Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh :
ASEP SAIFUL BAHRI
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI SYARIAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
proses pembayaran secara lebih cepat, efisien, dan aman dengan biaya yang relatif
lebih murah dari pada menggunakan instrumen pembayaran elektronis lainnya seperti
debit card dan credit card.
Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang tunai sebagai alat
pembayaran, karena apapun satuan nilai yang terkandung dalam media uang
elektronik tersebut, pada dasarnya merupakan nilai uang tunai yang dapat ditukarkan
kembali kepada penerbit dalam bentuk uang tunai.
Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap instrumen
pembayaran dengan menggunakan uang elektronik, Bank Indonesia telah
menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang
Elektronik yang berlaku mulai tanggal 13 April 2009.
Implementasi uang elektronik yang telah diatur dalam Peraturan tersebut perlu
mendapatkan kajian lebih jauh, khususnya apabila uang elektronik tersebut
diselenggarakan oleh Perbankan Syariah, baik mengenai konsep, maupun
implementasinya dilihat dari aspek ke-Syariah-annya, sehingga dapat memberikan
masukan grand design untuk mendorong pengimplementasian uang elektronik pada Perbankan Syariah di Indonesia.
Kata Kunci : Konsep Uang Elektronik, Perbankan Syariah, Akad Syariah, Sistim Pembayaran Elektoronik, Produk Perbankan Syariah.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, memberikan akal dan pikiran kepada manusia
sehingga mampu berkarya dalam kehidupan sehari-hari. Shalawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya,
dan semoga dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua.
Dengan kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan mendukung kami dalam menyelesaikan studi di Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini kami memberikan penghargaan setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ayahanda Ali Yudin dan Ibunda Mantinah Ali yang senantiasa kami harapkan
do’a dan ridhonya. Kakanda Evi Alviah, S.Ag., Ahmid Husni Ali, S.Pd.I., dan Siti
Masyitoh, Akbid. yang tidak pernah bosan untuk membimbing kami.
2. Para dosen yang telah mendidik kami yang senantiasa kami harapkan do’a dan
ridhonya. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kenakalan kami semasa
iv
dan bimbingannya.
4. Civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas kerjasama
yang terjalin baik dan kami mohon maaf atas kekhilafan kami semasa menjadi
Ketua Umum BEM FSH UIN Jakarta.
5. Sahabat-sahabat seperjuangan yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Syariah
se-Indonesia (FORMASI), BEM FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, BEM
Prodi Muamalat-Perbankan Syariah, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) KOMFAKSYAHUM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Keluarga Besar
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Keluarga Mahasiswa Islam
Karawang (KMIK), Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB)
Jakarta dan Silaturahmi Mahasiswa Pati (SIMPATI) Jakarta yang tidak dapat
kami sebutkan namanya satu-persatu, canda dan tawa bersama kalian akan selalu
terkenang.
Jakarta, 19 Juni 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………..
KATA PENGANTAR ...
DAFTAR ISI ………...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kajian ...
B. Batasan dan Rumusan Kajian ...………...
C. Tujuan dan Manfaat Kajian ...………...
D. Metode Penelitian ……….………....
E. Sistematika Penulisan ……….……...
BAB II KONSEP UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)
A. Pengertian dan Manfaat Uang Elektronik ….………...
B. Bentuk-Bentuk Uang Elektronik ………...
C. Jenis-jenis Transaksi pada Uang Elektronik ………
D. Perbedaan Uang Elektronik dengan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu (APMK) Lainnya ………... ii
iii
v
1
4
4
5
8
10
12
15
vi
BAB III IMPLEMENTASI UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)
A. Penyelenggara Uang Elektronik …………...………
B. Prosedur Penyelenggaraan Uang Elektronik ………
C. Mekanisme dan Alur Transaksi pada Uang Elektronik ………...
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI UANG ELEKTRONIK PADA PERBANKAN SYARIAH
A. Analisis Akad Syariah pada Uang Elektronik ...
B. Implementasi Akad Syariah pada Uang Elektronik ……….
C. Prinsip-prinsip Syariah dalam Transaksi Uang Elektronik ... 19
22
27
31
40
46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………..
B. Saran ...………...
49
51
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kajian
Pertumbuhan alat pembayaran telah meningkat begitu pesat, seiring
dengan pengembangan teknologi dalam sistim pembayaran yang sedang
berkembang saat ini. Penggunaan teknologi moderen sebagai instrumen
pembayaran non-cash, baik secara domestik maupun secara internasional, telah
berkembang pesat disertai dengan berbagai inovasi yang mengarah pada
penggunaannya yang semakin efisien, aman, cepat dan nyaman1.
Dampak perkembangan teknologi dalam sistim pembayaran tersebut
terakhir ini adalah dengan munculnya instrumen pembayaran yang dikenal
dengan uang elektronik (electronic money). Uang elektronik muncul sebagai
jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen pembayaran mikro yang diharapkan
mampu melakukan proses pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif
murah, karena nilai uang yang disimpan instrumen ini dapat ditempatkan pada
suatu media tertentu yang mampu diakses dengan cepat secara off-line, aman dan
murah2.
1
Burhanuddin Abdullah, Paper Seminar Internasional Toward a Less Cash Society in Indonesia, (Jakarta: Direktorat Akunting dan Sistim Pembayaran Bank Indonesia, 2006), hal. 9
2
Penggunaan uang elektronik sebagai alternatif alat pembayaran non-cash
menunjukkan adanya potensi yang cukup besar untuk mengurangi tingkat
pertumbuhan penggunaan uang cash. Uang elektronik menawarkan transaksi
yang lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang cash, khususnya untuk
transaksi yang bernilai kecil (micro payment), sebab dengan uang elektronik
transaksi tersebut dapat dilakukan dengan lebih mudah dan murah serta menjamin
keamanan dan kecepatan transaksi, baik bagi konsumen maupun bagi pedagang.3
Keamanan dan kecepatan transaksi tersebut, tentunya menjadi komoditi
yang diperlukan dan menjadi semacam enablers yang cukup efektif untuk
terciptanya cash less society4, yaitu suatu masyarakat yang sedikit menggunakan
pembayaran secara cash, hal ini diindikasikan dengan semakin banyaknya
pusat-pusat perdagangan dan berbagai jenis perusahaan yang menerima pembayaran
non-cash5.
Di sisi lain, seiring dengan laju ekonomi yang semakin pesat, setiap bank
menawarkan berbagai produknya untuk menarik sebanyak mungkin nasabah,
diantaranya adalah dengan melalui financial transactions cards6, dan uang
elektronik sebagai alternatif alat pembayaran non-cash yang dapat berfungsi
3
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 1
4
Arifin Susanto (Analis Senior Sistim Pembayaran Bank Indonesia), Era Uang elektronik di Depan Mata, diakses pada tanggal 5 Oktober 2009 dari http://wwwbisnis.com/servlet/page?_ pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL,
5
Tim Peneliti Bank Indonesia, Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai, (Jakarta : BI, 2006), hal. 101
6
seperti uang sebagai alat pembayaran akan dapat menjangkau dan mempermudah
masyarakat yang belum mempunyai rekening di bank7.
Untuk memberikan perlindungan kepada pemegang, meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap instrumen pembayaran dengan menggunakan
uang elektronik, dan mendukung kelancaran tugas Bank Indonesia dalam menjaga
stabilitas moneter, dalam pelaksanaannya, uang elektronik diatur melalui
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik yang
berlaku mulai tanggal 13 April 20098.
Implementasi uang elektronik yang telah diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Uang Elektronik tersebut perlu mendapatkan kajian Syariah,
baik mengenai konsep akad, maupun prinsip-prinsip Syariah yang harus
diutamakan dalam transaksi uang elektronik, sehingga dapat memberikan
gambaran apabila produk uang elektronik diterbitkan oleh Perbankan Syariah.
Oleh karena itu, penulis berusaha untuk melakukan kajian tersebut dengan
membahas tema tentang “KONSEP UANG ELEKTRONIK DAN PELUANG
IMPLEMENTASINYA PADA PERBANKAN SYARIAH (Studi Kritis terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik)”.
7
Diyah NK. Makhijani, E-Money, Inovasi Alat Pembayaran, diakses pada tanggal 5 Oktober 2009 dari http://www.majalaheindonesia.com/E-Money.htm,
8
B. Batasan dan Rumusan Kajian
Kajian terbatas pada konsep uang elektronik sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik dan
analisis peluang implementasinya pada Perbankan Syariah. Penulisan kajian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah uang elektronik dapat diimplementasikan pada Perbankan Syariah ?;
2. Akad Syariah apa yang digunakan pada transaksi uang elektronik ?;
3. Bagaimana implementasi akad Syariah dalam transaksi uang elektronik ?; dan
4. Apa saja prinsip-prinsip Syariah yang harus diutamakan dalam transaksi uang
elektronik ?.
C. Tujuan dan Manfaat Kajian
1. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui apakah uang elektronik dapat diimplementasikan pada
Perbankan Syariah;
b. Untuk mengetahui akad Syariah yang digunakan pada uang elektronik;
c. Untuk menganalisis kritis bagaimana implementasi akad Syariah dalam
transaksi uang elektronik; dan
d. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip Syariah yang harus diutamakan
2. Manfaat Penulisan
a. Bagi Akademisi
Hasil kajian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang pengembangan jasa keuangan Syariah
dan dapat dijadikan sebagai acuan konsep bagi pengembangan
produk-produk jasa keuangan Syariah selanjutnya.
b. Bagi Praktisi
Hasil pembahasan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih
pemikiran dalam pengimplementasian produk uang elektronik pada
Perbankan Syariah di Indonesia.
c. Bagi Masyarakat
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
masyarakat terkait tentang penggunaan uang elektronik yang
menggunakan prinsip Syariah.
D. Metode Penelitian
Dalam rangka mendukung kajian ini, untuk mempelajari suatu masalah
dan menemukan prinsip-prinsip umum dengan menggunakan metode yang
objektif,9 penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
9
1. Jenis Penelitian
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang
konsep-konsep yang akan dikaji, Penulis menggunakan jenis Penelitian Kepustakaan
(Library Research), dengan mencari data dari berbagai literatur dan referensi
yang berhubugan dengan materi pembahasan10.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif-normatif, yaitu pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan informasi
dan data dari Bank Indonesia, baik dalam bentuk Peraturan-peraturan maupun
dokumen-dokumen kajian Bank Indonesia tentang uang elektronik serta
buku-buku lain yang mendukung dan terkait dengan materi kajian ini.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yang digunakan adalah data yang bersumber dari
Bank Indonesia yang berupa Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik, Jakarta, tertanggal 13 April
2009.
b. Data Sekunder
Untuk menjelaskan dan menganalisa data primer tersebut, data
sekunder yang digunakan adalah :
10
1) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP Perihal Uang
Elektronik, Jakarta,tertanggal 13 April 2009;
2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Jakarta, tertangal 14
November 2005;
3) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang
Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf), Jakarta, tertanggal 28 Maret 2002;
4) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 tentang
Syariah Card, Jakarta, tertanggal 11 Oktober 2006;
5) Kitab Fikih al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu karya Wahbah al-Zuhaili;
6) Dokumen kajian Bank Indonesia tentang uang elektronik; dan
7) Buku-buku dan karya ilmiah yang terkait dengan penulisan ini.
4. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan
cara pengumpulan data sebanyak-banyaknya kemudian diolah menjadi
satu-kesatuan data untuk mendeskripsikan dan menjelaskan permasalahan yang
akan dikaji dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan
permasalahan lalu dikomparasikan sehingga dapat mendeskripsikan
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif-normatif, yaitu
pengumpulan data dari berbagai dokumen yang berkaitan dengan materi
pembahasan. Selain itu, penulis juga menggunakan metode analisis Induktif,
yaitu dengan cara menganalisa data yang bertitik tolak dari data yang bersifat
khusus kemudian ditarik pada kesimpulan umum.
6. Pedoman Penulisan
Penulisan ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi
Tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
E. Sistimatika Penulisan
Penulisan disusun secara sistimatis menjadi lima bab yang terdiri dari
sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang kajian, batasan dan rumusan kajian,
tujuan dan manfaat kajian, metode penelitian dan sistimatika penulisan.
2. Bab II Konsep Uang Elektronik (Electronic Money)
Bab ini menguraikan tentang pengertian dan manfaat uang elektronik,
bentuk-bentuk uang elektronik, jenis-jenis transaksi pada uang elektronik,
perbedaan uang elektronik dengan alat pembayaran elektronik berbasis kartu
3. Bab III Implementasi Uang Elektronik (Electronic Money)
Bab ini menjelaskan tentang penyelenggara uang elektronik, prosedur
penyelenggaran kegiatan uang elektronik, dan mekanisme dan alur transaksi
pada uang elektronik.
4. Bab IV Analisis Implementasi Uang Elektronik pada Perbankan Syariah
Bab ini menguraikan tentang analisis akad Syariah pada uang
elektronik, implementasi akad Syariah pada uang elektronik, dan
prinsip-prinsip Syariah yang harus diutamakan dalam transaksi uang elektronik.
5. Bab V Penutup
Pada bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan dan saran dari
BAB II
KONSEP UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)
A. Pengertian dan Manfaat Uang Elektronik
1. Pengertian Uang Elektronik
Bank for International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya
pada bulan Oktober 1996 mendefinisikan uang elektronik sebagai
stored-value or prepaid products in which a record of the funds or stored-value available to
a consumer is stored on an electronic device in the consumer’s possession.1
Uang elektronik yang dimaksud adalah alat pembayaran elektronik
yang diperoleh dengan menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada
penerbit, baik secara langsung, maupun melalui agen-agen penerbit, atau
dengan pendebitan rekening di bank, dan nilai uang tersebut dimasukan
menjadi nilai uang dalam media uang elektronik, yang dinyatakan dalam
satuan Rupiah, yang digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran
dengan cara mengurangi secara langsung nilai uang pada media uang
elektronik tersebut.2
1
Bank for International settelments, Implications for Central Bank of The Development of Electronic Money, (Basel: BIS, 1996), hal. 1
2
Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1367
2. Manfaat Uang Elektronik
Dalam perekonomian moderen lalu lintas pertukaran barang dan jasa
sudah sedemikian cepatnya sehingga memerlukan dukungan tersedianya
sistim pembayaran yang handal yang memungkinkan dilakukannya
pembayaran secara lebih cepat, efisien, dan aman. Penggunaan uang cash
sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan masalah, terutama
tingginya biaya cash handling dan rendahnya velocity of money.3
Sistim pembayaran mikro mengalami perkembangan cukup pesat di
berbagai negara dewasa ini, seiring dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran yang mudah,
aman dan efisien. Instrumen pembayaran mikro adalah instrumen pembayaran
yang didesain untuk menangani kebutuhan transaksi dengan nilai yang kecil
namun dengan volume yang tinggi serta membutuhkan waktu pemrosesan
transaksi yang relatif lebih cepat4.
Kebutuhan instrumen pembayaran mikro timbul karena apabila
pembayaran dilakukan menggunakan instrumen pembayaran lain yang ada
saat ini, misalnya uang tunai, kartu debit, kartu kredit dan sebagainya menjadi
relatif tidak praktis dan efisien.
3
Tim Inisiatif 2006 Bank Indonesia, Working Paper: Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 2
4
Uang elektronik muncul sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap
instrumen pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses
pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah karena pada
umumnya nilai uang yang disimpan instrumen ini ditempatkan pada suatu
tempat tertentu yang mampu diakses cepat secara off-line, aman dan murah5.
B. Bentuk-bentuk Uang Elektronik
1. Berdasarkan Medianya
Uang elektronik memiliki media elektronik yang berfungsi sebagai
penyimpan nilai uang (monetary value) yang dibedakan atas dua jenis :
a. Uang elektronik yang nilai uang elektroniknya selain dicatat pada media
elektronik yang dikelola oleh penerbit juga dicatat pada media elektronik
yang dikelola oleh pemegang. Media elektronik yang dikelola oleh
pemegang dapat berupa card-based dalam bentuk chip yang tersimpan
pada kartu atau berupa software-based yang tersimpan pada harddisk yang
terdapat pada personal computer milik pemegang. Dengan sistem
pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan menggunakan
uang elektronik dapat dilakukan secara off-line dengan mengurangi secara
langsung nilai uang elektronik pada media elektronik yang dikelola oleh
pemegang6; dan
5
Ibid, hal. 8
6
b. Uang elektronik yang nilai uang elektroniknya hanya dicatat pada media
elektronik yang dikelola oleh penerbit. Dalam hal ini pemegang diberi hak
akses oleh penerbit terhadap penggunaan nilai uang elektronik tersebut.
Dengan sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan
menggunakan uang elektronik ini hanya dapat dilakukan secara on-line
dimana nilai uang elektronik yang tercatat pada media elektronik yang
dikelola penerbit akan berkurang secara langsung.7
2. Berdasarkan Masa Berlaku Media Uang Elektronik
Berdasarkan masa berlaku medianya, uang elektronik dibedakan
kedalam dua bentuk :
a. Reloadable
Uang elektronik dengan bentuk reloadable adalah uang elektronik
yang dapat di lakukan pengisian ulang, dengan kata lain, apabila masa
berlakunya sudah habis dan atau nilai uang elektroniknya sudah habis
terpakai, maka media uang elektronik tersebut dapat digunakan kembali
untuk di lakukan pengisian ulang;8 dan
b. Disposable
Uang elektronik dengan bentuk disposable adalah uang elektronik
yang tidak dapat diisi ulang, apabila masa berlakunya sudah habis dan
7
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang elektronik, hal. 2
8
atau nilai uang elektroniknya sudah habis terpakai, maka media uang
elektronik tersebut tidak dapat digunakan kembali untuk di lakukan
pengisian ulang.9
3. Berdasarkan Jangkauan Penggunaannya
Uang elektronik berdasarkan jangkauan penggunaannya dibedakan ke
dalam dua bentuk :
a. Single-Purpose
Single-purpose adalah uang elektronik yang digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari satu jenis
transaksi ekonomi, misalnya uang elektronik yang hanya dapat
digunakan untuk pembayaran tol atau uang elektronik yang hanya dapat
digunakan untuk pembayaran transportasi umum; 10 dan
b. Multi-Purpose
Multi-purpose adalah uang elektronik yang digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari berbagai jenis
transaksi ekonomi, misalnya uang elektronik yang dapat digunakan untuk
pembayaran tol, telepon, transportasi umum, dan untuk berbelanja.11
9
Ibid, hal. 27
10
Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal 1367
11
C. Jenis-jenis Transaksi pada Uang Elektronik
Jenis-jenis transaksi dengan menggunakan uang elektronik secara umum
meliputi :
1. Penerbitan (Issuance) dan Pengisian Ulang (Top-up atau Loading)
Pengisian nilai uang kedalam media uang elektronik dapat dilakukan
terlebih dahulu oleh penerbit sebelum dijual kepada pemegang. Untuk
selanjutnya pemegang dapat melakukan pengisian ulang (top up) yang dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui penyetoran uang tunai,
melalui pendebitan rekening di bank, atau melalui terminal-terminal pengisian
ulang yang telah dilengkapi peralatan khusus oleh penerbit.12
2. Transaksi Pembayaran
Transaksi pembayaran dengan menggunakan uang elektronik pada
prinsipnya dilakukan melalui pertukaran nilai uang dalam bentuk data
elektronik dengan barang antara pemegang dan pedagang dengan
menggunakan protocol yang telah ditetapkan sebelumnya.13
3. Transfer
Transfer dalam transaksi uang elektronik adalah fasilitas pengiriman
nilai uang elektronik antar pemegang uang elektronik melalui
terminal-terminal yang telah dilengkapi dengan peralatan khusus oleh penerbit;14
12
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 10
13
Ibid, hal. 11
14
4. Tarik Tunai
Tarik tunai adalah fasilitas penarikan tunai atas nilai uang elektronik
yang tercatat pada media uang elektronik yang dimiliki pemegang yang dapat
dilakukan setiap saat oleh pemegang.15
5. Refund/Redeem
Refund/redeem adalah penukaran kembali nilai uang elektronik kepada
penerbit, baik yang dilakukan oleh pemegang pada saat nilai uang elekronik
tidak terpakai atau masih tersisa pada saat pemegang mengakhiri penggunaan
uang elektronik dan atau masa berlaku media uang elektronik telah berakhir16,
maupun yang dilakukan oleh pedagang pada saat penukaran nilai uang
elektronik yang diperoleh pedagang dari pemegang atas transaksi jual beli
barang kepada penerbit.17
D. Perbedaan Uang Elektronik dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Lainnya
Alat pembayaran menggunakan kartu yang ada di Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. Kartu Kredit
Kartu kredit adalah instrumen pembayaran elektronik yang berbentuk
kartu yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian
15
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang elektronik,, Pasal 1 ayat 12
16
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang elektronik, Pasal 17 ayat 3 huruf b
17
barang dan jasa, yang pembayaran dan pelunasannya dapat dilakukan oleh
pembeli secara sekaligus atau angsuran pada jangka waktu tertentu setelah
kartu digunakan sebagai alat pembayaran. Kartu kredit juga dapat
digunakan untuk melakukan penarikan tunai baik langsung melalui teller pada
kantor bank yang bersangkutan maupun melalui ATM.18
2. Charge Card
Charge card adalah suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh
suatu lembaga keuangan yang digunakan sebagai alat pembayaran transaksi
pembelian barang dan jasa yang pembayaran pelunasannya harus dilakukan
oleh pembeli secara sekaligus dalam jangka waktu tertentu kartu digunakan.19
3. Kartu Debet
Kartu debet merupakan kartu yang diterbitkan oleh lembaga keuangan
yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang
dan jasa dengan cara mendebit atau mengurangi saldo rekening simpanan
pemilik kartu serta pada saat yang sama, mengkredit saldo rekening penjual
sebesar nilai transaksi jual beli barang dan jasa. Pada kartu debet, pemegang
kartu harus memiliki rekening pada bank. Transaksi hanya dapat dilakukan
apabila pemegang kartu memiliki saldo yang mencukupi pada rekeningnya
untuk menutup biaya transaksinya.20
18
Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1363
19
Ibid, hal. 1363
20
4. Kartu ATM
Kartu ATM dapat melayani kebutuhan nasabah secara otomatis setiap
saat melalui mesin ATM. Pelayanan yang diberikan ATM antara lain
penarikan uang tunai, mengecek dan mencetak saldo rekening nasabah, dan
pelayanan pembayaran lainnya, seperti pembayaran listrik, telepon, kartu
kredit, transfer uang, dan lain-lain.21 Pada beberapa bank penerbit kartu ATM
terdapat kombinasi fungsi antara kartu debet dan kartu ATM dalam satu kartu
sekaligus.22
Uang elektronik memiliki karakteristik yang berbeda dengan alat
pembayaran menggunakan kartu lainnya seperti credit card, charge card, dan
debit card/ATM tersebut di atas. Secara umum perbedaan antara uang elektronik
dengan alat pembayaran menggunakan kartu lainnyaadalah sebagai berikut:23
No Uang elektronik Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) Lainnya
1 Nilai uang tercatat dalam instrumen
media uang elektronik
Tidak ada pencatatan nilai uang
pada instrumen kartu
2 Dana sepenuhnya berada dalam
penguasaan pemegang
Dana sepenuhnya berada dalam
penguasaan bank
3 Transaksi pembayaran dilakukan
secara off-line ke penerbit
Transaksi pembayaran dilakukan
secara on-line ke penerbit
BAB III
IMPLEMENTASI UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY)
A. Penyelenggara Uang Elektronik
1. Lembaga Penyelenggara Uang Elektronik
Penyelenggaraan uang elektronik dapat dilakukan oleh Bank dan
Lembaga Selain Bank.1
a. Bank
Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
nomor 10 tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia
dan Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.2
b. Lembaga Selain Bank
Lembaga Selain Bank adalah badan usaha bukan bank yang
melakukan kegiatan sebagai penyelenggara uang elektronik yang
beroperasi di wilayah Republik Indonesia dengan berbadan hukum dalam
1
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 ayat 5,6,7,13, dan 14, Pasal 2 ayat 1, Pasal 8 ayat 1, Pasal 5 ayat 1, dan Pasal 6 ayat 1
2
bentuk Perseroan Terbatas dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia3,
seperti perusahaan penyedia jasa telekomunikasi (operator seluler) yang
menerbitkan uang elektronik dalam bentuk pulsa.
2. Bentuk Penyelenggara Uang Elektronik
a. Prinsipal
Prinsipal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan
sistim dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai
penerbit dan/atau acquirerdalam transaksi uang elektronik.4
b. Penerbit
Penerbit adalah pihak yang menerbitkan uang elektronik5. Dari
sudut kebijakan bank sentral, penerbit merupakan institusi yang
memegang peranan penting, karena merupakan pihak yang mengelola
float dana atas uang elektronik yang diterbitkannya6.
c. Acquirer
Acquirer adalah pihak yang melakukan kerja sama dengan
pedagang, yang dapat memproses data uang elektronik yang diterbitkan
oleh pihak lain dan menampung penerimaan dana atas nilai uang
elektronikyang ditukarkan (redeem) oleh pedagangkepada penerbit7.
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 23
7
d. Penyelenggara Kliring
Penyelenggara kliring adalah pihak yang melakukan perhitungan
hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer
dalam rangka transaksi uang elektronik.8
e. Penyelenggara Penyelesaian Akhir
Penyelenggara penyelesaian akhir adalah pihak yang melakukan
dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan
kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam
rangka transaksi uang elektronik berdasarkan hasil perhitungan dari
penyelenggara kliring.9
f. Agen Penerbit
Penerbit dapat bekerjasama dengan pedagang dan/atau pihak lain
sebagai agen penerbit, baik dalam hal penerbitan maupun fasilitas yang
melekat pada uang elektronik, seperti isi ulang, tarik tunai dan transfer
antar uang elektronik. Dalam hal agen penerbit tersebut memberikan jasa
layanan kepada pemegang untuk tarik tunai dalam rangka transfer dana,
maka agen penerbit tersebut wajib memperoleh izin sebagai
penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.10
8
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 ayat 13
9
Ibid, Pasal 1 ayat 14
10
B. Prosedur Penyelenggaraan Uang Elektronik
1. Prosedur Penerbitan Uang Elektronik
Proses penerbitan dan pengisian ulang uang elektronik dilakukan baik
melalui penerbit secara langsung maupun melalui agen penerbit dengan cara
menyetorkan uang baik secara tunai (cash) maupun melalui transfer rekening
dengan menggunakan satuan mata uang Rupiah.11
Jumlah uang elektronik yang diterbitkan harus sesuai dengan jumlah
nilai uang yang disetorkan berdasarkan ketentuan dan batas maksimal
penerbitan uang elektronik dan batas maksimal total nilai transaksi uang
elektronik dalam periode tertentu12.
2. Redeem
Refund adalah penukaran kembali nilai uang elektronik kepada
penerbit baik yang dilakukan oleh pemegang pada saat nilai uang elekronik
tidak terpakai atau masih tersisa pada saat pemegang mengakhiri penggunaan
uang elektronik dan atau masa berlaku media uang elektronik telah berakhir13,
maupun yang dilakukan oleh pedagang pada saat penukaran nilai uang
elektronik yang diterima oleh pedagang dari pemegang kepada penerbit.14
11
Ibid, Pasal 20 ayat 1 dan 2
12
Ibid, Pasal 14 ayat 1
13
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 11. Lihat juga Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 17 ayat 3 huruf b
14
Redeemability merupakan kewajiban penerbit yang dimaksudkan
sebagai bentuk jaminan atau kepastian bagi pemilik nilai uang elektronik, baik
pemegang maupun pedagang bahwa mereka setiap saat dapat menukarkan
(redeem) nilai uang elektronik tersebut ke dalam bentuk nilai uang baik
berupa uang tunai (cash) maupun melalui transfer ke rekening yang
bersangkutan. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat atas
instrumen pembayaran uang elektronik. Kepastian ini juga merupakan salah
satu aspek perlindungan kepada konsumen.15
1) Mekanisme Pencairan bagiPemegang
Pemenuhan hak tagih oleh penerbit atas redeem yang dilakukan
oleh pemegang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan
mentransfer sisa nilai uang elektronik tersebut ke rekening pemegang atau
memindahkannya ke dalam media uang elektronik yang baru.
2) Mekanisme Pencairan bagi Pedagang
Hasil transaksi pedagang dengan pemegang hanya dapat ditarik
oleh pedagang melalui rekening pedagang yang tercatat pada bank.
Rekening yang tercatat pada bank milik pedagang digunakan sebagai
sarana untuk menampung pembayaran dari penerbit atau acquirer setelah
dilakukannya transaksi antara pemegang dan pedagang.16
15
Ibid, hal. 33
16
3. Ketentuan Nilai Uang Elektronik
Nilai uang elektronik adalah nilai uang yang disimpan secara
elektronik pada suatu media yang dapat dipindahkan untuk kepentingan
transaksi pembayaran dan/atau transfer dana.17
Nilai uang yang disetorkan terlebih dahulu oleh pemegang kepada
penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan dan Undang-Undang-Undang-Undang tentang Perbankan Syariah.
Dengan demikian, karena tidak termasuk simpanan maka uang elektronik
yang dimiliki oleh pemegang tidak termasuk yang dijamin oleh Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Lembaga Penjamin Simpanan.18
4. Batasan Nilai Uang
Batas paling banyak nilai uang elektronik yang disimpan pada media
elektronik adalah sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah) untuk yang
berjenis unregistered dan sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta Rupiah) untuk
yang berjenis registered, serta batas paling banyak total nilai transaksi uang
elektronik dalam periode tertentu adalah sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua
puluh juta Rupiah).
Pembatasan nilai uang elektronik dan total nilai transaksi dimaksudkan
juga karena uang elektronik pada prinsipnya digunakan untuk pembayaran
17
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 ayat 4
18
yang bersifat ritail dan untuk mencegah penyalahgunaan uang elektronik
seperti untuk tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.19
5. Pengelolaan Dana Float
Dana float adalah seluruh nilai uang elektronik yang diterima penerbit
atas hasil penerbitan uang elektronik dan/atau pengisian ulang yang masih
merupakan kewajiban penerbit kepada pemegang dan pedagang20. Kewajiban
kepada pemegang antara lain berupa pengembalian seluruh nilai uang
elektronik yang tersisa pada media uang elektronik pada saat pemegang
mengakhiri penggunaan uang elektronik dan kewajiban kepada pedagang
adalah pemenuhan hak tagih pedagang pada saat pedagang menukarkan nilai
uang elektronik kepada penerbit atas transaksi pembayaran dari pemegang
kepada pedagang (redeem).21
Penerbit harus menempatkan dana float dalam bentuk aset yang aman
dan likuid serta menggunakannya hanya untuk memenuhi kewajiban kepada
pedagang dan pemegang secara tepat waktu22, dan dana float tidak dapat
digunakan untuk membiayai kegiatan operasional penerbit dan kegiatan di
luar kewajiban kepada pemegang dan pedagang23. Apabila penerbit adalah
Lembaga Selain Bank, maka sebesar 100% dari dana float yang diperoleh dari
19
Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 14 ayat 1
20
Ibid, Pasal 1 ayat 6
21
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, hal. 13
22
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 17 ayat 3 huruf a,b, dan c
23
hasil penjualan uang elektronik yang masih merupakan kewajiban penerbit
kepada pemegang dan pedagang wajib ditempatkan pada Bank Umum dalam
bentuk rekening simpanan berupa tabungan, giro, dan/atau deposito.24
6. Masa BerlakuMedia Uang Elektronik
Penerbit dapat menetapkan masa berlaku media uang elektronik untuk
jangka waktu tertentu antara lain dengan pertimbangan adanya batas usia
teknis dari media uang elektronik yang digunakan, sehingga harus
diperbaharui dengan penggantian media penyimpan uang elektronik yang
baru.
Mengingat dalam penggantian media penyimpan tersebut terdapat
kemungkinan masih tersimpan nilai uang elektronik dari pemegang, maka
penerbit dilarang untuk menghapus atau menghilangkan nilai uang elektronik
yang masih tersisa dan merupakan kewajiban penerbit atau masih merupakan
milik pemegang.25
Dengan demikian pemegang masih memiliki hak tagih atas sisa nilai
uang elektronik yang terdapat dalam media tersebut sampai dengan jangka
waktu sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
sepanjang masih terdapat sisa nilai uang elektronik pada media tersebut.26
24
Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/11/DASP, Perihal Uang Elektronik, tertanggal 13 April 2009, hal. 32
25
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 15. Lihat juga penjelasannya
26
C. Mekanisme dan Alur Transaksi pada Uang Elektronik
Pegembangan uang elektronik di berbagai negara sangat bervariasi
tergantung pada kerangka pengaturan dan kebijakan moneter yang diatur di
negara masing-masing27. Dari penyelenggara kegiatan uang elektronik yang
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang
Elektronik, mekanisme dan alur transaksi uang elektronik dapat digambarkan
sebagai berikut:28
[ 1 ] Jaringan Prinsipal
Acquirer Y Acquirer X
Pemegang Pemegang Pedagang X Pedagang Y
7
4
4
4 4 Penerbit A Penerbit B
5 6
5 Penyelenggara Kliring dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir
2
Bank Indonesia, Paper Kajian Mengenai E-Money, (Jakarta: Bank Indonesia, 2001), hal. 25
28
Penjelasan :
1. Prinsipal bertanggungjawab mengelola sistim dan/atau jaringan untuk
penyelenggaraan kegiatan uang elektronik dalam rangka bekerjasama dengan
penerbit dan acquirer;29
2. Pemegang melakukan pembelian dan/atau pengisian ulang uang elektronik
dengan sejumlah nilai tertentu;
3. Penerbit memberikan nilai uang elektronik yang disimpan di media uang
elektronik milik pemegang sebesar nilai uang yang disetorkan oleh pemegang;
4. Pemegang uang elektronik melakukan transaksi pembayaran kepada
pedagang. Atas transaksi tersebut, nilai uang elektronik akan berpindah dari
media uang elektronik milik pemegang ke media/terminal penampungan milik
pedagang melalui peralatan tertentu;
5. Pedagang kemudian dalam periode tertentu melakukan penukaran atas nilai
uang elektronik yang diperoleh dari pemegang kepada penerbit untuk
ditukarkan dengan nilai uang tunai (cash);
6. Penyelenggara kliring melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan
masing-masing penerbit dan pedagang dalam transaksi uang elektronik,
setelah hak dan kewajiban masing-masing penerbit dan pedagang dihitung
oleh penyelenggara kliring kemudian penyelenggara penyelesaian akhir
bertanggungjawab untuk melakukan penyelesaian akhir (sattelment) atas hak
29
dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan pedagang berdasarkan
hasil perhitungan dari penyelenggara kliring;30
Bank Penerbit Uang Elektronik
(3) Barang
(3) Nilai Uang Elektronik
Pedagang
7. Pemenuhan hak tagih pedagang kemudian diproses oleh acquirer sebagai
pihak yang bekerjasama dengan pedagang untuk menampung penerimaan
dana atas nilai uang elektronik yang ditukarkan (redeem) oleh pedagang
kepada penerbit.
Dalam hal terdapat satu penerbit (single issuer), di mana selain sebagai
penerbit, bank juga bertindak sebagai acquirer, maka tidak diperlukan mekanisme
kliring31, dan alur transaksi uang elektronik secara sederhana dapat digambarkan
sebagai berikut:
4
30
Ibid, Pasal 1 ayat 13 dan 14
31
Penjelasan :
1. Pemegang melakukan pembelian dan/atau pengisian ulang uang elektronik
dengan sejumlah nilai tertentu dengan menginstruksikan bank untuk mendebit
rekeningnya atas pembelian uang elektronik tersebut. Pemegang dapat juga
melakukan pembelian uang elektronik dengan uang tunai;
2. Atas dasar instruksi tersebut, bank kemudian mendebit rekening pemegang
dan meng-kredit rekening penampungan dana float dan bersamaan dengan itu
bank memasukan nilai uang elektronik ke dalam media uang elektronik untuk
diserahkan kepada pemegang;
3. Pemegang uang elektronik kemudian melakukan transaksi pembayaran atas
barang dengan pedagang dengan menggunakan uang elektronik miliknya.
Atas transaksi tersebut, nilai uang elektronik akan berpindah dari media uang
elektronik milik pemegang ke media/terminal penampungan milik pedagang
melalui peralatan tertentu;
4. Pedagang kemudian dalam periode yang telah ditentukan melakukan
penukaran atas nilai uang elektronik yang diperoleh dari pemegang kepada
penerbit untuk ditukarkan dengan nilai uang tunai (cash);
5. Atas penyetoran tersebut bank kemudian melakukan verifikasi, kemudian
mengkredit rekening pedagang dan mendebit rekening penampungan dana
BAB IV
ANALISIS IMPLEMENTASI UANG ELEKTRONIK
PADA PERBANKAN SYARIAH
A. Analisis Akad Syariah pada Uang Elektronik
Penerbitan uang elektronik pada perbankan syariah akan meningkatkan
minat nasabah/konsumen untuk menggunakan jasa Syariah. Kondisi demikian
mendorong adanya satu bentuk tertentu dalam mekanisme transaksi uang
elektronik yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah.
1. Implementasi Uang Elektronik dalam Tinjauan Akad Syariah
Uang elektronik merupakan alat pembayaran yang diterbitkan atas
dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit,
kemudian nilai uang tersebut disimpan secara elektronik dalam suatu media
uang elektronik yang digunakan sebagai alat pembayaran oleh pemegang
kepada pedagang1.
Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang karena memiliki
fungsi sebagai alat pembayaran atas transaksi jual beli barang2. Uang
elektronik tersebut dipersamakan dengan uang karena pada saat pemegang
menggunakannya sebagai alat pembayaran kepada pedagang, bagi pedagang
1
Bank of International Settelments, Implications for Central Banks of theDevelopment of Electronic Money, (Basle: BIS, 1996), hal. 1
2
tersebut nilai uang elektronik yang berpindah dari media uang elektronik yang
dimiliki oleh pemegang ke terminal penampungan nilai uang elektronik milik
pedagang, apapun satuan nilai dalam media uang elektronik tersebut, pada
dasarnya berupa nilai uang yang pada waktunya akan ditukarkan kepada
penerbit dalam bentuk uang tunai (cash)3.
Dengan dipersamakannya uang elektronik dengan uang, maka
pertukaran antara nilai uang tunai (cash) dengan nilai uang elektronik
merupakan pertukaran atau jual beli mata uang sejenis yang dalam literatur
Fikih Muamalatdikenal dengan Al-Sharf, yaitu tukar-menukar atau jual beli
mata uang.4 Tukar-menukar atau jual beli uang (Sharf) dalam transaksi uang
elektronik dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain :
a. Mekanisme Transaksi
Pada saat penerbitan dan pengisian ulang dilakukan dengan cara
pemegang menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit,
baik secara langsung maupun melalui agen-agen penerbit, atau dengan
pendebitan rekening di bank, nilai uang yang dibayarkan tersebut
dimasukan menjadi nilai uang elektronik dalam media uang elektronik
yang dinyatakan dalam satuan Rupiah.5
3
Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1361
4
Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH., Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2005), cet. II, hal. 90
5
Pada saat uang elektronik digunakan untuk melakukan transaksi
pembayaran kepada pedagang dilakukan secara off-line dengan penerbit6.
Transaksi pembayaran tersebut dilakukan dengan cara mengurangi secara
langsung nilai uang pada media uang elektronik7.
b. Posisi Dana Float
Dana float adalah seluruh nilai uang elektronik yang diterima
penerbit atas hasil penerbitan uang elektronik dan/atau pengisian ulang
yang masih merupakan kewajiban penerbit kepada pemegang dan
pedagang8. Kewajiban penerbit tersebut merupakan redeemability yang
dimaksudkan sebagai bentuk jaminan atau kepastian bagi pemilik nilai
uang elektronik, baik pemegang maupun pedagang bahwa mereka setiap
saat dapat menukarkan (redeem atau refund) nilai uang elektronik tersebut
ke dalam bentuk nilai uang baik berupa uang tunai (cash) maupun melalui
transfer ke rekening yang bersangkutan9.
Dana float yang disetorkan pemegang kepada penerbit bukan
merupakan simpanan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
mengenai Perbankan10. Dana float dapat dikelola oleh pihak penerbit
untuk ditempatkan atau diinvestasikan dalam bentuk deposito atau lainnya
6
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, Jakarta: BI, 2006, hal. 4
7
Prof. Dr. H. Veithal Rivai, M.B.A, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1367
8
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 Ayat 11
9
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, Jakarta: BI, 2006, hal. 33
10
dengan syarat aman dan likuid11. Pendapatan atas investasi yang diperoleh
dari outstanding dana float yang terhimpun sepenuhnya menjadi hak
penerbit sebagai keuntungan dari penerbitan uang elektronik12.
c. Posisi Nilai Uang Elektronik
Nilai uang elektronik yang disimpan dalam media uang elektronik
sepenuhnya berada dalam penguasaan pemegang. Pada saat transaksi,
perpindahan nilai uang elektronik dari pemegang kepada pedagang dapat
dilakukan secara off-line dan verifikasi cukup dilakukan pada level
pedagang, berbeda dengan alat pembayaran elektronik lainnya yang harus
on-line ke komputer penerbit, sehingga dana sepenuhnya berada dalam
penguasaan bank sepanjang belum ada otorisasi dari nasabah untuk
melakukan pembayaran. 13
d. Redeemability
Redeemability merupakan jaminan yang diberikan pihak penerbit
atas uang elektronik yang diterbitkannya, bahwa uang elektronik tersebut
dapat ditukarkan kembali dengan uang tunai (cash) sewaktu-waktu
pemegang dan pedagang ingin menukarkannya kembali14.
Hal tersebut berbeda dalam penyelenggaraan kartu kredit, dimana
jaminan pihak penerbit diberikan kepada pemegang kartu kredit terhadap
11
Ibid, Pasal 17 Ayat 3 Huruf a
12
Bank Indonesia, Paper Kajian mengenai E-Money, (Jakarta: BI, 2001), hal. 9
13
Siti Hidayati, dkk, Operasional E-Money, (Jakarta: BI, 2006), hal. 4
14
pedagang atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi
antara pemegang kartu kredit dengan pedagang15.
2. Akad Sharf dalam Kajian Fikih Muamalat
a. Pengertian Sharf
Menurut pengertian bahasa, Sharf berarti menjual uang dengan
uang lainnya atau tukar-menukar uang yang dalam bahasa Inggris disebut
dengan money changer16. Menurut istilah Syara’ Sharf adalah jual beli
satu mata uang dengan mata uang yang lain baik mata uang tersebut satu
jenis atau berlainan jenis17.
b. Dasar Hukum Sharf
Dalam kajian Fikih Muamalat, jual beli mata uang (Sharf)
termasuk ke dalam bab jual beli yang didasarkan pada firman Allah SWT :
اﺆ ﺮ امﺮ و اﷲا او
Artinya:Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q.S. Al-Baqarah/02 : 275)
Hadits yang menjadi dasar hukum jual beli mata uang (Sharf)
salah satunya antara lain :
15
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card, Jakarta, tertanggal 11 Oktober 2006
16
Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam, (Beirut: Maktabah al-Syarqiyah, 1986), hal. 423. Lihat juga Muhammad al-Adnani, Mu’jam al-Aghlat al-Lugawiyah al-Mu’ashirah, (Beirut: Maktabah Libanon, 1984), cet. I, hal. 374. Lihat juga Munir Al-Baklabaki, al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, (Beirut: Dar al-Ilmi Li al-Malayin, 1984), hlm. 588
17
ﺮ ﺎ ﺮ او ﺮ ﺎ ﺮ او ﺮ ﺎ ﺮ او ﺔﻀ ﺎ ﺔﻀ او هﺬ ﺎ هﺬ ا
Artinya : (jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, maka harus sama dan setara (jumlahnya) secara tunai. Dan jika berbeda jenis, maka jualah sesuai cara kalian asalkan secara tunai. (H.R. Jama’ah)
c. Syarat-syarat Sharf
Secara umum jual beli mata uang (Sharf) diidentikkan dengan
tukar menukar antara emas dan emas dan perak dengan perak atau emas
dengan perak. Dengan demikian, yang menjadi syarat-syarat dalam
transaksi tukar menukar emas dengan emas dan perak dengan perak atau
emas dengan perak tersebut berlaku juga dalam transaksi jual beli mata
uang. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
1) Tunai (Al-Taqabudh)
Syarat tunai yang dimaksud adalah transaksi dilakukan dan
diselesaikan pada tempat kontrak sebelum berpisah antara kedua belah
pihak. Dalam artian bahwa nilai tukar yang diperjualbelikan harus
telah dikuasai, baik oleh penjual maupun pembeli sebelum keduanya
berpisah18.
18
2) Jumlahnya Sama (Al-Tamatsul)
Jumlah yang sama dipersyaratkan dalam transaksi Sharf, jika
jenis mata uangnya sama, seperti jual beli emas dengan emas dan
perak dengan perak, maka jumlahnya harus sama, yakni sama dalam
kualitas dan kuantitasnya walaupun bentuknya berbeda.19
3) Tidak Boleh Ada Khiyar Syarat
Dalam transaksi Sharf tidak boleh dilakukan Khiyar Syarat
antara kedua belah pihak dan/atau salah satu pihak, karena Khiyar
Syarat bertentangan dengan syarat tunai (Al-Taqabudh). Dalam
akad Sharf, ketika akad telah selesai, maka kedua belah pihak
memiliki hak sempurna atas nilai uang yang dipertukarkan.20
4) Tidak Boleh Ditangguhkan
Dalam transaksi Sharf kedua belah pihak dan/atau salah satu
pihak yang bertransaksi tidak boleh menangguhkan penyerahan uang
untuk jangka waktu tertentu, karena uang tersebut harus diterima dan
jatuh sebagai hak milik sempurna masing masing pihak sebelum
mereka berpisah, karena penangguhan mengakibatkan memperlambat
kepemilikan sempurna terhadap uang, hal tersebut bertentangan
dengan syarat tunai (Al-Taqabudh).21
19
Ibid, hal. 3661
20
Ibid, hal. 3661
21
3. Relevansi Akad Sharf dalam Implementasi Uang Elektronik
Relevansi akad Sharf dalam implementasi uang elektronik dapat
dilihat dalam bagan di bawah ini :
No Syarat Akad Sharf Implementasi Uang Elektronik
1 Tunai
(Al-Taqabudh)
1. Nilai uang elektronik yang berada di
tangan pemegang sepenuhnya berada
dalam kekuasaan pemegang.
2. Dana float yang terkumpul di penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang
tentang Perbankan dan sepenuhnya
berada dalam penguasaan.
2 Jumlahnya sama Nilai satu Rupiah pada nilai uang elektronik
harus sama dengan satu Rupiah pada uang
tunai (cash).
3 Tidak boleh ada
Khiyar Syarat
Dalam transaksi uang elektronik tidak
terdapat Khiyar Syarat, pada saat transaksi dilakukan, ketika masing-masing pihak telah
menunaikan kewajiban dan mendapatkan
haknya, maka transaksi telah selesai.
4 Tidak boleh
ditangguhkan
Pada saat proses penerbitan, ketika pihak
pemegang menyetorkan uang, maka penerbit
saat itu juga menyerahkan nilai uang
elektronik kepada pemegang dan pada saat
terjadi redeem baik oleh pemegang atau oleh pedagang, penerbit harus dapat
3. Akad-akad Lain yang Terkait
Melihat dari relevansi tersebut di atas, maka jelaslah bahwa akad
utama yang digunakan dalam penyelenggaraan uang elektronik adalah akad
Sharf, yaitu tukar-menukar atau jual beli uang. Namun dalam
implementasinya, penyelenggaraan uang elektronik dapat dilengkapi oleh
akad-akad lain, yaitu :
a. Akad Ijarah
Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau
upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa atau imbalan jasa22. Akad Ijarah digunakan dalam hal terdapat
transaksi sewa menyewa atas perlengkapan/peralatan dan atau terdapat
pelayanan jasa dalam penyelenggaraan uang elektronik.
b. Akad Wakalah
Wakalah adalah pemberian kuasa kepada orang lain untuk
bertindak sebagai pemberi kuasa dalam transaksi yang diperbolehkan dan
diketahui23. Akad Wakalah digunakan dalam hal penerbit bekerjasama
dengan pihak lain sebagai agen penerbit dan/atau terdapat bentuk
perwakilan lain dalam transaksi uang elektronik.
22
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Pasal 1 Ayat 10
23
B. Implementasi Akad Syariah pada Uang Elektronik
Transaksi yang dilakukan dengan menggunakan uang elektronik
melibatkan berbagai pihak yang saling berkepentingan. Masing-masing pihak satu
sama lain terikat dengan akad baik mengenai hak maupun kewajibannya.
Akad dalam transaksi uang elektronik dapat dibedakan ke dalam dua
bentuk, yaitu akad antar penyelenggara uang elektronik dan akad antara penerbit
uang elektronik dengan pengguna uang elektronik.
1. Akad antar Penyelenggara Kegiatan Uang Elektronik
Pihak-pihak yang terlibat sebagai penyelenggara uang elektronik
terdiri dari prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring dan/atau
penyelenggara penyelesaian akhir.
Penerbit menempati posisi yang paling penting dalam hubungan antar
penyelenggara uang elektronik tersebut, baik dilihat dari sisi kebijakan Bank
Sentral karena penerbit sebagai pihak yang menerbitkan uang elektronik
sebagi alat pembayaran, maupun dilihat dari sisi antar penyelenggara karena
penerbit yang mengelola dana float dan mendapat keuntungan dari
outstanding dana float tersebut24.
Akad yang terbangun dari hubungan antar penyelenggara uang
elektronik dapat dimungkinkan menggunakan akad Ijarah, dimana
24
pihak yang memberikan jasa dan/atau sewa dimungkinkan untuk
mendapatkan ujroh atas pelayanan jasa dan/atau sewa yang diberikannya.
Hubungan antar penyelenggara kegiatan uang elektronik dapat dilihat
dalam gambar di bawah ini :
Keterangan :
a. Prinsipal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistim
dan/atau jaringan yang digunakan oleh penerbit, acquirer, penyelenggara
kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir dalam transaksi uang
elektronik25. Dalam hal demikian, prinsipal dimungkinkan mendapat
imbalan (ujroh) atas penggunaan sistim dan/atau jaringan yang
dikelolanya.
25
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1 Ayat 5 6
Prinsipal
Acquirer Y Acquirer
X
Penerbit A
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir
b. Penyelenggara kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir adalah
pihak yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan
masing-masing penerbit dan acquirer serta bertanggungjawab untuk melakukan
penyelesaian akhir (sattlement ) atas hak dan kewajiban keuangan
masing-masing tersebut dalam rangka transaksi uang elektronik26. Karena itu,
penyelenggara kliring dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir
dimungkinkan dapat memperoleh imbalan (ujroh) atas pelayanan jasa
yang diberikan tersebut.
c. Hubungan yang terjadi antara penerbit dengan acquirer adalah
semata-mata hubungan bisnis yang tiap pihak bertindak secara sendiri-sendiri
untuk kepentingan tertentu. Hubungan antara penerbit dengan acquirer
sama halnya dengan hubungan antara penerbit dengan pedagang, karena
acquirer adalah pihak yang bekerjasama dengan pedagang yang dapat
memproses data uang elektronik dan menampung dana hasil penukaran
uang elektronik yang dilakukan pedagang kepada penerbit27.
2. Akad antara Penerbit dengan Pengguna Uang Elektronik
Hubungan antara Penerbit Uang Elektronik dengan pengguna uang
elektronik dapat dilihat dalam gambar di bawah ini :
26
Ibid, Pasal 1 Ayat 6 dan 7
27
Pedagang Pemegang
Penerbit Acquirer
a. Akad antara Penerbit dengan Pemegang
Penetapan akad transaksi antara penerbit dengan pemegang dalam
hal penerbitan, pengisian ulang, redeem atau refund dan tarik tunai uang
elektronik didasarkan pada transaksi tukar-menukar/jual- beli mata uang
sejenis berdasarkan prinsip dan ketentuan akad Sharf.
Dalam hubungan antara penerbit dengan pemegang, tanggung
jawab yang mendasar bagi penerbit adalah memberikan jaminan bahwa
produk uang elektronik yang dikeluarkannya dapat digunakan sebagai alat
pembayaran terhadap pedagang yang bekerja sama dengan penerbit.
Transaksi antara penerbit dengan pemegang dapat dimungkinkan
untuk dilengkapi dengan akad Ijarah, dimana terdapat pelayanan jasa
dan/atau sewa yang dilakukan oleh penerbit, dalam hal tersebut penerbit
dapat dimungkinkan untuk memperoleh imbalan jasa (ujroh) atas
b. Akad antara Pemegang dengan Pedagang
Transaksi jual beli barang yang dilakukan antara pemegang uang
elektronik dengan pedagang merupakan transaksi jual beli tunai.
Pembayaran dengan uang elektronik sama hukum dan ketentuannya
dengan jual beli barang dengan menggunakan uang tunai (cash), karena
pada dasarnya antara uang elektronik dengan uang tunai (cash) terdapat
kesamaan fungsi sebagai alat pembayaran.28
Dalam hal pedagang menjadi agen penerbit dalam hal pengisian
ulang, tarik tunai dan transfer dana, maka transaksi apapun yang
dilakukan antara pedagang dengan pemegang, pada hakikatnya
merupakan transaksi antara pemegang dengan penerbit.29
c. Akad antara Pedagang dengan Acquirer
Acquirer adalah adalah pihak yang bekerjasama dengan pedagang
yang dapat memproses data uang elektronik dan menampung dana hasil
penukaran uang elektronik yang dilakukan pedagang kepada penerbit30.
Dalam fungsi tersebut, acquirer dapat dimungkinkan untuk memperoleh
imbalan (ujroh) berupa merchant fee yang diambil dari harga objek
transaksi atau pelayanan atas jasa pemasaran (taswiq), jasa pemrosesan
28
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, hal. 2
29
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Cards Syariah (Kartu Kredit dan Debit dalam Perspektif Fiqih), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 96
30
data uang elektronik, dan jasa efisiensi atas berkurangnya biaya
pengelolaan kas pedagang yang kerjasamanya dapat didasarkan pada akad
Ijarah.
d. Akad antara Penerbit dengan Pedagang
Transaksi antara penerbit dengan pedagang yang terjadi pada saat
redeem didasarkan pada akad Sharf, karena pada dasarnya nilai uang
elektronik yang berada di pedagang berada dalam kekuasaan dan
merupakan milik penuh (milk al-tam) pedagang atas transaksi jual beli
barang yang dilakukannya dengan pemegang uang elektronik.
Pemenuhan hak tagih oleh penerbit kepada pedagang dilakukan
melalui acquirer untuk menampung pendapatan pedagang dari hasil
penukaran uang elektronik kepada penerbit. Dalam hal tersebut, antara
penerbit dan pedagang sudah terikat oleh perjanjian sesuai dengan
ketentuan dan syarat-syarat yang disepakati bersama.
Penerbit dapat bekerjasama dengan pedagang sebagai agen
penerbit, dalam hubungan ini pedagang menjadi wakil dari penerbit, maka
transaksi apapun yang dilakukan lewat pedagang tersebut dan atas nama
penerbit, hal tersebut sama halnya penerbit bertindak sendiri.31 Dalam
hubungan tersebut, pedagang dapat dimungkinkan untuk mendapat
imbalan (ujroh) dari penerbit atas jasa perwakilan yang dilakukannya.
31
C. Prinsip-prinsip Syariah dalam Transaksi Uang Elektronik
1. Tidak Mengandung Maysir
Maysir adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian,
untung-untungan atau spekulatif yang tinggi32. Penyelenggaraan uang elektronik
harus didasarkan oleh adanya kebutuhan transaksi pembayaran ritail yang
menuntut transaksi secara lebih cepat dan efisien, tidak untuk kebutuhan
transaksi yang mengandung maysir.
2. Tidak Menimbulkan Riba
Riba adalah transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau
bertentangan dengan ajaran Islam33. Transaksi uang elektronik merupakan
transaksi tukar-menukar/jual beli barang ribawi, yaitu antara nilai uang tunai
dengan nilai uang elektronik dalam bentuk Rupiah. Pertukaran antara nilai
uang tunai dengan nilai uang elektronik harus sama jumlahnya (tamatsul) baik
kualitas maupun kuantitasnya, jika jumlahnya tidak sama, maka tergolong ke
dalam bentuk riba al-fadl, yaitu tambahan atas salah satu dua barang yang
dipertukarkan dalam pertukaran barang ribawi yang sejenis34.
32
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Pasal 2 Ayat 3
33
Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Pasal 2 Ayat 3
34
Oleh karena itu, tidak boleh melakukan pertukaran nilai uang tunai
yang lebih kecil atau lebih besar dari nilai uang elektronik. Sebagai contoh
penerbit tidak boleh menjual uang elektronik sebesar Rp 1.000.000,00 dengan
penyetoran uang/dana dari pemegang kepada penerbit sebesar Rp
1.010.000,00 dan penerbit juga tidak boleh memberikan potongan harga atas
penjualan uang elektronik, seperti uang elektronik dengan nilai uang
elektronik sebesar Rp 1.000.000,00 dijual oleh penerbit melalui penyetoran
uang/dana dari pemegang kepada penerbit sebesar Rp 990.000,00, kelebihan
pembayaran oleh pemegang dan potongan harga oleh penerbit tersebut
termasuk riba al-fadl.
Selain itu, pertukaran antara nilai uang tunai dengan nilai uang
elektronik harus dilakukan secara tunai (taqabudh), jika pertukaran tersebut
tidak dilakukan secara tunai (taqabudh), maka tergolong ke dalam bentuk riba
al-nasiah, yaitu penundaan penyerahan salah satu dua barang yang
dipertukarkan dalam jual-beli barang ribawi yang sejenis35. Sebagai contoh
pada saat pemegang atau pedagang menukarkan kembali (refund/redeem)
nilai uang elektronik dengan nilai uang tunai kepada penerbit, maka penerbit
harus memenuhi hak tagih tersebut dengan tepat waktu tanpa melakukan
penangguhan pembayaran.
35
Dalam hal penerbit membutuhkan waktu untuk proses verifikasi dan
perhitungan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak terhadap redeem
yang dilakukan oleh pedagang, maka hal tersebut diperbolehkan karena
dianggap tunai, sedangkan waktu yang dibutuhkan oleh penerbit dianggap
sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (ﺎ ﱠ ﺪﱠ ْ )36.
3. Tidak Mendorong Israf (Pengeluaran yang Berlebihan)
Uang elektronik pada dasarnya digunakan sebagai alat pembayaran
ritail/mikro, agar terhindar dari Israf (pengeluaran yang berlebihan) dalam
konsumsi dilakukan pembatasan jumlah nilai uang elektronik serta batas
paling banyak total nilai transaksi uang elektronik dalam periode tertentu,
sebagaimana firman Allah SWT :
ﺮ ا ااﻮ ﺮ واﻮ ﺮ اواﻮ آو
Artinya : Makan dan minumlah kalian dan jangan berlebih-lebihan, sesung- guhnya (Dia) tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan.
(Q.S. Al-A’raf / 07: 31)
4. Tidak Digunakan untuk Transaksi objek Haram dan Maksiat
Uang elektronik sebagai alat pembayaran dengan menggunakan
prinsip Syariah, uang elektronik tidak boleh digunakan untuk pembayaran
transaksi objek haram dan maksiat, yaitu barang atau fasilitas yang dilarang
dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.37
36
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf), Jakarta, tanggal 28 Maret 2002
37