ABSTRAK
UPAYA MENURUNKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS VIII UNGGULAN SMP NEGERI 1 ABUNG SEMULI
LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2010-2011
Oleh :
ASTUTIK RIYANTI
Masalah dalam penelitian ini adalah kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester. Permasalahanya apakah kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester dapat diturunkan menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Tujuan penelitian mengetahui penurunan tingkat kecemasan siswa menghadapi ujian akhir semester menggunakan teknik desensitisasi sistematis.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain One-group Pretest-Posttest. Alat ukur yang digunakan adalah angket kecemasan. Subyek penelitian 6 siswa kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1 Abung Semuli yang memiliki tingkat kecemasan tinggi dalam menghadapi ujian akhir semester. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penurunan tingkat kecemasan setelah subjek diberikan treatment menggunakan teknik desensitisasi sistematis. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data menggunakan uji t, diperoleh thitung=7,476 kemudian dibandingkan dengan ttabel = 2,015, karena thitung > ttabel maka dapat disimpulkan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester dapat diturunkan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.
UPAYA MENURUNKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS PADA SISWA KELAS VIII UNGGULAN SMP NEGERI 1 ABUNG SEMULI
LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2010-2011
Oleh
ASTUTIK RIYANTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Pada
Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI
1. Pengertian Kecemasan Tes…..………. 14
2. Karakteristik Kecemasan Tes ………...……… 15
3. Penyebab Kecemasan Tes ………...……... 4. Efek Kecemasan Tes ... 16 17 B. Desensitisasi Sistematis... ………. 18
1. Pengertian Pengertian Desensitisasi Sistematis ………... 18
2. Jenis-jenis Desensitisasi Sistematis ...………... 19
3. Tahap-tahap Pelaksanaan Desensitisasi Sistematis ...….. 4. Langkah-langkah dalam Menganalisis Perilaku Kecemasan... 21 28 C. Kelas Unggulan... ……… 29
1. Pengertian Kelas Unggulan...…… 29
2. Tujuan Kelas Unggulan... ………... D. Efektifitas Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Menurunkan Kecemasan Tes... 30 31 III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... ……… 34
B. Populasi dan Sampel Penelitian....……….. 35
D. Definisi Operasional ……….. 36
E. Teknik Pengumpulan Data ……… 38
F. Teknik Analisis Data ………. 40
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Pra Layanan Konseling Menggunakan Tehnik Desensitisasi Sistematis... 42
2. Analisis Perilaku Berdasarkan Konseling Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis... 44
3. Gambaran Proses Pelaksanaan Teknik Desensitisasi Sistematis... 4. Data skor kecemasan yang dialami subyek sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan. 61 64 5. Grafik Perubahan Kecemasan Menghadapi Ujian Akhir Semester... 67
6. Analisis Data... 76
7. Pengujian Hipotesis... 76
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1. Data Siswa kelas VIII yang Diberi Perlakuan 45 Tabel 2. Skor Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Akhir
Semester Sebelum Diberi Perlakuan dan Sesudah
Diberi Perlakuan 66
MOTTO
Hubungan terhebat yang pernah kita miliki adalah hubungan dengan diri kita
sendiri (Shierly McLaine)
Semakin banyak kita memperhatikan apa yang dikerjakan orang lain, maka
1. Tim Penguji
Ketua : Drs. Muswardi Rosra, M.Pd. ...
Sekretaris : Ratna Widiastuti, S.Psi.,M.A.,Psi., ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Shinta Mayasari, S.Psi.,M.Psi.,Psi. ...
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003
PERSEMBAHAN
BISMILLAHIRROHMANNIRROHIM
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada
Bapak, seorang yang sangat kukagumi dalam hidup, seorang yang kuat dan juga hebat. Dengan segala kemampuannya selalu diberikannya untukku yang terbaik.
Mami, wanita paling sabar yang pernah kukenal. Dengan kasih sayang yang tulus yang selalu diberikan untukku. Beliaulah motivator terbesar dalam hidupku.
Someone who will be my soulmate “Mas Rudiyanto”
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di desa Sidomukti (Kotabumi-Lampung Utara) pada tanggal 17 Juni 1989. Penulis merupakan anak ke-3 dari empat bersaudara. Buah hati dari
pasangan Bapak Marno dan Ibu Yatinem.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Sidomukti kecamatan Abung Timur pada tahun 2001. Menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Abung Semuli pada tahun 2004, kemudian menyelesaikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 1 Abung Semuli pada tahun 2007. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Bimbingan Konseling Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB).
Selama kuliah penulis pernah aktif dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan (HIMAJIP) sebagai anggota bidang Litbang pada tahun 2008-2009.
Penulis juga pernah sebagai sekretaris bidang IPTEK pada Forum Mahasiswa Bimbingan Konseling (FORMABIKA) pada tahun 2010-2011. Penulis juga
SANWACANA
Segala puji hanyalah milik Allah SWT, dengan segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Upaya Menurunkan
Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Akhir Semester Genap Menggunakan
Teknik Desensitisasi Sistematis Pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1
Abung Semuli Lampung Utara Tahun Pelajaran 2010-2011”.
Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi tingkat
sarjana (S-1) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung
2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
4. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd. selaku Pembimbing Utama dalam
penyusunan skripsi yang senantiasa telah meluangkan waktu dan memberikan
bimbingan semaksimal mungkin selama periode penyusunan.
5. Ibu Ratna Widiastuti, S.Psi., M.A., Psi. selaku pembimbing pembantu yang
6. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi. selaku pembahas/penguji dalam
skripsi ini, banyak sekali saran-saran yang bermanfaat dari beliau yang dapat
diterapkan dalam skripsi ini dan juga nantinya setelah masuk ke dunia kerja.
7. Bapak dan Ibu dosen program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, terimakasih dengan
segala yang telah diajarkan selama mengikuti perkuliahan.
8. Seluruh staf karyawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung yang secara tidak langsung memberikan bantuan selama
perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
9. Ibu Maryana Achmad, S.Pd. selaku Kepala SMP N 1 Abung Semuli yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dalam penyelesaian
skripsi ini.
10. Kedua orang tuaku yang tanpa lelah memberikan doa serta dukungannya
dalam bentuk apapun, serta menanti keberhasilanku.
11. Kakak-kakakku (Mas Yanto, Mas Bambang, Mbak Yuli dan Mbak Anis),
adikku Nurul juga keponakanku Ega, Shifa dan Adhwa terimakasih dengan
segala dukungan yang telah diberikan.
12. Mas Rudi (someone who will be my shoulmate), terimakasih atas segala
bentuk dukungan yang telah diberikan.
13. Teman-teman BK’07 Sulis, Priesda, Ewin, Asep, Diah, Dian, Wieta, Wuri,
14. Kakak-kakak dan adik tingkatku di BK yang tidak dapat disebutkan satu per
satu, terimakasih atas dukungannya.
15. Teman-teman PPL di SMP N 4 Bandar Lampung, Dian, Ewin, Diah, Munip,
Eci, Destri, Winanda, Sulis, Anasrin, Galih dan Arief. Makasih atas
kebersamaannya selama ini, aku pasti rindu canda tawa dari kalian.
16. Teman-teman di Pondok Zahra (Ani, Eka, Destri, Dini, mbak Reni, Ros, Pitri,
Yuni, Wira, Sari, Reni, Dwi, dan Ipi, aku pasti kangen dengan kalian semua.
17. Teman-teman terbaikku dari kecil Ari Widayat, Dimas Agung Prasetyo, dan
Bakung Kunto Wijayandanu terimakasih atas segala bentuk dukungan yang
sudah kalian kasih.
18. Semua pihak yang pernah terlibat dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bandar Lampung, 2012
Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
1. Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam
keseluruhan upaya pendidikan. Siswa dengan segala karakteristiknya
berusaha untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin melalui kegiatan
belajar, dan pendidik mengupayakan terciptanya situasi yang tepat sehingga
memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar. Berdasarkan hal
tersebut mengimplikasikan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu
proses interaksi antara guru dan siswa yang didasari oleh hubungan yang
bersifat mendidik dalam rangka pencapaian tujuan.
Melalui proses belajar mengajar lah tujuan pendidikan akan dicapai. Seperti
yang dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 pasal 3
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Redaksi Sinar Grafika)
menjelaskan:
Pendidikan juga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan sebagai upaya mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Berdasarkan hal tersebut pemerintah membuat peraturan
tentang standarisasi kompetensi kelulusan sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional,
yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 19/2005 pasal 25 ayat 1 dan
2, yaitu:
“Standar kompetensi kelulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidik. Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.”
Standarisasi kompetensi kelulusan tersebut sebagai tolok ukur dalam
memberikan penilaian dari tahap evaluasi pada proses pendidikan. Evaluasi
memegang peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dan dari
evaluasi itu para pengambil keputusan pendidikan mendasari diri dalam
memutuskan apakah seorang siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak. Tanpa
evaluasi tidak dapat diketahui sejauh mana keluaran pendidikan telah sesuai
atau bahkan menyimpang dari tujuan awal yang telah dicanangkan. Evaluasi
yang dilakukan secara benar akan banyak manfaatnya karena dari hasil
evaluasi itu akan diperoleh umpan balik yang berharga bagi masukkan
maupun proses pendidikan (Hisyam : 2000).
Dunia pendidikan disiapkan untuk mempersiapkan generasi muda agar
persaingan bebas. Namun, tidak menutup kemungkinan dengan adanya
peraturan pemerintah yang berkaitan dengan standar kelulusan dapat
menyebabkan kecemasan pada peserta didik yang akan melaksanakan ujian,
baik ujian nasional ataupun ujian akhir semester. Seperti yang diungkapkan
oleh salah satu pakar pendidikan Daud (2008), ketika standar kelulusan
menuntut sama untuk semua siswa, tanpa mempertimbangkan objektifitas
kualitas pengajaran di sekolah mereka, maka jelas para siswa, guru, dan juga
orang tua di daerah terpencil akan merasa tertekan, stres, takut, dan bahkan
putus asa perihal kelulusan mereka.
Spielberger & Vagg (dalam Zeidner:1998) mengatakan bahwa kecemasan tes
mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat
kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis
pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Siswa yang memiliki
kecemasan tes memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi, melihat ujian
sebagai situasi yang sangat sulit, menantang dan menakutkan.
Seseorang yang mengalami kecemasan dapat menunjukkan beberapa ciri-ciri
kecemasan. Seperti, kegelisahan dan kegugupan, tangan atau anggota tubuh
yang gemetar, banyak berkeringat, sulit berbicara, jantung yang berdebar
keras atau kencang, panas dingin, wajah terasa memerah dan bahkan bisa
pusing lalu pingsan (Nevid, 2003). Hal-hal yang disebutkan tersebut dapat saja
terjadi pada siswa yang mengalami kecemasan tes, karena tingginya tingkat
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada tanggal 28 Februari 2011 di
SMP Negeri 01 Abung Semuli Lampung Utara, diperoleh informasi melalui
wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling, wali kelas, dan guru
bidang studi bahwa terdapat siswa yang mengalami kecemasan ketika akan
melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS). Kelas yang direkomendasikan
dari pihak sekolah adalah kelas VIII C yang merupakan kelas unggulan pada
kelas VIII di SMP Negeri 1 Abung Semuli. Diharapkan dengan penelitian
yang peneliti laksanakan pihak sekolah dapat mengetahui tingkat kecemasan
yang dialami oleh siswa dari kelas unggulan saat menghadapi ujian akhir
semester. Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh guru pembimbing di
kelas VIII C terdapat 4-7 siswa yang dianggap mengalami kecemasan.
Berdasarkan informasi yang diterima dan berdasarkan hasil pengamatan
secara langsung para siswa tersebut menunjukkan ciri-ciri dari kecemasan.
Seperti, muka memerah ketika guru menunjuk mereka untuk mengerjakan soal
latihan di depan kelas, suara terbata-bata ketika guru meminta siswa tersebut
menjawab sebuah pertanyaan secara tiba-tiba, terlihat gemetar ketika
presentasi di depan kelas, dan juga ada yang sering izin ke kemar kecil untuk
buang air kecil pada mata pelajaran tertentu.
Selain melakukan wawancara dengan guru pembimbing, wali kelas dan guru
bidang studi, peneliti juga melakukan wawancara dengan 4 siswa kelas VIII C
saat jam istirahat berlangsung. Dari informasi yang didapatkan mereka
menyatakan pernah merasa cemas saat sedang belajar dikelas, saat guru
memberikan informasi tentang standar kompetensi yang harus dicapai mereka
merasa takut apabila tidak bisa mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan pada setiap mata pelajaran, sehingga mereka harus remedial. Siswa
juga merasa takut apabila mereka tidak naik kelas. Dan rasa takut seperti itu
menyebabkan siswa kurang nyaman dalam belajar dan kurang dapat
berkonsentrasi ketika belajar di dalam kelas.
Kecemasan yang dialami oleh siswa perlu mendapat penanganan secara
khusus supaya kecemasan tersebut dapat menurun. Cara yang dapat dilakukan
untuk mengurangi kecemasan tersebut adalah dengan teknik desensitisasi
sistematis.
Cormier dan Cormier (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996:334)
mengemukakan bahwa desensitisasi sistematis telah digunakan untuk
menyembuhkan kecemasan,kasus-kasus phobia ganda pada anak-anak,
muntah-muntah yang kronis, takut pada darah, kebiasaan mimpi buruk
dimalam hari, takut menyetir mobil dan takut air. Teknik desensitisasi juga
telah digunakan secara luas dengan penderita phobia pada umumnya seperti,
takut ketinggian, takut di tempat terbuka dan takut di tempat tertutup. Selain
itu, teknik disensitisasi juga digunakan untuk menyembuhkan orang yang
takut terbang, takut mati, takut kritik atau penolakan.
Dari uraian di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang “Upaya
Menurunkan Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Menggunakan Teknik
Desensitisasi Sistematis pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan sebagai
berikut:
1 ada siswa yang mukanya memerah ketika guru menunjuk mereka
mengerjakan soal latihan di depan
2 ada siswa yang suaranya terbata-bata ketika guru meminta siswa tersebut
menjawab sebuah pertanyaan secara tiba-tiba
3 ada siswa yang terlihat gemetar ketika presentasi di depan kelas
4 ada siswa yang sering izin ke kemar kecil untuk buang air kecil pada saat
ujian
5 ada siswa yang cemas apabila nilai yang didapat tidak mencapai standar
kelulusan yang telah ditetapkan.
6 ada siswa yang kurang konsentrasi saat ujian.
7 ada siswa yang mengalami kecemasan tidak akan naik kelas.
3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan
masalah. Maka dalam hal ini peneliti membatasi pada “Upaya Menurunkan
Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian Menggunakan Teknik Desensitisasi
Sistematis pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMP Negeri 1 Abung Semuli
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini
adalah; “Siswa mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian di SMP
Negeri 1 Abung Semuli Lampung Utara tahun pelajaran 2010/2011”.
Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
“Apakah kecemasan siswa dalam menghadapi ujian dapat diturunkan dengan
penggunaan teknik desensitisasi sistematis?”
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan tingkat kecemasan siswa
dalam menghadapi ujian dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
a. Kegunaan secara teoretis
Secara teoretis penelitian ini berguna untuk mengembangkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan penulis melalui bahasa ilmiah. Selain itu penelitian
ini berguna untuk mengembangkan ilmu khususnya mengenai penggunaan
teknik desensitisasi sistematis dalam menurunkan kecemasan siswa
b. Secara praktis
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa kecemasan siswa
dalam menghadapi ujian akhir semester dapat diturunkan dengan
menggunakan teknik desensitisasi sistematis.
C. Kerangka Pikir
Setiap orang dapat mengalami kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan
emosi yang sifatnya tidak menyenangkan. Akibat dari kecemasan itu, maka
seseorang akan dibayangi rasa khawatir dan takut bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi pada dirinya. Banyak hal yang dapat mmenimbulkan kecemasan
dalam diri seseorang, seperti kesehatan, hubungan sosialnya, ujian atau
bahkan karir (Nevid, dkk:2003).
Seseorang yang mengalami kecemasan dapat menunjukkan beberapa ciri-ciri
kecemasan, seperti: gelisah, gugup, tangan atau anggota tubuh gemetar,
banyak berkeringat, sulit berbicara, jantung berdebar keras atau kencang,
panas dingin, wajah memerah dan bahkan bisa pusing dan pingsan (Nevid,
dkk:2003). Hal-hal seperti itu dapat muncul ketika seseorang berada dalam
keadaan cemas. Apalagi jika kecemasan itu lebih mengacu pada hal yang lebih
spesifik seperti menghadapi ujian atau biasa yang disebut dengan kecemasan
tes.
Spielberger & Vagg (dalam Zeidner: 1998) mengatakan bahwa kecemasan tes
mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat
kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis
kecemasan tes memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi, melihat ujian
sebagai situasi yang sangat sulit, menantang dan menakutkan.
Dalam hal ini adalah siswa yang mengalami kecemasan ketika akan
melaksanakan ujian akhir semester. Mereka dapat mengalami beberapa
ciri-ciri kecemasan seperti yang dijelaskan diatas, secara tiba-tiba pusing, mual,
keluar keringat di telapak tangannya, panas dingin, gemetar bahkan kurang
konsentrasi dalam mengikuti proses belajar di kelas. Dengan ciri-ciri yang
ditunjukkan oleh siswa-siswa tersebut mengindikasikan bahwa siswa tersebut
memiliki tingkat kecemasan yang tinggi saat menghadapi ujian.
Kecemasan yang dialami tersebut dapat berawal dari perasaan takut pada
dirinya dengan adanya standarisasi kompetensi kelulusan yang tercantum
dalam perundang-undangan Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah RI
mengenai standar kelulusan yang harus dicapai oleh peserta didik. Para siswa
takut apabila nilai hasil ujian pada setiap mata pelajaran tidak mencapai
standar yang telah ditetapkan pemerintah (Daud, 2008).
Cormier dan Cormier (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996:334)
mengemukakan bahwa desensitisasi sistematis telah digunakan untuk
menyembuhkan kecemasan,kasus-kasus phobia ganda pada anak-anak,
muntah-muntah yang kronis, takut pada darah, kebiasaan mimpi buruk
dimalam hari, takut menyetir mobil dan takut air. Teknik desensitisasi juga
telah digunakan secara luas dengan penderita phobia pada umumnya seperti,
itu, teknik disensitisasi juga digunakan untuk menyembuhkan orang yang
takut terbang, takut mati, takut kritik atau penolakan.
Egbochukuand (2005) membuktikan lewat penelitiannya, bahwa teknik
desensitisasi sistematis efektif dalam menurunkan kecemasan ujian pada siswa
Sekolah Menengah Atas Nigeria, sehingga dianjurkan terapi ini cocok
digunakan dalam mereduksi kecemasan. Adapun dalam penelitiannya tersebut
menghasilkan sebuah program penanganan kecemasan ujian pada siswa
sekolah menengah pertama dengan menggunakan desensitisasi sistematis.
Dari uraian diatas, maka peneliti mencoba untuk memberikan sebuah
treatment supaya kecemasan yang dialami oleh siswa tersebut dapat menurun.
Treatment yang diberikan adalah dengan menggunakan teknik disensitisasi
sistematis. Dalam hal ini peneliti berusaha memberikan “suntikan” pada siswa
untuk menanggulangi ketakutan atau kebimbangan yang mendalam dalam
suasana tertentu. Dalam teknik ini peneliti berusaha mengubah tingkah laku
melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu,
rileks dan membayangkan sesuatu agar mereka dapat menurunkan ketakutan
atau ketegangan dalam suasana tertentu.
Dari pelaksanaan treatment tersebut kecemasan yang dialami siswa ketika
menghadapi ujian akhir semester dapat menurun. Siswa yang sebelum
diberikan perlakuan memiliki tingkat kecemasan tinggi setelah diberikan
perlakuan kecemasan yang dialami menurun. Maka dari itu kecemasan yang
dialami siswa dalam menghadapi ujian akhir sekolah dapat diatasi dengan
umumnya merupakan teknik yang digunakan untuk menurunkan kecemasan
yang dialami oleh individu.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk menurunkan kecemasan
yang dialami siswa dalam mengahapi ujian akhir semester dengan konseling
menggunakan teknik desensitisasi sistematis.
Berikut ini adalah kerangka pikir penelitian yang coba digambarkan dalam
bentuk bagan oleh peneliti:
Bagan 1. Kerangka Pikir penelitian
Berdasarkan kerangka pikir tersebut dapat terlihat bahwa siswa awalnya
mengalami kecemasan yang tinggi. Kemudian peneliti mencoba untuk
mengurangi kecemasan tersebut dengan menerapkan teknik dieensitisasi
sistematis dalam konseling dengan tujuan agar kecemasan yang dialami siswa
dapat mengalami penurunan. Kecemasan subjek
tinggi Kecemasan subjek menurun
Penggunaan teknik desensitisasi
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang
diajukan oleh peneliti, yang kemudian harus diuji kebenarannya. Adapun
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester dapat diturunkan
dengan menggunakan teknik desensitisasi sistematis.
Sedangkan hipotesis statistiknya adalah:
Ho : tidak terdapat perbedaan skor antara tingkat kecemasan siswa
dalam menghadapi ujian akhir semester sebelum diberikan teknik
desensitisasi sistematis dan sesudah diberikan teknik desensitisasi
sistematis.
Ha : terdapat perbedaan skor antara tingkat kecemasan siswa dalam
menghadapi ujian akhir semester sebelum diberikan teknik
desensitisasi sistematis dan sesudah diberikan teknik desensitisasi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian.
Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai kecemasan yang
meliputi: kecemasan tes, karakteristik kecemasan tes, dan penyebab kecemasan
tes, akibat kecemasan tes, kelas unggulan, pengertian kelas unggulan, tujuan kelas
unggulan, teknik disensitisasi sistematis, pengertian disensitisasi sistematis,
jenis-jenis desensitisasi sistematis dan tahap-tahap pelaksanaan desensitisasi sistematis,
efektifitas teknik desensitisasi sistematis dalam mengurangi kecemasan.
A. Kecemasan
Setiap individu pasti pernah merasakan suatu perasaan yang disebut dengan
kecemasan. Kecemasan (anxiety) adalah suatu keadaan emosional yang
mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak
menyenangkan, dan perasaan khawatir (aprehensive) bahwa sesuatu buruk
akan terjadi pada dirinya (Nevid dkk, 2003). Sedangkan menurut pendapat
Atkinson (1996:214) kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan
yang ditandai dengan istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa
1. Pengertian Kecemasan Tes
Ujian/tes ditujukan untuk merepresentasikan kemampuan atau pekerjaan
siswa selama belajar di kelas. Dengan pelaksanaan ujian/tes siswa dituntut
untuk memperoleh hasil yang baik, bahkan sempurna, baik oleh dirinya
sendiri, teman-teman, guru, dan orangtuanya. Menurut Nevid dkk, (2003)
ujian/tes merupakan salah satu hal yang dapat menjadi sumber kecemasan.
Ketika akan menghadapi ujian atau tes, seseorang dapat mengalami
kecemasan atau yang biasa disebut dengan kecemasan tes (test anxiety).
Spielberger & Vagg (dalam Zeidner:1998) mengatakan bahwa kecemasan tes
mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik, tingkat
kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah fisiologis
pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Situasi yang lebih
spesifik yang dimaksudkan adalah ketika akan dihadapkan pada suatu proses
penilaian seperti ujian/tes. Pada situasi seperti ini individu dapat mengalami
tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikirannya terganggu atau kurangnya
konsentrasi dan merasakan ketegangan serta gairah fisiologis pada perilaku
yang ditunjukkannya.
Sedangkan menurut Nicaise (dalam Adeleyna, 2008) kecemasan tes
didefinisikan sebagai respon fisiologis, kognitif, dan tingkah laku individu,
yang mendorong perasaan negatif dalam situasi yang dinilai. Individu yang
mengalami kecemasan tes menurut Nicaise lebih mengacu pada respon
tangan yang mengeluarkan keringat berlebih yang akhirnya mendorong pada
perasaan negatif pada saat akan dilakukan proses penilaian.
Menurut Sieber dkk, (dalam Zeidner:1998) kecemasan tes adalah respon
fenomenologis, fisiologis, dan tingkah laku yang menyertai kekhawatiran atau
kegagalan pada ujian atau situasi yang bersifat evaluasi. Seseorang dalam
kondisi seperti ini lebih menunjukkan tingkah laku-tingkah laku yang disertai
dengan rasa khawatir yang tinggi.
Dari beberapa pengertian kecemasan tes di atas dapat disimpulkan bahwa
kecemasan tes adalah suatu manifestasi emosi yang bercampur aduk yang
merupakan bentuk perasaan cemas berlebihan pada saat menghadapi suatu
proses penilaian (ujian/tes). Bentuk respon yang ditampilkan dalam respon
fisiologis, kognitif dan tingkah laku individu, yang mendorong perasaan
negatif dalam situasi yang dinilai tersebut.
2. Karakteristik Kecemasan Tes
Kecemasan tes (test anxiety) bisa ditemukan pada beberapa siswa yang
memiliki keinginan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Seseorang yang
memiliki kecemasan tes tinggi akan merasa khawatir akibat tidak mampu
mengerjakan ujian/tes dengan baik. Orientasi diri terhadap perasaan khawatir
ini juga mempengaruhi konsentrasi selama perjalanan ujian/tes. Menurut teori
Sarason (dalam Adeleyna, 2008) mengatakan karakteristik siswa yang
memiliki kecemasan tes adalah sebagai berikut:
b. Siswa merasa dirinya sebagai orang yang tidak berguna atau tidak cukup bisa mengerjakan soal-soal ujian;
c. Siswa akan lebih memfokuskan pada konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakmampuan dirinya;
d. Keinginan untuk menyalahkan diri sangat kuat dan mengganggu aktifitas kognitif terhadap ujian;
e. Siswa sudah mengira dan mengantisipasi kegagalan karena orang lain.
Berdasarkan karakteristik siswa dalam menghadapi ujian yang disebutkan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang menghadapi ujian mengalami
perasaan-perasaan kurang nyaman dalam dirinya dan timbul anggapan bahwa
ujian merupakan hal yang menyulitkan.
3. Penyebab Kecemasan Tes
Gunarsa (1989) dan Durand & Barlow (dalam Widiastuti, 2011) menyatakan
cemas disebabkan oleh hal-hal berikut:
a. peningkatan aktivitas otak atau neurotransmitter
b. munculnya ancaman, tekanan, atau masalah dalam kehidupan
c. kondisi sosial yang menuntut secara berlebihan yang belum atau tidak
dapat dipenuhi oleh individu, seperti tuntutan mendapatkan nilai tinggi.
d. rasa rendah diri dan kecenderungan menuntut diri sempurna karena
standar prestasi yang terlalu tinggi dibandingkan dengan kemampuan
nyata yang dimiliki individu.
e. kurang siap dalam menghadapi suatu situasi atau keadaan, misalnya pada
siswa yang merasa kurang menguasai mata pelajaran matematika tetapi
harus segera mengikuti ujian matematika.
Berdasarkan penyebab kecemasan tes yang disebutkan di atas dapat
disimpulkan bahwa siswa yang mengalami kecemasan tes dapat disebabkan
oleh beberapa hal seperti, meningkatnya aktifitas otak, adanya tekanan atau
masalah dalam hidupnya, adanya tuntutan untuk mendapatkan nilai tinggi
atau bahkan kurangnya kesiapan dalam menghadapi situasi tersebut dan pola
pikir yang negatif terhadap dirinya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan yang
dijelaskan oleh Grainger (1999) yang menjelaskan bahwa penyebab
kecemasan tes berasal dari dua sumber, yaitu faktor lingkungan dan faktor
individu.
4. Efek Kecemasan Tes
Pada dasarnya kecemasan dalam tingkat rendah dan sedang berpengaruh
positif pada performasi belajar siswa karena dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Goleman (1997) mengatakan bahwa terlampau cemas dan takut
menjelang ujian justru akan mengganggu kejernihan pikiran dan daya ingat
untuk belajar dengan efektif sehingga hal tersebut mengganggu kejernihan
mental yang sangat penting untuk dapat mengatasi ujian.
Ada beberapa akibat cemas pada siswa antara lain:
a. prestasi akademik rendah (Klingemann, 2008; Durand & Barlow, 2003) b. mengurangi kinerja (Educational Testing Service, 2005)
c. gangguan psikologis, misalnya pikiran kosong, sulit konsentrasi, atau berlarian kemana-mana, isi pikiran negatif seperti mengingat-ingat hasil ujian yang buruk, atau mengetahui menjawab salah setelah tes selesai tapi tidak saat tes (Educational Testing Service, 2005)
Berdasarkan penjelasan di atas akibat dari kecemasan tes dapat menyebabkan
gangguan fisik maupun psikologis pada orang yang mengalaminya. Ketika
seseorang mengalami kecemasan yang ada dalam pikirannya hanyalah
perasaan-perasaan negatif tentang sesuatu yang dicemaskan tersebut.
Sehingga reaksi fisik maupun psikologis pun dapat muncul akibat perasaan
cemas yang dialaminya tersebut.
B. Desensitisasi Sistematis
1. Pengertian Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan
dalam terapi tingkah laku yang digunakan untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif, dan meyertakan pemunculan tingkah laku atau
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu
(dalam Corey, 2009:208). Jadi teknik ini penerapannya dengan memunculkan
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang dialami oleh klien.
Chaplin (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) menyatakan bahwa
desensitisasi sistematis adalah pengurangan sensitifitas emosional yang
berkaitan dengan kelainan pribadi atau masalah sosial setelah melalui
prosedur konseling. Menurut Chaplin penggunaan teknik desensitisasi
sistematis ini untuk mengurangi sensitifitas emosional seperti cemas atau
phobia dengan menerapkan prosedur atau langkah-langkah pelaksanaan
Menurut Munro, dkk. (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) menyatakan
bahwa desensitisasi adalah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengubah
tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri atas memikirkan
sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu. Jadi yang
dimaksudkan adalah dalam teknik desnsitisasi sistematis ini terdapat suatu
proses memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu
sebagai langkah atau proses pengubahan tingkah laku.
Desensitisasi sistematis juga melibatkan teknik-teknik relaksasi (dalam
Abimanyu dan Manrihu, 1996). Klien dilatih untuk santai dan
mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit
kecemasan yang dibayangkan dan divisualisasi. Tingkatan stimulus penghasil
kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus penghasil
keadaan santai sampai kaitan antara stimulus penghasil kecemasan itu akan
terhapus.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desensitisasi sistematis adalah
salah satu teknik dalam terapi tingkah laku dengan menghilangkan respon
yang tidak menyenangkan dengan mengganti respon yang berlawanan dalam
situasi rileks, dimana klien diajak untuk memikirkan sesuatu, menenangkan
diri, dan membayangkan sesuatu.
2. Jenis-jenis desensitisasi sistematis
Pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis ini ada beberapa cara, baik secara
Beberapa jenis desensitisasi sistematis yang dijelaskan dalam Abimanyu dan
Manrihu (1996:334) adalah:
a. Desensitisasi yang dilaksanakan secara kelompok
Pelaksanaan desensitisasi kepada sekelompok klien yang mempunyai
masalah yang sama adalah lebih efektif dan efisien daripada desensitisasi
yang dilaksanakan secara individual.
b. Desensitisasi yang dilaksanakan sendiri oleh klien
Beberapa studi menunjukkan bahwa desensitisasi yang diselenggarakan
oleh terapis tidak efektif. Glasgow dan Barrera (dalam Abimanyu dan
Manrihu,1996) menemukan bahwa klien yang melaksanakan desensitisasi
sistematis utuk dirinya sendiri terus menunjukkan kemajuan setelah dites
lebih dari klien yang pelaksanaan desensitisasiya dilakukan oleh konselor.
c. Desensitisasi “in-vivo”
Desensitisasi “in-vivo” melibatkan beradanya klien secara aktual pada
situasi-situasi dalam hirarki itu. Klien melibatkan diri dalam seri-seri
situasi yang bertingkat daripada mengimajinasikan setiap seri itu. Jenis
desensitisasi itu digunakan jika klien mempunyai kesulitan menggunakan
imajinasinya atau tidak mengalami kecemasan selama melakukan
imajinasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan selain jenis desenstisasi yang dilakukan
secara perorangan, terdapat pula desensitisasi yang dilakukan secara
berkelompok, yang dilakukan oleh klien sendiri, dan yang dilakukan oleh
3. Tahap-tahap pelaksanaan desensitisasi sistematis
Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan teknik desensitisasi sistematik ini
dikemukakan oleh Cormier dan Cormier (dalam Abianyu dan Manrihu,
1996:337) adalah:
a. Rasional penggunaan treatment desensitisasi sistematis; b. Identifikasi situasi-situasi yang menimbulkan emosi; c. Identifikasi konstruksi hirarki;
d. Pemilihan latihan; e. Penilaian imajinasi; f. Penyajian adegan;
g. Pekerjaan rumah dan tindak lanjut.
Tahap yang pertama kali digunakan pada teknik desensitisasi sistematik adalah:
a. Rasional penggunaan treatment desensitisasi sistematis
Rasional yang berisi tujuan dan prosedur pelaksanaan desensitisasi sistematis
disampaikan kepada klien karena akan mendatangkan beberapa manfaat.
Antara lain: 1. rasional dan ringkasan prosedur pelaksanaan itu
mengemukakan model tertentu atau cara dimana konselor akan melaksanakan
treatment ini, 2. hasil dari desensitisasi mungkin bisa ditingkatkan karena
diberikan instruksi dan harapan yang positif.
b. Mengidentifikasikan situasi-situasi yang menimbulkan emosi
Jika konselor telah menemukan masalah, maka mestinya ada indikasi tentang
dimensi atau situasi yang memengaruhi kecemasan. Untuk itu dalam hal ini
konselor hendaknya berinisiatif melakukan identifikasi situasi yang
memengaruhi emosi tersebut dengan menggunakan salah satu prosedur, yaitu:
hendaknya terus membantu klien menilai situasi-situasi yang diperoleh sampai
ditemukan beberapa situasi khusus.
c. Identifikasi konstruksi hirarki
Hirarki adalah daftar situasi rancangan terhadap mana klien bereaksi dengan
sejumlah kecemasan yang bertingkat-tingkat. Untuk memeroleh hirarki itu,
dalam tahap ini konselor hendaknya membantu klien:
1. Menjelaskan tujuan meranking butir-butir hirarki menurut meningkatnya
level yang menimbulkan kecemasan;
2. Memilih tingkatan kecemasan dari paling yang tidak menimbulkan
kecemasan (nilai 0) sampai pada tingkatan yang paling menimbulkan
kecemasan (nilai 100);
3. Mengidentifikasi hal-hal yang menimbulkan kecemasan;
4. Mengidentifikasi hal-hal yang membuat cemas dan menulis dengan
menggunakan kartu;
5. Mengeksplorasi hal-hal yang membuat cemas sampai diperoleh kriteria
yang spesifik;
6. Meminta klien untuk mengidentifikasi beberapa hal-hal yang berlawanan
dengan hal-hal yang membuat cemas;
7. Meminta klien untuk mengatur butir hirarki menurut makin meningkatnya
pengaruh pada kecemasan dengan menggunakan metode rangking berikut:
skala 0-100 atau rendah, sedang, dan tinggi;
8. Menambah atau mengurangi hirarki kecemasan agar diperoleh hirarki
d. Pemilihan dan latihan cuonterconditioning atau respon penanggulangan
Pada tahap ini konselor memilih counterconditioning atau respon
penanggulangan yang sesuai untuk melawan atau menanggulangi kecemasan.
Konselor menjelaskan tujuan respon yang dipilih dan mendiskusikannya.
Konselor melatih klien untuk melakukan penanggulangan dan melakukannya
setiap hari. Sebelum melakukan latihan, klien diminta untuk menilai level
perasaan kecemasan. Kemudian konselor meneruskan latihan sampai klien
dapat membedakan level-level yang berbeda dari kecemasan dan dapat
menggunakan respon non kecemasan untuk mencapai sepuluh atau kurang
dalam skala penilaian 0-100.
e. Penilaian imajinasi
Pelaksanaan yang khas dari desensitisasi dititikberatkan pada imajinasi klien.
Hal ini berasumsi bahwa imajinasi dari situasi adalah sama dengan situasi
nyata dan bahwa belajar yang terjadi dalam situasi imajinasi menggeneralisasi
pada situasi ril. Karena itu tugas konselor adalah:
a) Menjelaskan penggunaan imajinasi dalam desensitisasi;
b) Mengukur kapasitas klien untuk menggeneralisasi imajinasi secara hidup;
c) Melalui bantuan klien konselor menentukan apakah imajinasi klien
memenuhi kriteria atau tidak.
f. Penyajian adegan hirarki
Adegan dalam hirarki disajikan setelah klien diberikan latihan dalam
imajinasi diukur. Setiap persentasi adegan didampingi dengan respon
penanggulangan sehingga kecemasan klien terkondisikan atau terkurangi.
g. Pekerjaan Rumah dan Tindak Lanjut
Dalam bagian akhir dari treatment ini konselor melakukan kegiatan sebagai
berikut:
a) Konselor memberikan tugas/pekerjaan rumah yang berhubungan dengan
usaha memajukan hasil treatment desensitisasi dengan petunjuk sebagai
berikut:
Latihan setiap hari tentang pelaksanaan relaksasi, visualisasi butir-butir
yang diselesaikan secara sukses pada sesi yang mendahuluinya, penerapan
pada situasi yang sebenarnya butir-butir yang telah diselesaikan dengan
sukses.
b) Konselor menginstruksikan klien untuk mencatat pekerjaan rumah dalam
buku catatan
c) Konselor merencanakan pertemuan tindak lanjut untuk mencek hasil
pekerjaan rumah.
Pelaksanaan teknik utama dari teknik desensitisasi sistematis diatas akan
diuraikan dengan jelas di bawah ini:
Saat mata tertutup klien mulai terlibat dengan teknik ini. Konselor
menggambarkan seri-seri adegan atau situasi dan meminta klien untuk
membayangkan dirinya dalam setiap adegan atau situasi tersebut. Jika klien tetap
rileks, klien diminta untuk membayangkan situasi yang dapat menimbulkan
adegan yang lebih membuat klien merasa cemas sampai klien memberi tanda
bahwa klien sedang mengalami kecemasan, seperti mengeluarkan keringat,
memberikan kode dengan salah satu jari-jari tangannya saat adegan tersebut
dimunculkan. Kemudian konselor meminta klien untuk menghentikan imajinasi
adegan kepada klien. Konselor kembali meminta klien untuk rileks, diantaranya
dengan melemaskan otot-otot tubuh dan membayangkan situasi yang membuat
klien senang atau situasi yang tidak membuat klien cemas. Setelah klien rileks dan
tidak merasa cemas lagi kemudian adegan diteruskan kembali. Pada daftar hirarki
situasi yang lebih menimbulkan rasa cemas.
Apabila prosedur pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis dapat dilaksanakan
secara berurutan dan tetap sesuai dengan tahap-tahapnya maka pelaksanaan teknik
ini dapat berjalan dengan lancar dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Maka secara garis besar teknik ini dapat dibagi dalam tiga bagian usaha yang
besar yaitu sebagai berikut:
a) Latihan relaksasi otot dan ketenangan menggunakan tipe relaksasi progresif;
b) Menyusun urutan hirarki masalah yang mencemaskan;
c) Desensitisasi yang sesungguhnya atau pelaksanaan inti dari teknik
desensitisasi sistematis.
Penyususunan hirarki dimulai dari masalah yang paling ringan dan tidak begitu
menimbulkan kecemasan kemudian satu persatu ke atas hingga ke daftar hirarki
Penyusunan ini biasanya selesai dalam beberapa sesi wawancara sebagai berikut:
a. Pada wawancara pertama, klien dilatih dengan relaksasi otot, yaitu dengan
cara melemaskan otot tubuh yang terus tegang. Kemudian klien
memerhatikan dengan cermat beda rasa antara otot yang tegang dan otot yang
lemas. Klien kemudian dianjurkan untuk melatih dirinya dirumah sendiri
sebelum datang pada wawancara selanjutnya. Bila relaksasi sudah dapat
tercapai, maka desensitisasi sudah dapat dimulai. Klien diberi aba-aba untuk
melemaskan otot-ototnya sebagaimana telah diajarkan konselor dan
mengacungkan jari telunjuknya bila merasa cemas saat mengimajinasikan
adegan. Setelah klien merasa rileks, klien diminta membayangkan suatu
adegan yang netral dan tidak akan menimbulkan rasa kecemasan setelah
adegan itu dilaksanakan. Kemudian konselor meminta klien untuk
mengimajinasikan suatu adegan atau situasi yang biasanya menimbulkan
kecemasan. Teknik desensitisasi ini sangat perlu dipakai untuk mengetahui
betapa cepat dan jelasnya klien dapat membayangkan atau mengimajinasikan
suatu adegan atau situasi tertentu yang dialami dalam hidupnya.
b. Pada sesi selanjutnya, cara seperti yang dilakukan pada saat wawancara
pertama tetap dilakukan lagi dengan cara mengimajinasikan situasi atau
adegan yang sudah tidak menimbulkan kecemasan lagi, kemudian imajinasi
adegan atau situasi boleh dilanjutkan pada urutan hirarki yang lebih tinggi
atau ke situasi yang dapat menimbulkan kecemasan., demikian seterusnya
hingga beberapa sesi dalam pelaksanaan teknik ini. Situasi atau adegan yang
banyak kecemasan pada sesion sebelumnya maka pada sesion ini situasi
tersebut sudah tidak lagi menjadi situasi yang mencemaskan pada diri klien.
Hal yang perlu diingat adalah faktor pelaksanaan dalam mengadakan persentasi
situasi dengan cara imajinasi yang logis dan konsisten untuk desensitisasi yaitu
untuk mempertahankan relaksasi selama terapi dan untuk mencegah selama
proses desensitisasi itu tidak akan menjadi penyebab kecemasan. Oleh sebab itu,
bila klien memberi tanda bahwa ia merasa cemas atau pemberi terapi melihat ada
pertanda gangguan tubuh selama diberikan rangsang kecemasan itu maka
imajinasi adegan oleh klien harus segera dihentikan dan bayangan adegan yang
mencemaskan tersebut di perintahkan untuk segera dihapuskan dan konselor
meminta klien untuk rileks, agar klien dapat menghilangkan rasa cemas setelah
mengimajinasikan suatu adegan.
Setelah klien tenang kembali barulah daftar cemas dari rangsang hirarki situasi
dapat diimajinasikan kembali. Bila kecemasan timbul lagi maka relaksasi
dilakukan kembali, demikian selanjutnya. Situasi diulang lagi hingga dirasakan
oleh klien cukup nyaman dan santai untuk menyelesaikan terapinya itu sehingga
berhasil.
Dengan demikian kegagalan dalam proses desensitisasi sistematis dapat dicegah.
Perlu diingat penghentian terapi jangan sekali-kali disaat klien sedang dalam
keadaan cemas, sebab suatu suasana akhir pertemuan nampaknya akan lekat
dipertahankan sehingga membutuhkan saat yang paling lama untuk
rangsang atau suasana yang cukup lunak dan santai sehingga penghentian dapat
dilakukan dengan lebih lancar.
4.Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku kecemasan
Dalam penelitian ini digunakan tiga langkah menganalisis perilaku, berawal
dari tahap memilih target perilaku yang akan dikurangi sampai tahap
mengevaluasi program yang telah dilaksanakan. Tiga langkah tersebut yaitu:
a) Memilih target perilaku yang akan dikurangi;
b) Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi
perilaku;
c) Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan.
Langkah-langkah dalam menganalisis perilaku akan diuraikan lebih jelas
dibawah ini:
a) Memilih target perilaku yang akan dikurangi
Merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan
penelitian. Dalam penelitian ini target perilaku yang akan dikurangi adalah
kecemasan siswa dalam menghadap ujian akhir semester. Untuk
mengurangi perilaku yang dialami oleh siswa tersebut peneliti
menggunakan teknik konseling. Adapun konseling yang akan diterapkan
oleh peneliti adalah dengan menggunakan pendekatan behavioral teknik
desensitisasi sistematis.
b) Merencanakan dan mewujudkan sebuah strategi untuk mengurangi
Tahap ini merupakan tahap inti dari penelitian yang akan dilakukan.
Dalam tahap ini peneliti menentukan cara dan strategi yang akan
digunakan untuk membantu mengurangi perilaku subyek. Peneliti
menggunakan strategi atau cara konseling untuk membantu mengurangi
perilaku subyek penelitian dengan cara menurunkan perilakunya bahkan
sampai menghilangkan perilakunya. Konseling yang akan dilaksanakan
peneliti menggunakan salah satu pendekatan yaitu pendekatan konseling
behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis.
c) Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan peneliti
Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses menganalisis perilaku yang
dilaksanakan. Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan bertujuan
untuk mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan sudah efektif
atau belum. Untuk mengevaluasi program yang dilaksanakan yaitu dengan
cara membandingkan keadaan perilaku subyek sebelum dilakukan
konseling dengan perilaku subyek sesudah dilakukan konseling.
C. Kelas Unggulan
1. Pengertian Kelas Unggulan
Menurut Silalahi (dalam Zanuraini : 2011), kelas unggulan adalah kelas yang
menyediakan program pelayanan kusus bagi peserta didik dengan cara
mengembangkan bakat dan kreativitas yang dimilikinya untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
Sedangkan menurut Direktorat Pendidikan Dasar yang ditulis kembali oleh
Supriyono (dalam Zanuraini : 2011) adalah sejumlah anak didik yang karena
prestasinya menonjol dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian
diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan
dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu.
Selanjutnya menurut Suhartono dan Ngadirun (dalam Zanuraini : 2011) kelas
unggulan adalah kelas yang dirancang untuk memberikan pelayanan belajar
yang memadai bagi siswa yang benar-benar mempunyai kemampuan yang
laur biasa.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelas unggulan adalah kelas
yang dirancang untuk sejumlah siswa yang memiliki kemampuan, bakat,
kreativitas dan prestasi yang menonjol dibandingkan dengan siswa
lainnya kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum
yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran
tertentu.
2. Tujuan Kelas Unggulan
Menurut Silalahi (dalam Zanuraini : 2011) tujuan penyelenggaraan kelas
unggulan diantaranya:
a) Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
b) Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
c) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik.
e) Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi persaingan di dunia
pendidikan dengan menciptakan keunggulan kompetitif
D. Efektifitas Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Mengurangi Kecemasan
Tes
Teknik desensitisasi sistematis dipilih karena merupakan perpaduan dari
teknik memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan membayangkan sesuatu
dengan memanfaatkan ketenangan jasmaniah konseli untuk melawan
ketegangan jasmaniah konseli yang bila konseli berada dalam situasi yang
menakutkan atau menegangkan sehingga sangat tepat untuk mengatasi
gangguan kecemasan atau yang berhubungan dengan kelainan pribadi maupun
masalah sosial.
Adapun yang memperkuat dalam menggunakan teknik desensitisasi sistematis
dalam mereduksi kecemasan menghadapi ujian adalah karena teknik
desensitisasi sistematis dapat diterapkan secara efektif pada berbagai situasi
penghasil kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi
ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan
neurotik, serta impotensi, dan frigiditas seksual (Corey, 2009:210).
Desensitisasi sistematis merupakan teknik yang didasarkan pada
pengkondisian responden yang digunkaan oleh para ahli psikologi untuk
mengurangi rasa takut dan rasa cemas klien mereka (Wolpe, dalam
Wolpe (dalam Corey, 2009:209) telah mengembangkan suatu respon yakni
relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara
sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam.
Jadi dengan respon relaksasi diharapkan kecemasan yang dialami secara
perlahan berkurang. Setiap kali relaks maka cemasnya berkurang.
Cormier dan Cormier (dalam Abimanyu dan Manrihu,1996:334)
mengemukakan bahwa desensitisasi telah digunakan untuk menyembuhkan
kecemasan,kasus-kasus phobia ganda pada anak-anak, muntah-muntah yang
kronis, takut pada darah, kebiasaan mimpi buruk dimalam hari, takut menyetir
mobil dan takut air. Teknik desensitisasi juga telah digunakan secara luas
dengan penderita phobia pada umumnya seperti, takut ketinggian, takut di
tempat terbuka, dan takut di tempat tertutup. Selain itu, teknik disensitisasi
juga digunakan untuk menyembuhkan orang yang takut terbang, takut mati,
takut kritik atau penolakan.
Egbochuku, (2005) membuktikan lewat penelitiannya, bahwa teknik
desensitisasi sistematis efektif dalam mengurangi kecemasan ujian pada siswa
Sekolah Menengah Atas Nigeria, sehingga terapi ini cocok digunakan dalam
mereduksi kecemasan. Adapun dalam penelitiannya tersebut menghasilkan
sebuah program penanganan kecemasan ujian pada siswa sekolah menengah
pertama dengan menggunakan desensitisasi sistematis.
Dari hasil penelitian para peneliti tersebut dapat dikatakan bahwa teknik
ini peneliti menggunakan desensitisasi sistematis untuk mengurangi
kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester karena teknik ini
dianggap tepat dan sesuai untuk masalah yang dialami klien dengan masalah
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh
hasil sesuai yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan. Penggunaan
metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkapkan benar-benar
dibentengi dengan bukti ilmiah yang kuat. Dengan metode yang tepat akan
meningkatkan objektivitas hasil penelitian, karena merupakan penemuan
kebenaran yang memiliki tingkat ketepatan (validitas) dan tingkat kepercayaan
(reliabilitas) yang tinggi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Metode eksperiment adalah metode percobaan dan observasi sistematis dalam
suatu situasi khusus, dimana gejala-gejala yang diamati itu begitu
disederhanakan, yaitu hanya beberapa faktor saja yang diamati, sehingga
penelitian bisa mengatasi seluruh proses eksperimennya (Kartono, 1996:267).
Desain yang digunakan One Group Pretest-Posttest. Pada penelitian ini
sebelum diberikan perlakuan kepada klien dengan desensitisasi sistematis
subjek diberikan sebuah pretest dengan mengisi sebuah angket kecemasan
setelah diperoleh skor dari hasil penyebaran angket kecemasan subjek
diberikan sebuah perlakuan dengan menggunakan desensitisasi sistematis
sesuai dengan tahap-tahap pelaksanaan teknik tersebut. Setelah diberikan
perlakuan dengan desensitisasi sistematis lalu subjek diberikan angket
kecemasan sebagai posttest untuk menentukan skor setelah diberikan
perlakuan. Hasil kedua tes tersebut dibandingkan untuk menguji apakah
perlakuan yang telah diberikan memberi perubahan pada kecemasan yang
dialami oleh siswa dalam menghadapi ujian akhir semester.
Sebelum perlakuan Treatment Setelah perlakuan
Bagan 1.1. One group pretest - posttest design
Keterangan :
O.1 : Subyek mengalami kecemasan
X : Perlakuan menggunakan teknik desensitisasi sistematis
O.2 : Subyek menurun kecemasannya
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Menurut Arikunto (2002) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII C SMP Negeri 01
Abung Semuli Kotabumi Lampung Utara.
2. Sampel Penelitian
Menurut Arikunto (2002) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk
menggeneralisasikan hasil penelitian sampel.
Sampel dalam penelitian ini 6 siswa kelas VIII C yang memiliki tingkat
kecemasan tinggi setelah dilakukan penyebaran angket kecemasan.
C. Variabel penelitian
Setiap penelitian menggunakan variabel yang jelas sehingga memberikan
gambaran data dan informasi apa yang diperlukan untuk memecahkan
masalah tersebut. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
eksperimen. Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2010) bahwa:
“dalam penelitian eksperimen terdapat perlakuan (treatment), maka ada variabel yang mempengaruhi (X) dan ada variabel yang dipengaruhi (Y). Dengan demikian metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang dikendalikan.”
Berdasarkan pendapat di atas makan variabel dalam penelitian ini terdapat dua
variabe yaitu teknik desensitisasi sistematis sebagai variabel yang
mempengaruhi (X) dan kecemasan siswa menghadapi ujian akhir semester
sebagai variabel yang dipengaruhi (Y).
D. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel merupakan uraian yang berisikan tentang
perincian sejumlah indikator yang dapat diamati dan diukur untuk
peneliti hanya menguraikan indikator dari variabel terikatnya yaitu kecemasan
siswa, karena teknik desensitisasi sistematis sebagai variabel bebas hanya
sebagai treatment yang digunakan untuk mengurangi kecemasan yang dialami
oleh siswa.
Desesitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan
dalam terapi tingkah laku, digunakan untuk menghapus tingkah laku yang
diperkuat secara negatif, dan meyertakan pemunculan tingkah laku atau
respon yang berlawanan denga tingkah laku yang hendak dihapuskan itu
(dalam Corey, 2009:208). Desensitisasi sistematis juga melibatkan
teknik-teknik relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan
santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang
dibayangkan dan divisualisasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desensitisasi sistematis adalah
salah satu teknik dalam terapi tingkah laku dengan menghilangkan respon
yang tidak menyenangkan dengan mengganti respon yang berlawanan dalam
situasi rileks, dimana klien diajak untuk memikirkan sesuatu, menenangkan
diri, dan membayangkan sesuatu.
Menurut Spielberger & Vagg (dalam Zeidner:1998) mengatakan bahwa
kecemasan tes mengacu pada bentuk dasar pada situasi yang lebih spesifik,
tingkat kekhawatiran yang tinggi, pikiran terganggu, ketegangan dan gairah
fisiologis pada saat menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes). Dari
pendapat tersebut maka kecemasan tes adalah suatu manifestasi emosi yang
menghadapi suatu proses penilaian (ujian/tes) ditampilkan dalam respon
fisiologis, kognitif dan tingkah laku individu, yang mendorong perasaan
negatif dalam situasi yang dinilai tersebut.
Kecemasan yang dimaksud adalah kecemasan dalam menghadapi ujian akhir
semester, dalam penelitian ini, indikatornya sebagai berikut:
1. Kekhawatiran
2. Ketegangan
3. Kurang Konsentrasi
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk
memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Menurut Arikunto (2002:126),
metode pengumpulan data ialah “cara memperoleh data.” Peneliti akan
menggunakan beberapa metode atau cara untuk memperoleh data-data yang
diperlukan.
Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini penulis menggunakan
cara-cara sebagai berikut dalam mengumpulkan data:
1. Teknik Pokok
a. Angket
Angket adalah “sejumlah pertanyaan/pernyataan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
informasi mengenai segala hal yang berhubungan dengan subyek
penelitian (Arikunto, 2002:128).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan angket kecemasan tes yang
telah valid dan reliabel yang diadaptasi oleh Widiastuti, R dalam
penelitiannya dari Achievement Anxiety Test yang dikembangkan oleh
Alpert and Haber (1960). Alat tes ini memiliki koefisien reliabilitas 0.87
untuk pernyataan positif dan 0.83 untuk pernyataan negatifnya. Dan
koefisien validitas concurrent sekitar 0.38.
Dalam angket tersebut responden tinggal membubuhkan tanda cheklist (√)
pada kolom yang sesuai. Dengan dua alternatif jawaban yaitu YA dan
TIDAK.
YA jika mengalami hal yang disebutkan dalam angket tersebut.
TIDAK jika tidak mengalami hal yang disebutkan dalam angket tersebut.
2. Teknik Pelengkap
a. Observasi
Observasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperlukan dengan
melakukan pengamatan terhadap obyek tertentu dalam penelitian. Observasi
dilakukan selama penelitian dengan memperhatikan perilaku-perilaku yang
terjadi pada subyek. Observasi yang dilakukan terstruktur dengan
menggunakan panduan observasi. Observer memberikan chek list pada
jika subjek tidak menunjukkan perilaku yang diamati. Panduan observasi
terlampir pada lampiran.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan yang seluas luasnya
dan jelas mengenai perilaku masalah yang dihadapi klien. Wawancara
merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan
tanya jawab dengan sumber data. Wawancara dilakukan pada subyek
penelitian dan pihak-pihak yang berkaitan dengan subyek. Wawancara
yang dilakukan merupakan wawancara yang tidak terstruktur,
pelaksanannya dilakukan secara otomatis ketika berhadapan langsung
dengan subyek penelitian
F. Teknik Analisis Data
Setelah diperolehnya seluruh data-data yang dibutuhkan, maka langkah
selanjutnya adalah pengolahan data dan analisis data. Adapun analisis data
yang penulis gunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
dilakukan untuk mendukung pengolahan data dengan rumus t hitung ( Arikunto;
2002), sebagai berikut:
Md = Mean dari deviasi (d) antara sebelum perlakuan dan setelah
xd = Perbedaan deviasi dengan mean deviasi (d-Md)
∑(Xd)2 = Jumlah kuadrat deviasi
N = Banyaknya subjek
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang di lakukan di SMP Negeri 1 Abung Semuli, maka
dapat diperoleh kesimpulan yaitu:
1. Kesimpulan Statistik
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan teknik desensitisasi sistematis dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan yang dialami siswa dalam menghadapi ujian akhir
semester. Hal ini terbukti adanya perbedaan antara thitung dan ttabel, dengan hasil
analisis data sebagai berikut hasil pretest dan posttest pada subyek penelitian diperoleh thitung = 7,476 kemudian dibandingkan dengan ttabel = 2,015, karena
thitung > ttabel maka Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan antara skor
kecemasan sebelum dan sesudah diberi perlakuan dengan menggunakan
teknik desensitisasi sistematis.
2. Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan tingkat
antara hasil pengukuran sebelum diberi perlakuan dan setelah diberikan
perlakuan, artinya teknik desensitisasi sistematis dapat menurunkan
kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester.
B Saran
1. Kepada Siswa
a. Hendaknya siswa dapat menerapkan pada dirinya sendiri penggunaan
teknik desensitisasi sistematis ketika mengalami kecemasan.
b. Hendaknya lebih terbuka dengan masalah yang dihadapi kepada guru
pembimbing.
2. Guru BK
Kepada guru bimbingan dan konseling hendaknya mempelajari lebih lanjut
mengenai teknik desensitisasi sistematis agar dapat membantu menangani
masalah siswa ketika mengalami kecemasan.
3. Peneliti Lain
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai kecemasan tes (anxiety test) disarankan untuk melakukan penelitian menggunakan populasi yang lebih luas dan dapat menggunakan
teknik dokumentasi seperti raport hasil ujian sebagai alat pengumpulan
datanya, untuk memperkuat data-data yang mendukung subjek penelitian
dan memasukkan pengaruh atau dukungan dari keluarga terhadap masalah