YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh HERMANTO
NIM 208011000042
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
i
HERMANTO (NIM: 208011000042). KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA.
Kata kunci : Kepemimpinan dan Nilai-nilai Pendidikan Islam
Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin. Permasalahan yang diangkat pada penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya.
Abu bakar Ash-Shiddiq merupakan khalifah pertama dalam Khulafa al-Rasyidin dan ini merupakan anugrah dan keistimewaan yang diberikan Allah kepadanya, yang dilandasi oleh keimanan yang kokoh, telah banyak yang ia lakukan. Ia selalu siaga membela Nabi dalam berdakwah, sebagaimana pembelaanya terhadap kaum muslimin. Kepentingan Rasulullah SAW lebih diutamakan dari pada kepentingan dirinya sendiri. Bahkan dalam segala situasi, ia selalu mendampingi perjuangan Nabi SAW. Kesempurnaan akhlaknya tersebut memberi nilai-nilai pendidikan yang patut kita teladani yang diantaranya; Ketegasan, keberanian, kedermawanan, keadilan, kejujuran, dan kewibawaan.
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu suatu jenis penelitian yang mengacu pada khazanah kepustakaan seperti buku-buku, artikel dan lain-lain. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis deskriptif yaitu penulis menganalisis masalah yang akan dibahas dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan dengan membaca, meneliti,
menela’ah dan menghimpun dan menganalisa beberapa literature yang ada
relevansinya dengan topik pembahasan skripsi.
ii
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan limpahan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Nilai-nilai Pendidikan
Islam yang Terkandung di Dalamnya”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada sang pemimpin umat islam yang telah membawa risalah cahaya Islami, yakni baginda Rasulullah SAW.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi strata satu (S-1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Banyak sekali rintangan serta hambatan yang penulis rasakan dalam penulisan skripsi ini, namun Alhamdulillah berkat pertolongan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kepada Ayahanda Muhammad Nasir dan Ibunda Siti Arisah tercinta yang telah membiayai kuliah, memberikan do’a, curahan kasih sayang, motivasi dan saran baik secara moril maupun materil sehingga Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan kuliah ini. Selanjutnya penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:
1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, dan Ibu Hj. Marhamah Shaleh, Lc. MA, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
iii melaksanakan studi.
5. Seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan baik selama studi maupun dalam penulisan skripsi.
6. Orang tua tercinta Muhammad Nasir dan Siti Arisah yang telah membiayai, memberikan motivasi, doa serta kasih sayang hingga terselesainya skripsi ini. Saya mungkin belum bisa membalas kebaikan semuanya itu, saya hanya bisa mengucapkan Syukron katsiron Jazakumullah ahsana jaza. Amiin.
7. Teman-teman PAI seperjuangan, khususnya kelas B angkatan 2008-2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala perhatian, dukungan serta motivasinya. Semoga Allah meridhoi segala usaha dan harapan kita, serta silaturrahmi diantara kita tetap terjalin.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak atas seluruh bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini semoga Allah SWT senantiasa memberikan sinar terang kepada seluruh hambanya dan semoga aktivitas penulis selalu diberkahi-Nya dan diberikan hidayah-diberkahi-Nya.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta penulis juga berharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan selanjutnya.
Jakarta, April 2014
iv HALAMAN JUDUL
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
ABSTRAKS ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah... 5
C. Perumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Metode Penelitian ... 7
BAB II RIWAYAT HIDUP ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ A.Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum masuk Islam ... 8
1. Nama, Nasab, Kuniyah dan Laqab Abu Bakar Ash-Shiddiq ... 8
2. Kelahiran, Gambaran dan Ciri Fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq ... 9
3. Keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq ... 10
4. Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Masyarakat Jahiliyah ... 10
B. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq setelah masuk Islam ... 13
1. Keislaman Abu Bakar Ash-Shiddiq ... 13
2. Dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq ... 15
3. Ujian dan Cobaan yang Dialami Oleh Abu Bakar ... 16
v
1. Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq ... 20
2. Masa Kepemimpinan Abu Bakar ... 22
3. Wafatnya Abu Bakar-Ash-Shiddiq ... 29
BAB III PENGERTIAN, DASAR DAN TUJUAN NILAI PENDIDIKAN ISLAM A.Pengertian Nilai Pendidikan Islam ... 31
B. Dasar-dasar Nilai Pendidikan Islam ... 34
C.Tujuan Menggali Nilai-nilai Pendidikan Islam ... 40
BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ DAN UPAYA IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN A.Nilai-nilai Pendidikan Islam ... 43
1. Ketegasan ... 43
2. Keberanian ... 45
3. Kedermawanan ... 49
4. Keadilan ... 52
5. Kejujuran ... 55
6. Kewibawaan ... 56
B. Implementasi nilai-nilai Pendidikan Islam ... 59
1. Ketegasan dalam Mendidik ... 59
2. Keberanian dalam Mendidik ... 62
3. Kedermawanan dalam Mendidik ... 65
4. Keadilan dalam Mendidik ... 67
5. Kejujuran dalam Mendidik ... 68
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan muncul bersama-sama adanya peradaban manusia yaitu sejak zaman nabi-nabi dan nenek moyang manusia. Sejak itulah terjadi kerjasama antar manusia, dan ada unsur kepemimpinan.1
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain. Keberhasilan seorang pemimpin tergantung kepada kemampuannya untuk mempengaruhinya. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pemimpinnya.2
Kepemimpinan dalam Islam didasari oleh kepercayaan, serta menekankan pada ketulusan, integritas dan kepedulian. Kepemimpinan dalam Islam berakar pada kepercayaan dan kesediaan untuk berserah diri kepada Allah yang Maha Pencipta. Semua kembali kepada menjalankan kehendak Tuhan. Kepemimpinan Islam sudah merupakan fitrah bagi setiap manusia yang sekaligus memotivasi kepemimpinan yang Islami. Manusia diamanati Allah untuk menjadi khalifah Allah (wakil Allah) dimuka bumi,
1
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 28.
2
yang bertugas merealisasikan misi sucinya sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta. Konsep amanah yang diberikan kepada manusia sebagai khalifah fil ardi menempati posisi sentral dalam kepemimpinan Islam. Logislah bila konsep amanah kekhalifahan yang diberikan kepada manusia menuntut terjalinnya hubungan interaksi yang sebaik-baiknya antara manusia dengan pemberi amanah yaitu dengan mengerjakan semua perintah Allah menjauhi laranganNya, dan ikhlas menerima hukum-hukum atau ketentuannya.3
Gulen sebagai sejarahwan mengungkapkan sebagaimana dikutip oleh Fuad Nashori menyebutkan bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin yang universal sekaligus unik. Beliau telah menjadi model bagi para pemimpin Islam dan para pengikutnya sepanjang masa. Pemimpin muslim yang sukses selalu berusaha untuk memperoleh pengetahuan praktis dan juga kompetensi untuk dapat diterapkan dalam situasi yang tepat. Masyarakat biasanya akan mengikuti arahan pemimpin apabila mereka percaya bahwa pemimpin tersebut mengetahui apa yang dilakukannya. Di dalam Islam calon pemimpin didorong untuk memiliki berbagai karakter yang baik seperti: kejujuran, kesabaran, kerendahan hati, keluhuran budi, pemahaman diri, kesediaan untuk berkonsultasi atau meminta pendapat orang lain, keadilan, kesederhanaan dan bertanggung jawab.4
Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin.5
Nabi Muhammad tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi jenazahnya dimakamkan sejumlah tokoh Muhajirin
3
Fuad Nashori, Psikologi Kepemimpinan, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2009) h. 3. 4
Ibid.,h. 5.
5
dan Anshor berkumpul dibalai kota Bani Sa’idah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah berjalan cukup lama karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshor sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin. Namun dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi akhirnya Abu Bakar terpilih. Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin dan kepala pemerintahan.6
Pemilihan dan penetapan Abu Bakar sebagai pemimpin dilakukan secara demokratis. Pencalonannya dilakukan oleh Umar bin Khatab kemudian disetujui oleh semua umat Islam. Cara ini dilakukan karena Rasulullah tidak menunjuk pengganti.7
Berdasarkan pengalaman sejarah, beragam latar belakang yang dialami oleh para pemimpin Islam sebelum mereka menduduki kursi kepemimpinan. Rasulullah memimpin umat Islam atas perintah Allah secara langsung dengan diutusnya beliau menjadi Nabi dan selanjutnya
beliau memperoleh bai’at (janji setia) dari para sahabat. Selanjutnya, para shahabat radhiyallahu ‘anhum yang terpilih menjadi pemimpin pertama yang menggantikan beliau setelah wafat adalah Abu Bakar Ash-shiddiq.8
Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai pemimpin, yaitu:
1. Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 35.
7
Didin Saefuddin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), Cet. I, h. 33.
8
2. Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai pemimpin karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara lain adalah laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, satu-satunya sahabat yang menemani Nabi Muhammad SAW pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, beliau ditunjuk oleh Rasulullah untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan Abu Bakar keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3. Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun kekeluargaan.9
Abu Bakar dikenal dengan beberapa julukan di antaranya adalah Ash-Shiddiq yang artinya jujur dan membenarkan, karena beliau selalu mengakui dan membenarkan Nabi Muhammad dalam segala hal yang beliau sampaikan. Selain itu sifat Ash-shiddiq selalu menghiasi setiap ucapan dan tingkah lakunya sehari-hari. Kemuliaan dan keutamaan sifat-sifat Abu Bakar membuat bangga para ahli ilmu. Mereka tak dapat menentukan, dari mana harus memulai membahas sifat-sifat utamanya, karena semua dirinya dan segala yang tampak padanya adalah keutamaan.
Dengan demikian, dapat digambarkan bahwa Abu Bakar memiliki salah satu sifat utama yang akan senantiasa diingat ketika seseorang menyebutkan namanya Ash-shiddiq. Itulah sifat yang tidak akan pernah bisa dilepaskan dari dirinya. Sifat Ash-shidq (jujur) dan Ash-shiddiq (jujur dan membenarkan) telah menjadi bagian dirinya. Jika nama Abu Bakar disebutkan, sifat jujur pasti disertakan. Keimanan tak dapat dilepaskan dan keduanya melekat pada sosok Abu Bakar.10
Pernyataan tersebut menunjukan bahwa Abu Bakar merupakan sosok yang jujur, dan memiliki keimanan yang kuat yang melekat pada dirinya.
9
Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 77.
10
Implikasinya terhadap pendidikan Islam adalah dalam pendidikan sangatlah penting adanya sifat kejujuran, dimana kejujuran seorang pendidik itu dapat membentuk karakter siswa untuk lebih baik.
Sebagai pemimpin sekaligus sebagai pendidik umat, kepemimpinan Abu Bakar banyak mengandung nilai-nilai pendidikan antara lain kejujuran, keberanian, dan lain sebagainya. Hal ini terlihat ketika pidato pertamanya setelah diangkat menjadi khalifah berbuyi:
Aku diangkat menjadi pemimpin kalian, bukan berarti aku orang yang terbaik dari kalian. Kalau aku memimpin dengan baik, maka bantulah aku. Jika aku salah, maka hendaklah kalian meluruskanku. Kejujuran adalah amanat dan kebohongan adalah khianat. Orang lemah diantara kalian adalah orang kuat menurut pandanganku sampai aku menunaikan apa yang menjadi haknya. Orang kuat diantara kalian adalah orang lemah menurut pandanganku hingga aku menggambil hak darinya.11
Gaya pidato kepemimpinan yang dilakukan Abu Bakar As-shiddiq tersebut, memiliki implikasi terhadap pendidikan Islam, bahwa para pendidik yang berfungsi sebagai pemimpin hendaklah bersikap jujur terhadap anak didiknya. Maka guru yang jujur adalah salah satu alternatif yang sangat baik dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan Islam.
Pemaparan seperti diataslah yang melatarbelakangi penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam lagi tentang sosok kepribadian dan karakter kepemimpinan Abu Bakar Ash-shiddiq.
Dari latar belakang masalah diatas, penulis menuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG
DI DALAMNYA”.
B.
Pembatasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah dan tidak melebar jauh dari ruang lingkup penelitian, maka penulis membatasi masalah ini pada
11Syaikh Muhammad Sa’id Mursi,
Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah,
kepemimpinan Abu Bakar Ash-shiddiq dan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya.
C.
Perumusan Masalah
Dengan berpijak dari pemaparan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka inti yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimanakah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq?
2. Nilai-nilai pendidikan Islam apa sajakah yang terkandung dalam kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq?
3. Bagaimanakah implementasinya terhadap pendidikan?
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan PenelitianAdapun tujuan utama dari penelitian penulisan skripsi ini adalah penulis ingin menjelaskan kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya.
2. Manfaat Penelitian
a. Memperbanyak khazanah pengetahuan di lingkungan lembaga pendidikan khususnya dalam pendidikan islam.
b. Menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti dan memahami kepemimpinan Abu Bakar dan nilai-nilai pendidikan Islam.
c. Memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai kepemimpinan Abu Bakar Ash-shiddiq dan nilai-nilai pendidikan Islam.
E.
Metodelogi Penelitian
kepustakaan yang ada relevansinya dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini.
Sumber data yang penulis gunakan adalah buku-buku yang berkaitan dengan topik pembahasan skripsi, buku-buku tersebut antara lain:
1. Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, Jakarta: Qhisti Press, 2009.
2. Husain Muhammad Haikal, Khalifah Rasulullah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Solo CV. Pustaka Mantiq, 1994.
3. Ali Muhammad Ash-shalabi, Biografi Abu Bakar As-shiddiq, Jakarta: Pustaka Al-kausar, 2013.
4. Al- Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung, Jakarta: Darul Haq, 2011.
8
BAB II
RIWAYAT HIDUP ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
A.
Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq Sebelum Masuk
Islam
1. Nama, Nasab, Kuniyah dan Laqab Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar lahir di Mekkah dua tahun beberapa bulan setelah tahun Gajah. Namanya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka‟ab bin Sa‟ad bin Taim bin Murrah bin Ka‟ab bin Lu‟aib bin Ghalib Al-Qurasyi At-Taimi. Nasab Abu Bakar Ash-Shiddiq bertemu dengan nasab Nabi Muhammad pada kakek keenam yaitu Murrah bin Ka‟ab.1
Ia memiliki nama Kuniyah Abu Bakar (Bakr), dari kata, “Al-Bakr” yang artinya adalah unta yang muda dan kuat. Bentuk jamaknya adalah, “Bikar” dan “abkur”. Orang Arab menyebut Bakr, yaitu moyang sebuah kabilah yang besar.
Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki sejumlah nama laqab atau julukan yang kesemuanya menunjukan pengertian luhurnya derajat dan kedudukan serta kemuliaan jejak langkah dan nasab. Diantaranya adalah Al-‘Atiq dan Ash-Shiddiq.
Rasulullah SAW menyifatinya dengan “Atiq bin An-nar” (orang yang terbebas dari api neraka), sehingga dia lebih dikenal dengan nama “Atiq”.
1
Ada yang mengatakan bahwa ia dipanggil dengan Atiq karena kebagusan rupanya. Sedangkan gelar Shiddiq, nama julukan ini diberikan oleh Rasulullah kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq karena ia selalu membenarkan dan mempercayai Rasulullah. Umat bersepakat atas julukan Ash-Shiddiq bagi Abu Bakar, karena ia senantiasa langsung membenarkan dan mempercayai Rasulullah tanpa pernah ia bersikap agak bimbang serta senantiasa berkomitmen pada kebenaran dan kejujuran, tanpa pernah melakukan hal-hal yang tidak baik.2
2. Kelahiran, Gambaran dan Ciri Fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq Ulama sudah tidak berselisih lagi bahwa Abu Bakar dilahirkan setelah tahun gajah. Namun mereka masih berselisih mengenai kapan persisnya kelahiran Abu Bakar. Ada sebagian ulama mengatakan, bahwa Abu Bakar lahir tiga tahun setelah tahun gajah. Ada pula yang mengatakan, dua tahun enam bulan setelah tahun gajah. Dan ada pula yang mengatakan dua tahun beberapa bulan setelah tahun gajah, tanpa menyebutkan jumlah bulannya secara spesifik.
Abu Bakar tumbuh dan berkembang dengan mulia dan baik dalam asuhan kedua orang tua yang memiliki kehormatan, kedudukan dan kemuliaan di tengah kaumnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menjadikan Abu Bakar tumbuh dan berkembang sebagai sosok yang terhormat, mulia dan memiliki kedudukan penting di tengah kaumnya.
Adapun mengenai gambaran dan ciri-ciri fisik Abu Bakar, maka ia dideskripsikan sebagai sosok yang bertubuh kurus dan berkulit putih. Aisyah menerangkan ciri fisik Abu Bakar dengan mengatakan, “beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggang, wajahnya selalu berkeringat, berkening lebar memiliki urat tangan yang tampak menonjol
2
dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai daun pacar maupun daun pohon al-katam.3
3. Keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bapaknya adalah Utsman bin Amir bin Amr dan memiliki nama kuniyah Abu Quhafah. Ia masuk Islam pada Fathu Makkah. Ibunda Abu Bakar adalah Salma binti Shakhr bin Amr bin Ka‟ab bin Sa‟ad bin Taim. Nama kuniahnya adalah Ummu Al-Khair.
Ia menikahi dengan empat isteri yang memberinya tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Para isteri Abu Bakar itu adalah; Qutailah binti Abd Al-Uzza bin Sa‟ad bin Jabir bin Malik, Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir, Asma‟ binti „Umais bin Ma‟bad bin Al-Harits dan Habibbah binti Kharijah. Dalam pernikahannya Abu Bakar memperoleh tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan yang diantaranya; Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, Abdullah bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma binti Abu Bakar, Ummu Kultsum binti Abu Bakar. Itulah keluarga Abu Bakar yang diberkahi dan dimuliakan oleh Allah dengan Islam.4
4. Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Masyarakat Jahiliyah
Sejak kecil Abu Bakar hidup seperti layaknya anak-anak lainnya di kota Mekah. Tatkala usianya menginjak masa dewasa, kemudian beliau berdagang sebagai penjual kain. Sebagai seorang pedagang kain, Abu Bakar sangat berhasil dalam usahanya sehingga memperoleh keuntungan yang besar. Keberhasilan usaha dagangnya disebabkan oleh kepribadian dan akhlaknya yang mulia, sehingga sangat disenangi orang.5
3
Al- Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung, (Jakarta: Darul Haq, 2011), Cet. VIII, h. 5.
4
Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 28. 5
Abu Bakar hidup di Mekah al-Mukkaramah dan tidak pernah meninggalkan kota suci itu kecuali untuk urusan dagang. Ia tumbuh sebagai pemuda berakhlak mulia dan memiliki kepribadian yang baik. Selain itu mempunyai harta yang banyak, mempunyai karisma, kebaikan dan keutamaan diantara kaumnya. Abu Bakar memberi sesuatu pada orang yang tidak memilikinya serta kedudukannya tidak bisa dianggap remeh. Abu Bakar dikenal sebagai seorang yang mulia, jujur, baik, pemurah, baik ditengah kaum maupun keluarganya. Semua penduduk Mekkah mengakui hal tersebut.
Imam Nawawi menjelaskan, Abu Bakar adalah pemimpin kaum Quraisy di masa Jahiliyah, beliau selalu dilibatkan dalam musyawarah, dan dicintai kaumnya. Ketika Islam datang, Abu Bakar meninggalkan segalanya. Ia masuk Islam secara sempurna, senantiasa menambah wawasannya, menambah kebaikannya sampai beliau meninggal dunia.6
Pada masa jahiliyah, Abu Bakar termasuk salah satu orang Quraisy yang terkemuka, terhormat dan salah satu tokoh terkenal baik. Sebelum munculnya Islam, kemuliaan dan kehormatan di kalangan Quraisy berada di tangan sepuluh orang dari sepuluh marga. Dan beliau keturunan dari bani Taim, Abu Bakar adalah orang yang memegang jabatan yang megurusi al-asynaq, yaitu diyat dan denda. Jika ia mengambil alih suatu beban tanggungan diyat atau denda, lalu ia meminta bantuan kepada kaum Quraisy untuk ikut menanggungnya, maka mereka mempercayainya dan meluruskan pengambil alihan tersebut. Namun jika orang lain selain Abu Bakar yang mengambil alih, maka mereka tidak mau membantu. Dalam masyarakat jahiliyah, Abu Bakar termasuk salah satu orang terkemuka, terhormat, terpandang dan terbaik.
Abu Bakar dikenal dengan sejumlah hal yang diantaranya adalah: 1. Ilmu pengetahuan tentang nasab
Abu Bakar termasuk salah satu ahli nasab dan pakar tentang berita bangsa Arab. Dalam hal ini, ia memiliki catatan pengalaman dan
6
kapabilitas yang cukup besar, sehingga menjadikan dirinya master atau guru bagi banyak para pakar nasab seperti Uqail bin Abu Thalib dan yang lain.
2. Perniagaaan
Pada masa sebelum Islam, Abu Bakar adalah seorang saudagar. Beliau masuk ke Bushra dari negeri Syam untuk berniaga. Ia terbiasa melintang menjelajahi negeri-negeri yang ada. Ia memiliki modal sebesar empat puluh ribu dirham. Pada masa sebelum Islam Abu Bakar adalah sosok yang dikenal sangat dermawan.
3. Familiar, menarik, bersahabat dan disukai banyak orang
Ibnu Ishaq dalam As-Sirah menuturkan, bahwa mereka sangat menyukai Abu Bakar dan senang kepadanya. Mereka mengakui bahwa beliau adalah sosok yang memiliki keutamaan yang agung dan akhlak yang mulia.
4. Tidak pernah meminum minuman keras
Abu Bakar termasuk orang yang paling menjaga kehormatannnya, sampai beliau mengharamkan minuman keras atas dirinya sendiri sebelum Islam.
5. Tidak menyembah berhala
Abu Bakar sama sekali tidak pernah menyembah berhala. Beliau berkata ditengah-tengah sekumpulan para sahabat, “Aku sama sekali tidak pernah menyembah berhala, bahkan sampai aku mulai menginjak akil baligh.7
Demikianlah Abu Bakar dengan keutamaan-keutamaan yang ada pada dirinya. Beliau dikenal sebagai orang yang rendah hati, pemaaf dan dermawan. Beliau juga paling mengerti dengan garis keturunan Arab. Kejujuran, kesucian hatinya serta sikap yang luwes terhadap orang lain membuat ia sukses dalam berbisnis. Abu Bakar telah mengharamkan khamr atas dirinya, beliau tidak pernah meminum minuman haram tersebut setetes pun selama hidupnya. Baik pada masa jahiliyah, maupun setelah beliau
7
memeluk agama Islam. Abu Bakar juga sama sekali tidak pernah sujud di hadapan berhala.
Betapa mulianya Abu Bakar, sosok yang memiliki nilai-nilai yang luhur, akhlak terpuji, watak dan karakter yang mulia dalam masyarakat Quraisy sebelum Islam.
B.
Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq Setelah Masuk Islam
1. Keislaman Abu Bakar Ash-ShiddiqKeislaman Abu Bakar adalah hasil dari sebuah perjalanan yang panjang dalam usaha mencari agama yang benar dan selaras dengan fitrah yang lurus dan mampu memenuhi dan hasrat spiritualnya serta sesuai dengan akal yang cerdas serta daya fikir yang tajam. Abu Bakar termasuk orang yang menjaga diri di masa jahiliyah. Dia tidak pernah bersujud kepada berhala dan bahkan berusaha mencari agama yang benar dan sesuai dengan fitrah yang suci. Dengan profesinya sebagai pedagang, beliau sering melakukan perjalanan jauh ke berbagai wilayah. Dalam perjalananya inilah beliau selalu berhubungan dengan penganut berbagai agama demi mencari agama yang paling benar sesuai fitrah manusia.8
Pengetahuan dan wawasan Abu Bakar yang mendalam serta hubungannya yang sangat kuat dengan nabi adalah faktor signifikan yang memotivasi dirinya untuk langsung memenuhi dan menerima dakwah Islam melalui Nabi Muhammad. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad. Dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Rasulullah Saw. Beliau dikenal sebagai sosok yang ramah, jujur, halus, santun dan penuh kesopanan serta memiliki watak dan kepribadian yang baik dan mulia. Ia tidak segan untuk menumbuhkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam.9
8
Ibid., h. 42. 9
Suatu kisah seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas‟ud yang diceritakan sendiri oleh Abu Bakar, tentang bagaimana Abu Bakar ash-shiddiq memeluk agama Islam.
Aku menemui seorang ahli kitab. Ketika ahli kitab ini melihatku, dia berkata „Tampaknya kau berasal dari Haram.‟Aku berkata “Ya, aku dari Haram.”Kemudian ahli kitab itu berkata “Tampaknya kau berasal dari suku Quraisy?” Aku berkata “Ya.” Kemudian dia berkata “Tampaknya kau berasal dari Bani Taim?” Aku berkata “Ya.” Orang tua itu terus menyambung katanya, “Ada satu hal yang hendak aku tanyakan darimu, yaitu tentang diri tuan sendiri. Apakah tak keberatan jika aku lihat perutmu?” “Aku menolak dan bertanya” “Kau harus memberitahuku dulu, kenapa aku harus melihatkan perutku?” Kemudian dia berkata padaku “aku membaca di dalam kitab suci, bahwa seorang nabi akan diutus di Haram, dan dua orang akan bersama nabi ini dan menolongnya di sepanjang waktu. Yang satu adalah anak muda, dan yang kedua adalah orangtua paruh baya. Dan untuk orang yang paruh baya, tubuhnya kurus dan punya kulit yang sangat putih. Dia punya tanda di atas perutnya, dia juga punya tanda di paha kirinya. Aku telah melihat semua tanda yang tersembunyi. Tunjukkan aku perutmu. Aku menunjukkan perutku dan melihat ada tanda di atas perutku. Dia bersumpah demi Tuhan dari Ka‟bah aku bersumpah demi Tuhan dari Ka‟bah bahwa kaulah orangnya yang telah disebutkan dalam kitab suci kami. Kemudian dia memberiku nasihat yang baik. Dan setelah menyelesaikan pekerjaanku, aku meninggalkan Yaman dan berjalan menuju Makkah al- Mukarramah, dan aku menunggu kedatangan nabi terakhir ini.”
Dan ketika dia tahu bahwa nabi terakhir ini tidak lain tidak bukan adalah teman masa kecilnya, yaitu Muhammad bin Abdullah. yang telah menerima wahyu dari Allah, maka tanpa keraguan sedikit pun, Abu Bakar langsung beriman dan mengucapkan kalimat La ilaha ilallah muhammadar rasulullah.10
10
Tak ada yang membantah, Abu Bakar tergolong pembesar Quraisy di masa Jahiliyah ditengah kaumnya, Abu Bakar dicintai dan terpandang dan punya kedudukan tinggi, karena beliau memiliki akhlak dan etika terpuji, menjauhi adat-adat buruk Jahiliyah yang dilakukan kebanyakan orang. Karakter yang Abu Bakar miliki mendorongnya untuk langsung menerima dakwah baru dari Nabi Muhammad dengan semangat dan penuh kerinduan. Ia seakan mendapatkan mutiaranya yang hilang dan selama ini dinantikan. Abu Bakar termasuk orang yang pertama kali menyambut dan memeluk Islam, membawa panjinya, dan bahu membahu mendakwahkannya bersama Nabi Muhammmad. Abu Bakar memiliki peranan yang besar dalam keislaman beberapa sahabat yang lain.
Imam Nawawi menjelaskan, bahwa Allah-lah yang menamakan Abu Bakar melalui lisan Nabi Muhammmad, dengan Nama ash-Shiddiq. Alasan pemberian nama itu adalah karena Abu Bakar segera membenarkan dan terus membenarkan Rasulullah. Abu Bakar tidak pernah menunda-nunda atau menangguhkannya dalam kondisi apapun. Dalam sejarah Islam Abu Bakar telah menorehkan kisah-kisah cemerlang.11
2. Dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sejak hari pertama Abu Bakar sudah bersama-sama dengan Muhammad melakukan dakwah demi agama Allah. Keakraban masyarakatnya dengan dia, kesenangannya bergaul dan mendengarkan pembicaraannya, besar pengaruhnya terhadap muslimin yang mula-mula dalam Islam itu. yang mengikuti jejak Abu bakar menerima Islam ialah Usman bin Affan, Abdur-Rahman bin auf, Talha bin ubaidillah, Sa‟ad bin abi waqqas dan zubair bin awam. sesudah mereka yang kemudian menyusul masuk Islam atas ajakan Abu Bakar ialah Abu ubaidah bin jarrah dan banyak lagi yang lain dari penduduk mekah.
Abu Bakar membawa para sahabat yang mulia tersebut satu persatu secara sendiri-sendiri, lalu masuk Islam dihadapan Rasulullah. Maka mereka
11
pun menjadi tiang dan pilar-pilar yang menjadi penyangga pertama dan utama untuk dakwah Islam. Mereka adalah tokoh-tokoh yang menjadi bekal pertama dan utama dalam menguatkan dan memperkokoh posisi Rasulullah. Jejak dan catatan Abu Bakar begitu besar ditengah kaum dan klannya. Abu Bakar adalah sosok yang disukai dan dicintai kaumnya, familiar, bersahabat, mudah diterima, lembut, ramah, orang Quraisy yang paling pakar tentang nasab Quraisy, bahkan ia adalah pakar nasab yang tidak ada duanya pada zamannya. Abu Bakar adalah sosok pemimpin dan pemuka yang dihormati, dermawan dan gemar membantu. Beliau biasa menyediakan jamuan bagi para tamu dalam bentuk yang tidak ada seorangpun yang melakukannya. Disamping itu beliau adalah sosok yang memiliki lisan yang fasih.12
Demikian setianya Abu Bakar kepada Nabi Muhammad dan agama Islam, sehingga seluruh kekuatan yang dimilikinya semua dikerahkan untuk kepentingan dan kejayaan Islam. Ini tidak hanya ketika ia berada di kota Mekah, tetapi juga pada periode Madinah. Jasa beliau sangat banyak dalam upaya pengembangan ajaran Islam di kota Madinah, terlebih saat ia terpilih sebagai seorang pemimpin Islam yang pertama, yang menggantikan kedudukan Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat Islam.
3. Ujian dan Cobaan yang Dialami Oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq Seiring berjalannya waktu Abu Bakar terus memotivasi Rasulullah untuk berdakwah secara terbuka hingga akhirnya Rasulullah menyetujui gagasan Abu Bakar untuk berdakwah secara terbuka dihadapan kaumnya. Rasulullah beserta para sahabatnya kemudian pergi kemasjid haram untuk mensyiarkan risalah Islam. Ditempat tersebut Abu Bakar mengatakan dihadapan publik, menjelaskan inti ajaran Islam dan mengajak kaumnya memeluk agama mulia ini.
Utbah bin Rabi‟ah salah seorang diantara kerumunan itu sangat geram mendengar perkataan Abu Bakar. Ialu menemui putra Abu Quhafah ini yang berada persis di samping Rasulullah. Dia mencaci Abu Bakar dan
12
keras akhirnya Abu Bakar bersandar pada keduanya hingga sampai di rumah Al-Arqam bin Abi Arqam Abu Bakar sendiri yang mengetuk pintu begitu pintu terbuka terlihatlah Nabi yang dipertanyakannya itu Nabi merasa iba melihat keadaan Abu Bakar, kemudian beliau menuntunnya dan memeluknya Melihat Rasulullah yang khawatir dan kasihan padanya, Abu Bakar berkata “Demi Allah wahai Rasulullah, aku ini tidaklah apa-apa, hanya wajahku saja yang terluka” lirihnya Rasulullah melihat luka diwajahnya. Nabi pun merasa kasihan dan kemudian berdoa untuknya Abu Bakar kemudian berkata “ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan petunjuk kepada Ibuku!” Rasulullah pun berdoa “ya Allah, berikanlah petunjuk kepada Ibu Abu Bakar.” 13
Begitulah perjuangan Abu Bakar setelah menyatakan dirinya masuk Islam, Abu Bakar menjadi sahabat Rasulullah yang berperan sangat besar dalam penyebaran risalah Islam. Sikapnya yang selalu membela dan mendampingi Rasulullah dari berbagai intimidasi dan hinaan kaum musyrikin, pengorbanan beliau dalam menginfakkan hartanya di jalan Allah, membebaskan budak muslim dari siksaan kaum musyrik, infak beliau dalam persiapan jihad di jalan Allah, keberaniannya dalam berbagai pertempuran dan peperangan, perjalanan beliau menemani Rasululah dalam hijrahnya menuju Madinah, penderitaan yang dialaminya dalam peristiwa tersebut tidak pernah menyurutkan semangat kesetiaannya terhadap Nabi Muhammad dan agama yang dibawanya. Abu Bakar belajar bahwa Islam adalah amal, dakwah dan jihad. Keimanan baginya tak hanya cukup dengan sekedar percaya belaka, namun lebih dari itu keimanan takkan pernah sempurna sehingga seorang muslim menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah SWT.
4. Pembelaan Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada Rasulullah.
Diantara sifat Abu Bakar yang menjadi kelebihan dan tipikalnya adalah pemberani. Ia adalah sosok yang tidak takut kepada siapapun dalam
13
menegakkan kebenaran. Ia sama sekali tidak akan terganggu oleh celaan orang yang mencela dalam usaha membela agama Allah, bekerja untuk kepentingan agama-Nya dan dalam membela Rasul-Nya. Keberanian Abu Bakar ini tergambar ketika Uqbah Ibn Abi Mu‟ith mencekik Nabi Muhammad saat berada di dalam ka‟bah. Imam Bukhari meriwayatkan hadis Urwah ibnu Zubair yang bertanya kepada Abdullah ibn Amr ibn Ash, “ceritakan kepadaku tentang kelakuan paling kasar dari orang musyrik terhadap nabi Muhammad Saw.”14
Abdullah ibn Amr menjawab, ketika beliau melakukan shalat di dalam ka‟bah, tiba-tiba datang Uqbah ibn Abi mu‟ith meletakan selendang di leher Nabi Muhammad dan menariknya dengan kuat tak berselang lama, Abu Bakar datang beliau pun memegang pundak Uqbah untuk menyelamatkan nabi Muhammad Saw.
Abu Bakar berkata kepadanya dengan membaca sebuah ayat dalam surat Al-Mu‟min ayat 28, yang artinya: “Akankah kalian membunuh laki -laki yang mengatakan Allah adalah Tuhanku dan datang pada kalian dengan bukti dari Allah.” Lalu mereka pun berpaling dari Rasulullah dan ganti mengeroyok Abu Bakar, memukulinya dan menjambak-jambak rambutnya. Lalu mereka tidak meninggalkannya melainkan dalam keadaan bajunya sobek-sobek semuanya.15
Abu Bakar telah menyirami hatinya dengan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi dirinya. Setelah masuk Islam, ia tidak lagi mempedulikan apapun selain bagaimana supaya panji tauhid berkibar tinggi meskipun seandainya harus di bayar mahal dengan nyawa.
Abu Bakar adalah orang yang pertama kali disakiti dan mengalami penderitaan setelah Rasulullah, orang yang pertama kali membela Rasulullah. Dan kisah tersebut menjadi sebuah potret jelas yang menggambarkan tabiat konflik antara yang hak dan bathil, antara petunjuk dan kesesatan dan antara keimanan dan kekafiran juga menggambarkan
14
Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, (Jakarta: Qhisti Press, 2009), Cet. I, h. 141. 15
penderitaan dan siksaan yang dialami Abu Bakar di jalan Allah. Potret tersebut juga memberikan gambaran tentang ciri-ciri yang jelas tentang kepribadian Abu Bakar yang tiada duanya.
C.
Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq Ketika Menjadi
Khalifah
1. Proses Pengangkatan Abu Bakar Menjadi Khalifah
Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki dari golongannya yang memimpin. Situasi yang memanas ini pun dapat diatasi oleh Abu Bakar, dengan cara menampilkan dua orang calon khalifah untuk memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.
Setelah Rasulullah wafat pada tahun 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama pengganti Nabi Muhammad dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu daerah kekuasaan hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai suku Arab.
Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:
1. Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “al-aimmah min Quraisy” (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3. Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun kekeluargaan16
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai’at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan Bai’at A’mmah.
Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan sumpah kepada Allah SWT dan menyatakan tidak berambisi untuk menduduki jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan:
“Aku diangkat menjadi pemimpin kalian, bukan berarti aku orang yang terbaik dari kalian. Kalau aku memimpin dengan baik, maka bantulah aku. Jika aku salah, maka hendaklah kalian meluruskanku. Kejujuran adalah amanat dan kebohongan adalah khianat. Orang lemah diantara kalian adalah orang kuat menurut pandanganku sampai aku menunaikan apa
16
Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 77
yang menjadi haknya. Orang kuat diantara kalian adalah orang lemah menurut pandanganku hingga aku mengambil hak darinya. Jika Allah menghendaki. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, melainkan Allah akan menjadikan mereka hina dan dihinakan, tidaklah perbuatan kotor menyebar di suatu kaum, melainkan Allah akan menyebarkan malapetaka di tengah-tengah mereka. Untuk itu, taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak wajib mentaatiku. Sekian dari saya dan aku memohon ampunan kepada Allah dan kalian semua. Pidato ini mencerminkan sifat dan karakter Abu Bakar dalam memaknai arti sebuah kepemimpinan.”18
Kandungan pidato Abu Bakar tersebut adalah cermin nyata sifat rendah hati Abu Bakar. Putra Abu Quhafah ini mengakui bahwa dirinya bukanlah orang yang terbaik. Dalam pidatonya juga, menunjukkan garis besar politik yang dilakukan Abu Bakar didalam pemerintahannya. Didalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntunan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan dan mendorong berjihad fisabilillah.
Abu Bakar berikrar untuk menegakkan nilai-nilai kejujuran dalam segala hal. Beliau memberitakan kepada bawahannya bahwa keberhasilan suatu pemimpin dan kemakmuran rakyatnya hanya bisa diwujudkan jika seorang pemimpin bersikap jujur dalam menjalankan kepemimpinannya dan ini merupakan pilar dasar untuk mewujudkan keberhasilan dan kesejahteraan dalam berbangsa dan bernegara adalah menjunjung tinggi kejujuran dan rasa keadilan serta menegakkannya diseluruh aspek kehidupan.19
2. Masa Kepemimpinan Abu Bakar
Pada masa kepemimpinan Abu Bakar ini, pemerintah Islam banyak mengalami ujian atau cobaan, baik internal maupun eksternal, yang dapat mengancam berlangsungnya kelestarian agama Islam. Sejumlah masalah seperti ridat atau kemurtadan dan ketidak setiaan, munculnya beberapa kafir yang menyatakan dirinya sebagai Nabi, banyaknya orang-orang yang ingkar
18Syaikh Muhammad Sa‟id Mursi,
Tokoh-tokoh Besar Islam, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h.8 19
membayar zakat serta sejumlah pemberontakan kecil yang merupakan bibit-bibit perpecahan. Namun berkat dari kepiawaian sang Khalifah semua cobaan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik.
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Nabi Muhammad SAW, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi wasallam, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Abu Bakar selalu menyediakan kesempatan bagi kaum muslim untuk berunding dan menentukan pilihan, inilah peradaban berpolitik dan bernegara beliau. Ia adalah orang yang demokratis, dengan tetap berpedoman pada al-Qur‟an.20
Kebijakan politik yang dihadirkan oleh Abu Bakar pada masa pemerintahannya merupakan sebuah era baru, babak perluasan dakwah Islam setelah sepeninggal Rasulullah SAW dan dinilai sebagai sebuah kemajuan yang signifikan. Maka penulis membagi kepada tiga hal penting yang terjadi pembahasan masa tersebut, diantaranya:
a. Memerangi Kemunafikan dan Kemurtadan
Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu pertama, mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan shalat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Dan mereka merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali kepada ajaran agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku dirinya nabi sebenarnya fenomena ini sudah muncul pada masa Nabi, tetapi wafatnya Nabi Muhammad mereka anggap sebagai kesempatan untuk tampil terang-terangan. Diantara nabi palsu seperti Musailamah Al Kadzab dari Bani
20
Khalid, Muh. Khalid. Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik
Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid dari Bani As'ad Saj'ah Tamimiyah dari Bani Yarbu, dan Aswad al-Insi dari Yaman.
Kedua, yaitu mereka yang ingkar zakat, mereka membedakan antara shalat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya. Mereka berpandangan bahwa zakat itu diberikan kepada Nabi Muhammad. Oleh sebab itu setelah Nabi meninggal, hukum tentang zakat tidak berlaku lagi.21
Dengan realita bahwa terdapat banyak pro-kontra dalam kekhalifahan Abu Bakar pasca sepeninggal Nabi, maka tidaklah aneh jika dalam pemerintahannya Abu Bakar lebih banyak terpakai untuk menstabilkan politik dalam negeri, dengan adanya kemunculan nabi palsu ataupun kelompok-kelompok yang murtad sepeninggal Nabi. Untuk menstabilkan politik dalam negeri di Madinah Abu Bakar mengirim 11 panglima untuk melakukan tugas tersebut, adapun panglima yang dimaksud adalah Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, Syurahbil bin Hasanah, Thuraifah bin Hajir, Amr bin Al-Ash, Khalid bin Said bin Al-„Ash, Al-Ala‟ bin Al-Hadhar, Hudzaifah bin Muhshin Al-Ghalfa‟i, Urfajah bin Hartsimah dan Muhajir bin Abu Umayyah.
Pembagian pasukan ini sesuai dengan perencanaan yang strategis dan memiliki makna penting, Meskipun kaum murtad berjumlah besar, tapi pemurtadan mereka dapat diatasi tidak lebih dari masa tiga bulan saja hal ini disebabkan karena: pertama, kaum murtad masih terpisah-pisah, semua berada di negeri masing-masing, mereka tidak mampu untuk menggalangkan persatuan karena tempat mereka yang berjauhan dan waktu yang tidak memungkinkan untuk mereka menggalang persatuan. Kedua kaum murtad tidak mengetahui bahaya kaum muslimin bagi mereka, dimana kekuatan kaum muslimin mampu untuk memusnahkan seluruh kaum murtad dalam beberapa bulan saja.22
21
Wahyu Ilaihi, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Cet. I, h. 84.
22
Langkah berani khalifah Abu Bakar dalam memerangi kaum murtad salah satunya yaitu melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan Usamah yaitu pasukan umat Islam yang dipimpin Usamah bin Zaid yang diperintahkan Rasulullah sebelum wafat untuk memerangi tentara Romawi. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman pasukan itu pun disetujui.
Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat strategis dan membawa dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga para pemberontak menjadi gentar. Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam perselisihan yang bersifat intern. Dan atas pertolongan Allah SWT Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang. Pasukan Usamah mampu memukul mundur pasukan Romawi. Dengan keberhasilan pasukan Usamah ini memberikan efek yang sangat bagus bagi kondisi politik dalam Negeri dan luar Negeri daulah khilafah, diantaranya yaitu:
1. Menebar kehebatan Daulah Islamiyah di mata umat-umat lain. Sampainya berita-berita kemenangan yang dicapai umat Islam dalam memerangi kelompok orang-orang murtad kepada Persia dan Romawi saat itu, maka kedua Negara ini melihat bahwa bangunan umat baru ini (Islam) menentang fenomena yang muncul dan umat Islam telah berhasil mengatasi ujian-ujian dan meredam gejolak yang terjadi di dalam wilayahnya. Bagi Khalifah Abu Bakar, ini merupakan langkah untuk menyebar kehebatan Daulah Islamiyah. Dan ini merupakan sebuah potret gemilang jihad Islam.
pemimpin-pemimpin yang saling memahami, bekerja sama, saling mencintai meskipun dipisahkan oleh jarak yang jauh. Akan tetapi, keseimbangan yang indah antara peranan masing-masing pimpinan pusat dan pemimpin medan perang adalah sangat jelas dan terang. 23
3. Perjalanan dakwah tidak terikat dengan siapapun dan kewajiban mengikuti perintah Nabi Muhammad. Dalam kisah pengiriman pasukan Usamah oleh khalifah Abu Bakar, kita bisa menemukan bahwa Khalifah Abu Bakar menjelaskan dengan ucapan dan tindakan bahwa perjalanan dakwah tidak akan terhenti meski dengan kematian pemimpin makhluk dan imam para nabi dan Rasul Muhammad SAW. Khalifah Abu Bakar membuktikan keberlanjutan perjalanan misi dakwah tersebut dengan segera merealisasikan pemberangkatan misi militer pasukan Usamah. 4. Terjadinya perbedaan pendapat dan sudut pandang seputar perealisasian
misi militer pasukan Usamah namun tidak sampai mendorong mereka kepada sikap saling benci, pertengkaran, saling menjauhi dan saling memusuhi atau sampai mengakibatkan terjadinya konflik kekerasan di antara mereka. Tidak ada satu orangpun yang tetap keras pada pendapatnya ketika pendapatnya itu jelas telah terbukti keliru dan batil.24 5. Menghilangkan pemaksaan kepada umat-umat di wilayah yang dikuasai
Islam. Diantara simbol politik luar negeri yang dibangun oleh Khalifah Abu Bakar adalah menghilangkan penindasan dari penduduk yang wilayahnya dikuasai oleh Islam. Khalifah tidak memaksa seseorang dari umat atau bangsa lain untuk mengikuti agamanya dengan kekerasan.25
Dari penjelasan yang terurai diatas, dapat disimpulkan bahwasannya Khalifah Abu Bakar adalah seorang pemimpin yang tegas, adil dan bijaksana. Langkah politik yang dijalaninya merupakan langkah strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.
23
Ibid., h. 494.
24
Ibid., h. 319.
25
b. Penghimpunan al-Qur’an
Umar bin Khatab kawatir akan gugurnya para sahabat penghafal al Qur‟an yang masih hidup, maka ia lalu datang kepada Abu Bakar memusyawarahkan hal ini. Dalam buku-buku tafsir dan hadist percakapan yang terjadi antara Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit mengenai pengumpulan al-Qur‟an di terangkan sebagai berikut:26
Umar berkata kepada Abu Bakar: “Dalam peperangan Yamamah para sahabat yang hafal al-Qur‟an telah banyak yang gugur. Saya kawatir akan gugurnya para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya, sehingga banyak ayat-ayat al-Qur‟an itu perlu di kumpulkan”. Abu Bakar menjawab: “Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak di lakukan oleh Rasulullah?"
Umar menegaskan: “Demi Allah! Ini adalah perbuatan yang baik”. Dan ia berulang kali memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan al-Qur‟an ini, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima pendapat Umar itu.
Saat itulah khalifah mengutus Zaid bin Tsabit agar segera mengumpulkan semua ayat-ayat suci al-Qur‟an. Kemudian Abu Bakar memanggil Zaid bin Tsabit dan berkata kepadanya:
“Engkau adalah seorang yang cerdas yang ku percayai sepenuhnya. Dan engkau adalah seorang penulis wahyu yang selalu di suruh oleh Rasulullah. Oleh karena itu, maka kumpulkanlah ayat-ayat al Qur‟an itu”.
Zaid menjawab: “Demi Allah! Ini adalah pekerjaan yang berat bagiku. Seandainya aku di perintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidaklah lebih berat bagiku dari pada mengumpulkan al-Qur‟an yang engkau perintahkan itu”.
Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an itu Zaid bin Tsabit bekerja amat teliti. Ia mengumpulkan al-Qur‟an dari daun, pelepah kurma, tulang dan juga dari hafalan-hafalan para sahabat. Sekalipun beliau hafal al-Qur‟an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan al-Qur‟an yang
26
sangat penting bagi umat Islam itu masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan di saksikan oleh dua orang saksi.
Dengan demikian al-Qur‟an seluruhnya telah di tulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran, dan di ikatnya dengan benar. Tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Rasulullah. Kemudian di serahkan kepada Abu Bakar. Setelah sepeninggal Abu Bakar mushaf disimpan oleh Umar bin Khatab hingga dia wafat, dan kemudian berada ditangan Hafshah binti Umar.27
c. Awal Perluasan Wilayah Islam
Perluasan wilayah yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar merupakan pencapaian yang sukses dalam hal perluasan Daulah Islam setelah apa yang dilakukan Rasulullah SAW, dan hal ini terlihat ketika menaklukan wilayah-wilayah lain di masa permulaan khulafa’urasyidin. Dan perluasan wilayah ini sesungguhnya bukan disandarkan pada ketamakan melainkan, melindungi dakwah, menjamin keamanan dan sebagai sarana menyebar pesan besar yang diemban kaum muslimin, yaitu pesan pembebasan umat manusia dan mengarahkan mereka kepada keadilan dan kebenaran
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil bin Hasanah.
27
Memperluas wilayah penyebaran agama Islam ke Hiroh (dijadikan pusat pertahanan dan ibu kota di luar Arab), Anbar dan Persia, Daumatul Jandal, Yarmuk, Syam (pernah dikuasai tentara Romawi), dan Syria. Abu Bakar menugaskan empat panglima perangnya untuk menguasai Syria dari Romawi Timur yang dipimpin oleh Kaisar Heraklius. Mereka adalah Yazid bin Abu Sufyan yang ditugaskan di Damaskus, Abu Ubaidah bin Jarrah ditugaskan di Horns, Amr bin Ash ditugaskan di Palestina, dan Surahbil bin Hasanah di Yordan.28
Masa kekhalifahan Abu Bakar merupakan masa peralihan yang sulit. Dalam masa yang rumit ini, Abu Bakar harus menghadapi berbagai kesulitan berat yang pada awalnya menimbulkan ketakutan di kalangan kaum muslimin. Karena keimanan yang mantap dan pemberian taufiq dari Allah SWT. Umat Islam di bawah kepemimpinan Abu Bakar dapat mengatasi kesulitan besar yang dihadapi.
Dipandang dari hitungan waktu memang masa pemerintahan Abu Bakar sangat singkat, tetapi apa yang dicapai Abu Bakar jauh melampaui masa yang tersedia. Masa-masa pemerintahan Abu Bakar sarat dengan amal, jihad dan meninggalkan untuk kita jasa yang sangat bermanfaat.
3. Wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggalkan dunia ini setelah melakukan jihad besar guna menyebarkan agama Allah di seluruh penjuru dunia. Peradaban manusia akan mengenang sosok khalifah ini yang telah membawa panji dakwah Rasulullah setelah wafatnya, menjaga apa yang ditanamkan Rasulullah, memelihara benih-benih keadilan dan kebebasan serta menyiraminya dengan darah para syuhada yang paling suci. Lalu membuahkan hasil yang melimpah yang mampu mewujudkan kemajuan besar sepanjang sejarah dalam bidang ilmu, kebudayaan,dan pemikiran.29
28
Husein Tuanaya,dkk, Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 3A, (Jawa Timur: Wahana dinamika karya, 2004), 15.
29
Abu Bakar wafat pada hari Senin di malam hari, yaitu tepatnya delapan hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir 13 Hijriyah. Sebelum meninggal, Abu Bakar sakit selama lima belas hari. Sewaktu beliau sakit, Abu Bakar mewasiatkan agar tampuk pemerintahan kelak diberikan kepada `Umar bin Khathab.
Abu Bakar memimpin sebagai khalifah selama dua tahun tiga bulan. Beliau wafat pada umur 63 tahun. Di antara wasiat Abu Bakar kepada `Aisyah, “Aku tidak meninggalkan harta untuk kalian kecuali hewan yang sedang hamil, serta budak yang selalu membantu kita membuat pedang kaum muslimin. Oleh karena itu, jika aku wafat, tolong berikan seluruhnya kepada `Umar.” Ketika Aisyah menunaikan wasiat ayahnya itu kepada Umar, maka Umar berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Sesungguhnya dia telah membuat kesulitan (untuk mengikutinya) bagi orang-orang yang menjadi khalifah setelahnya.”
Beliau dimakamkan berdampingan dengan makam Rasulullah yang terletak di dalam kamar Aisyah. Beliau pun di shalatkan oleh kaum muslimin yang dipimpin oleh Umar bin Khatab.30
30
31
BAB III
PENGERTIAN, DASAR DAN TUJUAN NILAI PENDIDIKAN
ISLAM
A.
Pengertian Nilai Pendidikan Islam
“Nilai atau value (bahasa inggris) atau valere (bahasa latin) berarti berguna, mampu, berdaya, berlaku dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai dan dapat menjadi objek kepentingan.1
Menurut Steeman “nilai adalah yang memberi makna pada hidup. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang.2
Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.3
Bagi manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam menetapkan perbuatannya. Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk kaidah atau norma atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah,
1
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak ; Peran Moral Intelektual, Emosional,
dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2008), Cet. II, h. 29. 2
Ibid., h. 29.
3
anjuran, himbauan, kebenaran, kebaikan, keindahan, dan nilai kegunaan merupakan nilai-nilai yang diperintahkan, dianjurkan atau diharuskan.4
Pengertian pendidikan menurut bahasa sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, kata pendidikan berasal dari kata “didik” yang mendapat awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.5
Pendidikan adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.6
Oemar Muhammad al-Syaibani sebagaimana dikutip A. Fatah Yasin mengatakan bahwa pendidikan Islam merupakan usaha untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses pendidikan, dan perbuatan itu dilandasi oleh nilai-nilai Islam.7
M. Kamal Hasan, sebagaimana dikutip Samsul Nizar, mendefinisikan pendidikan Islam adalah suatu proses yang komperhensif dari perkembangan keperibadian manusia secara keseluruhan, yang meliputi intelektual, spiritual, emosi dan fisik. Sehingga seorang muslim disiapkan dengan baik untuk melaksanakan tujuan kehadirannya disisi Tuhan di muka bumi ini.8
Menurut M. Arifin, pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan
4
Sjarkawi, op. cit. h. 31. 5
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media pratama, 2005), Cet. I, h. 4.
6
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1991), h. 18. 7
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008), Cet. I, h. 110.
8
oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun akhirat.9
Adapun menurut hasil rumusan pendidikan Islam seIndonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam: “Sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Istilah membimbing, mengarahkan, mengasuh, mengajarkan, atau melatih mengandung pengertian usaha mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam”.10
Penjelasan mengenai pengertian pendidikan Islam sebagaimana dipaparkan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa, pendidikan Islam dapat diartikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai hamba Allah dimuka bumi ini, yang berdasarkan ajaran al-Qur‟an dan as-Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.
Menurut undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.11
9
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan
pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 4, h. 8.
10
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. V, h. 15.
11
Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap
Adapun nilai-nilai dalam Islam mengandung dua katagori dilihat dari segi normatif, yaitu baik dan buruk serta benar dan salah.12
Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi sesuatu rangkaian atau sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa seseorang sehingga bisa memberi hasil yang baik baginya dan masyarakat luas. Dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan keimanan, ibadah dan akhlak mulia, diharapkan setiap orang kehidupannnya menjadi terarah baik di dunia maupun di akhirat.
Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan Islam adalah sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar kehidupan manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi kepada Allah SWT.
B.
Dasar-dasar Nilai Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup yang kokoh dan komperhensif, serta tidak mudah berubah. Hal ini karena telah diyakini memiliki kebenaran yang telah teruji oleh sejarah. Kalau nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang dijadikan dasar pendidikan bersifat relatif dan temporal maka pendidikan akan mudah terombang ambing oleh kepentingan dan tuntutan yang bersifat teknis dan pragmatis.13
Adapun dasar-dasar nilai pendidikan Islam antara lain: a. al-Qur‟an
Secara etimologi al-Qur‟an berasal dari kata Qara‟a, yaqra‟u, Qira‟atan atau Qur‟anan, yang berarti mengumpulkan (al-Jam‟u) dan menghimpun (al-dhammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian ke
12
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. V, h. 12.
13
bagian yang lain secara teratur. Muhammad Salim Muhsin mendefinisikan al-Qur‟an dengan: “Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan diriwayatkan kepada kita dengan jalan yang mutawatir dan membacanya dinilai ibadah serta sebagai penentang (bagi yang tidak percaya) walaupun surat terpendek. Sedang Muhammad Abduh mendefinisikannya dengan: “Kalam mulia yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, ajarannya mencangkup keseluruhan ilmu pengetahuan.14
Definisi tentang al-Qur‟an yang lebih konferhensif, antara lain dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf sebagaimana yang telah dikutip oleh Abuddin Nata sebagai berikut: “al-Qur‟an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui Ruhul Amin (malaikat Jibril) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar menjadi hujjah (dalil yang kuat) bagi Rasul, bahwa ia memang benar-benar seorang Rasul, menjadi undang-undang bagi manusia, mereka dapat mengambil petunjuk dengan menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah dengan membacanya.15
Dapat penulis pahami bahwa al-Qur‟an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab yang terang untuk menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia di dunia dan di akhirat.
Al-Qur‟an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama karena memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Allah. Kemudian Allah menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyunya. Tidak satupun persoalan, termasuk persoalan pendidikan yang luput dari jangkauan al-Qur‟an.16
14
Abdul Mujib, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), Ed. Ke-1, Cet. II, h. 32.
15
Abudin Nata, Studi Islam Komperhensif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Cet. I, h. 28.
16
Adapun Ayat yang menjelaskan tentang pendidikan yaitu, sebagaimana firman Allah antara lain:
1. QS. Al-An‟am ayat 38
Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab,
kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS. Al-An‟am: 38).
2. QS. An-Nahl ayat 89
�