STRATEGI PELESTARIAN
RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MEDAN
(Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana
(Strata-1)
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Disusun Oleh :
SILVANA ELSA
090903067
DEPARTEMEN STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini diajukan untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :
Nama : Silvana Elsa
NIM : 090903067
Departemen :Ilmu Administrasi Negara
Judul : Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)
Medan, 08 Juli 2013
Ketua Departemen Dosen Pembimbing, Ilmu Administrasi Negara
Drs. M Husni Thamrin Nst , M.Si. Drs. M Husni Thamrin Nst , M.Si. NIP. 196401081991021001 NIP. 196401081991021001
Dekan , FISIP USU MEDAN
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala Puji bagi Allah, Sang Maha Pencipta dan Pengatur Alam Semesta,
berkat RidhoNya, penulis akhirnya mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini
yang berjudul “Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi
Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)”.
Dalam menyusun skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang-orang
terdekat, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis
pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak dan Ibu, atas semua doa dan bantuan financial untuk menyelesaikan
perkuliahan penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. Dan juga
selalu memberi semangat dan dukungan disetiap kegiatan perkuliahan
penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Zakaria selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
5. Ibu Dra. Elita Dewi M.Sp selaku Sekretaris Jurusan Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
6. Bapak Hatta Ridho S.Sos, M.Sp selaku dosen penguji yang telah banyak
memberi masukan dalam penulisan skripsi.
7. Kak Dian Rahmayani Siregar selaku Staf bagian pendidikan yang telah
banyak membatu penulis dalam mengurus surat penelitian.
8. Kak Mega yang sudah mempermudah segala urusan dalam proses
pengurusan penelitian.
9. Kepala Bidang Taman dan Dekorasi Bapak Ir. Asli M.Si, Kepala Seksi
Taman dan Dekorasi Bapak Yudi Amri, dan Kepala Seksi Penghijauan Dan
Pembibitan Bapak Dessy Anthoni SP, MM yang telah banyak membantu
mempermudah penulis dalam mengumpulan data guna kelengkapan
penyusunan skripsi penulis.
10.Staf Bidang Fisik dan Tata Ruang BAPPEDA Kota Medan Bapak Willy
yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data guna penyusunan
Kepada orang-orang terdekat yang selalu memberi semangat dan dukungan,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kekasih tersayang dan tercinta Muhammad Yogi Angga Hutama Siregar,
SH yang telah banyak berperan dalam kegiatan perkuliahan hingga
penyusunan skripsi penulis dan selalu memberi kebahagiaan dalam
hidupku.
2. Abangku Ariandi dan adikku Yuri Anggara yang selalu memberi semangat
dan dukungan. Aku sayang kalian.
3. Teman-teman kampusku tersayang Sifra Utami (ciput), Fatma Melia Sinaga
(fatoma) dan Dian Budiana (budi andok) terima kasih banyak
sayang-sayangku slalu memberi semangat dan dukungan, menemani hari-hari
perkuliahanku selama ini dan banyak membantu penulisan skripsi ku.
4. Sahabat terbaikku dari SMP Enggar Dara Gendys (wakgen) yang sudah
menemani aku saat penelitian skripsi ku. Dan juga teman-teman SMP ku
lainnya Raisa Ariani Sirait (inang), Winda Dian Luca (gendut), dan Fanny
Sari Wulandari (panjol) yang telah memberi semangat dan dukungan dalam
penulisan skripsi ku.
5. Teman-teman magangku Lia, Rintin, Ulfa, Eser, Odong, Dwi, Muty,
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh
karena itu segala kritikan dan saran yang membangun dibutuhkan dan akan
diterima dengan baik oleh penulis. Semoga skripsi “Strategi Pelestarian Ruang
Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)” ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2013
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……….. i
Daftar Isi………... ii
Daftar Gambar... iii
Daftar Tabel... iv
Abstrak……….. v
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah………...…….…... 1
I.2. Perumusan Masalah……….………... 7
I.3. Tujuan Penelitian……….………... 7
I.4. Manfaat Penelitian………...….……….…….... 8
I.5. Kerangka Teori………....…... 8
I.5.1. Strategi...………... 9
I.5.1.1. Pendekatan Dasar Mengenali Isu Strategi…... 11
I.5.1.2. Langkah-Langkah Proses Perencanaan Strategi.… 12 I.5.1.3. Tantangan Dalam Perencanaan Strategi……….… 13
I.5.2. Pelestarian………...………..…... 13
I.5.3. Ruang Terbuka Hijau………..……….….…..……... 14
I.5.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau…….………..…….. 16
I.5.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau….…………..…… 18
I.5.3.3. Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau…....…. 19
I.5.4. Kebijakan Pemerintah... 20
I.5.4.2. Pengertian Pemerintah... 22
I.5.4.3. Pengertian Kebijakan Pemerintah... 24
I.6. Definisi Konsep……….……...……….…. 29
I.7. Sistematika Penulisan………...……….. 30
BAB II METODE PENELITIAN II.1. Bentuk Penelitian…………..……….………..………. 32
II.2. Lokasi Penelitian……….………..…….….. 33
II.3. Informan Penelitian………..…………...……. 33
II.4. Teknik Pengumpulan Data………..…………...…... 35
II.4.1. Teknik Pengumpulan Data Primer………...……. 35
II.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder…………...……… 36
II.5. Teknik Analisa Data ……….…………...…… 36
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1. Gambaran Umum Dinas Pertamanan Kota Medan... 38
III.1.1. Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Pertamanan Kota Medan... 38
III.1.2. Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi Organisasi... 39
III.1.2.1. Sub Dinas Taman/Makam... 39
III.1.3. Visi dan Misi Dinas Pertamanan... 41
III.1.3.1. Visi Dinas Pertamanan... 41
III.1.4. Tujuan dan Sasaran Dinas Pertamanan... 42
III.1.4.1. Tujuan Dinas Pertamanan... 42
III.1.4.2. Sasaran Dinas Pertamanan... 43
III.1.5. Struktur Organisasi... 44
III.1.6. Hasil Pendataan Dinas Pertamanan... 46
III.2. Gambaran Umum Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan (BAPPEDA)... 48
III.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi BAPPEDA Kota Medan... 48
III.2.2. Struktur Organisasi... 49
III.2.3. Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan... 51
BAB IV PENYAJIAN DATA IV.1. Wawancara dengan Kepala Seksi Taman dan Dekorasi yaitu Bapak Yudi Amri... 54
IV.2. Wawancara dengan Kepala Seksi Penghijauan dan Pembibitan yaitu Bapak Dessy Anthoni, SP, MM... 62
IV.3. Wawancara dengan Staf Bidang Fisik dan Tata Ruang BAPPEDA Kota Medan yaitu Bapak Willy... 64
IV.4. Masyarakat... 79
V.2. Kendala yang Dihadapi Dalam Pelestarian
Ruang Terbuka Hijau... 83
V.3. Kerjasama Antar Dinas Terkait Dalam Pengelolaan
Dan pelestarian Ruang Terbuka Hijau... 86
BAB VI PENUTUP
VI.1. Kesimpulan... 72
VI.2. Saran... 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kondisi Ruang Terbuka Hijau... 55
Gambar 2. Pohon Yang Memiliki Daun Yang Rindang Di
Taman Beringin Kota Medan... 57
Gambar 3. Lapangan Merdeka Memiliki Tempat Untuk Diadakannya
Acara... 59
Gambar 4. Banyak Sepeda Motor Pengunjung Parkir Di Dalam
Taman Beringin Kota Medan... 60
Gambar 5. Pedagang Kaki Lima Yang Berjualan Di Dalam Taman
Beringin... 61
Gambar 6. Lapangan Merdeka Medan Yang Sebagian Lahannya
Dijadikan Pusat Bisnis... 62
Gambar 7. Fungsi Ekologi Ruang Terbuka Hijau... 65
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Proporsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota-Kota Besar... 2
Tabel 2. Berdasarkan Pejabat Struktural... 44
Tabel 3. Berdasarkan Strata Pendidikan Fungsional... 45
Tabel 4. Berdasarkan Golongan... 45
Tabel 5. Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum yang Dikelola Dinas Pertamanan Kota Medan... 46-47 Tabel 6. Kualifikasi Berdasarkan Pendidikan... 51
Tabel 7. Kualifikasi Berdasarkan Golongan... 51
Tabel 8. Kualifikasi Berdasarkan Jabatan... 52
Tabel 9. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan)... 69
Tabel 10. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Badan Lingkungan Hidup)... 70-74 Tabel 11. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Dinas Kebersihan)... 75
Tabel 12. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Dinas Pertamanan)... 75-76 Tabel 13. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Badan Perencanaan Pembangunan Kota Medan)... 77
Tabel 14. Berdasarkan Sumber RPJM Kota Medan
ABSTRAK
STRATEGI PELESTARIAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MEDAN
(Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)
Nama : Silvana Elsa
NIM : 090903067
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Prog. Studi : S1 (Reguler)
Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si
Keindahan suatu kota tidak terlepas dari keindahan taman-taman dan pelestarian maupun penghijauan di dalamnya. Hal tersebut dianggap penting karena taman sebagai ruang terbuka hijau diharapkan mampu memberikan rasa nyaman, ketenangan, dan keindahan yang luar biasa bagi masyarakat Kota Medan. Semua hal diatas tidak terlepas bagaimana upaya Pemerintah Kota Medan dalam melestarikan ruang terbuka hijau yang dibutuhkan kota.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pelestarian ruang terbuka hijau di Kota Medan, untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan Dinas Pertamanan dalam melestarikan ruang terbuka hijau dan apa saja kendala yang dihadapi Dinas Pertamanan dalam melestarikan ruang terbuka hijau. Adapun teknik pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan informan yang antara lainnya adalah pegawai yang bersangkutan dan masyarakat sebagai pengguna fasilitas kemudian dianalisis secara deskriptif agar jawaban terhadap permasalahan yang telah diajukan dalam penelitian ini dapat terpecahkan.
Selanjutnya hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan Dinas Pertamanan dalam menjaga dan mempertahankan ruang terbuka hijau dengan penanaman pohon di taman, berm dan median jalan sudah maksimal sesuai peraturan yang berlaku walaupun masih kurangnya dana yang disalurkan untuk pelestarian. Banyaknya bangunan yang berdiri di lahan kosong untuk pusat aktivitas ekonomi dapat menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau di Kota Medan karena dengan mudahnya mengeluarkan izin mendirikan bangunan tanpa peraturan yang tetap dan sah bahwasanya harus menyediakan ruang terbuka hijau. Begitu juga Dinas Kebersian yang harus selalu menjaga kebersihan kota Medan terutama ruang terbuka hijau yang memiliki pengaruh yang besar bagi kelangsungan hidup manusia. Maka harus ada koordinasi yang baik dari pihak yang saling berkaitan.
ABSTRAK
STRATEGI PELESTARIAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MEDAN
(Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)
Nama : Silvana Elsa
NIM : 090903067
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Prog. Studi : S1 (Reguler)
Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si
Keindahan suatu kota tidak terlepas dari keindahan taman-taman dan pelestarian maupun penghijauan di dalamnya. Hal tersebut dianggap penting karena taman sebagai ruang terbuka hijau diharapkan mampu memberikan rasa nyaman, ketenangan, dan keindahan yang luar biasa bagi masyarakat Kota Medan. Semua hal diatas tidak terlepas bagaimana upaya Pemerintah Kota Medan dalam melestarikan ruang terbuka hijau yang dibutuhkan kota.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pelestarian ruang terbuka hijau di Kota Medan, untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan Dinas Pertamanan dalam melestarikan ruang terbuka hijau dan apa saja kendala yang dihadapi Dinas Pertamanan dalam melestarikan ruang terbuka hijau. Adapun teknik pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan informan yang antara lainnya adalah pegawai yang bersangkutan dan masyarakat sebagai pengguna fasilitas kemudian dianalisis secara deskriptif agar jawaban terhadap permasalahan yang telah diajukan dalam penelitian ini dapat terpecahkan.
Selanjutnya hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan Dinas Pertamanan dalam menjaga dan mempertahankan ruang terbuka hijau dengan penanaman pohon di taman, berm dan median jalan sudah maksimal sesuai peraturan yang berlaku walaupun masih kurangnya dana yang disalurkan untuk pelestarian. Banyaknya bangunan yang berdiri di lahan kosong untuk pusat aktivitas ekonomi dapat menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau di Kota Medan karena dengan mudahnya mengeluarkan izin mendirikan bangunan tanpa peraturan yang tetap dan sah bahwasanya harus menyediakan ruang terbuka hijau. Begitu juga Dinas Kebersian yang harus selalu menjaga kebersihan kota Medan terutama ruang terbuka hijau yang memiliki pengaruh yang besar bagi kelangsungan hidup manusia. Maka harus ada koordinasi yang baik dari pihak yang saling berkaitan.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Isu mengenai masalah lingkungan hidup semakin menjadi bahasan yang
sangat menarik dewasa ini. Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh
hampir seluruh perkotaan di Indonesia adalah semakin berkurangnya lingkungan
dan ruang publik. Terutama ruang terbuka hijau, kota-kota besar pada umumnya
memiliki ruang terbuka hijau dengan luas dibawah 10% dari luas kota itu sendiri.
Kondisi tersebut sangat jauh dibawah ketentuan pemerintah pada UU No. 26
Tahun 2007 tentang ruang terbuka hijau yang mewajibkan pengelola perkotaan
yang menyediakan ruang terbuka hijau publik dengan luas sekitar 20% dari luas
kota tersebut.
Kurangnya proporsi ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan disebabkan
oleh lebih tingginya permintaan lahan untuk kegiatan perkotaan. Sementara
banyak pihak menganggap ruang terbuka hijau memiliki nilai ekonomi yang lebih
rendah sehingga termarjinalkan. Dengan berlakunya undang-undang tentang
penataan ruang, banyak pemerintah daerah yang merasakan kesulitan dalam
memenuhi ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau publik seluas 20% dari luas
kawasan perkotaan. Kekurangan proporsi ruang terbuka hijau yang ada di
kota-kota di Indonesia disebabkan oleh pembangunan yang tidak merata dan kian
Berikut merupakan data mengenai luas RTH kota-kota besar di Indonesia :
Tabel 1.
Proporsi RTH di Kota-kota Besar
No Nama Kota Proporsi
Rata-rata luas RTH di kota-kota besar diIndonesia
8,69%
Sumber : Nirwono Joga, Aspek Lingkungan dalam Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan, Presentasi dalam Workshop Nasional Pembangunan Kota yang Berkelanjutan, Medan 13 Februari 2013
Berdasarkan Tabel 1. tentang proporsi ruang terbuka hijau di kota-kota yang
ada di Indonesia, kota-kota besar yang ada di Indonesia belum memenuhi syarat
ruang terbuka hijau seperti yang ditetapkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Kota Bogor menjadi satu-satunya kota yang memiliki proporsi
ruang terbuka hijau dengan luas 19,32% dari luas keseluruhan kota. Pembenahan
ruang terbuka hijau yang ada di kota-kota besar di Indonesia mutlak diperlukan
guna memenuhi ketentuan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Dalam upaya memenuhi kekurangan ruang terbuka hijau diperlukan kerja sama di
setiap elemen. Upaya pemenuhan ruang terbuka hijau bukan hanya menjadi tugas
pemerintah, masyarakat pun dituntut agar peduli dengan keberadaan ruang
terbuka hijau dengan menjaga kelestarian ekologis yang ada di dalamnya.
proporsi ruang terbuka hijau yang kini dirasakan dikota-kota besar mulai tertular
ke kota-kota kecil. Namun, pengelola perkotaan dan masyarakat yang tidak
menghargai nilai Ruang Terbuka Hijau juga masih terlihat banyak kota kecil yang
semakin gersang karena pepohonannya, ditebang untuk pelebaran jalan atau
kegiatan perkotaan lainnya. Perkembangan kota akhir-akhir ini sering kali hanya
berorientasi pada peningkatan aspek ekonomi tanpa mempertimbangkan unsur
ekologi.
Pembangunan gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, serta industri-industri
baik besar maupun industri kecil sangat gencar dilakukan. Namun sebaliknya
maraknya fenomena tersebut tidak terjadi dalam hal pembangunan taman-taman,
hutan kota, kawasan penyangga serta pembangunan lain yang berorientasi pada
keseimbangan lingkungan.
Padahal keseimbangan lingkungan merupakan faktor penting dalam
menciptakan kondisi kota yang sehat dan nyaman. Kejenuhan akibat maraknya
pembangunan serta kompleksnya masalah perkotaan mengakibatkan proses
berpikir akan pentingnya pembangunan kota yang ekologis atau berwawasan
lingkungan. Suatu kota yang ekologis dapat menciptakan peristiwa dimana terjadi
hubungan interaksi yang baik dan saling menguntungkan antara manusia, hewan
dan tumbuhan serta lingkungannya.
Meningkatkan kualitas ekologis suatu kota dapat dilakukan dengan
membentuk Ruang Terbuka Hijau pada kawasan perkotaan. Hal tersebut
ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, yang menyatakan bahwa
mutu lingkungan perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana
penanganan Iingkungan perkotaan serta dapat menciptakan keserasian lingkungan
alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan,
yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan hal ini dapat
juga dirasakan di kota Medan. Menurunnya kualitas permukiman di kota Medan
bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah, berkembangnya kawasan kumuh
yang rentan dengan bencana banjir serta semakin hilangnya ruang terbuka
(Openspace)untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat.
Selama ini keberadaan taman di Medan masih minim. Berdasarkan data
Dinas Pertamanan Pemko Medan, hanya ada 19 taman di kota ini dengan luas
keseluruhan sekitar 124.664 meter persegi dari luas kota Medan yang mencapai
26.510 hektare (ha). Selain itu, Medan hanya memiliki 9 taman air mancur yang
berada di Taman Beringin, Taman Soedirman, Taman Teladan, Tugu Sister City,
Tugu Adipura, Taman Kantor Pos,Taman Guru Patimpus,Taman Juanda,dan
Taman Majestic (http://www.pemkomedan.go.id diakses pada 1 Mei 2013).
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Medan hanya berkisar 7,5%-10%. Wali Kota
Medan Rahudman Harahap mengakui keberadaan taman di kota ini masih minim.
Akibatnya, masyarakat lebih banyak yang memilih mencari lokasi rekreasi
bersama keluarga dengan mengunjungi pusat perbelanjaan modern. Padahal,
perkembangan anak yang selalu mengunjungi mall-mall itu tidak baik
(http://www.pemkomedan.go.id diakses pada 1 Mei 2013).
Pemko Medan berupaya memenuhi taman dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Daerah (APBD). Dana ini untuk membeli lahan sekitar 300- 400 meter per tahun
sebagai upaya untuk menambah RTH.
Saat ini pemerintah sudah memiliki Perda Rencana Tata Ruang dan Tata
Wilayah (RTRW) yang mencantumkan adanya 30% RTH. Untuk bisa
mewujudkan hal itu,maka setiap tahun akan dianggarkan dana untuk membeli
lahan sekitar 300-400 meter dan memberikannya kepada stakeholder untuk
dijadikan RTH.
Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat
mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang
sosial, ekonomi, dan budaya. Aktivitas di ruang publik dapat bercerita secara
gamblang seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu masyarakat.
Ruang terbuka menciptakan karakter masyarakat kota. Tanpa ruang-ruang
publik masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat maverick yang
nonkonformis-individualis-asosial, yang anggota-anggotanya tidak mampu
berinteraksi apalagi bekerja sama satu sama lain. Agar efektif sebagai mimbar,
ruang publik haruslah netral. Artinya, bisa dicapai (hampir) setiap penghuni kota.
Tidak ada satu pun pihak yang berhak mengklaim diri sebagai pemilik dan
membatasi akses ke ruang publik sebagai sebuah mimbar politik.
Ciri-ciri atau karakteristik sosial daerah perkotaan dalam konsentrasi
penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan pemerintahan pada tata
ruang perkotaan adalah esensial. Konsentrasi spasial (tata ruang) adalah fakta
utama, lahan perkotaan yang tersedia adalah terbatas, sedangkan kegiatan
perkotaan mengalami pertumbuuhan yang pesat, urbanisasi meningkat,
lintas), dampaknya terhadap perekonomian adalah ketidakefektivan dan
ketidakefisienan, serta berpengaruh terhadap kesejahteraan warga kota.
Masalah-masalah perkotaan tersebut merupakan objek pembahasan ilmiah secara
terus-menerus dan cenderung bertambah semakin kompleks seiring dengan
pertumbuhan kota yang makin pesat dan makin luas. Masalah perkotaan yang
dihadapi sangat luas, baik masalah makro maupun masalah mikro. Masalah makro
adalah yang berkaitan dengan fungsi kota bagi wilayah sekitarnya, sedangkan
masalah mikro meliputi masalah-masalah internal kota.
Bahwa sesuai Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 11 ayat (2), pemerintah daerah kota mempunyai wewenang dalam
pelaksanaan penataan ruang wilayah kota yang meliputi perencanaan tata ruang
wilayah kota, pemanfaatan ruang wilayah kota dan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kota. Perencanaan tata ruang wilayah kota harus dilakukan dengan
berasaskan pada kaidah-kaidah perencanaan yang mencakup asas keselarasan,
keserasian, keterpaduan, kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antar wilayah
baik di dalam kota itu sendiri maupun dengan kota sekitarnya. Untuk mendukung
terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, dibutuhkan
regulasi yang mampu melindungi hak dan kewajiban stukeholders dalam menata
ruang kota.
Beberapa peraturan perundang-undangan telah diterbitkan seperti
Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang; PP No 15 tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang; PP No 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata
Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, serta peraturan-peraturan
perlu untuk diketahui, dipahami, dan dijalankan oleh segenap warga negara.
Untuk itu maka sesuai dengan kewajibannya, pemerintah harus mensosialisasikan
esensi, makna dan substansi peraturan yang terkait dengan penataan ruang
sehingga masyarakat dapat mengetahui dan mengerti peran mereka dalam
penataan ruang (http://www.uupenataanruang.co.id/2007/peraturanpenataankota//)
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diungkapkan diatas,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Strategi
Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi Pada Dinas
Pertamanan Kota Medan).”
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan
diatas, maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah
1. Bagaimana Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan?
2. Apakah kendala/hambatan yang dihadapi Dinas Pertamanan maupun
Pemerintah Kota Medan dalam pelestarian Ruang Terbuka Hijau di Kota
Medan?
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana strategi pelestarian ruang terbuka hijau yang
2. Untuk mengetahui masalah-masalah atau kendala yang timbul dalam
pelaksanaan pelestarian ruang terbuka hijau yang dilaksanakan oleh Dinas
Pertamanan Kota Medan
I.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dilakukan adalah :
1. Secara Teoritis/Akademis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan
teoritis dan mempertegas wawasan berfikir. Kegiatan penelitian yang
dilakukan dengan baik dan menggunakan kerangka dan metode kepustakaan
akan menambah pengetahuan teoritis maupun memperkaya wawasan dan
pengalaman bagi penulis.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan khasanah ilmu
pengetahuan baik secara umum maupun secara khusus terhadap ilmu
pengetahuan yang dijadikan sebagai dasar penulisan skripsi dan sebagai
syarat untuk mencapai gelar sarjana strata satu.
I.5. Kerangka Teori
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi, dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena
sosial yang menjadi obyek penelitian (Singarimbun, 1995:18).
Sedangkan kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti
memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok,
subvariabel atau masalah pokok yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2002:92).
Berdasarkan kerangka teori diatas, maka dalam kerangka teori ini penulis
akan mengemukakan teori, gagasan, atau pendapat yang akan dijadikan titik tolak
landasan berfikir dalam penelitian. Adapun yang kerangka teori dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
I.5.1. Strategi
Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang berarti seni
atau ilmu menjadi seorang jendral. Jendral Yunani yang efektif perlu untuk
memimpin tentara, menang perang dan memimpin wilayah, melindungi kota dari
serbuan musuh, menghancurkan musuh. Setiap jenis tujuan memerlukan
pemanfaatan sumber daya yang berbeda. Orang yunani mengetahui bahwa strategi
lebih dari sekedar berperang dalam pertempuran, sejak zaman yunani kuno,
konsep strategi sudah mempunyai komponen perencanaan dan pembuatan
keputusan atau komponen tindakan (Stoner, 1996:267).
Strategi dapat dideskripsikan sebagai suatu cara dimana organisasi akan
mencapai tujuan-tujuannya, sesuai dengan peluang dan ancaman lingkungan
eksternal organisasi (Jatmiko, 2004:4). Sedangkan menurut Tangkilisan (2003:20)
Strategi merupakan suatu proses dimana misi dan tujuan dasar dari organisasi
strategi berhubungan dengan masa depan, menyediakan kepada organisasi
khususnya organisasi pemerintah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan :
1. Peluang apa yang tersedia saat ini dan pada masa depan yang dapat
terlihat?
2. Tantangan apa yang dihadapi oleh pemerintah dalam menjalankan
tujuannya?
3. Apa kekuatan yang dimiliki oleh pemerintah dalam menjalankan
tujuannya tersebut?.
4. Apa kelemahan-kelemahan yang harus di perbaharui?
Sementara itu menurut Hunger dan Wheelen (2003:3) Strategi mempunyai
tiga karakteristik yang pertama Rare yaitu keputusan-keputusan strategis yang
tidak biasa dan khusus, yang tidak dapat ditiru. Kedua Consequentil adalah
keputusan-keputusan strategis yang memasukan sumber daya penting dan
menuntut banyak komitmen. Ketiga, Directive adalah keputusan-keputusan
strategis yang menetapkan keputusan yang dapat ditiru untuk
keputusan-keputusan lain dan tindakan-tindakan di masa yang akan datang untuk organisasi
secara keseluruhan.
Dalam strategi diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang nantinya
pertimbangan tersebut akan dijadikan landasan dalam pembuatan strategi dalam
organisasi. Oleh karena itu menurut Hoffer dan Scheldel (dalam Tangkilisan,
2003:54) mengajukan empat komponen strategi yang perlu dipertimbangkan,
1. Ruang Lingkup (Scope), yaitu ruang gerak interaksi antara organisasi atau
institusi dengan lingkungan eksternalnya, baik masa kini maupun masa
akan datang.
2. Pengarahan sumber daya (Resource deployments), yaitu pola pengarahan
sumber daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran
organisasi atau instansi.
3. Keunggulan kompetitif (Competitive advantage),yaitu posisi unik yang
dikembangkan institusi atau organisasi.
4. Sinergi, yaitu efek bersama dari pengerahan sumber daya atau keputusan
seluruh komponen yang ada mampu bergerak secara terpadu dan efektif.
I.5.1.1. Pendekatan Dasar Mengenali Isu Strategi
Menurut Barry (dalam Bryson, 2005:66) ada tiga pendekatan dasar dalam
mengenali isu strategis, Pertama, Pendekatan langsung (direct approach).
Pendekatan langsung meliputi jalan lurus dari ulasan terhadap mandat, misi, dan
SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) hingga identifikasi isu-isu
strategis. Pendekatan langsung akan sangat baik jika tidak ada visi sebelumnya
dan mengembangkan visi berdasarkan konsesus akan terlalu sulit. Kedua
Pendekatan sasaran (goals approach) Organisasi harus menciptakan sasaran dan
tujuan bagi dirinya sendiri dan mengembangkan strategi untuk mencapainya.
Pendekatan ini dapat bekerja jika ada kesepakatan yang agak luas dan mendalam
tentang sasaran dan tujuan secara rinci dan spesifik untuk memandu
pengembangan strategi. Kemudian isu-isu strategis menyangkut bagaimana yang
Visi Keberhasilan (Vision of Success) Organisasi dapat mengembangkan
gambaran dirinya di masa depan sebagai organisasi berhasil memenuhi misinya.
Isu strategis adalah tentang bagaimana organisasi harus beralih dari jalannya
sekarang menuju bagaimana organisasi memandang dan berjalan sesuai dengan
visinya. Pendekatan visi keberhasilan berguna jika organisasi kesulitan
mengidentifikasikan isu-isu strategis secara langsung, jika tidak ada kesepakatan
sasaran dan tujuannya yang terperinci dan spesifik serta akan kesulitan
mengembangkan strategi, dan jika ada perubahan secara drastis.
I.5.1.2. Langkah-Langkah Proses Perencanaan Strategi
Menurut Gretzky 8 langkah dalam proses perencaan strategi adalah yaitu, Pertama, memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis dengan menegoisiasikan kesepakatan dengan orang-orang penting pembuat keputusan (decision makers) atau pembentuk opini (opinion
leaders) internal dan mungkin eksternal tentang seluruh upaya
perencanaan strategis dan langkah perencanaan yang terpenting. Kedua,
mengidentifikasi mandat organisasi yaitu mandat formal dan informal yang ditempatkan pada organisasi adalah “keharusan” yang dihadapi organisasi. Ketiga, memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi artinya menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas keberadaan organisasi. Memperjelas maksud dapat mengurangi banyak konflik yang tidak perlu dalam organisasi dan organisasi merencanakan jalan masa depan.
Keempat, menilai lingkungan eksternal, peluang, dan ancaman yaitu tim perencanaan harus mengeksplorasikan lingkungan di luar organisasi untuk mengidentifikasikan peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi.
Kelima, menilai lingkungan internal, kekuatan, dan kelemahan. Untuk mengenali kekuatan dan kelemahan internal, organisasi dapat memantau sumber daya (inputs), strategi (process), dan kinerja (outputs). Keenam
mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi artinya organisasi yang menanggapi isu strategis dihadapi dengan cara terbaik dan efektif maka organisasi dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Organisasi yang tidak menanggapi isu strategis dapat mengakibatkan adanya ancaman lenyap dari kelangsungan hidupnya. Isu strategis harus mengandung tiga unsur yang terdiri dari:
1. Isu disajikan dengan ringkas, harus dibingkai menjadi pertanyaan. 2. Faktor yang menyebabkan isu menjadi persoalan kebijakan yang
penting harus di daftar.
Langkah ketujuh, merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Strategi didefinisikan sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan,alokasi sumber daya yang menegaskan bagaimana organisasi, apa yang dikerjakan organsasi, mengapa organisasi harus mengerjakan hal itu. Delapan,
menciptakan visi organisai yang efektif bagi masa depan. Organisasi mengembangkan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya dan mencapai seluruh potensinya (John M. Bryson dalam bukunya Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial 2005: 55)
I.5.1.3. Tantangan Dalam Perencanaan Strategis
Tantangan harus dikenali secara efektif jika perencanaan strategis
bertujuan mengadakan perubahan penting tentang bagaimana organisasi
berhubungan dengan lingkungan internal dan eksternalnya. Jika tantangan berhasil
dihadapi, perencanaan strategis mungkin berhasil diimplementasikan. Tantangan
itu adalah (Bryson, 2005: 227):
1. Masalah manusia adalah manajemen perhatian dan komitmen. Perhatian orang-orang kunci harus difokuskan kepada isu, keputusan, konflik, dan preferensi kebijakan di tempat kunci dalam proses dan hierarki organisasi. 2. Masalah proses adalah manajemen ide strategis. Kearifan yang tidak
konvensional harus diubah menjadi kearifan yang konvensional.
3. Masalah struktural adalah manajemen hubungan bagian dan keseluruhan. Lingkungan internal dan eksternal harus menjadi kaitan yang menguntungkan.
I.5.2. Pelestarian
Pelestarian secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau
kegiatan untuk merawat, melindungi dan mengembangkan objek pelestarian yang
memiliki nilai guna untuk dilestarikan. Namun sejauh ini belum terdapat
pengertian yang baku yang disepakati bersama. Berbagai pengertian dan istilah
pelestarian coba diungkapkan oleh para ahli perkotaan dalam melihat
Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan
bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan
tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang
dikehendaki. (Pasal 1 Angka 7 UU Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung). Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan
Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkannya. (Pasal 1 Angka 22 UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar
Budaya).
I.5.3. Ruang Terbuka Hijau
Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang terbuka (open spaces)
merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat
pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open spaces),
Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public spaces) mempunyai
pengertian yang hampir sama. Secara teoritis pengertian dari ruang terbuka hijau
diantaranya adalah:
1. Ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam kota,
dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau (Trancik,
1986; 61)
2. Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan
kegiatan Olah Raga, pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau
pekarangan (Inmendagri no.14/1988)
3. Fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas
lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting
dalam kegiatan rekreasi.
Kawasan perkotaan memang identik dengan masalah polusi udara yang
disebabkan oleh banyaknya kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar
fosil. Asap yang dihasilkan dari sisa pembakaran mesin kendaraan semakin hari
semakin meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk. Korelasi dari
pertumbuhan tersebut ada yang berdampak positif dan negatif.
Dampak positif dari pertumbuhan pembangunan antara lain meningkatkan
pendapatan asli daerah, munculnya sentra-sentra ekonomi, kesejahteraan
masyarakat meningkat, indeks kualitas pendidikan meningkat. Pada sisi yang lain
dari pertumbuhan pembangunan juga berdampak negatif diantaranya beban kota
makin berat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan,
kualitas lingkungan perkotaan makin rendah, ruang terbuka hijau (RTH) semakin
berkurang akibat pesatnya perkembangan kawasan perumahan dan kawasan
industri yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas ekosistem Kota.
Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Open Spaces) adalah
kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina
untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan
atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk
meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang
berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota. Ruang terbuka hijau yang
ideal adalah 30 % dari luas wilayah sesuai dengan UU No. 26/2007 tentang
penataan ruang menentukan bahwa proporsi RTH kota minimal 30 % dari luas
wilayah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi antagonisme peraturan
pada level pemerintah daerah. Namun terjadi kecenderungan pelaksanaan
kebijakan yang berlawanan, yaitu terjadinya penurunan luas penyediaan RTH di
kota-kota besar di Indonesia. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang
terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka
hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi
publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau
daerah dengan standar-standar yang ada serta meningkatkan kenyamanan,
memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro (halaman rumah, lingkungan
permukiman) maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan); menstimulasi
kreativitas dan produktivitas warga kota; pembentuk faktor keindahan arsitektural;
menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
I.5.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Dalam peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan, RTH memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis dan
fungsi tambahan (ekstrinsik) sebagai berikut :
Pertama, memberi jaminan pendaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi
udara (paru-paru kota). Kedua, pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara
dan air secara alami dapat berlangsung lancar. Ketiga, sebagai peneduh. Keempat,
produsen oksigen. Kelima, penyerap air hujan. Keenam, penyedia habitat satwa.
Ketujuh, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta. Kedelapan, penahan
angin.
Adapun fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu sebagai berikut :
1. Fungsi sosial dan budaya, yaitu menggambarkan ekspresi budaya lokal;
merupakan media komunikasi bagi warga kota; tempat rekreasi; wadah dan
objek pendidikan, penelitian dan pelatihan dalam mempelajari alam.
2. Fungsi ekonomi, yaitu sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga,
buah, daun, sayur mayur; bisa menjadi bagian dari usaha pertanian,
perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
3. Fungsi estetika, yaitu meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan
kota baik dari skala mikro (halaman rumah, lingkungan permukiman) maupun
makro (lansekap kota secara keseluruhan); menstimulasi kreativitas dan
produktivitas warga kota; pembentuk faktor keindahan arsitektural;
menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
Dalam suatu wilayah, empat fungsi utama ini daat dikombinasikan sesuai
dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata
I.5.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Manfaat Ruang Terbuka Hijau berdasarkan fungsinya dibagi atas :
1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu
membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan
mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah)
2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu
pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan
persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan
fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
Ruang terbuka menyangkut semua landscape, elemen keras (hardscape)
yang meliputi jalan, pedestrian, taman-taman dan ruang rekreasi di lingkungan
perkotaan (Shirvani, 1985).
Ruang terbuka dapat berupa tempat-tempat di tengah kota, jalan-jalan,
tempat-tempat belanja (mall) dan taman-taman kecil. Simpulan yang bisa ditarik
dari beberapa pengertian ruang terbuka (openspace) adalah ruang yang terbentuk,
berupa softscape dan hardscape, dengan kepemilikan privat maupun publik untuk
melakukan aktivitas bersama (komunal) dalam konteks perkotaan. Secara garis
besar tipologi ruang terbuka adalah park (taman), square (lapangan), water front
(area yang berbatasan air), street (jalan) dan lost space.
Ruang publik merupakan suatu lokasi yang didesain (walau hanya
minimal) dimana siapa saja mempunyai hak untuk dapat mengaksesnya, interaksi
diantara individu didalamnya tidak terencana dan tanpa kecuali dan tingkah laku
para pelaku didalamnya merupakan subyek tidak lain dari norma sosial
berfungsi secara optimal ketika bisa memenuhi aspek/kaidah seperti etika
(kesusilaan), fungsional (kebenaran) dan estetika/keindahan (Jokomono, 2004)
Aspek etika mengandung pengertian tentang bagaimana sebuah ruang
publik dapat ‘diterima’ keberadaannya dan citra positif seperti apa yang ingin
dimunculkan yang senantiasa melekat dengan keberadaan ruang publik tersebut.
Aspek fungsional setidaknya terdapat tiga faktor yang terkandung, yakni sosial,
ekonomi dan lingkungan.
Faktor sosial merupakan syarat utama menghidupkan ruang publik,
terdapat orang berkumpul dan terjadi interaksi. Selain sosial juga terdapat faktor
lingkungan dimana ligkungan yang nyaman mampu menjadi daya tarik bagi orang
untuk masuk didalamnya. Sedangkan aspek estetika ruang publik terdapat tiga
tingkatan, estetika formal, fenomenologi/ pengalaman dan estetika ekologi.
Estetika formal merupakan estetika dimana obyek keindahan memiliki jarak
dengan subyek. Estetika pengalaman dimana obyek dinikmati dengan partisipasi
atau interaksi dan estetika ekologi, obyek keindahan dinikmati melalui proses
partisipasi dan adaptasi yang memungkinkan kita berkreasi terhadap ruang
tersebut.
I.5.3.3. Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau
Pengertian strategi pelestarian ruang terbuka hijau adalah cara yang
dilakukan dalam transformasi ruangan hijau dengan memperbanyak lingkungan
hijau dalam upaya pemberian kenyamanan dan kesejukan kota oleh pemerintah
Pelestarian ruang terbuka hijau adalah pelindung kota dari polusi dan
memberikan penghijauan kepada lingkungan yang diberikan ruang terbuka hijau
serta pendukung adanya tanaman yang akan memberikan ruang hijau.
Strategi pelestarian ruang terbuka hijaumerupakan salah satu aspek yang
menunjang ekologi perkotaan yang lebih baik. Perkembangan perkotaan yang
sangat pesat dengan pembangunan gedung-gedung dan fasilitas lainnya semakin
menggeser ruang fasilitas umum yang disebut ruang terbuka hijau. Ruang terbuka
hijau merupakan salah satu aspek yang menunjang ekologi perkotaan yang lebih
baik.
Dalam upaya pemerintah melestarikan ruang terbuka hijau hendaknya
juga didukung oleh tindakan dari masyarakat sekitar ruang terbuka hijau, karena
lingkungan terbuka hijau dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar dan seluruhnya.
Pelestarian alam ini selain untuk keindahan estetika, dapat pula berfungsi
perlindungan untuk tata air, terutama pada daerah-daerah perbukitan maupun
kesehatan lingkungan, dan terutama di perkotaan berfungsi sebagai penyerap
polusi udara dan produsen oksigen.
I.5.4. Kebijakan Pemerintah
I.5.4.1. Pengertian Kebijakan
Van Meter dan Van Horn, mendefenisikan kebijakan sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, ataupun
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan
(Agustino,2008).
Selain itu, banyak definisi lain yang dibuat oleh para ahli untuk
menjelaskan arti kebijakan, Thomas Dye dalam Dasar-dasar Kebijakan Publik
menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do), (Agustino,
2008). Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain
dari David Easton, Lasswell dan Kaplan, dan Carl Friedrich.
Easton menyebutkan kebijakan sebagai “kekuasaan mengalokasikani
nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan”, ini mengandung konotasi
tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan
masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup
seluruh masyarakat kecuali pemerintah.
Sementara Lasswel dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana
untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang
diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a projected program of
goals, values and practices). Carl Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok
bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objective), atau
kehendak (purpose).
Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang dijadikan
pedoman atau petunjuk bagi setiap usaha untuk mencapai tujuan, sehingga setiap
kegiatan memiliki kejelasan dalam bergerak. Berikut ini akan dikemukakan
Menurut Lowi dalam bukunya Robert. R. Mayer (1980:6) (Rancangan
Penelitian Kebijakn Penelitian Sosial ) memberikan batasan tentang kebijakan
yaitu : “Kebijakan adalah pernyataan umum yang dibuat oleh otoritas
pemerintahan dengan maksud untuk mempengaruhi perilaku warga Negara
dengan menggunakan sanksi-sanksi yang positif dan negatife.
Bauer dalam buku Robert. R. Mayer (1980:6) memberikan batasan
tentang kebijakan, yaitu : “Kebijakan adalah sebagai suatu keputusan yang
mencakup suatu tindakan yang akan datang atau diharapkan, sebagaimana
berbeda dengan suatu keputusan mengenai suatu pelayanan kognitif atau
evaluatife”.
Dari beberapa teori-teori tersebut di atas menjadi dasar dari penelitian ini
dan dapat disimpulkan bahwa kebijakan menyangkut dalam tiga hal pokok, yaitu:
1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan;
2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan
3. Adanya hasil kegiatan.
I.5.4.2. Pengertian Pemerintah
Di beberapa Negara, pemerintah dan pemerintahan tidak dibedakan
Inggris menyebutnya Government dan Prancis menyebutnya Gouvernment,
keduanya berasal dari bahasa latin Gubernaculum yang dalam bahasa Arab
disebut Hukumat, di Amerika Serikat disebut Administration sedangkan Belanda
mengartikan Regerint sebagai penggunaan kekuasaan Negara oleh yang
berwenang untuk menentukan keputusan dengan kebijaksanaan dalam rangka
Jadi Regeren digunakan untuk istilah pemerintahan pada tingkat Nasional
atau pusat. Bastur diartikan sebagai keseluruhan badan pemerintah dan
kegiatannya yang berlangsung berhubungan dengan usaha mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
Secara etimologis (Inu Kencana Syafiie, 2001: 43-44), menuliskan bahwa
istilah pemerintahan berasal dari akar kata perintah yang kemudian mendapatkan
imbuhan (pe-dan-an). Jika kata perintah mendapat awalan pe-maka hasilnya
adalah kata pemerintah yang tidak lain adalah badan atau organ elit yang
melakukan pekerjaan mengatur dan mengurus dalam suatu Negara. Dan jika kata
pemerintah mendapatkan akhiran -an menjadi kata pemerintahan yang berarti
perihal, cara, perbuatan, atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki
legitimasi tersebut dalam kata dasar perintah terdapat unsur-unsur penting yang
terkandung yaitu:
1. Terdapat dua pihak, yaitu pihak yang memerintah disebut pemerintah dan
pihak yang diperintah disebut rakyat.
2. Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan legitimasi untuk mengatur
dan mengurus rakyat.
3. Pihak yang diperintah memiliki keharusan untuk taat kepada pemerintah yang
sah.
4. Antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah terdapat hubungan
timbal balik baik secara vertikal maupun horizontal.
Lebih lanjut kita dapat mengamati defenisi pemerintah oleh para ahli,
(Inu Kencana Syafiie, 2001: 21-23) menuliskan pandangan para ahli tentang hal
Pemerintah dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara
kedamaian dan keamanan Negara, kedalam dan keluar. Oleh karena itu, pertama,
harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan
angkatan perang, kedua, harus mempunyai kekuatan legislatife atau dalam arti
pembuat undang-undang, ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial atau
kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai
ongkos keberadaan Negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal tersebut
dalam rangka penyelenggaraan kepentingan Negara.
Tidak jauh berbeda dengan hal tersebut, Wilson menyatakan pemerintah
itu adalah suatu pengorganisasian kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan
organisasi kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang yang
dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksud dan tujuan mereka,
dengan hal-hal yang memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum
kemasyarakatan.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat
dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Termasuk di
desa yang memiliki pemerintahan sendiri.
I.5.4.3. Pengertian Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah adalah pemilihan alternatif terbaik dari sekian
banyak alternatif yang bersaing satu sama lain untuk mendominasi yang lainnya,
kegiatan ini berlangsung terus menerus. Hal ini sangat penting untuk mengatasi
lebih menilai apa yang tidak dilaksanakan oleh ketimbang melakukan penilaian
terhadap apa yang telah dilaksanakan oleh pemerintah.
Dapat dibayangkan apabila pemerintah kita saat ini berdiam diri terhadap
kondisi krisis multi dimensional yang sedang menimpa bangsa kita atau terhadap
meningkatnya angka pengangguran, kriminalitas, penyakit, musibah bencana alam
dan lain-lain. Bahkan pemerintah dapat menciptakan pengaturan politik untuk
mencapai konsensus, sehingga pada gilirannya pemerintah dapat mengambil
keuntungan dari peran pengendali, penengah dan pelindung atau protektor dari
konflik tersebut.
Sampai disini kita dapat mengatakan bahwa kebijakan pemerintah dapat
menciptakan situasi dan kondisi, dapat pula terjadi sebaliknya bahwa kebijakan
pemerintah diciptakan oleh situasi dan kondisi, dapat pula terjadi sebaliknya
bahwa kebijakan pemerintah diciptakan oleh situasi dan kondisi.
Faried Ali (2010:2) dalam Studi Tentang Kebijakan Pemerintah,
menguraikan defenisi kebijakan secara rinci. Ia mengungkapkan bahwa Kebijakan
Sebagai studi diartikan sebagai pernyataan kehendak yang diikuti oleh unsur
paksaan atau pengaturan, sehingga dalam pelaksanaanya akan dapat mencapai
tujuan yang dikehendaki.
Maka dalam kerangka tersebut Ia menekankan perlunya kekuasaan
(power) dan wewenang (autority) dalam pelaksanaan kebijakan yang dapat
dipakai untuk membina kerjasama dan meredam serta menyelesaikan berbagai
kemungkinan terjadinya konflik sebagai akibat dari pencapaian kehendak
Suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses
proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan
adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam
proses kebijakan tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh
seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam Leo Agustino (2008:138),
yaitu:
”…adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang”
Dari kutipan tersebut, penulis pahami bahwa memang cukuplah mudah
membuat dan merumuskan suatu kebijakan, namun implementasi dan
pelaksanaannya yang kemudian akan tidak sesuai dengan harapan dan yang
dicita-citakan sebelumnya, terlebih jika berada diatas kepentingan orang banyak.
Mengutip pendapat Thomas R. Dye (Inu Kencana Syafie, 2001:147)
tentang defenisi kebijakan pemerintah, dimana perhatian utama kepemimpinan
pemerintah adalah public policy (kebijakan pemerintah), yaitu apapun juga yang
dipilih pemerinah, apakah mengerjakan sesuatu itu, ataukah tidak mengerjakan
sama sekali (mendiamkan) sesuatu itu.
Pemerintah telah menjadi lokomotif dalam kegiatan bernegara, apapun
yang dipilih oleh pemerintah adalah kebijakannya dan selalu bernaung dibalik
otoritasnya dan kewenangannya, karena sistem perumusan kebijakan disuatu
Negara terdapat beraneka ragam model, tergantung pada situasi dan kondisi serta
sistem pemerintahan yang berlaku pada suatu Negara. Dalam konteks Negara
demokrasi, mengingat pentingnya masalah pengambilan kebijakan maka tidak ada
kebijakan. Perlu kita ketahui bahwa kebijakan itu tidak dibuat lebih berupa sebuah
akumulasi.
Didalam proses kegiatan politik dengan proses kegiatan administrasi
yaitu proses menggerakkan, menghidupkan dan mengembangkan Negara dalam
mengembangkan ciri-ciri bangsa dan Negara, maka kebijakan-kebijakan yang
merupakan reaksi respon atau tanggapan-tanggapan keinginan rakyat, kemauan
bangsa dan kehendak Negara itu diwujudkan dalam sikap-sikap,
langkah-langkah, dan perbuatan-perbuatan yang diterapkan dan dilakukan oleh
pemerintah.
Thomas R. Dye seperti yang dikutip oleh Soenarko lebih lanjut yang
kiranya sesuai dengan jalan pikiran ini dalam bukunya Understanding Public
Policy edisi V yang mengatakan “Public Policy adalah keadaan pemerintah untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu”. Berangkat dari defenisi
tersebut ditegaskan bahwa apa yang diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan
atau tidak dilakukan itulah Public Policy atau kebijakan pemerintah.
Secara sederhana defenisi kebijakan pemerintah menurut Riant Nugroho
(2003) adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan
pemerintah. Lebih lanjut Riant merugikan “sesuatu” bekenaan dengan aturan main
yang terdapat dalam kehidupan bersama baik dalam hubungan antar warga
masyarakat maupun hubungan antar masyarakat dengan pemerintah, “kerja”
hubungan suatu pemilihan keputusan oleh pemerintah yang meliputi aktivitas
perumusan, pelaksanaan dan penilaian kebijakan pemerintah, kemudian
James E Anderson disamping mangemukakan defenisi Thomas R. Dye,
didalam bukunya berjudul “Public Policy Making” mengemukakan pula defenisi
Public Policy dari Robert Eyestone (Soenarko, 2005:42) yaitu Kebijakan
Pemerintah adalah hubungan suatu lembaga pemerintah terhadap lingkungan”. Ini
merupakan defenisi yang sangat luas, yang tentu saja baru memberikan kejelasan
yang masih samar-samar dan orang masih perlu banyak mencari-cari
pengertiannya.
Anderson menyampaikan pula defenisi yang diberiakan oleh Carl J.
Friedrich (Soenarko, 2005:42) yaitu Kebijakan Pemerintah adalah suatu arah
tindakan yang diusulkan seseorang, golongan atau pemerintah dalam suatu
lingkungan dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatannya dalam
rangka mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan kehendak serta tujuan tertentu.
Berdasarkan defenisi-defenisi diatas yang telah dikemukakan beberapa
ahli tersebut, maka akan ditemukan konsep inti kebijakan pemerintah, yaitu :
1. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan pemerintah adalah tindakan
yang dibuat dan dilaksanakan oleh badan pemerintah yang memiliki
wewenang.
2. Sebuah reaksi kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijkan pemerintah
berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkrit yang sedang berkembang
di masyarakat.
3. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijkan pemerintah
biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa
pilihan tindakan atau strategis yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu
4. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan
pemerintah pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan
masalah sosial.
5. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor.
Kebijakn pemerintah berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap
langka-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan.
I.6. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:33). Sehingga dengan konsep maka
peneliti akan bisa memahami unsur-unsur yang ada dalam penelitian baik
variabel, indikator, parameter, maupun skala pengukuran yang dikehendaki.
Untuk dapat menemukan batasan yang lebih jelas maka dapat
menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka
peneliti mengemukakan konsep-konsep antara lain:
1. Strategi
Strategi merupakan suatu cara dimana misi dan tujuan dasar dari organisasi
disusun dengan menggunakan sumber dayanya untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam membuat strategi harus mampu menjawab apa yang
menjadi peluang, kekuatan, kelemahan ancaman dari organisasi/pemerintah.
Strategi memiliki empat komponen yang perlu dipertimbangkan yaitu ruang
2. Pelestarian
Pelestarian adalah suatu usaha atau kegiatan untuk merawat, melindungi dan
mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai guna untuk
dilestarikan.
3. Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang
didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat
tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan
prasarana, dan atau budidaya pertanian.
I.7. Sistematika Penulisan
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.
BAB 2 : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB 3 : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi
penelitian
BAB 4 : PENYAJIANDATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi
BAB 5 : ANALISA DATA
Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan
interpretasi atas masalah permasalahn yang diteliti.
BAB 6 : PENUTUP
BAB II
METODE PENELITIAN
II.1. Bentuk Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
menghendaki suatu informasi dalam bentuk deskripsi dan lebih menghendaki
makna yang berada dibalik deskripsi data tersebut. Menurut Zuriah (2006:47)
penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang
diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian
secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan
saling berhubungan dan menguji hipotesis.
Menurut Bogdan dan Taylor (Meleong, 2007:3) penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasan sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya. Penelitian ini berupaya untuk melakukan deskripsi mengenai
strategi pembangunan perkotaan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh
pihak-pihak yang terkait secara mendalam oleh karena itu penelitian ini dilakukan
II.2. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Medan yang beralamat di Jalan Kapten Maulana Lubis No. 2 Medan. Dinas
Pertamanan Kota Medan yang beralamat di Jalan Pinang Baris No. 114 B. Alasan
penulis menetapkan lokasi penelitian di BAPPEDA dan Dinas Pertamanan karena
persoalan pelestarian Ruang Terbuka Hijau Kota Medan tidak hanya ditangani
oleh satu dinas saja, melainkan terdapat koordinasi antara Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota (BAPPEDA) dengan Dinas Pertamanan dalam
melestarikan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
II.3. Informan Penelitian
Hendrarso (dalam Usman 2009:56) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif
tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang
dilakukan sehingga subyek penelitian yang telah tercermin dalam focus penelitian
ditentukan secara sengaja.
Subyek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan
memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.
Informan penelitian meliputi: informan kunci (key informant), yaitu mereka yang
mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam
penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang
sedang diteliti, informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam
interaksi sosial yang sedang diteliti, informan tambahan, yaitu mereka yang dapat
memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menentukan informan kunci dan
informan utama dengan menggunakan teknik Snowball Sampling yang merupakan
teknik sampling yang banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang
populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan
penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak
lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang
kira-kira bisa dijadikan sampel. Satuan sampling dipilih atau ditentukan
berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. Pengambilan sample untuk
suatu populasi dapat dilakukan dengan cara mencari contoh sampel dari populasi
yang kita inginkan, kemudian dari sample yang didapat dimintai partisipasinya
untuk memilih komunitasnya sebagai sample lagi. Seterusnya sehingga jumlah
sample yang kita inginkan terpenuhi.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menentukan informan dengan
menggunakan teknik Snowball Sampling, yaitu pengambilan sample sumber data
secara sengaja dan dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini, maka
peneliti menggunakan informan yang terdiri dari :
1. Informan kunci (key informan) berjumlah 1 orang
Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan.
2. Informan tambahan, yaitu seseorang yang mengetahui dan memiliki bagian
informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.
Maka yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini adalah :
1. Kepala Seksi Taman dan Dekorasi Dinas Pertamanan Kota Medan
2. Kepala Seksi Penghijauan dan Pembibitan Dinas Pertamanan Kota Medan
II.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam teknik pengumpulan
data, yaitu :
II.4.1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Teknik pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh melalui
kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang
diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari
data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik ini
dilakukan melalui:
1. Metode interview (wawancara), yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan mendalam serta terbuka kepada informan atau
pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang
berhubungan dengan penelitian. Pewawancara adalah orang yang
menggunakan metode wawancara. Sedangkan informan adalah orang yang
diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan merupakan
orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun
fakta dari suatu obyek penelitian (Mungin, 2007:108).
2. Metode observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati
secara langsung terhadap obyek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala
yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan
II.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui pengumpulan bahan-bahan kepustakaan yang dapat mendukung
teknik pengumpulan data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan
dengan menggunakan instrument sebagai berikut :
1. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan
catatan atau dokumen yang ada dilokasi penelitian atau sumber-sumber lain
yang terkait dengan objek penelitian (Bungin.2007:116-117).
2. Studi Kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh dari
berbagai literature seperti buku-buku, karya ilmiah serta pendapat para ahli
yang memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti.
II.5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data dalam penelitian deskriptif ini adalah teknik analisa data
kualitatif, tanpa menggunakan alat bantu rumus statistik. Miles dan Huberman
(dalam Sugiyono, 2007:91), mengemukakan aktivitas dalam analisis data
kualitatif yaitu:
a. Data Reduction/Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penring, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
b. Data Display/Penyajian Data
Dalam penelitian ini, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian ini adalah dengan teks
yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami.
c. Conclusion/Verification
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukanan