• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASAS TRANSPARANSI DALAM PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST DI UNIVERSITAS LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ASAS TRANSPARANSI DALAM PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST DI UNIVERSITAS LAMPUNG"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

AZAS TRANSPARANSI DALAM PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST

DI UNIVERSITAS LAMPUNG Oleh:

Ayang Widi Pratiwi

Penerapani asas-asas good governance pada penerimaan CPNS yang telah diberikan kepada Pemerintah Daerah Otonom, pelaksanaannya harus diperhatikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Kesemua prinsip-prinsip good governance harus menjadi pedoman bagi Universitas Lampung dalam menjalankan kewenangan penerimaan CPNS dengan sistem CAT, khususnya asas transparansi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan azas transparansi pada proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung dan apakah proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung sudah sesuai dengan azas transparansi.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa penerapan azas transparansi pada proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung ditujukan untuk membangun kepercayaan publik kepada Universitas Lampung sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Penerapan prinsip tranparansi tercapai melalui kemudahan dan kebebasan publik untuk memperoleh informasi dari Universitas Lampung. Proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung sudah sesuai dengan azas transparansi dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, tetapi dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Belum maksimalnya transparansi dikarenakan oleh kekurangan CAT pada proses seleksi administrasi awal juga tidak dijelaskan kriteria penyaringan peserta untuk bisa lolos seleksi Administrasi.

(2)

ASAS TRANSPARANSI DALAM PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST

DI UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

AYANG WIDI PRATIWI

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

MAGISTER HUKUM

Pada

Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(3)

ASAS TRANSPARANSI DALAM PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST

DI UNIVERSITAS LAMPUNG (Tesis)

Oleh:

Ayang Widi Pratiwi

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)

Halaman

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Transparansi Good Governance ... 18

B. Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 28

C. Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) ... 35

D. Computer Assisted Test (CAT) ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendeketan Masalah ... 44

B. Sumber dan Jenis Data ... 45

C. Penentuan Narasumber ... 46

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 47

E. Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Universitas Lampung ... 50

B. Pelaksanaan Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT Di Universitas Lampung ... 53

C. Penerapan Asas Transparansi Pada Proses Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT di Universitas Lampung ... 67

D. Analisis Proses Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT di Universitas Lampung Dengan Penerapan Asas Transparansi ... 81

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

(5)
(6)
(7)
(8)

MOTO

"... Karena sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan

(9)

PERSEMBAHAN

I dedicate this thesis to ALLAH SWT

My Beloved Parents Didi Pramudya Mukhtar, S.H. (Alm) and Laksamana Dewi, S.P. My Grand Mother Siti Hanifah Badri Nawar

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ayang Widi Pratiwi, akrab dipanggil Ayang.

Penulis dilahirkan di Trimomukti, 21 Januari 1990 sebagai anak

pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Didi Pramudya Mukhtar

S.H (Alm.) dan Laksamana Dewi, S.P.

Penulis mengawali pendidikannya di TK Dharmawanita Unila Bandar Lampung

pada tahun 1993, TK Kautsar Bandar Lampung pada tahun 1994, SD

Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 1995, SMP Al-Al-Kautsar Bandar Lampung

pada tahun 2001, SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2004. Pada Tahun

2011 penulis mendapat gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Lampung. Pada Tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa pada pada

(11)

Halaman

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Transparansi Good Governance ... 18

B. Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 28

C. Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) ... 35

D. Computer Assisted Test (CAT) ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendeketan Masalah ... 44

B. Sumber dan Jenis Data ... 45

C. Penentuan Narasumber ... 46

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 47

E. Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Universitas Lampung ... 50

B. Pelaksanaan Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT Di Universitas Lampung ... 53

C. Penerapan Asas Transparansi Pada Proses Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT di Universitas Lampung ... 67

D. Analisis Proses Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT di Universitas Lampung Dengan Penerapan Asas Transparansi ... 81

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

(12)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaannirrahim,

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas limpahan

rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

dengan judul “Asas Transparansi Dalam Penerimaan Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan Sistem Computer Assisted Test Di Universitas Lampung”.

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum pada Fakultas

Hukum Unversitas Lampung. Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam

penulisan tesis ini. Untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun dari

semua pihak untuk pengembangan dan kesempurnaan tesis ini. Penulis

menyelesaikan tesis ini tak lepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai

pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih tak

terhingga kepada :

1. Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. selaku Wakil Rektor Bidang

Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Lampung, atas waktu, bimbingan

dan nasehat-nasehat yang diberikan.

2. Bapak Prof. Dr. Hi. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Khaidir Anwar, S.H., M. Hum. Ketua Program Pascasarjana

Magister Hukum Universitas Lampung sekaligus selaku Penguji yang telah

memberikan pegarahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. selaku Sekretaris pada Program

Pascasarjana Magister Hukum Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing Utama yang telah

(13)

penyusunan tesis ini. Terimakasih atas ilmu yang telah bapak berikan.

7. Bapak Dr.H.S.Tisnanta,S.H.,M.H. selaku Penguji yang telah memberikan ide

serta saran dalam proses penyelesaian tesis ini.

8. Seluruh Dosen Program Pascasarjana Magister Hukum Unila.

9. Seluruh Staff Program Pascasarjana Magister Hukum Unila, terkhusus Bapak

Ahmad Zazili, S.H. , Mas Yudi dan Mba Rita.

10.Untuk Papa yang sangat kurindukan, terimakasih untuk smua ilmu kehidupan

yang telah Papa bekalkan kepadaku. Mama dan Tamong tercinta, terimakasih atas perhatian, kasih sayang dan do'a yang tak pernah henti mengiringi

perjalanan hidupku. Adikku Albarr untuk hangatnya persaudaraan.

11.Para Orang Tua Angkatku Bapak Harsono Sucipto, Ibu Retno, Ibu Enny dan

Ibu Taryati, terimakasih untuk dukungan dan izin kantor yang diberikan hehe. My officemates Uci Bun Bun , Teh Anne, Kak Rino, Kak Destiyan, Mas

Doni, Fajar, Heni, Pak Rustam, Mas Sisworo, keep kompak guys!

12.Keluarga Bapak Drs. H. Azwar Rais, M.M., atas doa dan perhatian kepadaku.

13.Teristimewa untuk seseorang yang Insha Allah akan menjadi teman hidupku Ari Ramanda Putra, S.H., You will forever be my always!

Semoga Allah SWT membalas setiap kebaikan yang telah diberikan dengan

pahala berlipat ganda. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Januari 2015

Penulis,

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manajemen sumber daya aparatur merupakan salah satu bagian terpenting dalam

suatu pemerintahan. Dalam suatu pemerintahan yang baik adalah pemerintahan

yang mampu memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat baik dari segi

kecepatan maupun ketepatan dalam pelayanan publik dan ketepatan sasaran bagi

masyarakat yang membutuhkan. Sehingga kebutuhan masyarakat terhadap

kepentingan pribadi dan umum dapat tercapai dengan maksimal. Pemerintah telah

melakukan upaya untuk meningkatkan kinerja sumber daya aparatur negara,

misalnya setiap tahun diadakan proses rekrutmen calon pegawai negeri sipil

(CPNS). Hal itu merupakan tindakan nyata pemerintah untuk meningkatkan

kinerja sumber daya aparatur negara karena melalui proses rekrutmen tersebut

diharapkan dapat mencetak sumber daya aparatur yang berkualitas dan mampu

bersaing dalam memberikan pelayanan kepada publik secara maksimal.

Seorang calon pegawai negeri sipil diharuskan memenuhi syarat-syarat yang telah

ditetapkan oleh pemerintah, sebagaimana menurut Pasal 1 Undang-Undang

(15)

dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat

pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau

diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan

perundang-undangan”.

Kemampuan Pemerintah dalam menghadapi era globalisasi dan pasar bebas dunia

sangat ditentukan oleh ketersediaan aparatur pemerintahan yang profesional, tidak

hanya terbatas pada fungsi sebagai abdi negara, akan tetapi yang lebih penting lagi

adalah dalam melaksanakan amanat sebagai abdi masyarakat. Kebutuhan terhadap

ketersediaan aparat aparatur pemerintahan yang profesional merupakan suatu

keharusan yang tidak dapat ditawar lagi, sebab pelaksanaan fungsi-fungsi

pemerintahan yang tergantung kepada aparat pelaksana yang berada di dalam

pemerintahan itu sendiri.

Perbaikan kinerja aparat pelaksana yang berada di dalam pemerintahan

merupakan suatu keharusan jika dikaitkan dengan perkembangan dan tuntutan

good governance yaitu profesionalisme, transparansi, akuntabilitas, penegakan etika dan moral dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pada dasarnya, Good governance diarahkan untuk mempraktikkan tata kelola pemerintahan yang ideal.1 Untuk mewujudkan hal tersebut, keberadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai

sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam rangka melaksanakan tata kelola

pemerintahan yang ideal yang berorientasi pemberian pelayanan umum kepada

masyarakat. PNS sebagai aparatur negara masih memiliki kinerja yang rendah.

1

(16)

Hal ini didasarkan pada kompetensi dan produktivitas PNS yang masih rendah

dan perilaku yang rule driven, paternalistik dan kurang profesional.2

Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara dalam penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN

berdasarkan pada asas: a. kepastian hukum; b. profesionalitas; c. proporsionalitas;

d. keterpaduan; e. delegasi; f. netralitas; g. akuntabilitas; h. efektif dan efisien; i.

keterbukaan; j. nondiskriminatif; k. persatuan dan kesatuan; l. keadilan dan

kesetaraan; dan m. kesejahteraan. Tetapi pada kenyataannya, penyelenggaraan

manajemen kepegawaian khususnya dalam upaya rekrutmen PNS dewasa ini,

masih dijumpai banyak permasalahan.

Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparatur birokrasi

merupakan salah satu indikasi kuat bahwa sistem rekrutmen yang selama ini

diterapkan dinilai kurang baik, terutama dari segi pelayanan publik (public sevicess). Munculnya isu penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang dilakukan oleh oknum-oknum aparatur pemerintahan melalui Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme (KKN) merupakan indikator penyimpangan yang terjadi didalam

penyelenggaraan manajemen kepegawaian selama ini khususnya dalam

penyelenggaraan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil selama ini.3

Kurangnya transparansi yang diterapkan oleh Pemerintah tersebut menimbulkan

persepsi negatif ditengah-tengah masyarakat, bahwa adanya penyalahgunaan

wewenang sehingga menimbulkan praktek KKN yang terjadi didalam proses

rekrutmen pegawai, baik dari proses penyusunan formasi hingga proses

2

http://www.bkn.go.id.keberadaan_Pegawai_Negeri_Sipil, diakses 28 OKtober 2014 22.25 WIB.

3

(17)

pelaksanaan seleksi. Padahal dizaman reformasi ini dituntut untuk bersih dan

transparan guna mewujudkan good governance dan clean government.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan bahwa setiap Instansi Pemerintah

wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis

jabatan dan analisis beban kerja. Pada dasarnya, pegawai merupakan komponen

yang dimiliki oleh organisasi yang digunakan untuk menggerakkan atau

mengelola sumber daya lainnya sehingga harus benar-benar dapat digunakan

secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan riil organisasi. Hal ini perlu dilakukan

perencanaan kebutuhan pegawai secara tepat sesuai beban kerja yang ada dan hal

tersebut dengan didukung oleh adanya proses rekrutmen yang tepat dan sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi, namun realitas dilapangan justru

jauh dari yang diharapkan. kondisi ini disebabkan karena PNS yang ada belum

kompeten dan profesional dikarenakan dalam seleksi belum didasarkan pada

kompetensi jabatan.

Tabel 1. Data Pertumbuhan Pegawai Negeri Sipil 2006-2013

Tahun Jumlah PNS Pertumbuhan (%)

2006 3.587.337 -1,66

2007 3.662.336 2,09

2008 3.725.231 1,72

2009 4.067.201 9,18

2010 4.083.360 0,4

2011 4.524.205 10,8

2012 4.598.100 1,63

2013 4.646.351 1,05

(18)

Berdasarkan data pertumbuhan PNS tahun 2006 hingga tahun 2013, di tahun

2011, pertumbuhan PNS mengalami kenaikan yang sangat signifikan sebesar

10,8% atau terjadi seleksi sebesar 440.845 pegawai, sementara kebutuhan PNS

saat itu hanya 300.000 pegawai. terjadi penggelembungan jumlah penerimaan

lebih dari 100.000 pegawai. Sebagian besar pegawai yang direkrut berasal dari

pegawai honorer dan tidak dilakukan analisis beban kerja serta analisis kebutuhan

jabatan secara efektif.4 Hal tersebut berimbas pada kompetensi pegawai hasil

rekruitmen tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga capaian output

ataupun outcomes organisasi tidak bisa dirain secara maksimal.

Kecenderungan dalam sistem seleksi CPNS yang dilaksanakan selama ini belum

sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan organisasi. Hal ini secara umum

disebabkan oleh proses seleksi CPNS yang masih kurang transparan, dan ini yang

menjadi pendorong timbulnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), sehingga

dapat menghambat efektivitas dan profesionalisme kepegawaian, banyak kritik

disuarakan oleh masyarakat bahwa pelayanan dari aparat pemerintah masih sangat

jauh dari yang diharapkan.

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada sistem rekruitmen CPNS secara

konvensional, baru-baru ini Badan Kepegawaian Negara (BKN) bersama

Kemenpan RB mengadakan Sistem seleksi CPNS dan promosi PNS secara

terbuka dengan pemanfaatan Computer Assisted Test (CAT) yang merupakan salah satu Quick Wins (layanan unggulan) BKN terhadap masyarakat. Dasar hukum penerapan CAT terdapat pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian

4

(19)

Negara (Perka BKN) Nomor 29 Tahun 2014 tentang Standar Operasional

Prosedur Pelaksanaan Tes Kompetensi Dasar Dengan Computer.

Rekrutmen dengan pemanfaatan CAT ini diharapkan mampu menghasilkan

sumber daya aparatur di Universitas Lampung yang bermutu pada tempat dan

waktu yang tepat sesuai dengan ketentuan hukum sehingga orang dan universitas

dapat saling menyeleksi berdasarkan kepentingan terbaik masing-masing dalam

jangka panjang maupun jangka pendek. Sistem CAT yang digunakan Universitas

Lampung ini disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, agar proses rekrutmen

yang dilakukan tidak hanya sekedar mengisi kekosongan pegawai atau hanya

sekedar mendapatkan SDM yang biasa saja, tetapi SDM yang berdedikasi tinggi

dan profesional dibidangnya.

Proses rekrutmen di Universitas Lampung dengan CAT seharunya lebih

memperhatikan asas transparansi dalam penyaringan sumber daya manusia

sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

Tentang Aparatur Sipil Negara. Tetapi pada kenyataannya sistem CAT bukanlah

penentu dalam proses seleksi CPNS di Universitas Lampung, karena setelah

dinyatakan lulus TKD dengan CAT peserta masih harus melalui tahap selanjutnya

yaitu Tes Kemampuan dan Tes Wawancara yang dilakukan secara konvensional.

Pada saat Tes Kemampuan dan Tes Wawancara inilah dimungkinkan masih dapat

terjadi banyak kecurangan dalam proses seleksi tersebut. Beberapa indikasi

kecurangan yaitu peserta yang lulus seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil namun

(20)

Masalah lain dalam proses seleksi CPNS di Universitas Lampung yaitu pada

tahap administrasi atau pemberkasan, karena pada proses seleksi administrasi

awal juga tidak dijelaskan kriteria penyaringan peserta untuk bisa lolos seleksi

administrasi. Bagi para peserta yang sudah dinyatakan lulus pada tiga tahap tes

seleksi kemudian dilanjutkan pada proses pemberkasan. Pada tahap ini lah dinilai

kelayakan berkas peserta, apabila persyaratan-persyaratan tidak sesuai yang telah

ditentukan oleh Universitas Lampung, maka yang peserta bersangkutan bisa

dicoret menjadi CPNS. Hal ini menunjukkan bahwa Universitas Lampung

sesungguhnya belum mempunyai komitmen untuk mewujudkan transparansi

dibidang pengadaan PNS.

Keseriusan Universitas Lampung dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan

yang ideal untuk mewujudkan Good Governance yang dimanifestasikan melalui CAT memang diakui sebagai inovasi memiliki kelebihan terutama dalam

meningkatkan efektivitas, transparansi sehingga dapat menjaring Sumber Daya

Manusia yang memiliki kapabilitas terbaik, untuk memberikan suport terhadap

kinerja pemerintahan yag lebih baik. Namun, di sisi lain masih abnyak terdapat

kekurangan yang harus diperbaiki agar tujuan dari CAT bisa tercapai secara

maksimal.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut tentang hal tersebut sehingga penulis memilih judul dalam tesis ini “Asas Transparansi Dalam Penerimaan Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Sistem

(21)

B. Permasalahan dan Ruang Linkup Penelitian

1. Perumusan Masalah

Sesuai dengan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah penerapan asas transparansi pada proses seleksi penerimaan

PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung?

b. Apakah proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas

Lampung sudah sesuai dengan asas transparansi?

2. Ruang Lingkup

Guna untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menghindari terjadinya

kesalah pahaman tentang pokok permasalahan yang dibahas maka penulis

memandang perlu adanya pembatasan permasalahan. Adapun yang menjadi ruang

lingkup dalam penulisan tesis ini adalah:

a. Dalam lingkup ilmu penelitian ini dibatasi pada lingkup Hukum Administrasi

Negara.

b. Dalam lingkup pembahasan pada penelitian ini dibatasi mengenai prinsip

transparansi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung.

Lokasi penelitian yang akan digunakan dalam penulisan ini yaitu di

Universitas Lampung sebagai lokasi dalam penelitian ini.

c. Sedangkan dalam ruang lingkup waktu penelitian ini dibatasi dalam

pelaksanaan prinsip transparansi dalam proses penerimaan PNS melaui sistem

(22)

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini adalah:

a. Untuk mengetahui prinsip transparansi pada penerimaan PNS melaui sistem

CAT di Universitas Lampung.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis penerimaan PNS melaui sistem CAT di

Universitas Lampung sudah sesuai dengan prinsip transparansi.

2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian memiliki manfaat teoritis dan

praktis. Adapun kedua kegunaan tersebut adalah:

a. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberi sumbangan pemikiran dalam

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum

Administrasi Negara menyangkut pelaksanaan prinsip transparansi dalam

mengenai proses penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas

Lampung. Penelitian ini juga diharapkan dapat menyempurnakan peraturan

hukum yeng menyangkut perekrutan PNS di lingkungan pendidikan.

b. Secara Praktis

Diharapkan penelitian ini memberi masukan kepada aparatur Negara dalam

pelaksanaan prinsip transparansi dalam mengenai proses penerimaan PNS

melaui sistem CAT sehingga dapat menjalankan tugas sesuai dengan

(23)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Pada hakikatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang abstrak.

Sekalipun abstrak tetapi ia dibuat untuk diimplementasikan dalam kehidupan

soaial sehari-hari. Oleh karena itu perlu adanya suatu kegiatan untuk mewujudkan

ide-ide tersebut ke dalam masyarakat. Rangkaian kegiatan dalam rangka

mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan merupakan suatu proses

penegakkan hukum.5

Pada penegakkan hukum bersinggungan dengan banyak aspek lain yang

melingkupinya. Suatu hal yang pasti, bahwa usaha untuk mewujudkan ide atau

nilai selalu melibatkan lingkungan serta berbagai pengaruh faktor lainnya. Oleh

karena itu penegakkan hukum tidak dilihat berdiri sendiri, melainkan selalu

berada dia antara berbagai faktor. Dalam konteks yang demikian itu, titik tolak

pemahaman terhadap hukum tidak sekedar “rumusan hitam putih” yang ditetapkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan. Hukum

hendaknya dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati di dalam masyarakat,

antara lain melalui tingkah laku warga masyarakat.

Hukum bergerak di antara dua dunia yang berbeda, baik dunia nilai maupun dunia

sehari-hari (realitas sosial). Akibatnya, sering terjadi ketegangan di saat hukum itu

diterapkan. Ketika hukum yang sarat dengan nilai-nilai itu hendak diwujudkan,

maka harus berhadapan dengan berbagai macam faktor yang mempengaruhi dari

lingkungan sosialnya. Berbicara soal hukum sebagai suatu sistem, maka menurut

5

(24)

Lawrence M. Friedman, mengemukakan adanya komponen-komponen yang

terkandung dalam hukum yaitu :6

a. Komponen Struktur (Legal Structure)

b. Komponen Substansi (Legal Substance)

c. Komponen Kultural (Legal Culture)

Komponen struktur adalah kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum

seperti pengadilan negeri, pengadilan administrasi yang mempunyai fungsi untuk

mendukung bekerjanya sistem hukum itu sendiri. Komponen struktur ini

memungkinkan pemberian pelayanan dan penggarapan hukum secara teratur.

Komponen substansi berupa norma-norma hukum, baik itu peraturan-peraturan,

keputusankeputusan dan sebagainya yang semuanya dipergunakan oleh para

penegak hukum maupun oleh mereka yang diatur.

Apabila kita hendak melihat hukum sebagai suatu sistem sebagaimana telah

diuraikan di atas, maka penegakan hukum sebagai suatu proses akan melibatkan

berbagai macam komponen yang saling berhubungan, dan bahkan ada yang

memiliki tingkat ketergantungan yang cukup erat. Akibatnya, ketiadaan salah satu

komponen dapat menyebabkan inefficient maupun useless sehingga tujuan hukum yang dicita-citakan itu sulit terwujud. Komponen-komponen tersebut meliputi

substantive law, prosedural law, decision rules, dan decision habits. Komponen-komponen personel, dalam hal ini menyangkut manusianya, merekalah yang

membuat, melaksanakan maupun yang terkena sasaran peraturan.

6

(25)

Untuk melaksanakan pengelolaan kelembagaan melalui prinsip-prinsip

pengelolaan yang baik dan benar. Diantaranya adalah asas Transparansi dan

Akuntabailitas yang merupakan bagian dari prinsip Good corporate governance.

Dengan diundangkannya Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara, yang memberikan keleluasaan penuh kepada

daerah untuk mengelola kelembagaannya semakin banyak tanggung jawab yang

dipikul organisasi.

Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Menurut

Sedarmayanti hal ini dikarenakan adanya tuntutan gencar yang dilakukan oleh

masyarakat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik

adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan

masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi.7

Sedangkan Sadu Wasistiono mengemukakan bahwa tuntutan adanya good governance ini timbul karena adanya penyimpangan dalam penyelenggaraan demokratisasi sehingga mendorong kesadaran warga Negara untuk menciptakan

sistem atau paradigma baru untuk mengawasi jalanya pemerintahan agar tidak

melenceng dari tujuan semula. Tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara

yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan

7

(26)

fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan dapat diwujudkan

dengan mempraktekan goodgovernance.8

Sebagaimana telah ditegaskan oleh Lembaga Adminsitrasi Negara, bahwa

governace adalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam meyediakan

public goods and services. Praktek terbaiknya disebut sebagai good governance

Word Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pemerintahan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan

prinsip demokrasi dan pasar yang efisien , penghindaran salah alokasi dana

investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrasi,

menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework

bagi tumbuhnya aktivitas usaha.9

Good dalam good governence menurut LAN mengandung dua pengertian.

Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan /kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian

tujuan (nasional) kemandirian pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial.

Kedua, aspek aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berdasarkan

pengertian ini, LAN kemudian mengemukakan bahwa good governance

berorientasi pada dua hal yaitu, Pertama orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional dan Kedua aspek-aspek fungsional dari

8

Sadu Wasistiono, Kapita SelektaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokus Media, Bandung, 2003, hlm. 28

9

(27)

pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya utkmencapaiu

tujuan-tujuan tersebut.10

Selanjutnya berdasarkan uraian di atas LAN menyimpulkan bahwa good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggungjawab serta efisien, dengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat.

Konsep mengenai good governance (kepemerintahan yang baik) dapat ditemukan juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 dalam penjelasan Pasal

2 (d) mengartikan kepemerintahan yang baik “kepemimpinan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas,

transparansi, eplayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum

dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”.11

Menurut Ghambir Bhatta sebagaimana dikutip Sedarmayanti mengungkapkan

“unsur-unsur utama governance (bukan prinsip) yaitu: akuntabilitas

(Accountability), transparansi (Transparacy), keterbukaan (openess), dan aturan hukum (rule of law) ditambah dengan kompetensi managemen (managemen competence) dan hak-hak asasi manusia (humanright). Tidak jauh berbeda, Ganie Rahman, menyebutkan ada empat unsur utama yaitu accountability, adanya kerangka hukum (rule of law), informasi dan transparansi.12

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini difokuskan pada prinsip

transparansi dalam proses seleksi Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan good

10

Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Akuntabilitas Dan Good Goverenance, Jakarta, 2000 hlm. 6.

11

Ibid, hlm. 8.

12

(28)

governance dan clean government. Good governance di Indonesia tidak terlepas dari semangat penegakan demokrasi. Istilah demokrasi mengisyaratkan setidaknya

ada tiga elemen penting yang harus diperhatikan yaitu transparansi, akuntabilitas,

dan keadilan. Transparansi merupakan suatu kebebasan untuk mengakses aktivitas

politik dan ekonomi pemerintah dan keputusan-keputusannya. Akuntabilitas

mengandung arti pertanggungjawaban, baik oleh orang-orang maupun

badan-badan yang dipilih, atas pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya. Konsep

keadilan berarti bahwa masyarakat diperlakukan secara sama di bawah hukum,

dan mempunyai derajat yang sama dalam partisipasi politik dalam

pemerintahannya.13

Transparansi dan akuntabilitas merupakan atribut yang terpisah. Akan tetapi, dua

istilah yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan akuntabilitas

memerlukan transparansi. Menurut Krina P. akuntabilitas bermakna

pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi

kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintahan sehingga mengurangi

penumpukan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances system)”. Sedangkan transparansi adalah prinsip yang menjamin

akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang

penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan,proses

pembuatan dan palaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.14 Reformasi di

bidang transparansi dan akuntabilitas ini juga didukung oleh Peraturan Pemerintah

Nomor 98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil telah dinyatakan

13

Taliziduhu Ndraha, Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 83.

14

(29)

secara tegas bahwa kegiatan pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus diumumkan

dengan seluas-luasnya oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang

ditunjuk, sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 5 merupakan data terbuka

yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh masyarakat.

Good governance untuk mewujudkan pelayanan berkualitas dan kesejahteraan masyarakat, masih belum direalisasikan secara optimal. Pemerintah sebagai

penyelenggara Negara, dunia usaha, dan masyarakat masih terlibat dalam konflik

kepentingan untuk memperjuangkan keinginan ataupun keuntungan

masing-masing. Konflik kepentingan inilah yang dapat memicu terjadinya nepotisme

dalam sekt, sehingga dari maraknya nepotisme yang terjadi saat ini khususnya

pada sektor pemerintah mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

pengadaan dan seleksi CPNS. Salah satu cara untuk mengembalikan tingkat

kepercayaan masyarakat dan juga untuk mewujudkan tercapainya good governance adalah dengan menerapkan transparansi dan akuntabilitas dalam segala tindakan penyelenggara Negara. Salah satu caranya adalah dengan cara

mempublikasikan hasil seleksi CPNS yang dibuat oleh pemerintah daerah maupun

pemerintah pusat. Sehingga masyarakat dapat mengelahui hasil tes seleksi yang

mereka ikuti.

2. Kerangka Konseptual

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, jika

masalah dan konsep teoretisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui fakta

mengenai pokok perhatian dan suatu konsep adalah defenisi dari suatu yang

(30)

adanya gejala empiris. Adapun Konseptual yang digunakan dalam penulisan tesis

ini adalah sebagai berikut:

a. Transparansi adalah prinsip yang menjamain akses atau kebebasan bagi setiap

orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan ,

yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta

hasil-hasil yang dicapai. Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi

pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi

mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik.

Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang

sehat, toleran, dan kebijakan dibuat beradsarkan preferensi publik.15

b. Pegawai Negeri adalah warga Negara Republik Indonesia yang telah

memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan

diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas Negara lainnya,

dan gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.16

c. Sistem Computer Assisted Test (CAT) adalah metode seleksi menggunakan Software dengan alat bantu computer yang digunakan untuk mendapatkan

standar minimal kompetensi dasar bagi pelamar CPNS. Suatu upaya

mewujudkan tuntutan masyarakat dalam perekrutan PNS yang adil, sekaligus

sebagai sarana untuk menghasilkan tenaga professional, BKN telah

membangun sistem rekrutmen dan seleksi berbasis kompetensi secara

komputerisasi.17

15

Meuthia Ganie Rahman, Good Governance, Prinsip, Komponen, dan Penerapanya dalam Hak Asasi Manusia (Penyelenggaraan Negara Yang Baik ), Penerbit Komnas HAM, Jakarta, 2000, 151.

16

Rozali Abdullah, Hukum Kepegawaian, Rajawali, Jakarta, 1986, hlm. 15

17

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip Transparansi Good Governance

Mengacu pada World Bank dan UNDP, orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance. Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Sementara itu World Bank

mendefinisikan good governance suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip

demokrasi pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan

pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan

disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.18

Good Governance sendiri kemudian banyak dikembangkan oleh berbagai penulis, dengan masing-masing argumentasi dan justifikasi, sehingga disebut sebagai a rather confusing variety of catchword, sebagai suatu konsep yang has come to mean too many different things. Walaupun demikian, pada pokoknya ada suatu kesamaan, atau common denominator dalam semua definisi tentang Good Governance, yaitu bahwa pembangunan harus Untuk sebagian besar bergantung

18

(32)

pada proses administrasi dan hukum yang baik, di mana masing-masing negara

harus menemukan konsensus pragmatis sendiri antara berbagai tujuan

pembangunan.

Sementara itu menurut W.S Sayre mengemukakan pengertian pemerintahan

dengan cara yang lebih sederhana, yaitu: sebagai lembaga negara yang

terorganisir yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya, tetapi tidak

menyebutkan nama-nama kekuasaannya pada institusi tertentu. Pemerintah

merupakan suatu badan penyelenggaraan atas nama rakyat untuk mencapai tujuan

negara. Jadi pemerintah yang dalam kamus bahasa Indonesia berarti yang

mengatur, atau yang memerintah itu dapat diartikan sebagai lembaga eksekutif.

Pemerintahan seharusnya bekerja dengan baik atau good governance yaitu harus transparan, akuntabel, punya daya tanggap yang tinggi terhadap tuntutan

masyarakat, menegakkan hukum, profesional dan yang paling penting bebas

KKN. Apabila semua itu dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintahan

tersebut dapat disebut pemerintahan yang bersih atau clean goverment.19

Sedangkan good governance sendiri mengandung dua pengertian yaitu :20

1) Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan

nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan

nasional; kemandirian; pembanguanan berkelanjutan (sustenaible development) dan berkeadilan sosial.

19

Sarundajang, Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah. Kata Hasta Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 273

20

(33)

2) Aspek-aspek fungsional pemerintahan yang efektif dan efisien dalam

pelaksanaan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan Negara UNDP memberikan

beberapa kriteria karakteristik pelaksanaan good governance, yaitu:21

1) Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang

dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar

kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif;

2) Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu; 3) Transparency, transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh

informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara

langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan;

4) Responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder;

5) Consensus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas;

6) Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan;

7) Efficiency and Effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif);

8) Accountability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan;

21

(34)

9) Strategic vision, penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari KKN, Bab III Pasal 3

ditetapkan bahwa asas umum penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari

KKN meliputi :

1) Asas Kepastian Hukum

Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam

setiap kebijakan penyelenggara negara.

2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara

Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan

keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara

negara.

3) Asas Kepentingan Umum

Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif

4) Asas Keterbukaan

Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak

(35)

5) Asas Proporsionalitas

Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara

hak dan kewajiban Penyelenggaraan Negara.

6) Asas Profesionalisme

Asas Profesionalisme adalah asas yang mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

7) Asas Akuntabilitas

Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari kegiatan Penyelenggaraan Negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pemerintahan daerah yang baik telah menerapkan prinsip atau karakteristik

tersebut dalam penyelenggaraan kekuasaan negara di tingkat lokal dalam segala

aspek kehidupan. Hal ini dapat mencakup aspek hukum, politik, ekonomi, dan

sosial yang terkait erat dengan tugas dan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintahan daerah secara

spesifik dapat dijadikan sebagai indikator dari berjalannya pemerintahan daerah

yang baik antara lain sebagai berikut:22

1) Terciptanya kebutuhan dan pelayanan publik yang baik

2) Terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat lokal

22

(36)

3) Pemerintahan daerah yang bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme

(KKN)

4) Hubungan yang sinergis diantara para pihak (stakeholders) yang terdapat dalam local governance.

Keterlibatan semua pihak termasuk pula pejabat penyelenggara kekuasaan negara

di tingkat daerah (kepala daerah, perangkat daerah, DPRD, dan instansi vertikal di

daerah), sektor swasta di daerah dan masyarakat/organisasi masyarakat sipil di

daerah. Apabila prinsip/karakteristtik tersebut belum diterapkan, pemerintahan

daerah relatif belum terwujud dengan baik sesuai dengan prinsip tata kelola

pemerintahan daerah yang baik (goodlocal governance).

Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan

seumberdaya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi.

Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainya

yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang

berkepentingan.23 Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsive

terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Transparansi adalah prinsip yang menjamain akses atau kebebasan bagi setiap

orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan , yakni

informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta hasil-hasil

23

(37)

yang dicapai.24 Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan.

Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap

aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik. Keterbukaan informasi

diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan

kebijakan dibuat beradsarkan preferensi publik.25

Makna dari transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat

dilihat dalam dua hal yaitu salah satu wujud pertanggung jawaban pemerintah

kepada rakyat, dan upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan

penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek

kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Sedangkan transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam

hubungannya dengan pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap

beberapa hal berikut ;26

1) publikasi dan sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah,

2) publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang

berbagai perizinan dan prosedurnya,

3) publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja dari pemerintah

daerah,

24

(38)

4) transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak

proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga, dan

5) kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur, benar dan

tidak diskriminatif dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

Selanjutnya dalam penyusunan peraturan daerah yang menyangkut hajat hidup

orang banyak hendaknya masyarakat sebagai stakeholders dilibatkan secara proporsional. Hal ini disamping untuk mewujudkan transparansi juga akan sangat

membantu pemerintah daerah dan DPRD dalam melahirkan Peraturan Daerah

yang accountable dan dapat menampung aspirasi masyarakat.

Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan

terhadap setiap informasi terkait seperti berbagai peraturan dan

perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah dengan biaya yang minimal. Informasi

sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa yang

bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus

informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk kemudian) dapat

dipantau.

Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan

keputusan dan implementasi kebijakan publik. Sebab, penyebarluasan berbagai

informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan

kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambil

(39)

tersedia, tapi juga relevan dan bisa dipahami publik. Selain itu, transparansi ini

dapat membantu untuk mempersempit peluang korupsi di kalangan para pejabat

publik dengan “terlihatnya” segala proses pengambilan keputusan oleh

masyarakat luas.27

Dalam impelmentasi di pemerintah daerah Seringkali kita terjebak dalam

“paradigma produksi” dalam hal penyebarluasan informasi ini; seakanakan

transparansi sudah dilaksanakan dengan mencetak leaflet suatu program dan

menyebarluaskannya ke setiap kantor kepala desa, atau memasang iklan di surat

kabar yang tidak dibaca oleh sebagian besar komponen masyarakat. Pola pikir ini

perlu berubah menjadi“paradigma pemasaran”, yaitu bagaimana masyarakat menerima informasi dan memahaminya.

Untuk mewujudkannya dalam pelaksanaan administrasi publik sehari-hari,

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:28

a. Pertama, kondisi masyarakat yang apatis terhadap program-program pembangunan selama ini membutuhkan adanya upaya-upaya khusus untuk

mendorong keingintahuan mereka terhadap data/informasi ini. Untuk itu,

dibutuhkan adanya penyebarluasan (diseminasi) informasi secara aktif kepada

seluruh komponen masyarakat, tidak bisa hanya dengan membuka akses

masyarakat terhadap informasi belaka.

b. Kedua, pemilihan media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi dan substansi/materi informasi yang disebarluaskan sangat bergantung pada

27

Max H. Pohan, Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good Governance) dalam Era Otonomi Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 1 Oktober 2000, hlm. 2

28

(40)

segmen sasaran yang dituju. Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat

awam sangat berbeda dengan yang dibutuhkan oleh organisasi nonpemerintah,

akademisi, dan anggota DPRD, misalnya. Selain itu, seringkali cara-cara dan

media yang sesuai dengan budaya lokal jauh lebih efektif dalam mencapai

sasaran daripada “media modern” seperti televisi dan surat kabar.

c. Ketiga, seringkali berbagai unsur nonpemerintah misalnya pers, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) lebih efektif untuk

menyebarluaskan informasi daripada dilakukan pemerintah sendiri. Untuk itu,

penginformasian kepada berbagai komponen strategis ini menjadi sangat

penting.

Agus Dwiyanto mendefinisikan transparansi sebagai penyediaan informasi

tentang pemerintahan bagi publik dan dijaminnya kemudahan di dalam

memperoleh informasi-informasi yang akurat dan memadai. Dari pengertian

tersebut dijelaskan bahwa transparansi tidak hanya sekedar menyediakan

informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, namun harus disertai dengan

kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi tersebut.29

Agus Dwiyanto mengungkapkan tiga indikator yang dapat digunakan untuk

mengukur tingkat transparansi penyelenggaraan pemerintahan. Pertama,

mengukur tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik.

Persyaratan, biaya, waktu dan prosedur yang ditempuh harus dipublikasikan

secara terbuka dan mudah duiketahui oleh yang membutuhkan, serta berusaha

menjelaskan alasannya. Indikator kedua merujuk pada seberapa mudah peraturan

29

(41)

dan prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang

lain. Aturan dan prosedur tersebut bersifat “simple, straightforward and easy to apply” (sederhana, langsung dan mudah diterapkan) untuk mengurangi perbedaan

dalam interpretasi. Indikator ketiga merupakan kemudahan memperoleh informasi

mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Informasi tersebut

bebas didapat dan siap tersedia (freely dan readily available).30

Dengan melihat uraian di atas, prinsip transparansi pemerintahan paling tidak

dapat diukur melalui sejumlah indikator sebagai berikut:

a. Adanya sistem keterbukaan dan standarisasi yang jelas dan mudah dipahami

dari semua proses-proses penyelenggaraan pemerintahan.

b. Adanya mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang

proses-proses dalam penyelenggaraan pemerintahan.

c. Adanya mekanisme pelaporan maupun penyebaran informasi penyimpangan

tindakan aparat publik di dalam kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.

B. Pegawai Negeri Sipil (PNS)

1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Unsur manusia dalam suatu organisasi sangat menentukan sekali karena berjalan

tidaknya suatu organisasi kearah pencapaian tujuan yang ditentukan tergantung

kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut ke arah

yang telah ditetapkan. Manusia yang terlibat dalam organisasi ini disebut juga

pegawai. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan pendapat beberapa ahli

mengenai defenisi pegawai.

30

(42)

A.W. Widjaja berpendapat bahwa pegawai adalah merupakan tenaga kerja

manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa

dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja

sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi). Pegawai adalah orang-orang

yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintah

maupun dalam badan-badan usaha.31

Selanjutnya Musanef memberikan definisi pegawai sebagai pekerja atau worker

adalah, mereka yang secara langsung digerakkan oleh seorang manajer untuk

bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga

menghasilkan karya-karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan

organisasi yang telah ditetapkan.32

Berdasarkan beberapa defenisi pegawai yang telah dikemukakan para ahli tersebut

di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah pegawai mengandung pengertian sebagai

berikut:

a. Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud

memperoleh balas jasa atau imbalan kompensasi atas jasa yang telah

diberikan.

b. Pegawai di dalam sistem kerja sama yang sifatnya pamrih.

c. Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja

(majikan).

d. Kedudukan sebagai penerima kerja itu diperoleh setelah melakukan proses

penerimaan.

31

A.W.Widjaja, Administraasi Kepegawaian. Rajawali, Bandung, 2006, hlm.113

32

(43)

e. Akan mendapat saat pemberhentian (pemutusan hubungan kerja antara

pemberi kerja dengan penerima kerja)

Adapun yang menjadi objek penelitian penulis pada penelitian ini adalah pegawai

negeri, maka ada dua pengertian pegawai negeri menurut Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu:

1) Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi

pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang

bekerja pada instansi pemerintah.

2) Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah

pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang

diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu

jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

3) Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi

syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat

pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi, baik itu organisasi

pemerintah maupun organisasi swasta. Dikatakan bahwa pegawai merupakan

modal pokok dalam suatu organisasi karena berhasil tidaknya suatu organisasi

dalam mencapai tujuannya tergantung pada pegawai yang memimpin dalam

melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam organisasi tersebut. Pegawai yang telah

(44)

pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta akan

mendapat imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dikerjakan.

2. Unsur-unsur Pegawai Negeri Sipil

Adapun unsur-unsur dari pegawai negeri, yaitu sebagai berikut:33

a. WNI yang telah memenuhi syarat menurut peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundangan yang mengatur tentang syarat-syarat yang dituntut bagi

setiap (calon) Pegawai Negeri untuk dapat diangkat oleh pejabat yang

berwenang adalah Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000, yang

meliputi:

1) Warga Negara Indonesia. Pembuktian bahwa seseorang itu adalah warga

negara Indonesia harus melampirkan akta kelahiran dan fotokopi KTP

yang masih berlaku.

2) Berusia minimal 18 (delapan belas) tahun dan minimal 35 (tiga puluh

lima) tahun dibuktikan dengan akta kelahiran dan fotokopi KTP yang

masih berlaku.

3) Tidak pernah dihukum atas keputusan hakim yang sudah mempunyai

kekuatan hukum yang tetap.

4) Tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat dalam sesuatu instansi,

baik instansi pemerintah maupun swasta.

5) Tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri atau Calon Pegawai Negeri

Sipil.

33

(45)

6) Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, dan keterampilan yang

diperlukan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang sesuai

dengan formasi yang akan diisi.

7) Berkelakuan baik (berdasarkan keterangan yang berwajib).

8) Berbadan sehat (berdasarkan keterangan dokter).

9) Sehat jasmani dan rohani.

10)Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Indonesia atau negara lain yang

ditetapkan oleh pemerintah.

11)Syarat lainnya yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.

b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

menegaskan bahwa pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai

kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentukan Pegawai

Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada

dasarnya kewenangan untuk mengangkat Pegawai Negeri berada ditangan

presiden sebagai kepala eksekutif, namun untuk (sampai) tingkat kedudukan

(pangkat) tertentu, presiden dapat mendegelasikan kewenangan kepada

pejabat lain dilingkungannya masing-masing. Kewenangan pengangkatan dan

pendegelasian tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah

Nomor 09 Tahun 2003.

c. Diserahi tugas dalam jabatan negeri.

Pegawai negeri yang diangkat dapat diserahi tugas, baik berupa tugas dalam

(46)

dan negara lainnya. Dimaksudkan dengan tugas dalam jabatan negeri apabila

yang dimaksudkan diberi jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk

didalamnya adalah jabatan dalam kesekretariatan lembaga negara serta

kepaniteraan di pengadilan-pengadilan, sedangkan tugas negara lainnya adalah

jabatan diluar bidang eksekutif seperti hakim-hakim pengadilan negeri dan

pengadilan tinggi. Di sini terlihat bahwa pejabat yudikatif di level pengadilan

negeri dan tinggi adalah pegawai negeri, sedangkan hakim agung dan

mahkamah (agung dan konstitusi) adalah pejabat negara.

d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Gaji adalah balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri

yang bersangkutan. Sebagai imbal jasa dari pemerintah kepada pegawai yang

telah mengabdikam dirinya untuk melaksanakan sebagaian tugas

pemerintahan dan pembangunan, perlu diberikan gaji yang layak baginya.

Dengan ada gaji yang layak secara relatif akan menjamin kelangsungan

pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan, sebab pegawai negeri

tidak lagi dibebani dengan pemikiran akan masa depan yang layak dan

pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sehingga bisa bekerja dengan professional

sesuai dengan sesuai dengan tuntunan kerjanya.

3. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil

Kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu Pegawai ASN sebagai unsur

(47)

a. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan

c. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rumusan kedudukan pegawai negeri didasarkan pada pokok-pokok pikiran bahwa

pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga

harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan dengan kata lain pemerintah

bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga harus mampu

menyelenggarakan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat

banyak.

Pegawai negeri mempunyai peranan yang amat penting sebab pegawai negeri

merupakan unsur aparatur negara untuk menjalankan pemerintahan dan

pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara. Kelancaran pelaksanaan

pemerintahan dan pembangunan nasional terutama sekali tergantung pada

kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung juga

kesempurnaan dari pegawai negeri (sebagai dari aparatur negara).

Dalam konteks hukum publik, PNS bertugas membantu presiden sebagai kepala

pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan, tugas melaksanakan

peraturan perundang-undangan, dalam arti kata wajib mengusahakan agar setiap

peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat. Di dalam melaksanakan

peraturan perundang-undangan pada umumnya, pegawai negeri diberikan tugas

kedinasan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. Sebagai abdi negara seorang

(48)

ideologi negara, kepada Undang-Undang Dasar 1945, kepada negara, dan kepada

pemerintah.

C. Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN)

Upaya pembinaan ASN di Indonesia secara lebih terarah telah menjadi perhatian

pemerintah sejak lama. Hal ini dapat dilihat dari telah direvisinya beberapa

undang-undang yang mengatur pegawai negeri sipil selama ini. Undang-Undang

No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974

tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang dinilai sudah tidak mampu lagi

mengakomodir perubahan-perubahan yang dibutuhkan pada masa itu, diubah

dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara mengatur

kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan Pegawai Negeri yang dilaksanakan

berdasarkan sistem karir dan sistem prestasi kerja.

Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dinyatakan dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 1 angka 21

adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan

derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban

kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas,

penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Manajemen

PNS ini diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan

pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Oleh karena itu, dibutuhkan

(49)

dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan system karier yang

dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Lebih lanjut dalam Pasal 25 ayat (1) UU tersebut dijelaskan bahwa kebijaksanaan

manajemen ASN mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi,

pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya ASN, pemindahan, gaji,

tunjangan, kesejahteraan,pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum.

Untuk mendukung implementasi UU tersebut di lapangan, telah diterbitkan

sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam

Negeri, Keputusan dan Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara, Keputusan dan Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian

Negara,Keputusan dan Surat Edaran Kepala Lembaga Administrasi Negara dan

lain-lain. Namun, kondisi empirik di lapangan menemui banyak kendala sehingga

banyak dari aturan-aturan tersebut tidak dapat berjalan secara efektif. Kesulitan

menerapkan peraturan perundang-undangan di lapangan sangat mempengaruhi

upaya pengembangan ASN.

Sebagai contoh adalah Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2011 tentang Penilaian

Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Proses penilaian pekerjaaan Pegawai Negeri

Sipil yang lebih dikenal dengan sebutan SKP (Sasaran Kerja PNS) sangatlah

subyektif. Unsur–unsur yang dijadikan dasar penilaian sangat sumir apabila dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaaan secara nyata sehari-hari karena setiap

unsur tersebut sangat sulit diukur keberhasilannya. Akibatnya, hasil penilaiannya

tidak mampu membedakan antara PNS yang berkinerja baik dengan mereka yang

(50)

Sejumlah peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan tampak kurang sejalan dengan

amanat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.Misalnya

tidak sinkronnya antara substansi Peraturan Pemerintah dengan UU. Disamping

itu, belum terdapat suatu sistem manajemen ASN yang integrasi.Artinya,

masing-masing sub sistem tidak saling mendukung dan dan tidak memiliki ikatan yang

erat satu sama lain. Contohnya adalah bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014 mengamanatkan pembinaan ASN didasarkan pada sistem prestasi kerja dan

sistem karier.

Kenyataannya, pengukuran kinerja ASN yang sekarang digunakan tidak relevan

lagi dan sistem karier PSN itu sendiri belum pernah terwujud. Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014 juga mengamanatkan untuk membentuk Komisi

Kepegawaian Negara seperti ditegaskan adalam Pasal 13 ayat (3). Namun, hingga

saat ini komisi tersebut belum terbentuk tanpa diketahui alasan yang jelas.

Selanjutnya, terdapat sejumlah institusi yang secara bersamasama menangani

kebijakan dan manajemen ASN tanpa ada kejelasan ruang lingkup kewenangan

dan koordinasinya satu sama lain.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 juga memiliki implikasi

terhadap manajemen ASN secara nasional khususnya di daerah. Menurut

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, pengelolaan kepegawaian daerah

sekurang-kurangnya, meliputi, perencanaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan,

pendidikan, pelatihan, penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan,

kedudukan, hak, kewajiban, tanggungjawab, larangan, sanksi, dan penghargaan.

Gambar

Tabel 1. Data Pertumbuhan Pegawai Negeri Sipil 2006-2013
Gambar 1. Bagan Prosedur Recruitment Melalui Sistem CAT

Referensi

Dokumen terkait

Struktur berpikir mahasiswa dengan tipe struktur berpikir konstruksi lengkap semu meliputi: membaca masalah, mengamati masalah ( interiorisasi masalah melalui persepsi ); mengamati

Hasil : Pemberian ekstrak etanol herba pegagan dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, dan 200 mg/kg BB mempunyai kemampuan menurunkan asam urat dalam darah mencit sebanding

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas produk, kualitas pelayanan, harga kompetitif dan reputasi toko, terhadap minat loyalitas pada Toko Mahkota

Dengan kata lain, program tindakan afirmatif tidak memperhitungkan masalah yang muncul dari fakta bahwa pekerjaan yang dilakukan perempuan cenderung

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel bauran pemasaran jasa yang terdiri dari produk, harga, tempat, promosi, orang, bukti fisik, dan proses secara

Untuk mengendalikan ketiga buah LED tersebut dibuat juga sebuah antarmuka pengguna berupa aplikasi berbasiskan Android yang dapat digunakan untuk mengirimkan

Pada model pembelajaran konvensional prestasi belajar matematika siswa yang memiliki sikap terhadap matematika tinggi sama dengan siswa yang memiliki sikap