• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PELESTARIAN

RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MEDAN

(Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana

(Strata-1)

Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Disusun Oleh :

SILVANA ELSA

090903067

DEPARTEMEN STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini diajukan untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :

Nama : Silvana Elsa

NIM : 090903067

Departemen :Ilmu Administrasi Negara

Judul : Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)

Medan, 08 Juli 2013

Ketua Departemen Dosen Pembimbing, Ilmu Administrasi Negara

Drs. M Husni Thamrin Nst , M.Si. Drs. M Husni Thamrin Nst , M.Si. NIP. 196401081991021001 NIP. 196401081991021001

Dekan , FISIP USU MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala Puji bagi Allah, Sang Maha Pencipta dan Pengatur Alam Semesta,

berkat RidhoNya, penulis akhirnya mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini

yang berjudul “Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi

Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)”.

Dalam menyusun skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang-orang

terdekat, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis

pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak dan Ibu, atas semua doa dan bantuan financial untuk menyelesaikan

perkuliahan penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. Dan juga

selalu memberi semangat dan dukungan disetiap kegiatan perkuliahan

penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Zakaria selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

(4)

5. Ibu Dra. Elita Dewi M.Sp selaku Sekretaris Jurusan Departemen Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

6. Bapak Hatta Ridho S.Sos, M.Sp selaku dosen penguji yang telah banyak

memberi masukan dalam penulisan skripsi.

7. Kak Dian Rahmayani Siregar selaku Staf bagian pendidikan yang telah

banyak membatu penulis dalam mengurus surat penelitian.

8. Kak Mega yang sudah mempermudah segala urusan dalam proses

pengurusan penelitian.

9. Kepala Bidang Taman dan Dekorasi Bapak Ir. Asli M.Si, Kepala Seksi

Taman dan Dekorasi Bapak Yudi Amri, dan Kepala Seksi Penghijauan Dan

Pembibitan Bapak Dessy Anthoni SP, MM yang telah banyak membantu

mempermudah penulis dalam mengumpulan data guna kelengkapan

penyusunan skripsi penulis.

10.Staf Bidang Fisik dan Tata Ruang BAPPEDA Kota Medan Bapak Willy

yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data guna penyusunan

(5)

Kepada orang-orang terdekat yang selalu memberi semangat dan dukungan,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kekasih tersayang dan tercinta Muhammad Yogi Angga Hutama Siregar,

SH yang telah banyak berperan dalam kegiatan perkuliahan hingga

penyusunan skripsi penulis dan selalu memberi kebahagiaan dalam

hidupku.

2. Abangku Ariandi dan adikku Yuri Anggara yang selalu memberi semangat

dan dukungan. Aku sayang kalian.

3. Teman-teman kampusku tersayang Sifra Utami (ciput), Fatma Melia Sinaga

(fatoma) dan Dian Budiana (budi andok) terima kasih banyak

sayang-sayangku slalu memberi semangat dan dukungan, menemani hari-hari

perkuliahanku selama ini dan banyak membantu penulisan skripsi ku.

4. Sahabat terbaikku dari SMP Enggar Dara Gendys (wakgen) yang sudah

menemani aku saat penelitian skripsi ku. Dan juga teman-teman SMP ku

lainnya Raisa Ariani Sirait (inang), Winda Dian Luca (gendut), dan Fanny

Sari Wulandari (panjol) yang telah memberi semangat dan dukungan dalam

penulisan skripsi ku.

5. Teman-teman magangku Lia, Rintin, Ulfa, Eser, Odong, Dwi, Muty,

(6)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh

karena itu segala kritikan dan saran yang membangun dibutuhkan dan akan

diterima dengan baik oleh penulis. Semoga skripsi “Strategi Pelestarian Ruang

Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)” ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013

(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……….. i

Daftar Isi………... ii

Daftar Gambar... iii

Daftar Tabel... iv

Abstrak……….. v

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah………...…….…... 1

I.2. Perumusan Masalah……….………... 7

I.3. Tujuan Penelitian……….………... 7

I.4. Manfaat Penelitian………...….……….…….... 8

I.5. Kerangka Teori………....…... 8

I.5.1. Strategi...………... 9

I.5.1.1. Pendekatan Dasar Mengenali Isu Strategi…... 11

I.5.1.2. Langkah-Langkah Proses Perencanaan Strategi.… 12 I.5.1.3. Tantangan Dalam Perencanaan Strategi……….… 13

I.5.2. Pelestarian………...………..…... 13

I.5.3. Ruang Terbuka Hijau………..……….….…..……... 14

I.5.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau…….………..…….. 16

I.5.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau….…………..…… 18

I.5.3.3. Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau…....…. 19

I.5.4. Kebijakan Pemerintah... 20

(8)

I.5.4.2. Pengertian Pemerintah... 22

I.5.4.3. Pengertian Kebijakan Pemerintah... 24

I.6. Definisi Konsep……….……...……….…. 29

I.7. Sistematika Penulisan………...……….. 30

BAB II METODE PENELITIAN II.1. Bentuk Penelitian…………..……….………..………. 32

II.2. Lokasi Penelitian……….………..…….….. 33

II.3. Informan Penelitian………..…………...……. 33

II.4. Teknik Pengumpulan Data………..…………...…... 35

II.4.1. Teknik Pengumpulan Data Primer………...……. 35

II.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder…………...……… 36

II.5. Teknik Analisa Data ……….…………...…… 36

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1. Gambaran Umum Dinas Pertamanan Kota Medan... 38

III.1.1. Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Pertamanan Kota Medan... 38

III.1.2. Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi Organisasi... 39

III.1.2.1. Sub Dinas Taman/Makam... 39

III.1.3. Visi dan Misi Dinas Pertamanan... 41

III.1.3.1. Visi Dinas Pertamanan... 41

(9)

III.1.4. Tujuan dan Sasaran Dinas Pertamanan... 42

III.1.4.1. Tujuan Dinas Pertamanan... 42

III.1.4.2. Sasaran Dinas Pertamanan... 43

III.1.5. Struktur Organisasi... 44

III.1.6. Hasil Pendataan Dinas Pertamanan... 46

III.2. Gambaran Umum Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan (BAPPEDA)... 48

III.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi BAPPEDA Kota Medan... 48

III.2.2. Struktur Organisasi... 49

III.2.3. Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan... 51

BAB IV PENYAJIAN DATA IV.1. Wawancara dengan Kepala Seksi Taman dan Dekorasi yaitu Bapak Yudi Amri... 54

IV.2. Wawancara dengan Kepala Seksi Penghijauan dan Pembibitan yaitu Bapak Dessy Anthoni, SP, MM... 62

IV.3. Wawancara dengan Staf Bidang Fisik dan Tata Ruang BAPPEDA Kota Medan yaitu Bapak Willy... 64

IV.4. Masyarakat... 79

(10)

V.2. Kendala yang Dihadapi Dalam Pelestarian

Ruang Terbuka Hijau... 83

V.3. Kerjasama Antar Dinas Terkait Dalam Pengelolaan

Dan pelestarian Ruang Terbuka Hijau... 86

BAB VI PENUTUP

VI.1. Kesimpulan... 72

VI.2. Saran... 73

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kondisi Ruang Terbuka Hijau... 55

Gambar 2. Pohon Yang Memiliki Daun Yang Rindang Di

Taman Beringin Kota Medan... 57

Gambar 3. Lapangan Merdeka Memiliki Tempat Untuk Diadakannya

Acara... 59

Gambar 4. Banyak Sepeda Motor Pengunjung Parkir Di Dalam

Taman Beringin Kota Medan... 60

Gambar 5. Pedagang Kaki Lima Yang Berjualan Di Dalam Taman

Beringin... 61

Gambar 6. Lapangan Merdeka Medan Yang Sebagian Lahannya

Dijadikan Pusat Bisnis... 62

Gambar 7. Fungsi Ekologi Ruang Terbuka Hijau... 65

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Proporsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota-Kota Besar... 2

Tabel 2. Berdasarkan Pejabat Struktural... 44

Tabel 3. Berdasarkan Strata Pendidikan Fungsional... 45

Tabel 4. Berdasarkan Golongan... 45

Tabel 5. Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum yang Dikelola Dinas Pertamanan Kota Medan... 46-47 Tabel 6. Kualifikasi Berdasarkan Pendidikan... 51

Tabel 7. Kualifikasi Berdasarkan Golongan... 51

Tabel 8. Kualifikasi Berdasarkan Jabatan... 52

Tabel 9. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan)... 69

Tabel 10. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Badan Lingkungan Hidup)... 70-74 Tabel 11. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Dinas Kebersihan)... 75

Tabel 12. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Dinas Pertamanan)... 75-76 Tabel 13. Berdasarkan Sumber RKPD Kota Medan Tahun 2011 (Badan Perencanaan Pembangunan Kota Medan)... 77

Tabel 14. Berdasarkan Sumber RPJM Kota Medan

(13)

ABSTRAK

STRATEGI PELESTARIAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MEDAN

(Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)

Nama : Silvana Elsa

NIM : 090903067

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Prog. Studi : S1 (Reguler)

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si

Keindahan suatu kota tidak terlepas dari keindahan taman-taman dan pelestarian maupun penghijauan di dalamnya. Hal tersebut dianggap penting karena taman sebagai ruang terbuka hijau diharapkan mampu memberikan rasa nyaman, ketenangan, dan keindahan yang luar biasa bagi masyarakat Kota Medan. Semua hal diatas tidak terlepas bagaimana upaya Pemerintah Kota Medan dalam melestarikan ruang terbuka hijau yang dibutuhkan kota.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pelestarian ruang terbuka hijau di Kota Medan, untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan Dinas Pertamanan dalam melestarikan ruang terbuka hijau dan apa saja kendala yang dihadapi Dinas Pertamanan dalam melestarikan ruang terbuka hijau. Adapun teknik pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan informan yang antara lainnya adalah pegawai yang bersangkutan dan masyarakat sebagai pengguna fasilitas kemudian dianalisis secara deskriptif agar jawaban terhadap permasalahan yang telah diajukan dalam penelitian ini dapat terpecahkan.

Selanjutnya hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan Dinas Pertamanan dalam menjaga dan mempertahankan ruang terbuka hijau dengan penanaman pohon di taman, berm dan median jalan sudah maksimal sesuai peraturan yang berlaku walaupun masih kurangnya dana yang disalurkan untuk pelestarian. Banyaknya bangunan yang berdiri di lahan kosong untuk pusat aktivitas ekonomi dapat menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau di Kota Medan karena dengan mudahnya mengeluarkan izin mendirikan bangunan tanpa peraturan yang tetap dan sah bahwasanya harus menyediakan ruang terbuka hijau. Begitu juga Dinas Kebersian yang harus selalu menjaga kebersihan kota Medan terutama ruang terbuka hijau yang memiliki pengaruh yang besar bagi kelangsungan hidup manusia. Maka harus ada koordinasi yang baik dari pihak yang saling berkaitan.

(14)

ABSTRAK

STRATEGI PELESTARIAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MEDAN

(Studi Pada Dinas Pertamanan Kota Medan)

Nama : Silvana Elsa

NIM : 090903067

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Prog. Studi : S1 (Reguler)

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si

Keindahan suatu kota tidak terlepas dari keindahan taman-taman dan pelestarian maupun penghijauan di dalamnya. Hal tersebut dianggap penting karena taman sebagai ruang terbuka hijau diharapkan mampu memberikan rasa nyaman, ketenangan, dan keindahan yang luar biasa bagi masyarakat Kota Medan. Semua hal diatas tidak terlepas bagaimana upaya Pemerintah Kota Medan dalam melestarikan ruang terbuka hijau yang dibutuhkan kota.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pelestarian ruang terbuka hijau di Kota Medan, untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan Dinas Pertamanan dalam melestarikan ruang terbuka hijau dan apa saja kendala yang dihadapi Dinas Pertamanan dalam melestarikan ruang terbuka hijau. Adapun teknik pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan informan yang antara lainnya adalah pegawai yang bersangkutan dan masyarakat sebagai pengguna fasilitas kemudian dianalisis secara deskriptif agar jawaban terhadap permasalahan yang telah diajukan dalam penelitian ini dapat terpecahkan.

Selanjutnya hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan Dinas Pertamanan dalam menjaga dan mempertahankan ruang terbuka hijau dengan penanaman pohon di taman, berm dan median jalan sudah maksimal sesuai peraturan yang berlaku walaupun masih kurangnya dana yang disalurkan untuk pelestarian. Banyaknya bangunan yang berdiri di lahan kosong untuk pusat aktivitas ekonomi dapat menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau di Kota Medan karena dengan mudahnya mengeluarkan izin mendirikan bangunan tanpa peraturan yang tetap dan sah bahwasanya harus menyediakan ruang terbuka hijau. Begitu juga Dinas Kebersian yang harus selalu menjaga kebersihan kota Medan terutama ruang terbuka hijau yang memiliki pengaruh yang besar bagi kelangsungan hidup manusia. Maka harus ada koordinasi yang baik dari pihak yang saling berkaitan.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Isu mengenai masalah lingkungan hidup semakin menjadi bahasan yang

sangat menarik dewasa ini. Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh

hampir seluruh perkotaan di Indonesia adalah semakin berkurangnya lingkungan

dan ruang publik. Terutama ruang terbuka hijau, kota-kota besar pada umumnya

memiliki ruang terbuka hijau dengan luas dibawah 10% dari luas kota itu sendiri.

Kondisi tersebut sangat jauh dibawah ketentuan pemerintah pada UU No. 26

Tahun 2007 tentang ruang terbuka hijau yang mewajibkan pengelola perkotaan

yang menyediakan ruang terbuka hijau publik dengan luas sekitar 20% dari luas

kota tersebut.

Kurangnya proporsi ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan disebabkan

oleh lebih tingginya permintaan lahan untuk kegiatan perkotaan. Sementara

banyak pihak menganggap ruang terbuka hijau memiliki nilai ekonomi yang lebih

rendah sehingga termarjinalkan. Dengan berlakunya undang-undang tentang

penataan ruang, banyak pemerintah daerah yang merasakan kesulitan dalam

memenuhi ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau publik seluas 20% dari luas

kawasan perkotaan. Kekurangan proporsi ruang terbuka hijau yang ada di

kota-kota di Indonesia disebabkan oleh pembangunan yang tidak merata dan kian

(16)

Berikut merupakan data mengenai luas RTH kota-kota besar di Indonesia :

Tabel 1.

Proporsi RTH di Kota-kota Besar

No Nama Kota Proporsi

Rata-rata luas RTH di kota-kota besar diIndonesia

8,69%

Sumber : Nirwono Joga, Aspek Lingkungan dalam Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan, Presentasi dalam Workshop Nasional Pembangunan Kota yang Berkelanjutan, Medan 13 Februari 2013

Berdasarkan Tabel 1. tentang proporsi ruang terbuka hijau di kota-kota yang

ada di Indonesia, kota-kota besar yang ada di Indonesia belum memenuhi syarat

ruang terbuka hijau seperti yang ditetapkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang. Kota Bogor menjadi satu-satunya kota yang memiliki proporsi

ruang terbuka hijau dengan luas 19,32% dari luas keseluruhan kota. Pembenahan

ruang terbuka hijau yang ada di kota-kota besar di Indonesia mutlak diperlukan

guna memenuhi ketentuan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Dalam upaya memenuhi kekurangan ruang terbuka hijau diperlukan kerja sama di

setiap elemen. Upaya pemenuhan ruang terbuka hijau bukan hanya menjadi tugas

pemerintah, masyarakat pun dituntut agar peduli dengan keberadaan ruang

terbuka hijau dengan menjaga kelestarian ekologis yang ada di dalamnya.

(17)

proporsi ruang terbuka hijau yang kini dirasakan dikota-kota besar mulai tertular

ke kota-kota kecil. Namun, pengelola perkotaan dan masyarakat yang tidak

menghargai nilai Ruang Terbuka Hijau juga masih terlihat banyak kota kecil yang

semakin gersang karena pepohonannya, ditebang untuk pelebaran jalan atau

kegiatan perkotaan lainnya. Perkembangan kota akhir-akhir ini sering kali hanya

berorientasi pada peningkatan aspek ekonomi tanpa mempertimbangkan unsur

ekologi.

Pembangunan gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, serta industri-industri

baik besar maupun industri kecil sangat gencar dilakukan. Namun sebaliknya

maraknya fenomena tersebut tidak terjadi dalam hal pembangunan taman-taman,

hutan kota, kawasan penyangga serta pembangunan lain yang berorientasi pada

keseimbangan lingkungan.

Padahal keseimbangan lingkungan merupakan faktor penting dalam

menciptakan kondisi kota yang sehat dan nyaman. Kejenuhan akibat maraknya

pembangunan serta kompleksnya masalah perkotaan mengakibatkan proses

berpikir akan pentingnya pembangunan kota yang ekologis atau berwawasan

lingkungan. Suatu kota yang ekologis dapat menciptakan peristiwa dimana terjadi

hubungan interaksi yang baik dan saling menguntungkan antara manusia, hewan

dan tumbuhan serta lingkungannya.

Meningkatkan kualitas ekologis suatu kota dapat dilakukan dengan

membentuk Ruang Terbuka Hijau pada kawasan perkotaan. Hal tersebut

ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 Tentang

Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, yang menyatakan bahwa

(18)

mutu lingkungan perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana

penanganan Iingkungan perkotaan serta dapat menciptakan keserasian lingkungan

alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan,

yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan hal ini dapat

juga dirasakan di kota Medan. Menurunnya kualitas permukiman di kota Medan

bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah, berkembangnya kawasan kumuh

yang rentan dengan bencana banjir serta semakin hilangnya ruang terbuka

(Openspace)untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat.

Selama ini keberadaan taman di Medan masih minim. Berdasarkan data

Dinas Pertamanan Pemko Medan, hanya ada 19 taman di kota ini dengan luas

keseluruhan sekitar 124.664 meter persegi dari luas kota Medan yang mencapai

26.510 hektare (ha). Selain itu, Medan hanya memiliki 9 taman air mancur yang

berada di Taman Beringin, Taman Soedirman, Taman Teladan, Tugu Sister City,

Tugu Adipura, Taman Kantor Pos,Taman Guru Patimpus,Taman Juanda,dan

Taman Majestic (http://www.pemkomedan.go.id diakses pada 1 Mei 2013).

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Medan hanya berkisar 7,5%-10%. Wali Kota

Medan Rahudman Harahap mengakui keberadaan taman di kota ini masih minim.

Akibatnya, masyarakat lebih banyak yang memilih mencari lokasi rekreasi

bersama keluarga dengan mengunjungi pusat perbelanjaan modern. Padahal,

perkembangan anak yang selalu mengunjungi mall-mall itu tidak baik

(http://www.pemkomedan.go.id diakses pada 1 Mei 2013).

Pemko Medan berupaya memenuhi taman dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

(19)

Daerah (APBD). Dana ini untuk membeli lahan sekitar 300- 400 meter per tahun

sebagai upaya untuk menambah RTH.

Saat ini pemerintah sudah memiliki Perda Rencana Tata Ruang dan Tata

Wilayah (RTRW) yang mencantumkan adanya 30% RTH. Untuk bisa

mewujudkan hal itu,maka setiap tahun akan dianggarkan dana untuk membeli

lahan sekitar 300-400 meter dan memberikannya kepada stakeholder untuk

dijadikan RTH.

Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat

mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang

sosial, ekonomi, dan budaya. Aktivitas di ruang publik dapat bercerita secara

gamblang seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu masyarakat.

Ruang terbuka menciptakan karakter masyarakat kota. Tanpa ruang-ruang

publik masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat maverick yang

nonkonformis-individualis-asosial, yang anggota-anggotanya tidak mampu

berinteraksi apalagi bekerja sama satu sama lain. Agar efektif sebagai mimbar,

ruang publik haruslah netral. Artinya, bisa dicapai (hampir) setiap penghuni kota.

Tidak ada satu pun pihak yang berhak mengklaim diri sebagai pemilik dan

membatasi akses ke ruang publik sebagai sebuah mimbar politik.

Ciri-ciri atau karakteristik sosial daerah perkotaan dalam konsentrasi

penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan pemerintahan pada tata

ruang perkotaan adalah esensial. Konsentrasi spasial (tata ruang) adalah fakta

utama, lahan perkotaan yang tersedia adalah terbatas, sedangkan kegiatan

perkotaan mengalami pertumbuuhan yang pesat, urbanisasi meningkat,

(20)

lintas), dampaknya terhadap perekonomian adalah ketidakefektivan dan

ketidakefisienan, serta berpengaruh terhadap kesejahteraan warga kota.

Masalah-masalah perkotaan tersebut merupakan objek pembahasan ilmiah secara

terus-menerus dan cenderung bertambah semakin kompleks seiring dengan

pertumbuhan kota yang makin pesat dan makin luas. Masalah perkotaan yang

dihadapi sangat luas, baik masalah makro maupun masalah mikro. Masalah makro

adalah yang berkaitan dengan fungsi kota bagi wilayah sekitarnya, sedangkan

masalah mikro meliputi masalah-masalah internal kota.

Bahwa sesuai Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pasal 11 ayat (2), pemerintah daerah kota mempunyai wewenang dalam

pelaksanaan penataan ruang wilayah kota yang meliputi perencanaan tata ruang

wilayah kota, pemanfaatan ruang wilayah kota dan pengendalian pemanfaatan

ruang wilayah kota. Perencanaan tata ruang wilayah kota harus dilakukan dengan

berasaskan pada kaidah-kaidah perencanaan yang mencakup asas keselarasan,

keserasian, keterpaduan, kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antar wilayah

baik di dalam kota itu sendiri maupun dengan kota sekitarnya. Untuk mendukung

terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, dibutuhkan

regulasi yang mampu melindungi hak dan kewajiban stukeholders dalam menata

ruang kota.

Beberapa peraturan perundang-undangan telah diterbitkan seperti

Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang; PP No 15 tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang; PP No 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata

Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, serta peraturan-peraturan

(21)

perlu untuk diketahui, dipahami, dan dijalankan oleh segenap warga negara.

Untuk itu maka sesuai dengan kewajibannya, pemerintah harus mensosialisasikan

esensi, makna dan substansi peraturan yang terkait dengan penataan ruang

sehingga masyarakat dapat mengetahui dan mengerti peran mereka dalam

penataan ruang (http://www.uupenataanruang.co.id/2007/peraturanpenataankota//)

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diungkapkan diatas,

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Strategi

Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan (Studi Pada Dinas

Pertamanan Kota Medan).”

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan

diatas, maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah

1. Bagaimana Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Medan?

2. Apakah kendala/hambatan yang dihadapi Dinas Pertamanan maupun

Pemerintah Kota Medan dalam pelestarian Ruang Terbuka Hijau di Kota

Medan?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana strategi pelestarian ruang terbuka hijau yang

(22)

2. Untuk mengetahui masalah-masalah atau kendala yang timbul dalam

pelaksanaan pelestarian ruang terbuka hijau yang dilaksanakan oleh Dinas

Pertamanan Kota Medan

I.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dilakukan adalah :

1. Secara Teoritis/Akademis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan

teoritis dan mempertegas wawasan berfikir. Kegiatan penelitian yang

dilakukan dengan baik dan menggunakan kerangka dan metode kepustakaan

akan menambah pengetahuan teoritis maupun memperkaya wawasan dan

pengalaman bagi penulis.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan khasanah ilmu

pengetahuan baik secara umum maupun secara khusus terhadap ilmu

pengetahuan yang dijadikan sebagai dasar penulisan skripsi dan sebagai

syarat untuk mencapai gelar sarjana strata satu.

I.5. Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi, dan proposisi untuk

menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan

(23)

untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena

sosial yang menjadi obyek penelitian (Singarimbun, 1995:18).

Sedangkan kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti

memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok,

subvariabel atau masalah pokok yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2002:92).

Berdasarkan kerangka teori diatas, maka dalam kerangka teori ini penulis

akan mengemukakan teori, gagasan, atau pendapat yang akan dijadikan titik tolak

landasan berfikir dalam penelitian. Adapun yang kerangka teori dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

I.5.1. Strategi

Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang berarti seni

atau ilmu menjadi seorang jendral. Jendral Yunani yang efektif perlu untuk

memimpin tentara, menang perang dan memimpin wilayah, melindungi kota dari

serbuan musuh, menghancurkan musuh. Setiap jenis tujuan memerlukan

pemanfaatan sumber daya yang berbeda. Orang yunani mengetahui bahwa strategi

lebih dari sekedar berperang dalam pertempuran, sejak zaman yunani kuno,

konsep strategi sudah mempunyai komponen perencanaan dan pembuatan

keputusan atau komponen tindakan (Stoner, 1996:267).

Strategi dapat dideskripsikan sebagai suatu cara dimana organisasi akan

mencapai tujuan-tujuannya, sesuai dengan peluang dan ancaman lingkungan

eksternal organisasi (Jatmiko, 2004:4). Sedangkan menurut Tangkilisan (2003:20)

Strategi merupakan suatu proses dimana misi dan tujuan dasar dari organisasi

(24)

strategi berhubungan dengan masa depan, menyediakan kepada organisasi

khususnya organisasi pemerintah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan :

1. Peluang apa yang tersedia saat ini dan pada masa depan yang dapat

terlihat?

2. Tantangan apa yang dihadapi oleh pemerintah dalam menjalankan

tujuannya?

3. Apa kekuatan yang dimiliki oleh pemerintah dalam menjalankan

tujuannya tersebut?.

4. Apa kelemahan-kelemahan yang harus di perbaharui?

Sementara itu menurut Hunger dan Wheelen (2003:3) Strategi mempunyai

tiga karakteristik yang pertama Rare yaitu keputusan-keputusan strategis yang

tidak biasa dan khusus, yang tidak dapat ditiru. Kedua Consequentil adalah

keputusan-keputusan strategis yang memasukan sumber daya penting dan

menuntut banyak komitmen. Ketiga, Directive adalah keputusan-keputusan

strategis yang menetapkan keputusan yang dapat ditiru untuk

keputusan-keputusan lain dan tindakan-tindakan di masa yang akan datang untuk organisasi

secara keseluruhan.

Dalam strategi diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang nantinya

pertimbangan tersebut akan dijadikan landasan dalam pembuatan strategi dalam

organisasi. Oleh karena itu menurut Hoffer dan Scheldel (dalam Tangkilisan,

2003:54) mengajukan empat komponen strategi yang perlu dipertimbangkan,

(25)

1. Ruang Lingkup (Scope), yaitu ruang gerak interaksi antara organisasi atau

institusi dengan lingkungan eksternalnya, baik masa kini maupun masa

akan datang.

2. Pengarahan sumber daya (Resource deployments), yaitu pola pengarahan

sumber daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran

organisasi atau instansi.

3. Keunggulan kompetitif (Competitive advantage),yaitu posisi unik yang

dikembangkan institusi atau organisasi.

4. Sinergi, yaitu efek bersama dari pengerahan sumber daya atau keputusan

seluruh komponen yang ada mampu bergerak secara terpadu dan efektif.

I.5.1.1. Pendekatan Dasar Mengenali Isu Strategi

Menurut Barry (dalam Bryson, 2005:66) ada tiga pendekatan dasar dalam

mengenali isu strategis, Pertama, Pendekatan langsung (direct approach).

Pendekatan langsung meliputi jalan lurus dari ulasan terhadap mandat, misi, dan

SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) hingga identifikasi isu-isu

strategis. Pendekatan langsung akan sangat baik jika tidak ada visi sebelumnya

dan mengembangkan visi berdasarkan konsesus akan terlalu sulit. Kedua

Pendekatan sasaran (goals approach) Organisasi harus menciptakan sasaran dan

tujuan bagi dirinya sendiri dan mengembangkan strategi untuk mencapainya.

Pendekatan ini dapat bekerja jika ada kesepakatan yang agak luas dan mendalam

tentang sasaran dan tujuan secara rinci dan spesifik untuk memandu

pengembangan strategi. Kemudian isu-isu strategis menyangkut bagaimana yang

(26)

Visi Keberhasilan (Vision of Success) Organisasi dapat mengembangkan

gambaran dirinya di masa depan sebagai organisasi berhasil memenuhi misinya.

Isu strategis adalah tentang bagaimana organisasi harus beralih dari jalannya

sekarang menuju bagaimana organisasi memandang dan berjalan sesuai dengan

visinya. Pendekatan visi keberhasilan berguna jika organisasi kesulitan

mengidentifikasikan isu-isu strategis secara langsung, jika tidak ada kesepakatan

sasaran dan tujuannya yang terperinci dan spesifik serta akan kesulitan

mengembangkan strategi, dan jika ada perubahan secara drastis.

I.5.1.2. Langkah-Langkah Proses Perencanaan Strategi

Menurut Gretzky 8 langkah dalam proses perencaan strategi adalah yaitu, Pertama, memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis dengan menegoisiasikan kesepakatan dengan orang-orang penting pembuat keputusan (decision makers) atau pembentuk opini (opinion

leaders) internal dan mungkin eksternal tentang seluruh upaya

perencanaan strategis dan langkah perencanaan yang terpenting. Kedua,

mengidentifikasi mandat organisasi yaitu mandat formal dan informal yang ditempatkan pada organisasi adalah “keharusan” yang dihadapi organisasi. Ketiga, memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi artinya menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas keberadaan organisasi. Memperjelas maksud dapat mengurangi banyak konflik yang tidak perlu dalam organisasi dan organisasi merencanakan jalan masa depan.

Keempat, menilai lingkungan eksternal, peluang, dan ancaman yaitu tim perencanaan harus mengeksplorasikan lingkungan di luar organisasi untuk mengidentifikasikan peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi.

Kelima, menilai lingkungan internal, kekuatan, dan kelemahan. Untuk mengenali kekuatan dan kelemahan internal, organisasi dapat memantau sumber daya (inputs), strategi (process), dan kinerja (outputs). Keenam

mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi artinya organisasi yang menanggapi isu strategis dihadapi dengan cara terbaik dan efektif maka organisasi dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Organisasi yang tidak menanggapi isu strategis dapat mengakibatkan adanya ancaman lenyap dari kelangsungan hidupnya. Isu strategis harus mengandung tiga unsur yang terdiri dari:

1. Isu disajikan dengan ringkas, harus dibingkai menjadi pertanyaan. 2. Faktor yang menyebabkan isu menjadi persoalan kebijakan yang

penting harus di daftar.

(27)

Langkah ketujuh, merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Strategi didefinisikan sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan,alokasi sumber daya yang menegaskan bagaimana organisasi, apa yang dikerjakan organsasi, mengapa organisasi harus mengerjakan hal itu. Delapan,

menciptakan visi organisai yang efektif bagi masa depan. Organisasi mengembangkan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya dan mencapai seluruh potensinya (John M. Bryson dalam bukunya Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial 2005: 55)

I.5.1.3. Tantangan Dalam Perencanaan Strategis

Tantangan harus dikenali secara efektif jika perencanaan strategis

bertujuan mengadakan perubahan penting tentang bagaimana organisasi

berhubungan dengan lingkungan internal dan eksternalnya. Jika tantangan berhasil

dihadapi, perencanaan strategis mungkin berhasil diimplementasikan. Tantangan

itu adalah (Bryson, 2005: 227):

1. Masalah manusia adalah manajemen perhatian dan komitmen. Perhatian orang-orang kunci harus difokuskan kepada isu, keputusan, konflik, dan preferensi kebijakan di tempat kunci dalam proses dan hierarki organisasi. 2. Masalah proses adalah manajemen ide strategis. Kearifan yang tidak

konvensional harus diubah menjadi kearifan yang konvensional.

3. Masalah struktural adalah manajemen hubungan bagian dan keseluruhan. Lingkungan internal dan eksternal harus menjadi kaitan yang menguntungkan.

I.5.2. Pelestarian

Pelestarian secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau

kegiatan untuk merawat, melindungi dan mengembangkan objek pelestarian yang

memiliki nilai guna untuk dilestarikan. Namun sejauh ini belum terdapat

pengertian yang baku yang disepakati bersama. Berbagai pengertian dan istilah

pelestarian coba diungkapkan oleh para ahli perkotaan dalam melihat

(28)

Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan

bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan

tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang

dikehendaki. (Pasal 1 Angka 7 UU Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Bangunan

Gedung). Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan

Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan

memanfaatkannya. (Pasal 1 Angka 22 UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya).

I.5.3. Ruang Terbuka Hijau

Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang terbuka (open spaces)

merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat

pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open spaces),

Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public spaces) mempunyai

pengertian yang hampir sama. Secara teoritis pengertian dari ruang terbuka hijau

diantaranya adalah:

1. Ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam kota,

dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau (Trancik,

1986; 61)

2. Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk

area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam

penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan

(29)

kegiatan Olah Raga, pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau

pekarangan (Inmendagri no.14/1988)

3. Fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas

lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting

dalam kegiatan rekreasi.

Kawasan perkotaan memang identik dengan masalah polusi udara yang

disebabkan oleh banyaknya kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar

fosil. Asap yang dihasilkan dari sisa pembakaran mesin kendaraan semakin hari

semakin meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk. Korelasi dari

pertumbuhan tersebut ada yang berdampak positif dan negatif.

Dampak positif dari pertumbuhan pembangunan antara lain meningkatkan

pendapatan asli daerah, munculnya sentra-sentra ekonomi, kesejahteraan

masyarakat meningkat, indeks kualitas pendidikan meningkat. Pada sisi yang lain

dari pertumbuhan pembangunan juga berdampak negatif diantaranya beban kota

makin berat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan,

kualitas lingkungan perkotaan makin rendah, ruang terbuka hijau (RTH) semakin

berkurang akibat pesatnya perkembangan kawasan perumahan dan kawasan

industri yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas ekosistem Kota.

Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Open Spaces) adalah

kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina

untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan

atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk

meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang

(30)

berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota. Ruang terbuka hijau yang

ideal adalah 30 % dari luas wilayah sesuai dengan UU No. 26/2007 tentang

penataan ruang menentukan bahwa proporsi RTH kota minimal 30 % dari luas

wilayah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi antagonisme peraturan

pada level pemerintah daerah. Namun terjadi kecenderungan pelaksanaan

kebijakan yang berlawanan, yaitu terjadinya penurunan luas penyediaan RTH di

kota-kota besar di Indonesia. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang

terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka

hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi

publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau

daerah dengan standar-standar yang ada serta meningkatkan kenyamanan,

memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro (halaman rumah, lingkungan

permukiman) maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan); menstimulasi

kreativitas dan produktivitas warga kota; pembentuk faktor keindahan arsitektural;

menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak

terbangun.

I.5.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Dalam peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008 tentang

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan

Perkotaan, RTH memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis dan

fungsi tambahan (ekstrinsik) sebagai berikut :

(31)

Pertama, memberi jaminan pendaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi

udara (paru-paru kota). Kedua, pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara

dan air secara alami dapat berlangsung lancar. Ketiga, sebagai peneduh. Keempat,

produsen oksigen. Kelima, penyerap air hujan. Keenam, penyedia habitat satwa.

Ketujuh, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta. Kedelapan, penahan

angin.

Adapun fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu sebagai berikut :

1. Fungsi sosial dan budaya, yaitu menggambarkan ekspresi budaya lokal;

merupakan media komunikasi bagi warga kota; tempat rekreasi; wadah dan

objek pendidikan, penelitian dan pelatihan dalam mempelajari alam.

2. Fungsi ekonomi, yaitu sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga,

buah, daun, sayur mayur; bisa menjadi bagian dari usaha pertanian,

perkebunan, kehutanan dan lain-lain.

3. Fungsi estetika, yaitu meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan

kota baik dari skala mikro (halaman rumah, lingkungan permukiman) maupun

makro (lansekap kota secara keseluruhan); menstimulasi kreativitas dan

produktivitas warga kota; pembentuk faktor keindahan arsitektural;

menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak

terbangun.

Dalam suatu wilayah, empat fungsi utama ini daat dikombinasikan sesuai

dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata

(32)

I.5.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Manfaat Ruang Terbuka Hijau berdasarkan fungsinya dibagi atas :

1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu

membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan

mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah)

2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu

pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan

persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan

fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).

Ruang terbuka menyangkut semua landscape, elemen keras (hardscape)

yang meliputi jalan, pedestrian, taman-taman dan ruang rekreasi di lingkungan

perkotaan (Shirvani, 1985).

Ruang terbuka dapat berupa tempat-tempat di tengah kota, jalan-jalan,

tempat-tempat belanja (mall) dan taman-taman kecil. Simpulan yang bisa ditarik

dari beberapa pengertian ruang terbuka (openspace) adalah ruang yang terbentuk,

berupa softscape dan hardscape, dengan kepemilikan privat maupun publik untuk

melakukan aktivitas bersama (komunal) dalam konteks perkotaan. Secara garis

besar tipologi ruang terbuka adalah park (taman), square (lapangan), water front

(area yang berbatasan air), street (jalan) dan lost space.

Ruang publik merupakan suatu lokasi yang didesain (walau hanya

minimal) dimana siapa saja mempunyai hak untuk dapat mengaksesnya, interaksi

diantara individu didalamnya tidak terencana dan tanpa kecuali dan tingkah laku

para pelaku didalamnya merupakan subyek tidak lain dari norma sosial

(33)

berfungsi secara optimal ketika bisa memenuhi aspek/kaidah seperti etika

(kesusilaan), fungsional (kebenaran) dan estetika/keindahan (Jokomono, 2004)

Aspek etika mengandung pengertian tentang bagaimana sebuah ruang

publik dapat ‘diterima’ keberadaannya dan citra positif seperti apa yang ingin

dimunculkan yang senantiasa melekat dengan keberadaan ruang publik tersebut.

Aspek fungsional setidaknya terdapat tiga faktor yang terkandung, yakni sosial,

ekonomi dan lingkungan.

Faktor sosial merupakan syarat utama menghidupkan ruang publik,

terdapat orang berkumpul dan terjadi interaksi. Selain sosial juga terdapat faktor

lingkungan dimana ligkungan yang nyaman mampu menjadi daya tarik bagi orang

untuk masuk didalamnya. Sedangkan aspek estetika ruang publik terdapat tiga

tingkatan, estetika formal, fenomenologi/ pengalaman dan estetika ekologi.

Estetika formal merupakan estetika dimana obyek keindahan memiliki jarak

dengan subyek. Estetika pengalaman dimana obyek dinikmati dengan partisipasi

atau interaksi dan estetika ekologi, obyek keindahan dinikmati melalui proses

partisipasi dan adaptasi yang memungkinkan kita berkreasi terhadap ruang

tersebut.

I.5.3.3. Strategi Pelestarian Ruang Terbuka Hijau

Pengertian strategi pelestarian ruang terbuka hijau adalah cara yang

dilakukan dalam transformasi ruangan hijau dengan memperbanyak lingkungan

hijau dalam upaya pemberian kenyamanan dan kesejukan kota oleh pemerintah

(34)

Pelestarian ruang terbuka hijau adalah pelindung kota dari polusi dan

memberikan penghijauan kepada lingkungan yang diberikan ruang terbuka hijau

serta pendukung adanya tanaman yang akan memberikan ruang hijau.

Strategi pelestarian ruang terbuka hijaumerupakan salah satu aspek yang

menunjang ekologi perkotaan yang lebih baik. Perkembangan perkotaan yang

sangat pesat dengan pembangunan gedung-gedung dan fasilitas lainnya semakin

menggeser ruang fasilitas umum yang disebut ruang terbuka hijau. Ruang terbuka

hijau merupakan salah satu aspek yang menunjang ekologi perkotaan yang lebih

baik.

Dalam upaya pemerintah melestarikan ruang terbuka hijau hendaknya

juga didukung oleh tindakan dari masyarakat sekitar ruang terbuka hijau, karena

lingkungan terbuka hijau dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sekitar dan seluruhnya.

Pelestarian alam ini selain untuk keindahan estetika, dapat pula berfungsi

perlindungan untuk tata air, terutama pada daerah-daerah perbukitan maupun

kesehatan lingkungan, dan terutama di perkotaan berfungsi sebagai penyerap

polusi udara dan produsen oksigen.

I.5.4. Kebijakan Pemerintah

I.5.4.1. Pengertian Kebijakan

Van Meter dan Van Horn, mendefenisikan kebijakan sebagai

tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, ataupun

(35)

tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan

(Agustino,2008).

Selain itu, banyak definisi lain yang dibuat oleh para ahli untuk

menjelaskan arti kebijakan, Thomas Dye dalam Dasar-dasar Kebijakan Publik

menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do), (Agustino,

2008). Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain

dari David Easton, Lasswell dan Kaplan, dan Carl Friedrich.

Easton menyebutkan kebijakan sebagai “kekuasaan mengalokasikani

nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan”, ini mengandung konotasi

tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan

masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup

seluruh masyarakat kecuali pemerintah.

Sementara Lasswel dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana

untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang

diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a projected program of

goals, values and practices). Carl Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok

bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objective), atau

kehendak (purpose).

Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang dijadikan

pedoman atau petunjuk bagi setiap usaha untuk mencapai tujuan, sehingga setiap

kegiatan memiliki kejelasan dalam bergerak. Berikut ini akan dikemukakan

(36)

Menurut Lowi dalam bukunya Robert. R. Mayer (1980:6) (Rancangan

Penelitian Kebijakn Penelitian Sosial ) memberikan batasan tentang kebijakan

yaitu : “Kebijakan adalah pernyataan umum yang dibuat oleh otoritas

pemerintahan dengan maksud untuk mempengaruhi perilaku warga Negara

dengan menggunakan sanksi-sanksi yang positif dan negatife.

Bauer dalam buku Robert. R. Mayer (1980:6) memberikan batasan

tentang kebijakan, yaitu : “Kebijakan adalah sebagai suatu keputusan yang

mencakup suatu tindakan yang akan datang atau diharapkan, sebagaimana

berbeda dengan suatu keputusan mengenai suatu pelayanan kognitif atau

evaluatife”.

Dari beberapa teori-teori tersebut di atas menjadi dasar dari penelitian ini

dan dapat disimpulkan bahwa kebijakan menyangkut dalam tiga hal pokok, yaitu:

1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan;

2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan

3. Adanya hasil kegiatan.

I.5.4.2. Pengertian Pemerintah

Di beberapa Negara, pemerintah dan pemerintahan tidak dibedakan

Inggris menyebutnya Government dan Prancis menyebutnya Gouvernment,

keduanya berasal dari bahasa latin Gubernaculum yang dalam bahasa Arab

disebut Hukumat, di Amerika Serikat disebut Administration sedangkan Belanda

mengartikan Regerint sebagai penggunaan kekuasaan Negara oleh yang

berwenang untuk menentukan keputusan dengan kebijaksanaan dalam rangka

(37)

Jadi Regeren digunakan untuk istilah pemerintahan pada tingkat Nasional

atau pusat. Bastur diartikan sebagai keseluruhan badan pemerintah dan

kegiatannya yang berlangsung berhubungan dengan usaha mewujudkan

kesejahteraan rakyat.

Secara etimologis (Inu Kencana Syafiie, 2001: 43-44), menuliskan bahwa

istilah pemerintahan berasal dari akar kata perintah yang kemudian mendapatkan

imbuhan (pe-dan-an). Jika kata perintah mendapat awalan pe-maka hasilnya

adalah kata pemerintah yang tidak lain adalah badan atau organ elit yang

melakukan pekerjaan mengatur dan mengurus dalam suatu Negara. Dan jika kata

pemerintah mendapatkan akhiran -an menjadi kata pemerintahan yang berarti

perihal, cara, perbuatan, atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki

legitimasi tersebut dalam kata dasar perintah terdapat unsur-unsur penting yang

terkandung yaitu:

1. Terdapat dua pihak, yaitu pihak yang memerintah disebut pemerintah dan

pihak yang diperintah disebut rakyat.

2. Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan legitimasi untuk mengatur

dan mengurus rakyat.

3. Pihak yang diperintah memiliki keharusan untuk taat kepada pemerintah yang

sah.

4. Antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah terdapat hubungan

timbal balik baik secara vertikal maupun horizontal.

Lebih lanjut kita dapat mengamati defenisi pemerintah oleh para ahli,

(Inu Kencana Syafiie, 2001: 21-23) menuliskan pandangan para ahli tentang hal

(38)

Pemerintah dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara

kedamaian dan keamanan Negara, kedalam dan keluar. Oleh karena itu, pertama,

harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan

angkatan perang, kedua, harus mempunyai kekuatan legislatife atau dalam arti

pembuat undang-undang, ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial atau

kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai

ongkos keberadaan Negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal tersebut

dalam rangka penyelenggaraan kepentingan Negara.

Tidak jauh berbeda dengan hal tersebut, Wilson menyatakan pemerintah

itu adalah suatu pengorganisasian kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan

organisasi kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang yang

dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksud dan tujuan mereka,

dengan hal-hal yang memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum

kemasyarakatan.

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat

dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Termasuk di

desa yang memiliki pemerintahan sendiri.

I.5.4.3. Pengertian Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah adalah pemilihan alternatif terbaik dari sekian

banyak alternatif yang bersaing satu sama lain untuk mendominasi yang lainnya,

kegiatan ini berlangsung terus menerus. Hal ini sangat penting untuk mengatasi

(39)

lebih menilai apa yang tidak dilaksanakan oleh ketimbang melakukan penilaian

terhadap apa yang telah dilaksanakan oleh pemerintah.

Dapat dibayangkan apabila pemerintah kita saat ini berdiam diri terhadap

kondisi krisis multi dimensional yang sedang menimpa bangsa kita atau terhadap

meningkatnya angka pengangguran, kriminalitas, penyakit, musibah bencana alam

dan lain-lain. Bahkan pemerintah dapat menciptakan pengaturan politik untuk

mencapai konsensus, sehingga pada gilirannya pemerintah dapat mengambil

keuntungan dari peran pengendali, penengah dan pelindung atau protektor dari

konflik tersebut.

Sampai disini kita dapat mengatakan bahwa kebijakan pemerintah dapat

menciptakan situasi dan kondisi, dapat pula terjadi sebaliknya bahwa kebijakan

pemerintah diciptakan oleh situasi dan kondisi, dapat pula terjadi sebaliknya

bahwa kebijakan pemerintah diciptakan oleh situasi dan kondisi.

Faried Ali (2010:2) dalam Studi Tentang Kebijakan Pemerintah,

menguraikan defenisi kebijakan secara rinci. Ia mengungkapkan bahwa Kebijakan

Sebagai studi diartikan sebagai pernyataan kehendak yang diikuti oleh unsur

paksaan atau pengaturan, sehingga dalam pelaksanaanya akan dapat mencapai

tujuan yang dikehendaki.

Maka dalam kerangka tersebut Ia menekankan perlunya kekuasaan

(power) dan wewenang (autority) dalam pelaksanaan kebijakan yang dapat

dipakai untuk membina kerjasama dan meredam serta menyelesaikan berbagai

kemungkinan terjadinya konflik sebagai akibat dari pencapaian kehendak

Suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses

(40)

proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan

adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam

proses kebijakan tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh

seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam Leo Agustino (2008:138),

yaitu:

”…adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang”

Dari kutipan tersebut, penulis pahami bahwa memang cukuplah mudah

membuat dan merumuskan suatu kebijakan, namun implementasi dan

pelaksanaannya yang kemudian akan tidak sesuai dengan harapan dan yang

dicita-citakan sebelumnya, terlebih jika berada diatas kepentingan orang banyak.

Mengutip pendapat Thomas R. Dye (Inu Kencana Syafie, 2001:147)

tentang defenisi kebijakan pemerintah, dimana perhatian utama kepemimpinan

pemerintah adalah public policy (kebijakan pemerintah), yaitu apapun juga yang

dipilih pemerinah, apakah mengerjakan sesuatu itu, ataukah tidak mengerjakan

sama sekali (mendiamkan) sesuatu itu.

Pemerintah telah menjadi lokomotif dalam kegiatan bernegara, apapun

yang dipilih oleh pemerintah adalah kebijakannya dan selalu bernaung dibalik

otoritasnya dan kewenangannya, karena sistem perumusan kebijakan disuatu

Negara terdapat beraneka ragam model, tergantung pada situasi dan kondisi serta

sistem pemerintahan yang berlaku pada suatu Negara. Dalam konteks Negara

demokrasi, mengingat pentingnya masalah pengambilan kebijakan maka tidak ada

(41)

kebijakan. Perlu kita ketahui bahwa kebijakan itu tidak dibuat lebih berupa sebuah

akumulasi.

Didalam proses kegiatan politik dengan proses kegiatan administrasi

yaitu proses menggerakkan, menghidupkan dan mengembangkan Negara dalam

mengembangkan ciri-ciri bangsa dan Negara, maka kebijakan-kebijakan yang

merupakan reaksi respon atau tanggapan-tanggapan keinginan rakyat, kemauan

bangsa dan kehendak Negara itu diwujudkan dalam sikap-sikap,

langkah-langkah, dan perbuatan-perbuatan yang diterapkan dan dilakukan oleh

pemerintah.

Thomas R. Dye seperti yang dikutip oleh Soenarko lebih lanjut yang

kiranya sesuai dengan jalan pikiran ini dalam bukunya Understanding Public

Policy edisi V yang mengatakan “Public Policy adalah keadaan pemerintah untuk

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu”. Berangkat dari defenisi

tersebut ditegaskan bahwa apa yang diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan

atau tidak dilakukan itulah Public Policy atau kebijakan pemerintah.

Secara sederhana defenisi kebijakan pemerintah menurut Riant Nugroho

(2003) adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan

pemerintah. Lebih lanjut Riant merugikan “sesuatu” bekenaan dengan aturan main

yang terdapat dalam kehidupan bersama baik dalam hubungan antar warga

masyarakat maupun hubungan antar masyarakat dengan pemerintah, “kerja”

hubungan suatu pemilihan keputusan oleh pemerintah yang meliputi aktivitas

perumusan, pelaksanaan dan penilaian kebijakan pemerintah, kemudian

(42)

James E Anderson disamping mangemukakan defenisi Thomas R. Dye,

didalam bukunya berjudul “Public Policy Making” mengemukakan pula defenisi

Public Policy dari Robert Eyestone (Soenarko, 2005:42) yaitu Kebijakan

Pemerintah adalah hubungan suatu lembaga pemerintah terhadap lingkungan”. Ini

merupakan defenisi yang sangat luas, yang tentu saja baru memberikan kejelasan

yang masih samar-samar dan orang masih perlu banyak mencari-cari

pengertiannya.

Anderson menyampaikan pula defenisi yang diberiakan oleh Carl J.

Friedrich (Soenarko, 2005:42) yaitu Kebijakan Pemerintah adalah suatu arah

tindakan yang diusulkan seseorang, golongan atau pemerintah dalam suatu

lingkungan dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatannya dalam

rangka mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan kehendak serta tujuan tertentu.

Berdasarkan defenisi-defenisi diatas yang telah dikemukakan beberapa

ahli tersebut, maka akan ditemukan konsep inti kebijakan pemerintah, yaitu :

1. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan pemerintah adalah tindakan

yang dibuat dan dilaksanakan oleh badan pemerintah yang memiliki

wewenang.

2. Sebuah reaksi kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijkan pemerintah

berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkrit yang sedang berkembang

di masyarakat.

3. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijkan pemerintah

biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa

pilihan tindakan atau strategis yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu

(43)

4. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan

pemerintah pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan

masalah sosial.

5. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor.

Kebijakn pemerintah berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap

langka-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan.

I.6. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat

perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:33). Sehingga dengan konsep maka

peneliti akan bisa memahami unsur-unsur yang ada dalam penelitian baik

variabel, indikator, parameter, maupun skala pengukuran yang dikehendaki.

Untuk dapat menemukan batasan yang lebih jelas maka dapat

menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka

peneliti mengemukakan konsep-konsep antara lain:

1. Strategi

Strategi merupakan suatu cara dimana misi dan tujuan dasar dari organisasi

disusun dengan menggunakan sumber dayanya untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Dalam membuat strategi harus mampu menjawab apa yang

menjadi peluang, kekuatan, kelemahan ancaman dari organisasi/pemerintah.

Strategi memiliki empat komponen yang perlu dipertimbangkan yaitu ruang

(44)

2. Pelestarian

Pelestarian adalah suatu usaha atau kegiatan untuk merawat, melindungi dan

mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai guna untuk

dilestarikan.

3. Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang

didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat

tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan

prasarana, dan atau budidaya pertanian.

I.7. Sistematika Penulisan

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB 2 : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB 3 : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi

penelitian

BAB 4 : PENYAJIANDATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi

(45)

BAB 5 : ANALISA DATA

Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan

interpretasi atas masalah permasalahn yang diteliti.

BAB 6 : PENUTUP

(46)

BAB II

METODE PENELITIAN

II.1. Bentuk Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif

menghendaki suatu informasi dalam bentuk deskripsi dan lebih menghendaki

makna yang berada dibalik deskripsi data tersebut. Menurut Zuriah (2006:47)

penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang

diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian

secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan

saling berhubungan dan menguji hipotesis.

Menurut Bogdan dan Taylor (Meleong, 2007:3) penelitian kualitatif adalah

tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental

bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasan sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam

peristilahannya. Penelitian ini berupaya untuk melakukan deskripsi mengenai

strategi pembangunan perkotaan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh

pihak-pihak yang terkait secara mendalam oleh karena itu penelitian ini dilakukan

(47)

II.2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota

Medan yang beralamat di Jalan Kapten Maulana Lubis No. 2 Medan. Dinas

Pertamanan Kota Medan yang beralamat di Jalan Pinang Baris No. 114 B. Alasan

penulis menetapkan lokasi penelitian di BAPPEDA dan Dinas Pertamanan karena

persoalan pelestarian Ruang Terbuka Hijau Kota Medan tidak hanya ditangani

oleh satu dinas saja, melainkan terdapat koordinasi antara Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kota (BAPPEDA) dengan Dinas Pertamanan dalam

melestarikan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

II.3. Informan Penelitian

Hendrarso (dalam Usman 2009:56) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif

tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang

dilakukan sehingga subyek penelitian yang telah tercermin dalam focus penelitian

ditentukan secara sengaja.

Subyek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan

memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Informan penelitian meliputi: informan kunci (key informant), yaitu mereka yang

mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam

penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang

sedang diteliti, informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam

interaksi sosial yang sedang diteliti, informan tambahan, yaitu mereka yang dapat

memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial

(48)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menentukan informan kunci dan

informan utama dengan menggunakan teknik Snowball Sampling yang merupakan

teknik sampling yang banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang

populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan

penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak

lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang

kira-kira bisa dijadikan sampel. Satuan sampling dipilih atau ditentukan

berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. Pengambilan sample untuk

suatu populasi dapat dilakukan dengan cara mencari contoh sampel dari populasi

yang kita inginkan, kemudian dari sample yang didapat dimintai partisipasinya

untuk memilih komunitasnya sebagai sample lagi. Seterusnya sehingga jumlah

sample yang kita inginkan terpenuhi.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menentukan informan dengan

menggunakan teknik Snowball Sampling, yaitu pengambilan sample sumber data

secara sengaja dan dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini, maka

peneliti menggunakan informan yang terdiri dari :

1. Informan kunci (key informan) berjumlah 1 orang

Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan.

2. Informan tambahan, yaitu seseorang yang mengetahui dan memiliki bagian

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.

Maka yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini adalah :

1. Kepala Seksi Taman dan Dekorasi Dinas Pertamanan Kota Medan

2. Kepala Seksi Penghijauan dan Pembibitan Dinas Pertamanan Kota Medan

(49)

II.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam teknik pengumpulan

data, yaitu :

II.4.1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh melalui

kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang

diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari

data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik ini

dilakukan melalui:

1. Metode interview (wawancara), yaitu dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan mendalam serta terbuka kepada informan atau

pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang

berhubungan dengan penelitian. Pewawancara adalah orang yang

menggunakan metode wawancara. Sedangkan informan adalah orang yang

diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan merupakan

orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun

fakta dari suatu obyek penelitian (Mungin, 2007:108).

2. Metode observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati

secara langsung terhadap obyek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala

yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan

(50)

II.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang

dilakukan melalui pengumpulan bahan-bahan kepustakaan yang dapat mendukung

teknik pengumpulan data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan

dengan menggunakan instrument sebagai berikut :

1. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan

catatan atau dokumen yang ada dilokasi penelitian atau sumber-sumber lain

yang terkait dengan objek penelitian (Bungin.2007:116-117).

2. Studi Kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh dari

berbagai literature seperti buku-buku, karya ilmiah serta pendapat para ahli

yang memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti.

II.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian deskriptif ini adalah teknik analisa data

kualitatif, tanpa menggunakan alat bantu rumus statistik. Miles dan Huberman

(dalam Sugiyono, 2007:91), mengemukakan aktivitas dalam analisis data

kualitatif yaitu:

a. Data Reduction/Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penring, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan

(51)

b. Data Display/Penyajian Data

Dalam penelitian ini, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian ini adalah dengan teks

yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa

yang telah dipahami.

c. Conclusion/Verification

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada

tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukanan

Gambar

Tabel 1.
NO Tabel 4. GOLONGAN
NO Tabel 5. NAMA FASOS/FASUM
Tabel 6.
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Apa alasan utama para investor banyak yang memutuskan untuk menggunakan jasa para perusahaan investasi dan reksa dana dalam melakukan investasi? Dan apakah alasan para

Bedanya game ini berisi huruf A sampai Z, bila huruf tersebut terkena dengan bola, maka akan mengeluarkan suara yang sesuai dengan bentuk huruf tersebut dan tugas pemain adalah

Volume Usaha (Rp. Juta ) DATA KERAGAAN KOPERASI KABUPATEN / KOTA. PROVINSI SUMATERA BARAT KEADAAN : 30

The goal of this essay, based on the case study of the Bardon Grange Allotment Project (BGAP) that was initiated by Leeds Student Un- ion (LSU) in January 2009, is to understand

Pelacakan pergerakan wajah dengan wire frame 3 dimensi ini menggunakkan model wire frame wajah yang merupakan kumpulan titik koordinat dalam 3 dimensi untuk mengestimasi pose dari

pattern yang salah. Tabel 5.22 terlihat hasil pencocokkan string pada Aplikasi Istilah Akuntansi menggunakan Algoritma Reverse Colussi.. Gambar 6 Form menu Utama. Pada

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas aset tetap dan pertumbuhan perusahaan merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas aset tetap dan pertumbuhan perusahaan merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi