IKEBANA PADA GAYA RIKKA RIKKA NO IKEBANA
KERTAS KARYA Dikerjakan
O L E H
SRI WAHYUNI DAMANIK NIM : 112203033
PROGRAM STUDI DIII BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
IKEBANA PADA GAYA RIKKA RIKKA NO IKEBANA
KERTAS KARYA
Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III bidang Studi Bahasa Jepang.
Dikerjakan
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGESAHAN
Diterima Oleh
Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang.
Pada,
Tanggal : Hari :
Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
NIP. 195110131976031001 Dr. Syahron Lubis, M.A.
Panitia Ujian :
No. Nama Tanda Tangan
1. Zulnaidi, S.S., M. Hum ( ) 2. Drs. Eman Kudiyana,M.Hum
3.
( )
Disetujui oleh :
Program Diploma Sastra dan Budaya
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Medan
Program Studi Bahasa Jepang DIII Ketua Program Studi
NIP. 196708072004011001 Zulnaidi S.S., M. Hum
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin….
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimhkan rahmat
dan karunia-Nya sehigga penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang
berjudul
“IKEBANA PADA GAYA RIKKA”
ini.Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan karena
kemampuan penulis yang masih terbatas. Tetapi, atasrahmat Allah SWT, serta
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelasaikan kertas karya ini.
Maka dariitu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginyakepada :
1. Bapak Dr. SyahronLubis, M.A. SelakuDekanFakultasIlmuBudayaUniversitas
Sumatra Utara.
2. BapakZulnaidi, SS.M.Hum. Selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.
3. Bapak Drs. EmanKusdiana, M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan pengarahan
4. Adariana Hasibuan, SS.M.Hum. Selaku Dosen Pembaca yang telah
memberikan pengarahan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi
penyelesaian kertas karya ini.
5. Dr.Hj.Siti Muharami M.M.Hum
6. Kepada seluruh Dosen dan Staf pengajar Jurusan Fakultas Ilmu
BudayaUniversitas Sumatra Utara.
Selaku Dosen Wali yang telah memberikan
perhatiannya selamapenulismenjadimahasiswi.
7. Kepada abang Mistam yang sudah banyak membantu dalam urusan
perkuliahan.
8. Untuk keluarga tersayang, yang teristimewa kedua orang tua Ayahanda Alm.
Murdin Damanik dan Ibunda tersayang Wahidah saragih yang telah
memberikan dukungan, semangat dan kepercayaan penuh sehingga penulis
menjadi seperti yang sekarang ini.
9. Untuk abang-abangku yang kusayangi Pendi Damanik, Joni Damanik,
Syahrial Damanik, S.P dan untuk kakakku tersayang MesrawatiDamanik, S.E.
Terima kasih atas segala dukungan, motivasi serta segala bantuan materi yang
yang telah diberikan.
10.Untuk keponakanku yang kusayangi wahyu, Annisa dan Kanaya makasih
udah jadi keponakan yang lucu-lucu.
11.Buat sepupu-sepupuku Dewik, Tatak dan Bambang terima kasih atas
bantuannya selama 3 tahun ini, semua itu tidak akan pernah dapat
12.Untuk sahabat-sahabatku tercita Attun, Edak, Embun makasih selama 3 tahun
kita ini kita telah bersama-sama berbagi kehangatan di dalam canda, tawa,
marah, tangis kenangan bersama kalian tak akan pernah terlupakan dan
Semoga kita semua menjadi orang yang sukses.
13.Buat HINODE 2011 terima kasih selama 3 tahun kita ini kitatelah
bersama-sama.
14.Dan untuk semuanya yang telah banyak membantu dan mendukung selama ini
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penuls menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini, sehingga
kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih. Semoga kertas karya ini dapat berguna
bagi kita dikemudian hari.
Medan,
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………..i
DAFTAR ISI…………..………..………iv
BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul…………...……….………..……….…. 1
1.2 Tujuan Penulisan……….……….. 4
1.3 Batasan Masalah………….………..………….4
1.4 Metode Penulisan………..……….…….………..4
BAB II : GAMABARAN UMUM TENTANG IKEBANA 2.1 Sejarah Ikebana……….….………6
2.2 Makna Ikebana Bagi Masyarakat Jepang……….………...9
2.3 Gaya Rangkaian Ikebana……….………12
BAB III : TEKNIK IKEBANA PADA GAYA RIKKA 3.1 Teknik Dasar Ikebana ………..………...14
3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan pada Gaya Rikka ………..……..…14
3.3 Teknik Ikebana pada Gaya Rikka….………..…….16
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan………..19
4.2 Saran……….………...20 DAFTAR PUSTAKA
IKEBANA PADA GAYA RIKKA
abstrak
Ikebana adalah sebuah seni merangkai bunga ala Jepang. Ikebana sangat
popular dikalangan masyarakat Jepang. Bagi orang jepang rangkaian bunga ikebana
sangat bermakna dan memiliki fungsi tersendiri. Dahulu orang Jepang menggunakan
rangkaian ikebana sebagai persembahan bagi dewa dalam ritual agama dan
menjadikan pohon matsu atau cemara sebagai tangga dan tempat persemayaman bagi
dewa yang akan turun ke bumi. Namun saat ini rangkaian ikebana tidak hanya
dipakai dalam acara keagamaan tetapi juga dipakai sebagai hiasan di dalam ruangan.
Ada beberapa hal yang membedakan rangkaian Ikebana dengan
rangkaian-rangkaian lain yang ada didunia ini antara lain :
1. Merangkai gaya Ikebana tidak sekedar menancapkan materi floral kedalam
wadah, tetapi harus disertai kesadaran agar rangkaian itu dapat merefleksikan
keindahan alami materi floral itu,baik bunganya, daunnya juga ranting yang
dipakai.
2. Rangkaian Ikebana tidak sekedar berfungsi sebagai dekorasi saja, tapi antar si
perangkai dan mereka yang melihat rangkaian itu tercipta komunikasi atau lebih
tepat dikatakan rangkaian Ikebana seakan berbicara dengan orang yang
menatapnya.
3. Rangkaian Ikebana sangat menekankan pada ‘space’
Dalam rangkaian Ikebana, perubahan waktu juga sering direfleksikan dalam
yang akan datang, bunga yang sedang mekar sebagai gambaran masa kini dan
daun-daun yang agak menguning sebagai kejadian yang sudah lampau.
Selain itu orang Jepang menjadikan rangkaian ikebana sebagai simbol untuk
menunjukan kecintaan dan kepedulian mereka terhadap alam dan merupakan wujud
keharmonisan mereka terhadap alam. Setiap tangkai dalam rangkaian ikebana
memiliki arti masing-masing. Setiap rangkaian ikebana juga menggambarkan
karakter dari si perangkai. Rangkaian ikebana merupakan suatu bentuk ekspresi yang
kreatif dari si perangkai. Si perangkai menggunakan ranting-ranting , daun-daun,
bermacam-macam bunga dan rerumputan yang dirangkai sedemikian rupa dengan
tetap menjaga keaslian bentuk bunga sehingga menghasilkan suatu rangkain bunga
yang indah dan memiliki makna tersendiri.
Keindahan rangkaian ikebana tidak seperti rangkaian bunga lainnya, yang
keindahannya hanya dapat dilihat dari satu sisi saja tetapi, rangkaian ikebana dapat
dilihat dari berbagai sisi yaitu, kiri, kanan, depan atau pun dari sisi belakang.
Selain itu untuk menambah keindahannya bahan yang digunakan dalam
rangkaian ikebana tidak hanya tumbuhan yang berwarna segar saja, tetapi dapat
digunakan juga ranting-ranting dan daun-daun yang sudah layu. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak hanya sesuatu yang segar saja yang hidup di alam namun
yang layupun juga ada di alam. Hal inilah yang juga dapat menunjukkan suatu
keharmonisan alam.
Adapun teknik dasar ikebana dimulai dengan mengawetkan bunga agar tetap
merendam bagian batang dengan pengawet selama 30 menit. Kemudian
merangkainya sesegera mungkin.
Perkembangan rangkaian gaya ikebana terus bermunculan salah satunya
yaitu rangkaian ikebana gaya rikka. Rangkaian gaya rikka dapat dikatakan adalah
gaya rangkaian yang tertua karena pada umumnya gaya rangkaian ini digunakan
untuk acara keagamaan. Pada gaya ini bunga yang digunakan harus sesuai dengan
bentuk aslinya dan rangkaiannya lebih tradisional dan juga lebih sederhana. Gaya ini
juga lebih menampilkan keindahan pemandangan.
Dan alat yang digunakan pada gaya rikka umumnya sama dengan gaya-gaya
yang lainnya yaitu kawat dari berbagai ukuran, gunting (gunting khusus ikebana) ,
floral tape (warna hijau dan coklat), selotip, tang bunga, kezan (alas yang berduri
tajam), pipet besar, vas, dan batu-batuan kecil. Sedangkan bahan yang dapat
digunakan adalah bunga, dahan-dahan, ranting-ranting kecil, rerumputan, tanaman
merambat, dan tumbuhan air.
Dalam teknik ikebana pada gaya rikka terdapat sembilan batang utama yaitu
: shin, soe, uke, shoshin, mikoshi, hikae, nagashi, do dan meoki. Menurut prinsip ki
no en, kusa no en yang menyatakan bahwa dahan dari pohon diletakkan dibelakang
dan dahan dari bunga diletakkan didepan. Keseimbangan tinggi, lebar dan kedalaman
adalah salah satu faaktor paling penting untuk dipertimbangkan.
Terlepas dari Sembilan batang utama, batang tambahan atau yang biasa
biasanya 20-30cm dan harus membuka dibagian atas. Dalam gaya rikka juga terdapat
teknik mematahkan batang tetapi tidak sampai benar-benar patah, oleh sebab itu
kawat sebagai pendukung penting. Apabila batangnya lunak perangkai bisa
memasukan kawat dalam batangnya, apabila keras maka bisa memasangkan kawat di
dipatahkan, setelah itu baru dilapisi dengan floral tape. Patahan ini tidak patah
seluruhnya tapi masih bisa mengalirkan air sampai ke atas, sehingga batang tidak
cepat mati.
Selain itu dalam meletakkan kenzan untuk vas yang ada kakinya, kita
pergunakan batu kecil sampai hampir ke mulut/leher vas, baru kita taruh kenzan, lalu
diberi air sampai sedikit melewati duri-duri kenzan. Kenzan yang asli beratnya bisa
0,5 kg dan tahan karat.
Kesimpulanya adalah ciri khas dari gaya riika terletak pada susunanya yang
berpangkal pada satu batang dasar. Dari pangkal inilah kemudian di bentuk susunan
sesuai dengan cita rasa atau gejolak jiwa pada saat itu. Gejolak jiwa bisa
mempengaruhi pembuatan ikebana separti bisa menjadi lebih sabar, lebih artistik,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Alasan Pemilihan Judul
Jepang adalah sebuah Negara di bagian Asia Timur yang memiliki keunikan
diantara Negara-negara lainnya. Dalam perkembangan sejarahnya, Jepang mendapat
pengaruh kuat dari Negara Cina baik dari segi pengetahuan, pemerintahan,
kepercayaan dan juga kebudayaan.
Masyarakat Jepang sangat menghargai alam. Kehidupan mereka selalu
berkaitan dengan alam. Sikap menghargai alam ini merupakan karakteristik yang
khas dari keudayaan masyarakat Jepang. Sikap ini jika berada pada pemikiran orang
Jepang, ialah berupa penilaian dan pemahaman terhadap berbagai gejala alam yang
mengitari kehidupan mereka dan sebagai sebagian dari pengalaman hidup mereka.
Perasaan dekat dan cinta dengan alam kemudian diwujudkan dalam berbagai
bentuk perbuatan dan kegiatan, salah satu contohnya adalah dalam bentuk seni.
Sehubungan dengan seni dan rasa cinta terhadap alam, di Jepang berkembanglah
sebuah seni yaitu seni merangkai bunga yang kini dikenal dengan istilah Ikebana.
Secara harafiah arti ikebana adalah bunga hidup dan mamang bunga yang
dipergunakan dalam rangkain bunga ikebana adalah bunga hidup. Seni merangkai
bunga Ikebana memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-rumputan dan tanaman
Berbeda dengan seni merangkai bunga dari Barat yang bersifat dekoratif,
Ikebana berusaha menciptakan harmoni dalam bentuk linier, ritme dan warna.
Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tapi pada aspek pengaturannya
menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam Ikebana didasarkan tiga titik yang
mewakili langit, bumi dan manusia.
Jadi dengan istilah lain, Ikebana adalah sebuah jalan keselarasan untuk
menciptakan harmoni dan kesempurnaan hidup melalui keindahan mata dan
kenikmatan batin melalui keselarasan bentuk rangkaian bunga.
Oleh karena itu seni ini sejak awal terbentuknya sampai sekarang terus
berkembang dengan subur di Jepang, dimana hal ini tidak lain karena pengaruh alam
dan cuaca di Jepang. Dengan empat musim yang dimilikinya dan bergantian secara
berkala setiap tahunnya, tumbuhan berbunga tumbuh dengan subur dan bermekaran
secara bergantian sesuai dengan musim dimana masing-masing tumbuhan itu dapat
hidup.
Dengan keadaan alam yang demikian, rasa cinta orang jepang terhadap
tumbuhan berbunga sudah ada lama jauh sebelum terbentuknya seni merangkai bunga
ikebana. Perkembangan seni merangkai bunga sebenarnya bermula dari kegiatan ritus
keagamaan orang Jepang pada masa lalu. Di dalam penyelenggaraan ritus atau
upacara keagamaan tersebut, persebahan yang berfungsi mendatangkan dewa ke bumi
diwujudkan dalam bentuk sao atau umbul-umbul yang bertuliskan nama-nama dewa
sebagai tanda penyambutan terhadap dewa-dewa di bumi. Orang Jepang percaya
tinggi dan tinggi menjulang. Pohon yang paling tepat adalah pohon yang senantiasa
hijau.
Ketika diadakan upacara-upacara untuk dewa, ranting-ranting dari tanaman
yang senantiasa hijau ini dipajang tegak lurus dan mereka percaya bahwa itulah
tangga bagi dewa yang akan mendengarkan permohonan , keselamatan atau
kebahagian bagi keluarga, kelompok atau keluarga pada tahun itu.
Di dalam merangkai ikebana, dahan yang tertinggi untuk menggambarkan
langit. Sedangkan bunga yang dipersembahkan dianggap sebagai sarana untuk
menghidupkan kembali roh atau jiwa yang sudah meniggal.
Hal yang bisa dipelajari manusia dari rangkaian ikebana adalah tentang
hidup. Sedangkan rangkaian bunga ikebana pada dasarnya merupakan ekspresi dari
alam dan kreasi dari seniman perangkainya, yang menggambarkan suatu
keharmonisan dengan alam dan hubungan antara sesama manusia.
Perkembangan bentuk rangkaian bunga yang berbeda-beda terus
bermunculan. Salah satunya adalah rangkaian ikebana pada gaya rikka. Ikebana pada
gaya rikka lebih tradisional dan di pergunakan untuk perayaan keagamaan. Pada gaya
ini bunga yang digunakan harus sesuai dengan bentuk aslinya dan rangkaiannya lebih
sederhana. Gaya ini juga lebih menampilkan keindahan landscape atau pemandangan.
Dalam gaya ini ada tujuh keutamaan dalam gaya rikka, yaitu : shin, shin-kakushi,
soe, soe-uke, mikoshi, nagashi dan maeoki. Rangkaian ikebana pada gaya rikka dapat
yang membuat penulis tertarik terhadap rangkaian ikebana pada gaya rikka dan
sekaligus menjadikan ikebana pada gaya rikka sebagai judul kertas karya ini.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis memilih judul teknik ikebana pada gaya rikka dalam
penulisan kertas karya ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana teknik merangkai bunga ikebana pada gaya
rikka
b. Alat dan bahan yang digunakan untuk merangkai bunga ikebana pada gaya
rikka
1.3 Batasan Masalah
Pada penulisan kertas karya ini, penulis membatasi pembahasan hanya
mengenai teknik ikebana pada gaya rikka. Untuk mendukung pembahasan ini penulis
akan mengemukakan tentang ikebana secara umum yang meliputi sejarah ikebana,
makna ikebana bagi masyarakat Jepang, dan gaya rangkaian ikebana.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan kertas karya ini penulis menggunakan metode Deskriptif dan
metode perpustakaan.
Menurut Nazir (2005:54), metode deskriptif adalah suatu metode dalam
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan
antarfenomena yang diselidiki.
Selain itu, dalam penulisan karya ini, penulis juga menggunakan metode
kepustakaan (Library Research) menurut Nazir (1998 : 112) studi kepustakaan
merupakan langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topic
penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori
yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan.
Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-hasil
penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet,
koran dan lain-lain). Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti:
mengidentifikasikan teori secara sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG IKEBANA
2.1 Sejarah Ikebana
Berbicara tentang Ikebana sama dengan membicarakan sejarah Ikenobo, karena
Ikebana lahir bersamaan dengan lahirnya Ikenobo lebih dari 500 tahun yg lampau.
Ikebana berawal dari Kuil Rokkakudo yang dibangun oleh seorang Pangeran yang
bernama Pangeran Shotoku didekat kolam tempat ia mandi. Kemudian dia
mempercayakan seorang pendeta untuk menjadi pimpinan kuil tersebut, sebagai
pimpinan kuil Rokkakudo, rangkaian bunga dipakai sebagai persembahan untuk
Buddha setiap pagi dan malam.
Untuk mengenang Pangeran Shotoku, maka ia mulai merangkai bunga
dipondok dekat kolam itu. Dia bernama Ono-no-Imoko yang menjadi pelopor
Ikenobo. Ono-no-Imoko lahir dari seorang bangsawan yang menjadi pendeta
Buddha, pada permulaan abad ke-7. Ono-no-Imoko mempelajari seni merangkai
bunga dari Cina sebagai pelengkap altar Buddha, selain dupa dan lilin. Ketiga elemen
itu disebut mitsugusoki. Wadah yang digunakan terbuat dari logam dan berbentuk
tinggi dengan bunga asli yang mempunyai lebar bervariasi. Itulah sebabnya karya
seni ikebana menggambarkan kehidupan spiritual dan sikap mental dari si
perangkainya. Ono-no-Imoko berhasil menurunkan Ikenobo dari generasi ke
generasi. Setelah berabad abad, pengikut Ikenobo makin dikenal sebagai ahli dalam
semuanya berasal dari Ikenobo itu sendiri. Oleh sebab itu Ikebana Ikenobo sering
disebut sebagai “the origin of Ikebana”.
Ada beberapa hal yang berbeda antara rangkaian Ikebana dengan
rangkaian-rangkaian lain yang ada didunia ini antara lain :
1. Merangkai gaya Ikebana tidak sekedar menancapkan materi floral kedalam
wadah, tetapi harus disertai kesadaran agar rangkaian itu dapat merefleksikan
keindahan alami materi floral itu,baik bunganya, daunnya juga ranting yang
dipakai.
2. Rangkaian Ikebana tidak sekedar berfungsi sebagai dekorasi saja, tapi antar si
perangkai dan mereka yang melihat rangkaian itu tercipta komunikasi atau lebih
tepat dikatakan rangkaian Ikebana seakan berbicara dengan orang yang
menatapnya.
3. Rangkaian Ikebana sangat menekankan pada ‘space’
Dalam rangkaian Ikebana, perubahan waktu juga sering direfleksikan dalam
rangkaian misalnya penggunaan materi floral yang kuncup menggambarkan waktu
yang akan datang, bunga yang sedang mekar sebagai gambaran masa kini dan
daun-daun yang agak menguning sebagai kejadian yang sudah lampau.
Sejak sekitar pertengahan abad ke-15, Ikebana berubah statusnya dari yang
sebelumnya sebagai symbol keagamaan menjadi bentuk seni yang bebas. Dan sejak
Di pertengahan zaman Edo hingga akhir zaman Edo, Ikebana yang dulunya hanya
bisa dinikmati kalangan bangsawan atau kaum samurai secara berangsur-angsur
Pada zaman itu, Ikebana gaya Shōka (seika) menjadi populer di kalangan
rakyat. Yang kemudian lambat laun sejalan dengan perjalanan waktu, tumbuh
sekolah-sekolah Ikebana, terjadi perubahan style dan menjadi lebih sederhana untuk
semua lapisan masyarakat Jepang.
Aliran Mishōryū, aliran Koryū, aliran Enshūryū dan aliran Senkeiryū
melahirkan banyak guru besar dan ahli Ikebana yang memiliki teknik tingkat tinggi
yang kemudian memisahkan diri membentuk banyak aliran yang lain.
Ikebana mulai diperkenalkan ke Eropa pada akhir zaman Edo hingga masa
awal era Meiji. Ketika itu minat orang Eropa terhadap kebudayaan Jepang mencapai
puncaknya. Ikebana dianggap mempengaruhi seni merangkai bunga Eropa yang
mencontoh Ikebana dalam line arrangement.
Sejak zaman Edo lahir banyak sekali aliran yang merupakan pecahan dari
aliran Ikenobō. Pada bulan Maret 2005 tercatat 392 aliran Ikebana yang masuk ke
dalam daftar Asosiasi Seni Ikebana Jepang. Namun yang paling terkenal saat ini
i
j
l
2.2 Makna Ikebana Bagi Masyarakat Jepang
a. Ikebana sebagai ungkapan keindahan
Sebagai negara yang modern, jepang jepang masih memiliki sesuatu yang
menjadi cirri khasnya. Kekhasan Jepang adalah, meskipun Jepang telah menjadi
Negara yang modern, tetapi Jepang masih mempertahankan unsur tradisi keindahan
yang sangat kuat. Rangkaian ikebana mengupayakan keselarasan antar bunga yang
dirangkai.
Bagi pandangan orang Jepang, bunga yang besar dan banyak tidak selalu lebih
baik dari bunga yang kecil dan berjumlah sedikit. Karena walaupun bunganya kecil
dan jumlahnya sedikit, apabila tersusun dengan keserasian warna dan bentuk, tentu
akan menghasilkan sesuatu yang indah. Dengan menentukan letak, fungsi, dan
ukuran dahan-dahan yang digunakan dalam rangkaian, dimana hal tersebut bermakna
bahwa setiap dahan itu akan saling mendukung untuk menghasilkan rangkaian yang
terbaik.
Rangkaian ikebana mengacu pada kesederhanaan, keindahan, materi, warna
utama yang menggambarkan langit, manusia, dan bumi. Dalam rangkaian ikebana
sekuntup bunga dapat memberikan suatu makna, apabila dikaitkan dengan
keberadaan manusia dan makhlik hidup lainnya mencerminkan suatu hal yang juga
akan dialami semua makhluk hidup yaitu kehidupan dan kematian atau dua sisi yang
saling bertentangan tetapi saling melengkapi.
Orang Jepang dalam memandang rangkaian bunga lebih melihat makna yang
terdapat di dalamnya. Orang Jepang menganggap bahwa bunga seolah dapat ikut
berbicara seperti manusia, oleh sebab itu bunga sering dibawa untuk mengungkapkan
tujuan dan maksud yang ingin diutarakannya.
Jadi bunga bagi orang Jepang merupakan lambang keindahan dan suatu sarana
untuk mengungkapakan kesan dan perasaannya. Selain itu dari bunga mereka dapat
melihat ketidakkekalan yang ada dalam hidup ini.
b. Ikebana Sebagai Simbol Keharmonisan Alam
Nilai estetika yang dianut oleh bangsa Jepang yaitu harmonisasi dengan alam,
alam menjadi inspirasi utama dalam menciptakan suatu kreasi. Jepang merupakan
suata bangsa dengan budaya yang mempunyai rasa seni antara kehidupan dan alam.
Dalam suatu karya seni orang Jepang menganggap bahwa memasukkan unsur
alam ke dalam karya seni adalah hal yang mutlak. Karena bagi orang Jepang alam
cenderung dianggap sebagai suatu bentuk eksistensi yang paling indah dan paling
tinggi, dimana disitulah manusia hidup.
Alam bagi orang Jepang sangat berharga karena selain tempat manusia hidup
memiliki perasaan dekat dengann alam dan hal ini sudah berlangsung sejak lama.
Mereka akan dapat menangkap makna yang terdapat dalam fenomena yang ada di
alam.
Jepang memperlakukan alam seolah-olah seperti teman dekatnya dan rasa
ketertarikan terhadap kecintaan alam sama seperti ketertarikan mereka akan
kecantikan yang dimiliki manusia. Dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa menghargai
sesuatu yang alami telah menjadi satu kesatuan dalam kehidupan orang Jepang yang
memiliki konsep hidup yang sederhana.
c. Ikebana Sebagai Simbol terciptanya Keselarasan Dalam Interaksi Sosial Pada
Masyakat Jepang
Ada berbagai macam bentuk untuk menunjukkan hubungan dan keharmonisan
antara sesama manusia. Di Jepang, masyarakat mewujudkan hal ini dalam sebuah
rangkaian bunga. Dalam rangkaian bunga ikebana terdapat dahan jin yang
melambangkan manusia.
Tidak hanya dengan alam, masyarakat Jepang dalam hubunganya dengan
manusia juga mengutamakan chowa atau harmoni dengan lingkungan sekitarnya
yang berarti bahwa segala perbuatan dan tingkah laku mereka sebagai manusia
sedapat mungkin tidak bertentangan dengan alam. Masyarakat Jepang sangat
menyadari bahwa hubungan yang baik dengan sesama manusia harus dilakukan
karena bagaimanapun juga, manusia adalah bagian dari alam dan manusia tidak akan
Perasaan dekat dengan alam dapat dikatakan segabagai warisan dari
kepercayaan asli masyarakat Jepang yaitu Shinto yang sangat mengagungkan
pemujaan terhadap alam. Dan pemujaan terhadap alam merupakan suatu bentuk
penghargaan mereka terhadap alam.
2.3 Gaya Rangkaian Ikebana
Ada 3 gaya dalam Ikebana, yaitu :
a. ikebana gaya tradisional yang banyak
dipergunakan untuk perayaan keagamaan. Gaya ini menampilkan keindahan
landscape tanaman. Gaya ini berkembang sekitar awal abad 16. Ada 7
keutamaan dalam rangkaian gaya Rikka, yaitu : shin, shin-kakushi, soe,
soe-uke, mikoshi, nagashi dan maeoki.
b.
tradisional. Gaya ini difokuskan pada bentuk asli tumbuhan. Ada 3 unsur
utama dalam gaya Shoka yaitu : shin, soe, dan tai. Sesuai dengan
perkembangan zaman, sesuda
berkembang karena adanya pengaruh Eropa
“dimasukan” (rangkaian dengan vas tinggi dengan rangkaian hampir
bebas)dan rangkaian menggunakan wadah rendah dan mulut
lebar). Lalu pada tahun 1977 lahir gaya baru yaitu Shoka Shimputai, yang
lebih modern, terdiri dari 2 unsur utama yaitu shu dan yo, dan unsur
c.
berdasarkan kreativitas serta imaginasi. Gaya ini berkembang setelah perang
dunia ke-2. Dalam rangkaian ini kita dapat mempergunakan kawat,logam dan
BAB III
TEKNIK IKEBANA PADA GAYA RIKKA
3.1 Teknik Dasar Ikebana
Pada teknik dasar Ikebana, tanaman harus memiliki air yang cukup untuk
tetap segar selama mungkin. Sejumlah teknik digunakan untuk mengawetkan
kesegaran tanaman, ini termasuk menghancurkan, mendidih atau pembakaran
pangkal batang, dan penerapan berbagai bahan kimia. Namun, metode yang paling umum adalah dengan memotong dasar dari batang yang ada di bawah air (mizukiri)
dan menggunakannya sesegera mungkin. Untuk mempertahankan kesegaran bunga
dan daun, potong bagian batang yang berada di bawah air kemudian rendam bagian
batang dengan pengawet selama 30 menit.
3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan Pada Gaya Rikka
Adapun alat-alat yang digunakan dalam merangkai ikebana adalah:
1. Kawat dari berbagai ukuran (ketebalan kawat) : digunakan untuk penyanggah
batang bunga.
2. Gunting (guntung khusus ikebana) : digunakan untuk memotong daun-daun
yang tidak diperlukan.
3. Floral tape (warna hijau dan coklat) : digunakan untuk menutupi kawat yang
pada batang agar kawat tidak terlihat.
4. Selotip : digunakan untuk merekatkan bunga atau daun yang satu dengan yang
5. Tang bunga : digunakan untuk mematahkan batang yang keras.
6. Kezan (alas yang berduri tajam) : digunakan untuk menancapkan batang
bunga dan daun.
7. Pipet besar : digunakan untuk mengambil air yang lama di vas ketika kita
hendak mengganti airnya.
8. Vas : digunakan untuk meletakkan bunga
9. Batu-batuan : digunakan untuk menambah volume ketika menggunakan vas
atau wadah yang tinggi.
Adapun bahan yang dapat digunakan dalam merangkai ikebana adalah:
1. Bunga
2. Dahan-dahan
3. Ranting-ranting kecil 4. Rerumputan
5. Tanaman merambat 6. Tumbuhan air
Tidak hanya tumbuhan yang berwarna segar yang dapat digunakan, tetapi
ranting-ranting dan daun-daun yang sudah layu juga dapat digunakan.
Namun pada dasarnya semua jenis bunga dan tanaman dapat digunakan
dalam rangkaian ikebana. Salah satu contohnya adalah dahan-dahan dari tanaman
seperti matsu (cemara) dan bunga fujikake (Wisteria). Ranting-ranting kecil (bambu),
3.3 Teknik Ikebana pada Gaya Rikka
Gaya Rikka menggunakan Sembilan tangkai fungsional yaitu:
1. Shin (tangkai utama) : diletakkan di tengah rangkaian dengan tinggi tiga atau
empat kali lebih tnggi dari vas dengan bentuk lurus (sugushin) atau melengkung
(nokishin). Semua tangkai disesuaikan dengan tangkai utama ini.
2. Soe (tangkai pembantu) : biasanya menggunakan bahan berbeda yang
dirancang untuk mempertegas shin.
3. Uke (tangkai penerima) : ditempatkan di bawah, berlawan dengan shin dan
menggunakan bahan yang sama.
4. Shoshin (tangkai lurus) : tangkai ini melambangkan kebanaran, diletakkan di
tengah rangkaian. Jika bahan berasal dari rerumputan maka diletakkan di depan
shin, tetapi apabila berasal dari pepohonan diletakkan di belakang shin.
5. Mikoshi (tangkai menjalar) : jika bahan yang digunakan berasal dari pepohonan
diletakkan di belakang shin, tetapi apabila berasal dari rerumputan di letakkan
antara shoshin dengan shin.
6. Hikae (tangkai pengganti) : diletakkan berlawanan dengan uke dan
menggunakan bahan yang sama, hal ini memberikan kesan rangkaian dalam
dan luas.
7. Nagashi (tangkai menggantung) : hal ini dilakukan dengan cara ujung tangkai
8. Do (tangkai batang) : diletakkan di depan shin, ini memberikan kesan ruang
bagi bunga dan daun menjadi besar.
9. Meoki (tangkai interior) : ditempatkan terakhir di bagian depan rangkaian,
rangkaian ini memberikan kesan yang dalam dan luas.
Hal ini sesuai dengan prinsip ki no en, kusa no en yang menyatakan bahwa
dahan dari pohon diletakkan dibelakang dan dahan dari bunga diletakkan di depan.
Ini juga dikenal sebagai Yakueda. Setiap Yakueda memiliki fungsi tertentu dan titik
keberangkatan dari garis vertical imajiner berjalan dari pusat pengaturan. Titik
keberangkatan disebut de.
Setiap yakueda juga memiliki posisi penyisipan khusus pada kezan
(pemegang pin). Ketinggian, panjang, dan posisi pada masing-masing yakueda
menanggapi atau mendukung yang lain. Harmoni tinggi, lebar dan kedalaman adalah
salah satu factor paling penting untuk dipertimbangkan.
Terlepas dari Sembilan batang utama, batang tambahan, yang disebut ashirai
juga dibutuhkan untuk penyelesaian. Tinggi vas dalam gaya rikka biasanya 20-30cm
dan harus membuka keluar dibagian atas. Batang akan muncul sebagai garis,bersih
tunggal, vertical naik dari pusat kenzan tersebut. Ini disebut secara harfiah
diterjemahkan sebagai tepi air.
Elemen-elemen yang digunakan dalam Rikka berupa elemen-elemen yang
menghadirkan keseimbangan antara sisi baik atau positif dengan sisi buruk atau
negatif. Untuk menghilangkan kesan yang monoton gunakanlah dahan-dahan dari
Jadi pada dasarnya teknik yang digunakan pada gaya Rikka sama seperti
teknik dasar ikebana pada umumnya hanya saja dalam gaya Rikka batang bawah
selalu berpusat pada satu titik atau rapat dan harus lurus terlebih dulu, kira-kira 3-4
jari dari air. Hal ini melambangkan batang, mengibaratkannya seperti pohon, vas
sebagai akarnya, tangkai yang lurus sebagai batangnya, dan ranting-ranting yang
bercabang sebagai bunganya.
Dalam gaya Rikka ada juga teknik mematahkan tapi tidak sampai patah, oleh
sebab itu disini kawat sebagai pedukung penting. Apabila batangnya lunak perangkai
bisa memasukan kawat dalam batangnya, apabila keras maka bisa memasangkan
kawat di kedua sisinya seperti patah tulang dan melilitkan kawat disekitar tempat
yang akan dipatahkan, setelah itu baru dilapisi dengan floral tape. Patahan ini tidak
patah seluruhnya tapi masih bisa mengalirkan air sampai ke atas, sehingga batang
tidak cepat mati.
Dalam meletakkan kenzan untuk vas yang ada kakinya, kita pergunakan batu
kecil sampai hampir ke mulut/leher vas, baru kita taruh kenzan, lalu diberi air sampai
sedikit melewati duri-duri kenzan. Kenzan yang asli beratnya bisa 0,5 kg dan tahan
karat.
Cirri khas dari gaya riika adalah susunanya berpangkal pada satu batang
dasar. Dari pangkal inilah kemudian di bentuk susunan sesuai dengan cita rasa atau
gejolak jiwa pada saat itu. Gejolak jiwa bisa mempengaruhi pembuatan ikebana
separti bisa menjadi lebih sabar, lebih artistic, lebih kreatif dan lebih mencintai alam
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah memaparkan mengenai ikebana, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa:
1. Untuk merangkai ikebana pada gaya rikka kita harus memiliki Sembilan tangkai
utama di dalamnya, yang masing-masing tangkai memiliki arti dan fungsinya
masig-masing.
2. batang dasar. Dari pangkal inilah kemudian dibentuk tangkai-tangkai yang Ciri
khas pada gaya rikka adalah terletak pada susunannya yang berpangkal pada satu
lainnya.
3. Pada umumnya rangkaian ikebana pada gaya rikka digunakan pada saat
upacara-upacara atau ritual-ritual keagamaan sehingga kita sering jumpai rangkaian
ikebana dengan gaya rikka ini di kuil-kuil di Jepang.
4. Untuk menambah keindahannya bahan yang digunakan pada gaya rikka bukan
hanya tumbuhan yang berwarna segar saja, namun ranting-ranting dan daun-daun
yang sudah layupun dapat juga digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
hanya sesuatu yang segar saja yang ada di alam namun yang layu pun juga ada dan
hal inilah yang juga dapat menunjukkan keharmonisan alam.
5. Alat dan bahan yang digunakan pada gaya rikka pada umumnya sama dengan
kawat sebagai penyangga batang dan floral tape digunakan untuk menutupi kawat
pada batang.
6. Pada dasarnya teknik ikebana pada gaya rikka hampir sama dengan teknik ikebana
pada gaya lainya, hanya saja pada gaya rikka terdapat teknik mematahkan batang
tetapi tidak sampai benar-benar patah dan letak setiap bunga berbeda-beda hal ini
dapat dilihat berdasarkan pada jenisnya.
4.2 Saran
Mempelajari kebudayaan atau kesenian dari suatu Negara akan memperluas
wawasan kita. Dan alangkah baiknya jika kita mengetahui bagaimana kebudayaan
atau kesenian itu sebenarnya. Kita akan menemukan banyak hal-hal yang baru yang
tidak kita ketahui sebelumnya. Jadi, kita tidak hanya mengetahui suatu budaya atau
seni secara umum, namun kita juga bisa dapatkan hal-hal apa saja yang terkandung
dalam suatu kebudayaan atau kesenian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ikenobo,Sen’ei.1997. IKENOBO IKEBANA: Shinputai Style; Published by
Shufunotomo Co., Ltd.
http://book.google.co.id/Djufriah+Shindo-Muchin%22=id&output=html_text
http://id.wikipedia.org/wiki/Ikebana
LAMPIRAN
Alat dan Bahan yang Digunakan
A. Kawat
C. Gunting
E. Floral tape
G. Pipet besar
H. Vas