ABSTRAK
AZAS TRANSPARANSI DALAM PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST
DI UNIVERSITAS LAMPUNG Oleh:
Ayang Widi Pratiwi
Penerapani asas-asas good governance pada penerimaan CPNS yang telah diberikan kepada Pemerintah Daerah Otonom, pelaksanaannya harus diperhatikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Kesemua prinsip-prinsip good governance harus menjadi pedoman bagi Universitas Lampung dalam menjalankan kewenangan penerimaan CPNS dengan sistem CAT, khususnya asas transparansi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan azas transparansi pada proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung dan apakah proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung sudah sesuai dengan azas transparansi.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa penerapan azas transparansi pada proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung ditujukan untuk membangun kepercayaan publik kepada Universitas Lampung sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Penerapan prinsip tranparansi tercapai melalui kemudahan dan kebebasan publik untuk memperoleh informasi dari Universitas Lampung. Proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung sudah sesuai dengan azas transparansi dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, tetapi dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Belum maksimalnya transparansi dikarenakan oleh kekurangan CAT pada proses seleksi administrasi awal juga tidak dijelaskan kriteria penyaringan peserta untuk bisa lolos seleksi Administrasi.
ASAS TRANSPARANSI DALAM PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST
DI UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
AYANG WIDI PRATIWI
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
MAGISTER HUKUM
Pada
Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas lampung
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
ASAS TRANSPARANSI DALAM PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST
DI UNIVERSITAS LAMPUNG (Tesis)
Oleh:
Ayang Widi Pratiwi
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Transparansi Good Governance ... 18
B. Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 28
C. Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) ... 35
D. Computer Assisted Test (CAT) ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendeketan Masalah ... 44
B. Sumber dan Jenis Data ... 45
C. Penentuan Narasumber ... 46
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 47
E. Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Universitas Lampung ... 50
B. Pelaksanaan Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT Di Universitas Lampung ... 53
C. Penerapan Asas Transparansi Pada Proses Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT di Universitas Lampung ... 67
D. Analisis Proses Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT di Universitas Lampung Dengan Penerapan Asas Transparansi ... 81
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
MOTO
"... Karena sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan
PERSEMBAHAN
I dedicate this thesis to ALLAH SWT
My Beloved Parents Didi Pramudya Mukhtar, S.H. (Alm) and Laksamana Dewi, S.P. My Grand Mother Siti Hanifah Badri Nawar
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ayang Widi Pratiwi, akrab dipanggil Ayang.
Penulis dilahirkan di Trimomukti, 21 Januari 1990 sebagai anak
pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Didi Pramudya Mukhtar
S.H (Alm.) dan Laksamana Dewi, S.P.
Penulis mengawali pendidikannya di TK Dharmawanita Unila Bandar Lampung
pada tahun 1993, TK Kautsar Bandar Lampung pada tahun 1994, SD
Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 1995, SMP Al-Al-Kautsar Bandar Lampung
pada tahun 2001, SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2004. Pada Tahun
2011 penulis mendapat gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Pada Tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa pada pada
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Transparansi Good Governance ... 18
B. Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 28
C. Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) ... 35
D. Computer Assisted Test (CAT) ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendeketan Masalah ... 44
B. Sumber dan Jenis Data ... 45
C. Penentuan Narasumber ... 46
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 47
E. Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Universitas Lampung ... 50
B. Pelaksanaan Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT Di Universitas Lampung ... 53
C. Penerapan Asas Transparansi Pada Proses Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT di Universitas Lampung ... 67
D. Analisis Proses Seleksi Penerimaan PNS Melaui Sistem CAT di Universitas Lampung Dengan Penerapan Asas Transparansi ... 81
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaannirrahim,
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
dengan judul “Asas Transparansi Dalam Penerimaan Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan Sistem Computer Assisted Test Di Universitas Lampung”.
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum pada Fakultas
Hukum Unversitas Lampung. Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam
penulisan tesis ini. Untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak untuk pengembangan dan kesempurnaan tesis ini. Penulis
menyelesaikan tesis ini tak lepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai
pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih tak
terhingga kepada :
1. Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. selaku Wakil Rektor Bidang
Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Lampung, atas waktu, bimbingan
dan nasehat-nasehat yang diberikan.
2. Bapak Prof. Dr. Hi. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Khaidir Anwar, S.H., M. Hum. Ketua Program Pascasarjana
Magister Hukum Universitas Lampung sekaligus selaku Penguji yang telah
memberikan pegarahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
4. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H. selaku Sekretaris pada Program
Pascasarjana Magister Hukum Universitas Lampung.
5. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing Utama yang telah
penyusunan tesis ini. Terimakasih atas ilmu yang telah bapak berikan.
7. Bapak Dr.H.S.Tisnanta,S.H.,M.H. selaku Penguji yang telah memberikan ide
serta saran dalam proses penyelesaian tesis ini.
8. Seluruh Dosen Program Pascasarjana Magister Hukum Unila.
9. Seluruh Staff Program Pascasarjana Magister Hukum Unila, terkhusus Bapak
Ahmad Zazili, S.H. , Mas Yudi dan Mba Rita.
10.Untuk Papa yang sangat kurindukan, terimakasih untuk smua ilmu kehidupan
yang telah Papa bekalkan kepadaku. Mama dan Tamong tercinta, terimakasih atas perhatian, kasih sayang dan do'a yang tak pernah henti mengiringi
perjalanan hidupku. Adikku Albarr untuk hangatnya persaudaraan.
11.Para Orang Tua Angkatku Bapak Harsono Sucipto, Ibu Retno, Ibu Enny dan
Ibu Taryati, terimakasih untuk dukungan dan izin kantor yang diberikan hehe. My officemates Uci Bun Bun , Teh Anne, Kak Rino, Kak Destiyan, Mas
Doni, Fajar, Heni, Pak Rustam, Mas Sisworo, keep kompak guys!
12.Keluarga Bapak Drs. H. Azwar Rais, M.M., atas doa dan perhatian kepadaku.
13.Teristimewa untuk seseorang yang Insha Allah akan menjadi teman hidupku Ari Ramanda Putra, S.H., You will forever be my always!
Semoga Allah SWT membalas setiap kebaikan yang telah diberikan dengan
pahala berlipat ganda. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Januari 2015
Penulis,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manajemen sumber daya aparatur merupakan salah satu bagian terpenting dalam
suatu pemerintahan. Dalam suatu pemerintahan yang baik adalah pemerintahan
yang mampu memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat baik dari segi
kecepatan maupun ketepatan dalam pelayanan publik dan ketepatan sasaran bagi
masyarakat yang membutuhkan. Sehingga kebutuhan masyarakat terhadap
kepentingan pribadi dan umum dapat tercapai dengan maksimal. Pemerintah telah
melakukan upaya untuk meningkatkan kinerja sumber daya aparatur negara,
misalnya setiap tahun diadakan proses rekrutmen calon pegawai negeri sipil
(CPNS). Hal itu merupakan tindakan nyata pemerintah untuk meningkatkan
kinerja sumber daya aparatur negara karena melalui proses rekrutmen tersebut
diharapkan dapat mencetak sumber daya aparatur yang berkualitas dan mampu
bersaing dalam memberikan pelayanan kepada publik secara maksimal.
Seorang calon pegawai negeri sipil diharuskan memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, sebagaimana menurut Pasal 1 Undang-Undang
dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat
pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau
diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan”.
Kemampuan Pemerintah dalam menghadapi era globalisasi dan pasar bebas dunia
sangat ditentukan oleh ketersediaan aparatur pemerintahan yang profesional, tidak
hanya terbatas pada fungsi sebagai abdi negara, akan tetapi yang lebih penting lagi
adalah dalam melaksanakan amanat sebagai abdi masyarakat. Kebutuhan terhadap
ketersediaan aparat aparatur pemerintahan yang profesional merupakan suatu
keharusan yang tidak dapat ditawar lagi, sebab pelaksanaan fungsi-fungsi
pemerintahan yang tergantung kepada aparat pelaksana yang berada di dalam
pemerintahan itu sendiri.
Perbaikan kinerja aparat pelaksana yang berada di dalam pemerintahan
merupakan suatu keharusan jika dikaitkan dengan perkembangan dan tuntutan
good governance yaitu profesionalisme, transparansi, akuntabilitas, penegakan etika dan moral dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pada dasarnya, Good governance diarahkan untuk mempraktikkan tata kelola pemerintahan yang ideal.1 Untuk mewujudkan hal tersebut, keberadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai
sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam rangka melaksanakan tata kelola
pemerintahan yang ideal yang berorientasi pemberian pelayanan umum kepada
masyarakat. PNS sebagai aparatur negara masih memiliki kinerja yang rendah.
1
Hal ini didasarkan pada kompetensi dan produktivitas PNS yang masih rendah
dan perilaku yang rule driven, paternalistik dan kurang profesional.2
Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara dalam penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN
berdasarkan pada asas: a. kepastian hukum; b. profesionalitas; c. proporsionalitas;
d. keterpaduan; e. delegasi; f. netralitas; g. akuntabilitas; h. efektif dan efisien; i.
keterbukaan; j. nondiskriminatif; k. persatuan dan kesatuan; l. keadilan dan
kesetaraan; dan m. kesejahteraan. Tetapi pada kenyataannya, penyelenggaraan
manajemen kepegawaian khususnya dalam upaya rekrutmen PNS dewasa ini,
masih dijumpai banyak permasalahan.
Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparatur birokrasi
merupakan salah satu indikasi kuat bahwa sistem rekrutmen yang selama ini
diterapkan dinilai kurang baik, terutama dari segi pelayanan publik (public sevicess). Munculnya isu penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang dilakukan oleh oknum-oknum aparatur pemerintahan melalui Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) merupakan indikator penyimpangan yang terjadi didalam
penyelenggaraan manajemen kepegawaian selama ini khususnya dalam
penyelenggaraan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil selama ini.3
Kurangnya transparansi yang diterapkan oleh Pemerintah tersebut menimbulkan
persepsi negatif ditengah-tengah masyarakat, bahwa adanya penyalahgunaan
wewenang sehingga menimbulkan praktek KKN yang terjadi didalam proses
rekrutmen pegawai, baik dari proses penyusunan formasi hingga proses
2
http://www.bkn.go.id.keberadaan_Pegawai_Negeri_Sipil, diakses 28 OKtober 2014 22.25 WIB.
3
pelaksanaan seleksi. Padahal dizaman reformasi ini dituntut untuk bersih dan
transparan guna mewujudkan good governance dan clean government.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan bahwa setiap Instansi Pemerintah
wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis
jabatan dan analisis beban kerja. Pada dasarnya, pegawai merupakan komponen
yang dimiliki oleh organisasi yang digunakan untuk menggerakkan atau
mengelola sumber daya lainnya sehingga harus benar-benar dapat digunakan
secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan riil organisasi. Hal ini perlu dilakukan
perencanaan kebutuhan pegawai secara tepat sesuai beban kerja yang ada dan hal
tersebut dengan didukung oleh adanya proses rekrutmen yang tepat dan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi, namun realitas dilapangan justru
jauh dari yang diharapkan. kondisi ini disebabkan karena PNS yang ada belum
kompeten dan profesional dikarenakan dalam seleksi belum didasarkan pada
kompetensi jabatan.
Tabel 1. Data Pertumbuhan Pegawai Negeri Sipil 2006-2013
Tahun Jumlah PNS Pertumbuhan (%)
2006 3.587.337 -1,66
2007 3.662.336 2,09
2008 3.725.231 1,72
2009 4.067.201 9,18
2010 4.083.360 0,4
2011 4.524.205 10,8
2012 4.598.100 1,63
2013 4.646.351 1,05
Berdasarkan data pertumbuhan PNS tahun 2006 hingga tahun 2013, di tahun
2011, pertumbuhan PNS mengalami kenaikan yang sangat signifikan sebesar
10,8% atau terjadi seleksi sebesar 440.845 pegawai, sementara kebutuhan PNS
saat itu hanya 300.000 pegawai. terjadi penggelembungan jumlah penerimaan
lebih dari 100.000 pegawai. Sebagian besar pegawai yang direkrut berasal dari
pegawai honorer dan tidak dilakukan analisis beban kerja serta analisis kebutuhan
jabatan secara efektif.4 Hal tersebut berimbas pada kompetensi pegawai hasil
rekruitmen tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga capaian output
ataupun outcomes organisasi tidak bisa dirain secara maksimal.
Kecenderungan dalam sistem seleksi CPNS yang dilaksanakan selama ini belum
sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan organisasi. Hal ini secara umum
disebabkan oleh proses seleksi CPNS yang masih kurang transparan, dan ini yang
menjadi pendorong timbulnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), sehingga
dapat menghambat efektivitas dan profesionalisme kepegawaian, banyak kritik
disuarakan oleh masyarakat bahwa pelayanan dari aparat pemerintah masih sangat
jauh dari yang diharapkan.
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada sistem rekruitmen CPNS secara
konvensional, baru-baru ini Badan Kepegawaian Negara (BKN) bersama
Kemenpan RB mengadakan Sistem seleksi CPNS dan promosi PNS secara
terbuka dengan pemanfaatan Computer Assisted Test (CAT) yang merupakan salah satu Quick Wins (layanan unggulan) BKN terhadap masyarakat. Dasar hukum penerapan CAT terdapat pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
4
Negara (Perka BKN) Nomor 29 Tahun 2014 tentang Standar Operasional
Prosedur Pelaksanaan Tes Kompetensi Dasar Dengan Computer.
Rekrutmen dengan pemanfaatan CAT ini diharapkan mampu menghasilkan
sumber daya aparatur di Universitas Lampung yang bermutu pada tempat dan
waktu yang tepat sesuai dengan ketentuan hukum sehingga orang dan universitas
dapat saling menyeleksi berdasarkan kepentingan terbaik masing-masing dalam
jangka panjang maupun jangka pendek. Sistem CAT yang digunakan Universitas
Lampung ini disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, agar proses rekrutmen
yang dilakukan tidak hanya sekedar mengisi kekosongan pegawai atau hanya
sekedar mendapatkan SDM yang biasa saja, tetapi SDM yang berdedikasi tinggi
dan profesional dibidangnya.
Proses rekrutmen di Universitas Lampung dengan CAT seharunya lebih
memperhatikan asas transparansi dalam penyaringan sumber daya manusia
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara. Tetapi pada kenyataannya sistem CAT bukanlah
penentu dalam proses seleksi CPNS di Universitas Lampung, karena setelah
dinyatakan lulus TKD dengan CAT peserta masih harus melalui tahap selanjutnya
yaitu Tes Kemampuan dan Tes Wawancara yang dilakukan secara konvensional.
Pada saat Tes Kemampuan dan Tes Wawancara inilah dimungkinkan masih dapat
terjadi banyak kecurangan dalam proses seleksi tersebut. Beberapa indikasi
kecurangan yaitu peserta yang lulus seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil namun
Masalah lain dalam proses seleksi CPNS di Universitas Lampung yaitu pada
tahap administrasi atau pemberkasan, karena pada proses seleksi administrasi
awal juga tidak dijelaskan kriteria penyaringan peserta untuk bisa lolos seleksi
administrasi. Bagi para peserta yang sudah dinyatakan lulus pada tiga tahap tes
seleksi kemudian dilanjutkan pada proses pemberkasan. Pada tahap ini lah dinilai
kelayakan berkas peserta, apabila persyaratan-persyaratan tidak sesuai yang telah
ditentukan oleh Universitas Lampung, maka yang peserta bersangkutan bisa
dicoret menjadi CPNS. Hal ini menunjukkan bahwa Universitas Lampung
sesungguhnya belum mempunyai komitmen untuk mewujudkan transparansi
dibidang pengadaan PNS.
Keseriusan Universitas Lampung dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan
yang ideal untuk mewujudkan Good Governance yang dimanifestasikan melalui CAT memang diakui sebagai inovasi memiliki kelebihan terutama dalam
meningkatkan efektivitas, transparansi sehingga dapat menjaring Sumber Daya
Manusia yang memiliki kapabilitas terbaik, untuk memberikan suport terhadap
kinerja pemerintahan yag lebih baik. Namun, di sisi lain masih abnyak terdapat
kekurangan yang harus diperbaiki agar tujuan dari CAT bisa tercapai secara
maksimal.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tentang hal tersebut sehingga penulis memilih judul dalam tesis ini “Asas Transparansi Dalam Penerimaan Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Sistem
B. Permasalahan dan Ruang Linkup Penelitian
1. Perumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah penerapan asas transparansi pada proses seleksi penerimaan
PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung?
b. Apakah proses seleksi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas
Lampung sudah sesuai dengan asas transparansi?
2. Ruang Lingkup
Guna untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menghindari terjadinya
kesalah pahaman tentang pokok permasalahan yang dibahas maka penulis
memandang perlu adanya pembatasan permasalahan. Adapun yang menjadi ruang
lingkup dalam penulisan tesis ini adalah:
a. Dalam lingkup ilmu penelitian ini dibatasi pada lingkup Hukum Administrasi
Negara.
b. Dalam lingkup pembahasan pada penelitian ini dibatasi mengenai prinsip
transparansi penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas Lampung.
Lokasi penelitian yang akan digunakan dalam penulisan ini yaitu di
Universitas Lampung sebagai lokasi dalam penelitian ini.
c. Sedangkan dalam ruang lingkup waktu penelitian ini dibatasi dalam
pelaksanaan prinsip transparansi dalam proses penerimaan PNS melaui sistem
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini adalah:
a. Untuk mengetahui prinsip transparansi pada penerimaan PNS melaui sistem
CAT di Universitas Lampung.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis penerimaan PNS melaui sistem CAT di
Universitas Lampung sudah sesuai dengan prinsip transparansi.
2. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian memiliki manfaat teoritis dan
praktis. Adapun kedua kegunaan tersebut adalah:
a. Secara Teoritis
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberi sumbangan pemikiran dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum
Administrasi Negara menyangkut pelaksanaan prinsip transparansi dalam
mengenai proses penerimaan PNS melaui sistem CAT di Universitas
Lampung. Penelitian ini juga diharapkan dapat menyempurnakan peraturan
hukum yeng menyangkut perekrutan PNS di lingkungan pendidikan.
b. Secara Praktis
Diharapkan penelitian ini memberi masukan kepada aparatur Negara dalam
pelaksanaan prinsip transparansi dalam mengenai proses penerimaan PNS
melaui sistem CAT sehingga dapat menjalankan tugas sesuai dengan
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Pada hakikatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang abstrak.
Sekalipun abstrak tetapi ia dibuat untuk diimplementasikan dalam kehidupan
soaial sehari-hari. Oleh karena itu perlu adanya suatu kegiatan untuk mewujudkan
ide-ide tersebut ke dalam masyarakat. Rangkaian kegiatan dalam rangka
mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan merupakan suatu proses
penegakkan hukum.5
Pada penegakkan hukum bersinggungan dengan banyak aspek lain yang
melingkupinya. Suatu hal yang pasti, bahwa usaha untuk mewujudkan ide atau
nilai selalu melibatkan lingkungan serta berbagai pengaruh faktor lainnya. Oleh
karena itu penegakkan hukum tidak dilihat berdiri sendiri, melainkan selalu
berada dia antara berbagai faktor. Dalam konteks yang demikian itu, titik tolak
pemahaman terhadap hukum tidak sekedar “rumusan hitam putih” yang ditetapkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan. Hukum
hendaknya dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati di dalam masyarakat,
antara lain melalui tingkah laku warga masyarakat.
Hukum bergerak di antara dua dunia yang berbeda, baik dunia nilai maupun dunia
sehari-hari (realitas sosial). Akibatnya, sering terjadi ketegangan di saat hukum itu
diterapkan. Ketika hukum yang sarat dengan nilai-nilai itu hendak diwujudkan,
maka harus berhadapan dengan berbagai macam faktor yang mempengaruhi dari
lingkungan sosialnya. Berbicara soal hukum sebagai suatu sistem, maka menurut
5
Lawrence M. Friedman, mengemukakan adanya komponen-komponen yang
terkandung dalam hukum yaitu :6
a. Komponen Struktur (Legal Structure)
b. Komponen Substansi (Legal Substance)
c. Komponen Kultural (Legal Culture)
Komponen struktur adalah kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum
seperti pengadilan negeri, pengadilan administrasi yang mempunyai fungsi untuk
mendukung bekerjanya sistem hukum itu sendiri. Komponen struktur ini
memungkinkan pemberian pelayanan dan penggarapan hukum secara teratur.
Komponen substansi berupa norma-norma hukum, baik itu peraturan-peraturan,
keputusankeputusan dan sebagainya yang semuanya dipergunakan oleh para
penegak hukum maupun oleh mereka yang diatur.
Apabila kita hendak melihat hukum sebagai suatu sistem sebagaimana telah
diuraikan di atas, maka penegakan hukum sebagai suatu proses akan melibatkan
berbagai macam komponen yang saling berhubungan, dan bahkan ada yang
memiliki tingkat ketergantungan yang cukup erat. Akibatnya, ketiadaan salah satu
komponen dapat menyebabkan inefficient maupun useless sehingga tujuan hukum yang dicita-citakan itu sulit terwujud. Komponen-komponen tersebut meliputi
substantive law, prosedural law, decision rules, dan decision habits. Komponen-komponen personel, dalam hal ini menyangkut manusianya, merekalah yang
membuat, melaksanakan maupun yang terkena sasaran peraturan.
6
Untuk melaksanakan pengelolaan kelembagaan melalui prinsip-prinsip
pengelolaan yang baik dan benar. Diantaranya adalah asas Transparansi dan
Akuntabailitas yang merupakan bagian dari prinsip Good corporate governance.
Dengan diundangkannya Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, yang memberikan keleluasaan penuh kepada
daerah untuk mengelola kelembagaannya semakin banyak tanggung jawab yang
dipikul organisasi.
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Menurut
Sedarmayanti hal ini dikarenakan adanya tuntutan gencar yang dilakukan oleh
masyarakat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik
adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan
masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi.7
Sedangkan Sadu Wasistiono mengemukakan bahwa tuntutan adanya good governance ini timbul karena adanya penyimpangan dalam penyelenggaraan demokratisasi sehingga mendorong kesadaran warga Negara untuk menciptakan
sistem atau paradigma baru untuk mengawasi jalanya pemerintahan agar tidak
melenceng dari tujuan semula. Tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara
yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan
7
fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan dapat diwujudkan
dengan mempraktekan goodgovernance.8
Sebagaimana telah ditegaskan oleh Lembaga Adminsitrasi Negara, bahwa
governace adalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam meyediakan
public goods and services. Praktek terbaiknya disebut sebagai good governance
Word Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pemerintahan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan
prinsip demokrasi dan pasar yang efisien , penghindaran salah alokasi dana
investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrasi,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework
bagi tumbuhnya aktivitas usaha.9
Good dalam good governence menurut LAN mengandung dua pengertian.
Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan /kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian
tujuan (nasional) kemandirian pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial.
Kedua, aspek aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berdasarkan
pengertian ini, LAN kemudian mengemukakan bahwa good governance
berorientasi pada dua hal yaitu, Pertama orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional dan Kedua aspek-aspek fungsional dari
8
Sadu Wasistiono, Kapita SelektaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokus Media, Bandung, 2003, hlm. 28
9
pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya utkmencapaiu
tujuan-tujuan tersebut.10
Selanjutnya berdasarkan uraian di atas LAN menyimpulkan bahwa good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggungjawab serta efisien, dengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat.
Konsep mengenai good governance (kepemerintahan yang baik) dapat ditemukan juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 dalam penjelasan Pasal
2 (d) mengartikan kepemerintahan yang baik “kepemimpinan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas,
transparansi, eplayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum
dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”.11
Menurut Ghambir Bhatta sebagaimana dikutip Sedarmayanti mengungkapkan
“unsur-unsur utama governance (bukan prinsip) yaitu: akuntabilitas
(Accountability), transparansi (Transparacy), keterbukaan (openess), dan aturan hukum (rule of law) ditambah dengan kompetensi managemen (managemen competence) dan hak-hak asasi manusia (humanright). Tidak jauh berbeda, Ganie Rahman, menyebutkan ada empat unsur utama yaitu accountability, adanya kerangka hukum (rule of law), informasi dan transparansi.12
Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini difokuskan pada prinsip
transparansi dalam proses seleksi Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan good
10
Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Akuntabilitas Dan Good Goverenance, Jakarta, 2000 hlm. 6.
11
Ibid, hlm. 8.
12
governance dan clean government. Good governance di Indonesia tidak terlepas dari semangat penegakan demokrasi. Istilah demokrasi mengisyaratkan setidaknya
ada tiga elemen penting yang harus diperhatikan yaitu transparansi, akuntabilitas,
dan keadilan. Transparansi merupakan suatu kebebasan untuk mengakses aktivitas
politik dan ekonomi pemerintah dan keputusan-keputusannya. Akuntabilitas
mengandung arti pertanggungjawaban, baik oleh orang-orang maupun
badan-badan yang dipilih, atas pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya. Konsep
keadilan berarti bahwa masyarakat diperlakukan secara sama di bawah hukum,
dan mempunyai derajat yang sama dalam partisipasi politik dalam
pemerintahannya.13
Transparansi dan akuntabilitas merupakan atribut yang terpisah. Akan tetapi, dua
istilah yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan akuntabilitas
memerlukan transparansi. Menurut Krina P. akuntabilitas bermakna
pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi
kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintahan sehingga mengurangi
penumpukan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances system)”. Sedangkan transparansi adalah prinsip yang menjamin
akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan,proses
pembuatan dan palaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.14 Reformasi di
bidang transparansi dan akuntabilitas ini juga didukung oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil telah dinyatakan
13
Taliziduhu Ndraha, Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 83.
14
secara tegas bahwa kegiatan pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus diumumkan
dengan seluas-luasnya oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang
ditunjuk, sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 5 merupakan data terbuka
yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh masyarakat.
Good governance untuk mewujudkan pelayanan berkualitas dan kesejahteraan masyarakat, masih belum direalisasikan secara optimal. Pemerintah sebagai
penyelenggara Negara, dunia usaha, dan masyarakat masih terlibat dalam konflik
kepentingan untuk memperjuangkan keinginan ataupun keuntungan
masing-masing. Konflik kepentingan inilah yang dapat memicu terjadinya nepotisme
dalam sekt, sehingga dari maraknya nepotisme yang terjadi saat ini khususnya
pada sektor pemerintah mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pengadaan dan seleksi CPNS. Salah satu cara untuk mengembalikan tingkat
kepercayaan masyarakat dan juga untuk mewujudkan tercapainya good governance adalah dengan menerapkan transparansi dan akuntabilitas dalam segala tindakan penyelenggara Negara. Salah satu caranya adalah dengan cara
mempublikasikan hasil seleksi CPNS yang dibuat oleh pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat. Sehingga masyarakat dapat mengelahui hasil tes seleksi yang
mereka ikuti.
2. Kerangka Konseptual
Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, jika
masalah dan konsep teoretisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui fakta
mengenai pokok perhatian dan suatu konsep adalah defenisi dari suatu yang
adanya gejala empiris. Adapun Konseptual yang digunakan dalam penulisan tesis
ini adalah sebagai berikut:
a. Transparansi adalah prinsip yang menjamain akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan ,
yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta
hasil-hasil yang dicapai. Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi
pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi
mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik.
Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang
sehat, toleran, dan kebijakan dibuat beradsarkan preferensi publik.15
b. Pegawai Negeri adalah warga Negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas Negara lainnya,
dan gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.16
c. Sistem Computer Assisted Test (CAT) adalah metode seleksi menggunakan Software dengan alat bantu computer yang digunakan untuk mendapatkan
standar minimal kompetensi dasar bagi pelamar CPNS. Suatu upaya
mewujudkan tuntutan masyarakat dalam perekrutan PNS yang adil, sekaligus
sebagai sarana untuk menghasilkan tenaga professional, BKN telah
membangun sistem rekrutmen dan seleksi berbasis kompetensi secara
komputerisasi.17
15
Meuthia Ganie Rahman, Good Governance, Prinsip, Komponen, dan Penerapanya dalam Hak Asasi Manusia (Penyelenggaraan Negara Yang Baik ), Penerbit Komnas HAM, Jakarta, 2000, 151.
16
Rozali Abdullah, Hukum Kepegawaian, Rajawali, Jakarta, 1986, hlm. 15
17
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Prinsip Transparansi Good Governance
Mengacu pada World Bank dan UNDP, orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance. Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Sementara itu World Bank
mendefinisikan good governance suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.18
Good Governance sendiri kemudian banyak dikembangkan oleh berbagai penulis, dengan masing-masing argumentasi dan justifikasi, sehingga disebut sebagai a rather confusing variety of catchword, sebagai suatu konsep yang has come to mean too many different things. Walaupun demikian, pada pokoknya ada suatu kesamaan, atau common denominator dalam semua definisi tentang Good Governance, yaitu bahwa pembangunan harus Untuk sebagian besar bergantung
18
pada proses administrasi dan hukum yang baik, di mana masing-masing negara
harus menemukan konsensus pragmatis sendiri antara berbagai tujuan
pembangunan.
Sementara itu menurut W.S Sayre mengemukakan pengertian pemerintahan
dengan cara yang lebih sederhana, yaitu: sebagai lembaga negara yang
terorganisir yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya, tetapi tidak
menyebutkan nama-nama kekuasaannya pada institusi tertentu. Pemerintah
merupakan suatu badan penyelenggaraan atas nama rakyat untuk mencapai tujuan
negara. Jadi pemerintah yang dalam kamus bahasa Indonesia berarti yang
mengatur, atau yang memerintah itu dapat diartikan sebagai lembaga eksekutif.
Pemerintahan seharusnya bekerja dengan baik atau good governance yaitu harus transparan, akuntabel, punya daya tanggap yang tinggi terhadap tuntutan
masyarakat, menegakkan hukum, profesional dan yang paling penting bebas
KKN. Apabila semua itu dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintahan
tersebut dapat disebut pemerintahan yang bersih atau clean goverment.19
Sedangkan good governance sendiri mengandung dua pengertian yaitu :20
1) Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan
nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan
nasional; kemandirian; pembanguanan berkelanjutan (sustenaible development) dan berkeadilan sosial.
19
Sarundajang, Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah. Kata Hasta Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 273
20
2) Aspek-aspek fungsional pemerintahan yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan Negara UNDP memberikan
beberapa kriteria karakteristik pelaksanaan good governance, yaitu:21
1) Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang
dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar
kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif;
2) Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu; 3) Transparency, transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh
informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara
langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan;
4) Responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder;
5) Consensus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas;
6) Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan;
7) Efficiency and Effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif);
8) Accountability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan;
21
9) Strategic vision, penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari KKN, Bab III Pasal 3
ditetapkan bahwa asas umum penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari
KKN meliputi :
1) Asas Kepastian Hukum
Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggara negara.
2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara
negara.
3) Asas Kepentingan Umum
Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif
4) Asas Keterbukaan
Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
5) Asas Proporsionalitas
Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban Penyelenggaraan Negara.
6) Asas Profesionalisme
Asas Profesionalisme adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7) Asas Akuntabilitas
Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan Penyelenggaraan Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pemerintahan daerah yang baik telah menerapkan prinsip atau karakteristik
tersebut dalam penyelenggaraan kekuasaan negara di tingkat lokal dalam segala
aspek kehidupan. Hal ini dapat mencakup aspek hukum, politik, ekonomi, dan
sosial yang terkait erat dengan tugas dan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintahan daerah secara
spesifik dapat dijadikan sebagai indikator dari berjalannya pemerintahan daerah
yang baik antara lain sebagai berikut:22
1) Terciptanya kebutuhan dan pelayanan publik yang baik
2) Terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat lokal
22
3) Pemerintahan daerah yang bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN)
4) Hubungan yang sinergis diantara para pihak (stakeholders) yang terdapat dalam local governance.
Keterlibatan semua pihak termasuk pula pejabat penyelenggara kekuasaan negara
di tingkat daerah (kepala daerah, perangkat daerah, DPRD, dan instansi vertikal di
daerah), sektor swasta di daerah dan masyarakat/organisasi masyarakat sipil di
daerah. Apabila prinsip/karakteristtik tersebut belum diterapkan, pemerintahan
daerah relatif belum terwujud dengan baik sesuai dengan prinsip tata kelola
pemerintahan daerah yang baik (goodlocal governance).
Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan
seumberdaya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi.
Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainya
yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.23 Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsive
terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Transparansi adalah prinsip yang menjamain akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan , yakni
informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaanya serta hasil-hasil
23
yang dicapai.24 Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan.
Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap
aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik. Keterbukaan informasi
diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan
kebijakan dibuat beradsarkan preferensi publik.25
Makna dari transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat
dilihat dalam dua hal yaitu salah satu wujud pertanggung jawaban pemerintah
kepada rakyat, dan upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek
kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Sedangkan transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
hubungannya dengan pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap
beberapa hal berikut ;26
1) publikasi dan sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah,
2) publikasi dan sosialisasi regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang
berbagai perizinan dan prosedurnya,
3) publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja dari pemerintah
daerah,
24
4) transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau kontrak
proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga, dan
5) kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur, benar dan
tidak diskriminatif dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Selanjutnya dalam penyusunan peraturan daerah yang menyangkut hajat hidup
orang banyak hendaknya masyarakat sebagai stakeholders dilibatkan secara proporsional. Hal ini disamping untuk mewujudkan transparansi juga akan sangat
membantu pemerintah daerah dan DPRD dalam melahirkan Peraturan Daerah
yang accountable dan dapat menampung aspirasi masyarakat.
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan
terhadap setiap informasi terkait seperti berbagai peraturan dan
perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah dengan biaya yang minimal. Informasi
sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa yang
bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus
informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk kemudian) dapat
dipantau.
Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan
keputusan dan implementasi kebijakan publik. Sebab, penyebarluasan berbagai
informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan
kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambil
tersedia, tapi juga relevan dan bisa dipahami publik. Selain itu, transparansi ini
dapat membantu untuk mempersempit peluang korupsi di kalangan para pejabat
publik dengan “terlihatnya” segala proses pengambilan keputusan oleh
masyarakat luas.27
Dalam impelmentasi di pemerintah daerah Seringkali kita terjebak dalam
“paradigma produksi” dalam hal penyebarluasan informasi ini; seakanakan
transparansi sudah dilaksanakan dengan mencetak leaflet suatu program dan
menyebarluaskannya ke setiap kantor kepala desa, atau memasang iklan di surat
kabar yang tidak dibaca oleh sebagian besar komponen masyarakat. Pola pikir ini
perlu berubah menjadi“paradigma pemasaran”, yaitu bagaimana masyarakat menerima informasi dan memahaminya.
Untuk mewujudkannya dalam pelaksanaan administrasi publik sehari-hari,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:28
a. Pertama, kondisi masyarakat yang apatis terhadap program-program pembangunan selama ini membutuhkan adanya upaya-upaya khusus untuk
mendorong keingintahuan mereka terhadap data/informasi ini. Untuk itu,
dibutuhkan adanya penyebarluasan (diseminasi) informasi secara aktif kepada
seluruh komponen masyarakat, tidak bisa hanya dengan membuka akses
masyarakat terhadap informasi belaka.
b. Kedua, pemilihan media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi dan substansi/materi informasi yang disebarluaskan sangat bergantung pada
27
Max H. Pohan, Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good Governance) dalam Era Otonomi Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 1 Oktober 2000, hlm. 2
28
segmen sasaran yang dituju. Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat
awam sangat berbeda dengan yang dibutuhkan oleh organisasi nonpemerintah,
akademisi, dan anggota DPRD, misalnya. Selain itu, seringkali cara-cara dan
media yang sesuai dengan budaya lokal jauh lebih efektif dalam mencapai
sasaran daripada “media modern” seperti televisi dan surat kabar.
c. Ketiga, seringkali berbagai unsur nonpemerintah misalnya pers, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) lebih efektif untuk
menyebarluaskan informasi daripada dilakukan pemerintah sendiri. Untuk itu,
penginformasian kepada berbagai komponen strategis ini menjadi sangat
penting.
Agus Dwiyanto mendefinisikan transparansi sebagai penyediaan informasi
tentang pemerintahan bagi publik dan dijaminnya kemudahan di dalam
memperoleh informasi-informasi yang akurat dan memadai. Dari pengertian
tersebut dijelaskan bahwa transparansi tidak hanya sekedar menyediakan
informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, namun harus disertai dengan
kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi tersebut.29
Agus Dwiyanto mengungkapkan tiga indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat transparansi penyelenggaraan pemerintahan. Pertama,
mengukur tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik.
Persyaratan, biaya, waktu dan prosedur yang ditempuh harus dipublikasikan
secara terbuka dan mudah duiketahui oleh yang membutuhkan, serta berusaha
menjelaskan alasannya. Indikator kedua merujuk pada seberapa mudah peraturan
29
dan prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang
lain. Aturan dan prosedur tersebut bersifat “simple, straightforward and easy to apply” (sederhana, langsung dan mudah diterapkan) untuk mengurangi perbedaan
dalam interpretasi. Indikator ketiga merupakan kemudahan memperoleh informasi
mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Informasi tersebut
bebas didapat dan siap tersedia (freely dan readily available).30
Dengan melihat uraian di atas, prinsip transparansi pemerintahan paling tidak
dapat diukur melalui sejumlah indikator sebagai berikut:
a. Adanya sistem keterbukaan dan standarisasi yang jelas dan mudah dipahami
dari semua proses-proses penyelenggaraan pemerintahan.
b. Adanya mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang
proses-proses dalam penyelenggaraan pemerintahan.
c. Adanya mekanisme pelaporan maupun penyebaran informasi penyimpangan
tindakan aparat publik di dalam kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
B. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Unsur manusia dalam suatu organisasi sangat menentukan sekali karena berjalan
tidaknya suatu organisasi kearah pencapaian tujuan yang ditentukan tergantung
kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut ke arah
yang telah ditetapkan. Manusia yang terlibat dalam organisasi ini disebut juga
pegawai. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan pendapat beberapa ahli
mengenai defenisi pegawai.
30
A.W. Widjaja berpendapat bahwa pegawai adalah merupakan tenaga kerja
manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa
dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja
sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi). Pegawai adalah orang-orang
yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintah
maupun dalam badan-badan usaha.31
Selanjutnya Musanef memberikan definisi pegawai sebagai pekerja atau worker
adalah, mereka yang secara langsung digerakkan oleh seorang manajer untuk
bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga
menghasilkan karya-karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.32
Berdasarkan beberapa defenisi pegawai yang telah dikemukakan para ahli tersebut
di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah pegawai mengandung pengertian sebagai
berikut:
a. Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud
memperoleh balas jasa atau imbalan kompensasi atas jasa yang telah
diberikan.
b. Pegawai di dalam sistem kerja sama yang sifatnya pamrih.
c. Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja
(majikan).
d. Kedudukan sebagai penerima kerja itu diperoleh setelah melakukan proses
penerimaan.
31
A.W.Widjaja, Administraasi Kepegawaian. Rajawali, Bandung, 2006, hlm.113
32
e. Akan mendapat saat pemberhentian (pemutusan hubungan kerja antara
pemberi kerja dengan penerima kerja)
Adapun yang menjadi objek penelitian penulis pada penelitian ini adalah pegawai
negeri, maka ada dua pengertian pegawai negeri menurut Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu:
1) Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi
pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
bekerja pada instansi pemerintah.
2) Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah
pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3) Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat
pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi, baik itu organisasi
pemerintah maupun organisasi swasta. Dikatakan bahwa pegawai merupakan
modal pokok dalam suatu organisasi karena berhasil tidaknya suatu organisasi
dalam mencapai tujuannya tergantung pada pegawai yang memimpin dalam
melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam organisasi tersebut. Pegawai yang telah
pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta akan
mendapat imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dikerjakan.
2. Unsur-unsur Pegawai Negeri Sipil
Adapun unsur-unsur dari pegawai negeri, yaitu sebagai berikut:33
a. WNI yang telah memenuhi syarat menurut peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundangan yang mengatur tentang syarat-syarat yang dituntut bagi
setiap (calon) Pegawai Negeri untuk dapat diangkat oleh pejabat yang
berwenang adalah Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000, yang
meliputi:
1) Warga Negara Indonesia. Pembuktian bahwa seseorang itu adalah warga
negara Indonesia harus melampirkan akta kelahiran dan fotokopi KTP
yang masih berlaku.
2) Berusia minimal 18 (delapan belas) tahun dan minimal 35 (tiga puluh
lima) tahun dibuktikan dengan akta kelahiran dan fotokopi KTP yang
masih berlaku.
3) Tidak pernah dihukum atas keputusan hakim yang sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.
4) Tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat dalam sesuatu instansi,
baik instansi pemerintah maupun swasta.
5) Tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri atau Calon Pegawai Negeri
Sipil.
33
6) Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, dan keterampilan yang
diperlukan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang sesuai
dengan formasi yang akan diisi.
7) Berkelakuan baik (berdasarkan keterangan yang berwajib).
8) Berbadan sehat (berdasarkan keterangan dokter).
9) Sehat jasmani dan rohani.
10)Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Indonesia atau negara lain yang
ditetapkan oleh pemerintah.
11)Syarat lainnya yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.
b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
menegaskan bahwa pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentukan Pegawai
Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada
dasarnya kewenangan untuk mengangkat Pegawai Negeri berada ditangan
presiden sebagai kepala eksekutif, namun untuk (sampai) tingkat kedudukan
(pangkat) tertentu, presiden dapat mendegelasikan kewenangan kepada
pejabat lain dilingkungannya masing-masing. Kewenangan pengangkatan dan
pendegelasian tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 09 Tahun 2003.
c. Diserahi tugas dalam jabatan negeri.
Pegawai negeri yang diangkat dapat diserahi tugas, baik berupa tugas dalam
dan negara lainnya. Dimaksudkan dengan tugas dalam jabatan negeri apabila
yang dimaksudkan diberi jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk
didalamnya adalah jabatan dalam kesekretariatan lembaga negara serta
kepaniteraan di pengadilan-pengadilan, sedangkan tugas negara lainnya adalah
jabatan diluar bidang eksekutif seperti hakim-hakim pengadilan negeri dan
pengadilan tinggi. Di sini terlihat bahwa pejabat yudikatif di level pengadilan
negeri dan tinggi adalah pegawai negeri, sedangkan hakim agung dan
mahkamah (agung dan konstitusi) adalah pejabat negara.
d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gaji adalah balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri
yang bersangkutan. Sebagai imbal jasa dari pemerintah kepada pegawai yang
telah mengabdikam dirinya untuk melaksanakan sebagaian tugas
pemerintahan dan pembangunan, perlu diberikan gaji yang layak baginya.
Dengan ada gaji yang layak secara relatif akan menjamin kelangsungan
pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan, sebab pegawai negeri
tidak lagi dibebani dengan pemikiran akan masa depan yang layak dan
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sehingga bisa bekerja dengan professional
sesuai dengan sesuai dengan tuntunan kerjanya.
3. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil
Kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu Pegawai ASN sebagai unsur
a. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Rumusan kedudukan pegawai negeri didasarkan pada pokok-pokok pikiran bahwa
pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga
harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan dengan kata lain pemerintah
bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga harus mampu
menyelenggarakan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat
banyak.
Pegawai negeri mempunyai peranan yang amat penting sebab pegawai negeri
merupakan unsur aparatur negara untuk menjalankan pemerintahan dan
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara. Kelancaran pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan nasional terutama sekali tergantung pada
kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung juga
kesempurnaan dari pegawai negeri (sebagai dari aparatur negara).
Dalam konteks hukum publik, PNS bertugas membantu presiden sebagai kepala
pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan, tugas melaksanakan
peraturan perundang-undangan, dalam arti kata wajib mengusahakan agar setiap
peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat. Di dalam melaksanakan
peraturan perundang-undangan pada umumnya, pegawai negeri diberikan tugas
kedinasan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. Sebagai abdi negara seorang
ideologi negara, kepada Undang-Undang Dasar 1945, kepada negara, dan kepada
pemerintah.
C. Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN)
Upaya pembinaan ASN di Indonesia secara lebih terarah telah menjadi perhatian
pemerintah sejak lama. Hal ini dapat dilihat dari telah direvisinya beberapa
undang-undang yang mengatur pegawai negeri sipil selama ini. Undang-Undang
No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang dinilai sudah tidak mampu lagi
mengakomodir perubahan-perubahan yang dibutuhkan pada masa itu, diubah
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara mengatur
kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan Pegawai Negeri yang dilaksanakan
berdasarkan sistem karir dan sistem prestasi kerja.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dinyatakan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 1 angka 21
adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan
derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban
kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas,
penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Manajemen
PNS ini diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Oleh karena itu, dibutuhkan
dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan system karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Lebih lanjut dalam Pasal 25 ayat (1) UU tersebut dijelaskan bahwa kebijaksanaan
manajemen ASN mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi,
pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya ASN, pemindahan, gaji,
tunjangan, kesejahteraan,pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum.
Untuk mendukung implementasi UU tersebut di lapangan, telah diterbitkan
sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam
Negeri, Keputusan dan Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara, Keputusan dan Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian
Negara,Keputusan dan Surat Edaran Kepala Lembaga Administrasi Negara dan
lain-lain. Namun, kondisi empirik di lapangan menemui banyak kendala sehingga
banyak dari aturan-aturan tersebut tidak dapat berjalan secara efektif. Kesulitan
menerapkan peraturan perundang-undangan di lapangan sangat mempengaruhi
upaya pengembangan ASN.
Sebagai contoh adalah Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2011 tentang Penilaian
Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Proses penilaian pekerjaaan Pegawai Negeri
Sipil yang lebih dikenal dengan sebutan SKP (Sasaran Kerja PNS) sangatlah
subyektif. Unsur–unsur yang dijadikan dasar penilaian sangat sumir apabila dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaaan secara nyata sehari-hari karena setiap
unsur tersebut sangat sulit diukur keberhasilannya. Akibatnya, hasil penilaiannya
tidak mampu membedakan antara PNS yang berkinerja baik dengan mereka yang
Sejumlah peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan tampak kurang sejalan dengan
amanat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.Misalnya
tidak sinkronnya antara substansi Peraturan Pemerintah dengan UU. Disamping
itu, belum terdapat suatu sistem manajemen ASN yang integrasi.Artinya,
masing-masing sub sistem tidak saling mendukung dan dan tidak memiliki ikatan yang
erat satu sama lain. Contohnya adalah bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 mengamanatkan pembinaan ASN didasarkan pada sistem prestasi kerja dan
sistem karier.
Kenyataannya, pengukuran kinerja ASN yang sekarang digunakan tidak relevan
lagi dan sistem karier PSN itu sendiri belum pernah terwujud. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 juga mengamanatkan untuk membentuk Komisi
Kepegawaian Negara seperti ditegaskan adalam Pasal 13 ayat (3). Namun, hingga
saat ini komisi tersebut belum terbentuk tanpa diketahui alasan yang jelas.
Selanjutnya, terdapat sejumlah institusi yang secara bersamasama menangani
kebijakan dan manajemen ASN tanpa ada kejelasan ruang lingkup kewenangan
dan koordinasinya satu sama lain.
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 juga memiliki implikasi
terhadap manajemen ASN secara nasional khususnya di daerah. Menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, pengelolaan kepegawaian daerah
sekurang-kurangnya, meliputi, perencanaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan,
pendidikan, pelatihan, penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan,
kedudukan, hak, kewajiban, tanggungjawab, larangan, sanksi, dan penghargaan.