• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras Dalam Rangka Pencapaian Ketahanan Pangan di Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras Dalam Rangka Pencapaian Ketahanan Pangan di Kabupaten Langkat"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Harga Gabah Kering Panen (GKP) Di Kabupaten Langkat Tahun 2004-2014 (Rp/kg)

Tahun

Bulan

Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov Des Min Max Mean stdev cv (stdev/mean) (%) 2004 1200 1125 1100 1150 1275 1375 1425 1450 1450 1450 1450 1450 1100 1450 1325,00 144,60 10,91 2005 1300 1500 1600 1650 1700 1600 1650 1650 1800 1800 1800 1800 1300 1800 1654,17 148,41 8,97 2006 2150 1950 2000 2000 2000 2050 2050 2050 2050 2050 2050 2050 1950 2150 2037,50 48,27 2,37 2007 2175 2180 2200 2200 2200 2225 2200 2225 2175 2150 2150 2175 2150 2225 2187,92 24,81 1,13 2008 2600 2600 2600 2700 2600 2400 2400 2400 2400 2400 2400 2400 2400 2700 2491,67 116,45 4,67

2009 2800 2800 2800 2775 2775 2800 2800 2800 2625 2625 2625 2625 2625 2800 2737,50 83,60 3,05

2010 2833 2833 2817 2817 2817 2750 2800 2833 3000 2967 3033 3400 2750 3400 2908,33 177,86 6,12 2011 3200 3000 2800 2800 2800 2800 3000 3200 3200 3300 3300 3300 2800 3300 3058,33 215,15 7,03 2012 3300 3267 3333 3400 3383 3483 3583 3583 3517 3417 3650 3683 3267 3683 3466,58 138,07 3,98 2013 3650 3450 3617 3450 3567 3900 3950 3817 3483 3467 3650 3833 3450 3950 3652,83 181,69 4,97 2014 4050 3950 3917 3967 3983 3983 4050 4117 4033 4133 4383 4483 3917 4483 4087,42 174,98 4,28

(3)

Lampiran 2. Harga Beras IR 64 Di Kabupaten Langkat Tahun 2004-2014 (Rp/kg)

Tahun

Bulan

Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov Des Min Max Mean stdev cv (stdev/mean) (%) 2004 3000 3033 3000 3000 3000 3000 3000 3050 3100 3000 3000 3019 3000 3100 3016,83 30,97 1,03 2005 3019 3038 3508 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3650 3700 3019 3700 3451,25 208,64 6,05 2006 4300 4500 4389 4300 4300 4300 4320 4320 4483 4480 4700 4700 4300 4700 4424,33 150,49 3,40 2007 5000 5120 5533 5420 5378 5500 5383 5500 5500 5400 4850 5210 4850 5533 5316,17 221,88 4,17 2008 5550 5691 5800 5800 5600 5700 5800 5800 5800 5800 5700 5800 5550 5800 5736,75 88,61 1,54

2009 5914 6000 5500 5927 5650 5800 5920 6000 5750 5750 5800 5800 5500 6000 5817,58 146,88 2,52

2010 6500 6500 6750 5800 5800 5800 6400 6400 6500 6500 7000 7650 5800 7650 6466,67 531,86 8,22 2011 8625 8825 7875 7500 7525 7875 8100 8000 8025 8000 8175 8275 7500 8825 8066,67 386,32 4,79 2012 8250 8300 8050 8000 8000 8000 8125 8825 8600 8525 8500 8500 8000 8825 8306,25 279,84 3,37 2013 9326 9439 9255 9266 9074 9084 9404 10076 9137 9436 9264 9326 9074 10076 9340,58 263,05 2,82 2014 9770 9460 9740 9528 9399 8971 8742 9267 9047 9167 9196 9307 8742 9770 9299,50 303,79 3,27

(4)

Lampiran 3. Hasil Uji Beda Rata-rata T-test Nilai Stabilitas Harga Gabah Sebelum dan Sesudah Program P-LDPM Di Kabupaten Langkat

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Sebelum Program P-LDPM 5.6100 5 4.20806 1.88190

Sesudah Program P-LDPM 5.2760 5 1.28005 .57246

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig.

(2-tailed) Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Sebelum Program

P-LDPM - Sesudah

Program P-LDPM

(5)

Lampiran 4. Hasil Uji Beda Rata-rata T-test Nilai Stabilitas Harga Beras Sebelum dan Sesudah Program P-LDPM Di Kabupaten Langkat

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Sebelum Program P-LDPM 3.2380 5 2.03474 .90996

Sesudah Program P-LDPM 4.4940 5 2.20989 .98829

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig.

(2-tailed) Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

Pair 1 Sebelum Program

P-LDPM - Sesudah

Program P-LDPM

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bustanul. 2009. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta

Bappenas. 2015. Pangan. Jakarta

Badan Ketahanan Pangan Riau. 2013. Pedoman Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyrakat. Riau

Badan Ketahanan Pangan Semarang. 2014. Rumusan Pertemuan Sinkronisasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Ketahanan Pangan Tingkat Kabuaten/Kota Wilayah I (Jawa dan Sumatera). Semarang.

Badan Ketahanan Pangan, Kementrian Pertanian. 2013. Pedoman Pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2013. Jakarta

Badan Ketahanan Pangan Jakarta. 2015. Pedoman Pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran Badan Ketahanan Pangan 2015. Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan. 2011. Evaluasi Program Pangan Lokal Non Beras Untuk Ketahanan Pangan Di Sumatera Utara. Sumatera Utara Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2015. Sumataera Utara Dalam Angka

2015. Sumatera Utara

Dawe, David. 2001. How Far Down the Path to Free Trade? The Importance of Rice Price Stabilization in Developing Asia. Food Policy, Vol 26, hal 153-175.

Dewan Ketahanan Pangan, Kementrian Pertanian dan World Food Programming (WFP). 2015. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015 : Versi Rangkuman 2015. Jakarta

FAO. 1986. Rice Development Policy : an analysis of the options for meeting future rice consumption requirements in Papua New Guinea, in

cooperation with the Papua New Guinea Departmet of Primary Industry,

Port Moresby

Hanani, Nuhfil. 2009. Ketahanan Pangan. Universitas Brawijaya : Malang

(7)

Jayne, Thomas S. 2004. Food Marketing and Price Stabilization Policies in Eastern and Southern Africa : A Review of Experience and Lessons Learned. World Bank Conference, Washington D.C.

Jordan, H., Grove, B., Jooste, A., dan Alemu, Z.G. 2007. Measuring the Price Volatility of Certain Field Crops in South Africa Using the ARCH/GARCH Approach Agrekon, 46(3), 306-322

Kemendag Republik Indonesia. 2013. Kajian Peran kebijakan Perdagangan Dalam Rangka Percepatan Swasembada Pangan. Jakarta

Nurhemi, Shinta R.I. Soekro dan Guruh Suryani R. 2014. Pemetaan Ketahanan Pangan Di Indonesia : Pendekatan TFP dan Indeks Ketahanan Pangan. Bank Indonesia : Jakarta

Pujiasmanto, Bambang. 2013. Perkuat Ketahanan Pangan Nasional Kita. Universitas Sebelas Maret : Surakarta

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Buletin Konsumsi Pangan Volume 5 No. 1, Tahun 2014. Jakarta

Resnia. 2009. Kebijakan Stabilisasi Beras. Balitbang : Jakarta

Sadoulet, E and A.de Janvry. 1995. Quantitative Development Policy Analysis. John Hopkins Univ. Press : Baltimor dan London

Soemarno. 2012. Kompendium Kajian Lingkungan dan Pembangunan Ketahanan

Pangan. PPSUB : Malang

Solikah, U. N. 2007. Persepsi Petani terhadap Peran Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) Dalam Usahatani Padi di Kecamatan Sukoharjo

Kabupaten Sukoharjo, diakses 15 Oktober 2015 dari

(http:/h0404055.wordpress.com/2007/04/07.pdf)

Sunaryo, T. 2001. Ekonomi Manajerial Aplikasi Teori Ekonomi Mikro. Erlangga : Jakarta

Surono, Indro. 1998. Inefisiensi Tataniaga Beras dan Nasib petani.Wacana No. 13/September-Oktober 1998

Syarief, Y. A.2007. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) di Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal Ilmiah ESAI Volume 3 edisi khusus Dies Natalis Polinela.

Tatiek. 2013. Lembaga, Saluran dan Fungsi Pemasaran Dalam Tataniaga Agroproduk. Universitas Brawijaya: Malang

Timmer, P.C. 2003. Agriculture and Economic Development. Published Paper no. 1, Indonesian Food Policy Program

(8)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pemilihan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Langkat. Daerah penelitian ditetapkan dengan metode purposive (sengaja) yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun, 1989). Adapun yang menjadi pertimbangan ialah karena Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah sentra produksi padi dan penerima bantuan Program P-LDPM (Penguatan Lembaga Distribusi Pangan) di Sumatera Utara.

Tabel 2. Daerah Penerima Bantuan P-LDPM di Sumatera Utara Pada Tahun 2009

No. Kabupaten/Kota Jumlah Gapoktan

1 Langkat 6

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2015

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series dengan

(9)

dengan pihak instansi terkait seperti Kepala (BKP) Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara dan Kabag Distribusi BKP (Badan Ketahanan Pangan) Sumatera Utara.

3.3 Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah pertama dan keempat digunakan metode deskriptif dengan mengumpulkan informasi tentang Program P-LDPM (Penguatan Lembaga Distribusi Pangan) yaitu pengucuran dana Program P-LDPM serta alternatif kebijakan yang dapat mempercepat pencapaian Program P-LDPM di Kabupaten Langkat.

Untuk identifikasi masalah kedua dan ketiga, digunakan metode komparatif, yaitu uji beda rata-rata berpasangan (paired sample t-test) dengan bantuan SPSS untuk menguji ada tidaknya perbedaan rata-rata stabilisasi harga gabah dan beras sebelum adanya Program P-LDPM dan sesudah adanya Program P-LDPM di Kabupaten Langkat.

Uji perbedaan rata-rata dua sampel berpasangan atau uji paired sample t test

digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan rata- rata untuk dua sampel yang berpasangan. Adapun yang dimaksud berpasangan adalah data pada sampel kedua merupakan perubahan atau perbedaan dari data sampel pertama atau dengan kata lain sebuah sampel dengan subjek sama mengalami dua perlakuan.

(10)

Hipotesis yang diajukan adalah:

• H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata stabilitas harga gabah sebelum dan sesudah Program P-LDPM.

H1 : Ada perbedaan yang nyata stabilitas harga gabah sebelum dan sesudah Program P-LDPM.

• H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata stabilitas harga beras sebelum dan sesudah Program P-LDPM.

H1 : Ada perbedaan yang nyata stabilitas harga beras sebelum dan sesudah Program P-LDPM.

3.4 Definisidan Batasan Operasional 3.4.1 Definisi Operasional

1. Dampak adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu keadaan atau kondisi, dalam hal ini dilihat bagaimana dampak Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) terhadap stabilisasi harga gabah dan beras.

2. Harga gabah adalah harga rata-rata gabah di tingkat petani dengan jenis gabah kering panen.

3. Harga beras adalah harga beras dengan jenis IR-64.

4. Paceklik adalah musim kekurangan bahan makanan yang biasanya terjadi pada musim kemarau panjang atau ketika bencana alam yang mengakibatkan gagal panen pada padi.

(11)

6. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) adalah bagian dari Pengembangan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan pada Program Peningkatan Ketahanan Pangan tahun 2009 yang bertujuan untuk memperkuat cadangan pangan Gapoktan dan stabilisasi harga gabah/beras.

7. Dana bantuan sosial adalah uang yang ditransfer langsung kepada Gapoktan untuk pembangunan dan penguatan unit usaha distribusi hasil pertanian atau unit usaha pemasaran dan atau unit usaha pengolahan serta pengelolaan cadangan pangan.

8. Stabilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya lonjakan harga beras yang dapat meresahkan masyarakat setelah melakukan upaya pemantauan dan evaluasi perkembangan harga beras.

9. Gabungan kelompok tani (Gapoktan) adalah gabungan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.

10. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) adalah harga pembelian pemerintah untuk komoditas gabah/beras sesuai dengan instruksi presiden tentang perberasan. 11. Stabilitas harga adalah nilai koefisien keragaman (CV) yang dinyatakan dalam persen.

3.4.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian dilakukan di Kantor Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Langkat dan Kantor Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara.

(12)
(13)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Letak dan Geografis

Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang berada di Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Langkat berada pada 30 14’ – 40 13’ LU dan 970 52’- 980 45’ BT. Kabupaten ini berada 4m – 105m dari permukaan laut. Kabupaten ini mempunyai luas sekitar 6.263,39 km2 yang terdiri dari 23 Kecamatan dan 240 Desa serta 37 Kelurahan. Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Kabupaten Langkat, luas daerah terbesar adalah kecamatan Bahorok dengan luas 1.101,83 km2 atau 17,59% diikuti kecamatan Batang Serangan denan luas 899,38 km2 atau 14,36%. Sedangkan luas daerah terkecil adalah kecamatan Binjai dengan luas 42,05 km2 atau 0,67% dari total luas wilayah Kabupaten Langkat. Secara administratif Kabupaten langkat mempunyai batas-batas sebagai berikut :

-Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh dan Selat Malaka - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo

- Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Aceh

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai

(14)

4.1.2 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Langkat pada tahun 2014 tercatat berjumlah 1.005.965 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Langkat menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2014

No. Umur Jumlah (Jiwa)

Sumber : BPS Kabupaten Langkat Dalam Angka (2015)

(15)

Jumlah penduduk menurut agama yang dianut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Agama Tahun 2014

No. Agama Jumlah (Jiwa)

1 Islam 876.405

2 Katholik 3.997

3 Kristen 75.001

4 Hindu 409

5 Budha 7.676

6 Khong Hu Chu 20

7 Lainnya 271

Jumlah 1.005.965

Sumber : BPS Kabupaten Langkat Dalam Angka (2015)

(16)

Distribusi penduduk menurut pendidikan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Tahun 2014

No. Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 183.040 44,79

Sumber : BPS Kabupaten Langkat Dalam Angka (2015)

Dari Tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa penduduk Kabupaten Langkat sebagian besar yang berpendidikan tidak tamat SD sebanyak 183.040 jiwa (44,79%), yang berpendidikan SLTP sebanyak 93.693 jiwa (22,93%), yang berpendidikan SLTA sebanyak 65.216 jiwa (15,96%), yang berpendidikan SMK sebanyak 45.660 jiwa (11,17%), yang berpendidikan S1 sebanyak 14.098 jiwa (3,44%), sedangkan yang berpendidikan D-3 hanya 6.975 jiwa (1,71%).

Distribusi penduduk menurut mata pencaharian yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2014 No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Pertanian 105.224 51,17

2 Industri 15.849 7,71

3 Jasa 84.555 41,12

Jumlah 205.628 100

Sumber : BPS Kabupaten Langkat Dalam Angka (2015)

(17)

sedangkan industri jumlahnya adalah paling sedikit yaitu sebanyak 15.849 jiwa (7,71%).

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 7. Sarana dan Prasarana Kabupaten Langkat Tahun 2014 No. Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (unit) 1 Sarana Ibadah

2 Sarana Kesehatan

Rumah Sakit 6

Puskesmas 30

Puskesmas Pembantu 171

Posyandu 1.308

Sumber : BPS Kabupaten Langkat Dalam Angka (2015)

(18)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Teknis Pencairan Dana Program P-LDPM Di Kabupaten Langkat 5.1.1 Rencana Teknis Pencairan Dana Program P-LDPM

Program P-LDPM merupakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian yang dimulai pada taun 2009 dalam untuk mewujudkan stabilisasi harga pangan di tingkat petani dan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani. Kebijakan tersebut diarahkan untuk: (a) mendukung upaya petani memperoleh harga produksi yang lebih baik disaat panen raya; (b) meningkatkan kemampuan petani memperoleh nilai tambah produksi pangan dan usahanya melalui kegiatan pengolahan/pengepakan/pemasaran sehingga terjadi perbaikan pendapatan di tingkat petani; dan (c) memperkuat kemampuan Gapoktan dalam melakukan pengelolaan cadangan pangan sehingga mampu mendekatkan akses pangan pada saat menghadapi paceklik kepada anggota petani yang tergabung dalam wadah Gapoktan.

(19)

1) Dana untuk pembangunan atau renovasi gudang milik Gapoktan untuk penyimpanan pangan sebesar Rp 50.000.000

2) Dana untuk penguatan Gapoktan untuk dapat melakukan pengadaan gabah/beras atau pangan pokok lokal spesifik lainnya sebagai cadangan pangan sebesar Rp 30.000.00

3) Dana untuk penguatan modal usaha Gapoktan untuk dapat melakukan pembelian-penjualan gabah/beras dari petani anggotanya atau di luar anggotanya pada saat panen raya minimal sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah/beras sebesar Rp 70.000.000

Untuk tahap pengembangan dana Bansos sebesar Rp. 75.000.000 per Gapoktan yang akan disalurkan ke Gapoktan pada tahap pengembangan (tahun kedua) yang sudah dievaluasi kelayakannya untuk mendapat tambahan modal dari Bansos tahun kedua. Komponen kegiatan untuk dana Bansos tahun kedua antara lain: 1) Pembelian-penjualan gabah/beras dari petani anggotanya atau di luar

anggotanya pada saat panen raya.

2) pengadaan gabah/beras atau pangan pokok lokal spesifik lainnya dalam rangka memperkuat cadangan pangan.

(20)
(21)

Gambar 3. Alur Pencairan Dana Bansos Program P-LDPM

No Aktivitas Kelompok

tani 1 Pembentukan Gapoktan

2 Pembuatan rekening gapoktan

3 Pemenuhan persyaratan bansos P-LDPM

4 Pengajuan proposal dana P-LDPM

5 Verifikasi proposal pengajuan dana bansos P-LDPM

6 Menerima hasil verifikasi 7 Rekomendasi proposal

ke Pusat

8 Seleksi proposal 9 Menerima hasil seleksi 10 Pencairan dana bansos

P-LDPM

11 Menerima dana bansos P-LDPM

12 Konfirmasi pencairan dana

13 Menerima konfirmasi pencairan dana

14 Mentransfer dana bansos 15 Penerima dana bansos

P-LPDM

16 Pengambilan dana

bansos P-LPDM ke bank

Terima Tolak

(22)

Dari Gambar 3. dapat diuraikan bahwa tahapan pencairan dana Bansos Program P-LDPM dimulai dari pembentukan Gapoktan. Gapoktan merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang dibentuk secara musyawarah dan mufakat untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan dibentuk atas dasar:

1) Kepentingan yang sama diantara para anggotanya

2) Berada pada kawasan usahatani yang menjadi tanggung jawab bersama diantara para anggotanya

3) Mempunyai kader pengelola yang berdedikasi untuk menggerakkan para petani (Ketua, Sekretaris, Bendahara)

4) Memilki kader atau pemimpin diterima oleh petani lainnya

5) Mempunyai kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar anggotanya

6) Adanya dorongan atau motivasi dari tokoh masyarakat setempat.

Setelah Gapoktan terbentuk, selanjutnya Gapoktan harus membuat rekening Gapoktan, dimana pembuatan rekening tersebut, Gapoktan tidak memperoleh kartu ATM, tetapi hanya memperoleh buku tabungan saja. Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Gapoktan, seperti menggunakan uang tersebut untuk keperluan pribadi.

Untuk pengajuan dana Bansos Program P-LDPM, Gapoktan harus memenuhi persyaratan lain, yaitu :

(23)

2. Memiliki rekening tabungan atas nama gapoktan tanpa kartu ATM pada Bank Sumut Cabang Kabupaten.

3. Memiliki lahan yang akan dihibahkan untuk membangun gudang penyimpanan. Pemilikan lahan harus dibuktikan oleh surat atau dokumen yang sah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

4. Memiliki sumberdaya manusia yang mampu mengelola dan memfasilitasi kegiatan usaha bersama.

5. Tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya yang dinyatakan dengan Surat Keterangan dari Instansi terkait.

6. Ketua gapoktan bersedia mengirimkan laporan setiap minggu dan laporan bulanan tertulis kepada Badan/Kantor/Dinas/Unit kerja yang menangani ketahanan pangan Kabupaten.

(24)

Pada tahap seleksi oleh Badan Ketahanan Pangan Pusat, para Gapoktan yang lulus akan dikonfirmasikan kepada Badan Ketahanan Pangan Provinsi, sedangkan untuk Gapoktan yang tidak lulus seleksi maka Gapoktan tersebut tidak dapat menerima dana Bansos Program P-LDPM. Dana Bansos Program P-LDPM biasanya akan dicairkan oleh Badan Ketahanan Pangan Pusat pada bulan April sampai dengan Juni. Dana tersebut diberikan kepada Badan Ketahanan Pangan Provinsi. Badan Ketahanan Pangan Provinsi selanjutnya memberikan informasi kepada Badan Ketahanan Pangan Kabupaten bahwa dana Bansos akan ditransfer ke rekening Gapoktan yang terpilih. Setelah Badan Ketahanan Pangan Provinsi mentransfer langsung dana tersebut ke rekening Gapoktan yang terpilih, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten dan pendamping, mendampingi para Gapoktan untuk mengambil dana bantuan sosial tersebut ke bank yang telah ditentukan. 5.1.2 Realitas Pencairan Dana Program P-LDPM di Kabupaten Langkat

Dukungan yang diberikan oleh pemerintah merupakan modal awal bagi Gapoktan tahap penumbuhan dan modal tambahan bagi Gapoktan tahap pengembangan dan unit-unit usaha yang dikelolanya sehingga mampu meningkatkan usahanya, mampu memupuk dan mengembangkan modal yang telah diberikan dan sekaligus mampu mendekatkan akses pangan bagi anggotanya melalui cadangan pangan. Dengan semakin meningkatnya posisi tawar petani, nilai tambah produk pertanian dan akses pangan petani terhadap pangan maka diharapkan pendapatan dan kesejahteraan petani juga akan semakin meningkat.

(25)

Kabupaten Langkat sebagai salah satu Kabupaten penerima bantuan sosial P-LDPM tahun 2009, menerima bantuan sebesar 900 juta rupiah yang terealisasi seluruhnya yang dialokasikan kepada enam gapoktan penerima, dimana masing-masing gapoktan menerima dana sebesar 150 juta rupiah dan dana tersebut langsung ditransfer ke rekening para Gapoktan.

Tabel 8. Jumlah Gapoktan Penerima Dana Bansos Program P-LDPM Di Kabupaten Langkat

Tahun

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah Gapoktan 6 1 2 2 2 -

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Langkat, 2016

Dari Tabel 8. Dapat diketahui bahwa jumlah Gapoktan penerima dana Bansos Program P-LDPM di Kabupaten Langkat cenderung menurun. Pada tahun 2009 Kabupaten Langkat sebagai salah satu Kabupaten penerima bantuan sosial P-LDPM dengan Gapoktan terbanyak, menerima bantuan sebesar 900 juta rupiah yang terealisasi seluruhnya yang dialokasikan kepada enam gapoktan penerima, dimana masing-masing gapoktan menerima dana sebesar 150 juta rupiah dan dana tersebut langsung ditransfer ke rekening para Gapoktan. Tetapi pada tahun-tahun berikutnya jumlah Gapoktan yang menerima dana Bansos Program P-LDPM tidak banyak.

Dana bantuan sosial Program P-LDPM Di Kabupaten Langkat kepada Gapoktan secara dua tahap, yaitu :

1. Tahap Pertumbuhan

(26)

bantuan sosial per Gapoktan sebesar Rp 150.000.000 dengan komponen kegiatan, antara lain :

- Dana yang digunakan untuk pembangunan atau renovasi gudang milik Gapoktan untuk penyimpanan pangan sebesar Rp 40.000.000

- Dana yang digunakan untuk penguatan Gapoktan untuk dapat melakukan pengadaan gabah/beras, dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya sebagai cadangan pangan sebesar Rp 30.000.000

- Dana yang digunakan untuk penguatan modal usaha Gapoktan untuk dapat melakukan pembelian-penjualan gabah/beras dari petani anggotanya atau di luar anggotanya pada saat panen raya minimal sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah/beras sebesar Rp 80.000.000

2. Tahap Pengembangan

Jumlah Gapoktan yang menerima dana bantuan sosial P-LDPM pada tahap pengembangan Di Kabupaten Langkat adalah 11 Gapoktan yang diberikan dana sebesar Rp 75.000.000 yang pada tahap pengembangannya sudah dievaluasi kelayakannya untuk mendapatkan tambahan modal. Komponen kegiatan untuk dana bantuan sosial pada tahun kedua yaitu :

- Menambah unit distribusi pemasaran, yaitu melakukan pembelian-penjualan gabah/beras dari petani anggotanya atau di luar anggotanya pada saat panen raya

- Untuk pengadaan gabah/beras atau pangan pokok lokal spesifik lainnya dalam rangka memperkuat cadangan pangan.

(27)

Gapoktan yang tidak mendapat dana bantuan sosial untuk tahap pengembangan, hal ini dikarenakan Gapoktan tersebut tidak menunjukkan laporan kegiatannya dengan baik serta pembukuan dengan baik.. Selanjutnya Gapoktan yang belum siap untukmasuk dalam Tahap Pengembangan wajib untuk dibina secara terus menerus secara berjenjang mulai dari Pendamping, Tim Teknis Kab/Kota dan Tim Pembina Provinsi sehingga Gapoktan tersebut dianggap mampu untuk masuk dalam Tahap Pengembangan.

Gapoktan pada tahap kemandirian Di Kabupaten Langkat tidak lagi menerima dana belanja bantuan sosial tetapi wajib mengelola dana yang sudah diterimanya secara berkelanjutan untuk terus digunakan dalam pembelian gabah, beras dan pangan strategis lainnya di luar masa panen gabah/beras sehingga terjadi pemupukan modal dari kegiatan pembelian dan penjualan pangan. Selain itu, pada tahap kemandirian tim teknis kabupaten/kota, dan tim pembina provinsi melanjutkan pembinaan teknis dan administrasi terhadap Gapoktan Tahap Kemandirian agar mereka dapat terus mengembangkan unit usahanya sehingga akumulasi dana belanja bantuan sosial yang dikelolanya akan terus meningkat.

5.2 Dampak Program P-LDPM Terhadap Stabilisasi Harga Gabah

(28)

anggota kelompoknya, (ii) melakukan pembelian-penyimpanan-pengolahan-pemasaran

sesuai rencana, kebutuhan anggota, dan kebutuhan pasar, serta mempunyai nilai tambah

bagi khususnya unit usaha Gapoktan yang mengelolanya yang pada akhirnya mempunyai dampak, yaitu dapat menstabilkan harga gabah dan beras. Adapun

(29)

Gambar 4. Dampak Program P-LDPM Terhadap Kestabilan Harga Gabah Program P-LDPM

Bansos

Gapoktan

Gudang Penyimpanan

Modal untuk jual –beli

gabah Panen

GKP

(Gabah Kering Panen)

GKS

(Gabah Kering Simpan)

Beli GKP dari anggota Gapoktan/luar wilayah

Diolah menjadi GKS/GKG

Nilai tambah produk meningkat

Posisi tawar meningkat Harga di petani baik

(30)

Dari Gambar 4. dapat diuraikan bahwa Program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) memberikan dana bantuan sosial kepada Gapoktan yang terpilih. Dana Bansos ini diharapkan mampu dikelola oleh para Gapoktan dengan sebaik mungkin, yaitu untuk membangun gudang penyimpanan gabah dan modal untuk jual-beli gabah. Dengan adanya gudang penyimpanan gabah, diharapkan pada saat panen, panen raya, para petani dapat menggunakan gudang tersebut untuk menyimpan gabah yang diolah menjadi GKS (Gabah Kering Simpan) sehingga nilai tambah dari gabah meningkat, posisi tawar petani juga meningkat, harga yang diterima para petani lebih baik, sehingga kestabilan harga gabah dapat tercapai serta adanya cadangan gabah untuk dijual pada musim paceklik.

(31)

5.2.1 Perkembangan Harga Gabah Sebelum Program P-LDPM

Stabilisasi harga gabah hasil panen petani pada saat panen raya merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan pendapatan dan ketahanan pangan petani padi. Dengan meningkatnya pembelian gabah oleh Program P-LDPM dengan harga yang tinggi diharapkan dapat mempengaruhi harga gabah di wilayah dan menggerakkan agribisnis perberasan secara keseluruhan. Stabilisasi harga gabah dapat dilihat dari perkembangan harga gabah sebelum program P-LDPM dan setelah program P-LDPM. Perkembangan harga gabah sebelum program P-LDPM Di Kabupaten Langkat disajikan pada Gambar 5.

Sumber : Hasil olah data lampiran 2

Gambar 5. Perkembangan Harga Gabah GKP (Rp/kg) Sebelum Program P-LDPM (2004-2008)

Dari Gambar 5. dapat diuraikan bahwa perkembangan harga gabah dari tahun ke tahun sebelum Program P-LDPM (2004-2008) cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2004, harga gabah setiap bulannya cenderung mengalami peningkatan. Tetapi pada bulan Februari dan Maret harga gabah mengalami penurunan. Harga gabah tertinggi pada tahun 2004 terjadi pada bulan Agustus sampai dengan

(32)

Desember yaitu sebesar Rp 1450/kg GKP terlihat bahwa harga gabah konstan pada bulan tersebut. Sedangkan harga gabah terendah terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar Rp 1100/kg GKP.

Pada tahun 2005 harga gabah juga mengalami perubahan setiap bulannya. Pada tahun 2005 harga gabah juga cenderung mengalami peningkatan. Hanya saja pada bulan Juni harga gabah mengalami penurunan. Harga gabah tertinggi pada tahun 2005 adalah sebesar Rp 1800/kg GKP yang terjadi pada bulan September sampai Desember dan terlihat harga gabah konstan pada bulan tersebut. Sedangkan harga gabah terendah pada tahun 2005 adalah sebesar Rp 1300kg GKP yang terjadi pada bulan Januari.

Pada tahun 2006 pergerakan harga gabah tiap bulan terus berubah. Pada tahun 2006 harga gabah cenderung mengalami peningkatan. Tetapi pada Februari terjadi penurunan harga gabah. Harga gabah dari bulan Juni sampai Desember konstan. Harga gabah tertinggi pada tahun 2006 adalah sebesar Rp 2159/kg GKP yaitu pada bulan Januari. Sedangkan harga gabah terendah pada tahun 2006 adalah sebesar Rp 1950/kg GKP yang terjadi pada bulan Februari.

(33)

Agustus. Sedangkan harga gabah terendah pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 2150/kg GKP yang terjadi pada bulan Oktober sampai November.

Untuk tahun 2008 harga gabah cenderung konstan yaitu pada bulan Januari sampai bulan Maret, kemudian mengalami peningkatan pada bulan April dan kembali mengalami penurunan pada bulan Mei. Harga gabah pada tahun 2008 kembali konstan mulai bulan Juni sampai bulan Desember. Harga tertinggi gabah pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 2700/kg GKP yaitu pada bulan April. Sedangkan harga gabah terendah pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 2400/kg GKP yang terjadi dari bulan Juni sampai Desember.

Untuk pertumbuhan harga rata-rata gabah (GKP/kg) setiap tahunnya sebelum Program P-LDPM di Kabupaten Langkat disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Pertumbuhan Harga Rata-rata Gabah (Rp/kg) Tahun 2004-2008 di Kabupaten Langkat

Tahun Pertumbuhan Harga (%)

2004 – 2005 24,84

2005 – 2006 23,17

2006 – 2007 7,38

2007 – 2008 13,88

Rata-rata 17,32

Sumber : Hasil olah data lampiran 2

(34)

Naik turunnya harga gabah yang terjadi tiap bulan dalam tiap tahunnyadipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu seperti musim hujan, panen raya, paceklik. Pada saat musim hujan, kandungan air dalam gabah cukup tinggi, sehingga membutuhkan penjemuran/pengeringan gabah yang lebih lama, jika gabah tidak segera dikeringkan, maka kualitas gabah menjadi turun, sehingga para petani tidak memiliki posisi tawar yang baik, sehingga para petani sangat tergantung kepada para tengkulak yang dapat merugikan para petani. Jika gabah tidak segera dijual maka para petani tidak akan mendapat keuntungan karena gabah telah rusak.

(35)

simpan. Namun hal ini sulit dilakukan karena para petani tidak mempunyai gudang penyimpanan yang cukup luas.

5.2.2 Nilai Stabilitas Harga Gabah Sebelum Program P-LDPM

Nilai stabilitas harga gabah dapat dilihat dari nilai koefisien variasi (cv) setiap tahunnya. Semakin kecil nilai koefisien variasi (cv) maka harga semakin stabil. Apabila nilai koefisien variasi (cv) > 25% maka harga dinyatakan tidak stabil. Adapun nilai stabilitas harga gabah sebelum Program P-LDPM (2004-2008) yang disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Stabilitas Harga Gabah (Rp/kg) Tahun 2004-2008 di Kabupaten Langkat

Tahun Nilai Stabilitas Harga Gabah (%)

2004 10,91%

2005 8,97%

2006 2,37%

2007 1,13%

2008 4,67%

Sumber : Lampiran 2

Dari Tabel 10. Dapat diketahui bahwa nilai stabilitas harga gabah setiap tahunnya berbeda-beda. Nilai stabilitas tertinggi harga gabah adalah sebesar 10,91% yaitu pada tahun 2004. Sedangkan nilai stabilitas harga gabah terendah adalah sebesar 1,13% yaitu pada tahun 2007, yang berarti harga gabah yang paling stabil sebelum Program P-LDPM adalah pada tahun 2007. Dari Tabel 10. juga diketahui bahwa harga gabah sebelum Program P-LDPM sudah stabil. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien variasi (cv) tahun 2004-2008 < 25%.

5.2.3 Perkembangan Harga Gabah Setelah Program P-LDPM

(36)

Sumber : Hasil olah data lampiran 2

Gambar 6. Perkembangan Harga Gabah GKP (Rp/kg) Setelah Program P-LDPM (2010-2014)

Dari Gambar 6. Dapat diuraikan bahawa perkembangan harga gabah dari tahun ke tahun setelah Program PLDPM (2010-2014) cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2010, harga gabah mengalami lima kali kenaikan yaitu pada bulan Juli, Agustus, September, November, dan Desember dan mengalami penurunan sebanyak tiga kali yaitu pada bulan Maret, Juni, dan oktober. Harga gabah konstan pada bulan Maret sampai bulan Mei. Harga gabah tertinggi tahun 2010 adalah sebesar Rp 3400/kg GKP pada bulan Desember. Sedangkan harga gabah terendah tahun 2010 yaitu sebesar Rp 2750/kg GKP pada bulan Juni.

Pada tahun 2011 harga gabah juga mengalami perubahan setiap bulannya. Pada tahun 2011 harga gabah mengalami tiga kali yaitu pada bulan Juli, Agustus, dan Oktober dengan kenaikan tertinggi sebesar Rp 200/kg GKP yang terjadi dari bulan Juli ke Agustus dan mengalami penurunan sebanyak dua kali penurunan dengan besar penurunan yang sama yaitu sebesar yaitu Rp 200/kg GKP pada

(37)

bulan Februari dan Maret. Harga gabah konstan pada bulan Maret sampai dengan Juni dan pada bulan Oktober sampai dengan Desember. Harga gabah tertinggi pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 3300/kg GKP yang terjadi pada bulan Oktober sampai Desember. Sedangkan harga gabah terendah pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 2800/kg GKP yang terjadi dari bulan Maret sampai Juni.

Pada tahun 2012 pergerakan harga gabah tiap bulan terus berubah. Pada tahun 2012 harga gabah mengalami enam kali kenaikan yaitu pada bulan Maret, April, Juni, Juli, November, dan Desember dengan kenaikan tertinggi sebesar Rp 233/kg GKP yang terjadi dari bulan Oktober ke November dan mengalami penurunan sebanyak empat kali penurunan yaitu pada bulan Februari, Mei, September, dan Oktober dengan penurunan terbesar yaitu senilai Rp 100/kg GKP yang terjadi dari bulan September ke Oktober. Harga gabah tertinggi pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 3683/kg GKP yaitu pada bulan Desember. Sedangkan harga gabah terendah pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 3267/kg GKP yang terjadi pada bulan Februari.

Begitu juga halnya untuk tahun 2013, harga gabah juga mengalami perubahan, baik peningkatan maupun penurunan gabah tiap bulannya. Harga gabah tertinggi pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 3950/kg GKP yang terjadi pada bulan Juli. Sedangkan harga gabah terendah pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 3450/kg GKP yang terjadi pada bulan Februari dan April.

(38)

Desember . Kenaikan harga gabah tertinggi pada tahun 2014 sebesar Rp 250/kg GKP yang terjadi dari bulan Oktober ke November. Sedangkan harga gabah mengalami tiga kali penurunan, yaitu pada bulan Februari, Maret, dan September

dengan penurunan harga gabah tertinggi pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 100/kg GKP yang terjadi dari bulan Januari ke bulan Februari Harga gabah

tertinggi pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 4483/kg GKP yaitu pada bulan Desember. Sedangkan harga gabah terendah pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 3917/kg GKP.

Untuk pertumbuhan harga rata-rata gabah (GKP/kg) setiap tahunnya setelah Program P-LDPM di Kabupaten Langkat disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Pertumbuhan Harga Rata-rata Gabah (Rp/kg) Tahun 2010-2014 di Kabupaten Langkat

Tahun Pertumbuhan Harga (%)

2010 – 2011 5,16%

2011 – 2012 13,35%

2012 – 2013 5,37%

2013 – 2014 11,89%

Rata-rata 8,94%

Sumber : Hasil olah data lampiran 2

(39)

Harga gabah setelah program P-LDPM juga berfluktuatif, dimana juga terjadi kenaikan dan penurunan harga gabah setiap bulannya. Program P-LDPM belum begitu berdampak terhadap kestabilan harga gabah di daerah penelitian, karena tidak menunjukkan perbedaan harga gabah yang signifikan setiap tahunnya setelah program P-LDPM. Kestabilan harga gabah dapat dilihat bagaimana gejolak harga gabah setiap setiap bulannya dalam tiap tahun. Semakin banyak selisih harga setiap bulannya maka harga gabah dinilai kurang stabil, begitu juga sebaliknya.

5.2.4 Nilai Stabilitas Harga Gabah Setelah Program P-LDPM

Adapun nilai stabilitas harga gabah setelah Program P-LDPM (2010-2014) yang disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Stabilitas Harga Gabah (Rp/kg) Tahun 2010-2014 di Kabupaten Langkat

Tahun Nilai Stabilitas Harga Gabah (%)

2010 6,12%

2011 7,03%

2012 3,98%

2013 4,97%

2014 4,28%

Sumber : Lampiran 2

(40)

juga stabil. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien variasi (cv) tahun 2010-2014 < 25%.

5.2.5 Dampak Program P-LDPM terhadap Stabilitas Harga Gabah di Kabupaten Langkat

Dampak Program P-LDPM terhadap stabilitas harga gabah Di Kabupaten Langkat dapat dilihat dengan membandingkan nilai stabilitas harga gabah sebelum dan sesudah Program P-LDPM (2004-2014) dimana hasilnya dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Hasil Uji Beda Rata-rata T-test Nilai Stabilitas Harga Gabah Sebelum dan Sesudah Program P-LDPM di Kabupaten Langkat

Pada output Paired Samples Test dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Sig. = 0,832 > 0,05

Keputusan Uji :

Karena nilai Sig. > α maka keputusannya adalah Ho diterima.

Jadi, dengan tingkat signifikansi 5% dapat disimpulkan rata-rata nilai stabilitas harga gabah sebelum dan sesudah Program P-LDPM adalah tidak ada perbedaan yang nyata pada nilai stabilitas harga gabah sebelum dan sesudah Program

.33400 3.30302 1.47715 .226 4 .832

(41)

Dana bantuan sosial Program P-LDPM di Kabupaten Langkat cukup berhasil untuk menstabilkan harga gabah dan beras di Kabupaten Langkat. Hal ini dapat dilihat pada nilai stabilitas gabah dan beras yang ditunjukkan oleh koefisien variasi (CV) pada tahun 2010-2014 < 25%. Tetapi tidak ada perbedaan yang nyata nilai stabilitas harga gabah dan beras sebelum dan sesudah Program P-LDPM di Kabupaten Langkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1. Masih adanya penggunaan gudang penyimpanan gabah yang tidak berfungsi dengan baik, hal ini dikarenakan letak gudang penyimpanan yang kurang strategis. Dimana gudang penyimpanan tersebut jauh dari tempat penjemuran gabah, sehingga para Gapoktan tidak menyimpan gabah digudang penyimpanan karena biaya transportasi akan menjadi mahal.

2. Masih banyaknya petani yang menjual gabah kepada tengkulak sekitar. Hal ini disebabkan para Gapoktan tidak sanggup menyaingi harga gabah yang ditawarkan oleh para tengkulak. Padahal para Gapoktan sudah menawarkan harga yang sesuai (diatas HPP) dan sesuai perhitungan mereka dengan membandingkan harga beras di pasar, tetapi para tengkulak menawarkan harga yang lebih tinggi lagi dengan salah satu alasan mereka tidak ingin kehilangan para pelanggan.

(42)

Ketahanan Pangan Provinsi dimana tidak ada standarisasi jumlah Gapoktan yang menerima bantuan P-LDPM untuk setiap Kabupaten.

4. Adanya Gapoktan yang tidak menjalankan Program P-LDPM dengan baik, dimana mereka tidak mampu menunjukkan pengelolaan dana, pembukuan dan administrasi dengan baik kepada Badan Ketahanan Pangan Kabupaten.

5.3 Dampak Program P-LDPM Terhadap Stabilisasi Harga Beras 5.3.1 Perkembangan Harga Beras Sebelum Program P-LDPM

Program P-LDPM juga diharapkan dapat menstabilkan harga beras, karena dengan stabilnya harga gabah, diharapkan harga beras juga dapat stabil. Stabilisasi harga beras dapat dilihat dari perkembangan harga beras sebelum program P-LDPM dan setelah program P-LDPM. Perkembangan harga beras sebelum program P-LDPM Di Kabupaten Langkat disajikan pada Gambar 7.

Sumber : Hasil olah data lampiran 3

Gambar 7. Perkembangan Harga Beras IR 64 (Rp/kg) Sebelum Program P-LDPM (2004-2008)

Dari Gambar 7. dapat diuraikan bahwa perkembangan harga beras dari tahun ke tahun sebelum Program PLDPM (2004-2008) cenderung mengalami kenaikan.

(43)

Pada tahun 2004, harga beras setiap bulannya cenderung stabil. Dimana selisih harga beras setiap bulannya tidak begitu besar. Harga beras dari bulan Maret sampai bulan Juli stabil. Harga beras tertinggi pada tahun 2004 yaitu sebesar Rp 3100/kg pada bulan September. Sedangkan harga beras terendah tahun 2004 yaitu sebesar Rp 3019/kg pada bulan Desember.

Pada tahun 2005 harga beras juga mengalami perubahan setiap bulannya. Pada tahun 2005 harga beras juga cenderung mengalami peningkatan. Harga beras pada tahun 2005 juga cukup stabil, yaitu pada bulan April sampai bulan Oktober harga beras konstan. Harga beras tertinggi pada tahun 2005 adalah sebesar Rp 3700/kg yang terjadi pada bulan Desember. Sedangkan harga beras terendah pada tahun 2005 adalah sebesar Rp 3019/kg yang terjadi pada bulan Januari.

Pada tahun 2006 pergerakan harga beras tiap bulan terus berubah. Pada tahun 2006 harga beras mengalami empat kali kenaikan yaitu pada bulan Februari, Juli, September, November dengan peningkatan harga beras tertinggi terjadi pada bulan Oktober ke bulan November yaitu sebesar Rp 220/kg dan mengalami tiga kali penurunan yaitu pada bulan Maret, April, dan Oktober dengan penurunan harga beras tertinggi adalah sebesar Rp 111/kg yang terjadi pada bulan Februari ke bulan Maret. Harga beras konstan pada bulan April sampai dengan Juni. Harga beras tertinggi pada tahun 2006 adalah sebesar Rp 4700/kg yaitu pada bulan November dan Desember. Sedangkan harga beras terendah pada tahun 2006 adalah sebesar Rp 4300/kg yang terjadi pada bulan Januari, April, Mei dan Juni.

(44)

beras pada tahun 2007 juga terjadi sebanyak lima kali, yaitu pada bulan April, Mei, Juli, Oktober, dan Novemeber. Harga tertinggi beras pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 5533/kg yang terjadi pada bulan Maret. Sedangkan harga beras terendah pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 4850/kg yang terjadi pada bulan November.

Untuk tahun 2008 harga beras cenderung stabil dimana harga beras bulan Juli sampai bulan Oktober konstan. Pada tahun 2008, harga beras mengalami lima kali kenaikan harga beras, yaitu pada bulan Februari, Maret, Juni, Juli, dan Desember. Selain mengalami kenaikan, pada tahun 2008, harga beras juga mengalami penurunan sebanyak dua kali penurunan, yaitu pada bulan Mei dan November. Harga tertinggi beras pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 5800/kg yaitu pada bulan Maret, April, Juli, Agustus, September, Oktober dan Desember. Sedangkan harga beras terendah pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 5550/kg yang terjadi pada bulan Januari.

Untuk pertumbuhan harga rata-rata beras (Rp/kg) setiap tahunnya sebelum Program P-LDPM di Kabupaten Langkat disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Pertumbuhan Harga Rata-rata Beras (Rp/kg) Tahun 2004-2008 di Kabupaten Langkat

Tahun Pertumbuhan Harga (%)

2004 – 2005 14,4%

2005 - 2006 28,19%

2006 - 2007 20,15%

2007 – 2008 7,91%

Rata-rata 17,66%

Sumber : Hasil olah data lampiran 2

(45)

itu dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi kenaikan harga rata-rata beras sebesar 28,19% atau sebesar Rp 973,08. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 juga terjadi kenaikan harga rata-rata beras yaitu sebesar 20,15% atau sebesar Rp 891,84. Dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan harga rata-rata beras yaitu sebesar 7,91% atau sebesar Rp 420,58.

Naik turunnya harga beras yang terjadi setiap bulan dalam tiap tahunnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu seperti harga gabah, keterlambatan panen, informasi panen. Harga gabah berpengaruh terhadap harga beras dimana semakin tinggi harga gabah, maka harga beras juga semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Terdapat perbedaan kualitas gabah pada musim hujan dan musim kemarau, sehingga terdapat perbedaan harga gabah dan harga beras yang akan dihasilkan. Selain itu, keterlambatan panen juga mempengaruhi harga beras, dimana stok beras akibat panen sebelumnya belum maksimal/belum mencukupi.

Informasi panen juga mempengaruhi naik turunnya harga beras, yaitu jika informasi panen tersebar luas, permintaan akan gabah meningkat, sehingga menyebabkan masuknya investor dalam bisnis penggilingan pada dalam kapasitas yang besar, sehingga dapat menentukan tingkat harga gabah di petani, dan pada akhirnya investor tersebut mampu mengendalikan harga gabah/beras di tingkat petani dan pasar.

5.3.2 Nilai Stabilitas Harga Beras Sebelum Program P-LDPM

(46)

(cv) > 25% maka harga dinyatakan tidak stabil. Adapun nilai stabilitas harga beras sebelum Program P-LDPM (2004-2008) yang disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai Stabilitas Harga Beras (Rp/kg) Tahun 2004-2008 di Kabupaten Langkat

Tahun Nilai Stabilitas Harga Beras (%)

2004 1,03%

2005 6,05%

2006 3,40%

2007 4,17%

2008 1,54%

Sumber : Lampiran 3

Dari Tabel 15. Dapat diketahui bahwa nilai stabilitas harga beras setiap tahunnya berbeda-beda. Nilai stabilitas harga beras tertinggi adalah sebesar 6,05% yaitu pada tahun 2005. Sedangkan nilai stabilitas harga beras terendah adalah sebesar 1,03% yaitu pada tahun 2004, yang berarti harga beras yang paling stabil sebelum Program P-LDPM adalah pada tahun 2004. Dari Tabel 15. juga diketahui bahwa harga beras sebelum Program P-LDPM sudah stabil. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien variasi (cv) tahun 2004-2008 < 25%.

5.3.3 Perkembangan Harga Beras Setelah Program P-LDPM

(47)

Sumber : Hasil olah data lampiran 3

Gambar 8. Perkembangan Harga Beras (Rp/kg) Setelah Program P-LDPM (2010-2014)

Perkembangan harga beras dari tahun ke tahun setelah Program PLDPM (2010-2014) cenderung berfluktuatif. Pada tahun 2010, harga gabah setiap bulannya cenderung mengalami peningkatan. Tetapi pada bulan April terjadi penurunan harga beras. Pada bulan April sampai dengan Juni harga beras stabil. Harga beras tertinggi pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 7650/kg pada bulan Desember. Sedangkan harga beras terendah tahun 2010 yaitu sebesar Rp 5800/kg pada bulan April sampai Juni.

Pada tahun 2011 harga beras juga mengalami perubahan setiap bulannya. Pada tahun 2011 harga beras juga cenderung berfluktuatif. Harga beras pada tahun 2011 mengalami tujuh kali kenaikan harga, yaitu pada bulan Februari, Mei, Juni, Juli, September, November dan Desember serta mengalami empat kali penurunan harga, yaitu pada bulan Maret, April, Agustus, dan Oktober. Harga beras tertinggi pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 8825/kg yang terjadi pada bulan Februari.

(48)

Sedangkan harga beras terendah pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 7500/kg yang terjadi pada bulan April.

Pada tahun 2012 pergerakan harga beras tiap bulan terus berubah. Pada tahun 2006 harga beras mengalami tiga kali kenaikan, yaitu pada bulan Februari, Juli, Agutus dengan peningkatan harga beras tertinggi terjadi pada bulan Juli ke bulan Agustus yaitu sebesar Rp 705/kg dan mengalami lima kali penurunan, yaitu pada bulan Maret, April, September, Oktober, dan November dengan penurunan harga beras tertinggi adalah sebesar Rp 775/kg yang terjadi pada bulan Februari ke bulan Maret. Pada bulan April sampai dengan Juni harga beras stabil. Harga beras tertinggi pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 8825/kg yaitu pada bulan Februari. Sedangkan harga beras terendah pada tahun 2006 adalah sebesar Rp 8000/kg yang terjadi pada bulan April sampai Juni.

(49)

Untuk tahun 2014 harga beras juga berfluktuatif yaitu mengalami lima kali kenaikan harga beras, yaitu pada bulan Maret, Agustus, Oktober, November, dan Desember dengan kenaikan tertinggi sebesar Rp 525/kg yang terjadi pada bulan Juli ke Agustus. Selain mengalami kenaikan, pada tahun 2014, harga beras juga mengalami penurunan sebanyak enam kali penurunan, yaitu pada bulan Februari April, Mei, Juni, Juli, September dengan penurunan harga beras tertinggi sebesar Rp 428/kg. Harga tertinggi beras pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 9770/kg yaitu pada bulan Januari. Sedangkan harga beras terendah pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 8742/kg yang terjadi pada bulan Juli.

Untuk pertumbuhan harga rata-rata beras (Rp/kg) setiap tahunnya setelah Program P-LDPM di Kabupaten Langkat disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Pertumbuhan Harga Rata-rata Beras (Rp/kg) Tahun 2010-2014 di Kabupaten Langkat

Tahun Pertumbuhan Harga (%)

2010 – 2011 24,74%

2011 – 2012 2,97%

2012 – 2013 12,45%

2013 – 2014 0,44%

Rata-rata 10,15%

Sumber : Hasil olah data lampiran 3

(50)

Harga beras setelah Program P-LDPM ternyata juga berfluktuatif, sama halnya yang terjadi dengan harga gabah, dimana juga terjadi perubahan harga setiap bulannya dalam setiap tahunnya. Program P-LDPM juga belum begitu berdampak terhadap harga beras di Kabupaten Langkat, karena perbedaan harga beras tidak begitu signifikan setiap tahunnya setelah Program P-LDPM. Sama halnya dengan kestabilan harga gabah, kestabilan harga beras juga dapat dilihat dari gejolak harga beras setiap bulannya dalam tiap tahun. Semakin banyak selisih harga beras setiap bulannya maka harga gabah dinilai kurang stabil, begitu juga sebaliknya.

5.3.4 Nilai Stabilitas Harga Beras Setelah Program P-LDPM

Adapun nilai stabilitas harga beras setelah Program P-LDPM (2010-2014) yang disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai Stabilitas Harga Beras (Rp/kg) Tahun 2010-2014 di Kabupaten Langkat

Tahun Nilai Stabilitas Harga Gabah (%)

2010 8,22%

2011 4,79%

2012 3,37%

2013 2,82%

2014 3,27%

Sumber : Lampiran 3

(51)

stabil. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien variasi (cv) tahun 2010-2014 < 25%.

5.3.5 Dampak Program P-LDPM Terhadap Stabilitas Harga Beras di Kabupaten Langkat

Dampak Program P-LDPM terhadap stabilitas harga beras Di Kabupaten Langkat dapat dilihat dengan membandingkan nilai stabilitas harga beras sebelum dan sesudah Program P-LDPM (2004-2014) dimana hasilnya dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Hasil Uji Beda Rata-rata T-test Nilai Stabilitas Harga Beras Sebelum dan Sesudah Program P-LDPM di Kabupaten Langkat

Sumber : Hasil olah data lampiran 3

Pada output Paired Samples Test dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Sig. = 0,472 > 0,05

Keputusan Uji :

Karena nilai Sig. > α maka keputusannya adalah Ho diterima.

(52)

Dana bantuan sosial Program P-LDPM di Kabupaten Langkat cukup berhasil untuk menstabilkan harga beras di Kabupaten Langkat. Hal ini dapat dilihat pada nilai stabilitas gabah dan beras yang ditunjukkan oleh koefisien variasi (CV) pada tahun 2010-2014 < 25%. Tetapi tidak ada perbedaan yang nyata nilai stabilitas harga beras sebelum dan sesudah Program P-LDPM di Kabupaten Langkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1. Harga gabah yang belum menunjukkan perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah adanya Program P-LDPM

2. Masih adanya kelompok-kelompok tertentu yang mempengaruhi harga beras di Kabupaten Langkat, seperti masuknya investor dalam bisnis penggilingan padi dalam kapasitas yang cukup besar. Dimana mereka menjual beras terkadang dengan harga yang tidak sesuai (terlalu tinggi).

3. Para petani belum bisa mengolah padi menjadi beras secara mandiri, hal ini dikarenakan fasilitas yang kurang mendukung, sehingga pada saat panen raya, gabah yang tersedia banyak, sehingga para pengusaha penggilingan padi dapat dengan mudah membeli gabah dengan harga yang mereka inginkan sehingga harga gabah lebih ditentukan oleh pengusaha bisnis penggilingan padi.

5.4 Kebijakan Untuk Mempercepat Pencapaian Program P-LDPM Di Kabupaten Langkat

Untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kegiatan Penguatan P-LDPM secara terintegrasi di Kabupaten Langkat maka dibutuhkan beberapa alternatif kebijakan, yaitu :

(53)

masalah-masalah yang mereka hadapi di lapangan dalam menjalankan kegiatan P-LDPM, baik masalah keanggotaan, serta tata letak gudang penyimpanan yang strategis.

2. Adanya pelatihan kepada para Gapoktan penerima dana bantuan sosial Program P-LDPM mengenai tata cara pengelolaan dana yang baik, pembukuan agar mereka dapat mengelola dana yang mereka terima secara tepat.

3. Adanya pengawasan secara intensif oleh pihak Badan Ketahanan Pangan Kabupaten terhadap para Gapoktan penerima bantuan dana bantuan sosial P-LDPM untuk mengurangi dan mencegah masalah-masalah yang ada di lapangan, seperti pemeriksaaan laporan rutin Gapoktan, pemeriksaan pengelolaan dana yang telah dikelola oleh para Gapoktan.

4. Adanya standarisasi jumlah Gapoktan yang jelas di setiap Kabupaten sebagai penerima dana bantuan sosial P-LDPM dari Badan Ketahanan Pangan agar setiap Kabupaten yang merupakan sentra produksi beras memperoleh dana bantuan sosial P-LDPM.

(54)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Teknik pencairan dana bantuan sosial Program P-LDPM di Kabupaten Langkat diberikan kepada Gapoktan secara dua tahap, yaitu : Tahap Pertumbuhan sebesar Rp 150.000.000 dan Tahap Pengembangan sebesar Rp 75.000.000 2. Tidak ada perbedaan yang nyata nilai stabilitas harga gabah sebelum dan

sesudah Program P-LDPM.

3. Tidak ada perbedaan yang nyata nilai stabilitas harga beras sebelum dan sesudah Program P-LDPM.

4. Alternatif kebijakan yang dapat mempercepat pencapaian Program P-LDPM adalah pembinaan secara rutin kepada Gapoktan, pelatihan mengenai tata cara pengelolaan dana, pengawasan secara intensif kepada Gapoktan, penetapan standarisasi jumlah Gapoktan penerima dana bantuan sosial Program P-LDPM disetiap Kabupaten, pemerintah memberikan bantuan lain, seperti pemberian mesin pertanian.

6.2 Saran

1. Diharapkan pemerintah dapat meningkatkan jumlah penerima dana bantuan sosial Program P-LDPM di daerah penelitian serta diharapkan kepada pemerintah untuk menambah program-program yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para petani seperti memberikan mesin pengering gabah, sehingga dapat membantu para petani.

(55)

sesama anggota dan berperan aktif dalam menjalani kegiatan Program P-LDPM sehingga tujuan dari program tersebut dapat tercapai dengan baik, selain itu sebaiknya para Gapoktan membangun gudang penyimpanan gabah Program P-LDPM dengan letak yang strategis, misalnya dekat dengan tempat penjemuran/pengeringan gabah, sehingga tidak menghabiskan banyak biaya transportasi, dan gudang penyimpanan gabah Program P-LDPM dapat berfungsi dengan baik.

(56)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Program Ketahanan Pangan Nasional

Tahun 2015 merupakan tahun pertama pelaksanaan program dan kegiatan ketahanan pangan sesuai dengan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019. Program yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan adalah Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang: Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Program tersebut mencakup 4 (empat) kegiatan, yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan; (2) Pengembangan Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan; (3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan; dan (4) Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Kegiatan kesatu sampai ketiga merupakan kegiatan prioritas nasional yang ditujukan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan masyarakat yang membutuhkan partisipasi dan peranserta instansi terkait sesuai dengan masing-masing kegiatan yang dilaksanakan, serta melalui kerjasama dengan

stakeholders/pemangku kepentingan di pusat dan daerah (BKP Jakarta, 2015).

(57)

1) Program aksi pada kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, diarahkan pada Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang meliputi: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Promosi; (2) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal; serta (3) Promosi dan Sosialisasi P2KP.

2) Program aksi pada kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan, yaitu :

a) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM); dan b) Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat.

3) Program aksi pada kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan yaitu: Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan, Pengembangan Desa Mandiri Pangan, dan Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) (BKP Jakarta, 2015).

Penjelasan kegiatan dan dukungan anggaran yang berada pada lingkup Badan Ketahanan Pangan tahun 2015 dapat diuraikan berdasarkan subbagian-subbagian pada kegiatan tersebut sebagaimana berikut ini :

1) Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan

(58)

(Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) Provinsi; (4) Kajian Ketersediaan Pangan, Rawan Pangan dan Akses Pangan; serta (5) Pembinaan, pemantauan dan evaluasi Desa dan Kawasan Mandiri Pangan.

Untuk analisis ketersediaan, akses pangan dan kerawanan pangan dilaksanakan penyusunan FSVA di 34 provinsi serta kajian ketersediaan pangan, rawan pangan dan akses pangan. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai informasi yang relevan bagi pimpinan dalam menetapkan kebijakan ketersediaan pangan, penanganan rawan pangan dan akses pangan secara tepat dan cepat. Untuk mengawal pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan pembinaan pemantauan dan evaluasi secara periodik.

2) Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan

Kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan diarahkan untuk mengupayakan pengalokasian pangan kepada masyarakat secara efektif dan efisien melalui analisis dan koordinasi kebijakan, serta mendorong terciptanya stabilitas harga pangan di tingkat produsen dan konsumen. Subkegiatan yang akan dilaksanakan adalah : (1) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan; (2) Pemberdayaan Lumbung Pangan Masyarakat; (3) Pengendalian Kondisi Harga Pangan Pokok; (4) Pemantauan/Pengumpulan Data Distribusi, Harga dan Cadangan Pangan; serta (5) Pengembangan Model Pemantauan Distribusi, Harga dan Cadangan Pangan.

(59)

menyediakan cadangan pangan, dan memasarkan/mendistribusikan/mengolah gabah/beras hasil produksi petani anggotanya, meningkatkan pendapatan petani/Gapoktan dan meningkatkan akses pangan. Tahun kedua diberikan bansos sebagai tambahan modal usaha pada unit usaha distribusi/pemasaran/pengolahan unit cadangan pangan, dan tahun ketiga berupa pembinaan untuk memperkuat manajemen Gapoktan untuk menjadi Gapoktan mandiri dan berkelanjutan dalam mengelola unit-unit usahanya sehingga tidak tergantung kepada bantuan pemerintah.

Untuk mengantisipasi masa paceklik di daerah rawan pangan, dilakukan pemberdayaan pengelolaan cadangan pangan bagi kelompok lumbung selama 3 tahun, dimana pada tahun pertama untuk pembangunan fisik lumbung yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pertanian, serta tahun kedua dan ketiga diberikan dana bansos untuk pengisian cadangan pangan dan penguatan kelembagaan.

(60)

3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan

Kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan diarahkan untuk mendorong konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman, melalui analisis, koordinasi kebijakan, promosi dan pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Kegiatan tersebut terdiri dari 7 subkegiatan, yaitu:(1) Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP); (2) Pemantauan, Monitoring, Evaluasi dan Perumusan Kebijakan P2KP; (3) Promosi P2KP; (4) Analisis Situasi Konsumsi Pangan Peduduk; (5) Penanganan Keamanan Pangan Segar; (6) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal.

4) Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada BKP

(61)

2.1.2 Kondisi Eksisting Ketahanan Pangan di Indonesia

Di Indonesia, UU No. 18 tahun 2012 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia yang merupakan kepulauan. Luas wilayah Indonesia secara geografis menjadi penyebab adanya perbedaan kondisi tanah dan kecocokan terhadap jenis-jenis tanaman termasuk tanaman pangan (Dewan Ketahanan Pangan, 2015).

Adapun beberapa kebijakan pembangunan pertanian Kementrian Pertanian tahun 2010-2014 yang berkaitan dengan pembangunan ketahanan pangan yaitu : (i) pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan (ii) pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri (iii) peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor (iv) peningkatan kualitas dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, jalan desa, dan jalan usahatani (Pujiasmanto, 2013).

(62)

dari 0,8 juta ton, gula pasir 1,6 juta ton, ternak hidup setara 82 ribu ton, daging 39 ribu ton, susu dan produknya 99 ribu ton per tahun (Soemarno, 2012).

Kenyataan ini menunjukkan bahwa kebutuhan pangan tidak mampu dipenuhi dari produksi nasional. Sebagai akibatnya, kebutuhan pangan harus dipenuhi dari impor. Hal ini merupakan kondisi yang tidak baik karena impor menguras banyak devisa serta tidak strategis bagi kepentingan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang (Soemarno, 2012).

Untuk total konsumsi beras selama periode tahun 2002 – 2013 di Indonesia cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2003 dan 2008 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,65% dan 4,84% dibandingkan tahun sebelumnya. Rata-rata konsumsi beras selama periode 2002 - 2013 sebesar 1,98 kg/kapita/minggu atau setara dengan 103,18 kg/kapita/tahun dengan laju penurunan rata-rata sebesar 0,88% per tahun. Konsumsi beras tertinggi terjadi pada tahun 2003 yang mencapai 108,42 kg/kapita/tahun. Setelah itu, konsumsi beras cenderung terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2013 menjadi sebesar 97,40 kg/kapita/tahun (Pusdatin, 2014).

(63)

yang mendekati PPH tetapi lebih dekat pada batas minimumnya. Hal ini berarti konsumsi padi-padian hampir memadai, sementara konsumsi umbi-umbian berkisar antara 2-3%, yang berarti belum memadai. Selanjutnya, asupan energi pangan, seperti pangan hewani (5-7,1%), kacang-kacangan (2-3,3%), gula (4-4,7%), sayur dan buah (3,9-4,7%) masih sangat kurang memadai. Hal ini memberikan gambaran bahwa program diversifikasi pangan belum optimal selama periode tersebut (Kemendag, 2013).

Menurut BPS (2015) untuk provinsi Sumatera Utara perkembangan luasan panen dan produksi akan tanaman pangan khususnya padi selama tahun 2003-2014 rata-rata mengalami kenaikan per tahun. Peningkatan dan penurunan ini disebabkan bertambah atau berkurangnya produksi padi sawah, sedangkan produksi padi ladang mengalami fluktuatif tiap tahunnya. Untuk luasan panen padi di Sumatera Utara pada tahun 2014 ada 717.318 Ha, dengan total produksi sebesar 3.631.039 ton, dan rata-rata produksi 50,62 kw/Ha.

(64)

2008 sebesar 736.771 ton dan paling rendah adalah telur minus 2,81% dengan produksi pada tahun 2008 sebesar 133.701 ton. Pertumbuhan produksi beras selama periode 2003-2008 mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,37%. Menurunnya ketersediaan beras akan menyebabkan terganggunya ketahanan pangan di Sumatera Utara pada masa yang akan datang.

Komoditas pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Untuk itu, pemenuhannya harus disegerakan. Dalam kaitan ini, keterlambatan pemenuhan pangan akan menyebabkan harga pangan tinggi dan bergejolak. Hal ini tentunya akan berimplikasi pada sulitnya mengendalikan harga dan menurunnya kesejahterahaan masyarakat. Di Indonesia, komoditas pangan menyumbang peran cukup besar pada inflasi. Dari beberapa komoditas utama penyumbang inflasi diantaranya merupakan komoditas pangan. Dengan kata lain, ketidakstabilan harga komoditas pangan di Indonesia banyak dipengaruhi oleh permasalahan

supply (Nurhemi, 2014).

Ketidakstabilan harga pangan di Indonesia juga disebabkan oleh sifat komoditas pangan yang musiman dan sangat terpengaruh oleh kondisi alam seperti tanah, perubahan musim, dan juga letak geografis daerah. Faktor-faktor ini akan memengaruhi ketersediaan stok tiap bulannya. Pada musim panen supply

(65)

2.1.3 Ketahanan Pangan, Hambatan, dan Peluang

Menurut UU No 7 Tahun 1996 ketahanan pangan adalah kondisi di mana terjadinya kecukupan penyediaan pangan bagi rumah tangga yang diukur dari ketercukupan pangan dalam hal jumlah dan kualitas dan juga adanya jaminan atas keamanan (safety), distribusi yang merata dan kemampuan membeli (Soemarno, 2012).

Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga sistem tersebut.

1) Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola dengan baik sehigga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu.

(66)

pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan (Pujiasmanto, 2013).

3) Subsistem konsumsi pangan yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari konsumsi pangan tergantung pada pengetahuan rumah tangga/individu rumah tangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan (Hanani, 2009).

Adapun hambatan-hambatan yang masih dihadapi dalam memantapkan ketahanan pangan nasional tahun 2015 antara lain:

1) Subsistem Ketersediaan pangan meliputi perubahan iklim global, ketidakseimbangan produksi dan stok pangan antar kawasan, ketidakseimbangan penguasaan dan kemampuan menerapkan teknologi dan pengolahan pangan antar kawasan, meningkatnya impor bahan pangan terutama gandum dan terigu, degradasi kualitas lahan, air dan kerusakan lingkungan, menyediakan cadangan beras yang cukup untuk mengatasi gejolak pasokan dan harga.

2) Subsistem Distribusi pangan meliputi trend harga pangan yang terus meningkat dan lebih bergejolak, stabilitas pasokan dan harga pangan pokok sepanjang tahun, dan pangan strategis pada periode tertentu (Ramadhan, lebaran, natal, tahun baru), memperlancar distribusi pangan ke seluruh wilayah nusantara. 3) Subsistem Konsumsi Pangan meliputi tingginya konsumsi beras per kapita,

(67)

Potensi dan peluang dalam pembangunan ketahanan pangan antara lain :

1) Besarnya jumlah penduduk Indonesia merupakan pasar produk pangan sekaligus penggerak ekonomi nasional.

2) Tingkat pendidikan masyarakat dan pengetahuan tentang pangan yang semakin tinggi memberikan peluang bagi percepatan proses peningkatan kesadaran gizi masyarakat.

3) Luas wilayah Indonesia yang besar dan merupakan negara kepulauan menyediakan peluang usaha distribusi pangan yang cukup besar.

4) Perkembangan teknologi informatika, perhubungan, dan transportasi yang sangat pesat hingga ke pelosok daerah menjadi penunjang penting bagi keberhasilan pembangunan ketahanan pangan nasional.

5) Ketersediaan sumber daya lahan dan air sebagai faktor utama produksi untuk menghasilkan pangan, belum dikelola secara optimal.

6) Keragaman sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati baik flora dan fauna nasional belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber pangan untuk mendukung peningkatan konsumsi masyarakat sekaligus mempertahankan kelestariannya.

7) Ketersediaan lahan pertanian cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.

Gambar

Tabel 2. Daerah Penerima Bantuan P-LDPM di Sumatera Utara Pada Tahun
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2014
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Agama Tahun 2014
Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cici Erfanni (120304133) dengan judul skripsi Analisis Pengaruh Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Terhadap Stabilitas Harga Beras di Kabupaten

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sistem penyaluran dana P-LDPM terhadap stabilitas harga beras di Kabupaten Deli Serdang, dan untuk menganalisis dampak

tinggi dari pada harga ekuilibrium dengan menentukan suatu price floor, tingkat. harganya disebut

Analisis Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) Terhadap Tingkat Kestabilan Harga Jual Gabah di Desa Sekip, Kec.Lubupakam, Kab. Universitas Sumatera

Grafik perkembangan harga aktual beras per bulan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014..

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 bertujuan yang pertama untuk mengetahui penyaluran dana Program P-LDPM di Kabupaten Simalungun dan tujuan kedua untuk menganalisa

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 bertujuan yang pertama untuk mengetahui penyaluran dana Program P-LDPM di Kabupaten Simalungun dan tujuan kedua untuk menganalisa

Kegiatan Penguatan-LDPM dibiayai melalui APBN dengan mekanisme dana bantuan sosial (bansos) yang disalurkan langsung kepada rekening Gapoktan (Badan Ketahanan Pangan