• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terjemahan kata ar-ruh dalam tafsir qur'an karim karya Mahmud Yunus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Terjemahan kata ar-ruh dalam tafsir qur'an karim karya Mahmud Yunus"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

1

TERJEMAHAN KATA AR-RUH

DALAM TAFSIR QUR’AN KARIM KARYAMAHMUDYUNUS

Di susun oleh:

Nur Rahmawati

107024003785

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

2

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa pencabutan

gelar.

Jakarta, 27 September 2011

Nur Rahmawati NIM: 107024003785

(3)

3

TERJEMAHAN KATA AR-RUH

DALAMTAFSIR QUR’AN KARIM KARYAMAHMUDYUNUS

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S. S)

Oleh

Nur Rahmawati

NIM: 107024003785

Pembimbing

Makyun Subuki, M. Hum

NIP: 19800305 200901 1 015

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M

(4)

4

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “TERJEMAHAN KATA AR-RUH DALAM TAFSIR QUR’ANKARIM

KARYA MAHMUD YUNUS ”. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, 20 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 27 September 2011

Sidang Munaqasyah TTD TGL

1. Dr. Ahmad Syaekhuddin, M.Ag. (Ketua) ………... NIP: 19700505 200003 1001

2. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. (Sekretaris) ... NIP: 1979 1229 2005011004

3. Makyun Subuki, M. Hum. (Pembimbing) ……… NIP: 198003052009011015

4. Dr. Hj. Ahmad Ismakun Ilyas, (Penguji 1) ……… NIP: 150 274 620

5. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. (Penguji 2) ……… NIP: 1979 1229 2005011004

(5)

5 Abstrak

NUR RAHMAWATI

” TERJEMAHAN KATA AR-RUH DALAM TERJEMAHAN TAFSIR

QUR’AN KARIM KARYA MAHMUD YUNUS”

Ruh dalam arti sederhana adalaah jiwa maharahasia. Karena Allah hanya memberikan sedikit pengetahuan saja ilmu tentang ruh.

Kagiatan menerjemah bukanlah suatu yang mudah, karena tidak semua

orang bisa menerjemahkan dengan baik, dan tentunya menerjemahkan Al-qur‟an

mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada naskah-naskah yang lainnya.

Penelitian ini mengkaji analisis kata ar-ruh. Kata ar-ruh yang terdapat

dalam Tafsir Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus. Mahmud yunus dalam menerjemahkan bersifat ringkas dan sederhana. Hal ini dapat terlihat dalam penyajian tafsirnya, penafsiran pertama kali dilakukan dengan memberi arti-arti

dari ayat-ayat Al-qur‟an, kemudian langsung memberikan penafsiran global, tanpa

mengawali dengan penjelasan arti kata. Agar penulis dapat mengetahui dan bisa menilai terjemahan yang dilakukan Mahmud Yunus sudah cukup baik atau belum. Penulis juga melihat terjemahan dan penafsiran Tafsir Quraish Shihab dan Al-qur‟an terjemahan depag. Penelitian ini teori yang digunakan berkaitan dengan polisemi dan homonimi.

Penelitian ini yang penulis lakukan bertujuan untuk mengetahui apa saja cakupan arti kata ruh, yang terdapat dalam Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus yang mengandung polisemi dan homonimi. Dikatakan polisemi karena terdapat banyak arti dan masih saling berhubungan. Dikatakan homonimi karena kata ruh artinya ada yang tidak saling berhubungan seperti arti roh badan dan pertolongan.

(6)

6

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, yang telah member

nikmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad

SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas yang menjadi

prasyarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada jurusan Tarjamah di Fakultas

Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena banyaknya

bantuan baik moral dan spiritual dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan

ini penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga pada.

1. Selaku kepala jurusan Tarjamah Dr. Ahmad Syakhuddin, M.Ag

2. Selaku sekretaris jurusan Tarjamah Moch. Syarif Hidayatullah,

M.Hum

3. Makyun Subuki, M.Hum, selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan dan arahan

4. Seluruh dosen yang mengajar di jurusan Tarjamah yang selalu sabar

memberikan ilmunya kepada kami semua

5. Pimpinan dan staf karyawan perpustakaan utama dan perpustakaan

Adab dan Humaniora yang telah menyediakan buku-buku yang

diperlukan penulis selama penyusunan skripsi

6. Ibunda tercinta Idah Faridah dan ayahanda tercinta Nasiruddin yang

selalu memberikan motivasi dan selalu mendo‟akan penulis, kakak

-kakaku Lilah Kholilah S.pdi, Nur Fazruah S.T, Ulfatun Hikmah S.EI,

yang selalu memberikan semangat dan dukungan, serta adik-adiku Arif

Purnama Putra, Khasbi Abdul Malik, Silmi Azizah, dan Mufti Nasrul

Amin yang selalu mendorong agar cepat wisuda

7. Mamang Sofyan beserta keluarga yang telah membantu penulis selama

di Jakarta

8. Kel. Besar di Jati Bening Ade Alfia dan Bi Kom yang udah banyak

(7)

7

9. Kel. Besar di Pekandangan Jaya om Taryono beserta keluarga yang

begitu sabar mengasuh penulis selam 3 th dan om limi beserta keluarga

10.Kel. Besar di Karawang yang sabar mengajarkan penulis bahasa Arab

11.Kel. Besar hj. Rokiyah yang telah menganggap penulis seperti

keluarga, khususnya buat Lailatul Hamidah dan Siti Hajar yang banyak

memberikan penulis nasihat agar selalu semangat dan selalu tegar

dalam mengahadapi masalah

12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007-2010 yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu hingga

terselesaikan skripsi ini

13.Keluarga besar Persatuan Mahasiswa Indramayu (PERMAI-AYU)

DKI Jakarta yang telah memberikan penulis banyak pengalaman

14.Teman-teman angkatan 2003-2004 Pon Pes Ngru-Q yang selalu

menjaga ukhuwah Islamiyah walaupun jarak kita jauh dan angkata

2004-2005 MAN Indramayu

Semoga semua bantuan yang diberikan kepada penulis merupakan

amal yang baik dan mendapat balasan dari Allah SWT, penulis

berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca…amiiiiiinnnnn

18 September 2011

Penulis

(8)

8

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ………...……….………. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..………. ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN……….iii

ABSTRAK………..………...…..i v KATA PENGANTAR………... v

DAFTAR ISI ………... vii BAB 1PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Tinjauan Pustaka ... 5

1.5 Metodologi Penelitian ... 5

1.6 Sistematika Penulisan………..7

BAB IIKERANGKA TEORI ... 10

2.1.1 Definisi Penerjemahan ... 10

2.1.2 Tahap-Tahap Penerjemahan ... 11

2.1.3 Metode Penerjemahan ... 13

2.2 Cara Menerjemahkan Al-Qur'an………..22

2.3 Polisemi dan Homonimi Sebagai Keterkaitan Semantik ... 23

2.3.1 Pengertian Polisemi ... 24

2.3.2 Sebab-Sebab Terjadinya Polisemi... 25

2.3.3 Pengertian Homonimi ... 26

2.3.4 Sebab-Sebab Terjadinya Homonimi... 28

2.4 Perbedaan Polisemi dan Homonimi……….……28

2.5 Persoalan Menerjemahkan Polisemi dan Homonimi………..…..30

2.6 Komponen Makna……….33

(9)

9 BAB III BIOGRAFI MAHMUD YUNUS

3.1 Riwayat Hidup Mahmud Yunus ... 34

3.1.1 Karya-Karya Mahmud Yunus ... 37

3.1.2 Metode Penerjemahan Mahmud Yunus ... 41

BABIV ANALISIS DATA

4.1 Analisis Terjemahan Kata Ar-Ruh ... 43

4.2 Analisis Semantik Kata Ar-Ruh... 57

4.3 Macam-Macam Bentuk Terjemahan Kata Ar-ruh Pada Al-Qur‟an ... 60

BABVKESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

5.1 KESIMPULAN ... 65

5.2 SARAN ... 66

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Al-qur‟an karim adalah sebuah kitab yang tidak datang kepadanya

kebatilan dari awal sampai akhirnya, yang diturunkan oleh Allah yang Maha

Bijaksana lagi Maha Terpuji. Kitab yang mendapat keistimewaan, yaitu yang

mampu mencetak Ulama islam yang tahu dan mengerti tentang penafsiran

nas-nas Al-quran dan ulama yang mengamalkan hukum-hukum yang tersirat di

dalamnya, demi kemashlahatan manusia di dunia maupun di akhirat.

Terdapat berbagai macam sumber yang dijadikan sandaran oleh para

ulama dan ahli tafsir untuk memahami ayat-ayat Al-quran. Mereka beruasaha

untuk mengetahui pemahaman secara detail dan bisa di ungkapkan dengan

kata-kata yang sesuai. Hal ini di uapayakan agar pemahaman terhadap al-quran bisa

dicapai oleh setiap insan yang senag dengan al-quran. Agar manusia bisa

membaca, memahami dan mengamalkan isi kandungan ayat-ayat al-quran yang

mengajak kepada kebaikan dunia dan akhirat1.

Dalam menerjemahkan al-Qur‟an ke dalam bahasa-bahasa, lain dengan

tujuan mengenalkan bahasa Arab dan hakikat penegtahuan Qur‟ani kepada

bangsa-bangsa asing, bahkan harus menjadi salah satu alasan keharusan

1

(11)

berdakwah, para mubalig Islam selalu membimbing manusia ke jalan yang lurus

dengan terjemahan dan tafsiran ayat-ayat dan surah-surah al-Qur‟an.2

Palmer mengatakan ’it is also the case that the same word may have a set

of different meaning,‟suatu kata yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung makna ganda. Simpson mengatakan, ” a word which has

two (or more) related meaning,” sedangkan Zgusta, ”Allthe possible sense the possible senses the word has”. Berdasarkan pendapat-pendapat ini ditarik

kesimpulan, polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau

ganda. Karena kegandaan makna seperti itulah maka pendengar atau pembaca

ragu-ragu menafsirkan makna kata yang didengar atau dibacanya. Kalau kita

mendengar orang mengujarkan kata paku, kita ragu-ragu. Apakah yang dimaksud

adalah paku yang digunakan untuk memaku pagar, peti, atau barangkali yang

dimaksud adalah sayur paku?untuk menghindarkan salah paham tentu kita harus

melihat konteks kalimat, atau kita bartanya lagi kepada pembicara, apakah yang ia

maksud dengan kata paku. Sedangkan pada buku Pesona Bahasa polisemi adalah

berkaitan dengan kata atau frasa yang memiliki beberapa makna yang

berhubungan3. Misalkan kata polisemi dalam al-Qur‟an yang terdapat pada surah

al-Baqarah ayat 87 dan Asy-syuura ayat 52

2

M. Hadi Ma‟rifat, Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: al-Huda, 2007), h. 275

3

(12)













































































Artinya:

"Dan sesungguhnya Kami berikan kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami ikuti kemudiannya dengan beberapa rasul; dan Kami berikan kepada isa anak maryam beberapa keterangan, (bahwa ia menjadi rasul) dan Kami kuatkan dia dengan roh suci (Jibril). Adakah tiap-tiap rasul yang datang kepadamu, membawa sesuatu yang tiada diingini oleh hawa nafsumu, lalu kamu sombong; maka

segolongan, kamu dustakan dan segolongan lagi kamu bunuh " (Al-Baqarah 57)



































































Artinya

”Demikianlah Kami wahyukan kepada engkau suatu ruh (Qur‟an yang menghidupkan hati) dari perintah Kami. Engkau belum tahu, apakah kitab

dan apakah iman? Tapi Kami jiadikan dia (Qur‟an) jadi nur (cahaya

(13)

Kata

ح ر

pada contoh pertama surah al-Baqarah diartikan ”roh suci

(Jibril)”. Sedangkan pada contoh kedua

ح ر

diartikan dengan ”ruh (Qur’an yang

menghidupkan hati)”. Pada kamus munawwir

ح ر

mempunyai banyak makna

diantaranya: ruh, jiwa, sukma, malaikat, malaikat jibril, intisari, dan hakikat4.

Sedangkan pada kamus Al-‟Ashry kata

ح ر

bermakna jiwa, sukma, intisari,

perasan, essensi, malaikat jibril, ruh qudus.5

akan tetapi, penulis belum mengetahui apakah kata Ar-ruh termasuk

polisemi ataukah homonimi. Pada kesempatan kali ini penulis merasa tertarik

untuk mendeskripsikan terjemahan kata Ar-ruh dalam Tafsir Qur’an Karim karya

Mahmud Yunus dan menganalisisnya secara kritis.

Dengan penjelasan diatas Penulis tertarik pada keunikan tersebut. Penulis memilih

Judul “TERJEMAHAN AR-RUH DALAM TAFSIR QUR’AN KARIM KARYA

MAHMUD YUNUS”

1.2. Batasan dan Perumusan Masalah

2. Apa saja kemungkinan arti kata Ar-ruh?

3. Bagaimana terjemahan kata ar-ruh yang terdapat pada Tafsir Qur‟an

Karim karya Mahmud Yunus?

4

A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h. 545

5

(14)

1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui cakupan arti kata ar-ruh

2. Untuk mengetahui terjemahan kata ar-ruh yang terdapat pada Tafsir

Qur’an Karim karya Mahmud Yunus

1.4Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian yang akan Penulis lakukan saat ini, sebenarnya belum

ada yang meneliti, penulis akan membahas Terjemahan Kata Ar-Ruh Dalam

Terjemahan Tafsir Qur‟an Karim, karena kebanyakan dari mereka meneliti

tentang Analisis homonimi atau analisis polisemi. Seperti Firmansyah

(0024118565) dengan judul ” Analisis Polisemi Dalam al-Qur‟an (Studi kasus

terjemahan kata al-sa’ah) yang membahas tentang terjemahan kata al-sa‟ah yang

terdapat dalam al-Qur‟an dan Ahmad Fauzi (105024000860) dengan judul

”Analisis Homonimi Kata Nafs Dalam Al-Qur‟an Terjemahan Hamka” yang

membahas tentang terjemahan Nafs yang terdapat dalam terjemhan Hamka. .

1.5Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil studi kasus dengan melakukan

(15)

mengenai studi kasus penerjemahan kata ar-ruh oleh Mahmud Yunus. Menurut

Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap

satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu

peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai

suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif

dan rinci. Sementara Yin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis

dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan

bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu

secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan sernua variabel yang

penting.

Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus

meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan

dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu

totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud

untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.6

Dalam penelitian ini Penulis menggunakan metodologi kualitatif dengan

analisis deskriptif, yaitu dengan mengumpulkan data mengenai polisemi dan

homonimi dari beberapa sumber. Sedangkan analisisnya dengan menggunakan

analisis deskriptif, yaitu dengan cara menguraikan, menjelaskan kata roh yang

terdapat dalam Tafsir Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus. Data-data yang

diteliti adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu Buku

6

(16)

Tafsir Qur’an Karim karya Mahmu Yunus. Sedangkan data sekunder, yaitu data

yang mendukung penelitian ini yaitu berupa buku-buku tentang penerjemahan,

seperti buku semantik, kamus bahasa Arab, kamus bahasa Indonesia, Linguistik,

dan internet. Data ini diolah dengan cara membaca, menelaah dan

mendeskripsikan kata roh yang terdapat dalam tafsir guna mengetahui makna

yang tepat sesuai konteks.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Penelitian skripsi ini Penulis membagi pembahasannya

menjadi lima bab, yaitu:

BAB 1 menjelaskan latar belakang masalah atau alasan pemilihan topik penelitian ini. Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan terarah, maka dilakukan

pembatasan dan Perumusan Masalah. Penelitian ini dilakukan tentu saja

mempunyai Tujuan dan Manfaat agar manjadi bahan rujukan bagi semua

mahasiswa khususnya bagi Mahasiswa Tarjamah. Agar tidak terjadi penulisan

skripsi dengan judul yang sama, maka sebelumnya Penulis melakukan Tinjauan

Pustaka terlebih dahulu, Metodologi Penelitian agar mempermudah penulis dalam

pengumpulan data dan pengolahan data. Sistematika Penulisan agar

mempermudah melihat skripsi secara singkat.

BAB II menyajikan Teori Penerjemahan yang meliputi, Teori Penerjemahan, Definisi penerjemahan, Tahap-tahap penerjemahan, dan metode Penerjemahan.

Mengingat penelitian ini berorientasi pada analisis dan penilaian. Karenanya pada

(17)

dan Homonimi, pengertian polisemi, pengertian Homonimi, sebab-sebab

terjadinya polisemi dan homonimi, Perbedaan polisemi dan homonim, persoalan

menerjemahkan polisemi dan homonimi

BAB III menyajikan hal yang terkait objek atau data Penelitian ini, yaitu tentang

deskripsi kata ar-ruh, perbedaan ruh dan jiwa, dan macam-macam bentuk

terjemahan kata Ar-ruh pada Al-qur‟an

BAB IV meliputi analisis internal atau penilaian dengan menerapkan teori yang

ada pada Bab II. bab ini akan membuktikan hasil penelitian kata Ar-ruh dalam

Tafsir Qur‟an Karim karya Mahmud Yunus.

(18)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1.1 Definisi Penerjemahan

Penerjemahan adalah upaya mengalihkan pesan dari satu bahasa ke bahasa

lain. Oleh karena itu, kita tidak dapat melihat penerjemah sebagai sekedar upaya

menggantikan teks dalam satu bahasa ke bahasa lain. Ada beberapa pendapat

mengenai definisi penerjemahan sebagaimana yang dikutip oleh Frans Sayogie.

Yaitu; (1) Nida dan Taber mengungkapkan bahwa penerjemah “consists in

reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source

language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style

adalah suatu upaya mengungkapkan kembali pesan dan suatu bahasa kedalam

bahasa lain, (2) Newmark mendefinisikan penerjemahan adalah sebagai

rendering the meaning of a text into another language in the way that the author

antended the text” mengalihkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan apa yang dimaksud pengarang‟, (3) Brislin memberikan pengertian

penerjemahan adalah sebuah bentuk umum yang mengacu pada memindahkan

pemikiran dan ide dari satu bahasa (sumber) ke dalam bahasa lain (sasaran), baik

(19)

atau dua bahasa itu berdasarkan tanda, seperti bahasa isyarat untuk orang yang

tuli.7 Sedangkan Suhendra Yusuf mendefinisikan menerjemahkan adalah kegiatan

mengalihkan pemikiran-pemikiran konseptual yang ditulis oleh penulis bahasa

sumber dengan segala gagasan dan pengalaman yang ada padanya.8

Dari definisi-definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa

penerjemah harus melibatkan dua bahasa, bukan menerjemahkan kata perkata,

akan tetapi mengalihkan pesan sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh

penulis asli, dan mencari padanan yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia

yang berlaku serta popular.

2.1.2 Tahap-tahap Penerjemahan

Untuk menerjemahkan teks seorang penerjemah harus melalui proses seperti

mendapatkan pemahaman, implikatur, dan pemadanan yang tepat, penerjemah

dapat mengikuti langkah dalam penerjemahan, sebagaimana Moch Syarif

Hidayatullah menjelaskan, (a) Pendalaman, berarti menjajagi bahan yang akan

diterjemahkan dengan membacanya berulang ulang, sesuai kebutuhan, (b)

Penganalisisan, berarti menurai satuan-satuan kalimat dan unsure-unsur dalam

bagian teks yang lebih besar, (c) Pemahaman, berarti memahami isi dan bentuk

dalam bahasa sumber, (d) Pendiksian, berarti mencari istilah dan ungkapan dalam

Bsa yang tepat, cermat, dan selaras, (e) Pengolahan, bararti menyususn

7

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2008).hal 7-9

8

(20)

komponen-komponen makna yang selaras dengan norma-norma dalam bahasa

sasaran, (f) Pengecekan, berarti berarti memeriksa kesalahan-kesalahan yang

mungkin terjadi pada penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan susunan

kalimatnya, (g) Pendiskusian, bararti mendiskusikan hasil terjemahannya, baik

menyangkut isi maupun menyangangkut bahasanya.9 Sedangkan Frans Sayogie

membagi tahap menerjemahkan menjadi tiga tahap yaitu:

a) Tahap analisis

Pada tahap analisis, seorang penerjemah mempelajari teks bahasa sumber

baik dari segi bentuk maupun isinya, Newmark membagi teks berdasarkan

funsgsi-fungsi bahasa sebagaimana yang dikutip Frans sayogie, yaitu, (1) fungsi

ekspresif (the expressive function) yaitu teks yang berfungsi ekspresif berorientasi

pada pembicara atau penulis sebagai sumber pemberi informasi dan perasaan

penulis diekspresikan dalam tulisannya. (2) fungsi informative (the informative

function) adalah teks yang berkenaan dengan topik-topik ilmu pengetahuan,

seperti teknologi, ekonomi, industry, komersial dan lain-lain .(3) fungsi vokatif

(the vocative function) berorientasi pada pembaca atau penerima informasi,

berkaitan dengan himbauan atau ajakan kepada penerima informasi untuk

bertindak, berfikir, merasakan atau bereaksi sesuai dengan teks yang ditulis. (4)

fungsi estetik (the aesthetic function) tujuannya untuk memberikan rasa puas

pembaca melalui bunyi maupun metafora. berfungsi sebagai alat komunikasi

keakraban antara pemakai bahasa .(5) fungsi fatik (the fatik function) yaitu teks

9

Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia,

(21)

yang berfungsi fatis sebagai alat komunikasi keakraban antara pemakai bahasa.

(6) fungsi metalingual (the metalingual function) yaitu penggunaan bahasa untuk

menjelasakan, mendefinisikan, atau menamai dan bersifat universal.

b) Tahap pengalihan

Dalam tahap ini, penerjemah melakukan pengalihan dengan tujuan

mempertahankan informasi atau pesan yang sudah disederhanakan bahasanya

tanpa mengurangi maksud penulis teks bahasa sumber.

c) Tahap restrukturisasi

Manurut Machali sebagaimana yang dikutip frans Sayogie Sesudah tahap

analisis dan tahap pengalihan dilalui, tahap terakhir yang harus dijalani adalah

tahap penyerasian. Pada tahap ini penerjemah dapat menyesuaikan bahasanya

yang masih terasa „kaku‟ untuk disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran. Di

samping itu, mungkin juga terjadi penyerasian dalam hal peristilahan, misalnya

apakah menggunakan istilah yang umum yang digunakan ataukah yang baku.10

2.1.3 Metode penerjemahan

Metode penerjemahan adalah cara melakukan penerjemahan dan rencana

dalam pelaksanaan penerjemahan. Metode penerjemahan dapat diklasifikasikan

berdasarkan berbagai perspektif kebahasaan. Ada beberapa pendapat yang dikutip

10

(22)

oleh Frans Sayogie seperti; Moeliono mengelompokan terjemahan dalam tiga

kelompok besar yaitu; (1) terjemahan harfiah, ialah terjemahan yang dilakukan

kata demi kata dengan tujuan tidak menyimpang sedikitpun dari bentuk lahiriah

bahasa sumber, (2) terjemahan bahasa atau saduran, yaitu terjemahan yang bentuk

bahasanya tidak terikat pada naskah sumbernya, tetapi tujuannya adalah

mengungkapkan sari ide atau maksud yang terkandung dalam naskah asli, dan (3)

terjemahan idiomatik, yaitu terjemahan yang menngarah pada kesepadanan atau

ekuivalensi antara bahasa sumber dan bahasa sasaran, Brislin menggolongkan

terjemahan dalam empat jenis yaitu; (1) terjemahan pragmatis, yaitu terjemahan

yang mementingkan ketetapan atau akurasi informasi, (2) terjemahan estetispuitis,

yaitu terjemahan yang mengutamakan dampak afektif, emosi dan nilai rasa dari

satu versi bahasa yang orisinal, (3) terjemahan etnografis, yaitu terjemahan yang

bertujuan menjelaskan konteks budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran,

dan (4) terjemahan linguistik, terjemahan yang mementingkan kesetaraan arti dari

unsur-unsur morfem bentuk gramatikal dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran,

Newmark membagi metode penerjemahan menjadi dua bentuk orientasi dalam

metode penerjemahan. Pertama, metode penerjemahan yang diberi penekanan

pada bahasa sumber yaitu;

d) Penerjemahan kata demi kata (word for word translation)

Penerjemahan ini dianggap sebagai penerjemahan yang paling dekat

dengan bahasa sumber. Dalam penerjemahan jenis ini dalam penerjemahan ini

(23)

diterjemahkan menurut makna dasarnya di luar konteks dan kata-kata yang

bermuatan budaya diterjemahkan apa adanya.

e) Penerjemahan harfiah (literal tranlation)

Dalam penerjemahan harfiah konstruksi gramatikal bahwa sumber

dikonverensikan ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata

diterjemahkan di luar konteks.

f) Penerjemahan setia (Faithul translation)

Penerjemahan setia mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual

walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Kata-kata yang

bermuatan budaya diterjemahkan tetapi menyimpang dari struktur gramatikal

bahasa sasaran.

g) Penerjemahan semantik (semantic translation)

Penerjemahan semantic berbeda dengan penerjemahan setia, karena harus

lebih memperhitungkan estetika teks bahasa sumber dengan mengkompromikan

makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain itu, kata yang hanya sedikit

mengandung muatan budaya dapat diterjemahkan dengan kata yang netral atau

(24)

Kedua, metode terjemahan yang diberi penekanan pada bahasa sasaran

yaitu,

a) Adaptasi atau saduran (adaptation)

Penerjemahan adaptasi adalah bentuk penerjemahan yang paling bebas dan

paling dekat dengan bahasa sasaran. Penerjemahan adaptasi biasanya digunakan

untuk menerjemahkan puisi dan drama. Tema, karakter dan alurnyabiasanya tetap

dipertahankan.

b) Penerjemahan bebas (free translation)

Penerjemahan bebas adalah penulisan kembali tanpa melihat bentuk

aslinya. Biasanya merupakan paraphrase yang dapat lebih pendek atau lebih

panjang dari aslinya.

c) Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation)

Penerjemahan jenis ini pesan bahasa sumber disampaikan kembali tetapi

ada penyimpangan nuansa makna karena mengutamakan kosakata sehari-hari dan

idiom yang tidak ada di dalam bahasa sumber tetapi bisa dipakai dalam bahasa

sasaran. Tetapi tidak selalu mungkin karena mungkin karena idiom tidak selalu

sejajar dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran.

(25)

Penerjemahan komunikatif berusaha menyampaikan maknakontekstual dari

bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isi dan bahasanya berterima dan dapat

dipahami oleh dunia pembaca.11

Sedangkan menurut Newmark dalam bukunya Moch Syarif Hidayatullah

metode penerjemahan terbagi menjadi 8 yaitu:

1. Penerjemahan kata demi kata

Metode ini seorang penerjemah meletakan kata-kata Tsa langsung langsung di

bawah versi Tsu. Kata-kata dalam Tsu diterjemahkan diluar konteks. Kata-kata

yang bersifat cultural diterjemahkan apa adanya. Contoh:

Apabila diterjemahkan dengan metode ini, maka hasil terjemahnnya „dan disisiku

tiga buku-buku’. Jumlah kata yang terdapat pada Bsu yang hanya lima kata, juga

diterjemahkan setara lima kata. Tanpa merubah posisinya sedikit pun.

2. Penerjemahan harfiah

11

(26)

Pada metode ini seorang penerjemah mencarikan padanan konstruksi

gramatikal Tsu yang terdekat dalam Tsa. Penerjemahan kata-kata Tsu masih

dilakukan terpisah dari konteks.

Datang seorang lelaki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban-korban

goncangan

Dalam metode ini penerjemahannya hanya mencari padanan kontruksi

gramatikal, tetapi masih melepaskannya konteks. Ketika menerjemahkan ia harus

mengetahui orang yang sukarela terlibat dalam membantu korban bencana disebut

sebagai relawan. Jadi, seharusnya bisa diterjemahkan seorang relawan datang ke

Yogyakarta untuk membantu korban gempa

3. Penerjemahan setia

Dengan metode ini seorang penerjemah memproduksi makna kontekstual,

tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-kata yang bermuatan

budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan diksi

masih tetap dibiarkan. Karena berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu.

Sehingga masih kaku dan masih asing

(27)

Penerjemahannya sudah memperhatikan makna kontekstual dengan

menerjemahkan

دامرلا ريثك

dengan dermawan. Akan tetapi, penerjemahannya

masih tampak mempertahankan arti dari struktur gramatikalnya.

4. Penerjemahan semantik

Metode ini seorang penerjemah telah lebih luwes dan lebih fleksible

daripada penerjemahan setia. Karena sudah mempertimbangkan unsur estetika

Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar

Aku lihat si muka dua di depan kelas

Terlihat menggunakan metode ini karena penerjemahannya saat

berhadapan dengan frasa

ني ج لاذ

,

ia mampu menerjemahkan dengan si muka

dua, yang kebetulan juga dikenal dalam masyarakat penutur Tsa. Ia tidak terjebak

dengan menerjemahkannya menjadi orang yang memiliki muka dua. Meskipun

secara idiomatis, frasa itu bisa saja diterjemahkan dengan si munafik

5. Penerjemahan adaptasi

Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah tidak terlalu

memperhatikan keteralihan struktur Tsa. Ia hanya memperhatikan apakah

terjemahannya dapat dipahami dengan baik oleh si penutur Bsa atau tidak. Akan

(28)

tema, karakter, atau alur. Biasanya digunakan untuk penerjemahan drama, puisi,

atau film.

Dia hidup jauh dari jangkauan

Di atas gemercik air sungai yang terdengar jernih

Melihat terjemahan di atas, ada upaya dari penerjemah untuk melepaskan

diri dari kungkungan struktur gramatika, meskipun struktur maknanya masih

dipertahankan Tsu. Ia ingin memunculkan corak baru dalam pemaknaan terhadap

Tsu, tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikan oleh penulis Tsu.

Terjemahan di atas bisa saja dalam bentuk seperti berikut: dia hidup jauh

sehingga kaki tidak bisa menjangkaunya

Pada mata air di bagian sungai paling atas

6. Penerjemahan bebas

Metode ini seorang penerjemah biasanya mengutamakan isi dan

mengorbankan bentuk teks Bsu. Tak jarang bentuk retorik atau bentuk kalimatnya

sudah berubah sama sekali. Dalam metode ini, terjadi perubahan drastic antara

luar Tsu dan struktur luat Tsa. Metode ini biasanya berbentuk parafrasa yang

(29)

keperluan media massa atau menerjemahkan teks Arab yang harus memaksa

penerjemah untuk menggunakan metode ini, agar lebih berdaya jual.

harta sumber malapetaka

Terjemahan di atas tampak sekali bahwa penerjemahannya tidak ingin

dikungkung oleh struktur gramatika dan struktur makna Tsu. Ia

inginmemunculkan persepektifnya sendiri, tanpa menghilangkan pesan yang

hendak disampaikan penulis Tsu. Apabila diterjemahkan secara lengkap „akan

menjadi bahwa harta merupakan sumber terbesar kehancuran bagi kehidupan umat manusia’

7. Penerjemahan Idiomatik

Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah

memproduksi pesan dalam teks Bsu. Metode ini mengharuskannya untuk sering

menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada

versi aslinya.

Berakit-rakit kehulu, berenang ketepian

Terjemahan di atas memperhatikan pengalihan idiom Tsu ke dalam idiom

(30)

idiomatik pada Tsu, maka terjemahannya „setiap kenikmatan itu hanya bisa diraih

dengan kerja keras.

8. Penerjemahan Komunikatif

Metode seorang penerjemah memproduksi makna kontekstual yang

sedemikian rupa. Aspek kebahasaan dan aspek isi langsung memperhatikan

prinsip-prinsip komunikasi.

Kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal daging

(awam)

Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio (terpelajar)

Terjemahan di atas terdapat dua versi, disesuaikan dengan siapa target

pembaca dan untuk tujuan apa tsu itu diterjemahkan.12

2.2 Cara menerjemahkan Al-qur’an

Penerjemahan itu berarti memindahkan suatu masalah dari suatu bahasa ke

dalam bahasalain, tetapi, dalam menerjemahkan al-qur‟an itu bersifat penafsiran

dan penjelasan. Oleh karena itu, ketika menerjemahkan ke dalam bahasa yang

dituju, harus memilih artikulasi yang akurat untuk memperoleh pemahaman yang

12

Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia,

(31)

akurat seperti yang diinginkan bahasa aslinya, menerjemahkan al-qur‟an bisa

dilakukan dengan tiga cara, yaitu;

a. Penerjemahan Tekstual

Adalah menerjemahkan setiap kata dari bahasa aslinya ke dalam kata dari

bahasa penerjemah. Susunan-susunan kalimat, satu demi satu, kata demi kata

diubah hingga akhir. Contoh:

Diartikan:

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Terjemahan seperti ini sangat sulit sekali. Karena menemukan kata-kata yang

sama, dengan kriteria yang sama dalam dua bahasa asli adalah pekerjaan yang

tidak mudah. Karena terjemahan seperti ini tidak bisa menjelaskan makna dengan

sempurna.

b. Penerjemahan Bebas

Dalam metode ini penerjemah berusaha memindahkan suatu makna dari

suatu wadah ke wadah yang lain. Tujuannya adalah mencerminkan makna awal

dengan sempurna. Artinya kalimat awal bisa diartikan tanpa harus mengurangi

makna dengan sedapat mungkin menyesuaikan dengan makna dalam bahasa

terjemahan atau terjemahan maknawi.

(32)

Penerjemah menjelaskan dan mengurai masalah yang tercantum dalam

bahasa asli dengan menggunakan bahasa yang dikehendaki. Al-qur‟an memiliki

tiga kriteria yang tidak boleh dilupakan. Yaitu, (1) kriteria pertama, seluruh

ungkapan dan lafazh al-qur‟an adalah perkataan Allah dan hasil karya-Nya. (2)

kriteria kedua, al-qur‟an adalah kitab petunjuk bagi semua manusia yang akan

menuntunnya menuju jalan yang benar dan lurus. (3) kriteria tiga, al-qur‟an adalah

mukjizat kekal Islam yang selalu menjadi dalil akan kebenaran kenabian khusus.13

2.3 Polisemi dan Homonimi Keterkaitan Semantik

2.3.1 Pengertian polisemi

Dalam bukunya Mansoer Pateda yang berjudul „semantik leksikal’ Palmer

mengatakan “it is also the case that the same word may have a set of different

meaning” suatu kata yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung makna ganda, sedangkan Simpson mengatakan “a word which has

two (or more) related meanings”.14 Sedangkan Menurut Kushartanti dkk

mengemukakan Polisemi berkaitan dengan kata atau frasa yang memiliki

beberapa makna yang berhubungan. Hubungan antarmakna ini di sebut polisemi.15

13

M.hadi ma‟rifat, Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: Al-Huda, 2007), hal.272-273

14

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 213 15

(33)

Polisemi menunjukan bahwa suatu kata memiliki lebih dari satu makna. misalkan,

kata bisa yang berarti „dapat‟ dan „racun‟. Pengertian polisemi ini bertumpang

tindih dengan homonym, yaitu gejala kesamaan tulisan dan lafal dua kata yang

berbeda. Missal, kata likat „lekat, pekat, keruh, dan likat ‘agak malu‟. Dengan

demikian homonimi adalah hubungan makna dan bentuk bila dua buah kata

makna atau lebih dinyatakan dengan sebuah bentuk yang sama (homonimi „sama

nama‟ atau sering juga disebut homofoni „sama bunyi‟). Contoh,

a. Ular berbisa

b. Dia tidak bisa datang

Kata bisa pada kedua contoh di atas dikatakan homonym (homofon)

karena dinyatakan dalam satu bentuk. Selain itu, kata bisa bermakna lebih dari

satu, oleh karena itu, dikatakan pula polisemi.16 Polisemi dan hominimi tumbuh

oleh factor kesejarahan dan factor perluasan makna. kata bisa masih jelas

sejarahnya. Kata bisa berasal dari bahasa melayu dengan makna „racun‟, tetapi

kata „bisa‟ yang bermakna „dapat‟ muncul karena orang Sunda atau Jawa.

Menurut J.D. Parera dalam bukunya yang berjudul „Teori Semantik‟ polisemi

adalah satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna yang berbeda-beda,

tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna yang berlainan

16

(34)

tersebut. Misalnya kata, „kepala‟ dapat bermakna „kepala manusia, kepala

jawatan, dan kepala sarung‟. 17

Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan polisemi adalah satu kata

yang mempunyai banyak makna yang meknanya saling berhubungan.

2.3.2 Sebab-sebab terjadinya polisemi

Dalam bukunya yang berjudul semantik 1 Fatimah Djaja sudarma

mengemukakan ada beberapa sebab Polisemi dapat terjadi yaitu;

a. Kecepatan melafalkan kata. Missal, b a n t u a n atau b a n t u a n

(apakah ban kepunyaan tuan atau pertolongan)

b. Faktor gramatikal, missal, pemukul dapat bermakna „alat yang digunakan

untuk memukul‟ atau bermakna „orang yang memukul

c. Faktor leksikal yang dapat bersumber dari:

1. Sebuah kata yang mangalami perubahan penggunaan sehingga

memperoleh makna baru. Missal, kata makan yang berhubungan

dengan kegiatan manusia atau binatang, kini dapat berhubungan

dengan benda yang tidak bernyawa (misal, makan angin)

2. Sebuah kata yang digunakan pada lingkungan yang berbeda, misal,

kata operasi bagi dokter „bedah‟,sedangkan sekarang muncul operasi

kebersihan, operasi sapu jagat.

17

(35)

3. karena manusia pandai berandai-andai, akibatnya adanya metafora,

misal, mata „alat untuk melihat‟, karena kesamaan makna maka

muncul makna „sesuatu yang menjadi pusat, yang di tengah-tengah

atau yang mempunyai mata.

d. Faktor pengaruh bahasa Asing misal, kata butir digunakan untuk

mengganti kata unsur atau dari bahasa Inggris item, dan butir bermakna

„barang yang kecil-kecil‟ seperti beras dan intan.18

Sedangkan Mansoer Pateda terajadinya polisemi sependapat dengan

Fatimah Djaja Sudarma. Akan tetapi, Mansoer Pateda menambahkan dua fakror

lagi, yaitu; (1) pemakai bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata.

Maksudnya dengan satu kata, pemakai bahasa dapat mengungkapkan berbagai

ide dan perasaan yang terkandung di dalam hatinya, (2) faktor pada bahasa itu

sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan, baik perubahan bentuk maupun

perubahan makna. Stephen Ullman dalam bukunya yang berjudul „Pengantar

Semantik’ mengemukakan bahwa polisemi merupakan unsur fundamental tutur

manusia yang dapat muncul dengan berbagai cara, Ada lima sumber polisemi

yaitu; (1) pergeseran penggunaan, (2) spesialisasi dalam lingkungan sosial, (3)

bahasa figurative (kiasan), (4) homonym-homonim yang diinterprestasikan

kembali, (4) pengaruh asing

2.3.3 Pengertian Homonimi

18

(36)

Homonimi adalah relasi makna antarkata yang ditulis sama atau dilafalkan

sama, tetapi maknanya berbeda. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya

berbeda disebut homoigraf , sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda

makna disebut homofon.19 J. D. Parera mengemukakan homonimiadalah dua

ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya dan atau sama ejaan atau tulisannya.

Dengan demikian, bentuk homonimi dapat dibedakan berdasarkan lafalnya dan

berdasarkan tulisannya.20

2.3.4 Sebab-Sebab Terjadinya Homonimi

Dibandingkan dengan polisemi, homonimi tidak begitu sering terjadi dan

tidak begitu kompleks, walaupun efeknya mungkin lebih serius dan bahkan lebih

dramatis. Ada tiga cara homonimi terjadi, dan cara yang ketiga sangat penting

sekali.

1) Konfergensi Fonetis

Timbulnya homonimi yang paling umum adalah lewat konvergensi

fonetis. Karena pengaruh bunyi maka dua atau tiga kata yang semula berbeda

bentuk, lalu menjadi sama bunyinya dalam bahasa lisan atau kadang-kadang

sampai ke tulisannya. Dalam bahasa Indonesia kata sah sering diucapakan syah,

sehingga menimbulkan homonimi: syah „raja‟, syah „sudah menurut hukum; tidak

batal, sah‟. Ini berarti bahwa homonimi tidak akan muncul, kalau orang tidak

19

Kushartanti. dkk. Pesona Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2007), hal. 116

20

(37)

menucapkan sah menjadi syah yang menyebabkan menyatunya dua bunyi menjadi

satu

2) Divergensi Makna

Perkembangan makna yang „menyebar‟ (divergen) juga bisa menimbulkan

homonimi. Jika dua buah makna atau lebih (polisemi) dari sebuah kata

berkembang kearah yang berbeda, maka di sana tidak akan jelas lagi hubungan

antara makna-makna itu, dan kesatuan kata itu menjadi rusak, dan polisemi

berubah menjadi homonimi.

3) Pengaruh Asing

Banyaknya kata asing yang masuk ke dalam suatu bahasa sangat mungkin

menimbulkan homonimi dalam bahasa inggis dan bahasa-bahasa lain. Dalam

bahasa Indonesia sebuah kata asli kadang-kadang „didampingi‟ oleh masuknya

kata asing yang sebunyi, sehingga lahir homonimi, misalkan kata bang „kakak‟

menjadi homonimi dari kata Belanda bank.21

2.4 Perbedaan polisemi dan homonimi

Homonimi (Inggris; homonymy) berasal dari bahasa Yunani Kuno, anoma

= nama dan homas = sama). Secara harfiah homonimi adalah nama sama untuk

21

(38)

benda yang berlainan. Verhaar mengatakan homonimi adalah ungkapan

(kata,frasa atau kalimat) yang bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain, tetapi

dengan perbedaan makna di antara kedua ungkapan tersebut. Palmer

mengemukakan empat cara untuk membedakan polisemi dan homonim yaitu; (1)

penelusuran secara etimologis, misalnya bentuk pupil yang bermakna murid atau

mahasiswa yang tidak langsung berhubungan dengan pupil of the eye yang

bermakna biji mata, tetapi secara historis dianggap dari bentuk yang sama, di sini

kita berhadapan dengan polisemi. Dalam perkembangannya, bentuk pupil bisa

saja berkategori yang lain yang mengakibatkan bentuk tersebut tidak bersifat

polisemistis, tetapi bentuk yang homonim (2) mencari makna ini, misalkan kata

tangan yang biasanya dihubungkan dengan bagian anggota badan. Tetapi dalam

perkembangannya, terdapat urutan kata tangan kursi, dan urutan kata kaki tangan

musuh, di sini kita berhadapan dengan metafora yang menyebabkan kata tangan

bermakna ganda, (3) mencari antonimnya, artinya apabila antonimnya sama maka

kita berhadapan dengan polisemi dan apabila antonimnya berbeda berarti kita

berhadapan dengan homonym, (4) alasan formal, contoh; dalam bahasa Perancis

terdapat bentuk poli yang bermakna tingkah laku yang halus, baik yang

dihubungkan dengan makna literer, maupun makna kiasan.22 Sedangkan menurut

Kushartanti dkk mengemukakan Homonim adalah relasi makna antar kata yang

ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya berbeda‟.23

22

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 211-222

23

(39)

Perbedaan polisemi dan homonimi dapat dilihat dari analisis komponen.

Pada hakikatnya hanya bertumpu pada derajat kesamaan. Ada perangkat bentuk

yang sama sekali tidak mengandung kesamaan salah satu makna pun, seperti bisa

„dapat‟ dan „racun‟ dan ada perangkat bentuk yang mengandung sebagian

komponen makna yang sama, seperti pukul „jam‟ dengan (me)mukul.para ahli

bahasa mempunyai pendapat yang sejalan bahwa polisemi adalah satu kata yang

memiliki makna lebih dari satu.24 Sedangkan Ullman mengatakan Homonimi

berbeda dengan polisemi dalam dua hal. Tidak seperti polisemi, homonimi itu

tidak mempunyai keuntungan positif kecuali untuk kepentingan sindir-sindiran

atau persajakan. Kita tidak bisa membayangkan suatu bahasa tanpa polisemi,

tetapi suatu bahasa tanpa homonimi masih kita bayangkan adanya. Jadi, polisemi

ini merupakan medium yang lebih efisien. Perbedaan kedua ialah bahwa polisemi

itu lebih meluas jika dibandingkan dengan homonimi.25 J.D. Parera

mengemukakan homonimi ialah dua ujaran dalam bentuk kata yang sama

lafalnya, ejaannya, atau tulisannya. Sedangkan polisemi ialah satu ujaran dalam

bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan

dan kaitan antara makna-makna yang berlainan tersebut.26

2.5 Persoalan menerjemahkan polisemi dan Homonimi

24

Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Pengantar Kearah Ilmu Makna, (Bandung: Refika Aditama, 1999), hal. 44-45

25

Stephen Ullman, Penghantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal. 230

26

(40)

F.R. Palmer memberikan beberapa kemungkinan jawaban apakah satu kata

atau dua kata berciri homonimi atau polisemi yaitu; (1) penelusuran etimologi,

jika ditemukan ujaran itu bersal dari dua sumber yang berbeda, maka ujaran itu

dianggap sebagai hamonimi, jika tidak ditemukan sumber yang berbeda atau

berasal dari satu sumber (walaupun maknya berbeda), ujaran itu diperlakukan

sebagai polisemi (2) kemungkinan kedua ialah penelitian apakah ujaran dan

bentuk kata itu dipergunakan dalam makna harfiahnya dan dalam makna

metaforis; dalam hal ini kita akan dapat dapat meramalkan polisemi daripada

homonimi (3) usaha yang ketiga untuk menentukan polisemi atau hamonimi ialah

mencari sebuah makna inti , (4) melakukan uji ambiguitas atau kedwimaknaan,

misalnya, dalam bahasa Inggris diberikan kalimat „ I went ti the bank‟, bank

bahasa Inggris dapat bermakna „tepi sungai‟, dan tempat simpan/pinjam uang‟. 27

Terkadang sulit untuk membedakan antara polisemi dan homonim

Geoffrey leech mengatakan bahwa ujaran atau kata adalah polisemi pada satu

pihak bersifat historis dan sifat yang lain bersifat psikologis. Pada umumnya

orang yang mendefinisikan polisemi sebagai „one word having two or more sense‟

dan makna itu berhubungan. Jawaban historis terjawab jika kita dapat menemukan

sumbernya dan mencirikan makna yang satu diturunkan dari makna yang lain.

Jawaban psikologis diberikan secara intuitif oleh pemakai bahasa dewasa ini

bahwa dua makna itu secara „psikologis‟ berhubungan. Menurut Stephen Ullman

bentuk-bentuk kekaburan makna, kata itu mempunyai sejumlah segi yang

27

(41)

berbeda-beda sesuai dengan konteks tempat yang kata itu digunakan. Sebagian

dari segi ini mungkin bersifat sementara, tetapi sebagian lagi bisa berkembang

menjadi perbedaan makna yang permanen, dan karean senjang antara segi-segi

yang berbeda ini melebar, maka kadang-kadang orang dapat memandangnya

sabagai dua makna yang berbeda dari kata yang sama. Dalam kamus berbagai

tingkat makna ini dibedakan secara sisitematis, tetapi, di dalam kenyataan

sebenarnya tingkat-tingkat itu saling terkait.

Dalam bahasa Indonesia kita temukan polisemi pada semua jenis kata.

Berikut ini sekedar contoh dari Kamus Umum Bahasa Indonesia karya

Poerwadarminta:

Lanjut (adjektiva)

a) Panjang (tentang cerita, percakapan);

b) Lama, tinggi (tentang umur);

c) Terus, tidak berhenti, masih bersambung;

d) Telah jauh dari permulaan

Barang (nomina)

a) Benda umum (segala sesuatu yang berwujud atau berjasad);

b) Segala alat perkakas rumah, perhiasan dsb.

c) Bagasi, muatan (kereta api dsb);

d) Sesuatu, segala sesuatu (untuk menyatakan segala yang kurang

terang)

e) Sesuatu yang biasa saja (bukan yang baik atau terpilih)

Membawa (verba)

a) Memegang (mengandung, mengangkat,dsb) sambil berjalan atau

dari satu satu tempat ke tempat yang lain;

b) Mangangkat, memuat, memindahkan, mengirimkan;

c) Mengajak pergi, memimpin, berjalan mendahului (untuk

(42)

d) Mendatangkan, mengakibatkan menyebabkan;

e) Menarik atau melibatkan (dalam urusan, perkara, dsb)

menyangkut-nyangkut.28

2.6 Komponen Makna

Dalam studi Antropologi, para antropolog berusaha melakukan satu analisis komponen kata-kata yang menyatakan nisbah keluarga. Wallace dan Atkins (1960) mendiskripsikan tiga komponen semantik tentang nisbah keluarga Amerika Serikat: seks, generasi, dan garis hubungan.29

Komponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur tersebut. Untuk menganalisis komponen makna, analisis kata yang memiliki sesuatu ciri diberi tanda plus (+) dan yang tidak memiliki ciri itu diberi tanda minus (-). Konsep analisis ini lazim disebut analisis biner yang oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain. Misalnya, kata ayah

mengandung komponen makna atau unsur makna: [+INSAN], [+DEWASA], [+JANTAN], dan [+KAWIN]; dan ibu mengandung komponen makna; [+ INSAN], [+DEWASA], [-JANTAN], dan [+KAWIN].

Dalam hal pembeda makna, Pateda melihat bahwa perbedaan makna diakibatkan dari perubahan bentuk yang terbatas pada derivasi leksemnya, karena itu tiap makna memiliki makna dasar. Pembeda makna akan terjadi karena perbedaan bentuk dan perubahan bentuk.

Perbedaan bentuk mengakibatkan perbedaan makna dan perubahan bentuk mengakibatkan hubungan makna. Contohnya, kata melihat dan melompat kedua kata ini

28

Stephen Ullman, Penghantar Semantik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal. 202-204 29

(43)

memperlihatkan tidak ada hubungan makna. Untuk dapat menganalisis komponen makna seseorang perlu mengetahui hubungan-hubungan makna yang ada di dalam kata-kata. Misalnya kata melompat dan melompat-lompat mempunyai hubungan makna dan perbedaan makna, sehingga diperlukan komponen pembeda. Lain halnya jika kata

melompat dibandingkan dengan kata melihat, terdapat kenyataan bahwa kedua kata itu tidak memperlihatkan hubungan makna.

Komponen pembeda makna akan jelas apabila diketahui komponen makna. Komponen makna diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna kata.30

30

(44)

BAB III

BIOGRAFI MAHMUD YUNUS

3.1 Riwayat Hidup Mahmud Yunus

Mahmud Yunus dilahirkan di Sungayang Batu sangkar, Sumatra Barat.

Pada hari sabtu 10 Februari 1899 (10 Ramadhan 1316). Ayahnya bernama Yunus

bin Incek dan ibunya bernama Hafsah binti Muhammad Thahir. Buyutnya dari

pihak ibu adalah seorang ulama besar di Sungayang Batu Sangkar bernama

Muhammad Ali gelar Angku Kolok. (H. harun Nasution, Ensiklopedi Islam

Indonesia, Djambatan: Jakarta, 1992 hal 592)

Sejak usia tujuh tahun Mahmud Yunus Mulai mengenal dan mandalami

Al-qur‟an dan bahasa Arab secara sungguh-sungguh dari kakeknya Muhammad

Thahir. Pada masa itu tingkat sekolah dasar baru mencapai kelas tiga dan

Mahmud Yunus sempat menempuh pendidikan sekolah dasar ini sampai kelas tiga

tersebut. Dengan bekal ilmu pengetahuan Agama yang diperoleh oleh kakeknya,

Mahmud yunus meneruskan ke Madrasah diniyah yang dipimpin oleh Syekh H

M. Thaib Umar. Berkat ketekunan dan keuletan belajar, dalam waktu hanya empat

tahun ia dapat mengajarkan ilmu yang diperoleh kepada orang lain. Khususnya

kepada santri yang belajar di Surau Tersebut. Ia sanggup mengajarkan kitab-kitab

mutakhir seperti Mahalli, Alfiah Ibn Malik, dan Jamal-jawami, ketika gurunya

(Syekh H M. Thaib Umar) tersebut berhenti mengajar karena saki, ia ditunjuk

(45)

Setelah mengabdi beberapa tahun di Madrasah tersebut, pada tahun 1924

Mahmud Yunus memperoleh kesempatan untuk memperdalam ilmu

pengetahuannya ke Universitas Al-Azhar, Cairo dan memperoleh ijazah setahun

berikutnya. Kemudian ia melanjutkan studinya ke Universitas Darul Ilum Ulya,

cairo. Dengan mengambil spesialisasi tadris, hingga berhasil memperoleh ijazah

pada tahun 1930. Ia tercatat sabagai orang Indonesia pertama yang belajar di

Universitas tersebut.

Ketika ia kembali dari Timur Tengah, waktunya bertepatan dengan

bangkitnya semangat pembaharuan Islam di Minangkabau. Iapun mengabdi diri

diberbagai perguruan Islam antara lain al-Jami‟ah Islamiah di Batu Sangkar

(1931-1932), Kuliah Mu‟alimin Islamiyah (atau normal islam) di Padang (1943

-1946). Ia ikut mendirikan Majlis Islam Tinggi (MIT) Sumatra Barat 1946 dan

pernah mengajar Agama di Akademi Pamongpraja di Bukit Tinggi (1948-1949).

Tahun 1957 ia mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama(ADIA), yang sekarang

bernama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian pada tahun 1960-1963 ia

menjadi dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan tahun

1966-1971 menjadi rector IAIN Imam Bonjol di Padang. Atas jasa-jasanya

dibidang pendidikan Agama ini. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa kepadanya pada tahun 1977.

(Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta

1996)

Ia pernah memangku beberapa jabatan dilembaga pemerintah untuk

(46)

Nasional untuk Sumatra Barat. Pada tahun 1946-1949 ia memegang kepala bagian

Islam Propinsi Sumatra di Pematang Siantar (sekarang masuk dalam propinsi

Sumatra Utar). Tahun 1947 ia menjabat sebagai Inspektur Agama pada jawatan

PP dan K (sekarang Kanwil Departemen Pendidikan Nasional) propinsi Sumatra

di Bukit Tinggi. Iapun pernah dipercaya untuk menjabat sebagai sekretaris mentri

Agama pada masa pemerintah Darurat Republik Indonesia (1949). Tahun 1950 ia

diserahi tugas sebagai pegawai tinggi diperbatukan pada Kementrian Agama di

Yogyakarta, setahun kemudian ia diangkat sebagai kepala penghubung pendidikan

Agama pada tahun 1956 ia diangkat sebagai kepala lembaga pendidikan Agama

pada jawatan Pendidikan Agama.

Beliau sering juga berkunjung ke luar negeri, baik sebagai tugas yang

diberikan pemerintah kepada beliau maupun atas undangan untuk mengahdiri

berbagai muktamar sebagai berikut: ke Singapura sebagai salah seorang utusan

MIT untuk menghadiri Muktamar Alim Ulama (1943), ke Sembilan Negara Islam

Mesir, Arab Saudi, Suriah, Libanon, Yordan, Irak, Turki, Tunisia dan Marako

dalam rangka mempelajari pendidikan Agama (1961), ke Arab Saudi untuk

menghadiri siding Majlis A‟la Istisyari Al-Jamiyah Al-Islamiyah Di Madinah

Munawarah (1962dan 1969), ke mesir memenuhi undangan Majma Buhutsul

Islamiyah Universitas Al-Azhar untuk menghadiri Muktamar yang kesatu (1964)

yang kedua (1965) yang ketika (1966) dan yang keempat (1967), dimana beliau

mengucapkan pidatonya yang berjudul Al-Israiliyat Tafsir Wal hadits (Mahmud

(47)

Mahmud Ynus juga dikenal sebagai pendiri organisasi Sumatra Thawalib,

yang menerbitkan majalah Islam Basyir (1920) dan pendiri persatuan guru-guru

Agama Islam (PGAI). Tahun 1952-1956 ia menjadi anggota Minangkabau Raad

dan berhasil memasukan Pendidikan Agama ke sekolah-sekolah umum

Akhirnya pada tanggal 16 Januari 1982, dalam usia 83 tahun, Mahmud

Yunus berpulang kerahmatullah dikediamannya, kelurahan kebon kosong,

kemayoran, Jakarta Pusat, sehari kemudian ia dimakamkan pada pemakaman

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.1.1 Karya-Karya Mahmud Yunus

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, selain seorang yang aktif dalam

dunia pendidikan, beliau juga seorang penulis yang handal, yakni menuangkan

gagasan dan pemikiran dalam bentuk tulisan. Karya-karyanya diberbagai cabang

ilmu, antara lain: tauhid, Fiqh, perbandingan agama, tafsir, Hadits, bahasa Arab,

Politik, ilmu jiwa pendidikan dan sebagainya. Karya-karyanya ada yang berbentuk

bahasa arab dan dan ada juga dalam bahasa Indonesia. Paling tidak 76 karya yang

telah dibukukan, dan 27 diantaranya dalam bahasa Arab.

Di bawah ini hasil buah pemikiran Mahmud Yunus

1. Bidang Al-qur‟an dan tafsir

(48)

b. Terjemahan Al-qur’an Tanpa Tafsir, untuk memudahkan dan

memahami Al-qur‟an

c. Marilah ke Al-qur’an, pelajaran untuk tingkat Tsanawiyah dan

PGA. Buku ini ditulis bersama H. Ilyas M.Ali

d. Kesimpulan Isi Al-qur’an

e. Allah dan Makhluknya, buku ini berisi tentang Ilmu Tauhid

f. Ta’lim Untuk Ilmu Al-qur’an, untuk Ibtida‟iyah, sebanyak 2 jilid

g. Alif Ba Ta’ wa Juz Amma, sebanyak 1 jilid untuk Ibtida‟iyah

h. Juz Amma wa tarjamatuhu, untuk tingkat Tsanawiyyah

i. Mudkhal fi Tafsir Al-qur’an, untuk Perguruan Tinggi

j. Tafsir Al-fatihah, untuk perguruan tinggi ditulis bersama temannya

k. Muhadharah fi li Al-Isma’iliyah fi al-Tafsir wa Al-Hadits, untuk

perguruan tinggi

l. Tafsir Ayat Al-Akhlak, untuk SLTA dan perguruan tinggi

2. Bidang Fiqh

a. Marilah Sembahyang, pelajaran sholat untuk anak-anak SD,

sebanyak empat jilid

(49)

c. Haji ke Mekkah, cara-cara mengerjakan haji untuk anak SD

d. Hukum Warisan Dalam Islam, untuk tingkat aliyah

e. Kumpulan do’a-do’a Rasulullah siaw, untuk tingkat Aliyah

f. Do’a-do’a Rasulullah saw, untuk tingkat Tsanawiyah

g. Kajian Sembahyang (Shalat), untuk tingkat Aliyah, Mahasiswa dan

Umum

h. Hukum Perkawinan dalam Islam Menurut Empat Madzhab

i. Soal Jawab Hukum Islam Dalam Empat Madzhab

j. Manasik Haji, untuk orang dewasa

k. Al-Figh al-Wadhiib, tingkat Tsanawiyah

l. Al-Masa’il al-Fiqhiyah’ala al-madzhab Al-Arba’ah, (perbandingan

empat madzhab), untuk Perguruan Tinggi

m. Mabadi al-fiqh al-wadhiib, untuk Ibtidaiyah

n. Mudzakirat Ushul Fiqh, untuk tingkat Aliyah

o. Tarikh al-figh al-Islami, untuk perguruan tinngi

3. Bidang Tauhid

a. Keimanan dan Akhlak, untuk anak SD, sebanyak 4 jilid

(50)

c. Perbandingan Agama, untuk tingkat Aliyah

d. Daru al-Tauhid, untuk tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah

e. Al-adyah, untuk parguruan tinggi

4. Bidang Bahasa Arab

a. Metodik Khusus Bahasa Arab, untuk fakultasa Tarbiyah/PGTA

b. Darul Al-Lughah al-Arabiyah, untuk tingkat ibtida‟iyah dan

Tsanawiyah

c. Al-Muhadatsah Al-Arabiyah, untuk Tsanawiyah, ditulis bersama

temannya bernama Mukhtar Yahya.

d. Al-mukhtarat li al-muthala’al wa al-Mahfudzat, untuk tingkat

Aliyah

e. Qomus Arabi Indunisi, untuk Aliyah dan Perguruan Tinggi

5. Bidang pendidikan

a. Pemimpin Pelajaran Agama, untuk Agama

b. Pelajaran Umum Ilmu Mendidik, ditulis bersama st. M. Said

c. Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, untuk fakultas Tarbiyah

atau PGA

d. Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, untuk Fakultas

(51)

e. Sejarah Pendidikan Islam dari Zaman Rasulullah, Khalifah

Rasyidin, Bani Umayah, Bani Abbasiyah sampai Zaman Mamluk

dan Utsmani Turki, untuk Fakultas Tarbiyah

f. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

g. Perbandingan Mendalam di Negara-negara Islam dan Intisari

Pendidikan Barat

h. Ilmu Jiwa Anak-anak, untuk kuliah dan kursus-kursus

i. Ilmu an-Nafs, untuk mahasiswa fakultas Tarbiyah buku ini ditulis

bersama temannya M. Qosim Bakri

j. Akhlak, untuk tingkat Aliyah

k. Moral pembangunan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah

l. Beberapa Kisah Pendek, untuk anak-anak SD

m. Riwayat Rasul Dua Puluh Lima, ditulis bersama rasyidin dan

Zubaer Ustman

n. Sejarah Islam Minangkabau dalam Penyelidikan

o. Al-Syukur al-Arabiyah fi al-arabiyah, untuk Aliyah

p. Khulasha Tarikh Hayat ustadz Mahmud Yunus

(52)

a. Lagu-lagu Baru atau not angka-angka, ditulis bersama Kasim st.

M. Syah

b. Ilmu Musthalahat Al-hadits, ditulis bersama Mahmud Aziz

c. Pendoman Dakwah Islamiyah, kuliah untuk Dakwah

d. Dasar-dasar Negara Islam (Ilmu Politik)31

3.1.2 Metode Penerjemahan Mahmud Yunus

Tafsir qur‟an karya Mahmud Yunus adalah buku yang dapat memudahkan

pembaca untuk menangkap makna dari teks bahasa Arab dalam Al-Qur‟an.

Problem transmisi makna dari teks Al-Qur‟an ke dalam bahasa lainnya menjadi

starting poin buku ini, teks Arab Al-qur‟an diyakini mempunyai karakteristik

unik, susunan kata, akar kata, sinonim, jenis kata, dan kosakatanya. Seorang yang

melakukan transmisi makna dihadapkan pada pilihan beragam.

Menurut pandangan para ahli, Mahmud Yunus dalam terjemahannya tidak

mengulas tentang seni-seni bahasa dan nahwu kecuali sedikit sekali, beliau

menjelaskan ayat-ayat dengan gaya bahasa yang apa adanya, meningkap beberapa

makna dengan ungkapan yang mudah dan dapat diterima oleh kalangan awam,

disertai penjelasan mengenai ayat-ayat al-qur‟an yang sangat rumit.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kapasitasnya sebagai penerjemah, Mahmud Yunus berusaha untuk menerjemahkan alquran yang mempunyai keindahan bahasa yang memang digunakan dalam bahasa itu, Maka dari itu

Penelitian ini membahas tentang konsep pendidikan anak dalam al-Qur’an surah Al- Alaq ayat 1-5 (telaah pemikiran Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah). Penelitian ini

Dalam hal ini, M Quraish Shihab menafsirkan khaira ummah sebagai umat terbaik yang dikeluarkan atau diwujudkan untuk manusia sejak nabi Adam hingga akhir zaman

dibanding dengan usaha pentafsiran yang dilakukan oleh Mahmud Yunus dalam karya beliau tersebut bagi menghasilkan data sama ada ia menepati kaedah tafsiran ulama

Menurut al-Sa’di ayat ini menggambarkan betapa kuatnya keinginan orang kafir pada (harta) dunia , (ibaratnya adalah seperti anjing, jika engkau menghalaunya:

Selain karya-karya tafsir para intelektual muslim Indonesia di atas, yang tidak boleh dilupakan adalah tafsir asli berbahasa Indonesia lengkap yang pertama yaitu Tafsir

QURAISH SHIHAB DAN PENERAPANNYA PADA ZAMAN SEKARANG .... Quraish Shihab tentang ayat-ayat

QURAISH SHIHAB MENGENAI MUSIBAH DALAM TAFSIR AL-MISHBĀH Sebagaimana telah dijelaskan, hermeneutika Gadamer yang akan digunakan untuk menganalisis ayat-ayat musibah dalam Tafsir