, dan perikanan. Menurut Sajogyo (1999), ciri-ciri masyarakat

petani sebagai berikut: (1) satuan keluarga (rumah tangga) petani adalah

satuan dasar dalam masyarakat desa yang berdimensi ganda, (2) petani

hidup dari usahatani, dengan mengolah tanah (lahan), (3) pola kebudayaan

petani berciri tradisional dan khas, dan (4) petani menduduki posisi rendah

dalam masyarakat, mereka adalah orang kecil terhadap masyarakat di atas

desa. Pengelompokan luas lahan yang dimiliki dibagi menjadi tiga yaitu

petani gurem (0,10-0,50 hektar) petani kecil (0,51-1,00 hektar), dan petani

besar (lebih dari 1,00 hektar) menurut Sastraatmadja (2010).

Soekartawi (2006) menyatakan bahwa ciri-ciri petani kecil sebagai berikut:

(1) berusahatani dalam tekanan penduduk lokal yang meningkat, (2)

mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang

rendah, (3) bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang

subsisten, dan (4) kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, dan

pelayanan lainnya.

Petani sebagai sosok individu memiliki karakteristik tersendiri secara

(32)

kegiatan usahatani. Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi yang

melekat pada diri seseorang.

4. Produktivitas

Produktivitas merupakan suatu perbandingan antara hasil dari suatu

kegiatan dengan segala pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh petani.

Apabila hasil yang diperoleh suatu petani tidak sesuai dengan harapan yang

diinginkan disebut dengan produktivitas rendah. Secara sederhana

produktivitas merupakan perbandingan antara hasil kerja yang berupa

barang ataupun jasa dengan sumber-sumber atau tenaga yang terpakai dalam

produksi. Menurut Hasibuan (2003), produktivitas adalah perbandingan

antara keluaran (output) dan masukan (input).

Mubyarto (1997) menyatakan bahwa dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa

petani membandingkan antara hasil yang diharapkan diterima pada hasil

panen (penerimaan/revenue) dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkan. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi dan biaya

yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Usahatani yang produktif berarti

memiliki produktivitas tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya

merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan

kapasitas tanah. Efisiensi mengukur banyaknya hasil produksi (output)

yang dapat diperoleh dari suatu kesatuan input. Secara teknis produktivitas

merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah). Oleh

karena itu jika dua usahatani mempunyai produktivitas fisik yang sama,

(33)

karena produktivitas ekonominya lebih besar. Menurut Badan Pusat

Statistik (2013), produktivitas kakao Provinsi Lampung sebesar 1,548

ton/ha, sedangkan untuk produktivitas kakao Kabupaten Pringsewu sebesar

0,875 ton/ha

5. Tanaman Kakao

Siregar (2006) menyatakan bahwa tanaman kakao (Theobroma cacao, L.) termasuk suku Sterculiaceae. Tanaman kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Oleh karena itu tanaman

kakao digolongkan ke dalam kelompok tanaman caulifloris. Klasifikasi tanaman kakao adalah sebagai berikut;

Divisi : Spermatophyta Anak Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledon Anak Kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Jenis : Thebroma cacao

Siregar (2006) menyatakan bahwa sistem perakaran tanaman kakao adalah

akar tunggang (radix primaria). Tanaman kakao bersifat kauliflori, bunga berkembang dari ketiak daun dan dari bekas ketiak daun pada batang dan

cabang-cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut lama kelamaan menebal

dan membesar disebut dengan bantalan bunga (cushion). Bunga kakao terdiri dari 5 daun kelompok, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun

(34)

fertile dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao putih – ungu atau

kemerahan. Hampir 75% penyerbukan bunga kakao dibantu oleh serangga

Forcipomyia spp, sedangkan 25% dilakukan oleh serangga-serangga lainya seperti thrip, semut merah dan aphid. Tanaman kakao dapat diperbanyak

dengan cara generatif ataupun vegetatif. Kakao lindak umumnya

diperbanyak dengan benih dari klon-klon induk yang terpilih. Sedangkan

kakao mulia umumnya diperbanyak dengan cara vegetatif.

Kakao merupakan tanaman tahunan yang mulai berbunga dan berbuah umur

3-4 tahun setelah ditanam. Pengelolaan tanaman kakao dilakukan secara

tepat, maka masa produksinya dapat bertahan lebih dari 25 tahun, selain itu

untuk keberhasilan budidaya kakao perlu memperhatikan kesesuaian lahan

dan faktor bahan tanam. Penggunaan bahan tanam kakao yang tidak unggul

mengakibatkan pencapaian produktivitas dan mutu biji kakao yang rendah,

oleh karena itu sebaiknya digunakan bahan tanam yang unggul dan bermutu

tinggi menurut. Tanaman kakao mampu menghasilkan produksi hingga 3

ton per hektar, dengan asumsi bahwa dalam dalam 1 pohon mampu

menghasilkan 90 buah basah, jika luas tanaman mencapai 1 ha ditanami

1.000 pohon, maka dapat dihasilkan berat kakao kering hingga 3.000 kg

(Pusat Penelitian Kopi dan Kokao Indonesia, 2004).

Benih unggul adalah benih yang memiliki potensi yang tinggi. Ciri benih

unggul diantaranya memiliki pertumbuhan tanaman yang kuat dan cepat,

produktivitas yang tinggi, dan relatif tahan terhadap beberapa jenis hama

(35)

tanaman kakao yang diperbanyak dengan menggunakan bahan tanaman

benih kakao hibrida adalah jenis kakao lindak (Pusat Penelitian Kopi dan

Kokao Indonesia, 2004).

6. Budidaya Kakao

Budidaya kakao berdasarkan Departemen Pertanian (2013), pedoman teknis

budidaya kakao adalah sebagai berikut:

a. Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan meliputi pembukaan lahan (land clearing), pencegahan erosi, dan penanaman penaung. Pembukaan lahan yang

akan digunakan merupakan areal bekas tanaman lain harus dilakukan

penebangan semua pohon kemudian tanah diolah sehingga dipastikan

tidak ada sisa akar tanaman lama. Pencegahan erosi dilakukan jika

areal kebun tropografinya miring maka perlu dibuat teras, pembuatan

saluran drainase, pembuatan ajir jarak tanam kakao 4 x 2 m atau 3 x 3

m, pembuatan jarak tanam penaung 3 x 3. Pembuatan lubang tanam

kakao dilaksanakan 6 bulan sebelum tanam dengan ukuran lubang

tanam 60 x 60 x 60 cm. Lubang tanam ditutup 3 bulan sebelum tanam

dan diberi pupuk organik atau kompos dengan dosis 10 kg/lubang.

Penanaman penaung kakao terdiri atas penaung sementara dan penaung

tetap. Tujuan penanaman penaung agar penyinaran matahari pada

tanaman yang baru dipindah dilapangan sekitar 25-35%, sedangkan

(36)

b. Pembenihan

Pembenihan dilaksanakan satu tahun sebelum tanam dan jenis benih

yang diperbanyak yaitu klonal sesuai jenis klon-klon yang akan ditanam

dalam komposisi kebun benih. Lokasi pembenihan harus dekat dengan

sumber air dan lokasi penanaman. Tata cara pembenihan mengacu

pada pedoman teknis budidaya kakao. Benih tanaman klonal dapat

dihasilkan melalui okulasi, sambung pucuk dan kultur jaringan.

Pembenihan kakao sebelum dikecambahkan benih harus dibersihkan

lebih dulu daging buahnya dengan abu gosok, karena biji kakao tidak

punya masa istirahat (dormansi). Biji kakao untuk benih diambil dari

buah bagian tengah yang masak dan sehat dari tanaman yang telah

cukup umur. Pengecambahan dengan karung goni dalam ruangan,

dilakukan penyiraman 3 kali sehari kemudian siapkan poiibag ukuran

30 x 210 cm tebal 0,8 emi dan tempat pembibitan. Campurkan tanah

dengan pupuk kandang, masukkan dalam polibag, sebelum kecambah

dimasukkan tambahkan l gram pupuk TSP. Benih dapat digunakan

untuk bibit jika 2-3 hari berkecambah lebih 50%Jarak antar polibag 20

x 20 cm lebar barisan 100 cm. Tinggi naungan buatan disesuaikan

dengan kebutuhan sehingga sinar masuk tidak terlalu banyak.

Penyirarnan bibit dilakukan 1-2 kali sehari, penyiangan gulma melihat

keadaan areal pembibitan dan pemupukan dengan NPK dosis sesuai

dengan umur bibit dan selanjutnya penjarangan atap naungan mulai

(37)

c. Penanaman dan Penyulaman

Kriteria benih siap tanaman berumur sekitar 8 - 9 bulan, tinggi ± 40 - 50

cm, jumlah daun minimal 12 lembar, diameter tunas baru ± 0,7 cm.

Penanaman dilakukan saat awal musim hujan dengan cara penanaman

yaitu: 1) lubang tanam digali sebesar polybag yang berisi benih yang

ditanam, 2) benih bersama polybag diletakkan pada lubang tanam

kemudian polybag dilepas, 3) arah tunas mata okulasi sebaiknya sama

(utara atau selatan), 4) tanah di sekitar benih dipadatkan, 5) benih yang

baru ditanam bisa diberi ajir penyangga supaya tidak mudah roboh dan

pertumbuhannya tegak (bila bahan tanam berasal dari plagiotrop), 6)

setelah benih dipindah ke lapangan maka perlu dilakukan evaluasi daya

tumbuh tanaman dan dilakukan sampai umur 6 bulan. 7) setiap tanaman

yang mati segera disulam, penyulaman sebaiknya dilakukan sampai

umur tanaman tidak lebih dari 1 tahun.

d. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiangan, pemupukan, dan

pemangkasan. Penyiangan didaerah antar baris tanaman (gawangan)

harus bebas dari gulma dan piringan tanaman ditutup mulsa.

Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis maupun kimiawi.

Pemupukan dilakukan menggunakan jenis pupuk yaitu Urea, SP-36,

KCL dan Kieserit, atau jenis pupuk lengkap. Pemupukan dilakukan 2

(38)

Kegiatan pemangkasan pohon kakao dilakukan dengan beberapa tahap

pemangkasan yaitu: 1) pemangkasan bentuk (okulasi ortotrop)

dilakukan pada saat tanaman berumur 1 tahun di lapangan,

pemangkasan bentuk dilakukan dengan cara memangkas cabang primer

yang tumbuh, 2) pemangkasan bentuk bertujuan untuk membentuk

frame tanaman kakao agar lebih kuat dan seimbang. Pemangkasan

bentuk menyisakan 3 (tiga) cabang utama yang seimbang dan simetri,

3) sampai jarak 60 cm dari permukaan tanah diharapkan tidak ada

cabang yang tumbuh dan tunas-tunas air, 4) selanjutnya dilakukan

penjarangan cabang-cabang lateral berikutnya, yang dilakukan secara

bertahap sesuai perkembangan cabang utama, 5) pemangkasan

pemeliharaan dilakukan terhadap cabang-cabang sekunder yang tumbuh

dari cabang primer, jarak dari titik cabang tersebut 40-60 cm harus

bebas dari cabang sekunder, 6) bila tajuk sudah menutup dilakukan

pangkasan produksi. Ranting-ranting pada bagian tajuk yang terlalu

rimbun dikurangi agar lebih banyak sinar matahari yang masuk ke

dalam tajuk. Pemangkasan produksi secara rutin 2 atau 3 bulan sekali.

e. Pengendalian Hama dan Penyakit

Saat kondisi Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) permasalahan

hama/penyakit utama kakao antara lain serangan hama ulat kilan

(39)

dengan memadukan berbagai komponen, antara lain kultur teknis,

mekanis, kimiawi, dan biologis.

(1). Ulat kilan, Hyposidra falaea Walker (Lepioptera, Geometridae) Gejala serangan dan kerusakan ulat kilan (ulat jengkal) terutama

menyerang daun yang masih muda. Serangan dimulai sejak larva

keluar dari dalam telur. Daun-daun muda yang diserang tampak

berlubang dan pada serangan yang berat daun-daun yang lebih tua

juga diserang sehingga tanaman akan gundul. Kerugian yang sangat

berarti terjadi apabila ulat kilan menyerang kakao pada stadium bibit

atau tanaman muda.

(2). Penggerek batang/cabang

Larva mulai menggerek dari bagian samping batang/cabang yang

bergaris tengah 3 - 5 cm, dengan panjang liang gerekan 40 - 50 cm.

Akibat gerekan batang/cabang menjadi berlubang dan pada

permukaan lubang sering terdapat campuran kotoran larva dan

serpihan jaringan. Akibat gerekan larva tersebut, bagian tanaman

di atas lubang gerekan menjadi layu, kering dan mati terutama pada

batang/cabang yang berukuran kecil. Oleh karena itu apabila

serangan terjadi pada tanaman kakao yang belum menghasilkan

(TBM) maka akan menimbulkan kerugian yang besar.

(3). Ulat api (Darnatrima Moore)

Serangan larva instar awal menimbulkan bintik-bintik tembus

cahaya pada daun, kemudian timbul bercak-bercak cokelat yang

(40)

permukaan daun sehingga daun mati dan gugur. Larva instar lanjut

mulai memakan tepi helaian daun atau bagian tengah daun

sehingga menimbulkan Iubang-lubang besar. Jika dilihat pada

tingkat serangan berat, daun muda dan tua juga mengalami

kerusakan dan gugur. Kerugian terjadi karena menurunnya proses

fotosintesa sehingga pembentukan karbohidrat berkurang, dan

secara tidak langsung dapat menurunkan produksi buah.

(4). Penyakit Vascular Streak Dieback(Oncobasidium theobromae) Apabila terjadi serangan penyakit VSD maka tindakan

pengendalian yang dapat dilakukan yaitu melakukan pemangkasan

sanitasi, perlindungan tunas-tunas baru yang muncul terhadap

infeksi VSD melalui aplikasi fungisida berbahan aktif Azocystrobin dan Difenoconazole dosis 0,1% frekuensi aplikasi 1 minggu sekali dengan 2 kali aplikasi.

(5). Penyakit busuk buah kakao

Penyakit busuk buah Phytophthora palmivora (Butl.). Buah kakao yang terserang berbecak cokelat kehitaman biasanya dimulai dari

pangkal, tengah atau ujung buah. Semua ukuran buah kakao dapat

terserang dari buah muda sampai buah tua. Pengendalian

dilakukan secara terpadu dengan cara sebagai berikut:

a) sanitasi kebun yaitu memetik semua buah busuk, kemudian

(41)

b) kultur teknis yaitu dengan pengaturan pohon pelindung dan

pangkasan tanaman kakao, sehingga kelembaban di dalam

kebun tidak terlalu tinggi.

c) kimiawi yaitu penyemprotan buah-buah sehat secara preventif

dengan fungisida berbahan aktif tembaga (Nordox, Cupravit,

Vitigran Blue, Cobox dll) konsentrasi formulasi 0,3%, selang

waktu 2 minggu.

f. Panen dan Pasca Panen

Saat petik persiapkan rorak-rorak dan koordinasi pemetikan. Pemetikan

dilakukan terhadap buah yang masak tetapi jangan terlalu masak.

Potong tangkai buah dengan menyisakan 1/3 bagian tangkai buah.

Pemetikan sampai pangkal buah akan merusak bantalan bunga sehingga

pembentukan bunga terganggu dan jika hal ini dilakukan terus menerus,

maka produksi buah akan menurun. Buah yang dipetik umur 5,5 - 6

bulan dari berbunga,wama kuning atau merah. Buah yang telah dipetik

dimasukkan dalam karungdan dikumpulkan dekat rorak. Pemetikan

dilakukan pada pagi hari dan pemecahan siang hari. Pemecahan buah

dengan memukulkan pada batu hingga pecah. Kemudian biji

dikeluarkan dan dimasukkan dalam karung,sedang kulit dimasukkan

dalam rorak yang tersedia.

g. Pengolahan Hasil

Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan

(42)

merubah warna biji dan mendapatkan aroma dan cita rasa yang enak.

Pengeringan biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak

terserang jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan

kompor pemanas suhu 60-70°C dan kadar air yang baik kurang dari

6%. Sortasi, untuk mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai

permintaan. Syarat mutu biji kakao adalah tidak terfermentasi

maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%. Serangan hama penyakit

maksimal 3 % dan bebas kotoran.

7. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT)

Sekolah Lapangan (SL) pertama kali digunakan dalam program nasional

pengendalian hama terpadu sebagai sebuah pendekatan yang saat itu

terkenal disebut dengan SL-PHT kakao. Sekolah lapangan merupakan

sebuah sekolah tanpa dinding, sehingga ruang kelas sekaligus

perpustakaannya adalah kebun itu sendiri. Kegiatan ini mendalami berbagai

prinsip yang terkait dengan perkembangan tanaman seperti dinamika

populasi serangga, fisiologi dan kompensasi tanaman, pemeliharaan

kesuburan tanah, pengaruh iklim dan cuaca, pemilihan varietas, dan

lain-lain, melalui eksperimen-eksperimen yang mereka lakukan sendiri. Selain

kegiatan pokok, serangkaian kegiatan (topik khusus) dilakukan sesuai

dengan masalah khusus yang dihadapi di setiap tempat. Kegiatan yang

selalu nampak pada sekolah lapangan adalah peran aktif petani sebagai

pelaku, peneliti, pemandu, dan manajer lahan yang ahli. Materi

(43)

penyelenggaraan sekolah lapangan (Direktorat Perlidungan Tanaman

Pangan, 2013).

Lahirnya pola pendekatan sekolah lapangan didasari oleh dua tantangan

pokok yang saling terkait, yaitu keanekaragaman ekologi lokal dan peranan

petani yang harus menjadi ahli di lahannya sendiri. Oleh karena itu dari

awal sekolah lapangan bukan sekedar metodologi baru, melainkan kembali

ke arti sekolah yang sebenarnya sebagai suatu tempat bagi peserta secara

aktif menguasai dan mempraktekkan proses penciptaan ilmu pengetahuan.

Proses belajar dalam sekolah lapangan erat kaitannya dengan pandangan

terhadap sifat dasar manusia sebagai mahluk hidup yang aktif dan kreatif

yang senantiasa haus akan pengertian tentang arti dan maksud hidup.

Pola sekolah lapangan dirancang untuk memberikan kesempatan belajar

petani terbuka selebar-lebarnya agar para petani berinteraksi dengan realita

mereka secara langsung, serta menemukan sendiri ilmu dan prinsip yang

terkandung di dalamnya. Pola pendidikan sekolah lapangan bukan sekedar

belajar dari pengalaman, melainkan suatu proses sehingga peserta didik

yang kesemuanya adalah orang dewasa, dapat menguasai suatu proses

penemuan ilmu yang dinamis dan dapat diterapkan dalam manajemen lahan

pertaniannya maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini penting, karena

jaman ini sarat dengan unsur perubahan. Diharapkan agar proses sekolah

lapangan dapat menyiapkan petani tangguh yang mampu menghadapi

(44)

Kegiatan SL-PHT kakao memiliki tujuan yaitu; (1) meningkatkan Sumber

Daya Manusia (SDM) petani agar dapat menambah pengetahuan dan

keterampilan petani, (2) meningkatkan produksi dan pendapatan petani

kakao, (3) meningkatkan eskpor kakao sehingga dapat meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) setempat, (4) adanya perubahan sikap dan

prilaku petani agar mau dan mampu menerapkan PHT dikebun sendiri, (5)

menumbuhkan kerjasama yang sinergis antara kelompok tani dan

anggotanya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi secara

kelembagaan/kelompok (Dinas Perkebunan Kehutanan Tanaman Pangan

dan Hortikultura, 2011).

Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu merupakan metode

penyuluhan untuk mengimplementasikan PHT. Prinsip dasar Sekolah

Lapangan, adalah (1) mempunyai peserta dan pemandu lapangan, (2)

merupakan sekolah di lapangan dan peserta mempraktekkan/menerapkan

secara langsung apa yang dipelajari, (3) mempunyai kurikulum, evaluasi

dan sertifikat tanda lulus, dan (4) dimulai dengan pre-test/ballot box, kontak

belajar, pertemuan pekanan, post-test/ballot box, field day/hari lapangan dan penyerahan sertifikat kelulusan (Dinas Perkebunan Kehutanan Tanaman

Pangan dan Hortikultura, 2011).

Kegiatan pendidikan sekolah lapangan haruslah berkenaan dengan semua

hal yang penting bagi orang yang bersangkutan, tidak hanya sekedar

ketrampilan. Oleh karena itu setiap orang terdapat tiga bidang yang penting,

(45)

1) Bidang teknik: ketrampilan dan pengetahuan.

Sekolah lapangan para peserta belajar ketrampilan dan pengetahuan yang

mereka butuhkan untuk menjadi seorang manajer atas lahannya sendiri,

seperti: melakukan pengamatan, menghitung populasi hama dan musuh

alami, dan sebagainya.

2) Bidang hubungan antara sesama: interaksi, komunikasi, dan sebagainya.

Sekolah lapangan para peserta melakukan kerjasama, diskusi,

menganalisis masalah bersama-sama, dan berkomunikasi.

3) Bidang pengelolaan: menjadi manajer atas lahannya sendiri.

Sekolah lapangan para peserta menganalisis masalah dan membuat

keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah

yang dihadapi.

Kegiatan belajar seseorang dihargai harkat kemanusiaannya, dia akan lebih

tertarik dengan proses belajarnya, akan lebih terdorong kemauan belajarnya,

dan akan menerapkan hasil belajarnya dengan baik. Hal ini tidak hanya

disebabkan oleh meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya, tetapi juga

karena meningkatnya kepercayaan dirinya.

Pengendalian Hama Terpadu merupakan sistem perlindungan tanaman yang

erat kaitannya dengan usaha pengamanan produksi mulai dari pra-tanam,

pertanaman, sampai pasca panen, seperti pengolahan lahan, penentuan

varietas, penggunaan benih unggul, penentuan waktu tanam, pemupukan

berimbang yang tepat, pengaturan pengairan, dan teknis budidaya lainnya.

(46)

agroekosistem secara keseluruhan, sehingga dinamika dan variasi keadaan

agroekosistem sangat mempengaruhi komposisi pengendalian OPT yang

harus dilakukan (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2013).

Metode penyuluhan sekolah lapangan lahir berdasarkan atas dua tantangan

pokok, yaitu keanekaragaman ekologi dan peran petani sebagai manager

(ahli PHT) di lahannya sendiri. Pengendalian Hama Terpadu sulit

dituangkan melalui model penyuluhan biasa (poster, ceramah, dan lainnya),

antara lain karena keanekaragaman ekologi daerah tropik. Oleh karena itu

PHT mutlak bersifat lokal dan memberikan solusi kepada masyarakat petani

kakao. Pengendalian hama terpadu adalah pengelolaan agroekosistem

dalam memanipulasi alam agar tidak menguntungkan bagi perkembangan

OPT, sehingga kehilangan hasil akibat OPT dapat ditekan. Oleh sebab itu

mengubah petani agar menjadi manajer lahannya/ahli PHT pada dasarnya

merupakan pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber

daya manusia menuju pertanian berkelanjutan petani merupakan sumber

daya masyarakat tani itu sendiri yang mampu mengelola budidaya tanaman

sehat secara berkesinambungan.

Kegiatan sekolah lapangan dilaksanakan dengan pola pertemuan mingguan

sebanyak 16 kali pertemuan, setiap pertemuan sebanyak 8 jam pelajaran.

Tempat kegiatan pembelajaran teori di ruang pertemuan kelompok tani,

sedangkan praktek lapangan dilaksanakan di kebun prektek yang telah

ditunjuk kelompok yaitu kebun peserta pelatihan. Pertemuan awal selama 3

(47)

kelompok SL-PHT kakao ke-1 sampai dengan ke-10 ialah menggunakan

dana APBD dan pertemuan SL-PHT kakao ke-11 hingga ke-16 ialah

menggunakan dana swadaya kelompok (Dinas Perkebunan Kehutanan

Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2011).

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu merupakan salah satu

kegiatan pendidikan non formal yang berupaya untuk meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan petani guna mewujudkan petani sebagai ahli

PHT, yaitu petani yang mampu mengatasi segala permasalahan di wilayah

kerja/lahan usahataninya secara mandiri. Penerapan PHT melalui metode

Sekolah Lapangan merupakan untuk mampu menjadi manajer di lahan

usahataninya (Dinas Perkebunan Kehutanan Tanaman Pangan dan

Hortikultura, 2011).

B.Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Indra (2010) meneliti tentang keunggulan kompetitif dan

komparatif dalam berusahatani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif usahatani kakao di

Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus.Hasil penelitian menunjukkan

bahwa: 1) Usahatani kakao di Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus

memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dengan nilai

PCR (Private Cost Ratio) sebesar 0,24139 dan nilai DRC (Domestic

(48)

Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus peka terhadap perubahan harga

output pada harga privat dan pada harga sosial. Kenaikan ataupun penurunan dari harga kakao akan mempengaruhi keunggulan kompetitif

dan keunggulan komparatif usahatani kakao di Kecamatan Limau

Kabupaten Tanggamus. Penerimaan usahatani kakao mulai diperoleh pada

saat tanaman berumur 3 tahun dengan harga jual rata-rata yang diterima

petani adalah Rp 21.167,00 per kg dan penerimaan tertinggi didapat pada

saat tanaman kakao berumur 13 tahun sebesar Rp 22.061.664,00 per kg.

Asiah (2011),meneliti tentang persepsi petani terhadap padi organik di

kecamatan pagelaran kabupaten Pringsewu. Hasil peneliitian menunjukkan

bahwa persepsi petani terhadap padi organik di Kecamatan Pagelaran

Kabupaten Pringsewu cukup baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan

persepsi petani terhadap padi organik adalah pengetahuan petani mengenai

padi organik, interaksi sosial petani, dan motivasi petani, sedangkan

faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan persepsi petani adalah pengalaman

berusahatani dan kebutuhan petani. Faktor-faktor yang paling berhubungan

dengan persepsi petani adalah pengetahuan petani mengenai padi organik,

dan terdapat perbedaan persepsi antara padi organik dan padi non organik.

Persepsi petani padi organik terhadap padi organik adalah pemasaran cukup

mudah, cukup unggul, produktivitas cukup tinggi dan cukup

menguntungkan, sedangkan persepsi petani padi non organik terhadap padi

organik adalah pemasaran sulit, kurang unggul, produktivitas rendah, dan

(49)

Damayanti W (2010), meneliti tentang persepsi petani terhadap budidaya

wijen di Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

persepsi terhadap budidaya wijen adalah baik. Faktor-faktor yang

berhubungan dengan persepsi terhadap budidaya wijen adalah pendidikan

non formal, pengalaman, lingkungan sosial, kedekatan, dan intensitas

stimuli, sedangkan hubungan yang tidak tidak signifikan diperoleh antara

usia, pendidikan formal, serta pendapatan petani dengan persepsi petani

terhadap budidaya wijen.

C.Kerangka Berpikir

Menurut Desinderato (1976) dalam Rakhmat (2004), persepsi adalah

pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus. Menurut Krech (1962)

dalam Thoha(1983), persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek

dan menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang berbeda.

Walgito (2010) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang

didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya

stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses persepsi tidak berhenti

begitu saja, stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan

proses persepsi. Proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan,

dimana proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses

(50)

individu menerima stimulus melalui indera. Stimulus yang diindera itu

kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterprestasikan, sehingga

individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera dan proses ini

disebut persepsi.

Menurut Mar’at (1982) dalam Walgito (2004), persepsi merupakan proses

pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognitif. Persepsi

dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman proses belajar, cakrawala dan

pengetahuannya. Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi

memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat dan pengetahuan,

cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologik tersebut. Melalui

komponen kognitif ini akan timbul ide baru kemudian konsep dari apa yang

dilihat. Karakteristik individual yang turut berpengaruh dalam motivasi

adalah kebutuhan dan pengetahuan.

Tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao. oleh karena

itu bagaimana tingkat persepsi dalam SL-PHT kakao jika dilihat dari

pengendalian hama dan penyakit untuk meningkatkan produktivitas dan

pendapatan usahatani kakao. Tingkat persepsi petani terhadap program

SL-PHT kakao dalam peningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani

kakao mempunyai beberapa indikator meliputi manfaat, persyaratan,

pelaksanaan, dan pendanaan program SL-PHT dalam budidaya kakao.

Penerapan program SL-PHT dalam budidaya kakao agar dapat memenuhi

(51)

yang di terima petani dapat diterapkan diusahatani kakao yang mereka

usahakan dan mempengaruhi pendapatan petani. Persyaratan SL-PHT

kakao adalah alat penyaring bagi peserta SL-PHT kakao untuk dapat

mengikuti dan menerapkan program SL-PHT kakao. Pelaksanaan SL-PHT

kakao akan mempengaruhi penerimaan materi yang akan di berikan kepada

peserta SL-PHT kakao. Pendanaan program SL-PHT kakao di dapat dari

kelompok maupun APBD kabupaten.

Persepsi petani SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan

pendapatan dalam usahatani kakao akan berpengaruh positif terhadap

program pemerintah. Semakin baik penafsiran petani terhadap program

SL-PHT kakao dalam pemeliharaan ataupun budidaya kakao, maka akan

semakin baik pula persepsi petani dalam menerapkan program SL-PHT

kakao. Tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam

budidaya kakao dilihat dari petani dalam manfaat SL-PHT kakao,

persyaratan PHT kakao, pelaksanaan PHT kakao dan pendanaan

SL-PHT kakao dalam penerapan SL-SL-PHT kakao pada usahatani kakao. Tingkat

persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan

produktivitas kakao dan pendapatan berusahatani di identifikasi sebagai

variabel Y.

Hasibuan (2003) menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan

antara keluaran (output) dan masukan (input). Produktivitas adalah tingkat

efektifnya serangkaian atau satu faktor produksi yang digunakan untuk

(52)

satuan kuantitas per faktor produksi. Oleh karena itu produktivitas

usahatani kakao adalah tingkat produksi yang dihasulkan petani persatuan

ha yang di ukur dalam ton/ha per tahun.

Menurut Rakhmat (2004), pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi.

Pengalaman tidak hanya lewat proses belajar formal namun juga melalui

rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. Pengalaman petani kakao akan

dapat mempengaruhi budidaya kakao yang di usahakan petani kakao.

Tingkat pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga (Soekidjo dan Notoadmodjo, 2003).

Tingkat interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau

lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau

memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya (Bonner, 1994

dalam Ahmadi, 2002). Tingkat interaksi sosial petani dalam hal ini

informasi pengendalian hama dan penyakit tanaman dalam budidaya kakao

berdampak kepada meningkatkan produksi usahatani kakao yang

dibudidayakan. Oleh sebab itu semakin banyak informasi yang didapat,

maka diduga tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT dalam

(53)

Tingkat pemenuhan kebutuhan adalah merupakan suatu hal yang sangat

penting, bermanfaat, atau diperlukan untuk menjaga homeostasis dan

kehidupan itu sendiri (Mubarak dan Chayatin, 2008). kebutuhan hidup

petani anggota kelompok tani diduga akan berhubungan dengan tingkat

persepsi anggota kelompok terhadap penerapan pengendalian hama terpadu

dalam budidaya kakao.

Berdasarkan uraian tersebut, maka faktor-faktor yang diduga berhubungan

dengan tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan berusahatani kakao

diidentifikasi sebagai variabel X yaitu X1 (tingkat pengalaman petani

berusahatani kakao), X2 (tingkat pengetahuan petani), X3 (tingkat interaksi

sosial petani), X4 (tingkat pemenuhan kebutuhan hidup petani). Untuk

lebih jelasnya, maka hubungan antara faktor-faktor yang diduga

berhubungan dengan tingkat persepsi petani terhadap program

SL-PHTdalam meningkatkan produktivitasdan pendapatan berusahatani kakao

(Variabel Y), sehingga mempengaruhi produktivitas usahatani kakao dapat

(54)

Gambar 3.Kerangka pikir faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani faktor-faktor yang diduga berhubungan

dengan persepsi petani terhadap (X)

Tingkat Pengalaman Petani

berusahatani kakao(X1) Tingkat persepsi petani terhadap

(55)

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diajukan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

1) Diduga terdapat hubungan antara tingkat pengalaman petani

berusahatani kakao dengan tingkat persepsi petani terhadap program

SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan

usahatani kakao.

2) Diduga terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan petani dengan

tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao.

3) Diduga terdapat hubungan antara tingkat interaksi sosial petani dengan

tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao.

4) Diduga terdapat hubungan antara tingkat pemenuhan kebutuhan hidup

petani dengan tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao

(56)

III METODE PENELITIAN

A.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai

variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang diteliti dalam

penelitian ini meliputi faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat

persepsi terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas

dan pendapatan usahatani kakao yaitu: 1) tingkat pengalaman berusahatani

petani kakao (X1), 2) tingkat pengetahuan petani (X2), 3) tingkat interaksi

sosial petani (X3),dan 4) tingkat pemenuhan kebutuhan hidup petani

(X4),dengan tingkat persepsi petani terhadap program SL-PHT kakao dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani kakao (Y), sehingga

mempengaruhi produktivitas dan pendapatan usahatani kakao dengan asumsi

harga akan mempengaruhi.

1) Tingkat pengalaman berusahatani kakao (X1) adalah lamanya petani dalam

berusahatani kakao. Tingkat pengalaman petani berusahatani kakao dilihat

berdasarkan indikator a) lama berusahatani kakao , b) cara budidaya

tanaman kakao, (c) pengalaman petani dalam HPT (Hama Penyakit

Gambar

Gambar                                                                                                        Halaman
Tabel 1.Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas kakao  di Provinsi Lampung tahun 2007-2011
Tabel 2.  Luas areal dan produksi tanaman kakao di Kabupaten Pringsewu tahun 2010
Gambar 1.  Proses terjadinya persepsi (Gibson, 1989)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian terlihat juga dari teknik dan cara penulisan pada huruf-huruf di prasasti yang telah ditemukan dimana itu menjadi bukti dalam menunjukkan bahwa

Untuk Mahasiswa yang akan menempuh mata kuliah elektif agar mendaftar di Bagian Akademik Fakultas Peternakan Univ.. Untuk Mata Kuliah Elektif, kuliah dan praktikum

Dengan statistik perkembangan perangkat keras dan infrastruktur seperti yang telah disebutkan, dibutuhkan profil lulusan dari rumpun keilmuan komputer yang

Sesuai dengan inti dari jiwa kewirausahaan yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui berfikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pengawasan Oleh Kepala UPT Ciawi Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman Kabupaten Bogor telah dilaksanakan dengan baik,

Berdasarkan hasil uji-t, dapat disimpulkan bahwa secara persial (individu), variabel komunikasi organisasi berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja, sedangkan variabel

Meski dibumbui oleh berbagai isu seperti Holocaust dan berdirinya Negara Israel, yang membuat bangsa yahudi Amerika juga berada dalam pusaran konflik kepentingan, namun

Pada bagian ini dijelaskan mengenai identifikasi kekuasaan untuk setiap komunitas melalui aktor yang berperan, kepentingan terhadap hutan, mekanisme akses dan bundle of