Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: SOPRIYANTO NIM: 1110044100015
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iv
Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII Kabupaten Bungo). Konsentrasi
Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum,
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014, ix + 54 + lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktek nikah tahlil
yang dilakukan oleh masyarakat desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII,
Kabupaten Bungo.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan
data melalui riset pustaka dan riset lapangan, metode interview, metode observasi dan
metode penulisan yang disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik sebuah
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa praktek nikah tahlil yang
dilakukan di desa Suka Jaya hukumnya diperbolehkan karena untuk membantu orang
yang ingin rujuk setelah talak tiga, dan ini menurut peraturan adat desa Suka Jaya
adalah termasuk hal-hal yang harus disegerakan.
Faktor yang mempengaruhi nikah tahlil ini adalah karena nikah tahlil ini
merupakan hal yang wajib disegerakan.dan faktor yang mempengaruhi responden
ingin menjadi muhallil adalah hanya untuk membantu orang tersebut agar kembali
melanjutkan rumah tangganya, namun tidak dapat dinafikan segelintir orang yang
mau menjadi muhallil karena faktor uang dan pengetahuannya yang kurang mengenai
nikah tahlil ini.
Kata Kunci : Praktek Nikah Tahlil
Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, M.A, M.H.
v
Dengan mengucap, kata Hamdallah karena tidak ada kata yang patut penulis
ucapkan atas rasa syukur yang mendalam kehadirat Allah SWT yang maha pengasih
lagi maha penyayang sehingga dengan perkenan-Nya jualah diberikan kemampuan
dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurah
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menjadi pemimpin dan
penyampai hidayah umat manusia dimuka bumi.
Penulis menyadari bahwa mungkin skripsi ini tidak dapat terwujud
sebagaimana yang diharapakan, tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak. Oleh
karena itu penulis ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa
terimakasih dan rasa hormat penulis kepada Bapak :
1. Dr. Phil. JM. Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H dan Ibu Hj. Rosdiana Nasrun M.A. Ketua dan
Sekretaris Prodi Hukum Keluarga.
3. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, M.A, M.H. Pembimbing yang telah banyak
membantu memberikan bimbingan, petunjuk, masukan serta kemudahan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
berguna.
5. Yanni Arfis. S.Ag Selaku Datuk Rio Desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko
vi
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Nurdin dan Ibunda Rukiah sujud abdiku
kepada kalian atas doa, pengorbanan dan memberikan motivasi terbesar kalian
selama ini, “allahummagfirlii waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani
soghiro, kakak-kakak tercinta gusmiyati, M. Ihsan, M. Yusuf, Diana Santi.
S.Pt, M. Yunus. S.Pdi, Ani. S.Pdi dan Fatmawati. A.Md dan Dodi Romanja
yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan serta do’a restu
untuk keberhasilan selama kuliah
8. Sahabat-sahabatku Lebis Preska, Sukron Na’im, Mirza Vahlepi Putra, Rian Wahyu
Utomo, Adi Guna Sakti, Ahmad Buhori Muslim, Azhar Nasution, Ibnu Maulana,
Ibenk, Rusdi Rizki Lubis, Arif Rahman Hakim, M. Faudzan, Rifki Abdurrahman,
Irfan Zidny, Fajrul Islamy, Zaki, Raja Usman Hasibuan Natasha Nicola Anjani
Dekok, temen-teman Himboja (Himpunan Mahasiswa Bungo Jabodetabek) dan
IKMM ciputat yang selalu ada disaat suka dan duka penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
9. Teman-teman KKN Andaleh yang selalu memotivasi penulis, memberikan
arahan dan selalu berbagi ilmu sehingga hingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah JakartaJakarta, Februari 2014.
10.Seluruh teman-teman Peradilan Agama angkatan 2010 yang terkasih Defi
Uswatun Hasanah, Wardhatul Jannah. Nisa Oktaviani, Nurul Hikmah, zaky
vii
yang disengaja maupun tidak dan tentunya kalian adalah yang terindah selama
pembelajaran di kelas.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang
membacanya, dan penulis juga mengharapakan kritik dan saran yang membangun
dari siapapun yang membaca skripsi ini demi sebuah tambahan keilmuan dan
wawasan, sehingga dikemudian hari penulis dapat mengevaluasi diri.
Penulis
viii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan & Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan & ManfaatPenelitian ... 9
D. Metode Penelitian ... 10
E. Kerangka Teori ... 12
F. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II PERKAWINAN DAN NIKAH TAHLIL A. Nikah Tahlil ... 14
B. Nikah Yang Dilarang ... 17
C. Rukun Dan Syarat Perkawinan ... 20
ix
B. Letak Geografis dan Demografi Desa Suka Jaya ... 32
C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Desa Suka Jaya ... 34
BAB IV PRAKTEK NIKAH TAHLIL ... 38
A. Praktek Nikah Tahlil ... 38
B. Faktor Nikah Tahlil ... 39
C. Pandangan Islam Dan Hukum Positif Terhadap Praktek Nikah Tahlil ... 43
D. Respon Masyarakat Terhadap Praktek Nikah Tahlil ... 46
E. Analisis Dan Wawancara ... 47
BAB V PENUTUP ... 51
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran-saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 54
LAMPIRAN –LAMPIRAN ... 57
1. Lampiran Surat Permohonan Pembimbing ... 57
2. Lampiran Surat Keterangan Penelitian ... 58
1
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk
menyelamatkan manusia menggapai jalan yang lurus.1 Norma-norma abadi yang
dimiliki Islam tersebut keluar sebagai rangkaian peraturan yang disebut hukum.
Hukum tersebut bersifat baku dan diakui oleh undang-undang Tuhan atau Syariat
Islam bersifat permanen dan tidak dapat diubah.2
Sebagai makhluk sosial dan beragama, manusia memerlukan syariat untuk
dapat mempertahankan dan menyempurnakan agamanya itu. Dengan demikian
terdapat lima hal yang merupakan syarat bagi kehidupan manusia, yaitu: agama, akal,
jiwa, harta dan keturunan. Kelima hal ini disebut dengan daruriyat al-khamsa (lima
kebutuhan dasar) pada diri setiap manusia.3
Segi kehidupan yang diatur oleh Allah tersebut dapat dikelompokkan kepada
dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan lahir manusia
dengan Allah penciptanya. Aturan tentang hal ini disebut hukum ibadah. Tujuannya
untuk menjaga hubungan antara Allah dan penciptanya, yang disebut hablun min
1
Yayan Sopyan, Islam Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional), (Jakarta:RMBooks, 2012), h.1
2
Yayan Sopyan, Islam Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional), (Jakarta:RMBooks, 2012), h.1
3
Allah. Kedua, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan
manusia yang lainnya dan alam sekitarnya. Aturan tentang hal ini disebut hukum
mu’amalat.
Salah satu contoh hubungan antara sesama manusia yang ditetapkan Allah
SWT adalah aturan pernikahan, karena manusia merupakan makhluk sosial yang
hidup saling membutuhkan satu sama lain, maka Allah menciptakan manusia
berapasang-pasangan agar kebutuhan biologis manusia terpenuhi agar manusia
terhindar dari yang namanya dosa atau murka dari Allah SWT.
Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat sakral, para Ulama fikih
mendefenisikan pernikahan itu adalah memiliki sesuatu melalui jalan yang
disyariatkan dalam agama, dengan tujuan menurut tradisi manusia. Menurut Syariat
Islam adalah menghalalkan sesuatu tersebut, akan tetapi ini bukanlah tujuan
perkawinan yang tertinggi dalam Syariat Islam. Tujuan yang tertinggi adalah
memelihara regenerasi, memelihara gen manusia, dan masing-masing suami istri
mendapat ketenangan jiwa karena kecintaan dan kasih sayangnya dapat tersalurkan.
Dalam Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut
bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan
kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga pernikahan, yang berasaldari kata
nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan
digunakan untuk arti bersetubuh.4
4
Pengertian perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang termuat dalam
pasal 1 ayat 2 perkawinan didefenisikan sebagai:
“Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.5
Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena Negara
Indonesia berdasarkan kepada pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan
Yang Maha Esa. Di sini dinyatakan dengan tegas bahwa perkawinan mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawianan bukan
saja mempunyai unsur lahir atau jasmani tetapi juga unsur bathin atau rohani.6
Dalam Kompilasi Hukum Islam pengertian dan tujuan dari perkawinan itu
sendiri terdapat dalam pasal 2 dan 3 yaitu:
Pasal 2“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah”.
Pasal 3 “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah”.7
Aturan mengenai pernikahan ini sesungguhnya untuk menghormati kaum
wanita dan untuk membedakan antara manusia dengan hewan, karena dengan adanya
5
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
6
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hal. 43
7
aturan tentang pernikahan maka anak keturunan manusia di dunia ini akan terjaga
kemuliaannya dan tujuan dari pernikahan tersebut akan dapat tercapai.
Bahkan Islam mengatur tujuan pernikahan lebih dari untuk memelihara anak
keturunan manusia yaitu dengan meletakkan hak-hak dan kewajiban bagi mereka,
defenisi pernikahan berikut ini lebih mengakomodasikan nilai-nilai tujuan
pernikahan, yaitu suatu akad yang menghalalkan pergaulan dan pertolongan antara
laki-laki dan perempuan dan membatasi hak-hak serta kewajiban masing-masing
mereka.8
Hak-hak dan kewajiban dalam defenisi di atas dimaksudkan ketetapan syariat
Islam yang tidak tunduk kepada persyaratan dua orang manusia yang sedang
melaksanakan akad. Oleh sebab itu akad perkawinan hendaknya agar terasa pengaruh
kesuciannya sehingga mereka tunduk dan mematuhinya dengan hati lapang dan
ridha.9
Hikmah dari adanya pernikahan bagi dua sejoli yang hidup bersama dalam
satu rumah adalah masyarakat luas mengakui secara sah sebagai suami istri dan
dijauhkan dari prasangka yang bersifat negatif dan memojokkan. Dari kehidupan
bersama yang sah ini akan tercipta sebuah keluarga yang sakinah, dan terbentuk suatu
8
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-Usroh wa Ahkamiha fi al-tasyri’ Al-Islam. Diterjemahkan oleh Abdul MajidKhon. Fikih munakahat.(Jakarta: Amzah, 2009) hal. 36
9
komunikasi yang harmonis antara anak, ayah, ibu, mertua, sanak famili dan para
tetangga di lingkungan sekitarnya.10
Jadi Hukum Positif dan Hukum Islam mengatur tentang hukum perkawinan
agar tujuan dari perkawinan tersebut dapat dipenuhi, dan kewajiban dan hak dari
setiap pasangan dapat dilakukan.
Setiap sesuatu yang telah disyariatkan dan dilarang oleh Allah SWT pasti
mempunyai maksud dan tujuan tertentu, bahkan para ulama usul fikih membahasnya
dalam suatu pembahasan yaitu dalam masalah Maqasid Al-Syariah salah satunya
adalah memelihara keturunan. Memelihara keturunan dilihat dari segi tingkat
kebutuhannya dapat dibedakan menjadi tingkatan:
1. Memelihara keturunan dalam tingkat daruriyat seperti disyariatkannya nikah
dan larangan berzina,
2. Memelihara keturunan dalam tingkat hajjiyat, seperti ditetapkannya
menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikan hak
talak kepada suami.
3. Memelihara keturunan dalam tingkat tahsiniyat, seperti disyariatkannya
khitbah atau walimah.11
Demikian halnya dengan dilarangnya oleh Syariat melakukan nikah tahlil
karena tidak memenuhi Maqhasid Al-Syariah. Nikah tahlil adalah pernikahan seorang
10
Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004). hal. 35
11
laki-laki dengan perempuan yang telah diceraikan suaminya sampai tiga kali,
kemudian perempuan tersebut diceraikan agar halal dinikahkan oleh suaminya yang
telah menceraikannya sampai tiga kali.
Pernikahan tahlil atau pernikahan dengan laki-laki kedua bisa menjadi syarat
agar bisa nikah kembali suamipertama, dengan syarat:
a. Dalam pernikahan yang dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara sang
wanita dengan suami kedua.
b. Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari mantan
suamimaupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan seperi ini
disebut sebagai “nikah tahlil“; laki-laki kedua yang menikahi sang wanita,
karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“.
Para Ulama sepakat menyatakan bahwa nikah tahlil hukumnya haram, karena
sesuatu yang pelakunya dilaknat Allah SWT adalah sesuatu yang
diharamkan.12 Bahkan, termasuk dalam tindakan “merekayasa” ketika ada
seorang lelaki yang menikahi wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan
niat untuk dicerai agar bisa kembali kepada suami pertama, meskipun suami
pertama tidak mengetahui.
Dalam pernikahan tahlil, tidak ada sedikitpun kehendak untuk menikahinya. Jika
maksudnya untuk menggaulinya hari itu, dan ada seseorang yang mengisyaratkan
kepadanya untuk menceraikannya maka perbuatan ini tidak dibolehkan, di mana ia
bermaksud untuk menggaulinya selama satu hari atau dua hari. Berbeda dengan orang
12
menikah dengan maksud tertentu, sementara perkaranya ada di tangannya. Dalam hal
ini, tidak ada seorangpun yang mengisyaratkan agar menceraikan istrinya.
Dari pernikahan tahlil, mustahil tercapainya tujuan dari pernikahan yang telah
di syariatkan agama Islam maupun yang telah di atur oleh hukum positif serta
Maqhasid Al-Syariah dari pernikahan, karena hanya bertujuan untuk menghalalkan
wanita tersebut terhadap suaminya yang telah menceraikannya sampai tiga kali dan
sebagai mata pencarian muhallil tersebut.
Namun di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII Kabupaten
Bungo, Jambi, nikah tahlil ini masih dilakukan dengan tujuan untuk menghalalkan
perempuan yang telah di talak tiga oleh bekas suaminya, agar bekas suaminya ini
dapat kembali menikahi perempuan tersebut. Akad nikah tahlil dilakukan hanya
dihadiri oleh beberapa orang saja, tanpa adanya walimah atau resepsi pernikahan.
Pernikahan tahlil ini tidak mengenal adanya pencatatan pernikahan dan hanya
dilakukan dengan niat menceraikannya setelah dukhul bukan dengan niat yang mulia
yaitu membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah.
Faktanya umur pernikahan tahlil yang dilakukan ini hanya beberapa hari saja bahkan
hanya untuk dukhul setelah itu mereka bercerai dan bandot sewaan itu mendapatkan
upah dari pihak keluarga perempuan yang menjadi muhallalahu.
Setelah bandot sewaan itu bercerai dengan perempuan tersebut dan
mendapatkan upah, maka tidak ada lagi ikatan perkawinan diantara mereka. Artinya
bahwa pernikahan tahlil ini direkayasa dengan tujuan hanya untuk menghalalkan
Dengan latar belakang masalah yang di atas, maka penulis sanagat tertarik
untuk meneliti lebih lanjut tentang permasalahan ini dan mencoba membahasnya
dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul
“PRAKTEK NIKAH TAHLIL DI KECAMATAN MUKO-MUKO BATHIN
VII KABUPATEN BUNGO, JAMBI”
B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan masalah
Sehubungan dengan luasnya pembicaraan tentang larangan perkawinan, maka
penulis akan membatasi hanya pada perkawinan tahlil, dalam tinjauannya menurut
Hukum Islam dan Hukum Positif yang mengatur tentang perkawinan di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
Setelah melihat permasalahan pada latar belakang di atas, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya, Kecamatan Muko-muko
Bathin VII. Kabupaten Bungo, Jambi.
b. Faktor apa saja yang mempengaruhi nikah tahlil di desa Suka Jaya,
Kecamatan Muko-muko Bathin VII, Kabupaten Bungo, Jambi.
c. Bagaimana pandangan hukum Islam serta hukum positif terhadap praktek
nikah tahlil di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui secara spesifik bagaimana praktek nikah tahlil dilakukan di
desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi.
b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi praktek nikah tahlil di
desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi.
c. Untuk mengetahui dan memahami tentang perspektif hukum terhadap aturan
adanya praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin
VII Kabupaten Bungo, Jambi.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah;
a. Sebagai wujud kontribusi positif penulis terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya pada bidang perkawinan dan ilmu
perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mekanisme perkawinan.
b. Memberikan satu karya ilmiah yang bermanfaat bagi civitas akademika
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
c. Dapat dijadikan rujukan bagi masyarakat secara umum tentang hukum nikah
tahlil yang terjadi di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yakni penelitian yang difokuskan untuk menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dijadikan sumber informasi, untuk
menganalisa data secara non-statistik.
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan normatif
empiris yakni dengan kajian perundang-undangan (statute approach). Dengan
pendekatan ini dilakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan tema sentral penelitian ini.Namun untuk kepentingan perolehan
dan analisa data.
3. Sumber data
Data yang digunakan terdiri dari data primer, sekunder.
Data primer terdiri dari hasil wawancara terhadap tokoh terkait, seperti
pelaku, tokoh adat dan agama serta tokoh masyarakat.
Data sekunder terdiri atas Al Quran, buku-buku teks yang ditulis oleh para
ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, serta peraturan
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh semua data yang dibutuhkan, digunakan alat pengumpul
data sebagai berikut:
a. Wawancara, berupa indept interview (wawancara yang mendalam) terhadap
beberapa orang informan yang terkait dengan perihal tema penelitian ini,
seperti pelaku, tokoh adat dan tokoh agama serta masyarakat di Desa Suka
Jaya.
b. Studi kepustakaan (library reseach), yaitu untuk memperoleh landasan teoritis
yang ada kaitannya dengan judul penulis bahas, dimana penelitian yang
dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, makalah, artikel maupun
website.13
5. Analisa Data
Dalam pengolahan data, dilakukan dengan cara mengedit data, lalu data yang
sudah diedit tadi dikelompokkan dan diberikan pengkodean dan disusun berdasarkan
kategorisasi dan diklasifikasikan berdasarkan permasalahan yang dirumuskan secara
deduktif. Dari data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif.14
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu dengan cara
menggambarkan permasalahan yang didasari pada data-data yang ada, lalu dianalisa
13
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h.141
14
lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan. Adapun pedoman yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tahun 2012.15
Serta penulisan ayat al-Qur’an dan Hadis ditulis satu spasi, termasuk
terjemahan al-Qur’an dan Hadis dalam penulisannya diketik satu spasi meskipun
kurang dari enam baris dan penulisan skripsi ini menggunakan ejaan yang
disempurnakan (EYD), kecuali nama pengarang dan daftar pustaka ditulis diawal.16
E. Kerangka Teori
Perkawinan adalah suatu ikatan atau perbuatan hukum yang berkibat adanya
hak dan kewajiban antara orang yang melakukan perkawinan. Dalam nikah tahlil
tidak memiliki hal tersebut, karena hanya diniatkan untuk menghalalkan wanita yang
sudah ditalak tiga.
Nikah yang seperti ini dilarang oleh agama karena hanya memuaskan hawa
nafsu dan mengancam kemuliaan akad pernikahan. Didalam hukum positif di
Indonesia juga dilarang pernikahan yang seperti ini. Perikahan tahlil ini merupakan
pernikahan yang hanya diniatkan untuk menghalalkan perempuan yang ditalak tiga
oleh bekas suaminya dan tidak memiliki tujuan untuk ibadah maupun untuk menjaga
keturunan.
15
Tim Penulis Fakultas Syari’ah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h.11
16Tim Penulis Fakultas Syari’ah dan Hukum,
F. Sistematika Penelitian
Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka
penulis mengklasifikasikan dan menjelaskan permasalahan dalam beberapa bab
dengan sistematika sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan, dalam bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang masalah yang akan diteliti, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang
mencakup jenis penelitian, pendekatan, sumber data, metode pengumpulan data,
analisis data, dan teknik penulisan.
Bab Kedua, merupakan penjelasan tentang nikah tahlil dalam Islam, hikmah dan tujuan pernikahan dan pernikahan yang dilarang dalam Islam serta hukum positif
Indonesia.
Bab Ketiga, dalam bab ini penulis menjelaskan tentang letak geografis dareah tempat penelitian penulis yaitu, letak geografi, demografi dan sosial ekonomi serta
keadaan sosial keagaman dan pendidikan.
Bab keempat, dalam bab ini penulis menjelaskan hasil penelitian, yaitu tentang bagaimana latar belakang penyebab pelaksanaan nikah tahlil di desa Suka
Jaya Kec. Muko-muko Bathin VII Kab. Bungo, Jambi, manfaat, pandangan Islam dan
hukum positif serta analisis penulis.
14
A. Nikah Tahlil
Orang melayu menamakannya cina buta, yaitu perkawinan seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang telah diceraikan suaminya sampai tiga kali. Setelah
habis iddahnya perempuan itu diceraikan supaya halal dinikahi kembali oleh
sumainya yang telah mentalaknya tiga kali.1
Nikah Tahlil adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang sudah dijatuhi talak tiga oleh suaminya, dan setelah masa
iddah selesai, lalu dia melakukan hubungan seksual dengan peempuan tersebut.
Setelah itu dia meneraikannya sehingga perempuan tersebut dapat menikah lagi
dengan suami sebelumnya.2
Menurut Amir Syarifuddin nikah tahlil secara etimologi berarti menghalalkan
hukumnya adalah haram. Kalau dikaitkan dengan perkawinan akan berarti perbuatan
yang menyebabkan seseorang yang semula haram melangsungkan perkawinan
menjadi boleh atau halal. Orang yang dapat menyebabkan halalnya orang lain
melakukan perkawinan itu disebut muhallil, sedangkan orang yang telah halal
1
Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1985). Hal. 38 2
melakukan perkawinan disebabkan oleh perkawinan yang dilakukan muhallil disebut
muhallal lah.
Nikah Tahlil dengan demikian adalah perkawinan yang dilakukan untuk
menghalalkan orang yang telah melakukan talak tiga untuk segera kembali kepada
istrinya dengan nikah baru.3
Rukun nikah tahlil seperti nikah biasa yang dilakukan dalam masyarakat
yaitu:
1. Adanya calon mempelai laki-laki dan wanita
2. Harus ada wali bagi calon mempelai perempuan
3. Harus disaksikan oleh dua orang saksi
4. Akad nikah yaitu ijab dari wali mempelai perempuan atau wakilnya dan
Kabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.
Rukun nikah merupakan bagian daripada hakekat perkawinan, artinya bila
salah satu dari rukun nikah tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi suatu
perkawinan.4
Mengenai pernikahan tahlil, ada beberapa bentuk akad terhadap kesepakatan
penghalalan dan persyaratan terhadap penghalal, diantaranya:
1. Jika suami kedua berakad nikah dan mensyaratkan di tengah-tengah akad agar
menceraikannya setelah bercampur atau apabila telah bercampur, mereka
terpisah atau tidak ada lagi pernikahan antara mereka berdua.
3
Amir Syarifuddin, hukum perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: kencana, 2007) hal. 103-104 4
Nikah yang seperti ini tidak dianggap dan hukumnya batal, karena ia
mensyaratkan larangan kelangsungan nikah sama halnya dengan pembatasan
nikah. Menurut Imam As-syafii adalah nikah penghalalan.
Ulama Malikiyah, Hanabilah, dan Imam Abu Yusuf sependapat dengan
pendapat di atas, yakni pembatalan akad nikah di atas karena pernikahan
sementara tidak berfaedah menghalalkan.
Adapun menurut Abu Hanifah hukum nikah penghalal adalah boleh, dan jika
sampai ada kesepakatan penghalalan hukumnya hanya dimakruhkan.
2. Jika kedua belah pihak sebelum akad sepakat talak sesudah bercampur tetapi
mereka tidak mempersyaratkannya di tengah-tengah akad. Pernikahan seperti
ini hukumnya makruh karena keluar dari perbedaan orang yang
mengharamkan.
3. Jika ia menikahinya tanpa syarat, tetapi niatnya menceraikan setelah
bercampur, ia berakad di hadapan orang banyak bahwa akad yang dilakukan
adalah akad selamanya.akad dalam kondisi tersebut sah tetapi makruh, jika ia
menjatuhkan talak setelah bercampur maka halal bagi suami pertama setelah
habis masa iddahnya.5
Tujuan nikah tahlil bukan membangun rumah tangga yang sakinah, melainkan
semata-mata untuk menghalalkan perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya
untuk kembali rujuk dengan akad pernikahan yang baru. Apalagi jika dikaitkan
5
bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang shalih dan
shalihat.
Sebab Ayat Al-Quran menjelaskan bahwa orang yang telah ditalak tiga oleh
suaminya kemudian mereka ingin rujuk kembali maka haruslah menikah dengan
laki-laki lain terlebih dahulu, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah
ayat 230:
/ رق لا(
٢
:.
٢٢
)
Artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (Q:S/2:230).
B. Nikah yang dilarang
Didalam ajaran Islam juga mengenal adanya beberapa bentuk pernikahan
yang diharamkan, baik itu diharamkan karena tidak sesuai dengan tujuan pensyariatan
maupun diharamkan karena disebabkan oleh sesuatu atau larangan syariat diantaranya
adalah:
1. Nikah Mut’ah
Mut’ah adalah akad perkawinan yang dilaksanakan seakan untuk waktu
untuk waktu yang pendek, akad ini berakhir dengan berakhirnya waktu akad tanpa
jatuh talak.6
Nikah untuk waktu yang telah ditentukan artinya nikah yang terputus.
Pernikahan ini diharamkan karena akadnya hanya semata-mata untuk
bersenang-senang saja dan untuk memuaskan nafsu, nikah mut’ah tidak bertujuan untuk
mendapatkan keturunan atau hidup senagai suami istri dengan membina rumah
tangga yang sejahtera.
Pernikahan mut’ah bertentangan dengan hukum Al-quran tentang perkawinan,
talak, iddah, dan waris. Dalam pernikahan mut’ah tidak mengenal aturan tentang
talak karena perkawinan itu akan berakhir dengan habisnya waktuyang telah
ditentukan. Iddah dalam pernikahan mut’ah itu dua kali haid, empat puluh hari bagi
perempuan yang sudah tidak berdarah haid dan tidak mengenal adanya hak saling
mewarisi bagi suami istri tersebut.
2. Nikah Syighar
Nikah Syighar adalah pernikahan yang didasarkan pada janji atau kesepakatan
penukaran, yaitu menjadikan dua orang perempuan sebagai mahar atau jaminan
masing-masing. Ucapan akadnya adalah “saya nikahkan anda dengan anak saya atau
saudara perempuan saya, dengan syarat anda menikahkan saya dengan anak atau
saudara perempuan anda”. Jika pernikahan ini terjadi maka pernikahannya batal.7
6
Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang (Jakarta: CV, Cendekia Sentra Muslil, 1997) hal. 65
7
3. Akad Dengan Niat Mentalak
Seseorang yang menikahi perempuan namun di dalam hatinya ada niat untuk
menceraikannya, hukumnya sama seperti nikah mut’ah, para ulama dan tokoh-tokoh
sahabat melarang adanya nikah mut’ah karena pernikahan itu hanya untuk waktu
tertentu dan pernikahan dengan niat ingin menceraikannya sama seperti pernikahan
untuk waktu tertentu8.
4. Menikah Dengan Istri Yang Penah Ditalak Tiga
Apabila seorang laki-laki menceraikan istrinya sampai tiga kali, maka ia tidak
halal rujuk kepada istrinya kecuali istrinya sudah pernah menikah dengan laki-laki
lain kemudian laki-laki tersebut menceraikannya dan habis masa iddahnya.
Perkawinan harus perkawianan yang benar bukan untuk maksud tahlil.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 230
/ رق لا(
٢
:.
٢٢
)
Artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan laki-laki yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (Q:S/2:230).9
8
Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1985). hal. 37 9
Ayat di atas menjelaskan bahwa talak itu hanya dua kali yang boleh rujuk,
maka jika suami telah menjatuhkan talak sebanyak tiga kali, istrinya sudah tidak halal
lagi baginya. Sampai ada laki-laki lain yang menikah dengan perempuan tersebut
secara resmi dan benar-benar ingin membangun rumah tangga dengannya.10
Kemudian jika suami yang kedua menceraikannya, maka diperbolehkan bagi
suami pertama untuk kembali rujuk atau hidup bersama lagi, tetapi dengan catatan
keduanya berkeyakinan akan saling menghormati satu sama lainnya.11
C. Rukun dan Syarat Perkawinan
Sahnya suatu perbuatan hukum menurut hukum agama Islam harus memenuhi
dua unsur, yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat
merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.
Perkawinan sebagai perbuatan hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan
syarat-syarat tertentu.
Agama Islam menentukan sahnya aqad nikah kepada tiga macam syarat,
yaitu:
1. Dipenuhinya semua rukun nikah
2. Dipenuhinya syarat-syarat nikah
3. Tidak melanggar larangan perkawinan sebagai yang ditentukan oleh syari’at.12
10
Al-Adzim Ma’ani dan DR. Ahmad Al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Quran dan Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal 128
11
Al-Adzim Ma’ani dan DR. Ahmad Al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Quran dan Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal 129
12
a. Rukun Nikah
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu
melangsungkan perkawinan. Jadi dapat digolongkan kedalam syarat formil, dan
terdiri atas:
1. Adanya calon mempelai laki-laki dan wanita
2. Harus ada wali bagi calon mempelai perempuan
3. Harus disaksikan oleh dua orang saksi
4. Akad nikah yaitu Ijab dari wali mempelai perempuan atau wakilnya dan
Qabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.
Adapun rukun nikah menurut para Ulama madzhab adalah sebagai berikut:
1. Jumhur Ulama
a. Adanya calon suami istri yang melakukan perkawinan
b. Adanya wali dari pihak calon mempelai wanita
c. Adanya dua orang saksi
d. Sighat akad nikah, yaitu Ijab dan Qabul
2. Menurut Imam Malik
a. Wali dari pihak perempuan
b. Mahar atau mas kawin
c. Calon pengantin laki-laki
d. Calon pengantin perempuan
3. Menurut Imam As-Syafi’I
a. Calon pengantin laki-laki
b. Calon pengantin perempuan
c. Wali
d. Dua orang saksi
e. Sighat akad nikah
4. Menurut Imam Hanafi
Menurut madzhab ini rukun nikah itu hanya ada Ijab dan Qabul saja (yaitu
akad yan dilakukan oleh wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).13
Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat perkawinan, artinya bila salah
satu dari rukun nikah tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi suatu perkawinan.14
b. Syarat-syarat Nikah
Syarat-syarat nikah menurut agama Islam diperinci ke dalam syarat-syarat
untuk mempelai wanita dan syarat-syarat untuk mempelai laki-laki. Syarat-syarat
nikah ini dapat digolongkan ke dalam syarat materil dan harus dipenuhi agar dapat
melangsungkan pernikahan.
Syarat bagi calon mempelai laki-laki:
1. Beragama Islam
2. Terang laki-lakinya (bukan banci)
3. Tidak dipaksa (dengan kemauan sendiri)
13
Abdul rahman Al-Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 47-48. 14
4. Tidak beristri lebih dari empat orang
5. Bukan mahramnya bakal istri
6. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan bakal istrinya
7. Mengetahui bakal istrinya tidak haram dinikahinya
8. Tidak sedang dalam Ihram Haji atau Umrah.
Syarat bagi calon mempelai wanita:
1. Beragama Islam
2. Terang perempuannya (bukan banci)
3. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya
4. Tidak bersuami, dan tidak dalam masa iddah
5. Bukan mahram bakal suami
6. Belum pernah dili’an (sumpah li’an) oleh bakal suaminya
7. Terang orangnya
8. Tidak sedang dalam Ihram Haji atau Umrah.15
Jika tidak dipenuhinya syarat-syarat nikah tersebut di atas berakibat batal atau
tidak sah (fasid) nikahnya. Selain syarat-syarat tersebut masih ada syarat lain yang
harus diperhatikan oleh umat Islam dalam hal akan melangsungkan pernikahan, yaitu
syarat tidak melanggar larangan pernikahan.16
Dalam hukum Islam terdapat tingkatan atau penggolangan hukum, yaitu
mubah, sunnah, wajib, makruh dan haram. Berkaitan dengan hal ini nikah
15
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 31. 16
mempunyai hukum yang berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dialami oleh
seseorang. Hukum nikah itu adalah:
1. Wajib
Bila seseorang dilihat dari pertumbuhan jasmaniyahnya layak sekali untuk
menikah, nafsunya sudah mendesak, takut terjerumus dalam perzinaan dan
mampu memberikan nafkah lahir bathin, maka wajiblah ia menikah. Karena
menjauhkan diri dari yang haram itu wajib. Sedangkan untuk itu dapat
dilakukan dengan baik, kecuali menikah.17
2. Sunnah
Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu untuk
menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari melakukan zina, maka
baginya sunnah hukumnya.18
3. Haram
Seseorang akan mengawininya dengan maksud menyakiti atau
mempermainkannya, maka ia akan haram mengawini wanita itu. Apalagi
tidak mampu memenuhi nafkah lahir bathin istrinya serta nafsunya tidak
mendesak maka haramlah dia menikah.
4. Mubah
Menikah dimubahkan bagi seseorang atau laki-laki yang tidak terdesak oleh
alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang
mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah.
17
Abdurrahman Al Ghazali, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 18 18
5. Makruh
Adapun menikah makruh hukumnya bagi laki-laki yang lemah syahwatnya
dan tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya walaupun dia kaya dan
tidak merugikan istrinya, ia lebih baik tidak kawin terlebih dahulu karena
apabila kawin takut akan membawa kesengsaraan bagi istrinya.19
D. Hikmah dan Tujuan Perkawinan
Allah mensyari’atkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi
kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan
yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah.Untuk mencapai kehidupan
yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan penyimpangan, Allah telah
membekali dengan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik.20
Sebagaimana firman Allah SWT
.
. /مورلا(
٢
:
٢٢
)
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS/30:21)
Rumah tangga adalah suatu kumpulan dari masyarakat terkecil, yang terdiri
dari pasangan suami isteri, anak-anak, mertua dan sebagainya. Terwujudnya suatu
19
Bakri A Rahman dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan dan Hukum Perdata, (Jakarta: PT Hidayakrya Agung , 1998), hal. 22
20
rumah tangga yang sah setelah didahului oleh Aqad Nikah atau Perkawinan sesuai
dengan ajaran Agama dan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perkawinan harus diawali dengan niat yang ikhlas karena Perkawinan itu
adalah suruhan Allah dan RasulNya terhadap Hambanya yang mampu.Sebelumnya
pihak-pihak yang bersangkutran (calon suami isteri) hendaklah berusaha mempelajari
dasar-dasar dan tujuan berumah tangga serta seluk beluk pernikahan yang
bersangkutan dengan itu.
Hal itu dimaksudkan supaya landasan atau pondamen rumah tangga yang
akan didirikan itu lebih baik dan lebih kuat, tidak mudah mengalami kegoncangan
dan krisis dalam melayarkan bahtera rumah tangga berikutnya. Selanjutnya
perhatikanlah uraian-uraian ringkas tentang tujuan dan hakekat Perkawinan, baik
menurut ajaran Agama maupun menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974, serta
pengaruhnya lingkungan dan masyarakat, Bangsa dan Agama.21
Manfaat Perkawinan itu telah dirasakan oleh setiap orang yang berumah
tangga antara lain, terdapatnya kepuasan dan ketenangan jiwa (hati), rasa kasih
sayang terhadap isteri dan anak-anak yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab,
baik di bidang kesejahteraan lahiriyah dan batiniyahnya, seperti membentuk
keperibadian anak atau keluarga dengan ajaran Agama dan ilmu pengetahuan lainnya,
dengan tujuan agar terwujud rumah tangga yang sejahtera, bahagia lahir dan batin,
memperoleh keturunan yang sah, suci dimasa yang akan datang.22
21
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), hal. 26.
22
Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekadar pada batas memenuhi
kebutuhan biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan
penting yang berkaitan dengan sosial, psikologi, dan agama. Di antaranya yang
terpenting adalah sebagai berikut:
1. Memelihara gen manusia.
Pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keberlangsungan gen manusia,
alat reproduksi, dan regenerasi dari masa ke masa. Dengan pernikahan inilah manusia
akan dapat memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah dari Allah.
Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
(
/تارجحلا
٢٢
:
٩٤
)
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q:S/13:49)
Dapat dikatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut dapat melalui nafsu
seksual yang tidak harus melalui syariat, namun cara tersebut dilarang oeh Syariat
Islam. Karena yang demikian itu akan menyebabkan terjadinya penganiayaan, saling
menumpahkan darah, dan menyia-nyiakan keturunan sebagaimana yang terjadi pada
2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh.
Di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius.
Seseorang akan merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat
kemanusiaannya, yaitu ikatan rohani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat
manusia dan menjadi mulia dari tingkat kebinatangan yang hanya menjalin cinta
syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri
sesungguhnya adalah ketenangan jiwa, kasih sayang, dan memandang.
3. Nikah sebagai perisai diri manusia.
Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari
pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan dalam agama. Karena nikah memperbolehkan
masing-masing pasangan melakukan kebutuhan biologisnya secara halal dan mubah.
Pernikahan tidak membahayakan bagi umat, tidak menimbulkan kerusakan,
tidak berpengaruh dalam membentuk sebab-sebab kebinatangan, tidak menyebabkan
tersebarnya kefasikan, dan tidak menjerumuskan para pemuda dalam kebebasan.
4. Melawan hawa nafsu.
Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat
orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak-anak dan mendidik mereka.
Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri dengan usaha yang
optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama. Semua manfaat
pernikahan diatas tergolong perbuatan yang memiliki keutamaan yang agung.
Tanggung jawab laki-laki terhadap rumah tangganya adalah tanggung jawab
Keutamaan memimpin sangatlah agung. Tidak rasional jika disamakan seseorang
yang sibuk mengurus diri sendiri dengan orang yang sibuk mengurus dirinya dan diri
orang lain.23
Perkawinan dan tujuan perkawinan sangat erat hubungannya dengan agama,
maka pendidikan agama dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk
membentuk keluarga bahagia. Sebab sesungguhnya agama membuat hidup dan
kehidupan manusia lebih bermakna.24
23
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 40-41.
24
30
A. Gambaran Umum Desa Suka Jaya
Desa Suka Jaya merupakan satu dari delapan desa yang ada di Kecamatan
Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo yang dulunya masih bersatu dengan Desa
Mangun Jayo dan Baru pada tahun 2008 memisahkan diri dengan nama dusun Suka
Jaya.
Adanya program pemekaran desa membuat desa Suka Jaya ingin mandiri,
melihat desa Suka Jaya ini dari segi persyaratannya seperti adanya satu buah sekolah
dasar dan satu buah Madrarah Tsanawiyah, artinya sudah memenuhi maka desa
mandiri.
Dusun ini pertama dipimpin oleh A. Jarimi sebagai Rio pertama yang
menjabat tahun 2008-2009, setelah itu dilanjutkan oleh pejabat sementara yaitu Uyun
Fauzan karena pemimpin pertama (Datuk Rio) meninggal dunia sampai Yanni Arfis
menang dalam pemilihan Rio dusun Suka Jaya dan memimpin Dusun Suka Jaya
Sampai sekarang dan dibantu oleh aparatur pemerintahan desa lainnya.
Desa Suka Jaya menganut sistem kelembagaan pemerintahan dengan pola
minimal, berikut peneliti menggambarkan skema kelembagaan desa Suka Jaya
Skema Pemerintahan Desa Suka Jaya
BPD
Ajidan
RIO
Yanni
KK. SISKO BATHIN
M. Haris
KK. LEBAK RAJO
H. Darwin
Pelaksana Teknis
BIDES
PPL
TP PKK
LPM
KAJUR UMUM
Zulkifli
KAJUR PEMBANGUNAN
M. Syafwan
SEKDUS
Jawasriyadi
KAJUR PEM
Zainuddin
KK. RAWA SIALANG
Humaidi
KK. BELUR MELINTANG
B. Letak Geografis dan Demografi Desa Suka Jaya
1. Letak geografis desa Suka Jaya
Hampir keseluruhan desa dikecamatan Muko-Muko Bathin VII merupakan
daerah berbukit dengan ketinggian desa antara 66-100 m dari permukaan laut.
Berdasarkan statistik ketinggian desa dari permukaan laut desa tanjung agung
merupakan desa yang paling tinggi yaitu 100 m dari permukaan laut, bearti
ketinggian desa Suka Jaya adalah 66.12 m dari permukaan laut. Desa Suka Jaya juga
di aliri sungai Batang Bungo.1
Desa Suka Jaya ini tidak terlalu jauh dari ibu kota kabupaten, dan akses
menuju kotapun digolongkan sangat mudah. Sedangkan dari ibukota kecamatan
hanya berjarak lebih kurang 1.5 km. Jadi tidak ada kendala dalam transportasi dan
rata-rata setiap rumah mempunyai kendaraan roda dua.
2. Letak Demografi Dusun Suka Jaya
a. Batas Wilayah
No Batas wilayah Daerah perbatasan
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Dusun
Sungai Arang
Kecamatan Bungo Dani
2. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Dusun
Tanjung Agung Kecamatan
Muko-Muko Bathin VII
1
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun
Mangun Jayo Kecamatan
Muko-MUKO Bathin VII
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai
Mengkuang Kecamatan
Rimbo Tengah
b. Luas Wilayah
Desa Suka Jaya mempunyai Luas wilayah 1.500 meter yang terdiri dari:
No Jenis Jumlah
1.
2.
3.
Tanah persawahan
Tanah pekarangan
Tanah tegalan
15 (lima belas) ha
10.5 (sepuluh koma lima) ha
3.4 (tiga koma empat) ha
c. Keadaan Iklim
Desa Suka Jaya umumnya mempunyai iklim kemarau dan penghujan,
seperti iklim di desa-desa lain di kabupaten Bungo. Hal tersebut mempunyai
pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di desa Suka Jaya.2 Yang
sebagian besar mata pencarian penduduknya adalah menjadi buruh tani, yaitu
dengan memanen hasil karet dari kebun karet orang lain.
2
d. Kondisi sosial desa Suka Jaya
Dilihat dari segi keagamaan penduduk desa Suka Jaya 100% beragama
Islam dan hampir dipastikan belum ada warga desa Suka Jaya ini menganut
agama selain Islam.
Bila dilihat dari segi suku, pada umumnya penduduk asli provinsi
Jambi adalah bersuku melayu dan adat yang dipakai juga merupakan adat
melayu.
Menurut data sensus penduduk pada tahun 2013 penduduk desa Suka
Jaya berjumlah 1134 yang terdiri dari 556 jiwa laki-laki dan 578 jiwa
perempuan dengan jumlah KK sebanyak 300 KK.
Dari segi keamanan desa memiliki keamanan yang cukup memadai
dengan adanya sistem ronda di setiap RT dan didukung dengan adanya
poskamling sebanyak 2 buah.
C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Desa Suka Jaya
1. Kondisi Perekonomian
Kondisi ekonomi masyarakat desa Suka Jaya sebagian besar tergolong
menengah kebawah. Dimana sebagian besar penduduk Desa Suka Jaya
berprofesi sebagai buruh tani karena dusun ini merupakan Desa pertanian, dan
selebihnya bekerja sebagai PNS dan pedagang.
Dari 1134 jumlah penduduk desa ini yang terdiri dari 556 laki-laki dan
578 perempuan sebagian besar tidak mempunyai pekerjaan tetap, hanya
Penduduk menurut jenis profesi atau pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Jumlah Orang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pegawai Negeri Sipil
Pensiun PNS
Guru
Kepolisian
Pedagang
Buruh tani
92 orang
9 orang
12 orang
9 orang
5 orang
273 orang
2. Kondisi Pendidikan
Secara umum masyarakat desa Suka Jaya masih tergolong ketinggalan
bila dilihat dari kondisi pendidikan. Dalam berbagai tingkatan, baik itu
ditingkat perguruan tinggi maupun ditingkat sekolah menengah atas.
Di desa Suka Jaya terdapat beberapa sarana pendidikan baik
pendidikan formal maupun non formal.
a. Sekolah Dasar (SD) : satu (1) buah
b. Madrasah Tsanawiyah (MTs) : satu (1) buah
c. TPA : dua (2) buah
Dari hasil wawancara peneliti dengan datuk rio dusun Suka Jaya
didapatkan informai yang menjelaskan, bahwa desa ini masih ketinggalan di
tingkat pengangguran meningkat, yang terjadi adalah warga masyarakat
menjadi buruh tani upahan, yang sebenarnya gajinya tidak mencukupi untuk
kebutuhan sehari-hari. Sehingga tingakat kejahatanpun semakin meningkat,
misalkan seringnya hasil pertanian warga hilang sebelum sempat dipanen.
Untuk memperjelas keterangan diatas dapat dilihat dari gambaran
tingkat pendidikan di desa Suka Jaya dengan menggunakan hasil sensus
penduduk tahun 2010, sebagai berikut:3
No Uraian Jumlah Jumlah keseluruhan
1 Jumlah jiwa 1134
1. Laki-laki 556
2. Perempuan 578
2 Jumlah KK 300
3 Pendidikan
1. Belum tamat SD 148
2. Tamat SD 185
3. SLTP 168
4. SLTA 217
5. Diploma I/II 43
6. Akademi, Diploma III, 20
7. Diploma IV/Strata I 68
3
Bila dilihat dari jumlah keseluruhan anak yang berumur dari 15 tahun
sampai dengan 25 tahun dan dibandingkan dengan jumlah anak-anak yang
melanjutkan pendidikan di atas SD, maka dapat disimpulkan hanya sebagian
kecil yang melanjutkan sekolah, bearti selebihnya putus sekolah.
3. Kondisi Keagamaan
Secara umum seluruh masyarakat desa Suka Jaya 98% menganut
agama Islam, dan sarana peribadatan yaitu terdapat satu (1) buah mesjid dan
dua (2) buah musholla, dimana musholla ini dipergunakan untuk tempat
[image:47.612.135.525.183.569.2]anak-anak mengaji pada waktu sore hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut:
No Sarana Peribadatan Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
Masjid
Musholla
Gereja
Vihara
Pura
1 buah
2 buah
-
-
-
Biasanya kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh msyarakat desa
Suka Jaya di mesjid ini selain memperingati hari-hari besar Islam juga
38
A. Praktek Nikah Tahlil di Desa Suka Jaya
Perceraian merupakan sesuatu perkara yang halal namun sekaligus dibenci
oleh Allah SWT. Orang-orang yang menjatuhkan talak sampai tiga kali baik istrinya
maupun suaminya dalam pandangan masyarakat desa Suka Jaya adalah dianggap
sebagai orang yang yang kurang waras pikirannya. Apalagi bagi seorang wanita
merupakan sebuah aib dan harus cepat-cepat di tahlil atau menikah dengan orang lain.
Sebab dikhawatirkan jika suatu saat akan kembali rujuk dengan mantan suaminya
tanpa ditahlil terlebih dahulu. menurut pandangan masyarakat didesa ini orang mabuk
talak tiga itu tidak seperti mabuk janda biasa tapi seperti orang yang kurang waras.1
Di desa Suka Jaya ini terdapat beberapa orang muhallil yang bersedia
mentahlil atau menikah dengan perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya. dan
perempuan yang ditahlil tersebut tidak hanya dari desa Suka Jaya saja melainkan juga
dari kecamatan-kecamatan lain.
Dalam prakteknya pernikahan tahlil ini dilakukan sepertinya pernikahan biasa,
yang wajib adanya rukun dan syarat dari suatu pernikahan. Seperti adanya wali dari
1
pihak perempuan, saksi pernikahan dan mahar serta akad pernikahan.2 Adapun
mengenai jumlah mahar tergantung kemampuan laki-laki yang akan menikah tesebut.
Dan pernikahan ini dilakukan bukan di depan pegawai pencatat nikah (PPN) dan
dilakukan di kediaman muhallil. Setelah akad pernikahan ini selesai mereka menjadi
layaknya suami istri.
Namun umur pernikahan ini tidak berlangsung lama, hanya berkisar 3 hari
sampai satu minggu saja, setelah itu mereka bercerai tanpa ada lagi ikatan perkawinan
di antara mereka berdua.
Artinya pernikahan tahlil ini tidak bertujuan untuk mencapai tujuan mulia dari
sebuah pernikahan, yaitu membentuk sebuah rumah tangga dan sebuah keluarga serta
menjaga keturunan umat manusia.
Jika dilihat dari segi akadnya pernikahan ini dilakukan seperti pernikahan
biasa tanpa ada persyaratan apapun dalam akad tersebut, jadi menurut pendapat salah
satu tokoh ulama dan adat desa Suka Jaya bahwa pernikahan ini sah hukumnya
karena yang membatalkan sebuah akad pernikahan adalah persyaratan yang
diucapakan dalam suatu akad yang tidak bisa dipenuhi oleh orang yang berakad.
B. Faktor Praktek Nikah Tahlil
Masyarakat di kecamatan Muko-Muko Bathin VII khususnya di desa Suka
Jaya yang melakukan praktek nikah tahlil dengan menyebutkan beberapa alasan yang
kemudian didukung oleh beberapa tokoh masyarakat dengan berbagai macam
pertimbangan yang selanjutnya disebut tokoh tokoh agama/ Ulama.
2
Praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya ini dilakukan dengan beberapa faktor
diantaranya adalah:
1. Jika pasangan suami istri yang bercerai sampai tiga kali atau istrinya sudah
ditalak sampai tiga kali, dan mereka ingin rujuk kembali, maka disyaratkan
agar istrinya harus menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain.
Sebagaimana firman Allah SWT.
.
/ رق لا(
٢
:.
٢٢
)
Artinya: kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (Q:S/2:230).
2. Menurut adat yang berlaku di desa Suka Jaya, pernikahan tahlil ini dibolehkan
dengan landasan hukum adatnya adalah wajib segera itu ada empat hal yaitu:
a. Menuntut akan kawin
b. Cerai akan rujuk
c. Kafir masuk islam
Empat hal ini menurut adat yang berlaku di desa Suka Jaya harus
segera dilaksanakan, karena hal inimerupakan sesuatu yang sangat penting
dan jika tidak dilaksanakan dengan cepat maka berdosa.
Dalam hal ini yang menjadi topik pembicaraannya adalah orang yang
telah talak tiga dan mereka ingin rujuk kembali. Hal ini menyebabkan harus
dilakukan pernikahan terlebih dahulu dengan terhadap wanita tersebut dengan
laki-laki selain suaminya.
3. Praktek nikah tahlil ini sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang dahulu,
sampai sekarang tetap di bolehkan karena jika perempuan yang telah di talak
tiga oleh suaminya itu dan belum menikah dengan laki-laki lain atau belum
ditahlil kemudian mereka ingin rujuk dan lari kedaerah lain yang masyarakat
daerah